Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asam Jawa dengan nama latin Tamarindus indica L. yaitu
tumbuhan yang hidup di daerah tropis. Asam jawa merupakan salah
satu tanaman obat yang memiliki berbagai khasiat. Asam jawa
termasuk dalam suku Caesalpiniaceae, yaitu tumbuhan yang memiliki
tipe buah seperti buah polong. Asam jawa di Indonesia banyak ditemui
di pinggir jalan sebagai pohon peneduh. (Heyne, K. 1987)
Berdasarkan penelitian Bhadorya et al (2011) tentang khasiat asam
jawa, semua kandungan ekstrak asam jawa termasuk kulit, buah
menunjukkan khasiat sebagai antioksidan yang baik, namun
kandungan yang paling tinggi terdapat pada daging buahnya. Asam
jawa mengandung saponin, fenol, flavonoid, dan tanin. Asam jawa
juga mengandung karbohidrat yang menyediakan energi, protein
dengan asam amino essensial, kaya akan mineral, magnesium, kalium,
kalsium, sedikit mengandung vitamin A dan zat besi.
Daun asam jawa dapat digunakan untuk menghilangkan rasa sakit
(analgetik) dan antiradang. Sedangkan ekstrak daunnya menunjukkan
aktivitas antioksidan dalam liver. Ekstrak biji asam jawa menunjukkan
aktivitas antioksidan. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas. Radikal
bebas yaitu suatu molekul yang diproduksi oleh tubuh yang memiliki
elektron tidak berpasangan. Target utama radikal bebas adalah protein,
asam lemak tak jenuh dan lipoprotein, serta unsur DNA termasuk
karbohidrat. Molekul yang paling rentan terhadap serangan radikal
bebas adalah asam lemak tak jenuh. Senyawa radikal bebas di dalam
tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh ganda pada membran sel
sehingga dinding sel menjadi rapuh, merusak basa DNA dan akan

1
mengacaukan sistem genetika, dan berlanjut pada pembentukan sel
kanker.2
Radikal bebas penting bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang
normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, serta
mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ
dalam tubuh. Tetapi, kelebihan radikal bebas di dalam tubuh dapat
menimbulkan efek yang tidak diinginkan, di mana radikal bebas
mampu menyerang sel-sel sehat dalam tubuh yang dapat
mengakibatkan kerusakan, penyakit dan gangguan yang parah. Jika
radikal bebas lebih banyak dari antioksidan akan mengakibatkan
terjadi kerusakan sel. Kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal
bebas dapat menjadi penyebab penuaan dan penyakit seperti kanker,
penyakit jantung, penurunan fungsi otak, penurunan sistem imun, dan
lain-lain. (Winarsi, W. 2007)
1. Kelebihan radikal bebas dalam tubuh dapat diatasi dengan
antioksidan. Tubuh dapat memproduksi antioksidan yang disebut
sebagai antioksidan endogen. Antioksidan endogen akan menetralisir
atau mengurangi radikal bebas yang berlebihan sehingga tidak
merusak tubuh. Contoh antioksidan endogen dalam tubuh manusia
yaitu Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase, Catalase.
Jika terjadi paparan radikal berlebihan tubuh membutuhkan
antioksidan dari luar yang disebut dengan antioksidan eksogen.
(Sunarni, dkk.2007. Youngson, Robert. 1998)
2. Berdasarkan sumber perolehannya antioksidan eksogen
terbagi menjadi dua macam yaitu antioksidan alami dan antioksidan
sintetik. Antioksidan alami antara lain vitamin E, vitamin C, -karoten,
dan senyawa turunan fenol seperti flavonoid. Contoh antioksidan
sintetik yang telah banyak digunakan adalah Butylated Hydroxyanisole
(BHA) dan Butylated Hydroxytoluene (BHT). Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan bahwa Butylated Hydroxyanisole (BHA) dan
Butylated Hydroxytoluene (BHT) memiliki efek toksik antara lain

2
menyebabkan hiperplasia esophagus dan menyebabkan mutasi sel.
Oleh sebab itu, dibutuhkan antioksidan alami yang memiliki resiko
efek samping lebih kecil. (Youngson, Robert. 1998. & Murray, et al.
2003.)
Upaya mencari antioksidan alami yang baru dan aman serta
bermanfaat, banyak dilakukan oleh para peneliti. Hal ini disebabkan
antioksidan alami dinilai mempunyai tingkat keamanan yang lebih
baik dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Oleh karena itu, daun
asam jawa (Tamarindus indica L) dipilih sebagai bahan penelitian ini.
Karena memiliki sumber antioksidan alami yang dapat digunakan
untuk pengobatan berbagai jenis penyakit dan mencegah atau
menghambat radikal bebas diproduksi lebih banyak didalam tubuh.

B. Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Masalah dalam penelitian ini mencakup bahaya radikal
bebas yang diproduksi secara berlebihan oleh tubuh karena adanya
faktor internal maupun faktor eksternal bagi kesehatan. Radikal
bebas dapat menjadi penyebab dari berbagai macam penyakit
berbahaya.
2. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas masalah dalam penelitian
ini dapat dibatasi hanya membahas efektivitas antioksidan buah
asam jawa pada mencit.
3. Rumusan Masalah
a. Apakah bahaya radikal bebas bagi kesehatan ?
b. Bagaimana mekanisme kerja antioksidan menghambat radikal
bebas agar tidak membahayakan tubuh ?
c. Kenapa antioksidan alami lebih aman untuk tubuh daripada
antioksidan sintetik ?
d. Apakah daun asam jawa mengandung antioksidan ?

3
e. Bagaimana cara membuktikan bahwa daun asam jawa
berkhasiat sebagai antioksidan alami ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek antioksidan asam
jawa terhadap mencit dan mekanisme kerja antioksidan asam jawa.
2. Tujuan Khusus
Penelitian bertujuan untuk memperbanyak antioksidan alami agar
dapat dikonsumsi oleh masyarakat dengan aman dan efek samping
yang sedikit.
D. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Efektivitas antioksidan dari ekstrak asam jawa terhadap mencit.
2. Tempat
Lokasi dilakukan penelitian ini adalah di laboratorium kampus.
3. Waktu
Penelitian ini dimulai sejak pembuatan karya tulis ilmiah sampai
pengujian laboratorium berakhir.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan
sumber antioksidan dari tumbuhan (antioksidan alami) yang dapat
mencegah terjadinya penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas.
Antioksidan alami tersebut dapat dikembangkan menjadi suatu produk
dalam bentuk sediaan obat dari ekstrak daun asam jawa sebagai
antioksidan.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat studi kasus, dengan cara melakukan
percobaan, pengujian pada hewan percobaan dimana penelitian ini
berfokus pada satu kasus dengan menganalisis data yang diperoleh dan
dapat ditarik kesimpulan dari data tersebut.

4
G. Sistematika Penulisan
Memuat dari BAB I-V yang berisi:
BAB I: PENDAHULUAN; Latar belakang, Rumusan masalah, Tujuan
penelitian, Manfaat penelitian, Ruang lingkup, Metode penelitian, dan
Sistematika penulisan
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA; Tinjauan teori dan Kerangka teori
BAB III: TINJAUAN KASUS
BAB IV: PEMBAHASAN
BAB V: PENUTUP; Simpulan dan Saran

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori
1. Asam Jawa

a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Rosidae
Bangsa : Rosales
Suku : Caesalpiniaceae
Marga : Tamarindus
Jenis : Tamarindus indica L.
Nama lain : Asam jawa, cumalagi (Minang), tangkal asem (jawa
barat), clagi (Bali), camba (Makassar), cempa (Bugis), mangge
(Bima, Nusa Tenggara Barat), kamaru (Sumbawa Timur), mage
(Flores), tobelake (Seram Timur, Maluku) dan sebagainya.
(Heyne, K. 1987)
b. Deskripsi
Asam jawa merupakan tanaman tahunan, besar dan tinggi
mencapai 25 m. Asam jawa merupakan tumbuhan yang memiliki
tipe buah polong. Asam jawa memiliki batang pohon yang cukup
keras dan daunnya rindang. Daun asam jawa bersirip genap juga

6
bertangkai panjang sekitar 17 cm. Bunganya berwarna kuning
kemerah-merahan dan buahnya berwarna cokelat dengan rasa khas
asam. Buah asam jawa dilindungi oleh kulit yang membungkus
daging buah dan terdapat biji berjumlah 2-5 dengan warna cokelat
agak kehitaman dan bentuk yang pipih. (Heyne, K. 1987 &
Daun muda dengan rasa asam dalam bahasa Jawa disebut
sinom, agar dapat membedakan dengan daun yang tua. Daun muda
ini berguna sebagai pengganti daging buah. Helaian anak daun
berwarna hijau kecokelatan atau hijau muda, berbentuk bundar
panjang dengan panjang 1-2,5 cm dan lebar 4-8 mm. Ujung daun
membundar kadang-kadang berlekuk, pangkal daun membundar,
pinggir daun rata dan hampir sejajar satu sama lain. Tangkai daun
sangat pendek sehingga mirip duduk daun juga tulang daun terlihat
jelas. Kedua permukaan daun halus dan licin, permukaan bawah
berwarna lebih muda (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
1989b). Asam jawa di Jawa dan Madura sering ditanam sebagai
tanaman hias atau tanaman buah yang dapat dimakan.(1,8,9)
c. Kandungan Kimia
Daun asam jawa mengandung flavonoid, saponin, senyawa
fenol, pektin dan asam organik. Buah asam jawa mengandung
senyawa kimia antara lain asam apel, asam sitrat, asam anggur,
asam tartrat, asam suksinat, pektin dan gula invert. Asam jawa juga
mengandung karbohidrat, protein dengan asam amino essensial,
kaya akan mineral, magnesium, kalium, kalsium, sedikit
mengandung vitamin A dan zat besi.7
d. Manfaat
Buah asam jawa juga memiliki banyak manfaat yang telah
dipercaya. Penelitian farmakologis menunjukkan bahwa asam jawa
mempunyai sifat antibakteri, antikapang, efek hipoglikemik, efek
hipokolesterolemik, anti-peradangan, hipolipomik dan aktivitas
antioksidan. Daun asam jawa (Tamarindus indica) merupakan

7
salah satu tanaman dari familia Leguminosae yang memiliki
sumber antioksidan alami yang dapat digunakan untuk pengobatan
berbagai jenis penyakit. Menurut data etnofarmakologinya, daun
asam jawa diketahui berkhasiat untuk nyeri perut, diare dan
disentri, infeksi cacing, penyembuhan luka, malaria, demam,
sembelit, inflamasi, sitotoksisitas sel, gonorea, serta penyakit
mata.14
2. Radikal Bebas
a. Deskripsi
Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki
elektron tidak berpasangan (unpaired electron) pada lapisan
luarnya atau kehilangan elektron dengan reaksi jangka pendek
yang memiliki satu atau lebih elektron bebas. Sehingga apabila dua
radikal bebas bertemu, mereka bisa memakai bersama elektron
tidak berpasangan membentuk ikatan kovalen. Molekul biologi
pada dasarnya tidak ada yang bersifat radikal. Apabila molekul non
radikal bertemu dengan radikal bebas, maka akan terbentuk suatu
molekul radikal yang baru. Radikal bebas dapat dikatakan, bersifat
tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul
di sekitarnya, sehingga radikal bebas bersifat toksik terhadap
molekul biologi atau sel. Radikal bebas dapat mengganggu
produksi DNA, lapisan lipid pada dinding sel, mempengaruhi
pembuluh darah, produksi prostaglandin, dan protein lain seperti
enzim yang terdapat dalam tubuh.10
Radikal bebas pada keadaan normal diproduksi di dalam
tubuh umumnya tidak berbahaya dan penting untuk fungsi biologis
tubuh seperti pengaturan pertumbuhan sel. Namun ketika radikal
bebas diproduksi dalam jumlah yang berlebihan oleh sel, dapat
berbahaya karena saat masuk ke dalam tubuh radikal bebas ini
akan mencari pasangan elektron lain dengan mengambil elektron

8
dari sel tubuh sehingga membentuk reaksi berantai dan
menghasilkan radikal bebas baru.11
Radikal bebas yang mengambil elektron dari DNA dapat
menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel
mutan. Bila mutasi ini terjadi berlangsung lama dapat menjadi
kanker. Radikal bebas juga berperan dalam proses penuaan,
dimana reaksi inisiasi radikal bebas di mitokondria menyebabkan
diproduksinya Reactive Oxygen Species (ROS) yang bersifat
reaktif. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme
tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran
ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain.
Tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas bila
jumlahnya tidak berlebihan. Mekanisme pertahanan tubuh dari
radikal bebas adalah berupa antioksidan di tingkat sel, membran,
dan ekstra sel. Aktivitas fisik yang berlebih dapat menyebabkan
terjadinya stres oksidatif pada manusia dan mencit. Sedangkan
stres oksidatif yaitu suatu keadaan dimana produksi radikal bebas
melebihi produksi antioksidan. Karena pada penelitian ini
menggunakan mencit sebagai hewan uji. Jadi perlu diketahui
bagaimana cara merangsang peningkatan radikal bebas agar
melebihi antioksidannya. Peningkatan radikal bebas pada mencit
dapat dilakukan dengan cara perenangan, karena ketika
dimasukkan ke dalam bak renang, mencit akan mengalami stres
dan berusaha untuk bertahan hidup dengan cara berenang sekuat
tenaga. Keadaan stres oksidatif akan menyebabkan perubahan
berbagai senyawa yaitu protein dan lipid. Asam lemak tak jenuh
adalah molekul yang paling rentan terhadap serangan radikal bebas.
Kemudian rantai asam lemak tak jenuh yaitu lapisan fosfolipid
membran akan diserang oleh radikal hidroksil. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Produk hasil peroksidasi
lipid dalam tubuh yang berbentuk bebas atau terkompleks dengan

9
jaringan di dalam tubuh disebut malondialdehid (MDA).
Keberadaan malondialdehid (MDA) ini bersifat toksik terhadap sel.
Radikal bebas dalam tubuh dapat merusak asam lemak tak jenuh
ganda pada membran sel sehingga dinding sel menjadi rapuh,
merusak basa DNA sehingga mengacaukan sistem genetika, dan
berlanjut pada pembentukan sel kanker.(2,12)
Beberapa sumber radikal bebas antara lain: polusi
lingkungan (asap rokok, asap kendaraan, asap pabrik), sinar ultra
violet dari matahari, radiasi, obat-obatan dan aktivitas fisik yang
berlebih.
b. Mekanisme Reaksi Radikal Bebas
Mekanisme reaksi radikal bebas paling tepat dibayangkan
sebagai sesuatu deret reaksi-reaksi bertahap, tiap tahap termasuk
pada salah satu kategori yaitu :
1) Permulaan (inisiasi, inisiation) suatu reaksi radikal bebas.
Adapun reaksinya yaitu:
Cl2 2Cl-
2) Perambatan (propagasi, propagation) reaksi radikal bebas.
Reaksi yang terjadi adalah:
CH4 + Cl- CH3 + HCl
CH3 + Cl2 CH3Cl + Cl-
3) Pengakhiran (terminasi, termination) reaksi radikal bebas.
Cl- + CH3 CH3Cl
CH3 + CH3- CH3CH3
3. Antioksidan
a. Deskripsi
Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron
donor) atau reduktan yang mampu menghilangkan,
menginaktivasi berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara
mencegah terbentuknya radikal serta menahan pembentukan
ataupun memadukan efek spesies oksigen reaktif. Senyawa ini

10
memiliki berat molekul kecil tetapi diperlukan tubuh untuk
menetralisir radikal bebas dan mencegah kerusakan yang
ditimbulkan oleh radikal bebas terhadap sel normal, protein,
lemak. Antioksidan menstabilkan radikal bebas dengan
melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas
dan menghambat terjadinya reaksi berantai pembentukan
radikal bebas yang dapat menimbulkan stres oksidatif.16
Antioksidan secara biologis ialah senyawa alami atau
sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah
atau menunda kerusakan yang disebabkan oleh udara.
Antioksidan memiliki fungsi utama yaitu digunakan untuk
memperkecil terjadinya proses oksidasi dari lipid, memperkecil
terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang
masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan
stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta
mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi.16
Antioksidan adalah salah satu upaya untuk mengatasi
bahaya potensial dari radikal bebas. Karena antioksidan ini
merupakan seperangkat sistem pertahanan tubuh yang dapat
membatasi kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas.
Sistem pertahanan antioksidan terbagi menjadi antioksidan
enzim dan antioksidan vitamin. Antioksidan enzim antara lain
glutation peroksidase (GPx), superoksida dismutase (SOD) dan
katalase, sedangkan antioksidan non vitamin antara lain
tokoferol (vitamin E), asam askorbat (vitamin C) dan beta
karoten, albumin, glutation dan selenium. Kekurangan salah
satu komponen diatas akan menyebabkan penurunan status
antioksidan secara menyeluruh dan berakibat perlindungan
tubuh terhadap serangan radikal bebas melemah, sehingga
menjadi suatu piranti diagnostik yang penting.2

11
Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam
antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan
(sintetik). Oleh karena itu, dengan adanya antioksidan alami
maupun antioksidan buatan (sintetik) dapat menghambat
oksidasi lipid, mencegah kerusakan, perubahan dan degradasi
komponen organik dalam bahan makanan sehingga dapat
memperpanjang umur penyimpanan makanan.13
Golongan antioksidan lain yang terkenal adalah antioksidan
dari senyawa polifenol dan yang paling banyak diteliti adalah
golongan flavonoid.
b. Manfaat Antioksidan
Ada banyak manfaat antioksidan baik untuk kesehatan
manusia maupun untuk makanan yang dikonsumsi oleh setiap
individu. Manfaatnya antara lain:
1) Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan
oksidatif yang disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga
mencegah terjadinya berbagai macam penyakit seperti
penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker, serta
penuaan dini.
2) Penambahan antioksidan ke dalam formulasi makanan, juga
efektif mengurangi oksidasi lemak yang menyebabkan
ketengikan, toksisitas, dan destruksi biomolekul yang ada
dalam makanan.
c. Metode Pengujian Antioksidan
Adapun beberapa metode pengujian aktivitas antioksidan
baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Uji kualitatif
untuk mengetahui apakah suatu senyawa memiliki aktivitas
antioksidan. Uji ini dapat dilakukan dengan metode
kromatografi baik kromatografi lapis tipis atau kromatografi
kertas. Metode ini dapat dilakukan untuk memisahkan
campuran antioksidan yang kompleks sekalipun. Metode ini

12
juga harus menggunakan pereaksi semprot agar dapat
mendeteksi antioksidan yang terkandung di dalam ekstrak (zat)
yang ingin diteliti.

Pereaksi semprot yang digunakan untuk deteksi dapat


dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
1) Senyawa-senyawa yang dapat membentuk warna
ketika tereduksi (kalium permanganat, ferri-sianida,
ferri-dipiridil, dan asam fosfomolibdat);
2) Senyawa yang dapat berikatan dengan senyawa
fenol, seperti senyawa diazo, pereaksi diazo,
magnesium sulfat, aldehid aromatic-anisaldehid,
vanillin dan pereaksi Gibbs yang membentuk
indofenol (akan membentuk garam berwarna dalam
kondisi basa)
3) Radikal bebas stabil yang menerima radikal
hidrogen dari antioksidan (1,1-difenil-2-
pikrilhidrazil)
4) Senyawa-senyawa yang membentuk senyawa adisi
yang berwarna (palladium klorida dan pentadium
klorida)

Uji aktivitas antioksidan dapat dilakukan secara


spektrofotometri. Uji tersebut dilakukan secara in-vitro.

1) Metode conjugated diene


Metode ini mengukur absorbansi konjugasi dari
diena sebagai hasil dari oksidasi asam lemak tak
jenuh pada panjang gelombang UV 234 nm.
Prinsip metode ini adalah selama oksidasi asam

13
linoleat, ikatan rangkap terkonversi ke bentuk
ikatan rangkap terkonjugasi, yang dikarakterisasi
dengan absorpsi kuat pada panjang gelombang UV
234 nm. Aktivitasnya diekspresikan dengan
istilah inhibitory concentration (IC50).

2) Metode penangkapan radikal hidroksil


Kapasitas penangkapan radikal hidroksil dari
suatu ekstrak berhubungan langsung dengan
aktivitas antioksidannya. Metode ini
memerlukan generationin-vitro dari radikal
hidroksil dengan cara menggunakan senyawa
kimia Fe3+/ascorbate/EDTA/H2O2 menggunakan
reaksi Fenton. Penangkapan radikal hidroksil
sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal
hidroksil akan bereaksi dengan dimetil sulfoksida
(DMSO) untuk membentuk formaldehid.
Formaldehid akan menghasilkan warna kuning
dengan reagen Nash (2M ammonium asetat dengan
0,05M asam asetat dan 0,02M asetil aseton dalam
air destilasi). Intensitas warna kuning diukur secara
spektrofotometri pada panjang gelombang 412 nm.
Aktivitas antioksidan diekspresikan dengan %
penangkapan radikal hidroksil.
3) Metode Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP)
Aktivitas antioksidan diestimasi dengan
mengukur peningkatan absorbansi dari
pembentukan ion-ion fero dari reagen FRAP yang
mengandung 2,4,6- tri(2-piridil)-s-triazin (TPTZ)
dan FeCl3.6H2O. Absorbansi diukur secara
spektrofotometri pada 595nm.

14
4) Metode Trapping Antioxidant Parameter (TRAP)
Metode ini didefinisikan sebagai pengukuran
parameter total radikal yang terjebak antioksidan.
Fluororesen dari R-phycoerythrin yang
dipadamkan oleh 2,2-azo-bis (2-amidino-propan)
hidroklorida (ABAP) sebagai generator radikal.
Reaksi pemadaman ini diukur sebagai adanya
aktivitas antioksidan.

Selain metode-metode di atas, terdapat metode lain yang


dapat digunakan dalam uji kuantitatif untuk mengetahui aktivitas
suatu antioksidan, yaitu metode DPPH. Pemeriksaan ini dapat
dilakukan melalui pengukuran yaitu status antioksidan total,
superoksida dismutase dan glutation peroksidase sekaligus untuk
memeriksa status selenium (Wijaya,1997).

Penelitian ini bertujuan ingin melihat aktivitas antioksidan


pada rebusan daun asam jawa secara in vivo dengan mengukur
kadar malondialdehid (MDA) pada mencit. Pengujian aktivitas
antioksidan secara in vivo dilakukan dengan mengukur kadar
MDA dalam material biologi. Analisis MDA merupakan analisis
radikal bebas secara tidak langsung dan mudah dalam
menentukan jumlah radikal bebas yang terbentuk. Analisis radikal
bebas secara langsung sulit dilakukan karena senyawa radikal
sangat tidak stabil dan reaksinya pun berjalan sangat cepat.
Pengukuran kadar MDA dapat dilakukan dengan pereaksi
thiobarbituric acid (TBA) membentuk senyawa MDA-TBA,
senyawa ini berwarna merah muda yang dapat diukur
intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS.
Pengukuran kadar MDA telah digunakan secara luas sebagai
indikator dari kerusakan oksidatif pada lemak tak jenuh sekaligus
merupakan indikator keberadaan radikal bebas.15

15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Sonde oral
b. Alat sentrifuge
c. Alat-alat bedah
d. Bak renang
e. Tabung reaksi
f. Rak tabung
g. Labu ukur
h. Kertas saring
i. Pipet volume
j. Pipet filler
k. Alumunium foil
l. Neraca analitik
m. Mikropipet
n. Penangas air
o. Lemari pendingin
p. Tabung effendrof
q. Timbangan analitik (AND GR 200)
r. Spektrofotometer Genesys 10UV.
2. Bahan
a. Rebusan daun asam jawa

16
b. Vitamin C
c. Eter
d. Heparin
e. Asam trikloroasetat (TCA) 20%
f. Asam tiobarbiturat (TBA) 0.67%
g. Tetraetoksipropan (MDAstandar)
h. Aquadest
B. Metode Penelitian
1. Persiapan tanaman yang akan diuji
a. Pengumpulan tanaman yang didapat dari Balai Penelitian
Obat dan Aromatik (BALITRO).
b. Determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran
simplisia dari tanaman yang akan digunakan dalam
penelitian.
2. Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vivo dengan mengukur
kadar MDA plasma.
a. Pembuatan sediaan uji (rebusan daun asam jawa)
Timbang 30 gram daun asam jawa yang masih segar
kemudian dicuci dan direbus dengan 200 ml air sampai
setengah dari volume awal, setelah dingin kemudian
disaring. Masukkan air rebusan daun asam jawa ke dalam
wadah gelas atau botol.
b. Persiapan hewan percobaan (mencit)
1) Adaptasi mencit selama 1 minggu pada lingkungan
laboratorium agar mencit terbiasa hidup pada
lingkungan baru dan diberi makan pelet standard dan
minum.
2) Pengelompokan hewan percobaan yaitu terdiri atas 30
ekor mencit yang sehat dibagi dalam 6 kelompok yang
masing-masing terdiri atas 5 ekor, yaitu:

17
a) Kelompok I : Kelompok kontrol normal yang diberi
aquadest.
b) Kelompok II : Kelompok kontrol negatif yang
diberi aquadest dan perenangan selama 55 menit
pada hari ke-7.
c) Kelompok III : Kelompok kontrol positif yang
diberi vitamin C 6,5mg/kgBB per-oral setiap hari
selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit pada
hari ke-7.
d) Kelompok IV : Kelompok yang diberi rebusan daun
sambang getih dosis 1,95 g/kgBB per-oral setiap
hari selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit
pada hari ke-7.
e) Kelompok V : Kelompok yang diberi rebusan daun
sambang getih dosis 3,9 g/kgBB per-oral setiap hari
selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit pada
hari ke 7.
f) Kelompok VI : Kelompok yang diberi rebusan daun
sambang getih dosis 7,8 g/kgBB per-oral setiap hari
selama 7 hari dan perenangan selama 55 menit pada
hari ke 7.
c. Pengambilan sampel darah
1) Mencit dieutanasia dengan eter lalu diletakkan telentang
pada papan bedah, bagian dada dan perut diolesi dengan
alkohol 70% dan dilakukan pembedahan.
2) Darah diambil dari jantung menggunakan jarum suntik
dan ditempatkan dalam tabung sentrifuge yang telah
diberi antikoagulan heparin, darah yang diperoleh
disentrifuge dengan kecepatan 3000 rpm selama 10
menit, setelah terpisah lapisan atas (plasma) yang

18
berwarna bening kekuningan diambil untuk pengukuran
kadar MDA.
d. Pengukuran aktivitas antioksidan secara in vivo
1) Kadar MDA plasma yang diukur menurut metode Wills.
200 L larutan sampel (plasma) ditambahkan 1 ml
trikloroasetat (TCA) 20% dan 2 ml asam tiobarbiturat
(TBA) 0,67%.
2) Larutan dicampur homogen dan dipanaskan di atas
penangas air selama 10 menit.
3) Setelah dingin disentrifuse pada 3000 rpm selama 10
menit. Filtrat yang berwarna merah muda diukur
serapannya pada panjang gelombang 532 nm
menggunakan spektrofotometer UV-VIS. Kadar MDA
dihitung dengan menggunakan kurva baku MDA
dengan konsentrasi 0; 0,025; 0,05; 0,1; 0,2; 0,4; 0,8 dan
1,6 nmol/ml (10)
C. Tahap Penelitian
1. Persiapan tanaman yang akan diuji
a. Pengumpulan tanaman yang didapat dari Balai Penelitian
Obat dan Aromatik (BALITRO).
b. Determinasi tanaman untuk memastikan kebenaran simplisia
dari tanaman yang akan digunakan dalam penelitian.
c. Pembuatan larutan sediaan uji (rebusan daun asam jawa).
2. Persiapan hewan percobaan
a. Adaptasi hewan percobaan selama 1 minggu dilakukan untuk
membiasakan mencit hidup pada lingkungan baru.
b. Pemberian sediaan uji rebusan daun asam jawa secara oral
selama 7 hari pada hewan percobaan.
c. Peningkatan kadar MDA plasma dengan cara perenangan.
d. Pengambilan sampel darah.

19
3. Pengujian aktivitas antioksidan secara in vivo dengan mengukur
kadar MDA plasma.

DAFTAR PUSTAKA
3. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I dan II. Terj. Badan
Libang Kehutanan. Cetakan I. Koperasi karyawan Departemen Kehutanan
Jakarta Pusat.
4. Winarsi, W., 2007, Antioksidan Alami dan Radikal Bebas, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta, pp. 13-15, 77-81.
5. Sunarni, dkk.2007. Flavonoid antioksidan penangkap radikal bebas.
Majalah Farmasi Indonesia. Pp 111-116
6. Youngson, Robert. 1998. Antioksidan: Manfaat Vitamin C dan E bagi
Kesehatan. Jakarta: Arean.
7. Murray, et al. 2003. Biokimia Harper 25th edition. Alih Bahasa Andri
Hartono. Jakarta: EGC.
8. Anonim. 2009. Martindale: the complete Drug Reference 36th edition.
London, Chicago; Pharmaceutical press.
9. Yuniarti, T. 2008. Ensiklopedia Tanaman Obat Tradisional. Cetakan
Pertama . Yogyakarta. MedPress.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1989. Materia Medika
Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan.
11. Backer, C.A. bakhuizen van den Brink 1963. Flora of Java Vol. I. Wolter-
Noordhoff. NVP
12. Sjamsul, Arief. 2008. Radikal Bebas.

20
13. Agus Zainal AN. 2002. Stress oksidatif dan penyakit degenerative: Suatu
tinjauan biokimia. Jurnal Kedokteran Yarsi.
14. Prangdimurti E, pratiwi D, Zamhoor H, Pertiwi K, Dewi R, Nugroho G.
2009. Pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap kadar
malondialdehid (MDA) organ hati tikus percobaan. Makalah Kimia
Organik bahan Alam
15. Rohdiana, D. 2001. Aktivitas Daya Tangkap Radikal Polifenol dalam
Daun Teh. Majalah Indonesia. Jurnal Indonesia.
16. Ferrara, L. 2005. Antioxidant Activity of Tamarindus indica L.. Ingredient
Alimentary, 4(6): 13-15
17. Prangdimurti E, pratiwi D, Zamhoor H, Pertiwi K, Dewi R, Nugroho G.
Pengaruh protein ransum dan pemberian teh hijau terhadap kadar
malondialdehid (MDA) organ hati tikus. percobaan. Makalah Kimia
Organik bahan Alam 2009;h.2.
18. Rosmanadewi, L.J., 1993, Pengaruh Infus Daun Asam (Tamarindus indica
L.) Terhadap Kadar Kolesterol Serum Darah Tikus Putih, Skripsi,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
19. Davidek, 1997, in Macek, K., 1972, Pharmaceutical Ahallications of Thin
Layer Chromatography, Elseiver Publishing Company, Amsterdam,
London, New York, pp. 569, 608-611.

Gharavi, N., Haggarty, S., dan El-Kadi, A.O.S., 2007, Chemoprotective and
Carcinogenic Effects of tert-Butylhydroquinone and Its Metabolites, Current Drug
Metabolism, 8, 1-7.

Kahl, R., 1984, Synthetic Antioxidants: Biochemical Actions and Interference


With Radiation, Toxic Compounds, Chemical Mutagens and Chemical
Carcinogens, Toxicology, 33(3-4), 185-228.

Kahl, R., dan Kappus, H., 1993, Toxicology of the Synthetic Antioxidants BHA
and BHT in Comparison with the Natural Antioxidant Vitamin E, Z Lebensm
Unters Forsch, 196(4), 329-38.

21
Parke, D.V., dan Lewis, D.F., 1992, Safety Aspects of Food Preservatives, Food
Addit Contam., 9(5), 561-77.

Percival, M., 1998, Antioxidants, Advanced Nutrition Publication,


Inc,http://acudoc.com/Antioxidants.PDF, diakses tanggal 13 September 2010.

Lipid peroksidasi merupakan salah satu faktor yang cukup


berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan
pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo,2005).
Dalimartha dan Soedibyo, 1999) (Davidek, 1997).

22

Anda mungkin juga menyukai