Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penulisan makalah yang berjudul PPU di
Industri Semen ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen
pembimbing mata kuliah Rekayasa Lingkungan yang mana telah banyak
memberikan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik,
demikian juga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian makalah
ini.
Penyusun menyadari dalam menulis makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu diharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun demi

perbaikan penulisan makalah ini.

Pekanbaru, November2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Udara merupakan kebutuhan mutlak bagi setiap makhluk hidup. Di dalam


udara terkandung gas-gas seperti 78% nitrogen, 20% oksigen, 0,93% argon,
0,03% karbon dioksida, dan sisanya terdiri dari neon, helium, metan dan hidrogen.
Bila komponen yang terkandung di dalam udara berada pada komposisi tersebut
maka udara dapat disebut udara normal. Namun seiring dengan meningkatnya
populasi manusia dan aktivitas manusia yang semakin meningkat, kualitas udara
semakin menurun. Pada saat ini, hampir seluruh aktivitas yang dilakukan oleh
manusia dapat menimbulkan pencemaran terhadap udara.
Udara yang telah tercemar ditandai dengan adanya perubahan yang dapat
berupa sifat-sifat fisis dan kimiawi. Perubahan kimiawi dapat berupa pengurangan
maupun penambahan salah satu komponen kimia yang terkandung didalam udara.
Keadaan ini yang disebut dengan pencemaran udara.
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,
atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan
mahkluk hidup, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau merusak properti.
Pencemaran udara di beberapa kota besar di Indonesia telah sangat
memprihatinkan. Emisi polutan dapat mempengaruhi atmosfer dalam skala yang
sangat besar dan secara langsung dalam skala yang kecil dapat menimbulkan
gangguan kesehatan pada manusia seperti resiko kanker darah, infeksi pada
saluran pernafasan (ISPA), asma, dan kanker paru-paru. Diperkirakan dalam
sepuluh tahun mendatang terjadi peningkatan jumlah penderita penyakit paru-paru
dan saluran pernapasan. Bukan hanya infeksi saluran pernapasan akut yang kini
menempati urutan pertama dalam pola penyakit diberbagai wilayah di Indonesia,
tetapi juga meningkatnya jumlah penderita penyakit asma dan kanker paru-paru.
Di kota-kota besar, kontribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai
sumber polusi udara mencapai 60-70% (Bapedal,1992). Sedangkan kontribusi gas
buang dari cerobong asap industri berkisar 10-15%, sisanya berasal dari sumber
pembakaran lain,misalnya dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran
hutan, dll. Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu diwaspadai, tetapi
organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan beberapa jenis polutan yang
dianggap serius. Polutan udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia,
hewan,serta mudah merusak harta benda adalah partikulat yang mengandung

partikel hidrokarbon, sulfur dioksida, dan nitrogen oksida. Semuanya di emisikan


oleh kendaraan bermotor.
Zat pencemar udara yang paling dominan adalah PM10, SO2 dan CO. PM10
adalah partikel-partikel berdiameter kurang dari 10 mikrometer, partikel ini
banyak diemisikan oleh kegiatan transportasi (MenLH, 2002). Emisi PM 10 oleh
kegiatan transportasi mengandung campuran garam timbal dan senyawa organicsulfat (kendaraan bermotor berbahan bakar jenis bensin) dan partikel-partikel
diesel (kendaraan bermotor berbahan bakar jenis solar).
1.2

Perumusan Masalah
Industri merupakan salah satu penghasil limbah terbesar. Limbah yang

dihasilkan dapat berupa limbah padat, cair, maupun gas. Sebelum limbah dibuang
ke lingkungan, perlu dilakukan proses pengolahan limbah agar tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitarnya. Untuk pengolahan limbah industri berbentuk gas,
terdapat berbagai alat proses seperti gravity settler, cyclone, electrostatic
precipitator, maupun web scrubber. Semua alat proses tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangannya masing-masing. Penggunaan alat proses pengolahan udara
yang tidak tepat dapat mengakibatkan masalah pencemaran udara pada gas
buangan cerobong akibat adanya partikulat dan gas yang lolos dari alat
pengolahan. Selain itu penggunaan alat proses yang tidak tepat juga dapat
menimbulkan masalah baru seperti pengolahan udara yang mengandung gas
eksplosif dengan menggunakan electrostatic presipitator. Hal ini tidak boleh
dilakukan karena electrostatic presipitator mengandung muatan listrik.
Oleh karena itu, kita perlu mempelajari berbagai alat-alat pengolahan
udara baik dari segi kelebihannya maupun kelemahannya, sehingga dapat
menghasilkan udara yang bebas dari polutan.
1.3
1.
2.
3.
4.
1.4

Tujuan
Mempelajari partikulat dan gas yang dapat mencemari udara
Mempelajari sumber-sumber polusi
Mempelajari alat-alat pengendalian pencemaran udara
Mempelajari alat pengendalian udara yang digunakan di industri semen
Manfaat

Mengetahui alat-alat pengendalian pencemaran udara yang digunakan di


industri semen khususnya pada PT. Indosemen, Tbk

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Udara
Udara merupakan komponen penting bagi kehidupan manusia. Udara

terdiri dari campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap.
Komposisi campuran gas tersebut tidak selalu konstan dan selalu berubah dari
waktu ke waktu. Komponen yang konsentrasinya paling bervariasi adalah air yang
berupa uap air. Jumlah air yang terdapat di udara bervariasi tergantung dari cuaca
dan suhu. Udara dalam istilah meteorologi disebut juga atmosfir yang berada di
sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini.
Atmosfir merupakan campuran gas-gas yang tidak bereaksi satu dengan lainnya.
Atmosfir terdiri dari selapis campuran gas-gas, sehingga sering tidak tertangkap
oleh indera manusia kecuali apabila berbentuk cairan berupa uap air dan padatan
berupa awan dan debu

Komposisi udara murni dalam atmosfer kering yang tidak tercemar terdiri
dari 78% Nitrogen (780.900 ppm), 21 % Oksigen (209.500 ppm), 1% uap air,
Karbondioksida (0,032%) dan sisanya gas gas lain seperti CO (0,1ppm), Helium
(5,2ppm), Neon(18ppm), Metana (1,5ppm), dll (Muhammadah, 2012). Menurut
Peraturan Pemerintah no. 41 tahun 1999 mengenai baku mutu udara ambien
ditampilkan dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien
Parameter
SO2
CO
NO2
O3
HC
PM10
2.2
2.2.1

Baku Mutu (ug/N)


900
30.000
400
235
160
150

Waktu Pengukuran (Jam)


1
1
1
1
3
24

Pencemaran Udara
Pengertian Pencemaran Udara
Pencemaran udara adalah kehadiran satu atau lebih substansi fisik, kimia,

atau biologi di atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan


manusia, hewan, dan tumbuhan, mengganggu estetika dan kenyamanan, atau
merusak properti. Pencemaran udara dapat ditimbulkan oleh sumber-sumber alami
maupun kegiatan manusia. Beberapa definisi gangguan fisik seperti polusi suara,
panas, radiasi atau polusi cahaya dianggap sebagai polusi udara. Sifat alami udara
mengakibatkan dampak pencemaran udara dapat bersifat langsung dan lokal,
regional, maupun global.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 41 tahun 1999 mengenai
Pengendalian Pencemaran udara, yang dimaksud dengan pencemaran udara
adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi dan/atau komponen lain ke
dalam udara ambient oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambient turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambient tidak memenuhi
fungsinya. Di mana udara ambien adalah udara bebas dipermukaan bumi pada
lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia
yang dibutuhkan dan mempengaruhi kesehatan manusia, makhluk hidup dan
unsur lingkungan hidup lainnya.

2.2.2
1.

Tipe Pencemar Udara


Pencemar primer
Pencemar primer adalah substansi pencemar yang ditimbulkan
langsung dari sumber pencemaran udara. Misalnya CO, NOx, SOx,

HC, F, Cl, Br
b. Pencemar Sekunder
Pencemar sekunder adalah substansi pencemar yang terbentuk dari
2.2.3
1.

reaksi pencemar-pencemar primer di atmosfer. Ozon, CFC, HNO3


Zat Pencemar Udara
Zat pencemar udara terdiri atas 2 macam yaitu gas dan partikulat.

Zat Pencemar Berupa Gas


Gas-gas pencemar udara terdiri atas :
a. Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan
bersifat racun. Gas ini dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan
bakar fosil, misalnya gas buangan kendaraan bermotor. Konsentrasi
karbon dioksida di atmosfir meningkat dari 275 ppm pada tahun 1980
menjadi 345 ppm pada tahun 1985, dan menjadi kontributor global
warming.
b. Sulfur dioksida (SO2)
Sulfur dioksida merupakan hasil utama pembakaran sulfur atau bahan
bakar yang mengandung sulfur. Gas ini merupakan faktor utama
terbentuknya hujan asam.
c. Nitrogen Oksida (Nox)
Gas ini merupakan gas yang paling beracun yang dihasilkan dari
pembakaran batu bara di pabrik, pembangkit energi listrik, dan knalpot
kendaraan bermotor.
d. Hidrokarbon
Gas hidrokarbon yang mengandung metana dianggap sebagai gas yang
relatif tidak berbahaya yang dihasilkan pada penambangan dan diemisikan
dari proses penguraian anaerobik bahan organik seperti kotoran hewan.
Pada konsentrasi tinggi, gas ini akan menjadi asphyant dan bila bercampur
dengan udara, bersifat mudah meledak.
e. Ozon (O3)
Pada konsentrasi yang tinggi, ozon dapat menjadi penyebab terjadinya
kerusakan pada tanaman dan dapat merusak bahan yang terbuat dari karet
lateks.

f. Karbon Monoksida (CO)


Merupakan gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa yang
dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari bahan yang mengandung
karbon. Karbon monoksida merupakan gas yang berbahaya karena gas ini
dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah membentuk HbCO yang
dapat menghambat transfer oksigen dalam darah.
g. Chlorofluorocarbon (CFC)
Gas yang dapat menyebabkan menipisnya lapisan ozon yang ada di
atmosfer bumi. Dihasilkan dari berbagai alat rumah tangga seperti kulkas,
AC, alat pemadam kebakaran, pelarut, pestisida, alat penyemprot (aerosol)
pada parfum dan hair spray.
h. Timbal (Pb)
Logam berat yang digunakan manusia untuk meningkatkan pembakaran
pada kendaraan bermotor. Hasil pembakaran tersebut menghasilkan timbal
oksida yang berbentuk debu atau partikulat yang dapat terhirup oleh
manusia.
2.

Zat Pencemar Berupa Partikulat


a. Debu (Dust)
Debu merupakan partikel padat yang terbentuk akibat pemecahan
mekanik material besar yang berukuran 0,1 hingga >100 mikron.
b. Asap (Smoke)
Asap adalah aerosol visibel yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak
sempurna. Partikelnya dapat berupa padatan atau cairan dan biasanya
berukuran kurang dari 1 mikron.
c. Fume
Fume adalah aerosol partikel padat yang terbentuk dari kondensasi uap
yang berasal dari padatan atau kondensasi dari gas-gas hasil pembakaran.
Partikel ini biasanya berukuran kurang dari 1 mikron.
d. Mist
Mist adalah aerosol partikel cairan yang terbentuk dari kondensasi atau
atomisasi. Ukurannya berkisar antara submikrometer hingga 20 mikron.

2.3

Pengendalian Pencemaran Udara Industri


Strategi yang dapat digunakan untuk mengendalikan pencemaran udara

yang diakibatkan oleh sumber pencemar yang tidak bergerak (industri) dilakukan

dengan reduksi emisi. Reduksi emisi merupakan gabungan usaha dari semua ilmu
dan teknik untuk mengendalikan tingkat emisi pada sumbernya dan mengurangi
kadar polutan, sehingga senyawa pencemar itu tidak berbahaya lagi, baik untuk
lingkungan maupun bagi biotik yang hidup didalamnya.
Usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi polutan terdiri atas :
1.

Penghapusan pengoperasian secara keseluruhan atau hanya sebagian


Usaha ini merupakan usaha preventif yaitu dengan mengganti ataupun

menghilangkan proses yang diidentifikasi. Usaha yang dilakukan terdiri atas


evaluasi mengenai alternatif dalam manufacturing dan teknik produksi,
melakukan substitusi bahan, dan peningkatan metode pengendalian proses.
2.

Memodifikasi pabrik atau pengoperasian pabrik


a. Modifikasi sistem operasi dapat dilakukan dengan
1. Mengembangkan metode pengendalian tanpa instrumen
2. Perubahan proses untuk mengendalikan fugitif dust misalnya dengan
membasahi jalan, menutup jalan dengan aspal, dan mengisolasi unit
operasi.
3. Pelatihan pengoperasian dan pemeliharaan instrumen, mis; reduksi bau
dari industri makanan dengan menjaga kebersihan lingkungan, dan
mengoperasikan alat sesuai ketentuan operasi.
b. Menggunakan stack yang tinggi, tingginya stack dapat mengeliminasi
terjadinya efek downwash dan pusaran eddy dari stack
c. Mengubah sumber bahan bakar yang digunakan.

Contohnya

menggunakan bahan bakar dari gas (LPG atau LNG), menggunakan bahan
bakar yang rendah kadar sulfurnya dan melakukan pencucian batubara
sebelum digunakan
Menggunakan kembali CO untuk bahan bakar boiler
Menggunakan air sebagai senyawa pembawa dalam industri cat
Menggunakan pembakaran atom dalam proses boiler
Menghentikan instalasi (industri) sebagai langkah terakhir
3.
Relokasi pabrik
a. Mengalokasikan daerah yang akan tercemar
b. Membuat aturan tentang izin kontruksi baru yang akan dijalankan
c. Mengisolasi daerah sekitar sumber pencemar agar tidak dihuni
4.
Penerapan teknologi pengendalian yang tepat.
d.
e.
f.
g.

Jika pembentukan senyawa pencemar itu tidak dapat dihindarkan lagi,


maka pemasangan alat untuk menangkap senyawa ini harus dilakukan. Secara

umum penghilangan senyawa pencemar dengan tuntas tidak mungkin diterapkan


tanpa pembiayaan yang besar. Usaha pengendalian polutan dapat dilakukan
dengan menggunakan berbagai alat pengumpul (collector). Alat pengumpul
tersebut ada yang didasarkan pada pengurangan kadar partikulat maupun
pengurangan kadar partikulat maupun gas.
Pengendalian pencemar partikulat, dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. Pengendalian secara kering menggunakan gravity settler, cyclone, inertial
separator, electrostatic precipitator, dan fabric filters.
2. Pengendalian secara basah menggunakan wet scrubber, spray tower,
venturi scrubber, impingement plate scrubber, dynamic centrifugal, dan
scrubber.
Sedangkan pengendalian pencemar gas, menggunakan: combustion
(pembakaran), absorpsi, adsorpsi, kondensasi.
Upaya pembersihan aliran gas atau udara sebelum dibebaskan ke
lingkungan dapat dihubungkan dengan kebutuhan proses produksi, perolehan
produk samping atau perlindungan lingkungan. Seringkali alat ini merupakan alat
yang penting dalam suatu proses, jika sasaran utama adalah penghilangan gas
yang beracun atau mudah terbakar. Partikulat dapat ditemui dalam berbagai
ukuran, bentuk, komposisi kimia, densitas, daya kohesi, sifat higroskopik dan
lain-lain.
Variabel yang beraneka ragam ini mengakibatkan bahwa pemilihan alat
dan sistem pengendalian pencemaran udara oleh partikulat dan gas harus melihat
sisi efektivitas penggunaan alat pengendalian disamping penilaian ekonomi.
Misalnya dalam pembersihan debu dengan cara kering memiliki keunggulan
dalam biaya proses ulang untuk pengumpulan produk samping, jika dibandingkan
dengan pemisah debu dengan cara basah. Kerugian sistem kering ini adalah
penambahan alat untuk penggantian udara segar, karena debu yang halus yang
berterbangan di ruang atau debu yang higroskopik tidak dapat ditangani dengan
baik.
Oleh karena itu, pemilihan alat harus didasarkan pada faktor-faktor
berikut:
1. Ukuran partikel
2. Efisiensi penyisihan yang ingin dicapai

3.
4.
5.
2.3.1

Besarnya aliran gas


Waktu pembersihan
Karakteristik partikel
Peralatan Pengendalian Pencemar Udara Berupa Partikulat
Peralatan pengendalian partikulat menggunakan gaya yang mempengaruhi

arah gerak partikulat sehingga partikulat tersebut keluar dari arah aliran udara
pembawanya. Setiap jenis alat pengendalian pencemaran udara ini memiliki
perbedaan gaya yang mempengaruhi pada proses penyisihan partikulat. Gaya
yang digunakan dalam penyisihan partikulat terdiri atas gaya gravitasi, gaya
sentrifugal, tumbukan (impaction), singgungan (interception), difusi (diffusion),
gaya listrik statis (electrostatic).
Tabel 2.2 Gaya Penyisihan Partikulat Berbagai Alat

1.

Collector
Gravity Settler
Cyclone
Electrostatic Presipitator
Fabric Filter
Wet Scrubber
Gravity Settler

Gaya
Gravitasi
Sentrifugal
Listrik Statis
Difusi dan Intersepsi
Inersia dan Intersepsi

Gravity settler adalah alat pengendali partikulat pertama yang sering


dipakai untuk menurunkan emisi debu. Gravity settler ini sudah jarang dipakai
saat ini karena tingkat efisiensinya yang rendah untuk patikel berukuran kecil.
Prinsip penyisihan partikulat dalam Gravity Settler, yaitu gas yang mengandung
partikulat dialirkan melalui suatu ruang (chamber) dengan kecepatan rendah
sehingga memberikan waktu yang cukup bagi partikulat untuk mengendap secara
gravitasi ke bagian pengumpul debu (dust collecting hoppers).

Gambar 2.1 Gravity Settler


Gravity settler memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Desain alat sederhana, mudah untuk dibuat konstruksinya
b. Instalasi alat mudah

c. Pemeliharaan yang mudah dan biaya pemeliharaan sangat rendah


d. Dapat dipakai untuk industri yang mengemisikan udara yang mengandung
partikulat dalam kadar yang tinggi (misalnya industri peleburan logam)
e. Dapat dioperasikan pada temperatur tinggi
Gravity settler memiliki kekurangan sebagai berikut:
a. Ukurannya besar, memerlukan lahan yang luas
b. Harus dibersihkan secara manual dalam interval waktu tertentu
c. Hanya dapat menyisihkan partikel berukuran besar (10-50 m)
2.

Cyclone (Siklon)
Siklon merupakan alat pengendalian partikulat yang digunakan sebagai
pengumpul awal (pre-collector) dan pelindung alat pengendalian partikulat
efisiensi tinggi (contohnya fabric filter, electrostatic presipitator). Prinsip siklon
yaitu dengan menciptakan aliran berputar (vortex) untuk mengalirkan partikel ke
area dimana partikel tadi akan mengalami kehilangan energi dan terpisah dari
aliran gas.
Input berupa gas dan partikulat dipercepat dengan gerakan spiral, dimana
partikel ukuran besar akan terlempar ke luar dan bertubrukan dengan dinding
cyclone oleh gaya sentrifugal dan turun ke kerucut cyclone untuk ditangkap oleh
hopper. Sedangkan gas yang bersih mengalir keluar melalui stack. Semakin tinggi
kecepatan aliran gas, maka efisiensinya juga semakin besar

Gambar 2.2 Cyclone

Berdasarkan ukurannya, siklon terdiri atas siklon berdiameter besar (1-6ft)


dan siklon berdiameter kecil (3-12in). Siklon berdiameter kecil memiliki
kelebihan dibanding siklon berdiameter besar yaitu :
a. Putaran/spinning yang lebih cepat
b. Partikel yang terpental dari vortex akan cepat menyentuh dinding siklon
c. Ukuran partikel yang dapat disisihkan lebih kecil, mampu menyisihkan
partikel berdiameter 5 mikron
d. Tidak digunakan untuk menyisihkan partikulat ukuran besar karena bisa
terjadi penyumbatan atau clogging
Siklon yang sering digunakan di industri terdiri atas:
a. Single-cyclone separator
Membuat dua pusaran untuk memisahkan debu kasar dan halus. Pusaran
utama akan membawa debu kasar ke bawah. Pusaran kedua dihasilkan di dekat
bawah pusaran utama yang membawa debu halus ke atas.

Gambar 2.3 Single-cyclone separator


b. Multiple-cyclone separators
Multiple-cyclone separators terdiri dari beberapa cyclone kecil yang
bekerja secara parallel dan mempunyai saluran gas masuk dan keluar.

Gambar 2.4 Multiple-cyclone separators


Multiple-cyclone separators memiliki prinsip yang sama dengan single
cyclone separators. Multiple-cyclone separators lebih efisien karena dia lebih
panjang serta memiliki diameter yang kecil. Panjangnya cyclone menyebabkan
waktu proses lebih lama dan diameter kecil menghasilkan gaya sentrifugal yang
besar, hal ini membuat pemisahan debu lebih efisien. Penurunan tekanan dari
multiple-cyclone separators lebih besar daripada single-cyclone separators. Tipe
ini banyak digunakan di industry seperti pabrik kertas, pabrik semen, pabrik baja,
pabrik petroleum coke dll.
Sedangkan efisiensi siklon separator terpengaruh beberapa hal, yaitu :
a. Gaya sentrifugal
b. Gaya angkat / Bouyancy force
c. Gaya tahanan aliran / Drag force
d. Pressure Drop juga mempengaruhi performance total
Siklon memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Siklon dapat digunakan untuk menyisihkan partikulat yang berukuran
lebih besar dari 5 m dengan efisiensi 50-90%.
Dapat dioperasikan pada temperatur tinggi
Pemeliharaannya mudah
Modal awal yang rendah
Kebutuhan lahan relatif tidak luas
Siklon memiliki kekurangan sebagai berikut:
a. Efisiensi rendah (untuk partikel yang sangat kecil)
b. Biaya operasi tinggi karena tingginya pressure drop
c. Tidak cocok digunakan bagi industri yang mengemisikan partikulat basah,
b.
c.
d.
e.

3.

karena dapat terkumpul di dinding siklon (inner spinner vanes)


Fabric Filter/ Baghouses
Fabric filter merupakan alat pengendali yang sangat baik untuk
diapikasikan dalam penyisihan debu yang memiliki ukuran kecil dimana
diinginkan efesiensi penyisihan yang cukup tinggi. Bahan yang digunakan pada
Fabric filter biasanya berbentuk tabung atau kantung.

Gambar 2.5 Fabric Filter


Fabric filter beroperasi dengan prinsip kerja yang hampir sama dengan
vacuum cleaner. Udara yang membawa debu partikulat yang ditekan melewati
kantung-kantung yang terbuat dari bahan yang spesifik. Sehingga ketika udara
melewati bahan tersebut, debu akan terakumulasi pada permukaan bahan tersebut,
menghasilkan udara yang bersih. Bahan yang digunakan berguna untuk menahan
debu. Namun lapisan debu yang terakumulasi di permukaan juga memiliki
keuntungan dalam menciptakan efisiensi yang tinggi dalam proses filtrasi partikel
yang lebih kecil.

Gambar 2.6 Cara Kerja Fabric Filter


Pembersihan debu pada fabric filter adalah faktor penting dalam kinerja
sistem fabric filter. Jika debu tidak dibersihkan maka penurunan tekanan di
sepanjang sistem akan meningkat hingga jumlah yang melebihi batas. Jika terlalu
banyak lapisan yang hilang, kebocoran debu yang berlebihan akan timbul ketika
dihasilkan lapisan baru. Seleksi parameter desain sangat penting untuk
memperoleh kinerja optimum dari sistem fabric filter. Sistem fabric filter
seringkali disebut sebagai baghouse, karena fabric filter biasanya dibuat dalam

bag silinder. Desain baghouse yang paling umum adalah tipe reverse-air dan
pulse-jet. Nama ini mendeskripsikan sistem pembersihan yang digunakan dalam
sistem.
Reverse-air baghouse beroperasi dengan mengalirkan gas kotor ke dalam
kantong (bag). Dengan demikian pengumpulan debu terjadi di bagian dalam bag.
Bag dibersihkan secara periodik dengan membalik arah aliran udara, sehingga
lapisan debu yang terkumpul sebelumnya jatuh dari bag ke dalam hopper di
bawah. Karena prosedur pembersihan dilakukan dengan kecepatan gas yang
relatif rendah, fabric filter terlindungi dari pergerakan yang berbahaya, sehingga
teknik pembersihan reverse-air menghasilkan masa pemakaian bag maksimum.
Variasi desain reverse-air baghouse dan pelopor reverse-air baghouse (misal,
shaker baghouse), bag digoncangkan selama interval pembersihan reverse-air.

Gambar 2.7 Reverse-air Baghouse


Pulse-jet baghouse didesain dengan struktur rangka dalam, disebut cage,
yang memungkinkan pengumpulan debu pada bagian luar bag. Lapisan debu
dibersihkan secara periodik oleh semburan jet udara yang tertekan ke dalam bag
menyebabkan bag mengembang tiba-tiba; debu dibersihkan oleh tenaga inersia
ketika bag mengembang hingga maksimum. Teknik pembersihan bag ini cukup
efektif, namun kehebatan teknik ini dan kadang-kadang pemasangan bag-to-cage
yang pas cenderung membatasi waktu pemakaian bag dan juga meningkatkan
migrasi debu keluar dari fabric, sehingga mengurangi efisiensi pengumpulan
debu. Seleksi material serat dan konstruksi fabric penting untuk kinerja baghouse.

Material serat harus memiliki karakteristik kekuatan yang cukup dan kesesuaian
kimia dengan gas dan debu yang ditangkap. Konstruksi fabric bulu kempa
umumnya menghasilkan penyisihan yang lebih baik daripada fabric tenunan.
Namun tidak semua serat bisa dikempa ke dalam fabric dengan kekuatan cukup
dan menjadikan fabric filter disusun dari filamen dan/atau serat yang awalnya
dibelit menjadi benang, dan kemudian ditenun atau dirajut menjadi fabric.

Gambar 2.8 Pulse-jet Baghouse


Fabric filter memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Efisiensi pengumpulan sangat tinggi meskipun untuk partikel yang
sangat kecil.
b. Dapat beroperasi untuk berbagai tipe debu.
c. Didesain berbentuk modul, dan modul-modul tersebut dapat dirangkai
di pabrik.
d. Dapat beroperasi pada aliran volumetrik dengan skala luas.
e. Memerlukan penurunan tekanan rendah yang masuk akal.
Fabric filter memiliki kelemahan sebagai berikut:
a. Memerlukan areal yang luas.
b. Fabric dapat dirusak oleh temperatur tinggi dan korosi akibat bahan kimia.
c. Tidak dapat beroperasi pada lingkungan yang lembab; fabric dapat
menjadi lengket.
d. Berpotensi menimbulkan kebakaran atau ledakan.
4.
Electrostatic Presipitator (ESP)
ESP merupakan alat pemisah gas dari debu sebelum gas tersebut keluar
dari stack. ESP sangat efektif sebagai pengendali partikulat terutama yang

berukuran kurang dari 10-20 m. Pada sebagian besar aplikasinya EP memiliki


efisiensi pengumpulan partikulat sebesar (80-99,9)%.

Gambar 2.9 Electrostatic Presipitator


Keterangan:
1. Precipitator Chamber
2. Insulation
3. Inspection Hatches
4. Insulator Cubicle
5. Drive stations for rapping gear
6. Collecting Plates
7. Collecting rapping gear
8. Discharge Electrodes/ De

9. Discharge Rapping Gear


10. Inside Chain Drive
11. Slide Bearing
12. Guard Plates
13. Supporting insulators
14. Insulator Shaft
15. Gas Distribution Shields

Prinsip dari ESP yaitu memberikan muatan (negatif) ke partikulat di dalam


udara kotor atau aliran gas. Partikel yang sudah diberi muatan tadi berpindah dan
terikat pada collecting surface yang muatannya berlawanan (positif). Tujuan
akhirnya adalah membersihkan partikulat yang telah terkumpul tadi. ESP
sebenarnya

merupakan

usaha

pengembangan

prinsip

presipitasi

untuk

dimanfaatkan dalam industri-industri, dengan menggunakan muatan negatif pada


discharge electrodes dan muatan positif pada collecting surface. Inti dari proses
ESP sendiri terjadi diantara dua elektroda tadi. Tegangan yang dibutuhkan
15000-100000 V tergantung dari konfigurasi presipitator. Makin tinggi tegangan
yang diberikan, makin rendah resistifitasnya, sehingga efisiensi bertambah. Proses
penangkapan debu pada ESP secara umum terdiri atas tujuh langkah proses dasar
yang berlangsung secara kontinu yaitu:
a. Gas masuk melalui gas distribution ke dalam treatment zone
b. Terjadi proses particle charging.
Partikel yang melewati EP akan mengalami ionisasi muatan oleh elektroda
kawat. Proses ionisasi dimulai dengan pemberian muatan ke kawat
elektroda (arus searah dengan tegangan tinggi) sehingga menimbulkan
efek korona.
c. Corona Discharge
Efek ini terlihat dari adanya cahaya biru luminescence disekitar kawat.
Efek korona ini akan mengionisasi udara disekeliling kawat dengan
pelepasan muatan negatif (elektron).
d. Ionisasi molekul gas
Proses yang terjadi pada corona discharge kemudian akan membombardir
partikel tersuspensi dalam aliran gas menjadi bermuatan negatif. Partikel
yang bermuatan negatif akan bergerak menuju collection electrode
bermuatan positif dan kemudian disisihkan. Plat kolektor bermuatan
positif karena biasanya dihubungkan dengan tanah (grounding), usaha ini
akan menambah tingkat efisiensi EP dengan penempelan banyak partikel
pada bagian permukaan plat tersebut.
e. Pengumpulan Partikel

Pada saat partikel bermuatan negatif tadi mencapai collecting electrode


yang dihubungkan ke tanah, maka hanya sebagian dari muatan tersebut
yang akan terbuang (discharge). Muatan tersebut akan meluncur melalui
collecting plate ke tanah secara perlahan. Sebagian daripada muatan
tersebut tersusun kembali dan akan berkontribusi terhadap adanya kohesi
dan adhesi antar molekul untuk tetap memegang partikel melekat pada
collecting plate. Partikel-partikel yang tetap melekat pada collecting plate
disebabkan karena adanya gaya adhesi. Sedangkan partikel-partikel yang
baru saja datang dan melekat pada collecting plate disebabkan oleh karena
adanya gaya kohesi. Tebal lapisan debu yang diizinkan melekat pada
collecting plate berkisar antara 0,08 sampai 1,27 cm. Partikel debu yang
telah terkumpul pada collecting plate kemudian mengalami proses rapping
yaitu proses pembersihan plat kolektor dari partikulat yang menempel.
Hentakan-hentakan rapping yang terperiodik pada collecting plate sangat
perlu dipertahankan untuk menjaga agar aliran gas tetap bersih secara
kontinu. Collecting plate disentak pada saat lapisan debu yang
terakumulasi memiliki ketebalan antara 0,08-1,27 cm. Akibatnya lapisan
debu tersebut terlepas dari collecting plate
f. Penumpukan debu yang tertangkap
g. Proses pemindahan debu yang tertangkap
Debu yang terhempas dari collecting plate akan ditampung kedalam
sebuah hopper yang sisi-sisinya memiliki kemiringan kira-kira 60 agar
memudahkan debu jatuh secara bebas dari puncak hopper ke bukaan
pelepasan dibawah hopper. Debu tersebut harus segera di transport secepat
mungkin untuk menghindari permasalahan material handling seperti
pengerasan dan penyumbatan.
Electrostatic Presipitator memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Efisiensi penyisihan yang sangat tinggi
b. Dapat menangani volume udara yang sangat besar dengan pressure drop
yang relatif kecil
c. Dapat dirancang untuk rentang temperatur udara yang lebar
d. Biaya operasional relatif rendah;
Electrostatic Presipitator memiliki kelemahan sebagai berikut:

a.
b.
c.
d.
e.

Biaya investasi tinggi


Tidak dapat menyisihkan polutan gas
Tidak fleksibel (sulit melakukan modifikasi),
Menggunakan lahan yang luas
Tidak dapat bekerja optimal pada partikel dengan resistivitas listrik yang
sangat tinggi.

5.

Wet Scrubber
Wet scrubber merupakan alat pengendali polusi yang dapat digunakan

untuk membuang partikel dan/atau gas dari arus gas keluaran industri. Pada wet
scrubber arus gas kotor dibawa menuju kontak dengan cairan pencuci dengan cara
menyemprotkan, mengalirkan, atau dengan metode kontak lainnya.

Gambar 2.10 Wet Scrubber


Prinsip operasi Wet scrubber adalah membuant polutan partikel dari arus
gas dengan menangkap partikel tersebut dalam tetesan/butiran liquid atau lapisan
scrubbing liquid (biasanya air) lalu memisahkan tetesan air tersebut dari arus gas.
Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi wet scrubber yaitu ukuran partikel,
ukuran partikel cairan pencuci, dan kecepatan relatif partikel dengan cairan
pencuci. Partikel yang berukuran lebih besar akan lebih mudah untuk ditangkap
daripada yang lebih kecil. kunci dari penangkapan partikel yang efektif pada wet
scrubber adalah dengan menciptakan kabut atau droplet kecil yang bertindak
sebagai target pengumpul. Semakin kecil droplet dan makin banyak droplet yang
terbentuk, maka kemapuan menangkap partikel berukuran kecil semakin baik.

Untuk pengumpulan atau pembuangan polutan gas, polutan tersebut harus


mudah terlarutdalam liquid yang dipilih. Sebagai tambahan, sistem harus didesain
sedemikian rupa agar dapat menyediakan pencampuran yang baik antara fase gas
dan liquid, dan waktu yang cukup bagi polutan gas dapat larut.
Wet scrubber memiliki beberapa kelebihan sebagai berikut:
a. Tahan terhadap kelembaban tinggi dan temperatur tinggi
b. Pada wet scrubber, flue gas didinginkan, menghasilkan kebutuhan ukuran
c.
d.
a.
b.
c.

peralatan yang lebih kecil secara keseluruhan


Dapat membuang polutan gas maupun partikulat
Dapat menetralkan gas yang korosif
Wet scrubber memiliki kelemahan sebagai berikut:
Perlunya treatment terhadap cairan pencuci
Rentan masalah korosi
Membutuhkan mist removal untuk menghasilkan efisiensi yang tinggi
Tabel 2.3 Daftar Partikulat yang Berbahaya

2.3.3 Peralatan Pengendalian Pencemar Udara Berupa Gas


1. Adsorpsi
Prinsip kerjanya adalah dengan melewatkan udara kotor (efluen) pada
bahan padat yang berpori (adsorbent) yang terkandung pada sebuah bed.

Permukaan bahan padat yang berpori akan menangkap dan mengikat gas secara
fisika ataupun kimia. Macam adsorben : Karbon aktif, Alumina, Bauksit,
Decolorizing carbons, Fullers earth, magnesia, silica gel, strontium sulfat.
Peralatan yang digunakan pada proses adsorpsi yaitu fixed bed, moving-bed
fluidized bed.

Gambar 2.11 Prinsip Adsorpsi


2. Absorpsi
Mekanisme dimana satu atau lebih zat pencemar dalam aliran gas
dieliminasi dengan cara melarutkannya dalam liquid (air). Gas yang dapat
dieliminasi dengan proses absorpsi yaitu SO2, H2S, Cl2, NH3, NOx, dan senyawa
hidrokarbon dengan atom karbon rendah. Alat pengendali proses absorpsi disebut
scrubber. Jenis alat industri yang menggunakan proses ini adalah packed tower,
plate tower, spray tower, dan liquid jet scrubber.

Gambar 2.11 Packed Tower dan Material

3. Kondensasi
Proses penyisihan gas pencemar dengan cara merubah fasa dari fasa gas ke
fasa cair/liquid. Metodenya terdiri atas penurunan temperatur, menaikkan tekanan,
ataupun kombinasi keduanya. Alat yang menggunakan proses ini yaitu kondensor
kontak langsung dan kondensor permukaan.
4. Pembakaran (Combustion)
Pembakaran merupakan reaksi oksidasi gas polutan organik atau anorganik
secara cepat dan dalam kondisi panas yang menghasilkan CO 2+ H2O. Reaksi
pembakaran dapat dilihat dibawah ini
Bahan bakar + Pengoksidasi + Nyala api Hasil pembakaran
5. Reaksi Kimia
Metode ini banyak dipergunakan pada emisi golongan Nitrogen dan
Belerang. Membersihkan gas golongan Nitrogen, caranya dengan menginjeksikan
amoniak yang akan bereaksi kimia dengan NOx dan membentuk bahan padat
yang mengendap. Untuk menjernihkan golongan Belerang dipergunakan copper
oxide atau kapur dicampur arang.

BAB III
STUDI KASUS PENGOLAHAN LIMBAH UDARA
3.1

Produksi Semen

Industri semen yang ditinjau pada makalah ini yaitu PT. Indocement, Tbk.
yang merupakan salah satu industri semen di Indonesia. Tipe semen yang
dihasilkan di PT. Indocement, Tbk. merupakan semen tipe PCC, semen khas yang
hanya diproduksi di industri semen ini yaitu semen putih.
Industri semen relatif tidak menghasilkan limbah cair karena proses
produksi yang digunakan yaitu proses kering. Proses basah tidak digunakan pada
saat ini karena prosesnya yang dinilai tidak efisien dan cenderung memerlukan
biaya produksi yang besar karena memerlukan energi yang besar pada pemanasan.
Salah satu hasil sampingan pada industri ini berupa limbah gas yang
mengandung partikulat. Agar tidak terjadi pencemaran udara maka sebelum
limbah gas dikeluarkan melalui stack maka partikulat tersebut harus disaring
terlebih dahulu. Industri ini menggunakan electrostatic presipitator sebagai salah
satu alat pengendalian pencemaran udara. Berikut ini merupakan proses produksi
semen di PT. Indocement, Tbk.
1.

Penambangan dan Penyediaan Bahan Baku (Unit Mining)


Bahan baku utama yang digunakan dalam proses pembuatan semen adalah

batu kapur (lime stone), sedangkan tanah liat (clay), pasir silica, pasir besi dan
gypsum sebagai bahanaditif.
2.
Pengeringan dan Penggilingan Bahan Baku (Unit Raw Mill)
Tahapan ini terdiri dari :
a. Pengeringan bahan aditif
Bahan aditif dari masing-masing storage diambil untuk kemudian
diumpankan ke dalam rotary dryer untuk dikeringkan. Media pemanasnya adalah
gas panas yang berasal dari Reinforced Suspention Preheater (RSP). Proses
pengeringan berlangsung hingga didapatkan kondisi material memiliki kandungan
air kurang lebih 1%.
b. Penggilingan bahan baku
High lime, low lime, aditif dan pasir besi diumpankan ke dalam alat
penggiling (rawmill). Di dalam alat ini, material digiling dengan menggunakan
bola-bola baja dengan ukuran tertentu sambil diputar. Proses ini menggunakan gas
panas dari stabilizer yang diambil dari RSP sehingga dalam proses ini berlangsung
pula proses pengeringan.
c. Pencampuran bahan baku

Raw meal dihomogenisasi dengan proses aerasi di dalam Homogenizing


Silo (HS).
3.
Pembakaran Raw Meal dan Pendinginan Clinker (Unit Burning)
Proses pembakaran raw meal dalam pembuatan semen merupakan tahap
yang paling penting karena pada tahap inilah terbentuk mineral-mineral yang
diperlukan dalam semen. Proses pembakaran di preheater (proses prekalsinasi)
dan proses pembakarandi kiln menjadi klinker. Klinker yang keluar dari kiln dan
masuk kedalam cooler sudah terbentuk padatan dan bersuhu 1000 1200 0C.
Klinker yang masih panas ini perlu didinginkan karena :
a. klinker yang panas sulit diangkut
b. klinker panas mempunyai pengaruh negatif pada proses penggilingan
c. udara panas hasil pendinginan klinker dapat dimanfaatkan, sehingga dapat
menurunkan biaya produksi
d. pendinginan yang tepat akan meningkatkan kualitas semen
4.
Penggilingan Akhir (Unit finish Mill)
Proses penggilingan klinker bertujuan untuk mencampur dan menggiling
klinker dengan gypsum sampai tingkat kehalusan tertentu sehingga terbentuk
produk semen. Material digiling di dalam cement mill. Material yang keluar dari
cement mill dibawa oleh ATC (Air Truck Conveyor) kemudian dipusingkan ke
dalam Air Separator. Dalam air separator terjadi dua gaya yaitu gaya sentrifugal
dan gravitasi sehingga produk yang halus masuk ke siklon dan produk yang masih
kasar masuk kembali ke cement millsebagai tailing.
5.
Pengantongan Semen (Unit Packing)
Semen disimpan dalam cement silo. Semen dari silo dibawa ke bagian
pengepakan (packing) dengan menggunakan air sliding Conveyor dan Bucket
Elevator. Dari bucketelevator, semen dilewatkan ke vibrating screen untuk
memisahkan material asing yang terdapat di dalam semen. Lalu semen
dimasukkan ke dalam feed bin dan dikeluarkan melalui mesin pengepakan. Dari
mesin pengepakan, semen yang sudah dikemas diangkut dengan belt conveyor
menuju ke dua buah bag loader untuk dimuat ke atas truk dan siap untuk
dipasarkan.
3.2

Studi Kasus Pengolahan Limbah Udara


Pada produksi semen di PT Indocement, Tbk. akan dihasilkan limbah

udara yang berupa gas dan partikulat. Gas tersebut terdiri atas NOx, SOx, CO dan

gas hidrokarbon. Sumber bahan bakar yang digunakan di industri semen berupa
batu bara. Pembakaran batu bara akan menghasilkan gas NOx dan SOx, kedua gas
ini merupakan gas yang berbahaya yang dapat mengakibatkan terjadinya hujan
asam. Sedangkan gas karbon monoksida dapat mengakibatkan kematian bila
konsentrasinya terlalu tinggi. Upaya yang dilakukan untuk mengatasi polusi gas
ini yaitu dengan menggunakan gas adsorben, sehingga akan dihasilkan gas
buangan yang bebas dari gas pencemar.
Untuk mengatasi polutan berupa partikulat di industri ini, alat proses yang
digunakan yaitu electrostatic presipitator (ESP). Alasan penggunaan ESP yaitu
karena ESP merupakan alat proses yang sangat baik digunakan pada pengendali
partikulat yang berukuran 10-20 m. Alat ini memiliki efisien kerja hingga 99%
sehingga udara yang dikeluarkan bebas dari polutan berupa partikulat.
Komponen-Komponen dan Perlengkapan Electrostatic Prescipitator:
1. Hopper
Hopper merupakan komponen electrostatic precipitator yang berfungsi
sebagai tempat penampungan partikulat yang tertangkap pada ESP.

Gambar 3.1 Hopper


2. Elektroda Pelepas Muatan
Elektroda pelepas muatan merupakan komponen dimana terjadinya
peristiwa sparking corona.

Gambar 3.2.Elektroda Pelepas Muatan


3. Elektroda Pengumpul
Elektroda pengumpul merupakan komponen tempat debu yang hendak
ditangkap menempel.

Gambar 5.Elektroda Pengumpul


Cara kerja ESP yaitu:
ESP memiliki dua buah elektroda yang terdiri dari elektroda pelepas yang
bermuatan negatif berupa kawat baja dan elektroda pengumpul yang bermuatan
positif berupa pelat baja.
Elektroda pelepas yang bermuatan negatif akan melepaskan elektron.
Elektron ini kemudian akan mengionisasi udara disekitarnya sehingga terbentuk
dua muatan yaitu muatan negatif dan muatan positif dari udara. Dimana ion
bermuatan positif akan tertarik ke elektroda pelepas yang bermuatan negatif
sedangkan ion negatif akan bergerak ke elektroda pengumpul yang bermuatan
positif.
Ketika udara kotor masuk kedalam ESP dan bertemu dengan ion negatif
maka ion negatif tersebut akan berpindah kedalam udara kotor tersebut sehingga
udara kotor tersebut akan bermuatan negatif. Udara kotor tersebut akan tertarik

oleh elektroda pengumpul yang bermuatan positif. Disini ion negatif pada udara
kotor akan ditangkap dan dinetralkan. Sebagian kecil partikel debu yang belum
tersaring akan diberikan muatan positif. Udara yang bermuatan positif ini
kemudian akan tertarik oleh elektroda pelepas yang bermuatan negatif. Elektroda
ini akan menetralkan udara yang bermuatan negatif dan menangkap partikel debu.
Debu yang tertangkap oleh elektroda akan jatuh dan ditampung dalam sebuah
hopper yang memiliki kemiringan kira-kira 60o yang bertujuan untuk
memudahkan debu agar dapat jatuh dari puncak hopper ke bawah hopper. Debu
tersebut kemudian dikeluarkan untuk mencegah terjadinya pengerasan dan
penyumbatan. Sisa debu yang tidak tertangkap kemudian akan dihisap oleh
chimney.
`

Udara yang dihasilkan setelah mengalami tahap pengolahan pada ESP ini

memiliki kandungan debu sebesar 0,08g/Nm3. Udara keluaran ini bisa dikatakan
udara yang bersih dan bebas dari partikulat. Selanjutnya udara tersebut akan
dialirkan menuju stack pada cerobong dan dikeluarkan ke udara bebas.

BAB IV
KESIMPULAN
4.1

Kesimpulan
1. Electrostatic precipitator (ESP) merupakan perangkat industri yang
berfungsi untuk menangkap debu dari gas buang sisa proses produksi atau
pembakaran yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas gas buang
sehingga tetap ramah lingkungan.
2. Prinsip kerja electrostatic precipitator didasarkan atas partikel bermuatan
listrik yang dilewatkan dalam satu medan elektrostatik. Sistem filter ini
terdiri dari dua buah elektroda yaitu elektroda pelepasan (discharge
electrodeatau emiting) yang berupa kawat baja (steelwire) dan elektroda
pengumpul (collectingelectrode) yang berupa plat baja (steel plate).
3. Dengan sistem intermittent energization, dapat diatur karakteristik
tegangan tinggiyang dihasilkan sesuai dengan jenis debu yang dilewatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bethea, M. Robert. 1978. Air Pollution Control Tecnology. New York: Van
Nostrand.
Copper, C. David and Alley, F. C. 1986. Air Pollution Control A Design Approach
2nd Edition. Maveland Press Inc, Illinois. Reinhold Company.
Huboyo, H. S. dan Budihardjo, M. A. 2008. Pencemaran Udara. Semarang:
Universitas Diponegoro
Muhammadah, S. A. 2011. Polusi dan Dampaknya. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Mycock, John C.,et al. 1995. Air Pollution Control Engineering and Technology.
CRC Press Inc.
Novika, S. 2011. Kandungan Udara di Kota Medan. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Yanuar, H. dan Karnoto. 2012. Pemicuan Metode Intermitent Energization Pada
Rawmill Electrostatic Precipitator PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk.
Plant 9. Semarang: Universitas Diponegoro.

Anda mungkin juga menyukai