Anda di halaman 1dari 21

BAB II

Pembahasan

A. Pengertian Pencemaran Udara

Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak


tetap. Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan dan selalu berubah dari
waktu ke waktu. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air yang
berupa uap air. Jumlah air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca
dan suhu. (Wardhana, 1995).

Pencemaran lingkungan adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup,


zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya
tatanan lingkungan hidup oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga
kualitas lingkungan menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai peruntukkannya

(Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1982 Tentang KetentuanKetentuan


Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Menurut Darmono (1995) pengertian pencemaran adalah segala bentuk


perubahan alam dan iklim yang ada di bumi akibat kegiatan manusia yang tidak
dikehendaki oleh alam (lingkungan). Kegiatan ini seperti halnya penebangan hutan
secara ilegal atau membakar hutan untuk lahan pertanian. Sedangkan , menurut Palar
(1994) definisi pencemaran lingkungan adakah proses perubahan ekosistem baik
secara fisik, kimia, atau perilaku biologis yang bisa mengganggu kehidupan
manusia karena dinilai dapat merusak sumberdaya yang ada di alam yang ada di
bumi, bahkan keadaan ini dapat menyebabkan bencana alam.

Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat


asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari
keadaan normalnya. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing ke dalam udara selalu
menyebabkan perubahan kualitas udara. Masuknya bahan-bahan atau zat-zat asing
tersebut tidak selalu menyebabkan pencemaran udara. Mengacu pada defenisinya,
pencemaran udara baru terjadi jika masuknya bahan -bahan atau zat-zat asing
tersebut menyebabkan mutu udara turun sampai ke tingkat dimana kehidupan
manusia, hewan dan binatang terganggu atau lingkungan tidak berfungsi sebagai
mana mestinya (Wardana dan Wisnu, 2001). Komposisi udara kering yang bersih,
dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Komposisi udara bersih

Komponen Konsentrasi dalam volume


(ppm) (%)
Nitrogen (N2) 780,9000 78,0900
Oksigen (O2) 209,5000 20,9500
Argon (Ar) 9,3000 0,9300
Karbon dioksida (CO2) 320,0000 0,0320
Neon (Ne) 18,0000 1,8 x 10-3
Helium (He) 5,2000 5,2 x 10-4
Metana (CH4) 1,5000 1,5 x 10-4
Krypton (Kr) 1,0000 1,0 x 10-4
H2 0,5000 5,0 x 10-5
H2 O 0,2000 2,0 x 10-5
CO 0,1000 1,0 x 10-5
Xe 0,0800 8,0 x 10-6
O3 0,0200 2,0 x 10-6
NH3 0,0060 6,0 x 10-7
NO2 0,0010 1,0 x 10-7
NO 0,0006 6,0 x 10-8
SO2 0,0002 2,0 x 10-8
H2 S 0,0002 2,0 x 10-8
(Gidding, 1973).

Apabila bahan pencemar tersebut dari hasil pengukuran dengan parameter yang
telah ditentukan oleh WHO konsentrasi bahan pencemarnya melewati ambang batas
(konsentrasi yang masih bisa diatasi), maka udara dinyatakan dalam keadaan
tercemar. Pencemaran udara terjadi apabila mengandung satu macam atau lebih
bahan pencemar diperoleh dari hasil proses kimiawi seperti gas-gas CO, CO2, SO2,
SO3, gas dengan konsentrasi tinggi atau kondisi fisik seperti suhu yang sangat tinggi
bagi ukuran manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan. Adanya gas-gas tersebut dan
partikulat-partikulat dengan konsentrasi melewati ambang batas, maka udara di
daerah tersebut dinyatakan sudah tercemar. Dengan menggunakan parameter
konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya kontak antara bahan pencemar atau
polutan dengan lingkungan (udara), WHO menetapkan empat tingkatan pencemaran
sebagai berikut:

1. Pencemaran tingkat pertama yaitu pencemaran yang tidak menimbulkan kerugian


bagi manusia.
2. Pencemaran tingkat kedua yaitu pencemaran yang mulai menimbulkan kerugian
bagi manusia seperti terjadinya iritasi pada indra kita.

3. Pencemaran tingkat ketiga yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada faal
tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit yang kronis.

4. Pencemaran tingkat keempat yaitu pencemaran yang telah menimbulkan sakit


akut dan kematian bagi manusia maupun hewan dan tumbuh-tumbuhan (Lutfi,
2009).

Pencemaran udara adalah kehadiran materi yang tidak diinginkan di udara


dalam jumlah cukup besar yang dapat memberikan efek yang berbahaya (Noel de
Nevers, 2000). Materi-materi yang tidak diinginkan tersebut dapat membahayakan
kesehatan makhluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan dan menyebabkan
kerusakan lingkungan.

B. Faktor-Faktor Penyebab Pencemaran Udara-Gas

Penyebaran polutan di atmosfer dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut


Stull dan Ainslie (2006), penyebaran polutan di atmosfer melibatkan tiga
mekanisme utama yaitu gerakan udara secara global, fluktuasi kecepatan turbulensi
yang akan menyebarkan polutan ke seluruh arah, dan difusi massa akibat perbedaan
konsentrasi. Sementara itu, menurut Oke (1978), penyebaran cemaran dari suatu
sumber emisi selain dipengaruhi oleh karakteristik sumber emisi juga dipengaruhi
oleh karakteristik meteorologi dan topografi setempat.

Menurut Rahmawati (1999), faktor-faktor yang berperan dalam penyebaran


polutan adalah sebagai berikut:

1. Arah dan kecepatan angin

Angin merupakan faktor utama dalam persebaran polutan karena dapat


mengakibatkan suatu zat berpindah tempat. Arah angin dapat digunakan untuk
menentukan daerah penerima dispersi zat, sedangkan kecepatan angin dapat
digunakan untuk menentukan jangkauan daerah penerima.

2. Suhu dan stabilitas atmosfer


Suhu udara dalam proses dispersi zat pencemar akan mempengaruhi stabilitas
udara. Gradien perubahan suhu akan berpengaruh sangat kuat terhadap kestabilan
atmosfer. Stabilitas atmosfer berperan penting dalam pengangkutan dan dispersi
pencemaran udara. Stabilitas atmosfer dapat diartikan sebagai kecenderungan
atmosfer untuk menggurangi atau intensifkan gerakan vertikal atau alternatifnya,
menekan atau menambah gerakan turbulen yang ada. Hal ini berkaitan dengan
perubahan suhu dengan ketinggian (lapse rate) dan juga kecepatan angin.
3. Intensitas radiasi matahari
Tingkat stabilitas atmosfer harus diketahui untuk memperkirakan kemampuan
atmosfer untuk mendispersikan polutan. Kecepatan angin dan intensitas radiasi
matahari merupakan faktor yang digunakan dalam penentuan kelas stabilitas.
Terdapat 6 kategori dalam kelas stabilitas atmosfer yang dapat ditentukan nilainya
menggunakan kelas stabilitas Pasquill-Gifford. Kelas stabilitas atmosfer
PasquillGifford dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Kelas Satbilitas Atmosfer Pasquill-Gifford

Radiasi Matahari (Siang Kondisi Awan (Malam


Hari) Hari)
Kecepatan Angin
(m/s) Kuat Sedang Lemah
Mendung Gelap
>600 300-600 <300
W/m2 W/m2 W/m2

<2 A A-B B E F
2-3 A-B B C E F
3-5 B B-C C D E
5-6 C C-D D D D
>6 C D D D D
Sumber: Abbey, dkk, 1969

Keterangan: A = sangat tidak stabil; B = tidak stabil; C = agak tidak stabil; D =


netral; E = agak stabil; F = stabil

4. Mixing height (tinggi pencampuran)


Mixing height merupakan parameter kunci model pencemaran udara dalam
penentuan volume untuk ruang dispersi pencemar di atmosfer (Siebert, 1998).
Lapisan-lapisan yang terjadi di troposfer khususnya ketinggian lapisan percampuran
sangat berpengaruh dalam proses-proses emisi pada level ground (Schafer, dkk.,
2012). Tinggi mixing height ini merupakan parameter kritis dalam evaluasi
pencemaran di atmosfer (Du, dkk., 2013). Namun demikian hingga saat ini belum
banyak metode langsung yang tersedia untuk menentukan suatu mixing height
(Assomadi, 2016). Menurut Sumaryati (2007) pada kondisi udara sangat tidak stabil
yang banyak dijumpai pada siang hari, lapisan mixing height bisa mencapai 2 km.
Namun, ketika udara sangat stabil terutama pada malam hari, lapisan mixing height
hanyak beberapa ratus meter dari permukaan tanah (ground).

Sifat mixing height selalu berubah dan ketinggiannya sangat sensitif terhadap
perubahan kondisi atmosfer dan dinamika permukaan di bawahnya. Dengan
demikian mixing height tidak dapat secara langsung diamati dengan pengukuran-
pengukuran standar, sehingga keberadaannya harus diparameterisasikan atau secara
tidak langsung diestimasi dari pengukuran profil-profil lain atau simulasi model
(Piringer, dkk., 2011).

C. Jenis-Jenis dan Sumber Pencemaran Udara


Pada wilayah perkotaan, sebagian besar pencemaran udara disebabkan karena
pembakaran sumber energi yang kekuatan emisinya sangat bergantung pada
intensitas aktivitas antropogenik di daerah yang bersangkutan. Emisi pencemar
umumnya dihasilkan dari berbagai aktifitas kehidupan manusia jauh lebih besar
daripada emisi pencemar dari sumber alami. Sumber pencemar alami hanya
memberikan kontribusi terhadap konsentrasi latar di daerah perkotaan dan tidak
memberikan dampak yang signifikan, sedangkan kualitas udara ambien lebih
dipengaruhi oleh aktivitas kehidupan manusia.

Secara umum jenis-jenis pencemaran udara yaitu sebagai berikut :


a. Karbon monoksida
b. Oksida nitrogen
c. Oksida sulfur
d. CFC
e. Hidrokarbon
f. Senyawa organik volatil
g. Partikulat
h. Radikal bebas

Menurut Soedomo (2001), jenis sumber-sumber pencemar dibedakan


berdasarkan pola emisinya yaitu:

a. Sumber pencemaran titik (point source), sumber pencemaran dari lokasi


tertentu yang mengemisikan gas secara secara kontinyu. Salah satu contohnya
adalah cerobong asap.

b. Sumber pencemar garis (line source), sumber pencemaran yang mengemisikan


gas dalam bentuk garis. Contohnya adalah pencemaran debu di sepanjang jalan
raya, emisi gas buang dari kendaraan bermotor di sepanjang jalan raya dan juga
kepulan asap dari bangunan industri yang tanpa cerobong asap sehingga
emisinya menyebar secara memanjang.

c. Sumber pencemar area (area source), sumber pencemaran yang mengemisikan


gas pada luasan tertentu. Contohnya adalah emisi gas dari kebakaran hutan yang
luas, penyebaran emisi terjadi secara luas dalam satu area luasan.
d. Sumber pencemar volume, emisi gas yang berasal dari sumber yang memiliki
volume tertentu. Contohnya emisi gas dari bangunan lengan jendela, pintu dan
ventilasi terbuka.

e. Sumber pencemar puff, sumber pencemaran yang bersifat sesaat. Contohnya


adalah pengeluaran emisi gas debu pada waktu akibat rusaknya salah satu alat
prediksi.

Menurut Suhedi (2005), jenis sumber-sumber pencemar dibedakan berdasarkan


proses yang dihasilkan yang digolongkan menjadi 2 (dua) golongan yaitu:

1. Emisi langsung, emisi yang keluar langsung dari aktifitas atau sumber dalam
ruang batas yang ditetapkan. Contohnya emisi CO dari kendaraan bermotor.
2. Emisi tidak langsung, hasil dari aktifitas di dalam ruang batas yang ditetapkan
misalnya konsumsi energi listrik di rumah tangga, konsumsi gas pada kompor.

Menurut Moestikahadi (2001), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas zat


pencemar udara yaitu:

1. Jenis bahan bakar, bahan bakar yang mengandung belerang akan menghasilkan
zat pencemar sulfur dioksida (SO2), bahan bakar yang mengandung abu (fly
ash) akan menghasilkan zat pencemar partikel dan debu.

2. Proses produksi, proses yang dipilih dalam industri akan mempengaruhi


kualitas emisi zat pencemar. Contohnya adalah proses basah pada industri
semen akan menghasilkan debu lebih sedikit jika dibandingkan dengan proses
kering.

3. Cuaca, misalnya arah dan kecepatan angin akan mempengaruhi proses


pengenceran zat pencemar di udara dan penyebarannya. Semakin besar
kecepatan angin, semakin kecil konsentrasi zat pencemar di udara karena zat
pencemar tersebut mengalami pengenceran. Arah angin menentukan arah
penyebaran pencemar, misalnya arah angin berasal dari tenggara maka zat
pencemar akan menyebar ke arah barat laut.

4. Tumbuhan, pada siang hari pepohonan akan menyerap zat pencemar di udara
sehingga di udara konsentrasi zat tersebut akan berkurang. Hal ini disebabkan
gas karbon dioksida yang terkandung di udara yang tercemar akan diserap oleh
daun yang digunakan dalam proses fotosintesis pada siang hari. Kemudian
dauan akan mengeluarkan oksigen ke udara sebagai hasil dari proses
fotosintesis sehingga banyaknya pepohonan akan menyebabkan udara menjadi
segar.

Berdasarkan jenisnya, sumber pencemar dapat dikatagorikan menjadi:


1. Sumber pencemar alamiah, misalnya serbuk sari tanaman, debu terbang akibat
pergeraan angin an letusan gunung berapi.

2. Sumber pencemar akibat aktivitas manusia, misalnya kegiatan transportasi,


proses industri, pembangkit, incenerator dan lain sebagainya (Ryadi, 1982).

Adapun klasifikasi bahan pencemar atau polutan menurut Mukono (2003) dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Polutan Primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu,
dan dapat berupa gas. Gas terdiri dari:

a. Senyawa karbon yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon


oksida (CO atau CO ).

b. Senyawa sulfur yaitu sulfur oksida.


c. Senyawa nitrogen yaitu nitrogen oksida dan amoniak.
d. Senyawa halogen yaitu fluor, klorin, hydrogen klorida, hidrokarbon
terklorinasi, dan bromine.

Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasannya berasal dari sumber


kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang di keluarkan antara lain
adalah gas NO₂, SO₂, O₃, CO, Partikel debu. Gas NO₂, SO₂, O₃, CO dapat
dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang
berasal dari bahan fosil. Untuk partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik
spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel
tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses disperse (misalnya proses
menyemprot (spraying) maupun proses erosi bahan tertentu. Asap (smoke)
seringkali juga dipakai untuk menunjukkan campuran bahan partikulat (particulate
matter), uap (fumes, gas, dank abut (mist) (Mukono, 2003). Adapun yang dimaksud
dengan:

a. Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga)
dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.

b. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.

e. Uap adalah partikel padat yang merupakan hasil dari sublimasi, distilasi atau
reaksi kimia.Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.

2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia
diudara misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO yang
menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Konsentrasi relatif dan bahan reaktan


b. Derajat fotoaktivasi
c. Kondisi iklim
d. Topografi lokal dan adanya embun. Polutan sekunder ini mempunyai sifat
e. fisik dan sifat kimia yang tidak stabil.

Berikut akan dijelaskan karakteristik serta sumber pencemar udara yang


disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Karakteristik dan sumber pencemaran udara

Pencemar Karakteriksik Tingkat Sumber Sumber


Fisik Konsentrasi Antropogenik Alamiah
SO2 Gas yang tidak Tingkat Pembakaran Oksidasi
berwarna dengan konsentrasi latar bahan bakar atmosfer dari
sumber tidak organik sulfida
belakang
iritasi, bau bergerak;
(background) emisi proses
menyengat; dapat
dalam rentang industri;
dideteksi oleh rasa
0,04 sampai 6 penyulingan
pada konsentrasi logam dan
ppb; konsentrasi minyak
0,3 sampai 1 ppm;
rata-rata
sangat larut dalam
air (10,5 g/100cm3 maksimum per
pada jam di area
perkotaan
293 K)
kadang melebihi

1 ppm
NO Tidak berwarna, Tingkat Pembakaran Aktivitas
tidak berbau; tidak konsentrasi bakteri; proses
mudah terbakar
background dari pembakaran
dan sedikit larut
dalam air, toksik. 10 sampai
alamiah; petir
dengan 100 ppt;
tingkat di
perkotaan yang
telah diteliti lebih
besar dari

500 ppb
NO2 Berwarna coklat Tingkat Pembakaran
kemerahan, bau konsentrasi
background dari
menyengat, sangat
10 sampai
korosif; menyerap dengan 500 ppt;
cahaya lebih konsentrasi di
banyak dari perkotaan telah
mencapai nilai
spektrum yang melebihi 500 ppb
terlihat
CO Tidak berwarna, Rata-rata Pembakaran Oksidasi
tidak berbau, konsentrasi bahan bakar atmosfer dari
mudah terbakar, background di fosil metan dan
gas toksik, sedikit 0,09 ppm; tingkat hidrokarbon
larut dalam air perkotaan biogenik
disekitar jalan lainnya
raya dapat
melebihi 100
ppm

O3 Tidak berwarna, Rentang Bukan sumber Kimia


toksik, sedikit larut konsentrasi primer: troposfer
dalam air background terbentuk alami;
berkisar 20-60 sebagai bergerak dari
ppb; tinkat polusi polutan stratosfer ke
di perkotaan sekunder dari troposfer
berkisar 100-500 reaksi
ppb atmosfer yang
melibatkan
hidrokarbon
dan oksida

Sumber: Flagon, R.C. and Seinfeld, J. H, 1988

D. Reaksi-Reaksi yang Tejadi dalam Pencemaran Udara

Udara di daerah perkotaan yang mempunyai banyak kegiatan industri dan


teknologi serta lalu lintas yang padat, udaranya relatif sudah tidak bersih lagi. Udara
di daerah industri kotor terkena bermacam-macam pencemar. Drai beberapa macam
komponen pencemar udara, amka yang paling banyak berpengaruh dalam pencemaran
udara adalah komponen-komponen berikut ini :
1. Karbon oksida (COx)
Menurut Amalia (2017), gas karbon monoksida (CO) merupakan komponen
yang jumlahnya cukup banyak di udara yang terbentuk sebagai akibat dari
sumbersumber yang mengalami pembakaran yang tidak sempurna, yang mana
merupakan gas yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna yang berada dalam
bentuk gas pada suhu di atas -192 C. Komponen ini mempunyai ukuran sebesar
96,5% dari komponen air dan tidak larut dalam air. Gas ini tinggal di udara sampai
2,5 bulan dan 55% gas ini diproduksi oleh aktifitas manusia. Produksi gas CO 3,5
milyar ton per tahun dari oksidasi gas metan akibat pembusukan tumbuh-tumbuhan.
Sumber lain gas CO yang utama adalah dari metabolisme tubuh manusia,
pembakaran sampah, kebakaran hutan, sisa pembakaran batu bara dan pembakaran
sisa pertanian.

Karakteristik gas CO sebagai berikut (Fardiaz, 1992):


1. Gas yang bersifat racun.
2. Lebih ringan dari pada udara, dengan angka perbandingan berat 0,967 pada 1 atm
dan 0 C.

3. Mengabsorpsi radiasi gelombang elektromagnetik infra merah .


4. Pada temperatur ruang oksidasi pembentukan gas CO2 dapat dipercepat dengan
penambahan katalis logam seperti paladium pada silika gel atau campuran oksida
mangan dan tembaga
5. Terbakar apabila ditambahkan api dan mengeluarkan asap biru, sehingga berubah
menjadi gas CO2.

6. Tidak mudah larut dalam air

Menurut Inayah (2015), karbon monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari
salah satu proses sebagai berikut:

a. Pembakaran tidak sempurna terhadap karbon atau komponen yang mengandung


karbon.

b. Reaksi antara karbon dioksida dengan komponen yang mengandung karbon pada
suhu tinggi.
c. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai kembali menjadi karbon monoksida dan
oksigen.

Sifat fisik gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak
berasa, dan pada suhu normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas CO
dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang berasal dari minyak tanah, bensin,
solar, batu bara atau kayu. Pembakaran tidak sempurna memang sangat mungkin
terjadi. Secara teoritis hal tersebut terjadi karena kekurangan gas oksigen (udara)
untuk proses pembakarannya. Senyawa CO mempunyai potensi racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin (Mukono, 1997).

Di lingkungan, karbon monoksida dapat terbentuk secara alamiah, namun


sumber utama dari gas tersebut adalah dari kegiatan manusia. Karbon monoksida
yang berasal dari alam yaitu akibat kebakaran hutan, oksidasi metal di atmosfer,
lautan, serta badai listrik alam. Sementara sumber CO buatan antara lain berasal dari
kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Konsentrasi
CO yang tinggi seringkali diperoleh dari gas buang kendaraan bermotor dan polusi
dalam ruangan yang buruk. Pada pembakaran bahan bakar bermotor, seluruh
penggunaan bahan bakar tidak diubah seluruhnya menjadi CO2 dan H2O tetapi
sebagian juga dilepaskan menjadi CO dan sebagian material partikulat karbon
organic (Brimblecombe, 1986).

Senyawa karbon monoksida (CO) memiliki daya distribusi yang cukup


sigifikan dan merupakan jenis senyawa yang jumlah emisinya terbesar di antara nilai
emisi jenis senyawa polutan lainnya. Karbon dan oksigen dapat bergabung
membentuk senyawa CO sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna, seperti
terurai dalam reaksi berikut:

2C + O2 2CO

Kadar CO di daerah perkotaan cukup bervariasi dan dipengaruhi oleh kepadatan


kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin. Pada umumnya, kadar
maksimum CO terjadi bersamaan dengan jam padat seperti pada pagi dan sore
menjelang malam hari. Selain cuaca, variasi kadar CO juga tergantung pada
topografi jalan dan bangunan sekitarnya. Paparan CO dari udara ambien dapat
direfleksikan dalam bentuk kadar karboksihemoglobin (HbCO) dalam darah yang
terbentuk dengan sangat perlahan karena membutuhkan waktu 4 hingga 12 jam
untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO di udara dan HbCO dalam darah.
Sehingga hal tersebut cenderung dinyatakan sebagai kadar paparan rata-rata dalam
8 jam.

2. Nitrogen oksida (NOx)


Nitrogen oksida sering disebut dengan NOx karena oksida nitrogen mempunyai
2 bentuk yang sifatnya berbeda, yakni gas NO2 dan gas NOx. Sifat gas NO2 adalh
berwarna dan berbau, sedangakn gas No tidak berwarna dan tidak berbau. Warna
gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung.
Kadar NOx diudara daearh perkotaan yang berpenduduk padat akan lebihtinggi
dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai
macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx
diudara, seperti transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan
lain-lain.

Pencemaran gas NOx diudara teruatam berasal dari gas buangan hasil
pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listri stasioner atau mesin-mesin
yang menggunakan bahan bakar gas alami.

3. Belerang oksida (SOx)


Gas belerang oksida atau sering ditulis dengan SOx terdiri atas gas SO2 dan gas
SO3 yang keduanya mempunyai sifat berbeda. Gas SO2 berbau tajam dan tidak
mudah terbakar, sedangkan gas SO3 bersifat sangat reaktif. Gas SO3 mudah bereaksi
dengan uap air yang ada diudara untuk membentuk asam sulfat atau H2SO4. Asam
sulfat ini sangat reaktif, mudah bereaksi (memakan) benda-benda lain yang
mengakibatkan kerusakan, seperti proses perkaratan (korosi) dan proses kimiawi
lainnya.

Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia
(tercium baunya) manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Gas dari
pada gas SO3. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2. Namun demikian
gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada diudara dan kemudian
membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut :

2SO2 + O2 (udara) 2SO3

Gambar 1. Hujan Asam

Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara yang
digunakan pada kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya. Belerang dalam
batu bara berupa mineral besi peritis atau FeS2 dan dapat pula berbenruk mineral
logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS2 dan Cu2S. Dalam proses
industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilakna SOx karena mineral-mineral
logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan sulfida logam
diubah menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang
dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi
sulfida logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :
2ZnS + 3O2 2ZnO + 2SO2

2PbS + 3O2 2PbO + 2SO2

Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam nitrat, atau asam klorida
yang ada do atmosfer baik sebagai gas maupun cair terdeposisikan ke tanah, sungai,
danau, hutan, lahan pertanian, atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun,
salju, atau butiran-butiran cairan (aerosol), ataupun jatuh bersama angin.

Asam-asam tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia
(anthropogenic) seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi
dari kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga dapat
menjadi salah satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam di atmosfer
dari prekursor hujan asamnya melalui reaksi katalitis dan photokimia. Reaksi-reaksi
yang terjadi cukup banyak dan kompleks, namun dapat dituliskan secara sederhana
seperti berikut ini :

1. Pembentukan Asam Sulfat (H2SO4)


Gas SO2, bersama dengan radikal hidroksil dan oksigen melalui reaksi
photokatalitik di atmosfer, akan membentuk asamnya.

SO2 + OH → HSO3

HSO3 + O2 → HO2 + SO3

SO3 + H2O → H2SO4

Selanjutnya apabila diudara terdapat Nitrogen monoksida (NO) maka radikan


hidroperoksil (HO2) yang terjadi pada salah satu reaksi diatas akan bereaksi kembali
seperti:

NO + HO2 → NO2 + OH

Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.

2. Pembentukan Asam Nitrat (HNO3)


Pada siang hari, terjadi reaksi photokatalitik antara gas Nitrogen dioksida dengan
radikal hidroksil.

NO2 + OH → HNO3

Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan ozon
NO2 + O3 → NO3 + O2

NO2 + NO3 → N2O5

N2O5 + H2O → HNO3

Didaerah peternakan dan pertanian akan concong menghasilkan asam pada


tanahnya mengingat kotoran hewan banyak mengandung NH3 dan tanah pertanian
mengandung urea. Amoniak di tanah semula akan menetralkan asam, namun
garamgaram ammonia yang terbentuk akan teroksidasi menjadi asam nitrat dan
asam sulfat. Disisi lain amoniak yang menguap ke udara dengan uap air akan
membentuk ammonia hingga memungkinkan penetralan asam yang ada di udara.
HNO3 sangat asam dan larut dengan baik sekali. Selain itu juga merupakan
asam keras dan reaktif terhadap benda-benda lain yang menyebabkan korosif. Oleh
sebab itu, presipitasinya akan merusak tanaman terutama daun (Manahan, 1994
dalam Rahmawaty, 2002).

3. Pembentukan Asam Chlorida (HCl)

Asam klorida biasanya terbentuk di lapisan stratosfer, dimana reaksinya


melibatkan Chloroflorocarbon (CFC) dan radikal oksigen O*

CFC + hv(UV) → Cl* + produk

CFC + O* → ClO + produk

O* + ClO → Cl* + O2

Cl + CH4 → HCl + CH3

Reaksi diatas merupakan bagian dari rangkaian reaksi yang menyebabkan


deplesi lapisan ozon di stratosfer. Perbandingan ketiga asam tersebut dalam hujan
asam biasanya berkisar antara 62 % oleh Asam Sulfat, 32 % Asam Nitrat dan 6 %
Asam Chlorida.

Gambar 2. Mekanisme terbentuknya hujan asam

4. Partikulat
Partikulat adalah padatan atau liquid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap,
yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu
estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan
dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.
Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan
visibilitas. Di udara, partikulat dapat berbentuk sebagai berikut:

a. Dust merupakan suatu satuan campuran material atau partikel padat dalam
berbagai ukuran (diameter). Menurut ISO 4225-1994, ”dust is small solid
particles conventionally taken as dose particles below 75 μm in diameter, which
settle out under their own weight but which may remain suspended for
sometime.” Sedangkan IUPAC (1990) dust is small, dry, solid particles
projective into air by natural force, such as wind, volcanic eruption, and by
mechanical or manmade processes such as crushing, grinding, milling, drilling,
demolition, shoveling, conveying, screening, bagging, and sweeping.

b. Fibres merupakan material atau partikel padat dalam bentuk filamen-filamen


yang mempunyai diameter kurang dari 3 μm dan panjangnya lebih dari 5μm
dan antara panjang dan lebarnya mempunyai rasio 3:1 atau lebih (WHO, 1997).
Contoh : fibreglass, rockwool/ stonewool, ceramic fibres, asbestos fibres.
c. Fume merupakan bentuk dari proses kimia atau fisika suatu partikel atau
material padat yang berubah menjadi gas karena adanya pemanasan. Dalam
beberapa menit dapat kembali berubah menjadi padatan atau dalam bentuk
partikel cair. Biasanya mengandung unsur logam seperti Zn, Mg, Fe, Pb, dan
lain-lain.

Umumnya berukuran ≤ 1 μm.


d. Mist merupakan aerosol yang berbentuk dropplet atau bola yang dihasilkan dari
proses mekanik seperti splasing, bubbling, atau spraying. Mist merupakan
perubahan bentuk dari suatu cairan yang tersuspensi di udara dalam bentuk
aerosol. Ukuran dropplet lebih besar dari 100μm.

e. Fogs
f. Smokes terdiri dari partikel padat dan cairan berukuran < 1 μm, biasanya < 0,05
μm; dihasilkan selama pembakaran tidak sempurna dan penyulingan.

E. Dampak dan Pencegahan Pencemaran Udara

1. Karbon monoksida (COx)


Karbon dioksida bersifat inert dan tidak dapat bereaksi dengan material
bangunan, memiliki berat jenis yang lebih tinggi dari udara sehingga terakumulasi
ti tempat-tempat yang lebih rendah. CO2 dalam ruangan tertutup bersumber dari
hasil pernapasan manusia. Pada ruangan yang menggunakan sistem pengatur udara,
udara yang dihasilkan dari penghuni tidak dapat keluar sehingga secara langsung
penghuni menghirup kembali CO2. Pada udara dalam ruangan khususnya ruangan
yang menggunakan sistem sirkulasi udara terpusat, keberadaan CO2 semakin
meningkat, sementara keberadaan O2 semakin menurun, hal ini karena manusia
pada proses respirasi membutuhkan oksigen dan mengeluarkan karbondioksida
(Fardiaz, 1992).

Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum
dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahanbahan
karbon yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari
pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran
sampah (Soedomo, 2001).
Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara
CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal
berfungsi dalam sistem transpor untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel
tubuh dan membawa CO2 dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya CO, Hb,
dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk
mentranspor oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selama
merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap tersebut
mengakibatkan kadar COHb di dalam meningkat (Fardiaz, 1992).

Jika CO terhirup dapat mengakibatkan hal-hal sebagai berikut (Kusnoputranto,


2000):

1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak
dengan keterpajanan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50- 100 ppm.

2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak
dengan keterpajanan selama 2 jam dan konsentrasi CO sebesar 250 ppm.

3. Keterpajanan CO selama 1 jam dengan konsentrasi 750 menyebabkan kehilangan


kesadaran, keterpajanan 3-4 jam menyebabkan kematian.

Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi kadar CO di
udara. Salah satunya adalah menanam tanaman-tanaman di pinggir jalan atau
pembuatan taman kota. CO berpengaruh terhadap fiksasi nitrogen pada tanaman
tingkat tinggi. Fiksasi nitrogen pada bakteri yang terdapat pada akar tanaman
terhambat. Hal ini telah dibuktikan melalui pemberian CO selama 35 jam pada
konsentrasi 2000 ppm. Tetapi untuk konsentrasi 100 ppm pada jangka waktu 1-3
minggu pemberian CO tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
tanamantanaman tingkat tinggi. Karena konsentrasi CO di udara biasanya jarang
mencapai 100 ppm meskipun dalam jangka waktu sebentar, maka pengaruh CO
terhadap tanaman biasanya tidak terlihat secara nyata (Fardiaz, 1992).

Pembersih CO yang cepat dan efektif adalah mikroorganime dalam tanah.


Aktivitas mikroorganisme yang terdapat dalam tanah relative cepat menghilangkan
CO dalam udara. Sebagai contoh, suatu percobaan menggunakan pot yang diisi
dengan tanah seberat 2.8 kg dan ditempatkan dalam suatu ruangan tertentu yang
mengandung 120 ppm CO, ternyata dalam waktu 3 jam semua CO dapat dihilangkan
dari udara. Jika po berisi tanah tersebut disterilkan terlebih dahulu, ternyata
kemampuan untuk membersihkan CO dalam udara hilang. Dari penelitian tersebut
telah berhasil diisolasi 200 mikroorganisme, dan ternyata yang aktif adalah fungi
yaitu sebanyak 16 spesies (Fardiaz ,1992).

Jadi,tanaman yang tumbuh di tanah yang subur lah yang paling efektif
membersihkan CO dalam udara karena dalam tanah yang subur juga mengandung
banyak mikroorganisme dalam tanahnya.

2. Nitrogen oksida (NOx)


Nitrogen oksida adalah kelompok gas yang terdapat di atmosfer yang terdiri
dari gas nitrit okside (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). NO2 merupakan gas
beracun, berwarna coklat-merah, berbau seperti asam nitrat. Dari seluruh jumlah
NOx yang dibebaskan ke atmosfer, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO
yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Namun polusi NO dari sumber alami ini tidak
menjadi masalah karena tersebar merata sehingga jumlahnya menjadi kecil. Yang
menjadi masalah adalah polusi NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena
jumlahnya akan meningkat hanya pada tempat-tempat tertentu saja (Fardiaz, 1992).

Menurut Fardiaz (1992), kedua bentuk NOx sangat berbahaya terhadap


manusia. Penelitian aktivitas mortalitas kedua komponen tersebut menunjukkan
bahwa NO2 empat kali lebih beracun daripada NO. Selama ini belum pernah
dilaporkan terjadinya keracunan NO yang mengakibatkan kematian. Pada
konsentrasi normal, NO tidak mengakibatkan iritasi dan tidak berbahaya, tetapi pada
konsentrasi udara ambien yang normal dapat mengalami oksidasi menjadi NO2 yang
lebih beracun.

Anda mungkin juga menyukai