Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH BIOSINTESIS PROTEIN

Dosen Pengampu :
1. Dr. Sandra Hermanto, M.Si.

KELOMPOK 2:
DITA DWI AFIFAH (11170960000047)
FIKRI HAIKAL PRASETYO (11170960000050)
AMALLIA DAINAH (11170960000051)
WINDI NURMALASARI (11170960000059)
FIRDA KHAIRUNNISA (11170960000063)
MUHAMMAD IHSAN M (11170960000063)
NADYA USWATUN H (11170960000067)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2020
1) Pengertian Protein
Protein berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos, berarti yang pertama atau terpenting.
Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan
peptida. Asam amino yang satu dengan yang lainnya dihubungkan dengan suatu ikatan
peptida. Ikatan peptida ini akan terwujud apabila gugusan karboksil dari asam amino yang
satu bergabung dengan gugusan amino dari asam amino yang lain.

a. DNA (deoxiribosa nucleat acid)

DNA ialah suatu asam nukleat yang menyimpan semua informasi biologis yang unik
dari setiap mahluk hidup dan beberapa virus. DNA merupakan singkatan dari
Deoxyribonucleic acid atau dalam Bahasa Indonesia disebut juga asam deoksiribonukleat.
Struktur kimianya berupa makromolekul kompleks yang terdiri dari 3 macam molekul yaitu:

1. Gula pentose
2. Asam fosfat
3. Basa nitrogen
Peran utama molekul DNA yaitu penyimpan jangka panjang informasi. Merupakan
molekul hidup karena dapat melakukan proses penggandaan diri (replikasi) dan berdasarkan
dari proses inilah proses pembentukan protein dapat terjadi. DNA merupakan struktur yang
berbentuk rantai yang panjang tersusun atas pensenyawaan phosphat, gula ribosa dan basa
nitrogen, DNA terdiri atas dua rantai yang saling berpilin, sering dingkat dengan sebutan
berpilin ganda (double helix).

DNA berperan dalam pembentukan RNA yang memiliki struktur rantai yang lebih
pendek dan tunggal. Baik DNA maupun RNA memiliki 2 (dua) pasangan basa nitrogen, yaitu
: Basa Purin dan Basa Pirimidin. Pada DNA basa purin dan pirimidin terdiri atas :

1. Basa Purin, terdiri atas Adenin (A) dan Guanin (G),


2. Basa Pirimidin, terdiri atas Timin (T) dan Sitosin (C)
Fungsi DNA secara umum yaitu untuk menyimpan dan menentukan karakteristik
biologis pada mahluk hidup yang sesuai dengan pengaturan yang sangat spesifik. DNA juga
berfungsi untuk mensintesis protein seluler dan pembentukan molekul RNA. Fungsi lainnya
yaitu:

1. Sebagai pembawa informasi genetik DNA.


2. Membuat atau mensintesis protein.
3. Sebagai ekspresi informasi genetic.
4. Pengarah sintesis RNA pada sebuah proses kimia atau transkripsi.

Struktur DNA adalah heliks ganda yang tersusun dari dua utas polinukleotida yang
saling terhubung oleh ikatan hydrogen yang lemah. Ikatan hydrogen tersebut terbentuk antara
dua basa nitrogen, purin dan pirimidin yang saling berpasangan. Basa nitrogen terhubung ke
suatu gula deoksiribosa pada rantai DNA. Gula ribose yaitu gula dengan 5 atom karbon,
dimana pada atom karbono nomor 2 kehilangan atom oksigennya.

Rantai DNA merupakan rantai yang berbentuk panjang serta berpilin ganda, pada
rantai tersebut terdapat ikatan Nukleotida dan Nukleosida. Perbedaan antara keduanya adalah
pada gugus phosphat yang tidak terdapat pada Nukleosida. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat
dari gambar ilustrasi berikut :

Sehingga, Nukleotida terdiri atas rangkaian struktur phosphat sebagai “rangka” DNA yang
berikatan dengan struktur Gula Ribosa dan selanjutnya mengikat salah satu basa nitrogen,
purin ataupun pirimidin. Sedangkan Nukleosida terdiri atas ikatan Gula Ribosa dan Salah
satu Basa Nitrogen, purin ataupun pirimidin.
b. RNA (Ribosa Nucleat Acid)
Dalam rangkaian pembentukan Protein melalui proses penterjemahan kode, setelah
pemotusan atau pemotongan rantai DNA maka langkah selanjutnya adalah proses
penterjemahan yang dilakukan oleh RNA atau ribosa nucleat acid.
Asam ribonukleat atau RNA adalah asam nukleat beruntai tunggal yang tersusun atas
monomer – monomer nukleotida dengan gula ribose. RNA merupakan polimer yang disebut
polinukleotida. Polinukleotida tersusun atas monomer – monomer yang disebut nukleotida.
Molekul RNA mempunyai bentuk yang berbeda dengan DNA. RNA memiliki bentuk
pita tunggal dan tidak berpilin. Tiap pita RNA merupakan polinukleotida yang tersusun atas
banyak ribonukleotida. Tiap ribonukleotida tersusun atas gula ribose, basa nitrogen dan asam
fosfat. RNA adalah Asam nukleat yang terbentuk dari proses penterjemahan rantai sense
DNA, memiliki struktur rantai yang lebih pendek daripada DNA karena hanya memuat 3
kode triplet pada tiap rangkaian rantainya. Rantainya juga tidak berstruktur ganda, hanya
berstruktur tunggal. Sama-sama memiliki 2 pasangan basa yaitu basa purin dan basa
pirimidin, hanya terdapat perbedaan pada salah satu jenis basa pirimidinnya. Pasangan Basa
pada Rantai RNA antara lain :
1. Basa Purin, terdiri atas Adenin (A) dan Guanin (G)
2. Basa Pirimidin, terdiri atas Urasil (U) dan Sitosin (C)
Jenis – jenis RNA :
A. RNA GENETIK

RNA genetic hanya dimiliki oleh organisme tertentu yang tidak memiliki DNA,
misalnya virus. Fungsi RNA genetic sama dengan DNA, yaitu sebagai pewaris sifat dan
mampu menyintesis protein. RNA genetic memiliki dua fungsi, yaitu merupakan molekul
genetic yang secara keseluruhan bertanggung jawab dalam membawa segala materi
genetis, seperti yang dimiliki DNA. Selain sebagai materi genetic, RNA juga mengatur
aktivitas sel.

B. RNA NON-GENETIK

RNA non genetic terdapat dalam mikroorganisme yang memiliki DNA sebagai
pewaris sifat. Fungsi RNA non genetic tidak sama dengan fungsi RNA. RNA non genetic
merupakan RNA yang tidak berperan sebagai DNA. Ada 3 macam RNA nongenetik,
yaitu:

1. Messenger RNA (mRNA)


mRNA disebut juga RNA duta (RNA d) atau RNA kurir. mRNA merupakan
RNA terpanjang yang berbentuk pita tunggal. Fungsi mRNA adalah sebgai pola
cetakan pembentuk polinukleotida atau protein. mRNA juga disebut dengan
istilah kodon karena fungsinya sebagai pembawa kode – kode genetic dari DNA
ke ribosom.
2. Transfer RNA (tRNA)
Merupakan RNA terpendek dan berperan sebagai penerjemah kodon yang
dibawa oleh mRNA. Fungsi lain dari tRNA adalah membawa asam – asam amino
ke ribosom untuk disusun menjadi protein. Bagian tRNA yang dapat
berhubungan dengan kodon yang dibawa oleh mRNA disebut anticodon. Kodon
adalah Kode Triplet yang spesifik untuk membentuk asam amino. Dalam kodon
terdapat Start kodon dan Stop kodon.
3. Ribosom RNA (rRNA)
Merupakan RNA dengan jumlah terbanyak. Strukturnya berupa pita tunggal
yang tidak bercabang dan fleksibel. rRNA diduga mempunyai fungsi menyususn
ribosom dalam proses sintesis protein.

Kodon adalah Kode Triplet yang spesifik untuk membentuk asam


amino. Dalam kodon terdapat Start kodon dan Stop kodon.

Berikut ini adalah ambaran Kodon dan pasangannya yang membawa asam amino
Fungsi RNA
1. Perantara antara DNA dan protein dalam proses ekspresi genetik. RNA diproduksi
sebagai salinan kode urutan basa nitrogen DNA dalam proses transkripsi. Kode
urutan basa ini tersusun dalam bentuk triplet, yaitu tiga urutan basa N.
2. Sebagai molekul genetic yang secara keseluruhan bertanggung jawab dalam
membawa segala materi genetis.
3. Bagi virus, RNA merupakan bahan gentik dan berfungsi sebagai penyimpan
informasi genetik.
4. RNA berfungsi sebagai enzim (ribozim) yang dapat mengkalis formasi RNA nya
sendiri atau molekul RNA lain.
2) Mekanisme Sintesis Protein

Selama masa pertumbuhan, sintesis lebih banyak daripada pemecahan, sedangkan


pada kondisi tertentu seperti kelaparan, kanker, dan trauma pemecahan lebih besar daripada
sintesis. Sintesis protein diregulasi oleh insulin, sedangkan katabolisme diregulasi oleh
glukokortikoid. Pada tingkat selular, transkripsi DNA menjadi RNA pembawa pesan
(mRNA) menghasilkan cetakan untuk sintesis protein di ribosom. (Barasi,2009)
Sintesis protein berlangsung lebih cepat setelah makan daripada dalam kondisi puasa
karena suplai asam aminonya lebih banyak. Rata-rata jumlah energi yang digunakan untuk
sintesis protein adalah 12% dari laju metabolisme basal. Beberapa asam amino digunakan
untuk sintesis molekul-molekul lain, seperti arginin, glisin, tirosin, triptofan, histidin, lisin,
metionin, glutamin, dan sistein, glutamate serta glisin. Molekul tersebut mengatur fungsi
vital dalam tubuh dan merupakan bagian yang cukup besar dalam pertukaran asam amino
spesifik setiap hari. (Barasi,2009)
Asam amino digunakan untuk sintesis protein atau glukoneogenesis di dalam hati
sehingga menghasilkan glukosa yang disebut dengan glukogenik. Asam ketogenik (termasuk
lisin dan leusin) menghasilkan asam asetoasetat dan akhirnya menghasilkan asetil KoA.
Beberapa asam amino mungkin bersifat glukogenik sekaligus ketogenik, termasuk triptofan,
metionin, sistein, fenilalanin, tirosin, dan isoleusin. (Barasi,2009)
Didalam tubuh tidak ada persediaan besar asam amino. Kelebihan asam amino dalam
tubuh menyebabkan terjadinya deaminase. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa-sisa
ikatan karbon akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Deaminase atau
melepaskan gugus amino (NH2) dari asam amino akan menghasilkan sisa berupa amonia
dalam sel. Amonia yang bersifat racun akan masuk ke dalam peredaran darah dan dibawa ke
hati.(Sunita,2001)

Gen merupakan bagian dari DNA, dan merupakan urutan nukleotida tertentu pada
DNA yang mengkode protein tertentu. Selain itu, gen berfungsi sebagai pembawa sifat
keturunan dari orang tua ke keturunannya. Dengan demikian, kita ketahui bahwa protein
adalah ekspresi dari gen, protein yang berbeda tentu diekspresikan oleh gen yang
berbeda pula. Jumlah nitrogen dari protein yang diserap dan yang diekskresikan
jumlahnya harus seimbang.
Gen sebagai cetakan menghasilkan mRNA, sedangkan proses sintesis mRNA
dengan DNA (gen) sebagai cetakannya disebut sebagai proses Transkripsi. Selanjutnya
mRNA berfungsi sebagai cetakan yang hasil cetakannya disebut sebagai protein. Proses
sintesis protein dengan mRNA sebagai cetakannya disebut sebagai proses
Perlu Anda ketahui bahwa tidak semua gen pada DNA dapat menjadi protein. Gen
yang dapat ditranskripsikan dan kemudian ditranslasikan sampai menjadi protein adalah
Gen kelas II. Sedang 2 gen yang lain yaitu Gen Kelas I dan III hanya ditranskripsikan. Gen
kelas I ditranskripsikan menjadi rRNA yang merupakan penyusun ribosom dan terletak
pada permukaan RE kasar dan berfungsi sebagai tempat sintesis protein. Gen kelas III
ditranskripsikan menjadi tRNA yang berada pada sitoplasma yang berfungsi untuk
mentransfer asam amino yang ada di sitoplasma menuju Ribosom sebagai tempat
translasi.

Dogma sintesis protein


(J.M. Berrg, J. L. Tymoczko n.d.)
1. Sintesis protein pada sel eukaryot
Gen merupakan urutan nukleotida tertentu yang terdapat pada DNA, dan DNA
berada di dalam inti sel. Pada sel eukaryot satu gen terdiri dari satu promoter yang disebut
dengan monosistronik. Ini berbeda dengan bakteri, di mana banyak gen dengan
hanya satu promoter (polisistronik).
Proses sintesis protein pada sel eukaryot contohnya dapat kita lihat pada diri kita
sebagai manusia melalui beberapa tahapan yaitu: 1) transkripsi gen kelas II akan
menghasilkan mRNA yang terjadi di dalam inti sel. Proses transkripsi terjadi dalam2
tahap: tahap pertama dihasilkan mRNA yang belum masak, ukurannya panjang.
Kemudian dilanjutkan ke tahap kedua transkripsi akhir yang menghasilkan mRNA masak
yang ukurannya lebih pendek. mRNA masak hasil transkripsi akhir dikeluarkan dari dalam
inti sel melalui pori-pori membran inti sel menuju pada ribosom.

Proses Sintesis Protein Pada Sel Eukaryot


(Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts
2008)
Ribosom berada pada permukaan membran retikulum endoplasma kasar, dan
ribosom penyusunnya adalah rRNA. Pada Ribosom terjadilah proses translasi yang
membutuhkan tRNA, hasil dari translasi tersebut adalah protein, namun protein belum
dapat berfungsi. Setelah proses translasi selesai akan menghasilkan protein yang belum
dapat digunakan, karena hanya merupakan rangkaian asam amino belaka dan belum
sempurna.
Penyempurnaan protein setelah proses translasi terjadi pada badan golgi. Proses
penyempurnaan yang terjadi di badan golgi adalah proses folding (melipat-lipat
membentuk struktur yang globuler), asetilasi (penambahan gugus asetil), metilasi
(penambahan gugus metil), karbosilasi (penambahan gugus karboksil). Setelah protein
sempurna, ia akan disimpan pada lysosom dan siap untuk digunakan. Bila digunakan di
luar sel, maka akan disekresikan ke luar sel.
a. Transkripsi
Transkripsi adalah proses sintesis RNA dengan DNA sebagai cetakannya. Apabila
transkripsi terjadi pada gen kelas II maka berlangsung di dalam inti sel dan menghasilkan
mRNA. Proses transkripsi tentu harus diawali dengan ketersediaan cetakan DNA.
Cetakan akan tersedia diawali dengan terjadinya denaturasi. Anda perlu ingat bahwa
tidak semua gen pada DNA akan mengalami denaturasi, hanya gen tertentu yang akan
ditranskripsikan. Proses denaturasi dalam sel kita terjadi dengan adanya enzym Gyrase
yang akan memotong ikatan hidrogen, sehingga DNA tersebut akan menjadi 2 strand yang
terpisah, dan masing- masing strand akan menjadi cetakan.
Transkripsi Dengan DNA Sebagai Cetakannya
(Bruce Alberts, Alexander Johnson, Julian Lewis, Martin Raff, Keith Roberts
2008)

Pasangan basa pada DNA dan Basa Pada RNA (A-U, T-A, G-C, C-G) (Hartl &
Jones 2001)

Proses transkripsi awal menghasilkan mRNA immatur, yang ukurannya panjang,


karena semua bagian gen truktural (Intron dan Exon) ditranskripsikan. Sedangkan
transkripsi akhir akan terjadi pemotongan pada mRNA immatur pada bagian yang
diekspresikan oleh bagian Intron dari gen struktural, sehingga dihasilkanlah mRNA matur
yang ukurannya lebih pendek.

Gambar 5.4. Bagian-bagian dari Gen dan Transkripsi Pada Sel Eukaryot

: RNA polimerase
P : Promoter
I : Intron
E : Exon
T : Terminator
Proses transkripsi terjadi melalui 3 (tiga) tahapan, yaitu: 1) inisiasi transkripsi atau
pengawalan, 2) elongasi transkripsi atau pemanjangan, 3) terminasi transkripsi atau
pengakhiran. Inisiasi transkripsi adalah awal mulainya transkripsi, di mana protein
regulator dan RNA polymerase mulai menempel pada promoter dari gen yang merupakan
bagian dari DNA. Inisiasi transkripsi mulai dari ujung 5’ ke arah 3’.
Pada proses transkripsi, selain dibutuhkan enzym RNA polimerase, juga dibutuhkan
subtrat dari enzym tersebut. Subtratnya adalah ribonukleotida yaitu nukleotida yang
komponen gula pentosanya adalah ribosa, yang biasanya sering diberi nama NTP
(nukleotida trifosfat) yaitu nukleotida dengan tiga gugus fosfat.
Macam-macam NTP adalah (1) GTP (Guanosin trifosfat), (2) CTP (Citosin
trifosfat),(3) UTP (....trifosfat), (4) ATP (Adenosin trifosfat). Enzym RNA polimeraselah
yang menentukan kapan proses transkripsi dimulai dan kapan pula transkripsi harus
berakhir.
Elongasi transkripsi: setelah inisiasi transkripsi selesai maka dilanjutkan dengan
proses elongasi transkripsi. Setelah Enzym RNA polimerase bergerak, sampai gen
struktural diikuti dengan menempelnya ribonukleotida bebas (gugus fosfat yang terletak
pada atom C5 dari gula ribosa) pada gugus OH yang terletak pada atom C3 dari
ribonukleotida pada molekul RNA yang sedang tumbuh (hasil dari inisiasi transkripsi).
Setelah RNA polimerase sampai pada urutan nukleotida tertentu yang disebut
terminator maka proses penambahan ribonukleotida akan berhenti, yang disebut sebagai
terminasi transkripsi. Transkripsi awal telah selesai yang menghasilkan mRNA immatur.
Kemudian dilanjutkan dengan proses pemotongan mRNA immatur pada sekuens yang
diekspresikan oleh bagian intron. Akhirnya mRNA menjadi lebih pendek, disebut sebagai
mRNA matur. mRNA matur kemudian dikeluarkan dari dalam inti sel melalui pori-pori
membran inti menuju pada ribosom yang terletak pada membran RE kasar.
b. Translasi
Tranlasi adalah proses sintesis protein dengan mRNA sebagai cetakannya. Proses
translasi ini memerlukan (1) mRNA, (2) ribosom, (3) tRNA dan (4) asam amino. Proses
translasi terjadi pada ribosom yang terletak pada permukaan retikulum endoplasma kasar
(RE kasar). Proses tranlasi dibantu oleh tRNA yang letaknya di dalam sitoplasma. tRNA
berfungsi untuk mentransfer asam amino dari sitoplasma ke ribosom. Asam amino yang
ada pada sitoplasma setiap sel berasal dari makanan atau minuman yang bentuknya protein.
Dalam proses penguraian menjadi asam-asam amino yang dibawa oleh darah dan
diedarkan pada setiap sel yang membutuhkan. Asam amino akhirnya sampailah pada
sitoplasma yang merupakan bahan untuk sintesis protein.
Urutan nukleotida yang terdapat pada mRNA hanyalah kode, artinya bahwa setiap
3 basa pada mRNA mengkode satu asam amino yang disebut sebagai kodon. Jadi kodon
adalah setiap tiga basa pada mRNA yang mengkode satu macam asam amino yang
daftarnya dapat dilihat pada daftar treeplet kodon.
Setiap asam amino bisa memiliki kodon lebih dari satu, contohnya asam amino
serin memiliki kodon sejumlah 4: UCU, UCC, UCA, UCG. Asam amino Isoleucin
memiliki 3 kodon yaitu: AUU, AUC, AUD. Asam amino Histidin memiliki 2 kodon (CAU
dan CAC).
Selain kodon dari asam amino dijumpai pula Star kodon AUG yang kebetulan
mengkode asam amino metionin. Setiap sintesis protein diawali dengan asam amino
metionin. Selain star kodon dijumpai pula 3 macam Stop kodon yaitu: UAA, UAG, UGA.
Ketika enzym polimerase sudah sampai pada salah satu stop kodon tersebut, maka
proses elongasi transkripsi akan berhenti.Siapakah yang mampu untuk membaca kodon
tersebut? Yang dapat membacaadalah tRNA yang membawa antikodon. Kodon dan
antikodon saling berpasangan, pasangan U-A, G-C, atau sebaliknya A-U, C-G. Dalam hal
ini, kodon ada pada mRNA dan antikodon ada pada tRNA.
Gambar 5.5. Treeplet Kodon
(Hartl & Jones 2001)

3) Modifikasi Pasca Translasi Protein


Pemroses pasca translasi protein merupakan komponen penting dalam jalur ekspresi
genom. Translasi bukan akhir dari jalur ekspresi genom. Menurut (Murray, 2006) Polipeptida
hasil translasi tidak langsung aktif, untuk menjadi protein aktif atau fungsional dalam sel,
maka protein harus diproses sekurang – kurangnya satu satu dari empat pemrosesan, yaitu :
1. Protein folding (pelipatan protein)
Sekuens asam amino pada protein menetukan proses pelipatannya. Banyak
protein yang butuh bantuan untuk terlipat secara tepat dan mencegah terjadi salah
pelipatan sebelum sintesis selesai. Protein folding dimediasi oleh protein lain dan
dapat diinduksi oleh stres pada sel. Molekul protein yang membantu proses
folding adalah Chaperon molekuler yaitu mengikat dan menstabilkan protein
yang belum dilipat (unfolded protein), sehingga tidak beragregat dengan protein
lain. Chaperonin yaitu membantu proses pelipatan protein dalam sel (in vivo).
Begitu diperoleh kondisi yang sesuai, kebanyakan polipeptida akan segera
melipat menjadi struktur tersier yang tepat karena biasanya struktur tersier ini
merupakan konformasi dengan energi yang paling rendah. Akan tetapi, secara in
vivo pelipatan yang tepat sering kali dibantu oleh protein – protein tertentu yang
disebut chaperon.

2. Proteolytic cleavage (pemotongan proteolitik)


Pemotongan protein oleh protease ini dapat membuat segmen – segmen dari satu
atau kedua ujung polipeptida. Hasil pemotongan dapat berupa fragmen protein
katif yang lebih pendek atau menjadi fragmen – fragmen protein yang seluruh
atau beberapa fragmen protein aktif. Pemotongan proteolitik mempunyai dua
fungsi pada pemrosesan pasca translasi, yaitu :
a) Digunakan untuk membuang potongan pendek dari ujung daerah N dan
atau C dari polipeptida, meninggalkan suatu molekul tunggal yang pendek
yang melipat menjadi protein yang aktif.
b) Digunakan untuk memotong poliprotein menjadi bagian – bagian dengan
semua atau beberapa diantaranya adalah protein aktif.
Pemotongan proteolitik seperti menghilangkan residu terminal metionin, peptide
signal, konversi prekursor inaktif menjadi aktif.
3. Chemical modification (modifikasi kimia)
Asam amino polipeptida dimodifikasi melalui penambahan gugus kimia baru
seperti penambahan gugus fosfat pada peptida atau asam amino (fosforilasi),
penambahan komponen lipid pada protein (modifikasi lipofilik), penambahan
gugus metil pada residu asam amino (terjadi pada aspartat dan lisin),
pembentukan ikatan sulfida misal pada insulin (penambahan gugus prosteotik),
dan penambahan komponen gula (glikolisis). Pada glikolisis, ada dua tipe umum
glikolisis yaitu glikolisis terpaut O yaitu penempelan sisi rantai gula lewat gugus
hidroksil suatu serin atau asam amino threonin dan glikolisis terpaut N yaitu
penempelan melalui gugus amino pada sisi rantai aspargin.

4. Intein splicing (pembuangan intein)


Intein adalah urutan penyela pada beberapa protein, mirip intron pada mRNA.
Intein harus dibuang (splicing) dan disambung (exteins) menjadi protein aktif.
Selain itu ada beberapa contoh modifikasi pasca-translasi, yaitu :
1. N-termius asam amino biasanya dihilangkan atau dimodifikasi.
Dalam rantai polipeptida eukariotik, kelompok amino dari resido metionin awal
sering dihilangkan dan gugus amino dari residu N-terminal dimodifikasi secara
kimia (asetat)
2. Residu asam amino dimodifikasi.
Sebagai contoh, forfat ditambahkan ke gugus hidroksil dari asam amino tertentu,
seperti tirosin. Modifikasi ini membuat residu bermuatan negatif yang dapat
membentuk ikatan ion dengan molekul lain. Proses phosphorilasi dangat penting
dalam mengatur banyak kegiatan seluler dan merupakan hasil dari enzim yang
disebut kinase.
3. Rantai samping karbohidrat berikatan dengan protein.
Apabila karbohidrat berikatan dengan protein secara kovalen akan menghasilkan
ikatan yang disebut glikoprotein. Senyawa ini merupakan komponen penting
dalam molekul ekstraseluler, seperti pada antigen spesifik dalam sistem tipe darah
ABO pada manusia.
4. Rantai polipeptida bisa dipotong.
Sebagai contoh, insulin terlebih dahulu diterjemahkan menjadi sebuah molekul
yang panjang lalu dipotong secara enzimatis menjadi bentuk asam amino-51.
5. Rangkaian sinyal dihilangkan.
Pada akhir N-terminal dari beberapa protein, satu hingga 30 rangkaian asam
amino berperan penting dalam mengarahkan protein menuju suatu lokasi dalam
sel. Ini dikenal sebagai “rangkaian sinyal” yang menentukan tujuan akhir protein
di dalam sel. Proses ini dikenal sebagai penargetan protein. Sebelum mencapai
status fungsional sebagai protein, rangkaian sinyal secara enzimatis dihilangkan
dari polipeptida.
6. Rantai polipeptida berikatan dengan logam.
7. Struktur tersier dan kuarter protein sering berikatan dengan atom logam. Fungsi
dari protein ini tergantung dari kompleks molekuler yang berupada rantai
polipeptida dan atom logam. Contohnya, hemoglobin mengandung 4 atom besi
yang berikatan dengan 4 rantai polipeptida.

Tipe dari modifikasi pasca-transalsi ini sangat penting dalam mencapai status
fungsional spesifik untuk setiap protein. Hal ini dikarenakan struktur 3D terakhir protein
sangat berhubungan dengan fungsi spesifiknya yaitu apakah suatu rantai polipeptida mampu
melipat. Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa proses pelipatan merupakan proses yang
penting, bukan hanya karena protein yang gagal melipat mungkin non-fungsional. Tetapi
juga karena apabila pelipatannya tidak benar maka berbahaya bagi organisme tersebut.
Sebagai contoh gangguan seperti penyakit Alzheimer pada manusia dan ensefalopati
spongiform (penyakit sapi gila pada sapi dan penyakit Creutzfeldt-Jacob pada manusia) yang
disebabkan adanya kesalahan pelipatan pada protein saraf.

A. Penghambatan Biosintesis Protein oleh Antibiotik


1. Tetrasiklin

Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan


menghambat sintesis protein kuman. Golongan tetrasiklin menghambat sintesis
protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya
antibiotika. Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif: pertama yang disebut
difusi pasif melalu kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah
antibiotika tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antiobotika beriakatan
dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknua komplek tRNA-asam amino pada
lokasi asam amino ribosome complex, sehingga menghambat pembentukan sintesa
protein dan bakteri yang tidak dapat berkembang biak.
2. Streptomisin

Streptomisin bersifat bakterisidal yang berikatan dengan komponen ribosom


30s dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibacakan oleh tRNA pada waktu
sintesis protein. Antibiotik ini bersifat peka terhadap bakteri gram negatif. Akibatnya
akan membentuk protein yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba.
3. Puromisin
Puromisin adalah antibiotik aminonukleosida berasal dari bakteri
Streptomyces alboniger, yang menyebabkan terminasi pada rantai prematur selama
penerjemahan berlangsi di ribosom. Bagian dari molekul yang menyerupai ujung 3’
dari tRNA aminoasil masuk ke situs A dan ditransfer ke growing chain. Hal ini
menyebabkan pembentukan rantai puromycylated nascent dan pelepasan rantai
prematur.

4) Contoh Studi Kasus

“Pengamatan Jangka Panjang Remaja dengan Gizi Buruk Tipe Marasmus Kwashiorkor dan
Short Bowel Syndrome et causa Perforasi Yeyunum”
A. Pendahuluan
Gizi buruk merupakan salah satu penyebab tersering kesakitan dan kematian anak
didunia, juga menyebabkan gangguan pertumbuhan yang berpengaruh terhadap kesehatan,
kecerdasan dan produktivitas saat dewasa nanti. Masa remaja ditandai pertumbuhan yang
sangat pesat, kenaikan tinggi badan sekitar 20% tinggi dewasa dan berat badan sekitar 50%
berat dewasa, membutuhkan nutrisi optimal. Kecukupan nutrisi remaja sangat penting agar
selaras dengan pacu tumbuh dan merupakan investasi untuk generasi yang lebih baik. Remaja
putri yang mengalami malnutrisi dan anemia defisiensi besi akan meningkatkan risiko
mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan kehamilan dan persalinan dan
kemungkinan melahirkan anak dengan berat lahir rendah. Hal ini merupakan siklus
malnutrisi antar generasi yang harus diputus.

B. Kasus
Seorang anak perempuan usia 11 tahun 3 bulan dirawat di Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RS Dr M Djamil Padang dengan keluhan perut tampak membesar sejak satu minggu sebelum
masuk rumah sakit. Sebelumnya pasien mengalami demam berulang dan nyeri perut sejak
satu tahun yang lalu, hilang timbul, nyeri dirasakan sekitar pusar dan meningkat bila
mendapat makanan padat. Anak juga mengalami muntah sejak satu tahun yang lalu. Berak
encer sejak 1,5 bulan yang lalu.. Nafsu makan menurun sejak sakit, anak hanya makan 3-4
sendok makan/kali. Berat badan menurun sejak satu tahun terakhir, berat badan tertinggi 26
kg. Perut membuncit sejak satu minggu sebelum masuk RS.

Pemeriksaan fisik pasien tampak sakit berat, sadar, tekanan darah 100/60 mmHg,
frekuensi nadi 98x/menit, frekuensi nafas 24x/menit, suhu 36,9 C, berat badan 8 kg, panjang
badan 111 cm, BB/U = 20,5 %, TB/U = 75 %, BB/TB = 42,1 %, Lingkar lengan atas 13 cm,
kesan gizi buruk.
Pemeriksaan laboratorium hemoglobin 5,2 gr/dl, leukosit 17.300/mm , hitung jenis
0/1/2/84/13/0. Laju endap darah 20 mm/jam1, hematokrit 17%, retikulosit 5,2%, eritrosit
2.100.000/mm3, trombosit 461.000/mm3, MCH 24,7pg, MCV 80,9fl, MCHC 30,2%. Indeks
Mentzer 38,5. Gambaran darah tepi: eritrosit anisositosis, normokrom, hipokrom, sel target,
leukosit meningkat dengan netrofilia shift to the right, trombosit meningkat. Gula darah
random 66 mg/dl, natrium 125 mmol/l dan kalium 1,5 mmol/l. Kalsium 6,2 mg/dl, dengan
kondisi hipoalbumin, nilai koreksinya 8,4 mg/dl, protein total 3,5 g/dl, albumin 1,2 g/dl,
globulin 2,3 g/dl. Ureum 25 mg/dl dan kreatinin 0,4 mg/dl. Kolesterol total 70 mg/dl, LDL
45 mg/dl, HDL 53 mg/dl. Pemeriksaan Si-TIBC dan UIBC tidak bisa dilakukan, ferritin
67,83 mg/ml. Urinalisis dalam batas normal. Hasil mantoux tes: indurasi 0 mm.

Hasil expertise barium enema ditemukan gambaran colitis dan distensi usus halus susp
ileus obtruksi parsial tetapi pemeriksaan tidak bisa dilanjutkan ke caecum karena distensi
abdomen bertambah dan berisiko perforasi sehingga dilakukan CT scan abdomen dengan
kontras yang larut dalam air dengan hasil ditemukan kecurigaan massa padat dimesenterium
yang menekan usus halus dan menyebabkan ileus obstruksi parsial dan ditemukan gambaran
fatty liver. Selama rawatan, nyeri perut semakin bertambah dan dilakukan laparatomi
eksplorasi emergensi dan Santulli prosedur. Saat operasi, ditemukan perforasi pada yeyunum
50 cm dari ligamentum treizt, dilatasi pada segmen yang mengalami perforasi dan stenosis
pada proksimalnya dengan kesan stenosis yeyunum. Dilakukan reseksi pada segmen
yeyunum sepanjang 50 cm dilanjutkan dengan anastomose end to end dengan Santulli
prosedur dan yeyunostomi.

C. Diagnosis kerja
Gizi buruk tipe marasmik kwashiorkor kondisi III, perforasi yeyunum post laparatomi
eksplorasi dengan Santulli prosedur dan yeyunostomi dan anemia mikrositik hipokrom ec
defisiensi besi.

D. Cara kerja
Saat awal rawatan pasien diberikan resomal 60 cc /30 menit selama 2 jam pertama
dilanjutkan 10 jam berikutnya: resomal 60 cc/jam bergantian dengan formula 75: 75 cc/jam,
dan dinaikkan bertahap sesuai toleransi, vitamin A 200.000 iu, asam folat 1x 5 mg PO (hari
pertama), dilanjutkan 1 x 1 mg, zink 1 x 20 mg, dicegah hipotermi dan hipoglikemia, koreksi
hipokalemia dan albumin serta antibiotika berupa ampicillin 4 x 400 mg IV dan gentamicin
2 x 30 mg IV. Setelah operasi pasien mendapatkan total parenteral nutrisi dengan IVFD D
12,5 % 12 gtt/menit makro, aminofuschin paed 5% 220 cc/hari, meropenem 3 x 400 mg IV,
metronidazole 3 x 150 mg IV. Cairan keluar dari stoma yeyunostomi sekitar 1300 cc sampai
1800 cc/hari. Urine warna jernih dan diuresis sekitar 1- 2 cc/kgBB. Satu minggu setelah
operasi diberikan makanan cair berupa F100, dinaikkan bertahap menjadi makanan biasa dan
parenteral nutrisi tetap diberikan berupa IVFD D 17,5 % 1000 cc, aminofuschin paed 5% 300
cc/hari. Berat badan naik bertahap menjadi 12 kg. Feces sudah keluar dari anus, jumlah 50-
100 gram perhari, konsistensi lunak.

Setelah 2 bulan post yeyunostomi dilakukan penutupan stoma yeyunostomi dan masih
diberikan total parenteral nutrisi dengan IVFD D 12,5% 700 cc/hari, aminofuschin paed 500
cc/hari, dengan Glucosa infussion rate 7 dan cefotaxim 2x500 mg IV. Saat bising usus
membaik, pasien diberikan makanan cair bertahap mulai dari formula 75 dan dinaikkan
menjadi formula 100, kemudian formula 135 dan dilanjutkan makanan lunak. Saat pulang
pasien telah mendapat makanan biasa dan berat badan telah mencapai 15 kg.

Selama pemantauan, berat badan dan tinggi badan pasien mengalami kenaikan. Pada
pemantauan terakhir berat badan sudah mencapai 37 kg dan tinggi badan 145 cm dengan
kesan gizi baik. Pasien sebelumnya mengalami anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi
besi, sekarang sudah mengalami perbaikan setelah mendapatkan besi supplemental. Pasien
juga mengalami masalah non medis seperti gangguan psikososial karena tertinggal pelajaran
dibandingkan teman sebayanya, gangguan kualitas hidup, merasa rendah diri dan malu
bergaul dengan teman sebaya, ketakutan pasien untuk beraktifitas karena merasa lemah, tidak
kuat untuk berdiri lama dan nyeri pada luka bekas operasi. Keluarga juga memiliki
permasalahan seperti biaya kontrol ke rumah sakit dan kekhawatiran ibu tidak sanggup
mengatur pemberian makanan bernilai gizi tinggi untuk anak.

Pasien dilakukan pemantauan pertumbuhan dan perkembangan secara berkala dengan


mengukur kenaikan berat badan dan tinggi badan, memantau perkembangan anak dengan
Pediatric Symptom Checklist (PSC) 17 dan pemantauan kualitas hidup dengan pediatric
quality of life (PedQL) dan kemungkinan komplikasi penyakit.
Pada pemeriksaan USG hepar dan saluran cerna tidak ditemukan tanda fatty liver dan
cholestasis. Pada USG ginjal dan saluran kemih tidak ditemukan tanda urolithiasis.
Pemeriksaan bone age dengan kesan average girl, perkiraan tinggi dewasa sekitar 151,4 cm,
bone modelling baik dan rentang umur tulang antara 1 tahun 1 bulan sampai 15 tahun 1 bulan.
Pemeriksaan bone survey tidak ditemukan tanda osteoporosis.
E. Pembahasan
Pasien didiagnosis dengan gizi buruk tipe marasmik kwashiorkor kondisi III, perforasi
yeyunum post laparatomi eksplorasi dengan Santulli prosedur dan yeyunostomi, short bowel
syndrome dan anemia mikrositik hipokrom ec defisiensi besi. Pada anamnesis didapatkan
keluhan nyeri perut berulang terutama bila mendapat makanan padat, muntah, diare persisten,
penurunan nafsu makan dan berat badan. Pemeriksaan fisik didapatkan status gizi buruk dan
lemak sub kutis tipis, crazy pavement dermatosis, baggy pant, distensi abdomen dengan
pemeriksaan laboratorium ditemukan anemia dan tes darah samar pada feces.

Penelusuran etiologi selama rawatan didapatkan perforasi diikuti stenosis pada yeyunum
dilokasi 50 cm dari ligamentum treizt sehingga dilakukan pemotongan yeyunum sepanjang
50 cm, dilanjutkan dengan reanastomose dengan Santulli prosedur dan yeyunostomi. Setelah
dilakukan yeyunostomi, cairan yang dikeluarkan dari stoma yeyunostomi sekitar 1.300 cc
sampai 1800 cc/hari. Berat badan pasien mulai mengalami kenaikan dengan pemberian terapi
kombinasi antara Formula 100 dengan pemberian parenteral nutrisi menggunakan IVFD D
17,5% ditambah protein berupa aminofuschin pediatric.
Gizi buruk terjadi akibat gangguan gizi kronik, disebabkan oleh multi faktor dan multi
dimensi. Penilaian status gizi dilakukan dengan; (1) Anamnesis diet dan penyakit penyerta,
(2) Pemeriksaan fisik, apakah sesuai dengan gejala klinis marasmus, kwashiorkor atau
marasmik-kwasihorkor dan (3) Pengukuran antropometrik ditunjang pemeriksaan
laboratorium.
Tidak terdapat perbedaan dalam penanganan ketiga jenis gizi buruk. Tatalaksana sesuai
dengan 10 langkah tatalaksana gizi buruk berupa mengatasi hipoglikemia, hipotermia,
dehidrasi, memperbaiki gangguan keseimbangan elektrolit, mengobati infeksi, memperbaiki
kekurangan zat gizi mikro, memberikan makanan untuk stabilisasi dan transisi, selanjutnya
makanan untuk tumbuh kejar, memberikan stimulasi untuk tumbuh kembang dan
mempersiapkan tindak lanjut di rumah. Pasien dengan gizi buruk harus dimonitor secara
periodik untuk menghindari relapsnya kondisi gizi buruknya.

Short bowel syndrome (SBS) merupakan kondisi gangguan malabsorpsi akibat reseksi
usus halus ekstensif. Prognosis SBS tergantung panjang usus halus yang tersisa, tempat
reseksi, adanya kolestasis, penyebab reseksi dan usia pasien saat dilakukan reseksi, sangat
mempengaruhi kapasitas fungsional dari usus halus dan potensi adaptasinya. Short bowel
syndrome harus memenuhi dua konsep penting yaitu pemendekan usus dan kebutuhan pada
nutrisi parenteral. The Canadian Association of Pediatric Surgeons dalam Sigalet (2001)
mendefinisikan SBS sebagai suatu keadaan yang memerlukan nutrisi parenteral > 42 hari
setelah reseksi usus atau panjang usus yang tersisa < 25%

Ada 3 tipe reseksi yang menimbulkan SBS yaitu (1) Reseksi pada jejunoileal dan
anastomosis jejunocolic, (2) Reseksi predominan yeyunum, > 10 cm ileum terminal dan
kolon (jejunum-ileum) dan (3) Reseksi jejunoileal, colectomy dan stoma. Etiologi SBS
sangat multifaktorial dan dapat terjadi pada usia berapapun. Pada pasien ini etiologi SBS
adalah perforasi dan stenosis yeyunum dengan reseksi yeyunum sejauh 50 cm (40 cm dari
ligamentum treizt) dan dilanjutkan dengan Santulli prosedur sehingga cairan yang
dikeluarkan lebih banyak. Yeyunum memiliki panjang sekitar 200 cm – 300 cm dan
merupakan tempat penyerapan > 90% nutrien pada 100 cm-150 cm awal usus halus. Hormon
yang dikeluarkan yeyunum meliputi hormon kolesistokinin, sekretin, gastric inhibitory
peptide dan vasoactive inhibitory peptide yang memegang peranan penting dalam proses
absorpsi.

Etiologi perforasi yeyunum pada pasien ini tidak diketahui. Beberapa etiologi perforasi
yeyunum yaitu perforasi karena infeksi tuberculosis intestinal, perforasi ulkus karena
lymphoma Burkitt," di yeyunum. " Kehilangan bagian yeyunum terutama 100 cm bagian
awal yeyunum akan mengakibatkan lebih kehilangan absorpsi nutrien banyak dibandingkan
kehilangan pada ileum pada panjang yang sama karena vili diyeyunum lebih panjang dengan
kripti lebih dalam dan enzim dimikrovilli lebih aktif sehingga penyerapan nutrisi lebih besar.

Pasien dengan yeyunostomi akan mengalami masalah dehidrasi setelah operasi terutama
bila mendapatkan oral. Sekresi makanan cairan gastrointestinal terdiri dari 0,5 liter saliva, 2
liter cairan lambung dan 1,5 liter sekresi pankreasbilier yang tidak mampu diabsorpsi bila
terjadi reseksi yeyunum pada 100 cm proksimal. Untuk menjaga status nutrisi tetap optimal
selama periode adaptasi jangka panjang usus halus yang tersisa maka diberikan parenteral
nutrisi sebagai tatalaksana utama. Asupan oral atau enteral tetap diberikan untuk menjaga
patensi usus halus dan meningkatkan proses adaptasi fisiologis.
Adapun tipe diet yang digunakan pada short bowel syndrome adalah:
Formula enteral:
a. Karbohidrat: biasanya tidak dapat ditoleransi baik karena keterbatasan mukosa area
absorpsi dan menimbulkan peningkatan osmotik pada usus halus distal dan kolon
sehingga sebaiknya diberikan tidak melebihi 40% dari kalori dan bebas laktosa.
medium-chain
b. Lemak: terbaik adalah triglycerides (MCTS), secara cepat terhidrolisa oleh enzim
lipase pankreas dan tidak tergantung kepada luas permukaan untuk absorpsi adekuat
dan secara cepat dibawa ke sirkulasi portal tetapi biasanya kadar asam lemak
essensialnya tidak ada. Intake berlebihan dapat menyebabkan diare dan ketosis.
Jumlah yang direkomendasikan tidak melebihi dari 60%.
c. Protein: berupa protein yang terhidrolisa.

Parenteral nutrisi:
Penggunaan parenteral nutrisi pada pasien ini bertujuan sebagai sumber utama nutrisi
karena penyerapan nutrisi pasien dari saluran cerna terganggu dan mencegah deplesi nutrisi
pada pasien yang tidak mampu mentoleransi nutrisi enteral. Parenteral nutrisi sebaiknya
diberikan dengan menggunakan jalur sentral dan dilakukan evaluasi setiap 2-3 minggu
berupa pemeriksaan klinis, berat badan, tinggi badan, laboratorium dan nilai in take.

Komplikasi dari short bowel syndrome dan penggunaan nutrisi parenteral lama
berupa sepsis yang berhubungan dengan katerisasi intravena dan trombosis, gangguan tulang
seperti osteoporosis karena gangguan absorpsi vitamin D dan kalsium,esophagitis dan ulkus
peptikum karena hilang atau berkurangnya mekanisme umpan balik negatif sekresi gastrin
dan menimbulkan hipersekresi. Kerusakan hati juga merupakan komplikasi berikutnya yang
terjadi karena adanya risiko kolestasis dan kolelithiasis karena gangguan aliran empedu.
Gangguan siklus enterohepatal merubah komposisi kolesterol dan penurunan hormon
intestinal akan menurunkan aliran empedu metabolik kronik dapat terjadi Asidosis karena
hilangnya bikarbonat pada feses dan ginjal karena terjadinya dehidrasi. Gangguan
Komplikasi lain dari short bowel syndrome adalah nefrolitihiasis yang kemungkinan
disebabkan oleh metabolik, tubuh, deplesi cairan asidosis hipomagnesemia, penurunan
perfusi ginjal dan jumlah urine dan eksresi sitrat. Untuk mencegahnya dengan meningkatkan
hidrasi dan jumlah urine pada pasien. Pasien SBS yang telah dihentikan pemberian parenteral
nutrisinya masih memiliki risiko gangguan malabsorpsi nutrien sehingga dibutuhkan
pemantauan jangka panjang berkesinambungan dan pemberian untuk mencegah nutrisi yang
defisiensi baik mikronutrien.

F. SIMPULAN
Gizi buruk terjadi akibat gangguan gizi kronik yang disebabkan oleh multi faktor dan
multi dimensi. Penatalaksanaan yang tepat pada penderita gizi buruk dengan short bowel
syndrome et causa perforasi yeyunum memberikan hasil akhir yang baik. Pemantauan jangka
panjang memberikan luaran yang optimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan remaja
dengan gizi buruk dimasa pacu tumbuhnya.
Daftar Pustaka
Almatsier Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Barasi Mary E. 2009. At a Glance Ilmu Gizi. Jakarta: Penerbit Erlangga
Bradford, M.M. 1976. A rapid and sensitive method for the quantitation of microorganisms
quantities of protein in utilizing the principle – dye binding. Anal. Biochem 72:248-25.
Brenner, A.J., Harris, E.D. 1995. A quantitive test for copper using bicinchoninic acid.
Anal.Biochem. 226. 80-84.
Brown, R.E., et al. 1989. Protein measurement using bicinchoninic acid: elimination
of interfering substances. Anal. Biochem. 180. 136-139.
Campbell, N.A., Reece, J.B., Mitchell, L.G. 1999. Biologi ed. 5. Addison Wesley Longman.
Diterjemahkan oleh Lestari, R., Adil., E.I.M., Anita, N. 2002. Jakarta. Erlangga.
Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. 100-101. Great Britany. McGraw
HillBook Company.
Chevallet, M., Luche, S., Rabilloud, T. 2006. Silver staining of proteins in polyacrylamide
gels.Nature Protocols
Lehninger, Albert L,. 1982. Principle of Biochemistry, penerjemah Dr. Ir Maggy
Thenawijaya, Institut Pertanian Bogor, Penerbit Erlangga
Montgomery, R. 1993. Biokimia Berorientasi pada Kasus Klinis. 77. 90. Jakarta. Binarupa
Aksara
Murray RK, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW, 2003, Biokimia Harper, Edisi XXV,
penerjemah Hartono Andry, Jakarta: EGC
Nuraziza, A>N. 2015. Online (http://www.academia.edu/4590317/Sintesis_Protein.html. )
Diakses pada tanggal 1 Januari 2020
Olson, K.R., Nardin, E.D. 2016. Contemporary Clinical Immunology and Serology
diterjemahkan oleh Ramadhani, D., et al. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai