Pembahasan
Apabila bahan pencemar tersebut dari hasil pengukuran dengan parameter yang
telah ditentukan oleh WHO konsentrasi bahan pencemarnya melewati ambang batas
(konsentrasi yang masih bisa diatasi), maka udara dinyatakan dalam keadaan
tercemar. Pencemaran udara terjadi apabila mengandung satu macam atau lebih
bahan pencemar diperoleh dari hasil proses kimiawi seperti gas-gas CO, CO2, SO2,
SO3, gas dengan konsentrasi tinggi atau kondisi fisik seperti suhu yang sangat tinggi
bagi ukuran manusia, hewan dan tumbuhtumbuhan. Adanya gas-gas tersebut dan
partikulat-partikulat dengan konsentrasi melewati ambang batas, maka udara di
daerah tersebut dinyatakan sudah tercemar. Dengan menggunakan parameter
konsentrasi zat pencemar dan waktu lamanya kontak antara bahan pencemar atau
polutan dengan lingkungan (udara), WHO menetapkan empat tingkatan pencemaran
sebagai berikut:
3. Pencemaran tingkat ketiga yaitu pencemaran yang sudah dapat bereaksi pada faal
tubuh dan menyebabkan terjadinya penyakit yang kronis.
<2 A A-B B E F
2-3 A-B B C E F
3-5 B B-C C D E
5-6 C C-D D D D
>6 C D D D D
Sumber: Abbey, dkk, 1969
Sifat mixing height selalu berubah dan ketinggiannya sangat sensitif terhadap
perubahan kondisi atmosfer dan dinamika permukaan di bawahnya. Dengan
demikian mixing height tidak dapat secara langsung diamati dengan pengukuran-
pengukuran standar, sehingga keberadaannya harus diparameterisasikan atau secara
tidak langsung diestimasi dari pengukuran profil-profil lain atau simulasi model
(Piringer, dkk., 2011).
1. Emisi langsung, emisi yang keluar langsung dari aktifitas atau sumber dalam
ruang batas yang ditetapkan. Contohnya emisi CO dari kendaraan bermotor.
2. Emisi tidak langsung, hasil dari aktifitas di dalam ruang batas yang ditetapkan
misalnya konsumsi energi listrik di rumah tangga, konsumsi gas pada kompor.
1. Jenis bahan bakar, bahan bakar yang mengandung belerang akan menghasilkan
zat pencemar sulfur dioksida (SO2), bahan bakar yang mengandung abu (fly
ash) akan menghasilkan zat pencemar partikel dan debu.
4. Tumbuhan, pada siang hari pepohonan akan menyerap zat pencemar di udara
sehingga di udara konsentrasi zat tersebut akan berkurang. Hal ini disebabkan
gas karbon dioksida yang terkandung di udara yang tercemar akan diserap oleh
daun yang digunakan dalam proses fotosintesis pada siang hari. Kemudian
dauan akan mengeluarkan oksigen ke udara sebagai hasil dari proses
fotosintesis sehingga banyaknya pepohonan akan menyebabkan udara menjadi
segar.
Adapun klasifikasi bahan pencemar atau polutan menurut Mukono (2003) dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
1. Polutan Primer
Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu,
dan dapat berupa gas. Gas terdiri dari:
a. Asap adalah partikel karbon yang sangat halus (sering disebut sebagai jelaga)
dan merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna.
b. Debu adalah partikel padat yang dapat dihasilkan oleh manusia atau alam dan
merupakan hasil dari proses pemecahan suatu bahan.
e. Uap adalah partikel padat yang merupakan hasil dari sublimasi, distilasi atau
reaksi kimia.Kabut adalah partikel cair dari reaksi kimia dan kondensasi uap air.
2. Polutan Sekunder
Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia
diudara misalnya reaksi foto kimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO yang
menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain:
1 ppm
NO Tidak berwarna, Tingkat Pembakaran Aktivitas
tidak berbau; tidak konsentrasi bakteri; proses
mudah terbakar
background dari pembakaran
dan sedikit larut
dalam air, toksik. 10 sampai
alamiah; petir
dengan 100 ppt;
tingkat di
perkotaan yang
telah diteliti lebih
besar dari
500 ppb
NO2 Berwarna coklat Tingkat Pembakaran
kemerahan, bau konsentrasi
background dari
menyengat, sangat
10 sampai
korosif; menyerap dengan 500 ppt;
cahaya lebih konsentrasi di
banyak dari perkotaan telah
mencapai nilai
spektrum yang melebihi 500 ppb
terlihat
CO Tidak berwarna, Rata-rata Pembakaran Oksidasi
tidak berbau, konsentrasi bahan bakar atmosfer dari
mudah terbakar, background di fosil metan dan
gas toksik, sedikit 0,09 ppm; tingkat hidrokarbon
larut dalam air perkotaan biogenik
disekitar jalan lainnya
raya dapat
melebihi 100
ppm
Menurut Inayah (2015), karbon monoksida yang terdapat di alam terbentuk dari
salah satu proses sebagai berikut:
b. Reaksi antara karbon dioksida dengan komponen yang mengandung karbon pada
suhu tinggi.
c. Pada suhu tinggi, karbon dioksida terurai kembali menjadi karbon monoksida dan
oksigen.
Sifat fisik gas karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak
berasa, dan pada suhu normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Gas CO
dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna yang berasal dari minyak tanah, bensin,
solar, batu bara atau kayu. Pembakaran tidak sempurna memang sangat mungkin
terjadi. Secara teoritis hal tersebut terjadi karena kekurangan gas oksigen (udara)
untuk proses pembakarannya. Senyawa CO mempunyai potensi racun yang
berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu
hemoglobin (Mukono, 1997).
2C + O2 2CO
Pencemaran gas NOx diudara teruatam berasal dari gas buangan hasil
pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listri stasioner atau mesin-mesin
yang menggunakan bahan bakar gas alami.
Konsentrasi gas SO2 diudara akan mulai terdeteksi oleh indera manusia
(tercium baunya) manakala kensentrasinya berkisar antara 0,3 – 1 ppm. Gas dari
pada gas SO3. Jadi dalam hal ini yang dominan adalah gas SO2. Namun demikian
gas tersebut akan bertemu dengan oksigen yang ada diudara dan kemudian
membentuk gas SO3 melalui reaksi berikut :
Pencemaran SOx diudara terutama berasal dari pemakaian baru bara yang
digunakan pada kegiatan industri, transportasi, dan lain sebagainya. Belerang dalam
batu bara berupa mineral besi peritis atau FeS2 dan dapat pula berbenruk mineral
logam sulfida lainnya seperti PbS, HgS, ZnS, CuFeS2 dan Cu2S. Dalam proses
industri besi dan baja (tanur logam) banyak dihasilakna SOx karena mineral-mineral
logam banyak terikat dalam bentuk sulfida. Pada proses peleburan sulfida logam
diubah menjadi oksida logam. Proses ini juga sekaligus menghilangkan belerang
dari kandungan logam karena belerang merupakan pengotor logam. Pada suhu tinggi
sulfida logam mudah dioksida menjadi oksida logam melalui reaksi berikut :
2ZnS + 3O2 2ZnO + 2SO2
Deposisi asam terjadi apabila asam sulfat, asam nitrat, atau asam klorida
yang ada do atmosfer baik sebagai gas maupun cair terdeposisikan ke tanah, sungai,
danau, hutan, lahan pertanian, atau bangunan melalui tetes hujan, kabut, embun,
salju, atau butiran-butiran cairan (aerosol), ataupun jatuh bersama angin.
Asam-asam tersebut berasal dari prekursor hujan asam dari kegiatan manusia
(anthropogenic) seperti emisi pembakaran batubara dan minyak bumi, serta emisi
dari kendaraan bermotor. Kegiatan alam seperti letusan gunung berapi juga dapat
menjadi salah satu penyebab deposisi asam. Reaksi pembentukan asam di atmosfer
dari prekursor hujan asamnya melalui reaksi katalitis dan photokimia. Reaksi-reaksi
yang terjadi cukup banyak dan kompleks, namun dapat dituliskan secara sederhana
seperti berikut ini :
SO2 + OH → HSO3
NO + HO2 → NO2 + OH
Pada reaksi ini radikal hidroksil akan terbentuk kembali, jadi selama ada NO
diudara, maka reaksi radikal hidroksil akan terbantuk kembali, jadi semakin banyak
SO2, maka akan semakin banyak pula asam sulfat yang terbentuk.
NO2 + OH → HNO3
Sedangkan pada malam hari terjadi reaksi antara Nitrogen dioksida dengan ozon
NO2 + O3 → NO3 + O2
O* + ClO → Cl* + O2
4. Partikulat
Partikulat adalah padatan atau liquid di udara dalam bentuk asap, debu dan uap,
yang dapat tinggal di atmosfer dalam waktu yang lama. Di samping mengganggu
estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke dalam sistem pernafasan
dan menyebabkan penyakit gangguan pernafasan dan kerusakan paru-paru.
Partikulat juga merupakan sumber utama haze (kabut asap) yang menurunkan
visibilitas. Di udara, partikulat dapat berbentuk sebagai berikut:
a. Dust merupakan suatu satuan campuran material atau partikel padat dalam
berbagai ukuran (diameter). Menurut ISO 4225-1994, ”dust is small solid
particles conventionally taken as dose particles below 75 μm in diameter, which
settle out under their own weight but which may remain suspended for
sometime.” Sedangkan IUPAC (1990) dust is small, dry, solid particles
projective into air by natural force, such as wind, volcanic eruption, and by
mechanical or manmade processes such as crushing, grinding, milling, drilling,
demolition, shoveling, conveying, screening, bagging, and sweeping.
e. Fogs
f. Smokes terdiri dari partikel padat dan cairan berukuran < 1 μm, biasanya < 0,05
μm; dihasilkan selama pembakaran tidak sempurna dan penyulingan.
Karbon monoksida merupakan pencemaran udara yang paling besar dan umum
dijumpai. Sebagian besar CO terbentuk akibat proses pembakaran bahanbahan
karbon yang digunakan sebagai bahan bakar secara tidak sempurna. Misalnya dari
pembakaran bahan bakar minyak, pemanas, proses-proses industri dan pembakaran
sampah (Soedomo, 2001).
Pengaruh beracun CO terhadap tubuh terutama disebabkan oleh reaksi antara
CO dengan hemoglobin (Hb) di dalam darah. Hb di dalam darah secara normal
berfungsi dalam sistem transpor untuk membawa oksigen dari paru-paru ke sel-sel
tubuh dan membawa CO2 dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya CO, Hb,
dapat membentuk COHb. Jika terjadi demikian maka kemampuan darah untuk
mentranspor oksigen menjadi berkurang. Polusi udara oleh CO juga terjadi selama
merokok. Konsentrasi CO yang tinggi di dalam asap rokok yang terisap tersebut
mengakibatkan kadar COHb di dalam meningkat (Fardiaz, 1992).
1. Gangguan keseimbangan refleksi, sakit kepala, pusing, koma, kerusakan sel otak
dengan keterpajanan CO selama 1 jam atau lebih dengan konsentrasi 50- 100 ppm.
2. Menyebabkan sakit kepala yang cukup berat, pusing, koma, kerusakan sel otak
dengan keterpajanan selama 2 jam dan konsentrasi CO sebesar 250 ppm.
Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk mengurangi kadar CO di
udara. Salah satunya adalah menanam tanaman-tanaman di pinggir jalan atau
pembuatan taman kota. CO berpengaruh terhadap fiksasi nitrogen pada tanaman
tingkat tinggi. Fiksasi nitrogen pada bakteri yang terdapat pada akar tanaman
terhambat. Hal ini telah dibuktikan melalui pemberian CO selama 35 jam pada
konsentrasi 2000 ppm. Tetapi untuk konsentrasi 100 ppm pada jangka waktu 1-3
minggu pemberian CO tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap
tanamantanaman tingkat tinggi. Karena konsentrasi CO di udara biasanya jarang
mencapai 100 ppm meskipun dalam jangka waktu sebentar, maka pengaruh CO
terhadap tanaman biasanya tidak terlihat secara nyata (Fardiaz, 1992).
Jadi,tanaman yang tumbuh di tanah yang subur lah yang paling efektif
membersihkan CO dalam udara karena dalam tanah yang subur juga mengandung
banyak mikroorganisme dalam tanahnya.