Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Alam telah menjadi sumber agen medis selama seribu tahun dan obatobat modern yang sekarang ini banyak di isolasi dari alam baik berasal dari
tumbuhan ataupun hewan. Tumbuhan yang dapat dimanfaatkan sebagai obat
sudah banyak ditemukan di seluruh penjuru dunia. Tanaman obat kaya akan
metabolisme sekunder yang berpotensi sebagai sumber obat dan minyak essensial
dari pengobatan penting (Ravikumar, 2014)
Salah satu tumbuhan yang bisa dijadikan sumber obat adalah Rhoeo
discolor. R. discolor atau yang lebih di kenal dengan sebutan daun adam hawa
merupakan tumbuhan yang sering dijadikan tanaman hias di pekarangan rumah,
halaman sekolah, dan pinggir jalan. Tumbuhan ini memiliki bangun daun seperti
pedang dengan ujung daun yang meruncing, permukaan daun bagian atas
berwarna hijau sedangkan bagian bawahnya berwarna ungu. Rhoeo discolor
termasuk ke dalam suku Commelinaceae yang berasal dari Meksiko. Di negara
asalnya tumbuhan ini sudah dimanfaatkan sebagai tanaman obat, daunnya sering
di gunakan dalam infusan atau langsung di gunakan pada permukaan wajah untuk
mengobati alergi rinitis, superfisial mikosis, ulser, anti inflamasi dengan spektrum
luas, agen dermatologikal, dan juga untuk kanker (Garca-Varela et al, 2015).
Meskipun tumbuhan ini mudah ditemukan di Indonesia dan memiliki
khasiat yang beragam, pemanfaatan R. discolor dalam bidang kesehatan belum
optimal. Beberapa riset terbaru mengungkapkan bahwa tumbuhan berdaun
tunggal ini mempunyai aktivitas antibakteri pada ekstrak daunnya. Anggota famili
Commelinaceae, termasuk R. discolor sebelumnya sudah diselidiki sebagai
sumber antioksidan dan antimikroba untuk berbagai jenis mikroorganisme yang
penting bagi kesehatan manusia (Garca-Varela et al, 2015).

Tanaman obat seperti R. discolor dapat dimanfaatkan sebagai obat dengan


bermacam-macam bentuk dan jenisnya dilihat dari senyawa dan zat kimia yang
terdapat di dalamnya. Keuntungan penting untuk efek terapeutik yang
menggunakan tanaman obat adalah keamanan, ekonomis, efektif dan mudah di
dapat. Lima puluh lebih dari klinik obat modern memproduksi dari alam dan
produk alam memainkan peran yang penting di program perkembangan obat di
industry farmasetika. sehingga melakukan inovasi pembuatan sediaan obat dari
alam merupakan langkah cerdas untuk mengembangkan obat yang berbasis herbal
agar sumber daya alam yang melimpah mampu mendukung untuk meningkatkan
taraf kesehatan masyarakat (Ravikumar, 2010).
Hal sederhana untuk mendukung gerakan back to nature bisa dilakukan
dengan memanfaatkan tanaman yang ada dilingkungan sekitar menjadi sebuah
produk kesehatan yang aman dan memberikan efek terapeutik yang maksimal.
Melihat adanya aktivitas antimikroba pada tumbuhan Rhoeo discolor maka
penyusun membuat karya tulis yang berjudul Studi Potensi Daun Adam Hawa
(Rhoeo discolor) dalam Inovasi Produksi Obat dan Kosmetik sebagai inovasi
dan kreativitas baru untuk memanfaatkan bahan alam di bidang kesehatan.
1. 2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, muncul beberapa ide dan gagasan
untuk memanfaatkan R. discolor dalam bidang kesehatan, antara lain:
a. Apakah tanaman R. discolor memiliki potensi yang cukup untuk dijadikan
sebagai bahan alternatif dalam formulasi obat dan kosmetik?
b. Apa formulasi yang cocok agar R. discolor dapat dimanfaatkan dalam bidang
kesehatan khususnya industri farmasi?
1. 3 Tujuan dan Manfaat
Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada
pihak-pihak terkait tentang metabolit sekunder, khasiat dari kandungan metabolit
sekunder dalam daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) dan potensi Adam Hawa
(Rheo discolor) dalam inovasi produksi obat dan kosmetik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman R. discolor
Tanaman R. discolor atau yang sering dikenal masyarakat tanaman nanas
kerang atau daun adam hawa adalah tanaman hias daun yang berasal dari Meksiko
bagian Selatan, Amerika Tengah dan Karibia atau Hindia Barat (D. F. Austin,
1996 1). Hal ini umumnya tumbuh di kebun, dan biasanya diketahui sebagai
tanaman Tradescantia ( Article, R., 2014 2).
Berdasarkan Taksonominya, Rhoeo discolor termasuk suku Commelinaceae
dengan keterangan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Subkingdom

: Tracheobionta

Super divisi

: Spermatophyta

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Sub kelas

: Commelinidae

Ordo

: Commelinales

Famili

: Commelinaceae

Genus

: Rhoeo

Spesies

: Rhoeo discolor

Gambar Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor)


Karakteristiknya yaitu tumbuhan herbal pendek, batang kekar hampir tersembunyi
erat dengan daun tumpang tindih. Cabang dari batang bawah berdaging,
membentuk rumpun. Daun menyebar-tegak, dalam pola spiral. Helaian daun luas
dan berbentuk linear, ujung daun tajam, mengandung lilin, kaku, agak berdaging,
panjang 15-30 cm (6-12 inci) dan lebar 2,5-8 cm (1-3 inci); warna daun di

permukaan atas gelap hijau atau hijau dengan garis-garis kuning pucat;
permukaan yang lebih rendah biasanya berwarna ungu. Bunga kecil, berwarna
putih, berkerumun dalam lipatan (berbentuk perahu) dengan panjang 3-4 cm. (D.
F. Austin, 1996)
2.2 Kandungan Kimia R. discolor
Berdasarkan penelitian dan publikasi ilmiah, kandungan senyawa kimia
pada R.

discolor, antara lain flavonoid, saponin, karotenoid, antosianin,

terpenoid, asam ferulik, asam klorogenik, asam vinilik, dan juga asam p-kumarat
serta komponen steroid (Garca-Varela et al, 20153). Khususnya senyawa yang
memiliki Aktivitas antimikroba tanaman ini ditunjukkan dengan adanya senyawa
flavonoid dan antosianin. Di samping itu, terdapat terpenoid dan saponin
ditemukan dalam jumlah sedikit yang diuji kromatografi dengan penampakan
spektrum menunjukkan bahwa fitokomposisi mempunyai aktivitas antibakteri
(Garca-Varela et al, 2015; Tan, J. B. L., 20154).
a. Antosianidin
Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin
dihidrolisis dengan asam. Antosianidin yang paling umum dikenal adalah
sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh
pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin,
sedangkan warna merah senduduk, lembayung, dan biru umumnya disebabkan
oleh delfinidin yang gugus hidroksilnya lebih satu dibandingkan sianidin
(Harborne, 19967). Daun Rhoeo diskolor memiliki kandungan senyawa
flavonoid jenis antosianidin, yang ditunjukkan dengan hasil kromatogram KLT
yang dihasilkan memiliki nilai Rf (retention factor) 0,09 (merah jingga); 0,36
(merah jingga); 0,71 (merah muda); dan 0,64 (kuning). Noda yang berwarna
merah pada kromatogram KLT menunjukan adanya senyawa antosianin (Sitorus,
2011).
Menurut penelitian sebelumnya dalam jurnal Antimicrobial Activity of Rhoeo
discolor Phenolic Rich Extracts Determined by Flow Cytometry dengan metode
peredaman radikal bebas DPPH (1,1-difenil-2-pikrilhidrazil) dan mereduksi besi

(III) atau ferric reducing power (FRP) serta aktivitas pengkhelat ion besi (II)
atau ferrous ion chelating (FIC) pada ekstrak daun Rhoeo discolor mengandung
senyawa fenolik yang termasuk antosianin (Garca-Varela et al, 2015). Senyawa
antosianin di ketahui sebagai antioksidan, merupakan senyawa kimia yang dapat
menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal
bebas tersebut dapat diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang
dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti
khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya
reaksi radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo,
19996).
b. Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun
serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisa sel darah merah. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit,
banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang
umum ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).
Keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal
dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin
merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan
bersifat racun bagi hewan berdarah dingin (Gunawan dan Mulyani, 20048).
c. Terpenoid
Terpenoid merupakan komponen yang biasa ditemukan dalam minyak
atsiri. Sebagian besar terpenoid mengandung atom karbon yang jumlahnya
kelipatan lima. Terpenoid mempunyai kerangka karbon yang terdiri dari dua atau
lebih unit C5 yang disebut unit isopren (Sjamsul, 1986: 3). Berdasarkan jumlah
atom C yang terdapat pada kerangkanya, terpenoid dapat dibagi menjadi
hemiterpen, monoterpen, seskuiterpen, diterpen, triterpen, dan seterusnya sampai

dengan politerpen dengan atom C lebih dari 40 (Nagegowda, 2010: 2965 9;


Dewick, 2009: 18710)
d. Karotenoid
Karotenoid adalah suatu kelompok pigmen yang berwarna kuning, orange,
atau merah orange yang ditemukan pada tumbuhan (Kar, Ashutosh., 2013).
Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya karotenoid dapat digolongkan dalam dua
kelompok pigmen yaitu karoten dan xantofil. Karoten mempunyai susunan
kimia yang hanya terdiri dari C dan H seperti -karoten, -karoten dan karoten. Sedangkan xantofil terdiri dari atom-atom C, H dan O. (Gama, 2005)
Karotenoid dapat meningkatkan sistem imun, perlindungan terhadap kanker dan
juga berfungsi sebagai antioksidan. (Suwandi, 199111). Karotenoid mempunyai
sifat sifat tidak larut dalam air, tetapi larut dalam lemak, mudah diisomerisasi
dan dioksidasi, menyerap cahaya, meredam oksigen singlet, memblok reaksi
radikal bebas sehingga melindungi jaringan dari kerusakan jaringan dan dapat
berikatan dengan permukaan hidrofobik. Karotenoid berada dalam lemak
bersama-sama dengan klorofil (Dutta, dkk., 200512; Rao dan Rao, 200713).
2.3 Obat dan Kosmetik
2.3.1.

Obat
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.193/Kab/B.VII/71,
dikatakan bahwa obat adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan
yang dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis,
mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit
atau gejala penyakit, luka atau kelainan banaiah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan
manusia. Menurut Batubara (2008), obat adalah zat kimia yang dapat
mempengaruhi jaringan biologi. Dalam WHO, obat didefinisikan
sebagai zat yang dapat mempengaruhi aktivitas fisik atau psikis.
Adapun beberapa sediaan obat yaitu :
a. Sirup

Sirup merupakan sediaan cair berupa larutan yang mengandung


sakarosa. Kecuali dinyatakan lain dengan kadar sukrosa C12H22O11
tidak kurang dari 64,0 % dan tidak lebih dari 66,0 %. (Anonim,
1979)
b. Solutio
Solutio (Larutan) adalah sediaan cair yang mengandung bahan
kimia terlarut. Kecuali dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan
air suling. (Anonim, 1979)
c. Suspensi
Suspensi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan
pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh cepat
mengembang, jika dikocok perlahan-lahan endapan harus segera
terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk
menjamin stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. (Anonim, 1979)
d. Emulsi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair
atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan
dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. Zat
pengemulsi terdiri dari gelatin, gom alkasia, tragakan, sabun,
surfaktan atau emuglator lain yang cocok. Emulsi sebaiknya
mengandung zat pengawet yang cocok. (Anonim, 1979)
e. Unguentum
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan
digunakan sebagai obat luar. Bahan obat harus larut atau
terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok. (Anonim,
1979)

Salep merupakan bentuk sediaan dengan konsistensi

semisolida mengandung bahan aktif yang dilarutkan atau


didispersikan dalam suatu pembawa. Pembawa atau basis salep
digolongkan dalam 4 tipe yaitu basis hidrokarbon, basis serap,

basis yang dapat dicuci dengan air, dan basis larut air. Dalam
pemilihan basis salep untuk memformulasi suatu bahan aktif
menjadi sediaan semisolida, harus dipertimbangkan faktor-faktor
yaitu khasiat yang diinginkan, sifat bahan obat yang dicampurkan,
ketersediaan hayati, Stabilitas dan ketahanan sediaan jadi.
(Anonim,1995)
f. Krim
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau
lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang
sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan
setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam
air. (Anonim,1995)
g. Gel
Gel merupakan sistem semipadat yang terdiri dari suspensi yang
dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik
yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan (Anonim, 1995). Jika
massa gel terdiri dari jaringan partikel kecil yang terpisah, gel
digolongkan sebagai sistem dua fase (misalnya Gel Aluminium
Hidroksida). Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase
terdispersi relatif besar, massa gel kadang-kadang dinyatakan
sebagai magma. Baik gel maupun magma dapat berupa
tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair
pada pengocokan. Sediaan harus dikocok dahulu sebelum
digunakan untuk menjamin homogenitas. Gel pada umumnya
memiliki karakteristik yaitu strukturnya yang kaku. Gel dapat
berupa sediaan yang jernih atau buram dan hidroalkoholik
tergantung konstituennya.

2.3.2.

Kosmetik
Kosmetik sudah dikenal orang sejak zaman dahulu kala, di
Mesir 3000 tahun SM telah digunakan berbagai bahan alami untuk
kosmetik, baik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan.
Industri kosmetika didorong dengan

memperbanyak penggunaan

bahan baku herbal yang berasal dari Indonesia. Istilah kosmetik, yang
dalam bahasa Inggris cosmetics, berasal dari kata kosmein
(Yunani) yang berarti berhias. Bahan yang dipakai dalam usaha
untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan-bahan alami
yang terdapat di lingkungan sekitar. Sekarang kosmetik dibuat tidak
hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk meningkatkan
kecantikan.
Definisi

kosmetik

dalam

Permenkes

RI

Nomor

445/MenKes/PerMenKes/1998 adalah sediaan atau paduan bahan


yang digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan
organ kelamin bagian luar) gigi dan rongga mulut untuk
membersihkan, menambah daya tarik, mengubah

penampakan,

melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan


tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit. Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang
berkhasiat, bahan aktif dan ditambah bahan tambahan lain seperti
bahan pewarna, bahan pewangi. Pada pencampuran bahan-bahan
tersebut harus memenuhi kaidah pembuatan kosmetik ditinjau dari
berbagai segi teknologi pembuatan kosmetik termasuk farmakologi,
farmasi, kimia teknik dan lainnya (Wasitaatmadja, 1997). Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI, kosmetik dibagi ke dalam 13
preparat, yaitu :
a. Preparat untuk bayi, misalnya minyak bayi, bedak bayi, dll.
b. Preparat untuk mandi, misalnya sabun mandi, bath capsule,
c. Preparat untuk mata, misalnya maskara, eye-shadow, dll.

d. Preparat wangi-wangian, misalnya parfum, toilet water, dll.


e. Preparat rambut, misalnya cat rambut, hair spray, dll.
f. Preparat pewarna rambut, misalnya cat rambut, dll.
g. Preparat make up (kecuali mata), misalnya bedak, lipstik,
h. Preparat untuk kebersihan mulut, misalnya pasta gigi,
mouth washes, dll.
i. Preparat untuk kebersihan badan, misalnya deodorant, dll.
j. Preparat kuku, misalnya cat kuku, lotion kuku, dll.
k. Preparat perawatan kulit, misalnya pembersih, pelembab,
pelindung, dll.
l. Preparat cukur, misalnya sabun cukur, dll.
m. Preparat untuk suntan dan sunscreen, misalnya sunscreen
foundation, dll.

10

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3. 1

Teknik Pengumpulan Data


Metode yang digunakan oleh penyusun dalam pengumpulan data pada

penelitian ini adalah metode studi kepustakaan (library research). Dengan


demikian data-data penelitan tersebut adalah data yang berasal dari buku, jurnal,
dokumen, artikel dan lain-lain.
Dalam proses pengumpulan data penelitian, melakukan beberapa tahapan sebagai
berikut:
a. Tahap Pertama
Pada tahap pertama penyusun mengumpulkan semua data berasal dari berbagai
kepustakaan
b. Tahap Kedua
Pada tahap ini, penyusun melakukan pemilihan terhadap data-data yang telah
terkumpul dan disesuaikan berdasarkan rumusan masalah.
c. Tahap Ketiga
Pada tahap ini penyusun melakukan pengklasifikasian data menjadi tiga (3)
kelompok data, yaitu :

Berdasarkan kandungan metabolit sekunder dalam daun R. discolor

Berdasarkan khasiat dari kandungan metabolit sekunder dalam daun R.


discolor

3. 2

Analisis Data
Analisis dalam Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan analisis historis.

Dengan analisis ini dapat diketahui serangkaian informasi terkait dengan


kandungan metabolit sekunder, khasiat dan potensi inovasi produk obat dan
kosmetik dari daun R. discolor.

11

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
Ekstrak daun Rhoeo discolor menurut komponen kimia dan biologi yang
dapat memblokade kerusakan inisiasi DNA, menginaktivasi karsinogen yang
berkaitan degan aktivitas antimutagenik karena adanya kandungan senyawa fenol,
kumarin dan flavon (Bailey and Williams, 1993; Liu, 2004) serta mengandung
antioksidan. Antioksidan memiliki kinerja bervariasi satu dengan yang lainnya,
cara kerja tersebut meliputi mekanisme mencegah terbentuknya molekul radikal,
mereduksi molekul radikal sehingga tidak menjadi berbahaya, memperbaiki
kerusakan oksidatif, mengeliminasi molekul yang rusak, meningkatkan aktivitas
enzim detoksifikasi tahap ke 2 dan mencegah terjadinya mutasi. Berdasarkan
penelitian senyawa-senyawa metabolit sekunder yang berkhasiat dan berpotensi
dalam produk obat dan kosmetik yaitu flavonoid, saponin, karotenoid, antosianin,
terpenoid ( Garca-Varela et al, 2015).
Rhoeo discolor memiliki TPC (Total Flavonoid Content) sebanding
dengan aktivitas antioksidan yang digunakan sebagai pengobatan terapi kanker
hati yang di uji secara in vitro pada tikus untuk mengurangi formasi hati
preneoplastic (Rosales-Reyes et all, 2007). Hal tersebut dinyatakan juga pada
jurnal Cancer cell specific cytotoxic effect of Rhoeo discolor extracts and solvent
fractions menggunakan metode HPLC-MS-TOF membuktikan tingginya
kandungan fenolik dalam ekstrak daun Rhoeo discolor (diekstrak dengan air,
metanol dan etanol) berpotensial pada kanker spesifik efek sitotoksik, yaitu
penghambatan proliferasi signifikan pada lini sel kanker (hingga 94,2% di HT-29,
92,9% di Hep-G2 dan 61,8% di PC-3 apoptosis induksi) dengan sedikit
membahayakan garis sel kontrol (tidak lebih tinggi dari 28,3% apoptosis induksi).
Secara khusus, senyawa ini dapat berfungsi dalam medis atau chemoprotective.
Hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan aktivitas antimikroba dari
komponen fenol Rhoeo discolor dapat melawan

E. Coli dan L. Innocua,

komponen fenol spesifik seperti antosianin dapat mempengaruhi kebanyakan


bakteri gram positif dan negatif dengan merusak dinding sel dan membran

12

sitoplasma. Ekstrak Rhoeo discolor dapat melemahkan bakteri gram positif dan
negatif dengan mekanisme fitokimia yang dapat memberikan efek antimikroba.
Kemungkinan beberapa mekanisme fitokimia yang dapat memberikan efek
antimikroba yaitu perubahan fisikokimia diantaranya struktur dari membran
plasma, bentuk pori, DNA girase, menghambat sintesis asam nukleat dan
toksisitas dari turunan hydrogen peroksida dari bakteri. Selain itu, dosis optimal
dari ekstrak dapat menghambat aktivitas antimikroba secara maksimal. Senyawa
polifenol diselidiki sebagai agen etiologi utama yang bertanggung jawab untuk
gigi berlubang dan plak gigi pada aktivitas biologi dari bakteri Streptococcus
mutans dengan mereduksi populasi sebesar 98,5% hingga eliminasi 99 % sebagai
aktivitas antimikroba. (Garca-Varela et al, 2015)
Disamping itu, ekstrak daun Rhoe discolor ditemukan lebih efektif pada
jamur Candida albicans, diketahui memiliki perbedaan komposisi dari dinding sel
pelindung fungi yang memiliki komponen utama glukosa, kitin dan gliko protein
(Garca-Varela et al, 2015), yaitu kemampuan dari flavonoid

mencegah

perkecambahan spora dari tanaman jamur patogen. C. albicans merupakan jamur


yang paling banyak menyebabkan infeksi pada manusia. Infeksinya biasanya
bersifat lokal seperti infeksi oral dan vaginal (Brooks et al, 200419). Sehingga
potensi bioaktif ekstrak daun Rhoeo discolor bukan hanya dapat digunakan
sebagai terapetik tetapi juga sebagai preventif.
Karotenoid termasuk dalam tetraterpenoid, suatu senyawa rantai panjang
dengan 40 atom karbon, yang dibentuk dari empat unit terpena (masing-masing
terdiri dari 10 atom karbon). Dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh GarcaVarela et al, 2015 bahwa ditemukan terpenoid seperti saponin dalam jumlah kecil
yang terdeteksi pada spektrum kromatografi. Tetraterpenoid secara signifikan
dapat mendorong aktivitas sel-sel imun, perlindungan terhadap kanker dan juga
berfungsi sebagai antioksidan (Kar, Ashutosh., 2013) Berbagai penelitian telah
menemukan bahwa saponin dapat memberikan efek antitussives dan expectorants
(Eccles & Weber, 2009). Efek tersebut membantu menyembuhkan batuk. Saponin
yang memiliki sifat antiinflammatory juga telah terbukti efektif untuk
menyembuhkan edema (respon inflammatory) pada tikus dan memiliki aktivitas

13

antiinflammatory (Hikino & Kiso cited Seigler, 1998). Menurut Katzung dalam
Hartini (2012) saponin merupakan senyawa yang memiliki tegangan permukaan
yang kuat yang berperan sebagai antimikrobia dengan mengganggu kestabilan
membrane sel bakteri yang menyebabkan lisis sel. Hal ini disebabkan karena
saponin yang merupakan senyawa semipolar dapat larut dalam lipid dan air,
sehingga senyawa ini akan terkonsentrasi dalam membrane sel microba. Oleh
karena itu, daun Rhoeo discolor memiliki potensi untuk dimanfaatkan dan dapat
dikembangkan menjadi obat komersial alami.
Di Amerika Serikat Rhoeo discolor telah populer digunakan sebagai
minuman. Minuman dari ekstrak daun Rhoeo discolor memiliki khasiat
antioksidan dan antibakteri. Proses pengolahannya dengan proses dekoktasi dan
infundasi seperti merebus teh. Ekstrak Rhoeo discolor dapat diaplikasikan sebagai
agen antiseptik di bidang pangan dan medis. Beberapa aplikasi dari ekstrak Rhoeo
discolor tersebut sebagai antibakteri dan antimikotik berpotensi untuk
dikembangkan menjadi beberapa produk kosmetik seperti mouth washes, pasta
gigi, sabun, sampo. Pengembangan formula sediaan diketahui efektivitas daya
antiseptik dari sediaan gel antiseptik ekstrak Rhoeo discolor belum dilakukan
penelitian lebih lanjut. Daya antiseptik suatu sediaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain: kadar bahan aktif dan bahan-bahan yang terdapat dalam
formula sediaan.
Hal yang menarik bahwa senyawa utama daun Rhoeo discolor yaitu
senyawa polifenol yang tinggi mengandung antioksidan, sehingga dapat
berpotensi diformulasikan sediaan kosmetik semipadat. Seperti, krim atau lotion
yang biasanya digunakan pada kulit dan umumnya sediaan tersebut digunakan
sebagai pelindung dari sinar ultraviolet (UV) matahari. Sinar ultraviolet (UV)
sering disebut sebagai faktor penuaan dini atau premature aging. Saat ini berbagai
sediaan kosmetika perawatan kulit banyak mengandung senyawa antioksidan.
Karena mempunyai beberapa keuntungan diantaranya lebih mudah diaplikasikan,
lebih nyaman digunakan pada wajah, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air.

14

Kapasitas antioksidan dapat diukur dengan metode DPPH (2,2-difenil-1pikrilhidrazil). DPPH merupakan senyawa yang dapat membentuk radikal dan
elektron radikal tersebut akan memberikan serapan maksimal pada panjang
gelombang 517 nm dan akan berwarna ungu. Setelah elektron radikal mengikat
hidrogen dari suatu antioksidan menjadi keadaan tereduksi DPPH-H, akan
menyebabkan absortivitas molar dari senyawa DPPH turun dari 9660 menjadi
1640 dan warna larutan akan berubah menjadi kuning. Hasil perubahan warna
setara dengan banyaknya elektron yang ditangkap. Besarnya nilai dari aktivitas
antioksiadan suatu sampel dinyatakan setara dengan mikromol trolox (TE) per
100g sampel (Prakash dkk., 2013).
Dasar salep yang digunakan dasar salep o/w, memiliki keuntungan yaitu
dapat dicuci dengan air sehingga tidak meninggalkan kesan lengket yang tidak
disukai, lebih dapat diterima sebagai dasar sediaan kosmetika, dan umumnya
cocok untuk sediaan salep obat (Jenkins et al., 1957). Nilai rata-rata pH salep
dengan jenis o/w berada pada kisaran 4,25 -5,45. Nilai ini sesuai dengan pH kulit
sehingga cocok digunakan pada kulit.

15

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis studi pustaka dapat disimpulkan bahwa daun
adam hawa (Rhoeo discolor) mengandung metabolit sekunder flavonoid, saponin,
karotenoid, antosianin, terpenoid yang berkhasiat sebagai antioksidan, antibakteri,
antiseptik, ekspektoran dan inflamatory yang dapat diaplikasikan dalam bentuk
sediaan kosmetik seperti krim, lotion, gel dan salep yang memilki prospektif
dalam kewirausahaan di bidang kesehatan
5.2 Saran
Ekstrak daun Rhoeo discolor di Indonesia lebih dimanfaatkan dan dikembangkan
dengan petensi herbal yang tinggi untuk inovasi produksi obat dan kosmetik serta
dapat meningkatkan kewirausahaan dibidang kesehatan.

16

Anda mungkin juga menyukai