Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara dengan keberagaman hayati yang beragam. Kekayaan
hayati di indonesia meliputi 30.000 jenis tumbuhan dari 40.000 jenis tumbuhan didunia, dimana
tumbuhan yang memiliki khasiat obat sekitar 940 jenis. Penggunaan beragam jenis tanaman
yang berkhasiat sebagai obat dipercara secara empiris dan telah digunakan secara turun temurun
oleh masyarakat indonesia terutama masyarakat diwilayah terpencil yang jauh dari pusat
pelayanan kesehatan pada umumnya menggunakan tanaman sebagai obat. Perkembangan
tanaman obat sebagai obat-obat alternatif dipilih masyarakat karena lebih mudah didapatkan.

Bali merupakan salah satu pusat pariwisata dunia, sebagai salah satu pusat pariwisata
menyebabkan mobilitas masyarakat tinggi. Mobilitas yang tinggi menyebabkan masyarakat
rentan terhadap paparan radikal bebas yang ada di udara. Radikal bebas merupakan atom atau
gugus yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas pada
lingkungan dapat dijumpai seperti asap rokok, obat, makanan dalam kemasan, baha adiktif, dan
lain-lain (Huliselan dkk, 2015). Reaksi dari radikal bebas akan berlangsung secara terus menerus
dalam tubuh, jika reaksi ini tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit yang dapat
merusak saraf dan otak sehingga memicu timbulnya penyakit seperti penuaan dini, kanker, liver,
serta penyakit degeneratif lainnya. Radikal bebas memiliki sifat sangat reaktif sehingga lebih
mudah menyerang sel-sel sehat didalam tubuh, oleh karena itu tubuh memerlukan pertahanan
untuk menetralkan radikal bebas tersebut seperti senyawa antioksidan ( Hernani dan Raharjo,
2005 dalam Huliselan dkk, 2015).

Antioksidan merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi
menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonya sehingga membuat
radikal bebas stabil dan tidak reaktif (Sing, 2004 dalam Huliselan dkk, 2015). Pada tubuh
manusia terdapat sistem enzim yang berfungsi sebagai antioksidan salah satunya enzim
superoksida dismutase, namun apabila jumlah radikal bebas yang masuk kedalam tubuh lebih
banyak dari pada jumlah antioksidan dalam tubuh maka tubuh memerlukan tambahan
antioksidan dari luar (Huliselan dkk, 2015). Berdasarkan sumbernya antioksidan terbagai
menjadi dua jenis, yaitu antioksidan buatan dan antioksidan alami (Meenakshi et al.,2009 dalam
Huliselan dkk, 2015). Dilain pihak pilihan dan ketersediaan terhadap antioksidan alami masih
terbatas. Antioksidan alami dapat ditemukan pada tanaman yang memiliki kandungan fitokimia,
seperti Flavonoid, isoflavon, antosianin dan vitamin C (Sayuti dan Yenrina, 2015).

Rosella (Hibiscus sabdariffa L) termasuk famili Malvaceae yang merupakan tanaman tropis
yang banyak tumbuh di Indonesia. Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) mengandung
senyawa fenolik, seperti delphinidin-3-3glucoside, delphinidin-3-sambubiosid dan cyanidin-3-
sambubioside serta kandungan flavonoid, seperti gossypetin, hibiscetin dan glukosida lainnya
(Sonia dkk,2007 dalam Riza. A & Hari. S, 2012). Menurutu penelitian yang dilakukan oleh
Komala. O dkk, 2013 tentang Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kelopak
Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) terhadap bakteri Streptococus pneumoniae , kelopak
bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) dinyatakan memiliki kandungan saponin, tanin dan
flavonoid.

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan
karena memiliki sifat sebagai akseptor yang baik terhadap radikal bebas (Santhiskumar, 2011).
Etil asetat merupakan pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang
bersifat polar maupun non polar (Putri, 2013). Namun penelitian tentang Efektivitas Antioksidan
Ekstrak Etilasetat Kelopak Bunga Rosella Merah masih sangat terbatas.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apakah ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L) memiliki potensi
sebagai antioksidan terhadap DPPH?
1.2.2. Golongan senyawa apakah dalam ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus
sabdariffa L) yang berpotensi sebagai anti radikal bebas?
1.2.3. Berapakah kadar IC50 dari ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa
L)?
1.3. Tujuan
1.3.1. Untuk mengetahui Apakah ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L)
memiliki potensi sebagai antioksidan terhadap DPPH.
1.3.2. Untuk mengetahui Golongan senyawa apakah dalam ekstrak etil asetat bunga rosella
merah (Hibiscus sabdariffa L) yang berpotensi sebagai anti radikal bebas
1.3.3. Untuk mengetahui kadar IC50 dari ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus
sabdariffa L)

1.4. Manfaat
1.4.1. Bagi Peneliti :
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan dan menambah wawasan peneliti tentang
efek antioksidan dari ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L) ,
golongan senyawa dalam ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L)
yang berpotensi sebagai anti radikal bebas dan kadar IC50 dari ekstrak etil asetat bunga
rosella merah (Hibiscus sabdariffa L).
1.4.2. Bagi Institusi :
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan informasi tentang efektivitas antioksidan pada
ekstrak etil asetat bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L)
1.4.3. Bagi Masyarakat:
Penelitian ini bermanfaat untuk meningkatkan dan menambah wawasan masyarakat
tentang tenta efek antioksidan bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L).
1.4.4. Bagi Ilmu Pengetahuan:
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan yang sangat berharha bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu botani.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bunga Rosella Merah

2.1.1. Klasifikasi Rosella Merah

Superdivisio : Spermatophyta

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub-kelas : Dilleniidae

Ordo : Malvales

Familia : Malvaceae

Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L.

(Inge, H.N & Patihul, H, 2018).

Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai daun tunggal berbentuk bulat
telur, bertulang menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan pangkal berlekuk, Panjang daun
6-15 cm dan lebar 5- 8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau dengan panjang 4-7 cm.
Bunga Tanaman rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mempunyai bunga berwarna cerah,
Kelopak bunga rosella berwarna merah gelap dan lebih tebal jika dibandingkan dengan
bunga raya/sepatu. Bunganya keluar dari ketiak daun dan merupakan bunga tunggal,
yang berarti pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8-11
helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, yang pangkalnya saling berlekatan dan
berwarna merah (Pangaribuan, 2016). Kelopak bunga ini sering dianggap sebagai bunga
oleh masyarakat (Marsalina et al., 2011).

2.2 Antioksidan

Antioksidan didefinisikan sebagai zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya
reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar dan Rossell, 1990 dalam
Septiana dan Asnani, 2013). Berdasarkan sumbernya antioksidan dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu antioksidan sintetik dan alami. Antioksidan sintetik mempunyai
efektivitas tinggi, namun belum tentu aman bagi kesehatan. Antioksidan alami memiliki
keuntungan yaitu aman karena tidak terkontaminasi zat kimia dan mudah diperoleh
(Pokorny dan Korczak, 2001 dalam Septiana dan Asnani, 2013). Antioksidan alami dapat
dipilih sebagai sumber antioksidan yang aman untuk dikembangkan. Antioksidan
digunakan juga dalam makanan untuk mengontrol oksidasi lipid. Senyawa t-butil
hidroksi anisol (BHA) dan di-t-butil hidroksi toluen (BHT) digunakan sebagai
antioksidan pangan, tetapi adanya kemungkinan efek samping yang merugikan maka
tidak digunakan untuk bahan terapi.
Pengembangan antioksidan alamiah mendapat perhatian besar beberapa tahun
terakhir. Hal ini dimaksudkan untuk tujuan pengobatan preventif dan untuk industri
makanan. Antioksidan alami selain dapat melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
juga mampu memperlambat terjadinya penyakit kronik yang disebabkan penurunan
spesies oksigen reaktif (ROS) terutama radikal hidroksil dan radikal superoksida.
Antioksidan alami juga berfungsi menghambat oksidasi lipid yang menyebabkan
ketengikan dan kerusakan pada makanan (Halliwell dan Gutteridge, 1999; Rohdiana,
2001 dalam Wahdaningsih dkk., 2011).

2.3 Simplisia

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apapun, dan kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia tumbuhan obat merupakan bahan baku proses pembuatan ekstrak,
baik sebagai bahan obat atau produk. Berdasarkan hal tersebut maka simplisia dibagi
menjadi tiga golongan yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelican atau
mineral (Gunawan, 2004; Depkes RI, 2000).

2.4 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan (Depkes RI, 1995
dalam Simanjuntak, 2008).

2.5 Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan
tumbuhan ataupun hewan dengan menggunakan penyari tertentu. Ada beberapa metode
ekstraksi (Simanjutak, 2008) yaitu:

2.5.1. Cara Dingin (Harbone, 1987 ; Dirjen POM 1986)


1. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian simplisia dengan derajat
halus yang cocok, menggunakan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan
dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi
sedikit ke dalam perkolator, ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan
selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan 1 ml permenit, sehingga
simplisia tetap terendam. Filtrat dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan
selama 2 hari pada tempat terlindung dari cahaya.
2. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat
yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-kali setiap hari lalu
diperas dan ampasnya dimaserasi kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri
setelah pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana tertutup, dibiarkan
pada tempat yang tidak bercahaya, setelah dua hari lalu endapan dipisahkan.

2.5.2. Cara Panas


1. Soxhlet
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi secara berkesinambungan.
Cairan penyari dipanaskan sampai mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa
samping, kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan penyari turun untuk
menyari zat aktif dalam simplisia. Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka
seluruh cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses sirkulasi. Demikian
seterusnya sampai zat aktif yang terdapat dalam simplisia tersari seluruhnya yang
ditandai jernihnya cairan yang lewat pada tabung sifon (Depkes, 2000 dan Handa, 2008).
2. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah ekstraksi berkesinambungan.
Bahan yang akan diekstraksi direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang
dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan sampai mendidih. Cairan
penyari akan menguap, uap tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan
kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian seterusnya. Ekstraksi ini
biasanya dilakukan 3 kali dan setiap kali diekstraksi selama 4 jam (Depkes, 2000).
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetic (dengan pengadukan kontiniu pada temperature
yang lebih tinggi dari temperature ruangan atau temperature kamar). Yaitu pada
umumnya dilakukan pada temperature terukur 40-50oC (Depkes, 2000).
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas air (bejana
infuse tercelup dalam penangas air mendidih, temperature terukur 96-98oC selama waktu
tertentu yaitu 15-20 menit) (Ditjen POM, 2000).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperature sampai titik
didih air selama 30 menit (Ditjen POM, 2000).
2.6. Metode Uji Antioksidan dengan DPPH (1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman
obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini
adalah untuk mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek
aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data
eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi
dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian
aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Karena adanya elektron
yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika
elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka
absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil.
Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu
menjadi kuning (Dehpour dkk., 2009 dalam Edhisambada, 2011). Perubahan absorbansi
akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa
molekul sebagai penangkap radikal bebas. Metode DPPH merupakan metode yang
mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau
ekstrak tanaman (Koleva dkk., 2002; Prakash dkk., 2010 dalam Edhisambada, 2011).

Gambar 2.2 Gugus Kromofor dan Auksokrom DPPH


(Sumber: Witt dkk., 2010 dalam Edhisambada, 2011)

2.7. Spektrofotometri UV-VIS


Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang
memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul
yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis
kuantitatif dibandingkan kualitatif.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang
digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan
kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. Peralatan yang
digunakan dalam spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud
dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom
dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.
Sinar atau cahaya yang berasal dari sumber tertentu disebut juga sebagai radiasi
elektromagnetik. Radiasi elektromagnetik yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
adalah cahaya matahari. Dalam interaksi materi dengan cahaya atau radiasi
elektromagnetik, radiasi elektromagnetik kemungkinanan dihamburkan, diabsorbsi atau
dihamburkan sehingga dikenal adanya spektroskopi hamburan, spektroskopi absorbsi
ataupun spektroskopi emisi.
Rumus yang diturunkan dari Hukum Beer dapat ditulis sebagai:

A=a.b.c atau A=ε .b .c ……………………………………persamaan 2.1

dimana:
a = absorbansi
b = tebal larutan (tebal kuvet diperhitungkan juga umumnya 1 cm)
c = konsentrasi larutan yang diukur
ε = tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar) a = tetapan absorptivitas
(jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).

Secara eksperimen hukum Lambert-beer akan terpenuhi apabila peralatan yang


digunakan memenuhi kriteria-kriteria berikut:
1. Sinar yang masuk atau sinar yang mengenai sel sampel berupa sinar dengan dengan
panjang gelombang tunggal (monokromatis).
2. Penyerapan sinar oleh suatu molekul yang ada di dalam larutan tidak dipengaruhi
oleh molekul yang lain yang ada bersama dalam satu larutan.
3. Penyerapan terjadi di dalam volume larutan yang luas penampang (tebal kuvet) yang
sama.
4. Penyerapan tidak menghasilkan pemancaran sinar pendafluor. Artinya larutan yang
diukur harus benar-benar jernih agar tidak terjadi hamburan cahaya oleh partikel-
partikel koloid atau suspensi yang ada di dalam larutan.
5. Konsentrasi analit rendah. Karena apabila konsentrasi tinggi akan menggangu
kelinearan grafik absorbansi versus konsntrasi (Suparno, 2016)
BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1. Bagan Kerangka Konsep

Kelopak Bunga Rosella Radikal bebas


memiliki metabolit
sekunder Flavonoid, Tanin
dan Saponin Dapat menyebabkan
penyakit degeneratif
seperti jantung koroner
(astreosklerosis), stroke
dan kanker

Flavonoid dapat ditarik


Antioksidan
dengan pelarut etil asetat

Sintetis Alami

Isoflavon dan
fitoestrogen

Di duga ekstrak etilaseta kelopak Bunga Rosella Merah memiliki


efektivitas antioksidan dengan nilai IC50 tertentu
Gambar 3.1 Bagan Kerangka Konsep

3.2. kerangka Teori

Radikal bebas merupakan atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak
berpasangan. Radikal bebas pada lingkungan dapat dijumpai seperti asap rokok, obat, makanan
dalam kemasan, baha adiktif, dan lain-lain. Reaksi dari radikal bebas akan berlangsung secara
terus menerus dalam tubuh, jika reaksi ini tidak dihentikan akan menimbulkan berbagai penyakit
yang dapat merusak saraf dan otak sehingga memicu timbulnya penyakit seperti penuaan dini,
kanker, liver, serta penyakit degeneratif lainnya. Radikal bebas memiliki sifat sangat reaktif
sehingga lebih mudah menyerang sel-sel sehat didalam tubuh, oleh karena itu tubuh memerlukan
pertahanan untuk menetralkan radikal bebas tersebut seperti senyawa antioksidan.

Antioksidan merupakan molekul yang dapat bereaksi dengan radikal bebas dan berfungsi
menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonya sehingga membuat
radikal bebas stabil dan tidak reaktif. Pada tubuh manusia terdapat sistem enzim yang berfungsi
sebagai antioksidan salah satunya enzim superoksida dismutase, namun apabila jumlah radikal
bebas yang masuk kedalam tubuh lebih banyak dari pada jumlah antioksidan dalam tubuh maka
tubuh memerlukan tambahan antioksidan dari luar.

Rosella (Hibiscus sabdariffa L) termasuk famili Malvaceae yang merupakan tanaman tropis
yang banyak tumbuh di Indonesia. Kelopak bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) mengandung
senyawa fenolik, seperti delphinidin-3-3glucoside, delphinidin-3-sambubiosid dan cyanidin-3-
sambubioside serta kandungan flavonoid, seperti gossypetin, hibiscetin dan glukosida lainnya.
Menurutu penelitian yang dilakukan oleh Komala. O dkk, 2013 tentang Uji Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) terhadap bakteri
Streptococus pneumoniae , kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) dinyatakan memiliki
kandungan saponin, tanin dan flavonoid.

Flavonoid merupakan salah satu metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antioksidan
karena memiliki sifat sebagai akseptor yang baik terhadap radikal bebas. Etil asetat merupakan
pelarut yang bersifat semi polar sehingga dapat menarik senyawa yang bersifat polar maupun
non polar. Namun saat ini penelitian tentang Efektivitas Antioksidan Ekstrak Etilasetat Kelopak
Bunga Rosella Merah masih sangat terbatas.

3.3. Hipotesis

Diduga ekstraks etilasetat kelopak bunga rosella merah (Hibiscus sabdariffa L) memiliki
efektivitas sebagai antioksidan.
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Penggolongan dan Jenis Rancangan Penelitian

4.1.1. Menurut Bidang : merupakan riset analisis kesehatan

4.1.2. Menurut Tempatnya : merupakan riset laboratorium

4.1.3. Menurut Pemakaian : Riset Terapan

4.1.4. Menurut Tujuan Umum : Riset Pembuktian atau Riset Pemeriksaan

4.1.5. Menurut Taraf Pengetahuan Riset : Riset Deskriptif (Gambaran/paparan)

4.1.6 Menurut Rancangan dan Pendekatan riset : Riset Cross sectional

4.2. Populasi dan Sampel

1. Batasan Populasi
Kelopak bunga yang sudah mekar yang tumbuh di Bali
2. Jumlah Sampel
Kelopak bunga yang rosella merah yang sudah mekar
3. Teknik Pengambilan Sampel
Kelopak bunga rosella merah diambil pada pagi hari dengan cara acak

4.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

4.3.1. Lokasi Penelitian


Penelitian ini dikerjakan di Laboratorium Terpadu Sekolah Tinggi Maha Ganesa.

4.3.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan jadwal yang sudah direncanakan, jadwal penelitian
dapat dilihat pada tabel.

Table 3.1 Jadwal Penelitian

No. Deskripsi Kegiatan Bulan Ke-

Janu Februa Maret April Mei Juni Juli


ari ri 2020 2020 2020 2020 2020 2020
2020
1. Pembuatan Proposal

2. Memblender simplisisa
dan maserasi dengan
cara dingin.
3. Pemekatan ekstrak
dengan rotary
evaporator dan
mengeringkan ekstrak
4. Penimbangan ekstrak
kental Kelopak Bunga
Rosella
5. Fraksinasi ekstrak
Rosella Merah &
pengeringan ekstrak
fraksi etilasetat
6.
Melakukan pengujian
aktivitas antioksidan
fraksi etilasetat kelopak
bunga rosella merah
8. Penyusunan Laporan
KTI

4.4. Variabel dan Definisi Oprasional


4.4.1. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapan tiga variabel uji :

1. Variable independen (bebas) disebut juga variabel stimulus adalah variabel yang menjadi
sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen. Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah variasi konsentrasi fraksi etilasetat kelopak bunga rosella merah.
2. Variabel dependen (terikat) disebut juga variabel output yaitu variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian
ini adalah aktivitas antiosidan fraksi etilasetat kelopak bunga rosella merah dan IC50.
3. Variabel terkontrol adalah variabel yang dikendalikan dan dibuat konstan, sehingga
peneliti dapat melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel kontrol
dalam penelitian ini adalah pereaksi DPPH, prosedur penelitian dan kondisi penelitian.
4.4.2. Definisi Oprasional
1. Definisi Oprasional Fraksi etilasetat didapatkan dari fraksinasi ekstrak etanol 75%
kelopak bunga rosella merah.
2. Aktivitas antioksidan kelopak bunga rosella merah adalah aktivitas dari fraksi etilasetat
kelopak bunga rosella merah sebagai antioksidan yang diperoleh dengan mengukur
absorbansi larutan pereaksi DPPH yang direaksikan dengan larutan uji yang di tandai
dengan peluruhan warna ungu menjadi warna kuning terang.
3. Larutan pereaksi DPPH adalah radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa yang digunakan atau
ekstrak bahan alam.
4.5. Cara Kerja

A. Ekstraksi
Pembuatan ekstrak etanol kelopak bunga rosella dilakukan dengan metode
maserasi yaitu sebanyak 200 g serbuk simplisia kelopak bunga rosella diekstraksi dengan
1.000 ml etanol 75% direndam dalam wadah diaduk konstan selama 1 jam lalu di tutup
rapat didiamkan selama 24 jam. Kemudian ekstrak disaring menggunakan kertas saring
(filtrat 1) dan sisanya diekstrak kembali dengan metode yang sama dan diulangi sebanyak
tiga kali. Selanjuutnya filtrat yang didapat dikumpulkan, kemudian filtrate yang sudah
terkumul dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 40ᵒ C hingga
diperoleh ekstrak kental.

B. Fraksinasi
Ekstrak kental etanol yang didpatkan dari maserasi dimasukan kedalam mortir
,ditambahkan aquades panas sebanyak 50 ml digerus hingga homogen. Lalu masukan
kedalam corong pisah 150 ml tambahkan etilasetat sebanyak 50 ml kocok selama 10
menit dan tunggu hingga memisah. Buka keran sedikit demi sedikit untuk mendapatkan
fraksi klorofom, ulangi sebanyak tiga kali dengan jumblah etilasetat yang sama. Fraksi
etilasetat yang didapatkan tampung menjadi satu didalam cawan dan dimasukan kedalam
oven dengan suhu 40ᵒ C sehingga didapatkan fraksi etilasetat kelopak bunga rosella.

C. Pengujian Aktivitas Antioksidan


a. Pembuatan larutan induk ekstrak etanol kelopak bunga roela merah konsentrasi 1000
ppm. Dibuat larutan induk fraksi etilasetat kelopak bunga rosela merah dengan
konsentrasi 1000 ppm dengan menimbang 10 mg ekstrak kental/kering di masukann
ke dalam labu terukur kemudiann di larutkan dengan 10 ml etanol 96%, di kocok
hingga homogen.
b. Pembuatan larutan ekstrak kelopak bunga roela merah 20;30;40;50 dan 60 ppm. Dari
lautan induk fraksi etilasetat kelopak bunga rosela merah di pipet sebanyak
0,2;0,3;0,4;0,5 dan 0,6 ml masing-masing di masukan ke dalam labu terukur 10 ml,
ditam bahkan etanol 96% sampai tanda batas. Kemudian di kocok sampai homogen.
c. Pembuatan larutan baku induk DPPH konsentrasi 100 ppm di timbang 10 mg serbbuk
DPPH di masukan ke dalam labu terukur 100 ml, di tambahkan 100 ml etanol 96% di
kocok hingga homogen.
d. Pembuatan larutan baku kerja DPPH kosentrasi 40 ppm dari larutan baku DPPH
konsentrasi 100 ppm di pipet sebanyak 40 ml di masukan ke dalam labu terukur 100
ml dan di tambah etanol 96% smpai tanda batas. Kocok hingga homogen.
e. Penentuan panjang gelombang maksimum larutan baku DPPH 40 ppm. Larutan baku
DPPH 40 ppm di pipet sebanyak 4 ml di masukan ke dalam kuvet, lalu diamati
spektrum serapannya pada panjang gelobang 400 – 800 nm dengan spektofotometer
UV-Vis. Untuk larutan bllanko di gunakan 4 ml etanol 96%. Dari kurva serapan dapat
di bentuk panjang gelombang maksimum.
f. Pengukuran absorbansi DPPH, larutan DPPH 40 ppm di pipet sebanyak 2 ml di
masukan ke dalam tabung reaksi di tambah 2 ml etanol 96% kocok dan diamkan
selama 30 menit selanjutnya di masukan ke dalam kuvet, kemudian di amati dengan
spektrofotometer UV-Vis absorbansinya pada panjang geombang maksimum.
g. Pengukuran aktivitas peredaman radikal bebas, larutan DPPH 40 ppm di pipet
sebanyakkk 2 ml di masukan ke dalam tabung reaksi di tambah 2 ml larutan uji dari
masing-masing konsentrasi di kocok hingga homogen kemudian di damkan selama 30
menit. Setelah itu diamati absorbansinya pada panjang gelombang maksimum dengan
spektrofotometer UV-Vis secara bergantian pada ke enam konsentrasi. Absorbansi
masing-masing dicatat. Kemudian dari absorbansi tersebut dilakukan perhitungan
persentase peredaman dengan rumus :

Dari nilai persentase peredaman pada masing-masig konsentrasi selanjutya dibuat


kurva regresi, sehingga didapatkan persamaan y = bx+a dan di peroleh nilai IC50
dengan perhitungan secara regresi linier dimana konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai
absis (sumbu x ) dan nilai presentase peredaman sebagai ordinatnya (sumbu y). nilai
IC50 didapatkan dari perhitungan persen peredaman sebesar 50%.

4.6. Instrumen Penelitian

a. Alat
Timbangan analitik, oven, blender, kertas perkamen, vacuum rotary evaporator, kertas
saring, toples kaca, cawan porselin, beker glass, labu tentukur 100 ml, 50 ml, 20 ml, 5 ml,
pipet tetes tabung reaksi,corong pisah, kuvet, batang pengaduk, spektrofotometer Uv-Vis
double beam, gelas ukur, corong kaca, pipet volume10 ml, 1 ml, 2 ml, aluminium foil dan
plastic wrap, corong Buchner.

b. Bahan
Sampel yang digunkan dalam penelitian ini adalah Kelopak Bunga Rosella Merah,
sedangkan bahan kimia yang digunakan meliputi etilasetat, etanol 75% dan baku DPPH (2,2-
difenil-1-pikrilhidrazil).

4.7. Metode Analisis Data

Aktivitas perendaman radikal DPPH dihitung persentase peredaman dengan rumus:

Dari nilai persentase peredaman pada masing-masing kosentrasi, selanjutnya dibuat kurva
regresi, sehingga didapatkan persamaan y = bx + a dan akan diperoleh nilai IC 50 dengan
perhitungan secara regresi linear dimana konsentrasi ekstrak (ppm) sebagi absis (sumbu x) dan
nilai persentase peredaman sebagai ordinatnya (sumbu y). Nilai IC50 didapatkan dari perhitungan
persen peredaman sebesar 50%.
Selanjutnya dicari angka probit melalui tabel probit dan dibuat grafik dengan log konsentrasi
sebagai sumbu x terhadap persentase mortalitas dalam satuan probit sebagai sumbu y. Nilai LC50
merupakan konsentrasi dimana suatu zat menyebabkan kematian 50% yang diperoleh dengan
menggunakan persamaan regresi linier y = a + bx. Penentuan nilai LC50 menggunakan metode
anilasa probit SPSS 20.0. Suatu zat dikatakan aktif atau toksik bila nilai LC50 kurang dari 1000
ppm untuk ekstrak dan kurang dari 30 ppm untuk suatu senyawa.

KARYA TULIS ILMIAH

UJI EFEKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK ETIL ASETAT BUNGA


ROSELLA MERAH (Hibiscus sabdariffa L) DENGAN METODE DPPH
((1,1-Difenil-2-Pikrilhidrazil)

OLEH:

I Made Sandiyasa

172049

PROGRAM STUDI DIPLOMA TIGA FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAHAGANESHA

2020

Anda mungkin juga menyukai