Anda di halaman 1dari 34

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tumbuhan bawang merah adalah sejenis tumbuhan semusim, yang


memiliki umbi berlapis, berakar serabut, dengan daun berbentuk silinder
berongga. Tumbuhan bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum (L.)
Back.), famili Alliaceae adalah spesies dengan nilai ekonomi yang penting,
yang dibudidayakan secara luas di seluruh dunia khususnya di benua Asia dan
Eropa.
Di Indonesia banyak sekali tanaman yang sering dimanfaatkan oleh
masyarakat, baik sebagai bahan pangan ataupun sebagai obat. Akan tetapi
untuk limbah tanaman masih jarang. Salah satu contohnya adalah limbah kulit
bawang merah yang banyak dihasilkan dari limbah rumah tangga (Soebagio,
2007). Diketahui bahwa ekstrak kulit bawang merah mengandung senyawa
kimia yang berpotensi sebagai antioksidan yaitu flavonoid yang dapat
mencegah berkembangnya radikal bebas di dalam tubuh sekaligus
memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak.
Umbi bawang merah mengandung senyawa - senyawa yang dipercaya
berkhasiat sebagai antiinflamasi dan antioksidan seperti kuersetin yang
bertindak sebagai agen untuk mencegah sel kanker. Kuersetin, selain memiliki
aktivitas sebagai antioksidan, juga dapat beraksi sebagai antikanker pada
regulasi siklus sel, berinteraksi dengan reseptor estrogen (ER) tipe II dan
menghambat enzim tirosin kinase (Klohs, 1997). Kandungan lain dari bawang
merah diantaranya protein, mineral, sulfur, antosianin, kaemferol, karbohidrat,
dan serat.
Namun, informasi mengenai kulit bawang merah ini masih terbatas
sehingga penelitian ini dilakukan agar pengetahuan mengenai antioksidan
menjadi lebih luas, dapat menambah wawasan dan informasi yang baru
mengenai jenis senyawa flavonoid yang terkandung dalam kulit bawang
merah yang berperan sebagai antioksidan, dengan harapan limbah kulit
bawang merah yang tidak memiliki nilai ekonomis di masyarakat ini dapat
diminimalisir dan akan menjadi salah satu limbah yang bermanfaat.

1.2. Rumusan Masalah

Adakah pengaruh konsumsi ekstrak bawang merah sebagai antioksidan?

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bawang merah sebagai

antioksidan

1.4. Manfaat

1.4.1. Manfaat Teoritis

1.4.1.1. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang

pengaruh konsumsi ekstrak bawang merah sebagai

antioksidan

1.4.2. Manfaat Praktis

Sebagai sumber informasi bagi para klinisi mengenai

keefektifan ekstrak bawang merah sebagai antioksidan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu zat yang mampu menetralisir atau

meredam dampak negatif dari adanya radikal bebas.Radikal bebas sendiri

merupakan suatu molekul yang mempunyai kumpulan elektron yang tidak

berpasangan pada suatu lingkaran luarnya.Manfaat dari antioksidan untuk

menangkal radikal bebas ini yang menjadikan antioksidan sangat banyak

diteliti oleh para peneliti. Berbagai hasil penelitian, antioksidan dilaporkan

dapat memperlambat proses yang dapat diakibatkan oleh radikal bebas seperti

adanya tokoferol, askorbat, flavonoid, dan adanya likopen.

Antioksidan mengandung senyawa fenolik atau polifenolik yang

merupakan golongan flavonoid. Senyawa flavonoid sebagai antioksidan pada

masa sekarang ini sangat banyak diteliti, karena senyawa flavonoid yang

terdapat pada antioksidan memiliki kemampuan untuk merubah atau

mereduksi resiko yang dapat ditimbulkan oleh radikal bebas dan juga dapat

dimanfaatkan sebagai anti-radikal bebas.

Radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan kondisi

patologik dari penyakit tertentu seperti terjadinya inflamasi, gangguan

metabolik, penuaan sel, aterosklerosis, dan karsinogen. Inflamasi adalah

proses yang diperantarai sintesis prostaglandin dengan katalis sikooksigenase.

Pada proses ini dihasilkan zat antara berupa radikal bebas (Lautan, 1997).

5
6

Radikal bebas dan spesies oksigen reaktif (ROS) merupakan radikal hidroksil

(OH), radikal anion superoksida (O2), hidrogen peroksida (H2O2), dan singlet

oksigen (O2). Radikal bebas dan ROS menyebabkan kerusakan pada

komponen biologi seperti protein, DNA, dan lipid. Kerusakan makromolekul

bisa menimbulkan katarak, kanker, dan penyakit pembuluh darah Radikal

bebas adalah senyawa oksigen yang reaktif dan tidak memiliki elektron yang

tidak berpasangan. Jika tubuh memiliki kadar radikal bebas yang tinggi

memicu munculnya berbagai macam penyakit degeneratif. Adanya

antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari radikal bebas dan

dapat mengurangi atau meredam dampak negatif dari radikal bebas tersebut,

antioksidan menjadi suatu komponen yang sangat penting.Antioksidan sendiri

merupakan suatu molekul yang sangat reaktif yang dapat menghambat adanya

reaksi oksidasi pada tubuh dengan mengikat radikal bebas.

Komponen antioksidan dapat dihasilkan tanaman berupa senyawa

fenolik(flavonoid, asam, fenolik, tannin, dan lignan). Komponen fenolik

terbukti mampu menangkal radikal bebas.Senyawa flavonoid telah

teridentifikasi dalam daun bangun-bangun. Struktur kimia flavonoid memiliki

inti flavon terdiri dari 15 atom C dengan 3 cincinC6-C3-C6 yang disebut

dengan A,B,C.
7

Terdapat tujuh jenis senyawa flavonoid, yaitu flavon, isoflavon,

flavonol, flavonon, antosianin, katekin, dan khalkon.Isoflavon diklasifikasikan

sebagai fitoestrogen.Diduga struktur kimia isoflavon mirip dengan hormon

estrogen dan obat osteoporosis sintetisipriflavon .Estrogen dan ipriflavon

dapat melindungi densitas mineral tulang pada wanita pasca

menopause.Isoflavon dapat menghambat kerusakan dan sekaligus

menstimulasi pembentukan tulang.

2.2. Radikal Bebas

Radikal bebas (free radical) atau sering juga disebut reactive oxygen

species (ROS) berasal dari bahasa latin radicalis adalah bahan kimia yang dapat

berupa atom maupun molekul yang tidak memiliki elektron berpasangan pada

lapisan luarnya. Sifat dari radikal bebas adalah sangat reaktif dan memiliki waktu

paruh yang sangat cepat. Radikal bebas akan segera bereaksi dengan cepat dengan

mengambil elektron molekul disekitarnya. Radikal bebas dapat merusak jaringan

normal terutama apabila jumlahnya terlalu banyak. Akibat dari radikal bebas

dalam jumlah besar adalah gangguan produksi DNA, lapisan lipid pada dinding

sel, pembuluh darah, produksi prostaglandin, kerusakan sel dan mengurangi


8

kemampuan sel untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Kadar Reactive

Oxygen Species (ROS) yang tinggi menyebabkan penimbunan kolesterol pada

dinding pembuluh darah dan akibatnya timbulah atherosklerosis atau lebih dikenal

dengan penyakit jantung koroner. Umumnya radikal bebas diperlukan bagi

kelangsungan beberapa proses fisiologis dalam tubuh, terutama untuk transportasi

elektron. Radikal bebas dalam kadar normal dibutuhkan untuk perkembangan sel

dan juga membantu sel darah putih atau leukosit untuk menghancurkan atau

memakan kuman yang masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu radikal bebas juga

berperan dalam sistem imun dalam tubuh manusia. Apabila terjadi

ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang disebut stress

oxidative maka akan mengganggu kerja sistem imun. Sistem imun yang melemah

dapat ditemukan pada perokok baik aktif maupun pasif, hal ini disebabkan

pembakaran asap rokok yang menghasilkan radikal bebas berkali-kali lipat

dibandingkan dengan radikal bebas pada metabolisme tubuh pada keadaan

normal. Secara alami dalam tubuh manusia telah memiliki mekanisme pertahanan

terhadap radikal bebas, yaitu antioksidan endogen intrasel yang terdiri atas enzim-

enzim yang disintesis oleh tubuh seperti Superoksida dismutase (SOD), katalase

dan glutation peroksidase.

Dalam Tubuh manusia radikal bebas dapat berasal 2 sumber yaitu endogen

dan eksogen.

a. Sumber endogen

1) Autoksidasi
9

Adalah produk dari proses metabolisme aerob. Jenis molekulnya dapat

berasal dari hemoglobin, katekolamin, mioglobin, sitkrom C yang tereduksi, serta

thiol. Autoksidasi dari produk diatas dapat menghasilkan kelompok oksigen

reaktif.

2) Oksidasi enzimatik

Terdapat beberapa jenis enzim yang dapat menghasilkan radikal bebas

seperti, xanthine oksidase, lipoxygenase, aldehid oxidase, amino acid oxidase, dan

prostaglandin synthase.

3) Respiratory burst

Merupakan proses dimana sel fagositik menggunakan oksigen dalam

jumlah yang besar pada proses fagositosis. Sekitar 70-90 % penggunaan oksigen

tersebut berperan dalam produksi superoksida yang merupakan bentukan awal

dari radikal bebas.

b. Sumber eksogen

1) Obat-obatan : Obat-obatan dapat berperan dalam peningkatan produksi

radikal bebas dengan cara peningkatan tekanan oksigen. Jenis obat-obatan

tersebut dapat berupa obat golongan antibiotik quionoid, obat kanker, serta

penggunaan asam askorbat yang berlebih dapat mempercepat peroksidasi lipid.

2) Radiasi : Pengunaan Radioterapi memungkinkan terjadinya kerusakan

jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radiasi di bagi menjadi radiasi

elektromagnetik dan radiasi partikel. Radiasi elektromagnetik dapat berupa sinar


10

X dan sinar gamma sedangkan radiasi partikel dapat berupa partikel elektron,

photon, neutron, alfa, dan beta.

3) Asap rokok

Tiap hisapan rokok mengandung jumlah senyawa oksidan yang sangat

besar, meliputi aldehid, proxida, epoxida, dan radikal bebas lain yang bersifat

reaktif dan destruktif. Pada perokok juga ditemukan peningkatan netrofil pada

saluran pernafasan bawah yang berkontribusi dalam produksi radikal bebas.

2.3. Bawang Merah

Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan yang

sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif. Komoditas sayuran ini

termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang berfungsi sebagai

bumbu penyedap makanan serta bahan obat tradisional.

Kedudukan taksonomi tanaman bawang merah adalah sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Bangsa : Asparagales

Suku : Alliacceae

Marga : Allium

Jenis : Allium cepa L


11

1. Morfologi bawang merah

a. Akar

Berakar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan bercabang terpencar pada

kedalaman antara 15 – 30 cm di dalam tanah.

b. Batang

Memiliki batang sejati atau disebut diskus yang berbentuk seperti cakram, tipis

dan pendek sebagai tempat melekatnya akar dan mata tunas (titik tumbuh), diatas

diskus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah – pelepah daun dan

batang semu yang berada di dalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi

lapis

c. Daun

Berbentuk silindris kecil memanjang antara 50 – 70 cm, berlubang dan bagian

ujungnyaruncing, berwarna hijau muda sampai tua, dan letak daun melekat pada

tangkai yang ukurannya relative pendek

d. Bunga

Tangkai bunga keluar dari ujung tanaman (titik tumbuh) yang panjangnya antara

30 – 90 cm, dan di ujungnya terdapat 50 – 200 kuntum bunga yang tersusun


12

melingkar seolah berbentuk payung. Tiap kuntum bunga terdiri atas 5 – 6 helai

daun bunga yang berwarna putih, 6 benang sari berwarna hijau atau kekuning –

kuningan, 1 putik dan bakal buah berbentuk hampir segitiga. Bunga bawang

merupakan bunga sempurna dan dapat menyerbuk sendiri atau silang.

e. Buah dan Biji

Buah berbentuk bulat dengan ujungnya tumpul membungkus biji berjumlah 2 – 3

butir, bentuk biji agak pipih saat muda berwarna bening atau putih setelah tua

berwarna hitam. Biji bawang berwarna merah dapat digunakan sebagai bahan

perbanyakan tanaman secara generatif.

2. Senyawa aktif bawang merah

Bawang merah banyak dibutuhkan sebagai bumbu berbagai masakan.

Kegunaan lain dari bawang merah ialah sebagai obat tradisional karena

senyawa aliin dan alisin yang berifat bakterisida (Rukmana, 1994). Menurut

(Rodrigues dkk., 2003), kandungan gizi dari bawang merah ialah karbohidrat
13

(11,0 g), protein (1,2 g), serat (0,6 g), lemak (0,30 %) dan beberapa vitamin

seperti vitamin A (0,012 mg), vitamin C (11 mg), thiamin (0,08 mg),

riboflavin (0,01 mg), dan niasin (0,2 mg), dan beberapa mineral seperti fosfor,

kalsium, sodium, besi dan kalium. Bawang merah memiliki bahan – bahan

aktif dengan efek farmakologis pada tubuh. Bahan aktif yang terdapat pada

bawang merah ini diantaranya adalah sebagai berikut,

1. Flavonoid

Bahan aktif berupa senyawa flavonoid ini dikenal sebagai antiinflamasi

atau antiradang. Sifat antiinflamasi pada bawang merah ini mampu

menyembuhkan radang hati (hepatitis), radang sendi (artritis), radang

tonsil (tonsillitis), dan bronchitis. Flavonoid juga memiliki sifat

antioksidan alamiah, sebagai bakterisida, dan dapat menurunkan kadar

kolesterol jahat (LDL) dalam darah secara efektif (Jaelani, 2007). Menurut

Naidu (2000), flavonoid memiliki spectrum aktivitas antimikrobia yang

luas dengan mengurangi kekebalan pada organisme sasaran. Flavonoid

bersifat polar sehingga lebih mudah menembus lapisan peptidoglikan yang

juga bersifat polar pada bakteri Gram positif daripada lapisan lipid yang

nonpolar. Flavonoid memiliki aktivitas antibakteri dengan cara mengikat

asam amino nukleofilik pada protein dan inaktivasi enzim. Zat antibakteri

yang dimiliki oleh flavonoid akan menghambat pertumbuhan bakteri

dengan merusak dinding sel dan membran sitoplasma.

2. Saponin
14

Saponin termasuk senyawa penting dalam bawang merah. Saponin

berperan utama sebagai antikoagulan yang berguna untuk mencegah

penggumpalan darah (Jaelani, 2007). Selain sebagai antikoagulan,

menurut Prasetyo dkk (2008), saponin merupakan senyawa metabolik

sekunder yang berfungsi sebagai antiseptik sehingga memiliki

kemampuan antibakteri. Zat antibakteri akan menghalangi

pembentukan atau pengangkutan masing – masing komponen ke

dinding sel yang mengakibatkan lemahnya struktur disertai dengan

penghilangan dinding sel dan pelepasan isi sel yang akhirnya akan

mematikan maupun menghambat pertumbuhan sel bakteri tersebut.

3. Minyak Atsiri

Bawang merah Allium cepa L digemari karena karakteristik rasa dan

aromanya. Aroma bawang merah yang khas disebabkan oleh adanya

aktivitas enzim allinase. Aroma ini akan tercium bila jaringan tanaman

ini rusak dan enzim allinase akan mengubah senyawa s-alkil sistein

sulfoksida yang mengandung belerang. Menurut Wibowo (2009),

bawang merah mengandung senyawa alisin dan minyak atsiri yang

bersifat bakterisida dan fungisida terhadap bakteri dan cendawan.

Bahan aktif minyak atsiri terdiri dari sikloaliin, metilaliin, kaemferol,

kuersetin dan floroglusin (Muhlizah dan Hening, 2000). Minyak atsiri

pada bawang merah memiliki sifat antimikroba karena adanya

beberapa zat aktif yang terkandung didalamnya. Beberapa zat kimia

yang terkandung di dalam minyak atsiri bawang merah Allium cepa L


15

menurut Yuhana dkk (2008) adalah heksil sulfida, metil propil sulfide,

metil propel disulfide, dipropil disulfide, dipropil trisulfida, triloana,

dimetil tiopen, etil isopropyl sulfon, heksil furanon, metil furanon, dan

propan bersifat antibakteri yang mampu merusak dinding sel, merusak

membrane sitoplasma, mendenaturasi protein sel, dan menghambat

kerja enzim dalam sel. Menurut Indrawati (2009) minyak atsiri dapat

menghambat atau mematikan pertumbuhan bakteri dengan

mengganggu proses terbentuknya membrane atau dinding sel sehingga

tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna.

4. Aliin dan alisin

Pada tanaman jenis bawang beberapa komponen bioaktif yang

ditemukan adalah senyawa sulfida diantaranya adalah dialil sulfide

atau dalam bentuk teroksidasi disebut dengan alisin. Alisin pada

bawang merah memiliki fungsi fisiologis yang sangat luas, yaitu

antioksidan, antikanker, antitrombotik, antiradang, penurunan tekanan

darah dan merupakan senyawa aktif yang memiliki daya hambat

terhadap bakteri (Ardiansyah, 2006). Kandungan alisin pada bawang

merah dan senyawa sulfida lain yang terkandung dalam minyak atsiri

bawang merah memiliki daya antimikroba tinggi bersifat bakterisidal

yaitu dapat membunuh bakteri (Whitemore dan Naidu, 2000). Pada

bawang merah juga ditemukan adanya aliin dan enzim alinase yang

memungkinkan terjadinya reaksi enzimatis. Senyawa aliin adalah

substrat yang terkandung dalam jaringan tanaman yang akan berubah


16

menjadi alisin dengan bantuan enzim alinase. Senyawa alisin yang

terbentuk ini bersifat kurang stabil sehingga akan terurai menjadi

komponen – komponen volatil secara kimiawi yang memberi bau khas

pada bawang. Adamya senyawa alisin dan dialil disuklfid inilah yang

membuat bawang merah memiliki kemampuan sebagai pengawet pada

makanan (ebook pangan, 2006). Senyawa alisin yang terbentuk

memiliki sifat yang tidak stabil, sehingga senyawa tersebut mudah

mengalami reaksi lanjut. Peristiwa berubahnya senyawa alisin yang

mengalami reaksi lanjut ini dipengaruhi oleh perlakuan penyimpanan

dan suhu (Amagase, 2001). Alisin hanya memiliki waktu satu hari

dalam temperatur 37 Oc. Alisin dan derivatnya memiliki efek

menghambat secara total sintesis DNA dan protein.

5. Kuersetin

Bawang merah juga mengandung kuersetin dalam jumlah tinggi yaitu

13,27 % m/100 gram (Shills, 2006) . Kuersetin termasuk golongan

flavonol yang merupakan subkelas dari flavonoida yang dibedakan

karena struktur kimia dan karakteristiknya. Kuersetin adalah senyawa

kelompok flavonol terbesar karena kuersetin dan glikosidanya berada

dalam jumlah sekitar 60 – 75 % dari flavonoida. Dalam 100 gram

bawang merah, terkandung sekitar 13,27 mg glikosida kuersetin.

Kuersetin memiliki kemampuan antioksidan yang dapat bermanfaat

bagi kesehatan.
17

2.4. Ekstrak

Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan komponen dari campurannya. Salah

satu metode ekstraksi yaitu dengan cara maserasi. Maserasi sering disebut sebagai

ekstraksi dingin atau tanpa menggunakan pemanasan.Maserasi dilakukan untuk

mengekstrak bahan yang tidak tahan panas atau bahan yang belum diketahui

kandungannya. Proses maserasi membutuhkan waktu yang lama dan pelarut

dalam jumlah banyak (kekurangan proses maserasi). Metode ekstraksi maserasi

dapat dikatakan sebagai perendaman, karena prosesnya merendam sampel dalam

pelarut dan dilakukan pengadukan bila diperlukan.Prinsipnya menggunakan

gerak. kinetik pelarut yang dapat menembus jaringan bahan, sehingga komponen

yang diinginkan dapat larut dalam pelarut.Kelebihan maserasi adalah sederhana,

tidak memerlukan peralatan spesifik, dan dapat digunakan untuk bahan yang tahan

atau tidak terhadap panas serta pada bahan yang belum diketahui kandungannya

(Winata, 2011). Tahap awal ekstraksi dilakukan dengan menghaluskan jaringan

tanaman yang akan diekstrak. Menggunakan ukuran bahan yang semakin kecil

akan memperbesar luas permukaannya sehingga lebih banyak komponen

metabolit yang diekstrak. Sebelum diekstrak, bahan harus dikeringkan untuk

mempertahankan kandungan metabolit dalam tanaman yang telah dipotong

sehingga metabolisme tanaman atau bahan tersebut terhenti.


18

2.5. Metode DPPH

Metode DPPH merupakan metode yang paling mudah digunakan untuk

menentukan aktivitas antioksidan. DPPH atau 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl

adalah radikal bebas yang stabil, berwarna ungu, dan menyerap kuat pada panjang

gelombang 517 nm dan memiliki struktur C18H12N5O6. Warna ungu akan

memudar menjadi kuning pucat seiring dengan penangkapan atom H oleh DPPH.

Metode DPPH banyak digunakan karena prosesnya sederhana, cepat, tepat, dan

tidak tergantung pada kepolaran bahan yang akan diuji. Metode DPPH juga sangat

sensitif, sehingga tidak memerlukan banyak sampel (Winata, 2011).Prinsip

pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH yaitu

dengan penangkapan atom H dari senyawa antioksidan bahan uji oleh radikal

bebas DPPH. DPPH adalah radikal bebas stabil. Dalam bentuk teroksidasi, DPPH

akan menerima elektron dari senyawa lain dan membentuk molekul diamagnetik

stabil (Winata, 2011). Metode DPPH ini hanya dapat digunakan untuk mengukur

senyawa antioksidan yang terlarut dalam pelarut organik, khususnya

alkohol.Metode DPPH dapat digunakan pada sampel padatan dan larutan yang

tidak spesifik atau digunakan untuk mengukur kapasitas antioksidan secara

keseluruhan (Molyneux, 2004).Semakin besar selisih absorbansi senyawa uji

dibandingkan kontrol maka semakin tinggi aktivitas antioksidannya. Prinsip

pengukuran aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH yaitu

dengan adanya penangkapan atom H dari senyawa antioksidan dari bahan uji oleh

radikal bebas DPPH. Radikal DPPH tersebut kemudian akan mengikat atom H
19

dari senyawa yang mengandung antioksidan, setelah dihasilkan DPPH nonradikal

dalam bentuk tereduksi dan berwarna kuning lemah dan juga dihasilkan radikal

bebas pada tahap awal reaksi berlangsung. Setelah itu beberapa molekul DPPH

direduksi oleh satu molekul reduktan yang akan menjadi radikal terakhir yang

akan mengalami reaksi lanjutan yang mengontrol keseluruhan stokiometri.

2.6. Kerangka Konsep

Bawang Merah

(Allium cepa L)

Diekstraksi

Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan


dengan menggunakan
metode DPPH

Hasil

2.7. Hipotesis

Terdapat pengaruh pemberian ekstrak bawang merah sebagai

antioksidan.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian

eksperimen yang dilakukan untuk mengungkapkan hubungan sebab-akibat

antara dua variable. Rancangan penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah post test design.

3.2. Variabel

3.2.1. Variabel Bebas

Variabel bebas dari penelitian ini adalah ekstrak bawang merah.

3.2.2. Variabel Tergantung

Variabel tergantung dari penelitian ini adalah % aktivitas

antioksidan.

17
18

3.3. Definisi Operasional

3.3.1. Stabilitas

Stabilitas adalah keadaaan stabil ekstrak bawang merah (Allium cepa L)

pada pH, suhu, dan lama waktu pemanasan setelah mendidih.

3.3.2. IC50

IC50 adalah konsentrasi yang dibutuhkan ekstrak bawang merah (Allium

cepa L) untuk meredam aktivitas radikal bebas sebanyak 50%.

3.4. Alat dan Bahan

3.4.1. Alat

1. Maat pipet

2. pipet tetes

3. neraca analitik

4. penangas air

5. thermometer

3.4.2. Bahan

1. Ekstrak bawang merah (Allium cepa L)

2. larutan FeCl310%, HCl 2M, NaOH 2M, methanol 30%, H2SO4,dan

HCl pekat

3.5. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Ekstrak Bawang Merah

Memaserasi serbuk bawang merah dengan menggunakan etanol 96% sebanyak 2L

selama 48 jam. Setelah 48 jam, kemudian menyaring filtrat dan ampas yang
19

terjadi diambil untuk dimaserasi kembali dengan menggunakan pelarut etanol 2L

96% selama 48jam. Kemudian dilakukan remaserasi lagi dengan menggunakan

1L etanol 96% selama 24 jam. Selanjutnya menggabungkan filtrat yang diperoleh

lalu menguapkannya dengan menggunakan rotatory evaporator pada suhu 40°C

sehingga menghasilkan ekstrak kental.

a. Tanin

Melarutkan 1mL ekstrak bawang merah ke dalam larutan FeCl310%. Lalu

menginterpretasi hasil dari percobaan yang telah dilakukan. Apabila terbentuk

warna biru tua, hitam kehijauan, atau biru kehitaman menunjukkan adanya

kandungan senyawa polifenol dan tanin

b. Antosianin

Menambahkan larutan HCl 2M ke dalam 0,5 gram ekstrak bawang merah

Kemudian memanaskan campuran ekstrak + HCl 2M selama 5 menit pada suhu

100 ˚C. Setelah itu, melakukan interpretasi hasil. Hasil positif apabila berwarna

merah. Kemudian, menambahkan NaOH 2M tetes demi tetes. Lalu mengulangi

interpretasi hasil kembali. Hasil positif apabila timbul warna hijau perlahan-lahan.

c. Flavonoid
20

Menambahkan ekstrak bawang merah sebanyak 1mL kedalam 5 mL methanol

30%. Kemudian memanaskan campuran ekstrak bawang merah dan methanol 30

% selama 5 menit pada suhu 50°C. Kemudian menghomogenkan larutan tersebut

lalu menetesinya dengan 5 tetes H2SO4. Hasil positif apabila terbentuk warna

merah.

3. Metode DPPH

Menyiapkan 30 tabung reaksi yang telah dibungkus alumunium foil. Lalu

menambahkan 150 µL ekstrak bawang merah 200 ppm kedalam tabung 1-3, ,

2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam tabung reaksi.

Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam ruangan

gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur

absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan 150 µL

ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) 400 ppm kedalam

tabung 4-6, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam tabung

reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam

ruangan gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur

absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan 150 µL

ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) 600 ppm kedalam

tabung 7-9, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam tabung

reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam

ruangan gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur

absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan 150 µL

ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) 800 ppm kedalam


21

tabung 10-12, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam

tabung reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya

kedalam ruangan gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit,

mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan

150 µL ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) 1000 ppm

kedalam tabung 13-15, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan

kedalam tabung reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu

menginkubasinya kedalam ruangan gelap selama 30 menit pada suhu

kamar.Setelah 30 menit, mengukur absorbansi larutan pada panjang

gelombang 517nm. Menambahkan 150 µL vitamin c 10 ppm kedalam tabung

reaksi 16-18, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam

tabung reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya

kedalam ruangan gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit,

mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan

150 µL vitamin c 20 ppm kedalam tabung reaksi 19-21, 2mL larutan DPPH 50

ppm yang telah diletakkan kedalam tabung reaksi. Kemudian mengocok

larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam ruangan gelap selama 30 menit

pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur absorbansi larutan pada panjang

gelombang 517nm. Menambahkan 150 µL vitamin c 30 ppm kedalam tabung

reaksi 22-24, 2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam

tabung reaksi. Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya

kedalam ruangan gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit,

mengukur absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm. Menambahkan


22

150 µL vitamin c 40 ppm kedalam tabung reaksi 25-27, 2mL larutan DPPH 50

ppm yang telah diletakkan kedalam tabung reaksi. Kemudian mengocok

larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam ruangan gelap selama 30 menit

pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur absorbansi larutan pada panjang

gelombang 517nm.

Menambahkan 150 µL vitamin c 50 ppm kedalam tabung reaksi 27-30,

2mL larutan DPPH 50 ppm yang telah diletakkan kedalam tabung reaksi.

Kemudian mengocok larutan tersebut lalu menginkubasinya kedalam ruangan

gelap selama 30 menit pada suhu kamar.Setelah 30 menit, mengukur

absorbansi larutan pada panjang gelombang 517nm.

3.6. Tempat dan Waktu Penelitian

3.6.1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di laboratorium Unissula Semarang

3.6.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2020

3.7. Analisa Hasil

Data yang sudah didapat, diproses, disunting, ditabulasi, dan

dibersihkan, kemudian dilakukan uji deskriptif, meliputi variabel bebas

yang menggunakan skala data rasio dan variabel tergantung yang

menggunakan skala data rasio. Lalu dilakukan uji normalitas data dengan

Shapiro Wilk dan Kolmogorov-Smirnov untuk melihat sebaran distribusi


23

data. Uji homogenitas data juga dilakukan dengan melihat nilai

signifikansi pada Levene test. Bilamana sebaran distribusi data normal

(P>0.05) maka dilakukan uji beda parametrik. Jika distribusi data normal

dan varian sama, maka dilanjutkan dengan uji Anova dan dilanjutkan

dengan uji Post-Hoc untuk membandingkan antar data kelompok.

Begitupula sebaliknya bila distribusi data tidak normal dilakukan

transformasi data. Bilamana masih tidak normal, maka dilakukan uji beda

non parametric kemudian menggunakan uji Kruskal Walls dilanjut dengan

Mann-Whitney

BAB IV

HASIL

Tabel dibawah merupakan tabel absorbansi aktivitas antioksidan sampel


dengan metode DPPH. Terlihat dimana semakin kecil konsentrasi sampel maka
absorbansinya semakin besar. Dari tabel absorbansi yang ada kemudian dihitung
rataratanya untuk kemudian dicari persentase inhibisi radikal bebas oleh sampel.

Absorbansi Aktivitas Antioksidan Sampel


24

% inhibisi sampel

Yang kemudian, akan dibuat grafik presenatase inhibisi yang selanjutnya di


gunakan untuk mencari ilai IC50 sampel.

BAB V

PEMBAHASAN
25

Uji Fitokimia Dari hasil pengujian kandungan fitokimia yang terdapat

dalam sampel, didapatkan hasil bahwa ekstrak kental bawang merah mempunyai

kandungan senyawa metabolit sekunder diantaranya tannin, flavonoid, dan

antosianin.

Setelah ekstrak kental diperoleh, kemudian dilakukan pengujian aktivitas

antioksidan dengan menggunakan metode DPPH. Dimana DPPH merupakan

suatu radikal bebas stabil yang berwarna ungu tua. Instrumentasi yang digunakan

untuk mengukur aktivitas antioksidan dengan menggunakan metode DPPH adalah

spektrofotometer uv-vis. DPPH merupakan suatu senyawa yang mempunyai

panjang gelombang maksimal 517 nm. Apabila suatu senyawa yang mengandung

peredam radikal bebas dalam jumlah tinggi direaksikan dengan menggunakan

DPPH, DPPH dapat berubah warna menjadi kuning (Atika, 2012). Hal ini

dikarenakan DPPH akan bereaksi dengan antioksidan yang terkandung dalam

ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) yang dapat merubah DPPH

menjadi diphenilphyrcryhidrazine (Jatmika dkk. 2015). Perubahan senyawa 1,1-

difenil-2 pikrihidrazilfosfat menjadi diphenilphycryhidrazil terjadi ketika seluruh

DPPH berikatan dengan senyawa antioksidan dalam ekstrak yang dapat

memberikan atom hidrogen. 51 Hal inilah yang menyebabkan larutan DPPH

berubah menjadi warna kuning terang, bila dibandingkan pada saat larutan DPPH

yang berwarna ungu saat dilarutkan dalam larutan methanol p.a (Praditasari,

Arni). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat dilihat apabila semakin

pekat konsentrasi ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.) yang


26

ditambahkan maka semakin turun absorbansi sampel yang dihasilkan . Yang

kemudian dihitung dengan menggunakan rumus persentase inhibisi untuk

persamaan garis yang kemudian digunakan untuk mencari nilai IC50 sampel

yakni besarnya konsentrasi ekstrak bawang dayak (Eleutherine americana Merr.)

untuk menghambat 50% absorbansi DPPH. Setelah didapatkan, persamaan garis

Y=0,0692+5,597 yang dimana nilai Y diganti dengan 50 dan nilai x menunjukkan

nilai IC50 sampel. Dari perhitungan didapatkan nilai IC50 sampel adalah 642

ppm. Sebagai pembanding digunakan larutan vitamin C. Penggunaan larutan

vitamin C sebagai pembanding dikarenakan vitamin C merupakan suatu zat yang

mempunyai aktivitas antioksidan yang tinggi. Hal ini dapat dilihat dari nilai IC50

vitamin C sebesar 49 ppm. Dimana semakin kecil nilai IC50 semakin kuat daya

aktivitas antioksidannya. Kecilnya daya aktivitas antioksidan ekstrak bawang

dayak ( Eleutherine americana Merr.) bila dibandingkan dengan vitamin C.

Karena ekstrak bawang dayak ( Eleutherine americana Merr.) terdiri dari beberapa

senyaawa metabolit sekunder gabungan seperti golongan tannin dan flavonoid.

Sedangkan vitamin C merupakan 52 suatu senyawa murni yang telah terbukti

merupaksn suatu senyawa antioksidan.


27
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai penelitian uji stabilitas zat

warna dan aktivitas antioksidan bawang merah (Allium cepa L.), dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Kandungan senyawa metabolit sekunder dalam bawang merah (Allium

cepa L) adalah tannin, flavonoid, dan anthosianin.

2. Stabilitas zat warna yang terkandung dalam senyawa metabolit sekunder

pada bawang merah (Allium cepa L) stabil pada pH 3 dan 4, stabil pada suhu

kurang dari 25°C, 40°C, dan 60°C, dan dan lama waktu pemanasan setelah

mendidih kurang dari 2 menit.

3. Bawang merah (Allium cepa L) memiliki nilai IC50 sebesar 642 ppm

dan merupakan golongan senyawa yang lemah yang dapat menangkal radikal

bebas.

6.2 Saran

1. Bagi Institusi

Sebagai referensi, wawasan, dan informasi mengenai hasil penelitian yang

berhubungan mengenai uji stabilitas zat warna dan aktivitas antioksidan pada

bawang merah (Allium cepa L).

34
35

2. Bagi Masyarakat

 Dapat memberikan informasi mengenai zat warna pengganti zat warna sintetis

dan bagaimana cara mengolah zat warna tersebut dengan benar agar kandungan

zat warnanya tidak hilang.

 Dapat memberikan informasi mengenai bahan alam yang dapat digunakan

sebagai senyawa antioksidan

4. Bagi Peneliti selanjutnya

Dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai stabilita

zat warna dan uji aktivitas antioksidan mengenai bawang merah (Allium cepa

L). Dan selanjutnya bisa membuat perbandingan antara aktivitas antioksidan

pada bawang merah (Allium cepa L) yang ditanam di pulau Jawa dan di luar

Pulau Jawa serta perbandingan kandungan zat warna dari kedua daerah yang

berbeda.
36

DAFTAR PUSTAKA

Anita Sarah Hidayah., Kiki Mulkiya., Leni Purwanti. 2015. Uji Aktivitas

Antioksidan Bawang Dayak (Eleutherinebulbosa Merr.). Prosiding SpeSIA

Unisba. Halaman 398-404

Dewi T., Alifah I., Bhayangkara TP., dan Jason GJ. 2016. Pengujian Aktivitas

Antioksidan Menggunakan Metode DPPH pada Daun Tanjung (Mimusops elengi

L.). ISSN 1693-4393:1-7.

Erry AL., Rafika Sari., dan Sri W. 2013. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Buah

Lakum dengan Metode DPPH (1,1-difenil -2-pikrihidrasil).

Grotewold, Erich. 2006. The sciences of Flavonoids. Colombia: Springer.

Kesuma Sayuti dan Rina Yenria. 2015. Antioksidan Alami dan Sintetik.

Padang :Andalas Press

Latifah. 2015. Identifikasi Golongan Senyawa Flavonoid Dan Uji Aktivitas

Antioksidan Pada Rimpang Kencur Kaempferia Galangal L Dengan

Menggunakan Metode DPPH (1,1 Difenil-2-Pikhrihidrazil) .Skripsi. Universitas

Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Malang.

Noorhajati, Hermien. 2014. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kulit Batang Trengguli

(Cassia fistula ) dengan Metode DPPH. ISSN 2087-0922. Volume 5 (1).

MG. Miguel. 2011. Anthocyanins: Antioxidant and/or anti-inflamatory activity.

Journal of Applied Pharmacentical science. Volume 01(06): 07:15.


37

Rahayu, S., N. Kurniasih, & V. Amalia. 2015. Ekstraksi dan Identifikasi Senyawa

Flavonoid dari Limbah Kulit Bawang Merah sebagai Antioksidan Alami. Al

Kimiya. 2: 1- 8.
35

Anda mungkin juga menyukai