Anda di halaman 1dari 17

Antioksidan dan Radikal bebas

Kata Kunci: antioksidan, radikal bebas


Ditulis oleh Dinna Sofia pada 12-03-2005

Aktivitas antioksidan dalam segelas air teh sama dengan


7 buah apel. Kalimat ini berasal dari iklan teh celup yang ditayangkan oleh televisi. Antioksidan
di sini menjadi salah satu bahan persuasi terhadap konsumen agar membeli produk yang
dipromosikan. Namun jika line layanan konsumen kurang memuaskan dalam menjawab segala
sesuatunya tentang antioksidan, semoga tulisan ini dapat memberikan informasi yang berguna
tentang antioksidan.

Antioksidan sebenarnya didefinisikan sebagai inhibitor yang bekerja menghambat oksidasi


dengan cara bereaksi dengan radikal bebas reaktif membentuk radikal bebas tak reaktif yang
relatif stabil. Tetapi mengenai radikal bebas yang berkaitan dengan penyakit, akan lebih sesuai
jika antioksidan didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif.

Efek berbahaya radikal bebas

Saat ini ditemukan bahwa ternyata radikal bebas berperan dalam terjadinya berbagai penyakit.
Hal ini dikarenakan radikal bebas adalah spesi kimia yang memiliki pasangan elektron bebas di
kulit terluar sehingga sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau
DNA. Reaksi antara radikal bebas dan molekul itu berujung pada timbulnya suatu penyakit.

Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid yang
seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena bereaksi
dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker pun disebabkan oleh oksigen
reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor utama kanker. Selain itu, oksigen
reaktif dapat meningkatkan kadar LDL (low density lipoprotein) yang kemudian menjadi
penyebab penimbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah. Akibatnya timbullah
atherosklerosis atau lebih dikenal dengan penyakit jantung koroner. Di samping itu penurunan
suplai darah atau ischemic karena penyumbatan pembuluh darah serta Parkinson yang diderita
Muhammad Ali menurut patologi juga dikarenakan radikal bebas.
Tipe radikal bebas turunan oksigen reaktif sangat signifikan dalam tubuh. Oksigen reaktif ini
mencakup superoksida (O`2), hidroksil (`OH), peroksil (ROO`), hidrogen peroksida (H2O2),
singlet oksigen (O2), oksida nitrit (NO`), peroksinitrit (ONOO`) dan asam hipoklorit (HOCl).

Sumber radikal bebas

Sumber radikal bebas, baik endogenus maupun eksogenus terjadi melalui sederetan mekanisme
reaksi. Yang pertama pembentukan awal radikal bebas (inisiasi), lalu perambatan atau
terbentuknya radikal baru (propagasi), dan tahap terakhir (terminasi), yaitu pemusnahan atau
pengubahan menjadi radikal bebas stabil dan tak reaktif.

Penjelasan mengenai sumber radikal bebas endogenus ini sangat bervariasi. Sumber endogenus
dapat melewati autoksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis dalam respirasi, transpor elektron di
mitokondria, oksidasi ion-ion logam transisi, atau melalui ischemic. Autoksidasi adalah senyawa
yang mengandung ikatan rangkap, hidrogen alilik, benzilik atau tersier yang rentan terhadap
oksidasi oleh udara. Contohnya lemak yang memproduksi asam butanoat, berbau tengik setelah
bereaksi dengan udara. Oksidasi enzimatik menghasilkan oksidan asam hipoklorit. Di mana
sekitar 70-90 % konsumsi O2 oleh sel fagosit diubah menjadi superoksida dan bersama dengan
`OH serta HOCl membentuk H2O2 dengan bantuan bakteri. Oksigen dalam sistem transpor
elektron menerima 1 elektron membentuk superoksida. Ion logam transisi, yaitu Co dan Fe
memfasilitasi produksi singlet oksigen dan pembentukan radikal `OH melalui reaksi Haber-
Weiss: H2O2 + Fe2+ > `OH + OH- + Fe3 +. Secara singkat, xantin oksida selama ischemic
menghasilkan superoksida dan xantin. Xantin yang mengalami produksi lebih lanjut
menyebabkan asam urat.

Sedangkan sumber eksogenus radikal bebas yakni berasal dari luar sistem tubuh, diantaranya
sinar UV. Sinar UVB merangsang melanosit memproduksi melanin berlebihan dalam kulit, yang
tidak hanya membuat kulit lebih gelap, melainkan juga berbintik hitam. Sinar UVA merusak kulit
dengan menembus lapisan basal yang menimbulkan kerutan.

Penggolongan Antioksidan

Untuk memenuhi kebutuhan antioksidan, sebelumnya kita perlu mengenal penggolongan


antioksidan itu sendiri. Antioksidan terbagi menjadi antioksidan enzim dan vitamin. Antioksidan
enzim meliputi superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH.Prx).
Antioksidan vitamin lebih populer sebagai antioksidan dibandingkan enzim. Antioksidan vitamin
mencakup alfa tokoferol (vitamin E), beta karoten dan asam askorbat (vitamin C).

Superoksida dismutase berperan dalam melawan radikal bebas pada mitokondria, sitoplasma dan
bakteri aerob dengan mengurangi bentuk radikal bebas superoksida. SOD murni berupa peptida
orgoteina yang disebut agen anti peradangan. Kerja SOD akan semakin aktif dengan adanya
poliferon yang diperoleh dari konsumsi teh. Enzim yang mengubah hidrogen peroksida menjadi
air dan oksigen adalah katalase. Fungsinya menetralkan hidrogen peroksida beracun dan
mencegah formasi gelembung CO2 dalam darah.
Antioksidan glutation peroksidase bekerja dengan cara menggerakkan H2O2 dan lipid peroksida
dibantu dengan ion logam-logam transisi. GSH.Prx mengandung Se. Sumber Se ada pada ikan,
telur, ayam, bawang putih, biji gandum, jagung, padi, dan sayuran yang tumbuh di tanah yang
kaya akan Se. Dosis Se yang terlalu tinggi bersifat racun.

Vitamin E dipercaya sebagai sumber antioksidan yang kerjanya mencegah lipid peroksidasi dari
asam lemak tak jenuh dalam membran sel dan membantu oksidasi vitamin A serta
mempertahankan kesuburan. Vitamin E disimpan dalam jaringan adiposa dan dapat diperoleh
dari minyak nabati terutama minyak kecambah, gandum, kacang-kacangan, biji-bijian, dan
sayuran hijau.

Sebagai antioksidan, beta karoten adalah sumber utama vitamin A yang sebagian besar ada dalam
tumbuhan. Selain melindungi buah-buahan dan sayuran berwarna kuning atau hijau gelap dari
bahaya radiasi matahari, beta karoten juga berperan serupa dalam tubuh manusia. Beta karoten
terkandung dalam wortel, brokoli, kentang, dan tomat.

Antioksidan yang berasal dari sumber hewani walaupun menjadi penyumbang minoritas tetapi
peranannya tidak dapat disepelekan begitu saja. Hal yang mengejutkan ada pada astaxanthin
yang tergolong karoten. Menurut para ahli, astaxanthin 1000 kali lebih kuat sebagai antioksidan
daripada vitamin E. Udang, ikan salmon, kerang merupakan sumber potansial astaxanthin. Tetapi
kandungan astaxanthin terbanyak ada pada sejenis mikroalga, yaitu Haematococos pluvalis.
Astaxanthinnya melindungi alga dari perubahan lingkungan seperti tingginya foto oksidasi
ultraviolet dan evaporasi. Aktivitas antioksidan ini bekerja melawan lipid peroksida dan bahaya
oksidasi LDL kolesterol maupun UV, serta membantu penglihatan, respon kekebalan, reproduksi
dan pigmentasi bagi alga.

Sedangkan asam askorbat mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan demikian
maka vitamin C juga berperan dalam menghambat reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh
dengan cara bertindak sebagai antioksidan. Vitamin C terkandung dalam sayuran berwarna hijau
dan buah-buahan.

Di samping penggolongan antioksidan di atas, ada pula senyawa lain yang dapat menggantikan
vitamin E, yaitu flavonoid. Hal ini dikemukakan oleh Department of Environmental and
Molecular Toxicology, Oregon State University. Flavonoid merupakan senyawa polifenol yang
terdapat pada teh, buah-buahan, sayuran, anggur, bir dan kecap. Aktivitas antioksidan flavonoid
tergantung pada struktur molekulnya terutama gugus prenil (CH3)2C=CH-CH2-. Dalam penelitian
menunjukkan bahwa gugus prenil flavonoid dikembangkan untuk pencegahan atau terapi
terhadap penyakit-penyakit yang diasosiasikan dengan radikal bebas.

Dari penjabaran di atas, setidaknya kita telah dapat mengetahui berbagai sumber antioksidan
berikut mengapa antioksidan diperlukan bagi kesehatan. Prevention is much better than curation,
however. Jadi, mulailah dengan menjaga kesehatan dari makanan dan minuman yang kita
konsumsi setiap hari.

http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/berita/antioksidan_dan_radikal_bebas/
Keragaman zat gizi sangat penting bagi kesehatan anak. Vitamin dan mineral anti oksidan
temasuk dalam kelompok nutrisi yang dibutuhkan oleh anak. Anti oksidan, karoten (sumber
vitamin A), vitamin C, vitamin E, dan mineral seperti Zinc dan Selenium dapat membantu
memperbaiki sel-sel tubuh anak. ASI mengandung berbagai macam anti oksidan. Memberikan
ASI adalah salah satu cara untuk membantu anak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk
menunjang tumbuh kembang mereka. Banyak bahan makanan yang mengandung zat anti
oksidan yang dapat diberikan kepada anak anda saat mereka besar.

Zat anti oksidan adalah substansi yang dapat menetralisir atau menghancurkan radikal bebas.
Radikal bebas merupakan jenis oksigen yang memiliki tingkat reaktif yang tinggi dan secara
alami ada didalam tubuh sebagai hasil dari reaksi biokimia di dalam tubuh. Radikal bebas juga
terdapat di lingkungan sekitar kita yang berasal dari polusi udara, asap tembakau, penguapan
alkohol yang berlebihan, bahan pengawet dan pupuk, sinar Ultra Violet, X-rays, dan ozon.
Radikal bebas dapat merusak sel tubuh apabila tubuh kekurangan zat anti oksidan atau saat tubuh
kelebihan radikal bebas. Hal ini dapat menyebabkan berkembangnya sel kanker, penyakit hati,
arthritis, katarak, dan penyakit degeneratif lainnya, bahkan juga mempercepat proses penuaan.

Radikal bebas dapat merusak membran sel serta merusak dan merubah DNA. Merubah zat kimia
dalam tubuh dapat meningkatkan resiko terkena kanker serta merusak dan menonaktifkan
protein.

Karotenoid berinteraksi dengan vitamin C, vitamin E, dan Selenium sebagai zat anti oksidan.
Karoten berperan dalam meningkatkan sistem immunitas tubuh melalui efek anti oksidan.
Vitamin A juga menjamin perkembangan kulit yang sehat, membran mukosa, kelenjar thymus
dan jaringan lymphoid, dan semua hal yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh.

Vitamin C bersama dengan vitamin E dapat melindungi sel dari perlawanan peroksidasi lemak
didalam sel. Vitamin C juga dapat berfungsi sebagai pencegah kanker.
Sebagai anti oksidan yang sangat kuat, Vitamin E bekerja dengan cara mencari, bereaksi, dan
merusak rantai reaksi radikal bebas. Beberapa manfaat penggabungan fungsi anti oksidan
vitamin E antara lain dapat mencegah kanker, penyakit hati, dan memperbaiki sistem kekebalan
tubuh.

Selenium merupakan mineral penting yang berfungsi untuk mempertahankan kesehatan dan
mencegah penyakit. Sebagai bagian dari enzim anti oksidan, Selenium berperan dalam sistem
pertahanan tubuh. Dalam kapasitas anti oksidannya, selenium bekerja sama dengan vitamin E
untuk mencegah terjadinya kerusakan sel tubuh.

Bayi dan balita membutuhkan lebih banyak Selenium pada masa pertumbuhan Kebutuhan akan
Selenium bagi bayi usia 06 bulan adalah 10 mcg per hari dan 15 mcg per hari untuk anak usia
612 bulan. ASI adalah sumber selenium terbaik. X Selenium yang terdapat dalam ASI
tergantung pada asupan makan ibu dan tahap menyusuinya. Bahan makanan sumber Selenium
antara lain: daging, ikan, dan sereal.

Kebutuhan akan selenium bayi dan anak terus meningkat seiring cepatnya pertumbuhan mereka.

http://www.wyethindonesia.com/$$Anti%20Oksidan.html?
menu_id=233&menu_item_id=3

2010 Wyeth
Please read our Privacy Policy and Terms and Conditions
This site is intended only for residents of Indonesia. Wyeth kini merupakan bagian dari Pfizer Inc
secara global. Penggabungan dari entitas Wyeth dan Pfizer di tingkat lokal dalam hal ini akan
bergantung pada hasil penelaahan hukum dan perijinan di negara yang bersangkutan. Untuk
mempelajari lebih lanjut, silakan mengunjungi www.pfizer.com

Vitamin C = Antioksidan? Kalau Jeruk, Ya

jackstar harry July 5, 2007 / 2:42 am

Topik: Kanker, Tumbuhan Obat


Untuk memperoleh manfaat yang maksimal, tampaknya makan buah segar memang lebih baik
tinimbang makan/ minum vitamin saja. Baru-baru ini, para peneliti di University of Milan, Itali,
membuktikannya.

Mereka membandingkan efek antioksidan yang ditunjukan oleh sampel darah para sukarelawan.
Masing-masing sukarelawan minum 1 dari 3 zat berikut: jus jeruk, air plus vitamin C dan air plus
gula. Ternyata, sample darah dari sukarelawan yang minum jus jeruk memperlihatkan kerusakan
DNA paling sedikit! Sementara itu, air plus vitamin C dianggap tidak memberi perlindungan
terhadap kerusakan DNA akibat oksidasi. Waah

Mereka menduga bahwa tidak sekedar vitamin C, tapi ada substansi lain yang bertanggung jawab
atas efek antioksidan yang diberikan oleh jeruk.

Post to: delicious, Digg, ma.gnolia, Stumbleupon

http://myhealthblogging.com/herbal/2007/07/05/vitamin-c-antioksidan-kalau-jeruk-
ya/

M. Dhiyaulhaq , M. Rif'at Syauqie dan Izza Moethiya Rahma )

Maret
16
undefined

Pemanfaatan Vitamin C Dan E sebagai


Antioksidan Untuk Memperbaiki Kuantitas
Dan Kualitas Spermatozoa
By Manbaulyaqin

Abstrak

Vitamin C dan vitamin E merupakan protektor (antioksidan) yang secara terus menerus
akan bertindak sebagai scavanger terhadap radikal bebas yang terbentuk sehingga dimungkinkan
tidak terjadi gangguan keutuhan dan fungsi sel. Vitamin C merupakan antioksidan non enzimatik
yang mudah larut dalam air sehingga vitamin ini terdapat dicairan extra seluler sedangkan
vitamin E sebagai antioksidan yang larut dalam lemak. Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang
tinggi karena banyak mengandung gugus hidroksil sehingga membuat vitamin ini akan mudah
diubah tubuh. Oleh karena itu vitamin C dapat bereaksi dengan radikal bebas yang bersifat
aqueous dan mampu menetralisir radikal bebas.
Radikal bebas yang menumpuk berdampak terjadinya stres. Stres merupakan respon suatu
mahluk hidup terhadap rangsangan baik berupa fisik, kimia, psikis, psikosial, kultural dan
sebagainya yang berasal dari luar maupun dalam organisme itu sendiri. Stres panas berdasarkan
faktor penyebabnya termasuk klasifikasi stressor fisik-biologik dan dapat menyebabkan reaktif
oxygen species (ROS) sejenis radikal bebas yang berperan penting terjadinya apoptosis
(programmed cell death). Peningkatan stres akan menimbulkan stres oksidatif, yaitu keadaan
dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk menetralisirnya.
Stres oksidatif dapat dicegah dan dikurangi dengan asupan antioksidan yang cukup dan optimal
ke dalam tubuh

Kata kunci: vitamin C, vitamin E, stres, kualitas sperma

I. Pendahuluan

Jaringan testis pada mamalia termasuk ternak sangat sensitive terhadap terhadap cekaman
panas. Menurut (Wibisono, 2001) cekaman panas pada testis dapat menyebabkan fragmentasi
total bisa berakibat kerusakan jaringan testis yang menyebabkan kegagalan proses
spermatogenesis, sedangkan fragmentasi parsial berpengaruh terhadap spermatozoa yang
dihasilkan. Walaupun sel tubuh selalu dihadapkan pada radikal bebas baik dari hasil samping
produksi metabolisme sel fagosit atau didapat dari luar, sampai batas tertentu sel masih dapat
bertahan terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Hal ini disebabkan karena
adanya protektor terhadap radikal bebas.
Stress dapat menyebabkan perubahan patologis pada tubuh ternak maupun manusia, salah
satu diantaranya adalah gangguan reproduksi seperti infertilitas. Infertilitas pada keadaan stress
dapat disebabkan oleh adanya hambatan motilitas sperma, meningkatnya kerusakan membran,
adanya kelainan morfologi dan viabilitas spermatozoa (Lamirande dan Gagnon, 1997). Stress
oksidatif merupakan keadaan dimana jumlah radikal bebas di dalam tubuh melebihi kapasitas
tubuh untuk menetralisirnya. Akibat intensitas proses oksidasi sel-sel tubuh normal menjadi
semakin tinggi dan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak.

II. Pembahasan

A. Vitamin C

1. Sifat Vitamin C
Vitamin C mempunyai sifat polaritas yang tinggi karena mempunyai banyak gugus hidroksil
sehingga vitamin C mudah larut dalam air (Favier, 1995). Produk vitamin C banyak ditemukan
baik alami yang terkandung dalam buah-buahan maupun sintesis misalnya E. Merck.

2. Peranan Vitamin C terhadap Kuantitas Spermatozoa


Vitamin C selain mampu mengurangi radikal bebas penyebab kanker, juga merupakan
antioksidan yang baik. Vitamin C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kekurangan
vitamin C pada manusia dapat menghambat dalam memperoleh keturunan. Perbaikan untuk hal
ini memerlukan waktu satu bulan dengan meningkatkan konsumsi vitamin C sebanyak 500
miligram. Kualitas dan kuantitas sperma serta aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah
konsumsi vitamin C (Jishage et al., 2005). Vitamin C tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh
sehingga perlu disuplai dari luar tubuh untuk mempertahankan daya tahan tubuh.
Dalam suatu penelitian membuktikan pemberian vitamin C dosis tertentu selama 15 hari
dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada Mus musculus yang dipapar gelombang ultrasonik.
Paparan gelombang ultrasonik dengan frekuensi 30 kHz daya 3.5 watt/cm2 selama 20 menit dan
frekuenzi 60 kHz daya 0.5 watt/cm2 selama 15 menit dapat menyebabkan munculnya radikal
bebas. Pemberian vitamin C sampai dosis 0.20 mg/gram berat badan/hari dapat mengurangi
jumlah spermatozoa yang mengalami kerusakan akibat radikal bebas karena vitamin C mampu
menetralisir radikal bebas (Wibisono, 2001). Berdasarkan hasil penelitian tersebut dimungkinkan
pemberian vitamin C dosis tertentu dapat mempertahankan atau memperbaiki kualitas
spermatozoa akibat stressor panas. Gelombang ultrasonik memancarkan energi panas, semakin
lama intensitas makin tinggi dan suhu testis lebih tinggi dari toleransi 5-6 oC dari suhu tubuh
maka berdampak pada penurunan jumlah spermatozoa. Dengan demikian bperlu adanya
penelitian tentang aplikasi vitamin C sebagai antioksidan terhadap ternak yang terkena cekaman
stres.
Pada pemberian vitamin C dosis tinggi 0.40 mg/g berat badan/hari pada mencit terjadi
penuruanan jumlah spermatozoa karena vitamin C merupakan bahan yang bersifat pro-oksidan.
Radikal askorbat yang terbentuk setelah menetralkan radikal bebas akibat paparan gelombang
ultrasonik, setelah mengalami transfer elktron, akan terbentuk askorbat dianion. Selanjutnya
setelah mengalami auto-oksidasi, askorbat dianion tersebut akan menjadi radikal askorbat dan
radikal anion superoksid.

Reaksi kimianya sebagai berikut : Asc2- + O2 Asc0- + O20-

Dari reaksi tersebut menunjukkan bahwa vitamin C menghasilkan anion superoksid


meskipun jumlahnya sangat rendah. Pemberian dosis vitamin C 0.40 mg/g berat badan/hari pada
mencit terjadi penurunan jumlah spermatozoa dimungkinkan lebih banyak dihasilkan radikal
anion superoksid karena vitamin C bisa bersifat pro-oksidan.
Menurut (Suastika, 2007), salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya komplikasi
vaskuler pada jaringan tertentu adalah meningkatnya stres oksidatif (radikal bebas). Hal ini terjadi
karena beberapa mekanisme seperti kegagalan dalam ekspresi enzim SOD (superoxide
dismutase), penurunan kapasitas antioksidan, meningkatnya glikosilasi protein dan lain-lain.
Pemakaian vitamin yang berfungsi sebagai antioksidan dalam dosis yang sesuai cukup
membantu. Vitamin yang dapat digunakan sebagai antioksidan misalnya vitamin C dan E.
Kombinasi vitamin E dosis besar dapat meningkatkan kapasitas antioksidan dari vitamin C.
Namun hal yang ditakutkan pada pemberian vitamin E dosis besar adalah meningkatnya risiko
terjadinya aterosklerosis.

B. Vitamin E

1. Definisi Vitamin E
Vitamin E (tokoferol) merupakan suatu komponen lipid yang esensial terdiri dari selaput-
selaput biologi yang saling berhubungan dengan radikal peroxyl yang berfungsi dalam mencegah
perkembangan lipid peroxidan (Jishage, et al., 2005). Tokoferol pertama kali ditemukan tahun
1922 sebagai salah satu faktor anti ketidak suburan (anti-infertilitas). Lebih lanjut dijelaskan oleh
(Dutta-Roy, 1994) vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak yang terdiri dari
campuran dan substansi tokoferol (a, b, g, dan d) dan tokotrienol (a, b, g, dan d), pada manusia a-
tokoferol merupakan vitamin E yang paling penting untuk aktifitas biologi tubuh. Bentuk vitamin
E ini dibedakan berdasarkan letak berbagai grup metil pada cincin fenil rantai cabang molekul
dan ketidakjenuhan rantai cabang.
Menurut (Dutta-Roy, 1994) a-tokoferol merupakan bentuk vitamin E yang paling aktif,
berdasarkan penelitian pada rodentia dan anak ayam. Menurut Linder (1992) bentuk dtokoferol
sangat lebih aktif daripada bentuk l. Grup hidroksil yang aktif pada cincin fenil dapat
diesterifikasi untuk aktivitasnya. Dl - a - tokoferol asetat dapat digunakan untuk membuat definisi
unit-unit internasional untuk vitamin E, yaitu 1 mg = 1 IU, oleh karena 1 mg dl - a-tokoferol
(tidak diesterifikasi) = 1,36 IU dan 1 mg d - a - tokoferol = 1,49 IU.

2. Peranan Vitamin E terhadap Fertilitas


Hampir 60% komponen lipid dalam semen kalkun adalah fosfolipid (Cerolini et al., 1997).
Secara fisiologis, ukuran PUFA (polyunsaturated fatty acids) yang tinggi dalam semen unggas
bersifat integral karena menjaga ketidakstabilan selaput dan fleksibilitas selama proses fertilisasi.
Pengaruh kerusakan lipid peroksidasi pada sperma unggas dapat mengurangi motilitas
kemampuan fertilisasi. Pada beberapa penelitian menggunakan sperma mamalia pengaruh
kerusakan lipid peroksidasi seperti penurunan fungsi akrosom, kerusakan kromatin dan
penurunan kemampuan fusi sperma dengan ovum termasuk didalamnya berpengaruh terhadap
fertilitas semen yang disimpan (Kodama et al., 1996).
Karakteristik sperma kalkun yang peka terhadap lipid peroxidation, diperlukan satu sistim
antioksidan yang efisien di dalam semen kalkun yang disimpan dalam ruang tubules untuk
melindungi membran sperma dari kerusakan peroksidatif (Kelso et al., 1996). Vitamin E
merupakan penstabil alami pada plasma sperma dan membran mitokondria (Surai and Ionov,
1992). Vitamin E terbukti dapat memperbaiki motilitas sperma kalkun dan kelangsungan hidup di
dalam ruang penyimpanan selama 48 jam pada suhu 5C (Donoghue and Donoghue, 1997).
Vitamin E dapat meningkatkan kualitas spermatozoa kalkun secara signifikan (P < 0.05) pada
dosis 40 g/ml (Long and Kramer, 2003).
Epididimis merupakan jaringan komplek yang secara anatomi dan histologi dipisahkan
menjadi 4 bagian kelompok yang berbeda, yaitu segmen awal, caput, corpus dan cauda
epididimis. Keempat bagian tersebut responsif terhadap faktor umur. Beberapa perubahan terkait
dengan umur misalnya akumulasi lipofuscin yang distribusinya diubah menjadi sistem
antioksidan. Penurunan ekpresi gen dipengaruhi oleh pertahanan antioksidan. Kemungkinan stres
oksidatif berperan dalam penuaan epididimis. Stres oksidatif yang berkepanjangan berdampak
pada proses penuaan epididimis dan kerusakan yang semakin meluas (Kathryn et al., 2004).
Vitamin E merupakan kelompok lipid yang mudah larut dalam lemak, dapat memutuskan
rantai ikatan radikal bebas terutama a-tocoferol. Vitamin E berfungsi sebagai antioksidan yang
mencegah perkembangan lebih lanjut reaksi radikal bebas dan selanjutnya melindungi sel dari
kerusakan. Vitamin E berperan penting dalam melawan lipid peroxidasi, radikal bebas menyerang
asam lemak yang menyebabkan kerusakan struktural pada membran dan hasilnya terbentuk
malondialdehyde dan 4-hidroxy, 2-nonenal (4-HNE). Indikator tersebut yang biasa digunakan
untuk mengetahui radikal bebas menyerang lipid (lipid peroxidation) (Kathryn et al., 2004).
Berdasarkan hasil penelitian (Kathryn et al., 2004) membuktikan defisiensi vitamin E
menyebabkan corpus epididimis mengalami peningkatan 4-HNE. Difesiensi vitamin E pada
jaringan juga berdampak meningkatnya immunoreactivity dalam sitoplasma sepanjang
epididimis.

3. Peranan Vitamin E terhadap Kebuntingan


Vitamin E sangat diperlukan selain sebagai faktor sebagai anti-infertilitas juga diperlukan
selama kehamilan untuk mengontrol kebutuhan vitamin E pada induk (ibu) dan embrio yang tidak
bisa terpisah. Vitamin E dikenal sebagai lipid yang paling dapat larut kuat sebagai antioksidan.
Pada percobaan penelitian menggunakan hewan model mencit (Jishage et al., 2005) membuktikan
bahwa sistem fetoplacental cenderung mudah diserang oleh adanya oksidan dan antioksidan
vitamen E berperan dalam melindungi sel syncytiotrophoblast. Dengan demikian vitamin E
berperan dalam kebuntingan dengan memenuhi kebutuhan placenta untuk menekan produksi
kortikosteroid dalam ginjal.

4. Peranan Vitamin E sebagai Antioksidan


Vitamin E dapat mengendalikan peroksida lemak dengan menyumbangkan hidrogen
kedalam reaksi, menyekat aktivitas tambahan yang dilakukan oleh peroksida, sehingga memutus
reaksi berantai dan bersifat membatasi kerusakan (Watson and Leonard, 1986). Peran vitamin E
dan antioksidan lain secara tepat masih dipelajari, untuk itu pada penelitian ini akan dikaji tentang
kemampuan vitamin E sebagai antioksidan terhadap radikal bebas pada usia tua.
Stres oksidasi pada spermatozoa merupakan penyebab utama disfungsi spermatozoa dengan
menghambat proses oksidasi fosforilasi. Oksidasi fosforilasi yang terganggu menyebabkan
peningkatan reactive oxygen species (ROS) spermatozoa. Kadar ROS yang tinggi dalam sel dapat
mengoksidasi lipid, protein, dan DNA. Lipid membran plasma spermatozoa memiliki fosfolipid
dengan kadar yang tinggi sehingga menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap ROS. Hal
ini menunjukkan bahwa membran spermatozoa adalah target utama ROS dan lipid merupakan
sasaran yang potensial (Lamarande et al., 1997). Oksidasi lipid (lipid peroksidase) pada membran
spermatozoa menghasilkan senyawa alondialdehyde (MDA), yang bersifat toksik pada sel
sehingga menyebabkan kerusakan membran spermatozoa. Membran spermatozoa yang rusak
akan menyebabkan penurunan integritas membran spermatozoa, sehingga pada akhirnya
menyebabkan penurunan kualitas sperma.
Malondialdehyde (MDA) adalah suatu senyawa yang merupakan hasil dari oksidasi lipid
yang menjadi peroksida. Pengukuran kadar MDA merupakan cara pengukuran aktivitas radikal
bebas secara tidak langsung, sebab yang diukur adalah produk dari reaksi radikal bebas bukan
pengukuran radikal bebas secara langsung (Edyson, 2002).
Membran plasma spermatozoa terdiri dari lipid ganda yang mengandung asam lemak tidak
jenuh yang sangat rentan terhadap ROS sehingga menimbulkan peroksidasi lipid (Sjodin et al.,
1990). Hasil akhir peroksidasi lipid pada membran spermatozoa adalah terputusnya rantai asam
lemak tidak jenuh dan menghasilkan MDA yang bersifat toksik terhadap sel. Senyawa MDA
menyebabkan kerusakan membran spermatozoa dan penurunan integritas membran spermatozoa
sehingga terjadi penurunan kualitas sperma (Sanocka et al., 2004). Terdapat korelasi negatif
antara kadar MDA sperma dan integritas membran spermatozoa dapat dijelaskan bahwa tingginya
kadar MDA akan menurunkan integritas membran sel dan kerusakan spermatozoa yang
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas sperma, sehingga makin tinggi kadar MDA,
persentase integritas normal membran spermatozoa makin rendah.
Secara fisiologis sebenarnya tubuh sudah mempersiapkan diri untuk menangkal radikal
bebas atau oksidan dengan tersedianya antioksidan dalam sistem intrasel membran, cairan
ekstrasel, sitoplasma dan lipoprotein membran (Packer, 1995). Apabila serangan radikal bebas
dalam tubuh tidak terkendali, maka elastisitas jaringan kolagen dan otot akan hilang. Akibatnya
kulit menjadi keriput dan timbul bintik-bintik pigmen kecokelatan (lipofuchsin) pada kulit.
Akibat lain dari serangan radikal bebas timbulnya beberapa penyakit seperti: penyakit jantung,
aterosklerosis, stroke, kanker dan kerusakan-kerusakan lainnya dalam jaringan reproduksi.
Radikal bebas dapat menyebabkan terbentuknya reaksi dengan asam lemak tidak jenuh dan
membentuk senyawa antara yang sangat reaktif yang dapat merusak membran sel, termasuk
membran lisosom, sehingga enzim lisosom menjadi bebas dan merusak bagianbagian sel yang
lain. Dengan demikian dapat merubah fungsi organ yang diakibatkan oleh adanya aktivitas enzim,
jumlah enzim, juga oleh tanggapan enzim terhadap perubahan keadaan.
Vitamin E berfungsi untuk memutus rantai peroksida lemak dengan menyumbangkan ion
hidrogen ke dalam reaksi, sehingga dapat menurunkan kadar lemak peroksida darah. Mekanisme
kerja vitamin E dalam mendonorkan ion hidrogen untuk menetralkan atau mengurangi kadar
lemak peroksida darah dimulai dengan kerja a-tocoferol radikal yang kemudian berubah menjadi
atocoferol perokside. Dari dua a-tocoferol radikal berubah menjadi a-tocoferol dimer dan
akhirnya menjadi a-tocoquinone yang oleh vitamin C dapat diregenerasi kembali menjadi a-
tocoferol (Frankel, 1998).
Mekanisme respon tubuh terhadap stres diawali dengan adanya rangsang yang berasal dari
luar maupun dari dalam tubuh individu sendiri yang akan diteruskan pada sistem limbik sebagai
pusat pengatur adaptasi. Sistem limbik meliputi thalamus, hipothalamus, amygdala, hippocampus
dan septum. Sistem Limbik juga dapat mempengaruhi kerja dari sistem otonom. Hipothalamus
memiliki efek yang sangat kuat pada hampir seluruh sistem visceral tubuh kita dikarenakan
hampir semua bagian dari otak mempunyai hubungan dengannya. Oleh karena hubungan inilah,
maka hipothalamus dapat merespon rangsang psikologis dan emosional. Peran hipothalamus
terhadap stres meliputi empat fungsi spesifik. Fungsi tersebut adalah:

1. Menginisiasi aktivitas sistem saraf otonom,


2. Merangsang hipofise anterior memproduksi hormon ACTH,
3. Memproduksi ADH atau vasopressin,
4. Merangsang kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroksin. Pemahaman empat fungsi ini
sangat penting untuk mengerti tentang respons tubuh terhadap stres.

Hipothalamus saat stres akan mensekresikan CRF (corticotropin releasing hormone) yang
memacu hipofise anterior untuk memproduksi ACTH (adrenocorticotrophic hormone) dan TRF
(thyrotropin releasing factor). Pelepasan ACTH membuat kelenjar adrenal mensekresikan
beberapa hormon, meliputi glukokortikoid (kortisol), adrenalin dan noradrenalin. Pelepasan TRF
akan merangsang kelenjar hipofise untuk memproduksi tirotropin yang akan mengatur kecepatan
sekresi tiroksin dan triiodotironin pada kelenjar tiroid.
Hormon kortisol akan menekan sistem imun, sehingga menyebabkan produksi limfosit dan
eosinofil berkurang terutama limfosit sangat ditekan produksinya. Selain itu, peningkatan jumlah
kortisol juga menyebabkan terjadinya penurunan jumlah monosit dan basofil dalam sirkulasi,
hanya saja mekanismenya masih belum jelas diketahui. Pada stres tahap berat, intensitas stres
mengakibatkan gangguan yang berat dan merusak karena terjadi penyempitan pembuluh darah
(vasokontriksi) akibat hormon vasopresin. Selanjutnya sirkulasi nutrisi, oksigan dan hormon
salah satunya gonadotrophin (Hartono dan Budiwiyono, 2006).

III. Simpulan dan Saran

Simpulan:

Vitamin C dan E merupakan antioksidan yang bersifat vitamin. Berdasarkan beberapa


penelitian vitamin C dapat meningkatkan konsentrasi sperma pada mencit yang dipapar
gelombang ultrasonik. Sedangkan vitamin E memperbaiki morfologi sel sperma yang abnormal
dan motilitas rendah, karena vitamin E dapat mencegah peningkatan produksi malondialdehid
(MDA). Pemberian antioksidan vitamin E atau vitamin C dapat menghambat terbentuknya
radikal bebas sehingga dapat menghambat kerusakan sel spermatozoa dan dapat meningkatkan
motilitas serta kemampuan penetrasi sel spermatozoa pada ovum.

Saran:

1. Penggunaan vitamin C harus sesuai dengan dosis dan perlu penelitian lebih lanjut
terhadap penggunaan dosis yang tepat bagi ternak baik jantan maupun betina. Apabila
dosis berlebihan akan terjadi penurunan kualitas karena vitamin C bertindak sebagai pro-
oksidan.
2. 2Perlu diteliti lebih lanjut efektifitas penggunaan antioksidan vitamin E, karena vitamin C
berkemampuan untuk mendaur ulang radikal tocoferol, yang merupakan hasil kerja
vitamin E setelah bereaksi dengan radikal bebas.

Dampak Negatif Vitamin C


Jumat, 31/10/2008 13:57 WIB | email | print | share

hat
bersama dr. Agus Rahmadi

Kebutuhan dan Manfaat Vitamin C

Kebutuhan vitamin C anak balita adalah 20 mg/hari, dan orang dewasa 85 mg / hari, kebutuhan
tertinggi adalah pada ibu hamil yaitu 120 mg / hari. Kebutuhan ini sudah dapat terpenuhi dengan
kita mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan, bahkan hanya dengan mengkonsumsi jambu biji
merah seukuran kepalan tangan (kandungan vit c 300mg/100gr).

Vitamin C berfungsi sebagai antioksidan alami yang larut dalam air yang paling efektif. Vitamin
C (asam askorbat) dapat bertindak sebagai antioksidan primer atau sekunder. Secara in vivo,
asam askorbat mendonorkan atom hidrogen sebagai antioksidan primer. Selain itu, vitamin C
berperan dalam sintesis kolagen interseluler. Kolagen merupakan senyawa protein yang banyak
terdapat dalam tulang rawan, kulit bagian dalam tulang, dentin, dan vasculair endothelium.
Fungsi penting lainnya dari vitamin C adalah memperkuat dinding saluran pembuluh darah,
sehingga dapat mencegah sariawan, wasir, atau varises. Vitamin C juga berperan dalam
penyembuhan luka serta daya tahan tubuh melawan infeksi dan stress.

Bagaimana Jika Mengkonsumsi Vitamin C Dosis tinggi?

Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air, sehingga jika ada kelebihan tidak bisa
disimpan di tubuh, tetapi akan dibuang melalui ginjal. Konsumsi vitamin C dosis tinggi akan
mempunyai dampak tidak baik bagi tubuh. Terlalu banyak mengkonsumsi vitamin C akan
menyebabkan nyeri pada lambung dan bahkan menyebabkan diare. Hal ini disebabkan karena
vitamin C yang bersifat asam. Akibat buruk kedua adalah penumpukan batu ginjal yang
merupakan kristal kalsium oksalat, yang dihasilkan oleh reaksi antara asam oksalat, pecahan dari
senyawa askorbat yang diekskresikan dalam urin, dengan kalsium. Kelebihan konsumsi vitamin
C juga dapat mengakibatkan defisiensi vitamin B12 karena vitamin C dapat mengubah sebagian
vitamin B12 menjadi analognya, bahkan salah satu dari analog-analognya itu adalah antivitamin
B12.

Vitamin C sebagai antioksidan akan mendonorkan atom hidrogen radikal sehingga dapat
menetralkan radikal tersebut. Namun dari reaksi ini dihasilkan pula radikal antioksidan. Apabila
vitamin C dikonsumsi dengan dosis yang terlalu besar di luar kebutuhan, maka akan dihasilkan
banyak radikal antioksidan sehingga vitamin C akan berubah menjadi suatu pro-oksidan.

Jadi
Vitamin C itu merupakan substansi yang sangat penting yang dibutuhkan oleh tubuh manusia.
Konsumsi vitamin C yang teratur sebaiknya dilakukan dengan dosis yang tepat sehingga fungsi
vitamin tersebut menjadi optimal. Konsumsi vitamin C dalam jumlah yang besar (dosis tinggi)
sebaiknya hanya dilakukan dalam masa penyembuhan dan tidak dilakukan secara rutin, serta
menggunakan sumber vitamin C alami sebab penggunaannya yang tidak tepat dan berlebihan
akan menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan. Selain juga merupakan pemborosan uang...

http://www.eramuslim.com/konsultasi/sehat/dampak-negatif-vitamin-c-dan-
madu.htm

Antioksidan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari

http://id.wikipedia.org/wiki/Antioksidan

Halaman ini terakhir diubah pada 05:49, 7 Juni 2010


Model pengisian ruang antioksidan glutation. Bola kuning merupakan atom sulfur
yang memberikan aktivitas antioksidan, manakala bola merah, biru, putih, dan
kelabu mewakili atom oksigen, nitrogen, hidrogen, dan karbon secara berturut-
turut.

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi.[1]

ZZat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat oksidasi zat yang mudah
teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah.[2] Antioksidan juga sesuai didefinisikan sebagai
senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika
berkaitan dengan penyakit, radikal bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor
eksternal lainnya.[2] Radikal bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki elektron yang
tidak berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi.[rujukan?] Protein
lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron yang baik.
[rujukan?]
Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker, penuaan, dan
penyakit lainnya.[3] Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan adalah senyawa
golongan fenolik dan polifenolik.[rujukan?] Senyawa-senyawa golongan tersebut banyak terdapat
dialam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki kemampuan untuk menangkap radikal
bebas.[4] Antioksidan yang banyak ditemukan pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin
C, dan karotenoid.[2]

[sunting] Hal penting mengenai antioksidan

Antioksidan diharapkan aman dalam penggunaan atau tidak toksik, efektif pada konsentrasi
rendah (0,01-0,02%), tersedia dengan harga cukup terjangkau, dan tahan terhadap proses
pengolahan produk .[3] Antioksidan penting dalam melawan radikal bebas, tetapi dalam kapasitas
berlebih menyebabkan kerusakan sel.[3]

[sunting] Sumber antioksidan

Berdasarkan asalnya, antioksidan terdiri atas antioksigen yang berasal dari dalam tubuh
(endogen) dan dari luar tubuh (eksogen).[2] Adakalanya sistem antioksidan endogen tidak cukup
mampu mengatasi stres oksidatif yang berlebihan.[2] Stres oksidatif merupakan keadaan saat
mekanisme antioksidan tidak cukup untuk memecah spesies oksigen reaktif (ROS).[2] Oleh
karena itu, diperlukan antioksidan dari luar (eksogen) untuk mengatasinya.[2]
[sunting] Penggolongan Antioksidan berdasarkan sumbernya

Ada dua macam antioksidan berdasarkan sumbernya, yaitu antioksidan alami dan antioksidan
sintetik .[5]

[sunting] Antioksidan alami

Antioksidan alami biasanya lebih diminati, karena tingkat keamanan yang lebih baik dan
manfaatnya yang lebih luas dibidang makanan, kesehatan dan kosmetik.[5] Antioksidan alami
dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan berkayu.[5] Metabolit sekunder
dalam tumbuhan yang berasal dari golongan alkaloid, flavonoid, saponin, kuinon, tanin, steroid/
triterpenoid.[5] Quezada et al. (2004) menyatakan bahwa fraksi alkaloid pada daun Peumus
boldus dapat berperan sebagai antioksidan.[6] Zin et al. (2002) menyatakan bahwa golongan
senyawa yang aktif sebagai antioksidan pada batang, buah, dan daun mengkudu berasal dari
golongan flavonoid. Gingseng yang berperan sebagai antioksidan, antidiabetes, antihepatitis,
antistres, dan antineoplastik, mengandung saponin glikosida (steroid glikosida).[7] Uji aktivitas
antioksidan yang dilakukan pada daun Ipomea pescaprae menunjukkan keberadaan senyawa
kuinon, kumarin, dan furanokumarin.[8] Tanin yang banyak terdapat pada teh dipercaya memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi.[rujukan?] Sementara itu, Iwalokum et al.(2007)menyatakan
bahwa Pleurotus ostreatus yang mengandung triterpenoid, tanin, dan sterois glikosida dapat
berperan sebagai antioksidan dan antimikrob.[9]

[sunting] Penggolongan Antioksidan berdasarkan mekanisme


kerjanya

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antioksidan dibedakan menjadi antioksidan primer yang dapat
bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk yang stabil , dan antioksidan
sekunder atau antioksidan preventif yang dapat mengurangi laju awal reaksi rantai serta
antioksidan tersier.[5] Mekanisme kerja antioksidan selular menurut Ong et al. (1995) antara lain,
antioksidan yang berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas, atau oksigen tunggal;
mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif; mengubah jenis oksigen rekatif menjadi kurang
toksik; mencegah kemampuan oksigen reaktif; dan memperbaiki kerusakan yang timbul.[10]

[sunting] Antioksidan primer

Antioksidan primer berperan untuk mencegah pembentukan radikal bebas baru dengan memutus
reaksi berantai dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil.[5]

[sunting] Contoh

Contoh antioksidan primer, ialah enzim superoksida dimustase (SOD), katalase, dan glutation
dimustase.[5]
[sunting] Antioksidan Sekunder

Antioksidan sekunder berfungsi menangkap senyawa radikal serta mencegah terjadinya reaksi
berantai.[5]

[sunting] Contoh

Contoh antioksidan sekunder diantaranya yaitu vitamin E, Vitamin C, dan -karoten.[5]

[sunting] Antioksidan Tersier

Antioksidan tersier berfungsi memperbaiki kerusakan sel dan jaringan yang disebabkan oleh
radikal bebas.[5]

[sunting] Contoh

Contohnya yaitu enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah metionin sulfoksida
reduktase.[5]

[sunting] Metode pengujian antioksidan

Beberapa metode uji yang digunakan untuk melihat aktivitas antioksidan [11].

[sunting] Metode DPPH

Salah satu metode yang digunakan untuk pengujian aktivitas antioksidan adalah metode DPPH.
[rujukan?]
Metode DPPH didasarkan pada kemampuan antioksidan untuk menghambat radikal bebas
dengan mendonorkan atom hidrogen.[11] Perubahan warna ungu DPPH menjadi ungu kemerahan
dimanfaatkan untuk mengetahui aktivitas senyawa antioksidan.[12] Metode ini menggunakan
kontrol positif sebagai pembanding untuk mengetahui aktivitas antioksidan sampel. Kontrol
positif ini dapat berupa tokoferol, BHT, dan vitamin C.[12] Uji aktivitas antioksidan dengan
metode DPPH menggunakan 1,1-difenil-2-pikrilhidra-zil (DPPH) sebagai radikal bebas.
Prinsipnya adalah reaksi penangkapan hidrogen oleh DPPH dari senyawa antioksidan , misalnya
troloks, yang mengubahnya menjadi 1,1-difenil-2-pikrilhidrazin.[12]

[sunting] Metode CR

Larutan Ce(IV) sulfat yang diberikan pada sampel akan menyerang senyawa antioksidan.[3]
Senyawa antioksidan dapat berperan sebagai pemindah elektron, maka perusakan struktur oleh
elektron reaktif yang berasal dari oksidator kuat seperti Ce(IV) tidak terjadi.[3] Metode ini
berdasarkan spektrofotometri yang pengukurannya dilakukan pada panjang gelombang 320 nm.[3]
Panjang gelombang ini digunakan untuk mengukur Ce(IV) yang tidak bereaksi dengan kuersetin
dan senyawa flavonoid lain.[3] Kapasitas reduksi Ce(IV) pada sampel dapat diukur konsentrasi
dan pH larutan yang sesuai membuat Ce (IV) hanya mengoksidasi antioksidan , dan bukan
senyawa organik lain yang mungkin teroksidasi.[3] Hal ini membuat penentuan panjang
gelombang maksimum dan nilai pH larutan penting untuk diketahui dan dijaga selama
pengukuran agar tidak terjadi pergeseran panjang gelombang selama pengukuran.[3]

[sunting] Catatan tambahan

Antioksidan digunakan luas sebagai bahan kandungan suplemen makanan dengan harapan dapat
membantu menjaga kesehatan dan mencegah penyakit-penyakit seperti kanker dan sakit jantung
koroner.[13] Walaupun kajian awal mensugestikan bahwa suplemen antioksidan mungkin dapat
meningkatkan kesehatan, uji klinis lebih lanjut dalam skala besar tidak berhasil mendeteksi
adanya keuntungan-keuntungan tersebut.[13] Sebaliknya, asupan suplemen yang berlebihan malah
dapat membahayakan tubuh.[13] Selain itu, senyawa-senyawa antioksidan juga digunakan secara
luas untuk keperluan industri, misalnya sebagai zat pengawet makanan dan kosmetik.[13]

Anda mungkin juga menyukai