Anda di halaman 1dari 20

SEMINAR LITERATUR

JURNAL REVIEW

Karya tulis ini dibuat untuk memperoleh nilai dari dosen pengampu Ibu Dr. Madyawati Latief, SP., M.Si

Disusun Oleh :
Nova Liliyani. S (F1C111057)

JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
JAMBI
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam bahan obat, tetapi belum dimanfaatkan
secara maksimal oleh bangsa Indonesia, dengan beragamnya flora Indonesia yang tersebar di seluruh
wilayah Nusantara, merupakan peluang yang sangat baik untuk ditemukan dan dikembangkannya bahan
alam yang dapat digunakan sebagai obat pada pengobatan modern. Obat-obat ini semestinya
menunjukkan peran farmakologi yang jelas dan tidak menunjukkan efek negatif, baik pemakaian
sementara maupun dalam waktu yang lama, secara medis dapat dipertanggung jawabkan.
Obat merupakan salah satu kebutuhan dalam kehidupan manusia. Sejalan dengan laju
pertumbuhan penduduk dan munculnya berbagai jenis penyakit yang merebak luas di masyarakat
mengakibatkan kebutuhan akan obat menjadi suatu hal yang sangat penting. Sayangnya di Indonesia
kondisi tersebut tidak diimbangi dengan ketersediaan bahan baku yang umumnya masih diimpor
Pemilihan tumbuhan dalam rangka pencarian senyawa bioaktif baru dari tumbuhan dapat dilakukan
melalui pendekatan secara etnobotani dan kemotaksonomi. Pendekatan etnobotani dimaksudkan
penelusuran berdasarkan pemakaian bahan alam oleh suatu etnik tertentu untuk berbagai tujuan terutama
pengobatan sedangkan pendekatan kemotaksonomi dilakukan melalui penelusuran berdasarkan hubungan
kekerabatan antar tumbuhan dengan asumsi tumbuhan yang sekerabat memiliki kandungan kimia yang
sama atau paling tidak memiliki rangka atau inti senyawa aktif yang sama (Partomuan, 2003).
Sejalan dengan perkembangan zaman, aktivitas manusia terus mengalami perkembangan. Di
tengah dinamika kehidupan yang dijalani manusia, tak dapat di hindarkan adanya tantangan dan
hambatan yang dapat menggangu produktivitas manusia, antara lain yang banyak di sebabkan oleh
penyakit. Penyakit ini sendiri dapat memicu sistem homeostatis tubuh, dimana tubuh akan berupaya
mengembalikan ke kondisi normal sehingga kembali menjadi sehat. Kebutuhan untuk mengatasi penyakit
juga dapat diperoleh melalui penggunaan obat sehingga pengembangan obat masih perlu dilakukan
seiring dengan kebutuhan akan berbagai efek terapeutik yang diperlukan masyarakat.
Kehidupan manusia sehari-hari juga bisa berdampak pada timbulnya penyakit dalam tubuh kita,
Penyakit yang timbul ini dikarenakan adanya radikal bebas yang menempel dalam organ tubuh kita,
radikal bebas ini dapat berada di udara lingkungan sekitar tempat tinggal manusia. Salah satu contoh
radikal bebas yang dapat menggangu organ tubuh kita adalah akibat dari polusi udara dari kendaraan yang
dpat mengakibatkan terganggunya pernapasan kita, selain itu juga stress oksidatif jaringan menyebabkan
proses penuaan sel tubuh atau aging, akibatnya, pada beberapa bagian kulit tampak warna lebih gelap,

timbul kerutan yang dalam akibat penebalan epidermis kulit dan terasa kasar. Kehadiran radikal bebas
dari luar tubuh, seperti cahaya ultraviolet mengakselerasi proses ini, dinamakan sebagai photoaging,
sehingga aging dapat terjadi pada usia yang relatif muda.
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen rekatif, yang secara umum
diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Tingginya kadar radikal bebas
dalam tubuh dapat memicu munculnya berbagai penyakit degeneratif. Oleh sebab itu, tubuh kita
memerlukan suatu substansi penting, yakni antioksidan yang dapt membantu melindungi tubuh dari
serangan radikal bebas dan meredam dampak negatifnya (Winarsi, 2007). Maka dari itu kita harus bisa
menangani timbulnya radikal bebas dalam tubuh kita, dengan cara mengkomsumsi tanaman obat herbal
yang proses nya di buat secara alami atau lebih dikenal sebagai obat antioksidan atau penghambatan
timbulnya radikal bebas.
Teori radikal bebas merupakan teori yang paling sering diungkapkan diantara semua faktor
penyebab tersebut. Radikal bebas dapat berasal dari polusi, debu maupun diproduksi secara kontinyu
sebagai konsekuensi dari metabolisme, sebab itu tubuh kita memerlukan suatu substansi penting yakni
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dengan meredam
dampak negatif senyawa ini (Kosasih, dkk., 2006).
Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah
proses oksidasi lipid walaupun dalam konsentrasi yang sedikit. Antioksidan berfungsi mengatasi atau
menetralisir radikal bebas sehingga diharapkan dengan pemberian antioksidan tersebut proses tua
dihambat atau paling tidak tidak dipercepat serta dapat mencegah terjadinya kerusakan
tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif (Kosasih, dkk., 2006).
Antioksidan memiliki peranan penting, yaitu memberikan perlindungan bagi keseluruhan tubuh
terhadap stress oksidatif yang terjadi pada sel organ dalam maupun kulit tubuh. Kulit yang terlindungi
akan memiliki kualitas yang lebih baik dan memeberikan kenyamanan estetika bagi pribadi yang
bersangkutan. J. S. Weiss et. al (1988) melaporkan bahwa penggunaan vitamin A dapat menghilangkan
kerutan dan mengubah kulit menjadi tampak lebih muda pada kulit yang mengalami photoaging (Takeo
Mitsui, 1997)
Salah satu tumbuhan tinggi di Indonesia yang mempunyai potensi sebagai sumber senyawa kimia
bioaktif adalah genus Sonneratia, Masyarakat mengenal genus ini sebagai tumbuhan yang hidup di hutan
manggrove dan sejenis pohon penyusun hutan bakau. . Pohon berbatang besar ini sering didapati di
bagian hutan yang dasarnya berbatu karang atau berpasir, langsung berhadapan dengan laut terbuka,
tanaman ini memiliki banyak manfaat untuk obat tradisional yang sampai sekarang masih
digunakan oleh manusia.

jarang

1.2 Perumusan Masalah


Pada penelitian uji aktivitas antioksidan dalam tanaman Sonneratia alba perlu dilakukan
dalam upaya pemanfaatan tanaman yang belum digunakan secara maksimal oleh masyarakat dengan
harapan menemukan sumber daya antioksidan alami, dari tanaman Sonneratia alba ini yang mempunyai
banyak manfaat bagi tubuh kita. Mengingat pentingnya antioksidan dalam kehidupan kita, maka dari itu
perlu dilakukan penelitian mengenai antioksidan yang berasal dari sumber yang alami yang dalam hal ini
adalah tanaman Sonneratia alba.
Dari uraian di atas, dapat kita ketahui seberapa besar aktivitas antioksidan yang terdapat pada
ekstrak tanaman Sonneratia alba dengan metode DPPH. Dan dengan disertai latar belakang tersebut di
coba untuk meneliti tumbuhan ini yang secara umumnya berpeluang besar mendapatkan senyawa kimia
yang kemungkinan berbeda dari yang telah didapatkan sebelumnya.

1.3 Hipotesis
Tanaman perepat Sonneratia alba diduga mengandung senyawa-senyawa kimia yang dapat
ditentukan struktur molekulnya dan memiliki aktivitas antioksidan tinggi yang bisa menghambat
timbulnya radikal bebas di dalam tubuh manusia.

1.4 Tujuan Penelitian


Pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui uji aktivitas antioksidan dari ekstrak n-heksana,
etil asetat, metanol, dan fraksi ekstrak tanaman Sonneratia alba. Serta mengidentifikasi golongan
senyawa dari fraksi ekstrak tanaman Sonneratia alba yang paling aktif.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkannya senyawa aktif antioksidan dari
bahan alam yang terdapat di Indonesia, karena dalam hal ini, senyawa aktif yang didapat akan bisa
digunakan sebagai antioksidan. selain itu juga dapat melengkapi data penelitian kimia bahan alam, Dalam
uji aktivitas antioksidan yang dilaksanakan pada penelitian ini juga diharapkan dapat mendorong
pengembangan bahan obat tradisional, dengan harapan dapat mengurangi ketergantungan terhadap obat
modern, karena mengingat obat modern di zaman sekarang yang mempunyai efek samping bagi
kehidupan mendatang, sehingga dalam penelitian ini, akan dihasilkan obat tradisional yang bermanfaat
untuk kehidupan mendatang, tanpa mendatangkan efek samping bagi tubuh .

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sonneratia Alba
2.11 Klasifikasi
Menurut H.V. J.E. Smith (1985), Klasifikasi tanaman perepat (Sonneratia Alba) adalah sebagai
berikut:
Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Myrtales

Famili

: Lythraceae

Genus

: Sonneratia

Spesies

: Sonneratia Alba

2.1.2 Nama Latin


Perepat atau pidada putih ( Sonneratia alba) adalah sejenis pohon penyusun hutan bakau. Nama
perepat juga sering di pakai untuk pohon pantai lain yang agak serupa yang dikenal sebagai pidada.
Pohon ini juga dikenal dengan nama-nama lokal seperti bogem, bidada, pidada, pedada, kedada, bangka,
beropak, barapak, pupat, posi-posi, mange-mange, muntu, sopo, susup, dan wahat putih. DiFilipina,
tumbuhan ini dikenal sebagai bunayon, bungalon, hikau-hikauan, ilukabban, lukabban, pagatpat, patpat,
palatpat, palalan,payan.

2.1.3 Deskripsi Tanaman


Ranting dan dedaunan
Pohon yang selalu hijau, gundul (tak berambut), bertajuk melebar, tinggi 3-15 m, jarang hingga
20 m. Pepagan (kulit batang) berwarna krem hingga cokelat, dengan retak-retak halus mendatar. Akar
napas tebal, muncul berupa kerucut-kerucut runcing agak tebal, hingga 25 cm tingginya. Daun-daun
terletak berhadapan, tebal sebagai jangat, helaian bundar telur atau bundar telur terbalik, 512,5 39

cm, dengan pangkal bentuk baji dan ujung membulat lebar, sering melekuk; bertangkai 615 mm, dengan
kelenjar di pangkalnya.
Kuncup bunga
Bunga berkelamin ganda, soliter atau dalam karangan tiga kuntum di ujung ranting, bertangkai
pendek-kukuh lk. 1 cm. Tabung kelopak serupa lonceng, sering berusuk, dengan 67 taju kelopak
sepanjang 22,5 cm, hijau di sisi luar dan merah di dalam, tidak rontok. Helai mahkota sempit, 1320
0,51,5 mm, putih, serupa dengan benangsari, sering kemerahan di pangkalnya, lekas rontok atau kadangkadang bahkan tak ada. Benang-benang sari berjumlah banyak, putih, dan lekas rontok. Buah buni bentuk
bola agak gepeng, 3 4 cm, berbiji banyak, dengan pangkal terlindung kelopak yang tidak rontok dan
bermahkota bekas tangkai putik; taju kelopak umumnya tertekuk ke belakang, namun adakalanya
mendatar menyamping. Buah berbau tak enak jika masak. Jenis yang berubah-ubah.

(a)

(b)

(c)
Keterangan :
(a) Ranting dan dedaunan
(b) Kuncup bunga
(c) Tanaman ( Sonneratia alba)
Gambar. 2.1 ( Sonneratia alba).

Termasuk

jenis pionir di hutan

bakau,

perepat

acap

ditemukan

tumbuh

berhadapan

dengan laut namun di bagian yang terlindung dari gempuran ombak secara langsung. Substrat yang
disukai adalah campuran lumpur dan pasir; kadang-kadang juga di pantai berbatu, berkarang atau di atas
tanah liat. Perepat tidak tahan penggenangan oleh air tawar dalam jangka panjang. Di tempat-tempat di
mana jenis bakau yang lain dibalak, perepat bisa berbiak hingga mendominasi.
Perepat berbunga sepanjang tahun. Bunganya nokturnal dan diserbuki oleh ngengat, burung,
serta kelelawar. Pohon perepat juga kerap dijadikan sebagai tempat berkumpulnya kunang-kunang di
waktu malam. Sebagaimana berembang, buah perepat pun mengapung di air dan dipencarkan oleh arus
dan pasang-surut air laut.
2.1.4 Kandungan Kimia
Metabolit sekunder yang ditemukan pada tumbuhan mangrove meliputi senyawa golongan
alkaloid, fenolat, steroid, dan terpenoid. Senyawa-senyawa ini memiliki efek toksik, farmakologik, dan
ekologik yang penting (Bandarnayake, W.M. 2002.). Senyawa fenolat diketahui sebagai senyawa
pelindung tumbuhan dari herbivora, dan fungsi utama sebagian besar senyawa fenolat adalah melindungi
tumbuhan dari kerusakan akibat cahaya yang berlebihan dengan bertindak sebagai antioksidan, dan
levelnya bervariasi sesuai dengan kondisi. Hal ini didukung oleh pernyataan bahwa senyawa fenolat dapat
melindungi mangrove dari kerusakan akibat radiasi ultraviolet (Agati, G., Matteini, P., Goti, A., & Tattini,
M. 2007 ). Selain itu dinyatakan pula adanya kecenderungan peningkatan produksi senyawa fe-nolat pada
tumbuhan mangrove bila tumbuh dan bertahan dalam kondisi tertekan (Banerjee, D.,Chakrabarti, S.,
Hazra, A.K., Banerjee, S., Ray, J. & Mukherjee, B. 2008. ).
Sonneratia alba (Bugis : kayu buli) merupakan salah satu spesies tumbuhan mangrove yang telah
lama dimanfaatkan oleh masyarakat di Sulawesi Selatan, khususnya daerah Kabupaten Luwu dan Tana
Toraja. Kulit batang tumbuhan ini digunakan dalam proses pembuatan salah satu jenis minuman
beralkohol tradisional yang bertu-juan untuk mempertahankan aroma dan mencegah rasa kecut minuman
yang dihasilkan (Firdaus & Sinda, L. 2003. ). Lebih lanjut dinyatakan bahwa dalam proses pembuatan
nira aren menjadi minuman beralkohol, kulit batang S. alba dapat menghambat reaksi pembentukan asam
asetat. Berdasarkan kenyataan ini diduga bahwa terjadinya penghambatan tersebut kemungkinan
disebabkan oleh adanya senyawa antioksidan atau antibakteri yang ada di dalam kulit batang S. alba.

2.1.5 Khasiat dan Penggunaan


Tidak banyak orang yang tahu akan buah perepat. Buah ini biasanya tumbuh liar di sekitar pantai
maupun bantaran sungai. Perepat merupakan salah satu jenis hutan mangrove. Tidaklah mengherankan
kalau buah perepat banyak kita jumpai. Meskipun buah perepat ini banyak kita jumpai, namun tidak
banyak orang tahu bahwa buah perepat memiliki banyak manfaat.
Buahnya yang masam dapat dimakan dan dibuat rujak. Di Sulawesi, kayu pohon perepat dibuat
untuk perahu dan bahan bangunan, atau sebagai bahan bakar ketika tidak ada bahan bakar lain. Sementara
di Papua, akar napasnya digunakan sebagai bahan gabus dan pelampung. Pada malam hari banyak hewan
yang hinggap di pohon perepat, seperti ngengat, burung, kelelawar pemakan buah, dan kunang-kunang.
Hal ini karena bunganya mengembang penuh di malam hari. Buah yang sudah matang dapat mengapung
karena adanya jaringan yang mengandung biji pada bijinya. (Tarigan, A.2011 )
Menurut Giesen, W, S. Wullffraat, M. Zierenand & L. Scholten. (2007) . Kayu perepat berkualitas
sedang, Kayu ini awet dalam air laut, tidak mudah belah dan menahan pasak dengan baik, sehingga acap
dipakai untuk geladak, rusuk dan siku-siku perahu. Di Minahasa, kayu yang berwarna cokelat muda
hingga tua ini digunakan untuk ramuan rumah. Hanya saja, kayu ini mengandung garam sehingga
menimbulkan karat pada paku dan baut. Kayu ini juga merupakan kayu bakar yang baik.
Daun-daunnya yang muda dimakan mentah (sebagai lalap) atau direbus. Demikian pula buahnya
yang sepat dan masam, dapat dimakan jika mulai melunak. Di Maluku, buah ini digunakan sebagai
bumbu memasak ikan.
2.2 Fraksinasi
Menurut J. B. Harborne, (1987), Fraksinasi pada prinsipnya adalah proses penarikan senyawa
tertentu dari campuran senyawa kompleks yang terdapat di dalam suatu ekstrak dengan menggunakan dua
macam pelarut yang saling tidak bercampur dalam rangka penyederhanaan keanekaragaman senyawa.
Terkadang dengan satu kali saja dilakukan fraksinasi, yaitu dengan penggunaan teknik ekstraksi cair-cair,
dapat diperoleh suatu senyawa dengan jumlah besar yang selanjutnya tinggal dimurnikan saja, misalnya
dengan rekristalisasi sedarhana. Namun, pada umumnya memerlukan fraksinasi yang berulang-ulang,
baik dengan teknik yang sama atau kombinasi dengan teknik fraksinasi lain. Pelarut yang umumnya
dipakai untuk fraksinasi adalah n-heksana, etil asetat, dan metanol. Berbagai pelarut ini memiliki tingkat
kepolaran nerneda sehingga digunakan untuk tujuan penarikan senyawa yang berbeda. Hal ini sejalan
dengan tujuan fraksinasi yaitu untuk memisahkan golongan utama kandungan yang satu dari golongan
utama yang lainnya. Pelarut n-heksana mampu meanrik senyawa nonpolar seperti asam-asam lemak, etil

asetat maupun menarik senyawa semi polar sedangkan metanol mampu menarik bersifat polar. Hasil tiap
fraksinasi diuapkan sampai kental dengan penguapan putar pada suhu kurang lebih 50 0C.
Fraksinasi kemudian dilanjutkan dengan proses pemisahan. Proses pemisahan merupakan suatu
cara untuk mengisolasi sejumlah komponen kimi dalam keadaan murni dari suatu campuran. Proses
pemisahan dilakukan untuk dua tujuan, yaitu kualitatif dan kuantitatif. Banyak analisis tumbuhan yang
dicurahkan pada isolasi dan identifikasi kandungan sekunder dalam sekelompok jenis tumbuhan tertentu
dengan harapan menemukan beberapa kandungan yang yang strukturnya baru atau tidak biasa. Penentuan
kuantitas komponen yang ada dalam ekstrak tumbuhan sama pentingnya dengan penentuan kualitatif
ekstrak tumbuhan tersebut, di mana masing-masing komponen dapat ditentukan kuantitasnya dengan
mudah secara KGC atau KCKT.

2.3 Radikal Bebas


Radikal bebas adalah senyawa yang terbentuk dari molekul yang kehilangan satu elektron pada
bagian terluar orbitanya sehingga bersifat tidak stabil dan sangat reaktif. Setiap orbital yang mengelilingi
inti atom terisi oleh sepasang elektron. Satu elektron yang hilang menyebabkan kecenderungan elektron
untuk membentuk pasangan dengan menarik elektron dari senyawa lain sehingga terbentuk radikal bebas
baru. Kemudian, radikal bebas baru ini dapat menginisiasi reaksi lainnya sehingga dinamakan reaksi
berantai. Reaksi berantai ini terhenti, bauk melalui reaksi radikal bebas dengan radikal bebas lainnya,
yang menghasilkan pembentukan molekul berikatan kovalen, ataupun melalui reaksi radikal bebas
dengan suatu antioksidan, enzim antioksidan, ataupun keduanya. Oleh karena pertahanan dari antioksidan
tidak cukup efisien, peningkatan terbentuknya radikal bebas dalam tubuh mungkin meningkatkan
kerusakan, yang sering kali dimaksudkan sebagai stres oksidatif. Jika sters oksidatif tingkat sedang
terjadi, jaringan seringkali merespon dengan meningkatkan pertahanan antioksidannya. Namun, stres
oksidatif yang berat dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel. (Pamela Mason, 2007 ).
Radikal bebas dapat dihasilkan oleh sumber endogen maupun eksogen. Tubuh merupakan sumber
endogen penghasil radikal bebas. Tubuh menghasilkan radikal bebas melalui berbagai proses, yaitu
autooksidasi, oksidasi enzimatik, fagositosis, dan ion logam transisi. Reaksi-reaksi dalam tubuh ini juga
menghasilkan oksidan. Oksidan memiliki sifat yang sama seperti radikal bebas, yaitu cenderung menarik
elektron dari suatu molekul senyawa. Namun, radikal bebas lebih berbahaya jika dibandingkan dengan
oksidan yang bukan radikal dalam hal reaktifitasnya yang tinggi untuk menarik elektron. Secara umum,
ada tiga kelompok radikal bebas, antara lain :

a. Radikal bebas turunan Reactive Oxygen Species (ROS) akibat oksidasi dalam tubuh, yaitu
superoksida, hidroksil, oksida nitrit, peroksi nitrit, asam hipoklorit, dan hidrogen peroksida.
b. Radikal dengan inti karbon CCl3
c. Tipe lain dengan inti hidrogen, inti sulfur, dan lain-lain (Fouad, 2005).

2.4 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dalam jumlah kecil dapat menghentikan, menghambat atau
mengurangi reaksi yang ditimbulkan oleh radikal bebas yang menghasilkan kerusakan oksidatif pada
tubuh manusia. Menurut asalnya, terdapat dua golongan antioksidan, yaitu antioksidan endogen dan
antioksidan eksogen. Antioksidan endogen (senyawa yang dihasilkan oleh tubuh yang memiliki sifat
antioksidatif) adalah asam urat, bilirubin, protein plasma, dan enzim superoksida dismutase, glutation
peroksidase dan katalase. Sementara itu, antioksidan eksogen seperti vitamin E, vitamin C, dan flavonoid,
didapatkan dari diet makanan (Barry Halliwell, 2002).
Antioksidan memiliki peranan penting dalam mencegah atau menunda waktu timbulnya penyakit
degeneratif melalui mekanisme penghambatan proses oksidasi yang menyebabkan penyakit kronik dan
menunda waktu terjadinya aging. Walaupun antioksidan tidak mampu memperpanjang kehidupan,
antioksidan mampu meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita kanker, aterosklerosis,
neurodegeneratif, dan penyakit okular melalui pencegahan proses oksidasi lebih lanjut (Sandor PS, Di
Clemente L, Coppola G et al., 2005)

2.4.1 Metode Peredaman Radikal DPPH (1,1-difenil-2-pikril hidrazil)


Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya mendonorkan atom
hidrogen pada molekul radikal. Radikal bebas yang digunakan sebagai model adalah 1,1-difenil-2pikrilhidrazil (DPPH). Radikal DPPH merupakan senyawa radikal bebas yang berpusat pada nitrogen
organik yang stabil dan berwarna ungu gelap. Antioksidan dappat mereduksi radikal bebas ini menjadi
nonradikal sehingga berubah menjadi tidak berwarna sampai kuning. Uji peredaman radikal DPPH adalah
suatu uji dekolorisasi yang mengukur kapasitas antioksidan untuk bereaksi secara langsung dengan
(meredam) radiakl DPPH melalui monitoring absorbansinya pada 517 nm dengan spektrofotometer
(Liangli Yu, 2008). Jika disimpan dalam keadaan kering dengan kondisi penyimpanan yang baik akan
stabil selama bertahun-tahun (Packer, 1999)

[ Sumber: Liangli Yu, 2008]


Gambar 2.2 Struktur Radikal DPPH
Prosedur ini melibatkan pengukuran penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang
maksimalnya, yang mana sebanding dengan konsentrasi penghambat radikal bebas yang ditambahkan ke
larutan reagen DPPH. Aktivitas antioksidan dinyatakan sebagai konsentrasi efektif (Effective
Concetration) atau EC50 (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, dan Lakshman, 2005)

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Laboratorium Penelitian Kimia Instrumen. Fakultas Sains Dan Teknologi, Universitas
Jambi, Jambi. Selama bulan Maret hingga September 2014.
3.2 Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas kimia, botol vial, dan botol
penampung berbagai ukuran, peralatan maserasi, penguap putar (rotary evaporator buchii),
spektrofotometer UV-VIS (Shimadzu), pipet mikro, timbangan analitik, kertas saring, kertas alumunium,
Labu ukur, erlenmeyer, gelas ukur, kuvet gelas, batang pengaduk, pipet tetes, inkubator .

3.2 Bahan
Bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanaman perepat (Sonneratia alba)
yang terdapat didaerah Tanjung jabung timur, Jambi. Pelarut N-heksana, Etil-asetat, dan Metanol, DPPH
(1,1-difenil-2-pikril hidrazil), aqudest .
3.4 Cara Kerja
3.4.1 Penyiapan Simplisia
Sampel berupa daun dan buah perepat (Sonneratia alba) yang telah terkumpul lalu dibersihkan
dahulu dan dikeringkan pada suhu ruang tanpa terkena sinar matahari langsung, setelah semuanya kering
secara merata kemudian sampel tersebut dihaluskan dengan cara mengiris-iris halus bagian daun dan buah
tanaman perepat (Sonneratia alba) .
3.4.2 Ekstraksi
Sampel yang telah halus tadi diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi yaitu dengan
cara merendam sampel dengan pelarut yang di pakai seperti n-heksana, etil asetat, dan metanol. Maserasi
ketiga pelarut ini dilakukan satu kali terhadap sampel daun dan buah tanaman perepat. Hasil ekstraksi
tersebut kemudian dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu kurang lebih 55 0C sehingga
akan diperoleh ekstrak murni kental dari ketiga pelarut tersebut. Kemudian masing-masing ekstrak di
timbang dan dihitung berat erlenmeyer yang digunakan.

3.4.3. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak


Uji aktivitas antioksidan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan radikal bebas DPPH.
Senyawa DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) adalah senyawa radikal bebas yang berpusat pada nitrogen
organik yang stabil dan berwarna ungu gelap. Uji perendaman radikal DPPH adalah suatu uji dekolorisasi
yang mengukur kapasitas antioksidan untuk bereaksi secara langsung dengan meredam radikal DPPH
melalui monitoring absorbansinya pada 517 nm dengan spektrofotometer. Antioksidan dapat mereduksi
radikal bebas ini menjadi non radikal sehingga berubah menjadi tidak bewarna sampai kuning. ( Liangli
Yu, 2008).
Pada penelitian ini, uji aktivitas antioksidan ini dengan cara pertama-tama, uji aktivitas dengan
metode peredaman radikal bebas DPPH

dengan membuat larutan induk dalam DMSO dengan

konsentrasi 1000 g/ml, kemudian membuat variasi konsentrasi sampel dengan pengenceran larutan
induk menjadi 500 dan 1000 ppm. Dalam hal ini, fungsi di tambahkannya DMSO adalah untuk
menghomogenkan antara larutan induk tersebut dengan pelarut metanol sebagai perendamannya,

3.4.4. Uji Antioksidan dengan metode DPPH


200 l Sampel dalam
DMSO

% Inhibisi = Ak - Aa

3,8 ml DPPH 0,05


Mm dalam MeOH

X 100

Ak
Keterangan :

Ak

: Absorban Kontrol

Aa

: Absorban sampel

Diamkan 30 menit

Ukur Absorbansi pada


maksimal 517 nm

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4.1. Uji Antioksidan dengan metode DPPH


Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan DPPH didasarkan pada pengukuran
penurunan serapan DPPH pada panjang gelombang maksimalnya yang sebanding dengan konsentrasi
penghambat radikal bebas yang ditambahkan kepada larutan DPPH. Aktivitas ini dinyatakan dalam nilai
konsentrasi efektif (Effective Concentration), EC 50 atau IC50. (Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar
dan Lakshman, 2005)
Blois (1958) menyebutkan bahwa ekstrak tanaman yang memiliki nilai IC 50 kurang dari 200g/ml
berdasarkan pengujian metode DPPH tergolong beraktivitas kuat sebagai antioksidan. Hasil uji aktivitas
secara kuantitatif menunjukkan bahwa ekstrak metanol memiliki IC 50 48, 28 g/ml, ekstrak etil asetat
memiliki nilai IC50 105,08 g/ml,dan ekstrak n-heksana memiliki nilai IC 50 160,81 g/ml, Berdasarkan
metode Blois ini ketiga ekstrak dinyatakan memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan ekstrak
metanol sebagai ekstrak teraktif.
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari penelitian ini, nilai dari variasi konsentrasi ekstrak (ppm)
dengan persen inhibisi atau persen aktivitas antioksidan yang tertinggi adalah terletak pada sampel
metanol daun perepat, dengan saat konstentrasi 500 ppm mendapatkan hasil rata-rata 73, 4486%
sedangkan untuk saat konsentrasi 1000 ppm didapatkan hasil rata-rata 75, 3814%, sehingga dalam hal ini,
bisa dinyatakan bahwa pada metanol daun perepat, aktivitas antioksidan yang dimiliki sangat baik.
Pada pengukuran spektofotometer UV-VIS. Dilakukan ulangan sebanyak tiga kali,Dengan tujuan
agar tercapainya hasil yang akurat dan hasil yang optimum pada sampling, dengan menggunakan terlebih
dahulu kontrol sebagai larutan yang optimasi pada panjang gelombang atau absorbansinya, dan dilakukan
juga sebanyak tiga kali, dengan hasil rata-rata absorbansinya adalah 0,983.
Senyawa DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan melalui pengambilan atom hidrogen dari
senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron (Pokorni dalam Cholisoh, 2008) Senyawa
yang bereaksi sebagai penangkap radikal akan mereduksi DPPH yang dapat diamati dengan adanya
perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning ketika elektron ganjil dari radikal DPPH telah
berpasangan dengan hidrogen dari senyawa penangkap radikal bebas yang akan membentuk DPPH-H
tereduksi (Molyneux dalam Cholisoh, 2008)

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data penelitian yang telah diperoleh, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut :
a) Hasil uji aktivitas antioksidan ekstrak daun dan buah tanaman perepat (Sonneratia alba)
menunjukkan bahwa % Inhibisi yang tertinggi didapat adalah pada Metanol daun perepat
dengan hasil pada konsentrasi 500 ppm yaitu : 73,4486 % dan pada konsentrasi 1000
ppm yaitu : 75,3814%
b) tumbuhan mangrove Sonneratia .alba memiliki potensi yang besar sebagai sumber antioksidan
alami, dan menegaskan fungsinya dalam pemanfaatan secara tradisional sebagai pengawet dan
obat luka.
c) Metabolit sekunder yang ditemukan pada tumbuhan mangrove seperti tanaman perepat
(Sonneratia alba) meliputi senyawa golongan alkaloid, fenolat, steroid, dan terpenoid.
d) Besarnya aktivitas antioksidan ekstrak n-heksana, etil asetat dan metanol yang dinyatakan dalam
IC50 adalah sebesar 75, 38 g/ml.

5.2 Saran
Nilai % Inhibisi yang paling tinggi adalah pada metanol daun perepat yang menunjukkan bahwa
mempunyai aktivitas antioksidan yang baik, diharapkan untuk penelitian lebih lanjut mengenai % Inhibisi
ini yaitu memiliki karakteristik kemampuan aktivitas antioksidan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Agati, G., Matteini, P., Goti, A., & Tattini, M. 2007. Chloroplast located flavonoids can scavenge singlet
oxygen. New Phytologist. 174: 77-8.
Banerjee, D., Chakrabarti, S., Hazra, A.K., Banerjee, S., Ray, J. & Mukherjee, B. 2008. Antioxidant
activity and total phenolics of some mangroves in Sundarbans. African Journal of Biotechnolo-gy Vol. 7
(6), pp. 805-810.
Bandarnayake, W.M. 2002. Bioactivities, bioactive compounds and chemical constitu-ents of mangrove
plants. Wetlands Ecol. Manage. 10: 421-452.
Blois, M. S. (1958). Antioxidant Determination By The Use Of A Stable Free Radical oleh Nature
181:1199-1200
Firdaus & Sinda, L. 2003. Peranan Kulit kayu buli Sonneratia sp, dalam fermentasi nira aren menjadi
minuman beralkohol. Marina Chimica Akta, Jur Kimia FMIPA UNHAS, Vol 5 No 1, 24-28.
Giesen, W, S. Wullffraat, M. Zierenand & L. Scholten. (2007). Mangrove Guidebook for Southeast Asia,
p. 253-254. FAO and Wetlands International, Bangkok. ISBN 974-7946-85-8

Halliwell, Barry. (2002). Food-Derived Antioxidants: How to Evaluate Their Importance in


Food and In Vivo, Handbook of Antioxidant 2nd ed. New York: Marcel Dekker, 9.
Harborne, J. B. (1987). Metode Fitokimia. Ed II., Diterjemahkan Oleh Kosasi Patmawinata dan
Iwang Sudiro. Bandung : ITB.

J. S. Weiss., (1988) West,A.R. Solid StateChemistry and its AplicationJhon Willey & Sons.Publisher
Kosasih,.

2006)

Shereve,R.M.(1956),Chemical

Engineering

Series,The

IndustriesSecond Edition, New York:Mc Graw-Hill,Inc.


Mason, P. (2007). Dietary Supplement, 3 rded. London: Pharmaceutical Press, 8-9.
Mitsui, T. (1997). New Cosmetic Science, 1st ed. Netherland: Elsevier Science, 35-37

Chemical

Process

Packer, L. M. , Hiramatsu, T., and Yoshikawa. (1999). Antioxidant Food Supplement in Human
Healt, Academic Press.

Sandor PS, Di Clemente L, Coppola G et al., 2005. Efficacy of coenzyme Q10 in migraine prophylaxis:
A randomized controlled trial. Neurology. 64:713-715.
Shivaprasad, H. N., Mohan, S., Kharya, M. D., Shiradkar, M. R., and Lakshman, K. (2005 ). In-Vitro
models for antioxidant activity avaluation : A review. 20 januari 2012.
Smith,H.V.,(1985),Oleochemical in Plastic Industries,J.Am.Oil Chem.Soc..,(61, 160).
Tarigan,A.(2011),Sintesis 9-n-Pentoksi 10-Hidroksi n- Pentil Stearat Campuran dari Asam Oleat,
Skripsi Jurusan Kimia FMIPA- USU,Medan.

Winarsi, (2007). Ethnopharmacology of Medicinal Plants : Asia and The Pasifis. USA: Humana Press,
45.
Yu, L. (Ed). (2008). Wheat Antioxidant. Kanada: John Wiley and Sons, 120-147.

Anda mungkin juga menyukai