PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Alam telah menjadi sumber agen medis selama seribu tahun dan obatobat modern yang sekarang ini banyak di isolasi dari alam baik berasal dari
tumbuhan ataupun hewan. Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
sudah banyak ditemukan di seluruh penjuru dunia. Tanaman obat kaya akan
metabolisme sekunder yang berpotensi sebagai sumber obat dan minyak essensial
dari pengobatan penting (Ravikumar, 2014)
Salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan sumber obat adalah Rhoeo
discolor. R. discolor atau yang lebih di kenal dengan sebutan daun adam hawa
merupakan tumbuhan yang sering dijadikan tanaman hias di pekarangan rumah,
halaman sekolah, dan pinggir jalan. Tumbuhan ini memiliki bangun daun seperti
pedang dengan ujung daun yang meruncing, permukaan daun bagian atas
berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya berwarna ungu. Rhoeo discolor
termasuk ke dalam suku Commelinaceae yang berasal dari Meksiko. Di negara
asalnya tumbuhan ini sudah dimanfaatkan sebagai tanaman obat, daunnya sering
di gunakan dalam infusan atau langsung di gunakan pada permukaan wajah untuk
mengobati alergi rinitis, superfisial mikosis, ulser, anti inflamasi dengan spektrum
luas, agen dermatologikal, dan juga untuk kanker (Garca-Varela et al, 2015).
Meskipun tumbuhan ini mudah ditemukan di Indonesia dan memiliki
khasiat yang beragam, pemanfaatan R. discolor dalam bidang kesehatan belum
optimal. Beberapa riset terbaru mengungkapkan bahwa tumbuhan berdaun
tunggal ini mempunyai aktivitas antibakteri pada ekstrak daunnya. Anggota famili
Commelinaceae, termasuk R. discolor sebelumnya sudah diselidiki sebagai
sumber antioksidan dan antimikroba untuk berbagai jenis mikroorganisme yang
penting bagi kesehatan manusia (Garca-Varela et al, 2015).
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman R. discolor
Tanaman R. discolor atau yang sering dikenal masyarakat tanaman nanas
kerang atau daun adam hawa adalah tanaman hias daun yang berasal dari Meksiko
bagian Selatan, Amerika Tengah dan Karibia atau Hindia Barat (D. F. Austin,
1996 1). Hal ini umumnya tumbuh di kebun, dan biasanya diketahui sebagai
tanaman Tradescantia ( Article, R., 2014 2).
Berdasarkan Taksonominya, Rhoeo discolor termasuk suku Commelinaceae
dengan keterangan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Subkingdom
: Tracheobionta
Super divisi
: Spermatophyta
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Liliopsida
Sub kelas
: Commelinidae
Ordo
: Commelinales
Famili
: Commelinaceae
Genus
: Rhoeo
Spesies
: Rhoeo discolor
permukaan atas gelap hijau atau hijau dengan garis-garis kuning pucat;
permukaan yang lebih rendah biasanya berwarna ungu. Bunga kecil, berwarna
putih, berkerumun dalam lipatan (berbentuk perahu) dengan panjang 3-4 cm. (D.
F. Austin, 1996)
2.2 Kandungan Kimia R. discolor
Berdasarkan penelitian dan publikasi ilmiah, kandungan senyawa kimia
pada R.
terpenoid, asam ferulik, asam klorogenik, asam vinilik, dan juga asam p-kumarat
serta komponen steroid (Garca-Varela et al, 20153). Khususnya senyawa yang
memiliki Aktivitas antimikroba tanaman ini ditunjukkan dengan adanya senyawa
flavonoid dan antosianin. Di samping itu, terdapat terpenoid dan saponin
ditemukan dalam jumlah sedikit yang diuji kromatografi dengan penampakan
spektrum menunjukkan bahwa fitokomposisi mempunyai aktivitas antibakteri
(Garca-Varela et al, 2015; Tan, J. B. L., 20154).
a. Antosianidin
Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum dikenal adalah
sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh
pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin,
sedangkan warna merah senduduk, lembayung, dan biru umumnya disebabkan
oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin
(Harborne, 19967). Daun Rhoeo diskolor memiliki kandungan senyawa
flavonoid jenis antosianidin, yang ditunjukkan dengan hasil kromatogram KLT
yang dihasilkan memiliki nilai Rf (retention factor) 0,09 (merah jingga); 0,36
(merah jingga); 0,71 (merah muda); dan 0,64 (kuning). Noda yang berwarna
merah pada kromatogram KLT menunjukan adanya senyawa antosianin (Sitorus,
2011).
Menurut penelitian sebelumnya dalam jurnal Antimicrobial Activity of Rhoeo
discolor Phenolic Rich Extracts Determined by Flow Cytometry dengan metode
peredaman radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan mereduksi besi
(III) atau ferric reducing power (FRP) serta aktivitas pengkhelat ion besi (II)
atau ferrous ion chelating (FIC) pada ekstrak daun Rhoeo discolor mengandung
senyawa fenolik yang termasuk antosianin (Garca-Varela et al, 2015). Senyawa
antosianin di ketahui sebagai antioksidan, merupakan senyawa kimia yang dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal
bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang
dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti
khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya
reaksi radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo,
19996).
b. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit,
banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang
umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).
Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin (Gunawan dan Mulyani, 20048).
c. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak
atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya
kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau
lebih unit C5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986: 3). Berdasarkan jumlah
atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi
hemiterpen, monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, dan seterusnya sampai
Obat
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71,
dikatakan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan banaiah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
manusia. Menurut Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang dapat
mempengaruhi jaringan biologi. Dalam WHO, obat didefinisikan
sebagai zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau psikis.
Adapun beberapa sediaan obat yaitu :
a. Sirup
basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut air. Dalam
pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif
menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor
yaitu khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.
(Anonim,1995)
f. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam
air. (Anonim,1995)
g. Gel
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Jika
massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium
Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan
sebagai magma. Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair
pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum
digunakan untuk menjamin homogenitas. Gel pada umumnya
memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat
berupa sediaan yang jernih atau buram dan hidroalkoholik
tergantung konstituennya.
2.3.2.
Kosmetik
Kosmetik sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala, di
Mesir 3000 tahun SM telah digunakan berbagai bahan alami untuk
kosmetik, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan.
Industri kosmetika didorong dengan
memperbanyak penggunaan
bahan baku herbal yang berasal dari Indonesia. Istilah kosmetik, yang
dalam bahasa Inggris cosmetics, berasal dari kata kosmein
(Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha
untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami
yang terdapat di lingkungan sekitar. Sekarang kosmetik dibuat tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk meningkatkan
kecantikan.
Definisi
kosmetik
dalam
Permenkes
RI
Nomor
penampakan,
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3. 1
3. 2
Analisis Data
Analisis dalam Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan analisis historis.
11
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
Ekstrak daun Rhoeo discolor menurut komponen kimia dan biologi yang
dapat memblokade kerusakan inisiasi DNA, menginaktivasi karsinogen yang
berkaitan degan aktivitas antimutagenik karena adanya kandungan senyawa fenol,
kumarin dan flavon (Bailey and Williams, 1993; Liu, 2004) serta mengandung
antioksidan. Antioksidan memiliki kinerja bervariasi satu dengan yang lainnya,
cara kerja tersebut meliputi mekanisme mencegah terbentuknya molekul radikal,
mereduksi molekul radikal sehingga tidak menjadi berbahaya, memperbaiki
kerusakan oksidatif, mengeliminasi molekul yang rusak, meningkatkan aktivitas
enzim detoksifikasi tahap ke 2 dan mencegah terjadinya mutasi. Berdasarkan
penelitian senyawa-senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat dan berpotensi
dalam produk obat dan kosmetik yaitu flavonoid, saponin, karotenoid, antosianin,
terpenoid ( Garca-Varela et al, 2015).
Rhoeo discolor memiliki TPC (Total Flavonoid Content) sebanding
dengan aktivitas antioksidan yang digunakan sebagai pengobatan terapi kanker
hati yang di uji secara in vitro pada tikus untuk mengurangi formasi hati
preneoplastic (Rosales-Reyes et all, 2007). Hal tersebut dinyatakan juga pada
jurnal Cancer cell specific cytotoxic effect of Rhoeo discolor extracts and solvent
fractions menggunakan metode HPLC-MS-TOF membuktikan tingginya
kandungan fenolik dalam ekstrak daun Rhoeo discolor (diekstrak dengan air,
metanol dan etanol) berpotensial pada kanker spesifik efek sitotoksik, yaitu
penghambatan proliferasi signifikan pada lini sel kanker (hingga 94,2% di HT-29,
92,9% di Hep-G2 dan 61,8% di PC-3 apoptosis induksi) dengan sedikit
membahayakan garis sel kontrol (tidak lebih tinggi dari 28,3% apoptosis induksi).
Secara khusus, senyawa ini dapat berfungsi dalam medis atau chemoprotective.
Hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan aktivitas antimikroba dari
komponen fenol Rhoeo discolor dapat melawan
12
sitoplasma. Ekstrak Rhoeo discolor dapat melemahkan bakteri gram positif dan
negatif dengan mekanisme fitokimia yang dapat memberikan efek antimikroba.
Kemungkinan beberapa mekanisme fitokimia yang dapat memberikan efek
antimikroba yaitu perubahan fisikokimia diantaranya struktur dari membran
plasma, bentuk pori, DNA girase, menghambat sintesis asam nukleat dan
toksisitas dari turunan hydrogen peroksida dari bakteri. Selain itu, dosis optimal
dari ekstrak dapat menghambat aktivitas antimikroba secara maksimal. Senyawa
polifenol diselidiki sebagai agen etiologi utama yang bertanggung jawab untuk
gigi berlubang dan plak gigi pada aktivitas biologi dari bakteri Streptococcus
mutans dengan mereduksi populasi sebesar 98,5% hingga eliminasi 99 % sebagai
aktivitas antimikroba. (Garca-Varela et al, 2015)
Disamping itu, ekstrak daun Rhoe discolor ditemukan lebih efektif pada
jamur Candida albicans, diketahui memiliki perbedaan komposisi dari dinding sel
pelindung fungi yang memiliki komponen utama glukosa, kitin dan gliko protein
(Garca-Varela et al, 2015), yaitu kemampuan dari flavonoid
mencegah
13
antiinflammatory (Hikino & Kiso cited Seigler, 1998). Menurut Katzung dalam
Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan
yang kuat yang berperan sebagai antimikrobia dengan mengganggu kestabilan
membrane sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena
saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air,
sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel microba. Oleh
karena itu, daun Rhoeo discolor memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dapat
dikembangkan menjadi obat komersial alami.
Di Amerika Serikat Rhoeo discolor telah populer digunakan sebagai
minuman. Minuman dari ekstrak daun Rhoeo discolor memiliki khasiat
antioksidan dan antibakteri. Proses pengolahannya dengan proses dekoktasi dan
infundasi seperti merebus teh. Ekstrak Rhoeo discolor dapat diaplikasikan sebagai
agen antiseptik di bidang pangan dan medis. Beberapa aplikasi dari ekstrak Rhoeo
discolor tersebut sebagai antibakteri dan antimikotik berpotensi untuk
dikembangkan menjadi beberapa produk kosmetik seperti mouth washes, pasta
gigi, sabun, sampo. Pengembangan formula sediaan diketahui efektivitas daya
antiseptik dari sediaan gel antiseptik ekstrak Rhoeo discolor belum dilakukan
penelitian lebih lanjut. Daya antiseptik suatu sediaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: kadar bahan aktif dan bahan-bahan yang terdapat dalam
formula sediaan.
Hal yang menarik bahwa senyawa utama daun Rhoeo discolor yaitu
senyawa polifenol yang tinggi mengandung antioksidan, sehingga dapat
berpotensi diformulasikan sediaan kosmetik semipadat. Seperti, krim atau lotion
yang biasanya digunakan pada kulit dan umumnya sediaan tersebut digunakan
sebagai pelindung dari sinar ultraviolet (UV) matahari. Sinar ultraviolet (UV)
sering disebut sebagai faktor penuaan dini atau premature aging. Saat ini berbagai
sediaan kosmetika perawatan kulit banyak mengandung senyawa antioksidan.
Karena mempunyai beberapa keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan,
lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air.
14
Kapasitas antioksidan dapat diukur dengan metode DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil). DPPH merupakan senyawa yang dapat membentuk radikal dan
elektron radikal tersebut akan memberikan serapan maksimal pada panjang
gelombang 517 nm dan akan berwarna ungu. Setelah elektron radikal mengikat
hidrogen dari suatu antioksidan menjadi keadaan tereduksi DPPH-H, akan
menyebabkan absortivitas molar dari senyawa DPPH turun dari 9660 menjadi
1640 dan warna larutan akan berubah menjadi kuning. Hasil perubahan warna
setara dengan banyaknya elektron yang ditangkap. Besarnya nilai dari aktivitas
antioksiadan suatu sampel dinyatakan setara dengan mikromol trolox (TE) per
100g sampel (Prakash dkk., 2013).
Dasar salep yang digunakan dasar salep o/w, memiliki keuntungan yaitu
dapat dicuci dengan air sehingga tidak meninggalkan kesan lengket yang tidak
disukai, lebih dapat diterima sebagai dasar sediaan kosmetika, dan umumnya
cocok untuk sediaan salep obat (Jenkins et al., 1957). Nilai rata-rata pH salep
dengan jenis o/w berada pada kisaran 4,25 -5,45. Nilai ini sesuai dengan pH kulit
sehingga cocok digunakan pada kulit.
15
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis studi pustaka dapat disimpulkan bahwa daun
adam hawa (Rhoeo discolor) mengandung metabolit sekunder flavonoid, saponin,
karotenoid, antosianin, terpenoid yang berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri,
antiseptik, ekspektoran dan inflamatory yang dapat diaplikasikan dalam bentuk
sediaan kosmetik seperti krim, lotion, gel dan salep yang memilki prospektif
dalam kewirausahaan di bidang kesehatan
5.2 Saran
Ekstrak daun Rhoeo discolor di Indonesia lebih dimanfaatkan dan dikembangkan
dengan petensi herbal yang tinggi untuk inovasi produksi obat dan kosmetik serta
dapat meningkatkan kewirausahaan dibidang kesehatan.
16