Anda di halaman 1dari 22

2.1.

Konsep Dasar Angin


Angin adalah udara yang bergerak yang diakibatkan oleh rotasi bumi dan
juga karena adanya perbedaan tekanan udara di sekitarnya.Angin bergerak dari
tempat bertekanan udara tinggi ke bertekanan udara rendah.
Kecepatan angin dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya letak tempat
dimana kecepatan angin di dekat khatulistiwa lebih cepat dari yang jauh dari garis
khatulistiwa. Semakin tinggi tempat, semakin kencang pula angin yang bertiup,
hal ini disebabkan oleh pengaruh gaya gesekan yang menghambat laju udara. Di
permukaan bumi, gunung, pohon, dan topografi yang tidak rata lainnya
memberikan gaya gesekan yang besar. Semakin tinggi suatu tempat, gaya gesekan
ini semakin kecil. Arah angin ditunjukan oleh arah dari mana angin berasal.
Misalnya, angin utara bertiup dari utara ke selatan. Di bandara, windsocks
digunakan untuk menunjukkan arah angin, tetapi juga dapat digunakan untuk
memperkirakan kecepatan angin dengan sudut gantungnya. Kecepatan angin
biasanya diukur dengan anemometer.

2.2. Kincir Angin


Kincir angin adalah mesin penggerak, dimana energi fluida kerja dari angin
digunakan langsung untuk memutar rotor.Rotor tersebut bagian dari kincir yang
berputar dipakai untuk mengerakan poros daya yang digunakan untuk berbagai
keperluan seperti generator listrik, pompa ataupun mesin penggiling.Sedangkan
bagian yang tidak berputar adalah stator atau rumah turbin.

Gambar. 2.1 kincir Angin


Sumber :hawt-httpid.wikipedia.orgwikiTurbin_angin

Prinsip kerja kincir angin bekerja dengan memanfaatkan daya ekstraksi angin
saat rotor berputar akibat gerak udara.Sehingga kerja angin dikarenakan adanya
gerak aerodinamika yang terjadi pada blade. Apabila aliran angin yang mengalir
melalui blade yang posisinya tegak lurus terhadap aliran angin maka akantimbul
perbedaan tekanan pada bagian muka dan belakang blade. Selisih tekanan yang
terjadi pada blade ini akan menghasilkan suatu gaya yang bekerja padanya.
Kemudian daya yang dapat dimanfaatkan oleh kincir angin bukan merupakan
seluruhnya daya yang dibawa oleh angin, akan tetapi secara teoritis daya yang
dimanfaatkan oleh kincir angin tidak lebih dari 59,3 % atau harga koefisien daya
maksimum (Cpmaks< 0,593).
Sebelum membuat kincir angin juga perlu dipertimbangkan kecepatan
rotor.Dimana hal itu memungkinkan untuk memiliki kecepatan tinggi dengan torsi
yang rendah atau kecepatan rendah dengan torsi yang tinggi.Untuk energi listrik
membutuhkan kecepatan rotor yang tinggi karena umumnya generator di desain
dengan putaran yang tinggi agar memberikan efisiensi yang lebih baik.Sedangkan

untuk pemompaan atau mesin penggilingan biasanya membutuhkan rotor yang


rendah dengan torsi yang tinggi.

2.3. Turbin Angin Sumbu Vertikal (TASV)


Turbin angin sumbu vertikal/tegak (atau TASV) memiliki poros/sumbu
rotor utama yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin
tidak harus diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna
di tempat-tempat yang arah anginnya sangat bervariasi. TASV mampu
mendayagunakan angin dari berbagai arah.
Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan di dekat
tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk
keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga
putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda
padat melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat kincir berputar.
Karena sulit dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih
dekat ke dasar tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah
bangunan. Kecepatan angin lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga
yang tersedia adalah energi angin yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan
obyek yang lain mampu menciptakan aliran yang bergolak, yang bisa
menyebabkan berbagai permasalahan yang berkaitan dengan getaran, diantaranya
kebisingan dan bearing wear yang akan meningkatkan biaya pemeliharaan atau
mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggi puncak atap yang dipasangi menara
turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, ini merupakan titik optimal bagi energi
angin yang maksimal dan turbulensi angin yang minimal
8

Gambar. 2.2 Contoh Kincir AnginDarrieus


Sumber :vawt-httpid.wikipedia.orgwikiTurbin_angin

2.3.1. Kelebihan Turbin Angin Sumbu Vertikal


Kincir angin poros vertikal seperti pada Gambar 2.2 memiliki keunggulan
diantaranya tidak harus mengubah posisinya jika arah angin berubah, kincir angin
poros

vertikal juga

memiliki

kecepatan

awal

yang

lebih

rendah

dibandingkan dengan kincir angin poros horizontal, sehingga cocok untuk


digunakan

untuk daerah yang memiliki potensi angin yang rendah seperti

Indonesia

2.3.2. Kelemahan Turbin Angin Sumbu Vertikal


Kincir angin poros vertikal juga memiliki beberapa kelemahan,
diantaranya kebanyakan kincir angin jenis ini membutuhkan energi awalan untuk
9

mulai berputar dan juga menggunakan kabel untuk menyanggah, memberi


tekanan pada bantalan dasar karena semua berat rotor dibebankan pada bantalan.

2.4. Airfoil NACA


Aerodimnamika suatu bilah-sudu turbin angin memiliki bentuk-bentuk
airfoil dengan tata-nama sebagaimana gambar 2.3.
ujung depan (leading edge)

garis rata-rata camber

ujung seret (trailing edge)

tebal

garis tali busur

camber
tali busur, c (chord)
Gambar 2.3. Tata nama airfoil

Pada airfoil NACA seri empat, digit pertama menyatakan persen


maksimum chamber terhadap chord. Digit kedua menyatakan persepuluh posisi
maksimum chamber pada chord dari leading edge. Sedangkan dua digit terakhir
menyatakan persen ketebalan airfoil terhadap chord. Contoh : airfoil NACA 2412
memiliki maksimum chamber 0.02 terletak pada 0.4c dari leading edge dan
memiliki ketebalan maksimum 12% chord atau 0.12c. Airfoil yang tidak memiliki
kelengkungan, dimana chamber line dan chord berhimpit disebut airfoil simetrik.
Contohnya adalah NACA 0021 yang merupakan airfoil simetrik dengan
ketebalan maksimum 0.02c.
Contoh: NACA 0020, dengan chord 100cm
10

Camber maksimum = 0,00 x chord =0,00 x 100 = 0cm

Jarak camber maksimum dari leading edge = 0,0 x 100 = 0cm

Tebal maksimum = 0,20 x chord = 0,20 x 100 = 20cm


NACA 0 0 20 dengan chord 100mm
Tebal maksimum = 20 mm
Jarak camber maksimum dari leading edge =
0 mm
Camber maksimum = 0 mm

2.5 Sudut Serang

Gambar. 2.19 Sudut Serang Airfoil


Sumber
Sudut serang () adalah sudut antara kecepatan angin relative dan korda,
dari sebuah airfoil. Dalam keadaan tersebut tekanan dan tegangan pada seleruh
permukaan sebuah airfoil mengakibatkan gaya aerodinamik. Gaya ini dapat
diuraikan menjadi dua komponen yaitu : gaya angkat L (lift) dan gaya tahan D
(drag). Tekanan momen M yang cenderung memutar blade. Bentuk blade yang
digunakan blade regtanguler dengan type propeller. Untuk sudut serang yang
dipakai adalah 100, 150, dan30o.
11

2.6. Gaya Angkat (Lift force) dan Gaya Hambat (Drag force)
Gaya angkat (Lift force) dan Gaya hambat (Drag force) mendefinisikan
komponen komponen gaya yang dilakukan oleh fluida yang bergerak terhadap
suatu benda yang masing-masing tegak lurus dan sejajar terhadap kecepatan
relative fluida yang datang. Dengan perkataan lain, pada bilah-sudu dapat
dinyatakan;
1

Gaya angkat (Lift force) adalah gaya tegak lurus dengan arah gerakan, kita
harus membuat gaya ini besar.

Gaya hambat (Drag force) gaya sejajar dengan arah gerakan, kita harus
membuatnya menjadi sekecil mungkin.
Dalam gambar 2.4. menunjukkan bahwa kecepatan aliran sisi atas airfoil

lebih besar dibandingkan kecepatan bebasnya angin. Dengan merujuk persamaan


Bernoulli, tekanan pada sisi atas airfoil menjadi lebih kecil dibandingkan dengan
tekanan udara bebasnya sehingga berakibat tekanan menjadi negatif.

12

angin

50

Bidang Rotasi

L
D

100

300

Bidang Rotasi

Gambar 2.4. Aliran udara disekitar bentuk bilah-sudu, dekat dengan ujung sayap pada berbagai sudut

Gambar 2.4. menunjukkan prinsip operasi aerodinamika dasar pada sebuah bilah
sudu turbin angin aksis vertikal. Angin melewati permukaan bilah sudu yang
berbentuk airfoil. Angin ini lewat sangat cepat sepanjang sisi bagian atas bilah
sudu airfoil menghasilkan tekanan yang rendah diatas airfoil.
Perbedaan tekanan dari kedua sisi atas dan bawah bilah airfoil menghasilkan gaya
yang disebut gaya angkat aerodinamik (aerodynamic lift). Pada sayap pesawat
terbang gaya yang bekerja pada airfoil ini dipakai untuk mengangkat pesawat
terbang untuk take off.
Untuk bilah-sudu turbin angin, airfoil dipasang pada naf sebagai pusat geraknya
sehingga gaya lift mengakibatkan gerak rotasi rotor. Dalam mendisain bilah-sudu
ini pada turbin angin sebaiknya dibuat rasio yang besar antara lift dan drag. Rasio
ini dapat bervariasi sepanjang bilah-sudu untuk mengoptimalkan energi keluaran
dari turbin untuk berbagai kecepatan angin

13

2.6.1. Gaya Angkat (Lift)

Gambar. 2.5. Terjadinya Gaya Angkat

Resultan gaya pada permukaan atas dan bawah airfoil inilah yang
disebut gaya aerodinamika (R) yang dapat diuraikan menjadi gaya angkat (L) dan
gaya tahan (D). Titik tangkap gaya R dan L pad airfoil dinamakan pusat tekanan
(center of pressure) terletak pada jarak Xcp dari tepi depan.
Gaya angkat :

atau

Dinama :
L : gaya angkat (lift)

Co

: massa jenis udara

: kecepatan angin relative, arah berlawanan dengan


kecepatan terbang
S : luas proyeksi bidang sayap
CL : koefisien gaya angkat (lift)

14

L/S: tekanan gaya angkat (lift)

2.6.2. Gaya Tahan (Drag)


Gaya tahan adalah komponen gaya aerodinamika yang sejajar
dengan tepi berlawanan arah dengan kecepatan terbang (searah dengan kecepatan
relative) dan menghemat gerakan sayap. Gaya tahan atau tahanan (drag) terdiri
dari gaya tahan yang terjadi karena terjadinya gaya angkat dan gaya tahan pasif.
GAYA
DRAG
GAYA LIFT

Gambar. 2.6. Terjadinya Gaya drag (dorong)

Dimana :
Di

: gaya tahan karena terjadinya gaya angkat, biasanya disebut


tahanan terinduksi
Dp : gaya tahan parasit
CDi,CDp : berturut-turut menyatakan koefisien tahanan karena gaya
angkat

15

P : tekanan dinamika
S : luas sayap

2.7. Jumlah Sudu


Jumlah sudupada rotor turbin angin bervariasi, dan tidak ada tinjauan
teoritis yang benar sebagai konsep terbaik, tetapi lebih ditentukan oleh jenis
penggunaannya, misalnya untuk pembangkit listrik atau pompa air, serta
kecepatan angin saat rotor mulai berputar.
1. Konsep satu sudu, sulit setimbang, membutuhkan angin yang sangat
kencang untuk menghasilkan gaya angkat memutar, dan menghasilkan
noise di ujungnya. Konsep ini telah dikembangkan sukses di Jerman.
2. Konsep dua sudu, mudah untuk setimbang, tetapi kesetimbangannya
masih mudah bergeser. Disain suduharus memiliki kelengkungan yang
tajam untuk dapat menangkap energi angin secara efektif, tetapi pada
kecepatan angin rendah (sekitar 3 m/s) putarannya sulit dimulai.
3. Konsep tiga sudu, lebih setimbang dan kelengkungan sudulebih halus
untuk dapat menangkap energi angin secara efektif. Konsep ini paling
sering dipakai pada turbin komersial.
4. Konsep multi sudu (misalnya 12 sudu), justru memiliki efisiensi rendah,
tetapi dapat menghasilkan momen gaya awal yang cukup besar untuk
mulai berputar, cocok untuk kecepatan angin rendah walaupun
dioperasikan dengan transmisi gear sampai 1:10. Memiliki profil
suduyang tipis, kecil, kelengkungan halus, dan konstruksi yang solid.
Konsep ini banyak dijumpai pada turbin angin untuk keperluan memompa

16

air, menggiling biji-bijian, karena murah dan mampu bekerja pada


kecepatan angin rendah sehingga tower tidak perlu terlalu tinggi dan air
dapat dipompa secara kontinu.
Konsep dua dan tiga sudu membutuhkan momen gaya awal yang cukup
untuk mulai proses putaran dan dapat menjadi kendala bila mesin memiliki
rasio transmisi gear lebih dari 1:5 pada kecepatan angin rendah. Pada turbin
angin skala besar, diperlukan mesin (disel) untuk memulai berputar (sebagai
motor) sampai rotor memiliki daya yang cukup untuk mengimbangi beban
mekanik dan beban induksi generator.

2.8. Daya Angin


Energi angin berasal dari dua penyebab utama, yaitu dari pemanasan udara
atmosfir yang membangkitkan arus konveksi dan gerakan relatif udara atmosfer
terhadap putaran bumi.
Daya teoritik yang tersedia pada angin dapat dihitung denan persamaan
sebagai berikut :

Dimana :
P

: daya teoritik angin (watt)

: massa jenis udara (kg/m3)


pada 1000 m.bar; temperature 290 K = 1,201 kg/m3

: luas penampang melintang arus angin (m2)

V0

: kecepatan angin (m/s)

17

Gambar. 2.7. Kecepatan Angin pada Suatu Rotor

Dalam sebuah lorong angin energi yang dihasilkan merupakan nilai


perbedaan energi angin di depan dan dibelakang rotor.

Sehingga daya yang dibangkitkan oleh angin adalah :

Jika kita hubungkan antara daya dengan daya yang terkandung


dalam angin, maka didapatkan koefisien daya (power coefficient) Cp, yang
dinamakan juga sebagai efisiensi aerodinamika (aerodynamic efficiency).
Dengan

Dengan asumsi bahwa kecepatan angin pada bidang rotor :

maka diperoleh :

Diagram berikut menunjukan koefisien daya Cp sebagai fungsi dari rasio


kecepatan V2 dengan V0.

18

Gambar. 2.8. Koefisien Daya Menurut Betz

Untuk memcapai nilai optimal penggunaan energi angin, maka kecepatan


dibalik rotor harus 1/3 dari kecepatan di depan rotor V 0. Sehingga koefisien daya
Cp,Betz = 0,59259. Oleh karena itu bearnya energi yang maksimal dapat diserap dari
angin hanya 0,59259 dari energi yang tersedia.
Hal tersebut juga dapat dicapai dengan daun turbin yang dirancang
denansangat baik. Pada penelitian ini untuk menentukan nilai koefisien daya C p
digunakan beberapa persaman. Berikut ini adalah beberapa penurunan rumus
untuk mendapatkan persamaan tersebut.
Pada perancangan

ini untuk menentukan nilai koefisien daya Cp

digunakan beberapa persaman. Berikut ini adalah beberapa penurunan rumus


untuk mendapatkan persamaan tersebut.
Rumus untuk menghitung daya poros turbin angin diperoleh dari
persamaan umum daya berikut :
,dengan

Dimana :
W

: usaha (joule)s

19

: waktu (sekon)

: gaya (newton)

: jarak (meter)

Diketahui juga bahwa :

Persamaan ini adalah rumus umum kecepatan v (m/s), dimana s (m)


adalah jarak dan t adalah waktu yang dibutuhkan sebuah benda (fluida) dalam
satuan sekon untuk menempuh jarak s tersebut.
Sehingga pesamaan daya rotor didapat :

Dimana v merupakan kecepatan linier rotor turbin. Kerena rotor turbin


bergerak melingkar, maka v merupakan hasil kali antara jari-jari rotor r dengan
kecepatan putar rotor turbin Q Sehingga :
, dengan
Dimana dengan F adalah gaya yang memutar rotor turbin dan adalah
torsi yang dihasilkan oleh rotor turbin angin. Jika persamaan torsi disubtitusikan
ke daya rotor maka akan diperoleh persamaan untuk menghitung daya poros
(rotor) turbin, seperti yang tertuliskan dalam persamaana berikut :

Maka dengan mensubtitusikan persamaan daya rotor ini dan persamaan


daya angin ke dalam persamaan koefisien daya, diperoleh persamaan sebagai
berikut :

20

Gambar. 2.9. Kurva Aliran tekanan dan kecepatan yang melewati turbin
Kecepatan angin berkurang ketika melewati turbin dari titik a ke b sejak
energi kinetik di konversikan ke energi mekanik yang bekerja. kecepatan masuk
Vi tidak berkurang secara tiba tiba tetapi berkurang secara berangsur-angsur
selama mendekati turbin sampai meninggalkan turbin menuju Ve dengan demikian
Vi > Va dan Vb > Ve dengan demikian Pa > Pi dan Pb < Pe

21

2.4.2 Nomenklatur Airfoil


NACA (National Advisory Committe for Aeronautics) merupakan
standar dalam perancangan suatu airfoil. Perancangan airfoil pada dasarnya
bersifat khusus dan dibuat menurut selera serta sesuai dengan kebutuhan
dari pesawat yang akan dibuat. Akan tetapi NACA menggunakan bentuk
airfoil yang disusun secara sistematis dan rasional. NACA mengidentifikasi
bentuk airfoil dengan menggunakan sistem angka kunci seperti seri satu
, seri enam , seri empat angka , dan seri lima angka .
Berikut adalah identifikasi angka-angka dari seri NACA tersebut :
1. Seri Satu

Angka pertama adalah menunjukkan serinya.

Angka kedua menunjukkan letak tekanan minimum dalam


persepuluh chorddari trailingedge.

Angka ketiga menunjukkan koefisien gaya angkat (cl) rancangan


dalam persepuluhchord.

Dua angka terakhir menunjukkan maksimum thicknes atau


ketebalan maksimum dalam perseratus chord.
Contoh airfoil dengan NACA 16-123, angka 1 adalah serinya (seri

satu angka), memiliki letak tekanan minimum 60 % chord dari trailingedge,


memiliki koefisien gaya angkat rancangan 0.1 dan mempunyai ketebalan
maksimum 23 % chord.

22

Gambar 2.14 Airfoil NACA seri satu


(NACA airfoil, Panggih Raharjo)
2. Seri Enam

Angka pertama menunjukkan serinya.

Angka kedua menunjukkan letak tekanan minimum dalam


sepersepuluh chord dari trailingedge.

Angka ketiga menunjukan koefisien gaya angkat (cl) rancangan


dalam sepersepuluh chord.

Dua angka terakhir adalah maksimum thickness dalam seperseratus


chord.
Misalnya untuk airfoil dengan NACA 65-218, angka 6 adalah

serinya (seri enam angka), tekanan minimum terjadi pada 0.5c untuk
distribusi tebal simetrik/dasar pada gaya angkat nol, memiliki koefisien
gaya angkat rancangan cl 0.2c, dan tebal maksimum 18% chord. Airfoil jenis
ini dirancang sebagai airfoil laminar untuk kecepatan tinggi, dirancang
untuk menghasilkan clmax yang tinggi dan cd yang lebih rendah pada cl yang
tinggi.

23

Gambar 2.15 Airfoil NACA seri enam


(NACA airfoil, Panggih Raharjo)

3. Seri Tujuh

Angka pertama adalah serinya.

Angka kedua adalah letak tekanan minimum pada bagian upper


surface perseratus chord.

Angka ketiga adalah letak tekanan minimum pada bagian lower


surface perseratus chord.

Satu huruf menunjukkan profil standar dari airfoil.

Angka kelima adalah koefisien gaya angkat rancangan dalam


persepuluh chord.

Dua angka terakhir adalah ketebalan maksimum dalam perseratus


chord.
Contoh

airfoilNACA 71-2A315,

angka

adalah

serinya,

mempunyai letak tekanan minimum 10 % chord dari trailingedge pada


upper surface, letak tekanan minimum pada lower surface pada 20 % chord
dari trailingedge, menggunakan standar A airfoil, memiliki koefisien

24

gaya angkat rancangan 0.3, dan mempunyai ketebalan maksimum 15 %


chord.
4. Seri Delapan
Identifikasi pada airfoil ini sama dengan airfoil pada seri 7, namun
angka 8 merupakan serinya. Airfoil seri delapan merupakan airfoil
superkritis, di desain supaya aliran udara yang melewati bagian upper dan
lower surface pada airfoil dibuat lebih maksimum dan drag yang dihasilkan
seminim mungkin. Ciri-ciri airfoil ini mempunyai chamber yang besar dan
radius yang besar pada leadingedge, biasanya digunakan pada pesawat yang
mempunyai kecepatan transonik (1>M>1).
5. Seri Empat angka

Angka pertama adalah maksimum chamber dalam perseratus chord.

Angka kedua adalah posisi maksimum chamber pada chordline


dalam sepersepuluh chord dari leadingedge.

Dua angka terakhir dalam maksimum thickness dalam seperseratus


chord.
Misalnya untuk airfoil dengan NACA 2412 (seri empat angka)

memiliki chamber maksimum 0.02c terletak di 0.4c dari leadingedge, dan


maksimum thickness atau tebal maksimum 0.12c. Dalam praktek, umumnya
angka-angka ini dinyatakan dalam persen tali busur, yaitu :chamber 2% di
40% c dengan tebal 12%.

25

Gambar 2.16 Airfoil NACA seri empat angka


(NACA airfoil, Panggih Raharjo)
Untuk airfoil simetris, yang mempunyai bentuk tali busur yang sama
antara bagian atas dengan bagian bawahnya merupakan airfoil dengan
chamber nol. Contohnya adalah airfoil dengan NACA 0012, memiliki
chamber dengan nilai yang nol dan mempunyai tebala maksimum 12%.

Gambar 2.17 Airfoil NACA simetris


(NACA airfoil, Panggih Raharjo)

6. Seri lima angka

Bila angka pertama dikalikan 3/2 memberikan koefisien gaya angkat


(cl) rancangan dalam sepersepuluh.

26

Dua angka berikutnya, bila dibagi dua menunjukan letak maksimum


chamber di chord line dalam seperseratus chord diukur dari
leadingedge.

Dua angka terakhir menunjukan maksimum thickness dalam


seperseratus chord.
Misalnya untuk airfoil dengan NACA 23012, memiliki koefisien

gaya angkat rancangan 0.3, chamber maksimum terletak di 0.15c, dan tebal
maksimum 0.12c. Koefisien gaya angkat rancangan adalah koefisien gaya
angkat teoritis airfoil dengan arah aliran bebas sejajar dengan garis
singgung meanchamberline di leadingedge.

Gambar 2.18Airfoil seri NACA lima angka


(NACA airfoil, Panggih Raharjo)

27

Anda mungkin juga menyukai