Anda di halaman 1dari 680

SNI 03 1736 - 2000

Kembali

Tata cara perencanaan sistem protekasi pasif untuk pencegahan


bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.

1.

Ruang lingkup.

1.1.
Standar ini ditujukan untuk mengamankan dan menyelamatkan jiwa, harta benda
dan kelangsungan fungsi bangunan.
1.2.
Standar ini mencakup ketentuan-ketentuan yang memperkecil resiko bahaya
kebakaran pada bangunan itu sendiri, maupun resiko perambatan api terhadap bangunanbangunan yang berdekatan sehingga pada saat terjadi kebakaran, bangunan tersebut masih
stabil dan tahan terhadap robohnya bangunan.
1.3.
Standar ini juga mencakup ketentuan-ketentuan pencegahan perluasan api
antara bagian-bagian bangunan.
1.4.
Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem proteksi pasif
sehingga usaha mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran pada bangunan gedung
dapat tercapai.

2.

Acuan.

a).

Building Code of Australia, 1996.

3.

Istilah dan definisi.

3.1.
bahaya kebakaran
bahaya yang diakibatkan oleh adanya ancaman potensial dan derajat terkena pancaran api
sejak dari awal terjadi kebakaran hingga penjalaran api, asap dan gas yang ditimbulkan.
3.2.
dinding api.
dinding yang mempunyai ketahanan terhadap penyebaran api yang membagi suatu tingkat
atau bangunan dalam kompartemen-kompartemen kebakaran.
3.3.
dinding dalam.
dinding dalam yang merupakan dinding biasa atau bagian dinding.
3.4.
dinding luar.
dinding luar bangunan yang tidak merupakan dinding biasa .
3.5.
integritas.
dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk menahan penjalaran api dan udara panas
sebagaimana ditentukan pada standar.

1 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

3.6.
intensitas kebakaran.
laju pelepasan energi kalor diukur dalam watt, yang ditentukan baik secara teoritis maupun
empiris.
3.7.
isolasi.
yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk memelihara temperatur pada
permukaan yang tidak terkena panas langsung dari tungku kebakaran pada temperatur di
bawah 1400C sesuai standar uji ketahanan api.
3.8.
kelayakan struktur.
yang dikaitkan dengan TKA adalah kemampuan untuk memelihara stabilitas dan kelayakan
kapasitas beban sesuai dengan atandar yang dibutuhkan.
3.9.
ketahanan api.
yang diterapkan terhadap komponen struktur atau bagian lain dari bangunan yang artinya
mempunyai tingkat ketahanan api sesuai untuk komponen struktur atau bagian lain tersebut.
3.10.
kelas bangunan.
pembagian bangunan atau bagian bangunan sesuai dengan jenis peruntukan atau
penggunaan bangunan meliputi kelas 1 sampai kelas 10 yang rinciannya dapat dilihat pada
apendiks A.
3.11.
kompartemen kebakaran.
a). keseluruhan ruangan pada bangunan, atau
b).

bila mengacu ke :
1).

menurut persyaratan fungsional dan kinerja, adalah setiap bagian dari bangunan
yang dipisahkan oleh penghalang kebakaran/api seperti dinding atau lantai yang
mempunyai ketahanan terhadap penyebaran api dengan bukaan yang dilindungi
secara baik.

2).

menurut persyaratan teknis, bagian dari bangunan yang dipisahkan oleh dinding
atau lantai yang mempunyai tingkat ketahanan api (TKA) tertentu.

3.12.
kompartemenisasi.
usaha untuk mencegah penjalaran kebakaran dengan cara membatasi api dengan dinding,
lantai kolom, balok, balok yang tahan terhadap api untuk waktu yang sesuai dengan kelas
bangunan.
3.13.
tempat parkir mobil terbuka.
parkir mobil yang semua bagian tingkat parkirnya mempunyai ventilasi yang permanen dari
bukaan, yang tidak terhalang melalui sekurang-kurangnya dari 2 sisi berlawanan atau hampir
berlawanan, dan :

2 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

tiap sisi mempunyai ventilasi tidak kurang 1/6 luas dari sisi yang lain, dan

b).

bukaan tidak kurang dari luas dinding dari sisi yang dimaksud.

3.14.
tidak mudah terbakar.
a). bahan yang tidak mudah terbakar sesuai standar.
b).

konstruksi atau bagian bangunan yang dibangun seluruhnya dari bahan yang tidak
mudah terbakar.

3.15.
tingkat ketahanan api.
tingkat ketahanan api yang diukur dalam satuan menit, yang ditentukan berdasarkan standar
uji ketahanan api untuk kriteria sebagai berikut :
a).

ketahanan memikul beban ( kelayakan struktur ).

b).

ketahanan terhadap penjalaran api ( integritas ).

c).

ketahanan terhadap penjalaran panas.

4.

Persyaratan kinerja.

4.1.
Suatu bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang
pada tingkat tertentu bisa mempertahankan stabilitas struktur selama terjadi kebakaran, yang
sesuai dengan :
a).

fungsi bangunan.

b).

beban api.

c).

intensitas kebakaran.

d).

potensi bahaya kebakaran.

e).

ketinggian bangunan.

f).

kedekatan dengan bangunan lain.

g).

sistem proteksi aktif yang terpasang dalam bangunan.

h).

ukuran kompartemen kebakaran.

i).

tindakan petugas pemadam kebakaran.

j).

elemen bangunan lainnya yang mendukung.

k).

evakuasi penghuni.

4.2.
Suatu bangunan gedung harus memiliki elemen bangunan yang pada tingkat
tertentu dapat mencegah penjalaran asap kebakaran;
a).

ke pintu kebakaran atau eksit;

b).

ke unit-unit hunian tunggal dan koridor umum hanya berlaku pada banguna kelas 2, 3,
dan bagian kelas 4;

c).

antar bangunan;

d).

dalam bangunan, serta ditentukan sesuai butir 4.1.a sampai dengan butir 4.1.k.
tersebut di atas dan waktu evakuasi penghuni.

3 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

4.3.
Ruang perawatan pasien pada bangunan kelas 9a harus dilindungi terhadap
penjalaran asap dan panas serta gas beracun yang ditimbulkan oleh kebakaran untuk dapat
memberikan waktu cukup agar evakuasi penghuni bisa berlangsung secara tertib pada saat
terjadi kebakaran.
4.4.
Bahan dan komponen bangunan harus mampu menahan penjalaran kebakaran
untuk membatasi pertumbuhan asap dan panas serta terbentuknya gas beracun yang
ditimbulkan oleh kebakaran, sampai suatu tingkat yang cukup untuk :
a).

waktu evakuasi yang diperlukan.

b).

jumlah, mobilitas dan karakteristik penghuni/pemakai bangunan.

c).

fungsi atau penggunaan bangunan.

d).

sistem proteksi aktif yang terpasang.

4.5.
Dinding luar bangunan yang terbuat dari beton yang kemungkinan bisa runtuh
dalam bentuk panel utuh (contoh beton yang berdiri miring dan beton pracetak) harus
dirancang sedemikian rupa, sehingga pada kejadian kebakaran dalam bangunan,
kemungkinan runtuh tersebut dapat dihindari, (ketentuan ini tidak berlaku terhadap
bangunan yang mempunyai 2 lantai di atas permukaan tanah).
4.6.
Suatu bangunan harus mempunyai elemen bangunan yang pada tingkatan
tertentu mampu mencegah penyebaran asap kebakaran, yang berasal dari peralatan utilitas
yang berpotensi bahaya kebakaran tinggi atau bisa meledak akibat panas tinggi.
4.7.
Suatu bangunan harus mempunyai elemen yang sampai pada batas-batas
tertentu mampu menghindarkan penyebaran kebakaran, sehingga peralatan darurat yang
dipasang pada bangunan akan terus beroperasi selama jangka waktu tertentu yang
diperlukan pada waktu terjadi kebakaran.
4.8.
Setiap elemen bangunan yang dipasang atau disediakan untuk menahan
penyebaran api pada bukaan, sambungan-sambungan, tempat-tempat penembusan struktur
untuk utilitas harus dilindungi terhadap kebakaran sehingga diperoleh kinerja yang memadai
dari elemen tersebut.
4.9.
Akses ke bangunan dan di sekeliling bangunan harus disediakan bagi tindakan
petugas pemadam kebakaran yang disesuaikan dengan :
a).

fungsi atau penggunaan bangunan.

b).

beban api.

c).

intensitas kebakaran.

d).

potensi bahaya kebakaran.

e).

sistem proteksi aktif yang terpasang.

f).

ukuran kompartemen kebakaran.

5.

Ketahanan api dan stabilitas.

5.1.

Pemenuhan persyaratan kinerja.

Persyaratan kinerja sebagaimana tercantum pada bagian 4 di atas, akan dipenuhi apabila
memenuhi persyaratan yang tercantum pada butir 5.2, 5.3, dan 5.4 serta bagian 6 dan
bagian 7.

4 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

5.2.

Tipe konstruksi tahan api.

Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi, yaitu:
5.2.1.

Tipe A :

Konstruksi yang unsur struktur pembentuknya tahan api dan mampu menahan secara
struktural terhadap beban bangunan. Pada konstruksi ini terdapat komponen pemisah
pembentuk kompartemen untuk mencegah penjalaran api ke dan dari ruangan bersebelahan
dan dinding yang mampu mencegah penjalaran panas pada dinding bangunan yang
bersebelahan.
5.2.2.

Tipe B :

Konstruksi yang elemen struktur pembentuk kompartemen penahan api mampu mencegah
penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam bangunan, dan dinding luar
mampu mencegah penjalaran kebakaran dari luar bangunan.
5.2.3.

Tipe C :

Konstruksi yang komponen struktur bangunannya adalah dari bahan yang dapat terbakar
serta tidak dimaksudkan untuk mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran.
5.3.

Tipe konstruksi yang diperlukan.

5.3.1.
Minimum tipe konstruksi tahan api dari suatu bangunan harus sesuai dengan
ketentuan pada tabel 5.3.1. dan ketentuan butir 5.5, kecuali :
a).

bangunan kelas 2 atau 3 pada butir 5.8.

b).

kelas 4 dari bagian-bagian bangunan pada butir 5.9.

c).

panggung terbuka dan stadion olahraga dalam ruang pada butir 5.10 dan konstruksi
ringan pada butir 5.11.

5.3.2.
Dari jenis-jenis konstruksi, konstruksi Tipe A adalah yang paling tahan api dan
Tipe C yang paling kurang tahan api.
Tabel 5.3.1.
Jumlah lantai
bangunan *)
4 atau lebih
3
2
1

Kelas bangunan/Tipe konsruksi


2,3,9
5,6,7,8
A
A
A
B
B
C
C
C

Catatan : *) Penjelasan lihat butir 5.2.

5.4.

Spesifikasi konstruksi tahan api.

5.4.1.

Ketahanan api elemen bangunan pada konstruksi Tipe A.

Tiap elemen bangunan sebagaimana tercantum pada 5.4.1. dan setiap balok atau kolom
yang menjadi satu dengan elemen tersebut harus mempunyai TKA tidak kurang dari yang
tertulis dalam tabel tersebut untuk jenis bangunan tertentu.

5 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Persyaratan dinding dan kolom.


1).

Dinding luar, dinding biasa, dan bahan lantai serta rangka lantai untuk sumuran
lif ( lift pit ) harus dari bahan tidak dapat terbakar.

2).

Tiap dinding dalam yang disyaratkan mempunyai TKA harus diteruskan ke :


(a).

permukaan bagian bawah dari lantai di atasnya.

(b).

permukaan bagian bawah dari atap serta harus memenuhi tabel 5.4.1.

(c).

langit-langit yang tepat berada di bawah atap, memiliki ketahanan terhadap


penyebaran kebakaran ke ruang antara langit-langit dan atap tidak kurang
dari 60 menit ( 60/60/60 ).

(d).

bila menurut butir 5.4.1.e) atap tidak disyaratkan memenuhi tabel 5.4.1,
maka permukaan bawah penutup atap yang terbuat dari bahan sukar
terbakar terkecuali penopang atap berdimensi 75 mm x 50 mm atau
kurang, tidak boleh digantikan dengan bahan kayu atau bahan mudah
terbakar lainnya.
Tabel 5.4.1.: Konstruksi Tipe A : TKA Elemen Bangunan.

Elemen bangunan

KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)


Kelaikan struktur/integritas/isolasi
Kelas 2,3
Kelas 5,9
Kelas 7 (selain
atau bagian
atau 7
tempat parkir)
Kelas 6
bangunan
tempat parkir
atau 8
kelas 4

Dinding Luar ( termasuk kolom dan


elemen bangunan lainnya yang
menyatu) atau elemen bangunan
luar lainnya yang jaraknya ke
sumber api adalah :
Bagian-bagian pemikul beban
- kurang dari 1,5 m

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

- 1,5 m hingga < 3,0 m


- 3,0 m atau lebih

90/60/60
90/60/30

120/90/90
120/60/30

180/180/120
180/120/90

240/240/180
240/180/90

--/90/90

-/120/120

-/180/180

-/240/240

-/60/60

-/90/90

-/180/120

-/240/180

-/-/-

-/-/-

-/-/-

-/-/-

90/-/-/-/-

120/-/-/-/-

180/-/-/-/-

240/-/-/-/-

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

90/90/90

120/120/120

180/120/120

240/120/120

-/90/90

-/120/120

-/120/120

-/120/120

Bagian-bagian bukan pemikul


beban :
- kurang dari 1,5 m
- 1,5 m hingga < 3,0 m
- 3,0 m atau lebih
Kolom Luar yang tidak menyatu
dalam dinding luar, yang jaraknya
ke sumber api
- kurang dari 3 m
- 3,0 m atau lebih
Dinding biasa dan
Dinding penahan api
Dinding dalam Saf tahan api
pelindung lif dan tangga.
- Memikil beban
- Tidak memikul beban

6 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

Tabel 5.4.1. Konstruksi Tipe A : TKA Elemen Bangunan (lanjutan).


Elemen bangunan

KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)


Kelaikan struktur/integritas/isolasi
Kelas 2,3
Kelas 5,9
Kelas 7 (selain
atau bagian
atau 7
tempat parkir)
Kelas 6
bangunan
tempat parkir
atau 8
kelas 4

Pembatas koridor umum, Lorong


utama (hallways) dan semacamnya :
- Memikul beban

90/90/90

120/-/-

180/-/-

240/-/-

-/60/60

-/-/-

-/-/-

-/-/-

90/90/90

120/-/-

180/-/-

240/-/-

-/60/60

-/-/-

-/-/-

-/-/-

90/90/90

120/90/90

180/120/120

240/120/120

-/90/90

-/90/90

-/120/120

-/120/120

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

90/-/-

120/-/-

180/-/-

240/-/-

Lantai

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

Atap

90/60/30

120/60/30

180/60/30

240/90/60

- Tidak memikul beban


Diantara atau pembatas unit unit
Hunian Tunggal :
- Memikul beban
- Tidak memikul beban
Saf pelindung jalur ventilasi, pipa,
sampah dan semacamnya yang
bukan untuk pelepasan produk
panass hasil pembakaran :
- Memikul beban
- Tidak memikul beban
Dinding biasa dan dinding penahan
api
Dinding dalam, Balok, Kudakuda/Penopang atap dan kolom
lainnya yang memikul beban

3).

Dinding pemikul beban seperti dinding dalam dan dinding pemisah tahan api
termasuk dinding-dinding yang merupakan bagian dari saf pemikul beban harus
dari bahan beton atau pasangan bata.

4).

Bila suatu struktur yang tidak memikul beban yang berfungsi sebagai :
(a).

dinding dalam yang disyaratkan tahan api.

(b).

saf untuk lif, ventilasi, pembuangan sampah atau semacamnya yang tidak
digunakan untuk pembuangan atau pelepasan produk pembakaran.

maka harus dari konstruksi yang tidak mudah terbakar (non combustible).
5).

Tingkat ketahanan api sebagaimana tercantum pada tabel 5.4.1. untuk kolom
luar, berlaku pula untuk bagian dari kolom dalam yang permukaannya

7 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

menghadap atau berjarak 1,5 m dari bukaan dan tepat berhadapan dengan
sumber api.
6).

Persyaratan kolom dan dinding internal.


Bangunan dengan ketinggian efektif tidak lebih dari 25 m dan atapnya tidak
memenuhi tabel 5.4.1, tetapi mengikuti persyaratan butir 5.4.1.c), maka pada
lantai tepat di bawah atap, kolom-kolom internal di luar yang diatur dalam butir
5.4.1.a).5) serta dinding internal pemikul beban selain dinding-dinding api boleh
mempunyai :

b).

(a).

bangunan kelas 2 atau 3; TKA 60/60/60.

(b).

bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9.


(1).

bila jumlah lantai bangunan melebihi 3 lantai; TKA 60/60/60.

(2).

bila jumlah lantai kurang dari 3 lantai; tidak perlu TKA.

Persyaratan lantai.
Konstruksi lantai tidak perlu mengikuti tabel 5.4.1, apabila :

c).

1).

terletak langsung di atas tanah.

2).

di bangunan kelas 2, 3, 5 atau 9 yang ruang di bawahnya bukanlah suatu lapis


bangunan, tidak digunakan untuk menampung kendaraan bermotor, bukan suatu
tempat penyimpanan atau gudang ataupun ruang kerja dan tidak digunakan
untuk tujuan khusus lainnya.

3).

lantai panggung dari kayu di bangunan kelas 9 b yang terletak di atas lantai yang
mempunyai TKA dan ruang di bawah panggung tersebut tidak digunakan untuk
kamar ganti pakaian, tempat penyimpanan atau semacamnya.

4).

lantai yang terletak didalam unit hunian tunggal di bangunan kelas 2, 3 atau
bagian bangunan kelas 4.

5).

lantai dengan akses terbuka (untuk menampung layanan kelistrikan dan


peralatan elektronik) yang terletak di atas lantai yang memiliki TKA.

6).

persyaratan berkaitan dengan pembebanan lantai bangunan kelas 5 dan 9 b.


Pada lantai bangunan kelas 5 dan 9 b yang dirancang untuk beban hidup tidak
melebihi 3 kPa, maka :
(a).

lantai di atasnya (termasuk balok lantai) dibolehkan memiliki TKA 90/90/90.

(b).

atap, bila terletak langsung di atas lantai tersebut (termasuk balok atap)
dibolehkan memiliki TKA 90/60/30.

Persyaratan atap.
1).

2).

Penempatan atap di atas plat beton penutup tidak perlu memenuhi butir 5.1.
mengenai konstruksi tahan api, apabila :
(a).

penutup dan bagian-bagian konstruksi yang terletak diantara penutup


tersebut dengan plat beton seluruhnya dari bahan tidak mudah terbakar.

(b).

plat atap beton memenuhi tabel 5.4.1.

Suatu konstruksi atap tidak perlu memenuhi tabel 5.4.1. bila penutup atap terbuat
dari bahan tidak mudah terbakar dan bila pada bangunan tersebut :

8 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

3).

(a).

terpasang seluruhnya sistem springkler sesuai standar yang berlaku.

(b).

terdiri atas 3 (tiga) lantai atau kurang.

(c).

adalah bangunan kelas 2 atau 3.

(d).

memiliki ketinggian efektif tidak lebih dari 25 m dan langit-langit yang


langsung berada di bawah atap mempunyai ketahanan terhadap
penyebaran awal kebakaran ke ruang atap tidak kurang dari 60 menit.

Lubang cahaya atap.


Apabila atap disyaratkan memenuhi TKA ataupun penutup atap disyaratkan dari
bahan tidak mudah terbakar, maka lubang cahaya atap atau semacamnya yang
dipasang di atas harus :
(a).

mempunyai luas total tidak lebih dari 20% dari luas permukaan atap.

(b).

berada tidak kurang dari 3 m terhadap :


(1).

batas persil bangunan, dan tidak berlaku untuk batas dengan jalan
atau ruang publik.

(2).

tiap bagian bangunan yang menonjol di atas atap, kecuali :


a.

bila bagian bangunan tersebut memenuhi


disyaratkan untuk suatu dinding tahan api.

TKA

yang

b.

bila terdapat bukaan pada dinding tersebut, maka harus


berjarak vertikal 6 m di atas lubang cahaya atap, atau
semacamnya.

harus dilindungi terhadap api.


(3).

setiap lubang cahaya atap atau semacamnya yang terletak pada


hunian tunggal yang bersebelahan, apabila dinding bersamanya
disyaratkan memenuhi TKA.

(4).

setiap lubang cahaya atap atau semacamnya pada bagian bangunan


berdekatan yang dipisahkan oleh dinding tahan api.

Gambar 4.1 : Bukaan pada lubang cahaya atap.

9 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

(c).

d).

apabila suatu langit-langit yang memiliki ketahanan terhadap penjalaran api


awal, maka lubang cahaya atap harus dipasang sedemikian rupa agar bisa
mempertahankan tingkat proteksi yang diberikan oleh langit-langit ke ruang
atap.

Persyaratan stadion olahraga tertutup dan panggung terbuka.


Pada bangunan stadion olahraga dalam ruang dan panggung terbuka untuk penonton,
elemen bangunan berikut tidak memerlukan TKA sebagaimana dirinci dalam tabel
5.4.1. bila :

e).

1).

Elemen atap bilamana terbuat dari bahan tidak mudah terbakar.

2).

Kolom-kolom dan dinding-dinding pemikul beban pendukung atap terbuat dari


bahan tidak mudah terbakar.

3).

Tiap bagian yang bukan konstruksi pemikul beban dari dinding luar yang berjarak
kurang dari 3 m.
(a).

mempunyai TKA tidak kurang -/60/60 dan dari bahan tidak mudah terbakar
bila berjarak kurang dari 3 m dari lokasi sumber api yang berhadapan.

(b).

harus dari bahan tidak mudah terbakar bilamana berjarak 3 m dari dinding
luar panggung penonton terbuka lainnya.

Persyaratan bangunan tempat parkir.


1).

2).

Bangunan tempat parkir mobil di samping memenuhi butir 5.4.1.a), maka untuk
jenis ruang parkir dek terbuka perlu memenuhi tabel 5.4.1.(1) atau dilindungi
dengan sistem springkler sesuai persyaratan butir 7.1.3 dan bangunan tempat
parkir tersebut.
(a).

merupakan bangunan terpisah.

(b).

bagian dari bangunan yang menempati bagian dari satu lantai dan
dipisahkan dari bagian lainnya oleh dinding api.

Yang dimaksud bangunan parkir mobil dalam ketentuan ini :


(a).

(b).

termasuk :
(1).

ruang/kantor administrasi yang berkaitan dengan fungsi ruang parkir.

(2).

bila bangunan tempat parkir tersebut dipasang sistem springkler,


disatukan dengan bangunan kelas 2 atau 3 dan menyediakan ruang
parkir untuk hunian tunggal yang terpisah, setiap kawasan tempat
parkir dengan luas tidak melebihi 10% dari luas lantai yang
digunakan semata-mata untuk melayani hunian tunggal.

tidak termasuk :
(1).

kecuali disebutkan untuk persyaratan butir 5.4.1.e).2).(a) tiap daerah


dari kelas bahan lainnya atau bagian-bagian lain dari bangunan kelas
7 tidak boleh digunakan sebagai tempat parkir.

(2).

suatu bangunan atau bagian dari bangunan yang secara khusus


digunakan untuk tempat parkir truk, bis, van dan kendaraan
semacamnya.

10 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

Tabel 5.4.1.(1).: Persyaratan tempat parkir tidak berspringkler.


Minimum TKA
Kelaikan
Struktur/Integritas/Isolasi
dan maksimum PT/M*.

Elemen bangunan
DINDING :
a. Dinding luar.
(i) kurang dari 3 m dari kemungkinan sumber api
- Memikul beban.
- Tidak memikul beban.
(ii) 3 m atau lebih dari kemungkinan sumber api.

60 / 60 / 60
-- / 60 / 60
60 / -- / --

b. Dinding dalam.
(i) Memikul beban, selain dinding yang mendukung hanya
untuk atap (tidak untuk tempat parkir)
(ii) Mendukung hanya untuk atap (tidak untuk tempat parkir).
(iii) Tidak memikul beban.
c. Dinding pembatas tahan api.
(i) dari arah yang digunakan sebagai tempat parkir.
(ii). dari arah yang tidak digunakan sebagai tempat parkir.

60 / -- / --- / -- / --- / -- / -60 / 60 / 60


Sesuai yang dipersyaratkan pada
tabel 5.3.1.

KOLOM :
a. Mendukung hanya atap (tidak digunakan sebagai tempat
parkir) dan berjarak 3 m atau lebih dari sumber api.
b. Kolom baja di luar yang siatur dalam a dan yang tidak
mendukung bagian bangunan yang tidak digunakan sebagai
tempat parkir.
c. Kolom yang tidak diatur dalam a dan b.
BALOK :
a. Balok lantai baja yang menyambung dengan plat lantai
beton.
b. Balok lainnya.

-- / -- / -60 / -- / -- atau
2
26 m /ton
60 / -- / -60 / -- / -- atau
30 m2/ton.
60 / -- / --

SAF LIF DAN TANGGA (hanya dalam tempat parkir).


PELAT LANTAI DAN RAM UNTUK KENDARAAN.
ATAP (tidak digunakan sebagai tempat parkir).

60 / 60 / 60
60 / 60 / 60
-- / -- / --

Catatan :
LPT/M* = Rasio luas permukaan terekspos dengan massa perunit satuan panjang.

f).

Persyaratan bangunan kelas 2.


1).

Bangunan kelas 2 yang ketinggian lantainya tidak lebih dari 3 lantai boleh
dikonstruksikan dengan memakai :
(a).

kerangka kayu secara menyeluruh.

(b).

keseluruhan dari bahan tidak mudah terbakar.

(c).

kombinasi dari a) dan b), bila


(1).

dinding pembatas atau dinding dalam harus tahan api yang


diteruskan sampai di bawah penutup atap yang dibuat dari bahan
tidak mudah terbakar, kecuali kaso atap berukuran 75 mm x 50 mm

11 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

atau kurang, tidak disambung silangkan dengan kayu atau bahan


mudah terbakar lainnya.
(2).

tiap isolasi yang terpasang di lubang atau rongga dinding yang


memiliki TKA harus dari bahan tidak mudah terbakar.

(3).

bangunan dipasangi sistem alarm pendeteksi asap otomatis yang


memenuhi persyaratan sebagaimana persyaratan dalam SNI 033985-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
deteksi kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.

2).

Suatu bangunan kelas 2 yang mempunyai jumlah lapis bangunan tidak lebih dari
4 diperbolehkan 3 (tiga) lapis teratas boleh dikonstruksikan sesuai butir 5.4.1.a),
bila lapis terbawah digunakan semata-mata untuk parkir kendaraan bermotor
atau fungsi tambahan lainnya dan konstruksi lapis tersebut termasuk lantai
antara lapis tersebut dengan lapis diatasnya terbuat dari struktur beton atau
struktur pasangan.

3).

Pada bangunan kelas 2 yang memenuhi persyaratan butir 1) dan 2) serta


dipasang sistem springkler otomatis yang memenuhi ketentuan dalam SNI 033989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler
otomatis untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, maka
setiap kriteria TKA yang dicantumkan pada tabel 5.4.1. berlaku :
(a).

untuk tiap lantai dan tiap dinding pemikul beban bisa dikurangi sampai 60,
kecuali kriteria TKA sebesar 90 untuk dinding luar harus tetap
dipertahankan bila diuji dari bagian luarnya.

(b).

untuk tiap dinding dalam yang bukan dinding pemikul beban, tidak perlu
mengikuti tabel 5.4.1. bila :
(1).

dilapis pada tiap sisinya dengan papan plaster standar setebal


13 mm atau bahan tidak mudah terbakar lainnya yang semacam itu.

(2).

dinding dalam tersebut diteruskan hingga :


a.

mencapai sisi bagian bawah dari lantai atas berikutnya.

b.

mencapai sisi bagian bawah langit-langit yang memiliki


ketahanan terhadap penjalaran awal kebakaran sebesar 60
menit.

c.

mencapai sisi bagian bawah dan penutup atap tahan api.

(3).

bahan isolasi yang dipasang menutupi rongga atau lubang pada


dinding dibuat dari bahan tidak mudah terbakar.

(4).

tiap sambungan konstruksi, ruang atau semacamnya yang terletak di


antara bagian atas dinding dan lantai, langit-langit atau atap ditutup
rapat terhadap penjalaran asap menggunakan bahan dempul jenis
intumescent atau bahan lainnya yang setara.

(5).

Tiap pintu di dinding dilindungi dengan alat penutup otomatis,


terpasang rapat, yang bagian inti dari pintu tersebut terbuat dari
bahan padat dengan ukuran ketebalan minimal 35 mm.

12 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

5.4.2.

Ketahanan api elemen bangunan untuk bangunan Tipe B.

Pada bangunan yang disyaratkan memiliki konstruksi tipe B harus memenuhi ketentuan
sebagai tercantum pada tabel 5.4.2. dan setiap balok atau kolom yang menyatu dengan
elemen tersebut harus memiliki TKA tidak kurang dari yang tertera pada tabel tersebut untuk
kelas bangunan yang dimaksud.
Tabel 5.4.2. : Konstruksi tipe B : TKA konstruksi bangunan.

Elemen bangunan

KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)


Kelaikan struktur/integritas/isolasi
Kelas 7 (selain
Kelas 2,3
Kelas 5,9
tempat parkir)
atau bagian
atau 7
Kelas 6
atau 8
bangunan
tempat
kelas 4
parkir

DINDING LUAR, (termasuk tiap


kolom dan elemen bangunan
lainnya yang menjadi satu) atau
elemen bangunan luar lainnya,
yang jaraknya dari
kemungkinan sumber api
adalah sebagai berikut :
Bagian-bagian yang memikul
beban :
- kurang dari 1,5 m.

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

- 1,5 m hingga kurang dari 3 m

90/60/30

120/90/60

180/120/90

240/180/120

- 3 m hingga kurang dari 9 m.

90/30/30

- 9 m hingga kurang dari 18 m.

90/30/--

120/30/30-

180/60/--

240/90/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

--/90/90
-/60/30
--/--/--

--/120/120
--/90/60
--/--/--

--/180/180
-/120/90
--/--/--

--/240/240
-/180/120
240/240/240

90/--/--

120/--/--

180/--/--

240/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

- 18 m atau lebih.
Bagian-bagian yang tidak
memikul beban.
- kurang dari 1,5 m
- 1,5 m hingga kurang dari 3 m
- 3 m atau lebih.
KOLOM LUAR, yang tidak
menyatu dalam dinding luar,
yang jaraknya ke sumber utama
adalah :
- kurang dari 3 m.
- 3 m atau lebih.
DINDING BIASA DAN
DINDING PEMBATAS API.

120/30/30

13 dari 46

180/90/60

240/90/60

SNI 03 1736 - 2000

Tabel 5.4.2. : Konstruksi tipe B : TKA konstruksi bangunan (lanjutan).

Elemen bangunan

DINDING DALAM.
Saf pelindung lif dan tangga
yang tahan api :
- Memikul beban.
Saf pelindung tangga yang
tahan api :

KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)


Kelaikan struktur/integritas/isolasi
Kelas 7 (selain
Kelas 2,3
Kelas 5,9
tempat parkir)
atau bagian
atau 7
Kelas 6
atau 8
bangunan
tempat
kelas 4
parkir

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

- Tidak memikul beban.

90/90/90

120/120/120

180/120/120

240/120/120

Pembatas koridor umum, jalan


umum di ruang besar dan
semacamnya :
- Memikul beban.

60/60/60

120/--/--

180/--/--

--/60/60

--/--/--

--/--/--

240/--/---/--/--

60/60/60
--/60/60

120/--/---/--/--

180/--/---/--/--

240/--/---/--/--

60/--/--

120/--/--

180/--/--

240/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

- Tidak memikul beban.


Diantara atau yang membatasi
unit-unit hunian tunggal :
- Memikul beban :
- Tidak memikul beban :
DINDING DALAM, BALOK
DALAM, RANGKA ATAP DAN
KOLOM LAINNYA :
ATAP :

a).

Persyaratan dinding dan saf.


1).

Dinding-dinding luar, dinding-dinding biasa dan lantai serta kerangka lantai di tiap
lubang lif harus dari bahan tidak dapat terbakar.

2).

Bilamana saf tangga menunjang lantai atau bagian struktural dari lantai tersebut,
maka :

3).

(a).

lantai atau bagian struktur lantai harus mempunyai TKA 60 / --/ -- atau
lebih.

(b).

sambungan saf tangga harus dibuat sedemikian sehingga lantai atau


bagian lantai akan bebas lepas atau jatuh saat terjadi kebakaran tanpa
menimbulkan kerusakan struktur pada saf.

Dinding dalam yang disyaratkan memiliki TKA, kecuali dinding yang melengkapi
unit-unit hunian tunggal di lantai teratas dan hanya ada satu unit di lantai
tersebut, harus diteruskan ke :
(a).

permukaan bagian bawah dari lantai berikut di atasnya, bilamana lantai


tersebut mempunyai TKA minimal 30/30/30.

(b).

permukaan bagian bawah langit-langit yang memiliki ketahanan terhadap


penjalaran api awal ke arah ruang di atasnya tidak kurang dari 60 menit.

14 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

(c).

b).

permukaan bagian bawah dari penutup atap bilamana penutup atap


tersebut terbuat dari bahan tidak mudah terbakar dan tidak disambungkan
dengan kayu atau komponen bangunan lainnya dari bahan yang mudah
terbakar terkecuali dengan penopang atau berukuran 75 mm x 50 mm atau
kurang.

4).

Dinding dalam dan dinding pembatas yang memikul beban (termasuk bagian saf
yang memikul beban) harus dari bahan beton ataupun pasangan bata.

5).

Dinding dalam yang tidak memikul beban namun disyaratkan agar tahan api,
maka harus dari konstruksi tidak mudah terbakar.

6).

Pada bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 pada tingkat bangunan yang langsung


berada di bawah atap, kolom-kolom dan dinding-dinding dalam selain dindingdinding pembatas api dan dinding saf tidak perlu memenuhi tabel 5.4.2.

7).

Lif, jalur ventilasi, pipa, saluran pembuangan sampah, dan saf-saf semacam itu
yang bukan untuk dilalui produk panas hasil pembakaran dan tidak memikul
beban, harus dari konstruksi yang tidak mudah terbakar, khususnya pada :
(a).

bangunan kelas 2, 3 atau 9.

(b).

bangunan kelas 5, 6, 7 atau 8 bilamana saf tersebut menghubungkan lebih


dari 2 lapis bangunan.

Persyaratan lantai.
Pada bangunan kelas 2 atau 3, kecuali dalam unit hunian tunggal, dan bangunan kelas
9, lantai yang memisahkan tingkat-tingkat bangunan ataupun berada di atas ruang
yang digunakan untuk menampung kendaraan bermotor atau digunakan untuk gudang
ataupun tujuan pemakaian lainnya harus :

c).

1).

Harus dikonstruksikan sedemikian rupa sehingga konstruksi lantai tersebut


terutama bagian bawahnya memiliki ketahanan terhadap penyebaran kebakaran
tidak kurang dari 60 menit.

2).

Mempunyai lapis penutup tahan api pada permukaan bawah lantai termasuk
balok-balok yang menyatu dengan lantai tersebut, bilamana lantai tersebut dari
bahan mudah terbakar atau metal atau memiliki TKA tidak kurang dari 30/30/30.

Persyaratan tempat parkir.


1).

2).

Meskipun tetap mengacu kepada butir 5.4.1.a).5), suatu tempat parkir perlu
memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada tabel 5.4.2.(1), bilamana
tempat parkir tersebut merupakan tempat parkir dengan dak terbuka atau
dilindungi dengan sistem springkler sesuai ketentuan pada SNI 03-3989-2000
tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatis
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan bangunan
tempat parkir tersebut merupakan :
(a).

suatu bangunan tersendiri atau terpisah.

(b).

suatu bagian dari suatu bangunan dan apabila menempati satu bagian dari
suatu tingkat bangunan atau lantai, bagian bangunan itu terpisahkan dari
bagian bangunan lainnya oleh dinding pembatas tahan api.

Untuk keperluan persyaratan ini, maka yang diartikan dalam tempat parkir :
(a).

termasuk :

15 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

(b).

(1).

ruang administrasi yang berkaitan dengan fungsi tempat parkir


tersebut.

(2).

bila tempat parkir tersebut dilindungi dengan sistem springkler dan


disatukan dengan bangunan kelas 2 atau 3 dan menyediakan tempat
parkir kendaraan untuk unit-unit hunian tunggal yang terpisah,
dengan tiap area tempat parkir berukuran tidak lebih dari 10% luas
lantai, tetapi

tidak termasuk :
(1).

kecuali untuk persyaratan 2) a), tiap ruang sesuai kelas bangunan


lainnya atau bagian lain dari bangunan kelas 7 yang bukan untuk
tempat parkir.

(2).

suatu bangunan atau bagian dari suatu bangunan yang dimaksudkan


secara khusus untuk parkir kendaraan truk, bis, van dan
semacamnya.

Tabel 5.4.2.(1).: Persyaratan tempat parkir berspringkler.


Elemen bangunan
DINDING :
a. Dinding luar.
(i) kurang dari 3 m dari kemungkinan sumber api utama
- Memikul beban.
- Tidak memikul beban.
(ii) 3 m atau lebih dari kemungkinan sumber api utama.
b. Dinding dalam.
(i) Memikul beban, selain yang hanya menopang atap (tidak
digunakan sebagai tempat parkir)
(ii) Hanya menopang atap (tidak untuk tempat parkir).
(iii) Tidak memikul beban.
c. Dinding pembatas tahan api.
(i) dari arah yang digunakan sebagai tempat parkir kendaraan.
(ii). dari arah yang tidak digunakan sebagai tempat parkir
kendaraan.
KOLOM :
a. Mendukung hanya atap (tidak digunakan sebagai tempat
parkir) dan berjarak 3 m atau lebih dari sumber api utama.
b. Kolom baja di luar yang diatur dalam a .
c. Tiap kolom yang tidak diatur dalam a dan b.
BALOK :
a. Berjarak kurang dari 3m dari sumber api utama :
(i). Balok lantai baja yang menyambung secara menerus
dengan plat lantai baja.
(ii). Balok lainnya.
b. Berjarak 3 m atau lebih dari sumber api utama.
SAF LIF DAN TANGGA.
ATAP, pelat lantai dan jalan miring (ram) untuk kendaraan.

Minimum TKA, Kelaikan


Struktur/Integritas/Isolasi
dan maksimum PT/M*.

60 / 60 / 60
-- / 60 / 60
-- / -- / -60 / -- / --- / -- / --- / -- / -60 / 60 / 60
Sesuai yang dipersyaratkan
pada tabel 5.4.1.(1).
-- / -- / -60 / -- / -- atau 26 m2/ton
60 / -- / --

60 / -- / -- atau 30 m2/ton.
60 / -- / --- / -- / --- / -- / --- / -- / --

Catatan : LPT/M* = Rasio luas permukaan terekspos dengan massa perunit satuan panjang.

16 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

d).

Persyaratan untuk bangunan kelas 2.


1).

2).

Suatu bangunan kelas 2 yang mempunyai tingkat bangunan tidak lebih dari 2
(dua) boleh dikonstruksi dengan :
(a).

keseluruhan rangka kayu.

(b).

seluruhnya dari bahan tidak mudah terbakar.

(c).

kombinasi a) dan b) bila :


(1).

tiap dinding pembatas api atau dinding dalam yang memenuhi syarat
tahan api serta diteruskan hingga mencapai permukaan bagian
bawah penutup atap dari bahan tidak mudah terbakar tidak
ditumpangkan dengan komponen bangunan dari bahan mudah
terbakar, terkecuali untuk penopang atap berukuran 75 mm x 50 mm
atau kurang.

(2).

tiap isolasi yang dipasang pada lubang atau rongga di dinding yang
memiliki TKA harus dari bahan tidak mudah terbakar.

(3).

pada bangunan dipasang sistem deteksi alarm otomatis yang


memenuhi ketentuan SNI 03-3985-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem deteksi kebakaran untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Pada bangunan kelas 2 yang memenuhi persyaratan butir a) dan pada bangunan
tersebut dipasang sistem springkler sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatis untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, maka setiap kriteria TKA yang
diuraikan dalam tabel 5.4.2 berlaku sebagai berikut :
(a).

untuk setiap dinding memiliki beban dapat berkurang hingga 60, kecuali
nilai TKA sebesar 90 untuk dinding luar harus tetap dipertahankan bila diuji
dari permukaan luar.

(b).

untuk tiap dinding dalam yang bukan memikul beban, tidak perlu memenuhi
tabel 5.4.2, tersebut bilamana.:
(1).

kedua permukaan dinding diberi lapisan setebal 13 mm dari papan


plaster atau bahan tidak mudah terbakar yang setara.

(2).

dinding tersebut diperluas.


hingga mencapai permukaan bawah dari lantai berikut di atasnya bila
lantai tersebut memiliki TKA minimal 30/30/30 atau permukaan
bawah lantai tersebut dilapis dengan bahan pelapis tahan api.
hingga mencapai bagian bawah langit-langit yang memiliki ketahanan
terhadap penjalaran api awal sebesar 60 menit.
hingga mencapai permukaan bagian bawah penutup atap yang
terbuat dari bahan tidak mudah terbakar.

(3).

tiap isolasi yang terpasang pada rongga atau lubang di dinding dibuat
dari bahan yang tidak mudah terbakar.

(4).

tiap sambungan konstruksi, ruang dan semacamnya yang berada di


antara ujung teratas dinding dengan lantai, langit-langit atau atap

17 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

disumbat atau ditutup dengan dempul intumescent atau bahan yang


tepat lainnya.
5.4.3.

Ketahanan api elemen bangunan untuk konstruksi - Tipe C

Pada suatu bangunan yang memenuhi konstruksi Tipe C, maka :


Elemen bangunan harus memenuhi ketentuan yang tercantum pada tabel 5.4.3. dan setiap
balok atau kolom yang menjadi satu dengan elemen bangunan tersebut harus mempunyai
TKA tidak kurang dari yang tercantum dalam tabel tersebut sesuai dengan kelas
bangunannya.
Tabel 5.4.3. : Konstruksi tipe C : TKA konstruksi bangunan.

Elemen bangunan

KELAS BANGUNAN - TKA (dalam menit)


Kelaikan struktur/integritas/isolasi
Kelas 7 (selain
Kelas 2,3
Kelas 5,9
tempat parkir)
atau bagian
atau 7
Kelas 6
atau 8
bangunan
tempat
kelas 4
parkir

DINDING LUAR, (termasuk tiap


kolom dan elemen bangunan
lainnya yang menjadi satu) atau
elemen bangunan luar lainnya,
yang jaraknya dari
kemungkinan sumber api
adalah sebagai berikut :
- kurang dari 1,5 m.

90/90/90

120/120/120

180/180/180

240/240/240

- 1,5 m hingga kurang dari 3 m

90/60/30

120/90/60

180/120/90

240/180/120

- 3 m atau lebih.

90/30/30

120/30/30

180/90/60

240/90/60

90/--/--

90/--/--

90/--/--

90/--/--

60/--/--

60/--/--

60/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

--/--/--

90/90/90

90/90/90

90/90/90

90/90/90

60/60/60

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

60/60/60

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

60/60/60

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

-- / -- / --

KOLOM LUAR, yang tidak


menyatu dalam dinding luar,
yang jaraknya ke sumber utama
adalah :
- kurang dari 1,5 m.
- 1,5 m hingga kurang dari 3 m.
- 3 m atau lebih.
DINDING BIASA DAN
DINDING PEMBATAS API.
DINDING DALAM
- Membatasi koridor umum,
jalan di ruang besar untuk
umum dan semacamnya.
- Diantara atau membatasi unitunit hunian tunggal .
- Membatasi tangga bila
disyaratkan memiliki TKA
ATAP

18 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

b).

Persyaratan dinding.
1).

Suatu dinding luar yang disyaratkan sesuai tabel 5.4.3, memiliki TKA hanya
memerlukan pengujian dari arah luar untuk memenuhi persyaratan tersebut.

2).

Suatu dinding pembatas api atau dinding dalam yang membatasi unit hunian
tunggal atau memisahkan unit-unit yang berdekatan bila dibuat dari bahan beton
ringan harus memenuhi ketentuan yang berlaku untuk beton ringan.

3).

Dalam bangunan kelas 2 atau 3, suatu dinding dalam yang disyaratkan menurut
tabel 5.4.3. memiliki TKA harus diperluas :
(a).

sampai mencapai permukaan bawah lantai diantaranya bilamana lantai


tersebut mempunyai TKA sekurang-kurangnya 30/30/30 atau bagian
permukaan bawah tersebut dilapis dengan bahan tahan api.

(b).

mencapai permukaan bagian bawah langit-langit yang memiliki ketahanan


terhadap penjalaran api awal ke ruang diatasnya tidak kurang dari 60
menit.

(c).

mencapai permukaan bagian bawah penutup atap bilamana penutup atap


tersebut terbuat dari bahan tidak mudah terbakar, dan terkecuali untuk
penopang atap berdimensi 75 mm x 50 mm atau kurang, tidak boleh
disimpangkan dengan menggunakan komponen bangunan kayu atau
bahan mudah terbakar lainnya.

(d).

menonjol di atas atap setinggi 450 mm bilamana penutup atap dari bahan
mudah terbakar.

Persyaratan lantai.
Pada bangunan kelas 2 atau 3, kecuali di dalam unit hunian tunggal, atau pada
bangunan kelas 9, maka lantai yang memisahkan tingkat-tingkat pada bangunan atau
berada di atas ruang untuk menampung kendaraan bermotor atau digunakan sebagai
gudang atau keperluan ekstra lainnya dan tiap kolom yang menopang lantai haruslah :

c).

1).

Memiliki TKA sedikitnya 30/30/30.

2).

Memiliki pelapis tahan api

Persyaratan tempat parkir.


1).

2).

Meskipun persyaratan ketahanan api mengenai komponen bangunan dicakup


dalam butir 7.1. namun untuk tempat parkir boleh mengikuti persyaratan dalam
tabel 5.4.3.(1) bilamana berbentuk tempat parkir dek terbuka atau seluruhnya
dilindungi dengan sistem springkler sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatis untuk pencegahan
kebakaran pada bangunan gedung.
(a).

adalah bangunan tersendiri atau terpisah

(b).

merupakan bagian dari suatu bangunan serta bila menempati hanya


sebagian dari suatu lantai, maka bagian lantai tersebut terpisah dari bagian
lainnya melalui suatu dinding pembatas api.

Dalam persyaratan ini, suatu tempat parkir.


(a).

termasuk :
(1).

area administrasi yang berkaitan dengan fungsi parkir.

19 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

(2).

(b).

bilamana tempat parkir tersebut dilindungi springkler, maka termasuk


pula tempat parkir yang disediakan untuk unit-unit hunian tunggal
pada bangunan kelas 2 atau 3 yang luas tiap tempat parkirnya tidak
lebih besar dari 10% luas lantai, akan tetapi

tidak termasuk :
(1).

kecuali untuk 2)(a), tiap area dari kelas bangunan lainnya atau bagian
lain dari jenis bangunan kelas 7 yang bukan untuk tempat parkir.

(2).

bangunan atau bagian bangunan yang secara khusus dimaksudkan


untuk tempat parkir kendaraan truk, bus, minibus dan semacamnya.
Tabel 5.4.3.(1) : Persyaratan tempat parkir.
Elemen bangunan

DINDING :
a. Dinding luar.
(i) kurang dari 1,5 m dari kemungkinan sumber api utama
- Memikul beban.
- Tidak memikul beban.
(ii) 1,5 m atau lebih dari kemungkinan sumber api utama.
b. Dinding dalam.
c. Dinding pembatas tahan api.
(i) dari arah yang digunakan sebagai tempat parkir kendaraan.
(ii). dari arah yang tidak digunakan sebagai tempat parkir
kendaraan.
KOLOM :
a. kolom baja kurang dari 1,5 m dari sumber api utama.
b. kolom lainnya yang kurang dari 1,5 m dari sumber api utama
c. kolom lainnya yang tidak dicakup dalam a dan b.
BALOK :
a. Berjarak kurang dari 1,5 m dari sumber api utama :
(i). Balok lantai baja yang menyambung secara menerus
dengan plat lantai beton.
(ii). Balok lainnya.
b. Berjarak 1,5 m atau lebih dari sumber api utama.
ATAP, pelat lantai dan jalan miring (ram) untuk kendaraan.

Minimum TKA, Kelaikan


Struktur/Integritas/Isolasi
dan maksimum PT/M*.

60 / 60 / 60
-- / 60 / 60
-- / -- / --- / -- / -60 / 60 / 60
90 / 90 / 90.

60 / -- / -- atau 26 m2/ton
60 / -- / --- / -- / --

60 / -- / -- atau 30 m2/ton.
60 / -- / --- / -- / --- / -- / --

Catatan :
LPT/M* = Rasio luas permukaan terekspos dengan massa perunit satuan panjang.

5.5.

Perhitungan ketinggian dalam jumlah lantai.

Ketinggian dinyatakan dalam jumlah lantai pada setiap dinding luar bangunan.
a).

di atas permukaan tanah matang disebelah bagian dinding tersebut.

b).

bila bagian dinding luar bangunan berada pada batas persil, di atas tanah asli dari
bagian yang sesuai dengan batas-batas tanah.

5.5.2.

Satu lapis lantai tidak dihitung apabila :

20 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

terletak pada lantai puncak bangunan dan hanya berisi peralatan-peralatan tata udara,
ventilasi atau lif, tangki air atau unit pelayanan atau utilitas sejenis.

b).

bila sebagian lapis bangunan terletak di bawah permukaan tanah matang dan ruang di
bawah langit-langit tidak lebih dari 1 (satu) meter di atas ketinggian rata-rata
permukaan tanah pada dinding luar, atau bila dinding luar > 12 m panjangnya, diambil
rata-rata dari panjang dimana permukaan tanah miring adalah yang paling rendah.

5.5.3.
Pada bangunan kelas 7 dan 8, suatu lantai yang memiliki ketinggian rata-rata
lebih dari 6 m, diperhitungkan sebagai :
a).

satu lapis lantai bila merupakan satu-satunya lantai di atas permukaan tanah.

b).

2 (dua) lapis lantai untuk kasus lainnya.

5.6.

Bangunan-bangunan dengan klasifikasi jamak.

Dalam sebuah bangunan dengan klasifikasi jamak, tipe konstruksi yang diperlukan adalah
tipe yang paling tahan kebakaran. Tipe tersebut berpedoman pada penerapan tabel 4.1, dan
didasarkan pada klasifikasi yang ditetapkan untuk lantai tertinggi diberlakukan untuk semua
lantai.
5.7.

Tipe konstruksi campuran.

Suatu bangunan dengan tipe konstruksi campuran bila dipisahkan sesuai dengan ketentuan
pada butir 5.8, maka tipe konstruksinya disesuaikan dengan ketentuan butir 5.4.1.b).6) atau
butir 5.4.1.c).
5.8.

Bangunan dua lantai dari kelas 2 atau kelas 3.

Suatu bangunan kelas 2 atau kelas 3 atau campuran dari kedua kelas tersebut, memiliki 2
(dua) lapis lantai, bisa dari konstruksi Tipe C bila tiap unit hunian memiliki :
5.8.1.

Jalan masuk menuju sekurang-kurangnya dua (2) pintu keluar.

5.8.2.

memiliki jalan masuk langsung menuju ke jalan atau ruang terbuka.

5.9.

Bagian-bagian bangunan kelas 4.

Suatu bangunan kelas 4 perlu memiliki ketahanan api yang sama untuk unsur-unsur
bangunan dan konstruksi yang sama yang memisahkan bagian bangunan kelas 4 dari
bangunan lainnya, seperti bangunan kelas 2 pada lingkungan yang sama.
5.10.

Panggung terbuka untuk penonton dan stadion olahraga dalam ruang.

5.10.1.
Suatu panggung terbuka untuk penonton atau Stadion Olahraga dapat dibuat
dari konstruksi Tipe C dan tidak perlu sesuai dengan persyaratan lain dari bagian ini bila
konstruksi tersebut memiliki tidak lebih dari satu baris tempat duduk bertingkat, dari
konstruksi tidak mudah terbakar, dan hanya memiliki ruang ganti, fasilitas sanitasi atau
semacamnya yang berada di bawah deretan tempat duduk.
5.10.2.
Pada butir 1 di atas, sebaris tempat duduk bertingkat diartikan sebagai beberapa
baris tempat duduk namun berada pada satu lapis bangunan yang diperuntukkan untuk
menonton.

21 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

5.11.

Konstruksi ringan.

5.11.1.
Konstruksi ringan harus sesuai dengan ketentuan pada butir 5.4.1.d). bila hal itu
digunakan pada sistem dinding yang :
a).

Perlu memiliki derajat ketahanan api.

b).

Untuk suatu Saf Lif, Saf Tangga atau Saf Utilitas atau dinding luar yang membatasi
selasar umum, termasuk lintasan atau ramp tanpa isolasi penahan api, pada panggung
pengamat, stadion olahraga, gedung bioskop atau pertunjukan, stasiun kereta api,
stasiun bus atau terminal bandara.

5.11.2.
Apabila konstruksi ringan digunakan untuk penutup tahan api atau selimut suatu
kolom baja atau sejenisnya, dan apabila :
a).

Selimut tersebut tidak langsung kontak dengan kolomnya, maka rongga antara
tersebut harus terisi oleh bahan padat, sampai pada ketinggian tidak kurang dari 1,2 m
dari lantai untuk menghindari terjadinya pelekukan.

b).

Kolom tersebut dimungkinkan dapat rusak oleh gerakan kendaraan, material atau
peralatan, maka selimut tersebut harus dilindungi dengan baja atau material lain yang
sesuai.

5.12.

Bangunan kelas 1 dan kelas 10.

5.12.1.
dari :

Bangunan-bangunan kelas 1 harus diproteksi terhadap penjalaran api kebakaran

a).

Bangunan lain selain bangunan kelas 10.

b).

Batas yang sama dengan bangunan lain.

5.12.2.
Bangunan-bangunan kelas 10 a harus tidak meningkatkan risiko merambatkan
api antara bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
5.12.3.
Untuk bangunan kelas 1 dan kelas 10 a yang sesuai dengan bangunan kelas 1,
bila konstruksinya memenuhi persyaratan butir 5.12.1.
5.13.

Sifat bahan bangunan terhadap api.

Bahan bangunan dan komponen struktur bangunan pada setiap kelas bangunan (kelas 2, 3,
5, 6, 7,8 atau 9) harus mampu menahan penjalaran kebakaran, dan membatasi timbulnya
asap agar kondisi ruang di dalam bangunan tetap aman bagi penghuni sewaktu
melaksanakan evakuasi.
5.14.

Kinerja bahan bangunan terhadap api.

5.14.1.
Bahan bangunan yang digunakan untuk unsur bangunan harus memenuhi
persyaratan pengujian sifat bakar (combustibility test) dan sifat penjalaran api pada
permukaan (surface test) sesuai ketentuan yang berlaku tentang bahan bangunan.
Bahan bangunan yang dibentuk menjadi komponen bangunan (dinding, kolom dan balok)
harus memenuhi persyaratan pengujian sifat ketahanan api yang dinyatakan dalam waktu
(30, 60, 120, 180, 240) menit.
5.14.2.
Bahan bangunan berikut sebagaimana dimaksud pada butir 5.14.1 diklasifikasikan sebagai :
a).

Bahan tidak terbakar (mutu tingkat I)

22 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

b).

Bahan sukar terbakar (mutu tingkat II).

c).

Bahan penghambat api (mutu tingkat III).

d).

Bahan semi penghambat api (mutu tingkat IV).

e).

Bahan mudah terbakar (mutu tingkat V).

5.14.3.
Bahan bangunan yang mudah terbakar, dan atau yang mudah menjalarkan api
melalui permukaan tanpa perlindungan khusus, tidak boleh dipakai pada tempat-tempat
penyelamatan kebakaran, maupun dibagian lainnya, dalam bangunan di mana terdapat
sumber api.
5.14.4.
Penggunaan bahan-bahan yang mudah terbakar dan mudah mengeluarkan asap
yang banyak dan beracun sebaiknya tidak boleh digunakan atau harus diberi perlindungan
khusus sebagaimana butir 3 diatas.
5.14.5.
Tingkat mutu bahan lapis penutup ruang efektif serta struktur bangunan harus
memenuhi standar teknis yang berlaku.
5.14.6.
Persyaratan ketahanan api bagi unsur bangunan dan bahan pelapis berdasarkan
jenis dan ketebalan, harus mengikuti standar teknis yang berlaku.
5.14.7.
Pengumpul panas matahari yang digunakan sebagai komponen bangunan tidak
boleh mengurangi persyaratan tahan api yang ditentukan.
5.14.8.
Bahan bangunan yang digunakan untuk komponen struktur bangunan harus
memenuhi syarat umum sebagaimana tercantum di dalam butir 5.4.1.a).
5.14.9.
Bahan bangunan yang tidak termasuk dalam ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam butir 5.14.2. dapat dipakai setelah dibuktikan dengan hasil pengujian dari instansi
teknis yang berwenang.
5.15.

Kinerja dinding luar terhadap api.

5.15.1.
Bila suatu bangunan dengan ketinggian tidak lebih dari 2 (dua) lantai memiliki
dinding luar dari bahan beton yang kemungkinan bisa runtuh seluruhnya dalam bentuk panel
(contoh : beton, precast), maka dinding tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga
pada saat terjadi kebakaran, kemungkinan runtuhnya panel ke luar bisa diminimalkan.
5.15.2.
Dinding luar bangunan yang berbatasan dengan garis batas pemilikan tanah
harus tahan api minimal 120 menit.
5.15.3.
Pada bangunan yang berderet, dinding batas antara bangunan harus menembus
atap dengan tinggi minimal 0,5 m dari seluruh permukaan atap.
5.16.

Kinerja dinding penyekat sementara terhadap api.

5.16.1.

Dinding penyekat ruang sementara, ketahanan apinya harus minimal 30 menit.

5.16.2.
Dinding sebagaimana dimaksud pada butir 5.16.1. tidak boleh menerus
sampai langit-langit serta tidak boleh mengganggu fungsi sistem instalasi dan perlengkapan
bangunan pada ruang tertentu.

23 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

6.

Kompartemenisasi dan pemisahan.

6.1.

Pemenuhan persyaratan kinerja.

Persyaratan kinerja sebagaimana disebut pada butir 4.3. akan dipenuhi apabila memenuhi
persyaratan yang tercantum pada bagian 4 dan bagian 5. Ketentuan pada butir 6.2, 6.3 dan
6.4, tidak berlaku untuk tempat parkir umum yang dilengkapi dengan sistem springkler,
tempat parkir tidak beratap atau suatu panggung terbuka.
6.2.

Batasan umum luas lantai.

6.2.1.
Ukuran dari setiap kompartemen kebakaran atau atrium bangunan kelas 5, 6, 7,
8 atau 9 harus tidak melebihi luasan lantai maksimum atau volume maksimum seperti
ditunjukkan dalam tabel 6.2 dan butir 6.5, kecuali seperti yang diizinkan pada butir 6.3.
6.2.2.
Bagian dari bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara,
ventilasi, atau peralatan lif, tangki air atau unit-unit utilitas sejenis, tidak diperhitungkan
sebagai daerah luasan lantai atau volume dari kompartemen atau atrium, bila sarana itu
diletakkan pada puncak bangunan.
6.2.3.
Untuk suatu bangunan yang memiliki sebuah lubang atrium, bagian dari ruang
atrium yang dibatasi oleh sisi tepi sekeliling bukaan pada lantai dasar serta perluasannya
dari lantai pertama di atas lantai atrium sampai ke atas langit-langitnya tidak diperhitungkan
sebagai volume atrium.
Tabel 6.2 : Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran atau atrium.
Tipe konsruksi bangunan
Uraian
Tipe A
Tipe B
Tipe C
Kelas 5 atau 9b
Kelas 6,7,8 atau 9a
(kecuali daerah
perawatan pasien)

6.3.

Maks.luasan lantai
Maks. volume
Maks.luasan lantai

8.000 m2
48.000 m3
5.000 m2

5.500 m2
33.500 m3
3.500 m2

3.000 m2
18.000 m3
2.000 m2

Maks. volume

30.000 m3

21.500 m3

12.000 m3

Bangunan-bangunan besar yang diisolasi.

Ukuran kompartemen pada bangunan dapat melebihi ketentuan dari yang tersebut dalam
tabel 6.2, bila :
6.3.1.
Luasan bangunan tidak melebihi 18.000 m2 dan volumenya tidak melebihi
3
108.000 m dengan ketentuan :
a).

b).

Bangunan kelas 7 atau 8 yang memiliki lantai bangunan tidak lebih dari 2 lantai dan
terdapat ruang terbuka yang memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut pada butir
6.4.1. yang lebarnya tidak kurang dari 18 meter, dan
1).

bangunan dilengkapi sistem springkler dan alarm.

2).

bangunan dilengkapi sistem pembuangan asap otomatis termasuk ventilasi asap.

Bangunan kelas 5 s/d 9 yang dilindungi seluruhnya dengan sistem springkler serta
terdapat jalur kendaraan sekeliling bangunan yang memenuhi ketentuan butir 6.4.2.

6.3.2.
Bangunan melebihi 18.000 m2 luasnya atau 108.000 m3 volumenya, dilindungi
dengan sistem springkler, dan dikelilingi jalan masuk kendaraan sesuai dengan butir 6.4.2.,
dan apabila :

24 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Ketinggian langit-langit kompartemen tidak lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan


sistem pembuangan asap atau ventilasi asap dan panas sesuai pedoman teknis dan
standar teknis yang berlaku.

b).

Ketinggian langit-langit lebih dari 12 meter, dilengkapi dengan sistem pembuangan


asap sesuai ketentuan yang berlaku.

6.3.3.

Bila terdapat lebih dari satu bangunan pada satu kapling, dan :

a).

Setiap bangunan harus memenuhi ketentuan butir 6.3.1 atau 6.3.2 di atas.

b).

Bila jarak antara bangunan satu lainnya kurang dari 6 meter, maka seluruhnya akan
dianggap sebagai satu bangunan dan secara bersama harus memenuhi ketentuan
butir 6.3.1 atau 6.3.2 di atas.

6.4.

Kebutuhan ruang terbuka dan jalan masuk kendaraan.

6.4.1.

Suatu ruang terbuka yang disyaratkan berdasarkan butir 6.3 harus :

a).

Seluruhnya berada di dalam kapling yang sama kecuali jalan, sungai atau tempat
umum yang berdampingan dengan kapling tersebut, namun berjarak tidak lebih dari
6 meter dengannya.

b).

Termasuk jalan masuk kendaraan sesuai ketentuan butir 6.4.2.

c).

Tidak digunakan untuk penyimpanan dan pemrosesan material.

d).

Tidak ada bangunan diatasnya, kecuali untuk gardu jaga dan bangunan penunjang
(seperti gardu listrik dan ruang pompa), yang tidak melanggar batas lebar dari ruang
terbuka, tidak menghalangi penanggulangan kebakaran pada bagian manapun dari
tepian kapling, atau akan menambah resiko merambatnya api ke bangunan yang
berdekatan dengan kapling tersebut.

6.4.2.

Jalan masuk kendaraan harus :

a).

Mampu menyediakan jalan masuk bagi kendaraan darurat dan lintasan dari jalan
umum.

b).

Mempunyai lebar bebas minimum 6 meter dan tidak ada bagian yang lebih jauh dari
18 meter terhadap bangunan apapun kecuali hanya untuk kendaraan dan pejalan kaki.

c).

Dilengkapi dengan jalan masuk pejalan kaki yang memadai dari jalan masuk
kendaraan menuju ke bangunan.

d).

Memiliki kapasitas memikul beban dan tinggi bebas untuk memudahkan operasi dan
lewatnya mobil pemadam kebakaran.

e).

Bilamana terdapat jalan umum yang memenuhi butir a), b), c) dan d) di atas dapat
berlaku sebagai jalan lewatnya kendaraan atau bagian dari padanya.

6.5.

Bangunan-bangunan kelas 9a.

Bangunan-bangunan kelas 9a harus dilengkapi dengan tersedianya daerah yang aman


terhadap kebakaran dan asap yang dapat :
6.5.1.
Derah perawatan pasien harus dibagi dalam kompartemen-kompartemen
kebakaran dengan luas tidak melebihi 2.000 m2.
6.5.2.

Daerah bangsal pasien :

25 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Untuk luasan lantai melampaui 1.000 m2 harus dibagi menjadi daerah yang tidak lebih
dari 1.000 m2 oleh dinding-dinding dengan Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang
dari 60/60/60.

b).

Untuk luasan lantai melampaui 500 m2 harus dibagi menjadi daerah tidak lebih dari
500 m2 oleh dinding-dinding kedap asap sesuai dengan butir 4 di bawah.

c).

Pada pembagian / pemisahan ruang bangsal dengan dinding-dinding tahan api


menurut butir 6.5.1 di atas dan butir 6.5.2.a) tidak diperlukan, dinding-dinding apapun
yang kedap asap menurut 6.5.2.b) di atas harus memiliki suatu TKA tidak kurang dari
60/60/60.

6.5.3.
Daerah perawatan harus dibagi dalam luasan lantai tidak lebih dari 1000 m2
dengan dinding kedap asap sesuai butir 6.5.4 di bawah.
6.5.4.

Suatu dinding kedap asap harus :

a).

Tidak mudah terbakar, dan membentang hingga di bawah permukaan lantai, di


atasnya, di bawah penutup atap yang tidak mudah terbakar atau di bawah langit-langit
yang tahan mencegah perambatan api ke ruang di atasnya tidak kurang dari 60 menit.

b).

Tidak digabungkan dengan luasan atau permukaan dari bahan kaca apapun, kecuali
bahan kaca jenis aman yang ditentukan berdasarkan standar yang berlaku.

c).

Memiliki pintu keluar yang dilengkapi dengan pintu-pintu tahan asap sesuai ketentuan.

d).

Tidak terdapat lubang bukaan apapun kecuali bukaan yang dikelilingi bagian yang
menembus dinding yang dilengkapi dengan penyetop api yang akan menghambat
jalannya asap.

e).

Dilengkapi damper asap yang dipasang pada tempat saat saluran udara dari sistem
pengkondisian udara menembus dinding, kecuali sistem pengkondisian udaranya
membentuk bagian dari pengendali asap, atau yang diperlukan untuk tetap beroperasi
selama kebakaran.

6.5.5.
Kompartemen-kompartemen kebakaran harus dipisahkan dari bagian bangunan
lain melalui dinding-dinding tahan api.
a).

Pada konstruksi Tipe A lantai dan langit-langitnya sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.

b).

Pada konstruksi Tipe B lantai dengan TKA tidak kurang dari 120/120/120 dan disertai
bukaan pada dinding-dinding luarnya yang membatasi daerah pasien, dipisahkan
secara vertikal sesuai dengan persyaratan pada butir 6.6, bila sebelumnya bangunan
dengan konstruksi Tipe A.

6.5.6.
Pintu yang harus kedap asap atau memiliki TKA, yang tidak sama dengan pintu
yang berfungsi sebagai kompartemen kebakaran yang diperlengkapi dengan sistem
pengendalian asap terzonasi sesuai dengan standar yang berlaku, harus mempunyai satu
reservoir asap yang tidak melebar sejauh 400 mm dari samping bawah :
a).

Penutup atap.

b).

Lantai diatasnya.

c).

Suatu langit-langit yang dirancang untuk mencegah aliran asap.

6.5.7.
Untuk ruang-ruang yang berlokasi di dalam ruang perawatan pasien harus
dipisahkan dari ruang perawatan pasien dengan dinding-dinding yang TKA tidak kurang dari

26 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

60/60/60 dan menerus ke penutup atap dari bahan tidak mudah terbakar, lantai atau langitlangit yang mampu mencegah perambatan api, pintu-pintunya harus dilindungi dengan pintu
yang mempunyai TKA tidak kurang dari -/60/30. Ruang-ruang tersebut adalah :
a).

Dapur dan ruang penyiapan makanan yang mempunyai luas lantai lebih dari 30 m2.

b).

Ruang yang terdiri dari fasilitas hyper baric (bilik bertekanan).

c).

Ruang digunakan terutama untuk penyimpanan catatan-catatan medis dan mempunyai


luas lantai lebih dari 10 m2.

d).

Ruang cuci (binatu) berisi peralatan dari jenis yang berpotensi menimbulkan kebakaran
(seperti pengering dengan gas).

6.6.

Pemisahan vertikal pada bukaan di dinding luar.

Apabila dalam suatu bangunan (selain bangunan parkir terbuka atau panggung terbuka)
yang memerlukan konstruksi Tipe A dan tidak memiliki sistem springkler, maka setiap bagian
dari jendela atau bukaan lain pada dinding luar (kecuali bukaan pada tangga yang sama) :
berada diatas bukaan lain dari lantai disebelah bawahnya dan proyeksi vertikalnya tidak
lebih dari 450 mm diluar bukaan yang ada dibawahnya (diukur horizontal).
Bukaan tersebut harus dipisahkan oleh :
6.6.1.

Suatu ruang antara yang :

a).

Tingginya tidak kurang dari 900 mm.

b).

Melebar tidak kurang dari 600 mm diatas permukaan teratas dari lantai yang terletak
diantaranya.

c).

Dari bahan tidak mudah terbakar dengan TKA tidak kurang dari 60/60/60.; atau

6.6.2.

Bagian dari dinding pengisi atau dinding panel yang memenuhi butir 6.6.1; atau

6.6.3.
Suatu konstruksi yang memenuhi butir 6.6.1 terletak di balik dinding seluruhnya
kaca atau dinding panel dan memiliki celah terisi bahan penyekat dari bahan tidak mudah
terbakar yang akan menahan ekspansi termal serta gerakan struktural dari dinding tanpa
kehilangan penyekatnya terhadap api dan asap; atau
6.6.4.

Suatu plat lantai atau konstruksi horizontal lainnya yang :

a).

Menonjol keluar dari dinding luar tidak kurang dari 1100 mm.

b).

Menonjol sepanjang dinding tidak kurang dari 450 mm melampaui bukaan yang ada.

c).

Dari bahan tidak mudah terbakar dengan TKA tidak kurang dari 60/60/60.

6.7.

Pemisahan oleh dinding tahan api.

Bagian dari suatu bangunan yang dipisahkan dari bagian lainnya dengan suatu dinding
tahan api diperlakukan sebagai bangunan terpisah, bila :
6.7.1.

Dinding tahan api tersebut :

a).

Membentang sepanjang seluruh tingkat lantai bangunan.

b).

Menerus sampai dengan bidang di bawah penutup atap.

c).

Memiliki TKA yang sesuai dengan ketentuan butir 5.2. untuk setiap bagian yang
berhubungan, dan bila berlainan TKA-nya, nilai TKA dinding harus lebih besar.

27 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

6.7.2.

Bukaan apapun pada dinding tahan api harus memenuhi bagian butir 6.4. diatas.

6.7.3.
Kecuali untuk bahan rangka atap yang disiapkan dengan dimensi 75 mm x 50
mm atau kurang, kayu atau unsur bangunan lainnya yang mudah terbakar tidak boleh
melewati atau menyilang dinding tahan api.
6.7.4.
Bila atap dari suatu bagian yang berhubungan lebih rendah dari atap bagian lain
dari bangunan, maka dinding tahan api tersebut harus melampaui ke permukaan bawah dari:
a).

Penutup atap yang lebih tinggi, atau tidak kurang dari 6 m di atas penutup atap yang
lebih rendah, atau bila

b).

Atap yang lebih bawah memiliki TKA tidak kurang dari TKA dinding tahan api dan tidak
ada bukaan lebih dekat dari 3 m terhadap dinding yang berada di atas atap yang lebih
rendah.

c).

Atap yang lebih rendah ditutup dengan bahan tidak mudah terbakar dan bagian yang
lebih rendah tersebut dilengkapi dengan sistem springkler, atau dari rancangan
bangunannya dapat membatasi perambatan api dari bagian yang lebih rendah ke
bagian yang lebih tinggi.

6.8.

Pemisahan berdasarkan klasifikasi pada lantai yang sama.

Bila suatu bangunan memiliki bagian-bagian yang berbeda klasifikasinya dan terletak
berjajar satu dengan lainnya pada lantai yang sama, maka :
6.8.1.
Tiap unsur bangunan pada lantai tersebut harus mempunyai TKA lebih tinggi dari
ketentuan butir 5.2. untuk unsur tersebut pada klasifikasi yang sesuai.
6.8.2.
Bagian-bagian tersebut harus dipisahkan melalui dinding tahan api dengan
ketentuan TKA lebih tinggi, sebagai berikut :
a).

TKA 90/90/90 bila bagian-bagiannya dilayani oleh koridor umum yang sama, jalan
umum atau semacamnya dilantai tersebut.

b).

TKA yang lebih tinggi dari yang tersebut pada ketentuan butir 5.2. untuk klasifikasi
yang sama.

6.9.

Pemisahan klasifikasi pada lantai yang berbeda.

Bila bagian-bagian dari klasifikasi yang berlainan terletak satu di atas yang lain pada tingkattingkat yang saling berhubungan, maka harus dipisahkan sebagai berikut :
6.9.1.
Konstruksi Tipe A : lantai antara bagian-bagian yang berhubungan harus memiliki
TKA kurang dari yang ditentukan pada ketentuan butir 5.2. untuk klasifikasi pada tingkat
yang lebih rendah.
6.9.2.
Konstruksi Tipe B atau C (berlaku hanya bila satu dari bagian yang berhubungan
adalah dari kelas 2, 3 atau 4) : bidang bawah dari lantai (termasuk bagian sisi dan bidang
bawah dari balok penyangga lantai) harus mempunyai selimut penahan api.
6.10.

Pemisahan pada saf lif.

Lif-lif yang menghubungkan lebih dari 2 lantai, atau lebih dari 3 lantai bila bangunan
dilengkapi dengan springkler, (kecuali lif yang sepenuhnya berada dalam suatu atrium) harus
dipisahkan dari bagian lain bangunan dengan melindunginya dalam suatu shaft dengan
syarat-syarat sebagai berikut :

28 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

6.10.1.
Dalam bangunan yang disyaratkan harus dari konstruksi Tipe A : dindingdindingnya mempunyai TKA yang memenuhi ketentuan butir 5.2.
6.10.2.
Dalam bangunan yang disyaratkan harus dari konstruksi Tipe B, dindingdindingnya:
a).

Sesuai dengan 6.10.1 bila safnya adalah :


1).

struktur yang memikul beban (load bearing).

2).

bila safnya berada dalam daerah perawatan pasien pada bangunan kelas 9a.

6.10.3.
Bukaan untuk pintu-pintu lif dan bukaan untuk utilitas harus dilindungi sesuai
ketentuan butir 6.4.
6.10.4.
Kamar instalasi mesin lif kebakaran serta saf lif kebakaran harus dilindungi
dengan dinding yang tidak mudah terbakar sesuai dengan klasifikasi konstruksi
bangunannya.
6.11.

Tangga dan lif pada satu saf.

Tangga dan lif tidak boleh berada pada satu saf yang sama, bila salah satu tangga atau lif
tersebut diwajibkan berada dalam suatu saf tahan api.
6.12.

Pemisahan peralatan.

6.12.1.
Peralatan selain tersebut pada butir 6.12.2 dan 6.12.3. harus terpisah dari bagian
bangunan lainnya dengan konstruksi yang sesuai butir 6.12.4, bila peralatan tersebut terdiri
atas :
a).

Motor lif dan panel-panel kontrolnya, kecuali jika konstruksi yang memisahkan saf lif
dengan ruang mesin lif hanya memerlukan TKA 120/-/-.

b).

Generator darurat atau alat pengendali asap terpusat.

c).

Ketel uap.

d).

baterai-baterai.

6.12.2.
Pemisahan peralatan tidak perlu memenuhi ketentuan butir 6.12.1. bila peralatan
tersebut terdiri atas :
a).

Kipas-kipas (fan) pengendali asap yang dipasang di aliran udara yang dipasang untuk
pengoperasian pada suhu tinggi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b).

Peralatan penekan udara pada tangga yang dipasang sesuai persyaratan yang
berlaku.

c).

Peralatan lainnya yang dipisahkan secara baik dari bagian bangunan lainnya.

6.12.3.
Pemisahan peralatan pompa kebakaran setempat harus memenuhi ketentuan
yang berlaku.
6.12.4.

Konstruksi pemisah harus memenuhi :

a).

Memiliki TKA yang dipersyaratkan pada ketentuan butir 5.2 tapi tidak kurang dari
120/120/120.

b).

Tiap jalur masuk pada konstruksi tersebut harus dilindungi dengan pintu penutup api
otomatis yang memiliki TKA tidak kurang dari -/12/-/30.

29 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

6.13.

Sistem pasokan listrik.

6.13.1.

Gardu/sub stasiun listrik yang ditempatkan di dalam bangunan harus :

a).

Dipisahkan dari setiap bagian lain dari bangunan dengan konstruksi yang mempunyai
TKA tidak kurang dari 120/120/120.

b).

Mempunyai pintu dengan konstruksi pintu tahan api yang dapat menutup sendiri dan
mempunyai TKA tidak kurang dari -/120/30.

6.13.2.
Panel pembagi utama yang ditempatkan di dalam bangunan yang menyokong
beroperasinya peralatan darurat, dalam kondisi darurat harus :
a).

Dipisahkan dari setiap bagian lain dari bangunan oleh konstruksi yang mempunyai
TKA tidak kurang dari 120/120/120.

b).

Mempunyai pintu dengan konstruksi pintu tahan api yang dapat menutup sendiri dan
mempunyai TKA tidak kurang dari -/120/30.

6.13.3.

Konduktor listrik yang ditempatkan di dalam bangunan dan memasok :

a).

Gardu panel hubung bagi utama yang ditempatkan di dalam bangunan yang dicakup
oleh butir 7.6.

b).

Panel hubung bagi utama yang dicakup oleh butir 7.6 harus :

6.14.

1).

harus mengikuti ketentuan yang berlaku.

2).

diselubungi atau dengan cara lain dilindungi oleh konstruksi yang mempunyai
TKA tidak kurang dari 120/120/120.
Koridor umum pada bangunan kelas 2 dan 3.

Pada bangunan kelas 2 dan 3 koridor umum tidak lebih dari 40 meter panjangnya harus
dibagi menjadi bagian yang tidak lebih dari 40 meter dengan dinding tahan asap sesuai
ketentuan butir 7.5.

7.

Perlindungan pada bukaan.

7.1.

Umum.

7.1.1.
Seluruh bukaan harus dilindungi dan lubang utilitas harus diberi penyetop api
untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi
bangunan.
7.1.2.
Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk saf pipa, saf ventilasi,
saf instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari bawah sampah atas, dan
tertutup pada setiap lantai.
7.1.3.
Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada butir
7.1.2, maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan api minimal sama dengan
ketahanan api dinding atau lantai.
7.2.

Pemenuhan persyaratan kinerja.

Persyaratan kinerja sebagaimana disebut pada butir 4.3. akan dipenuhi apabila memenuhi
persyaratan yang tercantum pada Bagian 4 dan Bagian 5.
7.2.1.

Ketentuan perlindungan pada bukaan ini tidak berlaku untuk :

30 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Bangunan-bangunan kelas 1 atau kelas 10.

b).

Sambungan-sambungan pengendali, lubang-lubang tirai, dan sejenisnya di dindingdinding luar dari konstruksi pasangan dan sambungan antara panel-panel di dinding
luar terbuat dari beton pra-cetak, bila luas lubang/sambungan tersebut tidak lebih luas
dari yang diperlukan.

c).

Lubang-lubang ventilasi yang tidak mudah terbakar (non-combustable ventilators)


untuk sub-lantai atau ventilasi ruang, bila luas penampang masing-masing tidak
melebihi 45.000 mm2, dari jarak antara lubang lubang ventilasi tidak kurang dari
2 meter dari lubang ventilasi lainnya pada dinding yang sama.

7.2.2.
Bukaan-bukaan pada setiap unsur bangunan memerlukan ketahanan terhadap
api, termasuk pintu, jendela, panel pengisi dan bidang kaca yang tetap atau dapat dibuka
yang tidak mempunyai angka TKA sebagaimana yang seharusnya.
7.3.

Perlindungan bukaan pada dinding luar.

Bukaan-bukaan pada dinding luar bangunan yang perlu memiliki TKA, harus :
7.3.1.

Berjarak dari suatu objek yang dapat menjadi sumber api tidak kurang dari :

a).

1 meter pada bangunan dengan jumlah lantai tidak lebih dari 1 (satu).

b).

1,5 meter pada suatu bangunan dengan jumlah lantai lebih dari 1 (satu).

7.3.2.
Bila bukaan di dinding luar tersebut terhadap suatu obyek yang dapat menjadi
sumber api terletak kurang dari :
a).

3 meter dari sisi atau batas belakang persil bangunan.

b).

6 meter dari sempadan jalan membatasi persil, bila tidak berada pada suatu lantai atau
yang dekat dengan lantai dasar bangunan.

c).

6 meter dari bangunan lain pada persil yang sama yang bukan dari kelas 10.

maka harus dilindungi sesuai dengan ketentuan butir 7.5, dan bila digunakan springkler
pembasah dinding, maka springkler tersebut harus ditempatkan dibagian luar.
7.3.3.
Bila wajib dilindungi sesuai dengan butir 7.3.2, tidak boleh menempati lebih dari
1/3 luas dinding luar dari lantai dimana bukaan tersebut berada, kecuali bila bukaan-bukaan
tersebut pada bangunan kelas 9 b dan diberlakukan seperti bangunan panggung terbuka.
7.4.

Pemisahaan bukaan pada kompartemen kebakaran yang berbeda.

Kecuali bila dilindungi sesuai ketentuan tersebut pada butir 7.5, jarak antara bukaan-bukaan
pada dinding luar pada kompartemen kebakaran harus tidak kurang dari yang tercantum
pada tabel 7.4.
Tabel 7.4 : Jarak antara bukaan pada kompartemen kebakaran yang berbeda.
Sudut terhadap dinding
0o (dinding-dinding saling berhadapan)
Lebih dari 0o s/d 45o
Lebih dari 45o s/d 90o
Lebih dari 90o s/d 135o
Lebih dari 135o s/d kurang dari 180o
180o atau lebih.

31 dari 46

Jarak minimal antara


bukaan
6m
5m
4m
3m
2m
Nol

SNI 03 1736 - 2000

7.5.

Metoda perlindungan yang dapat diterima.

7.5.1.
Bila diperlukan, maka jalan-jalan masuk, jendela dan bukaan-bukaan lainnya
harus dilindungi sebagai berikut :
a).

Jalan-jalan masuk-pintu, springkler-springkler pembasah dinding di dalam atau di luar


sesuai keperluan, atau dengan memasang pintu-pintu kebakaran dengan TKA -/60/30
(yang dapat menutup sendiri atau menutup secara otomatis).

b).

Jendela-jendela, springkler-springkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai


keperluan atau jendela-jendela kebakaran dengan TKA -/60/- (yang menutup otomatis
atau secara tetap dipasang pada posisi tertutup) atau dengan memasang penutup api
otomatis dengan TKA -/60/-.

c).

Bukaan-bukaan lain, springkler-springkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai


keperluan atau dengan konstruksi yang memiliki TKA tidak kurang dari -/60/-.

7.5.2.
Pintu-pintu kebakaran, jendela-jendela
kebakaran harus memenuhi ketentuan butir 7.6.
7.6.

Sarana proteksi pada bukaan.

7.6.1.

Jenis sarana proteksi.

kebakaran

serta

penutup-penutup

a).

Sarana proteksi pada bukaan dalam persyaratan ini adalah pintu kebakaran, jendela
kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api.

b).

Ketentuan dalam sub bab ini mengatur persyaratan untuk konstruksi pintu kebakaran,
jendela kebakaran, pintu penahan asap dan penutup api

7.6.2.

Pintu kebakaran.

Pintu kebakaran yang memenuhi persyaratan adalah :


a).

Sesuai dengan standar pintu kebakaran.

b).

Tidak rusak akibat adanya radiasi melalui bagian kaca dari pintu tersebut selama
periode waktu, sesuai dengan nilai integritas dalam TKA yang dimiliki.

7.6.3.
a).

Pintu penahan asap.


Persyaratan Umum.
Pintu penahan asap harus dibuat sedemikian rupa sehingga asap tidak akan melewati
pintu dari satu sisi ke sisi yang lainnya, dan bila terdapat bahan kaca pada pintu
tersebut, maka bahaya yang mungkin timbul terhadap orang yang lewat harus minimal.

b).

Konstruksi yang memenuhi syarat.


Pintu penahan asap, baik terdiri dari satu ataupun lebih akan memenuhi persyaratan
butir 7.6.3.a diatas bila pintu tersebut dikonstruksikan sebagai berikut :
1).

daun pintu dapat berputar disatu sisi.


(a).

dengan arah sesuai arah bukaan keluar.

(b).

berputar dua arah.

2).

daun pintu mampu menahan asap pada suhu 200oC selama 30 menit.

3).

daun pintu padat dengan ketebalan 35 mm (akan memenuhi butir 2 diatas).

32 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

c).

Pada daun pintu dipasang penutup atau pengumpul asap.

d).

Daun pintu pada umumnya pada posisi menutup.


1).

daun pintu menutup secara otomatis melalui pengoperasian penutup pintu


otomatis yang dideteksi oleh detektor asap yang dipasang sesuai dengan
standar yang berlaku dan ditempatkan disetiap sisi pintu yang jaraknya secara
horizontal dari bukaan pintu tidak lebih dari 1,5 m.

2).

dalam hal terjadi putusnya aliran listrik ke pintu, daun pintu berhenti aman pada
posisi penutup.

e).

Pintu akan kembali menutup secara penuh setelah pembukaan secara manual.

f).

Setiap kaca atau bahan kaca yang menyatu dengan pintu kebakaran atau merupakan
bagian pintu kebakaran harus memenuhi standar yang berlaku.

g).

Bilamana panel berkaca tersebut bisa membingungkan untuk memberi jalan keluar
yang tidak terhalang, maka adanya kaca tersebut harus dapat dikenali dengan
konstruksi tembus cahaya.

7.6.4.

Penutup api.

Persyaratan suatu penutup api (fire shutter) meliputi :


a).

Harus memiliki TKA yang sesuai prototip yang diuji.

b).

Dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c).

Temperatur rata-rata dipermukaan yang tidak kena nyala api tidak melebihi 140oC
selama 30 menit pertama saat pengujian.

d).

Penutup dari bahan baja harus memenuhi standar yang berlaku bila penutup metal
boleh digunakan berkaitan dengan persyaratan butir 7.7.

7.6.5.

Jendela kebakaran.

Suatu jendela kebakaran harus :


a).

Memiliki kesamaan dalam konstruksi dengan prototip yang sesuai dengan TKA yang
telah ditentukan.

b).

Dipasang sesuai ketentuan yang berlaku.

7.7.

Jalan keluar/masuk pada dinding tahan api.

7.7.1.
Lebar bukaan untuk pintu keluar/masuk pada dinding tahan api yang bukan
merupakan bagian dari pintu keluar horizontal, harus tidak melebihi dari panjang dinding
tahan api dan setiap pintu masuk tersebut harus dilindungi dengan :
a).

2 buah pintu kebakaran atau penutup kebakaran (fire shutters), satu pada setiap sisi
pintu masuk, masing-masing memiliki TKA tidak kurang dari yang dipersyaratkan
menurut spesifikasi butir 5.3. untuk pintu kebakaran kecuali bila pada setiap pintu atau
penutup mempunyai tingkat isolasi minimal 30 menit.

b).

Suatu pintu kebakaran di satu sisi dan penutup kebakaran di sisi yang lain dari pintu
masuk, dimana masing-masing memenuhi butir 7.7.1.a).

c).

Suatu pintu kebakaran atau penutup kebakaran tunggal yang memiliki TKA tidak
kurang dari yang disyaratkan pada spesifikasi butir 5.3 untuk dinding api kecuali jika

33 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

tiap pintu atau penutup kebakaran mempunyai tingkat isolasi sekurang-kurangnya 30


menit.
7.7.2.
a).

Pintu kebakaran atau penutup kebakaran yang disyaratkan pada butir 7.7.1.a),
7.7.1.b), dan 7.7.1.c) diatas harus dapat menutup sendiri atau secara otomatis dapat
menutup sesuai dengan ketentuan pada butir 7.7.1.b) dan 7.7.1.c).

b).

Pengoperasian penutup otomatis tersebut harus dimulai dengan aktivitas detektor


asap, atau detektor panas bila penggunaan detektor asap tidak sesuai.
Pemasangannya pada setiap sisi dari dinding kebakaran berjarak tidak lebih dari 1,5
meter arah horizontal dari bukaan yang dimaksud.

c).

Bila sistem alarm kebakaran dan atau sistem springkler dipasang pada bangunan
sebagai bagian dari sistem kompartemenisasi, maka aktivitas sistem-sistem tersebut di
tiap kompartemen yang dipisahkan oleh dinding tahan api harus pula mengaktifkan
peralatan penutup pintu otomatis.

7.8.

Pintu kebakaran jenis geser/sorong.

7.8.1.
Bila dalam pintu keluar/masuk di dinding tahan api dilengkapi dengan pintu
kebakaran jenis geser (pintu sorong) yang terbuka pada waktu bangunan yang bersangkutan
digunakan, maka :
a).

Pintu tersebut harus tetap terbuka melalui suatu perangkat elektro magnetik, dimana
bila diaktifkan harus dapat menutup sepenuhnya tidak kurang dari 20 detik, dan paling
lama 30 detik setelah diaktifkan tersebut.

b).

Jika diaktifkan dan terjadi keadaan sistem geser tersebut macet, maka pintu tersebut
harus dijamin kembali pada posisi tertutup sesuai dengan butir 7.8.1.a).

c).

Suatu alarm peringatan yang mudah didengar harus dipasang berdekatan dengan
pintu keluar/masuk dan suatu lampu peringatan yang berkelip-kelip warna merah
dengan intensitas cahaya yang cukup pada tiap sisi jalan keluar/masuk harus
diaktifkan sesuai butir 7.8.1.a).

d). Tanda-tanda petunjuk harus dipasang di kedua ujung jalan keluar dan terletak
langsung di atas pintu keluar dengan tulisan seperti pada gambar 7.8 yang dicetak dengan
huruf kapital tidak kurang dari 50 mm tingginya dengan warna mencolok/kontras terhadap
belakangnya.
AWAS PINTU KEBAKARAN GESER
Gambar 7.8.: Tanda pintu kebakaran geser
7.8.2.
a).

Perangkat elektro magnetik harus dalam keadaan tidak diaktifkan dan sistem
peringatan ini diaktifkan dengan perangkat detektor panas, atau asap yang sesuai dan
dipasang sesuai ketentuan yang berlaku.

b).

Sistem alarm kebakaran termasuk sistem springkler yang dipasang di dalam


bangunan, pengaktifannya pada kompartemen kebakaran yang dipisahkan dengan
dinding tahan api, harus dapat pula mengaktifkan perangkat elektromagnit dan
mengaktifkan pula sistem peringatan.

34 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

7.9.

Perlindungan pada pintu keluar horisontal.

7.9.1.
Suatu jalan keluar/masuk yang merupakan bagian dari sarana pintu keluar harus
dilindungi dengan salah satu elemen berikut :
a).

Pintu kebakaran tunggal yang mempunyia TKA tidak kurang dari yang ditentukan pada
ketentuan butir 5.3 unit dinding tahan api kecuali bila tersebut memiliki tingkat isolasi
sedikitnya 30 menit.

b).

Pada bangunan kelas 7 atau 8, 2 buah pintu kebakaran, 1 pada tiap sisi jalan
masuk/keluar bangunan, masing-masing dengan TKA sekurang-kurangnya dari
yang diperlukan menurut ketentuan butir 5.3 unit dinding tahan api kecuali bila setiap
pintu memiliki tingkat isolasi sekurangnya 30 menit.

7.9.2.
a).

Tiap pintu yang diperlukan seperti yang tersebut pada butir 7.9.1. harus dapat
menutup sendiri, atau menutup otomatis sesuai dengan butir 7.9.2.b) dan 7.9.2.c).

b).

Pengoperasian penutup pintu otomatis tersebut di atas diawali dengan aktifnya


detektor asap, atau detektor panas yang pemasangannya pada setiap sisi dari dinding
tahan api berjarak lebih dari 1,5 meter arah horizontal dari bukaan yang dimaksud, dan
sesuai ketentuan yang berlaku.

c).

Bila terdapat sistem alarm kebakaran termasuk sistem springkler yang dipasang di
dalam bangunan, maka pengaktifannya dikompartemen kebakaran yang dipisahkan
dengan dinding tahan api, harus dapat pula mengawali beroperasinya perangkat
penutup otomatis.

7.10.

Bukaan-bukaan pada pintu-pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran.

7.10.1.
a).

Jalan-jalan keluar/masuk yang terbuka ke arah tangga kebakaran yang terisolasi,


jalan-jalan lintasan atau ramp yang terisolasi terhadap kebakaran, dan bukan jalan
masuk/keluar yang langsung menuju ke suatu ruang terbuka, harus dilindungi oleh
pintu kebakaran yang dapat menutup sendiri dengan TKA -/60/30 atau menutup secara
otomatis sesuai dengan butir 7.10.1.b) dan 7.10.1.c).

b).

Pengoperasian penutup otomatis tersebut di atas harus berfungsi sejalan dengan


aktifnya detektor asap, atau detektor panas untuk lingkungan yang tidak cccok
digunakan detektor asap. Pemasangan penutup otomatis harus sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dan ditempatkan pada setiap sisi dari dinding kebakaran
berjarak lebih dari 1,5 meter arah horizontal dari sisi bukaan yang dimaksud.

c).

Bila terdapat sistem deteksi dan alarm kebakaran, termasuk sistem springkler yang
dipasang dalam bangunan, pengaktifan kompartemen kebakaran yang dipisahkan
dengan dinding tahan api, harus dapat pula mengawali berfungsinya perangkat
penutup otomatis.

7.10.2.
Suatu jendela dinding luar dari ruang tangga darurat, jalan-jalan lintasan atau
ramp yang diisolasi terhadap kebakaran, harus dilindungi sesuai dengan butir 4.5, bila
berada dalam jarak 6 meter dari atau terbuka terhadap :
a).

Suatu bagian yang memungkinkan menjadi sumber api.

b).

Suatu jendela atau bukaan lain pada dinding dari bangunan yang sama, akan tetapi
tidak dalam ruang atau konstruksi terlindung terhadap kebakaran.

35 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

7.11.
Lubang tembus utilitas pada pintu keluar yang diisolasi terhadap
kebakaran.
Pintu-pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran tidak boleh ditembus oleh perangkat
utilitas apapun selain dari :
7.11.1.
Kabel-kabel listrik yang berkaitan dengan sistem pencahayaan atau sistem
tekanan udara yang melayani sarana keluar atau sistem inter komunikasi untuk melindungi
tanda KELUAR.
7.11.2.

Ducting yang berkaitan dengan sistem pemberian tekanan udara bila hal itu :

a).

Dibuat dengan bahan/material yang memiliki TKA tidak kurang dari 120/120/160 yang
melalui bagian-bagian lain dari bangunan.

b).

Tidak terbuka saat melintasi bagian bangunan tersebut.

7.11.3.

Pipa-pipa saluran air untuk pemadam kebakaran.

7.12.

Bukaan pada saf lif yang diisolasi terhadap kebakaran.

7.12.1.
Jalan keluar/masuk bila suatu lif harus diisolasi terhadap kebakaran sesuai
persyaratan pada Bab III Bagian 2, maka jalan masuk (entrance) menuju ke saf tersebut
harus dilindungi dengan pintu-pintu kebakaran dari -/60/-, yang :
a).

Memenuhi ketentuan pintu kebakaran.

b).

Dipasang agar selalu menutup kecuali bila saat dilewati pengunjung, barang-barang
atau kendaraan.

7.12.2.
Panel-penel indikator lif, suatu panel pemanggil lif, panel indikator atau panel
lainnya pada dinding saf lif yang diisolasi terhadap api ditunjang dengan konstruksi yang
mempunyai TKA tidak kurang dari -/60/60 bila luasnya melebihi 35.000 mm2.
7.13.

Membatasi konstruksi bangunan kelas 2, 3 dan 4.

7.13.1.
Suatu jalan masuk/keluar sebuah bangunan kelas 2 atau 3 harus dilindungi bila
jalan tersebut memberikan jalan masuk/pencapaian dari suatu hunian tunggal menuju ke :
a).

Koridor umum, ruang pertemuan umum, atau sejenisnya.

b).

pintu ruang yang tidak berada di dalam unit hunian tunggal.

c).

Tangga keluar yang tidak terisolasi terhadap kebakaran.

d).

Unit hunian tunggal lainnya.

7.13.2.
Suatu jalan masuk/keluar sebuah bangunan kelas 2 atau kelas 3 harus dilindungi
bila memberikan jalan masuk/pencapaian dari suatu ruang yang tidak berada di dalam
hunian tunggal menuju ke :
a).

Koridor umum, ruang pertemuan umum, atau sejenisnya.

b).

Ruang tangga dalam bangunan yang tidak terisolasi terhadap kebakaran yang
berfungsi melayani kebutuhan sarana keluar.

7.13.3.
Suatu jalan masuk/keluar pada bangunan kelas 4 harus dilindungi bila jalan
tersebut memberikan jalan masuk/pencapaian ke bagian dalam lainnya dari bangunan.
7.13.4.

Perlindungan bagi jalan masuk/keluar harus sekurang-kurangnya :

36 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Bila berada dalam bangunan dengan konstruksi Tipe A dengan pintu tahan api yang
dapat menutup sendiri dengan TKA -/60/30.

b).

Bila berada dalam bangunan dengan konstruksi Tipe B atau Tipe C dengan pintu yang
kokoh, terpasang kuat, yang dapat menutup sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari
35 mm.

7.13.5.
Bukaan-bukaan lainnya pada dinding-dinding dalam yang disyaratkan memiliki
TKA yang unsur keutuhan struktur dan unsur penahan panasnya tidak mengurangi kinerja
ketahanan api dari dinding.
7.13.6.
a).

Pintu yang dipersyaratkan pada butir ini setidaknya dapat menutup secara otomatis
sesuai dengan butir 7.13.6.b) dan 7.13.6.c).

b).

Pengoperasian penutup otomatis tersebut di atas harus diawali dengan aktifnya


detektor asap, atau detektor panas dan pemasangannya sesuai dengan ketentuan
yang berlaku dan ditempatkan pada setiap sisi dari dinding kebakaran berjarak lebih
dari 1.5 meter arah horizontal dari sisi bukaan yang dimaksud.

c).

bila terdapat sistem alarm kebakaran dan sistem springkler yang dipasang di dalam
bangunan, maka pengaktifannya harus dapat pula mengawali beroperasinya perangkat
penutup otomatis.

7.13.7.
Di dalam bangunan Kelas 2 atau 3 dimana jalur menuju pintu keluar (Eksit) tidak
memiliki pilihan lain dan berada disepanjang balkon lantai atau sejenisnya dan melalui
dinding luar dari:
a).

unit hunian tunggal lainnya; atau

b).

ruang yang tidak di dalam unit hunian tunggal,

maka dinding luar tersebut harus dibuat sedemikian agar cukup melindungi bagi penghuni
yang mencapai jalan keluar (Eksit).
7.13.8.

Suatu dinding memenuhi butir 7.13.7 di atas, apabila dinding tersebut :

a).

terbuat dari beton atau pasangan batu bata, atau bila bagian dalamnya dilapisi dengan
bahan anti api; dan

b).

mempunyai jalan keluar/masuk dengan pintu yang dapat menutup sendiri, dengan
bahan inti pintu yang kokoh , kuat terpasang dengan ketebalan tidak kurang dari
35 mm; dan

c).

mempunyai jendela atau bukaan lainnya yang terlindung sesuai dengan persyaratan
butir 7.5 atau ditempatkan pada sekurang-kurangnya 1.5 meter di atas lantai, balkon,
dan sejenisnya.

7.14.

Bukaan pada lantai untuk penetrasi saluran utilitas.

Didalam bangunan dengan Konstruksi Tipe A, maka jalur-jalur utilitas yang menerobos
melalui spesifikasi umum atau dilindungi sesuai dengan ketentuan teknis.
7.15.

Bukaan pada saf-saf.

Di dalam bangunan dengan konstruksi Tipe A, suatu bukaan pada dinding yang
dimaksudkan sebagai jalan masuk untuk lewatnya saf-saf Ventilasi, pipa, sampah atau
utilitas lainnya harus dilindungi dengan:

37 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

7.15.1.
Suatu pintu atau panel dengan rangkanya, terbuat dari bahan tidak mudah
terbakar atau memiliki TKA tidak kurang dari -/30/30 bila bukaan terletak pada kompartemen
sanitasi.
7.15.2.

Suatu pintu kebakaran yang dapat menutup sendiri dengan TKA -/60/30.

7.15.3.

Panel jalan masuk yang mempunyai TKA tidak kurang dari -/60/30.

7.15.4.
Suatu pintu dari konstruksi tidak mudah terbakar bila saf tersebut adalah saf
untuk pembuang sampah.
7.16.

Bukaan untuk instalasi utilitas.

Instalasi listrik, elektronik, pemipaan plambing, ventilasi mekanis, tata udara atau utilitas lain
yang dipasang menembus unsur bangunan (selain dinding luar atau atap) yang disyaratkan
memiliki TKA atau ketahanan terhadap perambatan api tahap awal, harus dipasang
memenuhi salah satu dari persyaratan berikut :
7.16.1.
Metoda dan material yang digunakan identik dengan proto tipe pemasangan dari
utilitas dan unsur bangunan yang telah diuji sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang
Spesifikasi Komponen Bahan Bangunan dan Komponen Struktur dan telah memiliki TKA
yang diperlukan atau ketahanan rambatan api awal.
7.16.2.
Memenuhi butir 7.16.1 kecuali untuk kriteria isolasi yang berkaitan dengan utilitas
dan peralatan utilitas terlindung sedemikian rupa sehingga bahan yang mudah terbakar tidak
terletak pada jarak 100 mm darinya serta tidak terletak pada pintu keluar yang diperlukan.
7.16.3.
Dalam hal ventilasi atau saluran-saluran tata udara atau peralatan instalasi harus
sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang pedoman ventilasi mekanik dan
pengkondisian udara dalam bangunan gedung.
7.16.4.
Instalasi utilitas terbuat dari pipa logam dipasang sesuai dengan spesifikasi
lubang tembus dinding, lantai dan langit-langit oleh instalasi yang :
a).

Menembus dinding, lantai atau langit-langit tapi bukan langit-langit yang diperlukan
memiliki ketahanan terhadap rambatan api yang baru mulai.

b).

Menghubungkan tidak lebih dari 2 kompartemen kebakaran sebagai tambahan adanya


saf-saf perangkat utilitas yang tahan api.

c).

Tidak mengandung cairan atau gas yang mudah menyala atau terbakar.

7.16.5.
Instalasi utilitas berupa pipa-pipa sanitasi yang dipasang menurut spesifikasi
yang memenuhi syarat dan instalasi utilitas tersebut harus :
a).

Terbuat dari bahan logam atau pipa PVC

b).

Menembus lantai dari bangunan kelas 5, 6, 7, 8 atau 9.

c).

Berada di dalam kompartemen sanitasi yang dipisahkan dari bagian-bagian lain dari
bangunan oleh suatu dinding TKA dapat disyaratkan menurut ketentuan butir 5.3 untuk
suatu saf tangga pada suatu bangunan dari pintu kebakaran yang dapat menutup
sendiri dengan TKA -/60/30.

7.16.6.
Instalasi service berupa kawat atau kabel, atau suatu ikatan kawat atau kabel
yang dipasang menurut spesifikasi lubang tembus instalasi yang memenuhi syarat dengan
cara :

38 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

a).

Menembus dinding, lantai atau langit-langit, tapi bukan langit-langit yang diperlukan
memiliki ketahanan terhadap rambatan api yang baru mulai.

b).

Menghubungkan tidak lebih dari 2 kompartemen kebakaran sebagai tambahan adanya


saf-saf pelindung perangkat utilitas yang tahan api.

7.16.7.
Instalasi utilitas berupa suatu sakelar listrik, stop kontak dan sejenisnya yang
dipasang sesuai dengan spesifikasi instalasi yang memenuhi syarat sebagaimana tercantum
pada butir 7.16.
7.17.
Persyaratan penembus pada dinding, lantai, dan langit-langit oleh utilitas
bangunan.
7.17.1.

Lingkup.

Ketentuan ini menjelaskan tentang bahan dan metoda instalasi utilitas atau peralatan
mekanikal dan elektrikal yang menembus dinding, lantai dan langit-langit yang disyaratkan
memiliki TKA.
7.17.2.

Penerapan.

a).

Persyaratan ini berlaku menurut ketentuan ini sebagai alternatif sistem yang telah
dibuktikan melalui pengujian dalam rangka memenuhi ketentuan pada butir 7.16.

b).

Persyaratan ini tidak berlaku untuk instalasi di langit-langit yang dipersyaratkan


mempunyai ketahanan terhadap penjalaran kebakaran awal atau untuk instalasi
pemipaan yang berisi atau dimaksudkan untuk mengalirkan cairan ataupun gas mudah
terbakar.

7.17.3
a).

b).

Pipa metal.

Suatu pipa metal yang secara normal berisi cairan tidak boleh menembus dinding,
lantai ataupun langit-langit pada jarak 100 mm dari bahan mudah terbakar, dan harus
dikonstruksikan atau terbuat dari :
1).

campuran tembaga atau baja tahan karat dengan ketebalan minimal 1 mm.

2).

besi tuang atau baja (selain baja tahan karat) dengan ketebalan dinding minimal
2 mm.

Bukaan untuk pipa metal harus :


1).

Dibentuk rapih, potong atau dibor.

2).

Sekurang-kurangnya 200 mm dari penetrasi utilitas lainnya.

3).

Menampung hanya satu pipa.

c).

Pipa metal tersebut harus dibungkus atau diberi selubung tetapi tidak perlu dikurung
dalam bahan isolasi termal sepanjang penembusan di dinding, lantai ataupun langitlangit kecuali bila pengurungan atau pemberian bahan isolasi termal itu memenuhi
butir 7.17.7

d).

Celah yang terjadi diantara pipa metal dan dinding, lantai atau langit-langit yang
ditembus harus diberi penyetop api sesuai dengan butir 7.17.7.

39 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

7.17.4.

Pipa yang menembus ruang sanitasi.

Apabila sebuah pipa logam atau PVC menembus lantai ruang sanitasi sesuai butir 7.16,
maka :
a).

Bukaan atau lubang penembusan harus rapih dan berukuran tidak lebih besar dari
yang sesungguhnya diperlukan untuk ditembusi pipa atau fiting.

b).

Celah antara pipa dan lantai harus diberi penyetop api (fire stopping) sebagaimana
diatur dalam butir 7.17.7.

7.17.5.

Kawat dan kabel.

Bilamana sebatang kawat atau kabel atau sekumpulan kabel menembus lantai, dinding atau
langit-langit, maka :
a).

Lubang penembusan harus rapih baik melalui pemotongan ataupun pemboran dan
minimal berjarak 50 mm dari lubang penembusan untuk utilitas lainnya.

b).

Luas penampang lubang penembusan tersebut tidak lebih dari :


1).

2.000 mm2 bila mengakomodasi hanya satu kabel dan celah antara kabel dan
dinding, lantai atau langit-langit tidak lebih lebar dari 15 mm.

2).

500 mm2 pada kasus lainnya.

3).

Ketentuan yang berlaku atau celah yang terjadi antara utilitas dan dinding, lantai
atau langit-langit harus diberi penyetop api sesuai ketentuan butir 7.17.7.

7.17.6.

Sakelar dan stop kontak.

Bilamana sakelar listrik, stop kontak dan dudukan alat listrik (soket) atau semacamnya harus
disambung dalam bentuk lubang ataupun lekukan di dinding, lantai ataupun langit-langit,
maka :
a).

b).

Lubang ataupun lekukan harus tidak :


1).

ditempatkan berhadapan di tiap titik dalam jarak 300 mm secara horizontal atau
600 mm secara vertikal dari setiap bukaan atau lekukan pada sisi dinding yang
berhadapan.

2).

Diperluas lebih dari setengah tebal dinding.

3).

Mengikuti ketentuan yang berlaku.

Celah diantara utilitas dan dinding, lantai atau langit-langit harus diberi penyetop api
sesuai ketentuan butir 7.17.7

7.17.7.
a).

Penyetop api.

Bahan.
Bahan yang digunakan untuk penyetop api pada penetrasi utilitas harus dari beton
serat mineral temperatur tinggi, serat keramik temperatur tinggi atau bahan lainnya
yang tidak meleleh dan mengalir pada temperatur dibawah 1.120oC bila diuji
berdasarkan standar yang berlaku dan harus telah dibuktikan lewat pengujian bahan
dan bahwa :
1).

pemakaian bahan penyetop api tidak melemahkan kinerja ketahanan api dari
komponen bangunan dimana penyetop api tersebut dipasang.

40 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

2).
b).

saat pengujian dilakukan menurut butir 7.17.7.e), pemakaian bahan penyetop api
tidak melemahkan kinerja ketahanan api dari pelat uji.

Instalasi.
Bahan penyetop api harus diisikan dan dimampatkan kedalam celah antara utilitas dan
dinding, lantai atau langit-langit dengan cara dan penekanan yang seragam
sebagaimana dilakukan saat pengujian menurut butir 7.17.7.a).1) atau 7.17.7.a).2).

c).

Konstruksi lubang/rongga.
Bilamana suatu pipa menembus dinding berongga (seperti dinding pengaku, dinding
berongga atau dinding berlubang lainnya) atau lantai serta langit-langit berongga,
maka rongga tersebut harus diberi rangka dan dipadatkan dengan bahan penyetop api
dan diatur sebagai berikut :

d).

1).

dipasang sesuai ketentuan butir 7.17.7.b) hingga ketebalan 25 mm sekeliling


penembusan atau sekeliling sarana utilitas yang menembus dinding atau lantai
ataupun langit-langit serta sepanjang kedalaman penuh dari penembusan
tersebut.

2).

terpasang mantap dan bebas serta tidak dipengaruhi oleh fungsi utilitas dari
pemindahan ataupun pemisahan dari permukaan utilitas dan dinding, lantai
ataupun langit-langit.

Lekukan.
Bila suatu sakelar elektrik, soket, stop kontak listrik ataupun sejenisnya harus
diletakkan dalam suatu lekukan di dalam dinding atau lantai ataupun langit-langit
berlubang, maka :

e).

1).

lubang yang secara langsung berada di belakang utilitas harus diberi rangka dan
dirapatkan dengan bahan penutup api sesuai dengan butir 7.17.7.c).

2).

bagian belakang dan sisi-sisi utilitas harus diproteksi dengan papan pelapis
tahan panas yang identik dan memiliki ketebalan yang sama dengan utilitas
tersebut.

Pengujian.
Pengujian untuk menentukan kecocokan bahan penyetop api dengan ketentuan ini
dilakukan sebagai berikut :
1).

contoh uji terdiri atas pelat beton yang tidak kurang dari 100 mm tebalnya dan
bila perlu diberi tulangan untuk ketepatan struktur selama pembuatan,
pengangkutan dan pengujian.

2).

pelat beton tersebut harus mempunyai sebuah lubang berdiameter 50 mm tepat


ditengah-tengah dan lubang tersebut harus diisi rapat-rapat dengan bahan
penyetop api.

3).

pelat contoh uji tersebut selanjutnya dikondisikan sesuai standar yang berlaku.

4).

dua buah termokopel sesuai standar harus dilekatkan di permukaan atas


penutup lubang dengan setiap termokopel berjarak kira-kira 5 mm dari tengahtengah pelat.

5).

pelat harus diuji mendatar, sesuai standar yang berlaku dan harus memperoleh
TKA 60/60/60.

41 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

7.18.

Sambungan-sambungan konstruksi.

7.18.1
Sambungan-sambungan konstruksi, celah-celah dan sejenisnya yang terdapat
diantara unsur-unsur bangunan yang disyaratkan perlu tahan terhadap api dikaitkan dengan
keutuhan dan penahan panas serta harus dilindungi dengan baik untuk menjaga kinerja
ketahanan api dari unsur yang bersangkutan.
7.18.2.
Sambungan-sambungan konstruksi dan celah harus disekat dengan bahan dan
cara yang sama dengan prototip yang telah diuji menurut ketentuan yang berlaku (tentang
Tata Cara Pengujian Ketahanan Kebakaran pada bahan bangunan dan komponen struktur),
agar memenuhi persyaratan ketahanan api sesuai dengan butir 7.18.1.
7.19.

Kolom yang dilindungi dengan konstruksi ringan untuk TKA tertentu.

7.19.1.
Bila kolom yang dilindungi dengan konstruksi ringan agar mencapai TKA tertentu,
melewati suatu unsur bangunan yang mempunyai TKA atau memiliki ketahanan terhadap
rambatan api, maka harus diupayakan sehingga kinerja ketahanan api dari unsur bangunan
yang dilewati tidak berkurang atau rusak.
7.19.2.
Metoda dan material yang digunakan harus sama dengan prototip konstruksi
yang telah mencapai TKA yang diperlukan atau memiliki ketahanan rambatan api.

42 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

Apendiks A
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.

A.1.

Kelas 1 : Bangunan hunian biasa.

satu atau lebih bangunan yang merupakan :


a).

b).

Klas 1a : bangunan hunian tunggal, berupa :


1).

satu rumah tunggal ; atau

2).

satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing


bangunannya dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah
deret, rumah taman, unit town house, villa, atau

Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel,


atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.

A.2.

Klas 2 : Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian,

yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

A.3.

Klas 3 : Bangunan hunian di luar bangunan klas 1 atau 2,

yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
a).

rumah asrama, rumah tamu, losmen ; atau

b).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

c).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

d).

panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

e).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.

A.4.

Klas 4 : Bangunan hunian campuran.

tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

A.5.

Klas 5 : Bangunan kantor.

bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan


administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8 atau 9.

43 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

A.6.

Klas 6 : Bangunan perdagangan.

bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barangbarang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
a).

ruang makan, kafe, restoran ; atau

b).

ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ;
atau

c).

tempat gunting rambut/salon, tempat cuci umum; atau

d).

pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

A.7.

Klas 7 : Bangunan penyimpanan/gudang.

bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk :


a).

tempat parkir umum; atau

b).

gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

A.8.

Klas 8 : Bangunan laboratorium/industri/pabrik.

bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

A.9.

Klas 9 : Bangunan umum.

bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a).

Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan


tersebut yang berupa laboratorium.

b).

Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya


di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas
lain.

A.10.

Klas 10 : Bangunan atau struktur yang bukan hunian.

a).

Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.

b).

Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

A.11.

Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus.

Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1
sampai dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.

A.12.

Bangunan yang penggunaannya insidentil.

Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan


gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan
dengan bangunan utamanya.

44 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

A.13.

Klasifikasi jamak.

Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a).

bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;

b).

klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;

c).

Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.

45 dari 46

SNI 03 1736 - 2000

Bibliografi
1

Building Code of Australia, 1996.

SNI 03-1736-1989 : Petunjuk Perencanaan Struktur Bangunan untuk


Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Rumah dan Gedung.

SNI 03-3989-2000 : Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler


otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

46 dari 46

SNI 03-1745-2000

Kembali

Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa tegak dan slang
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan
gedung.

1.

Ruang lingkup.

1.1.
Standar ini mencakup persyaratan minimal untuk instalasi pipa tegak dan sistem hidran
/slang pada bangunan gedung.
1.2.
Standar ini tidak mencakup persyaratan untuk pemeriksaan berkala, pengujian, dan
pemeliharaan sistem pipa tegak.

2.

Acuan.

a).

NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996 Edition.

b).

Fire Safety Bureau, Singapore Civil Defence Force, Fire Precautions in Buildings 1997

3.

Istilah dan definisi.

3.1.
alat pengatur tekanan.
suatu alat yang direncanakan untuk tujuan mengurangi, mengatur, mengendalikan, atau
membatasi tekanan air. Contoh; katup penurun tekanan, katup kontrol tekanan, dan alat pembatas
tekanan.
3.2.
alat pembatas tekanan.
suatu katup atau alat yang direncanakan untuk tujuan mengurangi tekanan aliran air pada kondisi
aliran akhir (residual).
3.3.
bangunan gedung bertingkat tinggi.
Suatu bangunan gedung yang mempunyai ketinggian lebih dari 24 m ( 80 feet ). Ketinggian
bangunan harus diukur dari permukaan terendah jalan masuk mobil pemadam kebakaran ke lantai
dari lantai tertinggi yang dihuni.
3.4.
disetujui.
BSN bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau memberikan sertifikat pada setiap instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi, prosedur, peralatan
atau bahan, instansi yang berwenang menggunakan dasar standar ini atau standar lain yang
setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
3.5*.
instansi yang berwenang.
Suatu instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui ; peralatan, instalasi
atau prosedur.

1 dari 52

SNI 03-1745-2000
3.6.
katup kontrol.
suatu katup yang dipakai untuk mengontrol sistem pasokan air dari sistem pipa tegak.
3.7.
katup kontrol tekanan.
suatu katup penurun tekanan yang beroperasinya terkendali direncanakan untuk tujuan membatasi
tekanan air hilir ke nilai spesifik dibawah kondisi mengalir (akhir/residual) dan tidak mengalir
(statik).
3.8*.
katup penurun tekanan.
suatu katup yang direncanakan untuk tujuan mengurangi arus tekanan air pada kondisi mengalir
(sisa/residual) dan tidak mengalir (statik).
3.9.
katup slang.
katup pada sambungan slang tunggal.
3.10.
kebutuhan sistem.
laju aliran dan tekanan sisa yang disyaratkan dari suatu pasokan air, diukur pada titik sambungan
dari pasokan air ke sistem pipa tegak, untuk menyalurkan sebagai berikut :
a).

laju aliran air total yang dipersyaratkan untuk sistem pipa tegak seperti yang dispesifikasikan pada butir 7-9.

b).

tekanan akhir (residual) minimum pada sambungan slang terjauh secara hidraulis seperti
dispesifikasikan pada butir 7-7; dan laju aliran air minimum untuk sambungan springkler
pada sistem kombinasi.

3.11.
kotak hidran.
suatu kotak yang di dalamnya terdiri dari rak slang, slang nozel, dan katup slang.
3.12.
pipa cabang.
suatu sistem pemipaan, umumnya dalam bidang horisontal, menghubungkan satu atau lebih
sambungan slang dengan pipa tegak.
3.13.
pipa tegak.
bagian pipa yang naik keatas dari sistem pemipaan yang menyalurkan pasokan air untuk
sambungan slang, dan springkler pada sistem kombinasi, tegak lurus dari lantai ke lantai.
3.14.
pipa tegak basah.
suatu sistem pipa tegak dimana pipa berisi air setiap saat.

2 dari 52

SNI 03-1745-2000
3.15.
pipa tegak kering.
suatu sistem pipa tegak yang direncanakan berisi air hanya bila sistem digunakan.
3.16.
pipa utama.
bagian dari sistem pipa tegak yang memasok air ke satu atau lebih pipa tegak.
3.17.
sambungan pemadam kebakaran.
suatu sambungan dimana petugas pemadam kebakaran dapat memompakan air ke dalam sistem
pipa tegak.
3.18.
sambungan slang.
suatu kombinasi peralatan yang disediakan untuk penyambungan slang ke sistem pipa tegak,
termasuk katup slang yang berulir.
3.19.
sistem kombinasi.
sistem pipa tegak yang mempunyai pemipaan untuk memasok sambungan slang dan sistem
springkler.
3.20.
sistem pipa tegak.
suatu susunan dari pemipaan, katup, sambungan slang, dan kesatuan peralatan dalam bangunan,
dengan sambungan slang yang dipasangkan sedemikian rupa sehingga air dapat dipancarkan
atau disemprotkan melalui slang dan nozel,
untuk keperluan memadamkan api, untuk
mengamankan bangunan dan isinya, serta sebagai tambahan pengamanan penghuni. Ini dapat
dicapai dengan menghubungkannya ke sistem pasokan air atau dengan menggunakan pompa,
tangki, dan peralatan seperlunya untuk menyediakan pasokan air yang cukup ke sambungan
slang.
3.21.
sistem pipa tegak manual.
suatu sistem pipa tegak yang hanya dihubungkan dengan sambungan pemadam kebakaran untuk
memasok kebutuhan sistem.
3.22.
sistem pipa tegak otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat, dan tidak memerlukan kegiatan selain membuka katup slang
untuk menyalurkan air pada sambungan slang.
3.23.
sistem pipa tegak semi otomatik.
suatu sistem pipa tegak yang dihubungkan ke suatu pasokan air yang mampu memasok
kebutuhan sistem pada setiap saat dan memerlukan gerakan alat kontrol untuk menyalurkan air
pada sambungan slang.

3 dari 52

SNI 03-1745-2000
3.24.
tekanan akhir (residual).
tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan suatu aliran yang disalurkan oleh
sistem.
3.25.
tekanan nozel.
tekanan yang dipersyaratkan pada sisi masuk nozel untuk menghasilkan pancaran air yang
dibutuhkan oleh sistem.
3.26.
tekanan statik.
Tekanan yang bekerja pada suatu titik dalam sistem dengan tanpa aliran dari sistem.
3.27.
terdaftar.
Sarana untuk mengidentifikasi peralatan terdaftar yang dilakukan oleh instansi yang berwenang
berdasarkan pengkajian kualitas produk. Peralatan yang belum terdaftar atau belum diberi label
harus tidak digunakan.
3.28.
zona sistem pipa tegak.
suatu sub bagian vertikal berdasarkan ketinggian dari sistem pipa tegak.

4.

Komponen-komponen sistem.

4.1*.

Umum.

Komponen sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan ini. Semua perlengkapan dan bahan yang
dipakai dalam sistem pipa tegak harus dari tipe yang disetujui. Komponen sistem harus mampu
menerima tekanan kerja tidak kurang dari pada tekanan maksimum yang ditimbulkan pada lokasi
yang terkait di dalam setiap kondisi sistem, termasuk tekanan yang terjadi bila pompa kebakaran
dipasang permanen yang bekerja dengan katup tertutup.
4.2.

Pipa dan tabung.

4.2.1.
Pipa atau tabung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus mengikuti ketentuan
yang berlaku.
4.2.2.
Bilamana pipa baja yang dipakai dan penyambungan dengan las sesuai ketentuan
yang berlaku, tebal dinding nominal minimum untuk tekanan sampai dengan 20,7 bars (300 psi)
harus sesuai skedule 10 untuk ukuran pipa sampai dengan 125 mm (5 inci); 3,40 mm (0,134 inci)
untuk pipa 150 mm ( 6 inci ); dan 4,78 mm (0,188 inci) untuk pipa 200 mm (8 inci) dan 250 mm (10
inci).
4.2.3.
Bilamana pipa baja disambung dengan fitting ulir, tebal dinding minimum harus sesuai
dengan pipa skedul 30 [untuk ukuran 200 mm (8 inci) dan lebih besar] atau pipa skedul 40 [untuk
ukuran pipa kurang dari 200 mm (8 inci)] dengan tekanan sampai dengan 20,7 bar (300 psi).
4.2.4.
Tabung tembaga sesuai ketentuan yang berlaku, harus mempunyai tebal jenis K, L
atau M bila digunakan dalam sistem pipa tegak.

4 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.2.5.
Pipa atau tabung jenis lain diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah disetujui penggunaannya, boleh dipasang sesuai ketentuan yang berlaku .
4.2.6.

Belokan pipa.

Belokan dari pipa baja skedul 40 dan jenis K dan L untuk tabung tembaga dibolehkan bila dibuat
dengan tanpa menekuk, merusak, mengurangi diameter, atau penyimpangan lain dari bentuk
bulat. Jari-jari belokan minimum harus 6 x diameter pipa untuk ukuran 50 mm ( 2 inci ) dan yang
lebih kecil, dan 5 x diameter pipa untuk ukuran 65 mm ( 2 inci ) dan yang lebih besar.
4.3.

Alat penyambung.

4.3.1.
Alat penyambung yang dipakai dalam sistem pipa tegak harus memenuhi ketentuan
yang berlaku.
4.3.2.
Alat penyambung jenis lain, diteliti kesesuaiannya untuk digunakan pada instalasi pipa
tegak yang telah terdaftar, boleh dipasang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.3.3.

Alat penyambung harus lebih kuat bila tekanan melampaui 12,1 bar (175 psi).

Pengecualian 1 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil dibolehkan dipakai pada tekanan
tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
Pengecualian 2 :
Fitting dari besi tuang standar dengan ukuran diameter 150 mm ( 6 inci ) atau lebih kecil diboleh-kan dipakai pada
tekanan tidak lebih dari 20,7 bar ( 300 psi ).
4.3.3.

Kopling dan union.

Union tidak boleh dipakai pada pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ). Kopling digunakan
untuk pipa yang lebih besar dari 50 mm ( 2 inci ).
4.3.4.

Reduser dan bushing.

Reduser harus dipakai bila ukuran pipa berbeda.


4.4.

Penyambungan pipa dan alat penyambung.

4.4.1.

Pipa ulir dan alat penyambung.

4.4.1.1.
Semua pipa dan alat penyambung yang diulir pembuatan ulirnya harus sesuai
ketentuan yang berlaku
4.4.1.2.

Pita (tape) atau bahan sejenisnya harus dipakai hanya pada ulir laki-laki.

4.4.2.

Pipa yang dilas dan alat penyambung.

4.4.2.1.
Untuk penyambungan pipa proteksi kebakaran, metoda pengelasannya harus
memenuhi ketentuan yang berlaku.

5 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.4.2.2.

Pemipaan pipa tegak harus dilas di bengkel/los kerja.

Pengecualian :
Pengelasan pipa tegak yang dipasang di dalam bangunan yang sedang dalam tahap konstruksi, diperbolehkan hanya
bila konstruksinya tidak mudah terbakar, kandungan di dalamnya tidak mudah terbakar, dan proses pengelasannya
sesuai ketentuan yang berlaku.
4.4.2.3.
Alat penyambung yang digunakan untuk menyambung pipa harus disetujui, harus
dibuat di pabrik atau diproduksi sesuai standar yang berlaku. Penyambungan alat penyambung
dilakukan sesuai prosedur pengelasan yang baik.
Pengecualian :
Alat penyambung tidak diperlukan bila ujung pipa dilas buntu.
4.4.2.4.

Pengelasan tidak boleh dilakukan bila hujan atau angin kencang di tempat pengelasan.

4.4.2.5.

Bila dilakukan pengelasan, persyaratan berikut harus dipenuhi :

a).

lubang-lubang pipa yang akan disambung harus sama dengan diameter_dalam dari alat
penyambung, sebelum alat penyambung disambungkan.

b).

keping hasil perlubangan pipa harus dikeluarkan.

c).

kerak dan sisa pengelasan harus dibuang.

d).

alat penyambung tidak boleh menembus pipa.

e).

plat baja tidak boleh dilas pada ujung pipa atau alat penyambung.

f).

alat penyambung tidak boleh dimodifikasi.

g).

mur, jepitan, batang bermata, tumpuan sudut atau pengikat-pengikat, tidak boleh dilas ke
pipa atau alat penyambung.

4.4.2.6.
Apabila akan mengurangi ukuran pipa pada saat pemasangan, harus digunakan alat
penyambung pengurang ukuran yang dirancang untuk tujuan tersebut.
4.4.2.7.
Pemotongan dan pengelasan dengan busur las tidak diijinkan dalam perbaikan dan
perubahan sistem pipa tegak.
4.4.2.7.

Kualifikasi.

4.4.2.7.1. Suatu prosedur pengelasan yang baik harus ditentukan oleh kontraktor atau pabrik
sebelum pengelasan dilakukan. Kualifikasi dari prosedur pengelasan yang akan digunakan dan
kemampuan dari pengelas atau operator mesin las harus memenuhi atau melampaui persyaratan
sesuai ketentuan/standar yang berlaku.
Kontraktor atau pabrik harus bertanggung jawab untuk semua pengelasan yang mereka hasilkan.
Setiap kontraktor atau pabrik harus menyiapkan prosedur pengelasan untuk menjamin kualitas

6 dari 52

SNI 03-1745-2000
pengelasan secara tertulis dan disampaikan ke instansi yang berwenang sesuai persyaratan pada
butir 4.4.2.5.
4.4.2.8.

Catatan-catatan.

4.4.2.9.1. Pengelas atau operator mesin las harus memaraf/tanda tangan pada sisi yang terdekat
dengan hasil lasannya pada penyelesaian setiap pengelasan.
4.4.2.9.2. Kontraktor atau pabrik harus menyiapkan catatan-catatan penting yang perlu
disampaikan ke instansi yang berwenang, mengenai prosedur-prosedur yang digunakan, pengelas
atau operator mesin las yang digunakan mereka bersama dengan paraf/tanda tangan hasil las
mereka. Catatan harus menunjukkan tanggal, hasil pengelasan dan kualifikasi kemampuannya.
4.4.3.

Metoda penyambungan dengan alur/pasak.

4.4.3.1.
Pipa disambungkan dengan alat penyambung yang beralur harus dengan suatu
kombinasi : alat penyambung yang terdaftar, gasket dan alur. Potongan alur harus sesuai dengan
alat penyambungnya.
4.4.3.2.
Alat penyambung dengan alur, termasuk gasket yang dipakai pada sistem pipa tegak
kering harus terdaftar bila digunakan untuk pipa kering.
4.4.4.

Penyambungan dengan solder.

4.4.4.1.

Penyambungan pipa tembaga harus dilakukan dengan solder.

Pengecualian 1 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah yang tampak pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran
ringan.
Pengecualian 2 :
Sambungan solder diijinkan untuk sistem pipa tegak basah pada klasifikasi hunian bahaya kebakaran ringan dan
sedang apabila pipa tegak basah tersebut tersembunyi.
4.4.4.2.

Bahan las yang sangat korosif tidak boleh digunakan.

4.4.5.

Metoda penyambungan lain

Metoda-metoda penyambungan yang lain diselidiki untuk kesesuaian dalam sistem pipa tegak dan
terdaftar penggunaannya, apabila dipasang menurut batasan-batasan yang terdaftar, termasuk
instruksi-instruksi pemasangannya.
4.4.6.

Perlakuan akhir.

4.4.6.1.

Setelah pemotongan, kotoran-kotoran akibat pemotongan pipa harus dibuang.

4.4.6.2.
Pipa yang digunakan dengan alat penyambung yang terdaftar dan perlakuan pada
ujung pipa, harus sesuai dengan instruksi-instruksi pemasangan alat pemasang dari pembuat dan
alat penyambung yang terdaftar.

7 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.5.

Gantungan.

4.5.1.

Umum.

Gantungan-gantungan harus memenuhi persyaratan dalam butir 4.5.1.1. sampai 4.5.1.7.


Pengecualian :
Gantungan yang direkomendasikan oleh asosiasi profesi, termasuk persyaratan berikut diijinkan untuk dipakai :
a).

gantungan-gantungan direncanakan untuk dapat menahan lima kali berat pipa berisi air, ditambah 114 kg (250
lb) pada masing-masing titik penahan pemipaan.

b).

semua titik-titik penahan cukup kuat menahan sistem pipa tegak.

c).

bahan dari besi digunakan pada komponen gantungan.

Perhitungan detail yang menggambarkan tegangan yang terjadi pada penggantung dan pemipaan,
termasuk faktor keamanan, harus diserahkan, apabila disyaratkan oleh instansi yang berwenang
untuk penilaian.
4.5.1.1.
Komponen gantungan yang dirakit, dimana dipasang secara langsung pada pipa atau
rangka gedung harus didaftar.
Pengecualian :
Gantungan baja lunak yang dibentuk dari besi batangan tidak dipersyaratkan didaftar.
4.5.1.2*. Gantungan-gantungan dan komponen-komponennya harus terbuat dari bahan yang
mengandung besi.
Pengecualian.
Komponen-komponen dari bahan yang tidak mengandung bahan besi yang telah dibuktikan dengan uji api untuk
pemakaian pada bahaya kebakaran dan terdaftar untuk tujuan ini, serta setara dengan persyaratan lain dari bagian ini
boleh digunakan.
4.5.1.3.
Pemipaan pipa tegak harus ditahan secara tepat pada struktur bangunan, yang akan
menahan beban tambahan dari pipa berisi air ditambah minimum 114 kg ( 250 lb ), diterapkan
pada titik gantungan.
4.5.1.4.
Apabila pemipaan pipa tegak dipasang di bawah dakting (ducting), pemipaan harus
ditahan pada struktur bangunan atau pada penahan dakting yang telah disiapkan mampu
menahan beban dakting dan beban spesifik sesuai butir 4.5.1.3.
4.5.1.5.
Ukuran minimum besi siku atau pipa pada gantungan trapis yang membentang antara
gordeng atau anak balok yang tercantum dalam tabel 4.5.1.5.b.
Ukuran atau bentuk lain yang mempunyai momen inersia sama atau lebih besar dari besi siku atau
pipa boleh digunakan.

8 dari 52

SNI 03-1745-2000
Semua besi siku harus digunakan dengan sisi vertikal yang lebih panjang. Bagian dari gantungan
trapis harus diamankan untuk mencegah peluncuran.
Apabila sebuah pipa digantung pada sebuah gantungan trapis pipa dengan diameter kurang dari
diameter pipa yang ditahan, cincin, tali pengikat atau gantungan clevis dengan ukuran yang
disesuaikan dengan pipa penahan harus digunakan pada kedua ujungnya.
4.5.1.6.
Ukuran batang-batang gantungan dan pengikat yang dibutuhkan untuk menahan besi
siku atau pipa yang ditunjukkan pada tabel 4.5.1.5.a harus memenuhi butir 4.5.4.
4.5.1.7.
Pemipaan pipa tegak atau gantungan-gantungan tidak boleh digunakan untuk
menahan komponen sistem lain.
Tabel 4.5.1.5.(a) : Momen inersia yang dipersyaratkan untuk bagian dari trapis.(inci3)
Jarak gantungan
trapis
(ft)
(m)
1 ft 6 in

0,46

2 ft 0 in

0,61

2 ft 6 in

0,76

3 ft

0,91

4 ft

1,22

5 ft

1,52

6 ft

1,83

7 ft

2,13

8 ft

2,44

9 ft

2,74

10 ft

3,05

Diameter pipa ( inci )


1
0,08
0,08
0,11
0,11
0,14
0,14
0,17
0,17
0,22
0,22
0,28
0,28
0,33
0,34
0,39
0,39
0,44
0,45
0,50
0,50
0,56
0,56

1
0,09
0,09
0,12
0,12
0,14
0,15
0,17
0,18
0,23
0,24
0,29
0,29
0,35
0,35
0,40
0,41
0,46
0,47
0,52
0,53
0,58
0,59

1
0,09
0,09
0,12
0,12
0,15
0,15
0,18
0,18
0,24
0,24
0,30
0,30
0,36
0,36
0,41
0,43
0,47
0,49
0,53
0,55
0,59
0,61

2
0,09
0,10
0,13
0,13
0,16
0,16
0,19
0,20
0,25
0,26
0,31
0,33
0,38
0,39
0,44
0,46
0,50
0,52
0,56
0,59
0,63
0,65

2
0,10
0,11
0,13
0,15
0,17
0,18
0,20
0,22
0,27
0,29
0,34
0,37
0,41
0,44
0,47
0,51
0,54
0,59
0,61
0,66
0,68
0,74

3
0,11
0,12
0,15
0,16
0,18
0,21
0,22
0,25
0,29
0,33
0,37
0,41
0,44
0,49
0,52
0,58
0,59
0,66
0,66
0,74
0,74
0,82

3
0,12
0,13
0,16
0,18
0,20
0,22
0,24
0,27
0,32
0,36
0,40
0,45
0,48
0,54
0,55
0,63
0,63
0,72
0,71
0,81
0,79
0,90

4
0,13
0,15
0,17
0,20
0,21
0,25
0,26
0,30
0,34
0,40
0,43
0,49
0,51
0,59
0,60
0,69
0,68
0,79
0,77
0,89
0,85
0,99

5
0,15
0,18
0,20
0,24
0,25
0,30
0,31
0,36
0,41
0,48
0,51
0,60
0,61
0,72
0,71
0,84
0,81
0,96
0,92
1,08
1,02
1,20

6
0,18
0,22
0,24
0,29
0,30
0,36
0,36
0,43
0,48
0,58
0,59
0,72
0,71
0,87
0,83
1,01
0,95
1,16
1,07
1,30
1,19
1,44

8
0,24
0,30
0,32
0,40
0,40
0,50
0,48
0,60
0,64
0,80
0,80
1,00
0,97
1,20
1,13
1,41
1,29
1,61
1,45
1,81
1,61
2,01

10
0,32
0,41
0,43
0,55
0,54
0,68
0,65
0,82
0,87
1,09
1,08
1,37
1,30
1,64
1,52
1,92
1,73
2,19
1,95
2,46
2,17
2,74

Catatan tabel :
Nilai yang di atas untuk pipa skedul 10, nilai yang di bawah untuk pipa skedul 40.
Tabel ini didasarkan pada tegangan lentur maksimum yang diijinkan 15 KSI dan beban konsentrasi pada titik tengah
jarak gantungan dari 4,6 m ( 15 ft ) dari pipa air yang diisi air ditambah 113 kg ( 250 lb).

9 dari 52

SNI 03-1745-2000

Tabel 4.5.1.5.(b). Momen inersia dari gantungan trapis yang umum.


Pipa
( in )
1
1
1
2
2
3
3
4
5
6

Modulus
( inci3 )
Skedul 10
0,12
0,19
0,26
0,42
0,69
1,04
1,38
1,76
3,03
4,35

1
1
1
2
2
3
3
4
5
6

Skedule 40
0,13
0,23
0,33
0,56
1,06
1,72
2,39
3,21
5,45
8,50

Modulus
( inci 3 )

Besi siku
1
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
2
3
2
2
3
3
2
3
3
3
3
3
4
3
4
4
4
4
5
4
4
4
6
6
6
6

x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x

1
2
1
2
2
1
2
2
2
2
2
2
3
2
2
2
2
3
3
2
2
2
3
2
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
6

10 dari 52

x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x

3/16
1/8
3/16
3/16

3/16
3/16
5/16
3/16
3/8

3/16
3/16
3/16
5/16

3/8
3/8

5/16

3/8
3/8
5/16
7/16

5/16
5/16
3/8
3/8
5/16

5/8

3/8

0,10
0,13
0,18
0,19
0,25
0,28
0,29
0,30
0,30
0,35
0,39
0,41
0,43
0,44
0,48
0,54
0,55
0,57
0,58
0,71
0,72
0,75
0,81
0,83
0,93
0,95
1,05
1,07
1,23
1,29
1,46
1,52
1,94
1,97
2,40
2,81
3,32
4,33
6,25
8,57

SNI 03-1745-2000

4.5.2.

Gantungan pada beton.

4.5.2.1.
Komponen yang dibenarkan yang tertanam dalam beton, boleh dipasang untuk
penahan gantungan. Klos kayu tidak boleh digunakan.
4.5.2.2.
Penahan ekspansi yang terdaftar untuk menahan pipa-pipa pada konstruksi beton
boleh dipakai pada posisi horisontal dari sisi balok. Pada beton yang mempunyai batu kerikil atau
batu pecahan (aggregate), penahan ekspansi boleh dipakai pada posisi vertikal, untuk menahan
pipa-pipa dengan diameter 100 mm ( 4 inci ) atau kurang.
4.5.2.3.
Untuk menahan pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih besar, penahan
ekspansi, jika digunakan dalam posisi vertikal, harus dipasang selang seling dengan gantungangantungan yang dihubungkan langsung ke bagian struktur, seperti konstruksi rangka atau anak
balok, atau sisi-sisi balok beton.
Bila tidak ada bagian struktur yang bisa dipakai, pipa dengan diameter 125 mm ( 5 inci ) dan lebih
besar boleh ditahan semuanya dengan penahan ekspansi pada posisi vertikal, tetapi harus diberi
jarak tidak boleh lebih dari 3 m ( 10 f).
4.5.2.4.
Penahan ekspansi tidak boleh digunakan di langit-langit dari bahan gypsum atau
sejenisnya atau pada beton terak.
Pengecualian :
Penahan ekspansi boleh digunakan pada beton terak pada pipa cabang, dilengkapi selang seling dengan baut atau
gantungan yang melekat pada balok.
4.5.2.5.

Dimana penahan ekspansi digunakan pada posisi vertikal,

4.5.2.6.
Lubang-lubang untuk penahan ekspansi di sisi balok beton harus diletakkan diatas
garis tengah balok atau diatas dasar batang baja yang diperkuat.
4.5.3.

Rangka cor-coran pada beton dan rangka las.

4.5.3.1.
Rangka beton cor-coran dan rangka las dan perkakas yang digunakan untuk
memasang alat ini harus terdaftar. Ukuran pia, posisi pemasangan dan bahan konstruksi harus
sesuai dengan daftar tersendiri.
4.5.3.2.
Contoh yang mewakili beton sebagai rangka harus diuji untuk menentukan rangka
dapat menahan beban minimum 341 kg ( 750 lb ) untuk pipa 50 mm ( 2 inci ) atau lebih kecil, 454
kg ( 1000 lb ) untuk pipa 65 mm ( 2 inci ), 80 mm ( 3 inci ) dan 90 mm ( 3 inci), dan 545 kg (
1200 lb) untuk pipa 100 mm ( 4 inci ) atau 125 mm ( 5 inci ).
4.5.3.3.

Koppling penambah boleh dilekatkan langsung ke rangka cor-coran atau rangka las.

4.5.3.4.
Rangka las atau bagian gantungan lainnya tidak boleh dilekatkan dengan las ke baja
kurang dari 12-gauge U.S standard.

11 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.5.4.

Batang-batang dan gantungan U.

4.5.4.1.
Ukuran batang gantungan harus sama seperti yang disetujui untuk penggunaan
dengan gantungan yang dirakit dan tidak boleh kurang dari apa yang tercantum pada tabel
4.5.4.1.
Pengecualian.
Batang dengan diameter yang lebih kecil dibolehkan dipakai apabila gantungan yang dirakit telah diuji dan didaftar oleh
laboratorium dan dipasang di dalam batas-batas ukuran pipa yang ditentukan dalam daftar tersendiri. Untuk ulir yang di
roll, ukuran batang tidak boleh kurang dari diameter akan ulir.
Tabel 4.5.4.1. Ukuran batang gantungan.
Ukuran pipa
(inci)
Sampai dengan dan termasuk 4 .
5, 6 dan 8
10 dan 12

4.5.4.2.

Diameter batang
( inci )
3/8

5/8

( mm )
9,5
12,7
15,9

Gantungan U.

Ukuran batang yang dipergunakan untuk membuat gantungan U tidak boleh kurang dari apa
yang tercantum dalam tabel 4.5.4.2. Sekerup boleh dipakai hanya pada posisi horisontal ( contoh
pada sisi balok yang berhubungan hanya dengan gantungan U).
Tabel 4.5.4.2. Ukuran gantungan U.
Ukuran pipa
(inci)
Sampai dengan dan termasuk 2 .
2 sampai 6
8

4.5.4.3.

Diameter bahan gantungan


( inci )
( mm )
5/16
7,9
3/8
9,5

12,7

Pengait.

4.5.4.3.1. Ukuran bahan batang untuk pengait tidak boleh kurang dari yang ditentukan pada tabel
4.5.4.3.1. Apabila pengait diikat ke bagian struktur kayu, boleh dilengkapi dengan washer datar
langsung ke bagian struktur, sebagai tambahan washer pengunci.
Tabel 4.5.4.3.1. Ukuran batang pengait.
Ukuran pipa
(inci)
sampai dengan 4
5 sampai 6
8

Diameter batang
Pengait tekuk
Pengait las
( inci )
( mm )
( inci )
( mm )
3/8
9,5
3/8
9,5

12.7

12,7

19,1

12,7

4.5.4.3.2. Pengait harus diamankan dengan washer pengunci untuk mencegah gerakan lateral.
4.5.4.4.

Bagian batang yang diulir tidak boleh dibentuk atau ditekuk.

12 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.5.4.5.

Sekerup.

Ukuran sekerup flens langit-langit dan gantungan U tidak boleh kurang dari apa yang tercantum
dalam tabel 4.5.4.5.
Pengecualian :
Apabila tebal papan kayu dan tebal flens tidak memungkinkan penggunaan sekerup yang panjangnya 50 mm (2 inci),
sekerup yang panjangnya 44 mm ( 1 inci) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m (10 ft) .
Apabila tebal dari balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan sekerup yang panjangnya 65 mm ( 2 inci),
sekerup dengan panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).
Tabel 4.5.4.5. Dimensi sekerup untuk flens langit-langit dan gantungan U.
Ukuran pipa
Sampai dengan 2 inci

Flens 2 sekerup
sekerup kayu No.18 x 1 inci.

Ukuran pipa
Sampai dengan 2 inci
2 inci, 3 inci, 3 inci
4 inci, 5 inci, 6 inci.
8 inci.

Flens 3 sekerup
sekerup kayu No. 18 x 1 inci.
sekerup 3/8 inci x 2 inci
sekerup inci x 2 inci
sekerup 5/8 inci x 2 inci

Ukuran pipa
Sampai dengan 2 inci
2 inci, 3 inci, 3 inci.
4 inci, 5 inci, 6 inci.
8 inci.

Flens 4 sekerup
sekerup kayu No. 18 x 1 inci
sekerup 3/8 inci x 1 inci
sekerup inci x 2 inci.
sekerup 5/8 inci x 2 inci.

Ukuran pipa.
sampai dengan 2 inci.
2 , 3 inci, 3 inci
4 inci, 5 inci, 6 inci
8 inci

Gantungan U
sekerup No.16 x 2 inci.
sekerup inci x 3 inci.
sekerup inci x 3 inci.
sekerup 5/8 inci x 3 inci.

4.5.4.6.
Ukuran baut dan sekerup yang digunakan dengan batang kait atau flens pada sisi dari
suatu balok tidak boleh kurang dari yang ditentukan dalam tabel 4.5.4.6.
Pengecualian :
Apabila tebal balok atau gording tidak memungkinkan menggunakan panjang sekerup 65 mm (2 inci), sekerup dengan
panjang 50 mm ( 2 inci ) boleh dipakai dengan jarak antar gantungan tidak lebih dari 3 m ( 10 ft).

13 dari 52

SNI 03-1745-2000

Tabel 4.5.4.6. Ukuran minimum baut dan sekerup.


Ukuran pipa
Sampai dengan termasuk
2 inci.
2 inci sampai dengan
termasuk 6 inci
8 inci

Ukuran baut atau


sekerup
( inci )
(mm)
3/8
9,5

Panjang sekerup yang digunakan dengan


balok kayu
(inci)
(mm)
2
64

12,7

76

5/8

15,9

76

4.5.4.7.
Sekerup kayu harus dipasang dengan obeng. Paku tidak boleh digunakan untuk
pengikat gantungan.
4.5.4.8.
Sekerup pada sisi kayu atau gording tidak boleh kurang 65 mm ( 2 inci ) dari ujung
terbawah penahan pipa cabang dan tidak kurang 80 mm ( 3 inci ) dari penahan pipa utama.
Pengecualian :
Persyaratan ini tidak berlaku untuk untuk panjang 50 mm ( 2 inci ) atau pemakuan pada puncak balok baja.
4.5.4.9.
Tebal papan minimum dan lebar minimum permukaan terendah dari balok atau gording
yang menggunakan batang sekerup harus ditentukan sesuai tabel 4.5.4.9.
Tabel 4.5.4.9. Tebal papan dan balok atau lebar gording.
Ukuran pipa
Sampai dengan termasuk 2 inci.
2 inci sampai dengan 3 inci
8 inci

Ukuran baut atau


sekerup
( inci )
(mm)
3/8
9,5

12,7
5/8
15,9

Panjang sekerup yang digunakan dengan


balok kayu
(inci)
(mm)
2
64
3
76
3
76

4.5.4.10. Batang sekerup tidak boleh digunakan untuk menahan pipa yang lebih besar dari 150
mm ( 6 inci ). Semua lubang untuk batang sekerup harus pertama tama di bor 3,2 mm ( 18 inci )
lebih kecil dari pada diameter dasar dari ulir sekerup.
4.6.

Katup.

Semua katup yang mengontrol sambungan ke pasokan air dan pipa tegak harus dari jenis katup
penunjuk yang terdaftar. Katup tersebut tidak boleh tertutup dalam waktu kurang dari 5 detik
apabila ditutup dengan cepat mulai dari keadaan terbuka penuh.
Pengecualian 1 :
Katup sorong bawah tanah yang dilengkapi dengan tonggak penunjuk boleh digunakan.
Pengecualian 2 :

14 dari 52

SNI 03-1745-2000
Katup pengatur yang terdaftar dan mempunyai penunjuk yang diandalkan dapat menunjukkan terbuka dan tertutupnya
katup dan dihubungkan dengan gardu pengawas yang jauh boleh digunakan.
Pengecualian 3 :
Kalau tidak digunakan katup penunjuk, dapat digunakan katup sorong bawah tanah yang ditempatkan dalam bak katup
jalan yang dilengkapi dengan kunci T yang harus disetujui oleh instansi yang berwenang boleh digunakan.
4.7.

Kotak slang.

4.7.1.

Lemari tertutup.

4.7.1.1.
Lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus berukuran cukup untuk
pemasangan peralatan penting dan dirancang tidak saling mengganggu pada waktu sambungan
slang, slang dan peralatan lain digunakan dengan cepat pada saat terjadi kebakaran.
Di dalam lemari, sambungan slang harus ditempatkan sehingga tidak kurang 25 mm ( 1 inci )
jaraknya antara setiap bagian dari lemari dan tangkai katup ketika katup dalam setiap kedudukan
dari terbuka penuh sampai tertutup penuh.
Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran, dan setiap lemari di cat
dengan warna yang menyolok mata.
4.7.1.2.
Apabila jenis kaca mudah dipecah (break glass) untuk tutup pelindung, harus
disediakan alat pembuka, alat yang disediakan untuk memecah panel kaca harus dilekatkan
dengan aman dan tidak jauh dari area panel kaca dan harus disusun sehingga alat tidak dapat
dipakai untuk memecahkan pintu lemari panal kaca lainnya.
4.7.1.3.
Apabila suatu rakitan tahan api ditembus oleh lemari, ketahanan api dari rakitan harus
dijaga sesuai yang dipersyaratkan oleh ketentuan teknis bangunan gedung lokal.
4.7.2*.

Slang.

Setiap sambungan slang yang disediakan untuk digunakan oleh penghuni bangunan ( sistem kelas
II dan kelas III), harus dipasang dengan panjang yang tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) sesuai
terdaftar untuk diameter 40 mm ( 1 inci ), lurus, dapat dilipat atau tidak dapat dilipat, slang
kebakaran dilekatkan dan siap untuk digunakan.
Pengecualian :
Apabila diameter slang kurang dari 40 mm ( 1 inci) digunakan untuk kotak slang 40 mm (1 inci) sesuai butir 5.5.2
dan 5.5.3, slang yang tidak bisa dilipat yang terdaftar boleh digunakan.
4.7.3.

Rak slang.

Setiap kotak slang 40 mm ( 1 inci) yang disediakan dengan slang 40 mm ( 1 inci ) harus
dipasang dengan rak yang terdaftar atau fasilitas penyimpanan lain yang disetujui. Setiap kotak
slang 40 mm ( 1 inci ) sesuai butir 5.3.2 dan 5.3.3. harus dipasang dengan gulungan aliran
menerus yang terdaftar.

15 dari 52

SNI 03-1745-2000
4.7.4.

Nozel.

Nozel disediakan untuk pelayanan kelas II harus terdaftar.


4.7.5.

Label.

Masing-masing rak atau fasilitas penyimpanan untuk slang 40 mm ( 1 inci ) atau lebih kecil harus
dibuatkan label dengan tulisan berbunyi Slang kebakaran untuk digunakan penghuni dan
instruksi pemakaiannya.
4.8.

Sambungan slang.

Sambungan slang harus mempunyai ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan slang harus
dipasang dengan tutup (cap) untuk melindungi ulir slang.
4.9*.

Sambungan pemadam kebakaran.

4.9.1.
Sambungan pemadam kebakaran harus terdaftar untuk tekanan kerja sama atau lebih
besar dari tekanan yang dipersyaratkan oleh kebutuhan sistem.
4.9.2*.
Setiap sambungan pemadam kebakaran harus mempunyai minimal dua buah inlet 65
mm (2 inci ) dengan ulir sesuai ketentuan yang berlaku. Sambungan pemadam kebakaran harus
dipasang dengan penutup untuk melindungi sistem dari kotoran-kotoran yang masuk.
Pengecualian :
Apabila dinas kebakaran setempat menggunakan alat sambung yang berbeda dari yang ditentukan, alat penyambung
yang sesuai dengan peralatan dinas kebakaran setempat harus digunakan dan ukuran minimumnya harus 65 mm ( 2
inci ).
4.10.

Tanda-arah.

Tanda arah harus ditandai secara permanen dan harus dibuat dengan bahan tahan cuaca atau
bahan plastik kaku.

5.

Persyaratan sistem.

5.1.

Umum.

5.1.1.
Jumlah dan susunan peralatan pipa tegak untuk proteksi yang benar diatur oleh
kondisi lokal, seperti; hunian, karakter, konstruksi bangunan gedung dan jalan masuknya.
Instansi yang berwenang harus diminta saran-sarannya sehubungan dengan tipe sistem yang
dipersyaratkan, kelas sistem dan persyaratan khusus.
5.1.2.
Ruangan dan letak pipa tegak dan sambungan slang harus sesuai seperti dijelaskan
pada butir 7.

16 dari 52

SNI 03-1745-2000
5.2.

Tipe sistem pipa tegak.

5.2.1.

Kering otomatik.

Sistem pipa tegak kering otomatik harus sistem pipa tegak kering yang dalam keadaan normal diisi
dengan udara bertekanan, diatur melalui penggunaan peralatan, seperti katup pipa kering, untuk
membolehkan air masuk ke dalam sistem pemipaan secara otomatik pada pembukaan katup
slang. Pasokan air untuk sistem pipa tegak kering otomatik harus mampu memasok kebutuhan
sistem.
5.2.2.

Basah - otomatik.

Sistem pipa tegak basah otomatik harus sistem pipa tegak basah yang mnempunyai pasokan air
mampu memasok kebutuhan sistem secara otomatik.
5.2.3.

Kering - semi otomatik.

Sistem pipa tegak kering semi otomatik harus sistem pipa tegak kering yang diatur melalui
penggunaan alat, seperti katup banjir (deluge), untuk membolehkan air masuk ke dalam sistem
pipa pada saat aktivasi peralatan kontrol jarak jauh yang ditempatkan pada sambungan slang. Alat
aktivasi kontrol jarak jauh harus dilengkapi pada setiap sambungan slang. Pasokan air untuk
sistem pipa tegak kering harus mampu memasok kebutuhan sistem.
5.2.4.

Kering - manual.

Sistem pipa tegak kering manual haruslah sistem pipa tegak kering yang tidak mempunyai
pasokan air permanen yang menyatu dengan sistem. Sistem pipa tegak kering manual
membutuhkan air dari pompa pemadam kebakaran ( atau sejenisnya ) untuk dipompakan ke
dalam sistem melalui sambungan pemadam kebakaran untuk memasok kebutuhan sistem.
5.2.5.

Basah - manual.

Sistem pipa tegak basah manual haruslah sistem pipa tegak basah yang dihubungkan ke pasokan
air yang kecil untuk tujuan memelihara air di dalam sistem tetapi tidak mempunyai kemampuan
memasok air untuk kebutuhan sistem.
5.1.

Kelas sistem pipa tegak.

5.3.1.

Sistem kelas I.

Sistem harus menyediakan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2 inci) untuk pasokan air yang
digunakan oleh petugas pemadam kebakaran dan mereka yang terlatih.
5.3.2.

Sistem kelas II.

Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1 inci) untuk memasok air yang
digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam kebakaran selama
tindakan awal.

17 dari 52

SNI 03-1745-2000
Pengecualian.
Slang dengan ukuran minimum 25.4 mm ( 1 inci ) diizinkan digunakan untuk kotak slang pada tingkat kebakaran ringan
dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
5.3.3.

Sistem kelas III.

Sistem harus menyediakan kotak slang ukuran 38,1 mm (1 inci) untuk memasok air yang
digunakan oleh penghuni bangunan dan sambungan slang ukuran 63,5 mm (2 inci) untuk
memasok air dengan volume lebih besar untuk digunakan oleh petugas pemadam kebakaran atau
mereka yang terlatih.
Pengecualian No.1 :
Slang ukuran minimum 25,4 mm (1 inci) diperkenankan digunakan untuk kotak slang pada pemakaian tingkat kebakaran
ringan dengan persetujuan dari instansi yang berwenang.
Pengecualian No. 2 :
Apabila seluruh bangunan diproteksi dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, kotak slang yang digunakan
oleh penghuni bangunan tidak dipersyaratkan . Hal tersebut tergantung pada persetujuan instansi yang berwenang.
5.4.

Persyaratan untuk sistem pipa tegak manual.

5.4.1.

Sistem pipa tegak manual harus digunakan pada bangunan tinggi.

5.4.2.
Setiap sambungan slang untuk pipa tegak manual harus disediakan dengan tanda
yang menyolok mata dengan bacaan :
PIPA TEGAK MANUAL HANYA DIGUNAKAN UNTUK PEMADAM KEBAKARAN
5.4.3.

Pipa tegak manual harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.

5.5.

Persyaratan untuk sistem pipa tegak kering.

5.5.1.
Pipa tegak kering harus digunakan hanya apabila pemipaan terutama bila air dapat
membeku.
5.5.2.

Pipa tegak kering harus tidak digunakan untuk sistem kelas II atau kelas III.

5.6*.

Meteran.

5.6.1.
Meteran tekanan jenis pegas dengan diameter 89 mm ( 3 inci ) harus disambungkan
ke pipa pancaran dari pompa kebakaran dan saluran air umum yang menuju tangki tekan, pada
pompa udara yang memasok tangki tekan, dan pada puncak setiap pipa tegak. Meteran harus
diletakkan pada tempat yang sesuai sehingga air tidak dapat membeku. Setiap meteran harus
dikontrol dengan katup yang mempunyai susunan untuk pembuangan.

18 dari 52

SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Apabila beberapa pipa tegak dihubungkan di puncak, meteran tunggal yang diletakkan dengan benar dapat dibolehkan
untuk menggantikan meteran pada setiap pipa tegak.
5.6.2.
Katup outlet untuk meteran tekanan harus dipasang pada sisi bagian atas dari setiap
alat pengatur tekanan.
5.7*.

Alarm aliran air.

5.7.1.
Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang untuk sistem otomatis dan semi
otomatis, alarm aliran air yang terdaftar harus disediakan.
5.7.2.
Alarm aliran air harus memakai sensor mekanis yang cocok dengan jenis pipa
tegaknya.
5.7.3.

Alarm aliran air jenis tongkat harus digunakan hanya pada sistem pipa tegak basah

6.

Persyaratan instalasi.

6.1.

Lokasi dan perlindungan pipa.

6.1.1.

Lokasi pipa tegak kering.

Pipa tegak kering harus tidak dihubungkan pada dinding bangunan atau dipasang pada kolom
penguat dinding.
6.1.2.

Perlindungan pipa.

6.1.2.1*. Pemipaan sistem pipa tegak harus tidak tembus melalui daerah berbahaya dan harus
ditempatkan sehingga terlindung dari kerusakan mekanis dan api.
6.1.2.2.
Pipa tegak dan pemipaan lateral yang dipasok oleh pipa tegak harus ditempatkan
dalam tangga eksit yang diselubungi atau harus dilindungi dengan tingkat ketahanan api sama
dengan yang dipersyaratkan untuk tangga eksit yang diselubungi dalam bangunan dimana
pemipaan ini ditempatkan.
Pengecualian 1 :
Dalam bangunan yang dipasang dengan sistem springkler otomatis yang disetujui, pemipaan lateral sambungan slang
dengan diameter sampai 63,5 mm ( 2 inci ) tidak dipersyaratkan untuk dilindungi.
Pengecualian 2 :
Pemipaan yang menyambungkan pipa tegak ke sambungan slang 38,1 mm ( 1 inci ).
6.1.2.3.
Apabila berada pada kondisi korosi, atau pemipaan dipasang terbuka ke udara luar,
pipa jenis tahan korosi, tabung, alat penyambung dan penggantung atau lapisan pelindung tahan
korosi harus digunakan. Jika pipa baja ditanam bawah tanah, harus dilindungi terhadap korosi
sebelum di tanam.

19 dari 52

SNI 03-1745-2000
6.1.2.4.
Untuk meminimalkan atau mencegah pipa tegak pecah apabila terjadi gempa bumi,
sistem pipa tegak harus dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.
6.2.

Katup sorong dan katup penahan balik.

6.2.1.
Penyambungan untuk setiap pasokan air harus disediakan dengan katup jenis
penunjuk yang disetujui dan katup penahan balik yang ditempatkan dekat dengan pasokannya,
seperti tangki-tangki, pompa-pompa dan sambungan-sambungan dari sistem air.
Pengecualian :
Sambungan pemadam kebakaran.
6.2.2.
Katup harus disediakan untuk memungkinkan penutupan pipa tegak tanpa menggangu
pasokan ke pipa tegak lain dari sumber pasokan yang sama.
6.2.3.
Jenis katup penunjuk yang terdaftar harus dipasang pada pipa tegak untuk mengontrol
pipa cabang dari kotak slang yang jauh.
6.2.4.
Apabila katup jenis keping tipis digunakan, katup harus dipasang sehingga tidak
mengganggu beroperasinya komponen-komponen sistem lainnya.
6.2.5.

Katup-katup pada sistem kombinasi.

6.2.5.1.
Setiap penyambungan pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler harus mempunyai katup kendali yang tersendiri dengan ukuran yang sama dengan
ukuran penyambungnya.
6.2.5.2*. Setiap penyambung pipa tegak yang merupakan bagian sistem kombinasi ke sistem
springkler dan disambungkan bersama dengan pipa tegak lain, harus mempunyai katup kontrol
tersendiri dan katup penahan balik dengan ukuran yang sama dengan penyambungnya.
6.2.6.

Katup pada sambungan ke pasokan air.

6.2.6.1.
Sambungan ke sistem saluran air umum harus dikontrol oleh tonggak katup penunjuk
dari jenis yang disetujui yang diletakkan tidak kurang dari 12 m ( 40 ft) dari bangunan yang
dilindungi. Semua katup ditandai dengan jelas untuk menunjukkan terawat pada saat dikontrol.
Pengecualian 1 :
Apabila katup tidak dapat diletakkan pada kurang dari 12 m (40 ft) dari bangunan, katup ini harus dipasang di lokasi
yang disetujui, mudah dibaca dan dijangkau, dalam hal terjadi kebakaran terutama tidak menjadi rusak.
Pengecualian 2 :
Apabila tonggak katup penunjuk tidak dapat dipakai, katup bawah tanah boleh digunakan. Katup diletakkan langsung,
mudah dibuka, dan untuk perawatan mudah dikontrol dengan diberi tanda yang jelas pada bangunan yang dilayani.
6.2.6.2.
Apabila pipa tegak dipasok dari pipa utama halaman atau pipa utama bangunan lain,
sambungan harus disediakan dengan katup jenis penunjuk yang terdaftar yang diletakkan diluar
pada jarak yang aman dari bangunan atau dari pipa utama.

20 dari 52

SNI 03-1745-2000
6.2.7.

Katup supervisi.

Sistem katup pasokan air, katup kontrol pemisah dan katup-katup lain pada saluran masuk utama
harus mudah diawasi dengan cara yang disetujui dalam posisi terbuka oleh salah satu cara sebagi
berikut :
a).

Melayani tanda bahaya ke gardu utama, pengelola bangunan, atau gardu jauh.

b).

Pemasangan tanda bahaya lokal yang akan mengeluarkan suara pada suatu tempat yang
selalu dijaga.

c).

Penguncian katup pada keadaan terbuka.

d).

Penyegelan katup, tiap minggu dicatat apakah segel dalam keadaan baik. Penyegelan
hanya bisa dilakukan apabila katup diletakkan di ruangan tertutup di bawah penguasaan
pemilik gedung.

Pengecualian :
Katup sorong dalam tanah dengan kotak jalan tidak dipersyaratkan harus supervisi.
6.2.8.

Tanda arah dan identifikasi ruang untuk katup.

6.2.8.1.
Semua pipa utama dan bagian sistem katup kontrol, termasuk katup kontrol pasokan
air, harus disediakan tanda yang menunjukkan bagian sistem yang dikontrol oleh katup.
6.2.8.2.
Semua kontrol, pengeringan, dan katup sambungan untuk pengujian harus disediakan
dengan tanda-tanda yang menunjukkan tujuannya.
6.2.8.3.
Apabila pemipaan sistem springkler dipasok oleh sistem kombinasi oleh lebih dari satu
pipa tegak ( rancangan lup atau dua pasokan ), suatu penandaan harus diletakkan pada masingmasing sambungan utama untuk sistem kombinasi pipa tegak untuk menunjukkan bahwa agar
pemisahan sistem springkler dilayani oleh katup kontrol, katup kontrol tambahan atau katup-katup
pada pipa tegak lain harus menutup. Penandaan juga harus mengidentifikasi lokasi penambahan
katup kontrol.
6.2.8.4.
Apabila sistem katup utama atau bagiannya ditempatkan di ruang tertututp atau ruang
tersembunyi, perletakan katup harus ditunjukkan oleh suatu tanda di lokasi yang disetujui pada
pintu luar atau yang dekat dengan bukaan ke ruang yang tersembunyi.
6.3*.

Sambungan pemadam kebakaran.

6.3.1.
sistem.

Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan pemadam kebakaran dan

6.3.2.
Katup penahan balik harus dipasang pada masing-masing sambungan pemadam
kebakaran dan ditempatkan secara praktis di dekat titik penyambungan ke sistem.
6.3.3.

Sambungan pemadam kebakaran harus dipasang sebagai berikut :

21 dari 52

SNI 03-1745-2000
a).

Sistem pipa tegak basah otomatik dan basah manual.


Pada sisi sistem dari sistem katup kontrol , katup penahan balik, atau setiap pompa, tetapi
pada sisi pasokan dari setiap katup pemisah yang dipersyaratkan pada butir 6.2.2.

b).

Sistem pipa tegak kering otomatik.


Pada sisi sistem dari katup kontrol dan katup penahan balik dan sisi pasokan dari katup pipa
kering.

c).

Sistem pipa tegak kering semi otomatik.


Pada sisi sistem dari katup banjir.

d).

Sistem pipa tegak kering manual.


Dihubungkan langsung ke pemipaan sistem.

6.3.4.

Lokasi dan identifikasi.

6.3.4.1.
Sambungan pemadam kebakaran harus pada sisi jalan dari bangunan, mudah terlihat
dan dikenal dari jalan atau terdekat dari titik jalan masuk peralatan pemadam kebakaran, dan
harus diletakkan dan disusun sehingga saluran slang dapat dilekatkan ke inlet tanpa mengganggu
sasaran yang berdekatan, termasuk bangunan, pagar, tonggak-tanggak atau sambungan
pemadam kebakaran.
6.3.4.2.
Setiap sambungan pemadam kebakaran harus dirancang dengan suatu penandaan
dengan huruf besar, tidak kurang 25 mm ( 1 inci ) tingginya, di tulis pada plat yang terbaca : PIPA
TEGAK . Jika springkler otomatik juga dipasok oleh sambungan pemadam kebakaran, penandaan
atau kombinasi penandaan harus menunjukkan keduanya ( contoh : PIPA TEGAK DAN
SPRINGKLER OTOMATIK atau SPRINGKLER OTOMATIK DAN PIPA TEGAK ).
Suatu penandaan juga harus menunjukkan tekanan yang dipersyaratkan pada inlet untuk
penyaluran kebutuhan sistem.
6.3.4.3.
Apabila sambungan pemadam kebakaran hanya melayani suatu bagian bangunan,
suatu penandaan harus dilekatkan menunjukkan bagian bangunan yang dilayani.
6.3.4.4*. Suatu sambungan pemadam kebakaran untuk masing-masing sistem pipa tegak harus
diletakkan tidak lebih dari 30 m ( 100 ft) dari hidran halaman terdekat yang dihubungkan ke
pasokan air yang disetujui.
6.3.5.
Sambungan pemadam kebakaran harus diletakkan tidak kurang 45 cm ( 18 inci ), tidak
lebih dari 120 cm (48 inci) diatas permukaan tanah sebelah, jalan samping atau permukaan tanah.
6.3.6.

Pemipaan sambungan pemadam kebakaran harus ditahan sesuai butir 6.4.

22 dari 52

SNI 03-1745-2000
6.4.

Penahan pipa.

6.4.1.

Penahan pipa tegak.

6.4.1.1.
tegak.

Pipa tegak harus ditahan oleh alat pelengkap yang dihubungkan langsung ke pipa

6.4.1.2.
Penahan pipa tegak harus disediakan pada lantai terendah, pada masing-masing lantai
pilihan, dan pada puncak dari pipa tegak. Penahan diatas lantai terendah harus menahan pipa
untuk mencegah gerakan gaya keatas dimana alat penyambung fleksibel digunakan.
6.4.1.3.

Penjepit yang menahan pipa dengan menggunakan sekerup tidak boleh digunakan.

6.4.2.

Penahan pipa horisontal.

6.4.2.1.
Pemipaan horisontal dari pipa tegak ke sambungan slang yang panjangnya lebih dari
450 mm ( 18 inci ) harus disediakan gantungan.
6.4.2.2.
Gantungan pemipaan horisontal jarak antar gantungannya maksimum 4,6 m ( 15 ft ).
Pemipaan harus ditahan untuk mencegah gerakan gaya horisontal apabila alat penyambung
fleksibel digunakan.
6.5.

Pemasangan tanda-tanda.

Tanda-tanda harus diamankan terhadap alat atau dinding bangunan dengan kuat dan rantai tahan
korosi atau alat pengunci.
6.6.

Tanda-tanda untuk pompa pemasok air.

Apabila pompa kebakaran disediakan, suatu penandaan harus diletakkan di daerah sekitar pompa
yang menunjukkan tekanan minimum dan aliran yang dibutuhkan pada flens pancaran pompa
untuk memenuhi kebutuhan sistem.
6.7*.

Tanda informasi perancangan hidraulik

Kontraktor yang memasang harus menyediakan tanda identifikasi sebagai dasar perancangan
sistem seperti salah satunya perhitungan hidraulik atau skedul pipa. Tanda harus diletakkan pada
katup kontrol pasokan otomatik untuk sistem pipa tegak otomatik atau semi otomatik dan disetujui
penempatannya untuk sistem manual.
Penandaan harus menunjukkan sebagai berikut :
a).

Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh.

b).

Rancangan laju aliran untuk identifikasi sambungan dalam butir 6.7.a.

c).

Rancangan tekanan akhir (residual) inlet dan tekanan outlet untuk identifikasi sambungan
butir 6.7.a.

23 dari 52

SNI 03-1745-2000
d).

Tekanan statik rancangan dan rancangan kebutuhan sistem ( yaitu aliran dan tekanan akhir )
pada katup kontrol sistem, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan
masing-masing sambungan pemadam kebakaran.

7.

Perancangan.

7.1*.

Umum.

Perancangan sistem pipa tegak ditentukan oleh tingginya bangunan gedung, luas per lantai kelas
hunian, perancangan sistem jalan keluar, persyaratan laju aliran dan tekanan sisa, dan jarak
sambungan slang dari sumber pasokan air.
7.2*.

Batasan tekanan.

Tekanan maksimum pada titik dimanapun pada sistem, setiap saat tidak boleh melebihi 24,1 bar
(350 psi).
7.3.

Letak sambungan slang.

7.3.1*.

Umum.

Sambungan slang dan kotak hidran tidak boleh terhalang dan harus terletak tidak kurang dari 0,9
m (3 feet) atau lebih dari 1,5 m (5 feet) di atas permukaan lantai.
7.3.2*.

Sistem kelas I.

Sistem kelas I dilengkapi dengan sambungan untuk slang dengan ukuran 65 mm (2 inci) pada
tempat-tempat berikut :
a).

pada setiap bordes diantara 2 lantai pada setiap tangga kebakaran yang dipersyaratkan.

Pengecualian :
Sambungan slang diizinkan untuk diletakkan pada lantai bangunan di dalam tangga kebakaran, atas persetujuan
instansi yang berwenang.
b).

pada setiap sisi dinding yang berdekatan dengan bukaan jalan keluar horisontal

c).

di setiap jalur jalan keluar (passageway) pada pintu masuk dari daerah bangunan menuju ke
jalan terusan (passageway).

d).

di bangunan mal yang tertutup, pada pintu masuk ke setiap jalur jalan keluar atau koridor
jalan keluar dan pintu-pintu masuk untuk umum menuju ke mal.

e).

pada lantai tangga kebakaran yang teratas dengan tangga yang dapat mencapai atap, dan
bila tangga tidak dapat mencapai atap, maka sambungan slang tambahan 65 mm (2 inci)
harus disediakan pada pipa tegak yang terjauh (dihitung secara hidraulik) untuk memenuhi
keperluan pengujian.

f)*.

apabila bagian lantai atau tingkat yang terjauh dan yang tidak dilindungi oleh springkler yang
jarak tempuhnya dari jalan keluar yang disyaratkan melampaui 45,7 m (150 feet) atau bagian

24 dari 52

SNI 03-1745-2000
lantai/tingkat yang terjauh dan dilindungi oleh springkler yang jarak tempuhnya melebihi 61
m (200 feet) dari jalan keluar yang disyaratkan, sambungan slang tambahan harus
disediakan pada tempat-tempat yang disetujui, dan yang disyaratkan oleh instansi pemadam
kebakaran setempat.
7.3.3*.

Sistem kelas II.

Sistem kelas II harus dilengkapi kotak hidran dengan slang ukuran 40 mm (1 inci) sedemikian
rupa sehingga setiap bagian dari lantai bangunan berada 39,7 m (130 feet) dari sambungan slang
yang dilengkapi dengan slang 40 mm (1 inci).
7.3.4.

Sistem kelas III.

Sistem kelas III harus dilengkapi dengan sambungan slang sebagaimana disyaratkan untuk sistem
kelas I dan sistem kelas II.
7.4.

Jumlah pipa tegak.

Di setiap tangga kebakaran yang disyaratkan, harus dilengkapi dengan pipa tegak tersendiri.
7.5.

Hubungan antar pipa tegak.

Apabila dua atau lebih pipa tegak dipasang pada bangunan yang sama atau bagian bangunan
yang sama, pipa-pipa tegak ini harus saling dihubungkan pada bagian bawahnya. Bilamana pipapipa tegak ini dipasok dari tangki yang terletak pada bagian atas dari bangunan atau zona, pipapipa tegak tersebut harus juga saling dihubungkan di bagian atas dan harus dilengkapi dengan
katup tahan aliran balik pada setiap pipa tegak untuk mencegah terjadinya sirkulasi.
7.6.

Ukuran minimum pipa tegak.

7.6.1.
Ukuran pipa tegak untuk sistem kelas I dan kelas III harus berukuran sekurangkurangnya 100 mm (4 inci).
7.6.2.
Pipa tegak yang merupakan bagian dari sistem kombinasi harus berukuran sekurangkurangnya 150 mm (6 inci).
Pengecualian :
Untuk bangunan yang seluruhnya dilengkapi dengan springkler, dan mempunyai kombinasi sistem pipa tegak yang
dihitung secara hidraulik, ukuran minimum pipa tegaknya adalah 100 mm (4 inci ).
7.7*.

Tekanan minimum untuk perancangan sistem dan penentuan ukuran pipa.

Sistem pipa tegak harus dirancang sedemikian rupa sehingga kebutuhan sistem dapat dipasok
oleh sumber air yang tersedia sesuai dengan yang disyaratkan dan sambungan pipa harus sesuai
dengan sambungan milik mobil pemadam kebakaran.
Mengenai pasokan air yang tersedia dari mobil pompa pemadam kebakaran milik instansi
pemadam kebakaran, harus dikonsultasikan dengan instansi yang berwenang.
Sistem pipa tegak harus salah satu dari berikut ini :

25 dari 52

SNI 03-1745-2000
a).

dirancang secara hidraulik untuk mendapatkan laju aliran air pada tekanan sisa 6,9 bar (100
psi) pada keluaran sambungan slang 65 mm (2 inci) terjauh dihitung secara hidraulik, dan
4,5 bar (65 psi ) pada ujung kotak hidran 40 mm (1 inci) terjauh dihitung secara hidraulik.

Pengecualian :
Bilamana instansi yang berwenang mengijinkan tekanan lebih rendah dari 6,9 bar (100 psi) untuk sambungan slang
ukuran 65 mm ( 2 inci), berdasarkan taktik pemadaman, tekanan dapat dikurangi hingga paling rendah 4,5 bar (65
psi).
b).

ukuran pipa dengan laju aliran yang disyaratkan pada tekanan sisa 6,9 bar (100 psi) pada
ujung slang terjauh dengan ukuran 65 mm (2 inci) dan tekanan 4,5 bar (65 psi) pada ujung
slang terjauh dengan ukuran 40 mm (1 inci), dirancang sesuai seperti tertera pada tabel
7.7.b . Perancangan yang menggunakan cara skedul pipa, harus dibatasi hanya untuk pipa
tegak basah dari bangunan yang tidak dikatagorikan sebagai bangunan tinggi.

Tabel 7.7.b.: Diameter pipa minimal (dalam inci ), ditinjau dari jarak total pipa dan total akumulasi
aliran
Total akumulasi aliran
Liter/menit
379
382 ~ 1.893
1.896 ~ 2.839
2.843 ~ 4.731
4.735 keatas

gpm
100
101 ~ 500
501 ~ 750
751 ~ 1.250
1.251 ke atas
7.8*.

Jarak total pipa terjauh dari keluaran


< 15,2 m
15,2 ~ 30,5 m
> 30,5 m
2 inci
2 inci
3 inci
4 inci
4 inci
6 inci
5 inci
5 inci
6 inci
6 inci
6 inci
6 inci
8 inci
8 inci
8 inci

Tekanan maksimum untuk sambungan slang.

7.8.1.
Bilamana tekanan sisa pada keluaran ukuran 40 mm (1 inci) pada sambungan slang
yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni melampaui 6,9 bar (100 psi), alat pengatur tekanan
yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan sisa dengan aliran yang disyaratkan
di butir 5.9, pada tekanan 6,9 bar (100 psi).
7.8.2.
Bilamana tekanan statis pada sambungan slang melampaui 12,1 bar (175 psi), alat
pengatur tekanan yang sudah diuji harus disediakan untuk membatasi tekanan statis dan tekanan
sisa, di ujung sambungan slang 40 mm (1 inci) yang tersedia untuk digunakan oleh penghuni,
bertekanan 6,9 bar ( 100 psi), dan bertekanan 12,1 bar (175 psi) pada sambungan slang lainnya.
Tekanan pada sisi masukan dari alat pengatur keluaran harus tidak melebihi kemampuan tekanan
kerja alat.
7.9.

Laju aliran minimum.

7.9.1.

Sistem kelas I dan kelas III.

7.9.1.1*.

Laju aliran minimum.

Untuk sistem kelas I dan kelas III, laju aliran minimum dari pipa tegak hidraulik terjauh harus
sebesar 1.893 liter/menit (550 gpm). Laju aliran minimum untuk pipa tegak tambahan harus

26 dari 52

SNI 03-1745-2000
sebesar 946 liter/menit (250 gpm) untuk setiap pipa tegak, yang jumlahnya tidak melampaui 4.731
liter/menit (1.250 gpm). Untuk sistem kombinasi, lihat butir 7.9.1.3.
Pengecualian :
Bila luas lantai lebih dari 7.432 m2 (80.000 feet2 ), maka pipa tegak terjauh berikutnya harus dirancang untuk dapat
menyalurkan 1.983 liter/menit (500 gpm).
7.9.1.2*.

Prosedur perhitungan hidraulik.

Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus berdasarkan pada
penyediaan sebesar 946 liter/menit (250 gpm) yang pada kedua sambungan slang terjauh secara
hidraulik pada pipa tegak dan pada outlet teratas dari setiap pipa tegak lainnya sesuai dengan
tekanan sisa minimum yang disyaratkan pada butir 7.7.
Pemipaan pasokan bersama harus dihitung untuk memenuhi syarat laju aliran semua pipa tegak
yang dihubungkan ke sistem pemipaan tersebut, dengan jumlah yang tidak melebihi 4.731
liter/menit (1.250 gpm).
7.9.1.3.

Sistem kombinasi.

7.9.1.3.1*. Untuk bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan springkler otomatis yang telah
disetujui, kebutuhan sistem yang ditetapkan pada butir 7.7 dan 7.9.1 diperkenankan juga untuk
melayani sistem springkler. Sehubungan dengan hal tersebut maka kebutuhan terpisah untuk
springkler tidak dipersyaratkan lagi.
Pengecualian :
Bilamana kebutuhan pasokan air untuk sistem springkler termasuk kebutuhan aliran slang sebagaimana ditentukan
sesuai peraturan springkler yang berlaku melampaui kebutuhan sistem sebagaimana yang ditetapkan pada butir 7.7 dan
7.9.1, angka yang terbesarlah yang harus disediakan. Laju aliran yang disyaratkan untuk pipa tegak sistem kombinasi
dalam suatu bangunan yang seluruhnya diproteksi dengan sistem springkler otomatis tidak dipersyaratkan melampaui
3.785 liter/menit (1.000 gpm) kecuali bila disyaratkan oleh instansi yang berwenang.
7.9.1.3.2. Untuk sistem kombinasi pada bangunan yang dilengkapi dengan proteksi springkler
otomatis secara parsial, laju aliran sebagaimana yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1 harus
dinaikkan dengan jumlah yang setara dengan kebutuhan springkler yang dihitung secara hidraulik
atau 568 liter/menit (150 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran ringan atau 1.893 liter/menit
(500 gpm) untuk tingkat hunian bahaya kebakaran sedang.
7.9.1.3.3. Bilamana sistem pipa tegak yang ada mempunyai pipa tegak dengan diameter
minimum 100 mm (4 inci) akan digunakan untuk memasok sistem springkler yang harus diperbaiki,
pasokan air yang dipersyaratkan pada butir 7.9.1. maka air yang dibutuhkan tidak disyaratkan
untuk dilengkapi dengan sarana otomatis atau semi otomatis jika instansi yang berwenang
menyetujui, dan pasokan air cukup untuk memasok kebutuhan hidraulik dari sistem springkler.

27 dari 52

SNI 03-1745-2000
7.9.2.

Sistem kelas II.

7.9.2.1.

Laju aliran minimum.

Untuk sistem kelas II, laju aliran minimum untuk pipa tegak terjauh dan dihitung secara hidraulik
adalah 379 liter/menit (100 gpm). Aliran tambahan tidak dipersyaratkan bila terdapat lebih dari 1
(satu) pipa tegak.
7.9.2.2.

Prosedur perhitungan hidraulik.

Perhitungan hidraulik dan penentuan ukuran pipa untuk setiap pipa tegak harus didasarkan pada
penyediaan 379 liter/menit (100 gpm) di sambungan slang yang secara hidraulik terjauh pada pipa
tegak dengan tekanan sisa minimum disyaratkan pada butir 7.7 Pemipaan pasokan bersama yang
melayani pipa tegak ganda harus dihitung untuk penyediaan 379 liter/menit (100 gpm).
7.10.
Panjang pipa ekuivalen dari katup dan fitting untuk sistem perancangan
hidraulik.
7.10.1.

Umum.

Tabel 7.10.1 harus dipakai untuk menentukan panjang pipa ekuivalen untuk fitting dan alat kecuali
data uji pabrik ada yang menunjukkan faktor-faktor lain.
7.10.2.

Penyesuaian.

Tabel 7.10.1, harus dipakai hanya dimana faktor C dari Hazen-Williams adalah 120. Untuk nilai
lain dari C, nilai dalam tabel 7.10.1 harus dikalikan dengan faktor yang ditunjukkan dalam tabel
7.10.2(a). Tabel 7.10.2(b) menunjukkan faktor C dari bahan pipa yang umum dipakai.
Pengecualian :
Harus dimintakan izin dari Instansi yang berwenang untuk pemakaian nilai C yang lain.

Tabel 7.10.1 : Panjang pipa ekuivalen


Fitting dan

Fitting dan katup dinyatakan dalam panjang ekuivalen pipa (feet)

28 dari 52

SNI 03-1745-2000
katup
0

Elbow 45
1
1
Elbow standar
2
2
0
90
Elbow panjang
1
2
0
90
Tee atau silang
3
5
(sudut belok
0
90 )
Katup kupukupu
Katup sorong.
Katup satu arah
5
ayun.
Katup bulat
Katup sudut
Untuk unit SI; 1 inci = 25,4 mm

10

12

11

13

10

12

14

18

22

27

13

16

18

10

12

15

17

20

25

30

35

50

60

10

12

10

12

19

21

11

14

16

19

22

27

32

45

55

65

9
46
20

70
31

Tabel 7.10.2(a).: Faktor penyesuaian untuk nilai C


Nilai C
Faktor perkalian

100
0,713

130
1,16

140
1,33

150
1,51

Tabel 7.10.2(b) : Nilai C dari Hazen-Williams


Pipa atau tabung
Unlined cast or ductile iron
Black steel (dry systems, including preaction)
Black steel (wet systems, including deluge).
Galvanized (all)
Plastic (listed all).
Cement-lined casr or ductile iron
Copper tube or stainless steel.

7.11*.

Nilai C
100
100
120
120
150
140
150

Saluran pembuangan dan pipa tegak untuk keperluan pengujian.

7.11.1.
Pipa tegak untuk pembuangan berukuran 76 mm (3 inci) yang dipasang secara
permanen berdekatan dengan setiap pipa tegak dan dilengkapi dengan peralatan pengaturan
tekanan untuk memungkinkan keperluan pengujian setiap peralatan.
Pipa tegak untuk pembuangan harus dipasang dengan tee 80 mm x 65 mm (3 inci x 2 inci)
7.11.2.
Setiap pipa tegak harus dilengkapi dengan sarana saluran pembuangan. Katup
pembuangan dengan pemipaannya dipasang pada titik terendah dari pipa tegak dan harus diatur
untuk dapay membuang air pada tempat yang disetujui.

29 dari 52

SNI 03-1745-2000
7.12.

Sambungan mobil pemadam kebakaran.

7.12.1.
Satu atau lebih sambungan mobil pemadam kebakaran harus disediakan untuk setiap
zona dari sistem pipa tegak kelas I atau kelas III.
Pengecualian :
Sambungan mobil pemadam kebakaran untuk zona yang tinggi tidak dipersyaratkan bila dilengkapi sesui butir 9-4.3.
7.12.2.
Bangunan tinggi harus dilengkapi sekurang-kurangnya untuk setiap zona dengan 2
(dua) atau lebih sambungan untuk mobil pemadam kebakaran dengan penempatannya yang
berjauhan.
Pengecualian :
Sambungan tunggal mobil pemadam kebakaran untuk setiap zona diperkenankan, apabila diizinkan oleh instansi yang
berwenang.
8.

Perencanaan dan perhitungan.

8.1*.

Gambar rencana dan spesifikasi teknis.

Gambar rencana yang secara akurat menunjukkan detail dan pengaturan dari sistem pipa tegak
harus disiapkan untuk instansi yang berwenang sebelum sistem instalasi dilaksanakan. Gambar
rencana tersebut harus jelas, mudah dimengerti dan digambar dengan menggunakan skala.
Gambar-gambar harus menunjukkan lokasi, pengaturan, sumber air, peralatan, dan semua detail
yang diperlukan untuk menunjukkan bahwa ketentuan ini dipenuhi.
Rencana harus mencakup spesifikasi teknis, sifat dari bahan-bahan yang digunakan dan harus
menguraikan semua komponen sistem. Rencana tersebut harus dilengkapi juga dengan diagram
yang menunjukkan ketinggian.
8.2*.

Perhitungan hidraulis.

Bilamana sistem pemipaan pipa tegak dihitung secara hidraulik, maka bersamaan dengan
penyerahan gambar rencana disertakan juga perhitungan secara lengkap.

9.

Pasokan air.

9.1*.

Pasokan air yang dipersyaratkan.

9.1.1.
Sistem pipa tegak otomatis harus dihubungkan dengan pasokan air yang telah
disetujui dan mampu memenuhi kebutuhan sistem.
Sistem pipa tegak manual harus mempunyai pasokan air yang telah disetujui dan dapat
dihubungkan dengan mobil pompa pemadam kebakaran.
Pasokan air otomatis tinggal dapat diizinkan untuk digunakan bilamana dapat memasok kebutuhan
sistem dalam waktu yang dipersyaratkan.

30 dari 52

SNI 03-1745-2000
Pengecualian :
Bilamana pasokan air sekunder disyaratkan, maka harus memenuhi seperti pada butir 9.4.3.
9.2.

Pasokan minimum untuk sistem klas I dan klas III.

Sumber-sumber pasokan air yang diizinkan :


a).

Suatu sistem pengairan umum yang tekanan dan laju alirannya mencukupi.

b).

Pompa air otomatis yang dihubungkan dengan sumber air yang telah disetujui sesuai
standar yang disyaratkan.

c).

Pompa-pompa pemadam kebakaran manual yang dikombinasikan dengan tangki-tangki


bertekanan.

d).

Tangki-tangki bertekanan yang dipasang sesuai dengan standar.

e).

Pompa pemadam api manual yang dapat dioperasikan dengan peralatan kendali jarak jauh
(remote control devices) pada setiap kotak hidran.

f).

Tangki-tangki gravitasi yang dipasang sesuai standar.

9.3.

Pasokan minimum untuk sistem klas II.

Pasokan air harus cukup tersedia untuk kebutuhan sistemsebagaimana ditetapkan pada butir 7.7
dan butir 7.9.1 yang sekurang-kurangnya untuk 45 menit.
9.4.

Zona sistem pipa tegak.

Setiap zona yang membutuhkan pompa harus dilengkapi dengan bagian pompa terpisah,
sehingga memungkinkan untuk digunakannya pompa-pompa yang disusun secara seri.
9.4.1.
Bilamana beberapa pompa yang melayani dua atau lebih zona terletak pada
ketinggian/level yang sama, maka setiap zona harus mempunyai pipa pemasok yang terpisah dan
langsung dengan ukuran yang tidak lebih kecil dari pipa tegak yang dilayani. Zona dengan dua
atau lebih pipa tegak harus mempunyai sekurang-kurangnya 2 (dua) pipa pemasok langsung dari
ukuran yang tidak lebih kecil dari ukuran pipa tegak terbesar yang dilayani.
9.4.2.
Bilamana pasokan untuk setiap zona dipompakan dari satu zona dibawahnya, dan pipa
tegak atau beberapa pipa tegak pada zona lebih di bawah digunakan untuk memasok zona lebih
di atas, pipa tegak tersebut harus sesuai dengan persyaratan untuk jalur pasokan yang disebut
pada butir 9.4.1. sekurang-kurangnya 2 (dua) jalur harus disediakan antara zona dan satu dari
jalur dimaksud harus diatur sedemikian hingga pasokan dapat dikirim secara otomatis dari bawah
ke zona lebih atas.
9.4.3.
Untuk sistem dengan 2 (dua) zona atau lebih, zona dalam bagian dari zona kedua dan
zona lebih tinggi yang tidak dapat dipasok dengan menggunakan tekanan sisa yang disyaratkan
pada butir 7.7 dengan menggunakan pompa dan melalui sambungan mobil pemadam kebakaran,
maka prasarana bantu untuk pasokan air harus disediakan. Prasarana ini harus dalam bentuk

31 dari 52

SNI 03-1745-2000
reservoir air yang ditinggikan dengan peralatan pompa tambahan atau prasarana lainnya yang
dapat diterima oleh instansi yang berwenang.

10.

Persetujuan sistem.

10.1*.

Umum.

10.1.1.
Semua sistem yang baru harus diuji terlebih dahulu sesuai tingkat hunian dari
bangunan gedung. Sistem pipa tegak yang sudah ada yang akan digunakan sebagai pipa tegak
untuk sistem kombinasi dalam rangka perbaikan sistem springkler harus diuji sesuai butir 10.4.
10.1.2.
Kontraktor yang memasang harus melengkapi dan menanda tangani daftar bahan
yang benar dan sertifikat uji.
10.2.

Pengglontoran pipa.

10.2.1.
Pemipaan di bawah tanah yang memasok sistem harus diglontor sesuai ketentuan
yang berlaku.
10.2.2.
Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah pada pipa
inlet harus diglontor dengan sejumlah air yang cukup untuk menghilangkan setiap puing-puing
konstruksi dan sampah-sampah yang dikumpulkan dalam pipa sebelumnya untuk melengkapi
sistem dan sebelum pemasangan sambungan pemadam kebakaran.
10.3.

Ulir slang.

Semua ulir sambungan slang dan sambungan pemadam kebakaran harus diuji untuk
keseragaman dengan ulir yang dipakai instansi pemadam kebakaran lokal. Pengujian harus terdiri
dari contoh ulir kopling, tutup atau sumbat ke dalam alat yang dipasang.
10.4.

Pengujian hidrostatik.

10.4.1*.

Umum.

Semua sistem baru, termasuk pemipaan halaman dan sambungan pemadam kebakaran, harus di
uji secara hidrostatik pada tekanan tidak kurang dari 13,8 bar ( 200 psi) selama 2 jam, atau
dengan tambahan 3,5 bar (50 psi) dari tekanan maksimum apabila tekanan maksimum melebihi
10,3 bar (150 psi). Tekanan uji hidrostatik harus diukur pada titik ketinggian terendah dari sistim
individu atau zona yang akan diuji. Pemipaan sistem pipa tegak di dalam harus menunjukkan tidak
adanya kebocoran. Pipa di dalam tanah harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
10.4.2.

Sambungan mobil pemadam kebakaran.

Pemipaan antara sambungan pemadam kebakaran dan katup satu arah dalam pipa inlet harus
diuji secara hidrostatik dalam hal yang sama seperti menyeimbangkan sistem.
10.4.3.

Sistem yang sudah ada.

Apabila sistem pipa tegak yang sudah ada, termasuk pemipaan halaman dan sambungan
pemadam kebakaran, di modifikasi, pemipaan yang baru harus diuji sesuai butir 10.4.1.

32 dari 52

SNI 03-1745-2000
10.4.4.

Meteran.

Selama pengujian hidrostatik, tekanan di meteran pada puncak dari setiap pipa tegak harus
diperiksa dan dicatat tekanannya.
10.4.5.

Additive air.

Aditive, larutan kimia seperti sodium silicate atau turunan dari sodium silicate, air garam, atau
kimia lainnya harus tidak dipakai untuk pengujian hidrostatik atau untuk menghentikan kebocoran.
10.5.

Pengujian aliran.

10.5.1*.
Pasokan air harus diuji apakah memenuhi rancangan. Uji ini harus dilakukan dengan
pengaliran air secara hidraulik dari sambungan slang terjauh.
10.5.2.
Untuk pipa tegak manual, pompa pemadam kebakaran atau pompa jinjing dengan
kapasitas yang cukup ( yaitu aliran dan tekanan yang dipersyaratkan) harus digunakan untuk
menguji rancangan sistem dengan pemompaan ke dalam sambungan pemadam kebakaran.
10.5.3.
Suatu uji aliran harus dilakukan pada setiap outlet atap untuk menguji bahwa tekanan
yang dipersyaratkan terpenuhi pada aliran yang dipersyaratkan.
10.5.4.
Susunan pengisian untuk tangki isap harus diuji dengan menutup penuh semua
pasokan ke tangki, pembuangan tangki ke bawayh direncanakan pada permukaan air bawah, dan
kemudian membuka katup pasokan untuk menjamin beroperasinya secara otomatis.
10.5.5.

Alat pengatur tekanan.

Setiap alat pengatur tekanan harus diuji untuk membuktikan bahwa pemasangannya betul, dan
beroperasi dengan benar dan tekanan inlet dan outlet dari alat sesuai yang direncanakan.
Tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi inlet dan tekanan statik dan akhir (residual) pada sisi
outlet dan aliran harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
10.5.6.

Pengujian aliran pembuangan utama.

Katup pembuangan utama harus dibuka dan harus tetap terbuka sampai tekanan sistem stabil.
Tekanan statik dan akhir (residual) harus dicatat pada sertifikat uji kontraktor.
10.5.7.

Pengujian otomatik dan semi otomatik dari pipa tegak.

Otomatik dan semi otomatik sistem kering harus diuji dengan memulai mengalirkan air secara
hidraulik dari sambungan salang terjauh. Sistem harus mengalirkan minimum 250 gpm (946
liter/menit) pada slang dalam waktu 3 menit pembukaan katup slang. Setiap alat kontrol jarak jauh
untuk mengop[erasikan sistem semi otomatik harus diuji sesuai instruksi yang dikeluarkan oleh
pabrik pembuatnya.
10.5.8.

Sistem yang mempunyai pompa.

Aoabila pompa merupakan bagian dari pasokan air untuk sistem pipa tegak, pengujian harus
dilakukan dengan mengoperasikan pompa tersebut.

33 dari 52

SNI 03-1745-2000
10.6.

Pengujian katup manual.

Setiap katup dimaksud harus dibuka dan ditutup dalam pengoperasiannya dengan memutar roda
putar atau kunci putar untuk membuka penuh dan kembali ke posisi normal. Tutup katup slang
harus cukup rapat untuk mencegah kebocoran selama pengujian dan dibuka setelah pengujian air
buangan dan pelepas tekanan.
10.7.

Pengujian Alarm dan supervisi.

Setiap alarm dan alat supervisi yang disediakan harus diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
10.8.

Instruksi-instruksi.

Kontraktor yang memasang harus menyampaikan kepada pemebri tugas, hal-hal sebagi berikut :
a).

Semua literatur dan instruksi yang diberikan oleh pabrik yang terdiri dari cara operasi yang
benar dan pemeliharaan peralatan dan alat-alat yang dipasang;

b).

Sebuah kopi dari standar ini.

10.9.

Tanda arah.

Pemasangan tanda-tanda arah yang dipersyaratkan oleh standar ini harus dibuktikan.
11.

Gedung dalam tahap pembangunan.

11.1.

Umum.

Apabila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang, sistem pipa tegak, apakah sementara atau
tetap, harus disediakan dalam bangunan pada saat masih dalam tahap konstruksi sesuai
ketentuan bagian ini.
11.2.

Sambungan pemadam kebakaran.

Pipa tegak harus disediakan dengan tanda yang menyolok mata dan mudah dibaca sambungan
pemadam kebakaran yang mudah dijangkau pada bagian luar bangunan pada permukaan jalan.
11.3.

Manfaat lain dari sistem.

Ukuran pipa, sambungan slang, slang, pasokan air, dan detail lain untuk konstruksi baru harus
sesuai dengan standar ini.
11.4.

Penahan pipa.

Pipa tegak harus disangga dan ditahan dengan aman pada setiap lantai yang dipilih.
11.5.

Sambungan slang.

Tidak kurang satu sambungan slang harus disediakan pada setiap permukaan lantai. Katup slang
harus selalu ditutup setiap waktu dan dijaga terhadap kerusakan mekanis.

34 dari 52

SNI 03-1745-2000
11.6.

Pengembangan sistem pemipaan.

Pipa tegak harus diperpanjang ke atas untuk setiap lantai dan ditutup aman pada puncaknya.
11.7.

Instalasi sementara.

Pipa tegak sementara harus tetap melayani sampai pipa tegak permanen lengkap. Apabila pipa
tegak sementara dalam kondisi normal berisi air, pipa harus diproteksi terhadap pembekuan.
11.8.

Saat pemasangan pasokan air.

Apabila konstruksi mencapai suatu ketinggian dimana tekanan saluran umum tidak mencukupi,
pompa kebakaran sementara atau permanen harus dipasang untuk menyediakan proteksi
terhadap lantai yang tertinggi atau untuk tinggi yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian :
Apabila peralatan pompa dari instansi pemadam kebakaran dianggap cukup oleh instansi yang berwenang untuk
memberi tekanan pada pipa tegak yang dipersyaratkan.
11.9.

Proteksi sambungan slang dan sambungan mobil pemadam kebakaran.

Tutup (cap) dan sumbat (plug) harus dipasang pada sambungan pemadam kebakaran dan
sambungan slang. Sambungan instansi pemadam kebakaran dan sambungan slang harus
dilindungi terhadap kerusakan fisik.

35 dari 52

SNI 03-1745-2000

Apendiks
Penjelasan bahan
Lampiran ini bukan merupakan bagian dari standar ini, tetapi disertakan sebagai tambahan
informasi saja.
A.3.5.

Instansi yang berwenang .

Penyebutan instansi yang berwenang digunakan pada dokumen dalam pengertian yang luas,
karena kewenangan dan instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula pertanggung
jawabannya.
Bila keamanan publik di utamakan, maka instansi yang berwenang dapat saja pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dinas kebakaran setempat, atau pihak lainnya
yang secara hukum
berwenang.
A.3.8

Katup penurun tekanan (Pressure Reducing Valve)

Katup pelepas tekanan (pressure relief valve) bukanlah katup penurun tekanan dan tidak boleh
digunakan untuk hal ini.
A.4.1
Penggunaan katup dan alat penyambung kelas standar, biasanya penggunaannya
dibatasi untuk bagian atas tingkat bangunan yang sangat tinggi dan pada peralatan yang
mempunyai tekanan tertinggi kurang dari 12,1 bar (175 psi).
A.4.5.1
Pemadam kebakaran banyak memasang saluran slang dari pompa kedalam bangunan
dan menyambungkannya ke katup outlet yang dapat dijangkau dengan menggunakan sambungan
ulir perempuan ganda (double female swivel) apabila sambungan untuk pemadam kebakaran
pada bangunan tidak dapat dijangkau atau tidak dapat dioperasikan.
Untuk meberi tekanan pada pipa tegak, katup slang dibuka dan mesin pompa akan memompakan
air ke sistem.
Bila pipa tegak dilengkapi dengan katup penurunan tekanan pada slang, katup akan bertindak
sebagai katup penahan balik, sehingga mencegah pemompaan ke dalam sistem apabila katup
terbuka.
Suatu sambungan inlet tunggal tambahan untuk pemadam kebakaran atau katup slang dengan ulir
perempuan pada suatu lokasi yang dapat dijangkau pada pipa tegak memungkinkan pemompaan
ke sistem.
A.4.5.1.2 Bila pipa tembaga dipasang di daerah yang lembab atau lingkungan lainnya yang
mendorong terjadinya korosi secara galvanis, maka harus digunakan gantungan dari bahan
tembaga atau gantungan-gantungan dari besi yang dilapisi bahan isolasi.
A.4.7.2

Standar untuk Slang Kebakaran .

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan rak atau alat penggulung untuk
penyimpanan slang ukuran 40 mm (1 inci), adalah jumlah orang yang ada dan mampu untuk

36 dari 52

SNI 03-1745-2000
mengoperasikan peralatan serta sejauh mana tingkat keterampilannya. Dengan rak slang yang
semi otomatis atau tipe satu orang, katup slang harus dibuka lebar terlebih dahulu. Setelah mana
nozel harus dipegang dengan kuat dan saluran slang ditarik menuju ke api. Air secara otomatis
akan keluar bila gulungan slang hampir habis ditarik keluar dari rak.
A.4.9.

Lihat gambar A.6.3.

A.4.9.2.

Lihat butir 7.7 dan 7.12 untuk persyaratan rancangan.

A.5.6
Meteran tekanan tambahan yang dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak
mungkin diperlukan pada beberapa peralatan, terutama pada pabrik besar dan pada bangunan
tinggi.
A.5.7
Alarm yang dapat didengar biasanya dipasang di bagian luar dari bangunan. Bel jenis
gong listrik, klakson atau sirene yang telah disetujui yang dipasang di dalam gedung atau dipasang
di dalam dan di luar gedung kadang-kadang disarankan.
A.6.1
Sambungan dari pompa-pompa kebakaran dan pasokan air dari luar bangunan
disarankan untuk dipasang pada bagian bawah dari pipa tegak.
A.6.1.2.1 Pipa tegak sebaiknya tidak diletakkan di daerah tanpa sprinkler pada konstruksi
bangunan yang mudah terbakar.
A.6.2.5.2 Kombinasi springkler otomatik dan pipa tegak sebaiknya tidak dihubungkan oleh
pemipaan sistem sprinkler.
A.6.3

Lihat Gambar A.6.3

37 dari 52

SNI 03-1745-2000

Gambar A.6.3. :Sambungan pemadam kebakaran untuk pipa tegak basah


A.6.3.5.4 Perancang sistem perlu menghubungi instansi yang berwenang sebelum menentukan
lokasi dari sambungan pemadam kebakaran.
A.6.7

Lihat Gambar A.6.7.

Lokasi dari dua sambungan slang yang secara hidraulik terjauh : ..


Laju aliran rancangan untuk sambungan-sambungan yang teridentifikasi di atas :
Tekanan inlet rancangan dan outlet untuk sambungan-sambungan yang teridentifikasi di atas :
.
Tekanan statik rancangan dan kebutuhan sistem rancangan ( contoh : aliran dan tekanan akhir/residual) pada
sistem katup kontrol, atau pada flens pancaran pompa apabila pompa dipasang, dan pada masing-masing
sambungan pemadam kebakaran : .

Gambar A.6.7 : Tanda Informasi Sistem Hidrolik .


A.7.1
Ketinggian bangunan menentukan jumlah dari zona vertikal. Luas dari suatu lantai atau
daerah kebakaran dan lokasi eksit serta klasifikasi penghuni, akan menentukan jumlah dan lokasi
dari sambungan slang.
Peraturan bangunan setempat mempengaruhi tipe dari sistem, klasifikasi dari sistem dan letak dari
sambungan slang. Ukuran pipa ditentukan oleh jumlah sambungan slang yang dialiri, kuantitas air
yang mengalir, tekanan akhir (residual) yang diperlukan dan jarak vertikal dan horisontal dari

38 dari 52

SNI 03-1745-2000
sambungan slang itu dari suatu sumber air. Untuk gambar elevasi yang tipikal, lihat Gambar A.7.1
(a), (b) dan (c).

Gambar A.7.1.(a) : Sistem zona tunggal

39 dari 52

SNI 03-1745-2000

Gambar A-7.1.(b) : Sistem dua zona

40 dari 52

SNI 03-1745-2000

Gambar A-7.1. ( c ) : Sistem banyak zona.

A.7.3.1
Slang diizinkan untuk diletakkan pada satu sisi dari pipa tegak dan dipasok oleh
sambungan lateral yang pendek pada pipa tegak, untuk menghindari rintangan.

41 dari 52

SNI 03-1745-2000
Sambungan slang untuk sistem-sistem Kelas I disarankan untuk dipasang dalam selubung tangga
jalan dan sambungan untuk sistem Kelas II disarankan diletakkan di koridor atau di ruangan
berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar dan dihubungi melalui dinding ke pipa tegak.
Untuk sistem Kelas III, sambungan untuk selang 65 mm (2 inci) disarankan diletakkan di
selubung tangga jalan keluar dan sambungan-sambungan kelas II disarankan diletakkan didalam
koridor atau di ruangan yang berdekatan dengan selubung tangga jalan keluar.
Pengaturan ini memungkinkan untuk menggunakan secara tepat slang sistem Kelas II bila tangga
jalan keluar penuh dengan orang-orang yang sedang lari keluar pada saat terjadinya kebakaran.
Dalam bangunan yang luas areanya besar, sambungan untuk sistem-sistem Kelas I dan Kelas III
dapat diletakkan pada kolom yang berada dalam bangunan.
A.7.3.2
Sambungan slang yang ditentukan untuk diletakkan pada bordes antar lantai untuk
mencegah terjadinya rintangan pada jalan pintu. Bila terdapat lebih dari satu bordes antara dua
lantai, maka sambungan slang disarankan untuk diletakkan pada bordes yang letaknya kurang
lebih di tengah-tengah antara lantai.
Diketahui bahwa petugas pemadam kebakaran sering menggunakan sambungan slang pada
lantai di bawah lantai yang terbakar, dan lokasi dari sambungan slang pada bordes, hal ini juga
mengurangi jangkauan jarak jalur slang. Pendekatan untuk meletakkan sambungan slang dengan
memperhatikan eksit diperlihatkan pada Gambar A.7.3.2 (a), (b) dan (c).

Gambar A.7.3.2.(a).: Lokasi sambungan slang pada tangga kebakaran.

42 dari 52

SNI 03-1745-2000

Gambar A.7.3.2. (b).: Lokasi sambungan slang pada eksit horisontal.

Gambar A.7.3.2. (c ).: Lokasi sambungan slang dalam jalan terusan eksit.
Untuk tujuan standar ini, istilah-istilah berikut ini ditentukan untuk digunakan dalam hal peletakan
sambungan slang.
a).

Jalan terusan eksit.


Hall, lorong, koridor-koridor, jalan lintas dan terowongan digunakan sebagai komponen eksit
dan terpisah dari bagian bangunan lainnya .

43 dari 52

SNI 03-1745-2000
b).

Eksit horisontal.
Suatu jalan terusan dari suatu daerah didalam bangunan ke suatu daerah di bangunan yang
lain pada kurang lebih satu level atau suatu jalan lintas melalui atau disekitar rintangan api
dari suatu daerah ke yang lainnya pada kurang lebih satu level didalam bangunan yang
sama yang dapat memberikan keamanan (safety) terhadap api dan asap yang berasal dari
daerah timbulnya dan daerah-daerah yang berhubungan dengannya.

A.7.3.2.(f). Butir ini bermaksud untuk memberikan kepada instansi pemadam kebakaran setempat
wewenang untuk mempersyaratkan slang tambahan di luar atau pemisah dengan ketahanan api 2
jam. Tambahan sambungan slang ini mungkin diperlukan oleh petugas pemadam kebakaran
untuk mematikan api dalam jangka waktu yang wajar; sesuai dengan panjang slang khusus yang
tersedia pada kotak pipa tegak untuk pemadam kebakaran atau pada kantong yang dibawa oleh
petugas.
Sementara itu sudah diketahui bahwa batasan jarak outlet akan membatasi panjangnya slang
yang diperlukan untuk memadamkan api, demikian pula dapat mengurangi beban fisik petugas
pemadam kebakaran.
Perlu dipahami juga bahwa dalam hal-hal tertentu berdasarkan denah arsitektur, mungkin
diperlukan outlet tambahan (additional outlets) didaerah lantai terbuka untuk dapat menjangkau
keseluruh lantai tersebut. Dalam hal-hal demikian, adalah hampir tak mungkin bahwa outlet
semacam itu dapat digunakan, karena tidak adanya daerah berpijak untuk petugas pemadam
kebakaran ketika akan menjangkau sambungan slang. Oleh karena itu, sambungan slang
tambahan perlu disediakan untuk memenuhi ketentuan jarak, dan disarankan untuk diletakkan
didalam koridor eksit yang mempunyai ketahanan api 1 jam. Hal ini memungkinkan menambah
tingkat keamanan bagi petugas pemadam kebakaran untuk menjangkau sambungan slang.
Sambungan slang demikian perletakan di setiap lantai juga harus seseragam mungkin sehingga
petugas pemadam kebakaran dapat dengan mudah menemukannya pada waktu terjadi
kebakaran.
Sudah diketahui bahwa jarak antar sambungan slang 61 m (200 ft) diizinkan untuk bangunan yang
dilengkapi springkler, namun mungkin masih diperlukan slang tambahan untuk dapat menjangkau
bagian dari lantai yang terjauh. Dengan adanya springkler otomatik akan memberikan waktu yang
cukup bagi petugas pemadam kebakaran untuk menyambung slang dalam kondisi letak api
berada di daerah yang terjauh.
A.7.3.3
Kotak slang sebaiknya disusun untuk memungkinkan pancaran langsung dari nozel
mencapai seluruh bagian yang penting dari bagian yang tertutup seperti lemari tanam dan bagian
yang tertutup sejenis.
A.7.7
Dalam menentukan tekanan pada outlet sambungan slang yang jauh, faktor hilangnya
tekanan pada katup slang perlu dipertimbangkan.
Adalah sangat penting bahwa instansi pemadam kebakaran memilih nozel yang sesuai untuk pipa
tegak yang mereka gunakan dalam operasi memadamkan api.
Nozel tipe semburan takanan konstan otomatik disarankan untuk tidak digunakan untuk operasi
pipa tegak, karena banyak dari tipe ini memerlukan tekanan minimum 6,9 bar (100 psi) pada
masukan nozel untuk memproduksi aliran air guna pemadaman api yang effektip dan wajar. Pada

44 dari 52

SNI 03-1745-2000
operasi pipa tegak, hilangnya tekanan akibat gesekan pada slang, dapat mengakibatkan tidak
tercapainya tekanan 6,9 bar (100 psi) pada nozel.
Pada sistem pipa tegak yang tinggi yang dilengkapi dengan katup penurunan tekanan, petugas
pemadam kebakaran hanya dapat sedikit mengatur atau sama sekali tidak dapat mengatur
tekanan keluaran katup slang.
Tabel A.7.7.: Kesimpulan kerugian gesekan pada aliran dalam slang.
No
perhitungan
1

6
7

Nozel/Slang

(gpm)

Kombinasi nozel 2 inci dengan


panjang slang 150 ft dan
diameter slang 2 inci.
Lubang halus 2 dengan ujung
1 18 inci dan slang 2 inci
dengan panjang 150 ft.
Kombinasi dari nozel 1 inci
dengan slang 1 panjang 100 ft
per nozel, 2 inci TY, dan slang
2 inci panjang 50 ft.
Sama seperti perhitungan No.3
dengan dua slang diameter 1
inci dan panjang 100 ft.
Sama seperti perhitungan No.3
dengan dua slang diameter 2
inci dan panjang slang 100 ft.
Kombinasi nozel 1 dengan
panjang slang 150 ft dan
diameter slang 2 inci.
Sama seperti perhitungan No.6
dengan slang diameter 1 inci .

Aliran
(L/menit)

Katup outlet
(psi)
(bar)

250

946

123

8,5

250

946

73

250

946

149

10,3

250

946

139

9,6

250

946

120

8,3

200

757

136

9,4

200

757

168

11,6

A.7.8
Akibat adanya perbedaan pembatasan tekanan sebagaimana ditetapkan di butir 7-8,
mungkin perlu dilakukan pengaturan susunan pemipaan sehingga dapat disediakan peralatan
pengaturan tekanan terpisah untuk sambungan slang Kelas I dan Kelas II.
A.7-9.1.1 Bila suatu sistem pasokan air memasok lebih dari satu bangunan atau lebih dari satu
daerah kebakaran, jumlah pasokan air dapat dihitung berdasarkan pada satu bangunan atau
daerah kebakaran, dengan kebutuhan jumlah pipa tegak yang terbanyak.
A.7.9.1.3.1
Daftar berikut ini menyediakan contoh-contoh hunian berdasarkan macam
klasifikasi bahaya kebakaran. Contoh-contoh ini bermaksud mewakili bentuk untuk tipe hunian
tersebut. Beban bahan bakar yang tidak lazim dan normal atau sifat yang mudah terbakar dan
mudah berubah terhadap sifat ini untuk suatu hunian tertentu, perlu dipertimbangkan dalam
melakukan seleksi dan klasifikasi.
Klasifikasi beban kebakaran ringan bermaksud untuk mencakup hunian, namun tidak menghalangi
penggunaan springkler untuk perumahan sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau bagian
hunian lainnya.

45 dari 52

SNI 03-1745-2000
a).

b).

Hunian dengan Bahaya Kebakaran Ringan termasuk hunian yang mempunyai kondisi
serupa dengan :
1)

Rumah ibadah

2)

Gedung pertemuan (klub)

3)

Bagian-bagian atap (eaves) dan serambi-serambi (over hangs), bila konstruksi terbuat
dari bahan yang mudah terbakar dengan dibawahnya tidak ada bahan yang mudah
terbakar.

4)

Bangunan pendidikan.

5)

Rumah Sakit

6)

Perpustakaan-perpustakaan, kecuali ruangan-ruangan dengan tumpukan besar.

7)

Musium-musium

8)

Rumah-rumah perawatan atau rumah-rumah pemulihan kesehatan

9)

Bangunan-bangunan kantor, termasuk daerah prosessing data

10)

Kediaman / perumahan

11)

Restoran, daerah tempat duduk

12)

Teater dan auditorium, tidak termasuk panggung dan ruangan-ruangan antara layar
dan orkes .

13)

Ruangan atap yang tidak digunakan

Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 1,


termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
1)

Parkir untuk mobil dan ruangan pamer

2)

Bakeri

3)

Pabrik pembuat minum

4)

Pabrik pengalengan

5)

Pabrik pembuat dan pemroses produk susu

6)

Pabrik elektronik

7)

Pabrik gelas dan membuat produk gelas

8)

Binatu

9)

Restoran, daerah servis

46 dari 52

SNI 03-1745-2000
c).

Hunian dengan Bahaya Kebakaran Sedang (Ordinary Hazard Occupancies) Kelompok 2,


termasuk hunian-hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
1)

Penggilinga produk biji-bijian

2)

Pabrik kimia (sedang)

3)

Pabrik pembuat produk gula-gula

4)

Pabrik destilasi

5)

Pencucian dengan sistem kering/kimia

6)

Penggilingan makanan ternak

7)

Kandang kuda

8)

Pabrik pengolahan bahan kulit

9)

Perpustakaan (dengan daerah tumpukan besar)

10)

Pabrik permesinan

11)

Pabrik pekerjaan metal

12)

Perdagangan (mercantile)

13)

Penggilingan kertas dan pulp

14)

Pebrik pemroses kertas

15)

Kade dan dermaga

16)

Kantor pos (besar)

17)

Penerbitan dan percetakan

18)

Bengkel reparasi mobil

19)

Panggung teater

20)

Pabrik textile

21)

Pabrik ban

22)

Pabrik pembuat produk tembakau

23)

Pabrik pengerjaan kayu dengan mesin

24)

Pabrik perakitan produk kayu

47 dari 52

SNI 03-1745-2000
d).

e).

Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (Extra Hazard Occupancies) kelompok 1,


termasuk hunian yang mempunyai kondisi serupa dengan :
1)

Hangga pesawat terbang

2)

Daerah dimana digunakan fluida hidrolik yang mudah terbakar

3)

Pengecoran

4)

Ekstrusi metal

5)

Pabrik plywood dan papan partikel

6)

Percetakan (menggunakan tinta yang mempunyai titik nyala dibawah 37,9 oC (100oF)

7)

Pabrik daur ulang karet, penggabungan karet, pengeringan karet, penggilingan karet,
vulkanisir karet .

8)

Penggergajian kayu

9)

Bangunan pemroses khusus tekstil seperti: textile picking, opening, blending, garneting
and carding, combining cotton, synthetics, wool shoddy or burlap.

10)

Bengkel dimana dilakukan pekerjaan melapis dengan foam plastik (upholstering with
plastic foams)

Hunian dengan Bahaya Kebakaran Besar (Extra Hazard Occupancies) kelompok 2,


termasuk hunian yang mempunyai kondisi-kondisi serupa dengan :
1)

Pabrik Asphalt Saturating

2)

Pabrik yang mempunyai kegiatan penyemprotan dengan bahan cair yang mudah
terbakar (flammable liquids spraying)

3)

Pabrik pemrosesan plastik

4)

Solvent cleaning

5)

Pabrik / bengkel dimana dilakukan pekerjaan varnish dan pengecatan dengan cara
pencelupan

6)

Dan pabrik atau tempat-tempat tertentu dimana dilakukan pekerjaan dengan resiko
kebakaran yang tinggi lainnya sesuai dengan ketentuan pihak instansi yang
berwenang.

A.7.11
Selama melakukan pengetesan aliran dari katup-katup penurun tekanan, perlu
diperhatikan untuk membuat sambungan pembuangan (drain) pada pipa tegak . Suatu celah udara
(air gap) perlu dipertahankan untuk mencegah terjadinya hubungan silang (cross connection)
dengan pasokan air yang tidak memenuhi syarat untuk diminum (nonpotable water sources).
A.8.1
Perencanaan perlu mengindentifikasi tipe dari peralatan pemadam kebakaran yang
direncanakan oleh sistem untuk dilayani, termasuk ukuran selang, panjang selang dan nozel.

48 dari 52

SNI 03-1745-2000
Peralatan tersebut diatas merupakan faktor dalam melakukan pemilihan tekanan sesuai dengan
butir 7.7.
A.8.2.
Batas tekanan sistem diterapkan untuk menggantikan unit ketinggian sebelumnya.
Sebab permasalahannya ditujukan pada batas ketinggian yang selalu merupakan tekanan
maksimum. Pembatasan tekanan merupakan metoda yang lebih langsung untuk pengaturan dan
memungkinkan fleksibilitas dalam ketinggian unit dimana pompa digunakan, karena suatu kurva
pompa dengan tekanan lebih rendah pada pengaduk pompa (churn) sehingga menghasilkan
tekanan sistem maksimum yang lebih rendah pada saat mencapai kebutuhan sistem yang
diperlukan.
Tekanan sistem maksimum biasanya terjadi pada pengaduk pompa (churn). Pengukuran
dilakukan untuk kedua-duanya, tekanan pompa dan tekanan statis jaringan kota.
Batasan 24 bar ( 350 psi ) dipilih karena merupakan tekanan maksium yang dapat dipenuhi oleh
banyak komponen sistem, dan batasan tersebut menunjukkan mengetahui keperluan tekanan unit
yang wajar.
A.9.1
Dalam melakukan pemilihan pasokan air perlu dikoordinasikan dengan instansi yang
berwenang.
A.10.1
Bila sambungan pipa tegak dipasang dalam dinding-dinding atau partisi , tes hidrostatik
perlu dilakukan terlebih dahulu, sebelum mereka ditutup atau sebelum ditutup dengan bahan
penutup (seal) secara permanen.
Contoh : Tekanan uji hidrostatik yang dipersyaratkan. Pasokan air untuk suatu sistem pipa tegak,
adalah sambungan ke pipa-pipa utama untuk umum. Suatu pompa dengan tekanan yang
ditentukan 100 psi (6,9 bar) dipasang disambungan. Dengan tekanan maksimum normal pada
pasokan air untuk umum sebesar 70 psi (4,9 bar) pada titik elevasi yang rendah dari sistem atau
zona yang sedang dites dan dengan suatu tekanan pompa 120 psi (8,3 bar), maka tekanan tes
hidrolik adalah 70 psi + 120 psi + 50 psi atau 240 psi (16,6 bar).
(Lihat NFPA 24, Standard for the Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, for permitted leakage in underground piping).
A.10.4.1 Pengetesan dan penggelontoran dari pipa bawah tanah, perlu dilakukan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
A.10-5.1 Sambungan slang didalam suatu bangunan yang secara hidrolik yang terjauh,
umumnya berada di manifold pada atap, pada bagian teratas dari tangga yang menuju ke atap.
Pada sistem multizona, cara pengetesan pada umumnya dilakukan pada header untuk tes atau
pada suatu tanki isap (suction tank) pada lantai-lantai lebih tinggi.
Bila pengetesan aliran pada sambungan slang yang secara hidrolik paling jauh tidak praktis untuk
dilaksanakan, maka perlu dikonsultasikan kepada instansi yang berwenang untuk menentukan
tempat pengetesan yang cocok.
A.11.5
Disarankan agar ada suatu box yang kuat, diutamakan terbuat dari metal, diletakkan
pada sambungan selang yang tertinggi, dimana dilengkapi dengan kuantitas selang yang cukup
untuk menjangkau semua bagian-bagian dari lantai, suatu mulut slang (nozel) ukuran 29 mm (1 18
inci ), perkakas untuk membuka dan pengikat selang.

49 dari 52

SNI 03-1745-2000
A.11.6
Sambungan slang pada bagian teratas, disarankan untuk tidak diletakkan lebih dari
satu lantai dibawah perancah (forms) yang tertinggi, lantai kerja (staging) dan bahan serupa yang
mudah terbakar pada setiap waktu.

50 dari 52

SNI 03-1745-2000

PADANAN KATA.
Alat pengatur tekanan.

Pressure Control valve

Alat penghambat tekanan.

Pressure restricting device.

Bangunan bertingkat tinggi.

High rise building.

Instansi yang berwenang.

Authority having jurisdiction.

Katup kendali

Control valve.

Katup kendali tekanan.

Pressure regulating device.

Katup penurun tekanan.

Pressure reducing valve.

Katup slang

Hose valve.

Kebutuhan sistem

System demand.

Kotak slang

Hose station.

Pipa cabang

Branch line.

Pipa tegak

Standpipe

Pipa tegak basah

Wet standpipe.

Pipa tegak kering

Dry standpipe.

Pipa utama

Feed main.

Sambungan regu pemadam kebakaran.

Fire department connection.

Sambungan slang

Hose connection.

Sistem kombinasi

Combined system.

Sistem pipa tegak

Standpipe system.

Sistem pipa tegak manual.

Manual standpipe system.

Sistem pipa tegak otomatis

Automatic standpipe system.

Sistem pipa tegak semi otomatis.

Semiautomatic standpipe system.

Tekanan akhir.

Pressure, residual.

Tekanan nozle.

Pressure, nozzle.

Tekanan statis.

Pressure, static.

Zona sistem pipa tegak

Standpipe system zone.

51 dari 52

SNI 03-1745-2000

Bibliografi
1

NFPA 13 : Standard for Installation of Sprinkler Systems, 1994 edition.

NFPA 13E : Guide for Fire Department Operations in Prop[erties Protected by


Sprinkler and Standpipe systems, 1995 edition.

NFPA 20 : Standard for Installation of Centrifugal Fire Pumps, 1993 edition.

NFPA 22 : Standard for Water Tanks for Private Protection, 1996 edition.

NFPA 24 : Standard for Installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, 1995 edition.

NFPA 25 : Standard for Inspection, Testing and Maintenance of Water Based Fire
Protection System, 1995 edition.

NFPA 101 : Life Safety Code, 1994 edition.

NFPA 1901 : Standard for Pumper Fire Apparatus, 1991 edition.

NFPA 1961 : Standard for Fire Hose, 1992 edition.

10

NFPA 1964 : Standard for Spray nozzle (Shutoff and Tip), 1993 edition.

11

ASTM E-380 : Standard Practice for Use of the International System of Units (SI),
1993.

52 dari 52

SNI 03 1746 - 2000


Kembali

Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk


penyelamatan terhadap bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

1.

Ruang lingkup.

1.1. Standar ini ditujukan untuk keselamatan jiwa dari bahaya kebakaran. Ketentuanketentuannya juga akan membantu keselamatan jiwa dari keadaan darurat yang
serupa.
1.2. Standar ini mencakup aspek : konstruksi, proteksi dan penghunian, untuk
meminimalkan bahaya kebakaran terhadap jiwa, termasuk asap, gas dan kepanikan.
1.3. Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan fasilitas jalan keluar yang
aman, sehingga memungkinkan penghuni menyelamatkan diri dengan cepat dari
dalam bangunan, atau bila dikehendaki ke dalam daerah aman di dalam bangunan.

2.
a).

3.

Acuan.
NFPA 101 : Life Safety Code, 1997 Edition, National Fire Protection Association.

Istilah dan definisi.

3.1.
akses eksit.
bagian dari sarana jalan ke luar yang menuju ke sebuah eksit.

Gambar 3.1 : Akses eksit.


3.2.
cacat mobilitas yang serius.
kemampuan untuk bergerak ke arah tangga tetapi tidak dapat menggunakan tangga.
3.3.
daerah tempat berlindung (lihat butir 5.12 ).
Suatu daerah tempat berlindung, adalah salah satu dari :

1 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

a).

satu tingkat dalam bangunan, dimana bangunan tersebut diproteksi menyeluruh oleh
sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 033989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan mempunyai paling
sedikit dua ruangan atau tempat yang dapat dicapai dan terpisah satu sama lain oleh
partisi yang tahan asap, atau

b).

satu tempat, di dalam satu jalur lintasan menuju jalan umum yang diproteksi dari
pengaruh kebakaran, baik dengan cara pemisahan dengan tempat lain di dalam
bangunan yang sama atau oleh lokasi yang baik, sehingga memungkinkan adanya
penundaan waktu dalam lintasan jalan ke luar dari tingkat manapun .

3.4.
daerah tempat berlindung.
suatu tempat berlindung yang pencapaiannya memenuhi persyaratan rute sesuai ketentuan
yang berlaku.
3.5.
eksit horisontal.
suatu jalan terusan dari satu bangunan ke satu daerah tempat berlindung di dalam
bangunan lain pada ketinggian yang hampir sama, atau suatu jalan terusan yang melalui
atau mengelilingi suatu penghalang api ke daerah tempat berlindung pada ketinggian yang
hampir sama dalam bangunan yang sama, yang mampu menjamin keselamatan dari
kebakaran dan asap yang berasal dari daerah kejadian dan daerah yang berhubungan.
3.6.
eksit.
bagian dari sebuah sarana jalan ke luar yang dipisahkan dari tempat lainnya dalam
bangunan gedung oleh konstruksi atau peralatan sesuai butir 4.1.2 untuk menyediakan
lintasan jalan yang diproteksi menuju eksit pelepasan.

Gambar 3.6. Eksit.


3.7.
eksit pelepasan.
bagian dari sarana jalan ke luar antara batas ujung sebuah eksit dan sebuah jalan umum.

2 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 3.7 : Eksit pelepasan.


3.8.
jalur lintasan bersama.
bagian dari akses eksit yang dilintasi sebelum dua jalur lintasan terpisah dan berbeda
menuju dua eksit yang tersedia. Jalur yang tergabung adalah jalur lintasan bersama.

Gambar 3.8 : Jalur lintas bersama.


3.9.
lobi lif.
sebuah tempat dari mana orang langsung memasuki kereta lif dan ke mana orang langsung
ke luar dari kereta lif.
3.10.
pintu lif lobi.
sebuah pintu diantara lif lobi dan satu tempat pada bangunan yang bukan saf lif.
3.11.
ram.
suatu jalan yang memiliki kemiringan lebih curam dari 1 : 20.
3.12.
ruang tertutup tahan asap.
sebuah ruang tertutup untuk tangga dirancang untuk membatasi pergerakan dari hasil
pembakaran.

3 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

3.13.
sarana jalan ke luar yang dapat dilalui.
suatu jalur lintasan yang dapat digunakan oleh seseorang dengan cacat mobilitas yang
menuju jalan umum atau suatu daerah tempat berlindung.
3.14.
sarana jalan ke luar.
suatu jalan lintasan yang menerus dan tidak terhambat dari titik manapun dalam bangunan
gedung ke jalan umum, terdiri dari tiga bagian yang jelas dan terpisah; akses eksit, eksit dan
eksit pelepasan.
3.15.
sistem evakuasi dengan lif.
sebuah sistem, termasuk sederetan vertikal lobi lif, meliputi pintu lobi lif, saf lif dan ruangan
mesin yang menyediakan proteksi dari pengaruh kebakaran bagi penumpang lif, orang yang
menunggu lif, dan peralatan lif, untuk dapat menggunakan lif sebagai jalan ke luar.

4.

Persyaratan umum.

Sarana jalan ke luar pada bangunan baru maupun yang sudah ada harus memenuhi bagian/
pasal ini.
4.1.

Pemisahan dari sarana jalan ke luar.

4.1.1.

Koridor akses eksit.

Koridor yang digunakan sebagai akses eksit dan melayani suatu daerah yang memiliki suatu
beban hunian lebih dari 30 harus dipisahkan dari bagian lain dari bangunan dengan dinding
yang mempunyai tingkat ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata
cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.

Gambar 4.1.1. Koridor akses eksit.


Pengecualian 1 :
Bangunan yang sudah ada, asalkan klasifikasi huniannya tidak berubah.
Pengecualian 2 :
Seperti disebutkan pada klasifikasi bangunan 2 sampai dengan 9b.
4.1.2.

Eksit.

4.1.2.1.
Apabila suatu eksit dipersyaratkan dalam standar ini supaya terpisah dari bagian
lain bangunan, konstruksi pemisah harus memenuhi ketentuan seperti berikut :

4 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

a).

Pemisah mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 60/60/60 atau sesuai SNI 031736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, pada eksit yang menghubungkan tiga
lantai atau kurang; dan

b).

Pemisah mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 120/120/120 atau sesuai SNI
03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, pada eksit yang menghubungkan empat
lantai atau lebih. Pemisah tersebut dikonstruksikan dari satu rakitan bahan yang tidak
terbakar atau tidak mudah terbakar dan harus didukung dengan konstruksi yang
mempunyai tingkat ketahanan api paling sedikit 120/120/120 atau sesuai SNI 03-17362000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung; dan

Pengecualian 1 untuk b). :


Di dalam bangunan tidak bertingkat yang sudah ada, ruang tertutup untuk tangga eksit harus mempunyai tingkat
ketahanan api paling sedikit 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 untuk b) :
Bangunan yang sudah ada terproteksi menyeluruh oleh satu sistem springkler otomatis yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000, ruang tertutup untuk tangga yang ada harus memiliki tingkat
ketahanan api tidak kurang dari 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
c).

Bukaan yang ada, diproteksi oleh rakitan pintu kebakaran yang dilengkapi dengan
penutup pintu, harus memenuhi ketentuan pada butir 5.1.8 ; dan

d).

Bukaan di dalam ruangan tertutup untuk eksit, dibatasi hanya yang diperlukan untuk
akses ke ruangan itu dari tempat dan koridor untuk jalan keluar dari ruang tertutup itu;
dan

Pengecualian untuk d).


Jalan terusan eksit dalam bangunan mal tertutup seperti disediakan untuk bangunan perdagangan.
e).

Tembusan ke dalam bukaan melalui suatu rakitan ruang tertutup untuk eksit dilarang
kecuali untuk konduit listrik yang melayani jalur tangga, pintu eksit, yang diperlukan
untuk pekerjaan ducting dan peralatan tersendiri yang diperlukan untuk membuat
ruang tangga bertekanan, pemipaan springkler, pipa tegak; dan

Pengecualian 1 untuk e). :


Tembusan yang sudah ada diproteksi sesuai ketentuan tentang penembusan pada penghalang api.
Pengecualian 2 untuk e) :
Tembusan untuk sirkit alarm kebakaran diijinkan di dalam ruang dimana sirkit itu dipasang di dalam konduit
logam dan tembusan diproteksi sesuai ketentuan tentang penembusan pada penghalang api.
f).

Tembusan atau bukaan penghubung antara ruang tertutup untuk eksit yang
bersebelahan dilarang.

4.1.2.2.
Suatu ruangan tertutup untuk eksit harus menyediakan jalur lintasan menerus
terproteksi menuju eksit pelepasan.

5 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

4.1.2.3.
Suatu ruangan tertutup untuk eksit tidak boleh digunakan untuk maksud di luar
kegunaannya sebagai eksit, dan bila dirancang demikian, dapat digunakan sebagai daerah
tempat berlindung ( lihat juga butir 5.2.5.3 ).
4.1.3.

Jalan terusan eksit.

Suatu jalan terusan eksit yang melayani pelepasan dari satu ruang tertutup untuk tangga
harus mempunyai tingkat ketahanan api yang sama dan proteksi bukaan mempunyai tingkat
proteksi kebakaran seperti dipersyaratkan untuk ruang tertutup untuk tangga dan harus
terpisah dari bagian lain dari bangunan sesuai butir 4.1.2.
Pengecualian 1 :
Jendela kebakaran sesuai ketentuan yang berlaku tentang perlindungan terhadap bukaan, dipasang pada satu
pemisah di dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Panel kaca berkawat yang sudah ada terpasang tetap pada jendela baja pada suatu pemisah pada suatu
bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
4.1.4.

Bahan finis interior pada eksit.

Penyebaran api untuk bahan finis interior pada dinding, langit-langit dan lantai harus dibatasi
sampai klas A atau klas B dalam ruang tertutup untuk eksit sesuai ketentuan yang berlaku
untuk bahan finis interior dinding, lantai dan langit-langit.
4.1.5.

Tinggi ruangan.

Sarana jalan ke luar harus dirancang dan dijaga untuk mendapatkan tinggi ruangan seperti
yang ditentukan di dalam standar ini dan harus sedikitnya 2,3 m ( 7ft, 6 inci ) dengan bagian
tonjolan dari langit-langit sedikitnya 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal di atas lantai finis. Tinggi
ruangan di atas tangga harus minimal 2 m ( 6 ft, 8 inci ), dan harus diukur vertikal dari ujung
anak tangga ke bidang sejajar dengan kemiringan tangga.
Pengecualian :
Pada bangunan yang sudah ada, tingginya langit-langit harus tidak kurang dari 2,1 m ( 7 ft ) dari lantai dengan
tanpa penonjolan di bawah 2 m ( 6 ft, 8 inci ) tinggi nominal dari lantai.

6 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 4.1.5. : Tinggi ruangan.


4.1.6.

Perubahan ketinggian di dalam sarana jalan ke luar.

4.1.6.1.
Perubahan ketinggian di dalam sarana jalan ke luar lebih dari 50 cm ( 21 inci )
harus diselesaikan dengan ram atau tangga.
4.1.6.2.
Perubahan ketinggian sarana jalan ke luar tidak lebih dari 50 cm ( 21 inci ) harus
menggunakan satu ram atau tangga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Keberadaan
dan lokasi bagian ram dan jalur jalan harus mudah terlihat. Kedalaman anak tangga dari
tangga tersebut minimum harus 30 cm ( 13 inci ), dan keberadaan serta lokasi setiap tangga
harus mudah terlihat.

Gambar 4.1.6.2. : Perubahan ketinggian pada sarana jalan ke luar.


4.1.7.

Pagar pengaman.

Pagar pengaman yang sesuai harus tersedia di sisi bagian terbuka dari sarana jalan keluar
yang lebih dari 70 cm ( 30 inci ) di atas lantai atau di bawah tanah.
4.1.8.

Kualitas konstruksi, rintangan pada sarana jalan ke luar.

4.1.8.1.
Komponen sarana jalan ke luar harus dari konstruksi yang sangat andal dan
harus dibangun atau dipasang dengan cara yang terampil.
4.1.8.2.
Tanda peringatan atau alarm apapun yang dipasang untuk membatasi
penggunaan secara tidak benar sarana jalan ke luar harus dirancang dan dipasang sehingga
tidak dapat, walaupun dalam keadaan rusak, merintangi atau mencegah penggunaan
darurat dari sarana jalan ke luar itu.

7 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

4.1.9.

Keandalan sarana jalan ke luar.

4.1.9.1.
Sarana jalan ke luar harus dipelihara terus menerus, bebas dari segala
hambatan atau rintangan untuk penggunaan sepenuhnya pada saat kebakaran atau pada
keadaan darurat lainnya.
4.1.9.2.

Perlengkapan dan dekorasi di dalam sarana jalan ke luar.

4.1.9.2.1. Perlengkapan, dekorasi atau benda-benda lain tidak boleh diletakkan sehingga
mengganggu eksit, akses ke sana, jalan ke luar dari sana atau mengganggu pandangan.
4.1.9.2.2. Harus tidak ada hambatan karena sandaran pagar, penghalang atau pintu yang
membagi tempat terbuka menjadi bagian yang berfungsi sebagai ruangan tersendiri,
apartemen atau penggunaan lain.
Apabila instansi yang berwenang menjumpai jalur lintasan yang dipersyaratkan dihambat
oleh perlengkapan atau benda yang dapat dipindah-pindah lainnya, instansi yang berwenang
tersebut berhak untuk mengharuskan benda itu disingkirkan dan dikeluarkan dari jalur
lintasan atau berhak mempersyaratkan pagar penghalang atau pelindung permanen lainnya
dipasang untuk memproteksi jalur lintasan terhadap penyempitan.
4.1.9.2.3. Cermin harus tidak dipasang pada pintu eksit. Cermin tidak boleh dipasang di
dalam atau dekat eksit manapun sedemikian rupa yang dapat membingungkan arah jalan ke
luar.

5.

Komponen-komponen sarana jalan ke luar.

5.1.

Pintu.

5.1.1.

Umum.

5.1.1.1.
Sebuah rakitan pintu dalam suatu sarana jalan ke luar harus memenuhi
persyaratan umum pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagian ini. Rakitan seperti itu
harus dirancang sebagai sebuah pintu.
5.1.1.2.
Setiap pintu dan setiap jalan masuk utama yang dipersyaratkan untuk melayani
sebagai sebuah eksit harus dirancang dan dibangun sehingga jalan dari lintasan ke luar
dapat terlihat jelas dan langsung.
Jendela yang karena konfigurasi fisiknya atau rancangan dan bahan yang digunakan dalam
pembangunannya mempunyai potensi dikira pintu, harus dibuat tidak dapat dimasuki oleh
penghuni dengan memasang penghalang atau pagar.
5.1.1.3.
Untuk tujuan pasal 5, sebuah bangunan harus dihuni setiap saat, sejak
dinyatakan terbuka, terbuka untuk umum, atau pada waktu lainnya yang dihuni oleh lebih
dari 10 orang.
5.1.2.

Lebar jalan ke luar.

5.1.2.1.
Untuk menetapkan lebar jalan ke luar dari suatu jalur pintu dalam upaya
menghitung kapasitasnya, hanya lebar bebas dari jalur pintu harus diukur ketika pintu dalam
posisi terbuka penuh. Lebar bebas harus ukuran lebar bersih yang bebas dari tonjolan.
Bukaan pintu untuk sarana jalan ke luar harus sedikitnya memiliki lebar bersih 80 cm(32 inci)
Bila digunakan pasangan daun pintu maka sedikitnya salah satu daun pintu memiliki lebar
bersih minimal 80 cm ( 32 inci ).

8 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.1.2.1. : Lebar bersih pintu.


Pengecualian 1 :
Pintu yang menuju jalan keluar yang melayani luas ruangan tidak lebih dari 6,5 m2 ( 70 ft2 ) dan tidak digunakan
oleh orang yang berkursi roda harus memiliki lebar minimal 60 cm ( 24 inci ).
Pengecualian 2 :
Pada bangunan yang sudah ada sebelumnya, lebar pintu harus sedikitnya 70 cm ( 28 inci ).
Pengecualian 3 :
Daun pintu bertenaga yang terletak dalam bukaan dua daun pintu dikecualikan dari ketentuan minimum 80 cm
( 32 inci ) untuk daun pintu tunggal sesuai pengecualian 2 pada butir 5.1.9.
5.1.3.

Ketinggian lantai.

Ketinggian permukaan lantai pada kedua sisi pintu tidak boleh berbeda lebih dari 12 mm (
inci ). Ketinggian ini harus dipertahankan pada kedua sisi jalur pintu pada jarak sedikitnya
sama dengan lebar daun pintu yang terbesar. Tinggi ambang pintu tidak boleh menonjol
lebih dari 12 mm ( inci ). Ambang pintu yang ditinggikan dan perubahan ketinggian lantai
lebih dari 6 mm ( inci ) pada jalur pintu harus dimiringkan dengan kemiringan tidak lebih
curam dari 1 : 2.
Pengecualian 1:
Pada bangunan rumah tinggal yang dihuni satu hingga dua keluarga dan di bangunan yang sudah ada pintunya
menuju ke halaman luar atau ke balkon luar ataupun ke jalur eksit di luar bangunan, maka tinggi permukaan
lantai di luar pintu dibolehkan lebih rendah dibandingkan dengan muka lantai di dalam bangunan namun
perbedaan ini tidak lebih dari 20 cm ( 8 inci ).
Pengecualian 2:
Pada bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh satu hingga dua keluarga serta pada bangunan yang sudah ada,
maka pintu di bagian atas tangga dibolehkan terbuka langsung pada tangga asalkan pintu tidak membuka ke
arah tangga dan pintu melayani suatu daerah dengan beban penghuni kurang dari 50 orang.
5.1.4.

Ayunan dan gaya untuk membuka.

5.1.4.1.
Setiap pintu pada sarana jalan keluar harus dari jenis engsel sisi atau pintu ayun.
Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga mampu berayun dari posisi manapun hingga
mencapai posisi terbuka penuh.

9 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian 1:
Komponen sarana jalan ke luar seperti kisi-kisi pengaman geser horizontal dan kisi-kisi pengaman digulung
vertikal ataupun pintu yang merupakan bagian dari sarana jalan ke luar diijinkan dipasang pada bangunan,
asalkan :
a).

Komponen tersebut kokoh terpasang pada posisi terbuka penuh selama waktu penghunian, dan

b).

Pada ataupun dekat lokasi pintu, harus dipasang tanda yang dapat dilihat secara jelas bertuliskan :

PINTU INI TETAP TERBUKA SAAT BANGUNAN DIHUNI


dengan ukuran huruf sedikitnya 2,5 cm ( 1 inci ) tinggi huruf dengan latar belakang yang kontras.
c).

Pintu dan kisi-kisi dapat dioperasikan dari dalam ruang secara mudah, tanpa membutuhkan upaya dan
pengetahuan khusus, dan.

d).

Bilamana diperlukan 2 atau lebih jalur jalan ke luar maka tidak lebih dari separuh dari sarana jalan ke luar
tersebut dilengkapi dengan penutup atau pintu, baik dari tipe geser horizontal maupun gulung vertikal.

Pengecualian 2 :
Pintu tipe geser horizontal memenuhi ketentuan dalam butir 5.1.14.
Pengecualian 3 :
Pintu tipe putar yang memenuhi ketentuan dalam pasal 5.1.10.
Pengecualian 4 :
Pintu yang menuju ke garasi pribadi dan daerah gudang atau industri dengan beban penghuni tidak lebih dari 10
dan benda yang tersimpan dalam daerah tersebut memiliki resiko bahaya kebakaran ringan dan sedang.
Pengecualian 5 :
Pintu tipe geser horisontal dan gulung vertikal yang sudah terpasang pada bangunan yang sudah ada dibolehkan
dioperasikan dengan sambungan mudah melebur.
5.1.4.2.
Pintu kebakaran yang disyaratkan dari tipe engsel sisi dan tipe poros ayun harus
membuka atau berayun ke arah lintasan jalan ke luar apabila digunakan untuk melayani
ruangan atau daerah dengan beban penghuni 50 atau lebih.
Pengecualian 1 :
Pintu pada eksit horizontal tidak harus disyaratkan untuk membuka searah jalur jalan ke luar seperti yang
dikecualikan dalam butir 5.4.3.6.
Perkecualian 2 :
Pintu berfungsi sebagai penghalang asap ( Smoke barrier ).
5.1.4.3.
Pintu harus membuka ke arah jalur jalan ke luar apabila digunakan pada ruang
eksit yang dilindungi atau apabila digunakan untuk melayani daerah yang mengandung
resiko bahaya kebakaran berat.
Pengecualian :
Pintu dari hunian tunggal yang terbuka langsung ke ruangan tertutup untuk eksit.
5.1.4.4.
Selama mengayun, setiap pintu pada sarana jalan ke luar harus menyisihkan
ruang tak terhalangi tidak kurang dari setengah lebar yang dipersyaratkan dari gang, koridor,
jalan terusan, atau bordes tangga, maupun tonjolan lebih dari 18 cm ( 7 inci ) terhadap lebar
yang dipersyaratkan dari gang, koridor, jalan terusan atau bordes tangga apabila pintu

10 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

membuka penuh. Selain itu pintu-pintu tidak boleh membuka langsung ke tangga tanpa ada
bordes yang lebarnya sekurang-kurangnya sama dengan lebar pintu (lihat butir 5.1.3).
Pengecualian :
Di dalam bangunan yang sudah ada, sebuah pintu yang menjadi akses ke tangga harus mempunyai lebar bersih
sedikinyat 60 cm ( 22 inci ) dan bila dibuka tonjolannya tidak lebih dari 18 cm ( 7 inci ) lebar tangga yang
diperlukan.
5.1.4.5.
Tenaga yang diperlukan untuk membuka penuh pintu manapun secara manual di
dalam suatu sarana jalan ke luar harus tidak lebih dari 67 N ( 15 lbf ) untuk melepas grendel
pintu, 133 N ( 30 lbf ) untuk mulai menggerakkan pintu, dan 67 N ( 15 lbf ) untuk membuka
pintu sampai pada lebar minimum yang diperlukan. Tenaga untuk membuka pintu ayun
dengan engsel sisi bagian dalam atau poros pintu ayun tanpa penutup harus tidak lebih dari
22 N ( 5 lbf ). Tenaga ini harus diterapkan pada grendel pintu.

Gambar 5.1.4.5 : Tenaga untuk membuka pintu.


Pengecualian :
Tenaga untuk membuka pintu dalam bangunan yang sudah ada harus tidak lebih dari 220 N ( 50 lbf ) diterapkan
pada grendel pintu.
5.1.4.6.
Pintu jalusi yang digunakan pada sarana jalan ke luar harus tidak mengayun
berlawanan dengan arah lintasan jalan keluar apabila pintu-pintu dipersyaratkan mengayun
searah lintasan jalan keluar.
5.1.5.

Kunci, grendel dan peralatan alarm.

5.1.5.1.
Pintu-pintu harus disusun untuk siap dibuka dari sisi jalan keluar bilamana
bangunan itu dihuni. Kunci-kunci, bila disediakan, tidak harus membutuhkan sebuah anak
kunci, alat atau pengetahuan khusus atau upaya tindakan dari dalam bangunan.
Pengecualian :
Bagian luar pintu dibolehkan mempunyai anak kunci yang dioperasikan dari sisi jalan keluar, dengan syarat
bahwa :
a).

Pada atau dekat pintu, ada tulisan yang mudah yang berbunyi :

PINTU INI TETAP TERBUKA SAAT BANGUNAN DIHUNI


dengan tinggi huruf tidak kurang dari 2,5 cm ( 1 inci ) dengan latar belakang yang kontras, dan
b).

Alat pengunci dari tipe yang mudah dibedakan pada saat terkunci, dan

c).

Sebuah anak kunci tersedia segera untuk penghuni di dalam bangunan saat terkunci.

11 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian ini berhak dibatalkan oleh pihak yang berwenang dalam suatu kasus.
5.1.5.2.
Setiap pintu ruang tertutup untuk tangga harus dapat dimasuki kembali dari
ruang tertutup untuk tangga ke bagian dalam bangunan, atau sebuah pelepas otomatik
harus disediakan untuk membuka kunci semua pintu ruang tertutup untuk tangga guna dapat
dimasuki kembali.
Pelepas otomatik tersebut
kebakaran bangunan.

harus digerakkan dengan mengoperasikan sistem alarm

Pengecualian 1 :
Pintu pada ruang tertutup untuk tangga yang dipilih, dibolehkan untuk dilengkapi dengan perangkat keras yang
mencegah masuk kembali ke bagian dalam bangunan, asalkan :
a).

Paling sedikit ada dua lantai, untuk meninggalkan ruangan tangga tertutup bila dimungkinkan; dan

b).

Tidak lebih dari empat tingkat saling berkaitan untuk ke luar dari ruang tertutup untuk tangga bila
dimungkinkan, dan

c).

Dimungkinkan untuk masuk kembali di lantai teratas atau satu lantai sebelum lantai teratas yang diijinkan
untuk mengakses ke eksit yang lainnya, dan

d).

Pintu yang diijinkan untuk masuk kembali ditandai sedemikian rupa pada pintu, dan

e).

Pintu yang tidak diijinkan untuk masuk kembali harus diberi tanda arah pada sisi tangga yang
menunjukkan lokasi dari pintu terdekat, pada semua arah lintasan yang mengijinkan masuk kembali atau
eksit.

Pengecualian 2 :
Tangga-tangga yang melayani tidak lebih dari empat lantai.
5.1.5.3.
Sebuah grendel atau alat pengunci lain pada sebuah pintu harus disediakan
dengan alat pelepas yang mempunyai metoda operasi yang jelas pada semua kondisi
pencahayaan. Mekanisme pelepasan untuk grendel manapun harus ditempatkan tidak lebih
dari 120 cm ( 48 inci ) di atas lantai. Pintu harus dapat dibuka dengan tidak lebih dari satu
operasi pelepasan.
Pengecualian.
Pintu jalan keluar pada unit hunian tunggal dan wisma tamu dibolehkan untuk dilengkapi dengan alat yang
memerlukan tidak lebih dari satu operai pelepasan tambahan, asalkan alat tersebut dioperasikan dari dalam
tanpa penggunaan anak kunci atau perkakas dan dipasang pada ketinggian tidak lebih dari 120 cm ( 48 inci ) di
atas lantai. Peralatan pengaman yang sudah ada dibolehkan untuk mempunyai dua operasi pelepasan
tambahan. Alat pengaman yang sudah ada selain dari peralatan grendel otomatis harus ditempatkan tidak lebih
dari 150 cm ( 60 inci ) tingginya di atas lantai. Peralatan grendel otomatis harus di tempatkan tidak lebih dari 120
cm ( 48 inci ) di atas lantai.
5.1.5.4.
Apabila sepasang pintu dipersyaratkan pada sarana jalan ke luar, setiap daun
pintu dari sepasang daun pintu tersebut harus dilengkapi dengan alat pelepas tersendiri.
Peralatan yang tergantung pada pelepasan dari satu pintu sebelum yang lainnya, harus tidak
digunakan.
Pengecualian :
Apabila pintu eksit digunakan secara berpasangan dan baut tanam otomatik yang disetujui digunakan, daun pintu
yang memiliki baut tanam otomatik harus tidak mempunyai kenop-pintu atau perangkat yang terpasang di atas
permukaan. Pembukaan setiap daun pintu harus tidak memerlukan lebih dari satu operasi.

12 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.1.5.5.
Peralatan harus tidak dipasang yang berkaitan dengan pintu manapun dimana
perangkat keras panik atau perangkat keras eksit kebakaran dipersyaratkan, asalkan
peralatan tersebut mencegah atau dimaksudkan untuk mencegah penggunaan pintu secara
bebas untuk maksud jalan ke luar.
5.1.6.

Susunan pengunci khusus.

5.1.6.1.

Pengunci jalan ke luar yang ditunda.

Pengunci jalan ke luar yang ditunda yang disetujui, terdaftar, harus diijinkan untuk dipasang
pada pintu-pintu yang melayani isi bangunan dengan tingkat bahaya rendah atau sedang
yang terproteksi menyeluruh oleh satu sistem deteksi otomatik yang terawasi dan disetujui
serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan
sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung,
dengan syarat bahwa :
a).

Pintu terbuka pada saat bekerjanya sistem springkler otomatik yang terawasi dan
disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, atau pada saat bekerjanya detektor panas manapun atau tidak
lebih dari dua detektor asap dari satu sistem detektor kebakaran otomatik yang
terawasi, dipasang sesuai SNI 03-3985-2000 tentang tata cara perencanaan dan
pemasangan sistem deteksi kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, dan

b).

Pintu kuncinya terbuka pada kejadian hilangnya daya listrik yang mengendalikan
pengunci atau mekanik kunci; dan

c).

Pintu kuncinya terbuka pada saat hilangnya daya listrik untuk mengontrol sistem
deteksi kebakaran otomatik, sistem springkler, atau sarana pengawasan sistem
springkler yang memproteksi daerah bangunan yang dilayani pintu tersebut.

d).

Satu proses yang tidak bisa berulang melepas penguncian di dalam 15 detik pada saat
diterapkan untuk melepas alat yang dipersyaratkan pada butir 5.1.5.3 dengan tenaga
yang harus tidak lebih dari yang disyaratkan 67 N ( 15 lbf ), tidak juga dipersyaratkan
untuk dipakai terus menerus lebih dari 3 detik.
Permulaan dari proses pelepasan harus mengaktifkan satu sinyal di sekitar pintu untuk
menjamin bahwa usaha untuk jalan ke luar, sistemnya berfungsi.
Sekali kunci pintu dilepas dengan penerapan tenaga pada alat pelepas, penguncian
kembali harus secara manual ; dan

Pengecualian untuk d) :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, penundaan tidak lebih dari 30 detik dibolehkan dengan syarat
bahwa keselamatan jiwa terjamin,
e).

Pada pintu yang dekat dengan alat pelepas, terdapat tanda yang mudah terlihat,
dengan huruf setinggi 2,5 cm ( 1 inci ) dan tidak kurang 0,3 cm ( 1/8 inci ) tebalnya
dengan latar belakang yang kontras, dengan tulisan :
DORONG SAMPAI ALARM BERBUNYI,
PINTU DAPAT DIBUKA DALAM WAKTU 25 DETIK.

13 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.1.6.2.

Pintu jalan ke luar dengan akses kontrol.

Apabila pintu pada sarana jalan ke luar diijinkan untuk dilengkapi dengan sistem kontrol
pintu masuk dan sistem kontrol akses jalan ke luar, maka :
a).

Sebuah sensor disediakan pada sisi jalan ke luar disusun untuk mendeteksi penghuni
yang mendekati pintu dan pintu-pintu disusun untuk membuka kunci pada saat
mendeteksi penghuni yang mendekati, atau pada saat kehilangan daya listrik ke
sensor, dan

b).

Kehilangan daya listrik ke bagian sistem akses kontrol yang mengunci pintu, kunci
pintunya membuka secara otomatis, dan

c).

Pintu itu disusun untuk membuka kunci dari alat pelepas manual yang terletak 100 cm
( 40 inci ) sampai 120 cm ( 48 inci ) vertikal di atas lantai dan dalam jangkauan 1,5 m
dari pintu yang aman.
Alat pelepas manual harus mudah dicapai dan diberi tanda dengan jelas dengan
tulisan :

DORONG UNTUK EKSIT


Ketika dioperasikan, alat pelepas manual itu harus berhasil langsung memotong daya
listrik ke kunci-bebas dari sistem akses kontrol elektronik dan pintu-pintu harus tetap
kuncinya terbuka tidak kurang dari 30 detik; dan
d).

Mengaktifkan sistem sinyal proteksi kebakaran bangunan jika disediakan, secara


otomatik membuka pintu-pintu, dan pintu-pintu tetap dalam keadaan tidak terkunci
sampai sistem sinyal proteksi kebakaran itu di reset kembali secara manual; dan

e).

Mengaktifkan sistem springkler otomatik bangunan atau sistem deteksi kebakaran, jika
disediakan, secara otomatik membuka pintu-pintu dan pintu-pintu tetap dalam keadaan
tidak terkunci sampai sistem sinyal proteksi kebakaran di reset kembali secara manual.

5.1.7.

Perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran.

5.1.7.1.
Perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran terdiri dari rakitan
grendel pintu yang digabungkan dengan suatu alat yang melepas grendel dengan
menerapkan suatu gaya dalam arah lintasan jalan ke luar.
Perangkat keras eksit kebakaran sebagai tambahan, menyediakan proteksi kebakaran
apabila digunakan sebagai bagian dari suatu rakitan pintu kebakaran.
5.1.7.2.
Apabila sebuah pintu dipersyaratkan untuk dilengkapi dengan perangkat keras
panik atau eksit kebakaran, peralatan pelepas tersebut harus :
a).

terdiri dari palang atau panel, bagian penggeraknya memanjang tidak kurang dari
separuh lebar daun pintu, tidak kurang dari 76 cm ( 30 inci ) dan tingginya di atas lantai
tidak lebih dari 112 cm ( 44 inci ), dan

b).

menyebabkan grendel pintu terlepas ketika suatu gaya yang harus tidak melebihi 67 N
(15 lbf) sesuai persyaratan, diterapkan.

5.1.7.3.
panik.

Hanya perangkat keras panik yang disetujui harus digunakan pada pintu-pintu

Hanya perangkat keras eksit kebakaran saja yang harus digunakan pada pintu kebakaran.

14 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.1.7.4.
Dipersyaratkan perangkat keras panik dan perangkat keras eksit kebakaran
harus tidak dilengkapi dengan alat pengunci, sekrup, atau susunan lain yang mencegah
pelepasan dari grendel ketika tekanan diterapkan pada peralatan pelepas.
Peralatan yang menahan grendel pada posisi menarik kembali harus dilarang pada
perangkat keras eksit kebakaran.
Pengecualian :
Peralatan yang terdaftar dan disetujui, yang menahan grendel pada posisi menarik kembali diperbolehkan pada
perangkat keras eksit kebakaran.
5.1.8.

Peralatan yang menutup sendiri.

Sebuah pintu yang dirancang dalam keadaan normal selalu tertutup pada suatu sarana jalan
ke luar dari pintu yang menutup sendiri dan harus tidak diperkenankan dalam posisi terbuka
setiap saat.
Pengecualian :
Pada bangunan dengan tingkat bahaya kebakaran rendah atau sedang, apabila disetujui oleh instansi yang
berwenang pintu-pintu dibolehkan dari jenis menutup otomatik, asalkan :
a).

pada pelepasan dari mekanisme penahan buka, pintu menjadi menutup sendiri; dan

b).

peralatan pelepas dirancang sehingga pintu segera melepas secara manual dan pada saat lepas pintu
menjadi menutup sendiri, atau menutup pintu dengan operasional yang sederhana; dan

c).

mekanisme atau medium pelepas otomatik diaktifkan oleh :


1).

bekerjanya sistem deteksi asap otomatik yang disetujui, sesuai SNI 03-1735-2000 tentang tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem deteksi kebakaran untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, untuk memproteksi seluruh bangunan, dirancang dan
dipasang untuk menyediakan sistem penggerak yang cepat supaya bebas dari asap atau panas
yang timbul yang cukup menggangu jalan ke luar sebelum sistem beroperasi, atau

2).

bekerjanya sistem deteksi asap yang disetujui, yang dipasang sedemikian rupa untuk mendeteksi
asap pada sisi manapun dari bukaan pintu. Sistem-sistem tersebut di atas harus dibolehkan untuk
di zona kan apabila disetujui oleh instansi yang berwenang; dan

d).

Setiap sistem deteksi kebakaran atau detektor asap dilengkapi dengan pengawasan dan pengamanan
yang diperlukan untuk menjamin keandalan operasional dalam kasus kebakaran; dan

e).

Pada keadaan kehilangan tenaga pada alat penahan-buka, mekanisme penahan buka dilepas dan pintu
menjadi menutup sendiri, dan

f).

Pelepasan melalui sarana deteksi asap dari suatu pintu di dalam sebuah ruang tangga tertutup akan
menghasilkan semua pintu yang melayani tangga menutup.

5.1.9.

Pintu yang dioperasikan dengan tenaga.

Apabila dipersyaratkan pintu dioperasikan oleh tenaga pada saat seseorang mendekati atau
pintu dioperasikan dengan tenaga, rancangannya harus sedemikian rupa sehingga pada
kegagalan tenaga, pintu terbuka secara manual untuk memungkinkan lintasan jalan ke luar
atau tertutup bila perlu untuk menjaga keselamatan dari sarana jalan ke luar.
Gaya yang diperlukan untuk membuka pintu itu secara manual harus tidak lebih dari yang
dipersyaratkan pada butir 5.1.4.5. kecuali bahwa gaya tersebut dibutuhkan untuk
menggerakkan pintu tidak lebih dari 222 N ( 50 lbf ).

15 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pintu harus dirancang dan dipasang sehingga jika gaya yang diterapkan pada pintu itu pada
sisi dimana jalan ke luar dibuat, harus mampu untuk mengayunkan pintu dari posisi
manapun sampai penggunaan sepenuhnya dari lebar yang dibutuhkan dari bukaan dalam
mana pintu dipasang ( lihat butir 5.1.4 ).
Pada sisi jalan ke luar dari masing-masing pintu, harus ada tanda yang mudah dilihat dan
dengan tulisan : DALAM KEADAAN DARURAT, DORONG UNTUK BUKA
Tanda itu harus dari huruf yang tidak kurang dari 2,5 cm ( 1 inci ) tingginya dengan latar
belakang yang kontras.
Pengecualian 1 :
Geseran dari pintu yang digerakkan dengan tenaga dalam melayani akses eksit pada beban hunian lebih dari 50
yang dapat dibuka secara manual pada arah gerakan pintu dengan gaya tidak lebih dari yang dipersyaratkan
dalam butir 5.1.4.5 harus tidak dipersyaratkan mempunyai jenis membuka ke luar. Tanda arah yang diperlukan
harus menyatakan : Dalam keadaan darurat geser untuk membuka.
Pengecualian 2 :
Di dalam cara keluar darurat, sebuah daun pintu yang ditempatkan di dalam sebuah bukaan dua daun pintu
harus dibebaskan dari persyaratan butir 5.1.2.2. tentang sebuah daun pintu tunggal dengan lebar minimum 80
cm ( 32 inci ), asalkan lebar bersih daun pintu tunggal tidak kurang dari 75 cm ( 30 inci ).
Pengecualian 3 :
Untuk pintu geser dengan dua bagian, pada cara keluar darurat, sebuah daun pintu yang ditempatkan di dalam
bukaan daun banyak, harus dibebaskan dari persyaratan butir 5.1.2.2, tentang sebuah pintu tunggal dengan
lebar minimum 80 cm ( 32 inci ), jika minimum sebuah bukaan bersih 80 cm ( 32 inci ) dilengkapi oleh semua
daun pintu keluar.
Pengecualian 4 :
Pintu memenuhi butir 5.1.14.
5.1.10.

Pintu putar.

5.1.10.1.

Pintu putar harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

a).

Pintu putar harus mampu dilipat menjadi posisi lipat buku; dan

Pengencualian a) :
Pintu putar yang sudah ada dimana disetujui oleh instansi yang berwenang.
b).

Dimana pada posisi lipat buku, lintasan jalan ke luar sejajar yang terbentuk harus
menyediakan satu tambahan lebar 90 cm ( 36 inci ) ; dan

Pengecualian b) :
Pintu putar yang sudah ada apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
c).

Pintu putar harus tidak digunakan dalam jarak 3 m dari tangga terbawah atau teratas,
atau eskalator. Di dalam semua keadaan, harus ada daerah pencar yang disetujui
instansi yang berwenang antara tangga atau eskalator dan pintu putar; dan

d).

Putaran per menit dari daun pintu harus tidak melebihi angka di dalam tabel berikut :

16 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Diameter dalam
2 m ( 6 ft, 6 inci )
2,1 m ( 7 ft, 0 inci ).
2,3 m ( 7ft, 6 inci )
2,4 m ( 8 ft, 0 inci )
2,6 m ( 8 ft, 6 inci )
2,7 m ( 9 ft, 0 inci )
2,9 m ( 9 ft, 6 inci )
3,0 m ( 10 ft, 0 inci )

e).

Kontrol kecepatan tipe


gerak bertenaga (rpm)
11
10
9
9
8
8
7
7

Kontrol kecepatan tipe


manual (rpm).
12
11
11
10
9
9
8
8

Setiap pintu putar harus mempunyai pintu ayun berengsel samping yang sesuai pada
dinding yang sama seperti pintu putar dan dalam jarak 3 m dari pintu putar.

Pengecualian 1 untuk e) :
Pintu putar harus diijinkan tanpa pintu ayun didekatnya untuk ruang lobi yang mempunyai lif tanpa tangga atau
pintu putar pada bagian lain dari jalur keluar gedung melalui lobi dan lobi tidak dihuni lain dari pada sebagai
sarana lintasan antara lif dan jalan umum.
Pengecualian 2 untuk e) :
Pintu putar yang ada apabila jumlah pintu putar tidak lebih dari jumlah pintu-pintu ayun dalam jarak 6 m ( 20 ft ).

Gambar 5.1.10.1 : Rakitan pintu putar


5.1.10.2.
asalkan :

Pintu putar harus diijinkan sebagai sebuah komponen sarana jalan keluar,

a).

Pintu putar tidak diberi jatah lebih dari 50% kapasitas jalan ke luar yang dipersyaratkan; dan

b).

Setiap pintu putar diberi jatah tidak lebih dari kapasitas 50 orang, dan

Pengecualian untuk b) :
Pintu putar dengan diameter paling sedikit 2,7 m ( 9 ft ) harus diijinkan kapasitas jalan ke luarnya didasarkan
pada lebar bukaan bersih yang tersedia.

17 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

c).

Pintu putar mampu dilipat menjadi posisi lipat buku apabila gaya yang tidak melebihi
578 N ( 130 lbf ) diterapkan pada sayap daun pintu dalam jarak 7,6 cm ( 3 inci ) dari
ujung luar.

Gambar 5.1.10.2. : Pintu putar dalam posisi lipat buku.


5.1.10.3. Pintu putar yang tidak digunakan sebagai sebuah komponen sarana jalan ke luar
harus memiliki gaya melipat tidak lebih dari 800 N ( 180 lbf ).
Pengecualian :
Pintu putar, asalkan gaya melipatnya dikurangi sampai tidak lebih dari 576 N ( 130 lbf ), dimana :
a).

disana ada suatu sistem deteksi kegagalan tenaga atau tenaga akan mengembalikan daun pintu ke posisi
semula; dan

b).

disana ada gerakan sistem springkler otomatis apabila sistem seperti itu diadakan, dan

c).

disana ada gerakan sistem deteksi asap yang dipasang untuk menyediakan perlindungan di semua
daerah di dalam gedung dalam jarak 23 m ( 75 ft ) dari pintu putar, dan

d).

disana ada gerakan sakelar kontrol manual yang ditandai jelas di dalam lokasi yang disetujui yang
mengurangi gaya menahan sampai tidak lebih dari 578 N ( 130 lbf ).

5.1.11.

Pintu tiang putar (Turnstiles).

5.1.11.1. Pintu tiang putar atau peralatan serupa yang melarang lintasan ke satu arah
atau digunakan untuk mengumpulkan/menyobek karcis masuk harus tidak ditempatkan
sehingga menghalangi sarana jalan keluar yang disyaratkan.

18 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.1.11. : Pintu tiang putar dengan tinggi 100 cm.


5.1.11.2. Pintu tiang putar yang tingginya lebih dari 100 cm ( 39 inci ) harus memenuhi
persyaratan untuk pintu putar.

Gambar 5.1.11.2 : Pintu tiang putar dengan tinggi lebih dari 100 cm.
5.1.11.3. Pintu tiang putar di dalam atau melengkapi akses ke eksit yang dipersyaratkan
harus menyediakan paling sedikit 42 cm ( 16 inci ) lebar bersih pada dan di bawah satu
ketinggian 100 cm ( 39 inci ) dan paling sedikit 55 cm lebar bersih pada ketinggian diatas
100 cm.
5.1.12.

Pintu pada partisi lipat.

Apabila partisi yang mudah dipindah dan dilipat dan dipasang tetap yang membagi sebuah
ruangan kedalam tempat-tempat yang lebih kecil, sebuah pintu ayun atau jalur pintu terbuka
harus disediakan sebagai sebuah akses eksit dari setiap tempat semacam itu.
Pengecualian 1 :
Pintu ayun tidak diperlukan, dan partisi harus diijinkan untuk tempat sepenuhnya, asalkan :
a).

Tempat yang terbagi tidak digunakan lebih dari 20 orang setiap saat; dan

19 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

b).

Penggunaan tempat dibawah pengawasan orang dewasa; dan

c).

Partisi disusun sehingga tidak meluas ke keseberang gang atau koridor yang digunakan sebagai akses
eksit ke eksit yang dipersyaratkan dari lantai; dan

d).

Partisi sesuai untuk penyelesaian bagian dalam dan persyaratan lain dari standar ini; dan

e).

Partisi adalah dari tipe yang disetujui, yang mempunyai metoda pelepas yang sederhana, dan mampu
untuk dibuka dengan cepat dan mudah oleh orang yang berpengalaman dalam keadaan darurat.

Pengecualian 2 :
Apabila suatu tempat yang terbagi tersedia dengan paling sedikit dua sarana jalan ke luar, pintu ayun pada partisi
lipat tidak diperlukan dan sarana jalan ke luar seperti itu harus diijinkan untuk dilengkapi dengan sebuah pintu
geser horisontal yang memenuhi dalam butir 5.1.14.
5.1.13.

Pintu balans ( Balance door ).

Apabila perangkat keras panik dipasang pada pintu balans, perangkat keras panik harus
dari tipe alas dorong dan alas itu tidak meluas lebih dari kira-kira setengah lebar pintu diukur
dari sisi grendel { lihat butir 5.1.7.2.a) }.

Gambar 5.1.13. Pintu balans


5.1.14.

Pintu geser horisontal.

Pintu geser horisontal harus diijinkan di dalam sarana jalan ke luar, asalkan :
a).

Pintu dioperasikan oleh satu metoda sederhana dari sisi manapun tanpa upaya atau
pengetahuan khusus, dan

b).

Gaya, diterapkan untuk mengoperasikan peralatan dalam arah jalan ke luar, diperlukan
untuk mengoperasikan pintu tidak lebih dari 67 N ( 15 lbf ); dan

c).

Gaya yang diperlukan untuk mengoperasikan pintu dalam arah lintasan pintu tidak
lebih dari 133 N ( 30 lbf ) untuk membuat pintu bergerak dan 67 N ( 15 lbf ) untuk
menutup pintu atau membukanya sampai lebar minimum yang diperlukan; dan

20 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

d).

Pintu dioperasikan dengan satu gaya tidak lebih dari 222 N ( 50 lbf ) ketika satu gaya
1.110 N ( 250 lbf ) diterapkan tegak lurus pada pintu dekat peralatan operasional; dan

Pengecualian untuk d) :
Pintu geser horisontal akses eksit yang melayani satu daerah mempunyai beban hunian lebih sedikit dari 50.
e). Rakitan pintu memenuhi persyaratan dengan tingkat proteksi kebakaran dan, dimana
tingkat menutup sendiri atau menutup otomatis oleh deteksi asap sesuai dengan butir 5.1.8,
dan dipasang sesuai standar yang berlaku.
5.2.

Tangga.

5.2.1.

Umum.

Tangga yang digunakan sebagai suatu komponen jalan ke luar, harus sesuai dengan
persyaratan umum pada bagian/pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagiannya.
Pengecualian :
Tangga yang sudah ada yang tidak memenuhi persyaratan apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
5.2.2.

Kriteria dimensi.

5.2.2.1.

Tangga-tangga standar.

Tangga harus memenuhi tabel 5.2.2.1.a).


Tabel 5.2.2.1.a). : Tangga baru
Lebar bersih dari segala rintangan, kecuali
tonjolan pada atau dibawah tinggi
pegangan tangan pada tiap sisinya tidak
lebih dari 9 cm ( 3 ).
Maksimum ketinggian anak tangga
Minimum ketinggian anak tangga.
Minimum kedalaman anak tangga.
Tinggi ruangan minimum.
Ketinggian maksimum antar bordes
tangga.
Bordes tangga

110 cm ( 44 inci), 90 cm ( 36 inci ),


apabila total beban hunian dari semua
lantai-lantai yang dilayani oleh jalur
tangga kurang dari 50.
18 cm ( 7 inci )
10 cm ( 4 inci ).
28 cm ( 11 inci ).
200 cm ( 6 ft, 8 inci ).
3,7 m ( 12 ft )
lihat butir 5.1.3. dan 5.1.4.4.

Pengecualian :
Tangga yang sudah ada pada bangunan yang sudah ada harus diijinkan untuk tetap digunakan apabila
memenuhi persyaratan untuk tangga yang sudah ada seperti ditunjukkan dalam tabel 5.2.2.1.b) untuk tangga
yang sudah ada.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga yang sudah ada harus diijinkan
dibangun kembali dengan kriteria ukuran sesuai tabel 5.2.2.1.b) untuk tangga yang sudah
ada dan sesuai dengan standar lain yang dipersyaratkan dalam butir 5.2. untuk tangga.

21 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Tabel 5.2.2.1.b) : Tangga yang sudah ada.

Lebar bersih dari segala rintangan, kecuali


tonjolan pada atau dibawah tinggi pegangan
tangan pada tiap sisinya tidak lebih dari 9 cm
( 3 ).
Maksimum ketinggian anak tangga
Kedalaman anak tangga minimum..
Tinggi ruangan minimum.
Ketinggian maksimum antar bordes tangga.
Bordes tangga

5.2.2.2.

Kelas A

Kelas B

110 cm ( 44 inci )

110 cm ( 44 inci )

90 cm ( 36 inci), apabila total beban hunian


dari semua lantai yang dilayani oleh jalur
tangga kurang dari 50.
19 cm ( 7 inci )
20 cm ( 8 inci ).
25 cm ( 10 inci )
23 cm ( 9 inci ).
200 cm ( 6 ft,8 inci )
200 cm ( 6 ft, 8 inci)
3,7 m ( 12 ft )
3,7 m ( 12 ft )
Lihat butir 5.1.3 dan butir 5.1.4.4.

Tangga monumental.

Tangga monumental, baik di dalam maupun di luar bangunan harus diijinkan sebagai
komponen sarana jalan ke luar, apabila semua persyaratan untuk tangga dipenuhi.
5.2.2.3.

Tangga kurva (lengkung).

Tangga kurva harus diijinkan sebagai komponen sarana jalan ke luar, asalkan kedalaman
anak tangga 28 cm ( 11 inci ) pada suatu titik 30 cm ( 12 inci ) dari ujung tersempit dari anak
tangga dan radius terkecilnya tidak kurang dari dua kali lebar tangga.

Gambar 5.2.2.3. : Tangga kurva


Pengecualian :
Tangga kurva yang sudah ada harus diijinkan, asalkan kedalaman anak tangga minimum 25 cm ( 10 inci ) dan
radius terkecil tidak kurang dari dua kali lebar tangga.
5.2.2.4.

Tangga spiral.

Tangga spiral harus diijinkan sebagai komponen sarana jalan ke luar, asalkan :
a).

beban hunian yang di layani tidak lebih dari 5, dan

22 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

b).

lebar bersih dari tangga tidak kurang dari 70 cm ( 26 inci ) , dan

c).

ketinggian anak tangga tidak lebih dari 24 cm ( 9 inci ), dan

d).

tinggi ruangan tidak kurang dari 200 cm ( 6 ft, 6 inci ), dan

e),

anak tangga mempunyai kedalaman minimum 19 cm ( 7 inci ) pada titik 30 cm ( 12


inci ) dari ujung tersempit.

f).

semua anak tangga identik.

Gambar 5.2.2.4. : Tangga spiral.


5.2.2.5.

Tangga kipas.

Tangga kipas harus diijinkan sebagai tangga. Tangga kipas harus mempunyai kedalaman
anak tangga 15 cm ( 6 inci ) pada suatu titik 30 cm ( 12 inci ) dari ujung tersempit.
Pengecualian :
Tangga kipas yang sudah ada harus diijinkan tetap dipakai jika mempunyai kedalaman anak tangga minimum 15
cm ( 6 inci ) dan kedalaman anak tangga 23 cm ( 9 inci ) pada titik 30 cm ( 12 inci ) dari ujung yang tersempit.

23 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.2.2.5 : Tangga kipas


5.2.3.

Detail tangga.

5.2.3.1.

Konstruksi.

5.2.3.1.1. Semua tangga yang digunakan sebagai sarana jalan ke luar sesuai persyaratan,
harus dari konstruksi tetap yang permanen.
5.2.3.1.2. Setiap tangga, panggung (platform) dan bordes tangga dalam bangunan yang
dipersyaratkan dalam standar ini untuk konstruksi kelas A atau kelas B harus dari bahan
yang tidak mudah terbakar.
Pengecualian 1 :
Pegangan tangan.
Pengecualian 2 :
Tangga yang sudah ada sebelumnya.
5.2.3.1.3. Bordes tangga.
Tangga dan bordes antar tangga harus sama lebar dengan tanpa pengurangan lebar
sepanjang arah lintasan jalan ke luar. Dalam bangunan baru, setiap bordes tangga harus
mempunyai dimensi yang diukur dalam arah lintasan sama dengan lebar tangga.
Pengecualian :
Bordes tangga harus diijinkan untuk tidak lebih dari 120 cm ( 4 ft ) dalam arah lintasan, asalkan tangga
mempunyai jalan lurus.
5.2.3.3.

Permukaan anak tangga dan bordes tangga.

Anak tangga dan bordes tangga harus padat, tahanan gelincirnya seragam, dan bebas dari
tonjolan atau bibir yang dapat menyebabkan pengguna tangga jatuh.
Jika tidak tegak (vertikal), ketinggian anak tangga harus diijinkan dengan kemiringan di
bawah anak tangga pada sudut tidak lebih dari 30 derajat dari vertikal, bagaimanapun,
tonjolan yang diijinkan dari pingulan harus tidak lebih dari 4 cm ( 1 inci ).

24 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5..2.3.4.

Kemiringan anak tangga.

Kemiringan anak tangga harus tidak lebih dari 2 cm per m ( inci per ft ) (kemiringan 1 : 48).
5.2.3.5.

Ketinggian dan kedalaman anak tangga.

Ketinggian anak tangga harus diukur sebagai jarak vertikal antar pingulan anak tangga.
Kedalaman anak tangga harus diukur horisontal antara bidang vertikal dari tonjolan
terdepan dari anak tangga yang bersebelahan dan pada sudut yang betul terhadap ujung
terdepan anak tangga, tetapi tidak termasuk permukaan anak tangga yang dimiringkan atau
dibulatkan terhadap kemiringan lebih dari 20 derajat ( kemiringan 1 : 2,75).

Gambar 5.2.3.5.(a). : Pengukuran tinggi anak tangga dengan kemiringan kedepan.

Gambar 5.2.3.5.(b). : Pengukuran tinggi anak tangga dengan kemiringan ke belakang.

Gambar 5.2.3.5.( c). : Kedalaman anak tangga.

25 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.2.3.5.(d). : Pengukuran anak tangga dengan tumpuan yang stabil.

Gambar 5.2.3.5.(d) : Pengukuran anak tangga dengan permukaan injakan yang tidak stabil.
Pada pingulan anak tangga, pemiringan atau pembulatan harus tidak lebih dari 1,3 cm (
inci ) dalam dimensi horisontal.
5.2.3.6.

Keseragaman ukuran.

Harus tidak ada variasi lebih dari 1 cm ( 3/16 inci ) di dalam kedalaman anak tangga yang
bersebelahan atau di dalam ketinggian dari tinggi anak tangga yang bersebelahan, dan
toleransi antara tinggi terbesar dan terkecil atau antara anak tangga terbesar dan terkecil
harus tidak lebih dari 1 cm ( 3/8 inci ) dalam sederetan anak tangga.
Pengecualian :
Apabila anak tangga terbawah yang berhubungan dengan kemiringan jalan umum, jalur pejalan kaki, jalur lalu
lintas, mempunyai tingkat ditentukan dan melayani suatu bordes, perbedaan ketinggian anak tangga terbawah
tidak boleh lebih dari 7,6 cm ( 3 inci ) dalam setiap 91 cm ( 3 ft ) lebar jalur tangga harus diijinkan.
5.2.4.

Pagar pengaman dan rel pegangan tangan.

5.2.4.1.

Pagar pengaman.

Sarana jalan ke luar yang lebih dari 75 cm ( 30 inci ) diatas lantai atau di bawah tanah harus
dilengkapi dengan pagar pengaman untuk mencegah jatuh dari sisi yang terbuka.

26 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.2.4.2.

Rel pegangan tangan.

Tangga dan ram harus mempunyai rel pegangan tangan pada kedua sisinya. Di dalam
penambahan, rel pegangan tangan harus disediakan di dalam jarak 75 cm ( 30 inci ) dari
semua bagian lebar jalan ke luar yang dipersyaratkan oleh tangga. Lebar jalan ke luar yang
dipersyaratkan harus sepanjang jalur dasar dari lintasan ( lihat juga butir 5.2.4.5 ).

Gambar 5.2.4.2 (a) : Dianggap jalur lintasan biasa pada tangga monumental
dengan lokasi rel pegangan tangan yang beragam.

Gambar 5.2.4.2 (b) : Dianggap jalur lintasan biasa pada tangga monumental
dengan lokasi rel pegangan tangan yang beragam.

27 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.2.4.2 : Dianggap jalur lintasan biasa pada tangga monumental


dengan lokasi rel pegangan tangan yang beragam.
Pengecualian 1 :
Pada tangga yang sudah ada, pegangan tangga harus disediakan di dalam jarak 110 cm ( 44 inci ) dari semua
bagian lebar jalan ke luar yang disyaratkan oleh tangga.
Pengecualian 2 :
Jika bagian dari batu penahan pinggiran trotoir memisahkan sisi pejalan kaki dari jalan kendaraan, sebuah
langkah tunggal atau sebuah ram tidak harus disyaratkan untuk mempunyai rel pegangan tangan.
Pengecualian 3 :
Tangga yang sudah ada, ram yang sudah ada, tangga di dalam unit rumah tinggal dan di dalam wismar tamu,
dan ram di dalam unit rumah tinggal dan di dalam wisma tamu, harus mempunyai sebuah rel pegangan tangan
tidak kurang pada satu sisi.
5.2.4.3.

Kelancaran.

Pagar pengaman dan rel pegangan tangan yang disyaratkan harus menerus sepanjang
tangga. Pada belokan tangga, rel pegangan tangan bagian dalam harus menerus antara
deretan tangga pada bordes tangga.
Pengecualian :
Pada tangga yang sudah ada, rel pegangan tangan harus tidak dipersyaratkan menerus antara deretan tangga
pada bordes.
5.2.4.4.

Tonjolan.

Rancangan dari pagar pelindung dan rel pegangan tangan dan perangkat keras untuk
memasangkan rel pegangan tangan ke pagar pelindung, balustrade atau dinding-dinding
harus sedemikian sehingga tidak ada tonjolan yang mungkin menyangkut pakaian.
Bukaan pagar pelindung harus dirancang untuk mencegah pakaian yang menyangkut
menjadi terjepit pada bukaan seperti itu.

28 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.2.4.5.

Detail rel pegangan tangan.

Gambar 5.2.4.5 : Detail rel pegangan tangan.


a).

Rel pegangan tangan pada tangga harus paling sedikit 86 cm ( 34 inci ) dan tidak lebih
dari 96 cm ( 38 inci ) di atas permukaan anak tangga, diukur vertikal dari atas rel
sampai ke ujung anak tangga.

Pengecualian 1 untuk a) :
Ketinggian dari rel pegangan tangan yang diperlukan yang membentuk bagian dari pagar pelindung harus
diijinkan tidak lebih dari 107 cm ( 42 inci ) diukur vertikal ke bagian atas rel dari ujung anak tangga.
Pengecualian 2 untuk a) :
Rel pegangan tangan yang sudah ada harus paling sedikit 76 cm ( 30 inci ) dan tidak lebih dari 96 cm ( 38 inci )
di atas permukaan atas anak tangga, diukur vertikal ke bagian atas rel dari ujung anak tangga.
Pengecualian 3 untuk a) :
Rel pegangan tangan tambahan yang lebih rendah atau lebih tinggi dari pada rel pegangan tangan utama harus
diijinkan.

29 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

b).

Rel pegangan tangan yang baru harus menyediakan suatu jarak bebas paling sedikit
3,8 cm ( 1 inci ) antara rel pegangan tangan dan dinding pada mana rel itu
dipasangkan.

c).

Rel pegangan tangan yang baru harus memiliki luas penampang lingkaran dengan
diameter luar paling sedikit 3,2 cm ( 1 inci ) dan tidak lebih dari 5 cm ( 2 inci ). Rel
pegangan tangan yang baru harus dengan mudah dipegang terus menerus sepanjang
seluruh panjangnya.

Pengecualian 1 untuk c) :
Setiap bentuk lain dengan satu dimensi keliling paling sedikit 10 cm ( 4 inci ) tetapi tidak lebih dari 16 cm ( 6
inci), dan dengan dimensi penampang terbesar tidak lebih dari 5,7 cm ( 2 inci ) harus diijinkan, asalkan
ujungnya dibulatkan sampai satu jarak radius minimum 0,3 cm ( 1/8 inci ).
Pengecualian 2 untuk c) :
Pengikat rel pegangan tangan atau balustrade dipasang ke bagian bawah permukaan dari rel pegangan tangan,
yang mana tonjolan horisontalnya tidak melewati sisi sisi dari rel pegangan tangan dalam jarak 2,5 cm ( 1 inci )
dari bagian bawah rel pegangan tangan dan yang memiliki ujung dengan radius minimum 0,3 cm ( 1/8 inci ),
harus tidak dipertimbangkan sebagai penghalang pada pegangan tangan.
d).

Ujung rel pegangan tangan yang baru harus dikembalikan ke dinding atau lantai atau
berhenti pada tempat terbaru.

e).

Rel pegangan tangan yang baru yang tidak menerus diantara sederetan anak tangga
harus melebar horisontal, pada ketinggian yang diperlukan, paling sedikit 30 cm ( 12
inci ) tidak melebihi tiang tegak teratas dan menerus miring pada kedalaman satu anak
tangga di atas tiang tegak paling bawah.

Pengecualian untuk e) :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang karena keterbatasan tempat dan di dalam unit hunian,
kepanjangan horisontal di atas anak tangga teratas tidak diperlukan asalkan rel pegangan tangan memanjang
pada ketinggian yang diperlukan sampai pada satu titik langsung di atas tiang tegak teratas.
5.2.4.6.

Detail pagar pengaman.

a).

Ketinggian pagar pengaman yang dipersyaratkan dalam butir 5.2.4.1 harus diukur
vertikal ke bagian atas pagar pengaman dari permukaan yang dekat dimaksud.

b).

Pagar pengaman paling sedikit harus 100 cm ( 42 inci ) tingginya.

Pengecualian 1 untuk b) :
Pagar pengaman yang sudah ada yang di dalam unit hunian harus sedikitnya 90 cm ( 36 inci) tingginya.
Pengecualian 2 untuk b) :
Seperti yang ada pada bangunan kumpulan.
Pengecualian 3 untuk b) :
Pagar pengaman yang sudah ada pada tangga yang sudah ada harus paling sedikit tingginya 80 cm ( 30 inci ).
c).

Pagar pengaman terbuka harus mempunyai rel atau pola ornamen sehingga bola
berdiameter 10 cm ( 4 inci ) harus tidak bisa lolos melalui bukaan sampai ketinggian 80
cm ( 34 inci ).

30 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian 1 untuk c) :
Bukaan segitiga yang dibentuk oleh tiang tegak, anak tangga, dan elemen bawah rel pagar pengaman pada sisi
terbuka dari sebuah tangga harus ukurannya sedemikian rupa sehingga sebuah bola dengan diameter 15 cm ( 6
inci ) harus tidak dapat lolos melalui bukaan segitiga itu.
Pengecualian 2 untuk c) :
Dalam rumah tahanan, dalam hunian industri, dan di dalam gudang, jarak bebas antara rel terdekat diukur tegak
lurus pada rel harus tidak lebih dari 50 cm ( 21 inci ).
Pengecualian 3 untuk c) :
Pagar pengaman yang sudah ada yang disetujui.
5.2.5.

Ruangan tertutup dan proteksi dari tangga.

5.2.5.1.

Ruang tertutup.

Semua tangga di dalam, yang melayani sebuah eksit atau komponen eksit harus tertutup
sesuai butir 4.1.2.
Semua tangga lain di dalam harus diproteksi sesuai dengan bukaan vertikalnya.
Pengecualian :
Dalam bangunan gedung yang sudah ada, apabila sebuah ruangan eksit dua lantai menghubungkan lantai eksit
pelepasan dengan lantai berdekatan, eksit tersebut harus dipersyaratkan untuk ditutup pada lantai eksit
pelepasan dan paling sedikit 50% dari jumlah dan kapasitas eksit pada lantai eksit pelepasan harus tersendiri
ditutupnya.
5.2.5.2.

Ter-ekspos (exposure).

Gambar 5.2.5.2 (a) : Jalur tangga dengan dinding luar tidak tahan api
dalam bidang yang sama dengan dinding luar.

31 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.2.5.2 (b) : Jalur tangga dengan keliling yang menonjol ke luar
pada dinding luar bangunan.

Gambar 5.2.5.2 ( c) : Jalur tangga dengan dinding luar tidak diproteksi berhadapan
dengan dinding luar yang bersebelahan dari bangunan.
Apabila dinding yang bukan tahan terhadap api atau bukan tidak terproteksi menutup bagian
luar jalur tangga dan dinding serta bukaan itu di ekspos pada bagian lain dari bangunan
pada satu sudut tidak lebih dari 180 derajat, dinding penutup bangunan dalam jarak 3 m ( 10
ft ) horisontal dari dinding yang bukan tahan api atau bukan yang terproteksi harus
dikonstruksikan seperti dipersyaratkan untuk ruang jalur tangga tertutup termasuk proteksi
untuk bukaannya. Konstruksi harus menjulur vertikal dari dasar ke suatu titik 3 m ( 10 ft ) di
atas bordes tangga di puncak paling tinggi atau pada garis atap, yang mana yang lebih
rendah.
Pengecualian 1 :
Jalur tangga yang sudah ada.
Pengecualian 2 :
Tingkat ketahanan api dari pemisah yang menjulur 3 m ( 10 ft ) dari tangga harus tidak dipersyaratkan lebih dari
60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dengan bukaan memenuhi tingkat ketahanan api 45/45/45 atau

32 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
5.2.5.3.

Tempat yang terpakai.

Tempat yang terpakai harus tidak tertutup, tempat yang terpakai tidak boleh ada di dalam
sebuah eksit yang tertutup termasuk di bawah tangga, tidak juga tempat terbuka di dalam
tempat terpakai untuk maksud apapun yang mempunyai kecenderungan menggangu jalan
ke luar.
Pengecualian :
Tempat terpakai yang tertutup harus diijinkan di bawah tangga asalkan tempat tersebut dipisahkan dari ruang
tertutup untuk tangga oleh bahan tahan api yang sama seperti ruang tertutup untuk eksit . Jalan masuk ke tempat
terpakai yang tertutup harus tidak dari dalam ruang tertutup untuk tangga ( lihat juga butir 4.1.2.3).
5.2.5.4.

Tanda pengenal tangga.

Tangga yang melayani lima lantai atau lebih harus diberi tanda di dalam ruang tertutup pada
setiap bordes lantainya.
Tanda itu juga harus menunjukkan lantai itu, dan akhir teratas dan terbawah dari ruang
tangga tertutup, dan identifikasi tangga. Penandaan akan juga menyatakan lantai dari, dan
arah ke, eksit pelepasan. Penandaan harus di dalam ruang tertutup ditempatkan mendekati
1,5 m ( 5 ft) di atas bordes lantai dalam suatu posisi yang mudah terlihat bila pintu dalam
posisi terbuka atau tertutup.
5.2.5.5.

Penandaan arah jalan ke luar.

Kemanapun ruang tertutup untuk tangga membutuhkan lintasan dalam arah ke atas untuk
mencapai permukaan eksit pelepasan, penandaan dengan indikator pengarahan
menunjukkan arah ke permukaan dari eksit pelepasan harus disediakan pada setiap bordes
permukaan lantai dari yang ke arah atas dari lintasan yang dibutuhkan. Penandaan seperti
itu harus mudah terlihat apabila pintu dalam posisi terbuka atau tertutup.
Pengecualian 1 :
Apabila penandaan dipersyaratkan oleh butir 5.2.5.4.
Pengecualian 2 :
Tangga yang memanjang tidak lebih dari satu lantai dibawah permukaan eksit pelepasan apabila eksit pelepasan
jelas terlihat.
5.2.6.

Persyaratan khusus untuk tangga luar.

5.2.6.1.

Akses.

Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga luar harus diijinkan bila menuju ke
atap dari bagian lain bangunan atau yang bangunan yang bersebelahan, apabila konstruksinya tahan api, apabila disana ada sarana jalan ke luar yang aman dan menerus dari atap,
dan apabila semua persyaratan yang wajar lainnya untuk keselamatan jiwa dijaga ( lihat juga
butir 6.6).
5.2.6.2.

Balkon.

Balkon yang menuju pintu jalan ke luar harus mendekati permukaan lantai bangunan.

33 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.2.6.3.

Proteksi visual.

Tangga luar harus disusun untuk menghindari kesulitan penggunaan tangga oleh orang yang
takut terhadap tempat yang tinggi. Untuk tangga yang lebih dari tiga lantai tingginya, setiap
susunan dimaksud yang memenuhi persyaratan ini harus sedikitnya 1,2 m ( 4 ft ) tingginya.
5.2.6.4.

Pemisahan dan proteksi dari tangga luar.

Tangga luar harus dipisahkan dari bagian dalam bangunan oleh dinding dengan tingkat
ketahanan api yang dipersyaratkan untuk ruang tangga tertutup dengan bukaan tetap atau
dapat menutup sendiri yang terproteksi. Konstruksi ini harus diperpanjang vertikal dari
bawah ke suatu titik 3 m ( 10 ft ) di atas bordes teratas dari tangga atau garis atap, yang
mana lebih rendah, dan sedikitnya 3 m ( 10 ft ) horisontal.
Pengecualian 1 :
Tangga luar yang melayani akses eksit balkon bagian luar yang mempunyai dua tangga luar berjauhan atau
ram.
Pengecualian 2 :
Tangga luar yang melayani tidak lebih dari dua lantai yang bersebelahan, termasuk lantai eksit pelepasan, harus
diijinkan tidak diproteksi apabila eksit kedua ditempatkan berjauhan.
Pengecualian 3 :
Dalam bangunan yang sudah ada, tangga luar yang melayani tidak lebih tiga lantai yang berdekatan, termasuk
lantai untuk eksit pelepasan, harus diijinkan tidak diproteksi apabila eksit kedua ditempatkan berjauhan.
Pengecualian 4 :
Tingkat ketahanan api dari pemanjangan pemisah 3 m ( 10 ft ) dari tangga harus tidak dipersyaratkan lebih dari 1
jam dengan bukaan mempunyai tingkat ketahanan api 45/45/45 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara
perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
5.2.6.5.

Proteksi terhadap bukaan.

Semua bukaan di bawah tangga luar harus diproteksi dengan suatu rakitan yang mempunyai
tingkat ketahanan api 45/45/45 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara
perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan
gedung.
5.2.6.6.

Genangan air.

Tangga dan bordes luar harus dirancang untuk meminimalkan genangan air pada
permukaannya.
5.2.6.7.

Keterbukaan.

Tangga luar harus sedikitnya 50% terbuka pada satu sisi dan harus disusun untuk
membatasi mengumpulnya asap.
5.3.

Ruang tertutup kedap asap.

5.3.1.

Umum.

Apabila ruang tertutup kedap asap dipersyaratkan pada bagian dari standar ini, harus
memenuhi butir 5.3.
Pengecualian :
Ruang tertutup kedap asap yang sudah ada apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.

34 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.3.2.

Rancangan kinerja.

Pendekatan metode perancangan harus suatu sistem yang memenuhi definisi dari ruang
tertutup kedap asap. Ruang tertutup kedap asap harus diijinkan untuk dibuat dengan
menggunakan ventilasi alam, oleh ventilasi mekanik yang bergabung dengan suatu ruang
antara, atau ruang tangga tertutup yang di-presurisasi.
5.3.3.

Ruang tertutup.

Suatu ruang tertutup kedap asap harus terdiri dari suatu tangga menerus yang ditutup dari
titik tertinggi ke titik terendah oleh penghalang yang mempunyai tingkat ketahanan api
120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi
pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Apabila sebuah ruang antara digunakan, harus di dalam ruang tertutup dengan tingkat
ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan
sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan
harus merupakan bagian dari ruang tertutup kedap asap.
5.3.4.

Ruang antara.

Apabila ruang antara disediakan, jalur pintu ke dalam ruang antara harus diproteksi dengan
rakitan pintu kebakaran yang disetujui yang mempunyai tingkat ketahanan api 90/90/90 atau
sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, dan rakitan pintu kebakaran dari
ruang antara ke tangga harus sedikitnya mempunyai tingkat ketahanan api 20 menit. Pintu
harus dirancang dengan kebocoran yang minimal, dan harus menutup sendiri atau harus
menutup secara otomatik oleh bekerjanya detektor asap dalam jarak 3 m ( 10 ft ) dari pintu
ruang antara.
5.3.5.

Pelepasan.

Setiap ruang tertutup kedap asap harus di lepas ke jalan umum, ke halaman atau lapangan
yang langsung ke jalan umum, atau ke dalam jalur terusan eksit. Jalur eksit seperti itu harus
tanpa bukaan lain dari pada pintu masuk dari ruang tertutup yang kedap asap dan pintu ke
halaman luar, lapangan, atau jalan umum. Jalur terusan eksit harus dipisahkan dari sisa
bangunan oleh bahan dengan tingkat ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-17362000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung.
5.3.6.

Akses.

Akses ke tangga harus oleh jalan dari suatu ruang antara atau jalan dari suatu balkon bagian
luar.
Pengecualian :
Ruang tertutup kedap asap terdiri dari ruang tertutup untuk tangga yang di-presurisasi memenuhi butir 5.3.9.
5.3.7.

Ventilasi alam.

Ruang tertutup kedap asap yang menggunakan ventilasi alam harus memenuhi butir 5.3.3.
dan berikut :
a).

Apabila akses ke tangga oleh sarana bukaan pada bagian luar balkon, rakitan pintu ke
tangga harus mempunyai tingkat ketahanan api 90/90/90 atau sesuai SNI 03-17362000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung dan harus menutup sendiri, atau harus menutup

35 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

secara otomatik oleh beroperasinya detektor asap. Bukaan yang berdekatan ke balkon
bagian luar seperti itu harus diproteksi sesuai butir 5.2.6.5., dan
b).

Setiap ruang antara harus mempunyai luas bersih minimal 1,5 m2 ( 16 ft2 ) dari bukaan
dalam dinding bagian luar yang menghadap ke lapangan, halaman, atau tempat umum
sedikitnya 6 m ( 20 ft ) lebarnya, dan

c).

Setiap ruang antara harus mempunyai ukuran minimum sedikitnya lebar yang
dipersyaratkan dari koridor yang menuju ke ruang antara dan ukuran minimumnya 180
cm ( 72 inci ) dalam arah lintasan.

5.3.8.

Ventilasi mekanik.

Ruang tertutup kedap asap oleh ventilasi mekanik harus memenuhi butir 5.3.3. dan berikut :
a).

Ruang antara harus mempunyai ukuran lebar minimum 110 cm ( 44 inci ) dan 180 cm
(72 inci ) dalam arah lintasan; dan

b).

Ruang antara harus dilengkapi dengan sedikitnya satu pergantian udara per menit, dan
pengeluaran udara 150 persen dari udara yang dipasok. Pasokan udara yang masuk
dan keluar harus lepas dari ruang antara melalui pemisah dengan konstruksi ducting
rapat yang digunakan hanya untuk tujuan itu. Pasokan udara harus masuk ruang
antara dalam jarak 15 cm ( 6 inci ) dari permukaan lantai. Register pengeluaran teratas
harus ditempatkan tidak lebih dari 15 cm ( 6 inci ) turun dari perangkap teratas dan
harus sepenuhnya di dalam daerah perangkap asap. Pintu, ketika posisinya terbuka,
harus tidak menghalangi bukaan ducting. Pengontrol damper harus diijinkan di dalam
bukaan ducting jika dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan perencanaan; dan

c).

Untuk melayani sebagai perangkap asap dan panas, dan untuk menyediakan gerakan
ke atas kolom udara, langit-langit dari ruang antara harus sedikitnya 50 cm ( 20 inci )
lebih tinggi dari bukaan pintu ke dalam ruang antara. Ketinggian harus diijinkan untuk
dikurangi apabila telah dipertimbangkan oleh perancangan teknis dan pengujian
lapangan; dan

d).

Tangga harus dilengkapi dengan bukaan damper relief pada bagian atas dan dipasok
mekanis dengan udara yang cukup ke pelepasan sedikitnya 70 m3 per menit ( 2500
cfm ) melalui bukaan damper relief yang dipelihara bertekanan positip 25 Pa ( 0,10 inci
kolom air ) dalam tangga yang berhubungan dengan ruang antara dengan semua pintu
ditutup.

5.3.9.

Presurisasi tangga.

5.3.9.1.
Ruang tertutup kedap asap oleh presurisasi tangga harus menggunakan sistem
keteknikan yang disetujui dengan rancangan perbedaan tekanan diseberang penghalang
12,5 Pa ( 0,05 inci kolom air ) untuk bangunan berspringkler atau 25 Pa ( 0,10 inci kolom air)
untuk bangunan tak berspringkler, dan harus mampu menjaga perbedaan tekanan ini
dibawah kondisi efek cerobong atau angin. Perbedaan tekanan seberang pintu harus tidak
lebih dari pintu yang diijinkan untuk mulai dibuka oleh gaya 133 N ( 30 lbf) sesuai butir
5.1.4.5.
5.3.9.2.

Peralatan dan ducting untuk presurisasi tangga harus ditempatkan :

a).

Di bagian luar bangunan dan langsung dihubungkan ke jalur tangga oleh ducting yang
ditutup dengan konstruksi tidak terbakar, atau

b).

Di dalam ruang tangga tertutup dengan lubang masuk dan lubang ke luar udara
langsung keluar atau melalui ducting yang ditutup oleh bahan dengan tingkat
ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara

36 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada


bangunan gedung, atau
c).

Di dalam bangunan jika dipisahkan dari sisa bangunan, termasuk peralatan mekanikal
lainya, oleh bahan dengan tingkat ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 031736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

Pengecualian untuk c) :
Apabila bangunan, termasuk jalur tangga tertutup , diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler otomatis yang
terawasi dan disetujui sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, tingkat ketahanan apin harus
sedikitnya 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Dalam suatu kasus, bukaan ke dalam tingkat ketahanan api yang dipersyaratkan harus dibatasi untuk kebutuhan
pemeliharaan dan pengoperasian dan harus diproteksi oleh alat proteksi kebakaran yang menutup sendiri sesuai
ketentuan mengenai konstruksi dan kompartemenisasi.
5.3.10.

Aktifisasi sistem ventilasi mekanik.

5.3.10.1. Untuk sistem ventilasi mekanik dan sistem presurisasi ruang tertutup kedap
asap, pengaktifan dari sistem harus diawali oleh detektor asap yang dipasang dalam lokasi
yang disetujui dalam jarak 3 m ( 10 ft ) dari pintu masuk ke ruang tertutup kedap asap.
5.3.10.2. Sistem mekanikal yang dibutuhkan harus beroperasi pada pengoperasian
detektor asap sesuai butir 5.3.10.1. dan kontrol manual yang mudah dicapai oleh dinas
pemadam kebakaran. Sistem yang dipersyaratkan juga harus diawali sebagai berikut, jika
dilengkapi :
a).

sinyal aliran air dari sistem springkler otomatik yang lengkap, dan

b).

sinyal alarm evakuasi umum.

5.3.11.

Penutup pintu.

Pengaktifan dari alat penutup otomatik pada setiap pintu ruang tertutup kedap asap harus
mengaktifkan semua peralatan penutup otomatik pada pintu-pintu dalam ruang tertutup
kedap asap.
5.3.12.

Daya listrik cadangan.

Daya listrik cadangan untuk peralatan ventilasi mekanik harus disediakan oleh generator set
yang disetujui untuk bekerja bilamana daya listrik normal terputus. Generator harus
ditempatkan dalam suatu ruangan yang pemisahnya mempunyai minimum tingkat ketahanan
apinya 1 jam dari sisa bangunan. Generator harus mempunyai pasokan bahan bakar
minimum yang cukup untuk mengoperasikan peralatan selama dua jam.
5.3.13.

Pengujian.

Sebelum peralatan mekanikal disetujui instansi yang berwenang, peralatan ini harus diuji
untuk menyatakan bahwa peralatan mekanikal beroperasi memenuhi persyaratan ini.
Semua bagian dari sistem yang beroperasi harus diuji enam bulan sekali oleh orang yang
ditugaskan, dan buku catatan riwayat harus selalu dipelihara.

37 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.4.

Eksit horisontal.

5.4.1.

Umum.

Eksit horisontal diperkenankan menggantikan eksit lainnya untuk memperluas kapasitas total
jalan ke luar dari eksit-eksit lain ( tangga, ram, pintu yang menuju ke luar gedung), menjadi
sedikitnya setengah yang dipersyaratkan untuk seluruh luas bangunan atau bangunan yang
berdampingan bilamana eksit horisontal tidak ada.
Pengecualian :
Seperti dijelaskan pada bangunan kesehatan dan rumah tahanan.

Gambar 5.4.1.(a) : Delapan eksit tanpa melalui eksit horisontal,


disyaratkan untuk menyediakan jalan ke luar sesuai kapasitas.

Gambar 5.4.1.(b) : Jumlah tangga dikurangi tiga dengan menggunakan


dua eksit horisontal, kapasitas jalan ke luar tidak dikurangi.

38 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 5.4.1.( c) : Jumlah tangga selanjutnya dapat dikurangi dengan


melebarkan tangga pada kompartemen yang terbesar, tetapi tidak kurang
setengah jumlah dan kapasitas eksit yang dipersyaratkan dari kompartemen itu.
5.4.2.

Kompartemen kebakaran.

5.4.2.1.
Setiap kompartemen yang disetujui sehubungan adanya eksit horisontal, harus
mempunyai sebagai tambahan dari eksit horisontal tersebut, sedikitnya satu eksit yang
bukan eksit horisontal tetapi tidak kurang 50 persen dari jumlah dan kapasitas eksitnya.
Setiap kompartemen yang tidak mempunyai eksit yang menuju ke luar dianggap sebagai
kompartemen yang berdampingan yang mempunyai eksit ke luar.
Pengecualian :
Seperti dijelaskan pada bangunan kesehatan dan rumah tahanan.
5.4.2.2.
Setiap eksit horisontal yang dipercaya, harus disusun sehingga menerus dengan
jalur lintas yang ada yang menuju setiap sisi eksit ke jalur tangga atau sarana jalan ke luar
lain yang menuju ke luar bangunan.
5.4.2.3.
Dimanapun, dari salah satu sisi eksit horisontal yang dihuni pintu yang
dihubungkan dengan eksit horisontal harus tidak terkunci dari sisi jalan ke luar.
Pengecualian :
Separti pada bangunan kesehatan dan rumah tahanan.
5.4.2.4.
Luas lantai pada salah satu sisi dari eksit horisontal harus cukup untuk menahan
penghuni dari dua kedua luas lantai , asalkan luas lantai bersih sedikitnya 0,28 m2 ( 3 ft2 )
per orang.
Pengecualian :
Luas lantai khusus yang dipersyaratkan untuk bangunan kesehatan dan rumah tahanan.
5.4.3.

Penghalang kebakaran.

5.4.3.1.
Penghalang kebakaran yang memisahkan bangunan atau daerah antaranya
dimana terdapat eksit horisontal, harus mempunyai tingkat ketahanan api 120/120/120 atau
sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan harus dilengkapi suatu pemisah
menerus sampai lantai bawah.

39 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian :
Apabila suatu penghalang kebakaran dilengkapi eksit horisontal dalam setiap lantai bangunannya, penghalang
kebakaran seperti itu harus tidak dipersyaratkan pada lantai lain, asalkan :
a).

Lanta dimana penghalang kebakarannya dihilangkan, yang dipisahkan dengan lantai yang mempunyai
eksit horisontal dengan konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya sama dengan tingkat
ketahanan api penghalang kebakaran eksit horisontalnya; dan

b).

bukaan vertikal antara lantai yang eksit horisontalnya ada dan lantai tidak dilindungi terhadap kebakaran
ditutup dengan konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya sama dengan penghalang
kebakaran eksit horisontalnya ;

c)

Semua eksit yang dipersyaratkan, selain dari eksit horisontal, pelepasannya langsung ke luar.

5.4.3.2.
Dimana penghalang kebakaran dengan eksit horisontal berakhir pada dinding
luar pada dinding luar yang bersudut kurang dari 1800 , maka sepanjang 3 m dari titik
pertemuan penghalang kebakaran dan dinding luar harus mempunyai tingkat ketahanan api
60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, apabila ada bukaan yang
terproteksi sepanjang 3 m ( 10 ft ) pada dinding luar, maka tingkat ketahananan api
bukaannya cukup 45/45/45 atau sesuai SNI 03-1736 tentang tata cara perencanaan sistem
proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 1 :
Eksit horisontal yang sudah ada.

Gambar 5.4.3.2. : Proteksi dinding luar bangunan

40 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.4.3.3.
ducting.

Penghalang kebakaran yang menjadi eksit horisontal harus tidak ditembus oleh

Pengecualian 1 :
Tembusan yang sudah ada yang terproteksi dengan damper kebakaran yang disetujui dan terdaftar .
Pengecualian 2 :
Dalam bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem sprinkler otomatik yang terawasi dan disetujui dan
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 3 :
Tembusan ducting pada bangunan penjara diijinkan diproteksi dengan kombinasi damper kebakaran/damper
kebocoran asap yang memenuhi persyaratan pengoperasian damper asap.
5.4.3.4.
Setiap bukaan pada penghalang kebakaran seperti itu, harus diproteksi sesuai
ketentuan tentang konstruksi dan kompartemen.
5.4.3.5.

Pintu eksit horisontal harus memenuhi 5.1.4.

Pengecualian :
Pintu geser seperti dijelaskan untuk bangunan industri dan gudang.
5.4.3.6.

Pintu kebakaran ayun diperkenankan pada eksit horisontal, kecuali bila :

a).

Pintu membuka dalam arah lintasan jalan ke luar ; dan

b).

Eksit horisontal melayani daerah pada kedua sisi penghalang kebakaran,


berdampingan dengannya ada pintu ayun, yang membuka ke arah yang berlawanan,
dengan penandaan pada setiap sisi dari penghalang kebakaran menunjukkan bukaan
sesuai dengan lintasan dari sisi itu; atau

Pengecualian untuk b) :
Daerah kamar tidur rumah tahanan dan rehabilitasi dikecualikan dari persyaratan penandaan.
c).

Berbagai susunan pintu diperkenankan, asalkan selalu membuka sesuai dengan setiap
kemungkinan lintasan jalan ke luar.

Pengecualian 1 :
Pintu eksit horisontal membuka seperti dijelaskan untuk bangunan rumah sakit dan rumah tahanan.
Pengecualian 2 :
Bukaan pintu eksit horisontal di koridor lebarnya maksimum 180 cm ( 6 ft ) dalam bangunan yang sudah ada.
5.4.3.7.
Pintu dalam eksit horisontal harus dirancang dan dipasang untuk meminimalkan
perembesan udara.
5.4.3.8.
Semua pintu kebakaran dalam eksit horisontal harus menutup sendiri atau
menutup secara otomatik sesuai butir 5.1.8. Pintu horisontal eksit yang ditempatkan
berseberangan dengan koridor harus menutup secara otomatik sesuai butir 5.1.8.
Pengecualian :
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, pintu eksit horisontal yang sudah ada harus diijinkan untuk
menutup sendiri.

41 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.4.4.

Jembatan dan balkon.

5.4.4.1.
Tiap jembatan atau balkon yang digunakan dalam hubungannya dengan eksit
horisontal harus mempunyai pagar pengaman dan rel pemegang tangan dalam memenuhi
persyaratan butir 5.2.4.
5.4.4.2.
Lebar tiap jembatan atau balkon minimal selebar pintu yang menuju ke sana dan
untuk konstruksi yang baru lebarnya minimal 110 cm ( 44 inci ).
5.4.4.3.
Apabila jembatan atau balkon melayani eksit horisontal satu arah, pintu harus
dipersyaratkan membuka ke arah lintasan jalan ke luar.
5.4.4.4.
Apabila jembatan atau balkon melayani sebagai eksit horisontal dalam dua arah,
pintu harus sepasang, membuka dalam arah yang berlawanan. Hanya pintu yang membuka
ke arah lintasan jalan ke luar harus yang dihitung dalam menentukan kapasitas jalan ke luar.
Pengecualian 1 :
Jika jembatan atau balkon mempunyai luas lantai cukup untuk menampung beban hunian dari bangunan yang
terhubungkan atau daerah kebakaran berdasarkan luas lantai 0,28 m2 ( 3 ft2 ) per orang.
Pengecualian 2 :
Pada bangunan yang sudah ada, pintu pada kedua ujung jembatan atau balkon diijinkan membuka ke luar dari
bangunan apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
5.4.4.5.
Semua bukaan pada dinding, dalam kedua bangunan yang terhubung atau
daerah kebakaran, setiap bagian darinya dalam jarak 3 m ( 10 ft ) dari setiap jembatan atau
balkon diukur secara horisontal atau ke bawahnya, harus diproteksi dengan pintu kebakaran
atau rakitan jendela mati tahan kebakaran yang mempunyai tingkat ketahanan api 45/45/45
atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 1 :
Apabila sisi pagar jembatan minimal setinggi 180 cm ( 6 ft ) tingginya, proteksi bukaan pada dinding seperti di
atas tidak dipersyaratkan.
Pengecualian 2 :
Jembatan dan balkon yang sudah ada apabila disetujui oleh instansi yang berwenang.
5.5.

Ram.

5.5.1.

Umum.

Setiap ram yang digunakan sebagai komponen sarana jalan ke luar harus memenuhi
persyaratan umum bagian/pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagian ini.
5.5.2.

Kriteria dimensi.

Ram harus sesuai dengan tabel 5.5.2.

42 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Tabel 5.5.2 : Ram baru


Lebar bersih maksimum bebas hambatan,
kecuali tonjolan tidak lebih dari 9 cm ( 3
inci ) pada atau bawah ketinggian rel
pegangan tangan pada setiap sisi.
Kemiringan maksimum
Maksimum kemiringan pada persilangan
Maksimum ketinggian untuk jalan ram
tunggal.

110 cm ( 44 inci ).
1 : 12 untuk > 15 cm ( 6 inci ) ketinggian.
1 : 10 untuk > 7,5 cm ( 3 inci ) dan 15 cm
( 6 inci ) ketinggian.
1 : 8 untuk 7,5 cm ( 3 inci ) ketinggian.
1 : 48.
75 cm ( 30 inci ).

Pengecualian 1 :
Gang berupa ram seperti diijinkan pada bangunan rumah tahanan.
Pengecualian 2 :
Ram yang sudah tetap harus diijinkan penggunaannya atau dibangun kembali sesuai persyaratan yang dalam
tabel ram yang sudah ada.
Ram yang sudah ada
Lebar minimum
Kemiringan maksimum
Ketinggian maksimum antar bordes

Klas A
120 cm ( 44 inci )
1 : 10
3,7 m ( 12 ft )

Klas B
75 cm ( 30 inci )
1:8
3,7 m ( 12 ft ).

Pengecualian 3 :
Ram klas B yang sudah ada dengan kemiringan tidak lebih miring dari 1 : 6 diijinkan untuk tetap dipakai apabila
disetujui oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian 4 :
Ram yang sudah ada dengan kemiringan tidak lebih miring dari 1 : 10 harus tidak disyaratkan disediakan
bordes.
Pengecualian 5 :
Akses peralatan industri seperti pada bangunan industri.
Pengecualian 6 :
Ram yang digunakan untuk akses kendaraan, peti kemas, pesawat angkat yang mobil, dan pesawat terbang
tidak dipersyaratkan memenuhi kemiringan tinggi maksimum untuk jalan ram tunggal.
5.5.3.

Detail ram.

5.5.3.1.

Konstruksi.

a).

Semua ram yang dipersyaratkan untuk sarana jalan ke luar harus dipasang dengan
konstruksi yang permanen.

43 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

b).

Sebuah ram yang digunakan sebagai sarana jalan ke luar dalam bangunan lebih dari
tiga lantai, atau di dalam setiap konstruksi bangunan dengan berbagai tingkat
ketahanan api, harus dibuat dari rakitan bahan tidak terbakar atau bahan tidak mudah
terbakar. Lantai ram dan bordes harus padat dan tanpa perforasi ( berlubang).

5.5.3.2.
a).

Bordes.

Ram harus mempunyai bordes pada bagian atas, bagian bawah dan pada bukaan
pintu ke ram. Kemiringan dari bordes harus tidak lebih miring dari 1 : 48. Lebar bordes
harus sama dengan lebar ram.

Pengecualian untuk a) :
Lebar bordes maksimum 120 cm ( 4 ft ) dalam arah lintasan asalkan jalan ram lurus.
b).

Setiap perubahan arah lintasan hanya diperkenankan pada bordes. Ram dan bordes
harus menerus sama lebar sepanjang arah lintasan ke luar .

Pengecualian untuk b) :
Ram yang sudah ada harus diijinkan untuk berubah arahnya tanpa ada bordes.
5.5.3.3.

Tahanan gelincir.

Ram dan bordes harus mempunyai tahanan gelincir pada permukaannya.


5.5.3.4.

Penurunan.

Ram dan bordes dengan penurunan harus mempunyai kanstin, dinding, rel, atau permukaan
yang menonjol untuk mencegah orang tergelincir ke luar lintasan ram. Kanstin atau
penghalang minimal 10 cm ( 4 inci ) tingginya.
5.5.4.

Pagar pengaman dan rel pegangan tangan.

Pagar pengaman sesuai butir 5.2.4 harus disediakan untuk ram. Rel pegangan tangan
sesuai butir 5.2.4. harus disediakan sepanjang kedua sisi ram dengan kemiringan lebih dari
1 : 20. Tinggi dari rel pegangan tangan dan pagar pengaman harus diukur vertikal dari
permukaan lantai ram.
Pengecualian :
Pagar pengaman dan rel pegangan tangan yang disediakan untuk ram pada gang untuk bangunan kumpulan.
5.5.5.

Ruang tertutup dan proteksi untuk ram.

Ram di dalam sarana jalan ke luar harus tertutup atau terproteksi seperti tangga sesuai butir
5.2.5. Penggunaan pengecualian no.2 dan no.3 terhadap butir 5.2.6.4. dilarang.
5.5.6.

Ketentuan khusus untuk ram luar.

5.5.6.1.

Ketinggian lantai.

Ketinggian lantai balkon dan bordes yang menuju ke pintu harus mendekati ketinggian lantai
bangunan.
5.5.6.2.

Proteksi visual.

Ram luar harus dirancang sedemikian rupa untuk mencegah kesalahan penggunaannya
oleh orang yang mempunyai rasa takut terhadap tempat yang tinggi. Untuk bangunan lebih
dari tiga lantai tinggi pagar pengaman ram harus sedikitnya 120 cm ( 4 ft ).

44 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.5.6.3.

Genangan air.

Ram luar dan bordes harus dirancang untuk meminimalkan genangan air pada
permukaannya.
5.6.

Jalan terusan eksit.

5.6.1.

Umum.

Jalan terusan eksit yang digunakan sebagai bagian komponen eksit harus memenuhi
persyaratan umum bagian/pasal 4 dan persyaratan khusus dari sub bagiannya.
5.6.2.

Lebar.

Lebar dari jalan terusan eksit harus cukup untuk mengakomodasi kapasitas yang
dipersyaratkan oleh semua eksit pelepasan yang melaluinya.
Pengecualian 1 :
Apabila jalan terusan eksit melayani hunian dari lantai eksit pelepasan dan lantai lain, kapasitasnya harus tidak
dipersyaratkan untuk dijumlah.
Pengecualian 2 :
Seperti diijinkan pada bangunan perdagangan, jalan terusan eksit dalam mal yang tertutup beban hunian
pengunjung mal tertutup dan beban hunian tetap tempat yang disewakan, dipisahkan.
5.6.3.

Lantai.

Lantai harus padat dan tanpa perforasi.


5.7.

Eskalator dan travelator.

Eskalator dan travelator harus tidak termasuk bagian dari sarana jalan ke luar yang
dipersyaratkan.
Pengecualian :
Eskalator dan travelator yang sebelumnya disetujui dalam bangunan yang sudah ada.
5.8.

Tangga penyelamatan terhadap kebakaran.

5.8.1.

Umum.

5.8.1.1.
5.8.

Tangga untuk penyelamatan kebakaran harus memenuhi ketentuan dalam butir

Pengecualian :
Tangga penyelamatan kebakaran yang sudah ada yang tidak memenuhi syarat yang diijinkan, apabila disetujui
oleh instansi yang berwenang.
5.8.1.2.
Tangga penyelamatan kebakaran tidak termasuk sarana jalan ke luar yang
disyaratkan.
Pengecualian 1 :
Tangga penyelamatan kebakaran harus diijinkan pada gedung yang sudah ada untuk bangunan kelas 2 sampai
9 tetapi harus tidak lebih dari 50% sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan.
Pengecualian 2 :
Tangga penyelamatan kebakaran baru diijinkan dibangun pada gedung yang sudah ada hanya apabila
dinyatakan oleh instansi yang berwenang bahwa tangga luar yang ada kurang memenuhi syarat. (lihat butir 5.2 ).

45 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Tangga penyelamatan yang baru tidak berupa tangga panjat atau jendela akses untuk semua klasifikasi hunian
atau beban hunian.
5.8.1.3.
Untuk tangga penyelamatan kebakaran dari tipe U dengan platform atau tipe
lurus dengan platform yang menerus dalam arah yang sama harus diijinkan. Jenis yang
manapun harus diijinkan sejajar atau tegak lurus pada bangunan. Jenis yang manapun
harus diijinkan menempel pada bangunan atau dibangun tersendiri dari bangunan dan
dihubungkan oleh jalur pejalan kaki.
5.8.2.

Proteksi dari bukaan.

Tangga penyelamatan kebakaran harus berhubungan dengan sesedikit mungkin bukaan


jendela dan pintu. Setiap bukaan harus diproteksi dengan pintu kebakaran yang disetujui
atau rakitan jendela kebakaran, apabila bukaan atau bagian dari bukaan diletakkan sebagai
berikut :
a).

Horisontal.
Jika dalam jarak 4,5 m ( 15 ft ) dari balkon, platform, atau jalur tangga yang termasuk
sebagai satu komponen dari tangga penyelamatan kebakaran.

b).

Di bawah.
Jika dalam jarak tiga lantai atau 10 m ( 35 ft ) dari balkon, platform, jalur pejalan kaki,
atau jalur tangga yang termasuk sebagai satu komponen tangga penyelamatan
kebakaran atau dalam jarak dua lantai atau 6 m ( 20 ft ) dari sebuah platform atau jalur
pejalan kaki yang menuju dari tiap lantai ke tangga penyelamatanan kebakaran.

c).

Di atas.
Jika dalam jarak 3 m ( 10 ft ) dari balkon, platform atau jalur pejalan kaki diukur vertikal
atau dari permukaan anak tangga terukur vertikal.

d).

Lantai teratas.
proteksi untuk bukaan dinding harus tidak dipersyaratkan apabila tangga ridak menuju
ke atap.

e).

Halaman ( Court ) yang mengelilingi dinding.


Setiap dinding yang menghadap ke halaman yang dilayani oleh sebuah tangga
penyelamatan kebakaran dengan dimensi yang terkecil dari halaman tidak lebih besar
dari sepertiga ketinggian platform teratas dari tangga penyelamatan kebakaran diukur
dari lantai dasar.

Pengecualian :
Ketentuan dalam butir 5.8.2 harus diijinkan untuk dimodifikasi oleh instansi yang berwenang bila menggunakan
proteksi springkler otomatis, hunian bahaya kebakaran rendah, atau kondisi khusus lainnya.
5.8.3.

Akses.

5.8.3.1.
Akses ke tangga penyelamatan kebakaran harus sesuai dengan butir 5.8.4 dan
butir 8.1.2.
Pengecualian :
Apabila diijinkan dalam hunian yang sudah ada dari standar ini, akses ke tangga penyelamatan kebakaran
diijinkan melalui jendela. Jendela berjalusi atau jendela tahan badai harus dilarang apabila jendela tersebut
membatasi akses bebas ke tangga penyelamatan kebakaran. Jendela harus disusun dan dijaga sehingga mudah
dibuka.

46 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.8.3.2.
Tangga penyelamatan kebakaran harus diperpanjang ke atap di dalam semua
kasus apabila atap di huni atau sebagai daerah tempat perlindungan yang aman.
Pengecualian :
Jika atap mempunyai kemiringan 1 : 6 atau kurang, tangga penyelamatan kebakaran sesuai dengan butir 5.9
atau tangga alternatip sesuai dengan butir 5.11 harus disediakan untuk akses ke atap.
5.8.3.3.
Akses ke tangga penyelamatan kebakaran harus langsung ke balkon, bordes
atau platform dan tidak lebih tinggi dari lantai atau ambang bawah jendela dan tidak lebih
rendah dari 20 cm ( 8 inci ) dibawah ambang bawah jendela.
5.8.4.

Detail tangga.

Tangga penyelamatan kebakaran harus memenuhi persyaratan tabel 5.8.4.a. dan sub
bagiannya. Penggantian tangga penyelamatan kebakaran harus memenuhi persyaratan
tabel 5.8.4.b.
Tabel 5.8.4.a.
Lebar minimum
Dimensi horisontal minimum dari
setiap bordes atau landasan.
Tiang tegak maksimum
Tinggi minimum anak tangga,
tidak termasuk ujungnya.
Ujung minimum atau tonjolan.
Konstruksi anak tangga.

Melayani lebih dari 10 penghuni


55 cm ( 22 inci ) bersih antara relrel.
Bersih 55 cm

Melayani 10 penghuni atau kurang.


45 cm ( 18 inci ) bersih antara relrel.
Bersih 45 cm ( 18 inci )

23 cm ( 9 inci ).
23 cm ( 9 inci ).

30 cm ( 12 inci ).
15 cm ( 6 inci ).

2,5 cm ( 1 inci ).
Padat berdiameter 1,3 cm,
perforasi diijinkan.

Tidak ada persyaratan


Batangan metal rata pada tepi atau
batangan segi empat diamankan
terhadap putaran berjarak 3,2 cm
(1 inci) maksimum pada tengahtengahnya.
Diijinkan subyek pada batas
kapasitas.
Tidak ada syarat
Diijinkan subyek pada batas
kapasitas.
tidak dipersyaratkan.

Pemutar

Tidak ada

Tiang tegak
Spiral

Tidak ada
Tidak ada

Ketinggian maksimum antar


bordes.
Ketinggian ruang minimum.
Tinggi rel pegangan tangan.
akses ke penyelamatan.

3,7 m (12 ft ).

Ketinggian dari bukaan akses.

Pelepasan ke lantai dasar.

Kapasitas, jumlah orang.

200 cm ( 6 ft, 8 inci ).


100 cm ( 42 inci ).
Pintu atau jendela 60 cm x 200 cm
(24 inci x 6 ft,6 inci) atau jendela
gantung ganda 76 cm x 90 cm (30
inci x 36 inci) bukaan bersih.
Tidak lebih dari 30 cm ( 12 inci ) di
atas lantai, bertingkat-tingkat
apabila lebih.
Bagian tangga ayun diijinkan
apabila disetujui oleh instansi yang
berwenang.
1,3 cm ( 0,5 inci ) per orang
apabila akses melalui pintu; 2,5 cm
( 1 inci ) per orang bila akses
dengan memanjat melalui jendela.

47 dari 77

sama
sama
Jendela-jendela menyediakan
bukaan bersih paling sedikit 50 cm
(20 inci) lebar 60 cm (24 inci) tinggi
dan 0,5 m2 (5,7 ft2) luasnya.
sama

Tangga ayun atau tangga panjat


ayun bila disetujui oleh instansi
yang berwenang.
10; apabila pemutar atau tangga
panjat dari balkon bawah, 5; jika
keduanya, 1

SNI 03 1746 - 2000

Tabel 5.8.4.b. : Penggantian tangga penyelamatan kebakaran.


Lebar minimum
Dimensi horisontal minimum dari
setiap bordes atau landasan.
Tiang tegak maksimum
Tinggi minimum anak tangga,
tidak termasuk ujungnya.
Konstruksi anak tangga.
Pemutar
Tiang tegak
Spiral
Ketinggian maksimum antar
bordes.
Ketinggian ruang minimum.
Tinggi rel pegangan tangan.
akses ke penyelamatan.

Ketinggian dari bukaan akses.

Pelepasan ke lantai dasar.

Kapasitas, jumlah orang.

5.8.5.

Melayani lebih dari 10 penghuni


55 cm ( 22 inci ) bersih antara relrel.
Bersih 55 cm ( 22 inci )

Melayani 10 penghuni atau kurang.


sama.

23 cm ( 9 inci ).
25 cm ( 10 inci ).

sama.
sama .

Padat berdiameter 1,3 cm,


perforasi diijinkan.
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
3,7 m (12 ft ).

sama.

200 cm ( 6 ft, 8 inci ).


100 cm ( 42 inci ).
Pintu atau jendela 60 cm x 200 cm
(24 inci x 6 ft,6 inci) atau jendela
gantung ganda 76 cm x 90 cm (30
inci x 36 inci) bukaan bersih.
Tidak lebih dari 30 cm ( 12 inci ) di
atas lantai, bertingkat-tingkat
apabila lebih.
Bagian tangga ayun diijinkan
apabila disetujui oleh instansi yang
berwenang.
1,3 cm ( 0,5 inci ) per orang apabila
akses melalui pintu; 2,5 cm ( 1 inci )
per orang bila akses dengan
memanjat melalui jendela.

sama.

Diijinkan subyek pada butir 5.2.2.4.


Tidak ada
Diijinkan subyek pada butir 5.2.2.4..
sama
sama
sama
Jendela-jendela menyediakan
bukaan bersih paling sedikit 50 cm
(20 inci) lebar 60 cm (24 inci) tinggi
dan 0,5 m2 (5,7 ft2) luasnya.
sama

sama.

10;

Pagar pengaman, rel pegangan tangan dan ruang tertutup yang visual.

5.8.5.1.
Semua tangga penyelamatan kebakaran harus mempunyai dinding atau pagar
pengaman dan rel pegangan tangan pada kedua sisinya sesuai butir 5.2.4.
Pengecualian :
Rel pegangan tangan yang sudah ada pada tangga penyelamatan kebakaran yang sudah ada harus diijinkan
selama ketinggiannya tidak lebih dari 100 cm ( 42 inci ).
5.8.5.2.
Penggantian tangga penyelamatan kebakaran di dalam hunian yang melayani
lebih dari 10 penghuni harus mempunyai ruang tertutup visual untuk menghindari setiap
kesalahan penggunaan oleh orang-orang yang mempunyai rasa takut pada tempat yang
tinggi. Untuk tangga lebih dari tiga lantai tingginya, setiap susunan dimaksud untuk
memenuhi persyaratan ini harus sedikitnya 100 cm ( 42 inci ) tingginya.
5.8.6.

Bahan dan ketahanan.

5.8.6.1.
Bahan yang tidak mudah terbakar harus digunakan untuk konstruksi semua
kompoinen dari tangga penyelamatan kebakaran.

48 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.8.6.2.
Instansi yang berwenang harus diijinkan untuk menyetujui setiap tangga
kebakaran yang sudah ada yang telah di uji beban atau bukti lain yang memuaskan yang
menunjukkan ketahanan yang cukup.
5.8.7.

Tangga ayun.

5.8.7.1.
Satu bagian tangga ayun harus diijinkan untuk menjadi akhir dari tangga
penyelamatan kebakaran jalan setapak, gang atau jalur kendaraan, apabila tidak
memungkinkan untuk membuat pengakhiran dengan tangga penyelamatan kebakaran.
5.8.7.2.
Bagian tangga ayun tidak ditempatkan di atas pintu, di atas jalur lintasan dari
setiap eksit lain, atau dalam setiap lokasi yang menjadikannya penghalang.
5.8.7.3.
Lebar dari bagian tangga ayun harus sedikitnya sama dengan tangga
penyelamatan kebakaran di atasnya.
5.8.7.4.
Bagian atas tangga ayun harus tidak miring terhadap tangga penyelamatan
kebakaran di atasnya.
5.8.7.5.
Pagar pengaman dan rel pegangan tangan, sesuai butir 5.2.4. harus diadakan
dengan ketinggian dan konstruksi yang sesuai dengan yang digunakan untuk tangga
penyelamatan kebakaran diatasanya. Pagar pengaman dan rel pegangan tangan dirancang
untuk mencegah setiap kemungkinan kecelakaan kepada orang apabila tangga mengayun
ke bawah. Jarak minimum antar bagian yang bergerak dan setiap bagian lainnya dari sistem
tangga dimana tangan berkecenderungan tersangkut harus 10 cm ( 4 inci ).
5.8.7.6.
Jika jarak dari platform terendah ke tanah sedikitnya 3,7 m ( 12 ft ), harus ada
balkon antara berjarak tidak lebih dari 3,7 m ( 12 ft ) dari tanah dan sedikitnya 2,1 m ( 7 ft )
dari tanah, dengan lebar sedikitnya selebar tangga dan panjang sedikitnya 1,2 m ( 4 ft ).
5.8.7.7.
Tangga ayun harus diimbangi pada sebuah poros , dan tidak boleh
menggunakan kabel. Suatu pemberat 68 kg ( 150 lb ) diletakkan satu langkah dari poros
harus tidak menyebabkan tangga mengayun turun, dan suatu pemberat 68 kg ( 150 lb )
diletakkan seperempat panjang dari tangga ayun dari poros menjamin tangga mengayun
turun.
5.8.7.8.
Poros untuk tangga ayun harus tahan korosi atau mempunyai celah untuk
mencegah menempel karena korosi.
5.8.7.9.

Jangan dipasang pengunci pada tangga ayun.

5.8.8.

Tempat yang dilalui .

5.8.8.1.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang , tangga penyelamatan
kebakaran harus diijinkan menyeberang menuju atap yang bersebelahan sebelum
diteruskan ke lintasan menurun.
Arah dari lintasan harus ditandai dengan jelas, dan harus disediakan jalur pejalan kaki
dengan pagar pengaman dan rel pegangan tangan memenuhi butir 5.2.4.
5.8.8.2.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, tangga penyelamatan kebakaran
harus diijinkan digunakan sebagai tangga di dalam atau tangga di luar memenuhi butir 5.2.2,
asalkan jalur lintas menerus yang aman di jaga.
5.9.

Tangga panjat penyelamatan kebakaran.

5.9.1.

Umum.

Tangga panjat penyelamat kebakaran hanya diijinkan apabila menyediakan :

49 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

a).

Akses menuju tempat di atap yang tidak dihuni seperti yang diijinkan didalam butir
5.8.3.2; atau

b).

Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari lif gudang seperti yang diijinkan untuk
bangunan hunian gudang ; atau

c).

Sebuah sarana jalan ke luar dari menara dan platform yang ditinggikan untuk
perlengkapan mesin atau tempat yang serupa , untuk hunian tidak lebih dari tiga orang
yang mampu menggunakan tangga panjat ; atau

d).

Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari ruangan ketel uap atau tempat yang serupa
untuk hunian tidak lebih dari tiga orang yang mampu menggunakan tangga panjat;
atau

e).

Akses ke tanah dari balkon atau tangga terendah dari tangga penyelamatan kebakaran
untuk bangunan yang kecil diijinkan dalam butir 5.8.4 apabila disetujui oleh instansi
yang berwenang.

5.9.2.

Konstruksi dan instalasi.

5.9.2.1.
Tangga panjat penyelamatan kebakaran harus memenuhi ketentuan yang
berlaku dalam standar keselamatan untuk tangga panjat.
Pengecualian 1 :
Tangga panjat yang sudah ada harus memenuhi standar ini, berlaku apabila tangga panjat yang dipasang telah
diijinkan dan disetujui oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian 2 :
Tangga industri yang tetap yang sesuai ketentuan yang berlaku tentang hal ini, persyaratan minimum untuk
tangga tetap harus diijinkan apabila tangga panjat penyelamatan kebakaran diijinkan sesuai untuk bangunan
industri.
5.9.2.2.
dilarang.

Tangga panjat yang dipasang dengan kemiringan lebih dari 75 derajat harus

5.9.2.3.

Tangga panjat yang mudah terbakar harus dilarang.

5.9.3.

Akses.

Anak tangga panjat terbawah harus tidak lebih dari 30 cm ( 12 inci ) di atas permukaan
dibawahnya.
5.10.

Alat penyelamatan luncur.

5.10.1.

Umum.

5.10.1.1. Alat penyelamatan luncur harus diijinkan sebagai komponen jalan ke luar apabila
diijinkan untuk bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
5.10.1.2.

Setiap alat penyelamatan luncur harus dari tipe yang disetujui.

5.10.2.

Kapasitas.

5.10.2.1. Alat penyelamatan luncur, apabila diijinkan sebagai sarana jalan ke luar, harus
berkapasitas 60 orang.
5.10.2.2. Alat penyelamatan luncur harus tidak lebih 25 Persen dari kapasitas jalan ke luar
yang dipersyaratkan dari setiap bangunan atau setiap lantai tersendiri.

50 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian.
Seperti diijinkan untuk bangunan industri.
5.11.

Peralatan anak tangga bergantian.

5.11.1.
Peralatan anak tangga bergantian sesuai butir 5.11.2. harus diijinkan apabila
memenuhi :
a).

Akses ke ruang atap tidak berpenghuni seperti yang diijinkan dalam butir 5.8.3.2.

b).

Sebuah sarana jalan ke luar kedua dari lif gudang seperti diijinkan untuk bangunan
gudang.

c).

Sebuah sarana jalan ke luar dari menara dan platform di ketinggian disekitar peralatan
mesin atau tempat-tempat penting serupa pada hunian tidak lebih dari tiga orang yang
berkemampuan menggunakan peralatan anak tangga bergantian ; atau

d).

Sebuah sarana jalan ke luar sekunder dari ruangan ketel uap atau tempat penting
serupa untuk hunian tidak lebih dari tiga orang yang mampu menggunakan peralatan
anak tangga bergantian.

Gambar 5.11.1. Tangga bergantian


5.11.2.

Peralatan anak tangga bergantian harus memenuhi yang berikut :

a).

Rel pegangan tangan disediakan pada kedua sisi dari peralatan anak tangga
bergantian sesuai butir 5.2.4.5.; dan

b).

Lebar bersih antara rel pegangan tangan paling sedikit 43 cm ( 17 inci ) dan tidak lebih
dari 60 cm ( 24 inci ) ; dan

c).

Tinggi ruangan paling sedikit 2 m ( 6 ft, 8 inci ).

d).

Sudut dari peralatan antara 50 dan 68 derajat dari garis horisontal.

e).

Tinggi antar anak tangga tidak lebih dari 24 cm ( 9,5 inci ).

f).

Anak tangga mempunyai lebar tangga bersih minimum 15 cm ( 5,8 inci ) diukur sesuai
dengan butir 5.2. dan lebar bersih 24 cm ( 9,5 inci ) ; dan

51 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

g).

Jarak minimum 15 cm ( 6 inci ) disediakan antara rel pegangan tangan tangga dan
setiap obyek yang lain; dan

h).

Anak tangga berawal pada ketinggian yang sama


permukaan lantai; dan

i).

Anak tangga bergantian terpisah lateral tidak lebih dari 5 cm ( 2 inci ) ; dan

j).

Beban hunian dilayani tidak lebih dari tiga.

5.12.

Daerah tempat perlindungan.

5.12.1.

Umum.

seperti platform, bordes, atau

Satu daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai digunakan sebagai bagian dari
sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan sesuai butir 8.4 atau digunakan sebagai satu
bagian dari sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan harus memenuhi :
a).

persyaratan umum pada bagian/pasal 4, dan

b).

Persyaratan khusus pada butir 5.12.2 dan 5.12.3.

Pengecualian :
Daerah tempat perlindungan terdiri dari lantai bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler
otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan
dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
5.12.2.

Aksesibilitas.

5.12.2.1. Bagian dari sebuah daerah tempat perlindungan harus mudah dicapai dari
tempat yang dilayani oleh sarana jalan ke luar yang mudah dicapai.
5.12.2.2. Bagian dari daerah tempat perlindungan yang dipersyaratkan harus mempunyai
akses ke suatu jalan umum melalui eksit atau lif, tanpa kembali ke dalam tempat di
bangunan, melalui lintasan daerah tempat perlindungan.
5.12.2.3. Apabila eksit menyediakan jalan ke luar dari daerah tempat perlindungan ke
suatu jalan umum, sesuai butir 5.12.2.2., termasuk tangga, lebar bersih minimum dari bordes
dan deretan anak tangga. diukur antara rel pegangan tangan dan semua titik di bawah
ketinggian rel pegangan tangan harus 120 cm ( 48 inci ).
Pengecualian 1 :
Daerah tempat perlindungan dibuat oleh eksit horisontal sesuai butir 5.4.
Pengecualian 2 :
Untuk tangga apabila sarana jalan ke luar ke arah menurun, lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ), diukur pada
dan di bagian bawah ketinggian rel pegangan tangan, jika ukuran alternatif bila tidak dipergunakan orang di kursi
roda.
Pengecualian 3 :
Tangga dan bordes yang sudah ada dengan lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ), diukur pada dan di bawah
ketinggian rel pegangan tangan, harus diijinkan.
Pengecualian 4 :
Lebar bersih minimum 90 cm ( 37 inci ) diukur pada dan di bawah ketinggian rel pegangan tangan harus diijinkan
dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui,
dipasang sesuai SNI 03-0000-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

52 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

5.12.2.4. Apabila lif menyediakan akses dari suatu daerah tempat perlindungan ke jalan
umum, sesuai butir 5.12.2.2., lif harus dapat digunakan untuk petugas pemadam kebakaran
sesuai ketentuan yang berlaku tentang lif dan eskalator. Pasokan daya listrik harus
diproteksi terhadap gangguan adanya api di dalam bangunan, tetapi di luar daerah tempat
perlindungan. Lif harus diletakkan dalam sistem saf yang memenuhi persyaratan untuk
ruang tertutup kedap asap sesuai butir 5.3.
Pengecualian 1 :
Ruang tertutup kedap asap harus tidak diperlukan untuk daerah tempat perlindungan yang luasnya lebih dari 93
m2 ( 1000 ft2 ) dan dibuat oleh eksit horisontal yang memenuhi persyaratan butir 5.4.
Pengecualian 2 :
Ruang tertutup kedap asap tidak diperlukan dalam sebuah bangunan jang diproteksi seluruhnya oleh sistem
springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 3 :
Lif yang memenuhi butir 5.13.
5.12.2.5. Daerah tempat perlindungan harus disediakan sistem komunikasi dua arah
antara daerah tempat perlindungan dan titik pusat kontrol.
Pintu ke ruang tangga tertutup atau pintu lif dan bagian yang berhubungan dari daerah
tempat perlindungannya teridentifikasi oleh tanda arah ( lihat butir 5.12.3.5.).
5.12.2.6. Instruksi untuk minta bantuan melalui sistem komunikasi dua arah dan identifikasi
tertulis dari daerah tempat perlindungan harus diletakkan di dekat sistem komunikasi dua
arah.
5.12.3.

Detail-detail.

5.12.3.1. Setiap daerah tempat perlindungan harus berukuran untuk menampung satu
ukuran kursi roda 76 cm x 120 cm ( 30 inci x 48 inci ) untuk setiap 200 penghuni atau
bagiannya, sesuai beban hunian yang dilayani daerah tempat perlindungan. Tempat untuk
kursi roda seperti itu harus mempunyai lebar sesuai dengan beban hunian sarana jalan ke
luar yang dilayani dan sedikitnya 90 cm (36 inci ).

Gambar 5.12.3.1 : Tangga eksit digunakan sebagai tempat perlindungan


5.12.3.2. Untuk setiap daerah tempat perlindungan yang berukuran tidak lebih dari 93 m2
( 1000 ft2 ) harus dihitung atau diuji bahwa kondisi masih bisa dihuni dalam daerah tempat
perlindungan untuk waktu 15 menit ketika tempat yang berdampingan pada sisi lain dari

53 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

pemisah yang menciptakan satu daerah tempat perlindungan berada pada kondisi
kebakaran yang maksimum.
5.12.3.3. Akses ke tempat kursi roda yang dirancang di dalam daerah tempat perlindungan
harus tidak melalui lebih dari satu tempat kursi roda yang berhubungan.
5.12.3.4. Setiap daerah tempat perlindungan harus dipisahkan dari bagian lantai lainnya
oleh satu penghalang yang mempunyai tingkat ketahanan api minimal 60/60/60 atau sesuai
SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan
bahaya kebakaran pada bangunan gedung, kecuali tingkat ketahanan api lebih tinggi
ditentukan dalam bagian lain dari standar ini. Penghalang seperti itu, dan setiap bukaan
didalamnya, harus memperkecil perembesan udara dan memperlambat aliran asap. Pintu
pada penghalang seperti itu harus mempunyai sedikitnya tingkat ketahanan api 20/20/20
atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan sistim proteksi pasif untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, kecuali tingkat ketahanan api lebih
tinggi ditentukan di dalam bagian lain dari standar ini, dan harus menutup sendiri atau
menutup otomatik sesuai pengecualian pada butir 5.1.8.
Ducting harus diijinkan menembus penghalang itu, kecuali dilarang di dalam bagian lain dari
standar ini dan harus dilengkapi dengan damper asap atau sarana-sarana lain yang disetujui
untuk menahan aliran asap ke daerah tempat perlindungan.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Penghalang yang sudah ada dengan tingkat ketahanan api 30/30/30 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata
cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, harus
diijinkan.
5.12.3.5. Setiap daerah tempat perlindungan harus diidentifikasi oleh sebuah tanda yang
menyatakan DAERAH TEMPAT PERLINDUNGAN yang sesuai ketentuan yang berlaku,
menggunakan tanda simbol internasional untuk aksesibilitas. Tanda juga harus ditempatkan
pada setiap pintu yang menuju tempat perlindungan. Tanda juga harus dipasang di semua
eksit yang tidak menyediakan sarana jalan ke luar yang tercapai seperti yang diartikan di
dalam butir 4.2 dan apabila perlu untuk menandakan dengan jelas arah menuju satu daerah
tempat perlindungan.
Tanda harus diterangi sesuai yang persyaratan untuk tanda eksit dimana pencahayaan
tanda eksit diperlukan.
5.12.3.6. Tanda-tanda yang dapat diraba sesuai ketentuan yang berlaku, harus diletakkan
pada setiap pintu yang menuju daerah tempat perlindungan.
5.13.

Lif.

5.13.1.

Umum.

Suatu elevator yang memenuhi persyaratan pelayanan bangunan dan alat proteksi
kebakaran harus diijinkan digunakan sebagai sarana jalan ke luar kedua dari menara
bangunan pencakar langit, asalkan :

54 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

a).

Menara dan setiap struktur yang melekat padanya diproteksi seluruhnya dengan
sistem springkler otomatis yang terawasi dan disetujui sesuai untuk bangunan
pencakar langit.

b).

Menara terutama di huni tidak lebih dari 90 orang, dan

c).

jalan ke luar pelepasan utama langsung ke luar, dan

d).

Tidak ada daerah yang berisi bahan bahaya kebakaran berat di dalam menara atau
struktur yang melekat, dan

e).

seratus persen kapasitas jalan ke luar harus dilengkapi, terlepas dari lif.

f).

Perencanaan evakuasi harus diterapkan secara spesifik termasuk lif. Sebagai bagian
dari rencana, petugas harus dilatih dalam mengoperasikan dan prosedur untuk
penggunaan lif darurat dalam kondisi normal sampai regu pemadam kebakaran
didatangkan.

5.13.2.

Kapasitas sistem evakuasi lif.

5.13.2.1.

Kereta lif harus mempunyai kapasitas sedikitnya delapan orang.

5.13.2.2. Lobi lif harus mempunyai kapasitas sedikitnya lima puluh prosen dari beban
hunian daerah yang dilayani oleh lobi. Kapasitas harus dihitung dengan memakai 0,3 m2 ( 3
ft2 ) per orang dan juga harus termasuk tempat untuk satu kursi roda berukuran 80 cm x 120
cm ( 30 inci x 48 inci ) untuk setiap 50 orang, atau sebagian dari total beban hunian yang
dilayani oleh lobi itu.
5.13.3.

Lobi lif.

Pada setiap lantai yang dilayani oleh lif, harus ada lobi lif. Penghalang yang membentuk lobi
lif harus mempunyai tingkat ketahanan api sedikitnya 1 jam dan harus diatur sebagai
penghalang asap sesuai ketentuan tentang sistem penghalang asap.
5.13.4.

Pintu lobi lif.

Pintu lobi lif, harus mempunyai tingkat ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736
tentang tata cara perencanaan sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran
pada bangunan gedung dan maksimum temperatur yang dijalarkan sampai titik akhir 2500C
( 4500F ) diatas lingkungannya pada akhir dari 30 menit kebakaran sesuai ketentuan
mengenai penghalang asap yang berlaku, dan harus pintu menutup sendiri atau menutup
secara otomatis sesuai butir 5.1.8.
5.13.5.

Pengaktifan pintu.

Pintu lobi lif harus menutup menanggapi suatu sinyal dari suatu detektor asap yang
ditempatkan langsung diluar lobi lif yang berhubungan atau pada setiap bukaan pintu.
Menutupnya pintu lobi dalam menanggapi suatu sinyal dari sistem alarm kebakaran
bangunan harus diijinkan. Menutupnya satu pintu lobi lif oleh sarana detektor asap atau
sinyal dari sistem slarm kebakaran bangunan harus mengakibatkan menutupnya semua
pintu lobi lif yang melayani sistem evakuasi lif.
5.13.6.

Proteksi air.

Bahan bangunan yang digunakan harus dapat menjaga peralatan lif terekspos terhadap air.
5.13.7.

Daya dan kabel kontrol.

Peralatan lif, komunikasi lif, pendinginan ruang mesin lif dan pendinginan pengendali lif,
harus dipasok oleh sumber daya normal dan cadangan. Kabel untuk daya dan kontrol harus

55 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

ditempatkan dan diproteksi dengan benar untuk menjamin sedikitnya 1 jam operasi selama
kejadian kebakaran.
5.13.8.

Komunikasi.

Dua cara komunikasi harus disediakan antara lobi lif dan titk pusat kontrol dan antara kereta
lif dan titik pusat kontrol. Kabel komunikasi harus diproteksi untuk menjamin sedikitnya satu
jam beroperasi dalam kejadian kebakaran.
5.13.9.

Bekerjanya lif.

Lif harus dilengkapi dengan pelayanan untuk regu pemadam kebakaran sesuai ketentuan
yang berlaku untuk itu.
5.13.10.

Pemeliharaan.

Apabila lobi lif dilayani hanya oleh satu kereta lif, sistem evakuasi lif harus mempunyai jadwal
program pemeliharaan pada waktu bangunan tidak digunakan atau aktifitas bangunannya
rendah. Perbaikan harus diselesaikan dalam waktu 24 jam.
5.13.11.

Proteksi gempa.

Lif harus mempunyai kemampuan untuk berhenti selama terjadi gempa pada lokasi
pemberhentian yang ditentukan sesuai ketentuan yang berlaku untuk lif.
5.13.12.

Penandaan.

Lihat butir 13.4.3.

6.

Kapasitas sarana jalan ke luar.

6.1.

Beban hunian.

6.1.1.
Kapasitas total sarana jalan ke luar untuk setiap tingkat bangunan, balkon, atau
tempat yang dihuni lainnya harus cukup terhadap beban huniannya.
6.1.2.
Beban hunian dalam suatu bangunan atau bagiannya harus sedikitnya suatu
angka yang ditetapkan besarnya dengan membagi luas lantai yang sesuai penggunaannya
dengan faktor beban hunian sesuai klasifikasi bangunannya.
Apabila luas kotor dan luas bersih diberikan untuk hunian yang sama, perhitungan harus
terutama dibuat dengan menggunakan luas kotor dari bangunan yang dispesifikasikan, luas
bersih digunakan untuk penerapan khusus yang dispesifikasikan.
6.1.3.
Beban hunian yang diijinkan dalam setiap bangunan atau bagiannya, harus
diijinkan dinaikkan dari angka yang telah ditentukan untuk pemakaian sesuai butir 6.1.2,
apabila semua persyaratan lain dari standar ini juga dipenuhi, berdasarkan pada kenaikkan
angka tersebut.
Instansi yang berwenang, harus diijinkan untuk memperoleh dan menyetujui diagram
perletakan peralatan, deretan tempat duduk dan gang yang dipasang tetap untuk
membenarkan setiap penambahan beban hunian dan harus diijinkan mempersyaratkan
diagram tersebut dipasang di lokasi yang disetujui.
6.1.4.
Apabila eksit melayani lebih dari satu tingkat, hanya beban hunian dari setiap
tingkat itu sendiri yang digunakan menghitung kapasitas eksit dari lantai itu, asalkan
kapasitas jalan ke luar yang dibutuhkan dari eksit harus tidak dikurangi ke arah lintasan jalan
ke luar.

56 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

6.1.5
Apabila sarana jalan ke luar dari lantai di atas dan di bawah berada pada lantai
diantaranya, kapasitas sarana jalan ke luar dari titik temu tersebut sedikitnya harus
merupakan penjumlahan dari beban hunian kedua lantai tersebut.
6.1.6.
Apabila kapasitas jalan ke luar yang dipersyaratkan dari sebuah balkon atau
mezanine melewati ruang di bawahnya, kapasitas yang dibutuhkan harus ditambahkan ke
kapasitas jalan ke luar yang dibutuhkan dari ruangan dimana jalan ke luar itu ditempatkan.
6.2.

Pengukuran sarana jalan ke luar.

Lebar bersih sarana jalan ke luar harus diukur pada titik tersempit dari komponen eksit yang
diperhitungkan.
Pengecualian :
Tonjolan tidak lebih dari 9 cm ( 3 inci ) pada setiap sisi diijinkan pada dan di bawah ketinggian rel pegangan
tangan.
6.3.

Kapasitas jalan ke luar.

6.3.1.
Kapasitas jalan ke luar yang disetujui dari komponen sarana jalan ke luar harus
didasarkan pada tabel berikut :

Asrama dan perawatan.


Banguan kesehatan yang
di springkler.
Bangunan kesehatan
tanpa springkler.
Isi bahaya berat.
Lain-lain

Jalur tangga
cm per orang.
( inci per orang )
1,0 ( 0,4 )
0,8 ( 0,3 )

Komponen level dan ram.


cm per orang.
( inci per orang )
0,5 ( 0,2 )
0,5 ( 0,2 )

1,5 ( 0,6 )

1,3 ( 0,5 )

1,8 ( 0,7 )
0,8 ( 0,3 )

1,0 ( 0,4 )
0,5 ( 0,2 )

6.3.2.
Kapasitas koridor yang dipersyaratkan adalah beban hunian yang menggunakan
koridor sebagai akses eksit dibagi dengan jumlah eksit yang dibutuhkan ke sambungan
koridor, tetapi sedikitnya harus kapasitas eksit yang dibutuhkan untuk menuju koridor.
6.4.

Lebar minimum.

6.4.1.
Lebar minimum dari setiap sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan harus untuk
komponen jalan ke luar yang diberikan pada bagian 5 atau untuk bangunan klas 2 sampai
dengan 9, dan harus sedikitnya 90 cm ( 36 inci ).
Pengecualian 1 :
Lebar minimum dari akses eksit yang dibentuk oleh perabot dan partisi yang dapat dipindah, melayani tidak lebih
dari 6 orang, panjangnya tidak lebih dari 15 m, harus sedikitnya 46 cm ( 18 inci ) maksimum tinggi 100 cm , atau
70 cm ( 28 inci ) untuk tinggi di atas 100 cm ( 38 inci ). Untuk dinding permanen yang dapat dipindahkan, untuk
bangunan baru minimum 90 cm lebarnya dan untuk bangunan yang sudah ada 70 cm lebarnya tanpa dinding
permanen yang dapat dipindah..
Pengecualian 2 :
Pintu seperti dijelaskan pada butir 5.1.2.

57 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian 3 :
Dalam bangunan yang sudah ada, lebar minimum harus sedikitnya 70 cm ( 28 inci ).
Pengecualian 4 :
Gang dan jalur akses gang yang disediakan untuk bangunan kumpulan.
6.4.2.
Apabila akses eksit tunggal menuju eksit, kapasitas yang dinyatakan dengan
lebar harus sedikitnya sama dengan kapasitas yang dipersyaratkan dari eksit yang menuju
kesana. Apabila lebih dari satu akses eksit menuju eksit, masing-masing akan mempunyai
lebar cukup untuk mengakomodasi jumlah orang yang sesuai.

7.

Jumlah sarana jalan ke luar.

7.1.

Umum.

7.1.1.
Jumlah minimum dari sarana jalan ke luar dari setiap balkon, mezanin, lantai
atau bagian dari padanya harus dua.
Pengecualian 1 :
Apabila sarana jalan ke luar tunggal diijinkan untuk bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
Pengecualian 2 :
Suatu mezanin atau balkon harus diijinkan untuk mempunyai sarana jalan ke luar tunggal yang dilengkapi jalur
lintasan bersama terbatas dari bangunan kelas 2 sampai 9.
7.1.2.
Jumlah minimum dari sarana jalan ke luar yang terpisah dari setiap lantai atau
bagiannya harus sebagai berikut :
Beban hunian lebih dari 500 sampai 1000 3.
Beban hunian lebih dari 1000 4
Pengecualian :
Bangunan yang sudah ada seperti diijinkan pada bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
7.1.3.
Sarana jalan ke luar yang mudah dicapai sesuai butir 8.4. tanpa menggunakan lif
harus diijinkan untuk melayani semua sarana jalan ke luar minimum yang dipersyaratkan.
7.1.4.
Hanya beban hunian dari setiap lantai dipertimbangkan tersendiri harus
dipersyaratkan untuk digunakan menghitung jumlah sarana jalan ke luar pada lantai itu,
asalkan jumlah sarana jalan ke luar yang dipersyaratkan harus tidak dikurangi ke arah
lintasan jalan ke luar.
7.1.5.
Pintu lain dari pintu saf lif dan pintu kereta lif harus dilarang pada tempat akses
ke kereta lif.
Pengecualian :
Pintu yang mudah dibuka dari sisi kereta tanpa sebuah kunci, perkakas, pengetahuan khusus, atau usaha
khusus.
7.1.6.
Lobi lif harus mempunyai akses ke sedikitnya satu eksit, akses eksit seperti itu
harus tidak disyaratkan menggunakan sebuah kunci, perkakas pengetahuan khusus, atau
upaya khusus.

58 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

8.

Susunan sarana jalan ke luar.

8.1.

Umum.

8.1.1.
Eksit harus ditempatkan dan akses eksit harus disusun sehingga eksit mudah
dicapai pada setiap saat.
8.1.2.
Apabila eksit tidak mudah dicapai dengan segera dari daerah lantai terbuka, jalan
terusan yang aman dan menerus, gang, atau koridor yang menuju langsung ke setiap eksit
harus dijaga dan disusun menyediakan akses untuk setiap hunian ke sedikitnya dua eksit
dengan pemisahan jalan lintasan.
Akses eksit pada koridor harus menyediakan akses untuk sedikitnya dua eksit yang disetujui
tanpa melewati setiap ruang lain yang menghalangi terhadap koridor, lobi dan tempat-tempat
lain yang terbuka ke koridor.
Pengecualian 1 :
Apabila sebuah eksit tunggal dari kelas bangunan 2 sampai dengan 9.
Pengecualian 2 :
Apabila jalur lintas bersama diijinkan untuk hunian dengan kelas bangunan 2 sampai dengan 9, jalur lintasan
bersama seperti itu harus diijinkan tetapi harus tidak lebih dari batas yang dispesifikasikan.
Pengecualian 3 :
Koridor yang sudah ada yang melewati ruangan untuk akses ke sebuah eksit, harus diijinkan digunakan
menerus, apabila :
a).

Susunan seperti itu disetujui oleh instansi yang berwenang, dan

b).

Jalur lintasan ditandai sesuai bagian 13, dan

c).

Pintu untuk ruangan seperti itu memenuhi butir 5.1, dan

d).

Susunan seperti itu tidak dilarang oleh bagian/pasal yang membahas hunian.

Pengecualian 4 :
Koridor yang tidak dipersyaratkan mempunyai tingkat ketahanan api harus diijinkan ke luar ke dalam daerah
lantai terbuka.
8.1.3.
Apabila lebih dari satu eksit dipersyaratkan dari bangunan atau bagiannya, eksit
seperti itu harus ditempatkan jauh satu sama lain dan harus disusun dan dibangun untuk
meminimalkan kemungkinan terblokirnya semua eksit oleh suatu kebakaran atau kondisi
darurat lainnya.
8.1.4.
Apabila dua eksit atau pintu akses eksit diperlukan, harus ditempatkan satu sama
lain pada jarak minimal setengah jarak maksimum dari diagonal ruangan atau bangunan
yang dilayaninya di ukur garis lurus dari ujung terdekat dari eksit atau pintu akses eksit.
Apabila ruang tertutup untuk eksit disediakan sebagai eksit yang dipersyaratkan dan
dihubungkan oleh koridor memenuhi persyaratan butir 4.1.1, pemisahan eksit harus diijinkan
untuk diukur sepanjang koridor.
Apabila lebih dari dua eksit atau pintu akses eksit diperlukan, minimal dua eksit atau pintu
akses eksit yang diperlukan harus diukur sesuai ketentuan di atas.

59 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 8.1.4.(a).Jarak 2 pintu eksit

Gambar 8.1.4.(b).Jarak 2 pintu eksit

60 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 8.1.4.(c).Jarak pemisahan 2 eksit

Gambar 8.1.4.(d).Jarak pemisahan 2 eksit


Eksit atau pintu akses eksit lain diletakkan sedemikian, sehingga apabila satu eksit terblokir,
yang lain masih dapat digunakan.

61 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian 1 :
Dalam bangunan terproteksi menyeluruh oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000, tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung, jarak pemisahan minimum antara dua eksit atau
pintu akses eksit diukur sesuai butir 8.1.4, harus minimal sepertiga panjang diagonal maksimum bangunan atau
daerah yang dilayani.
Pengecualian 2 :
Dalam bangunan yang sudah ada, apabila lebih dari satu eksit atau pintu akses eksit dipersyaratkan, maka eksit
atau pintu akses eksit tersebut harus diijinkan diletakkan jauh satu sama lain sesuai butir 8.1.3.
8.1.5.
Tangga yang saling menyambung (interlock) atau tangga gunting harus diijinkan
untuk dipertimbangkan sebagai eksit terpisah, jika tertutup sesuai butir 4.1.2 dan dipisahkan
satu sama lain dengan konstruksi bahan tidak mudah terbakar yang mempunyai tingkat
ketahanan api 120/120/120 atau sesuai SNI 03-0000-2000 tentang sistem proteksi pasif
Harus tidak ada tembusan atau bukaan penghubung, diproteksi atau tidak, antar ruang
tertutup untuk tangga.
8.1.6.

Akses eksit harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam koridor.

Gambar 8.1.6 : Jalur lintasan bersama dan koridor ujung buntu

62 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian :
Apabila ujung buntu diijinkan pada bangunan kelas 2 sampai dengan 9, ujung buntu tersebut harus diijinkan
tetapi harus tidak lebih dari batas yang dispesifikasikan.
8.1.7.
Akses eksit dari ruangan atau tempat harus diijinkan melalui ruang bersebelahan
atau ruang yang dilalui, atau daerah, asalkan ruangan bersebelahan seperti itu sebagai
pelengkap untuk daerah yang dilayani.
Foyer, lobi, dan ruang resepsi yang dibangun seperti dipersyaratkan untuk koridor harus
tidak ditafsirkan sebagai ruang yang dilalui.
Akses eksit harus disusun sehingga tidak perlu melalui suatu daerah yang diidentifikasikan
sebagai daerah proteksi bahaya untuk bangunan kelas 2 sampai 9.
8.2.

Rintangan jalan ke luar.

8.2.1.
Dalam semua kasus akses ke sebuah eksit tidak melalui dapur, gudang, ruang
istirahat, ruang kerja, gudang, kamar tidur atau tempat-tempat serupa, atau ruangan penting
lain yang mungkin terkunci.
Pengecualian 1 :
Akses eksit harus diijinkan lewat melalui ruangan atau tempat yang memungkinkan terkunci untuk bangunan
rumah sakit dan rumah tahanan.
Pengecualian 2 :
Akses eksit harus diijinkan lewat melalui gudang seperti dijelaskan pada bangunan gudang.
8.2.2.
Akses eksit dan pintu eksit harus dirancang dan ditata untuk mudah dikenali
dengan jelas. Gantungan atau gorden harus tidak dipasang di atas pintu eksit atau dipasang
sehingga eksit tersembunyi atau tidak jelas. Cermin tidak dipasang pada pintu eksit. Cermin
tidak dipasang di dalam atau berdekatan ke setiap eksit, sedemikian sehingga
membingungkan arah eksit.
Pengecualian :
Tirai harus diijinkan untuk pembukaan sarana jalan ke luar dinding tenda, jika :
a).

ditandai dengan terang dan kontras terhadap dinding tenda sehingga mudah dikenali
sebagai sarana jalan ke luar.

b).

dipasang menyeberang pembukaan yang minimal lebarnya 1,8 m ( 6 ft ).

c).

digantung dengan cincin geser atau perangkat keras lain yang sesuai, sehingga mudah digeser ke sisi
untuk membuat bukaan yang tak terhalangi pada dinding tenda dengan lebar minimum yang
dipersyaratkan untuk bukaan pintu.

8.3.

Jalan di luar dari akses eksit.

8.3.1.
Akses eksit harus diijinkan untuk sarana dari balkon luar, serambi, beranda, atau
atap yang memenuhi persyaratan dari bagian ini.
8.3.2.
Sisi panjang dari balkon, serambi, beranda, atau tempat sejenisnya harus
sedikitnya 50% terbuka dan harus disusun untuk membatasi pengumpulan asap.
8.3.3.
Balkon sebagai akses luar harus dipisah dari bagian dalam bangunan dengan
dinding dan bukaan yang diproteksi seperti dipersyaratkan untuk koridor.

63 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Pengecualian 1 :
Apabila balkon sebagai akses eksit luar dilayani oleh sedikitnya dua tangga yang berjauhan yang aksesnya
dimana penghuni tidak perlu melintasi pada bukaan yang tidak terproteksi untuk menuju satu tangga.
Pengecualian 2 :
Apabila ujung buntu pada akses eksit luar tidak melebihi 6 m ( 20 ft ).
8.3.4.
Suatu jalur lintas lurus permanen, harus dipelihara keseluruhan seperti
dipersyaratkan untuk akses eksit luar.
8.3.5.
Harus tidak ada rintangan dari suatu perabot yang membagi tempat terbuka ke
dalam bagian-bagian menjadi ruang-ruang tersendiri, apartemen, atau sub bagian lainnya.
8.3.6.
Akses eksit luar harus disusun sehingga tidak ada ujung buntu dalam akses
bangunan kelas 2 sampai dengan 9.
8.3.7.
Akses eksit luar harus memenuhi persyaratan standar seperti lebar dan
susunannya.
8.3.8.
Sebuah akses eksit luar harus padat, permukaan lantainya datar dan harus
mempunyai pagar pengaman yang sedikitnya sesuai persyaratan pada butir 5.2.4 pada sisi
yang tidak tertutup lebih dari 70 cm ( 30 inci ) di atas lantai atau tanah di bawahnya.
8.3.9.

Bahan bahan konstruksi harus diijinkan untuk bangunan yang dilayani.

8.4.

Sarana jalan ke luar yang mudah dicapai.

8.4.1.
Daerah yang mudah dicapai untuk orang dengan cacat mobilitas harus
mempunyai sedikitnya dua sarana jalan ke luar yang mudah dicapai ( lihat 4.2 ). Akses harus
disediakan minimum menuju satu daerah tempat perlindungan atau satu eksit pelepasan
yang mudah dicapai di dalam jarak tempuh yang dibolehkan.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang sudah ada.
Pengecualian 2 :
Lintasan akses eksit sepanjang sarana jalan ke luar yang mudah dicapai harus diijinkan dengan jarak yang
diijinkan untuk jalur lintasan bersama.
Pengecualian 3 :
Sarana jalan ke luar tunggal yang mudah dicapai harus diijinkan dari bangunan atau daerah bangunan yang
diijinkan mempunyai eksit tunggal..
Pengecualian 4 :
Instansi yang berwenang harus diijinkan untuk mengurangi jumlah sarana jalan ke luar yang mudah dicapai
berdasarkan pada analisis sistem proteksi kebakaran, penataan tempat, fasilitas operasi dan penentuan sarana
untuk menyediakan rute langsung dari daerah yang mudah dicapai.
Pengecualian 5 :
Bangunan kesehatan diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui serta
dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
8.4.2.
Jika dua sarana jalan ke luar yang mudah dicapai dipersyaratkan, eksit yang
melayani jalur ini harus ditempatkan dengan jarak satu dari lainnya tidak kurang dari

64 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

setengah panjang dimensi diagonal total maksimum bangunan atau daerah yang dilayani,
diukur dalam suatu garis lurus antara ujung terdekat dari pintu eksit atau pintu akses eksit.
Apabila ruang eksit tertutup disediakan sebagai eksit yang dipersyaratkan dan dihubungkan
oleh koridor yang memenuhi persyaratan butir 4.3.1, pemisahan eksit harus diijinkan untuk
diukur sepanjang garis lintasan di dalam koridor.
Pengecualian 1 :
Bangunan yang diproteksi seluruhnya oleh sistem springkler otomatik yang terawasi dan disetujui, dipasang
sesuai SNI 03-0000-2000 tentang tata cara perencanaan dan pemasangan springkler otomatik untuk
pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.
Pengecualian 2 :
Apabila penataan fisik dari sarana jalan ke luar mencegah kemungkinan akses itu ke kedua sarana jalan ke luar
yang mudah dicapai akan tertutup oleh satu kebakaran atau keadaan darurat lain seperti yang disetujui oleh
instansi yang berwenang.
8.4.3.
Setiap sarana jalan ke luar yang mudah dicapai yang dipersyaratkan harus
menerus dari setiap daerah yang dihuni yang mudah dicapai ke jalan umum atau daerah
tempat perlindungan sesuai butir 5.12.2.2.
8.4.4.
Apabila tangga eksit digunakan dalam sarana jalan ke luar yang mudah dicapai,
harus memenuhi butir 5.12.2.3 dan harus salah satu menggabung dengan daerah tempat
perlindungan yang mudah dicapai bordes tingkat yang diperlebar atau harus di akses dari
daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai..
8.4.5.
Untuk bagian yang dipertimbangkan dari sarana jalan ke luar yang mudah
dicapai, lif harus sesuai butir 5.12.2.4.
8.4.6.
Penghalang asap, sesuai butir 5.4 dan sebagai tambahan mempunyai tingkat
ketahanan api 60/60/60 atau sesuai SNI 03-1736-2000 tentang tata cara perencanaan
sistem proteksi pasif untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung dan eksit
horisontal, akan dipertimbangkan sebagai bagian dari sarana jalan ke luar yang mudah
dicapai, harus lepas ke daerah tempat perlindungan yang mudah dicapai sesuai butir 5.12.
8.4.7.
Lantai yang mudah dicapai yang berada empat atau lebih di atas atau di bawah
eksit pelepasan harus mempunyai sedikitnya satu lif yang memenuhi butir 8.4.5.

9.

Pengukuran jarak lintasan ke eksit.

9.1.
Jarak tempuh di dalam tempat yang dihuni sampai ke minimal satu eksit, diukur
sesuai dengan persyaratan-persyaratan berikut, harus tidak lebih dari batasan-batasan yang
ditentukan di dalam standar ini ( lihat butir 9.4 ).
9.2.
Jarak tempuh ke sebuah eksit harus diukur di atas lantai atau permukaan jalan
lainnya sepanjang garis tengah dari jalur dasar lintasan mulai dari titik terjauh subyek hunian,
melengkung sekeliling tiap pojok atau penghalang dengan satu celah 0,3 m ( 1 ft ) darinya,
dan berakhir di pusat dari jalur pintu atau titik lain pada mana eksit mulai.
Apabila pengukuran termasuk tangga, pengukuran harus diambil di ujung (nosing) anak
tangga.
Pengecualian :
Ukuran jarak tempuh diijinkan berakhir pada penghalang kebakaran seperti pada bangunan tahanan yang sudah
ada.

65 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

9.3.
Apabila jalur tangga terbuka atau ram diijinkan sebagai sebuah jalur lintasan ke
eksit-eksit yang dipersyaratkan, jaraknya harus termasuk perjalanan pada jalur tangga atau
ram dan perjalanan dari akhir tangga atau ram menuju satu pintu keluar atau eksit lain
sebagai tambahan jarak yang ditempuh mencapai jalur tangga atau ram.
9.4.
Pembatasan jarak tempuh harus seperti yang tersedia dan untuk daerah bahaya
berat sesuai dengan pasal 11.
9.5.
Apabila bagian dari sebuah eksit luar dalam jarak horisontal 3 m ( 10 ft ) dari
bukaan pada bangunan yang tidak diproteksi seperti yang diijinkan dalam pengecualianpengecualian pada butir 5.2.6.4. untuk tangga luar, jarak tempuh ke eksit harus termasuk
panjang tempuh ke lantai dasar.

10.

Pelepasan dari eksit.

10.1.
Semua eksit harus berakhir langsung pada jalan umum atau pada bagian luar
lepas eksit. Halaman, lapangan, tempat-tempat terbuka, atau bagian-bagian lain dari lepas
eksit harus mempunyai lebar dan ukuran yang dipersyaratkan untuk menyediakan akses
yang aman ke jalan umum bagi semua penghuni.
Pengecualian 1 :
Lepas eksit interior seperti yang diijinkan dalam butir 10.2.
Pengecualian 2 :
Lepas eksit pada atap bangunan seperti yang diijinkan dalam butir 10.6.
Pengecuaian 3 :
Sarana jalan ke luar harus diijinkan untuk berakhir di bagian luar daerah tempat perlindungan yang disediakan
sesuai untuk bangunan rumah tahanan.
10.2.
Tidak lebih dari 50 prosen dari jumlah eksit yang dipersyaratkan, dan tidak lebih
dari 50 persen dari kapasitas jalan ke luar yang dipersyaratkan, harus diijinkan untuk
pelepasan melalui daerah pada lantai dari eksit pelepasan, asalkan :
Pengecualian :
Seratus persen dari eksit harus diijinkan untuk pelepasan melalui daerah pada lantai eksit pelepasan seperti
pada bangunan rumah tahanan.
a).

Lepas seperti itu menuju sebuah jalan bebas dan tidak terhalang ke luar bangunan,
dan jalan seperti itu mudah terlihat dan tertandai dari titik pelepasan dari eksit; dan

b).

Lantai pelepasan diproteksi menyeluruh oleh sebuah sistem springkler otomatik yang
terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, atau bagian dari lantai pelepasan yang digunakan
untuk maksud tersebut diproteksi oleh oleh sebuah sistem springkler otomatik yang
terawasi dan disetujui serta dipasang sesuai SNI 03-3989-2000 tentang tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung, dan dipisahkan dari bagian tidak berspringkler dari
lantai itu oleh satu tingkat ketahanan api yang memenuhi persyaratan untuk ruang
tertutup untuk eksit ( lihat 4.2.1 ); dan

Pengecualian b) :
Apabila daerah pelepasan adalah sebuah ruang antara atau beranda yang memenuhi berikut ini :

66 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

1).

Kedalaman dari bagian luar bangunan harus tidak lebih dari 3 m ( 10 ft ) dan panjangnya harus tidak lebih
dari 9 m ( 30 ft ), dan

2).

Beranda harus dipisahkan dari bagian lantai pelepasan lainnya oleh konstruksi yang memberikan proteksi
minimal sama dengan kaca berkawat dalam rangka baja, dan

3).

Beranda hanya melayani sebagai sarana jalan ke luar dan termasuk sebuah eksit langsung keluar.

c).

Seluruh daerah pada lantai pelepasan harus dipisahkan dari daerah dibawahnya oleh
konstruksi yang mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang dari yang diperlukan
untuk ruang tertutup untuk eksit.

Pengecualian c) :
Lantai di bawah lantai pelepasan harus diijinkan untuk dibuka ke lantai pelepasan dalam sebuah atrium sesuai
untuk bangunan atrium.
10.3.
Lepas eksit harus ditata dan diberi tanda untuk membuat jelas arah dari jalan ke
luar ke jalan umum. Tangga harus ditata sehingga arah dari jalan ke luar ke sebuah jalan
umum terlihat jelas.
Tangga yang menerus melampaui lantai eksit pelepasan harus di interupsi pada lantai eksit
pelepasan oleh partisi, pintu, atau sarana yang efektip lainnya.
Pengecualian :
Tangga yang menerus setengah lantai melampaui lantai eksit pelepasan harus tidak dipersyaratkan untuk di
interupsi apabila eksit pelepasannya jelas.
10.4.
Pintu, tangga, ram, koridor, jalan terusan, jembatan, eskalator, travelator dan
komponen lain dari eksit pelepasan harus memenuhi persyaratan detail dari bagian ini untuk
komponen semacam itu.
10.5.

Tanda arah ( lihat 5.2.5.4 dan 5.2.5.5.).

10.6.
Apabila disetujui oleh instansi yang berwenang, eksit harus diijinkan untuk
diterima, asalkan :
a).

pelepasan eksit ke atap atau bagian lain dari bangunan atau bangunan yang
berdampingan, dan

b).

atap mempunyai tingkat ketahanan api tidak kurang sesuai seperti yang dipersyaratkan
untuk ruang tertutup untuk eksit, dan

c).

terdapat sarana jalan ke luar menerus dan aman dari atap, dan

d).

semua persyaratan yang dapat diterapkan untuk keselamatan jiwa dipelihara.

11.

Iluminasi sarana jalan ke luar.

11.1.

Umum.

11.1.1.
Iluminasi sarana jalan ke luar harus disediakan sesuai dengan bagian ini untuk
setiap gedung dan struktur apabila dipersyaratkan dalam bangunan. Untuk tujuan dari
persyaratan ini, akses eksit harus termasuk hanya tangga, serambi, koridor, ram, eskalator
dan terusan yang menuju ke suatu eksit.
Untuk tujuan dari persyaratan ini, eksit pelepasan ( eksit discharge ) harus termasuk hanya
tangga, serambi, koridor, ram, eskalator, jalur pejalan kaki dan jalur terusan eksit yang
menuju jalan umum.

67 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

11.1.2.
Iluminasi sarana jalan ke luar harus menerus siap untuk digunakan setiap waktu
dalam kondisi penghunian membutuhkan sarana jalan ke luar. Pencahayaan buatan harus
digunakan pada tempat-tempat itu dan untuk jangka waktu seperti dipersyaratkan untuk
memelihara iluminasi ke nilai kriteria minimum yang dispesifikasikan disini.
Pengecualian :
Sakelar pencahayaan dari tipe sensor gerakan harus diijinkan di dalam sarana jalan ke luar, selama kontrolkontrol sakelar dilengkapi untuk beroperasi aman terhadap kegagalan, pengatur waktu iluminasi di setel untuk
jangka waktu minimum 15 menit, dan sensor gerakan diaktifkan oleh gerakan penghuni di dalam daerah yang
dilayani oleh unit-unit pencahayaan.
11.1.3.
Lantai dan permukaan jalan lain di dalam sebuah eksit dan di dalam bagian dari
akses eksit dan lepas eksit seperti dimaksudkan dalam butir 11.1.1. harus diterangi sampai
nilai tidak kurang dari 10 lux ( 1 ft-kandel ) diukur pada lantai.
Pengecualian :
Di dalam hunian serba guna, pencahayaan lantai-lantai akses eksit harus paling sedikit 2 lux ( 0,2 ft-kandel )
selama periode kinerja atau proyeksi yang melibatkan pencahayaan langsung.
11.1.4.
Setiap pencahayaan yang dipersyaratkan harus ditata sehingga kegagalan dari
suatu pencahayaan tunggal harus tidak mengakibatkan daerah tersebut dalam kegelapan.
11.1.5.
Peralatan atau unit yang dipasang untuk memenuhi persyaratan pada
bagian/pasal 13 harus diijinkan juga untuk melayani fungsi pencahayaan dari sarana jalan ke
luar, asalkan semua persyaratan pada bagian/pasal 11 untuk pencahayaan dipenuhi.
11.2.

Sumber-sumber iluminasi.

11.2.1.
dijamin.

Iluminasi dari sarana jalan ke luar harus dari sebuah sumber yang keandalannya

11.2.2.
Pencahayaan listrik yang dioperasikan dengan batere dan tipe lain dari lampu
jinjing atau lentera harus tidak digunakan untuk iluminasi primer dari sarana jalan ke luar.
Pencahayaan listrik yang dioperasikan dengan batere harus diijinkan untuk digunakan
sebagai sumber darurat sejauh yang diijinkan di bawah bagian/pasal 12.

12.

Pencahayaan darurat.

12.1.

Umum.

12.1.1.
Fasilitas pencahayaan darurat untuk sarana jalan ke luar harus disediakan
sesuai dengan bagian ini, untuk :
a).

setiap banguinan gedung bilamana dipersyaratkan pada bangunan kelas 2 sampai 9.

b).

pada pintu yang dipasang kunci jalan ke luar tunda. dan

c).

saf tangga dan ruang perantara dari ruang tertutup kedap asap.

Generator cadangan yang dipasang untuk peralatan ventilasi mekanis ruang tertutup kedap
asap harus diijinkan untuk digunakan untuk saf tangga tersebut dan suplai daya pada ruang
perantara.
Untuk tujuan persyaratan ini, akses eksit harus termasuk hanya tangga, serambi, koridor,
ram, eskalator, dan jalan terusan menuju ke suatu eksit.

68 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Untuk tujuan persyaratan ini, eksit pelepasan ( exit discharge ) harus termasuk hanya
tangga, ram, serambi, jalur pejalan kaki, dan eskalator menuju ke suatu jalan umum.
12.1.2.
Apabila pemeliharaan iluminasi tergantung pada penggantian dari satu sumber
energi ke yang lain, harus tidak ada gangguan iluminasi selama penggantiannya.
Apabila pencahayaan darurat disediakan oleh sebuah generator listrik yang digerakkan oleh
penggerak utama, suatu penundaan tidak lebih dari 10 detik yang diijinkan.
12.2.

Kinerja sistem.

12.2.1.
Iluminasi darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1 jam pada kejadian
padamnya pencahayaan normal.
Fasilitas pencahayaan darurat harus disusun untuk menyediakan iluminasi awal rata-rata
tidak kurang dari 1 ft.kandel ( 10 lux ) dan minimum pada satu titik 0.1 ft.kandel ( 1 lux )
diukur sepanjang jalur jalan ke luar pada permukaan lantai.
Tingkat iluminasi harus diijinkan untuk menurun rata-rata 0,6 ft.kandel ( 6 lux ) dan pada satu
titik minimum 0,06 ft.kandel ( 0,6 lux ) pada akhir dari jangka waktu pencahayaan darurat.
Rasio keseragaman iluminasi maksimum ke minimum tidak harus melampaui 40 : 1.
12.2.2.
Sistem pencahayaan darurat harus ditata untuk menyediakan iluminasi yang
diperlukan secara otomatis di dalam kejadian terputusnya pencahayaan normal, seperti pada
setiap kegagalan dari prasarana umum atau suplai tenaga listrik luar lainnya, membukanya
sebuah pemutus arus atau pengaman lebur, atau setiap gerakan manual, termasuk
pembukaan tak sengaja sebuah sakelar yang mengendalikan fasilitas pencahayaan normal.
12.2.3.
Generator darurat yang menyediakan tenaga listrik untuk sistem pencahayaan
darurat harus dipasang, diuji, dan dipelihara sesuai ketentuan tentang sistem daya untuk
keadaan darurat dan cadangan yang berlaku.
Sistem penyimpanan energi listrik apabila dipersyaratkan dalam standar ini harus dipasang
dan diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
12.2.4.
Pencahayaan darurat yang dioperasikan oleh batere harus hanya menggunakan
jenis yang andal dari batere yang dapat di isi kembali dengan fasilitas yang sesuai untuk
pemeliharaannya dalam kondisi bermuatan yang sesuai.
Batere yang digunakan dalam pencahayaan semacam itu atau unit harus disetujui untuk
penggunaannya dan harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
12.2.5.
Sistem pencahayaan darurat harus dari jenis menerus dalam pengoperasiannya
atau harus mampu untuk operasi berulang otomatik tanpa intervensi manual.
12.3.

Pengujian berkala dari peralatan pencahayaan darurat.

Suatu pengujian fungsional harus dilakukan pada setiap sistem pencahayaan darurat yang
menggunakan batu batere pada jangka waktu 30 hari untuk minimum 30 detik.
Sebuah pengujian tahunan harus dilakukan untuk jangka waktu 1 jam. Peralatan harus
beroperasi penuh selama pengujian tersebut. Laporan tertulis dari pengamatan visual dan
pengujian harus disimpan oleh pemilik untuk pemeriksaan oleh instansi yang berwenang.
Pengecualian :
Pengujian/pendiagnosaan sendiri peralatan pencahayaan darurat yang dioperasikan oleh battery yang secara
otomatis melakukan pengujian 30 detik dan diagnosa rutin paling sedikit sekali setiap 30 hari dan menunjukkan
kegagalan oleh penunjuk status harus dikecualikan dari pengujian fungsional 30 hari, asalkan pemeriksaan visual
dilakukan pada interval 30 hari.

69 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

13.

Penandaan sarana jalan ke luar.

13.1.

Umum.

13.1.1.
Sarana jalan ke luar harus diberi tanda sesuai dengan bagian ini dimana
diperlukan di dalam bangunan gedung.
13.1.2.
Eksit harus diberi tanda dengan sebuah tanda yang disetujui yang mudah terlihat
dari setiap arah akses eksit.
Pengecualian :
Pintu luar utama eksit yang jelas dan nyata teridentifikasi sebagai eksit.
13.1.3.
Pada setiap pintu menuju ruang tertutup untuk tangga, tanda yang menyatakan
Eksit dan sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang didekat sisi kunci pintu 150 cm
( 60 inci ) di atas lantai ke garis tengah dari tanda tersebut.
Pengecualian :
Bangunan yang sudah ada, asalkan klasifikasi huniannya tidak berubah.
13.1.4.
Akses ke eksit harus diberi tanda dengan tanda yang disetujui, mudah terlihat di
semua keadaan dimana eksit atau jalan untuk mencapainya tidak tampak langsung oleh
para penghuni. Penempatan tanda haruslah sedemikian sehingga tidak ada titik di dalam
akses eksit koridor lebih dari 30 m ( 100 ft ) dari tanda terdekat.
Pengecualian :
Tanda di dalam akses eksit koridor pada bangunan yang sudah ada tidak harus memenuhi jarak 30 m seperti
yang dipersyaratkan.
13.1.5.
Dimana tanda eksit terdekat diperlukan, tanda eksit harus diletakkan didekat
permukaan lantai sebagai tambahan tanda yang diperlukan untuk pintu atau koridor. Tanda
tersebut harus berukuran dan di terangi sesuai butir 13.2 dan 13.3.
Dasar dari tanda ini harus tidak kurang dari 15 cm ( 6 inci ) atau tidak lebih dari 20 cm (8 inci)
di atas lantai. Untuk pintu eksit tanda tersebut harus dipasangkan pada pintu atau di dekat
pinggir pintu terdekat dan tepi tanda tersebut dalam jarak 10 cm ( 4 inci ) dari rangka pintu.
13.1.6.
Setiap tanda yang diperlukan di dalam bagian 13, harus ditempatkan dan dengan
ukuran sedemikian, warna yang nyata dan dirancang untuk mudah dilihat dan harus kontras
dengan dekorasi, penyelesaian interior atau tanda lainnya. Tidak diperkenankan ada
dekorasi, perlengkapan ruangan atau peralatan yang mengganggu pandangan sebuah tanda
eksit yang diijinkan, tidak pula harus ada tanda diiluminasi terang (selain untuk tujuan eksit),
gambar, atau obyek di dalam atau di dekat garis pandang untuk tanda eksit yang diperlukan
yang dapat mengalihkan perhatian dari tanda eksit.
13.1.7.
Apabila pemberian tanda jalur ke luar yang dekat lantai dipersyaratkan, sebuah
sistem pemberian tanda pada jalur jalan ke luar yang dekat lantai yang diterangi dari dalam
harus dipasang dalam jarak 20 cm ( 8 inci ) dari lantai. Sistem tersebut harus menyediakan
satu penggarisan yang tampak dari jalur lintasan sepanjang akses eksit yang dimaksudkan
dan harus terutama menerus, keciali bila diinterupsi oleh jalan pintu, jalan hall, koridorkoridor atau detail arsitektur lainnya.
Sistem tersebut harus beroperasi menerus atau pada saat sistem alarm kebakaran
bangunan diaktifkan.
Pengaktifan, lamanya dan kelangsungan operasional sistem harus sesuai butir 12.2.

70 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

13.2.

Ukuran tanda arah.

Tanda arah yang diterangi dari luar yang dipersyaratkan pada butir 13.1 dan 13.4.1.1. harus
memiliki kata EKSIT atau kata lain yang sesuai dengan huruf yang biasa, tidak lebih tinggi
dari 15 cm ( 6 inci ) dengan ketebalan huruf tidak kurang dari 2 cm ( inci ) lebarnya.
Kata EKSIT harus mempunyai lebar tidak kurang dari 5 cm ( 2 inci ), kecuali huruf I dan
jarak minimum antar huruf harus tidak kurang dari 1 cm ( 3/8 inci ).
Tanda arah yang lebih besar daripada minimum yang ditetapkan dalam halaman ini harus
mempunyai lebar huruf, garis, dan jarak antara yang sebanding terhadap tingginya.
Pengecualian 1 :
Tanda arah yang sudah ada yang disetujui.
Pengecualian 2 :
Tanda arah yang sudah ada mempunyai kata yang dipersyaratkan disusun dari huruf-huruf biasa tidak kurang
dari 10 cm ( 4 inci ) tingginya.
Pengecualian 3 :
Penandaan dipersyaratkan oleh butir 13.1.3 dan 13.1.7.
13.3.

Iluminasi tanda arah.

13.3.1*.
Setiap tanda arah yang dipersyaratkan oleh butir 13.1.2 atau 13.1.4 harus
diterangi yang cukup oleh sumber cahaya yang andal.
Tanda arah yang diterangi dari dalam dan dari luar harus memenuhi syarat dalam keadaan
pencahayaan normal maupun darurat.
13.3.2.
Tanda arah yang diterangi dari luar harus diterangi tidak kurang dari 54 lux ( 5 ftkandel ) dan harus menggunakan rasio kontras tidak kurang dari 0,5.
13.3.3.
Jarak penglihatan dari sebiah tanda arah yang diterangi dari dalam harus
ekivalen dengan sebuah tanda arah yang diterangi dari luar yang memenuhi butir 13.3.2.
Pengecualian 1 :
Tanda arah yang sudah ada yang disetujui.
Pengecualian 2 :
Tanda arah yang diterangi sendiri atau tanda arah yang diterangi listrik yang terdaftar yang menyediakan huruf
yang diterangi harus minimum mempunyai luminansi 0,21 kandel/m2
( 0,06 footlamberts ) diukur oleh sebuah
photometer terkoreksi warna.
Tanda arah yang baru harus ditempatkan sedemikian sehingga jarak pandang sepanjang jalan ke luar tidak lebih
dari tanda arah yang tertera pada tanda.
13.3.4.
Setiap tanda arah yang dipersyaratkan diterangi sesuai butir 10.3 harus diterangi
menerus seperti dipersyaratkan di dalam bagian/pasal 11.
Pengecualian :
Iluminasi untuk tanda arah harus diijinkan untuk berkedip mati-hidup pada pengaktifan sistem alarm kebakaran.
13.3.5.
Apabila fasilitas pencahayaan darurat dipersyaratkan oleh bagian-bagain yang
berlaku di dalam bangunan untuk hunian individual, tanda arah eksit harus diterangi oleh
fasilitas pencahayaan darurat.

71 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Tingkat iluminasi dari tanda arah eksit harus pada tingkat yang disediakan sesuai butir
13.3.2. atau 13.3.3. untuk jangka waktu pencahayaan darurat yang dipersyaratkan seperti
yang dispesifikasikan dalam butir 12.2.1, tetapi harus diijinkan untuk berkurang sampai 60%
tingkat iluminasi pada akhir dari jangka waktu pencahayaan darurat.
Pengecualian :
Tanda arah dengan pencahayaan sendiri yang disetujui.
13.4.

Persyaratan khusus.

13.4.1.

Arah dari tanda arah.

13.4.1.1. Suatu tanda arah yang sesuai dengan butir 13.2 terbaca EKSIT atau maksud
yang serupa dengan indikator arah yang menunjukkan arah lintasan harus ditempatkan di
setiap tempat di mana arah lintasan untuk mencapai eksit terdekat tidak jelas. Arah dari
tanda arah harus terdaftar.
13.4.1.2. Indikator arah harus diletakkan di luar tanda EKSIT minimal 1 cm dari huruf
manapun dan harus diijinkan menyatu atau terpisah dari tubuh tanda arah.
Indikator arah harus dari tipe sersan (Chevron) seperti ditunjukkan pada gambar 13.4.1.2
dan harus teridentifikasi sebagai indikator arah pada jarak minimum 12 m ( 40 ft ) pada 30 ftkandel dan 1 ft-kandel iluminasi rata-rata di atas lantai mewakili tingkat pencahayaan normal
dan darurat. Indikator arah harus ditempatkan pada ujung dari tanda arah untuk arah yang
ditunjukkan.

Gambar 13.4.1.2. (a) Tanda arah tipe sersan

72 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Gambar 13.4.1.2. (b) Perletakan tanda arah Eksit


13.4.2.

Tanda arah khusus.

Setiap pintu, terusan, atau jalur tangga yang bukan sebuah eksit, bukan juga jalan akses
eksit dan yang terletak atau ditata sehingga kemungkinan kesalahan dianggap sebagai eksit
harus diidentifikasi dengan satu tanda arah yang terbaca BUKAN EKSIT.
Tanda arah seperti itu harus mempunyai kata BUKAN dengan huruf 5 cm ( 2 inci ) tingginya
dengan lebar garis 1 cm ( 3/8 inci ) dan kata EKSIT dengan tinggi huruf 2,5 cm ( 1 inci )
dengan kata EKSIT dibawah kata BUKAN.
Pengecualian :
Tanda arah yang sudah ada yang disetujui.
13.4.3.

Tanda arah lif.

Lif yang menjadi bagian sarana jalan ke luar ( lihat butir 5.13.1 ) harus mempunyai tanda
arah berikut ini dengan tinggi huruf minimum 1,6 cm ( 5/8 inci ) di setiap lobi lif.

73 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

a).

Tanda arah yang menunjukkan bahwa lif dapat digunakan untuk jalan ke luar termasuk
setiap pembatasan pada penggunaan, dan

b).

Tanda arah yang menunjukkan status beroperasinya lif.

13.5.

Pengujian dan pemeliharaan.

13.5.1.
Tanda arah eksit harus diinspeksi secara visual pada interval maksimum 30 hari
untuk bekerjanya sumber iluminasi.
13.5.2.
Tanda arah eksit yang dihubungkan atau disediakan dengan sumber iluminasi
yang dioperasikan oleh batere, apabila dibutuhkan dalam butir 13.3.5 harus diuji dan
dipelihara sesuai butir 12.3.

14.

Ketentuan khusus untuk hunian dengan kandungan bahaya berat.

14.1.
Dalam semua kasus apabila kandungannya diklasifikasi sebagai bahaya berat,
eksit untuk tipe itu dan jumlahnya harus disediakan dan ditata untuk mengijinkan semua
penghuni menyelamatkan diri dari bangunan atau struktur atau dari daerah berbahaya
tersebut menuju keluar atau ke tempat yang selamat dengan jarak tempuh tidak lebih dari 23
m ( 75 ft ) diukur sesuai butir 9.2.
14.2.
Kapasitas jalan ke luar untuk daerah kandungan bahaya berat harus didasarkan
pada 1,8 cm/orang ( 0,7 inci/orang ) untuk tangga atau 1,0 m/orang ( 0,4 inci/orang ) untuk
komponen tingkat dan ram sesuai butir 6.3.1.
14.3.
Paling sedikit dua sarana jalan ke luar harus disediakan dari setiap bangunan
atau daerah berbahaya tersebut.
Pengecualian :
Ruang atau tempat tidak lebih dari 18,6 m2 ( 200 ft2 ) dan mempunyai beban hunian tidak lebih dari 3 orang dan
jarak tempuh ke pintu ruangan tidak lebih dari 7,6 m ( 25 ft ).
14.4.
koridor.

Sarana jalan ke luar harus ditata sehingga tidak ada ujung buntu di dalam

Pengecualian :
Tempat yang memenuhi persyaratan dari pengecualian pada butir 14.3.
14.5.
Pintu yang melayani kandungan berbahaya berat dengan beban hunian lebih dari
lima diijinkan untuk dilengkapi dengan satu grendel atau kunci hanya jika perangkat keras
panik atau perangkat keras eksit kebakaran sesuai dengan butir 5.1.7.

15.

Ruangan peralatan mekanik, ruangan ketel uap dan ruangan tungku.

15.1.
Ruangan peralatan mekanis, ruangan ketel uap, ruangan tungku, dan tempattempat serupa harus disusun untuk membatasi jarak tempuh ke jalur lintasan umum tidak
lebih dari 15 m ( 50 ft ).
Pengecualian :
Suatu jalur lintasan umum tidak lebih dari 30 m ( 100 ft ) harus diijinkan :
a).

di dalam bangunan yang diproteksi menyeluruh oleh suatu sistem springkler otomatis yang dipasang
sesuai ketentuan yang berlaku.

b).

di dalam ruang peralatan mekanis ttanpa peralatan pembakaran dengan bahan bakar, atau

74 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

c).

di dalam bangunan ytang sudah ada.

15.2.
Lantai bangunan yang digunakan khusus untuk peralatan mekanis, tungku atau
ketel uap harus diijinkan memiliki satu sarana jalan ke luar apabila jarak tempuh menuju ke
sebuah eksit pada lantai tersebut tidak lebih dari pada batas jalur lintasan umum pada butir
15.1.

75 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Padanan kata

akses

access

eksit

exit

gerendel

latch

jalan keluar

egress

jalan terusan eksit

exit passage way

jalur lintasan

path of travel

jalur lintasan bersama

common path of travel

kunci

lock

pagar pengaman

guard.

pelepasan

discharge

penghalang

barrier

pintu balans

balancing door

pintu tiang putar

turnstiles

rel pegangan tangan

handrail.

revolving door

pintu putar

ruang antara

vestibule

ruang tertutup kedap asap

smokeproof enclosure

sarana jalan keluar

means of egress

tanda arah

sign

tangga ayun

swing stair

tangga bergantian

alternating stair.

tangga kipas

winders

tangga kurva

curved stair

tangga panjat

ladder

ujung buntu

dead end

76 dari 77

SNI 03 1746 - 2000

Bibliografi
1

NFPA 101 : Life Safety Code 1997, edition.

Ron Cote : Life Safety Code Handbook 7th edition, National Fire Protection
Association.

NFPA 101 : Life Safety Code Seminar 1988 Participant manual . National
Fire Protection Association.

4.

Sweets, International Building Product, Catalog File , 1997.

77 dari 77

SNI 03-3985-2000
Kembali

Tata cara perencanaan, pemasangan dan pengujian sistem deteksi


dan alarm kebakaran untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung.

1.

Ruang lingkup.

1.1.
Standar ini mencakup persyaratan minimal, kinerja, lokasi, pemasangan ,
pengujian, dan pemeliharaan sistem deteksi dan alarm kebakaran untuk memproteksi
penghuni, bangunan, ruangan, struktur, daerah, atau suatu obyek yang diproteksi sesuai
dengan standar ini.
1.2.
Standar ini disiapkan untuk digunakan bersama standar atau ketentuan lain yang
berlaku dimana secara spesifik berkait dengan alarm kebakaran, pemadaman atau kontrol.
Detektor kebakaran otomatik meningkatkan proteksi kebakaran dengan mengawali tindakan
darurat, tetapi hanya bila digunakan bekerja sama dengan peralatan lain.
1.3
Interkoneksi dari detektor, konfigurasi kontrol, suplai daya listrik atau keluaran
sistem sebagai respon dari bekerjanya detektor kebakaran otomatik diuraikan pada
ketentuan atau standar lain yang berlaku.
1.4.
Standar ini tidak dimaksudkan untuk mencegah penggunaan metoda atau
peralatan baru apabila dilengkapi dengan data teknis yang cukup, dan diajukan kepada
instansi yang berwenang untuk menunjukkan bahwa metoda atau peralatan baru itu setara
dalam kualitas, efektifitas, ketahanan dan keamanan sebagaimana disebutkan di dalam
standar ini.

2.
a).

Acuan normatif.
NFPA - 72E, Standard on Automatic Fire Detector, 1987 Edition.

3.

Istilah dan definisi.

3.1.
alarm kebakaran.
komponen dari sistem yang memberikan isyarat/tanda setelah kebakaran terdeteksi.
3.2.
catu daya
sumber energi listrik yang memberi daya listrik cukup untuk menjalankan sistem.
3.3.
detektor kombinasi.
alat yang bereaksi terhadap lebih dari satu fenomena yang diklasifikasikan pada butir
4.2.1.1. sampai 4.2.1.5 atau menggunakan lebih dari satu prinsip operasi untuk mengindera
salah satu dari gejala-gejala tersebut. Contoh tipikal adalah suatu kombinasi dari detektor
panas jenis laju kenaikan temperatur dan jenis temperatur tetap.

1 dari 165

SNI 03-3985-2000

3.4.
instansi yang berwenang.
instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk memberi persetujuan terhadap;
peralatan, instalasi, metoda atau prosedur, sesuai dengan ketentuan atau perundangundangan yang berlaku.
3.5.
jarak antara.
suatu ukuran dimensi jarak antar detektor kebakaran secara horisontal, berkaitan dengan
jangkauan deteksi yang diperbolehkan.
3.6.
kabel.
hantaran berisolasi dan/atau berselubung yang digunakan dalam sistem deteksi dan alarm
kebakaran yang memenuhi persyaratan.
3.7.
ketinggian langit-langit.
ketinggian dari lantai yang menerus dari suatu ruangan ke langit-langit yang menerus dari
ruang tersebut.
3.8.
label ( labeled ).
peralatan atau bahan yang terhadapnya sudah dilengkapi dengan label, simbol atau tanda
identifikasi lainnya dari suatu organisasi/institusi yang diakui oleh instansi yang berwenang
dan berurusan dengan evaluasi produk, yang tetap melakukan pemeriksaan periodik
terhadap produk dari peralatan atau bahan yang dilabel, dan dengan pelabelan ini
manufaktur menunjukkan kesesuaian terhadap standar atau kinerja yang berlaku sesuai
dengan cara yang dipersyaratkan.
3.9.
langit-langit.
permukaan atas dari suatu ruangan, tanpa mempermasalahkan ketinggian. Daerah dengan
suatu langit-langit yang digantung ( suspended ceiling ) akan mempunyai dua langit-langit,
satu terlihat dari lantai dan satu lagi berada di atas langit-langit yang digantung.
3.10.
panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran.
komponen dari sistem deteksi dan alarm kebakaran yang berfungsi untuk mengontrol
bekerjanya sistem, menerima dan menunjukkan adanya isyarat kebakaran, mengaktifkan
alarm kebakaran, melanjutkan ke fasilitas lain terkait, dan lain-lain. Panel kontrol dapat terdiri
dari satu panel saja, dapat pula terdiri dari beberapa panel kontrol.

2 dari 165

SNI 03-3985-2000

3.11.
peralatan bantu instalasi.
komponen dan peralatan bantu dalam instalasi seperti; pipa konduit, kotak hubung/terminal
box, klem penyanggah, dan lain-lain.
3.12.
persetujuan.
tanda persetujuan atau keterangan yang dapat diterima, yang diberikan oleh instansi yang
berwenang.
3.13.
terdaftar ( listed ).
peralatan atau bahan yang tercantum di dalam suatu daftar yang diterbitkan oleh suatu
organisasi/institusi yang diakui oleh instansi yang berwenang. Organisasi/institusi ini
berurusan dengan evaluasi produk dan yang tetap melakukan pemeriksaan secara periodik
terhadap produk peralatan dan bahan. Peralatan atau bahan yang terdaftar dinyatakan telah
memenuhi standar yang layak, atau sudah diuji dan memenuhi untuk penggunaan yang
disyaratkan.
Apabila organisasi atau institusi yang dimaksud belum ada di Indonesia, maka untuk itu
dapat mengacu atau menggunakan institusi terkait di luar negeri yang diakui oleh instansi
yang berwenang.
Catatan :
cara untuk mengidentifikasi peralatan yang terdaftar dapat bervariasi untuk setiap organisasi/institusi yang
berurusan dengan evaluasi produk ini, sebagian dari organisasi / institusi tidak mengakui peralatan sebagai
terdaftar (listed) apabila produk tersebut tidak di label. Instansi yang berwenang perlu menggunakan /
memanfaatkan cara yang digunakan oleh organisasi / institusi terdaftar untuk mengidentifikasi suatu produk
terdaftar.
3.14.
titik panggil manual.
alat yang dioperasikan secara manual guna memberi isyarat adanya kebakaran.

4.

Ketentuan umum.

4.1.

Umum.

Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur
kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas,
nyala api, cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek
lainnya. Detektor kebakaran adalah alat yang dirancang untuk mendeteksi adanya
kebakaran dan mengawali suatu tindakan.
Dianggap perlu untuk memberikan suatu gambaran umum secara sederhana terhadap
lingkup menyeluruh dari suatu sistem deteksi dan alarm kebakaran sehingga dapat terlihat
komponen/bagian-bagian dari sistem, dan ini ditunjukkan pada gambar 4.1.

3 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar 4.1. Gambaran umum suatu sistem deteksi dan alarm kebakarn.
4.2.

Klasifikasi detektor kebakaran.

4.2.1.

Jenis ( model ) detektor.

Untuk kepentingan standar ini, detektor kebakaran otomatik diklasifikasikan sesuai dengan
jenisnya seperti tersebut di bawah ini :

4 dari 165

SNI 03-3985-2000

4.2.1.1.

Detektor panas.

alat yang mendeteksi temperatur tinggi atau laju kenaikan temperatur yang tidak normal.
4.2.1.2.

Detektor asap.

alat yang mendeteksi partikel yang terlihat atau yang tidak terlihat dari suatu pembakaran.
4.2.1.3.

Detektor nyala api.

alat yang mendeteksi sinar infra merah, ultra violet, atau radiasi yang terlihat yang
ditimbulkan oleh suatu kebakaran.
4.2.1.4.

Detektor gas kebakaran.

alat untuk mendeteksi gas-gas yang terbentuk oleh suatu kebakaran.


4.2.1.5.

Detektor kebakaran lainnya.

alat yang mendeteksi suatu gejala selain panas, asap, nyala api, atau gas yang ditimbulkan
oleh kebakaran.
4.2.2.

Tipe detektor.

4.2.2.1.

Detektor tipe garis ( line type detector ).

alat dimana pendeteksiannya secara menerus sepanjang suatu jalur. Contoh tipikal adalah
detektor laju kenaikan temperatur jenis pnumatik, detektor asap jenis sinar terproyeksi dan
kabel peka panas.
4.2.2.2.

Detektor tipe titik ( spot type detector ).

alat dimana elemen pendeteksiannya terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu. Contoh
tipikal adalah detektor bimetal, detektor campuran logam meleleh, detektor laju kenaikan
temperatur jenis pnumatik tertentu, detektor asap tertentu, dan detektor termo-elektrik.
4.2.2.3.

Detektor tipe sampel udara ( air sampling type detector ).

terdiri atas pemipaan distribusi dari unit detektor ke daerah yang diproteksi. Sebuah pompa
udara menarik udara dari daerah yang diproteksi kembali ke detektor melalui lubang sampel
udara dan pemipaan pada detektor, udara dianalisa dalam hal produk kebakarannya.
4.2.3.

Cara operasi.

4.2.3.1.

Detektor tidak dapat diperbaiki ( non restorable detector ).

alat dimana elemen penginderaannya dirancang untuk rusak oleh proses pendeteksian
kebakaran.
4.2.3.2.

Detektor dapat diperbaiki ( restorable detector ).

alat dimana elemen penginderaannya tidak rusak oleh proses pendeteksian kebakaran.
Pengembalian ke kondisi semula dapat secara manual atau otomatik.
4.3.

Bentuk langit-langit.

Bentuk langit-langit diklasifikasikan sebagai berikut :

5 dari 165

SNI 03-3985-2000

4.3.1.1.

Langit-langit datar.

langit-langit yang secara nyata datar atau mempunyai kemiringan kurang dare 1 : 8.
4.3.1.2.

Langit-langit miring.

langit-langit yang mempunyai kemiringan lebih dari 1 : 8. Langit-langit miring selanjutnya


diklasifikasikan sebagai berikut :
a).

Tipe kemiringan berpuncak ( sloping peaked type ).


Langit-langit yang mempunyai kemiringan kedua arah dari titik puncak langit-langit
melengkung berkubah dapat dianggap berpuncak dengan kemiringan digambarkan
sebagai kemiringan dari tali busur dari puncak ke titik terendah. Lihat gambar
A.5.5.4.1. pada apendiks A.

b).

Tipe kemiringan satu arah ( sloping shed type ).


Langit-langit dimana titik puncak ada pada satu sisi dengan kemiringan menuju ke arah
sisi berlawanan. Lihat gambar A.5.5.4.2. pada apendiks A.

4.4.

Permukaan langit-langit.

4.4.1.
Permukaan langit-langit diacu dalam hubungannya dengan perletakan detektor
kebakaran adalah :
4.4.1.1.

Konstruksi balok ( beam construction ).

langit-langit yang mempunyai komponen struktural atau tidak struktural yang pejal menonjol
ke bawah dari permukaan langit-langit lebih dari 100 mm ( 4 inci ) dan berjarak 0,9 m ( 3 ft )
dari sumbu ke sumbu.
4.4.1.2.

Gelagar ( girders ).

palang penunjang balok atau balok melintang, dipasangkan dengan bersudut terhadap balok
atau balok melintang. Bila gelagar berada 100 mm ( 4 inci ) dari langit-langit maka
merupakan faktor dalam menentukan jumlah detektor dan dianggap sebagai balok. Bila
puncak atas dari gelagar lebih dari 100 mm ( 4 inci ) dari langit-langit, bukan merupakan
faktor di dalam perletakan detektor.
4.4.1.3.

Konstruksi balok melintang padat ( solid joist construction ).

langit-langit yang mempunyai komponen struktural atau tidak struktural yang pejal menonjol
ke bawah dari permukaan langit-langit dengan jarak lebih dari 100 mm ( 4 inci ) dan berjarak
0,9 m ( 3 ft ) atau kurang dari sumbu ke sumbu.
4.4.1.4.

Langit-langit rata.

sebuah permukaan tidak terganggu oleh tonjolan yang menerus, seperti gelagar yang padat,
balok, ducting, perpanjangan lebih dari 100 mm ( 4 inci ) di bawah permukaan langit-langit.
Catatan :
Konstruksi rangka atap terbuka tidak dianggap merintangi aliran produk kebakaran kecuali jika komponen bagian
atas langit-langit yang menerus tonjolannya dibawahnya lebih dari 100 mm ( 4 inci ).

6 dari 165

SNI 03-3985-2000

4.5.

Persetujuan.

4.5.1.
Semua peralatan deteksi kebakaran harus didaftar atau disetujui sesuai dengan
yang dirancang dan harus dipasang mengikuti standar ini.
4.5.2*.
Semua peralatan deteksi kebakaran yang menerima pasokan daya dari sirkit
yang mengawali suatu unit kontrol alarm kebakaran harus didaftar (listed) untuk penggunaan
dengan unit kontrol. Apabila dapat diterima oleh instansi yang berwenang, manufaktur dapat
melengkapi informasi mengenai kompatibilitas dari peralatan deteksi dengan unit kontrol
untuk memenuhi persyaratan ini.
4.5.3.
Apabila disyaratkan oleh instansi yang berwenang, informasi lengkap tentang
detektor kebakaran, termasuk persyaratan teknis dan gambar denah yang menunjukkan
perletakan detektor harus disampaikan untuk disetujui sebelum pemasangan detektor..
4.5.4.
Sebelum permohonan persetujuan akhir terhadap pemasangan dari instansi
yang berwenang diberikan, kontraktor pemasang harus melengkapi dengan pernyataan
tertulis yang menyatakan bahwa detektor telah dipasang sesuai dengan rancangan denah
yang disetujui dan diuji sesuai spesifikasi manufaktur.
4.6.

Pengujian yang dapat diterima.

Akhir dari penyelesaian pemasangan harus dilakukan pengujian yang sesuai dengan butir 8
dari standar ini dan pelaksanaannya harus dihadiri wakil dari instansi yang berwenang.
4.7.

Pemasangan.

4.7.1.
mekanis.

Detektor harus diproteksi terhadap kemungkinan rusak karena gangguan

4.7.2.
Pemasangan detektor dalam semua keadaan harus bebas dari pengikatannya
terhadap sirkit konduktor.
4.7.3.
Detektor tidak boleh dipasang dengan cara masuk ke dalam permukaan langitlangit kecuali hal itu sudah pernah diuji dan terdaftar (listed) untuk pemasangan seperti itu.
4.7.4.
Detektor harus dipasang pada seluruh daerah bila disyaratkan oleh standar yang
berlaku atau oleh instansi yang berwenang. Setiap detektor yang terpasang harus dapat
dijangkau untuk pemeliharaan dan untuk pengujian secara periodik.
Apabila dipersyaratkan proteksi mencakup secara menyeluruh, maka detektor harus
dipasang pada seluruh ruangan, lobi, daerah gudang, besmen, ruang di bawah atap di atas
langit-langit, loteng, ruang di atas langit-langit yang diturunkan dan sub bagian lainnya dan
ruang yang dapat dijangkau dan di dalam semua lemari tanam, saf lif, tangga tertutup, saf
dumb waiter, dan pelongsor ( chute ). Daerah yang tidak dapat dimasuki yang
mengandung bahan mudah terbakar harus dibuat dapat dimasuki dan diproteksi oleh
detektor-detektor.
Pengecualian 1 :
Detektor boleh dihilangkan dari ruang gelap yang mudah terbakar apabila setiap kondisi berikut dipenuhi :
a).

Jika langit-langit melekat langsung ke bagian bawah balok penyangga dari atap yang mudah terbakar
atau dek lantai.

b).

Jika ruang yang tersembunyi seluruhnya diisi dengan isolasi tidak mudah terbakar. Dalam konstruksi anak
balok yang padat, isolasi dibutuhkan untuk mengisi hanya ruang dari langit-langit ke tepi bawah balok atap
atau dek lantai.

7 dari 165

SNI 03-3985-2000

c).

Jika ruang yang tersembunyi kecil diatas kamar yang tersedia pada setiap ruang dalam pertanyaan tidak
melebihi 4,6 m2 ( 50 ft2 ) luasnya.

d).

Dalam ruangan yang dibentuk oleh kerangka a5tau balok padat dalam didnding, lantai atau langit-langit
apabila jarak antara kerangka atau balok padat kurang dari 150 mm (6 inci).

Pengecualian 2 :
Detektor boleh dihilangkan dari bagian bawah kisi-kisi langit-langit yang terbuka jika semua kondisi berikut
dipenuhi :
a).

Bukaan dari kisi-kisi 6,4 mm ( inci) atau lebih besar dari dimensi yang terekcil.

b).

Tebal dari bahan tidak melebihi dimensi yang terkecil.

c).

Susunan bukaan sedikitnya 70 persen dari luas bahan langit-langit.

4.7.5*.
Detektor harus juga disyaratkan dipasang di bawah tempat bongkar muat terbuka
atau teras dan penutupnya, dan ruang di bawah lantai yang dapat dimasuki dari bangunan
tanpa besmen.
Pengecualian :
Dengan ijin dari instansi yang berwenang, detektor dapat dihilangkan apabila ditemui kondisi berikut :
a).

Ruangan yang tidak dapat dimasuki untuk difungsikan sebagai; gudang atau jalan masuk untuk orang
yang tidak berwenang dan diproteksi terhadap akumulasi puing yang terbawa angin.

b).

Isi ruangan bukan peralatan seperti pipa uap, jaringan listrik, saf atau konveyor.

c).

Lantai seluruh ruangan rapat.

d).

Di atas lantai tersebut tidak ada bahan cair mudah terbakar diproses, dibawa atau disimpan.

4.7.6.
Selama kode, standar, hukum, atau instansi yang berwenang mensyaratkan
proteksi hanya daerah terseleksi saja, daerah yang disebutkan itu harus diproteksi mengikuti
standar ini.
4.7.7*.
Terminal duplikat atau sejenisnya, harus disediakan pada setiap detektor
kebakaran otomatik untuk penyambungan cepat ke dalam sistem alarm kebakaran
melengkapi supervisi terhadap sambungan. Terminal atau kawat demikian adalah penting
untuk menjamin terhadap terputusnya jaringan, dan sambungan individu dibuat ke dan dari
terminal untuk sinyal dan pasokan daya.
Pengecualian :
Detektor yang telah dilengkapi supervisi yang sejenis.

5.

Detektor kebakaran penginderaan panas.

Panas adalah penambahan energi yang menyebabkan bahan temperaturnya naik dan juga
energi dihasilkan oleh bahan yang terbakar.
5.1.

Umum.

5.1.1.
Maksud dan lingkup bagian ini adalah untuk menentukan standar lokasi dan jarak
antara dari detektor kebakaran untuk mengindera panas yang ditimbulkan oleh bahan yang
terbakar. Detektor demikian itu secara umum disebutkan sebagai detektor panas.

8 dari 165

SNI 03-3985-2000

5.1.2.
Detektor panas harus dipasang di seluruh daerah apabila dipersyaratkan oleh
standar yang berlaku atau yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang.
5.2.

Prinsip kerja.

5.2.1.

Detektor temperatur tetap.

5.2.1.1.
Detektor temperatur-tetap adalah suatu alat yang akan bereaksi apabila elemen
kerjanya menjadi panas sampai ke suatu tingkat yang ditentukan.
5.2.1.2.

Kelambatan panas.

Bila suatu alat temperatur-tetap bekerja, temperatur udara disekelilingnya akan selalu lebih
tinggi dari temperatur kerja alat itu sendiri. Perbedaan temperatur kerja dari alat dan
kenyataan temperatur udara sekelilingnya biasanya disebut sebagai kelambatan panas dan
ini sebanding dengan laju kenaikan temperatur.
5.2.1.3.
a).

Contoh tipikal elemen penginderaan temperatur tetap adalah :

Bimetal.
Elemen penginderaan terdiri dari dua jenis logam yang mempunyai koeffisien
pemuaian panas yang berbeda, disusun sedemikian rupa sehingga bila dipanaskan
akan melengkung ke suatu arah dan bila didinginkan melengkung ke arah yang
berlawanan.

b).

Konduktivitas listrik.
Elemen penginderaan jenis garis atau jenis titik, dimana tahanannya akan berubah
sebagai fungsi dari temperatur.

c).

Campuran logam yang mudah meleleh.


Elemen penginderaan dari komposisi logam khusus yang leleh secara cepat pada laju
temperatur.

d).

Kabel peka terhadap panas.


Alat tipe garis yang memiliki elemen penginderaan terdiri dari, satu tipe, dua kawat
yang mengalirkan arus dipasang terpisah oleh isolasi peka terhadap panas yang akan
menjadi lunak pada temperatur kerja, sehingga memungkinkan kawat tersebut untuk
melakukan kontak listrik. Pada tipe yang lain, sebuah kawat tunggal dipasang di
tengah-tengah tabung logam dan ruang diantaranya diisi dengan suatu bahan dimana
pada temperatur kritis akan menjadi bersifat penghantar, sehingga terjadi kontak listrik
antara tabung dan kawat.

e).

Ekspansi cairan.
Elemen penginderaan yang terdiri dari suatu cairan yang volumenya mampu
berekspansi secara tajam sebagai reaksi terhadap kenaikan temperatur.

5.2.2.

Detektor laju kompensasi.

5.2.2.1.
Detektor laju kompensasi adalah suatu alat yang akan bereaksi bila temperatur
udara sekeliling alat tersebut mencapai tingkat yang ditentukan, tanpa dipengaruhi besarnya
laju kenaikan temperatur.

9 dari 165

SNI 03-3985-2000

5.2.2.2.
Sebuah contoh tipikal adalah detektor jenis titik dari logam yang cenderung akan
bertambah panjang bila dipanaskan. Suatu mekanisme kontak yang tergabung akan
menutup pada suatu titik tertentu. Suatu elemen logam yang berada di dalam tabung
mendesak dengan gaya yang berlawanan terhadap kontak, cenderung menahan kontak
terbuka. Gaya diseimbangkan dengan cara memperlambat laju kenaikan temperatur,
diperlukan waktu pemanasan yang lebih lama untuk menembus elemen yang di dalam,
kondisi ini akan menghambat kontak untuk menutup sampai seluruh alat telah terpanaskan
hingga tingkat pemanasan tertentu. Namun pada laju kenaikan temperatur yang cepat, tidak
cukup waktu bagi panas untuk menembus ke elemen di dalam, yang mendesak kurangnya
hambatan sehingga kontak menutup diperoleh ketika seluruh peralatan telah dipanaskan
sampai tingkat yang lebih rendah. Ini memberi pengaruh kompensasi kelambatan panas.
5.2.3.

Detektor laju kenaikan.

5.2.3.1.
Detektor laju kenaikan adalah suatu alat yang akan merespon jika kenaikan
temperatur pada laju yang melebihi jumlah yang telah ditentukan.
5.2.3.2.
a).

Contoh tipikal dari detektor ini :

Tabung laju kenaikan pnumatik.


Suatu detektor jenis garis terdiri dari tabung berdiameter kecil, biasanya dari bahan
tembaga, yang dipasang pada langit-langit atau pada dinding yang tinggi, seluruhnya
dalam ruang yang dideteksi. Tabung berakhir pada unit detektor yang mengandung
diapragma dan dihubungkan dengan set kontak untuk menggerakkan tekanan
tekanan yang sebelumnya ditentukan. Sistem ini ditutup rapat kecuali untuk ven
kalibrasi yang mengkompensai perubahan normal temperatur.

b).

Detektor laju kenaikan pnumatik titik.


Suatu alat yang terdiri dari ruang udara, diapragma, kontak, dan ven kompensasi
dalam satu kotak tertutup. Prinsip kerjanya sama seperti dijelaskan pada butir
5.2.3.2.a).

c).

Detektor efek thermoelektrik.


Suatu alat yang elemen penginderaannya terdiri dari sebuah unit ocouple atau
thermopile yang menghasilkan kenaikan potensial listrik dalam merespon kenaikan
temperatur. Potensial ini dipatau oleh peralatan kontrol yang berhubungan, dan alarm
digerakkan jika kenaikan laju potensial tidak normal.

d).

Detektor perubahan konduktivitas listrik.


emen pengindera jenis garis yang mana perubahan tahanannya menyebabkan
perubahan temperatur. Laju perubahan tahanan dipantau oleh peralatan kontrol yang
berhubungan, dan alarm digerakkan jika laju naik melebihi nilai yang di set
sebelumnya.

5.3.

Klasifikasi temperatur.

5.3.1.
Detektor panas dari tipe temperatur-tetap atau tipe laju kompensasi pola titik
harus digolongkan sesuai temperatur kerja dan ditandai dengan kode warna yang sesuai
(lihat tabel 5.3.1).

10 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel 5.3.1.: Klasifikasi temperatur.


Klasifikasi
temperatur
Rendah*
Sedang
Menengah
Tinggi
Ekstra tinggi
Ekstra sangat
tinggi
Ultra tinggi

37,7 ~ 56,6
57 ~ 78,8
79 ~ 120,5
121 ~ 162,2
163 ~ 203,8
204 ~ 259,4

Temperatur
maksimum
langit-langit ( 0C ).
-6,6 kebawah**
37,7
65,5
107,2
148,8
190,5

Tak berwarna
Tak berwarna
putih
biru
merah
hijau

260 ~ 301,6

246

oranye

Rentang nilai
temperatur ( 0C )

Kode warna

Dimaksud hanya untuk pemasangan daerah dimana ambien dikontrol. Unit diberi tanda untuk
menunjukkan temperatur ambien maksimum pemasangan.

**

Temperatur maksimum langit-langit 200 atau lebih dibawah nilai temperatur detektor.

Catatan :
Perbedaan antara laju temperatur dan ambien maksimum sebaiknya sekecil mungkin untuk me-minimalkan
waktu tanggap.
5.3.1.1.
Apabila warna keseluruhan dari suatu detektor sama dengan tanda kode warna
yang disyaratkan untuk detektor itu, salah satu susunan berikut, dipakai warna yang kontras
dan mudah dilihat setelah pemasangan, harus dibicarakan :
a).

Sebuah cincin di atas permukaan detektor.

b).

Nilai temperatur dalam angka dengan ketinggian huruf 9,5 mm ( 3/8 inci ).

5.4.

Lokasi.

5.4.1*.
Detektor jenis titik harus diletakkan pada langit-langit dengan jarak tidak kurang
dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi dinding atau pada sisi dinding yang berjarak antara 100 mm
( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) dari langit-langit (lihat gambar A.5.4.1. pada apendiks A ).
Pengecualian no.1 :
Di dalam hal konstruksi balok melintang padat, detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok melintang.
Pengecualian no.2 :
Di dalam hal konstruksi balok dimana kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan jarak pusatnya kurang
dari 2,4 m ( 8 ft ), detektor dapat dipasangkan pada bagian bawah balok.
5.4.2.
Detektor panas jenis garis harus diletakkan pada langit-langit atau pada sisi
dinding dengan jarak tidak lebih dari 500 mm ( 20 inci ) dari langit-langit.
5.4.3.

Daerah temperatur tinggi.

Detektor yang mempunyai elemen temperatur tetap atau laju kompensasi harus dipilih
sesuai tabel 5.3.1. untuk temperatur langit-langit tertinggi yang dapat diperkirakan.

11 dari 165

SNI 03-3985-2000

5.5.

Jarak pemasangan.

5.5.1*.

Jarak terhadap langit-langit rata.

Salah satu dari ketentuan berikut ini harus diterapkan :


a).

Jarak antar detektor harus tidak boleh melebihi jarak yang tercantum dalam daftar
(list) dan detektor harus berada di dalam jarak setengah dari jarak yang terdaftar
(listed), diukur pada sudut yang benar, dari semua dinding atau partisi diperpanjang
sampai 460 mm (18 inci) dari langit-langit, atau

b).

Seluruh titik pada langit-langit harus terdapat detektor dengan jarak yang sama dengan
0,7 kali jarak terdaftarnya. Ini akan bermanfaat dalam melakukan penghitungan
perletakan pada koridor atau daerah yang tidak teratur.

5.5.1.1*.

Daerah tidak teratur.

Untuk daerah dengan permukaan yang tidak teratur, jarak antara detektor dapat lebih besar
dari jarak yang terdaftar (listed), jarak maksimum yang disediakan dari sebuah detektor ke
titik terjauh dari suatu sisi dinding atau pojokan di dalam zona proteksinya tidak lebih besar
dari 0,7 kali jarak terdaftar ( 0,7 x S ) ( lihat gambar A.5.5.1.1. pada apendiks A ).
5.5.1.2*.

Langit-langit yang tinggi.

Pada langit-langit dengan ketinggian 3 m ( 10 ft ) sampai 9 m ( 30 ft ), jarak antara detektor


panas harus dikurangi mengikuti tabel 5.5.1.2.
Tabel 5.5.1.2. Koreksi untuk langit-langit yang tinggi
Tinggi langit-langit ( m )
di atas
sampai dengan
0
3,0
3,0
3,6
3,6
4,2
4,2
4,8
4,8
5,4
5,4
6,0
6,0
6,7
6,7
7,3
7,3
7,9
7,9
8,5
8,5
9,1

Persen dari jarak antara


yang terdaftar
100
91
84
77
71
64
58
52
46
40
34

Pengecualian :
Tabel 5.5.1.2. tidak diterapkan pada detektor berikut yang bertumpu pada efek integrasi.
a).

Detektor konduktivitas listrik tipe garis ( lihat 5.2.1.3.b ).

b).

Detektor tabung laju kenaikan pnumatik ( lihat 5.2.3.2.a. ).

c).

Detektor efek termoelektrik hubung seri ( lihat 5.2.3.2.c. ).

Dalam kasus ini, rekomendasi dari pihak manufaktur harus diikuti untuk kesesuaian titik alarm dan jaraknya.

12 dari 165

SNI 03-3985-2000

Catatan :
Tabel 5.5.1.2. menyediakan modifikasi jarak antara untuk memperhitungkan perbedaan ketinggian langit-langit
pada kondisi kebakaran secara umum. Suatu alternatif metoda perancangan, yang mengijinkan perancang untuk
memperhitungkan ketinggian langit-langit, ukuran kebakaran, dan temperatur udara luar, disediakan pada
apendiks C.
5.5.2*.

Konstruksi balok melintang padat ( solid joist construction ).

Jarak antar detektor panas, apabila diukur dengan sudut yang benar terhadap balok
melintang padat, harus tidak lebih dari 50% terhadap jarak yang diperbolehkan untuk langitlangit rata pada butir 5.5.1 dan 5.5.1.1. ( lihat gambar A.5.5.2. pada apendiks A ).
5.5.3*.

Konstruksi balok ( beam construction ).

Harus diperlakukan sebagai langit-langit rata apabila balok menonjol tidak lebih dari 100 mm
( 4 inci ) di bawah langit-langit. Jika balok itu menonjol di bawah langit-langit lebih dari 100
mm ( 4 inci ), maka jarak antara detektor panas jenis titik pada sudut yang benar ke arah
lintasan balok harus tidak lebih dari 2/3 jarak yang dibolehkan untuk langit-langit rata pada
butir 5.5.1. dan 5.5.1.1.
Apabila balok itu menonjol lebih dari 460 mm ( 18 inci ) di bawah langit-langit dan jarak antar
sumbu balok lebih dari 2,4 m ( 8 ft ), setiap cekungan yang dibentuk oleh balok-balok harus
diberlakukan sebagai suatu daerah yang terpisah.
5.5.4.

Langit-langit miring.

5.5.4.1*.

Puncak.

Sederetan detektor pertama-tama diukur jarak antaranya dan diletakkan pada atau dalam
jarak 0,9 m ( 3 ft ) dari puncak langit-langit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak dari
detektor tambahan apabila ada harus didasarkan terhadap proyeksi horisontal dari langitlangit sesuai dengan jenis konstruksi langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.1 pada apendiks A ).
5.5.4.2*.

Bidang miring.

Bidang miring harus mempunyai sederetan detektor yang diletakkan pada langit-langit dalam
jarak 0,9 m ( 3 ft ) dari sisi tinggi langit-langit diukur secara horisontal, jarak antaranya sesuai
dengan tipe konstruksinya. Detektor yang tersisa bila ada, harus diletakkan dalam daerah
tersisa didasarkan proyeksi horisontal dari langit-langit (lihat gambar A.5.5.4.2. dalam
apendiks A ).
5.5.4.3.
Untuk atap dengan kemiringan kurang dari 300, semua detektor harus berjarak
antara menggunakan ketinggian pada puncak. Untuk atap dengan kemiringan lebih dari 300,
ketinggian miring rata-rata akan digunakan untuk seluruh detektor lain yang diletakkan pada
puncak.

6.

Detektor kebakaran penginderaan asap.

6.1.
Untuk kepentingan standar ini, asap adalah keseluruhan partikel yang melayanglayang baik kelihatan maupun tidak kelihatan dari suatu pembakaran.

13 dari 165

SNI 03-3985-2000

6.1.1.

Umum.

6.1.1.1.
Maksud dan lingkup dari bagian ini adalah menyediakan standar untuk
perletakan dan jarak pemasangan detektor kebakaran untuk mengindera asap yang
ditimbulkan pembakaran suatu bahan.
6.1.1.2*. Detektor asap harus dipasangkan pada seluruh daerah yang disyaratkan oleh
standar ini, atau oleh instansi yang berwenang.
6.2.

Prinsip pendeteksian.

6.2.1.

Pendeteksian asap cara ionisasi.

Suatu detektor asap jenis ionisasi mempunyai sejumlah kecil bahan radio aktif yang
mengionisasikan udara di dalam ruang penginderaan, dengan demikian menjadikan udara
bersifat konduktif dan membolehkan arus mengalir menembus dua elektroda yang
bermuatan. Ini menjadikan kamar pengindera suatu konduktivitas listrik yang efektif.
Ketika partikel asap memasuki daerah ionisasi, partikel ini menurunkan konduktansi dari
udara dengan jalan mengikatkan diri ke ion-ion. mengakibatkan penurunan mobilitas. Ketika
konduktansi rendah dibandingkan suatu tingkat yang ditentukan terlebih dahulu, detektor
akan bereaksi.
6.2.1.1.
Pendeteksian cara ionisasi lebih bereaksi terhadap partikel yang tidak kelihatan
(ukuran lebih kecil dari 1 mikron) yang diproduksi oleh kebanyakan nyala kebakaran.
Reaksinya agak lebih rendah terhadap partikel yang lebih besar dari kebanyakan api tanpa
nyala.
6.2.1.2.

Detektor asap yang menggunakan prinsip ionisasi biasanya dari jenis titik.

6.2.2*.

Detektor asap jenis pancaran cahaya foto-elektrik.

Pada detektor asap jenis pancaran cahaya foto-elektrik, suatu sumber cahaya dan suatu
pengindera peka sinar disusun sedemikian rupa sehingga sinar dari sumber cahaya tidak
secara normal jatuh ke pengindera peka sinar. Ketika partikel asap masuk ke lintasan
cahaya, sebagian dari cahaya terpencarkan oleh pantulan dan pembiasan ke sensor
( pengindera ), menyebabkan detektor itu bereaksi.
6.2.2.1.
Deteksi pancaran cahaya foto-elektrik lebih bereaksi terhadap partikel yang
kelihatan ( ukuran lebih kecil dari satu mikron ) yang diproduksi oleh kebanyakan api yang
tanpa nyala. Reaksinya lebih kecil terhadap partikel kecil tipikal dari kebakaran yang
menyala. Rekasinya juga kecil terhadap asap yang hitam.
6.2.2.2.
tipe titik.

Detektor asap menggunakan prinsip pancaran cahaya biasanya disebut sebagai

6.2.3.

Detektor asap pengaburan cahaya foto-elektrik.

Pada detektor asap tipe pengaburan cahaya foto-elektrik, kerugian transmisi cahaya antara
sumber cahaya dan sebuah pengindera peka-foto dipantau. Apabila partikel asap dihadirkan
pada lintasan cahaya, sebagian cahaya dipancarkan dan sebagian dikaburkan, ini
mengurangi cahaya mencapai alat penerima, mengakibatkan detektor bereaksi.
6.2.3.1.
Reaksi detektor asap tipe pengaburan cahaya foto-elektrik biasanya tidak
dipengaruhi oleh warna asap.

14 dari 165

SNI 03-3985-2000

6.2.3.2.
Detektor asap yang menggunakan prinsip pengaburan cahaya biasanya tipe
garis. Detektor ini biasanya disebut detektor asap proyeksi pancaran berkas.
6.2.4.

Detektor asap tipe ruang awan.

Suatu detektor asap menggunakan prinsip ruang awan biasanya dari tipe sampel ( contoh ),
Sebuah pompa udara menarik sampel udara dari daerah yang diproteksi ke dalam ruang
dengan kelembaban tinggi di dalam detektor.Setelah kelembaban sampel beranjak naik,
tekanan diturunkan secara perlahan. Bila terdapat partikel asap, uap air di dalam udara akan
berkondensasi bersama membentuk awan di dalam ruang. Densiti dari awan ini kemudian
diukur dengan prinsip foto-elektrik. Apabila densitinya lebih besar dari tingkat yang telah
ditentukan, detektor akan bereaksi.
6.3.

Klasifikasi.

6.3.1.

Detektor asap tipe titik.

Detektor asap tipe titik harus diberi tanda terhadap kepekaan produksi normalnya ( persen
per meter pengaburan ), diukur sesuai persyaratan pada daftar. Toleransi produksi sekitar
kepekaan normalnya harus juga ditunjukkan.
6.3.1.1.
Detektor asap yang mempunyai perlengkapan pengaturan di lapangan
kepekaannya, harus mempunyai rentang pengaturan tidak kurang dari 0,6 persen/ ft
pengaburan, dan sarana pengaturannya harus diberi tanda untuk menunjukkan posisi
kalibrasi nominal dari pabrik.
6.4.

Lokasi dan jarak.

6.4.1*.

Umum.

Lokasi dan jarak dari detektor asap harus merupakan hasil dari suatu evaluasi yang
didasarkan pada pertimbangan enjinering ditambah panduan yang dirinci dalam standar ini.
Bentuk dan permukaan langit-langit, ketinggian langit-langit, konfigurasi dari kandungan,
karakteristik pembakaran dari bahan mudah terbakar yang ada dan ventilasi merupakan
beberapa kondisi yang perlu dipertimbangkan.
6.4.1.1.
Apabila dimaksud untuk melindungi terhadap bahaya kebakaran khusus, detektor
dapat dipasangkan dekat pada bahaya kebakaran dalam posisi dimana detektor akan siap
menangkap asap.
6.4.1.2*.

Susunan berlapis lapis.

Akibat yang mungkin terjadi dari susunan berlapis-lapis asap di bawah langit-langit harus
pula dipertimbangkan.
6.4.2.

Detektor asap jenis titik.

Detektor asap jenis titik harus diletakkan pada langit-langit tidak kurang dari 100 mm ( 4 inci )
dari dinding samping ke ujung terdekat, atau bila dipasang pada suatu dinding samping,
antara 100 mm ( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) turun dari langit-langit ke puncak dari
detektor ( lihat gambar A.5.4.1 pada apendiks A ).
Pengecualian no.1 :
lihat butir 6.4.1.2.

15 dari 165

SNI 03-3985-2000

Pengecualian no.2 :
Dalam hal konstruksi balok melintang padat, detektor harus dipasang di bawah balok.
Pengecualian no.3 :
Dalam hal konstruksi balok dimana balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) ke dalamannya dan kurang dari 2,4 m ( 8
ft ) jarak sumbunya; detektor boleh dipasang pada bagian bawah balok.
6.4.2.1*. Untuk meminimalkan kontaminasi debu dari detektor asap apabila diletakkan di
ruang bawah dari lantai yang dinaikkan dan ruang sejenis, detektor asap harus dipasang
hanya di dalam orientasi seperti cara pemasangan yang telah terdaftar. ( lihat gambar
A.6.4.2.1 pada apendiks A ).
6.4.3.

Detektor asap tipe sinar terproyeksi ( projected beam type ).

Detektor asap tipe sinar terproyeksi ( lihat butir 6.2.3.1 ) secara normal harus diletakkan
dengan sinar terproyeksinya sejajar terhadap langit-langit dan mengikuti instruksi dari
manufaktur.
Pengecualian no.1 :
lihat butir 6.4.1.2.
Pengecualian no.2 :
Detektor dapat dipasang secara vertikal atau pada setiap sudut yang diperlukan untuk memberikan proteksi
terhadap bahaya kebakaran yang timbul ( contoh sinar vertikal yang melalui daerah saf terbuka dari tangga
dimana terdapat ruang vertikal yang terbuka pada bagian dalam pegangan tangga).
6.4.3.1.

Panjang sinar harus tidak melebihi panjang yang diijinkan pada daftar peralatan.

6.4.3.1.1*. Apabila cermin digunakan dengan sinar terproyeksi, detektor harus dipasang
sesuai dengan rekomendasi manufaktur.
6.4.3.1.2. Instalasi detektor harus memenuhi persyaratan yang terdapat di dalam daftar.
6.4.4.

Detektor asap tipe sampel ( sampling type smoke detector ).

Setiap titik sampel dari sebuah detektor asap tipe sampel harus diperlakukan sebagai
sebuah detektor jenis titik untuk maksud perletakan dan jarak antara.
6.4.5.

Jarak langit-langit rata.

6.4.5.1.

Detektor tipe titik.

Pada langit-langit rata, jarak antara 9 m ( 30 ft ) dapat digunakan sebagai pedoman. Dalam
semua kasus, rekomendasi manufaktur harus diikuti. Jarak antara lainnya boleh dipakai
tergantung pada ketinggian langit-langit, kondisi yang berbeda atau persyaratan reaksi ( lihat
apendiks C untuk deteksi terhadap nyala api ).
6.4.5.1.1. Apabila suatu jarak antara spesifik dipilih oleh instansi yang berwenang, dengan
pertimbangan enjinering, oleh apendiks C atau oleh metoda lainnya untuk langit-langit rata,
semua titik pada langit-langit harus mempunyai sebuah detektor di dalam jarak yang sama
dengan 0,7 kali jarak antara yang dipilih. Ini akan berguna untuk menghitung perletakan di
koridor atau daerah yang tidak beraturan ( lihat apendiks A.5.5.1 dan A.5.5.1.1 ). Untuk
daerah yang berbentuk tidak teratur, jarak antara detektor boleh lebih besar dari jarak
antara yang dipilih, apabila jarak antara maksimum dari sebuah detektor ke titik terjauh dari

16 dari 165

SNI 03-3985-2000

dinding samping atau pojokan di dalam zona proteksinya tidak lebih dari 0,7 kali jarak yang
dipilih ( 0,7.S ). ( lihat gambar A.5.5.1.1. pada apendiks A ).
6.4.5.2*.

Detektor tipe sinar terproyeksi.

Untuk lokasi dan jarak antara dari detektor tipe sinar terproyeksi, instruksi instalasi dari
manufaktur harus diikuti ( lihat gambar A.6.4.5.2. pada apendiks A ).
6.4.6*.

Konstruksi balok melintang.

6.4.6.1.
Konstruksi langit-langit dimana balok melintang dengan kedalaman 200 mm
( 8 inci ) atau kurang harus dipertimbangkan sebagai langit-langit rata. Detektor tipe titik
harus dipasang di bawah balok melintang ( juga lihat butir 6.4.1.2 ).
6.4.6.2.
Apabila balok melintang melebihi 200 mm ( 8 inci ) kedalamannya, jarak antara
detektor tipe titik dalam arah tegak lurus dengan balok melintang harus dikurangi dengan
sepertiga. Jika cahaya sinar terproyeksi dari detektor tipe garis dipasang tegak lurus
terhadap balok melintang, tidak diperlukan pengurangan jarak antara penting; namun, jika
cahaya sinar terproyeksi itu sejajar terhadap balok melintang, jarak antara cahaya sinar
harus dikurangi. Detektor tipe titik harus dipasang pada bagian bawah dari balok melintang.
(lihat juga butir 6.4.1.2 ).
6.4.7.

Konstruksi balok.

6.4.7.1.
Konstruksi langit-langit apabila balok kedalamannya 200 mm ( 8 inci ) atau
kurang, harus dipertimbangkan ekivalen terhadap langit-langit rata (lihat juga butir 6.4.1.2 ).
6.4.7.2.
Apabila balok kedalamannya melebihi 200 mm ( 8 inci ) jarak antara detektor tipe
titik dalam arah tegak lurus balok, harus dikurangi. Jarak antara detektor cahaya sinar
terproyeksi yang dipasang tegak lurus terhadap balok langit-langit tidak perlu dikurangi;
namun, jika cahaya sinar terproyeksi dipasang sejajar terhadap balok langit-langit, jarak
antaranya harus dikurangi. (juga lihat butir 6.4.1.2 ).
6.4.7.3*. Apabila balok kedalamannya melebihi 460 mm ( 18 inci ) dan jarak sumbunya
lebih dari 2,4 m ( 8 ft ); setiap cekukan harus diperlakukan sebagai daerah terpisah yang
memerlukan tidak kurang satu detektor tipe titik atau detektor tipe sinar terproyeksi.
6.4.8.

Langit-langit miring.

6.4.8.1.

Puncak.

Detektor pertama-tama harus diletakkan pada jarak antara 0,9 m ( 3 ft ) dari puncak, diukur
secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada, harus
didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit. ( lihat gambar A.5.5.4.1 apendiks A ).
6.4.8.2.

Bidang miring.

Detektor pertama-tama harus diletakkan pada jarak antara 0,9 m ( 3 ft ) dari sisi tinggi langitlangit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada,
harus didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.2 pada
apendiks A ).

17 dari 165

SNI 03-3985-2000

6.4.9.

Lantai yang ditinggikan dan langit-langit yang digantung.

Di dalam ruang di bawah lantai dan di atas langit-langit yang bukan berfungsi sebagai
planum sistem pengkondisian udara, jarak antara detektor harus sesuai dengan butir 6.4.
6.4.10.

Partisi.

Apabila partisi diteruskan keatas sampai 460 mm ( 18 inci ) dari langit-langit, hal tersebut
tidak mempengaruhi jarak antara detektor. Apabila partisi diteruskan sampai kurang dari 460
mm ( 18 inci ) dari langit-langit, pengaruh lintasan asap harus dipertimbangkan untuk
mengurangi jarak antara detektor.
6.5.

Pengkondisian udara dan ventilasi.

6.5.1*.
Dalam ruang yang dilayani pengkondisian udara, detektor harus tidak diletakkan
dimana udara dari suplai diffuser dapat melarutkan asap sebelum mencapai detektor.
Detektor harus diletakkan untuk menangkap aliran udara ke arah bukaan udara balik. Hal ini
akan membutuhkan tambahan detektor, sementara penempatan detektor hanya dekat
bukaan udara balik akan mengakibatkan tidak cukupnya proteksi apabila alat pengolah
udara ( air handling unit ) dimatikan. Manufaktur dari detektor harus dikonsultasi sebelum
dilakukan pemasangan detektor.
6.5.2.
Dalam ruang di bawah lantai dan di atas ruang langit-langit yang digunakan
sebagai planum pengkondisian udara, detektor harus terdaftar dan sesuai dengan kecepatan
udara yang ada. Jarak antara detektor dan perletakannya harus dipilih berdasarkan
antisipasi pola aliran udara dan tipe kebakaran.
6.5.2.1.
Detektor yang dipasang dalam lingkungan ducting udara atau pplanum harus
tidak digunakan sebagai pengganti detektor untuk ruang terbuka ( lihat bagian 11 dan
gambar A.6.6.1.4 ).
Asap tidak dapat ditarik di dalam duct atau planum bila sistem ventilasi sedang dimatikan.
Selanjutnya, bila sistem ventilasi sedang bekerja, detektor dapat kurang bereaksi pada
kondisi kebakaran di dalam ruang dimana api berasal, diakibatkan pelarutan oleh udara
bersih.
6.6.

Pertimbangan-pertimbangan khusus.

6.6.1.

Umum.

Seleksi dan pemasangan detektor asap harus mempertimbangkan dua hal yaitu karakteristik
rancangan dari detektor dan daerah dimana detektor itu akan dipasangkan sedemikian untuk
mencegah terjadinya operasi palsu atau tidak dapat beroperasi setelah dipasang. Beberapa
pertimbangan itu adalah sebagai berikut :
6.6.1.1.
Detektor tipe sinar terproyeksi dan kaca pemantul harus secara pasti terpasang
pada permukaan yang stabil, hal ini untuk mencegah operasi palsu atau pengoperasian yang
tak menentu disebabkan oleh gerakan. Sinar harus juga dirancang sehingga sudut kecil
gerakan dari sumber cahaya atau penerima tidak mencegah operasi karena asap dan tidak
menyebabkan alarm palsu. Biasanya pergerakan derajat dapat ditolerir ( derajat bulat
termasuk sudut ).
6.6.1.2.
Karena unit tipe sinar terproyeksi akan tidak bekerja memberi alarm ( tetapi akan
memberikan sinyal gangguan, lihat A.6.2.3 ) bila jalur cahaya ke penerima tiba-tiba dipotong

18 dari 165

SNI 03-3985-2000

atau terhalangi, karena itu jalur cahaya harus terpelihara bersih dari rintangan pengaburan
pada setiap saat.
6.6.1.3.
Detektor asap yang mempunyai elemen temperatur-tetap sebagai bagian dari
unit harus dipilih mengikuti tabel 5.3.1. untuk temperatur langit-langit maksimum yang dapat
diperkirakan di dalam pengoperasian.
6.6.1.4*. Instalasi detektor asap harus mempertimbangkan kondisi lingkungan dari daerah
dimana detektor tersebut akan dipasangkan ( lihat tabel A.6.6.1.4 dalam apendiks A).
Detektor asap dipersiapkan untuk dipasang dalam daerah dimana kondisi udara luar normal
tidak seperti untuk :
a).

Temperatur melebihi 380C ( 1000F ) atau turun dibawah 00C ( 320F ); atau

b).

Kelembaban relatif melebihi 93% ; atau

c).

Kecepatan udara melebihi 1.5 meter per detik ( 300 fpm ).

Pengecualian :
Detektor yang secara khusus dirancang untuk digunakan pada kondisi udara luar (ambient) melebihi batas
diatas dan terdaftar untuk temperatur, kelembaban, dan kecepatan udara yang diharapkan.
6.6.1.5*. Untuk menghindari alarm yang tidak diinginkan, lokasi detektor asap harus juga
mempertimbangkan sumber asap normal, uap air, debu atau uap, listrik atau pengaruh
mekanis.
6.6.1.6.
Detektor yang dipasang dalam bangunan selama masa konstruksi atau renovasi
harus dilindungi dari kontaminasi oleh debu, cat, dan lain-lain, sampai pembangunan itu
dibersihkan dari semua barang secara lengkap dan final. Kontaminasi dapat dapat
berpengaruh terhadap kepekaan dan keandalan detektor ( untuk pembersihan dan
pemeliharaan terhadap detektor asap, lihat pasal 10 ).
6.6.1.7*.

Efek cerobong tinggi.

Lubang udara di bagian belakang detektor asap harus ditutup dengan gasket, sealent, atau
ekivalen, dan detektor harus dipasangkan sedemikian rupa sehingga aliran udara dari dalam
rumah atau dari pinggir rumah tidak akan menghalangi masuknya asap selama terjadi
kebakaran atau saat pengujian.
6.6.1.8*.

Penyimpanan dengan rak yang tinggi.

( Lihat gambar A.6.6.1.8.a dan A.6.6.1.8.b pada apendiks A ).


Sistem pendeteksian sering dipasangkan dengan penambahan untuk sistem pemadaman.
Apabila detektor asap dipasang untuk peringatan dini dalam daerah penyimpanan dengan
rak tinggi, harus mempertimbangkan untuk pemasangan detektor pada beberapa ketinggian
dalam rak untuk menjamin reaksi cepat terhadap asap. Apabila detektor dipasang untuk
menggerakkan sistem pemadaman, lihat standar lain yang terkait.
6.6.2.

Daerah dengan pergerakan udara tinggi.

6.6.2.1.

Umum.

Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah menyediakan lokasi dan jarak antara dari detektor
asap pada daerah dengan pergerakan udara tinggi.

19 dari 165

SNI 03-3985-2000

6.6.2.2.

Kriteria yang dapat diterima.

Respon detektor harus ditentukan oleh instansi yang berwenang dengan masukan
rekomendasi manufaktur detektor.
6.6.2.3.

Penempatan.

Detektor asap harus tidak ditempatkan dekat dengan register suplai udara.
6.6.2.4.

Jarak antara.

Jarak antara detektor-detektor asap tergantung pada pergerakan udara di dalam ruangan
( termasuk udara suplai dan sirkulasi ulang ), yang ditunjukkan dalam menit per pergantian
udara atau pergantian udara per jam. Kecuali cara lain yang dapat diterima oleh instansi
yang berwenang, jarak antara harus sesuai dengan tabel 6.6.2.4 dan gambar 6.6.2.4.a.
Tabel 6.6.2.4 : Jarak antara.
Menit / pergantian udara

Pergantian udara / jam

Ft2 / detektor

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

60
30
20
15
12
10
8,6
7.5
6,7
6

125
250
375
500
625
750
875
900
900
900

Gambar 6.6.2.4.a. : Daerah pergerakan udara tinggi.


( tidak digunakan untuk ruangan di bawah lantai atau di atas langit-langit )

20 dari 165

SNI 03-3985-2000

Catatan :
a).

b).

Menit per pergantian udara =

Pergantian udara per jam =

Volume ruang yang diproteksi


3
ft per menit (cfm) udara yang di suplai ke ruangan yang diproteksi

3
60 x ft per menit (cfm) udara yang disuplai ke ruangan yang diproteksi

Jika sistem volume udara konstan


menentukan jumlah pergantian udara.

7.

volume ruang yang diproteksi

tidak digunakan, cfm maksimum yang ada digunakan untuk

Detektor kebakaran penginderaan nyala api.

7.1.
Nyala adalah tiang dari gas-gas, dibuat bercahaya oleh panas, berasal dari
bahan yang terbakar. Nyala dari beberapa bahan ( contoh hidrogen ) tidak terlihat secara
kasat mata manusia.
7.1.1.

Umum.

7.1.1.1.
Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah melengkapi standar dalam hal
perletakan dan jarak antara detektor kebakaran untuk mengindera nyala api yang dihasilkan
oleh bahan yang terbakar. Detektor ini biasanya disebut sebagai detektor nyala api.
7.1.1.2.
Detektor nyala api harus dipasang pada seluruh daerah yang diwajibkan baik
oleh standar yang sesuai atau oleh instansi yang berwenang.
7.2.

Prinsip operasi.

7.2.1.

Detektor nyala api.

Detektor nyala api adalah suatu alat yang bereaksi terhadap munculnya energi radiasi yang
terlihat oleh mata manusia ( kira-kira 4.000 ~ 7.700 angstrom ) atau energi radiasi diluar
jangkauan penglihatan mata manusia.
7.2.1.1.

Detektor nyala kedipan.

Detektor nyala kedipan adalah detektor nyala foto-elektrik termasuk sarana untuk mencegah
reaksi terhadap cahaya yang terlihat kecuali cahaya yang diawasi dimodulasikan pada
frekuensi yang sesuai dengan kedipan dari nyala.
7.2.1.2.

Detektor nyala sinar infra merah.

Detektor infra merah adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi
terhadap energi radiasi di luar jangkauan penglihatan manusia ( kira-kira 7.700 Angstrom ).
7.2.1.3.

Detektor nyala foto-elektrik.

Detektor nyala foto-elektrik adalah suatu alat yang elemen penginderaannya adalah
photocell yang merubah konduktivitas listrik atau membangkitkan tegangan listrik bila
menangkap energi radiasi.

21 dari 165

SNI 03-3985-2000

7.2.1.4.

Detektor ultra-violet.

Detektor ultra-violet adalah suatu alat yang elemen penginderaannya akan bereaksi
terhadap energi radiasi di luar jangkauan mata manusia ( kira-kira di bawah 4.000
Angstrom).
7.3.

Karakteristik kebakaran.

7.3.1.
Detektor nyala api peka terhadap bara api yang menyala, arang, atau nyala yang
nyata, dimana radiasi ke detektor intensitas energinya cukup dan mampu untuk tindakan
awal.
7.3.2.
Detektor akan bereaksi terhadap radiasi dari daerah kebakaran yang dideteksi .
Biasanya melibatkan tenaga ahli lapangan. Waktu dimana kebakaran harus dideteksi dan
daerah atau intensitasnya dapat dikaitkan terhadap kemampuan media pemadaman dan
peralatan terkait.
7.4.

Pertimbangan jarak antara.

7.4.1.
Kecuali cara lain yang diijinkan disini, detektor nyala api tidak boleh diletakkan di
luar jarak antara yang disebutkan dalam daftar atau maksimum yang diijinkan.
Jarak lebih dekat harus diterapkan bila struktural dan karakteristik lain dari bahaya
kebakaran yang diproteksi melemahkan efektifitas deteksi.
7.4.2.
Detektor nyala api harus direncanakan dan dipasang sedemikian sehingga
pandangan lapangannya akan cukup untuk menjamin deteksi daerah khusus kebakaran.
7.4.3.
Apabila pemindahan material pada peluncur ( chute ) atau sabuk ( belt ), atau
dalam ducting atau tabung, atau lainnya, ke atau melewati detektor yang bersangkutan,
pertimbangan jarak antara tidak akan ditentukan, tetapi penempatan yang strategis dari
detektor disyaratkan untuk menjamin pendeteksian yang memadai.
7.5.

Pertimbangan lapangan dan pandangan.

7.5.1.
Karena detektor nyala api adalah alat dimana garis penglihatan menjadi hal
utama, diperlukan penanganan khusus dalam penerapannya untuk menjamin agar
kemampuannya untuk merespon pada daerah yang dipersyaratkan di dalam zona yang
harus diproteksi, tidak akan berkompromi di luar batas dengan kehadiran komponen struktur
yang menghalangi atau obyek lain yang tidak tembus cahaya atau material.
7.5.2.
Situasi menyeluruh harus dikaji berulang-ulang untuk menjamin bahwa
perubahan struktural atau kondisi penggunaan yang dapat mengganggu kemampuan
detektor kebakaran segera diperbaiki.
7.6.

Pertimbangan lain.

7.6.1.
Detektor nyala api harus mempunyai spektrum dan kemampuan respon optikal
sedemikian rupa dimana akan mengawali tindakan dengan timbulnya emisi spektrum yang
spesifik bila bahan bakar tertentu yang diproteksi terbakar.
7.6.2.
Detektor harus dirancang, diproteksi atau dijaga sehingga dengan demikian
gangguan terhadap penerimaan radiasi tidak akan terjadi.
7.6.3.
Bila perlu, detektor harus dilindungi atau dengan cara lain ditata untuk mencegah
pengaruh energi radiasi yang tidak dikehendaki.

22 dari 165

SNI 03-3985-2000

7.6.4.
Bila digunakan di luar bangunan, detektor harus dilindungi dengan suatu cara
untuk mencegah berkurangnya kepekaan oleh air hujan dan lain sebaginya, dan selalu jelas
terlihat dari daerah bahaya.

8.

Detektor kebakaran penginderaan gas.

8.1.
Gas adalah molekul tanpa ikatan yang dihasilkan oleh suatu bahan yang terbakar
dan terutama terhadap oksidasi atau reduksi.
8.1.1.

Umum.

8.1.1.1*. Tujuan dan lingkup dari bagian ini adalah melengkapi standar dalam hal
perletakan dan jarak antara detektor kebakaran untuk penginderaan gas hasil dari bahan
yang terbakar. Detektor ini selanjutnya disebut detektor gas kebakaran.
8.1.1.2.
Detektor gas kebakaran harus dipasang di seluruh daerah apabila dipersyaratkan
oleh standar ini atau oleh instansi yang berwenang.
8.1.1.3.
Detektor gas kebakaran harus bereaksi terhadap satu atau lebih gas yang
dihasilkan oleh suatu kebakaran.
8.1.1.4.
Walaupun beberapa detektor gas kebakaran mampu mendeteksi gas
pembakaran atau uap yang mendahului pengapian, penerapannya tidak di dalam lingkup
standar ini.
8.2.

Prinsip operasi.

8.2.1.

Semi konduktor.

Detektor gas kebakaran tipe semi konduktor bereaksi terhadap oksidasi atau reduksi gas
oleh kreasi perubahan listrik dalam semi konduktor. Selanjutnya perubahan konduktivitas
dari semi konduktor ini menyebabkan gerakan.
8.2.2.

Elemen katalik.

Detektor gas kebakaran tipe elemen katalik mengandung material yang pada dirinya tetap
tidak berubah, tetapi mempercepat oksidasi dari gas pembakaran. Sebagai hasil kenaikan
temperatur dari elemen menyebabkan gerakan.
8.3.

Lokasi dan jarak antara.

8.3.1.

Umum.

Lokasi dan jarak antara detektor gas kebakaran harus hasil dari evaluasi yang didasarkan
pada penilaian teknis seperti dilampirkan dalam uraian lengkap dalam standar ini. Bentuk
langit-langit dan permukaan, ketinggian langit-langit, konfigurasi muatan, karakteristik nyala
api dari bahan yang terbakar, dan ventilasi merupakan beberapa kondisi yang harus
dipertimbangkan.
8.3.1.1.
Apabila dimaksudkan untuk memberikan proteksi terhadap bahaya tertentu,
detektor dapat dipasang lebih dekat dengan bahaya tersebut dalam posisi dimana detektor
akan siap menangkap gas kebakaran.

23 dari 165

SNI 03-3985-2000

8.3.1.2.

Stratifikasi.

Efek yang mungkin dari stratifikasi pada ketinggian di bawah langit-langit harus juga
dipertimbangkan ( lihat A.6.4.1.2 dalam apendiks A ).
8.3.2.
Detektor gas kebakaran tipe titik harus diletakkan pada langit-langit berjarak tidak
kurang dari 100 mm ( 4 inci ) dari sisi dinding terhadap ujung terdekat, atau jika pada sisi
dinding berjarak antara 100 mm ( 4 inci ) dan 300 mm ( 12 inci ) turun dari langit-langit ke
puncak detektor ( lihat gambar A.5.4.1. dalam apendiks A ).
Pengecualian no.1. : lihat butir 8.3.1.2.
Pengecualian no.2 :
Dalam hal konstruksi balok silang padat, detektor harus dipasang pada bagian bawah dari balok silang.
Pengecualian no.3 :
Dalam hal konstruksi balok dimana kedalaman balok kurang dari 300 mm ( 12 inci ) dan kurang dari 2,4 m ( 8 ft )
dari bagian tengahnya, detektor boleh dipasang pada bagian bawah dari balok.
8.3.3*.
Masing-masing titik sampel dari suatu detektor gas kebakaran
diperlakukan sebagai detektor tipe titik untuk maksud perletakan dan jarak antara.
8.3.4.

Jarak antara pada langit-langit rata.

8.3.4.1.

Detektor tipe titik.

harus

Pada langit-langit rata, jarak antara 9 m ( 30 ft ) boleh dipakai sebagai pedoman. Dalam
semua kasus, rekomendasi dari manufaktur harus diikuti. Jarak antara yang boleh digunakan
tergantung pada ketinggian langit-langit, kondisi perubahan atau kebutuhan reaksi.
8.3.5.

Konstruksi balok silang ( lihat A.6.4.6. dalam apendiks A ).

8.3.5.1.
Konstruksi langit-langit dimana kedalaman balok silang 200 mm ( 8 inci ) atau
kurang, harus dipertimbangkan ekivalen terhadap langit-langit rata.
8.3.5.2.
Jika kedalaman balok silang melebihi 200 mm ( 8 inci ), jarak antara detektor tipe
titik dalam arah tegak lurus ke balok silang harus dikurangi ( lihat juga butir A.6.4.1.2 ).
8.3..6.

Konstruksi balok.

8.3.6.1.
Konstruksi langit-langit bila kedalaman balok 200 mm ( 8 inci ) atau kurang, harus
dipertimbangkan ekivalen terhadap langit-langit rata ( lihat juga A.6.4.1.2 ).
8.3.6.2.
Jika kedalaman balok melebihi 460 mm ( 18 inci ) dan lebih dari 1,4 m ( 8 ft ) dari
bagian tengahnya, masing-masing cekukan harus diperlakukan sebagai daerah terpisah
yang membutuhkan tidak kurang satu detektor tipe titik.
8.3.6.3*. Jika balok kedalamannya melebihi 460 mm ( 18 inci ) terhadap pusatnya, setiap
celah harus diperlakukan sebagai luasan terpisah yang sedikitnya membutuhkan satu
detektor jenis titik.
8.3.7.

Langit-langit miring.

8.3.7.1.

Puncak.

Detektor pertama tama harus berjarak dan ditempatkan 0,9 m ( 3 ft ) dari sisi tertinggi langitlangit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada,

24 dari 165

SNI 03-3985-2000

harus didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.2 dalam
apendiks A ).
8.3.7.2.

Bidang miring.

Detektor pertama-tama harus berjarak dan ditempatkan 0,9 m ( 3 ft ) dari sisi tertinggi langitlangit, diukur secara horisontal. Jumlah dan jarak antara dari detektor tambahan, jika ada,
harus didasarkan pada proyeksi horisontal dari langit-langit ( lihat gambar A.5.5.4.2 dalam
apendiks A ).
8.3.8.

Langit-langit yang digantung. ( lihat butir 4.7.4.).

8.3.9.

Partisi.

Apabila partisi diperpanjang ke atas di dalam jarak 460 mm ( 18 inci ) dari langit-langit, tidak
berpengaruh pada jarak antara. Apabila partisi diperpanjang sampai jarak kurang dari 460
mm ( 18 inci ) dari langit-langit, efek pada lintasan gas harus dipertimbangkan dalam
pengurangan jarak antara.
8.4.

Pemanasan, Ventilasi dan pengkondisian udara.

8.4.1*.
Dalam ruangan yang dilayani oleh sistem pengolah udara ( AHU ), detektor tidak
boleh ditempatkan apabila udara dari suplai diffuser dapat mengencerkan gas kebakaran
sebelum gas tersebut mencapai detektor. Detektor harus ditempatkan untuk menangkap
aliran udara yang menuju bukaan udara balik.
8.4.2.
Dalam ruangan di bawah lantai dan ruangan di atas langit-langit yang digunakan
sebagai planum pengkondisian udara; detektor harus terdaftar kompatibel dengan kecepatan
udara yang ada. Jarak antara dan penempatannya harus dipilih didasarkan pada antisipasi
pola aliran udara dan tipe kebakaran.
8.4.2.1.
Detektor yang ditempatkan dalam lingkungan ducting udara atau planum harus
tidak digunakan sebagai detektor pengganti pada daerah terbuka. Gas kebakaran tidak
dapat ditarik ke dalam duct atau planum pada saat sistem ventilasi tidak bekerja.
Selanjutnya, ketika sistem ventilasi bekerja, detektor mungkin kurang bereaksi terhadap
kondisi kebakaran di dalam ruangan dimana kebakaran berasal disebabkan pengenceran
oleh udara bersih ( lihat bagian 11 dan tabel A.6.6.1.4 ).
8.5.

Pertimbangan khusus.

8.5.1.
Pemilihan dan pemasangan detektor gas kebakaran harus disertakan dalam
pertimbangan dalam hal karakteristik rancangan dari detektor dan daerah dimana detektor
akan dipasang untuk mencegah operasi palsu atau tidak beroperasi setelah pemasangan.
Beberapa pertimbangan adalah sebagai berikut :
8.5.1.1.
Detektor kebakaran akan alarm dalam situasi tidak ada kebakaran disebabkan
aktifitas tertentu manusia. Penggunaan beberapa semprotan aerosol dan larutan hidro
karbon sebagai contoh. Detektor tidak boleh dipasang bila dalam kondisi normal terdapat
konsentrasi dari gas yang dapat dideteksi.
Garasi bukan tempat untuk menggunakan detektor gas kebakaran untuk untuk tujuan alarm
kebakaran, sebab konsentrasi karbon monoksida mungkin akan cukup besar untuk
menggerakkan alarm.

25 dari 165

SNI 03-3985-2000

8.5.1.2.
Detektor gas kebakaran mempunyai elemen temperatur-tetap sebagai bagian
dari unit harus dipilih sesuai tabel 5.3.1. untuk temperatur langit-langit maksimum yang dapat
diperkirakan dalam pelayanannya.
8.5.1.3*. Pemasangan detektor gas kebakaran harus mempertimbangkan kondisi
lingkungan dari daerah dimana detektor tersebut akan dipasang ( lihat tabel A.6.6.1.4 dalam
apendiks A ). Detektor gas kebakaran dimaksudkan untuk pemasangan dalam daerah
dimana kondisi normal udara luar ( ambient ), tidak seperti :
a).

Temperaturnya melebihi 380C ( 1000F ) atau turun di bawah 00C ( 320F ); atau

b).

Relative humiditinya di luar rentang 10 sampai 93%; atau

c).

Kecepatan udaranya melebihi 1,5 meter per detik ( 300 fpm ).

Pengecualian :
Detektor yang khusus direncanakan untuk penggunaan pada kondisi udara luar melebihi batas di atas dan
terdaftar untuk kondisi: temperatur , humiditi, dan kecepatan udara dapat diharapkan.

9.

Detektor kebakaran lainnya.

9.1.
Detektor yang diklasifikasikan sebagai detektor kebakaran lainnya bekerja
dengan prinsip yang berbeda dari yang tersebut dalam bagian 5, 6, 7 dan 8.
9.1.1.

Umum.

9.1.1.1.
Detektor yang diklasifikasikan sebagai detektor kebakaran lainnya harus
dipasang dalam seluruh daerah apabila disyaratkan oleh standar ini, atau oleh instansi yang
berwenang.
9.1.1.2.
Fasilitas untuk pengujian atau pengukuran, atau instrumentasi untuk menjamin
kepekaan awal yang cukup dan penyimpanan yang cukup, relatif terhadap bahaya yang
diproteksi, harus disediakan. Fasilitas ini harus dilaksanakan pada interval waktu yang
teratur.
9.2.

Karakteristik kebakaran.

9.2.1.
Detektor-detektor ini akan bekerja bila dipengaruhi oleh konsentrasi yang tidak
normal dari efek pembakaran yang terjadi selama kebakaran, seperti uap air, molekul yang
di-ionisasi, atau fenomena lain untuk mana peralatan dirancang, Pendeteksian tergantung
pada ukuran dan intensitas kebakaran untuk menyediakan jumlah yang perlu dari produk
yang disyaratkan dan kenaikan termal terkait, sirkulasi, atau difusi guna operasi yang
memadai.
9.2.2.
Ukuran ruangan dan garis tinggi, pola aliran udara, halangan dan karakteristik
lain dari bahaya yang diproteksi harus ikut diperhitungkan.
9.3.

Lokasi dan jarak antara.

9.3.1.
Lokasi dan jarak antara detektor harus didasarkan pada prinsip kerja dan
penelitian teknis terhadap kondisi yang diantisipasi dalam pelayanannya. Buletin teknis dari
manufaktur harus dikonsultasikan untuk pemakaian detektor dan lokasi yang direkomendasi.
9.3.2.
Detektor tidak boleh diletakkan melebihi yang terdaftar atau maksimum yang
disetujui. Jarak antara yang lebih dekat harus digunakan bila struktural atau karakteristik lain
dari bahaya yang diproteksi perlu dijamin.

26 dari 165

SNI 03-3985-2000

9.3.3.
Pertimbangan harus diberikan kepada semua faktor yang terdapat di lokasi dan
kepekaan detektor, termasuk kelebihan struktur seperti: ukuran dan bentuk ruangan dan
petak, penghuni dan penggunaannya, ketinggian langit-langit, langit-langit dan halangan
lainnya, pola aliran udara, timbunan, arsip, dan lokasi bahaya kebakaran.
9.3.4.
Situasi menyeluruh harus dikaji berkali-kali untuk menjamin bahwa perubahan
struktur atau kondisi penggunaan yang dapat mengganggu kemampuan deteksi kebakaran
segera diperbaiki.
9.4.

Pertimbangan khusus.

Kondisi yang dapat membantu operasi palsu atau tidak beroperasinya detektor harus
dipertimbangkan bila pemasangan detektor dalam kelompok ini direncanakan.

10.

Inspeksi, pengujian dan pemeliharaan.

10.1.

Umum.

10.1.1.
Setiap detektor harus dalam kondisi kerja yang bisa diandalkan. Inspeksi,
pengujian dan pemeliharaan harus dilakukan.
10.1.2.
Inspeksi, pengujian dan program pemeliharaan harus memenuhi persyaratan dari
standar ini ditambah dengan instruksi dari manufaktur.
Pengecualian :
Detektor yang dipasang mengikuti persyaratan dari standar tentang pemasangan, pemeliharaan dan pemakaian
terkait yang berlaku.
10.1.3.
Tanggung jawab untuk inspeksi, pengujian dan program pemeliharaan harus
ditentukan oleh pemilik kepada sesorang yang mempunyai kewenangan penuh. Orang ini
harus melaksanakan program ini dengan tepat dan harus dapat melakukan perubahan dan
penambahan.
10.1.4.
Sebelum pengujian, orang yang berada pada semua titik dimana ada alarm
sinyal atau laporan harus diberitahukan untuk mencegah reaksi yang tidak diperlukan. Pada
kesimpulan dari pengujian, yang diberitahukan sebelumnya ( dan yang perlu lainnya) harus
selanjutnya diberitahukan bahwa pengujian telah berakhir.
10.1.5.
Beberapa metoda atau alat yang digunalan untuk pengujian di dalam suatu
atmospher atau proses yang diklasifikasi sebagai daerah berbahaya sesuai standar yang
berlaku, harus sesuai untuk penggunaan yang demikian.
10.1.6.
Rekaman hasil dari semua inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan, harus
disimpan untuk jangka waktu 5 tahun untuk pengecekan oleh instansi yang berwenang.
10.2.

Pemeriksaan awal uji instalasi.

10.2.1.
Sesudah dipasang, suatu pemeriksaan visual terhadap semua detektor harus
dilaksanakan untuk meyakini bawa detektor-detektor sudah dipasang di lokasi yang benar.
10.2.2.
Sesudah dipasang, setiap detektor harus diperiksa untuk memastikan bahwa
detektor telah dipasang dan dihubungkan dengan benar berdasarkan rekomendasi
manufaktur.

27 dari 165

SNI 03-3985-2000

10.2.3.

Detektor panas.

10.2.3.1*. Suatu detektor panas yang dapat diperbaiki dan elemen dari sebuah kombinasi
detektor yang dapat diperbaiki harus diuji dengan menghadapkan detektor ke sebuah
sumber panas, seperti sebuah alat pengering rambut atau ke sebuah lampu panas yang
dilindungi sampai detektor bereaksi. Setelah setiap detektor dilaksanakan uji panas, detektor
harus di-set kembali. Tindakan pencegahan harus diberikan untuk menghindari bahaya pada
elemen temperatur-tetap yang tidak dapat diperbaiki dari sebuah kombinasi detektor laju
kenaikan dan temperatur tetap.
Pengecualian :
Sebuah detektor tipe tabung garis pnumatik harus diuji dengan sebuah sumber panas ( jika sebuah ruang penguji
ada di rangkaian ) atau diuji secara pnumatik dengan sebuah pompa tekan. Instruksi manufaktur harus diikuti.
10.2.3.2. Detektor panas temperatur-tetap tipe garis atau titik yang tidak bisa diperbaiki
harus tidak dilakukan uji panas, tetapi harus dilakukan uji mekanik atau elektrik untuk
verifikasi fungsi alarm.
10.2.3.2.1. Detektor dengan sebuah elemen leleh dari bahan logam campuran yang dapat
diganti, harus diuji dengan pertama-tama melepaskan elemen lebur untuk menentukan
bahwa kontak detektor bekerja secara benar dan setelah itu elemen lelehnya dipasang
kembali.
10.2.3.3. Apabila dipersyaratkan untuk kinerja yang tepat, tahanan lup dari detektordetektor tipe garis harus diukur untuk menentukan apakah ini dapat diterima dalam batasan
untuk peralatan yang digunakan. Tahanan lup harus dicatat sebagai referensi yang akan
datang.Pengujian yang lain harus dilaksanakan memenuhi persyaratan dari manufaktur.
10.2.4.

Detektor asap.

10.2.4.1. Untuk menjamin bahwa setiap detektor asap bekerja dan menghasilkan reaksi
sesuai yang diharapkan, itu harus dijadikan penyebab untuk menggerakkan sebuah alarm
pada lokasi terpasang dengan menggunakan asap atau aerosol lain yang dapat diterima
manufaktur, hal itu menunjukkan bahwa asap dapat masuk ke dalam ruang dan mengawali
alarm.
10.2.4.2*. Untuk menjamin bahwa setiap detektor asap yang terdaftar dan ditandai rentang
sensitivitasnya, detektor ini harus diuji menggunakan salah satu cara berikut :
a).

Metoda uji kalibrasi, atau

b).

Instrumen uji sensitivitas yang dikalibrasi oleh manufaktur, atau

c).

Peralatan kontrol terdaftar yang disusun untuk tujuannya, atau

d).

Metoda uji sensitivitas yang di kalibrasi lainnya yang disetujui instansi yang
berwenang.

Detektor yang mempunyai kepekaan diluar batas yang disetujui harus diganti.
Pengecualian :
Detektor terdaftar sebagai yang dapat diatur di lapangan, boleh diatur dalam rentang yang disetujui atau diganti.
Catatan :
Kepekaan detektor tidak dapat diuji atau diukur menggunakan alat penyemprot yang secara administrasi tidak
dapat diukur konsentrasi aerosol yang masuk ke dalam detektor.

28 dari 165

SNI 03-3985-2000

10.2.5*.

Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya.

Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya harus diuji untuk beroperasi
berdasarkan instruksi yang diberikan oleh manufaktur atau metoda uji lain yang disetujui
oleh instansi yang berwenang.
10.3.

Inspeksi periodik dan pengujian.

10.3.1*.
Detektor-detektor harus diuji seperti dijelaskan dalam halaman berikut. Metoda
pengujian harus seperti garis besar dalam bagian 10.2. Instansi yang berwenang boleh
mensyaratkan frekuensi yang lebih besar atau boleh pengujian pada frekuensi lebih sedikit.
10.3.2.
Pemeriksaan visual harus dilaksanakan untuk menjamin bahwa setiap detektor
berada pada kondisi fisik yang baik dan tidak ada perubahan yang dapat memberi pengaruh
terhadap kinerja detektor, seperti modifikasi pada bangunan, bahaya pada penghuni, dan
pengaruh lingkungan.
10.3.3.

Detektor panas.

10.3.3.1. Untuk detektor titik yang tidak dapat diperbaiki, sesudah lima belas tahun,
minimal dua detektor rusak dari setiap 100 detektor, atau pecah, harus dilepas setiap lima
tahun dan mengirimkannya ke laboratorium pengujian. Detektor-detektor yang telah dilepas
harus diganti dengan detektor-detektor baru. Jika terjadi kegagalan pada setiap detektor
yang dilepas, detektor yang dilepas harus ditambah dan diuji serta diperiksa lebih lanjut
terhadap instalasi sampai membuktikan apakah masalah secara umum yang melibatkan
kesalahan detektor-detektor atau masalah lokal yang melibatkan 1 atau 2 kerusakan
detektor.
10.3.3.2. Untuk detektor panas yang dapat diperbaiki ( kecuali tipe pnumatik garis ), satu
atau lebih detektor pada setiap sirkit penggerak sinyal harus diuji minimal setiap 6 bulan dan
untuk setiap pengujian harus dipilih detektor-detektor yang berbeda. Dalam lima tahun setiap
detektor-detektor harus sudah diuji.
10.3.3.3. Semua detektor tipe pnumatik garis harus diuji terhadap kebocoran dan operasi
yang benar pada tidak kurang setiap enam bulan.
10.3.3.4. Detektor temperatur-tetap tipe garis yang tidak dapat diperbaiki harus diuji fungsi
alarmnya minimal setiap enam bulan. Tahanan lup harus diukur, dicatat dan dibandingkan
dengan catatan data sebelumnya. Setiap ada perubahan pada tahanan lup harus diteliti.
10.3.4.

Detektor asap.

10.3.4.1. Semua detektor asap harus diperiksa secara visual ditempatnya minimal setiap
enam bulan untuk mengidentifikasi detektor-detektor yang hilang, detektor yang pemasukan
asapnya terhalang, detektor kotor tidak normal, detektor yang tidak sesuai lokasinya
dikarenakan dari pemakaian atau perubahan struktur. Pengujian harus dilakukan setiap
langsung mengikuti yang tertera pada butir 10.2.4.1.
10.3.4.2. Kepekaan detektor harus diperiksa nerdasarkan butir 10.2.4.2. dalam kurun
waktu satu tahun sesudah pemasangan dan setiap atau sesudah penggantian tahgun.
Detektor-detektor dengan kepekaan tidak normal harus diganti atau dibersihkan dan
dikalibrasi.
10.3.4.3.

Uji tambahan untuk detektor ducting udara terdiri dari :

29 dari 165

SNI 03-3985-2000

a).

Inspeksi visual terhadap instalasi detektor, termasuk seal, mencari penyalah gunaan
atau modifikasi dari peralatan atau instalasi dan tujuan kerjanya.

b).

Menggunakan rekomendasi manufaktur untuk verifikasi bahwa peralatan akan


bereaksi terhadap asap dalam aliran udara ( contoh mengukur penurunan tekanan
atau aliran udara melalui detektor untuk peralatan yang menggunakan tabung sampel
dapat diterima ).

10.3.5.

Detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya.

Semua detektor nyala api, detektor gas dan detektor kebakaran lainnya harus diuji minimal
setiap enam bulan sebagaimana disebutkan oleh manufaktur dan lebih sering lagi apabila
ditemukan bahwa diperlukan dalam penerapannya.
10.4.

Pembersihan dan pemeliharaan.

Detektor-detektor membutuhkan pembersihan secara periodik untuk melepaskan debu atau


kotoran yang menumpuk. Frekuensi pembersihan akan tergantung pada tipe detektor dan
kondisi udara luar lokal. Untuk masing-masing detektor, pembersihan, pemeriksaan,
pengoperasian, dan penyetelan kepekaannya harus dilakukan hanya setelah dikonsultasikan
dengan instruksi manufaktur. Instruksi-instruksi metodanya harus rinci seperti pemvakuman
untuk melepaskan debu dan serangga, dan mencuci untuk melepas lemak-lemak berat dan
sissa-sisa lemak. Sebagai pengganti cara pembersihan ini, manufaktur boleh meyediakan
layanan pembersihan di pabrik atau di lokasi lapangan. Selanjutnya pembongkaran bagian
atau pencucian detektor untuk melepas kontaminasi, pengujian kepekaan disyaratkan oleh
butir 10.2.4.2 harus dilaksanakan.
10.5.

Pengujian alarm berikutnya atau kebakaran.

10.5.1.
Semua detektor yang dicurigai terbuka terhadap kondisi kebakaran harus diuji
berdasarkan butir-butir 10.1.2 dan 10.2.
10.6.

Formulir pemeriksaan.

10.6.1.
Formulir pemeriksaan harus dilengkapi dan termasuk informasi berikut pada
permulaan uji :
a).

Tanggal.

b).

Nama pemilik.

c).

Alamat.

d).

Nama perusahaan pelaksanan/pemeliharaan, alamat dan perwakilannya.

e).

Nama agen yang berhak memberi persetujuan, alamat dan perwakilannya.

f).

Jumlah dan tipe detektor per zona untuk setiap zona.

g).

Uji fungsi dari detektor ( lihat butir 10.1.4 dan 10.2.4.1 ).

h).

Periksa semua detektor asap. ( lihat butir 10.1.4 dan 10.2.4.1 ).

i).

Tahanan lup untuk seluruh detektor tipe temperatur-tetap garis.

j).

Uji lainnya seperti dipersyaratkan oleh manufaktur peralatan.

k).

Tanda tangan dari penguji dan persetujuan wakil instansi yang berwenang.

30 dari 165

SNI 03-3985-2000

10.6.2.
Formulir pemeriksaan harus dilengkapi dan termasuk informasi berikut untuk
pengujian secara periodik :
a).

Tanggal.

b).

Frekuensi pengujian.

c).

Nama pemilik.

d).

Alamat.

e).

Nama orang yang melakukan pemeriksaan, pemeliharaan dan/atau pengujian, afiliasi,


alamat perusahaan/kantor, dan nomor telepon.

f).

Nama agen yang berhak memberi persetujuan, alamat dan perwakilannya.

g).

Penunjukan detektor yang diuji ( pengujian dilakukan sesuai butir 10.3 ).

h).

Uji fungsi dari detektor ( lihat butir 10.1.4 dan 10.3.4.1 ).

i).

Periksa semua detektor asap ( lihat butir 10.3.4.2 ).

j).

Tahanan lup untuk seluruh detektor panas tipe temperatur-tetap garis ( lihat butir
10.2.3.2).

k).

Pengujian lainnya seperti dipersyaratkan oleh manufaktur peralatan.

l).

Tanda tangan dari penguji dan persetujuan wakil instansi yang berwenang.

11.

Detektor asap untuk mengontrol penjalaran asap.

11.1.

Umum.

Catatan : lihat juga standar lain yang berlaku yang berkaitan dengan kompartemen asap dan sistem ventilasi
serta sistem ducting.
11.1.1*.
Bagian ini mencakup pemasangan dan penggunaan semua tipe detektor asap
untuk mencegah penjalaran asap dengan melakukan kontrol terhadap fan-fan, damperdamper, pintu-pintu dan peralatan lainnya. Detektor yang digunakan dapat diklasifikasikan
sebagai :
a).

Detektor yang dipasang pada daerah yang berhubungan dengan komparteme asap.

b).

Detektor yang dipasang dalam sistem ducting udara.

11.1.2.
Detektor yang dipasang dalam sistem ducting udara mengikuti butir 11.1.1.b)
tidak dapat digunakan sebagai pengganti untuk proteksi daerah yang terbuka, karena :
a).

Asap tidak dapat ditarik dari daerah terbuka apabila sistem pengkondisian udara atau
sistem ventilasi tidak bekerja.

b).

Pengenceran asap bermuatan udara oleh udara bersih dari bagian-bagian lain
bangunan, atau pengenceran oleh udara luar yang masuk, dapat membiarkan asap
dengan densiti tinggi di dalam sebuah ruangan tunggal dengan tanpa asap yang terasa
di dalam saluran udara pada lokasi detektor.

11.1.3.
Detektor asap yang dikaitkan dengan kompartemen asap untuk proteksi daerah
terbuka lebih disukai sebagai sarana pengendalian untuk mengawali kontrol terhadap
penjalaran asap.

31 dari 165

SNI 03-3985-2000

11.2.

Tujuan.

11.2.1.
Tujuan terhadap mana detektor asap dapat diterapkan
mengawali kontrol terhadap penjalaran asap, adalah :

dalam rangka untuk

a).

Mencegah resirkulasi sejumlah asap yang berbahaya di dalam bangunan.

b).

Seleksi pengoperasian dari peralatan untuk mengeluarkan asap dari sebuah


bangunan.

c).

Seleksi pengoperasian terhadap peralatan untuk penekanan kompartemen asap.

d).

Pengoperasian dari pintu untuk menutup bukaan-bukaan di dalam kompartemen asap.

11.2.2.
Untuk mencegah resirkulasi dari sejumlah asap yang berbahaya, detektor yang
disetujui untuk penggunaan ducting udara harus dipasang pada bagian suplai dari sistem
pengolahan udara (AHU) berdasarkan standar terkait yang berlaku untuk instalasi sistem
pengkondisian udara dan ventilasi dan butir 11.3.2.1.
11.2.3.
Untuk secara menjalankan secara terseleksi peralatan untuk mengontrol
penjalaran asap, persyaratan pada butir 11.3.2.2. harus diterapkan.
11.2.4.
Untuk mengawali kerja dari pintu asap, persyaratan pada butir 11.5 harus
diterapkan.
11.3.

Penerapan.

11.3.1.

Detektor daerah di dalam kompartemen asap.

Detektor asap daerah yang dipasang di dalam suatu kompartemen asap untuk mencakup
daerah terbuka, boleh juga digunakan untuk mengawali menggerakkan kontrol terhadap
penjalaran asap melalui pengoperasian pintu, damper, dan peralatan lainnya, apabila sesuai
dengan program keselamatan terhadap kebakaran secara menyeluruh.
11.3.2.

Detektor asap untuk sistem ducting udara.

11.3.2.1.

Sistem suplai udara.

Apabila deteksi asap pada di dalam sistem suplai udara dipersyaratkan oleh standar atau
peraturan yang berlaku lainnya, metoda alternatif berikut dapat diterapkan pada :
a).

Detektor yang terdaftar untuk keberadaan kecepatan udara, dan terletak di dalam hilir
aliran ducting udara dari fan dan filter, atau

b).

Cakupan total detektor asap di dalam kompartemen asap yang dilayani oleh sistem
suplai udara.

11.3.2.2.

Sistem udara balik.

Apabila pendeteksian terhadap asap dalam sistem udara balik disyaratkan oleh standar lain
yang berlaku, detektor yang terdaftar untuk keberadaan kecepatan udara harus diletakkan
pada setiap bukaan udara balik di dalam kompartemen asap, atau tempat dimana udara
meninggalkan kompartemen asap, atau di dalam sistem ducting sebelum udara memasuki
sistem udara balik bersama bagi satu atau lebih kompartemen asap {lihat gambar
A.11.3.2.2.a), b) dan c). }

32 dari 165

SNI 03-3985-2000

Pengecualian no.1. :
Apabila pendeteksian asap lengkap dipasang di dalam kompartemen asap, instalasi detektor di dalam ducting
udara pada sistem udara balik adalah tidak diperlukan jika ke fungsiannya dapat dipenuhi dalam perancangan.
Pengecualian no.2. :
Tambahan detektor asap tidak diperlukan untuk dipasang di dalam ducting apabila sistem ducting udara
menembus melewati kompartemen asap lainnya yang tidak dilayani oleh ducting.
11.4.

Lokasi dan pemasangan detektor dalam Sistem ducting udara.

11.4.1.

Detektor-detektor harus didaftar sesuai penggunaannya.

11.4.2.
Detektor ducting udara harus dipasang secara aman dengan suatu cara untuk
mencapai suatu sampel yang representatif dari aliran udara. Hal ini dapat dicapai dengan
beberapa cara sebagai berikut :
a).

Pemasangan yang kokoh di dalam ducting.

b).

Pemasangan yang kokoh pada dinding dari ducting dengan perlengkapan sensor
menonjol ke dalam ducting.

c).

Di luar ducting dengan pemasangan yang kokoh tabung sampel menonjol ke dalam
ducting.

d).

Dengan cahaya sinar terproyeksikan melalui ducting.

11.4.3.
Detektor-detektor harus mudah dicapai untuk pembersihan dan harus dipasang
sesuai dengan rekomendasi manufaktur. Kalau perlu pintu-pintu keluar dan atau sistem
panel harus dilengkapi.
11.4.4.
Lokasi dari seluruh detektor dalam sistem ducting udara harus permanen dan
jelas identifikasinya serta dicatat.
11.4.5.
Detektor yang dipasang di luar ducting, memakai tabung sampel untuk
mengalirkan asap dari dalam ducting ke detektor harus diatur untuk memungkinkan verifikasi
aliran udara dari ducting ke detektor.
11.4.6.
Detektor harus beroperasi dengan benar sesuai rentang lengkap dari kecepatan
udara, temperatur, dan humiditi yang diharapkan pada detektor apabila sistem pengolahan
udara beroperasi.
11.4.7.
Semua tembusan-tembusan dari ducting udara balik yang berdekatan dengan
detektor dipasang di atas atau dalam ducting udara harus di seal untuk mencegah masuknya
udara luar dan kemungkinan pengenceran atau berbaliknya asap di dalam ducting.
11.4.8.
Lokasi detektor yang dipasang pada dan di dalam ducting udara balik harus tidak
kurang enam kali lebar duct hilir dari setiap bukaan ducting, pembelokan plat, tekukan tajam,
atau penyambungan cabang.
Pengecualian no.1 :
Apabila detektor dipasang sesuai butir 11.3.2.2., 11.4.8 tidak perlu diterapkan.
Pengecualian no.2 :
Apabila secara fisik tidak memungkinkan meletakkan detektor sesuai butir 11.4.8, maka harus diijinkan
menempatkan detektor lebih dekat dari yang dipersyaratkan yaitu enam kali lebar ducting, tetapi sejauh mungkin
dari bukaan, tekukan, atau belokan plat sehingga asap masih dimungkinkan untuk dideteksi dalam aliran udara.

33 dari 165

SNI 03-3985-2000

11.5.

Detektor asap untuk pelayanan pembukaan pintu.

11.5.1.
Pelepasan pintu asap tidak digerakkan oleh sebuah sistem alarm kebakaran
yang temasuk detektor asap yang mengamankan daerah pada kedua sisi dari pintu yang
dipengaruhi, harus dilakukan dengan pemakaian detektor asap sebagaimana dirinci pada
bagian ini.
11.5.2.
Detektor-detektor yang terdaftar atau disetujui secara khusus untuk pelayanan
pelepasan pintu tidak boleh digunakan untuk proteksi daerah terbuka. Suatu detektor asap
digunakan secara bersama untuk pelayanan pelepasan pintu dan proteksi daerah terbuka
dapat diterima apabila terdaftar atau disetujui untuk proteksi daerah terbuka dan terpasang
sesuai dengan bagian 4 pada standar ini.
11.5.3.
disetujui.

Detektor-detektor asap boleh dari tipe photo-elektrik, ionisasi, atau tipe lain yang

11.5.4.

Jumlah detektor yang disyaratkan.

11.5.4.1. Apabila pintu-pintu akan ditutup sebagai reaksi dari aliran asap pada salah satu
arah, aturan berikut diterapkan :
11.5.4.1.1. Apabila kedalaman bagian dinding di atas pintu 610 mm ( 24 inci ) atau kurang,
satu detektor yang dipasang di langit-langit harus dipersyaratkan hanya pada satu sisi dari
jalur pintu. ( lihat gambar 11.5.4.1.1. bagian B dan C ) .

34 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar 11.5.4.1.1.
11.5.4.1.2. Apabila kedalaman bagian dinding di atas pintu lebih besar dari 610 mm
( 24 inci ), dua detektor yang dipasang pada langit-langit harus dipersyaratkan, satu pada
masing-masing sisi dari jalur pintu ( lihat gambar 11.5.4.1.1. bagian F ).

35 dari 165

SNI 03-3985-2000

11.5.4.1.3. Apabila kedalaman bagian dinding di atas pintu 1.520 mm ( 60 inci ) atau lebih
besar, tambahan detektor dapat dipersyaratkan seperti ditunjukkan oleh evaluasi teknik.
11.5.4.1.4. Apabila sebuah detektor secara spesifik terdaftar untuk pemasangan di rangka
pintu, atau dimana tipe sistem kombinasi yang terdaftar atau tipe detektor yang terintegrasi
dengan penutup pintu ( door closer ) digunakan, maka hanya satu detektor diperlukan jika
pemasangan mengikuti rekomendasi dari manufaktur.
11.5.4.2. Apabila pelepas pintu dimaksudkan untuk mencegah pengaliran asap dari satu
ruang ke lainnya hanya dalam satu arah, satu detektor yang diletakkan dalam ruang untuk
menahan asap, harus cukup tanpa memperdulikan kedalaman bagian dinding di atas pintu.
Alternatif lain, sebuah detektor asap menyesuaikan dengan butir 11.5.4.1.4. harus
digunakan.
11.5.4.3. Apabila terdapat jalur pintu dalam jumlah banyak, penambahan detektor yang
dipasang di langit-langit harus dipersyaratkan sebagai berikut :
11.5.4.3.1. Apabila pemisah antara jalur pintu melebihi 610 mm ( 24 inci ), masing-masing
jalur pintu harus diperlakukan secara terpisah ( lihat gambar 11.5.4.3.1 ).

Gambar 11.5.4.3.1.
11.5.4.3.2*. Masing-masing kelompok dari tiga bukaan jalur pintu harus diperlakukan secara
terpisah ( lihat gambar A.11.5.4.3.2, bagian A dalam apendiks A ).
11.5.4.3.3*. Masing-masing kelompok dari bukaan jalur pintu yang melebihi 6 m ( 20 inci )
lebarnya diukur pada kondisi ekstrim, harus diperlakukan secara terpisah ( lihat gambar
A.11.5.4.3.3. dalam apendiks A ).

36 dari 165

SNI 03-3985-2000

11.5.4.4. Apabila ada jalur pintu dalam jumlah banyak dan detektor terdaftar dipasang di
rangka pintu, atau apabila detektor kombinasi terdaftar atau detektor yang menyatu dengan
penutup pintu yang dirakit digunakan, harus satu detektor untuk masing-masing jalur pintu
tunggal atau ganda.
11.5.4.4.1. Suatu jalur pintu ganda adalah bukaan tunggal yang tidak menghalangi ruang
dinding atau ujung pintu yang memisahkan dua pintu ( lihat gambar 11.5.4.3.1 ).
11.5.5.

Lokasi.

Apabila detektor asap yang dipasang di langit-langit akan dipasang di langit-langit rata untuk
jalur pintu tunggal atau ganda, pemasangannya harus sebagai berikut ( lihat gambar
11.5.4.3.1.)
a).

Pada garis tengah jalur pintu.

b).

Tidak lebih dari 1,5 m ( 5 ft ) diukur tegak lurus pada langit-langit dari bagian dinding di
atas pintu ( lihat gambar 11.5.4.1.1.) dan

c).

Tidak lebih dekat dari pada yang ditunjukkan dalam gambar 11.5.4.1.1. bagian B, D
dan F.

11.5.5.2. Apabila detektor yang dipasang di langit-langit akan dipasang dalam kondisi yang
lain dari pada rancangan tersebut dalam butir 11.5.5.1, penyesuaian teknis diperlukan.

12.

Bagian/komponen lain dari sistem deteksi dan alarm kebakaran.

12.1.

Umum dan ruang lingkup.

Bagian ini menurut ketentuan-ketentuan minimum yang harus dievaluasi dalam


melaksanakan pekerjaan perencanaan, pemasangan dan pengujian terhadap sistem deteksi
dan kebakaran ( tidak termasuk deteksi kebakaran otomatis ) untuk bangunan gedung yang
meliputi antara lain; titik panggil manual, panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran, alarm
kebakaran, panel bantu, catu daya listrik, sambungan ke pelayanan umum dan lain-lain.
12.2.

Persyaratan pemasangan.

12.2.1.

Persyaratan mutu.

12.2.1.1. Komponen untuk sistem deteksi dan alarm kebakaran yang boleh digunakan dan
dipasang harus dari jenis yang telah terdaftar.
12.2.1.2. Apabila jenis yang terdaftar sebagaimana dilaksudkan di atas belum ada, maka
omponen yang boleh digunakan dan dipasang pada sistem harus dilengkapi dengan
sertifikasi pengujian atau label dari laboratorium penguji negara asal tempat komponen
tersebut diproduksi.
12.2.2.

Pemilihan sistem.

Pemilihan sistem harus dilaksanakan menurut fungsi, luas lantai dan jumlah lantai bangunan
sesuai tabel 11.2.2.

37 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel 12.2.2. : Penyediaan sistem deteksi dan alarm menurut fungsi, jumlah dan luas
lantai bangunan.
Kelompok
Fungsi
bangunan
1a

Nama kelompok

Fungsi bangunan

1b

Bangunan
hunian/tunggal
Bangunan hunian

Bangunan hunian

Bangunan hunian di
luar 1 dan 2

Bangunan hunian
campuran

Bangunan
perdagangan

Usaha profesional,
komersial, dll

Bangunan
perdagangan

Rumah makan, toko,


salon, pasar, dll

7
8

Bangunan
penyimpanan/
gudang
Bangunan
laboratorium/industri/
pabrik

Rumah tinggal
Asrama/Kos/Rumah
tamu/Hotel.
Terdiri dari 2 atau lebih
unit hunian (ruko).
Rumah, Asrama,
Hotel, Panti lanjut usia,
Panti orang cacat, dll.
Tempat tinggal dalam
suatu bangunan kelas
5,6,7,8, dan 9

Tempat parkir umum,


gudang.
Produksi, perakitan,
pengepakan, dll.

9a

Bangunan umum

Perawatan, kesehatan,
laboratorium.

9b

Bangunan umum

Garasi pribadi

10a

Bangunan/ struktur
bukan hunian.

Pagar, antena, kolam


renang, dll

10b

Bangunan/struktur
bukan hunian

Penjelasan :
T.A.B = Tanpa Ada Batas.
M

= Manual.

= Otomatis.

38 dari 165

Jumlah
lantai

Jumlah
luas lantai
Min/lantai
(m2)

Sistem
deteksi
dan alarm
-

300

1
2~3
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4
1
2~4
>4

T.A.B
T.A.B
T.A.B
T.A.B
T.A.B
T.A.B
T.A.B
T.A.B
400
200
T.A.B
400
200
T.A.B
2000
1000
T.A.B
400
200
T.A.B
400
200
T.A.B
400
200
T.A.B
400
200
T.A.B

(M)
(M)
(M)
(M)
(O)
(M)
(O)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)
(M)
(M)
(O)

SNI 03-3985-2000

11.2.3.

Titik Panggil Manual (TPM).

11.2.3.1. Bagian depan dari kotak tempat menyimpan TPM jenis tombol tekan harus
dilengkapi dengan kaca yang bila dipecahkan tidak membahayakan dan harus disediakan
alat pemukul kaca khusus, atau dengan cara lain yang disetujui instansi yang berwenang.
12.2.3.2.

TPM harus berwarna merah.

12.2.3.3. Dekat panel kontrol harus selalu dipasang bel dan TPM yang mudah dicapai
serta terlihat jelas.
12.2.3.4. Semua TPM sebagaimana dimaksudkan dalam butir 12.2.3. harus dihubungkan
dengan kelompok detektor ( zona detektor ) yang meliputi daerah di mana TPM tersebut
dipasang.
12.2.3.5. Semua TPM harus dipasang pada lintasan menuju ke luar dan dipasang pada
ketinggian 1,4 meter dari lantai.
12.2.3.6. Lokasi penempatan TPM harus tidak mudah terkena gangguan, tidak
tersembunyi, mudah kelihatan, mudah dicapai serta ada pada jalur arah ke luar bangunan.
12.2.3.7. Bagi bangunan vertingkat, TPM harus terpasang pada setiap lantai, di mana
untuk setiap TPM harus dapat melayani luas maksimum 900 m2.
12.2.3.8.

Jarak dari suatu titik sembarang ke posisi TPM maksimum 30 m.

12.2.4.

Alarm kebakaran.

12.2.4.1.

Alarm suara harus memenuhi syarat sebagai berikut :

a).

Mempunyai bunyi serta irama yang khas hingga mudah dikenal sebagai alarm
kebakaran.

b).

Bunyi alarm tersebut mempunyai frekuensi kerja antara 500 ~ 1000 Hz dengan tingkat
kekerasan suara minimal 65 dB (A).

12.2.4.2. Untuk ruang dengan tingkat kebisingan normal yang tinggi, tingkat kekerasan
suara minimal 5 dB (A) lebih tinggi dari kebisingan normal.
a).

Untuk ruang dengan kemungkinan dipergunakan untuk ruang tidur, tingkat kekerasan
suara minimal 75 dB (A).

b).

Irama alarm suara mempunyai sofat yang tidak menimbulkan kepanikan.

12.2.4.3. Alarm visual harus dipasang pada ruang khusus, seperti tempat perawatan orang
tuli dan sejenisnya.
12.2.4.4. Pada semua lokasi panel kontrol dan panel bantu harus terpasang alarm
kebakaran.
12.2.4.5. Semua bagian ruangan dalam bangunan harus dapat dijangkau oleh sistem
alarm kebakaran dengan tingkat kekerasan bunyi alarm yang khusus untuk ruangan tersebut
12.2.4.6. Alarm kebakaran harus dipasang untuk ruang khusus di mana suara suara dari
luar tidak dapat terdengar.
12.2.4.7. Sarana alarm luar harus dipasang sedemikian rupa sehingga dapat digunakan
pula sebagai penuntun cara masuk bagi anggota pemadam kebakaran dari luar.

39 dari 165

SNI 03-3985-2000

12.2.5.

Panel kontrol deteksi dan alarm.

Panel kontrol deteksi dan alarm kebakaran dapat terdiri dari suatu panel kontrol atau suatu
panel kontrol dengan satu atau beberapa panel bantu.
12.2.5.1.

Panel kontrol harus bisa menunjukkan asal lokasi kebakaran.

12.2.5.2. Panel kontrol harus mampu membantu kerja detektor dan alarm kebakaran serta
komponennya secara keseluruhan.
12.2.5.3. Panel kontrol harus dilengkapi dengan peralatan-peralatan, sehingga operator
dapat mengetahui kondisi instalasi baik pada saat normal maupun pada saat terdapat
gangguan. Peralatan-peralatan tersebut sekurang-kurangnya terdiri dari :
a).

Perlengkapan untuk pengujian terhadap bekerjanya sistem secara keseluruhan.

b).

Perlengkapan pengujian untuk mengetahui apabila terjadi kerusakan pada sistem yaitu
buzzer dan lampu indikator.

c).

Perlengkapan pemberitahuan apabila terjadi sinyal palsu.

d).

Perlengkapan pemantau sistem catu daya.

e).

Perlengkapan lampu indikator yang menunjukkan suatu


detektor/alarm kebakaran dalam suatu zona sedang bekerja.

f).

Fasilitas yang menunjukkan bahwa catu daya dalam keadaan ada/tidak ada, berasal
dari PLN, batere atau pembangkit listrik darurat yang dilengkapi dengan alat ukur
tegangan ( voltmeter ).

g).

Pengalihan operasi harus secara otomatik yang disertai dengan bunyi buzzer.

h).

Lampu tanda suatu sirkit ( zona ) terbuka atau dalam keadaan hubung singkat lengkap
dengan sakelar pilih ( selector switch ).

i).

Fasilitas pengujian sirkit detektor/alarm kebakaran zona dalam keadaan normal atau
ada gangguan ( berupa sirkit terbuka atau sirkit tergubung singkat ), dimana simulasi
yang dilakukan tidak mempengaruhi kerja zona yang lainnya dalam sistem tersebut.

j).

Fasilitas uji lampu indikator yang berfungsi untuk memeriksa apakah lampu-lampu
indikator masih hidup atau mati.

k).

Buzzer untuk keperluan operator yang disertai lampu kedip dan sakelar untuk
mematikan alarm.

keadaan

di

mana

12.2.5.4. Panel kontrol/bantu harus ditempatkan dalam bangunan di tempat yang aman,
mudah terlihat dan mudah dicapai dari ruang utama dan harus mempunyai minimum ruang
bebas 1 meter di depannya.
12.2.5.5. Apabila panel kontrol direncanakan untuk dapat dilakukan pemeliharaannya dari
belakang, maka harus diadakan ruang bebas yang cukup dibelakang panel.
12.2.5.6.

Ruang tempat panel kontrol harus diproteksi dengan detektor kebakaran.

12.2.6.

Panel bantu.

12.2.6.1. Panel bantu harus dilengkapi dengan terminal sirkit dengan cadangan terminal
yang cukup dan pintu yang terkunci.
12.2.6.2. Panel bantu harus dilengkapi dengan lampu indikator yang menunjukkan adanya
tegangan kerja yang normal serta diagram sirkit bagian sistem yang bersangkutan.

40 dari 165

SNI 03-3985-2000

12.2.6.3. Ruang dalam panel harus cukup memberikan keleluasaan pekerjaan


pemasangan dan pemeliharaan instalasi dengan konstruksi panel yang kuat serta tahan
terhadap gangguan mekanis, termis dan elektris.
12.2.6.4. Panel bantu harus ditempatkan dalam bangunan di tempat yang aman, mudah
terlihat, dan mudah dicapai dari ruangan utama dan harus mempunyai minimum ruang
bebas 1 meter di depannya.
12.2.7.

Kabel.

12.2.7.1. Untuk sistem deteksi harus digunakan kabel dari ukuran penampang tidak boleh
lebih kecil dari 0,6 mm2.
12.2.7.2. Untuk sistem alarm dan catu harus digunakan kabel dengan ukuran penampang
tidak boleh lebih kecil dari 1,5 mm2.
12.2.7.3.
konduit.

Kabel NYA dapat digunakan, namun pemasangannya harus di dalam pipa

12.2.7.4. Kabel berinti banyak NYM dan NYY, dapat pula dipergunakan pada sirkit-sirkit
detektor pada suatu arah tarikan kabel jarak jauh.
12.2.7.5. Untuk lokasi yang mempunyai kondisi kerja yang keras ( panas, lembab, dan
banyak gangguan mekanis ringan ), harus dipilih jenis kabel NYY atau minimal NYM.
12.2.7.6. Untuk pengawasan langsung ke detektor, dapat pula dipergunakan kabel
fleksibel dengan ketentuan tidak boleh lebih panjang dari 1,5 m.
12.2.7.7. Pemasangan kabel sistem deteksi dan alarm kebakaran harus dilaksanakan
sesuai dengan instalasi tegangan rendah sesuai SNI 04-0225-2000, tentang : Persyaratan
umum instalasi listrik 2000.
12.2.7.8. Semua pemasangan kabel pada dinding harus dilaksanakan dengan
menggunakan pipa konduit sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang Persyaratan umum
instalasi listrik 2000.
12.2.7.9. Penampang kabel dipilih sedemikian rupa sehingga pada beban kerja
maksimum, penurunan tegangan di titik terjauh dari panel kontrol tidak boleh lebih dari 5%.
12.2.7.10. Hantaran antara gedung harus dari jenis kabel yang dapat ditanam dan harus
diberikan perlindungan terhadap kerusakan mekanik.
12.2.7.11. Sepanjang hantaran tidak boleh ada sambungan.
12.2.7.12. Sambungan diperbolehkan dalam kontak terminal tertutup.
12.2.7.13. Penyambungan kabel dengan masing-masing detektor harus di dalam detektor,
kecuali untuk detektor jenis kedap air. Kabel untuk sistem deteksi dan alarm kebakaran tidak
boleh disatukan dengan kabel untuk instalasi listrik.
12.2.8.

Catu daya.

12.2.8.1.

Catu harus mempunyai 2 buah sumber energi listrik, yaitu :

a).

Listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik darurat.

b).

Batere.

12.2.8.2.

Tegangan batere yang diijinkan 12 volt dan maksimum 48 volt.

41 dari 165

SNI 03-3985-2000

12.2.8.3. Tegangan batere yang diijinkan minimum selama 4 jam mencatu energi listrik
dalam kondisi alarm umum.
a).

Pemeliharaan batere harus mudah.

b).

Mempunyai pengisi batere ( charger ) otomatik.

c).

Bila catu daya dari listrik PLN atau pembangkit tenaga listrik darurat lainnya mati,
secara otomatik langsung bisa diambil alih oleh tenaga batere.

d).

Batere harus dari jenis natere kering yang dapat diisi kembali ( rechargeable ).

12.2.9.

Peralatan bantu instalasi.

Bahan-bahan peralatan bantu instalasi yang dipakai harus memenuhi SNI 04-0225-2000,
tentang Persyaratan umum instalasi lsitrik 2000.

42 dari 165

SNI 03-3985-2000

Apendiks - A
Lampiran ini bukanlah merupakan bagian dari persyaratan dari standar ini, namun ikut disertakan untuk
kebutuhan informasi saja.
A-4.5.2.
Suatu hal yang penting bahwa perancang, pemasangan dan bagi pemilik untuk
mempunyai informasi yang jelas sebagai acuan terhadap detektor yang selaras dengan unit
kontrol, termasuk beberapa informasi seperti jumlah detektor yang diijinkan per zona.
Beberapa instalasi menggunakan detektor dari suatu manufaktur dengan unit kontrol dari
manufaktur yang lain.
A-4.7.5.
Detektor dapat diwajibkan dibawah bangku yang besar, rak atau meja dan di
dalam lemari atau barang tertutup lainnya.
A-4.7.7.
Mengacu kepada gambar A-4.7.7.(a) dan (c) untuk hubungan yang benar dari
detektor api otomatis ke sistem alarm kebakaran mengaktifkan sirkit peralatan dan sirkit
pasokan daya.

Gambar A-4.7.7.(a)

43 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-4.7.7.(b)

Gambar A-4.7.7.( c).

44 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.5.4.1.

Lokasi detektor jenis titik.

Gambar A-5.4.1 : Detektor jenis titik.


A.5.5.1.
Jarak maksimum pada langit-langit rata untuk detektor panas jenis titik ditentukan
dengan pengetesan secara skala penuh. Pengetesan ini mengasumsi bahwa detektor akan
dipasangkan mengikuti pola satu persegi atau beberapa persegi, setiap sisi darinya sama
dengan maksimum jarak yang ditentukan pada pengetesan. Ini digambarkan pada gambar
A-5.5.1.(a). Detektor yang akan ditest ditempatkan pada suatu pojok dari daerah persegi ini,
yang merupakan titik dengan jarak terjauh yang dimungkinkan dari api selama masih berada
di dalam daerah persegi. Jadi jarak dari detektor D ke api F adalah selalu jarak
pengetesan dikalikan dengan 0,7 dan dapat disusun pada tabel A.5.5.1. berikut :
Tabel A.5.5.1. : Jarak maksimum pada langit-langit rata.
Jarak pengetesan
15 m x 15 m
12 m x 12 m
9mx9m
7,5 m x 7,5 m
6mx6m
4,5 m x 4,5 m

Jarak maksimum dari api ke detektor


( 0,7 x D )
10 m
8m
6m
5m
4m
3m

45 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-5.5.1.: Detektor panas-denah jarak langit-langit

46 dari 165

SNI 03-3985-2000

Sekali jarak pengetesan maksimum yang tepat telah ditentukan, kemudian itu berlaku untuk
saling mempertukar posisi dari api F dan detektor D. Detektor sekarang berada di tengah
dari daerah persegi, dan apa yang secara aktual disebutkan pada daftar adalah bahwa
detektor adalah cukup untuk mendeteksi api yang terjadi dimanapun di dalam daerah
persegi; sampaipun keluar pojok yang terjauh.
Di dalam menggelar instalasi detektor, perencana berbicara dengan terminologi empat
persegi, sebagaimana area bangunan umumnya berbentuk empat persegi. Pola dari
pancaran panas dari suatu sumber api, bagaimanapun bentuknya tidaklah empat persegi.
Pada langit-langit yang rata, panas akan berpencar keluar ke semua arah, dalam sebuah
lingkaran yang berkembang sewaktu-waktu. Demikianlah, cakupan suatu detektor dalam
kenyataannya tidaklah empat persegi, tetapi agak melingkar yang radiusnya adalah jarak
linear dikalikan 0,7.

Gambar A-5.5.1.(a).
Ini digambarkan pada gambar A-5.5.1.(b).
Dengan detektor sebagai titik tengah, dengan jalan memutarkah area empat persegi dapat
ditampilkan sejumlah tidak terhingga area persegi, pojok-pojoknya akan menggambarkan
sebuah lingkaran dengan jari-jari 0,7 kali jarak yang tersebut dalam daftar. Detektor akan
mencakup setiap persegi ini, dan karenanya setiap titik di dalam pembatasan dari lingkaran.

47 dari 165

SNI 03-3985-2000

Sejauh ini penjelasan ini telah mempertimbangkan persegi dan lingkaran. Di dalam
penggunaan praktisnya, sangat sedikit daerah menjadi benar-benar empat persegi, dan
daerah lingkaran sesungguhnya jarang. Perencana secara umum berurusan dengan empat
persegi dari dimensi ganjil dan pojok dari ruangan atau daerah yang dibentuk oleh dinding
yang saling berpotongan, dimana jarak ke satu dinding kurang dari setengah jarak yang
didaftarkan.Untuk menyederhanakan sisa dari penjelasan ini, mempertimbangkan
penggunaan sebuah detektor dengan jarak terdaftar 9,1 m x 9,1 m (30 ft x 30 ft). Aturan
pokok diperoleh akan dapat diterapkan sama pada jenis yang lain.

Gambar A-5.5.1.(b).
Gambar A-5.5.1.( c ). menggambarkan penyimpangan dari konsep ini. Sebuah detektor
diletakkan pada titik tengah dari sebuah lingkaran dengan jari-jari 6,4 m (0,7 x 9,1 m) atau
[21 ft (0,7 x 30 ft)]. Suatu deretan dari empat persegi dengan satu dimensi lebih rendah dari
maksimum yang diperkenankan 9,1 m (30 ft) dibangun (digambarkan) di dalam lingkaran.
Dapat ditarik kesimpulan berikut :
a).

Sebagaimana lebih kecilnya penurunan dimensi, selebih panjangnya dimensi dapat


membesar diluar jarak maksimum linear dari detektor, dengan tanpa ada kehilangan
efisiensi pendeteksian.

b).

Sebuah detektor tunggal akan mencakup seluruh daerah yang berada di dalam
lingkaran. Untuk suatu empat persegi, sebuah detektor tunggal yang diletakkan secara
tepat akan memadai jika diagonal dari empat persegi tidak mencapai radius dari
lingkaran.

c).

Efisiensi relatif detektor sesungguhnya akan membesar, karena daerah cakupan dalam
m2 selalu kurang dari 83,6 m2 (900 ft2) memungkinkan jika sepenuhnya empat persegi
9,1 m x 9,1 m (30 ft x 30 ft) akan dilayani. Aturan pokok menggambarkan disini
membolehkan jarak linear yang sama antara detektor dan api, tanpa pengakuran bagi
efek refleksi dari dinding atau partisi, yang mana dalam ruang yang sempit atau lorong
akan merupakan keuntungan tambahan.

48 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-5..5.1.( c).


Untuk detektor yang tidak terpusat, dimensi lebih panjang akan selalu dipakai dalam
menggelar radius cakupan.
Daerah cukup besar yang mencapai dimensi empat persegi yang diberikan pada gambar
A-5.5.1.( c) memerlukan tambahan detektor. Seringkali perletakan yang tepat dari detektor
dapat difasilitasi dengan cara membagi daerah menjadi beberapa empat persegi dengan
dimensi yang cocok paling layak. [Lihat gambar A-5.5.1.(d)]. Sebagai contoh, lihat gambar
A-5.5.1.( c).
Sebuah koridor lebar 3 m (10 ft) dan panjang sampai 25 m (82 ft) dapat dicakup dengan dua
buah detektor 9,1 m (30 ft). Suatu daerah lebar 12,2 m (40 ft) dan panjang smpai 22,6 m
(74 ft) dapat dicakup dengan empat (4) buah detektor. Daerah yang tidak teratur akan
memerlukan perencanaan yang lebih berhati-hati guna meyakinkan bahwa tidak ada titik
pada langit-langit yang lebih dari 6,4 m (21 ft) jauhnya dari sebuah detektor. Titik-titik ini
dapat ditentukan dengan menarik busur dari pojok terjauh. Bilamana setiap bagian dari
daerah terletak diseberang lingkaran dengan radius 0,7 kali jarak yang terdaftar, tambahan
detektor adalah disyaratkan.

49 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-5.5.1.(d).

50 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.5.5.1.1. Daerah tidak teratur.

Gambar A-5.5.1.1.
A-5.5.1.2. Kedua-duanya paragraf dan tabel 5.5.1.2. disusun untuk menyediakan
seperlunya kinerja yang ekivalen pada langit-langit yang lebih tinggi [ 9,1m (30 ft) ketinggian]
terhadapnya akan berlaku dengan detektor pada ketinggian langit-langit 3 m (10 ft) (lihat
lampiran B).
Laporan dari institusi pengetesan (lihat referensi pada lampiran C), yang digunakan sebagai
basis untuk tabel 5.5.1.2. tidaklah termasuk data detektor jenis integrasi.
Pengembangan yang belum diputuskan dari data demikian, rekomendasi dari manufaktur
sebagai panduan

51 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.5..5.2.

Denah jarak antara untuk langit-langit pada balok melintang.

Gambar A-5.5.2 : Detektor panas-denah jarak-untuk langit-langit balok melintang.


A-.5.5.3. Perletakan dan jarak dari detektor panas perlu mempertimbangkan kedalaman
balok, ketinggian langit-langit, jarak balok dan ukuran api.
a).

Apabila rasio dari kedalaman balok (D) terhadap ketinggian langit-langit (H);
D/H adalah lebih besar dari 0,10 serta rasio dari jarak balok (W) terhadap ketinggian
langit-langit (H); W/H adalah lebih besar dari 0,40, maka detektor panas harus
dipasangkan pada setiap kantong (cekukan) balok.

b).

Apabila salah satu (atau kedua-duanya) rasio dari kedalaman balok terhadap
ketinggian langit-langit adalah lebih kecil dari 0,10 atau rasio jarak balok terhadap
ketinggian langit-langit (W/H) adalah kurang dari 0,40, maka detektor panas dapat
dipasangkan pada bagian bawah dari balok.

A.5.5.4.1. Denah jarak antara langit-langit yang dimiringkan.

Gambar A-5.5.4.1 : Detektor panas denah jarak antara langit-langit yang dimiringkan.

52 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.5.5.4.2. Denah jarak antara langit-langit yang dimiringkan.

Gambar A-5.5.4.2. Detektor panas denah jarak antara langit-langit yang dimiringkan.
A-6.1.1.2. Orang dalam merencanakan suatu instalasi harus menanamkan dalam
pikirannya bahwa, agar sebuah detektor asap bereaksi, asap harus bergerak dari titik
asalnya ke detektor. Dalam melakukan evaluasi setiap bangunan tertentu atau lokasi,
kiranya lokasi api harus ditentukan terlebih dahulu. Dari masing titik-titik asal, jalur dari
perjalanan asap harus ditentukan. Dimana kepraktisan, pengetesan lapangan sesungguhnya
perlu diadakan. Lokasi yang paling diinginkan untuk perletakan detektor asap adalah titik
perpotongan bersama dari perjalanan asap dari lokasi api menembus/menerobos bangunan.
Catatan : Ini adalah salah satu alasan bahwa jarak spesifik tidak ditentukan oleh laboratorium pengetesan
terhadap detektor asap.
A-6.2.2.
Kebanyakan detektor pembauran cahaya menggunakan suatu sumber cahaya
dengan intensitas pulsa yang tinggi dengan bahan silicone-photodiode atau pengindera
cahaya phototransitor, menghasilkan reaksi yang sangat terhadap kebanyakan api
menyala.
A-6.2.3.
Detektor sinar terproyeksi bereaksi terhadap penjumlahan dari pemburaman
asap pada jalur sinar sepanjang kepanjangan dalamnya antara unit pengirim dan unit
penerima. Suatu pengurangan dalam penerimaan cahaya menggerakkan suatu sinyal alarm.
Suatu total atau hilang mendadak dari cahaya yang diterima menggerakkan suatau sinyal
gangguan menandakan sinar tertutup atau membutuhkan pemeliharaan. Beberapa detektor
sinar terproyeksi mempunyai sirkit pemprosesan sinyal untuk mengkompensasi kondisi
transien (peralihan) dan pengaruh dari debu terhadap kepekaan.
A-6.4.1.
Untuk pengoperasian, seluruh jenis detektor asap tergantung kepada masuknya
asap kedalam kamar pengindera atau sinar cahaya. Ketika konsentrasi yang cukup telah
ada, pengoperasian telah dicapai. Karena detektor biasanya diletakkan di langit-langit, waktu
bereaksi tergantung pada tabiat/pembawaan dari api. Api yang panas akan mendorong asap
sampai ke langit-langit secara cepat. Suatu api tanpa nyala, seperti di sofa, mengproduksi

53 dari 165

SNI 03-3985-2000

panas yang kecil, dan karena itu waktu yang dibutuhkan asap untuk mencapai detektor akan
menjadi lebih lama.
A-6.4.1.2. Susunan berlapis-lapis (Stratifikasi).
Susunan berlapis-lapis dari udara di dalam ruangan dapat merintangi udara yang berisi
partikel asap atau gas hasil pembakaran dari pencapaian detektor asap atau detektor gas
yang terpasang di langit-langit.
Susunan berlapis-lapis terjadi ketika udara yang berisi partikel asap atau gas hasil
pembakaran dipanaskan oleh pembaraan atau bahan terbakar dan menjadi berkurang
ketebalannya daripada udara dingin disekitar, berkembang sampai dia mencapai suatu nilai
yang mana tidaklah merupakan suatu perbedaan yang besar dalam temperatur antara asap
itu dan udara sekeliling.

Gambar A-6.4.1.2. :Perletakan detektor dan ketinggian langit-langit.


Susunan berlapis-lapis dapat juga terjadi ketika pendinginan penguapan digunakan, karena
uap air yang ditimbulkan oleh alat ini dapat mengkondensasi asap mengakibatkannya jatuh
ke arah lantai. Oleh karenanya, guna menjamin reaksi yang cepat, detektor asap dianggap
perlu dipasangkan pada dinding samping atau pada lokasi di bawah langit-langit.
Pada instalasi dimana pendeteksian terhadap api bara atau api asap adalah diinginkan dan
dimana kemungkinan adanya susunan berlapis-lapis, pertimbangan perlu diberikan terhadap
alternatif pemasangan.

54 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.6.4.3.1.1. Sinar terproyeksi menggunakan cermin.

Gambar A-6.4.3.1.1.: Sinar terproyeksi menggunakan cermin.


A.6.4.2.1. Instalasi pemasangan.

Gambar A-6.4.2.1.: Instalasi pemasangan.


A-6.4.5.2. Pada langit-langit rata, suatu jarak yang tidak lebih dari 18,3 m (60 ft) antara
sinar terproyeksi, dan tidak lebih dari setengah jarak antara sinar terproyeksi dengan suatu
dinding samping (dinding yang paralel dengan perjalanan sinar), dapat digunakan sebagai
panduan. Jarak yang lain dapat ditentukan tergantung kepada ketinggian langit-langit,
karakteristik aliran udara dan persyaratan bereaksi.

55 dari 165

SNI 03-3985-2000

Dalam beberapa kasus, projector cahaya sinar akan dipasangkan pada satu ujung dinding,
dengan penerima sinar cahaya diletakkan pada dinding yang berlawanan. Namun diijinkan
juga untuk menggantungkan projektor dan penerima dari langit-langit pada jarak dari akhir
dinding tidak mencapai seperempat dari jarak terseleksi. Sebagai suatu gambaran terhadap
hal ini, lihat gambar A-6.4.5.2.

Gambar A-6.4.5.2.
A-6.4.6.
Detektor diletakkan pada jarak yang dikurangkan pada arah ke balok melintang
atau balok dalam suatu usaha guna meyakinkan bahwa waktu deteksi adalah ekivalen
terhadap yang dicobakan pada langit-langit yang rata. Itu mengambil waktu lebih lama bagi
produk pembakaran (asap atau panas) untuk bergerak menuju ke balok atau balok
melintang, dikarenakan oleh fenomena dimana suatu jambul dari suatu api yang relatif panas
dengan panas termal yang lumayan bergerak keatas cenderung untuk mengisi kantong
antara setiap balok atau balok melintang sebelum berpindah ke kantong sebelahnya.
Sekalipun adalah benar bahwa fenomena ini tidaklah menjadi cukup memadai pada suatu
api membara (tanpa menyala), dimana hanya terdapat panas bergerak keatas yang cukup
guna mengakibatkan susunan yang berlapis-lapis pada bagian dasar dari balok melintang,
pengurangan jarak adalah direkomendasikan untuk menjamin bahwa waktu pendeteksian
adalah ekivalen pada yang mana terdapat pada langit-langit rata, sekalipun pada jenis api
yang lebih panas.
A-6.4.7.3. Untuk mendeteksi nyala api (jambul yang besar), detektor harus dipasangkan
sebagai berikut :
a).

Jika rasio dari kedalaman balok (D), terhadap ketinggian langit-langit (H), D/H lebih
besar dari 0,10 dan rasio dari jarak balok (W) terhadap ketinggian langit-langit (H), W/H
lebih besar dari 0,40, maka detektor perlu diletakkan pada setiap kantong balok.

b).

Jika salah saatu (atau keduanya), rasio kedalam balok terhadap ketinggian langit-langit
(H), D/H kecil dari 0,10 atau rasio dari jarak balok terhadap ketinggian langit-langit,
W/H lebih kecil dari 0,40, maka detektor perlu diletakkan pada bagian bawah dari
balok.

56 dari 165

SNI 03-3985-2000

Untuk mendeteksi api tanpa menyala membara (lemah atau tanpa jambul) detektor
perlu dipasangkan sebagai berikut :
c).

Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah baik (seperti aliran udara
paralel kepanjangan balok) dan kondisi pada (a) terjadi sebagaimana di atas, detektor
perlu dipasangkan pada setiap kantong balok.

d).

Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah terbatas, atau kondisi (b)
terjadi sebagaimana di atas, detektor perlu diletakkan pada bagian bawah dari balok.

Penelitian terhadap jambul dan pemancaran langit-langit mengindikasikan bahwa jari-jari dari
jambul yang menabrak/mengenai langit-langit adalah kira-kira 20% dari ketinggian langitlangit di atas sumber api (p. 0,2 H) dan kedalaman minimum dari pemancaran langit-langit
(pada titik pemutarannya) adalah kira-kira 10% dari ketinggian langit-langit di atas sumber
api (y. 0,10 H). Untuk langit-langit dengan balok lebih dalam dibanding kedalaman pancaran
dan jarak lebih lebar dari lebar jambul, detektor akan bereaksi lebih cepat di dalam kantong
balok karena mereka akan berupa jambul atau pancaran langit-langit.
Untuk langit-langit dengan kedalaman balok lebih kecil dibanding pancaran langit-langit atau
jarak lebih dekat dari pada lebar jambul, reaksi detektor tidak akan bertambah dengan cara
menempatkan detektor pada setiap kantong balok dan detektor akan memberi kinerja yang
lebih baik di atas (untuk detektor jenis titik) atau dibawah (untuk detektor sinar) dari bagian
bawah balok.
Bilamana jambul keadaan lemah, ventilasi dan pencampuran di dalam kantong balok akan
menentukan reaksi detektor.
Dimana balok berjarak lebih dekat, dan aliran udara tegak lurus terhadap balok,
pencampuran di dalam kantong balok adalah terbatas dan detektor akan berunjuk kerja lebih
baik di atas atau di bawah dari bagian bawah balok.
A-6.5.1.
Detektor tidak boleh diletakkan pada arah aliran udara, juga tidak pada jarak
900 m (3 ft) dari sebuah diffuser pemasok udara.
A-6.6.1.4. Standar untuk produk yang didaftar mencakup pengetesan untuk sementara
secara cepat diluar batasan normal. Menambahkan terhadap temperatur, kelembaban dan
variasi kecepatan, detektor asap harus beroperasi secara handal di bawah kondisi
lingkungan seperti getaran mekanis, pengaruh elektris dan pengaruh lingkungan lainnya.
Pengetesan untuk kondisi ini adalah juga dilakukan oleh laboratorium pengetesan pada
daftar programnya.
Tabel A-6.6.1.4.: Kondisi lingkungan yang mempengaruhi bekerjanya detektor.
Prinsip
deteksi
Ion
Photo
Beam

Kecepatan
udara
> 300 ,/min
X
0
0

Tekanan atm
> 3000 di atas
muka laut
X
0
0

Kelembaban
> 85%

Temperatur
< 320F > 1000F

Warna asap

X
X
X

X
X
X

0
X
0

Penjelasan :
X

= Respon detektor dapat berubah dari seting di pabrik.

= Respon detektor tidak dari seting pabrik.

A-6.6.1.5.
Detektor asap dapat dipengaruhi oleh pengaruh elektris dan mekanis, dan oleh
aerosol dan benda-benda khusus yang terdapat di dalam ruang yang diproteksi. Perletakan

57 dari 165

SNI 03-3985-2000

dari detektor haruslah sedemikian bahwa pengaruh dari aerosol dan benda-benda khusus
dari sumber sebagaimana yang disebut pada tabel A-6.6.1.5.(a) harus dikurangi.
Hal serupa, pengaruh dari faktor-faktor elektris dan mekanikal yang ditunjukkan pada tabel
A-6.6.1.5.(b) harus dikurangi. Sementara tidak dimungkinkan untuk mengisolasi secara total
terhadap faktor lingkungan, suatu kesadaran akan faktor-faktor tersebut selama pergelaran
sistem dan perancangan akan memberi kecenderungan yang baik terhadap kinerja detektor.
Tabel A-6.6.1.5.(a).: Sumber bersama dari Aerosol dan benda-benda khusus uap air
Uap air
- Uap yang tinggal.
- Tabel uap
- Dus
- Humidifier
- Bak cuci
- Udara luar yang basah
- Pancaran air.

Asap tembakau yang berlebihan.


- Perlakuan panas.
- Atmosfer korosif.
- Debu dan bulu kain.
- Linen dan sprei.
- Penggergajian, pengeboran, dan gerinda.
- Transpor pnumatik.
- Proses tekstil dan pertanian.

Produk pembakaran dan asap.


- Peralatan masak
- Oven
- Dryer.
- Tempat api.

Gas buang motor bakar.


- Gas buang truk forklift.
- Motor bakar yang tidan di ventilasi ke luar.

- Cerobong asap ke luar.


- Pemotongan, pengelasan dan pematrian.
- Permesinan
- Sprai pengecatan.
- Perbaikan.
- Asap kimia.
- Cairan pembersih.

Elemen pemanas dengan kondisi tidak


normal.
- Akumulasi debu.
- Exhaust yang tidak seimbang.
- Pembakaran yang tidak lengkap.

Tabel A-6.6.1.5.(b) : Sumber dari listrik dan pengaruh mekanis terhadap detektor asap.
Kebisingan listrik dan transien.
- Getaran atau kejutan.
- Radiasi.
- Frekuensi radiasi.
- Intensitas pencahayaan.
- Nuklir.
- Petir.
- Pasokan daya listrik.

Aliran udara.
- Baju-baju
- Kecepatan yang berlebihan.
- Pasokan daya listrik.

A-6.6.1.7. Aliran udara menembus lobang pada bagian belakang dari sebuah detektor asap
dapat merintangi masukan udara ke dalam kamar pengindera. Hal yang sama, udara dari
sistem konduit dapat mengalir sekeliling ujung luar dari detektor dan kembali
merintangi/mencampuri asap mencapai kamar pengindera. Sebagai tambahan, lobang
dibagian belakang detektor menyediakan jalan untuk masuknya debu, kotoran dan
serangga, masing-masing dapat berpengaruh kebalikan terhadap kinerja detektor.

58 dari 165

SNI 03-3985-2000

A.6.6.1.8. Penyimpanan barang, rak tinggi.


Untuk efektifitas yang tinggi pendeteksian api pada daerah penyimpanan barang rak tinggi,
detektor perlu dipasangkan pada langit-langit di atas setiap jalan/gang dan pada tingkat
pertengahan pada rak. Ini perlu untuk mendeteksi asap yang mana dapat terperangkap di
rak pada tahapan awal dari perkembangan api, bila tidak cukup energi panas yang timbul
untuk mengangkat asap ke langit-langit.

Gambar A.6.6.1.8.a.
Secepatnya pendeteksian asap dicapai dengan menempatkan detektor pada tingkat
pertengahan dekat kepada alternatif potongan pallet sebagaimana pada gambar A.6.6.1.8.a
dan b.
Rekomendasi dan ketentuan teknik dari dari manufaktur detektor harus diikuti untuk instalasi
yang spesifik.
Suatu detektor jenis sinar dapat digunakan sebagai pengganti dari sederetan dari detektor
asap jenis titik individu.

59 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A.6.6.1.8.b.
A-8.1.1.1. Banyak gas dapat dibentuk oleh api. Detektor gas api adalah instrumen yang
terpicu menjadi alarm oleh adanya satu atau dua jenis gas api. Detektor gas api tidak perlu
dapat melakukan pembedaan diantara beragam gas api. Tergantung pada bahan yang
terbakar dan keberadaan pasokan gas oksigen, kuantitas dan komposisi dari gas yang ada
dapat berubah secara drastis. Jika bahan selulose biasa seperti kayu atau kertas dibakar
dengan oksigen yang berlimpah, gas timbul terutama karbon dioksida (Co2) dan uap/kabut
air. Jika kalaupun, bahan yang sama terbakar atau menyala membara dengan oksigen yang
terbatas, suatu jumlah besar tambahan gas lambat yang lain akan terjadi.
A-8.3.1. Detektor gas api tergantung pada gas api itu mencapai elemen pengindera api itu.
Ketika konsentrasi dengan jumlah yang cukup operasi dicapai. Karena detektor biasanya
dipasang pada atau dekat langit-langit, waktu bereaksi tergantung pada pembawaan dari
api. Suatu api yang panas akan mendorong gas api keatas menuju langit-langit secara lebih
cepat. Suatu api menyala (membara) memproduksi panas sedikir dan karena itu, waktu
mendeteksi akan meningkat.

60 dari 165

SNI 03-3985-2000

A-8.3.3.
Gas berangkat ke pengindera dari detektor gas api dapat terjadi melalui cara
penghamburan (diffusion) dimana hasil pemindahan dari tingkatan konsentrasi atau oleh
percontohan apabila pompa, fan atau alat pernapasan dikerjakan.
A-8.3.6.3. Lokasi dan jarak antara detektor gas api harus mempertimbangkan kedalaman
balok, ketinggian langit-langit, jarak balok dan mengantisipasi jenis api serta lokasinya.
Untuk konfigurasi langit-langit dimana pencampuran dari gas ke dalam kantong balok
dihalangi oleh adanya sistem ventilasi, detektor akan bekerja lebih baik bila dipasang pada
bagian bawah dari balok.
a).

b).

Untuk mendeteksi nyala api (jambul yang kuat), detektor harus dipasangkan sebagai
berikut :
1).

Jika rasio dari kedalaman balok (D) terhadap ketinggian langit-langit (H), D/H
adalah lebih besar dari 0,10 dan rasio dari jarak balok (W) terhadap ketinggian
langit-langit (H), W/H adalah lebih kecil dari 0,40, maka detektor harus diletakkan
pada setiap kantong balok.

2).

Jika salah satu (atau keduanya), rasio kedalaman balok terhadap ketinggian
langit-langit, D/H adalah lebih kecil dari 0,10 atau rasio jarak balok terhadap
ketinggian langit-langit, W/H adalah lebih kecil dari 0,40, maka detektor harus
dipasangkan pada bagian bawah dari balok.

Untuk mendeteksi api tanpa nyala membara (lemah atau tanpa jambul) detektor perlu
dipasangkan sebagai berikut :
1).

Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah baik (seperti aliran
udara arah paralel kepanjangan balok) dan kondisi pada a).1) terjadi
sebagaimana di atas, detektor perlu dipasangkan pada setiap kantong balok.

2).

Jika pencampuran udara di dalam kantong balok adalah terbatas, atau kondisi
a).2) terjadi sebagaimana di atas, detektor perlu diletakkan pada bagian bawah
dari balok.

A-8.4.1.
Detektor tidak boleh diletakkan pada arah aliran udara atau lebih dekat dari jarak
9 m (30 ft) dari diiffuser pasokan udara.
A-8.5.1.3. Standar produk terdaftar termasuk pengetesan untuk sementara sesaat diluar
batas normal. Menambahkan terhadap temperatur, kelembaban dan variasi kecepatan,
detektor gas api harus beroperasi secara handal dibawah kondisi lingkungan seperti getaran
mekanis, pengaruh elektris dan pengaruh lingkungan lainnya. Kondisi ini adalah juga
termssuk di dalam test yang dilakukan oleh agen terdaftar.
A-10.2.
Faktor-faktor yang dipertimbangkan untuk pemeriksaan dan pengetesan detektor
mencakup :
a).

Rentang tegangan operasi, arus dan teknik sinyal dari detektor dengan memperhatikan
kepada peralatan kontrol.

b).

Polaritas dari hubungan daya listrik ke detektor.

c).

Integritas dari hubungan listrik.

d).

Integritas dari hubungan mekanis.

e).

Pendukung mekanis.

A-10.2.3.1. Elemen laju kenaikan dari suatu detektor kombinasi dapat juga ditest dengan
cara mendinginkan detektor itu dan kemudian menaikkan temperatur. Ini secara umum akan

61 dari 165

SNI 03-3985-2000

mengaktifkan elemen laju kenaikan tanpa adanya resiko kerusakan terhadap elemen
temperatur-tetap yang tidak dapat diperbaiki.
A-10.2.4.2. Dalam menentukan kepekaan detektor, detektor harus diisolasi dari faktor
lingkungan terpasang (seperti aliran udara) yang dapat mempengaruhi pengukuran dalam
rangka menentukan garis dasar kalibrasi. Suatu pengukuran di dalam lingkungan terpasang
dapat juga dibuat dalam rangka untuk menentukan effek/akibat dari lingkungan.
A-10.3.1. Tanpa mempedulikan jenis dari detektor yang digunakan, detektor-detektor berikut
perlu diganti atau perwakilan contohnya dikirim ke laboratorium pengetesan atau ke
manufaktur untuk dilakukan pengetesan :
a).

Detektor di dalam sistem yang sedang diperbaiki untuk beroperasi setelah sekian lama
tidak digunakan.

b).

Detektor yang terlihat mengalami korosi.

c).

Detektor yang telah dicat di lapangan, jika tidak merata adalah dari jenis yang
ditemukan oleh pengetesan laboratorium bahwa terpengaruh oleh pengecatan.

d).

Detektor yang telah dibersihkan dari cat.

e).

Detektor yang telah pernah terpengaruh oleh kerusakan mekanis atau penyalahgunaan yang sejenis.

f).

Detektor dimana sirkitnya telah pernah terpengaruh gelombang besar (surya) oleh
tegangan berlebih atau kerusakan akibat petir.

g).

Detektor yang terpengaruh terhadap kodisi lain yang dapat secara permanen
mempengaruhi operasinya, seperti lemak pelumas atau deposit lainnya atau atmosfir
yang korosive.

A-11.1.1. Detektor asap yang diletakkan pada daerah terbuka dianjurkan detektor jenis
saluran (duct) dikarenakan efek pengenceran di dalam saluran udara.
A-11.3.2.2.
Detektor yang didaftar untuk kehadiran kecepatan aliran udara dapat
dipasangkan pada bukaan dimana udara kembali memasuki sistem udara kembali bersama.
Detektor dipasangkan sampai ke 0,3 m (12 inci) di depan dari atau belakang dari bukaan
dan diberi jarak mengikuti dimensi bukaan berikut :
1).

Lebar
s/d 90 cm (36 inci)
s/d 180 cm (72 inci)
lebih dari 180 cm
(72 inci)

2).

satu detektor terpusat pada


bukaan.
dua detektor diletakkan pada
titik dari bukaan.
satu detektor tambahan
untuk setiap 60 cm (24 inci)

gambar A.11.3.2.2.(a).
gambar A.11.3.2.2.(a).
gambar A.11.3.2.2.(a)

Kedalaman
Jumlah dan jarak dari detektor-detektor pada kedalaman (vertikal) dari bukaan
haruslah sama seperti yang diberikan untuk lebar (secara horisontal) di atas.

3).

Orientasi.
Detektor haruslah diorientasikan pada posisi yang paling baik (favorit) untuk
masuknya asap dengan memperhatikan kepada arah aliran udara. Jalur dari
sebuah detektor jenis sinar terproyeksi menyeberangi/memotong bukaan udara

62 dari 165

SNI 03-3985-2000

kembali harus dipertimbangkan kesamaan/ekivalen di dalam cakupan kepada


suatu baris detektor individu.

Gambar A-11.3.2.2.(a).

Gambar A-11.3.2.2.(b).: Perletakan detektor asap pada sistem udara kembali untuk operasi
selektif dari peralatan.

63 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-11.3.2.2.( c) : (Perletakan detektor di dalam ducting yang melewati menembus


kompartementasi asap yang tidak dilayani dengan ducting).

Gambar A-11.5.4.3.2. : Perletakan detektor.

64 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar A-11.5.4.3.3. : Perletakan detektor

65 dari 165

SNI 03-3985-2000

Apendiks B
Jarak antara dan kepekaan
Lampiran ini bukanlah bagian dari dokumen standard ini, namun ikut disertakan untuk tujuan
informasi saja.

B-1.

Umum

B-1.1.
Suatu detektor akan bekerja secara normal / biasa lebih cepat dalam
pendeteksian api jika itu lebih dekat ke api.
B-1.2.
Secara umum, ketinggian adalah dimensi tunggal yang sangat penting bilamana
ketinggian langit-langit mencapai 4,9 m (16 ft).
B-1.3.
Sebagaimana asap dan panas timbul dari api, mereka cenderung untuk
menyebar dalam bentuk yang umum suatu kerucut terbalik. Karenanya, konsentrasi di
dalam kerucut berubah secara terbalik sebagai variabel fungsi eksponensial dari jarak
terhadap sumber. Efek ini adalah sangat bermakna pada tahap dini dari api saat sudut dari
kerucut adalah lebar sebagai suatu progres dari api dalam intensitas, sudut dari kerucut
menyempit dan makna dari efek ketinggian adalah mengecil.
B-1.4.

Langit-langit.

Sebagaimana ketinggian langit-langit meningkat, ukuran api yang lebih besar dibutuhkan
untuk menggerakkan detektor yang sama pada waktu yang sama. Dalam pandangan ini,
adalah diharuskan bahwa perencana dari suatu sistem pendeteksian kebakaran dalam
penggunaan detektor panas mempertimbangkan ukuran dari api dan laju pelepasan panas
yang dapat diijinkan untuk berkembang sebelum pendeteksian akhirnya dicapai.
B-1.5.
Detektor yang paling peka yang cocok (pantas) untuk temperatur maksimum
sekeliling pada ketinggian lebih dari 9,1 m ( 30 ft ) harus digunakan pada ketinggian.
B-1.6.
Jarak yang direkomendasikan oleh pengujian laboratorium untuk lokasi dari
detektor adalah merupakan indikasi dari kepekaan relatifnya. Ini penerapan dengan setiap
aturan pendeteksian; walaupun demikian, pengoperasian detektor pada beragam aturan
secara fisik mempunyai perbedaan kepekaan yang menyatu terhadap perbedaan jenis api
dan bahan bakar.
B-1.7.

Pengurangan dari jarak yang didaftar dapat dipersyaratkan untuk tujuan berikut

a).

Reaksi yang lebih cepat dari peralatan terhadap api.

b).

Reaksi dari peralatan terhadap api yang lebih kecil.

c).

Mengakomodasi ukuran geometrik dari ruangan.

d).

Pertimbangan khusus lainnya, seperti aliran udara atau plafon atau halangan lainnya.

66 dari 165

SNI 03-3985-2000

Apendiks - C
Panduan untuk jarak bagi detektor api otomatik
Lampiran ini bukanlah bagian dari dokumen persyaratan standar ini, tetapi disertakan hanya
untuk tujuan informasi saja.

C.1.

Penjelasan

C.1.1.

Lingkup

Lampiran ini sebagai informasi tambahan dari standar mengenai detektor kebakaran yang
mencakup prosedur untuk menentukan jarak detektor panas didasarkan pada ukuran dan
laju pertumbuhan dari suatu api yang akan dideteksi, pada beragam ketinggian langit-langit,
dan temperatur sekeliling.
Pengaruh ukuran ketinggian langit-langit dan laju pertumbuhan dari suatu api yang menyala
terhadap jarak detektor asap perlu diperhatikan. Selain itu ditampilkan pula prosedur untuk
menganalisa respon dari sistem detektor panas yang sudah ada (existing)
C.1.1.1.
Lampiran ini mempergunakan hasil penelitian api yang dilakukan oleh institusi
pendeteksi kebakaran, guna melengkapi data pengujian dan analisa peralatan pendeteksi,
dimana NFPA menggunakannya sebagai acuan.
C.1.1.2.
Lampiran ini didasarkan pada pengujian api skala penuh yang di dalamnya
semua api merupakan nyala api yang membesar secara geometris.
C.1.1.3.
Panduan yang diterapkan pada detektor asap terbatas pada suatu analisis
teoritikal yang didasarkan atas data pengujian nyala api dan tidak dimaksudkan untuk
mendeteksi tanpa nyala api (membara).
C.1.2.

Maksud

Maksud dari lampiran ini untuk membantu para ahli perancang sistem alarm kebakaran yang
menaruh perhatian terhadap masalah jarak antara dari detektor panas atau detektor asap.
C.1.2.1.
Apendiks ini dimaksudkan untuk melengkapi metode modifikasi jarak terdaftar
dari detektor panas jenis laju kenaikan panas dan detektor jenis temperatur-tetap yang
disyaratkan untuk mencapai respon detektor terhadap suatu nyala api yang membesar
secara geometris, pada suatu ukuran api yang spesifik, mengikutkan di dalam perhitungan
ketinggian dari langit-langit dimana detektor dipasangkan. Prosedur ini juga membolehkan
modifikasi terhadap jarak yang "terdaftar" dari detektor panas jenis temperatur-tetap guna
perhitungan untuk variasi dari temperatur sekeliling (Ta) terhadap kondisi pengetesan
standar.
C.1.2.1.1. Apendiks ini dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran api yang dapat
dideteksi oleh sederetan detektor panas "terdaftar" yang terpasang pada suatu jarak antara
yang diberikan untuk suatu ketinggian langit-langit pada kondisi sekeliling yang telah
diketahui.
C.1.2.2.
Lampiran juga dimaksudkan untuk menjelaskan pengaruh laju pertumbuhan api
dan ukuran api dari suatu nyala api, begitu pula pengaruh ketinggian langit-langit terhadap
jarak detektor asap.
C.1.2.3.
Metodologi perancangan ini mempergunakan teori pengembangan api, dinamika
percikan api , dan kinerja detektor, yang kesemuanya merupakan faktor utama yang

67 dari 165

SNI 03-3985-2000

mempengaruhi respon dari detektor.


Bagaimanapun, itu tidak
mempertimbangkan
beberapa fenomena yang lebih kecil, di mana secara umum, tidak memungkinkan
mempunyai pengaruh yang berarti. Suatu diskusi mengenai rintangan langit-langit, rugi-rugi
panas pada langit-langit, radiasi dari api pada detektor, re-radiasi panas dari detektor ke
sekelilingnya, dan panas dari campuran antara bahan eutectic di dalam elemen yang dapat
lebur dari suatu detektor panas dan kemungkinan pembatasannya pada metode
perancangan yang diberikan pada referensi .
C.1.3.

Hubungan jarak antara yang "terdaftar"

Jarak antara yang terdaftar untuk detektor panas didasarkan atas pembakaran api yang
besar secara relatif (kira-kira 1200 Btu/detik) pada laju yang konstan. {jarak antara "terdaftar"
didasarkan pada jarak dari suatu api dimana derajat panas dari suatu detektor panas biasa
bekerja sebelum bekerjanya suatu sprinkler 71,1C (160F) yang terpasang dengan jarak
antara 3 m (10 ft), lihat gambar A.5.5.1. (a) }.
Jarak antara perancangan untuk api jenis ini dapat ditentukan dengan menggunakan bahan
seperti dijelaskan pada pasal 5.
Jika apinya kecil dan laju pertumbuhannya bervariasi harus dipertimbangkan, perencana
boleh menggunakan bahan yang ditunjukkan dalam apendiks ini.

C.2.

Pertimbangan pertumbuhan api dan ketinggian langit-langit

C.2.1.

Umum

Tujuan dari apendiks ini adalah mendiskusikan tentang ketinggian langit-langit dan seleksi
ambang ukuran api, yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan jenis dan jarak
dari detektor api otomatik di dalam suatu situasi yang spesifik.
C.2.2.

Pertumbuhan api

C.2.2.1.
Pertumbuhan api akan beragam tergantung pada karakteristik pembakaran dari
bahan bakar yang digunakan dan konfigurasi fisik dari bahan bakar itu setelah menyala,
kebanyakan api membesar dalam suatu pola percepatan.
C-2.2.2.

Ukuran api

C-2.2.2.1. Api dapat dibuat karakteristiknya terhadap laju pelepasan panasnya, diukur
dalam satuan Btu per detik ( kW ) yang ditimbulkannya. Laju pelepasan panas maksimum
tipikal untuk sejumlah bahan bakar yang berbeda dan konfigurasi bahan bakar ditunjukkan
dalam tabel C-2.2.2.1 (a) dan (b).
Tabel C-2.2.1. (a) : Laju pelepasan panas maksimum.
Qm = q.A.
Dimana :
Qm
= Laju pelepasan panas maksimum ( Btu/detik ).
2
q
= Densiti pelepasan panas ( Btu/detik/ft ).
2
A
= Luas lantai ( ft ).
Laju pelepasan panas per unit luas lantai berikut untuk pembakaran menyeluruh, dengan asumsi efisiensi
pembakaran 100%. Waktu pembesaran yang ditunjukkan dibutuhkan untuk laju pelepasan panas lebih dari 1000
Btu/detik untuk pertumbuhan api dengan asumsi 100 persen efisiensi pembakaran.
(PE = polyethylene; PS = polysterene; PVC = polyvinyl chloride; PP = polypropylene; PU = polyurethane; FRP =
fiberglass-reinforced polyster).

68 dari 165

SNI 03-3985-2000

Bahan dalam gudang

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

Palet kayu, ditumpuk setinggi 1 ft (kelembaban 6 ~ 12%).


Palet kayu, ditumpuk setinggi 5 ft. (kelembaban 6 ~ 12%).
Palet kayu, ditumpuk setinggi 10 ft. (kelembaban 6 ~ 12%).
Palet kayu, ditumpuk setinggi 16 ft. (kelembaban 6 ~ 12%).
Kotak surat, diisi, disimpan setinggi 5 ft.
Karton, dikelompokkan, ditumpuk setinggi 15 ft.
Kertas, rol tegak, ditumpuk setinggi 20 ft.
Katun ( juga PE, PE/katun, Acrylic/Nylon/PE), garmen
dalam rak setinggi 12 ft.
Karton yang disimpan pada rak palet setinggi 15 ~ 30 ft.
Produk kertas, di pak padat dalam karton, disimpan dalam
rak setinggi 20 ft.
Tray surat dari PE, diisi, ditumpuk setinggi 5 ft pada
gerobak.
Tong sampah dari PE dalam karton yang ditumpuk setinggi
15 ft.
Pancuran dari FRP dalam karton, ditumpuk setinggi 15 ft.
Botol PE di pak dalam item 6.
Botol PE di dalam karton, ditumpuk setinggi 15 ft.
Palet PE, ditumpuk setinggi 3 ft.
Palet PE, ditumpuk setinggi 6 ~ 8 ft.
Kasur PU, horisontal tunggal.
Papan isolasi PF, busa padat, ditumpuk setinggi 15 ft.
Botol PS di pak dalam item 6.
Bak PS yang dikumpulkan dalam karton, ditumpuk setinggi
14 ft.
Bagian boneka PS dalam karton, ditumpuk setinggi 14 ft.
Papan isolasi PS, padat, ditumpuk setinggi 14 ft.
Botol PVC di pak dalam item 6.
Bak PP yang di pak dalam item 6.
Film PP dan PE dalam rol, ditumpuk setinggi 14 ft.
Spiritus dari destilasi dalam barrel, ditumpuk setinggi 20 ft.
Methyl alkohol
Gasoline
Kerosene
Minyak Diesel

Catatan :
+
Laju pertumbuhan api melebihi data rancangan.
Untuk unit SI : 1 ft = 0,305 m.

69 dari 165

Waktu
membesar
nya (detik)

Densiti
pelepasan
panas (q)

150 ~ 310
90 ~ 190
80 ~ 110
75 ~ 105
190
60
15 ~ 28
20 ~ 42

110
330
600
900
35
200
-

Klasifikasi
(llambat)
(m-menengah)
(c cepat)
m-c
c
c
c
c
c
c
+

40 ~ 280
470

m-c
m-l

190

750

55

250

85
85
75
130
30 ~ 55
110
8
55
105

110
550
170
170
1200
450

+
+
+
c
+
c
+
+
c

110
7
9
10
40
23 ~ 40
-

180
290
300
390
350

c
c
+
+
+

65
200
200
180

SNI 03-3985-2000

Tabel C.2.2.1.(b) : Laju pelepasan panas maksimum dari analisa institusi deteksi kebakaran

1
2
3
4
5

Keranjang sampah medium dengan karton susu.


Tong besar dengan karton susu.
Kursi dengan pendukung dari busa polyurethane
Kasur busa latex (panas pada pintu ruang)
Perabot ruang duduk (panas pada pintu terbuka)

Nilai kira-kira
Btu/detik
100
140
350
1200
4000 ~ 8000

C.2.2.2.2. The National Bureau of Standard / USA telah mengembangkan suatu


kalorimeter skala besar untuk mengukur laju pelepasan panas dari pembakaran barang
perabot. Dua laporan yang diterbitkan oleh NBS itu (referensi 5 dan 7) menyebutkan tentang
peralatan dan data yang dikumpulkan selama dua seri pengujian.
Data uji dari pengujian kalorimeter terhadap empat puluh buah perabot telah digunakan
untuk pembuktian secara individu terhadap hukum tenaga ( power-law ) dari model
pertumbuhan api, Q = X.t. Disini Q adalah laju pelepasan panas sesaat. X adalah alpha,
,koefisien intensitas kebakaran, dan t adalah waktu.
Waktu pertumbuhan api, tg , secara arbitrasi ditentukan sebagai waktu, yaitu setelah
pembakaran dilakukan, ketika api akan mencapai laju pembakaran 1000 Btu/detik.
dinyatakan dengan besaran tg :
X = 1000 / tg = Btu.detik 3 atau kW/detik.
dan
Q = (1000 / tg).t = Btu/detik atau kW.
Grafik data pelepasan panas dari pengujian kalorimeter terhadap ke 40 perabot itu dapat
dilihat pada referensi 8 (NFPA). Kurva yang terbaik dari hukum-tenaga pertumbuhan api
telah disaling-tumpangkan (superinposed) pada grafik.
Data dari kurva yang terbaik dapat digunakan bersama apendik ini untuk merancang atau
menganalisa sistem pendeteksian api yang harus merespon bahan serupa yang terbakar di
bawah langit-langit yang rata. Tabel C-2.2.2.2. adalah rangkuman dari seluruh data
tersebut.
Sebagai acuan, tabel berisi nomor-nomor pengujian digunakan pada laporan NBS yang asli.
Waktu sebenarnya yang asli, tv adalah waktu dimana api mulai mengikuti hukum tenaga dari
model pertumbuhan api. Sebelum mencapai tv, bahan bakar dapat membara (terbakar tanpa
nyala), tetapi tidak membakar hebat dengan nyala yang terbuka.
Model kurva kemudian diprediksi melalui:
Q = X (t Tv)
atau
Q = (1000/tggg).(t tv) = BTU / detik atau kW
Untuk pengujian 19, 22, 29, 42 dan 67, kurva hukum tenaga yang berbeda digunakan untuk
mengawali dan selanjutnya membakar model. Dalam contoh seperti ini ahli teknik harus
memilih parameter pertumbuhan api yang menjelaskan dengan baik bidang pembakaran
yang mana dari sistem pendeteksian dirancang untuk merespon.

70 dari 165

SNI 03-3985-2000

Dalam tambahan data laju pelepasa panas, laporan NBS asli berisi data tentang konversi
dan radiasi tertentu dari contoh pengujian. Data ini dapat digunakan untuk menentukan
ambang ukuran api (laju pelepasan panas), pada mana keadaan pertumbuhan menjadi
membahayakan atau bila tambahan paket bahan bakar menjadi terlibat dalam api.
Tabel C-2.2.2.2 : Laju pelepasan panas perabotan.
Klasifikasi
Waktu
virtual
detik

Laju
pelepasa
n panas
maksimu
m
kW
750

No.
TEST

Item

TEST 15

Gantungan baju logam

41,4

50

0,4220

10

TEST 18

Kursi F33 (kaki tiga)

39,2

400

0,0066

140

950

TEST 19

Kursi F21

28,15

175

0,0344

110

350

TEST 29

Kursi F21

28,15

50

0,4220

190

2000

TEST 21

Gantungan baju logam

40,8

250

0,0169

10

250

TEST 21

Gantungan baju logam

40,8

120

0,0733

60

250

TEST 21

Gantungan baju logam

40,8

100

0,1055

30

140

TEST 22

Kursi F24

28,3

350

0,0086

400

700

TEST 23

Kursi F23

31,2

400

0,0066

100

700

TEST 24

Kursi F22

31,9

2000

0,0003

150

300

TEST 25

Kursi F26

19,2

200

0,0264

90

800

TEST 26

Kursi F27

29,0

200

0,0264

360

900

TEST 27

Kursi F29

14,0

100

0,1055

70

1850

TEST 28

Kursi F28

29,2

425

0,0058

90

700

TEST 29

Kursi F25

27,8

60

0,2931

175

700

TEST 29

Kursi F25

27,8

100

0,1055

100

2000

TEST 30

Kursi F30

25,2

60

0,2931

70

950

TEST 31

Kursi F31 (santai)

39,6

60

0,2931

145

2600

TEST 37

Kursi F31 (santai)

40,40

80

0,1648

100

2750

TEST 38

Kursi F32 (sofa)

51,5

100

0,1055

50

3000

TEST 39

Lemari baju plywood

68,5

35

0,8612

20

3250

68,32

35

0,8612

40

3500

36,0

40

0,6594

40

6000

70

0,2153

50

2000

300

0,0117

50

5000

67,62

30

1,1722

100

3000

37,26

90

0,1302

50

2900

28,34

100

0,1055

30

2100

Massa
(kg)

Waktu
pertumbuhan
(t), detik.

l-lambat.
m-sedang.
c-cepat

ALPHA
(X)
2
kW/detik

inci buatan pabrik.


TEST 40

Lemari baju plywood


inci buatan pabrik

TEST 41

Lemari baju plywood


1/8 inci dengan finis
tahan api.

TEST 42

Lemari baju plywood


1/8 inci dengan finis
tahan api

TEST 42

Pengulangan 1/8 inci


lemari baju plywood

TEST 43

Pengulangan inci
lemari baju plywood.

TEST 44

Lemari baju 1/8 inci


plywood dengan cat
latex F.R.

TEST 45

Kursi F21

71 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-2.2.2.2 : Laju pelepasan panas perabotan. (lanjutan)


Klasifikasi

TEST 46

Kursi F21

28,34

45

0,5210

120

Laju
pelepasan
panas
maksimum
kW
2600

TEST 47

Kursi dengan rangka

20,82

170

0,0365

130

250

11,52

175

0,0344

90

No.
TEST

Item

Massa
(kg)

Waktu
pertumbuhan
(t), detik.

l-lambat.
m-sedang.
c-cepat

ALPHA
(X)
2
kW/detik

Waktu
virtual
detik

logam, tempat duduk


busa.
30
TEST 48

Kursi sederhana

950

CO7.
TEST 49

Kursi sederhana F34

15,68

200

0,0264

50

200

TEST 50

Kursi rangka logam,

16,52

200

0,0264

120

3000

tempat duduk tipis.


TEST 51

Kursi Fibreglass .

5,28

120

0,0733

20

35

TEST 52

Kursi plastik pasien.

11,26

275

0,0140

2090

700

TEST 53

Kursi rangka logam

15,54

350

0,0086

50

280

27,26

500

0,0042

210

300

11,2

350

0,0042

210

300

54,6

150

0,0042

50

85

120,33

150

0,0469

1200

30,39

65

0,2497

40

25

15,98

1000

0,0011

750

450

dengan tempat
duduk dan senderan.
TEST 54

Tempat duduk santai


rangka logam
dengan tempat
duduk busa.

TEST 55
TEST 56

Kursi rangka kayu


dan tempat duduk
busa latex.

TEST 57

Kursi santai rangka


kayu dengan tempat
duduk busa

TEST 61

Lemari baju inci


papan partikel.

TEST 62

Lemari buku
plywood dengan
rangka alumunium.

TEST 64

Kursi sederhana dari


rangka Flexible
Urethene

TEST 66

Kursi sederhana

23,02

76

0,1827

3700

600

TEST 67

Kasur pegas

62,36

350

0,0086

400

500

0,0009

90

400

TEST 67
Kasur pegas
62,36
1100
Catatan :
+
= Pertumbuhan api melebihi data perancangan.
Untuk unit SI: 1 ft = 0,305 m. 1000 Btu/detik = 1055 kW, 1 lb = 0,456 kg.
2
2
Q = X.( t tv ) = 1000.( t / tg ) .

C.2.2.2.3. Suatu sistem pendeteksian api dapat dirancang untuk mendeteksi kebakaran
pada suatu ukuran tertentu dalam besaran laju pelepasan panasnya. Ini disebut ambang
ukuran api, Qd. Ukuran ambang adalah laju pelepasan panas pada mana pendeteksian
diinginkan.

72 dari 165

SNI 03-3985-2000

C.2.2.2.4. Ambang ukuran api dipertimbangkan di dalam apendik ini, rentangnya dari 105
kW (100 Btu/detik) sampai 2110 kW (2000 Btu/detik).
C.2.2.3.

Pertumbuhan api

C.2.2.3.1. Pertimbangan penting kedua menyangkut pertumbuhan api adalah waktu (tg)
bagi api untuk mencapai suatu laju pelepasan panas yang diberikan. Tabel C-2.2.2.1. (a)
dan tabel C-2.2.2.2. menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk mencapai laju pelepasan
panas 1055 kW (1000 Btu/detik) untuk suatu variasi bahan dalam bermacam konfigurasi.
C.2.2.3.2. Untuk penggunaan dari apendik ini, api diklasifikasikan sebagai api yang
pertumbuhannya lambat, sedang, atau cepat.
C.2.2.3.2.1.
Perkembangan api secara lambat didefinisikan sebagai suatu yang akan
mengambil waktu 400 detik atau lebih (6 menit, 40 detik) dari waktu dimana nyala terbuka
terjadi sampai api itu mencapai suatu laju pelepasan panas 1055 kW (1000 Btu/detik).
C.2.2.3.2.2.
Perkembangan api secara medium adalah sesuatu yang akan mengambil
waktu 150 detik (2 menit, 30 detik) atau lebih dan kurang dari 400 detik (6 menit, 40 detik)
dari saat nyala terbuka terjadi sampai api itu mencapai satu laju pelepasan panas 1055 kW
(1.000 Btu/detik).

Perkembangan api secara cepat adalah sesuatu yang dapat mengambil


C.2.2.3.2.3.
waktu kurang dari 150 detik (2 menit, 30 detik) dari waktu dimana nyala terbuka terjadi
sampai api mencapai suatu laju pelepasan panas 1055 kW (1.000 Btu/detik).
C.2.2.3.3.
Api rancangan yang digunakan di dalam panduan ini berkembang
mengikuti rumus sebagai berikut ; Q= [ 1.000 / (tg)2 ].t2, dimana Q adalah laju pelepasan
panas dalam Btu / detik ; tg adalah waktu pertumbuhan api (149 detik = cepat, 150 ~ 399
detik = medium, 400 detik = lambat ); dan t adalah waktu didalam detik, setelah nyala
terbuka terjadi.
C.2.2.4.

Seleksi ukuran api

Seleksi ambang batas ukuraan api, Qd, sebaiknya didasarkan pada suatu pengertian dari
karakteristik ruang yang dispesifik dan sasaran keselamatan kebakaran untuk ruang
tersebut.
Sebagai contoh, dalam suatu instalasi khusus mungkin diinginkan untuk mendeteksi suatu
kebakaran dari tipikal keranjang sampah. Tabel C.2.2.2.1 (b) termasuk kebakaran yang
meliputi suatu deretan pembakaran yang dapat dibandingkan, secara spesifik karton susu di
dalam keranjang sampah. Kebakaran seperti itu diindikasi memproduksi laju pembakaran
puncak 100 BTU/detik.
C.2.3.

Ketinggian langit-langit.

C.2.3.1.
Data dari Institusi Pendeteksi Api (di Amerika Serikat), didasarkan pada
ketinggian langit-langit di atas api. Dalam panduan ini, direkomendasikan agar perancang
menggunakan jarak antara yang aktual dari lantai ke langit-langit, berhubung ketinggian
langit-langit akan itu menjadi lebih konservatif dan reaksi (respons) detektor aktual akan
meningkat ketika bahan bakar yang potensial di dalam ruang berada diatas ketinggian lantai.
C.2.3.2.
Bilamana Perancang menginginkan untuk mempertimbangkan ketinggian dari
bahan bakar yang potensial didalam ruang, jarak antara bahan bakar dan langit-langit harus
digunakan sebagai ketinggian langit-langit. Ini perlu dipertimbangkan hanya bila ketinggian
umum dari bahan bakar potensial adalah selalu konstan, dan apabila konsep diterima oleh
instansi yang berwenang.

73 dari 165

SNI 03-3985-2000

C-3.

Detektor panas

C.3.1.

Umum

C.3.1.1.
Bagian ini mendiskusikan prosedur untuk menentukan jarak pemasangan dari
detektor panas "terdaftar" yang digunakan untuk mendeteksi api yang menyala.
C.3.1.2.
Penentuan jarak terpasang dari detektor panas yang menggunakan prosedur ini
menyesuaikan jarak antara "terdaftar" guna menunjukkan efek dari ketinggian langit-langit,
ambang/batasan ukuran api, laju pertumbuhan api, dan, untuk detektor jenis temperaturtetap, temperatur sekeliling dan rentang temperatur dari detektor.
C.3.1.3.
Faktor lain yang akan mempengaruhi reaksi / respon detektor diperlakukan
dalam Bab/bagian 4 dari standar.
C-3.1.4.
Perbedaan antara temperatur rated (Ts) dari sebuah detektor temperatur-tetap
dan temperatur sekeliling maksimum (To) pada langit-langit haruslah sekecil mungkin. Untuk
mengurangi alarm yang tidak diinginkan ; jarak antara temparatur operasi (kerja) dan
temperatur sekeliling harus tidak kurang dari 14C ( 25 F ).
C.3.1.5.
Detektor laju kenaikan temperatur "terdaftar" dirancang untuk bereaksi pada
temperatur nominal 8,3 C / menit ( 15F/menit ).
C.3.1.6.
Jarak antara "terdaftar" dari sebuah detektor adalah suatu indikator dari
kepekaan detektor. Dengan rentang temperatur yang sama, suatu detektor "terdaftar" untuk
jarak 15,2 m ( 50 ft ) adalah lebih peka daripada detektor "terdaftar" untuk jarak 6,1 m (20 ft ).
C.3.1.7.
Jika menggunakan detektor kombinasi yang berhubungan dengan prinsip deteksi
panas temperatur tetap dan laju kenaikan untuk mendeteksi pertumbuhan api secara
geometris, data detektor laju kenaikan ini sebaiknya digunakan dalam memilih jarak antara
pemasangan karena laju kenaikan mengontrol respon.
C.3.1.8.
Detektor laju kompensasi tidak secara khusus dicakup dalam panduan ini,
Walaupun demikian, pendekatan konservatif untuk memprediksi kinerjanya menggunakan
panduan temperatur tetap dalam isinya.

C.3.2.

Jarak antara detektor pnas temperatur-tetap.

C.3.2.1.
Tabel C.3.2.1.1. dan C.3.2.1.2 ( a ) sampai ( j ) digunakan untuk menentukan
jarak antara pemasangan detektor panas temperatur tetap. Dasar analisis untuk tabel
ditunjukkan dalam apendiks ini. Bagian ini menjelaskan bagaimana tabel digunakan.
C.3.2.1.1. Kecuali untuk ketinggian langit-langit, nilai yang mendekati ditunjukkan dalam
tabel akan memberikan akurasi yang cukup untuk perhitungan ini. Interpolasi dibolehkan
tetapi tidak penting kecuali untuk ketinggian langit-langit.

74 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.3.2.1.1.: Konstant waktu untuk setiap detektor yang terdaftar.


(DET TC) (detik)*
Jarak
antara
(ft)
110
15
20
25
30
40
50
70
Catatan :

1280

1350

1450

1600

1700

1960

400
250
165
124
95
71
59
36

330
190
135
100
80
57
44
24

262
156
105
78
61
41
40
9

195
110
70
48
36
18

160
89
52
32
22

97
45
17

Semua
temp.
FM
195
110
70
48
36

1.

Konstanta waktu ini didasarkan pada analisis prosedur uji dari UL dan FM. Uji loncatan yang
ditunjukkan pada detektor akan digunakan memberikan konstanta akurasi yang lebih. Lihat
butir C.6 dari apendiks ini untuk diskusi lebih lanjut dari konstanta waktu dari detektor.

2.

Konstanta waktu ini dapat dirubah menjadi angka indeks waktu respon (IWR)
mengalikan 5 ft/detik. (lihat C.6.3).

Pada kecepatan referensi 5 ft/detik.

dengan

C.3.2.2.
Dengan menggunakan jarak antara "terdaftar" (listed) yang diberikan dan laju
temperatur detektor ( Ts ), dari tabel C.3.2.1.1 akan ditemukan konstanta waktu detektor
(Det TC).
Konstanta waktu adalah ukuran kepekaan detektor. Lihat pada bagian C.5.
C.3.2.2.1. Indeks
waktu tanggap waktu ( RTI = Response Time Index ) dapat juga
digunakan untuk menjelaskan kepekaan dari suatu detektor panas jenis temperatur-tetap.
Llihat bagian C.6.

75 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.3.2.1.2. (a)


Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3

76 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-3.2.1.2. (b)


Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3

77 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.3.2.1.2.( c ).
Ambang ukur api pada respons ; 300 detik ke 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3

78 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( d )
Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3

79 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( e )
Ambang ukur api pada respons ; 250 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3

80 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( f )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3

81 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( g )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3

82 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( h )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3

83 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( i )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3

84 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( j )
Ambang ukur api pada respons ; 500 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3

85 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( k )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3

86 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( l )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3

87 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( m )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3

88 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( n )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3

89 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( o )
Ambang ukur api pada respons ; 750 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3

90 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( p )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3

91 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( q )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik

Apha ; 0,044 Btu / detik 3

92 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( r )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3

93 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( s )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3

94 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( t )
Ambang ukur api pada respons ; 1000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3

95 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-3.2.1.2.(u).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 50 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,400 Btu / detik 3

96 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-3.2.1.2.(v).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 150 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,044 Btu / detik 3

97 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-3.2.1.2.(w).
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 300 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,011 Btu / detik 3

98 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C-3.2.1.2.(x)
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 500 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,004 Btu / detik 3

99 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C -3 -2.1.2 ( y )
Ambang ukur api pada respons ; 2000 Btu / detik.
Nilai pertumbuhan api ; 600 detik pada 1000 Btu / detik
Apha ; 0,003 Btu / detik 3

100 dari 165

SNI 03-3985-2000

C.3-2.3.
Memperkirakan temperatur sekeliling minimum (To) diharapkan pada langit-langit
dari ruang yang diproteksi. Hitung perubahan temperatur T dari detektor yang disyaratkan
untuk pendeteksian (T = To - To).
C.3.2.4.
Dengan telah menentukan kepekaan detektor (konstanta waktu atau RTI)
(C.3.2.2.), perubahan temperatur dari detektor disyaratkan untuk pendeteksiaan (C.3.2.3),
ambang batasan ukuran api (C.2.2.2.), nilai pertumbuhan api (C.2.2.3), dan ketinggian
langit-langit, gunakan tabel C.3.2.1.2 (a) sampai (y) untuk menentukan jarak pemasangan
yang disyaratkan.
Indeks tabel rancangan

C.3.2.5.
a).

Contoh

Diketahui :
1).

Tinggi langit-langit = 8 ft.

2).

Jenis detektor :
Temperatur tetap.
Jarak antara 30 ft , terdaftar pada UL.
Laju temperatur 1350F.
tg = 600 detik ( X = 0,003 Btu/detik3).
Temperatur sekeliling minimum = 550F.

101 dari 165

SNI 03-3985-2000

b).

Jarak antara :
1)

Dari tabel C.3.2.1.1, konstanta waktu dari detektor = 80 detik.

2).

( RTI = 80

5 = 180 ft

detik

).

3).

T = Ts T0 = 135 55 = 80 F.

4).

Dari tabel C.3.2.1.1.(j):


Untuk DET TC = 75 detik jarak antara = 17 ft.
Untuk DET TC = 100 detik jarak antara = 16 ft.
Dengan interpolasi :
Jarak antara = 17 { (17.16) (80-75/100-75)} = 16,8 ft.

Catatan ;
Jika ketinggian langit-langit 16 ft, jarak antaranya 8,8 ft. Menggunakan detektor dengan contoh
diatas, pada ketinggian langit-langit 28 ft, tidak ada jarak antara praktis dapat menjamin pendeteksian
api pada ambang ukuran api 500 Btu / detik. Suatu detektor yang lebih peka akan diperlukan untuk
digunakan. Hasil - hasil ini menunjukkan secara jelas kebutuhan untuk mempertimbangkan ketinggian
langit-langit dalam merancang sistem pendeteksian.

C.3.3.

Jarak antara detektor panas jenis laju kenaikan temperatur

Tabel 3.3.2 dan tabel Tabel 3.3.3 digunakan untuk menentukan jarak terpasang
C.3.3.1.
detektor panas jenis laju kenaikan temperatur. Basis analitikal untuk tabel diberikan pada
butir C.6 dari apendik ini, Butir ini menunjukkan bagaimana tabel - tabel digunakan.
Tabel C.3.3.2. menyediakan jarak pemasangan untuk detektor jenis laju
C.3.3.2.
kenaikan temperatur yang disyaratkan untuk mencapai pendeteksian kepada suatu
ambang/batasan ukuran api spesifik, nilai pertumbuhan api, dan ketinggian langit-langit.
Tabel ini dapat digunakan secara langsung untuk menentukan jarak pemasangan untuk
detektor dengan jarak anatara "terdaftar" 5,2 m (50 ft).
C.3.3.3.
Untuk detektor panas jenis laju kenaikan temperatur dengan suatu jarak antara
"terdaftar" yang lain dari 15,2 m (50 ft), jarak pemasangan yang diperoleh dari tabel C.3.3.2
harus dikalikan dengan angka "modifier" yang ditunjukkan pada tabel C.3.3.3. untuk
ketepatan jarak terdaftar dan nilai pertumbuhan api. Ini dimaksudkan ke dalam perhitungan
perbedaan dalam kepekaan antara detektor dari suatu 15,2 m (50 ft) detektor jarak
"terdaftar".
Tabel C.3.3.3.: "Spacing Modifier" untuk detektor temperatur jenis laju kenaikan temperatur)
Jarak
terdaftar
( ft )
15
20
25
30
40
50
70

Nilai pertumbuhan api


Lambat
0,57
0,72
0,84
0,92
0,98
1,00
1,01

Medium
0,55
0,63
0,78
0,86
0,96
1,00
1,01

102 dari 165

Cepat
0,45
0,62
0,76
0,85
0,95
1,00
1,02

SNI 03-3985-2000

Tabel C.3.3.2.
Jarak antara pemasangan untuk detektor panas jenis laju kenaikan tenperatur,
ambang/batasan ukuran api, nilai pertumbuhan api.

C.3.3.4.
Dengan telah menentukan ambang/batasan ukuran api (C.2.2.2), nilai
pertumbuhan api (C.2.2.3), jarak detektor terdaftar, dan ketinggian langit-langit, gunakanlah
tabel C.3.3.2. untuk menentukan jarak yang benar detektor dengan jarak anatar "terdaftar"
untuk 15,2 m (50 ft). Gunakan tabel C.3.3.3. Untuk menentukan "spacing modifier" Dapatkan
jarak instalasi yang disyaratkan dengan memperkalikan jarak yang terkoreksi dengan
"spacing modifier".
Contoh C.3.3.4.
a).

Diketahui :
1).

Ketinggian langit-langit = 3,7 m ( 12 ft ).

103 dari 165

SNI 03-3985-2000

2).

Jenis detektor :
Kombinasi laju kenaikan temperatur dan temperatur tetap. Jarak antara terdaftar
= 9,1 m ( 30 ft ).

b).

3).

Qd = 500 Btu/detik ( 527 kW ).

4).

Nilai pertumbuhan api : sedang.

Jarak antara :
1).

Dari tabel C.3.3.2, jarak antara pemasangan 5,5 m ( 18 ft ).

2).

Dari tabel C.3.3.3, modifikasi jarak antara = 0,86.

3).

Jarak antara pemasangan = 5,5 m x 0,86 = 4,7 m ( 15,5 ft ).

C.3.4.

Kurva perancangan

C.3.4.1.
Kurva Perancangan {Gambar C.3.4. (a) sampai (i) } dapat juga digunakan untuk
menentukan jarak pemasangan dari detektor panas, namun demikian, itu tidak konprehensif
sebagaimana pada tabel karena dalam tabel termasuk tambahan nilai pertumbuhan api,
ukuran api dan kepekaan detektor.
C.3.4.1.1. Detektor panas jenis temperatur-tetap.
Gambar C.3.4.1. (a), (b), (c), (e) dan (f) dapat digunakan secara langsung untuk menentukan
jarak antara pemasangan detektor panas jenis temperatur-tetap yang mempunyai jarak
antara "terdaftar" 9,1 m dan 15,2 m (30 ft dan 50 ft), masing - masing apabila perbedaan
antara temperatur pengenal (rated) detektor (Ts) dan temperatur sekeliling (To) adalah 18,3
C (65 F), tabel yang didistribusikan sebelumnya pada bagian C.3.3 dapat digunakan.
C.3.4.1.2. Detektor Panas Laju Kenaikan Temperatur
Gambar C.3.4.1, g, h dan i dapat digunakan secara langsung untuk menentukan jarak
pemasangan untuk detektor panas jenis laju kenaikan temperatur yang mempunyai jarak
antara "terdaftar" 15,2 m (50 ft).
C.3.4.1.3. Untuk menggunakan kurva, format yang sama harus diikuti sebagaimana dengan
tabel . Perancangan pertama-tama harus menentukan sebesar apa suatu api dapat
ditoleransi sebelum pendeteksian terjadi. Ini adalah ambang batas ukuran api, Qd.
Kurva menunjukkan, untuk kebanyakan kasus untuk nilai Qd = 1055,791,527,264 dan 105
kW (atau 1000, 750, 500, 250, 100 Btu / detik). Interpolasi antara nilai Qd diatas suatu grafik
yang diberikan adalah diperbolehkan. Tabel C 2.2.2.1 (a) juga berisi contoh - contoh dari
beragam bahan bakar dan nilai pertumbuhan apinya dibawah kondisi spesifik.
C.3.4.1.4. Sekali suatu ambang/batasan ukuran api dan nilai pertumbuhan api yang
diharapkan sudah diseleksi suatu jarak detektor terpasang dapat diperoleh dari gambar
C.3.4.1.a s/d i untuk suatu jarak antara "terdaftar" tertentu dari detektor, temperatur sekeliling
dan ketinggian langit-langit sebagaimana pada butir C.3.2.5, contoh 1, untuk menentukan
jarak anatara pemasangan dari detektor panas jenis temperatur-tetap. 57,2 C (135 F)
dengan jarak antara "terdaftar" 9,1 m (30 ft), untuk mendeteksi suatu perkembangan api
secara perlahan pada suatu ambang/batasan ukuran api 527 kW (500 Btu/detik) dalam
suatu ruangan dengan ketinggian 3 m (10 ft) dengan temperatur sekeliling 21 C (70 F),
prosedur berikut digunakan ;
Contoh 1.
a).

Diketahui :

104 dari 165

SNI 03-3985-2000

1).

Ketinggian langit-langit = 3 m ( 10 ft ).

2).

Jenis detektor :
Temperatur tetap 57,20C ( 1350F ), jarak antara terdaftarnya 9,1 m ( 30 ft ).

b).

3).

Qd = 500 Btu/detik ( 527 kW ).

4).

Laju pertumbuhan api : lambat.

5).

Temperatur sekeliling = 21,10C ( 700F ); T = 36,10C ( 650F )..

Jarak antara :
Dari gambar C.3.4.1.a, menggunakan jarak antara pemasangan 5,2 m (17ft).

Perlu dicatat bahwa jika ketinggian langit-langit 4,6 m ( 15 ft ), grafik yang sama memberikan
jarak antara pemasangan 3,5 m ( 12 ft ). Ketinggian langit-langit 6,1 m ( 20 ft ) akan
membutuhkan jarak antara 2,4 m ( 8 ft ). Perubahan jarak antara ini diilustrasikan dengan
jelas kebutuhan tinggi langit-langit yang perlu dipertimbangkan dalam perancangan sistem
deteksi.
C.3.4.1.5. Contoh 2 :
a).

Diketahui :
1).

Ketinggian langit-langit = 3 m ( 10 ft ).

2).

Jenis detektor :
Kombinasi laju kenaikan temperatur dan temperatur tetap; di daftar jarak
antaranya 15,2 m ( 50 ft ).

b).

3).

Qd = 500 Btu/detik ( 527 kW ).

4).

Laju pertumbuhan api = cepat.

5).

Temperatur sekeliling = 21,10C ( 700 F ).; T = 36,10C ( 650F ).

Jarak antara :
Dari gambar C.3.4.1.i, menggunakan jarak antara 2,5 m ( 7,5 ft ).

9,1 m (30 ft) detektor temperatur tetap akan membutuhkan jarak antara 2,5 m (7,5 ft).
Jika laju pertumbuhan api lambat, seperti contoh 1, detektor laju kenaikan membutuhkan
jarak antara pemasangan 4,88 m ( 16 ft ).

105 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (a) : (Detektor panas temperatur- tetap), jarak "terdaftar" = 9,1 m (30 ft) api
lambat, T= 36,1 (65 F).

106 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (b) : Detektor panas, Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 9,1 m (30 ft),
Api sedang, T = 36,10C ( 650F.

107 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (c): Detektor panas, Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 9,1 m (30 ft).
Api cepat, T = 36,10C (650F).

108 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (d) : Detektor panas, Temperatur tetap. Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft)
Api lambat, T = 36,10C (650F)

109 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (e): Detektor panas; Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api sedang, T = 36,10C (650F).

110 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (f) : Detektor panas; Temperatur tetap, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api cepat

111 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (g) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api lambat

112 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (h) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api sedang

113 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.3.4.1. (i) : Detektor panas, Laju kenaikan, Jarak antara terdaftar 15,2 m (50 ft),
Api cepat.

C.4.

Analisis terhadap sistem pendeteksian panas existing

C.4.1.
Tabel (a) sampaia (nn) dapat digunakan untuk menetukan ukuran api (nilai
pelepasan panas) yang mana pendeteksian panas temperatur-tetap existing akan merespon
terhadapnya.
Penggunaan tabel - tabel analisis adalah serupa dengan apa yang disebutkan untuk
perancangan baru. Perbedaannya adalah bahwa jarak dari detektor existing harus diketahui.

114 dari 165

SNI 03-3985-2000

Suatu perkiraan terhadap koefisien intensitas api (alpha) atau waktu pertumbuhan api, tq
harus juga dibuat untuk bahan bakar yang diperkirakan membakar.
Contoh :
a).

Diketahui :
1).

Ketinggian langit-langit = 8 ft.

2).

Jenis detektor :
Temperatur tetap,
Jarak antara terdaftar UL = 30 ft.
Laju temperatur = 1350F.

b).

3).

Qd = 500 Btu/detik.

4).

Nilai pertumbuhan api = rendah.

5).

t0 = 600 detik ( X = 0,003 Btu/detik3).

6).

Temperatur sekeliling minimum = 550F.

Ambang ukuran api :


1).

Dari tabel C.3.2.1.1., konstanta waktu dari detektor = 80 detik.

2).

T = Ts T0 = 135 55 = 800F.

3).

Dari tabel C.4.1.(t) :


Untuk DET TC = 75 detik Qd = 418 Btu/detik.
Untuk DET TC = 100 detik Qd = 350.Btu/detik.

4).

Dengan interpolasi :
Qd = 418 [ ( 75 80 ).( 418 350 )/ (75 100 )].
Qd = 404 Btu/detik.

115 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel Index Analisis

116 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (a) :


Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

117 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (b)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

118 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. ( c)
Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

119 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (d)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

120 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (e)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

121 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (f)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 10 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

122 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (g)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 10 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

123 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (h)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 8 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

124 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (i)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 10 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

125 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (j)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 10 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

126 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (k)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 12 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

127 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (l)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 12 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

128 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (m)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 12 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

129 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (n)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 12 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

130 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (o)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 12 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

131 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (p)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 15 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

132 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (q)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 15 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

133 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (r)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 15 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

134 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (s)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 15 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

135 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (t)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 15 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

136 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (u)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 20 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

137 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (v)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 20 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

138 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (w)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 20 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

139 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (x)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 20 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

140 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (y)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 20 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

141 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (z)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 25 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

142 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (aa)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 25 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

143 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (bb)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 25 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

144 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (cc)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 25 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

145 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (dd)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 25 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

146 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (ee)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 30 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

147 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (ff)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 30 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

148 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (gg)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 30 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

149 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (hh)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 30 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

150 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (ii)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 30 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

151 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (jj)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 50 ft.
Laju pertumbuhan api = 50 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,400 Btu/detik3

152 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (kk)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 50 ft.
Laju pertumbuhan api = 150 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,044 Btu/detik3

153 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (ll)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 50 ft.
Laju pertumbuhan api = 300 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,011 Btu/detik3

154 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (mm)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 50 ft.
Laju pertumbuhan api = 500 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,004 Btu/detik3

155 dari 165

SNI 03-3985-2000

Tabel C.4.1. (nn)


Jarak antara pemasangan detektor panas = 50 ft.
Laju pertumbuhan api = 600 detik pada 1000 Btu/detik.
Alpha = 0,003 Btu/detik3

156 dari 165

SNI 03-3985-2000

C.5.

Jarak detektor asap untuk api menyala

C.5.1.

Umum

C.5.1.1.
Secara ideal, perletakan detektor asap haruslah didasarkan atas pengetahuan
terhadap jambul api dan pancaran aliran plafon, dari nilai produksi asap, perubahan khusus
yang dikarenakan oleh penuaan (umur alat), dan oleh karakteristik operasi yang unik dari
detektor yang digunakan.
Pengetahuan terhadap jambul dan aliran pancaran memberi kesempatan informasi tentang
jarak detektor panas yang diberikan pada butir C.3 untuk dikembangkan, celakanya,
pengetahuan itu tidak dipakai untuk asap yang berasal dari api yang membara. Pengertian
dari produksi asap dan kelambatan penuaan memandang itu dari produksi panas.
Karakteristik operasi dari detektor asap dalam lingkungan api yang spesifik tidak sering di
ukur atau dibuat ada secara umum untuk selain dari suatu bahan yang mudah terbakar yang
sangat sedikit. Seterusnya basis data existing merintangi pengembangan dari informasi
rancangan enjiniring secara yang lengkap untuk lokasi dan jarak detektor asap.
C.5.1.2.
Dalam api menyala, reaksi (respons) detektor asap adalah terganggu
(dipengaruhi) oleh ketinggian langit-langit, ukuran dan nilai dari pertumbuhan api, dalam
banyak hal sama seperti reaksi detektor panas.
Energi termal dari api menyala membawa partikel asap ke pengindera asap sebagaimana itu
terjadi terhadap panas kepada detektor panas.
Sementara hubungan antara jumlah asap dan jumlah dari panas yang diproduksi oleh api
adalah sangat tergantung atas bahan bakar dari caranya terbakar. Penelitian telah
menunjukkan bahwa hubungan antara temperatur dan kerapatan optik dari sisa (bekasbekas) asap pada hakekatnya (sesungguhnya) konstan di dalam jambul api dan pada langitlangit dalam kedekatan dengan jambul.
C.5.1.3.
Pada api membara, energi termal juga memberikan suatu kekuatan untuk
membawa partikel asap menuju ke pengindera asap. Bagaimanapun, karena nilai dari
pelepasan energi biasanya kecil dan nilai dari pertumbuhan api adalah kecil, faktor lain
seperti aliran udara dapat mempunyai pengaruh kuat dalam pengiriman partikel asap menuju
ke pengindera asap. Sebagai tambahan, untuk api yang tidak menyala (membara) hubungan
antara temperatur dan kerapatan optik dari asap adalah tidak konstan dan karenanya tidak
begitu berguna.
C.5.1.4.
Detektor asap, tanpa memperdulikan apakah mereka mendeteksi oleh
pengindera pemburaman cahaya, hilangnya transmisi cahaya (pemadaman cahaya), atau
pengurangan terhadap arus ion, adalah detektor partikel. Konsentrasi partikel, ukuran,
warna, dan ukuran distribusi mempengaruhi setiap teknologi penginderaan secara berbeda.

Secara umum diterima bahwa konsentrasi dari partikel dengan diameter submikron yang
dihasilkan oleh api nyala (membara). Secara kebalikan, konstentrasi dari partikel yang lebih
besar adalah lebih banyak yang dari api tanpa menyala. Juga telah diketahui bahwa partikel
lebih kecil menimbunkan (menumpukkan) dan suatu ketika membentuk lebih banyak
mengikuti umurnya dan dibawa pergi dari sumber api. Lebih banyak penelitian diperlukan
untuk menyediakan data yang memadai untuk yang pertama memprediksi konsentrasi
partikel dan tingkah laku dan kedua untuk memprediksi refleksi / respon dari detektor khusus
/ tertentu.

157 dari 165

SNI 03-3985-2000

C.5.2.

Jarak detektor asap untuk api yang menyala

C.5.2.1.
Tidak seperti detektor panas, detektor asap yang terdaftar tidak memberikan
suatu jarak terdaftar. Telah menjadi kepraktisan umum untuk memasang detektor asap pada
9,1 m (30 ft) poros poros pada langit-langit rata dengan pengurangan dilakukan secara
empiris terhadap jarak tersebut untuk langit-langit dengan balok atau balok melintang dan
untuk daerah yang mempunyai nilai pergerakan udara yang tinggi. Pengaturan terhadap
jarak untuk ketinggian langit-langit adalah juga diperlukan sebagaimana didiskusikan di
dalam ini
C.5.2.1.1. Gambar C.5.2.1.1. (a), (b) dan (c) adalah didasarkan pada pengandaian bahwa
perjalanan asap sampai ke detektor adalah secara menyeluruh dari dinamika jambul api. Itu
di asumsikan bahwa rasio dari kenaikan temperatur gas terhadap kerapatan optik dari asap
adalah tetap (konstant) dan bahwa detektor akan bekerja / bereaksi pada suatu nilai konstan
dari kerapatan optik.
Data yang ditampilkan pada gambar C.5.2.1.1 (a),(b) dan (c) secara jelas menunjukkan
bahwa jarak dipikirkan lebih besar dari 9,1 m (30 ft) dapat diterima untuk mendeteksi
pertumbuhan geometrikal api menyala ketika Qd = 1.000 Btu/detik atau lebih.
C.5.2.1.2. Pada tahap dini dari pengembangan suatu pertumbuhan api, bila nilai pelepasan
panas adalah kira kira 250 Btu / detik, atau kurang, efek lingkungan di dalam ruang yang
mampunyai langit-langit tinggi dapat mendominasi pengiriman dari asap. Contoh untuk efek
lingkungan demikian adalah pemanasan, pendinginan, kelembaban dan ventilasi. Pelepasan
energi termal lebih besar dari api dapat diperlukan untuk mengatasi efek lingkungan
demikian. Sampai api yang bertumbuh itu mencapai suatu tingkat pelepasan panas yang
cukup tinggi, jarak lebih dekat dari detektor asap pada langit-langit akan kurang memadai
untuk meningkatkan reaksi detektor terhadap api.
Karena itu ketika mempertimbangkan ketinggian plafon sendiri, detektor asap tidak boleh
ditempatkan lebih dekat dari jarak 9,1 m (30 ft) kecuali dalam contoh yang tidak biasa
dimana suatu analisis enjiniring menunjukkan akan dihasilkan keuntungan tambahan.
Karakteristik konstruksi lainnya harus juga dipertimbangkan ; lihat bab 4 dan 9.
C.5.2.2.
Metode yang digunakan untuk menentukan jarak dari detektor asap adalah
dengan yang digunakan untuk detektor panas dan ini didasarkan pada ukuran api, nilai
pertumbuhan api dan ketinggian langit-langit.
C.5.2.2.1. Dalam rangka menggunakan gambar C.5.2.1.1 (a), (b) atau (c) untuk
menentukan jarak pemasangan dari suatu detektor asap , perencana harus terlebih dahulu
menyeleksi Qd, ambang ukuran api menyala pada mana pendeteksian dikehendaki.
C.5.2.2.2. Sebagai tambahan pada ambang ukuran api menyala, Qd , perencana harus
mempertimbangkan perkiraan nilai pertumbuhan api. Gambar C.5.2.1.1 (a), (b) dan (c)
digunakan untuk pertumbuhan api yang menyala tingkat cepat, medium dan lambat, pada
gilirannya lihat tabel C.2.2.2.1 (a) untuk nilai pelepasan panas dan nilai pertumbuhan api.
C.5.2.2.3. Sebagai suatu contoh, untuk menentukan jarak pemasangan dari sebuah
detektor asap pada plafon ketinggian 9,1 m (30 ft) yang diperlukan untuk mendeteksi suatu
750 Btu / detik api yang bertumbuh pada nilai medium, gunakan C. 5.2.1.1.

158 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.5.2.1.1.a. Detektor asap api cepat

159 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.5.2.1.1.b : Detektor asap api sedang.

160 dari 165

SNI 03-3985-2000

Gambar C.5.2.1.1.c. : Detektor asap api lambat.

161 dari 165

SNI 03-3985-2000

Contoh 3.
a).

b).

Diketahui :
1).

Ketinggian langit-langit = 9,1 m ( 30 ft ).

2).

Qd = 750 Btu/detik ( 791 kW ).

3).

Laju pertumbuhan api = sedang.

Jarak antara :
Dari gambar C.4.2.1.1.b, menggunakan kurva 750 Btu/detik
antara pemasangan adalah 12,8 m ( 41 ft ).

( 791 kW ), jarak

Sebagai contoh lain, perhitungan suatu ketinggian langit-langit 6,1 m (20 ft) dengan ambang
ukuran api 250 Btu / detik, pertumbuhannya pada laju medium.

Contoh 4.
a).

b).

Diketahui :
1).

Ketinggian langit-langit = 6,1 m ( 20 ft ).

2).

Qd = 250 Btu/detik = 264 kW.

3).

Nilai pertumbuhan api = sedang.

Jarak antara :
Dari gambar C.4.2.1.1.b, menggunakan kurva 250 Btu/detik ( 264 kW ), jarak
pemasangan detektor asap adalah 9,1 m ( 30 ft ) dimana perpotongan antara garis
vertikal 6,1 m ( 20 ft ) dan kurva Qd = 250, jatuh di dalam daerah yang remang
(bayang- bayang) di bawah jarak 9,1 m (30 ft), lihat gambar C.4.2.1.2.

Catatan :
Laju pertumbuhan api yang lambat dan cepat, keduanya akan menghasilkan jarak antara yang sama
9,1 m ( 30 ft ), menggunakan gambar C.5.2.1.(c) dan C.5.2.1.(a).

C.5.2.2.4. Jarak antara detektor asap yang kurang dari 9,1 m (30 ft) dapat digunakan untuk
pendeteksian nyala api apabila tidak terdapat detektor jenis lain dan apabila kondisi
lingkungan memungkinkan penggunaan detektor asap.

C.6.

Pertimbangan teoritis

C.6.1.

Pengenalan

Metode perencanaan dari lampiran ini adalah hasil bersama dari pekerjaan percobaan yang
luas dan model matematis dari panas dan menyertakan proses perpindahan massa. Bagian
ini menggaris-bawahi model dan korelasi data yang digunakan untuk menghasilkan data
perencanaan yang di paparkan dalam lampiran ini. Hanya prinsip prinsip umum yang
disebutkan. Banyaknya informasi detail dapat ditemukan dari referensi referensi.
C.6.2.

Korelasi temperatur dan kecepatan

Dalam rangka untuk memprediksi operasi dari setiap detektor, adalah perlu untuk
mengkarakteristikkan lingkungan setempat (lokal) yang ditimbulkan oleh api pada lokasi
detektor. Untuk sebuah detektor panas, variable penting adalah temperatur dan kecepatan
dari gas pada detektor. Melalui program pengujian dengan skala penuh dan penggunaan

162 dari 165

SNI 03-3985-2000

tehnik modal matematis, penampilan umum untuk temperatur dan kecepatan pada lokasi
detektor telah di kembangkan (1,2,8,9).
Penampilan adalah berlaku untuk api yang bertumbuh mengikuti Q = Xt2 , dimana Q adalah
nilai pelepasan panas api teoritis, X adalah koefisien kerapatan api, karakteristik dari bahan
bakar tertentu dan karateristik dan t adalah waktu.

Perhitungan yang digunakan untuk memproduksi kurva jarak mengasumsikan bahwa rasio
dari pelepasan panas perpindahan aktual terhadap pelepasan panas teoritis untuk semua
jenis bahan bakar adalah sama dengan rasio untuk api suatu pondok kecil kayu.
C.6.3.

Model detektor panas

Pemanas dari detektor panas diberikan oleh persamaan (i) ;

dTd ( 1 )
( Tg - Td ).
=
dt

dimana :
Td

= Laju temperatur detektor.

Tg

= Temperatur gas pada detektor

= Konstant waktu detektor (DET TC)

Konstant waktu adalah ukuran kepekaan detektor dan besarnya ;

MC
hA

dimana ;
M

= Massa elemen detektor

= Panas spesifik dari elemen detektor

Koefisien perpindahan panas konveksi.

Luas permukaan dari elemen detektor

h bervariasi kira kira akar dua dari kecepatan gas, U


Adalah lazim membicarakan konstant waktu pada kecepatan referensi U0 = 5 ft / detik.
= 0. (Uo / U)1/2 .
dapat diukur sangat mudah dengan test coupling [plunge test (3)]. Itu dapat juga
dihubungkan kepada jarak terdaftar dari detektor melalui perhitungan. Tabel C.3.2.1.1.
adalah hasil dari perhitungan ini.
Model ini menggunakan temperatur dan kecepatan gas pada detektor untuk memprediksi
kenaikan temperatur dari elemen detektor. Bekerjanya detektor terjadi ketika kondisi yang
telah diset lebih dalam sudah tercapai.
Kepekaan detektor dapat juga disampaikan di dalam unit yang bebas dari kecepatan udara
yang digunakan dalam pengetesan untuk menentukan konstanta waktu.
Ini dikenal sebagai indeks waktu respons (RTI).
RTI = . U

163 dari 165

SNI 03-3985-2000

Nilai RTI karenanya dapat diperoleh dengan memperkalikan nilai t0 dengan U0 ; sebagai
contoh, bila U0 = 5 ft/detik, suatu nilai t0 = 30 detik berhubungan dengan suatu RTI = 35,9
detik m (atau = 67,1 detik ft ).
Suatu detektor yang mempunyai RTI =35,9 detik m (atau=67,1 detik ft) akan
mempunyai nilai t = 23,7 detik, jika diukur di dalam suatu kecepatan udara 8 ft / detik.
C.6.4.

Pertimbangan temperatur sekeliling

(Referensi juga pada butir 4.2.1.2). Temperatur sekeliling maksimum yang diperkirakan
untuk terjadi pada langit-langit memerintahkan pemilihan rentang temperatur untuk
pemakaian detektor temperatur-tetap. Tetapi temperatur sekeliling minimum pada langitlangit memberikan kondisi kasus terjelek untuk reaksi (respons) dari detektor itu terhadap
api. Massa panas spesifik, koefisien perpindahan panas, dan luar permukaan dari elemen
pengindera suatu detektor membentuk karakteristik konstanta waktu detektor itu. Waktu
korelasi oleh suatu detektor yang ada (given) kepada suatu api yang diberikan (given) hanya
tergantung pada konstant waktu detektor dan perbedaan antara rentang temperatur dan
temperatur sekeliling pada detektor ketika api mulai terjadi.
Ketika temperatur sekeliling pada plafon menurun, banyak panas dari suatu api akan
dibutuhkan untuk membawa udara sekitar elemen pengindera detektor naik ke temperatur
pengenalnya (rated); ini menterjamahkan ke reaksi yang lebih rendah dan dalam kasus dari
suatu api yang sedang berkembang, suatu ukuran api yang lebih besar pada saat
pendeteksian. Di dalam suatu ruangan atau area pekerjaan yang mempunyai sistem
pemanasan sentral, temperatur sekeliling minimum biasanya 21,1C (70F). Pergudangan
pemilikan tertentu hanya dipanaskan secukupnya untuk menghindari pembekuan pada pipa
air ; pada kasus itu temperatur sekeliling minimum dipertimbangkan 2 C (35F) sekalipun
selama beberapa bulan dalam setahun temperatur sekeliling aktual adalah lebih tinggi.
Suatu bangunan yang tidak dipanaskan perlu di asumsikan mempunyai temperatur sekeliling
sangat minimum, atau lebih rendah.
C.6.5.

Analogi panas dan asap model detektor asap.

Untuk detektor asap, temperatur gas pada detektor tidak secara langsung relevan kepada
pendeteksian, tetapi konsentrasi massa dan ukuran distribusi dari partikel adalah relevan.
Untuk banyak jenis asap, konsentrasi massa dari partikel adalah proporsional secara
langsung terhadap kerapatan optik dari asap, Do. Suatu korelasi umum untuk api menyala
telah ditunjukkan keberadaannya antara kenaikan temperatur optik. Jika kerapatan optik
pada mana detektor bereaksi, Do, diketahui dan bebas dari ukuran distribusi partikel, reaksi
dari detektor dapat diperkirakan sebagai suatu fungsi dari nilai pelepasan panas.
Pelepasan panas dari pembakaran bahan bakar, nilai dari pertumbuhan api, dan ketinggian
plafon, mengasumsikan bahwa korelasi diatas itu terjadi.
Namun demikian, ionisasi yang lebih popular dan detektor pencari cahaya menunjukkan
perbedaan yang besar Do ketika ukuran distribusi partikel berubah; selanjutnya, ketika Do
untuk detektor ini diukur dalam rangka memprediksi reaksi, pengujian dengan menggunakan
aerosol harus sangat hati hati dikontrol agar ukuran distribusi partikel adalah konstant

164 dari 165

SNI 03-3985-2000

Bibliografi
1

Heskestad, G, The Initial Convective Flow in Fire: Seventeenth Symposium on


Combustion, The Combustion Institute, Pittsburg, PA ( 1979 ).

Heskested, G and Delichatsios, M.A. Environments of Fire Detector Phase I :


Effect of Fire Size, Ceiling Heught and Material. Volume I Measurement
(NBS-GCR-77-86), Volume II Analysis (NBS-GCR-77-95), Natinal Technical
Information Services (NTIS), Springfield, VA 22153.

Hekestad, G: Investigation of a New Sprinkler Sensitivity Approval Test: The


Plunge Test, FMCR Tech.Report 22485, Factory Mutual Research Corporation,
1151 Providence Turnpike, Norwood, MA 02062.

Heskestad, G: Characterization of Smoke Entry and Response for Products-ofCombustion Detectors, Preceeding, 7th International Conference on Problems
of Automatic Fire Detection, Rheinish-Westfalischen Technischen Hochschule
aachen (March 1975).

Vytenis babrauskas, J.Randall Lawson, W.D.Walton and Williams H.Twilley :


Natinal Bureau of Standards : Upholstered Furniture Heat Release Rates
Measured With a Furniture Calorimeter, Dec. 1982 (NBSIR 82-2604).
U.S.Dept. of Commerce, Natinal Bureau of Stabdards, Natinal Engineering
Laboratory Center for Fire Research, Washington.D.C. 20234.

NFPA 204M, Standard on Smoke and Heat Venting, Natinal Fire Protection
Association, Batterymarch Park, Quincy, MA 02269.

J.R. Lawson, W.D. Walton and H.W.Twilley, Fire Performance of Furnishing as


Measured in the NBS Furniture Calorimeter, Part I, U.S. Departement of
Commerce, National Bureau of Standards, National Engineering Laboratory,
Center for Applied Mathematics, Center of Research, Washington D.C, Number
NBSIR 83-1787, August 1983.

R.Schifiliti, Use of Fire Plume Theory in the Design and Analysis of Fire
Detector and Sprinkler Response, Masters Thesis, Worcester Polytechnic
Institute, Center of Firesafety Studies, Worcester, M.A, 1986.

C.Beyler, A Design Method for Flaming Fire Detection, Fire Technology,


Volume 20, Number 4, November 1984.

10

S.D.Evans and D.W.Stroup, Methods to Calculate Response Tome of Heat and


Smoke
Detectors
Installed
Below
Large
Unobstructed
Ceilings,
U.S.Department of Commerce, National Bureau of Standards, National
Engineering Laboratory, Washington.D.C, Number NBSIR 85-3167, February
1985, Issued July 1986.

11

Alpert, Ceiling Jets, Fire Technology, August 1972. Alpert and Ward, SFPE
Technology Report 1984.

165 dari 165

SNI 03 6481 - 2000


Kembali

Sistem plambing - 2000.


1.

Ruang lingkup.

1.1.

Sistem plambing baru.

Standar sistem plambing ini berlaku bagi sistem plambing yang baru dan bagian dari
padanya yang dipasang setelah standar ini dinyatakan efektif berlaku.
1.2.

Sistem plambing yang sudah ada.

1.2.1.

Umum.

Standar ini berlaku untuk sistem plambing yang sudah ada, apabila :
a).

fungsi penggunaannya diubah setelah standar ini efektif berlaku.

b).

bangunan gedung tersebut kemudian masuk ke dalam daerah berlakunya standar ini.

c).

diadakan perubahan atau penambahan melebihi setengah panjang pipa dalam sistem
plambing yang sudah ada.

1.2.2.

Penambahan atau perubahan.

a).

Penambahan atau perubahan harus dilaksanakan sesuai standar ini.

b).

Bila penambahan atau perubahan yang menyebabkan unit beban plambing lebih pada
suatu bagian dari sistem yang sudah ada, maka bagian tersebut harus juga sesuai
dengan standar ini.

1.2.3.

Perbaikan atau penggantian.

Perbaikan atau penggantian pada sistem yang sudah ada harus dilaksanakan dengan cara
dan pengaturan yang sama seperti pada sistem semula, dengan syarat bahwa perbaikan
atau penggantian tersebut dilaksanakan dengan cara yang aman dan sehat.
1.2.4.

Pemakaian terus sistem yang sudah ada.

Standar ini tidak mensyaratkan bahwa sistem yang sudah ada perlu dibongkar, diubah,
ditinggalkan ataupun dicegah pemakaiannya, kecuali apabila ada ketentuan lain dalam
standar ini.
1.3.

Pemeliharaan.

Sistem plambing yang diatur oleh standar ini harus dipelihara dengan cara yang aman dan
sehat sesuai ketentuan dalam standar ini.
1.4.

Pelaksanaan.

Sistem plambing harus dipasang dan dibangun dengan cara yang baik, mematuhi standar ini
dan standar lain yang relevan dengan bagian manapun dari sistem plambing, serta standar
yang berlaku dalam industri konstruksi, selama tidak bertentangan dengan standar ini.
1.5.

Pelanggaran.

Pemasangan, perluasan, perubahan, perbaikan atau pemeliharaan sistem plambing


dianggap suatu pelanggaran bila tidak mengikuti standar ini.

2.

Acuan.

a).

National Plumbing Code (NPC).

b).

ICC, BOCA, ICBO, SBCCI : INTERNATIONAL PLUMBING CODE, 2000,

1 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.

Istilah dan definisi.

3.1.
air buangan.
semua cairan yang dibuang, tidak termasuk air hujan.
3.2.
air buangan industri.
buangan dari proses industri yang tidak mengandung kotoran manusia.
3.3.
air kotor.
semua air yang bercampur dengan kotoran-kotoran dapur, kamar mandi, kloset dan
peralatan-peralatan pembuangan lainnya.
3.4.
air kotoran.
air limbah yang hanya mengandung kotoran manusia.
3.5.
air limbah.
semua jenis air buangan yang mengandung kotoran manusia, binatang atau tumbuhtumbuhan.
3.6.
air minum.
air yang dibenarkan untuk diminum, dimasak, dan keperluan rumah tangga lainnya, yang
sesuai dengan SNI 01-0220-1987 tentang Air minum (ICS .13.06.20).
3.7.
air penutup.
air yang berfungsi sebagai penutup dan penahan bau, yang terdapat dalam perangkap alat
plambing.
3.8.
air penutup dalam.
air penutup yang mempunyai kedalaman sekurang-kurangnya 10 cm;
3.9.
alat plambing.
penampung yang terpasang pada sistem plambing yang dapat menerima air minum atau air
buangan dan mengalirkannya ke saluran pembuangan sistem plambing tersebut.
3.10.
alat plambing ekuivalen.
alat plambing yang mempunyai sifat penggunaan yang sama.

2 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.11.
aliran balik.
aliran air atau cairan lainnya yang berasal dari suatu sumber ke dalam pipa distribusi air
minum.
3.12.
ambang punuk.
bagian yang tertinggi pada bagian dalam permukaan dasar punuk perangkap.
3.13.
bak air mandi.
bak penampung air yang digunakan untuk mandi dengan gayung.
3.14.
bak cuci.
bak yang digunakan untuk mencuci yang pada umumnya ditempatkan di dapur,
laboratorium, industri dan tempat cuci lainnya.
3.15.
bak cuci dapur komersial.
bak cuci yang digunakan untuk mencuci peralatan masak dan peralatan makan pada hunian
usaha.
3.16.
bak cuci tangan.
bak yang digunakan untuk mencuci tangan dan muka.
3.17.
bak kontrol.
suatu bak yang berguna untuk pemeriksaan dan pemeliharaan riol.
3.18.
bibir taraf banjir.
bagian tepi atas suatu penampungan yang meluapkan air.

Gambar 3.18 : Bibir taraf banjir.

3 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.19.
buangan berbahaya.
buangan yang dapat mencemari lingkungan.
3.20.
cabang.
bagian dari sistem pipa yang bukan merupakan pipa tegak atau pipa utama.
3.21.
celah udara.
jarak tegak pada udara bebas antara lubang terendah suatu pipa atau kran dengan bibir
taraf banjir alat plambing atau tangki.
3.22.
dibenarkan.
dibenarkan atau disetujui oleh instansi yang berwenang.
3.23.
drainase gedung.
saluran pembuangan gedung yang hanya menyalurkan air hujan.
3.24.
gedung.
bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu lingkungan sebagian atau
seluruhnya pada, di atas, atau di dalam tanah dan atau perairan secara tetap yang berfungsi
sebagai tempat manusia untuk melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosialbudaya, dan kegiatan lainnya.
3.25.
hunian industri.
bangunan yang terutama digunakan atau diperuntukkan bagi pembuatan atau pengolahan
produk yang memerlukan pengerjaan seperti : pembuatan, pemasangan, perbaikan dan
pembersihan.
Hunian Industri meliputi antara lain : pabrik perakitan, pabrik gas, pembangkit tenaga listrik,
instalasi pengolahan air, bengkel, laboratorium industri dan kimia, dan tempat pengolahan.
3.26.
hunian kumpulan.
bangunan yang terutama digunakan atau diperuntukkan bagi tempat berkumpul untuk
hiburan, rekreasi, atletik, olahraga, kemasyarakatan, sosial politik, makan, pendidikan,
pertunjukan, kepatriotan, keagamaan, atau kegiatan sejenis lainnya.
Hunian kumpulan meliputi antara lain : tempat hiburan, bioskop, tempat bowling, panti
mandi, kelab malam, restoran, penginapan, gedung pameran, gedung pameran seni, gedung
kesenian, ruang tari, panggung kehormatan, museum, gelanggang pertandingan dan
stadion, gelanggang skate, ruang senam, ruang pengadilan, stasiun penumpang darat, laut,

4 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

udara dan bawah tanah, perkemahan, ruang kuliah, sekolah dan tempat pendidikan, tempat
peribadatan dan kamar jenazah.
3.27.
hunian lembaga.
bangunan yang terutama dihuni, digunakan atau diperuntukkan bagi orang yang tinggal atau
ditahan dibawah pengawasan.
Berdasarkan kegiatan pemilikannya atau penghuninya terbagi dalam :
a).

Hunian Lembaga yang diawasi,


mencakup tetapi tidak terbatas pada asrama dan lingkungan perumahan untuk
pegawai, staf dan untuk orang yang kegiatannya tidak terikat, yang tinggal di bawah
pengawasan;

b).

Hunian Lembaga terbatas,


digunakan untuk orang yang kegiatannya terbatas karena sakit, umur, gangguan
jasmani atau jiwa, mencakup tetapi tidak terbatas pada lembaga pengawasan anakanak, panti penitipan anak balita, penampungan orang sakit dan cacat, rumah sakit,
lembaga sosial dan sanatorium tetapi tidak termasuk tempat tetirah, perawatan dan
panti wreda (lansia) yang tergolong dalam rumah tinggal banyak keluarga.

c).

Hunian Lembaga tahanan,


digunakan untuk orang yang ditahan, yang diamankan di rumah sakit jiwa,
pemeriksaan dan untuk tujuan penghukuman, mencakup tetapi tidak terbatas pada
rumah tahanan, rumah pemeriksaan, penjara perdata, rumah sakit jiwa, lembaga
pemasyarakatan, kamar tahanan, penjara pidana, dan lembaga pemasyarakatan anakanak nakal.

3.28.
hunian niaga.
bangunan yang terutama digunakan atau diperuntukkan bagi peragaan dan penjualan
barang dan barang dagangan.
3.29.
hunian penyimpanan/gudang.
bangunan yang terutama digunakan atau diperuntukkan bagi penyimpanan barang, barang
dagangan, produk, kendaraan atau hewan.
Hunian gudang meliputi antara lain : depo minyak, penyimpanan batu bara, penimbunan
kayu, gudang biji-bijian, gudang persediaan, gudang perusahaan pengangkutan, gudang
pendingin, gudang transit.
3.30.
hunian sementara.
bangunan bukan rumah tinggal yang hunian utamanya, penggunaannya atau peruntukannya
tidak termasuk dalam golongan yang telah disebutkan diatas, bagian atau yang ditunjang
oleh suatu bangunan dan bangunan yang bersifat sementara.
Hunian sementara mencakup tetapi tidak terbatas pada bangunan sementara yang didirikan
di tempat pelaksanaan pembangunan.

5 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.31.
hunian usaha.
bangunan yang terutama digunakan atau diperuntukkan bagi lalu lintas pelayanan tata
usaha, bisnis umum, jasa keahlian, dan bangunan yang disamping pengguna utamanya
sewaktu-waktu digunakan pula untuk tempat pengerjaan barang, perabotan, atau barang
dagangan dalam jumlah terbatas.
Bangunan yang sewaktu-waktu digunakan antara lain adalah : kios surat kabar, warung
makan, tempat potong rambut, salon kecantikan dan tempat pelayanan yang sejenis.
Hunian usaha meliputi antara lain : stasiun kereta, pemancar, gedung tata usaha umum,
laboratorium selain laboratorium kimia, gedung perkantoran, kantor usaha, tempat parkir,
kantor jasa keahlian yang sewaktu-waktu digunakan untuk pengguna utama dan kantor
telepon.
3.32.
interval cabang.
bagian dari pipa tegak dengan panjang minimal 2,5 m, yang sesuai dengan tinggi satu
tingkat, dimana cabang-cabang pipa datar dari satu tingkat/lantai disambungkan pada
bagian pipa tegak tersebut.

Gambar 3.32 : Interval cabang.


3.33.
jaringan pembuangan bawah gedung.
jaringan pembuangan gedung yang menyalurkan air buangannya tidak dengan gravitasi ke
dalam riol gedung.
3.34.
katup pelampung.
katup yang dapat membuka dan menutup karena turun naiknya pelampung yang terapung
dipermukaan air.

6 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.35.
katup pengglontor.
alat yang dipasang dalam tangki pengglontor untuk mengatur pengglontoran alat plambing.

Gambar 3.35. : Katup pengglontor.


3.36.
katup.
alat yang mengatur aliran cairan.
3.37.
kloset.
tempat buang air besar dan kecil.
3.38.
lekuk atas.
bagian terendah pada bagian dalam permukaan atas lekuk perangkap (gambar 3.50).
3.39.
lekuk bawah.
bagian bawah dari perangkap yang mengubah aliran ke bawah menjadi ke atas (gambar
3.50).
3.40.
lubang pembersih.
lubang yang digunakan untuk membersihkan pipa air kotor.

Gambar 3.40. : Lubang pembersih.

7 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.41.
lubang pemeriksa.
lubang yang dapat dimasuki orang untuk melakukan pemeriksaan dan perbaikan.
3.42.
lubang pengeluaran air.
lubang pada sistem penyediaan air minum yang mengeluarkan air ke dalam alat plambing,
sistem udara kecuali ke tangki terbuka yang merupakan bagian dari sistem penyediaan air
minum, sistem pemanas gedung dan alat perlengkapan yang bukan bagian dari sistem
plambing yang memerlukan air kerja.
3.43.
ofset.
jarak perpindahan jalur pipa dengan sudut tertentu.

Gambar 3.43. : Ofset.


3.44.
panjang ukur.
panjang pipa yang diukur sepanjang sumbu pipa.

Gambar 3.44.: Panjang ukur.


3.45.
instansi yang berwenang.
instansi yang ditunjuk untuk mengatur agar standar ini dipatuhi.
3.46.
pencegah aliran balik.
alat atau cara untuk mencegah aliran balik ke dalam pipa air minum.

8 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 3.46. : Alat pencegah aliran balik.


3.47.
pengering alat plambing.
pipa pembuangan yang menghubungkan perangkap alat plambing dengan pipa
pembuangan lainnya.

Gambar 3.47.: Pengering alat plambing


3.48.
pengisi alat plambing.
pipa air minum yang menghubungkan alat plambing dengan pipa cabang air minum atau
dengan pipa utama air minum.

Gambar 3.48.: Pengisi alat plambing.


3.49.
penutup perangkap.
adalah jarak tegak antara ambang punuk dan lekuk atas.(Gambar 3.50).
3.50.
perangkap.
penyambung atau alat yang digunakan dan dibuat sedemikian rupa sehingga, bila diberi ven
akan membentuk air penutup yang mencegah aliran udara kembali dari jaringan drainase
tanpa mengganggu aliran yang melaluinya.

9 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 3.50. : Perangkap.


3.51.
perangkap gedung.
alat penyambung atau susunan penyambung yang dipasang pada saluran pembuangan
gedung untuk mencegah agar gas dari riol gedung tidak masuk dan beredar melalui jaringan
drainase gedung di dalam suatu gedung.

Gambar 3.51. : Perangkap gedung.


3.52.
perangkap terpadu.
perangkap yang menjadi satu dengan alat plambing.
3.53.
peturasan palung.
peturasan yang terdiri dari palung menerus. Palung tersebut membentang di bawah 2 buah
dudukan atau lebih yang berdekatan.
3.54.
peturasan.
tempat buang air kecil untuk laki-laki.

10 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.55.
pipa dinas.
pipa-pipa yang menghubungkan pipa air minum atau sumber air minum dengan pipa persil
air minum.
3.56.
pipa induk.
pipa utama penyediaan air minum.
3.57.
pipa pembuangan tidak langsung.
pipa pembuangan, atau pengering yang tidak berhubungan langsung dengan sistem
pembuangan, tetapi menyalurkan air buangannya melalui celah udara ke dalam alat
plambing atau penampung yang dihubungkan langsung dengan sistem drainase.

Gambar 3.57.: Pipa pembuangan tidak langsung


3.58.
pipa persil air minum.
pipa dalam persil yang mengalirkan air minum ke alat plambing atau alat lainnya.

Gambar 3.58 : Pipa persil air minum.


3.59.
pipa tegak air minum.
pipa penyediaan air minum tegak yang panjangnya sekurang-kurangnya satu tingkat, yang
menyalurkan air minum ke pipa cabang atau alat plambing.

11 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.60.
pipa tegak.
pipa yang dipasang tegak untuk mengalirkan air minum, air buangan atau untuk ven.

Gambar 3.60.: Posisi pipa tegak.


3.61.
plambing.
segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan pemasangan pipa dengan
peralatannya di dalam gedung atau gedung yang berdekatan yang bersangkutan dengan: air
hujan, air buangan dan air minum yang dihubungkan dengan sistem kota atau sistem lain
yang dibenarkan.
3.62.
punuk perangkap.
bagian atas dari perangkap yang mengubah aliran ke atas menjadi ke bawah. (Gambar
3.50).
3.63.
riol gedung gabungan.
riol gedung yang menyalurkan air limbah dan air hujan.
3.64.
riol gedung.
bagian dari jaringan air limbah yang membentang dari ujung saluran pembuangan air
buangan gedung dan menyalurkan buangannya sampai dengan bak kontrol.
3.65.
riol kota.
riol di luar persil yang disediakan untuk umum.

12 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.66.
riol persil.
riol yang menghubungkan bak kontrol dengan riol kota atau tempat pembuangan lainnya
yang dibenarkan oleh instansi berwenang.
3.67.
riol.
pipa yang digunakan untuk menyalurkan air limbah.
3.68.
rumah pangsa.
Gedung yang terdiri dari tiga unit tempat tinggal atau lebih.
Gedung yang terdiri dari fasilitas duduk, sanitasi dan tempat tidur yang dihuni oleh satu atau
dua keluarga dan terdiri lebih dari 4 orang penghuni pada tiap keluarga.
Gedung bukan rumah tinggal untuk satu atau dua keluarga dengan satu kamar tidur atau
lebih yang digunakan oleh penghuni tetap ataupun tidak tetap yang membayar.
Gedung dengan akomodasi tidur untuk lebih dari 50 orang yang diisi atau dihuni sebagai
rumah klab, barak, perkumpulan ataupun penggunaan yang sama.
Gedung yang digunakan atau dihuni sebagai rumah untuk orang yang baru sembuh, orang
tua, perawatan, tetapi tidak termasuk rumah sakit atau pelembagaan umum.
3.69.
rumah tinggal dua keluarga.
gedung yang diatur untuk dua unit rumah tinggal.
3.70.
rumah tinggal satu keluarga.
gedung yang diatur untuk satu unit rumah tinggal.
3.71.
rumah tinggal.
gedung yang terdiri tidak lebih dari dua unit rumah tinggal yang dihuni semata-mata untuk
tempat tinggal.
3.72.
saluran pembuangan gabungan gedung.
saluran pembuangan gedung yang menyalurkan air buangan dan air hujan.
3.73.
saluran pembuangan gedung.
bagian dari jaringan pembuangan yang menerima air buangan di dalam gedung dan
mengalirkannya ke riol gedung.

13 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.74.
saluran pengering bawah tanah.
saluran yang dipasang di dalam tanah untuk mengeringkan dan menyalurkan air tanah dan
air rembesan ke tempat pembuangan.
3.75.
selubung pipa.
pipa yang menyelubungi, melindungi pipa dan menembus dinding atau pondasi.

Gambar 3.75.: Selubung pipa.


3.76.
sistem drainase
bagian dari sistem plambing yang menyalurkan air hujan termasuk diantaranya adalah pipa
air hujan dan pipa air tanah.
3.77.
sistem pembuangan gravitasi gedung.
sistem pembuangan gedung yang menyalurkan air buangannya dengan gravitasi ke dalam
riol gedung.
3.78.
Sistem penyediaan air minum.
bagian dari sistem plambing yang terdiri dari :
a).

pipa dinas;

b).

katup pengatur pipa dinas;

c).

meter air;

d).

katup meter air yang diperlukan dan perlengkapan penguji.

e).

pompa air minum;

f).

tangki penyediaan air minum.

g).

tangki gabungan penyediaan air minum dan pemadaman kebakaran.

h).

alat untuk melindungi kualitas penyediaan air minum;

i).

pipa distribusi sampai ke lubang pengeluaran air untuk penyediaan air minum ke
sistem pemanas air gedung;

14 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.79.
sistem plambing yang sudah ada.
sistem plambing yang sudah dipasang sebelum ketentuan teknis ini berlaku.
3.80.
sistem plambing.
sistem penyediaan air minum, penyaluran air buangan dan drainase, termasuk semua
sambungan, alat-alat dan perlengkapannya yang terpasang di dalam persil dan gedung.
3.81.
sistem ven.
bagian dari sistem plambing yang terdiri dari pipa yang dipasang untuk sirkulasi udara ke
seluruh bagian dari sistem pembuangan dan mencegah terjadinya kerja sifon dan tekanan
balik pada perangkap.
3.82.
talang tegak.
pipa pembuangan atau pengering tegak yang digunakan untuk menyalurkan air hujan dari
atap atau talang.
3.83.
ujung buntu.
cabang yang berasal dari pipa air kotoran, pipa air buangan, pipa ven, saluran pembuangan
gedung, atau riol gedung yang panjangnya lebih dari 60 cm, pada ujungnya ditutup dengan
sumbat, dop atau penutup lainnya.

Gambar 3.83.: Ujung buntu


3.84.
ukuran pipa.
ukuran nominal yang berlaku.

15 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.85.
rumah tinggal.
bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang berhubungan satu sama
lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
3.86.
ven basah.
ven yang juga bekerja sebagai pipa pembuangan.

Gambar 3.86.: Ven basah.


3.87.
ven belakang.
bagian dari jalur ven yang menyambung langsung dengan suatu perangkap, di bawah atau
di belakang suatu alat plambing dan yang membentang sampai pipa tegak air kotoran atau
air buangan pada setiap titik yang terletak lebih tinggi dari alat plambing atau perangkap
yang dilayaninya.

Gambar 3.87.: Ven belakang


3.88.
ven bersama.
pipa ven yang dipasang pada titik pertemuan dua pengering alat plambing dan bekerja
sebagai ven untuk kedua alat plambing tersebut.

16 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 3.88.: Ven bersama.


3.89.
ven cabang.
pipa ven yang menghubungkan satu pipa ven individu atau lebih dengan pipa tegak ven atau
ven pipa tegak.

Gambar 3.89.: Ven cabang.


3.90.
ven lup.
ven cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan
penyambungan alat plambing terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke ven
pipa tegak.

17 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 3.90.: Ven lup.


3.91.
ven menerus.
ven tegak yang merupakan kelanjutan dari pipa pembuangan yang dilayaninya.

Gambar 3.91.: Ven menerus.


3.92.
ven pelepas.
pipa ven yang dipasang pada tempat khusus untuk menambah sirkulasi udara antara sistem
pembuangan dan sistem ven.

Gambar 3.92.: Ven pelepas

18 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3.93.
ven penghubung.
pipa yang menghubungkan pipa tegak air kotoran atau air buangan dengan pipa tegak ven
untuk mencegah perubahan tekanan dalam pipa tegak air kotoran atau air buangan.

Gambar 3.93.: Ven penghubung.


3.94.
ven pipa tegak.
perpanjangan pipa tegak air kotoran atau air buangan diatas cabang pipa pembuangan
teratas yang disambungkan dengan pipa tegak tersebut.

Gambar 3.94.: Ven pipa tegak.


3.95.
ven sirkit.
ven cabang yang melayani dua perangkap atau lebih dan berpangkal dari bagian depan
penyambungan alat plambing terakhir suatu cabang datar pipa pembuangan sampai ke pipa
tegak ven.

19 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 3.95.: Ven sirkit.


3.96.
ven sisi.
ven yang dihubungkan ke pipa pembuangan air kotoran atau pipa air buangan melalui fiting
dengan sudut tidak lebih dari 45 derajat terhadap vertikal.

Gambar 3.96.: Ven sisi.

4.

Persyaratan sistem plambing dan alat plambing.

4.1.

Sistem plambing.

Pada semua bangunan gedung harus disediakan sistem plambing guna membuang air
limbah dari semua alat plambing dan menyalurkan air dingin dan atau air panas ke semua
alat plambing.
4.2.

Persyaratan dan sifat mutu bahan.

4.2.1.

Bahan perlengkapan dan sistem plambing.

Perlengkapan dan sistem plambing harus dibuat dari bahan yang telah disetujui, bebas dari
cacad, direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga awet tanpa memerlukan
perbaikan maupun penggantian menyeluruh.
4.2.2.

Konsultasi dengan pejabat yang berwenang.

Sebelum pemasangan dilakukan, instalatir harus berkonsultasi dengan instansi yang


berwenang untuk menentukan ketahanan bahan dan sambungan yang/atau digunakan
sesuai dengan kondisi setempat.
4.2.3.

Petunjuk teknis dari pabrik.

Instalatir harus mentaati segala petunjuk dari Pabrik, antara lain mengenai pengangkutan,
pemasangan, pemeliharaan dan cara penggunaan barang yang dibuatnya, sehingga mutu

20 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

pelayanannya tidak berkurang karena kerusakan ketika pengangkutan, pemasangan


maupun karena salah pasang.
4.3.

Alat plambing.

4.3.1.

Syarat penempatan jumlah dan jenis alat plambing.

Alat plambing yang dipasang untuk hunian, harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
dalam pasal dan ayat dibawah ini. Alat plambing yang dipasang pada unit rumah tinggal atau
ruangan, harus pula memenuhi syarat.
4.3.2.

Rumah tinggal.

a).

Setiap rumah tinggal, harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :

b).

sebuah bak cuci dapur.

c).

sebuah kloset.

d).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

e).

sebuah tempat cuci tangan.

f).

sebuah pengering lantai.

4.3.3.
a).

b).

Rumah susun.
Setiap unit harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :
1).

sebuah bak cuci dapur.

2).

sebuah kloset.

3).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus.

4).

sebuah tempat cuci tangan;

5).

sebuah pengering lantai.

Disamping itu, setiap unit rumah tinggal harus dilengkapi dengan bak cuci pakaian atau
perlengkapan penyambungan untuk mesin cuci pakaian, kecuali bila unit rumah tinggal
tersebut disediakan untuk penghuni tidak tetap.
Setiap rumah susun harus juga dilengkapi dengan sebuah ruang cuci pakaian
bersama, dengan perlengkapan alat plambing sebagai berikut :

c).

d)..

1).

sebuah tempat cuci pakaian dengan dua bak untuk setiap 10 unit rumah tinggal,
atau

2).

sebuah mesin cuci pakaian untuk setiap 20 unit rumah tinggal;

Bila unit rumah tinggal tersebut hanya merupakan akomodasi tidur, maka untuk setiap
enam unit, harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :
1).

sebuah kloset.

2).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

3).

sebuah tempat cuci tangan;

4).

sebuah pengering lantai.

Bila unit rumah tinggal tersebut merupakan asrama, maka untuk setiap 15 orang harus
dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :
1).

sebuah kloset;

21 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

2).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

3).

sebuah tempat cuci tangan;

4).

sebuah pengering lantai.

5).

Jumlah kloset di ruang toilet laki-laki dapat diganti dengan peturasan tidak lebih
dari 13 jumlah kloset yang dipersyaratkan.

4.3.4.
a).

Hunian usaha.
Setiap hunian usaha, harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan kloset dan bak
cuci tangan untuk karyawannya sesuai tabel 4.3.4, mengenai jumlah kloset, bak cuci
tangan dan peturasan untuk hunian usaha.
Tabel 4.3.4.: Jumlah kloset, bak cuci tangan dan peturasan untuk hunian usaha.

Jumlah kloset

Jumlah
karyawan

Jumlah bak
cuci tangan

Jumlah
karyawan

Jumlah
peturasan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

1 ~ 10
11 ~ 30
31 ~ 50
51 ~ 75
76 ~ 105
106 ~ 145
146 ~ 185
186 ~ 225
226 ~ 265

1
2
3
4
5
6
7
8
9

1 ~ 20
21 ~ 40
41 ~ 60
61 ~ 80
81 ~ 100
101 ~ 125
126 ~ 150
151 ~ 175
176 ~ 205

1
2
3

Karyawan lebih dari 265 orang,


ditambahkan 1 kloset untuk
setiap pertambahan 40 orang
karyawan.

Karyawan lebih dari 205 orang,


ditambahkan 1 bak cuci tangan
untuk setiap pertambahan 30
orang karyawan.

Jumlah
karyawan lakilaki.
31 ~ 75
76 ~ 185
186 ~ 305

Karyawan lebih dari 305 orang,


ditambahkan 1 peturasan untuk
setiap pertambahan 120 orang
karyawan.

b).

Hunian usaha, harus dilengkapi dengan sebuah pancaran air minum atau alat
plambing sejenis untuk setiap 75 karyawan.

c).

Jumlah kloset di ruang toilet laki-laki dapat diganti dengan peturasan sekurangkurangnya 13 jumlah kloset yang dipersyaratkan, bila jumlah karyawan laki-laki lebih
dari 30 orang;

d).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah, serta harus mudah
dicapai.

4.3.5.

Hunian niaga.

Persyaratan untuk Hunian Niaga sama dengan persyaratan untuk Hunian Usaha .
4.3.6.

Hunian industri.

Setiap Hunian Industri, harus dilengkapi dengan alat plambing untuk karyawan, sesuai
dengan jumlah, jenis dan penempatannya seperti dipersyaratkan untuk hunian usaha,
kecuali industri pengecoran logam harus dilengkapi dengan kloset, bak cuci tangan dan
peturasan untuk karyawan sesuai dengan Tabel 4.3.6.

22 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 4.3.6. : Jumlah kloset, bak cuci tangan dan peturasan untuk hunian industri.
Jumlah
kloset
1
2
3
4
5

Jumlah
karyawan
1 ~ 10
11 ~ 25
26 ~ 50
51 ~ 80
81 ~ 125

Karyawan lebih dari 125 orang,


ditambahkan 1 kloset untuk
setiap pertambahan 45 orang
karyawan.

4.3.7.

Jumlah bak
cuci tangan
1
2
3
4
5

Jumlah
karyawan
1 ~ 10
21 ~ 40
41 ~ 60
61 ~ 80
81 ~ 100

Karyawan lebih dari 65 orang,


ditambahkan 1 bak cuci tangan
untuk setiap pertambahan 20
orang karyawan.

Jumlah
peturasan
1
2

Jumlah
karyawan
11 ~ 29
30 ~ 79

Karyawan lebih dari 79 orang,


ditambahkan 1 peturasan untuk
setiap pertambahan 50 orang
karyawan.

Hunian gudang.

Setiap hunian gudang, harus dilengkapi dengan alat plambing untuk karyawan sesuai
dengan jumlah, jenis dan penempatannya seperti yang disyaratkan untuk bangunan usaha.
Alat plambing tersebut boleh juga dipasang pada bangunan yang berdekatan, bila jarak
mendatar dari tempat kerja ke toilet tidak lebih dari 150 m dan kedua bangunan tersebut
berada dibawah satu pengelolaan.
4.3.8.
a).

Hunian kumpulan.
Hunian kumpulan, kecuali hunian ibadah dan sekolah, harus dilengkapi dengan alat
plambing berdasarkan kapasitasnya sesuai tabel 4.3.8.

Tabel 4.3.8.: Jumlah kloset, bak cuci tangan dan peturasan untuk hunian kumpulan.
Jumlah kloset

Jumlah
pengunjung

Jumlah bak
cuci tangan

Jumlah
pengunjung

Jumlah
peturasan

1
2
3
4
5

1 ~ 100
101 ~ 200
201 ~ 400
401 ~ 700
701 ~ 1100

1
2
3
4
5

1 ~ 100
101 ~ 200
201 ~ 400
401 ~ 700
701 ~ 1100

1
2
3
4
5

Pengunjung lebih dari 1100


orang, ditambahkan 1 kloset
untuk setiap pertambahan 400
orang pengunjung.

Pengunjung lebih dari 1100


orang, ditambahkan 1 bak cuci
tangan untuk setiap pertambahan
400 orang pengunjung.

Jumlah
pengunjung lakilaki
1 ~ 100
101 ~ 200
201 ~ 400
401 ~ 700
701 ~ 1100

Pengunjung lebih dari 1100 orang,


ditambahkan 1 peturasan untuk
setiap pertambahan 400 orang
pengunjung.

b).

Pancaran air minum atau alat plambing sejenis harus disediakan untuk setiap 1000
orang pengunjung atau sekurang-kurangnya sebuah alat plambing sejenis tersebut
disediakan pada setiap tingkat bangunan atau balkon.

c).

Bila dalam ruangan proyektor terdapat lebih dari sebuah proyektor, maka harus
dilengkapi sekurang-kurangnya dengan : sebuah kloset dan sebuah bak cuci tangan di
lantai yang bersangkutan dan terletak 6 ~ 7 m dari ruang proyektor tersebut;

d).

Alat plambing untuk pengunjung dapat pula dipakai oleh karyawan, akan tetapi setidaktidaknya fasilitas toilet karyawan harus sesuai dengan jumlah dan jenis yang
disyaratkan untuk karyawan seperti pada bangunan usaha;

e).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan, harus terpisah serta harus mudah
dicapai.

23 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

4.3.9.

Hunian ibadah.

a).

Disamping alat plambing tersebut dibawah ini, untuk masjid, harus disediakan
sekurang-kurangnya satu kran wudhu setiap 50 orang jemaah. Untuk lebih dari 500
orang jemaah, harus ditambah dengan sebuah kran untuk setiap kenaikan 200 orang.

b).

Ditempat ibadah harus ada sekurang-kurangnya sebuah kloset dan sebuah bak cuci
tangan.

c).

Perlengkapan atau fasilitas tersebut diatas boleh berada pada bangunan yang
berdekatan letaknya, bila dibawah satu pengelolaan;

d).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah, serta harus mudah
dicapai.

4.3.10.
a).

Sekolah.

Di sekolah harus disediakan alat plambing untuk murid berdasarkan kapasitas hunian
dan sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
1).

sebuah kloset untuk setiap 100 orang murid laki-laki dan sebuah kloset untuk tiap
35 orang murid perempuan di Sekolah Dasar.

2).

sebuah kloset untuk tiap 100 orang murid laki-laki dan sebuah kloset untuk tiap
45 orang murid perempuan di Sekolah Menengah.

3).

sebuah bak cuci tangan untuk tiap 50 orang murid.

4).

sebuah peturasan untuk tiap 30 orang murid laki-laki.

5).

sebuah pancaran air minum atau alat plambing yang sejenis untuk tiap 150 orang
murid, tetapi sebuah alat plambing sejenis sekurang-kurangnya disediakan pada
tiap lantai yang ada ruang kelasnya.

b).

Bila terdapat lebih dari 5 orang karyawan dan guru, alat plambing harus disediakan
lagi, sekurang-kurangnya jenis dan jumlahnya sama seperti yang dipersyaratkan pada
hunian usaha.

c).

Alat plambing semacam ini harus diletakkan di ruang terpisah dari ruang alat plambing
yang disediakan bagi murid-murid.

d).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah dan mudah dicapai serta
mudah digunakan.

4.3.11.
a).

Hunian lembaga.

Lembaga yang diawasi, harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan alat plambing


sesuai ketentuan sebagai berikut :
Disetiap unit rumah tinggal sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan :

b).

1).

sebuah bak cuci dapur.

2).

sebuah kloset;

3).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

4).

sebuah bak cuci tangan;

5).

sebuah pengering lantai.

Bila akomodasi tidur diatur sebagai kamar terpisah, maka di dekat setiap enam kamar
tidur dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :

24 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

c).

d).

1).

sebuah kloset;

2).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

3).

sebuah bak cuci tangan;

4).

sebuah pengering lantai.

Bila akomodasi tidur diatur sebagai asrama, maka untuk setiap 15 orang penghuni,
pada tempat didekatnya harus dilengkapi sekurang-kurangnya dengan :
1).

sebuah kloset;

2).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus;

3).

sebuah bak cuci tangan;

4).

sebuah pengering lantai.

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan, kecuali yang terdapat dalam unit rumah
tinggal, harus terpisah dan mudah dicapai.

4.3.12.
a).

Hunian lembaga selain rumah sakit.

Hunian lembaga yang terbatas lingkup gerak penghuninya, kecuali rumah sakit harus
dilengkapi dengan alat plambing sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
Pada sebuah lantai sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan :
1).

sebuah kloset untuk setiap 25 orang penghuni laki-laki dan sebuah kloset untuk
setiap 20 orang penghuni perempuan.

2).

sebuah peturasan untuk setiap 50 orang penghuni laki-laki.

3).

sebuah bak cuci tangan untuk setiap 10 orang penghuni;

4).

sebuah dus untuk setiap 10 orang penghuni;

5).

sebuah pancaran air minum atau alat plambing sejenis untuk setiap 50 orang
penghuni.

b).

Fasilitas toilet untuk karyawan sekurang-kurangnya disediakan dalam jumlah dan jenis
yang sama seperti yang disyaratkan untuk bangunan usaha.

c).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah dan mudah dicapai.

4.3.13.

Rumah sakit.

Hunian lembaga yang terbatas lingkup gerak penghuninya, khususnya rumah sakit, harus
dilengkapi dengan alat plambing sesuai ketentuan berikut :
a).

untuk pasien, sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan :


1).

sebuah kloset dan sebuah bak cuci tangan untuk setiap 10 tempat tidur;

2).

sebuah dus, bak mandi atau bak air mandi untuk setiap 20 tempat tidur;

3).

sebuah pancaran air minum atau alat plambing sejenis untuk setiap tempat tidur.

b).

alat plambing untuk karyawan sekurang-kurangnya disediakan dalam jumlah dan jenis
yang sama seperti yang disyaratkan untuk bangunan usaha;

c).

fasilitas toilet untuk karyawan harus terpisah dari fasilitas toilet pasien;

d).

fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah dan mudah dicapai.

25 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

2.3.14.

Rumah sakit jiwa.

Hunian lembaga yang penghuninya dikurung, khusus rumah sakit jiwa, harus dilengkapi
dengan alat plambing sesuai dengan ketentuan sebagai berikut :
a).

Untuk pasien, sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan :


1).

sebuah kloset;

2).

sebuah bak cuci tangan;

3).

sebuah bak mandi atau bak air mandi atau dus untuk setiap 8 orang pasien;

4).

sebuah pancaran air minum atau alat plambing sejenis untuk tiap 50 tempat tidur.

b).

Alat plambing untuk karyawan, harus terdiri dari jenis dan jumlah yang sama seperti
yang disyaratkan untuk bangunan usaha;

c).

Fasilitas toilet karyawan, harus terpisah dari fasilitas toilet pasien;

d).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah dan mudah dicapai.

4.3.15.

Lembaga pemasyarakatan.

Hunian lembaga yang penghuninya dikurung, khusus lembaga pemasyarakatan, harus


dilengkapi dengan alat plambing sesuai ketentuan sebagai berikut :
a)

Untuk narapidana sekurang-kurangnya harus dilengkapi dengan :


1).

sebuah kloset, sebuah tempat cuci tangan dan sebuah pengering lantai di setiap
sel;

2).

sebuah dus untuk setiap 10 orang, ditempatkan di setiap lantai dimana sel itu
berada;

3).

sebuah kloset dan sebuah tempat cuci tangan ditempat olahraga.

b).

Alat plambing untuk karyawan, sekurang-kurangnya harus sama jumlahnya dan


jenisnya seperti yang disyaratkan untuk bangunan usaha;

c).

Fasilitas toilet karyawan, harus ditempatkan terpisah dari fasilitas toilet narapidana;

d).

Fasilitas toilet untuk laki-laki dan perempuan harus terpisah dan mudah dicapai.

4.3.16.

Kolam renang dan pemandian umum.

a).

Fasilitas dus untuk mandi di kolam renang umum dan tempat pemandian umum
lainnya, harus dipisahkan untuk laki-laki dan perempuan, harus mudah dicapai oleh
semua pengunjung pada setiap saat dan harus ditempatkan sedemikian rupa sebelum
memasuki daerah pemandian,

b).

Jumlah dan jenis alat plambing, sekurang-kurangnya harus terdiri dari :


1).

sebuah kloset untuk setiap 60 orang laki-laki;

2).

sebuah kloset untuk setiap 40 orang perempuan;

3).

sebuah peturasan untuk setiap 40 orang laki-laki;

4).

sebuah bak cuci tangan untuk setiap 60 orang laki-laki;

5).

sebuah bak cuci tangan untuk setiap 60 orang perempuan;

6).

sebuah dus untuk setiap 40 orang laki-laki;

7).

sebuah dus untuk setiap 40 orang perempuan.

26 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

c).

Untuk sekolah yang mempunyai kolam renang, jumlah dus sekurang-kurangnya harus
1 jumlah murid dari kelas yang terbesar.
3

4.3.17.

Rumah makan, kantin dan kafetaria.

Untuk mencuci peralatan masak dan peralatan makan, harus disediakan sekurangkurangnya satu mesin cuci atau tempat cuci berbak tiga yang cocok, untuk mencuci secara
efektif dan bersih sebelum alat-alat tersebut dipakai kembali. Untuk mesin cuci atau bak cuci
tersebut, harus digunakan air panas.
4.3.18.

Dapur rumah makan atau kantin.

Setiap dapur makan atau kantin harus menyediakan sekurang-kurangnya sebuah bak
tempat cuci tangan, khusus untuk keperluan karyawan dapur.
4.3.19.
a).

Berbagai macam hunian.

Fasilitas toilet sementara harus disediakan untuk pekerja yang sedang membangun
atau mengadakan perubahan, perbaikan, pembongkaran gedung pada suatu proyek
dengan dasar satu unit untuk tiap 30 orang.
Unit tersebut terdiri dari kloset biasa atau kloset kimia yang mudah dicapai oleh pekerja
dan harus terletak tidak lebih dari empat tingkat diatas atau dibawah tempat bekerja.
Unit tersebut harus terlindung dari pandangan dan bahaya kejatuhan benda ;

b).

Fasilitas toilet sementara itu harus dipelihara sesuai dengan persyaratan kesehatan,
sehingga selalu siap dipakai. Bila proyek telah selesai, fasilitas dan sistem
pembuangannya harus dibongkar, sekitarnya harus dibersihkan, didesinfeksikan dan
lubang kloset tersebut harus ditimbun dengan tanah yang baik dan bersih.

4.3.20.
tinggi.

Kemungkinan terkena bahan-bahan berbahaya atau suhu yang sangat

a).

Bila terdapat kemungkinan kontaminasi kulit oleh bahan beracun, bahan yang dapat
menimbulkan infeksi atau iritasi pada kulit, maka untuk tiap 5 orang pekerja harus
disediakan sebuah bak cuci tangan yang mudah dicapai;

b).

Bila terdapat kemungkinan terkena suhu yang tinggi, kontaminasi kulit oleh bahan
beracun, bahan yang dapat menimbulkan infeksi atau iritasi pada kulit, maka untuk
setiap 15 orang pekerja harus disediakan sekurang-kurangnya satu dus yang mudah
dicapai;

c).

Bila orang bekerja dengan bahan yang sangat mengiritasikan harus disediakan dus
darurat dalam jarak maksimum 10 m dari tempat bekerja tersebut. Dus ini tidak boleh
dilengkapi dengan air panas, dan tidak pula diperlukan pengering lantai.

4.3.21.

Cara basah untuk mengurangi debu.

Bila cara basah ini dipergunakan, maka lantai ruang tersebut sekurang-kurangnya harus
dilengkapi dengan sebuah pengering lantai.

5.

Alat plambing, perangkap alat plambing dan alat penangkap.

5.1.

Mutu alat plambing.

Alat plambing harus mempunyai permukaan yang halus dan rapat air, tahan lama untuk
digunakan, bebas dari kerusakan dan tidak mempunyai bagian kotor yang tersembunyi.

27 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.2.

Kloset dan peturasan.

5.2.1.

Jenis Kloset.

Jenis kloset terlarang adalah ;


a).

Kloset yang mempunyai penutup yang tersembunyi atau ruangan yang tidak
berventilasi atau berdinding yang tidak dapat tercuci dengan sempurna pada tiap
pengglontoran;

b).

Kloset yang isinya dapat terhisap balik ke dalam tangki pengglontor.

Gambar 5.2.1.a.: Berbagai jenis kloset duduk dan jongkok

Gambar 5.2.1.b.: Berbagai jenis kloset duduk dan jongkok

28 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.2.2.

Jenis Peturasan.

a).

Jenis peturasan yang dilarang adalah jenis peturasan palung yang tidak memenuhi
persyaratan pengglontoran;

b).

Jenis peturasan yang harus dipakai adalah jenis peturasan yang dilengkapi dengan
pancuran air.

Gambar 5.2.2.a.: Jenis peturasan

Gambar 5.2.2.b : Peturasan palung

29 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.2.3.

Kloset umum.

Kloset umum harus berjenis memanjang.


5.2.4.

Kloset anak-anak.

Di sekolah, perawatan anak-anak dan hunian lainnya yang sejenis, alat plambing yang
disediakan untuk anak-anak harus sesuai ukuran anak-anak.
5.2.5.

Tempat duduk kloset.

Kloset duduk harus dilengkapi dengan tempat duduk dari bahan yang halus dan tidak
menyerap air. Tempat duduk yang terpadu dengan potnya, harus mempunyai bahan yang
sama dengan bahan potnya. Tempat duduk kloset yang digunakan untuk keperluan umum,
harus mempunyai jenis yang terbuka pada bagian depannya.
5.2.6.

Dinding dan lantai peturasan.

Dinding dan lantai yang berdekatan dengan peturasan harus diselesaikan dengan bahan
yang tahan karat dan rapat air sekurang-kurangnya sepanjang 30 cm di depan bibir
peturasan, 30 cm dari kedua tepinya dan 120 cm diatas lantai.
5.2.7.

Pengglontoran.

Alat pengglontoran harus dipasang pada setiap kloset dan peturasan kecuali apabila
dikehendaki lain dan harus direncanakan, dipasang sedemikian rupa sehingga dapat
memberikan kapasitas dan kecepatan air yang cukup untuk mengglontor kloset dan
peturasan dengan sempurna.
5.3.

Alat pengglontor.

5.3.1.

Kapasitas tangki pengglontor.

Alat pengglontor harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengglontor secara
sempurna, kloset atau peturasan yang dilayaninya.
5.3.2.

Tangki pengglontor terpisah.

Alat pengglontor tidak boleh melayani lebih dari satu peturasan, kecuali apabila hal tersebut
dibenarkan. Sebuah alat pengglontor dapat digunakan untuk mengglontor lebih dari satu
peturasan dengan syarat bahwa alat pengglontor tersebut harus bekerja secara otomatis
dan mempunyai kapasitas yang cukup untuk menyediakan air yang dibutuhkan guna
pengglontoran dan pembersih peturasan secara sempurna pada saat yang bersamaan.
5.3.3.

Pipa pengglontor dan penyambungan.

Pipa pengglontoran dan penyambungannya yang menghubungkan tangki pengglontor


dengan kloset atau peturasan harus mempunyai ukuran yang tepat untuk memberikan debit
yang cukup guna pengglontoran yang sempurna.
5.3.4.

Katup bola.

a).

Apabila jaringan air minum dihubungkan langsung dengan tangki pengglontor melalui
sebuah katup bola, maka katup bola tersebut harus dipasang sesuai dengan ketentuan
khusus yang berlaku seperti pada ayat 6.3.8 ;

b).

Katup bola didalam tangki pengglontor harus direncanakan untuk dapat bekerja secara
otomatis, mengisi tangki setelah pengglontoran dan menutup secara sempurna jika
tangki telah penuh;

c).

Katup pada tangki pengglontor rendah, harus direncanakan agar dapat menyalurkan
air langsung ke perangkap pada waktu tangki pengglontor terisi kembali.

30 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.3.5.

Katup pengglontor pada tangki.

a)

Katup pengglontor pada tangki harus direncanakan untuk bekerja secara manual,
kecuali alat lainnya dalam tangki pengglontor yang harus bekerja secara otomatis;

b).

Dudukan katup pengglontor dalam tangki harus sekurang-kurangnya 2,5 cm diatas


bibir kloset, kecuali pada kloset jenis tangki pengglontor dan kloset gabungan yang
dibenarkan dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga apabila kloset tersumbat
pada waktu pengglontoran, maka katup pengglontor tertutup rapat untuk mencegah air
mengalir terus menerus sampai meluap.

5.3.6.

Peluap dalam tangki.

Tangki pengglontor harus dilengkapi dengan peluap yang sesuai, sehingga pada saat
pengaliran yang maksimum air di dalam tangki tidak meluap. Peluapan dari tangki harus
dialirkan ke dalam kloset atau sampai meluap.

Gambar 5.3.6.: Peluap dalam tangki


5.3.7.

Katup pengglontor yang dihubungkan langsung ke sistem penyediaan air.

a).

Katup pengglontor yang dihubungkan langsung dengan saluran air minum harus
dipasang sesuai dengan ketentuan khusus yang berlaku seperti pada ayat 6.3.7;

b).

Katup pengglontor harus mudah dicapai untuk dapat diperbaiki. Katup pengglontor
harus dilengkapi dengan alat yang memudahkan pengaturan debit dan kapasitas pada
saat pengglontoran;

c).

Katup pengglontor yang dibuka secara normal harus dapat bekerja memenuhi
siklusnya; membuka dan menutup kembali dengan sempurna pada tekanan yang
tersedia serta harus menyalurkan air cukup untuk pengglontoran secara sempurna dan
mengisi kembali penutup perangkap.

Gambar 5.3.7 : Katup pengglontor jenis torak

31 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.4.

Bak cuci tangan.

5.4.1.

Lubang pembuangan.

Bak cuci tangan harus mempunyai lubang pembuangan air kotor dan berukuran sekurangkurangnya 32 mm.
5.4.2.

Penempatan bak cuci tangan majemuk.

Penempatan bak cuci tangan majemuk seperti bak cuci bulat atau pencucian yang disusun
menerus dalam ruangan harus disesuaikan dengan penempatan bak cuci tunggal yang
biasa dengan ketentuan bahwa panjang berguna yang dilengkapi dengan air dingin dan air
panas untuk bak cuci adalah 45 cm.
5.5.

Bak mandi.

5.5.1.

Lubang pembuangan dan peluapan.

Bak mandi harus dilengkapi dengan lubang pembuangan dan peluapan berukuran sekurangkurangnya 40 mm dan harus dilengkapi dengan penyumbat yang sesuai.
5.6.

Dus.

5.6.1.

Lubang pembuangan.

Lubang pembuangan untuk dus harus mempunyai saringan yang dapat dibuka dan
sekurang-kurangnya harus berukuran 50 mm, kecuali untuk bak mandi yang merupakan
penampung air dari dus pada pemakaian darurat yang tidak memerlukan saluran
pembuangan.

Gambar 5.6.1.: Lubang pembuangan


5.6.2.

Ruang Dus.

Ruang dus harus berlantaikan dulang rapat air dari bahan yang tahan lama, kecuali ruang
dus yang dipasang langsung diatas tanah atau yang mempunyai penampung logam
berenamel rapat air atau ekuivalen dan dibenarkan. Dulang tersebut harus mempunyai bibir
yang melengkung ke atas pada keempat sisinya setinggi 5 cm diatas lantai; lubang
pembuangannya harus disambungkan dengan baik dan rapat air pada pipa pembuangan.

Gambar 5.6.2.: Ruang dus.

32 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.6.3.

Penampung di atas tanah.

Ruang dus yang langsung terpasang di atas tanah harus mempunyai lantai yang halus dari
bahan tahan karat, tidak menyerap air, rapat air dan harus disambungkan dengan baik serta
rapat air pada pipa pembuangan.
5.6.4.

Ukuran ruang dus.

Ruang dus tunggal harus mempunyai luas lantai sekurang-kurangnya 1 m2, bentuk persegi
panjang atau segi tiga harus mempunyai sisi sekurang-kurangnya 1 m.
5.6.5.

Konstruksi lantai.

Lantai ruang dus harus halus, berkonstruksi baik dan aman.


5.6.6.

Pengering lantai ruang dus untuk umum dan bangunan lembaga.

Tiap lantai ruang dus untuk umum dan hunian lembaga harus dikeringkan masing-masing
sedemikian rupa, sehingga air dari satu dus tidak mengalir melalui ruangan dus lainnya.
5.6.7.

Konstruksi dinding.

Ruang dus harus mempunyai dinding yang halus dari bahan yang tahan karat, tidak
menyerap air dan rapat air, dengan ketinggian sekurang-kurangnya 1,80 m diatas lantai.
5.6.8.

Konstruksi dinding di atas bak mandi tertanam.

Bak mandi tertanam yang dilengkapi dengan dus harus mempunyai hubungan yang rapat air
antara bak dengan dindingnya, dinding tersebut harus dibuat dari konstruksi yang halus,
tahan karat, tidak menyerap air dan rapat air setinggi 1,80 m di atas lantai.
5.7.

Bak air mandi.

5.7.1.

Lubang pembuangan.

Lubang pembuangan bak air mandi harus dilengkapi dengan saluran pembuangan
berukuran sekurang-kurangnya 40 mm dan harus dilengkapi dengan sumbat yang sesuai.
5.8.

Bak cuci pakaian.

5.8.1.

Lubang pembuangan.

Lubang pembuangan bak cuci pakaian harus dilengkapi dengan saluran pembuangan
berukuran sekurang-kurangnya 40 mm dan harus dilengkapi dengan sumbat yang sesuai.
5.9.

Bak cuci piring.

5.9.1.

Lubang pembuangan.

Bak cuci piring harus dilengkapi dengan pipa air pembuangan air kotor dengan ukuran
sekurang-kurangnya 40 mm.
5.9.2.

Syarat penggunaan unit penggerus sisa makanan.

Unit penggerus sisa makanan tidak boleh dipasang sebagai bagian dari sistem plambing,
kecuali bila khusus dibenarkan.
5.9.3.

Lubang pembuangan untuk penggerus sisa makanan.

Bak cuci piring yang dilengkapi dengan penggerus sisa makanan harus mempunyai lubang
berukuran sekurang-kurangnya 90 mm.

33 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 5.9.3.: Lubang pembuangan untuk penggerus sisa makanan


5.9.4.

Pengatur air untuk penggerus sisa makanan.

Unit penggerus sisa makanan yang dipasang pada bak cuci harus dilengkapi dengan
pengatur otomatis atau manual, sehingga unit tersebut hanya dapat bekerja apabila air
mengalir.
5.10.

Pancaran air minum dan alat plambing ekuivalen.

5.10.1.

Perencanaan dan konstruksi pancaran air minum.

Penggunaan pancaran air minum harus mendapat izin khusus.


5.10.2.

Taraf lubang pancaran.

Lubang pancaran air minum harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga tepi bawah
lubang pancaran berada pada taraf tidak kurang dari 20 mm di atas bibir taraf banjir
penampungan.
5.10.3.

Alat plambing ekuivalen.

a).

Ruang berguna pancaran air minum berlubang-pancaran lebih dari satu harus
ekuivalen dengan jumlah ruang berguna pancaran air minum tunggal yang dipasang
menerus dengan jumlah lubang pancaran yang sama.

b).

Bila pada bak cuci piring atau bak cuci tangan, dipasang lubang pancaran untuk air
minum yang penempatannya sudah dibenarkan, lubang pancaran tersebut harus
ekuivalen dengan pancaran air minum.

5.11.

Mesin cuci piring dan perlengkapannya.

5.11.1.

Mesin cuci piring untuk rumah tangga.

Mesin cuci piring yang mengalirkan pembuangannya dengan gravitasi dan dihubungkan
langsung pada sistem pembuangan harus dilengkapi dengan perangkap terpisah.
Mesin cuci piring yang dilengkapi dengan pompa pengering dapat menyalurkan
pembuangannya ke dalam pipa pembuangan bak cuci dapur yang berdekatan melalui
cabang Y yang dipasang sebelum perangkap, harus diusahakan sedemikian rupa, sehingga
bagian tertinggi dari pipa pembuangan mesin cuci piring tersebut sekurang-kurangnya sama
tingginya dengan bibir bak cuci piring.

34 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 5.11.1 : Letak mesin cuci piring terhadap bak cuci dapur
5.11.2.

Air panas untuk mesin cuci piring komersil dan perlengkapannya.

Air panas untuk mecin cuci piring komersil harus bersuhu 60 ~ 70oC untuk pencucian dan
80-90oC untuk sanitasi.
5.12.

Pengering lantai.

Gambar 5.12 : Pengering lantai

35 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.12.1.

Saringan.

Pengering lantai harus dilengkapi dengan saringan yang dapat diangkat. Luas lubang
saringan sekurang-kurangnya harus sama dengan 2 3 dari luas penampang saluran
pembuangan yang dihubungkan dengan pengering lantai tersebut.
5.12.2.

Penempatan lubang pengering lantai.

Letak lubang pengering lantai harus selalu mudah dicapai.


5.12.3.

Persediaan penguapan.

Perangkap pengering lantai harus dari jenis penutup dalam. Air harus disediakan untuk
mengisi kembali perangkap pengering lantai apabila terjadi penguapan. Penyediaan air
dapat dilakukan dengan menempatkan kran pada ketinggian tidak lebih dari 90 cm di atas
lantai atau dengan cara lain yang dibenarkan.
5.12.4.

Ukuran.

Ukuran saluran pengering lantai harus sedemikian rupa, sehingga dapat memenuhi
fungsinya secara efisien dan sekurang-kurangnya berukuran 80 mm.
5.13.

Peluap alat plambing.

5.13.1.

Konstruksi.

Konstruksi alat plambing yang mempunyai peluap harus sedemikian rupa, sehingga air
dalam peluap tidak dapat naik pada waktu alat plambing digunakan dan apabila alat
plambing tidak digunakan, maka peluap harus kosong.
5.13.2.

Penyambungan.

Pipa peluap alat plambing harus dihubungkan pada bagian masuk dari perangkap alat
plambing tersebut, kecuali peluap dari suatu tangki pengglontor yang dapat membuang air
ke dalam kloset atau peturasan yang dilayaninya. Pipa peluap tidak boleh dihubungkan
dengan bagian manapun dari suatu sistem pembuangan.
5.14.

Saringan alat plambing biasa.

Alat plambing biasa, kecuali kloset dan peturasan jenis siphon-action, wash-down atau blowout harus dilengkapi dengan saringan tahan lama, yang dipasang pada lubang pembuangan
alat plambing tersebut. Saringan tersebut harus mempunyai luas lubang yang cukup untuk
memperoleh kecepatan pengeringan yang sempurna.
5.15.

Alat plambing khusus.

5.15.1.

Buangan yang mengganggu.

Alat plambing tidak boleh disediakan atau digunakan untuk menampung atau menyalurkan
air kotor yang dapat merugikan sistem pembuangan air limbah gedung, misalnya benda
yang dapat menyumbat pipa, merusak pipa, mengganggu proses pengolahan air limbah dan
menghasilkan campuran yang dapat meledak, kecuali bila alat plambing tersebut dilengkapi
dengan suatu alat yang dapat mengolah secara efisien, sehingga air buangan tersebut tidak
berbahaya lagi.

36 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 5.15.1 : Tangki pengencer.


5.15.2.

Cara pengolahan dan perlakuan buangan pada alat plambing.

Cara perlakuan dan pengolahan buangan pada alat plambing tersebut pada ayat 5.15.1
harus sesuai dengan uraian pada bab ini, atau harus dihubungkan dengan sistem drainase
sendiri, sesuai dengan uraian pada bab 7 mengenai sistem drainase, sistem air buangan
dan sistem ven.
5.15.3.

Alat plambing yang digunakan untuk pembuangan tidak langsung.

Alat plambing yang digunakan untuk keperluan rumah tangga atau dapur tidak boleh
digunakan untuk menerima buangan dari pipa buangan tidak langsung, kecuali bak cuci
piring dan bak cuci pakaian pada rumah tinggal diperbolehkan untuk menerima air buangan
tak langsung dari peralatan rumah tangga. Kloset, peturasan, bak mandi atau dus tidak
boleh digunakan untuk menerima air tidak langsung.
5.15.4.

Bentuk dan kapasitas penampung buangan tidak langsung.

Alat plambing yang menerima air buangan tidak langsung harus mempunyai bentuk dan
kapasitas tertentu untuk mencegah terjadinya percikan dan peluapan.
5.15.5.

Pencuci tempat sampah.

Air buangan bekas pencucian tempat sampah tidak boleh dibuang melalui perangkap yang
melayani alat plambing lain.
5.16.

Saringan penangkap alat plambing khusus.

5.16.1

Konstruksi dan penggunaan.

Saringan penangkap, keranjang atau alat sejenis yang dibenarkan, harus dipasang pada
lubang pembuangan setiap penampung yang menerima buangan berupa benda padat
pengganggu yang besar, untuk mencegah terbawa masuk ke dalam sistem pembuangan.
Konstruksi alat penangkap itu harus sedemikian rupa, sehingga dapat menangkap benda
padat yang berukuran lebih besar dari 1 cm dan harus mudah diangkat untuk dibersihkan.
5.16.2.

Bak cuci komersial.

Alat plambing penampung atau bak cuci komersial yang diizinkan menerima air buangan
yang mengandung benang, sobekan kain, kancing atau bahan padat sejenis harus
dilengkapi dengan saringan penangkap, keranjang atau alat sejenis yang dibenarkan.
5.16.3.

Rumah pemotongan hewan.

Alat plambing penampung atau bak cuci komersial yang diizinkan menerima air buangan
yang mengandung bulu ayam, isi perut atau benda padat sejenis, harus dilengkapi dengan
saringan penangkap, keranjang, atau alat sejeis yang dibenarkan.

37 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.16.4.

Penampung buangan tidak langsung.

Alat plambing penampung menerima air buangan dari pipa buangan tidak langsung yang
mengandung benda padat pengganggu yang besar, harus dilengkapi dengan keranjang atau
saringan berbentuk kubah yang mudah diangkat dan tingginya tidak kurang dari 10 cm,
terpasang pada lubang pembuangan alat plambing tersebut.
5.16.5.

Pencuci tempat sampah.

Suatu alat penampung yang menerima air bekas cucian tempat sampah harus dilengkapi
dengan saringan, keranjang atau alat penangkap sejenis untuk mencegah terbawanya butirbutir besar ke dalam sistem pembuangan air limbah gedung.
5.17.

Kolam renang.

5.17.1.

Perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan.

Kolam renang harus direncanakan, dilaksanakan dan dipelihara sesuai dengan peraturan
yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.
5.17.2.

Konstruksi.

Konstruksi kolam renang harus rapat air, dibuat dari bahan yang tidak menyerap air dengan
pembulatan pada tiap pertemuan bidang dan mempunyai lantai tidak licin serta mudah
dibersihkan.
5.17.3.

Pengeringan.

Pengeringan kolam renang harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut ;


a).

Kolam renang harus dilengkapi dengan pengering yang ditempatkan sedemikian rupa,
sehingga seluruh kolam dapat dikosongkan. Pipa pembuangan harus dilengkapi
dengan sebuah katup sorong yang mudah dicapai;

b).

Tiap lubang pengering harus dilengkapi dengan suatu alat yang dapat
mengurangi pusaran dan hisapan, yang terdiri dari saringan yang mempunyai luas
lubang saringan sekurang-kurangnya 4 kali luas penampang pipa pengeringnya;

c).

Lubang pengering dan pipa pengering harus berukuran sedemikian rupa,


sehingga kolam renang tersebut dapat dikosongkan seluruhnya dalam waktu 12 jam
untuk kolam renang pribadi dan 4 jam untuk kolam renang lainnya dan pipa tersebut
sekurang-kurangnya harus berukuran 80 mm.

5.17.4.

Perlengkapan penyaringan, sterilisasi dan perlengkapan lainnya.

a).

Perlengkapan penyaringan, sterilisasi dan perlengkapan lainnya yang disyaratkan oleh


Dinas kesehatan, harus cukup baik untuk memelihara kualitas air kolam pada setiap
waktu pemakaian;

b).

Perlengkapan yang berisi gas atau desinfektan yang dapat menimbulkan iritasi,
keracunan, atau gas yang mudah terbakar, harus ditempatkan didalam ruangan yang
berventilasi baik.

5.17.5.

Kotoran luar.

Instalasi kolam renang harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat dicegah
masuknya kotoran dan air sekitarnya ke dalam kolam.

38 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.18.

Alat plambing untuk peribadatan, hiasan dan aquarium.

Bak baptis, kolam hias, aquarium, air mancur dan alat plambing khusus sejenis yang
disambungkan dengan saluran air minum atau saluran pembuangan dari suatu sistem
plambing, penyambungannya harus disesuaikan dengan ketentuan teknis ini.
5.19.

Penempatan alat plambing.

5.19.1.

Penerangan dan ventilasi untuk tempat alat plambing.

a).

Alat plambing hanya boleh ditempatkan di dalam ruangan yang diberi penerangan
dan ventilasi sesuai dengan peraturan yang berlaku, kecuali pancaran air minum dan
bak cuci tangan tunggal;

b).

Kloset, peturasan, bak mandi, bak air mandi dan dus hanya boleh ditempatkan di
dalam ruangan yang mempunyai ventilasi yang berhubungan langsung dengan udara
luar. Sistem ventilasi mekanis dapat digunakan untuk mengeluarkan udara dari
ruangan tersebut ke udara luar;

c).

Alat plambing yang menerima buangan tidak langsung boleh ditempatkan di dalam
ruangan yang mempunyai penerangan dan ventilasi yang baik, bilamana penggunaan
alat plambing tersebut tidak menimbulkan gangguan. Alat plambing tersebut tidak
boleh ditempatkan di dalam ruang penyimpanan, gudang atau ruang tertutup tidak
berventilasi.

5.19.2.

Penempatan kloset, bak mandi, bak air mandi dan peturasan.

a).

Kloset, peturasan, bak mandi dan dus di dalam gedung selain dari rumah tinggal untuk
satu atau dua keluarga harus ditempatkan di dalam kamar mandi atau toilet, yang
dilengkapi dengan lantai rapat air dan diteruskan pada dinding sekurang-kurangnya
setinggi 15 cm diatas muka lantai kecuali pada pintu;

b).

Kloset, peturasan, bak mandi dan dus tidak boleh ditempatkan pada lantai yang
terletak langsung di atas tempat pembuatan, pengepakan, persiapan, penyimpanan
dan peragaan makanan.

5.19.3.

Tempat yang dilarang untuk pancaran air minum atau alat plambing sejenis

Pancaran air minum atau alat plambing sejenis yang digunakan sebagai sumber air minum,
tidak boleh ditempatkan dalam ruang yang didalamnya terdapat kloset atau peturasan.
5.19.4.
Penempatan sehubungan dengan adanya jendela, pintu dan jalan ke luar
ruangan.
Alat plambing dan perlengkapannya harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga tidak
mengganggu jendela, pintu atau jalan ke luar ruangan.
5.19.5.

Penempatan dan keamanan penggunaan alat plambing untuk anak-anak.

Alat plambing untuk keperluan anak-anak dibawah umur 6 tahun yang ada disekolah, tempat
perawatan anak-anak dan tempat hunian sejenis lainnya, harus ditempatkan pada lokasi
yang baik letaknya terhadap ruangan anak-anak belajar, bermain atau tidur. Alat plambing
tersebut harus dipasang sedemikian rupa, sehingga aman penggunaannya.
5.19.6.
a).

Pemasangan.

Pada pemasangan alat plambing harus diperhatikan jarak penempatannya


terhadap benda disekitarnya, sehingga mudah digunakan, dibersihkan dan diperbaiki.
Pipa air minum dan pipa pembuangan suatu alat plambing lebih baik dihubungkan ke
masing-masing pipa dalam dinding terdekat dari pada menembus lantai. Alat plambing

39 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

yang mempunyai sambungan dengan paking atau gasket jenis sambungan geser yang
tersembunyi harus dilengkapi sedemikian rupa dengan ruang panel, sehingga
sambungan geser mudah dicapai untuk diperbaiki;
b).

Alat plambing harus dipasang mendatar sejajar dengan dinding yang berdekatan.

5.19.7.

Penutupan.

Bila alat plambing dipasang menempel pada dinding atau lantai, maka bagian yang
menempel pada dinding atau lantai harus ditutup rapat terhadap rembesan.
5.19.8.
dinding.

Pengaman dan penunjang kloset serta peturasan yang menempel pada

Kloset dan peturasan jenis menempel pada dinding harus dipasang kuat serta aman pada
dinding tersebut dan dilengkapi dengan penunjang yang tahan lama serta tersembunyi,
sehingga tidak ada tegangan yang diteruskan ke sambungan pipa.
5.19.9.

Pengaman alat plambing yang mempunyai lubang pembuangan lantai.

Alat plambing yang mempunyai pembuangan pada lantai harus terpasang kuat dan aman
pada lantai.
5.19.10. Sambungan untuk kloset, peturasan, bak cuci dengan lubang pembuangan
pada lantai dan standar penangkap keramik.
Sambungan alat plambing antara pipa pembuangan dan kloset, peturasan, bak cuci dengan
lubang pembuangan lantai dan standar penangkap keramik harus dibuat dari jenis flens
yang dibenarkan, disolder, disekrup atau disambungkan kuat dan aman dengan jenis
penguat lainnya pada pipa pembuangan. Flens tersebut harus dipasang pada dasar yang
kuat dan rapat air. Sambungan antara keramik dengan flens harus dibuat dan dilengkapi
dengan gasket, ring atau dempul pemasang yang dibenarkan.
5.20.

Perangkap plambing.

5.20.1.

Perangkap terpisah untuk alat plambing.

Alat plambing kecuali yang mempunyai perangkap terpadu, harus dilengkapi dengan
perangkap yang ditempatkan sedekat mungkin dengan lubang pembuangan alat plambing
tersebut, kecuali apabila :
a).

Alat plambing gabungan yang tidak dilengkapi dengan alat plambing penggerus sisa
makanan dapat dipasang pada suatu perangkap apabila ruangan atau bak yang satu
dalamnya tidak lebih dari 15 cm dari yang lain;

Gambar 5.20.1.1.: Alat plambing gabungan

40 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

b).

Perangkap boleh dipasang untuk suatu kelompok yang terdiri dari tidak lebih dari tiga
buah bak cuci pakaian tunggal atau tiga buah bak cuci tunggal, atau sebuah bak cuci
dan dua buah bak cuci pakaian yang letaknya berdekatan dalam suatu ruangan,
apabila perangkap itu diletakkan ditengah-tengah di antara ketiga alat plambing
tersebut;

c).

Perangkap tidak diperlukan untuk alat plambing dan perlengkapannya yang


menyalurkan buangan tidak langsung melalui pipa pembuangan yang panjang
ukurannya tidak lebih dari 1 meter diukur dari lubang pembuangan alat plambing
tersebut;

d).

Perangkap tidak diperlukan untuk kolam renang yang menyalurkan buangan


tidak langsung atau kolam renang pribadi yang menyalurkan buangannya ke sistem
pembuangan tersendiri.

3.20.2.

Perangkap yang dilarang.

Perangkap yang dilarang pemakaiannya adalah :


a).

Perangkap yang penutupnya tergantung dari bagian yang bergerak;

Gambar 5.20.2.(a). : Perangkap yang penutupnya tergantung dari bagian yang bergerak
b).

Perangkap dengan ven punuk;

Gambar 5.20.2.(b). : Perangkap dengan Ven Punuk


c).

Perangkap jenis lonceng, kecuali apabila untuk dipasang pada ruang pendingin atau
bak penampung.

Gambar 5.20.2.(c).: Perangkap jenis lonceng

41 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

5.20.3.

Konstruksi perangkap.

Semua perangkap alat plambing harus dapat membersihkan sendiri, kecuali perangkap
penangkap lemak dan endapan, perangkap yang menjadi satu dengan alat plambingnya
harus mempunyai bagian dalam yang rata dan jalan air yang halus. Perangkap tidak boleh
mempunyai sekat bagian dalam, kecuali apabila perangkap itu menjadi satu dengan alat
plambingnya atau bila direncanakan untuk penangkap lemak atau endapan; badan
perangkap tangki harus berukuran 80 mm atau 100 mm. Perangkap penangkap harus
direncanakan sedemikian rupa, sehingga dapat dicegah terjadinya kantong udara.

Gambar 5.20.3.(a).: Perangkap bersekat

Gambar 5.20.3.(b).: Konstruksi perangkap


5.20.4.

Air penutup perangkap.

Setiap perangkap alat plambing harus mempunyai air penutup yang dalamnya tidak kurang
dari 5 cm dan tidak lebih dari 10 cm, kecuali untuk perangkap dengan air penutup yang lebih
dalam dan dibenarkan untuk penggunaan khusus.

Gambar 5.20.4.: Air penutup pada perangkap alat plambing.


5.20.5.

Panjang ukur maksimum antara lubang alat plambing dengan perangkap.

Panjang ukur maksimum antara lubang pembuangan alat plambing dengan perangkap
adalah 60 cm. Apabila alat plambing tersebut ditempatkan jauh dari semua dinding, maka
panjang ukur maksimum adalah 120 cm, dengan ketentuan bahwa alat plambing itu
mempunyai bagian dalam yang datar dengan luas lebih dari 750 cm2 atau tidak dilengkapi
dengan sumbat lubang pembuangan.

42 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 5.20.5.: Panjang ukur maksimum antara lubang alat plambing dengan perangkap.
3.20.6.

Pemasangan dan perlindungan perangkap.

Perangkap harus dipasang datar, mengingat adanya air penutup dan bila perlu harus
dilindungi terhadap pembekuan.
5.20.7.

Lubang pembersih.

Perangkap alat plambing harus mempunyai lubang pembersih yang mudah dicapai dan
bertutup ulir terbuat dari bahan kuningan atau sumbat yang harus dipasang sedemikian rupa
sehingga rapat air, kecuali perangkap terpadu. Perangkap alat plambing khusus yang
dibenarkan dan berfungsi sebagai penangkap lemak, plester, rambut atau benda sejenis
lainnya harus mempunyai lubang atau perlengkapan lainnya yang mempunyai tutup dan
dirapatkan dengan baut atau dengan pengunci.

Gambar 5.20.7.: Lubang pembersih


5.20.8.
Perangkap untuk penampung buangan tidak langsung yang dipasang di
bawah lantai.
Bila alat penampung dengan buangan tidak langsung terpasang dibawah permukaan lantai,
maka alat tersebut harus dilengkapi dengan perangkap menerus yang dipasang berdekatan
dengan alat penampung tersebut dengan lubang pembersih perangkap yang diperpanjang
sampai permukaan lantai.
5.20.9.

Ukuran perangkap.

Ukuran perangkap untuk setiap alat plambing harus cukup baik untuk menyalurkan air
buangan dengan cepat dari alat plambing yang dilayaninya, tetapi tidak lebih kecil dari
ukuran yang tercantum dalam Tabel 5.20.9. Setiap perangkap tidak boleh lebih besar dari
pada saluran buangan alat plambing yang dilayaninya.

43 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 5.20.9. : Ukuran minimum perangkap untuk macam-macam alat plambing.


No.
1.
2.
3.

Alat plambing
mm
Bak mandi (dengan atau tanpa dus)
40
Bidet
40
Gabungan bak cuci dan dulang cuci pakaian dengan unit penggerus
40
sisa makanan
4.
Unit dental atau peludahan
32
5.
Bak cuci tangan untuk dokter gigi
32
6.
Pancaran air minum
32
7.
Mesin cuci piring untuk rumah tangga
40
8.
Mesin cuci piring untuk komersiil
50
9.
Lubang pengering lantai
80
10.
Bak cuci dapur untuk rumah tangga
40
11.
Bak cuci dapur untuk rumah tangga dengan unit penggerus sisa
40
makanan
12.
Bak cuci tangan umum
32
13.
Bak cuci tangan untuk pemangkas rambut, salon kecantikan dan
40
kamar bedah
14.
Bak cuci tangan jenis majemuk (pancuran cuci atau bak cuci)
40
15.
Bak cuci pakaian (satu atau dua bagian)
40
16.
Dus (ruang dus)
50
17.
Bak cuci untuk kamar bedah
40
18.
Bak cuci jenis bibir pengglontor, katup glontor langsung
80
19.
Bak cuci jenis umum dipakai dengan perangkap P
50
20.
Bak cucui jenis umum dipakai dengan standar perangkap pada lantai
80
21.
Bak cuci komersiil dengan unit penggerus sisa makanan
50
22.
Bak cuci komersiil (pot, ruang cuci atau yang sejenis)
50
23.
Peturasan jenis berkaki lengkap dengan perangkap integral
80
24.
Perangkap (semua jenis lengkap dengan perangkap integral kecuali
50
jenis berkaki)
25.
Peturasan jenis stall, washout dengan perangkap terpisah
50
26.
Peturasan jenis yang digantung pada dinding dengan perangkap
40
terpisah
27.
Kloset
80
Catatan:
Perangkap terpisah digunakan untuk dulang cuci dan juga untuk bagian dari mesin cuci
dengan unit penggerus sisa makanan.

5.20.10.

Perangkap penangkap lemak.

a).

Perangkap penangkap lemak yang dibenarkan, harus dipasang pada pipa buangan
dari tempat cuci, lubang drainase lantai dan alat plambing lain yang biasa menyalurkan
buangan yang mengandung lemak dalam jumlah yang dapat mengganggu, misalnya di
rumah makan, dapur hotel atau bar, kantin suatu pabrik, klab atau dapur komersial
lainnya;

b).

Perangkap penangkap lemak tidak boleh dipasang pada pembuangan dari suatu alat
plambing yang dilengkapi dengan alat penggerus sisa makanan.

44 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 5.20.10.: Perangkap penangkap lemak


5.20.11.

Perangkap penangkap endapan.

Di tempat komersial, perangkap penangkap endapan yang dibenarkan harus dipasang pada
pipa pembuangan tiap alat plambing yang biasa menyalurkan buangan yang mengandung
endapan berupa; plester, rambut, lumpur, pasir atau benda padat sejenis lainnya, dalam
jumlah yang mengganggu. Penangkap endapan harus dipasang pada pembuangan tempat
cuci di laboratorium gigi, laboratorium orthopedi dan tempat cuci yang menerima buangan
proses pencukuran rambut.
5.20.12.

Pemasangan perangkap penangkap.

Perangkap penangkap harus dipasang sesuai dengan ketentuan yang menyangkut jenis,
ukuran kapasitas dan penempatannya sedemikian rupa, sehingga tidak ada buangan lain
yang dibuang melalui perangkap tersebut selain dari pada yang direncanakan. Tiap
perangkap penangkap harus dipasang sedemikian rupa, sehingga tutup atau alat lain yang
diperlukan untuk kepentingan pemeliharaan mudah dicapai.
5.20.13.

Pemeliharaan perangkap penangkap.

Pemeliharaan perangkap penangkap harus dilakukan untuk menjamin bekerjanya alat


tersebut dengan baik; benda yang terkumpul harus dikeluarkan secara berkala.
5.21.

Pipa pelepas uap alat plambing.

a).

Pipa pelepas uap alat plambing harus dipisahkan dari pipa lain, pipa ventilasi dan pipa
cerobong asap;

b).

Apabila didalam pipa pelepas uap terjadi pengumpulan kondensat, maka pada pipa
tersebut harus dipasang pipa tetes;
Pipa tetes tersebut harus disambungkan pada pipa pembuang alat plambing yang
dilayani oleh pipa pelepas uap tersebut sebelum perangkap. Tetesan tadi dapat
dibuang ke dalam alat plambing atau penampung yang dibenarkan untuk penggunaan
tersebut;

45 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

c).

Pipa pelepas uap pada pencuci dan alat stoom pispot, harus dipisahkan dari pipa
pelepas uap yang melayani alat plambing jenis lainnya;

d).

Apabila pipa pelepas uap yang disediakan untuk alat plambing yang terletak pada 2
tingkat atau lebih disambungkan sebagai cabang suatu pipa pelepas uap tegak, maka
pipa pelepas uap tegak tersebut harus khusus dan menembus atap atau sampai pada
ketinggian yang dibenarkan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam bab 7
mengenai sistem drainase dan pasal 7.17 tentang perpanjangan ven yang menembus
atap;

e).

Pipa pelepas uap individu untuk alat plambing sekurang-kurangnya harus sama besar
dengan lubang pelepas uap dari alat plambing tersebut.
Pipa pelepas uap tegak dan pipa cabang yang melalui dua pipa pelepas uap individu
atau lebih harus berukuran sekurang-kurangnya satu standar lebih besar dari pada
pipa individu terbesar yang disambungkan pada pipa tegak tersebut, tetapi sekurangkurangnya harus berukuran 32 mm. Pipa pelepas uap tegak harus mempunyai ukuran
tetap, mulai dari pipa pelepas uap cabang terendah sampai ke ujung pipa yang
berhubungan dengan udara luar. Pipa tetes yang dipasang pada dasar pipa pelepas
uap tegak harus berukuran 32 mm.

6.

Sistem penyediaan air minum.

6.1.

Sumber dan kualitas penyediaan air minum.

6.1.1.

Sumber air minum.

Ketentuan mengenai sumber air minum adalah sebagai berikut :


a).

Bangunan yang dilengkapi dengan sistem plambing harus mendapat air minum yang
cukup dari saluran air minum kota.
Bila penyambungan tersebut tidak dapat dilakukan, karena tidak tersedianya saluran
air minum kota atau karena sebab lain, maka harus disediakan sumber air lain yang
memenuhi persyaratan air minum.

b).
6.1.2.

Tiap persil berhak mendapat sambungan dari saluran air minum kota.
Kualitas air.

Ketentuan kualitas air adalah sebagai berikut :


a).

Hanya air yang memenuhi persyaratan air minum sesuai SNI No. 01-0220-1987
tentang Air minum yang boleh dialirkan ke alat plambing dan perlengkapan plambing
yang dipergunakan untuk minum, masak, pengolahan makanan, pengalengan atau
pembungkusan, pencucian alat makan dan minum, alat dapur atau untuk keperluan
rumah tangga sejenis lainnya;

b).

Air bersih yang tidak memenuhi persyaratan air minum hanya dibatasi untuk kloset,
peturasan dan alat plambing serta perlengkapan lainnya yang tidak memerlukan air
yang memenuhi persyaratan air minum. Semua kran dan alat yang dialiri air yang tidak
memenuhi persyaratan air minum harus diberi tanda dengan jelas bahwa air tersebut
membahayakan kesehatan.

c).

Jet washer atau perangkat pembersih lainnya atau pancuran yang dipasang pada
kloset dan peturasan untuk membersihkan bagian badan harus dialiri dengan air yang
memenuhi persyaratan air minum.

46 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

d).

Semua kran untuk wudhu harus dialiri dengan air yang memenuhi persyaratan air
minum.

6.2.

Perlindungan penyediaan air minum.

6.2.1.

Bahan beracun.

Untuk melindungi penyediaan air minum dari bahan beracun, maka bahan pipa yang dapat
menimbulkan racun dalam kadar yang membahayakan di dalam air minum tidak boleh
digunakan dalam sistem penyediaan air minum;
6.2.2.

Pipa bekas.

Pipa bekas yang digunakan bukan untuk keperluan sistem penyediaan air minum, tidak
boleh digunakan untuk menyalurkan air minum.
6.2.3.
Hubungan silang antara jaringan penyediaan air minum pribadi dengan
sistem penyediaan air minum kota.
Jaringan penyediaan air minum pribadi tidak boleh disambungkan dengan sistem
penyediaan air minum kota, kecuali apabila secara khusus dibenarkan.
6.2.4.

Hubungan antar.

a).

Bagian dari jaringan penyediaan air minum, termasuk juga pipa pembuangan dari
katup pelepas dan tambahan lain dari jaringan penyediaan air minum, tidak boleh
disambungkan langsung dengan pipa pembuangan atau pipa ven;

b).

Pipa air minum, lubang pengaliran keluar, pemecah hampa dan perlengkapan sejenis
lainnya harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga dapat dicegah terendamnya alat
tersebut dalam cairan yang mengalami pengotoran, kecuali apabila ada pengaturan
tertentu yang tidak mengharuskan atau untuk jaringan pipa kolam renang kecuali
apabila secara khusus dibenarkan.

6.2.5.

Larangan penyambungan langsung ke alat plambing dan perlengkapannya

Jaringan penyediaan air minum tidak boleh disambungkan langsung ke alat plambing dan
perlengkapannya untuk :
a).

Bidet;

b).

Ujung pipa untuk mengalirkan air ke meja bedah, pemotongan, pengawetan dan meja
mayat atau peralatan sejenis lainnya, kecuali berada pada jarak lebih dari 30 cm dari
setiap titik pada meja tersebut atau perlengkapannya;

c).

Pipa penyalur air pemancing untuk pompa yang bukan melayani air minum, kecuali
disambungkan ke jaringan air minum melalui alat yang dapat menghasilkan celah
udara tetap pada bagian tegak pipa penyambungan tersebut;

d).

Alat sterilisasi bedah, sifon atau peralatan sejenis lainnya, tangki atau peralatan untuk
larutan kimia, kecuali secara khusus dibenarkan.

6.2.6.

Kondensor dan selubung pendingin untuk unit pendingin.

Jaringan penyediaan air minum yang disambungkan langsung dengan kondensor atau
selubung pendingin suatu unit pendingin harus dilengkapi dengan katup penahan balik dari
jenis yang dibenarkan, kecuali dalam instalasi pendingin yang mempunyai pipa pemberi air
yang seluruhnya berada di luar perpipaan atau tangki yang berisi zat pendingin dan
mempunyai dua dinding logam terpisah yang membatasi cairan pendingin dan air minum
yang dialirkan ke instalasi tersebut.

47 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Unit pendingin dengan zat pendingin lebih dari 10 kg harus dilengkapi juga dengan katup
pelepas tekanan dari jenis yang dibenarkan, dan dipasang berdekatan ke sisi aliran keluar
dari katup penahan balik tersebut.
Katup pelepas tekanan harus diatur untuk melepas tekanan sebesar 35 kPa (0,35 kg/cm2) di
atas tekanan air maksimum di titik pemasangannya.
6.2.7.

Air proses.

Air pendingin, pemanas, proses atau keperluan sejenis lainnya tidak boleh dikembalikan ke
dalam sistem penyediaan air minum ataupun disalurkan ke alat plambing yang
mensyaratkan penggunaan air minum.
Pembuangan air tersebut di atas ke jaringan pembuangan gedung harus melalui suatu alat
plambing atau penampung yang dibenarkan untuk keperluan itu, dengan melalui celah
udara sesuai dengan ayat 6.2.9 mengenai persyaratan minimum celah udara.
6.2.8.

Pengaliran masuk di atas bibir alat plambing.

Lubang pengaliran keluar saluran penyediaan air minum harus ditempatkan pada ketinggian
yang dapat memberikan celah udara di atas bibir taraf banjir alat plambing atau penampung
yang bersangkutan, sesuai dengan ayat 6.2.9 mengenai persyaratan minimum celah udara,
kecuali apabila ada ketentuan lain dalam ketentuan teknis sistem plambing ini.
6.2.9.

Persyaratan Minimum Celah Udara.

Celah udara harus berukuran sekurang-kurangnya :


a).

Dua kali ukuran lubang pengaliran keluar ekuivalen berbentuk lingkaran;

b).

Tiga kali ukuran lubang pengaliran keluar ekuivalen berbentuk lingkaran, apabila jarak
antara tepi luar lubang pengaliran keluar dan dinding kurang dari tiga kali ukuran
lubang tersebut; atau apabila alat plambing ditempatkan disudut ruangan serta jarak
antara tepi luar lubang pengaliran keluar dan dinding kurang dari empat kali ukuran
lubang tersebut.

Gambar 6.2.9.: Ukuran minimum celah udara


6.2.10.

Pengaliran masuk di bawah bibir alat plambing.

Pengaliran air minum pada alat plambing dengan pengaliran masuk di bawah bibir tidak
dibenarkan, kecuali apabila hal demikian diperlukan benar untuk kerja alat plambing tersebut
dengan baik dan apabila tindakan perlindungam telah dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang tercantum dalam pasal 6.3.

48 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 6.2.10 : Pengaliran masuk di bawah bibir alat plambing


6.2.11.

Perlindungan terhadap aliran balik.

Sistem penyediaan air minum harus dilindungi terhadap aliran balik.


6.2.12.

Perlindungan terhadap pukulan air.

Sistem penyediaan air minum harus dilindungi terhadap bahaya pukulan air.
6.2.13.

Perlindungan terhadap pencemaran oleh peralatan lain.

Sistem penyediaan air minum harus dilindungi terhadap pencemaran oleh peralatan lain
seperti ketel pemanas, penukar kalor, sistem springkler kebakaran dan peralatan lain yang
menimbulkan tekanan balik.
6.3.

Cara perlindungan untuk pengaliran masuk di bawah bibir alat plambing.

6.3.1.

Perlengkapan alat plambing individu.

Penyambungan alat plambing yang mempunyai bidang pengaliran masuk di bawah bibir alat
plambing harus dilengkapi dengan alat pemecah hampa individu yang dibenarkan dengan
ukuran nominal sama dengan ukuran nominal pipa penyambungannya; pemasangannya
harus sesuai dengan ketentuan ayat berikut dalam pasal ini. Jenis pemecah hampa yang
dipasang harus sesuai dengan maksud penggunaannya.

Gambar 6.3.1 : Pemecah hampa pada perlengkapan alat plambing individu.


6.3.2.

Pemasangan pemecah hampa.

Pemasangan pemecah hampa harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :


a).

Pemecah hampa harus dipasang pada kedudukan yang benar agar dapat bekerja
sempurna;

49 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

b).

Pemecah hampa harus ditempatkan sekurang-kurangnya 10 cm di atas bibir taraf


banjir alat plambing atau penampung yang bersangkutan, kecuali apabila ada
ketentuan lain dalam pasal ini.

Gambar 6.3.2.: Pemasangan pemecah hampa


6.3.3.

Pemeliharaan pemecah hampa.

Pemecah hampa yang dipasang pada suatu sistem penyediaan air minum harus dipelihara
agar tetap berada dalam kondisi kerja yang baik.
6.3.4.

Penempatan pemecah hampa.

Pemecah hampa dan alat plambing yang dilayaninya harus ditempatkan dalam suatu
ruangan dan mudah dicapai untuk pemeriksaan kecuali pemecah hampa yang dipasang
pada katup pelampung.
6.3.5.

Alat pra pemanas yang memanfaatkan panas air buangan.

Pipa air minum yang menyalurkan air ke alat pra pemanas yang memanfaatkan panas air
buangan harus dilengkapi dengan pemecah hampa dan katup penahan balik yang
ditempatkan di antara pemecah hampa dan alat pra pemanas tersebut. Bila tangki
penyimpanan air panas yang menampung aliran dari alat pra pemanas tersebut diatas
mempunyai pipa pengisi air dingin, maka pipa pengisi tersebut harus dilengkapi dengan
pemecah hampa yang ditempatkan sekurang-kurangnya 10 cm di atas taraf tertinggi tangki
dan sebuah katup penahan balik yang ditempatkan di antara pemecah hampa dan tangki.

50 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.3.6.

Lubang pengeluaran air untuk penyambungan slang.

Tiap lubang pengeluaran air berkopeling dan lubang pengeluaran air beruas yang disediakan
untuk penyambungan slang harus dilengkapi dengan pemecah hampa yang dipasang pada
masing-masing pipa penyalur individu lubang pengeluaran air tersebut atau dipasang pada
bagian lubang pengeluaran air tersebut atau dipasang pada bagian lubang pengeluaran air,
apabila pemecah hampa tersebut dilengkapi dengan penyambung slang.
Ketentuan ini tidak berlaku untuk lubang pengaliran air yang digunakan untuk menyiram
kebun, trotoar dan kran pengering sistem pemanas gedung yang terletak diluar gedung.
Pemecah hampa tersebut diatas harus sekurang-kurangnya 15 cm di atas taraf lubang
keluar tertinggi pada pemakaiannya.
Lubang pengeluaran air penyambung slang yang digunakan untuk membersihkan pan
kotoran harus dilengkapi dengan katup penahan balik yang ditempatkan di antara pemecah
hampa dan lubang pengeluaran air.

Gambar 6.3.6.1.: Lubang pengeluaran air untuk penyambungan slang

Gambar 6.3.6.2 : Pemecah hampa pada dus (Shower)


6.3.7.

Penyambungan langsung katup pengglontor.

Katup pengglontor yang disambungkan langsung dengan sistem penyediaan air minum
harus dilengkapi dengan alat pemecah hampa yang ditempatkan sesudah katup pengglontor
pada ketinggian sekurang-kurangnya 10 cm dari bagian teratas alat plambing yang
dilayaninya.
6.3.8.

Tangki Pengglontor.

Tangki pengglontor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

51 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

a).

Tangki pengglontor harus dilengkapi dengan katup pelampung yang dibenarkan. Katup
pelampung yang berhubungan dengan air dalam tangki pengglontor harus dilengkapi
dengan alat pemecah hampa yang ditempatkan pada ketinggian sekurang-kurangnya
0,50 cm di atas taraf peluap tangki;

b).

Lubang pengeluaran katup pelampung yang tidak mengenai air dalam tangki harus
ditempatkan pada ketinggian sekurang-kurangnya 0,50 cm di atas taraf peluap tangki,
sebagai pengganti keperluan ini dapat juga dipasang pemecah hampa seperti
ketentuan di atas.

6.3.9.

Springkler halaman atau jaringan irigasi taman.

Pipa penyalur air ke springkler halaman atau jaringan irigasi taman harus dilengkapi dengan
pemecah hampa yang ditempatkan pada ketinggian sekurang-kurangnya 30 cm di atas taraf
lubang keluar tertinggi springkler atau lubang tertinggi sistem irigasi taman tersebut.
6.4.

Syarat penyediaan air.

6.4.1.

Kuantitas dan tekanan air.

Alat dan perlengkapan plambing harus diberi aliran air minum dengan kuantitas dan tekanan
yang cukup agar dapat bekerja baik tanpa menimbulkan suara yang berlebihan.
6.4.2.

Perencanaan, pengaturan dan pemeliharaan.

Jaringan distribusi air harus direncanakan dan diatur sedemikian rupa, sehingga dengan
penyaluran air yang minimal alat plambing dapat bekerja baik. Jaringan tersebut harus
dipelihara untuk mencegah kebocoran dan terbuangnya air yang meluap.
6.4.3.

Tekanan Air.

a).

Tekanan minimum pada setiap saat di titik aliran keluar harus 50 kPa (0,50 kg/cm2),
tekanan pada katup pengglontor langsung sekurang-kurangnya 1 kg/cm2. Pada
perlengkapan lain yang mensyaratkan tekanan lebih besar, tekanan minimum harus
sebesar tekanan yang diperlukan agar perlengkapan tersebut dapat bekerja dengan
baik.

b).

Bila tekanan dalam jaringan distribusi air minum kota tidak dapat memenuhi
persyaratan tekanan minimum di titik pengaliran keluar, maka harus dipasang suatu
tangki penyediaan air yang direncanakan dan ditempatkan untuk dapat memberikan
tekanan minimum yang disyaratkan. Tangki tersebut dapat berupa tangki bertekanan
atau tangki gravitasi.

c).

Bila tekanan air lebih dari 500 kPa (5 kg/cm2) atau bila terdapat katup atau kran yang
menutup sendiri, maka harus dipasang suatu tabung udara atau alat mekanis yang
dibenarkan untuk mencegah bahaya akibat tekanan, pukulan air dan suara dalam pipa
yang tidak dikehendaki.

6.4.4.

Sistem hidran kebakaran dan springkler otomatis.

Syarat penyediaan air minum adalah sebagai berikut :


a).

Bila sistem hidran kebakaran atau sistem springkler otomatis mendapat aliran dari pipa
air minum, maka pipa air minum tersebut harus disambungkan pada pipa yang selalu
mempunyai tekanan dan kapasitas yang mencukupi;

b).

Pipa penyalur air ke sistem hidran kebakaran atau sistem springkler otomatis harus
direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, agar setiap saat dapat menyalurkan air
dalam kuantitas yang mencukupi sehingga alat tersebut dapat bekerja baik.

52 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.5.

Tangki penyediaan air.

6.5.1.

Konstruksi.

Konstruksi tangki penyediaan air harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


a).

Tangki penyediaan air harus direncanakan, dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
bocor, tahan terhadap binatang perusak, korosi dan tekanan yang timbul pada waktu
penggunaannya;

b).

Tangki harus mempunyai perlengkapan sedemikian rupa, sehingga pemeriksaan dapat


dilakukan dengan aman dan mudah;

c).

Kapasitas tangki tunggal di suatu gedung tidak boleh lebih dari 115 m3. Bila beberapa
tangki dengan jumlah kapasitas lebih dari 115 m3 ditempatkan di atas atap datar dan
pengurasannya dibuang di atas atap tersebut, maka pipa penguras tangki harus dibuat
dan ditempatkan demikian rupa, sehingga pembuangan penguras dapat terbagi ke
drainase atap yang terpisah-pisah;

d).

Konstruksi tangki tekan harus memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan.

e).

Tangki gravitasi atau tangki tak bertekanan harus tertutup dan dilengkapi dengan ven,
yang bukaannya dilindungi terhadap masuknya serangga.

6.5.2.

Penunjang tangki.

Penunjang tangki harus memenuhi persyaratan sebagi berikut :


a).

Konstruksi penunjang tangki harus tahan api sesuai ketentuan yang berlaku;

b).

Tangki dan penunjangnya tidak boleh digunakan untuk menahan alat atau konstruksi
yang tidak ada hubungannya dengan penggunaan tangki, kecuali apabila
direncanakan secara khusus untuk maksud tersebut.

6.5.3.

Penempatan tangki.

Tangki tidak boleh ditempatkan di atas lubang pada lantai atau atap. Penembusan pipa yang
melayani tangki pada lantai atau atap harus rapat air.
6.5.4.
Tangki penyediaan air minum untuk keperluan rumah tangga dan sistem
hidran kebakaran atau sistem springkler otomatis.
Tangki penyediaan air yang melayani keperluan rumah tangga, sistem hidran kebakaran dan
sistem springkler otomatis harus :
a).

direncanakan dan dipasang sedemikian rupa, sehingga dapat menyalurkan air dalam
kuantitas dan tekanan yang cukup untuk sistem tersebut;

b).

mempunyai lubang aliran keluar untuk keperluan rumah tangga pada ketinggian
tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk
pemadam kebakaran dapat dipertahankan;

c).

mempunyai lubang aliran keluar untuk sistem hidran kebakaran pada ketinggian
tertentu dari dasar tangki, sehingga persediaan minimum yang diperlukan untuk hidran
kebakaran dan sistem springkler otomatis dapat dipertahankan.

53 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 6.5.4.
Tangki penyediaan air minum untuk keperluan rumah tangga dan
sistem hidran kebakaran atau sistem springkler otomatis.
6.5.5.

Pencegah peluapan tangki.

Pada tangki gravitasi yang selalu atau sewaktu-waktu mendapat aliran langsung dari
jaringan distribusi kota yang cukup tekanannya harus dipasang katup pelampung atau katup
lain untuk mengatur aliran ke tangki agar air tidak meluap.
6.5.6.

Penyediaan air minum yang masuk ke tangki gravitasi.

Pipa untuk mengalirkan air minum ke dalam tangki gravitasi harus berakhir pada ketinggian
yang cukup di atas lubang peluap untuk mendapatkan celah udara yang disyaratkan; taraf
aliran masuk tersebut tidak boleh kurang dari 10 cm di atas puncak pipa peluap.

Gambar 6.5.6.
Penyediaan air minum yang masuk ke tangki gravitasi
6.5.7.

Pipa peluap tangki gravitasi.

Tangki persediaan air gravitasi harus dilengkapi pipa peluap. Pipa peluap tersebut harus
membuang air pada ketinggian kurang dari 15 cm di atas atap atau bak penangkap, atau
membuang ke dalam alat plambing terbuka yang mendapat aliran air dan yang dibenarkan
untuk penggunaan itu. Ukuran pipa peluap sekurang-kurangnya harus satu ukuran standar
lebih besar dari ukuran pipa pengisi tangki dan tidak boleh kurang dari :

54 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 6.5.7 : Ukuran pipa peluap


Kapasitas Tangki
(m3)
0~3
<3 ~ 6
<6 ~ 12
<12 ~ 18
<18 ~ 28
<28
6.5.8.

Ukuran pipa peluap


(mm)
25
40
50
65
80
100

Pipa pengosong tangki penyediaan air minum.

Semua tangki persediaan air minum harus dilengkapi dengan pipa pengosong yang
ditempatkan dan diatur sedemikian, sehingga dapat dicegah timbulnya kerusakan akibat
pembuangan air dari tangki. Pembuangan air dari pipa pengosong harus memenuhi
persyaratan seperti yang ditentukan untuk pipa peluap. Tiap tangki harus dilengkapi dengan
pipa pengosong dengan ukuran sesuai tabel 6.5.8.
Tabel 6.5.8 : Ukuran minimal pipa pengosong
Kapasitas Tangki
(m3)
0 ~ 18
18 ~ 37
37

Ukuran pipa pengosong


(mm)
65
80
100

Tiap pipa pengosong harus dilengkapi dengan katup yang dibenarkan dan mempunyai
ukuran sama dengan ukuran pipa tersebut.
6.5.9.

Penempatan yang dilarang untuk tangki penyediaan air minum.

Tangki gravitasi persediaan air minum atau lubang pemeriksaan pada tangki tekanan
penyediaan air minum tidak boleh ditempatkan langsung dibawah pipa air kotoran atau pipa
pembuangan.
6.5.10.

Kasa tangki penyediaan air minum.

Pipa peluap dan pipa ven tangki gravitasi persediaan air minum harus diberi kasa nyamuk
yang tahan lama dengan ukuran sekurang-kurangnya 16 lubang/cm2.
6.6.

Sistem penyediaan air panas.

6.6.1.

Kuantitas dan tekanan.

Alat plambing dan perlengkapannya untuk air panas harus diberi aliran air panas dengan
kuantitas dan tekanan yang cukup agar dapat bekerja dengan baik tanpa menimbulkan
suara yang berlebihan pada penggunaan normal.
6.6.2.

Perencanaan, pengaturan dan pemeliharaan.

Jaringan distribusi air panas harus direncanakan dan diatur sedemikian rupa, sehingga
penyaluran air panas yang minimal ke alat plambing dapat bekerja baik. Pipa air panas dan
perlengkapannya harus dibalut sedemikian rupa dengan bahan isolasi panas yang
dibenarkan, sehingga penurunan suhu pada alat plambing terjauh tidak lebih dari 10o C.

55 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.6.3.

Tekanan minimum di lubang pengaliran keluar.

Tekanan minimum pada setiap saat di titik aliran keluar tidak boleh kurang dari 0,5 kPa.
Pada perlengkapan lain dengan syarat tekanan lebih besar, tekanan minimum harus sebesar
tekanan yang diperlukan agar perlengkapan tersebut dapat bekerja dengan baik.
6.6.4.

Penempatan alat pemanas dan tangki air panas.

Alat pemanas harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga


penggunaannya, tidak menimbulkan bahaya dan mudah dipelihara.

sesuai

dengan

Tangki air panas harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga mudah dicapai, terlindung
serta mempunyai sarana pembuangan yang baik.
6.6.5.

Jaringan penyediaan air panas sirkulasi.

Gedung bertingkat lebih dari lima lantai dan gedung dengan panjang ukur pipa pembawa air
panas dari sumber air panas sampai alat plambing yang terjauh melebihi 30 m, harus
dilengkapi dengan sistem penyediaan air panas sirkulasi.
6.6.6.
a).

Perlengkapan untuk keselamatan tangki air panas.


Katup pelepas tekanan.
Pada perlengkapan plambing yang digunakan untuk memanaskan air atau menyimpan
air panas harus dipasang katup pelepas tekanan. Kapasitas pelepasan untuk katup ini
harus dapat membatasi kenaikan tekanan tidak lebih dari 10% terhadap tekanan
pembukaan yang ditetapkan pada katup tersebut.

b).

Katup pelepas temperatur atau alat pemutus daya.


Pada perlengkapan plambing yang digunakan untuk memanaskan air atau untuk
menyimpan air panas harus dipasang katup pelepas temperatur atau alat pemutus
daya. Setiap katup pelepas temperatur harus dinyatakan kapasitas pelepasan airnya
terhadap kapasitas pemanas, yaitu melepaskan air sebanyak 4 liter/jam untuk setiap
312 k.Kal/jam kapasitas pemanas. Pada temperatur 1000C katup ini harus mampu
melepaskan air panas dalam jumlah yang cukup untuk mencegah kenaikan temperatur
lebih tinggi lagi. Sebagai pengganti katup pelepas temperatur dapat dipasang suatu
alat pemutus daya yang akan memutuskan sumber daya ke tangki air tersebut
sebelum temperatur air di dalam tangki melebihi 1000C.

c).

Persetujuan.
Hanya katup gabungan pelepas tekanan dan pelepas temperatur, atau katup pelepas
tekanan dan katup pelepas temperatur individu, yang telah diuji atau memenuhi
persyaratan yang dibenarkan oleh instansi yang berwenang, yang boleh dipasang
untuk memenuhi syarat butir 1 dan butir 2 tersebut diatas.

Gambar 6.6.6.1 : Katup pelepas tekanan.

56 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.6.7.

Katup gabungan tekanan dan temperatur.

Sebagai ganti penggunaan katup pelepas tekanan dan katup pelepas temperatur yang
terpisah untuk tangki berkapasitas sampai dengan 450 liter atau daya pemanas sampai
dengan 250 k.Kal tiap jam dapat dipakai katup gabungan pelepas tekanan dan temperatur
yang dibenarkan serta harus mempunyai daya lepas tekanan dan temperatur yang cukup.

Gambar: 6.6.7.: Katup gabungan pelepas tekanan dan temperatur


6.6.8

Penempatan katup pelepas dan alat pengatur daya.

a).

Katup pelepas tekanan harus dipasang pada jalur pipa air dingin yang melayani
pemanas atau tangki air panas. Pada daerah di mana kemungkinan terjadinya kerak
yang disebabkan oleh kesadahan air, katup pelepas tekanan boleh dipasang pada jalur
pipa air panas dari pemanas atau tangki air panas;

b).

Katup pelepas temperatur dan katup gabungan pelepas tekanan dan temperatur harus
dipasang sedemikian rupa sehingga elemen yang peka terhadap perubahan
temperatur terendam dalam air yang mempunyai temperatur tertinggi. Katup pelepas
harus dipasang sedemikian rupa, sehingga antara katup pelepas dengan pemanas
atau tangki air panas tidak terdapat katup penahan balik atau katup penutup;

c).

Jenis alat pengatur daya harus dipasang sedemikian rupa, sehingga elemen yang
peka terhadap temperatur berhubungan langsung dengan air yang bertemperatur
tinggi.

6.6.9.

Sambungan ke luar katup pelepas.

Lubang keluar katup pelepas tidak boleh dihubungkan langsung dengan pipa drainase atau
pipa ven. Apabila lubang pelepas tersebut melepaskan air ke dalam alat plambing, lubang itu
harus dilengkapi dengan celah udara sesuai dengan ketentuan pada ayat 6.2.9 mengenai
persyaratan minimum celah udara. Lubang pelepas atau pipa pelepas tidak boleh
melepaskan air sedemikian rupa sehingga menimbulkan bahaya, kerusakan berat atau
gangguan lainnya.
6.6.10.

Alat pengukur tekanan dan pengatur temperatur.

Tangki air panas yang berkapasitas lebih dari 450 liter atau alat pemanas air dingin dengan
daya pemanas lebih dari 250 k.kal/jam harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan dan
alat pengukur temperatur yang dibenarkan.
6.6.11.

Penempatan tanda pada tangki air panas.

Tanda yang menunjukkan tekanan air maksimum yang diizinkan pada tangki air panas harus
mudah dilihat.
6.6.12.

Katup penguras atau katup pengosong untuk tangki air panas.

Tangki air panas harus dilengkapi dengan kran penguras atau katup pengosong.

57 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.6.13.

Petunjuk penggunaan dan perlindungan.

Petunjuk mengenai penggunaan dan perlindungan perlengkapan plambing yang diperlukan


untuk memanaskan air atau menyimpan air panas harus dipasang pada tempat yang mudah
dilihat.
6.6.14.

Cara penentuan ukuran pipa air panas.

Ukuran pipa air panas harus dirncanakan dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
a).

Penentuan ukuran pipa sistem air panas harus direncanakan berdasarkan perhitungan
teknis yang baik dan dibenarkan;

b).

Ukuran pipa di atas tanah di dalam gedung harus sedemikian rupa, sehingga
kecepatan pengaliran air panas pada kebutuhan maksimum tidak lebih dari 3 m per
detik pada semua bagian pipa kecuali yang melayani alat plambing individu;

6.6.15.

Perkiraan beban kebutuhan air panas.

Perkiraan beban kebutuhan air panas adalah perkiraan beban kebutuhan air minum.
6.7.

Katup kendali air minum.

6.7.1.

Larangan penggunaan kombinasi katup- kran.

Pipa penyediaan air minum yang berada di bawah muka tanah tidak boleh dipasang
kombinasi katup dengan kran.
6.7.2.

Katup gedung.

Katup sorong atau katup sumbat harus dipasang pada pipa persil di dalam gedung dekat titik
masuknya.
6.7.3.

Katup tangki air minum.

Katup sorong harus dipasang dekat tangki pada jaringan pipa yang mendapat air dari tangki
air minum.
6.7.4.

Katup pipa tegak.

Katup harus dipasang pada bagian bawah pipa tegak air minum, kecuali pada pipa tegak
rumah tinggal satu keluarga.
6.7.5.

Katup unit rumah tinggal.

Di rumah tinggal dua keluarga atau lebih, jaringan pipa penyediaan air minum harus
dilengkapi dengan satu atau lebih katup untuk memutuskan aliran ke alat plambing dan
perlengkapannya di tiap unit tempat tinggal, tanpa mengganggu aliran ke unit tempat tinggal
lain atau aliran ke bagian lain dalam rumah tinggal tersebut. Katup kendali aliran ke unit
tempat tinggal tersebut harus ditempatkan dalam unit yang besangkutan.
6.7.6.

Katup alat pemanas air.

Katup harus dipasang pada cabang air dingin yang menyalurkan air ke alat pemanas.
6.7.7.

Katup pengatur aliran.

Pipa penyediaan air minum yang melayani hunian yang bukan unit rumah tinggal harus
dilengkapi dengan katup pengatur aliran ke tiap alat plambing dan perlengkapannya atau ke
ruang tempat alat plambing dan perlengkapannya tersebut.

58 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.7.8.

Katup pada meter air.

Katup yang dipasang pada aliran keluar dari meter air harus berupa katup sorong atau kran
sumbat yang berukuran sekurang-kurangnya sama dengan ukuran pipa dinas.
6.7.9.

Penempatan katup.

Katup harus dipasang di tempat yang mudah dicapai sehingga mudah ditutup setiap saat.
6.7.10.

Katup pada jaringan distribusi.

Katup pada pipa distribusi harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dalam keadaan
terbuka penuh mempunyai luas penampang aliran yang tidak lebih kecil dari luas
penampang pipa yang dilayaninya, kecuali katup yang mengatur aliran ke alat plambing
tunggal.
6.8.

Pemasangan pipa penyediaan air minum.

6.8.1.

Penempatan pipa yang dilarang.

Pipa penyediaan air minum tidak boleh ditempatkan dalam ruang tangga, sumuran alat
pengangkat, di bawah lif, di bawah imbangan lif atau ditempat yang mengganggu jendela,
pintu atau bukaan lainnya.
6.8.2.

Perlindungan terhadap korosi luar.

Pipa penyediaan air minum yang melewati atau ditempatkan di bawah sisa pembakaran
dalam tungku atau bahan korosi lainnya harus diberi lapisan luar, dibungkus atau dilindungi
dengan cara lain terhadap korosi luar.
6.8.3.

Perlindungan terhadap tegangan.

Pipa penyediaan air minum harus ditempatkan sedemikian rupa, sehingga tegangan dalam
pipa yang timbul akibat pemuaian, penyusutan dan penurunan bangunan dan gempa, masih
dalam batas aman.
6.8.4.

Kerusakan.

Pipa penyediaan air minum yang menembus pondasi atau dinding penahan harus dilindungi
terhadap kerusakan dengan selubung, busur atau perlindungan ekuivalen yang dibenarkan.
Ruang antara selubung atau busur dan pipa yang menembus dinding tersebut harus diisi
dengan bahan pengisi yang dibenarkan. Selubung harus berupa pipa besi atau baja dengan
ukuran dua standar lebih besar dari pada ukuran pipa yang dilindungi.
6.8.5.

Galian, tumpuan dan urugan pipa di bawah tanah.

Galian, tumpuan dan urugan pipa di bawah tanah harus dilaksanakan dengan cara sebagai
berikut :
a).

Galian untuk pemasangan pipa di bawah tanah harus berupa parit terbuka. Seluruh
panjang pipa harus tertumpu pada dasar mantap;

b).

Galian harus diurug dengan tanah, pasir atau kerikil ayakan yang bersih dan tidak
tercampur dengan batu besar, sisa pembakaran atau bahan lain yang dapat merusak
atau mengakibatkan pecahnya pipa atau mengakibatkan korosi dan dipadatkan sampai
sekurang-kurangnya 30 cm di atas puncak pipa atau disesuaikan dengan beban
diatasnya. Pemadatan atau pengerasan harus baik tanpa mengakibatkan kerusakan
pada pipa. Pengurugan selanjutnya dilakukan sampai muka tanah asal dan dipadatkan
dengan baik.

59 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.8.6.

Penumpuan dan pemasangan pipa di atas tanah.

Pipa penyediaan air minum yang berada di atas tanah harus dipasang kokoh pada gedung.
Jarak antara penahan tidak lebih dari ketentuan sebagai berikut :
a).

Pipa dengan sambungan ulir yang dipasang mendatar : 4 meter;

b).

Pipa dengan sambungan ulir dipasang tegak : selang satu tingkat dan sedemikian rupa
sehingga dasar pipa tegak air minum bebas dari beban;

c).

Pipa tembaga yang dipasang mendatar : 3 meter, untuk pipa berukuran 50 mm atau
lebih, 2 meter untuk pipa berukuran kurang dari 50 mm;

d).

Pipa tembaga yang dipasang tegak : satu tingkat dan dipasang sedemikian rupa,
sehingga dasar pipa tegak air minum bebas dari beban.

6.8.7.

Penahan pipa.

Penggantung, angker, pilar dan sejenis lainnya yang digunakan untuk menahan pipa harus
dibuat dari bahan yang dibenarkan dan cukup kuat untuk menahan beban pipa beserta
isinya.

Gambar 6.8.7.(a). : Contoh Penggantung pipa.

Gambar 6.8.7.(b). : Contoh Pilar

60 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

6.8.8.

Kemiringan jalur pipa.

Pipa penyediaan air harus diberi kemiringan, sehingga seluruh atau sebagian sistem
perpipaan dapat dikosongkan dan dilengkapi pula dengan katup yang dipasang pada titik
terendah agar sistem pemipaan dapat dikosongkan. Adanya bagian yang menggenang atau
melentur sedapat mungkin harus dihindari.
6.9.

Ukuran sistem penyediaan air.

6.9.1.

Pipa persil.

Pipa Persil harus mempunyai ukuran yang cukup sehingga dapat memenuhi secara
sempurna kebutuhan maksimum pada pemakaian puncak di gedung yang dilayaninya.
Ukuran pipa persil tidak boleh kurang dari 20 mm, apabila terdapat katup pengglontor yang
dihubungkan langsung dan bekerja pada tekanan pipa persil, maka pipa persil harus
berukuran sekurang-kurangnnya 32 mm.
6.9.2.

Tekanan minimum yang tersedia.

Sistem distribusi air minum harus direncanakan atas dasar tekanan minimum 1,5 kPa yang
tersedia dalam pipa air minum atau sumber penyediaan air minum lainnya.
6.9.3.

Beban kebutuhan.

Beban kebutuhan air minum pada sistem distribusi harus direncanakan atas dasar jumlah,
macam dan kemungkinan penggunaan alat plambing yang dilayaninya pada waktu
bersamaan.
6.9.4.

Pipa penyediaan air alat plambing.

Ukuran minimum pipa penyediaan air minum untuk alat plambing harus mengikuti tabel
6.9.4.
Tabel 6.9.4. : Ukuran minimum pipa penyediaan air alat plambing.
Ukuran minimum
No.
Alat Plambing
(mm)
Air dingin Air panas
1.
Bak mandi
15
15
2.
Bedpan washer
25
25
3.
Bidet
15
15
4.
Gabungan bak cuci dan dulang cuci
15
15
pakaian
5.
Unit dental atau peludahan
10
6.
Bak cuci tangan untuk dokter gigi
15
15
7.
Pancuran air minum
10
8.
Bak cuci tangan
10
10
9.
Bak cuci dapur
15
15
10.
Bak cuci pakaian (1 atau 2 kompartemen)
15
15
11.
Dus, setiap kepala
15
15
12.
Service sink
15
15
13.
Peturasan pedestal berkaki
25
14.
Peturasan, wall lip
15
15.
Peturasan, palung
20
16.
Peturasan dengan tangki glontor
10
17.
Bak cuci, bulat atau jamak (setiap kran)
15
15
18.
Kloset dengan katup glontor
25
19.
Kloset dengan tangki glontor
10
-

61 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Ukuran minimum pipa penyediaan air untuk alat plambing yang tidak tercantum dalam tabel
6.9.4, harus sama dengan ukuran alat plambing yang setara dengan fungsinya yang
tercantum dalam tabel 6.9.4.
6.9.5.

Pipa tegak air minum.

Ukuran minimum pipa tegak air minum tidak boleh lebih kecil dari : 15 mm bila tidak ada
katup pengglontor yang dihubungkan langsung, 32 mm bila terdapat hanya satu atau dua
katup pengglontor yang dihubungkan langsung, 40 mm bila terdapat tiga atau lebih katup
pengglontor langsung.
6.9.6.

Kelonggaran karena sifat air.

Apabila perpipaan dipengaruhi oleh korosi atau endapan secara berlebihan karena sifat air,
pipa tersebut harus berukuran satu ukuran standar lebih besar dari pada ukuran minimum
yang ditetapkan dalam pasal ini.
6.9.7.

Cara penentuan ukuran jaringan air minum.

Ukuran pipa jaringan air minum harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a).

Penentuan ukuran pipa jaringan air minum harus memenuhi cara perhitungan teknis
yang baik dan dibenarkan.

b).

Ukuran pipa selain pipa yang melayani alat plambing individu harus sedemikian rupa,
sehingga kecepatan pengaliran pada waktu kebutuhan maksimum tidak lebih dari 3
m/detik untuk pipa di atas tanah dalam bagian hunian suatu gedung;

6.9.8.

Perkiraan beban kebutuhan air.

Beban kebutuhan air untuk alat plambing harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a).

Untuk memperkirakan beban kebutuhan air minum disediakan tabel 6.9.8 mengenai
beban kebutuhan alat plambing yang berisi angka beban kebutuhan air yang
dinyatakan dalam unit beban alat plambing untuk berbagai macam alat plambing pada
berbagai keadaan pelayanan;

b).

Perkiraan kebutuhan untuk alat plambing yang penggunaannya sewaktu-waktu dalam


liter per menit harus sesuai dengan jumlah unit beban alat plambing yang tercantum
dalam 2 grafik mengenai : kurva perkiraan beban kebutuhan air;

c).

Untuk memperkirakan jumlah kebutuhan dalam liter/menit, maka kebutuhan untuk


lubang pengeluaran, seperti sambungan untuk slang dan perlengkapan pengkondisian
udara yang memerlukan kebutuhan terus-menerus pada waktu pemakaian yang besar,
harus dihitung tersendiri dan ditambahkan pada kebutuhan alat plambing yang
digunakan sewaktu-waktu.

62 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 6.9.8.1.a : Kurva perkiraan beban kebutuhan air.

63 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 6.9.8.1.b.: Kurva perkiraan beban kebutuhan air.

64 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 6.9.8. : Unit Beban Alat Plambing.


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Unit beban alat plambing


Bak mandi
Bedpan washer
Bidet
Gabungan bak cuci dan dulang cuci
pakaian
Unit dental atau peludahan
Bak cuci tangan untuk dokter gigi
Pancaran air minum
Bak cuci tangan
Bak cuci dapur
Bak cuci pakaian (1 atau 2 kompartemen)
Dus, setiap kepala
Service sink
Peturasan pedestal berkaki
Peturasan, wall lip
Peturasan, Palung
Peturasan dengan tangki glontor
Bak cuci, bulat atau jamak (setiap kran)
Kloset dengan katup glontor
Kloset dengan tangki glontor

Pribadi
2
2
3

Umum
4
10
4
-

1
1
1
2
2
2
2
6
3

1
2
2
2
2
4
4
4
10
5
5
3
2
10
5

Beban alat plambing yang tidak tercantum dalam tabel 6.9.8 harus diperkirakan dengan
membandingkan alat plambing tersebut dengan alat plambing yang memakai air dalam debit
yang sama. Beban yang tercantum dalam tabel adalah untuk seluruh kebutuhan. Alat
plambing yang dilengkapi dengan air panas dan air dingin mempunyai beban masing-masing
sebesar dari beban yang tercantum dalam tabel.
6.10.

Pengujian hidrostatik.

Sistem penyediaan air minum harus dibuktikan rapat air dengan mengadakan suatu
pengujian hidrostatik dengan menggunakan air minum. Pengujian hidrostatik sekurangkurangnya harus menggunakan 2 kali tekanan kerja maksimum pada sebagian dan seluruh
pipa yang telah dipasang dengan jangka waktu selama 30 menit tanpa ada kebocoran atau
penurunan tekanan uji. Pengujian semacam itu harus dilakukan sebelum seluruh pipa
ditimbun atau ditutup.
6.11.

Cara desinfeksi sistem penyediaan air minum.

Sebelum sistem penyediaan air minum atau bagian dari sistem itu digunakan atau dipakai
kembali, harus dilakukan salah satu cara desinfeksi sebagai berikut :
a).

Diisi larutan yang mengandung 50 mg/L khlor (Cl) dan dibiarkan selama 24 jam
sebelum dibilas dan digunakan atau dipakai kembali; atau

b).

Diisi larutan yang mengandung 200 mg/L khlor (Cl) dan dibiarkan selama 1 jam
sebelum dibilas dan digunakan atau dipakai kembali;

c).

Tangki penyediaan air minum yang tidak dapat didesinfeksikan dengan cara 1 atau 2
tersebut di atas, seluruh bagian dalamnya harus dioles dengan larutan yang

65 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

mengandung 200 mg/L khlor dan dibiarkan selama 1 jam sebelum dibilas dan
digunakan kembali;
d).

Dosis yang digunakan untuk saringan air minum atau peralatan sejenis harus secara
khusus dibenarkan, tergantung pada kondisi dan kebutuhannya.

7.

Sistem drainase, air buangan dan ven.

7.1.

Jaringan drainase.

7.1.1.

Drainase gedung.

Gedung harus mempunyai perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan dari atap dan
halaman dengan pengerasan di dalam persil ke saluran air hujan kota atau saluran
pembuangan campuran kota. Pada daerah yang tidak terdapat saluran tersebut, pengaliran
air hujan dilakukan dengan cara yang dibenarkan.
7.1.2.

Drainase persil.

Setiap persil dapat menyalurkan air hujan ke saluran drainase kota.


7.1.3.

Drainase yang dilarang.

Dilarang mengalirkan air hujan ke dalam saluran pembuangan yang khusus untuk air
buangan atau mengalirkan sedemikian rupa sehingga air meluap diatas trotoar atau jalan.
7.2.

Jaringan air buangan.

7.2.1.

Pipa air buangan gedung.

Gedung yang mempunyai alat plambing harus dilengkapi dengan pipa air buangan dari alat
plambing ke riol kota atau saluran pembuangan gabungan kota. Pada daerah yang tidak
terdapat saluran tersebut, penyaluran air buangan harus dilakukan dengan cara yang
dibenarkan.
7.2.2.

Air buangan persil.

Setiap persil dapat menyalurkan air buangan ke riol kota yang ditentukan untuk maksud
tersebut, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dibenarkan.
7.2.3.

Sistem pembuangan air buangan pribadi.

Sistem pembuangan air buangan pribadi harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dibenarkan.
7.2.4.

Sistem pembuangan air buangan yang dilarang.

Sistem pembuangan air buangan yang dilarang adalah :


a).

mengalirkan air buangan ke dalam saluran pembuangan yang dikhususkan untuk air
hujan atau mengalirkan sedemikian rupa sehingga air meluap di atas trotoar atau jalan.

b).

membuang air buangan dari sistem plambing ke dalam perairan umum, kecuali apabila
dibenarkan.

7.2.5.

Buangan berbahaya.

Pembuangan dari buangan berbahaya harus dilakukan sesuai dengan segala peraturan
yang berlaku, kecuali cara tersebut dibenarkan.
7.3.

Larangan pembuangan campuran.

Jaringan pembuangan air kotor harus terpisah seluruhnya dari jaringan pembuangan air
hujan gedung.

66 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Pembuangan air hujan gedung harus diresapkan sesuai dengan SNI 03-2453-1991
(ICS. 91.140.60) tentang Sumur resapan air hujan untuk lahan pekarangan, Tata Cara
Perencanaan Teknik.
7.4.

Hubungan alat plambing dan perlengkapan pada sistem air buangan.

7.4.1.

Alat plambing dan perlengkapan yang perlu dihubungkan langsung.

Alat plambing dan perlengkapan yang membuang air buangan atau air limbah harus
dihubungkan langsung pada jaringan air buangan kecuali bila ditentukan lain dalam ayat
7.4.3 dan 7.4.4.
7.4.2.
Alat plambing dan perlengkapan yang perlu dilengkapi celah udara pada
lubang pembuangan.
Lubang pembuangan alat plambing dan perlengkapan yang digunakan untuk penyimpanan,
penyiapan atau pengolahan makanan, minuman, bahan steril, atau bahan sejenis lainnya
harus dilengkapi dengan celah udara yang cukup untuk mencegah pencemaran akibat
adanya kemungkinan pengaliran balik air kotor secara langsung atau tidak langsung melalui
pipa pembuangan.
Celah udara itu harus ditempatkan pada jarak kurang dari 50 cm dari lubang pembuangan
alat plambing tersebut sebelum masuk perangkap. Lubang alat sterilisasi harus dilengkapi
dengan celah udara sesuai dengan ketentuan tersebut diatas.
7.4.3.
Alat plambing yang pembuangannya boleh dihubungkan secara tidak
langsung.
Bak cuci bar, pancuran soda, pancaran air minum dan mesin cuci piring boleh dihubungkan
pada pipa pembuangan tidak langsung.

Gambar 7.4.3: Alat plambing yang pembuangannya boleh dihubungkan secara tidak
langsung
7.4.4.
Alat plambing dan perlengkapan yang pembuangannya harus dihubungkan
secara tidak langsung.
Alat plambing dan perlengkapan yang pembuangannya harus dihubungkan secara tidak
langsung adalah :

67 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

a).

Alat plambing dan perlengkapan yang bagian dalamnya sukar dibersihkan, harus
dihubungkan dengan suatu saluran pembuangan air limbah melalui pipa pembuangan
tidak langsung.

b).

Buangan alat plambing rumah tangga yang mudah dipindah-pindah, seperti mesin cuci
pakaian dan mesin cuci piring yang disambungkan secara tidak permanen dengan
sistem plambing harus disalurkan dengan pipa fleksibel ke dalam bak cuci, bak cuci
pakaian atau alat plambing lainnya yang dibenarkan untuk penggunaan tersebut.

Gambar 7.4.4.2.: Contoh mesin cuci piring

Gambar 7.4.4.3.: Lemari pendingin


c).

Lemari pendingin, lemari es atau tempat menyimpan makanan yang dilengkapi dengan
lubang pembuangan yang digunakan untuk komersial, harus menyalurkan air
buangannya melalui celah udara ke lubang pengering lantai atau bak cuci yang
dibenarkan penggunaannya untuk maksud tersebut atau ke dalam suatu
penampungan yang dilengkapi dengan perangkap lonceng atau perangkap biasa dan
membuang ke jaringan pembuangan air buangan dengan pipa pembuangan tak
langsung.

d).

Alat dapur dan perlengkapan sejenis yang tidak dilengkapi dengan kran air, tetapi
mempuyai lubang pembuangan, harus menyalurkan air buangannya ke sistem saluran
pembuangan air limbah melalui pipa pembuangan tidak langung.

e).

Kolam renang dan kolam untuk anak-anak yang sambungan peluapnya berada di
bawah taraf muka jalan, lubang pembuangannya harus dihubungkan dengan sistem

68 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

saluran pembuangan air limbah melalui pipa tidak langsung. Yang dimaksud tersebut
diatas adalah lubang pembuangan, saluran buangan kolam, saluran buangan biasa,
lubang pembuangan air bekas pencuci filter kolam dan lubang pengering lantai pada
rabat di sekeliling kolam. Bila pipa pembuangan itu berada di bawah taraf saluran
pembuangan gedung, pompa sirkulasi air kolam dapat digunakan untuk memompa ke
suatu ketinggian yang memungkinkan pengaliran secara gravitasi ke suatu alat
plambing yang dibenarkan untuk maksud tersebut.
f).

7.5.

Saluran pengering yang terdapat pada sumuran lif harus dihubungkan dengan pipa
pembuangan tidak langsung ke jaringan pembuangan air limbah atau hujan, apabila
dibenarkan.
Ven untuk jaringan air limbah.

Jaringan air limbah pada bangunan berlantai lebih dari satu harus dilengkapi dengan ven
yang memungkinkan adanya sirkulasi udara dalam semua pipa dan memungkinkan keluar
masuknya udara, sehingga penutup perangkap alat plambing mengalami perbedaan tekanan
udara tidak lebih dari 2,5 cm kolom air.
7.6.

Buangan pengganggu.

7.6.1.

Air buangan kolam renang.

Bila air buangan yang berasal dari sistem pembuangan air limbah dibuang ke jaringan air
limbah pribadi, maka air buangan dari kolam renang tidak boleh dibuang ke dalam jaringan
pembuangan air limbah, tetapi harus dibuang ke dalam sistem pembuangan tersendiri.
7.6.2.

Buangan bersuhu tinggi.

Buangan uap, pengurasan ketel uap, dan buangan jenis lainnya yang bersuhu tinggi, tidak
boleh dibuang langsung ke saluran pembuangan gedung, tetapi harus ditampung terlebih
dahulu ke dalam bak penampung. Bila air buangan itu dibuang ke dalam jaringan
pembuangan air hujan, maka suhunya tidak boleh lebih dari 600C.

Gambar 7.6.2.: Bak penampung buangan bersuhu tinggi

69 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.6.3.

Air buangan industri.

Air buangan industri yang dapat merugikan jaringan pembuangan air buangan atau tempat
pengolahan air limbah umum atau pribadi harus diolah dan dibuang dengan cara yang
dibenarkan.
7.6.4.

Buangan yang menyumbat.

Air buangan yang dapat menimbulkan penyumbatan di dalam jaringan pembuangan air
limbah atau riol tidak boleh dibuang ke dalam jaringan tersebut, kecuali bila jaringan tersebut
dilengkapi dengan saringan penangkap atau perangkap alat plambing dengan penangkap
endapan atau lemak yang dibenarkan untuk mengatasi buangan pengganggu.

Gambar 7.6.4.: Contoh Penangkap endapan


7.6.5.

Buangan khusus.

a).

Cairan korosif, asam, alkali yang kuat, cairan yang dapat menghasilkan uap beracun,
atau bahan kimia lainnya yang dapat merusak pipa pembuangan, pipa ven atau yang
mengganggu proses pengolahan air limbah, tidak boleh disalurkan langsung ke
jaringan pembuangan air limbah;

b).

Cairan dan bahan kimia seperti tersebut diatas, harus dibuang melalui jaringan
pembuangan khusus ke alat pengencer, alat netralisasi atau cara pengolahan lainnya
yang dibenarkan;

c).

Peralatan tersebut harus secara otomatis disediakan dengan pasokan air yang banyak
untuk pengenceran atau netralisasi ;

d).

Bila dilakukan suatu cara dengan alat pelarut, pengencer atau netralisasi bahan kimia
tersebut diatas yang peralatannya dan pemeliharaannya dibenarkan, maka air
buangan yang sudah diolah boleh dibuang ke dalam jaringan air limbah biasa.

70 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

e).

Pipa buangan tersebut dan pipa ven yang melayaninya harus terbuat dari bahan yang
tahan terhadap kimia.

Gambar 7.6.5.a.: Sistem pembuangan buangan khusus

Gambar 7.6.5.b.: Sistem pembuangan buangan khusus

71 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.6.6.

Minyak buangan yang mudah terbakar.

a).

Untuk mencegah bahaya yang timbul akibat minyak atau bahan lainnya yang masuk ke
dalam jaringan pembuangan air limbah, alat plambing yang menerima buangan
demikian harus dihubungkan dengan pipa tersendiri melalui pemisah minyak yang
dibenarkan. Pemisah minyak yang membuang isinya ke riol kota atau riol gabungan,
harus dihubungkan pada riol gedung atau saluran pembuangan air limbah gedung
pada bagian hilir perangkap bangunan gedung. Pipa buangan pemisah minyak yang
membuang isinya ke dalam jaringan pembuangan pribadi, harus dibenarkan untuk
penggunaan tersebut .

b).

Pemisah minyak harus dilengkapi dengan ven uap individu dengan ukuran 80 mm
menjulang dari bagian atas pemisah sampai ke udara bebas pada tempat yang
dibenarkan sekurang-kurangnya 3,5 meter di atas muka tanah;

c).

Kedalaman cairan yang ditampung oleh pemisah minyak harus sekurang - kurangnya
60 cm;

d).

Kapasitas pemisah minyak untuk bengkel yang dibenarkan harus sekurang-kurangnya


170 liter untuk 10 m 2 luas bengkel dan selanjutnya ditambahkan 30 liter untuk setiap 10
m2 berikutnya;

Gambar 7.6.6.1.: Cara pembuangan minyak buangan yang mudah terbakar.

72 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.6.6.2 : Pemisah minyak.


7.6.7.

Buangan radio aktif.

Buangan radio aktif tidak boleh dibuang ke dalam jaringan pembuangan air limbah, jaringan
riol Kota, riol pribadi atau pengolahan air limbah, kecuali bila buangan itu diolah dan dibuang
dengan cara yang khusus dibenarkan.
7.7.

Air limbah di bawah taraf riol.

7.7.1.

Air limbah.

Sebagian air limbah dari jaringan air limbah yang tidak dapat disalurkan secara gravitase ke
dalam riol, harus dibuang melalui jaringan air limbah dibawah gedung dan dibuang ke dalam
jaringan air limbah gedung gravitasi dengan alat otomatis atau dengan cara lain yang
dibenarkan.
7.7.2.

Pipa air limbah dan pipa ven

Pemasangan pipa air limbah dan ven dari jaringan air limbah di bawah gedung harus sama
dengan pemasangan pada sistem gravitasi, kecuali apabila jaringan air limbah tersebut
menyalurkan air ke dalam sumuran yang rapat udara dan berventilasi, ejektor atau tangki
penerima, yang selanjutnya air limbah harus dibuang sesuai dengan cara yang dibenarkan.
7.7.3.

Sumuran, ejektor dan tangki yang hanya menerima air buangan.

Sumuran, ejektor dan tangki penerima yang hanya menerima air buangan tidak perlu rapat
udara dan tidak perlu dilengkapi dengan pipa ven.

Gambar 7.7.3 : Sumuran, ejektor, dan tangki yang hanya menerima air buangan.

73 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.8.

Air tanah.

Air tanah yang disalurkan ke riol kota, harus disalurkan ke dalam perangkap penangkap
lumpur dan pasir yang dibenarkan dan mudah dicapai, selanjutnya dibuang ke dalam
jaringan drainase. Bila pipa dari perangkap penangkap tersebut disambungkan langsung
pada jaringan drainase, harus dilengkapi dengan katup penahan balik yang dibenarkan dan
mudah dicapai.
7.9.

Pencegahan luapan ke dalam gedung.

7.9.1.

Alat plambing dan daerah pengeringan yang dipengaruhi oleh aliran balik.

Alat plambing dan daerah pengeringan yang dipengaruhi oleh luapan aliran balik dari sistem
riol kota, harus dilengkapi dengan katup penahan balik atau katup sorong yang mudah
dicapai.
Katup tersebut harus dipasang pada bagian pengering alat plambing atau pada pengering
cabang pada daerah pengeringan di bagian hilir pengering gedung atau di bagian hilir setiap
perangkap gedung.

Gambar 7.9.1 : Alat plambing yang dipengaruhi oleh aliran balik.


7.9.2.

Konstruksi katup penahan balik.

Katup penahan balik harus direncanakan sedemikian rupa, sehingga diperoleh penutup
mekanik positif terhadap aliran balik, bila dalam keadaan terbuka penuh katup tersebut harus
mempunyai kapasitas pengaliran yang sama dengan kapasitas pengaliran dalam pipa.
Semua bagian penahan dari katup tersebut harus dibuat dari bahan yang tahan korosi.

Gambar 7.9.2 : Contoh katup penahan balik

74 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.10.

Pemasangan pipa.

7.10.1.

Pipa drainase, pipa air buangan atau pipa ven.

a).

Pipa drainase, pipa air buangan atau pipa ven tidak boleh dipasang dalam ruang
tangga atau dipasang sedemikian rupa, sehingga mengganggu jendela, pintu ataupun
lubang lain pada gedung;

b).

Pipa drainase, pipa air buangan atau pipa ven tidak boleh dipasang dalam ruang
luncur atau lekuk dasar alat pengangkat (terutama lif).

c).

Pipa drainase, pipa air buangan atau pipa ven tidak boleh dipasang langsung diatas
tangki air minum tanpa tekanan, diatas lubang pemeriksaan tangki air minum yang
bertekanan atau diatas tempat yang digunakan untuk pembuatan, persiapan,
pembungkusan, penyimpanan ataupun peragaan makanan, tanpa pemisah rapat air.

7.10.2.

Riol gedung.

Riol gedung harus dipasang sesuai dengan peraturan yang berlaku.


7.10.3.

Perlindungan terhadap korosi luar.

Pipa drainase, pipa air buangan dan pipa ven yang melalui bahan penyebab korosi harus
diberi lapisan atau cara perlindungan lain.
7.10.4.

Perlindungan terhadap tegangan pada pipa.

Pipa drainase, pipa air buangan dan pipa ven harus dipasang sedemikian rupa, sehingga
tegangan yang timbul akibat pemuaian, penyusutan, penurunan bangunan dan gempa,
masih dalam batas aman.
7.10.5.
a).

Perlindungan terhadap kerusakan mekanis.

Pipa drainase, pipa air buangan dan pipa ven yang menembus pondasi atau tembok
pemikul harus dilindungi dengan selubung atau pelindung sejenis lainnya yang
dibenarkan;
Ruang antara selubung dengan pipa yang menembus pondasi atau tembok harus diisi
dengan bahan pengisi yang dibenarkan. Selubung itu harus dibuat dari bahan besi
atau baja dengan dua ukuran standar lebih besar dari pipa itu;

b).

Pipa tegak air hujan yang dipasang sepanjang lorong, jalan atau tempat yang mungkin
mendapat perusakan harus diberi perlindungan atau ditanam di dalam tembok.

7.10.6.

Galian, tumpuan dan urugan.

a).

Galian untuk pemasangan pipa di bawah tanah harus berupa parit terbuka. Seluruh
panjang pipa harus tertumpu pada lapisan pasir padat dengan ketebalan pasir yang
sesuai dengan diameter pipa;.

b).

Galian harus diurug kembali dengan pasir urug dan tanah urug yang bebas dari batu,
puing, sampah atau bahan lain yang dapat merusak atau mengakibatkan pecahnya
pipa, atau mengakibatkan korosi.
Pemadatan atau pengerasan harus baik tanpa mengakibatkan kerusakan pada pipa;
Pengurugan selanjutnya harus dilakukan sampai muka tanah asal dan dipadatkan
dengan baik.

75 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.10.7.

Tumpuan dan pengikat untuk pipa di atas tanah.

Pipa drainase, pipa air buangan dan ven harus dipasang erat-erat pada bangunan. Jarak
tumpuan tidak boleh lebih besar dari nilai pada tabel 7.10.7 dibawah ini :
Tabel 7.10.7. : Jarak tumpuan
Bahan pipa
Pipa ABS
Pipa Tabung Alumunium
Pipa Brass
Pipa Besi Tuang
Pipa Tembaga atau Pipa Tembaga Campuran
Tabung Tembaga atau Tabung Tembaga Campuran.
Diameter 32 mm dan lebih kecil.
Tabung Tembaga atau Tabung Tembaga Campuran.
Diameter 40 mm dan lebih besar.
Pipa atau Tabung CPVC
Pipa Baja Galvani
Pipa Timah
Pipa atau Tabung PB
Pipa PVC

7.10.8.

Jarak horizontal
maksimum
m.
1,2
3
3
1,5
3,6

Jarak vertikal
maksimum
m (ft).
1,2
4,5
3
4,5
3

1,8

1
3,6
Menerus
0,8
1,2

1
4,5
1,2
1,2
1,2

Penahan pipa

Penggantung , angker, pilar dan sejenis lainnya yang digunakan untuk menahan pipa harus
dibuat dari bahan yang dibenarkan dan cukup kuat menahan beban pipa beserta isinya serta
tidak menimbulkan efek galvanisasi.
7.10.9.

Kemiringan pipa drainase, pipa air buangan dan pipa ven.

a).

Pipa drainase datar yang berukuran sampai dengan 80 mm harus dipasang dengan
kemiringan sekurang-kurangnya 2% dan untuk pipa yang berukuran lebih besar
sekurang-kurangnya 1%. Kemiringan yang lebih kecil hanya diperbolehkan apabila
secara khusus dibenarkan.

b).

Pipa ven harus miring ke atas dari sambungan terendah dengan pipa air kotoran atau
pipa air buangan ke tempat berakhirnya pipa ven tersebut untuk memperoleh ventilasi
pada seluruh bagian sistem drainase dengan sirkulasi udara secara gravitasi.

Gambar 7.10.9.: Kemiringan pipa drainase datar, pipa air buangan dan pipa ven.

76 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.10.10.

Perubahan arah dari pipa drainase dan pipa air buangan.

a).

Perubahan arah pipa drainase dan pipa air buangan harus dibuat dengan Y 450;
belokan jari-jari besar 900, belokan 600, 450, 220, atau gabungan dari belokan
tersebut atau gabungan penyambung ekivalen yang dibenarkan.

b).

Belokan jari-jari pendek hanya diizinkan pemasangannya untuk pipa drainase dan pipa
air buangan berdiameter 80 mm atau lebih;

c).

Sambungan T (sanitary T) tunggal atau ganda hanya diizinkan pemasangannya pada


pipa drainase dan pipa tegak air buangan.

Gambar 7.10.10.: Belokan


7.10.11.

Fiting dan penyambungan yang dilarang.

a).

Ulir menerus, sambungan klem atau sadel tidak boleh dipergunakan pada pipa
drainase, pipa air buangan atau pipa ven. Pipa drainase, pipa air buangan atau pipa
ven tidak boleh dibor atau ditap (disadap);

b).

Fiting, sambungan, peralatan dan cara penyambungannya tidak boleh menghambat


aliran air atau udara dalam pipa drainase atau pipa ven yang memperbesar gesekan
antara air atau udara dengan pipa. Soket ganda tidak boleh dipakai pada pemasangan
pipa drainase. Soket harus dipasang menghadap berlawanan dengan arah aliran.
Cabang T pipa drainase tidak boleh dipakai sebagai cabang masuk untuk pipa air
buangan;

c).

Tumit atau belokan 450, dengan lubang masuk samping tidak boleh digunakan sebagai
penyambungan ven pada pipa drainase dan pipa buangan apabila tumit atau lubang
masuk samping tersebut ditempatkan mendatar.

Gambar 7.10.11 : Tumit


7.10.12.

Ujung buntu.

Pemasangan ujung buntu dilarang pada sistem drainase dan pipa air buangan, kecuali bila
diperlukan untuk memperpanjang pipa lubang pembersih, sehingga lubang pembersih
mudah dicapai.

77 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.10.13.

Perlengkapan untuk penambahan alat plambing.

Perlengkapan pada pipa drainase, pipa air buangan dan pipa ven yang disediakan untuk
pemasangan yang akan datang, harus terdiri dari penutup yang dipasang pada pipa tegak
atau terdiri dari pipa yang dipasang tanpa ujung buntu.
7.10.14.

Tanda bahaya untuk pipa buangan radioaktif beserta perlengkapannya.

Pipa dan perlengkapan pipa yang menyalurkan buangan radioaktif harus diberi tanda
bahaya, sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7.11.

Lubang pembersih.

7.11.1.

Saluran pembuangan gedung.

Lubang pembersih yang mudah dicapai harus dipasang pada saluran pembuangan gedung
dekat pertemuan dengan riol gedung diluar bangunan, atau dipasang pada penyambungan
cabang Y; atau dipasang pada perangkap gedung di bagian dalam gedung.

Gambar 7.11.1 : Saluran pembuangan gedung.


7.11.2.

Perubahan arah drainase gedung dan saluran pembuangan.

Lubang pembersih harus dipasang pada perubahan arah drainase gedung dan saluran
pembuangan gedung yang lebih dari 450.
7.11.3.

Pipa drainase dan pipa air buangan datar.

Pipa drainase datar dan pipa air buangan yang berukuran sampai dengan 100 mm harus
dilengkapi dengan lubang pembersih pada tiap jarak tidak lebih dari 15 m.
Untuk pipa yang lebih besar, jarak tersebut tidak boleh lebih dari 30 m. Pipa yang lebih
besar dari 250 mm dan tertanam dalam tanah harus dilengkapi dengan lubang pemeriksaan
beserta penutupnya pada perubahan arah 900, pada pemasangan lurus jarak maksimum
lubang pemeriksaan adalah 45 m.

Gambar 7.11.3.a.: Lubang pemeriksaan

78 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.11.3.b:Lubang pembersih pipa drainase dan pipa air buangan yang tersembunyi
7.11.4.

Pipa tegak dan talang tegak.

Lubang pembersih yang mudah dicapai harus dipasang pada dasar setiap pipa tegak air
buangan, pipa tegak air kotoran dan talang tegak air hujan.
7.11.5.

Arah lubang pembersih.

Lubang pembersih harus dipasang sedemikian rupa, sehingga lubangnya berada pada arah
yang berlawanan dengan arah aliran air atau pada sudut 900, dengan arah aliran.
7.11.6

Lubang pembersih pipa drainase dan pipa air buangan yang tersembunyi.

Lubang pembersih pada pipa drainase dan pipa air buangan yang tersembunyi atau
tertanam dalam tanah harus diperpanjang sampai pada tembok, lantai atau rabat atau muka
tanah supaya mudah dicapai.
7.11.7.

Lubang pembersih ekivalen.

Perangkap alat plambing atau alat plambing dengan perangkap yang menjadi satu dan
mudah dibuka tanpa mengganggu pipa yang tersembunyi, dapat dianggap sebagai lubang
pembersih ekivalen bila hanya terdapat satu belokan 900 pada pipa yang akan dirojok.
7.11.8

Ukuran lubang pembersih.

Lubang pembesih harus berukuran sama besar dengan pipa yang dilayaninya. Untuk pipa
yang lebih besar dari 100 mm , lubang pembersihnya harus tetap berukuran 100 mm.
7.11.9.

Ruang bebas pada lubang pembersih.

Lubang pembersih untuk pipa kurang dari 80 mm harus dipasang sedemikian rupa, sehingga
sekurang-kurangnya ada ruang bebas sebesar 30 cm untuk pengrojokan, untuk pipa yang
lebih besar ruang bebas tersebut sekurang-kurangnya harus 45 cm.

Gambar 7.11.9: Ruang bebas pada lubang pembersih

79 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.11.9: Ruang bebas pada lubang pembersih (lanjutan)


7.11.10.

Perangkap di bawah tanah.

Perangkap di bawah tanah harus dilengkapi dengan lubang pembersih yang mudah dicapai
dan dapat dibuka, kecuali perangkap P yang melayani lubang pengering lantai yang
mempunyai lubang saringan yang dapat dibuka.
7.12.

Saluran pembuangan gedung dan drainase gedung yang telah ada.

Saluran pembuangan gedung dan drainase gedung yang telah ada (lama) dapat dipakai
untuk jaringan drainase baru bila sudah diuji dan dibenarkan sesuai dengan persyaratan
saluran pembuangan gedung dan drainase gedung baru.
7.13.

Perangkap gedung dan lubang udara.

7.13.1.

Pemasangan atau pembongkaran perangkap gedung.

Perangkap gedung harus memenuhi persyaratan, pemasangan dan pembongkaran


perangkap gedung harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
7.13.2.

Lubang pembersih perangkap gedung.

Perangkap gedung harus dilengkapi dengan dua buah tutup lubang pembersih yang terbuat
dari bahan logam yang tahan karat. Tutup lubang pembersih untuk perangkap berukuran
sampai dengan 100 mm harus sama besarnya dengan ukuran perangkapnya, untuk
perangkap yang lebih besar dari 100 mm, maka tutup itu sekurang-kurangnya harus 100
mm. Tutup lubang pembersih harus ditempatkan sedemikian rupa pada perangkap,
sehingga memudahkan pembersihan bagian dalam perangkap dan memudahkan pula
pengrojokan ke arah hilir dan hulu dari perangkap. Bila peraturan yang berlaku menghendaki
agar lubang pembersih dari perangkap itu diperpanjang sampai di atas permukaan lantai
karena keadaan setempat, maka lubang pembersih harus dipasang sesuai dengan
peraturan tersebut.

Gambar 7.13.2.a : Lubang pembersih

80 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.13.2.b : Lubang pembersih perangkap gedung.


7.13.3.

Tempat perangkap gedung pada saluran pembuangan gedung.

Perangkap gedung harus ditempatkan di dalam pesil, bila mungkin di dalam gedung pada
saluran pembuangan gedung pada jarak 60 cm dari dinding luar gedung pada arah riol dari
semua sambungan, kecuali apabila perangkap tersebut menerima buangan dari
pemompaan air buangan riol, pemisah oli, penguras dan tangki pendingin atau talang tegak
air hujan.
Bila lubang pembersih perangkap tersebut di atas berada di bawah tanah atau di bawah
lantai besmen harus disediakan bak dari pasangan tembok, beton atau lubang pemeriksaan
agar lubang pembersih tersebut mudah dicapai.
7.13.4.

Lubang masuk udara.

Setiap saluran pembuangan gedung yang dilengkapi dengan perangkap gedung, sumuran
air kotor, ejektor, tangki penampung, pemisah minyak atau perlengkapan yang serupa, harus
dilengkapi dengan pipa lubang udara yang dihubungkan ke saluran pembuangan gedung
pada jarak 125 cm ke arah hulu sebelum perangkap atau perlengkapan tersebut.
Sambungan tersebut harus dibuat sesuai dengan persyaratan sambungan ven pada saluran
pembuangan datar. Pipa lubang udara harus diperpanjang ke udara luar dan berujung
terbuka sekurang-kurangnya 15 cm di atas tanah atau perkerasan. Ujung terbuka pipa
tersebut harus dilindungi dengan pelat logam berlubang yang dipasang permanen pada
lubang pemasukan dan mempunyai luas lubang sekurang-kurangnya sama dengan luas
penampang pipa.
Selain dengan cara perlindungan tersebut, ujung terbuka dapat juga dibengkokkan ke bawah
dengan bagian terbuka yang ditempatkan sekurang-kurangnya 15 cm di atas muka tanah
atau perkerasan. Penempatan pipa ven tersebut harus dalam persil dan ditempat yang
dibenarkan.
Bila tanah atau perkerasan atau persil digunakan untuk suatu kegiatan, maka ujung terbuka
tersebut diatas harus ditempatkan sekurang-kurangnya 200 cm diatas tanah atau
perkerasan atau persil.
Ukuran pipa lubang masuk udara sekurang-kurangnya harus sama dengan setengah ukuran
saluran pembuangan gedung pada tempat penyambungan, tetapi tidak boleh lebih kecil dari
80 mm.

81 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.14.
Larangan penyambungan pada bagian ofset pipa tegak air kotoran atau air
buangan.
Saluran cabang pembuangan tidak boleh disambungkan pada pipa tegak air kotoran atau air
buangan dalam jarak 60 cm di atas atau di bawah ofset pipa tegak yang bersudut lebih dari
450 dari arah tegak, kecuali bila tidak ada saluran cabang lainnya yang disambungkan pada
pipa tegak pada tingkat di atasnya.
7.15.
Sambungan pipa tegak air kotoran atau air buangan dengan saluran
pembuangan gedung.
Bila dua atau lebih pipa tegak air kotoran atau air buangan menyalurkan buangan ke saluran
pembuangan gedung atau cabang utamanya, penyambungannya harus pada bagian atas
saluran dengan sambungan Y.
7.16.

Pipa tegak ven dan ven pipa tegak.

7.16.1.

Pipa tegak ven.

Pipa tegak ven harus dipasang pada gedung bertingkat dua atau lebih bersama dengan pipa
tegak air kotoran atau pipa tegak air buangan yang sudah atau akan disambung dengan alat
plambing.

Gambar 7.16.1 : Pipa tegak ven dan ven pipa tegak


7.16.2.

Penyambungan pada bagian dasar.

Ujung bawah pipa tegak ven harus disambungkan dengan seluruh luas penampangnya pada
saluran pembuangan gedung atau pada pipa tegak air kotoran atau air buangan pada atau di
bawah taraf bagian penyambungan terbawah saluran pembuangan ke pipa tegak air kotoran
atau air buangan.

Gambar 7.16.2.: Penyambungan pada bagian dasar.

82 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.16.3.

Penyambungan pada lantai teratas.

Pipa tegak ven harus menjulang ke atas dengan ukuran tetap sampai pada ketinggian
sekurang-kurangnya 30 cm di bawah atap dan disambungkan pada perpanjangan pipa ven
tunggal yang menembus atap, atau pada ven penggabung, atau pada bagian ven pipa tegak
dari pipa tegak air kotoran atau air buangan sekurang-kurangnya 15 cm di atas taraf banjir
alat plambing tertinggi pada lantai teratas yang menyalurkan buangannya ke pipa tegak air
kotoran atau air buangan tersebut .

Gambar 7.16.3.a.: Penyambungan pada lantai teratas.

Gambar 7.16.3.b : Penyambungan pada lantai teratas.


7.16.4.

Sudut ofset dan sambungannya.

Ofset pada bagian ven pipa tegak dari pipa tegak air kotoran atau air buangan diatas
sambungan pipa pembuangan alat plambing yang tertinggi, ofset pada pipa tegak ven dan
penyambungan ujung bawah pipa tegak ven ke pipa tegak air kotoran atau air buangan atau
ke saluran pembuangan gedung harus dibuat dengan sudut sekurang-kurangnya 450
terhadap bidang datar. Bila seluruh pipa yang terdapat di atas ofset itu adalah dari jenis tidak
dapat berkerak, maka sudut ofset dapat dikurangi dengan catatan bahwa kemiringannya
cukup untuk mengalirkan kembali air kondensat ke penyambungan pipa tegak air kotoran
atau air buangan.
7.16.5.

Ven penggabung.

Ven pipa tegak dan pipa tegak ven yang dihubungkan dengan ven penggabung harus
disambung pada bagian teratas dari pipa tegak tersebut. Ven penggabung harus
disambungkan pada perpanjangan pipa ven yang menembus atap.

83 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.17.

Perpanjangan pipa ven yang menembus atap.

7.17.1.

Ujung Akhir.

Gambar 7.17.1 : Daerah bebas pipa ven.


Perpanjangan pipa ven yang menembus atap harus berakhir sekurang-kurangnya 15 cm
diatas atap, bila atap itu digunakan untuk keperluan lain, maka perpanjangan ven itu harus
berakhir sekurang-kurangnya 200 cm diatas atap.
7.17.2.

Letak ujung akhir.

a).

Ujung akhir pipa ven tidak boleh ditempatkan pada jarak 3 m langsung di bawah
bukaan pintu, jendela atau lubang ventilasi. Ujung akhir pipa ven tidak boleh
ditempatkan mendatar pada jarak 3 meter dari lubang tersebut diatas kecuali bila
ujung akhir pipa ven itu berada sekurang-kurangnya 60 cm di atas bagian atas lubang
tersebut.

b).

Bila suatu gedung akan dibangun lebih tinggi dari pada ujung akhir pipa ven gedung
yang berdekatan sedemikian rupa, sehingga ujung akhir ven itu menjadi sumber
gangguan penghuni gedung yang lebih tinggi, maka pemilik gedung yang lebih tinggi
harus mengadakan perubahan pada perpanjangan pipa ven itu sehingga memenuhi
syarat sub ayat tersebut di atas.

c).

Bila ujung akhir pipa ven akan dipasang berdekatan dengan gedung yang lebih tinggi,
maka ujung akhir pipa ven itu harus dipasang dan dibiayai oleh pemilik gedung yang
lebih rendah, sesuai dengan ayat ini termasuk juga perpanjangan ujung akhir pipa di
tempat yang cukup terpisah atau terasing untuk mencegah gangguan bau pada
penghuni gedung yang lebih tinggi.

84 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.17.2.: Letak ujung akhir.


7.17.3.

Ukuran perpanjangan pipa.

Tiap perpanjangan pipa ven sekurang-kurangnya harus berukuran sama dengan pipa tegak
air kotoran atau pipa tegak air buangan, pipa tegak ven atau ven penggabung yang
dilayaninya, tetapi tidak boleh lebih kecil dari 80 mm. Apabila perpanjangan pipa ven perlu
diperbesar, maka perubahan ukuran tersebut harus menggunakan sambungan pembesar
panjang (long Increaser) yang dipasang pada bagian bawah pipa ven yang diperpanjang.
7.17.4.

Perpanjangan pipa ven sepanjang dinding.

Perpanjangan pipa ven tidak boleh dipasang menempel sepanjang dinding luar, tetapi harus
diteruskan ke atas di bagian dalam gedung, kecuali bahan dan cara pemasangan sepanjang
dinding luar itu dibenarkan.
7.17.5.

Perpanjangan pipa ven menembus dinding luar.

Perpanjangan pipa ven menembus dinding luar dilarang, kecuali dibenarkan. Apabila
perpanjangan pipa secara tersebut dibenarkan, maka ujung akhir perpanjangan pipa ven

85 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

tersebut harus menghadap ke bawah dan diberi saringan serta tidak ditempatkan di bawah
teritisan (overhang) juga tidak boleh ditempatkan dalam jarak 3 meter dari batas persil.

Gambar 7.17.5 : Perpanjangan pipa ven menembus dinding luar.


7.17.6.

Pengkaitan pada perpanjangan pipa ven yang dilarang.

Perpanjangan pipa ven tidak boleh digunakan untuk mengkaitkan antene, tiang bendera atau
perlengkapan lainnya.
7.17.7.

Tempat menembus pada atap.

Tempat menembus perpanjangan pipa ven pada atap harus dibuat rapat air dan tahan
cuaca.

Gambar 7.17.7.a : Selubung penutup pipa tegak ven pada atap

86 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.17.7.b : Bentuk penutup pipa tegak ven yang menembus atap.
7.18.

Ven perangkap alat plambing.

7.18.1.

Ven individu.

Ven individu harus disediakan untuk perangkap jenis blow out pada alat plambing kecuali
untuk bangunan tidak bertingkat. Perangkap alat plambing jenis lain harus juga dilengkapi
dengan ven individu, kecuali apabila cara pemberian ven khusus seperti diuraikan dalam
pasal 7.19 mengenai mengenai ven basah, pasal 7.21 mengenai ven sirkit dan ven lup, dan
pasal 7.22 mengenai sistem gabungan air buangan dan ven dapat digunakan sesuai dengan
keadaan yang khusus pemasangannya.

Gambar 7.18.1 : Ven individu.


7.18.2.

Ven bersama.

Ven bersama dapat bekerja sebagai ven individu apabila melayani tidak lebih dari dua
perangkap alat plambing. Ven bersama tersebut harus dihubungkan pada titik pertemuan
saluran pembuangan dari kedua alat plambing tersebut dan dipasang tegak ke atas sebelum
dibelokkan mendatar.
7.18.3.

Ven punuk yang dilarang.

Ven tidak boleh dihubungkan pada punuk perangkap alat plambing maupun pada saluran
pembuangan alat plambing dalam jarak dua kali ukuran saluran pembuangan diukur dari
ambang perangkap.
7.18.4.

Jarak maksimum ven terhadap perangkap alat plambing.

Sambungan ven harus dipasang sedemikian rupa, sehingga panjang ukur saluran
pembuangan alat plambing antara sambungan ven dan ambang perangkap alat plambing

87 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

tidak melebihi jarak yang tercantum dalam tabel jarak maksimum ven dari perangkap alat
plambing.
Tabel 7.18.4
Jarak maksimum ven dari perangkap alat plambing.
Ukuran saluran pembuangan
alat plambing
(mm)
32
40
50
80
100

Jarak maksimum ven


terhadap perangkap
a (cm)
75
105
150
180
300

Gambar 7.18.4.: Jarak maksimum ven dari perangkap alat plambing.


7.18.5.

Ketinggian sambungan ven pada dasar dari perangkap alat plambing.

Sambungan ven pada saluran pembuangan alat plambing harus di atas taraf dasar
perangkap alat plambing yang selalu terisi air, kecuali apabila sambungan ven tersebut
melayani saluran pembuangan alat plambing pada kloset dan peturasan jenis lubang ke luar
lantai dan perangkap standar jenis lubang ke luar lantai untuk bak cuci.
7.18.6.

Pipa ven yang disambungkan ke pipa air kotoran atau air buangan.

Pipa ven yang disambungkan dengan pipa air kotoran atau air buangan harus naik
sekurang-kurangnya 15 cm di atas bibir taraf banjir alat plambing yang menyalurkan
buangannya ke pipa air kotoran atau air buangan sebelum pipa ven itu disambungkan ke
ven cabang, pipa tegak ven atau ven pipa tegak.
Sambungan ven dengan pipa air kotoran atau air buangan datar harus dilakukan pada
bagian atas dari pipa itu.
7.19.

Ven basah.

7.19.1.

Kelompok kamar mandi tunggal dan dapur pada lantai teratas.

Saluran pembuangan dari bak cuci tangan, bak cuci dapur atau alat plambing gabungan
yang ber-ven belakang pada lantai teratas berlaku sebagai ven basah untuk perangkap bak
mandi, dulang dus dan kloset dengan syarat sebagai berikut :
a).

Tidak lebih dari satu unit beban plambing menyalurkan air buangannya ke dalam ven
basah 40 mm atau tak lebih dari empat unit beban alat plambing menyalurkan air
buangannya ke dalam ven basah 50 mm;

b).

Panjang tiap saluran pembuangan alat plambing sesuai dengan tabel 7.18.4.

88 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

c).

Cabang saluran pembuangan datar ke pipa tegak pada taraf yang sama atau di bawah
saluran pembuangan kloset, atau cabang saluran pembuangan datar menyambung ke
bagian atas dari saluran pembuangan kloset yang datar dengan sudut tidak lebih dari
450 terhadap arah aliran.

Gambar 7.19.1.a.

Kelompok kamar mandi tunggal pada lantai teratas yang melayani


gedung berlapis banyak.

Gambar 7.19.1.b.: Kelompok kamar mandi tunggal dan dapur pada lantai teratas
yang melayani gedung berlapis banyak
7.19.2.

Kelompok kamar mandi pada lantai teratas.

Saluran pembuangan dari bak cuci tangan dengan ven bersama pada lantai teratas dapat
bekerja sebagai ven basah untuk perangkap dari bak mandi dan dulang dus yang dipasang
bertolak belakang dengan syarat sebagai berikut :

89 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

a).

Alat plambing tersebut harus menyalurkan buangannya ke dalam cabang saluran


pembuangan datar yang sama;

b).

Panjang tiap saluran pembuangan alat plambing sesuai dengan tabel 7.18.4.

7.19.3.

Kelompok kamar mandi pada lantai di bawah lantai teratas.

Saluran pembuangan dari sebuah atau dua buah bak cuci yang masing-masing mempunyai
ven individu pada lantai di bawah lantai teratas dapat bekerja sebagai ven basah untuk
perangkap dari sebuah atau dua buah bak mandi, atau dulang dus dengan syarat sebagai
berikut :
a).

Ven basah dan kepanjangannya ke pipa tegak ven berukuran sekurang - kurangnya
50 mm;

b).

Tiap-tiap kloset di bawah lantai teratas harus diberi ven individu;

c).

Panjang tiap saluran pembuangan alat plambing sesuai dengan tabel 7.18.4;

d).

Ukuran pipa tegak ven ditentukan sesuai dengan tabel 7.19.3, di bawah ini :
Tabel 7.19.3
Ukuran Pipa Tegak Ven Untuk Ven Basah
Yang Melayani Kelompok Kamar Mandi
Banyaknya Alat Plambing
Yang dilayani Ven Basah
1-2 bak mandi atau dus
3-5 bak mandi atau dus
6-9 bak mandi atau dus
10-16 bak mandi atau dus

Ukuran Pipa Tegak Ven


(mm)
50
65
80
100

Kloset dalam kelompok kamar mandi yang diberi ven sesuai dengan pasal ini terdapat pada
lantai di bawah lantai teratas, tidak perlu diberi ven individu apabila pipa air buangan 50 mm
yang ber-ven basah dihubungkan langsung dengan bagian atas dari saluran buangan kloset
datar, dengan sudut tidak lebih dari 450 terhadap arah aliran (lihat gambar 7.19.3).

Gambar 7.19.3 : Kelompok kamar mandi pada lantai di bawah lantai teratas.

90 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.19.3 : Kelompok kamar mandi pada lantai di bawah lantai teratas (lanjutan)
7.20.

Ven pipa tegak.

7.20.1.
Sambungan alat plambing teratas pada pipa tegak air kotoran atau air
buangan.
Ven pipa tegak alat plambing yang menyalurkan buangannya langsung ke pipa tegak air
kotoran atau air buangan di atas taraf semua sambungan pembuangan pada pipa tegak
tersebut, dapat bekerja sebagai ven untuk perangkap alat plambing tersebut dengan
ketentuan :
a).

Sambungan ven tersebut harus berada pada taraf di atas bagian perangkap yang
selalu terisi air, kecuali pembuangan dari kloset dan peturasan jenis lubang
pembuangan lantai dan standar perangkap jenis lubang pembuangan lantai untuk bak
cuci;

b).

Jarak sambungan ven tersebut harus dalam batas yang diizinkan sesuai dengan tabel
7.18.4.

Gambar 7.20.1 : Ven pipa tegak dan ven bersama.


7.20.2.
Hubungan saluran pembuangan ganda teratas pada pipa tegak air kotoran
atau air buangan.
Bila hubungan saluran pembuangan ganda teratas ke pipa tegak air kotoran atau air
buangan yang melayani dua saluran pembuangan datar dari alat plambing pada lantai yang

91 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

sama, maka pipa tegak air kotoran atau air buangan tersebut dapat bekerja sebagai ven
untuk perangkap kedua alat plambing itu dengan ketentuan :
a).

Ukuran pipa tegak air kotoran atau air buangan tersebut harus sekurang-kurangnya
satu ukuran standar pipa yang lebih besar dari ukuran saluran pembuangan alat
plambing teratas;

b).

Ukuran pipa tegak air kotoran atau air buangan tersebut tidak lebih kecil dari ukuran
saluran pembuangan alat plambing yang lebih rendah;

c).

Jarak kedua perangkap alat plambing tersebut terhadap pipa tegak air kotoran atau air
buangan tidak boleh lebih besar dari yang diizinkan sesuai dengan tabel 7.18.4.

7.20.3.
a).

b).

7.21.

Alat plambing pada kelompok kamar mandi tunggal dan dapur.

Kecuali seperti apa yang tercantum dalam 2 ayat ini, kelompok plambing yang terletak
pada lantai yang sama dan terdiri dari kelompok kamar mandi tunggal, bak dapur atau
alat plambing gabungan untuk dapur pada gedung satu lantai atau lantai teratas suatu
gedung dapat dipasang tanpa ven individu untuk masing-masing alat plambing dengan
ketentuan :
1).

Tiap alat plambing dihubungkan secara terpisah pada pipa tegak air kotoran;

2).

Saluran pembuangan dari kloset, bak mandi atau dulang dus disambungkan
pada pipa tegak air kotoran pada taraf yang sama, yang perangkap alat
plambingnya harus sesuai dengan persyaratan seperti apa yang dicantumkan
dalam ayat 7.18.4.

Bila sering terjadi aliran balik ke riol gedung karena saluran pembuangan kota
mendapat beban yang berlebihan, maka ven pelepas atau saluran pembuangan alat
plambing yang berven individu harus dihubungkan ke pipa tegak air kotoran di bawah
titik sambungan saluran pembuangan yang melayani kloset, bak mandi atau dulang
dus, yang berven pipa tegak.
Ven sirkit dan ven lup.

Ketentuan penggunaan ven sirkit dan ven lup adalah sebagai berikut :
a).

Cabang datar pipa air kotoran atau air buangan yang mempunyai ukuran tetap dan
melayani dua sampai sebanyak-banyaknya 8 buah kloset dan peturasan jenis lubang
pembuangan lantai, standar perangkap jenis lubang pembuangan lantai untuk bak
cuci, dulang dus atau lubang pembuangan lantai yang disambungkan berderet dapat
diberi ven sirkit atau ven lup yang disambungkan pada cabang datar pipa air kotoran
atau air buangan pada titik antara dua sambungan alat plambing yang terjauh terhadap
pipa tegak atau pipa pembuangan induk.

b).

Bak cuci tangan atau alat plambing sejenis dapat dihubungkan pada pipa cabang air
kotoran atau air buangan yang diberi ven sirkit atau ven lup dengan ketentuan bahwa
perangkap untuk alat plambing tersebut dilindungi dengan ven individu atau ven
bersama.

92 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.21.1.a.: Ven sirkit.

93 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.21.1.b : Ven lup.


7.22.

Sistem gabungan air buangan dan ven.

Sistem gabungan pipa air buangan dan ven yang pemakaiannya terbatas untuk ven pada
perangkap lubang pengering lantai dan bak cuci laboratorium, dapat diizinkan jika alat
plambing itu dihubungkan dengan pipa cabang datar jaringan pembuangan terpisah untuk
buangan asap, buangan minyak yang mudah terbakar atau jaringan lain jika dibenarkan.
7.23.

Ven pelepas.

7.23.1.

Ofset tegak pada saluran pembuangan gedung.

Bila ada ofset tegak lebih dari 3 meter antara dua bagian datar saluran pembuangan
gedung, maka pada puncak ofset harus dipasang ven pelepas. Ukuran ven tersebut harus
sekurang-kurangnya setengah ukuran saluran pembuangan gedung pada ofset.
Bila saluran pembuangan gedung dilengkapi dengan perangkap gedung, maka pada dasar
ofset tegak harus juga dipasang ven pelepas pada jarak kurang dari 1 meter dari ofset tegak
ini.
Ukuran ven pelepas yang dipasang pada dasar ofset harus ditentukan sebagai pipa tegak
ven dengan ketentuan bahwa bagian tegak saluran pembuangan gedung dianggap sebagai
pipa tegak air kotoran atau air buangan dan ven pelepas tersebut harus dihubungkan

94 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

sebagai cabang ven pelepas di atasnya pada ketinggian yang cukup, sehingga ven pelepas
tidak dapat bekerja sebagai pipa air kotoran atau air buangan bila terjadi penyumbatan pada
ofset tegak tersebut.

Gambar 7.23.1 : Ofset tegak pada saluran pembuangan gedung


7.23.2.

Pipa tegak air kotoran dan air buangan untuk gedung lebih dari 10 tingkat.

Pipa tegak air kotoran atau air buangan yang melayani lebih dari 10 tingkat harus dilengkapi
dengan ven penghubung pada tiap lantai ke sepuluh, dihitung dari lantai teratas. Ujung
bawah ven penghubung tersebut, harus dihubungkan pada pipa tegak air kotoran atau air
buangan melalui cabang Y yang ditempatkan di bawah cabang saluran pembuangan datar

95 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

yang melayani alat plambing pada lantai yang bersangkutan dan ujung atas ven pelepas
penghubung tersebut dihubungkan pada pipa tegak ven melalui T atau Y terbalik, sekurangkurangnya 1 meter di atas taraf lantai.

Gambar 7.23.2 : Pipa tegak air kotoran dan air buangan untuk gedung lebih dari 10 tingkat.
7.23.3.

Ofset pipa tegak air kotoran atau air buangan lebih dari 450.

Ofset pipa tegak air kotoran atau air buangan yang membentuk sudut lebih dari 450 terhadap
arah tegak dan terletak lebih dari 12 m di bawah saluran pembuangan teratas yang
dihubungkan pada pipa tegak tersebut harus dilengkapi dengan ven pelepas sebagai berikut
a).

Bagian pipa tegak di bawah dan di atas ofset, masing-masing harus diberi ven seperti
ven pada pipa tegak air kotoran atau air buangan apabila keduanya terpisah;

b).

Pada puncak bagian pipa tegak di bawah ofset harus diberi ven pelepas dan pada
dasar bagian pipa tegak di atas ofset harus diberi ven penghubung;

96 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

c).

Bila cabang drainase dihubungkan pada jarak kurang dari 60 cm di atas atau di bawah
ofset pipa tegak air kotoran atau air buangan yang membentuk sudut 300 terhadap
arah tegak dan terletak dari 12 m di bawah saluran buangan teratas yang dihubungkan
pada pipa tegak tersebut, maka pada puncak bagian tegak di bawah ofset harus
dipasang ven pelepas.

Gambar 7.23.3.a.: Ofset pipa tegak air kotoran atau air buangan lebih dari 450.

Gambar 7.23.3.b.: Ofset pipa tegak air kotoran atau air buangan lebih dari 450.

97 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Catatan :
Ukuran ofset = ukuran saluran dari gedung yang melayani beban dari pipa tegak bagian A.
Ukuran pipa tegak bagian A dihitung sebagai bagian pipa tegak tersendiri. Ukuran pipa tegak
bagian B dihitung sebagai bagian pipa tegak tersendiri dengan beban total dari pipa tegak A
dan pipa tegak B. Ukuran ven pelepas dan ven penghubung tidak lebih kecil dari ven utama
atau pipa tegak air kotoran atau air kotor yang dihubungkan padanya.
7.24.

Daerah tekanan busa.

7.24.1.

Ven pelepas busa.

Bila bak cuci, bak cuci pakaian, mesin cuci pakaian dan alat plambing sejenis lainnya yang
biasa menggunakan deterjen yang menghasilkan busa, menyalurkan buangannya ke dalam
pipa tegak air kotoran atau air buangan pada taraf lantai sebelah atas, maka apabila pipa
tegak air kotoran atau air buangan tersebut juga melayani alat plambing yang terletak di
lantai di bawahnya, pipa pembuangan dan pipa ven untuk alat plambing yang terletak pada
lantai sebelah bawah tersebut diatur sedemikian rupa, sehingga dapat dicegah hubungan
dengan daerah tekanan busa dalam sistem pembuangan air limbah dan sistem ven atau
apabila sambungan daerah tekanan busa tersebut dilaksanakan, maka harus dipasang ven
pelepas busa yang dihubungkan dengan daerah tak bertekanan busa pada tiap daerah
tekanan busa.
Apabila terjadi daerah tekanan busa dalam pipa, maka ven pelepas busa tersebut di atas
harus mempunyai ukuran sekurang-kurangnya kali ukuran pipa tersebut, tetapi tidak boleh
lebih kecil dari 50 mm.
7.24.2.
Tempat terjadinya daerah tekanan busa dalam saluran pembuangan air
limbah dan sistem ven.
a).

Zona 1.
Bila terdapat ofeset 600 atau 900 pada pipa tegak air kotoran atau air buangan yang
melayani alat plambing dari lantai 2 atau diatasnya, dan menerima air buangan dari
alat plambing yang menggunakan detergen busa, zona tekanan busa terjadi :

b).

1).

sepanjang 40 kali diameter pipa tegak (DS) , diukur dari awal ofset ke pipa tegak
yang keatas (sebelum ofset).

2).

sepanjang 10 kali diameter pipa tegak (DS) diukur dari awal ofset ke pipa tegak
yang mendatar (pada ofset).

3).

sepanjang 40 kali diameter pipa tegak (DS) diukur dari akhir ofset ke pipa tegak
yang mendatar (pada ofset).

Zona 2.

Pada dasar pipa tegak tekanan busa terjadi sepanjang 40 kali diameter pipa tegak saluran
pembuangan (DS), diukur dari dasar pipa tegak ke atas.
c).

Zona 3.
Bila terdapat ofset 600 atau 900 pada pipa saluran pembuangan mendatar, zona
tekanan busa terjadi :
1).

sepanjang 10 kali diameter pipa saluran pembuangan (DS), diukur dari awal ofset
ke pipa saluran pembuangan mendatar (pada ofset).

2).

sepanjang 40 kali diameter pipa saluran pembuangan (DS), diukur dari saluran
pembuangan mendatar pada ofset ke akhir ofset.

98 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

3).
d).

sepanjang 10 kali diameter pipa saluran pembuangan (DS), diukur dari akhir ofset
ke saluran pembuangan mendatar setelah ofset.

Zona 4.
Pada pipa tegak ven yang disambungkan pada zona tekanan busa dalam sistem
saluran pembuangan air limbah, zona tekanan busa dianggap ada pada bagian pipa
tegak ven memanjang ke atas dari sambungan dasar sampai pada sambungan ven
cabang terendah yang terletak di atas taraf zona tekanan busa dalam sistem saluran
pembuangan air limbah.

Gambar 7.24.2 : Daerah tekanan busa Zona 1, Zona 2, Zona 3 dan Zona 4.
7.25.

Pipa pelepas tekanan udara untuk ejektor pnumatik.

Pipa pelepas tekanan udara dari ejektor pneumatik tidak boleh dihubungkan pada sistem
ven biasa, tetapi harus dihubungkan pada pipa tegak ven tersendiri berukuran 80 mm yang
berakhir pada suatu keadaan yang memungkinkan penyambungan perpanjangan pipa ven
menembus atap.
Pipa pelepas tersebut diatas harus mempunyai ukuran yang cukup untuk melepaskan
tekanan udara dalam ejektor ke udara bebas dalam waktu 10 detik; ukuran pipa pelepas
tersebut tidak boleh lebih kecil dari 32 mm.
7.26.

Pipa pembuangan tidak langsung.

7.26.1.

Pembuangan.

Pipa pembuangan tidak langsung harus menyalurkan buangannya melalui celah udara ke
dalam sebuah bak atau sebuah lubang pengering lantai dengan penyediaan air, dan
dihubungkan langsung ke dalam jaringan pembuangan air limbah dengan cara yang
dibenarkan.

99 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Gambar 7.26 : Pipa pembuangan tidak langsung.


7.26.2.

Celah udara.

Celah udara pipa pembuangan tidak langsung harus dibuat sedemikian rupa, sehingga ujung
pipa terbuka berakhir sekurang-kurangnya 2,5 cm di atas bibir banjir alat plambing yang
menerimanya.
7.26.3.

Ven.

a).

Perangkap alat plambing yang dihubungkan dengan pipa pembuangan tidak langsung
tidak perlu dilengkapi dengan ven;

b).

Pipa pembuangan tidak langsung yang panjang ukurnya lebih dari 4,5 m dan
digunakan khusus untuk menyalurkan tetesan dari alat pendingin dan lemari peragaan
serta semua pipa pembuangan tidak langsung yang panjang ukurannya lebih dari 30
m, harus dilengkapi dengan ven yang menembus atap atau berakhir pada udara bebas
ditempat yang dibenarkan, terpisah dari ven dalam jaringan pembuangam air limbah,
pengakhirannya harus mengikuti ketentuan dalam pasal 7.17.

7.26.4.

Lubang pembersih.

Lubang pembersih harus dipasang pada tiap perubahan arah bagian datar pipa
pembuangan tidak langsung.
7.26.5.

Ukuran pipa.

Ukuran pipa pembuangan tidak langsung sama dengan yang disyaratkan untuk pipa
pembuangan tidak langsung.
7.27.

Buangan khusus.

7.27.1.
minum.

Pipa pengosongan, peluap dan pelepas pada jaringan penyediaaan air

Pipa pengosong, peluap dan pelepas pada jaringan penyediaan air minum harus membuang
isinya melalui celah udara ke dalam alat plambing yang dibenarkan untuk penggunaan
semacam itu atau ke atap.
7.27.2.

Pipa pembuang uap dan penguras dari ketel.

Bila pipa pembuang uap dan penguras dari ketel membuang uapnya melalui tangki
ekspansi, tangki penguras, tangki kondensor atau tangki pendingin yang dibenarkan untuk

100 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

penggunaan semacam itu harus disambungkan langsung ke dalam saluran pembuangan


gedung.

Gambar 7.27.2 : Pipa pembuangan uap dan penguras dari ketel..


7.28.

Drainase atap.

7.28.1.

Saringan.

Saringan harus dipasang pada lubang masuk talang tegak. Saringan harus menonjol
sekurang-kurangnya 10 cm di atas permukaan atap atau talang datar diukur dari lubang
masuk talang tegak. Jumlah luas lubang saringan tidak boleh lebih kecil dari 1,5 kali luas
penampang talang tegak.
Saringan pada drainase atap untuk pelataran tempat berjemur, pelataran parkir atau tempat
sejenis itu yang dipelihara dapat digunakan jenis saringan rata yang dipasang rata dengan
permukaan pelataran; untuk jenis saringan itu jumlah luas lubangnya tidak boleh kurang dari
2 kali luas penampang talang tegak.
7.28.2.

Pemasangan pada atap.

Pemasang drainase atap harus rapat air.

Gambar 7.28.2 : Saringan

101 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.29.

Perangkap pada saluran pembuangan air hujan.

7.29.1.

Lubang pembersih perangkap.

Perangkap yang dipasang pada pipa pembuangan air hujan harus dilengkapi dengan lubang
pembersih yang ditempatkan pada bagian masuk aliran yang mudah dicapai.
7.29.2.

Ukuran perangkap.

Perangkap harus berukuran sama dengan ukuran pipa drainase datar tempat perangkap
tersebut terpasang.

Gambar 7.29.: Penggunaan perangkap


7.30.

Cara pengujian.

7.30.1.

Pengujian Awal.

a).

Saluran pembuangan gedung, saluran drainase dan ven harus diuji dan dibuktikan
rapat air setelah pipa tersebut selesai dipasang sebelum diurug atau ditutup. Pengujian
tersebut tidak perlu dilakukan terhadap talang tegak yang dipasang pada bagian luar
gedung, pipa drainase di bawah tanah dengan sambungan terbuka atau dari pipa yang
berlubang-lubang dan terhadap pipa pembuangan alat plambing yang pendek dan
tidak tertutup oleh dinding atau bagian gedung lainnya.

b).

Pipa pembuangan, pipa drainase dan ven yang menerus dengan panjang ukur kurang
dari 3 m harus diuji dengan cara pengaliran air ke dalam pipa tersebut. Aliran air di
dalam pipa tersebut harus diusahakan mempunyai debit yang sama dengan debit bila
pipa tersebut bekerja. Cara pengujian ini dapat juga dipergunakan untuk menguji pipa
pembuangan dan pipa drainase yang tertanam di gedung lama apabila dibenarkan.

c).

Pipa pembuangan, pipa drainase dan ven yang menerus dengan panjang ukur 3 m
atau lebih harus diuji dengan tekanan air. Tekanan uji pada tiap titik sekurangkurangnya harus 3 m kolom air. Bagian pipa paling atas dengan panjang ukur 3 m
diukur dari ujung pipa ven yang menembus atap hanya perlu diuji dengan tekanan
pada waktu air meluap dari ujung pipa ven yang menembus atap itu.
Pipa pembuangan, pipa drainase dan ven diatas dapat diuji bagian demi bagian jika
alat penyambung penguji yang dibenarkan telah dipasang pada tempat yang layak.
Tekanan ujinya tidak boleh lebih dari 30 m kolom air.
Cara pengujian ini harus dilakukan terhadap semua pipa pembuangan dan pipa
drainase gedung, kecuali apabila pengujian dengan air khusus dibenarkan.

d).

Pengujian dengan tekanan udara sebesar 3,5 m kolom air, boleh dilakukan sebagai
pengganti pengujian dengan tekanan air, bila khusus dibenarkan.

102 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.30.2.

Pengujian akhir.

a).

Terhadap jaringan pembuangan air limbah dan ven harus dilakukan pengujian akhir
dan dibuktikan rapat;

b).

Pengujian dilakukan setelah semua alat plambing dipasang dan semua perangkap
telah diisi air. Selama pengujian aliran air dihentikan dengan jalan menutup saluran
pembuangan air limbah gedung pada tempat masuknya yang ada di dalam gedung.
Pejabat yang berwenang dapat memerintahkan membuka semua tutup lubang
pembersih untuk meyakinkan bahwa pengujian efektif pada semua bagian di dalam
jaringan. Berdasarkan alasan bahwa jaringan dikhawatirkan rusak, harus juga
dilakukan pengujian terakhir terhadap jaringan pembuangan air limbah dan ven yang
telah ada apabila dianggap perlu. Cara pengujian akhir adalah seperti yang diuraikan
di bawah ini.

c).

Pengujian dengan tekanan asap harus dilakukan terhadap seluruh jaringan dengan
cara memasukkan melalui bagian jaringan yang terendah dari asap tebal yang
dihasilkan oleh alat pembangkit asap yang dibenarkan. Setelah asap mulai keluar dari
pipa ven yang menembus atap, maka lubang pipa ven tersebut harus ditutup. Dengan
demikian akan terjadi tekanan asap. Kemudian seluruh jaringan diberi tekanan asap
sebesar 2,5 cm kolom air dan dijaga selama 15 menit sebelum dimulai pemeriksaan.

d).

Pengujian dengan tekanan asap dapat diganti dengan pengujian uap pepermint yang
berbau tajam dan mudah menguap, apabila dibenarkan.
Sekurang-kurangnya 60 cc minyak pepermint, dituangkan melalui lubang ujung tiap
ven yang akan diuji. Kemudian segera tuangkan air mendidih sebanyak 10 liter dan
lubang ujung tiap ven ditutup rapat selama pengujian. Sisa minyak pepermint dan
orang-orang yang terkena minyak tersebut harus dikeluarkan dari gedung tempat
pengujian.

7.31.

Unit beban alat plambing untuk air buangan.

7.31.1.

Nilai unit beban alat plambing.

Nilai unit beban alat plambing yang tercantum dalam tabel 7.31.1 harus digunakan untuk
menghitung jumlah beban pada pipa air buangan atau air kotoran, pengering dan ven,
kecuali jika ditentukan lain dalam bab lain.
Nilai unit beban alat plambing untuk setiap alat plambing tunggal diperoleh dari jumlah aliran
yang dikeluarkan dalam satuan liter per menit dibagi dua.
7.31.2.

Nilai untuk aliran menerus atau terputus-putus.

Untuk aliran menerus atau terputus-putus ke dalam pengering seperti pompa, ejektor, air
conditioning dan perlengkapannya atau perlengkapan lainnya yang sama untuk tiap
pengaliran 3,0 L/menit harus dipakai nilai unit beban alat plambing sama dengan 2 (dua).

103 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 7.31.1 : Unit Beban Alat Plambing Untuk Air Buangan.


Alat Plambing Atau Kelompok Alat Plambing
Kelompok alat plambing di dalam kamar mandi yang terdiri dari bak cuci tangan,bak
mandi atau dus dan kloset dengan katup pengglontor langsung.
Kelompok alat plambing di dalam kamar mandi yang terdiri dari bak cuci tangan,bak
mandi atau dus dan kloset dengan katup pengglontor.
Bak mandi dengan perangkap 40 mm
Bak mandi dengan perangkap 50 mm
Bidet dengan perangkap 40 mm
Gabungan bak cuci dan bak cuci pakaian dengan perangkap 40 mm
Gabungan bak cuci dan bak cuci pakaian yang memakai unit penggerus sisa makanan
(perangkap 40 mm terpisah untuk tip unit)
Unit dental atau peludahan
Bak cuci tangan untuk dokter gigi
Pancaran air minum
Mesin cuci piring untuk rumah tangga
Lubang pengering lantai
Bak cuci dapur untuk rumah tangga
Bak cuci dapur untuk rumha tangga dengan unit penggerus sisa makanan
Bak cuci tangan dengan lubang pengeluaran air kotor sebesar 40 mm
Bak cuci tangan dengan lubang pengeluaran air kotor sebesar 25 mm atau 32 mm
Bak cuci tangan untuk pemangkas rambut, salon kecantikn, kamar bedah
Bak cuci tangan jenis majemuk seperti pancuran cuci atau bak cuci, untu tiap unit bak
cuci tangan setaraf
Bak cuci pakaian (1 atau 2 bagian)
Dus pada ruang dus
Dus pada kelompok dus untuk tiap dus
Bak cuci untuk kamar bedah
Bak cuci jenis pengglontor bibir atau katup glontor langsung
Bak cuci jenis umum dipakai dengan pengeluaran dan perangkap pada lantai
Bak cuci seperti pot, ruang cuci atau yang sejenis
Bak cuci jenis umum yang dipakai dengan pengeluaran dan perangkap P
Peturasan dengan katup glontor 25 mm
Peturasan dengan katup glontor 20 mm
Peturasan dengan tangki glontor
Kloset dengan katup glontor
Kloset dengan tangki glontor
Kolam renang untuk tiap volume 3,50 m3
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
32 mm
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
40 mm
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
50 mm
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
65 mm
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
80 mm
Alat plambing yang tak tercantum disini dengan pengering atau perangkap berukuran
100 mm

104 dari 119

Nilai unit Beban


alat Plambing
8
6
2
3
3
3
4
1
1
0.5
2
1
2
3
2
1
2
2
2
2
3
3
8
3
4
2
8
4
4
8
1
1
1
2
3
4
5
6

SNI 03 6481 - 2000

7.32.

Ukuran jaringan air buangan.

7.32.1.

Beban maksimum unit beban alat plambing.

Unit beban alat plambing maksimum yang diizinkan untuk alat plambing yang dapat
dihubungkan pada tiap pipa cabang datar alat plambing, pipa tegak air kotoran, pipa tegak
air kotor, saluran pembuangan gedung dan juga cabang saluran pembuangan gedung dan
pipa tegak harus ditentukan dari tabel 7.32.1, kecuali bila ditentukan lain.
Tabel 7.32.1.: Beban Maksimum Yang Diizinkan Untuk Perpipaan Air Buangan (Dinyatakan
Dalam Unit Beban Alat Plambing)

Ukuran
Pipa
mm

1)

Pipa
Cabang
Datar Dari
Alat
Plambing
(*)

Sebuah Pipa
Tegak Tiga
Interval
Cabang atau
Kurang

Pipa Tegak
Untuk Lebih Dari
Tiga Lantai
Jumlah
Jumlah
Untuk
Pada
Pipa
Satu
Tiga
Lantai
Lantai
8
2
24
6
42
9
3)
3)
60
16
500
90
1100
200
1900
350
3600
600
5600
1000
8400
1500
-

Saluran Air Buangan


Gedung dan Riol Air
Limbah Gedung
Kemiringan (%)
0,5

40
3
4
1)
50
6
10
21
26
1)
63
12
20
24
31
2)
3)
2)
75
20
30
42
502)
110
160
240
180
216
250
125
360
540
390
480
575
150
620
960
700
840
1000
200
1400
2200
1400
1600
1920
2300
250
2500
3800
2500
2900
3500
4200
315
3900
6000
3900
4600
5600
6700
375
7000
7000
8300
10000
12000
Keterangan :
*) tidak termasuk pipa cabang yang berhubungan langsung dengan saluran pembuangan gedung
1) tidak diizinkan untuk kloset
2) tidak boleh lebih dari 2 (dua) kloset yang diizinkan
3) tidak boleh lebih dari 6 (enam) kloset yang diizinkan

7.32.2.

Pipa tegak utama pada jaringan pembuangan air limbah.

Jaringan pembuangan air limbah harus mempunyai sekurang-kurangnya sebuah pipa tegak
utama sedapat mungkin langsung memanjang ke atas dari saluran pembuangan gedung ke
udara terbuka di atas atap, tanpa pengecilan ukuran; pipa tegak tersebut sekurangkurangnya harus berukuran 80 mm dan tidak lebih besar dari saluran pembuangan gedung.
7.32.3.

Ukuran minimum pipa tegak air buangan dan air kotoran.

Pipa tegak air kotoran dan air buangan sekurang-kurangnya harus berukuran sama dengan
pipa cabang terbesar yang dihubungkan padanya. Penyambungan pengering alat plambing
100 mm suatu kloset ke pipa tegak air kotoran 80 mm harus dengan TY 75 mm x 100 mm
atau T saniter.
7.32.4.

Ukuran minimum saluran pembuangan saniter gedung.

Ukuran saluran pembuangan saniter gedung pada semua titik sekurang-kurangnya harus
sama besar dengan pipa cabang atau pipa tegak terbesar yang terletak pada bagian hulu
titik itu.

105 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.32.5.

Ukuran minimum pipa air buangan di bawah tanah.

Pipa air buangan di bawah tanah harus berukuran sekurang-kurangnya 50 mm.


7.32.6.

Ukuran ofset lebih dari 450 pada pipa tegak air kotoran dan air buangan.

Bila pada pipa tegak air kotoran atau air buangan dibuat ofset bersudut lebih dari 450
terhadap arah tegak dan beban unit alat plambing yang disalurkan oleh ofset itu melampaui
beban yang diizinkan untuk saluran pembuangan gedung yang berukuran sama dengan pipa
tegak, maka penentuan ukuran ofset itu seperti penentuan ukuran saluran pembuangan
gedung untuk beban tersebut. Ukuran bagian pipa di bawah ofset sekurang-kurangnya harus
sama dengan ukuran ofset.
7.32.7.

Perlengkapan untuk alat plambing yang akan dipasang kemudian.

Bila lubang pengeluaran perpipaan drainase atau ven disediakan untuk penyambungan alat
plambing yang akan dipasang kemudian hari, maka ukurannya harus ditentukan seperti
penentuan ukuran perpipaan drainase atau ven.
7.33.

Ukuran jaringan drainase.

7.33.1.

Pembuangan air hujan gedung.

Air hujan yang jatuh di atas atap gedung harus disalurkan ke rembesan, sesuai dengan SNI
No. 03-2459-1991 tentang Sumur resapan air hujan, Spesifikasi (ICS 91.140.80).
7.33.2.
Ukuran saluran pembuangan air hujan gedung dan cabang-cabang
mendatarnya.
Ukuran saluran pembuangan air hujan gedung dan setiap pipa cabang datarnya dengan
kemiringan 4% atau lebih kecil harus didasarkan pada jumlah daerah drainase yang
dilayaninya dan sesuai dengan tabel 7.33.5.
7.33.3.

Drainase tanah bawah.

Ukuran pipa drainase tanah bawah yang dipasang bawah lantai besmen atau disekeliling
tembok luar suatu gedung harus lebih besar atau sama dengan 100 mm.
7.33.4.

Talang tegak air hujan.

Ukuran talang tegak air hujan didasarkan pada luas atap yang dilayaninya dan sesuai
dengan tabel 7.33.5. Apabila atap tersebut mendapat tambahan air hujan dari dinding yang
berdekatan, maka pada ukuran pipa tegak air hujan harus ditambah dengan
memperhitungkan 50% luas dinding terluas yang dianggap sebagai atap.
7.33.5.

Talang atap.

Ukuran talang atap setengah lingkaran didasarkan pada luas atap yang dilayaninya dan
sesuai dengan tabel 7.33.5.

106 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 7.33.5
Beban maksimum yang diizinkan untuk talang atap (dalam m2 Luas Atap)
Ukuran pipa
mm

Pipa tegak
air hujan

50
65
80
100
125
150
200
250
300
350

63
120
200
425
800
1290
2690

Pipa datar
pembuangan air hujan

Talang atap datar terbuka

Kemiringan

Kemiringan

1%

2%

75
170
310
490
1065
1920
3090
5525

105
245
435
700
1510
2710
4365
7800

4%

150
345
620
990
2135
3845
6185
11055

15
30
55
85
180
330

1%

2%

4%

20
45
80
125
260
470

30
65
115
175
365
665

40
90
160
250
520
945

Catatan :
Tabel ini berdasarkan pada curah hujan 100 mm per jam. Bila curah hujan lebih besar, nilai luas pada
tabel tersebut di atas harus disesuaikan dengan cara mengalihkan nilai tersebut dengan 10 dibagi
dengan kelebihan curah hujan dalam mm per jam.
Pipa tegak air hujan yang tidak berbentuk pipa (silinder), maka dapat berbentuk lain asalkan pipa
tersebut dapat masuk ke dalam penampang bentuk lain tersebut. Talang atap yang tidak berbentuk
setengah lingkaran harus mempunyai penampang luas yang sama.

7.34.

Ukuran pipa ven.

7.34.1.

Ukuran ven individu.

Ven individu harus berukuran sekurang-kurangnya 32 mm dan tidak kurang dari setengah
kali ukuran saluran pembuangan alat plambing yang dihubungkan, kecuali ven individu 40
mm, boleh dipasang pada kloset atau alat plambing sejenis yang dilengkapi dengan saluran
pembuangan berdiameter 100 mm.
7.34.2.

Ven sirkit dan ven Lup.

Ven sirkit atau ven lup harus berukuran sekurang-kurangnya setengah kali ukuran saluran
cabang datar pembuangan air kotoran atau saluran cabang datar pembuangan.
7.34.3.

Ukuran ven cabang.

Ven cabang yang dihubungkan lebih dari satu ven individu ke suatu ven tegak, harus sesuai
dengan tabel 7.34.3.

107 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Tabel 7.34.3 : Ukuran Pipa Tegak Ven Dan Ven Cabang


Ukuran pipa tegak
air kotoran atau
air buangan

Unit alat
plambing
yang
dihubungkan

32
40
40
50
50
65
80
80
80
100
100
100
125
125
125
150
150
150
150
200
200
200
200
250
250
250
250

2
8
10
12
20
42
10
30
60
100
200
500
200
500
1100
350
620
960
1900
600
1400
2200
3600
1000
2500
3800
5600

Ukuran Pipa Ven yang disyaratkan


32
9
15
9
9
7

40

45
30
20
15
9
9

50
65
80
100
125
Panjang Ukur Maksimum Pipa ven (m)

30
30
18
15
10
9
6

90
60
60
24
30
27
20
10
9
6
7
5

180
150
120
75
75
54
24
20
15
15
9
7
6

300
270
210
105
90
60
60
35
30
20
15
12
9
7

120
90
75
60
45
30
24
18
22
15
9
7

150

200

390
330
300
210
150
120
105
75
35
30
24
18

390
360
330
240
300
150
105
75

Dalam penentuan ukuran pipa tersebut, kolom berjudul ukuran pipa tegak atau air buangan
dalam mm tidak perlu diperhatikan dan ukurannya harus didasarkan pada banyaknya unit
beban alat plambing yang dihubungkan dan panjang ukur ven cabangnya diukur dari
sambungan pipa tegak ven atau pipa tegak ke saluran pembuangan alat plambing terjauh
yang dilayani oleh ven cabang tersebut.
7.34.4.

Ukuran ven untuk sumuran air buangan gedung dan tangki penampung .

Ukuran ven untuk sumuran air buangan gedung dan tangki penampung selain dari ejektor
pneumatik harus ditentukan sama dengan ven cabang.
7.34.5
Ukuran ven pelepas dan ven penghubung untuk pipa tegak air kotoran dan
air buangan.
Ven pelepas dan ven penghubung untuk pipa tegak air kotoran dan air buangan tidak boleh
lebih kecil dari pipa tegak ven yang dihubungkannya.

108 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

7.34.6.

Ukuran ven penggabung.

Bagian ven penggabung dan perpanjangan ven yang menembus atap harus sesuai dengan
tabel 7.34.3. Dalam penentuan ukuran pipa tersebut kolom berjudul ukuran pipa tegak air
kotoran dan air buangan, dalam mm tidak perlu diperhatikan dan ukurannya harus
didasarkan pada jumlah unit beban alat plambing dari pipa tegak yang mempunyai ven
melalui bagian ven penggabung tersebut, dan panjang ukurnya harus sama dengan panjang
ukur pipa tegak ven terpanjang ke udara terbuka.

Gambar 7.34.6.: Ven penggabung.


7.34.7.

Ukuran pipa tegak ven.

Ukuran pipa tegak ven harus ditentukan dari tabel 7.34.3. yang didasarkan pada :
a).

Ukuran pipa tegak air kotoran atau air buangan yang dilayaninya;

b).

Jumlah unit beban alat plambing yang dihubungkan pada pipa tegak air kotoran atau
air buangan, dan;

c).

Panjang ukur pipa tegak ven.


Panjang ukur tersebut harus diukur dari sambungan terendah pipa tegak ven dengan
pipa tegak air kotoran, pipa tegak air buangan atau saluran drainase ke titik akhir ven
di udara terbuka.

8.

Bahan.

8.1.

Mutu bahan.

8.1.1.

Kesempurnaan bahan.

Bahan harus bebas cacat dan kerusakan pabrik.


Bahan dalam keadaan cacat lain yang tidak memenuhi syarat sanitasi tidak boleh
dipergunakan.
8.1.2.

Bahan bekas.

Perlengkapan atau bahan plambing bekas tidak boleh dipergunakan, kecuali apabila secara
khusus dibenarkan dengan memperhatikan segala ketentuan dalam ketentuan teknis ini.

109 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

8.1.3.

Bahan yang tidak sempurna.

Perlengkapan atau bahan plambing yang sudah tidak sempurna lagi karena aus, rusak atau
membahayakan kesehatan, tidak boleh dipergunakan lagi.
8.2.

Tanda pada bahan standar.

Semua bahan harus diberi tanda sesuai dengan ketentuan yang dinyatakan dalam standar
bahan yang bersangkutan.
8.3.

Penggunaan bahan tidak standar.

Bahan yang tidak sesuai dengan salah satu standar bahan yang dipakai tidak boleh
dipergunakan, kecuali bila dibenarkan. Bahan tersebut beserta sambungannya harus
dipasang sesuai dengan segala persyaratan khusus yang ditentukan.
8.4.

Penggunaan pipa standar.

8.4.1.

Riol gedung di bawah jalan umum.

Riol gedung yang terletak di bawah jalan umum harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan. Jika tidak ada persyaratan tersebut, riol tersebut sekurang-kurangnya harus
memenuhi semua persyaratan riol gedung di dalam persil.
8.4.2.

Riol gedung di dalam persil.

Apabila instansi yang berwenang tidak menetapkan persyaratan, riol gedung harus
memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a).

pipa air kotoran besi tuang ekstra berat dapat digunakan untuk setiap gedung.

b).

pipa air kotoran besi tuang yang berat dapat digunakan untuk rumah tinggal satu
keluarga dan dua keluarga.

c).

pipa air kotoran tembikar yang diglasir, beton, asbes semen, Polyvinyl Chloride (PVC),
Polyethyelene (PE), Polybutyelene (PB), Acrylonitrite Butadiene Styerene (ABS) dan
pipa fiber berlapis bitumen dapat digunakan dalam keadaan yang sesuai apabila
dibenarkan.

d).

Riol gedung untuk buangan kimia yang terpisah dari sistem saluran pembuangan air
limbah harus dibuat dari bahan yang dibenarkan untuk penggunaan semacam itu.

e).

Riol gedung yang dipasang pada tanah urugan atau tanah yang tidak stabil harus
diletakkan di atas landasan menerus yang dibenarkan.

8.4.3.

Pipa drainase saniter di bawah tanah di dalam gedung.

Pipa pembuangan air limbah di bawah tanah di dalam gedung harus dari pipa besi tuang
ekstra berat atau tembaga keras.
Pipa besi tuang yang berat dapat digunakan untuk keperluan semacam itu pada rumah
tinggal satu dan dua keluarga.
Untuk pipa buangan kimia di bawah tanah harus dari bahan yang dibenarkan bagi
penggunaan semacam itu.
8.4.4.

Pipa pembuangan air limbah di atas tanah di dalam gedung.

Pipa pembuangan air limbah dari besi tuang ekstra berat atau berat, besi tempa yang
digalbani, besi tanur yang digalbani, kuningan, tembaga, tembaga keras, Polyvinyl Chloride
(PVC), Polyethyelene (PE), Polybutyelene (PB), atau Acrylonitrite Butadiene Styerene (ABS).

110 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Untuk pipa buangan kimia harus dari bahan yang dibenarkan bagi penggunaan semacam
itu.
8.4.5.

Fiting pipa drainase.

Fiting pipa drainase tidak boleh mempunyai bagian dalam yang menonjol atau menyempit,
sehingga mengganggu atau menghambat aliran air. Fiting berulir harus dari jenis terbenam.
8.4.6.

Pipa ven di bawah tanah.

Pipa ven di bawah tanah harus dari pipa besi tuang ekstra berat atau tembaga keras. Pipa
besi tuang berat dapat dipakai untuk penggunaan semacam itu pada rumah tinggal satu dan
dua keluarga. Pipa ven untuk pipa buangan kimia, di bawah tanah harus dari bahan yang
dibenarkan bagi penggunaan semacam itu.
8.4.7.

Pipa ven di atas tanah.

Pipa ven di atas tanah harus dari pipa kotoran dari besi tuang ekstra berat atau berat, besi
tempa yang digalbani, besi tanur yang digalbani, kuningan, tembaga, tembaga keras atau
Polyvinyl Chloride (PVC), Polyethyelene (PE), Polybutyelene (PB), atau Acrylonitrite
Butadiene Styerene (ABS). Untuk pipa buangan kimia, pipa ven di atas tanah harus dari
bahan yang dibenarkan bagi penggunaan semacam itu.
8.4.8.

Saluran drainase air hujan di bawah tanah.

Saluran drainase air hujan di bawah tanah, baik yang terletak di bawah gedung maupun
yang terletak sampai jarak satu meter di luar gedung harus pipa air kotoran dari besi tuang
ekstra berat atau tembaga keras. Pipa kotoran dari besi tuang ukuran berat dapat dipakai
bagi penggunaan semacam itu pada rumah tinggal satu dan dua keluarga.
8.4.9.

Talang tegak di dalam gedung.

Talang tegak yang dipasang di atas tanah di dalam gedung, harus pipa air kotoran dari besi
tuang ekstra berat atau berat, besi tanur terbuka yang digalbani, baja yang digalbani,
kuningan, tembaga, tembaga keras, Polyvinyl Chloride (PVC), Polyethyelene (PE),
Polybutyelene (PB), atau Acrylonitrite Butadiene Styerene (ABS).
8.4.10.

Talang tegak di luar gedung.

Bagian talang yang tegak yang terletak di atas tanah di luar gedung, harus dari pelat logam
yang dibenarkan. Pipa Polyvinyl Chloride (PVC), Polyethyelene (PE), Polybutyelene (PB),
atau Acrylonitrite Butadiene Styerene (ABS) dapat digunakan bila dibenarkan.
8.4.11.

Pengering atap.

Pengering atap harus dibuat dari besi tuang, tembaga atau bahan tahan karat lainnya yang
dibenarkan.
8.4.12.

Pengering tanah bawah.

Pengering tanah bawah harus dari pipa tembikar dengan sambungan terbuka dengan celah
datar atau berlubang banyak, dari pipa fiber berlapis bitumen berlubang banyak, pipa asbes
semen atau pipa air kotoran dari besi tuang dengan sambungan terbuka, pipa Polyvinyl
Chloride (PVC), dan Polyethyelene (PE).
8.4.13.

Pipa dinas air minum di bawah jalan umum.

Pipa dinas air minum di bawah jalan umum harus memenuhi persyaratan yang ditentukan
oleh instansi yang berwenang. Apabila instansi yang berwenang tidak menentukan
persyaratan, pipa dinas air minum di bawah jalan umum sekurang-kurangnya harus
memenuhi persyaratan pipa dinas air minum di dalam persil.

111 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

8.4.14.

Pipa persil air minum .

Pipa air minum di dalam persil harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi
yang berwenang. Apabila instansi yang berwenang tidak menentukan persyaratan, pipa air
minum di dalam persil harus dibuat dari pipa besi tuang ekstra berat yang digalbani, besi
tanur yang digalbani, baja ekstra berat yang digalbani, kuningan, tembaga, besi tempa
standar yang dilapisi semen, Polyvinyl Chloride (PVC), Polyethyelene (PE), Polybutyelene
(PB), atau Acrylonitrite Butadiene Styerene (ABS).
8.4.15.

Pipa distribusi air minum.

Pipa air minum harus dari pipa besi tempa digalbani, besi tanur terbuka digalbani, kuningan
tembaga, Chlorinated Polyvinyl Chloride (CPVC), Polybutyelene (PB).
Pipa tembaga yang dipasang di atas tanah harus dari tembaga keras. Pipa tembaga lembek
dengan sambungan las yang dibenarkan dapat dipergunakan hanya untuk pipa tegak.
Pipa PVC dapat digunakan asalkan terlindung dari sinar matahari dan temperatur yang lebih
dari 500C.
8.5.

Penggunaan berbagai bahan standar.

8.5.1.

Pelat tembaga.

Pelat tembaga untuk penggunaan umum harus mempunyai berat sekurang-kurangnya 0,366
gram/cm2; pelat tembaga penutup untuk pipa harus mempunyai berat sekurang-kurangnya
0,244 gram/cm2 dan lapisan tembaga untuk tangki pengglontor harus mempunyai berat
sekurang-kurangnya 0,305 gram/cm2.
8.5.2.

Cincin sambungan pakal.

Cincin sambungan pakal harus dari kuningan merah dan harus sesuai dengan tabel 8.5.2 di
bawah ini:
Tabel 8.5.2 : Cincin sambungan pakal
Ukuran pipa
(mm).
50
80
100
8.5.3.

Ukuran bagian
dalam (mm)
60
95
110

Panjang (mm)
110
110
110

Berat minimum
(gram).
454
794
1134

Cincin sambungan patri.

Cincin sambungan patri harus dari kuningan merah dan harus sesuai dengan tabel 8.5.3 di
bawah ini :
Tabel 8.5.3 : Cincin sambungan patri
Ukuran pipa
(mm).
32
40
50

8.5.4.

Ukuran bagian
dalam (mm)
170
227
397

Panjang (mm)
65
80
100

Berat minimum
(gram).
606
907
1534

Flens lantai.

Flens lantai dari kuningan untuk kloset dan alat plambing sejenis harus mempunyai tebal
sekurang-kurangnya 3 mm.

112 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Apabila flens tersebut dibuat dari besi tuang atau besi tempa yang digalbani harus
mempunyai tebal sekurang-kurangnya 6,5 mm dengan lubang pakal sedalam 50 mm. Flens
lantai dari besi tuang dan besi tempa yang digalbani harus dipakal atau disekrup pada pipa
besi tuang, besi yang digalbani atau baja.
8.5.5.

Tutup lubang pembersih.

Tutup lubang pembersih harus dibuat dari kuningan dan harus dilengkapi dengan bagian
pembuka yang tidak membahayakan.
8.5.6.

Pipa pengglontor dan fitingnya.

Pipa pengglontor dan fitingnya harus dibuat dari bahan yang tidak mengandung besi.
Apabila dibuat dari kuningan atau tembaga, maka tebal pipa sekurang-kurangnya harus 0,8
mm.
8.6.

Jenis sambungan untuk bahan pipa standar.

8.6.1.

Sambungan pakal.

a).

Sambungan pakal pipa air kotoran dari besi tuang harus dibungkus rapat dengan yute
dan diisi timah hitam cor yang dalamnya tidak kurang dari 25 mm. Timah hitam harus
dicor sekaligus sehingga rata dengan permukaan mof dan harus dipakal sampai padat.
Sebelum diuji dan disetujui, sambungan tidak boleh dicat, dilabur atau mengalami
pengerjaan lainnya.

b).

Sambungan pakal pipa air minum dari besi tuang harus dibungkus rapat dengan yute
yang baik, bersih dan tidak mengandung ter. Rongga yang masih kosong di dalam mof
harus diisi timah hitam cor dengan dalam tidak kurang dari 60 mm. Untuk pipa
berukuran lebih dari 200 mm, pengisian timah hitam tidak boleh kurang dari 80 mm.
Timah hitam harus dicor sekaligus dan dipakal sampai padat.

8.6.2.

Sambungan ulir.

Ujung pipa harus dikerok atau dikikir supaya sesuai dengan diameter dalam pipa. Semua
serpih dan gram yang melekat pada pipa harus dibersihkan. Perekat sambungan pipa dan
cat hanya digunakan pada ulir jantan.
8.6.3.

Sambungan bakar timah hitam.

Sambungan bakar timah hitam harus menyelubungi bagian yang disambungkan. Timah
hitam harus dilelehkan hingga merupakan campuran yang merata dengan tebal sekurangkurangnya sama dengan tebal pipa timah hitam yang disambungkan.
8.6.4.

Sambungan patri pipa tembaga.

Permukaan pipa tembaga yang akan dipatri dengan mempergunakan sambungan patri
tembaga harus dibersihkan sampai mengkilap dan diberi garam patri, kemudian dipatri
dengan bahan patri yang dibenarkan.
8.6.5.

Sambungan pipa tembaga dengan las kuningan.

Permukaan pipa tembaga yang akan disambung dengan sambungan las kuningan harus
dibersihkan dan diberi garam las yang dibenarkan untuk sambungan semacam itu, kemudian
dilas dengan campuran kuningan yang dibenarkan.
8.6.6.

Sambungan mekar pipa tembaga.

Sambungan mekar pipa tembaga lunak harus memakai fiting sambungan mekar yang
dibenarkan.

113 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Pipa tembaga harus dimekarkan dengan menggunakan alat pemekar yang dibenarkan.
8.6.7.

Sambungan campuran cor panas.

Campuran cor panas untuk menyambung pipa pembuangan dari tembikar atau beton harus
dari bahan yang dibenarkan. Bila permukaan yang basah tidak dapat dihindarkan, maka
bahan lapisan dasar yang dibenarkan harus digunakan. Kira-kira seperempat bagian dari
rongga sambungan pada dasar mof harus diisi dengan tali yute atau asbes.
Campuran cor panas harus dituangkan sekaligus hingga sambungan terisi penuh sampai
permukaan mof. Sambungan hanya boleh diuji satu jam setelah pengecoran.
8.6.8.

Sambungan pracetak.

Sebelum dipasang, riol dari tembikar atau beton yang akan disambung dengan
mempergunakan sambungan pracetak, baik pada ujung mof maupun ujung spigot, harus
memakai kolar pracetak yang dibenarkan. Sebelum disambungkan, permukaannya harus
dibersihkan kemudian dilabur dengan pelarut dan perekat yang dibenarkan. Ketika ujung
spigot dimasukkan ke dalam ujung mof, pelarut dan perekat harus sudah melekat dengan
baik pada ujung spigot sebelum mengenai dasar mof.
8.6.9.

Sambungan adukan semen.

Sambungan adukan semen hanya boleh digunakan untuk menyambung riol dari tembikar
atau beton apabila dibenarkan.
Bagian dasar mof diisi dengan suatu lapisan yute yang telah dicelupkan ke dalam larutan
semen pekat. Rongga sambungan yang diisi dengan lapisan yute tidak boleh lebih dari
seperempatnya. Bagian lainnya harus diisi dengan adukan semen pasir 1 : 2 sekaligus
sampai penuh. Adukan semen pasir diberi air secukupnya supaya dapat dikerjakan dengan
tangan.
Setengah jam kemudian, adukan semen yang sedang mengeras dipadatkan dengan
menggunakan alat tumbuk yang tumpul, supaya sambungan terisi adukan semen dengan
baik dan untuk menghilangkan retak yang terjadi selama pengerasan. Bagian dalam pipa
harus dibersihkan dan bahan yang rontok ke dalamnya dengan mempergunakan lap.
Kemudian sambungan ditambah dengan adukan semen yang sama, sehingga membentuk
sudut 450 keluar dengan badan pipa.
8.6.10.

Sambungan riol asbes semen.

Untuk menyambung riol asbes semen harus menggunakan kopling dari bahan yang sama
dan harus memakai cincin karet. Untuk menyambung riol asbes semen dengan pipa logam
harus menggunakan kopling adaptor dan dipakai seperti yang disyaratkan untuk sambungan
pakal.
8.6.11.

Sambungan riol fiber berlapis bitumen.

Untuk menyambung riol dari fiber berlapis bitumen harus menggunakan kopling tirus dari
bahan yang sama. Untuk menyambung riol fiber berlapis dengan pipa logam harus
digunakan kopling adaptor dan dipakal seperti disyaratkan untuk sambungan pakal.
8.6.12.

Sambungan pipa pvc.

Sambungan pipa PVC dilakukan dengan cara perekatan dan penggunaan sistem cincin
karet yang dibenarkan.
Untuk sambungan dengan cara perekatan, bagian luar pipa yang akan disambung dan
bagian dalam dari mof dibersihkan dari kotoran dan minyak dengan menggunakan cairan

114 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

pembersih yang dibenarkan kemudian diberi satu lapisan merata pelarut PVC yang
dibenarkan.
Untuk sambungan dengan cincin karet, bagian pipa yang akan disambung dibersihkan dan
diberi pelumas yang dibenarkan. Cincin karet harus dari jenis yang dibenarkan.
8.6.13.

Sambungan pipa acrylonitrite butadiene styerene (ABS).

Sambungan pipa ABS harus menggunakan sambungan dengan cara perekatan atau
sambungan mekanik (mechanical joints).
8.6.14.

Sambungan pipa polyethyelene (PE) dan polybutyelene (PB)

Sambungan pipa Polyethyelene (PE) dan Polybutyelene (PB) bisa menggunakan


sambungan dengan cara pemekaran (Flared Joints), cara Fusi Pemanasan (Heat Fusiion)
atau sambungan mekanik (Mechanical Joints). Sambungan dengan cara pemekaran (Flared
Joints) harus menggunakan alat khusus yang direncanakan untuk itu.
Sambungan dengan Fusi Pemanasan baik fusi socket atau butt fussion, permukaan yang
akan disambung harus bersih dan bebas kotoran. Seluruh permukaan yang akan disambung
harus dipanaskan sampai mencapai temperatur titik cair, kemudian disambungkan.
Sambungan tidak boleh terganggu sampai pipa mencapai temperatur kamar.
8.6.15.

Wartel mur.

Wartel mur harus mempunyai dudukan dasar dari logam ke logam dan harus sesuai dengan
jenis pipa yang dipasang.
8.6.16.

Sambungan geser.

Sambungan geser harus dibuat dengan memakai paking, gasket yang dibenarkan atau
dengan cincin kompresi dari kuningan yang dibenarkan.
8.6.17.

Sambungan ekspansi.

Sambungan ekspansi harus dibuat dari jenis yang dibenarkan dan harus sesuai dengan jenis
pipa yang disambungkan.
8.7.

Penggunaan sambungan bahan pipa standar.

8.7.1.

Riol tembikar.

Sambungan riol tembikar atau sambungan antara pipa tembikar dengan pipa logam harus
dengan sambungan cor panas atau sambungan pracetak. Sambungan adukan semen dapat
digunakan apabila dibenarkan.
8.7.2.

Riol beton.

Sambungan riol beton atau sambungan antara riol beton dengan pipa logam harus dengan
campuran cor panas atau sambungan pracetak. Sambungan adukan semen dapat
digunakan apabila dibenarkan
8.7.3.

Pipa besi tuang.

Sambungan pipa besi tuang harus dengan sambungan pakal atau sambungan ulir.
8.7.4.

Pipa besi tuang dengan pipa standar lainnya.

Sambungan pipa besi tuang dengan pipa standar lainnya dari besi tempa, baja, kuningan,
atau tembaga harus dengan sambungan pakal, sambungan ulir atau dengan fiting adaptor
yang dibenarkan.

115 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

8.7.5.

Pipa tembaga.

Sambungan pipa tembaga untuk air minum atau ven harus menggunakan sambungan patri
yang dibenarkan dengan fiting kuningan, perunggu atau tembaga. Sambungan pipa drainase
tembaga harus dibuat dengan mempergunakan fiting drainase kuningan cor yang dipatri.
8.7.6.

Pipa tembaga dengan pipa berulir.

Sambungan antara pipa tembaga dengan pipa berulir harus dibuat dengan menggunakan
fiting konverter kuningan atau perunggu.
8.7.7.

Sambungan mekar pipa tembaga.

Sambungan mekar pipa tembaga hanya dibenarkan untuk menyambung pipa tembaga lunak
dengan fiting sambungan mekar yang dibenarkan.
8.7.8.

Wartel mur.

Wartel mur boleh digunakan pada bagian masuk perangkap atau pada bagian penutup
perangkap alat plambing dan pada pipa air minum.
8.7.9.

Sambungan geser.

Sambungan geser yang menggunakan paking atau gasket, hanya diijinkan pada bagian
masuk perangkap alat plambing atau sebagai bagian sambungan ekspansi yang dibenarkan.
Sambungan geser dengan kompresi dari cincin kuningan hanya diijinkan pada bagian masuk
perangkap alat plambing penyediaan air minum. Sambungan geser dengan menggunakan
paking atau gasket hanya diijinkan apabila mudah dicapai.
8.7.10.

Sambungan ekspansi.

Sambungan ekspansi hanya diijinkan apabila diperlukan untuk pemuaian dan penyusutan
pipa. Sambungan ekspansi hanya diijinkan apabila sambungan tersebut mudah dicapai.
8.7.11.

Sambungan pipa pvc.

Untuk menyambung pipa PVC harus menggunakan sambungan PVC.


8.7.12.

Sambungan pipa pvc dengan pipa standar lainnya.

Sambungan pipa PVC dengan pipa standar lainnya harus dilakukan dengan menggunakan
fiting adaptor yang dibenarkan.
8.7.13.

Sambungan yang dilarang.

Sambungan pipa plastik dengan pipa plastik lainnya yang tidak sejenis, tidak dibenarkan
dengan cara perekatan.

116 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Apendiks A
Konversi diameter nominal pipa.
British
3
16

Metris

6 mm

8 mm

10 mm

15 mm

25 mm

32 mm

40 mm

50 mm

65 mm

80 mm

90 mm

100 mm

125 mm

150 mm

200 mm

10

250 mm

12

300 mm

14

350 mm

16

400 mm

18

450 mm

20

500 mm

24

600 mm

117 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Apendiks B.
Notasi gambar plambing

118 dari 119

SNI 03 6481 - 2000

Bibliografi
1.

Vincent T.Manas : NATIONAL PLUMBING CODE HANDBOOK; First Edition 1957,


McGraw-Hill Book Company, Inc.

2.

Harold E.Babbitt : PLUMBING; Third Edition 1960, Mc Graw-Hill Book Company.

3.

Louis S.Nielsen.BS,PE ; STANDARD PLUMBING ENGINEERING DESIGN; 1963, Mc


Graw-Hill Book Company.

4.

Stein, Reynolds, Mc Guinness ; MECHANICAL AND ELECTRICAL EQUIPMENT FOR


BUILDINGS; 7th Edition 1986, John Wiley & Sons.

5.

Zan-Scbotsman; INSTALASI; 1990, Erlangga.

6.

Soufyan, Morimura : PERANCANGAN DAN PEMELIHARAAN SISTEM PLAMBING;


Cetakan keempat 1991, Pradnya Paramita.

7.

ICC, BOCA, ICBO, SBCCI : INTERNATIONAL PLUMBING CODE, 2000, Januari 2000.

119 dari 119

SNI 03-6570-2001
Kembali

Instalasi Pompa Yang Dipasang Tetap Untuk Proteksi Kebakaran


1

Pendahuluan.

1.1

Ruang Lingkup dan Acuan.

1.1.1

Ruang Lingkup.

Standar ini berhubungan dengan pemilihan dan instalasi pompa yang memasok air untuk
proteksi kebakaran pada bangunan gedung.
Hal-hal yang dipertimbangkan, termasuk:
a)

pasokan air.

b)

hisapan, pelepasan, dan peralatan pelengkap.

c)

pasokan daya.

d)

penggerak elektrik dan kontrol.

e)

motor bakar penggerak dan kontrol.

f)

turbin uap penggerak dan kontrol.

g)

uji serah terima dan pengoperasian.

Standar ini tidak mencakup kapasitas sistem pasokan air dan persyaratan tekanan (lihat
A.2.1.1), maupun persyaratan yang mencakup pemeriksaan berkala, pengujian dan
pemeliharaan sistem pompa kebakaran. Standar ini juga tidak mencakup persyaratan untuk
instalasi pengkabelan unit pompa kebakaran.
1.1.2

Acuan.

NFPA 20, Standar for the installation of stationary pumps for fire protection, 1999, edition,
National Fire Protection Association.
1.2

Tujuan.

1.2.1
Tujuan standar ini untuk menyediakan secara wajar proteksi terhadap jiwa dan
harta milik dari kebakaran melalui persyaratan instalasi pompa yang dipasang tetap untuk
proteksi kebakaran, didasarkan pada prinsip keteknikan, data uji, dan pengalaman lokasi.
Standar ini termasuk pompa satu tingkat dan bertingkat banyak dengan poros yang
dirancang horisontal atau vertikal.
Persyaratan ditentukan untuk perancangan dan pemasangan pompa, penggerak pompa dan
peralatan yang berhubungan dengannya.
Standar ini mengusahakan agar catatan-catatan dari instalasi pompa yang dipasang tetap
dan memenuhi tuntutan perkembangan teknologi terus dipakai.
Standar ini tidak dimaksudkan untuk menghambat teknologi baru atau penggantian
susunannya, asalkan ketentuan tersebut tidak lebih rendah dari standar ini.

1 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.2.2

Instalasi yang sudah ada.

Apabila instalasi pompa yang sudah ada memenuhi standar pada saat pemasangan, pompa
boleh tetap digunakan, di mana pompa ini tidak menimbulkan perbedaan di dalam
memproteksi jiwa atau harta milik yang bersebelahan.
1.3

Pompa lainnya.

Pompa yang lain dari spesifikasi dalam standar ini dan mempunyai fasilitas rancangan yang
berbeda boleh dipasang apabila pompa tersebut telah teruji oleh laboratorium uji. Pompa
tersebut dibatasi sampai kapasitas kurang dari 1.892 liter/menit (500 gpm).
1.4*

Syarat persetujuan.

1.4.1
Persetujuan diberikan apabila pompa tetap dipilih berdasarkan pada kondisi
dimana pompa ini dipasang dan digunakan.
1.4.2
Pabrik pembuat pompa atau perwakilan yang ditunjuk harus memberikan
informasi yang lengkap berkaitan dengan karakteristik air dan pasokan daya listrik.
Suatu perencanaan lengkap dan data detail yang menggambarkan pompa, penggerak, alat
kontrol, pasokan daya, sambungan hisap dan pelepasan, dan kondisi pasokan air harus
disiapkan untuk persetujuan.
Setiap pompa, penggerak, alat kontrol peralatan, pasokan daya dan susunannya, dan
pasokan air harus disetujui oleh instansi berwenang untuk kondisi lokasi spesifik yang
dijumpai.
1.5

Pengoperasian pompa.

Dalam kejadian pompa kebakaran beroperasi, petugas yang terlatih harus tanggap terhadap
lokasi pompa kebakaran untuk memastikan bahwa pompa kebakaran beroperasi dengan
memuaskan.
1.6

Kinerja unit.

1.6.1
Unit yang terdiri dari pompa, penggerak, dan alat kontrol harus sepenuhnya
memenuhi standar pemasangan atau bila komponennya diganti.
1.6.2
Untuk memenuhi kinerja sesuai ketentuan standar ini maka unit lengkap harus
diuji sebelum diadakan serah terima lokasi.
1.7

Sertifikat uji pabrik.

Kurva pada sertifikat uji pabrik yang menunjukkan head, kapasitas dan daya poros dari
pompa harus dilengkapi oleh pabrik pembuat untuk pembelinya. Pembeli harus melengkapi
data ini untuk disampaikan kepada instansi berwenang.
1.8

Istilah dan Definisi.

1.8.1

Definisi sebagai berikut digunakan dalam standar ini:

1.8.1.1
aditif
Suatu cairan seperti konsentrat busa, pengemulsi, cairan supresi uap berbahaya dan bahan
berbusa ditujukan untuk disuntikkan ke dalam aliran air pada atau di atas tekanan air.

2 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.2
air tanah
Air yang tersedia pada sumur, yang berasal dari permukaan lapisan penyangga air (aquifer)
1.8.1.3
alat kontrol pompa kebakaran
kelompok peralatan yang berfungsi sebagai pengatur, pada umumnya diset (disetel)
sebelumnya, yang menjalankan dan menghentikan penggerak pompa kebakaran serta
memantau sinyal status dan kondisi unit pompa kebakaran.
1.8.1.4
analisa kinerja aquafer
pengujian yang dirancang untuk menentukan jumlah air di bawah tanah yang tersedia di
lokasi dan mempunyai ruang yang cukup memadai untuk mencegah gangguan di lokasi
tersebut. Pada dasarnya hasil pengujian menyediakan informasi yang berhubungan dengan
kemampuan alir dan koefisien penyimpanan (volume air yang ada) dari aquifer.
1.8.1.5
aquafer
formasi di bawah tanah yang mengandung bahan stabil yang dapat ditembus air untuk
menghasilkan sejumlah air yang cukup.
1.8.1.6
bahan tahan korosi
bahan seperti brass, tembaga, monel, baja tahan karat, atau bahan-bahan setara yang
tahan korosi.
1.8.1.7
daya angkat hisap total
daya angkat hisap ada bila head hisap total di bawah tekanan atmosfer. Daya angkat hisap
total seperti ditentukan pada pengujian, adalah bacaan pada manometer cairan pada nozel
hisap dari pompa, dirubah ke meter ( ft ) cairan, ditunjukkan ke titik duga, dikurangi head
kecepatan pada titik dimana pengukur dipasang.
1.8.1.8
daya poros maksimum pompa
daya poros maksimum pompa yang dipersyaratkan untuk menjalankan pompa pada suatu
kecepatan nominal. Pabrik pembuat pompa menentukan ini dengan uji di pabrik di bawah
kondisi hisapan dan pelepasan yang ditentukan. Kondisi aktual di lokasi dapat berbeda
dengan kondisi pabrik.
1.8.1.9
disetujui
dapat diterima oleh instansi berwenang.
1.8.1.10
faktor pelayanan
perkalian dari motor arus bolak balik yang bila diterapkan ke daya poros menunjukkan beban
daya poros yang diijinkan yang dapat menghantarkan tegangan, frekuensi dan temperatur.

3 dari 142

SNI 03-6570-2001

Untuk contoh perkalian 1,15 menunjukkan motor diijinkan untuk menerima beban lebih 1,15
kali daya porosnya.
1.8.1.11
harus (shall)
menunjukkan persyaratan yang mutlak diikuti (mandatory).
1.8.1.12
head
suatu jumlah yang digunakan untuk menyatakan bentuk (atau kombinasi bentuk) dari energi
yang terkandung air per berat unit air dengan acuan titik duga sembarang.
1.8.1.13
head hisap positip neto (net positive suction head = NPSH)
head hisap total absolut cairan dalam meter (ft), ditentukan pada nozel hisap, dan di acu ke
titik duga (datum), dikurangi tekanan uap absolut cairan dalam meter (ft).
1.8.1.14
head hisap total
head hisap yang ada bila head hisap total di atas tekanan atmosfer.
Head hisap total, seperti ditentukan pada pengujian, adalah acaan dari pengukur pada
hisapan pompa, dirubah ke meter (ft) dari cairan, dan di acu ke titik duga, ditambah head
kecepatan pada titik dimana pengukur yang dipasang.
1.8.1.15
head kecepatan
head kecepatan yang didapatkan dari kecepatan rata-rata yang diperoleh dengan membagi
aliran dalam meter kubik per detik (ft kubik per detik) dengan luas aktual dari penampang
pipa dalam meter persegi (ft persegi) dan ditentukan pada titik dari sambungan pengukur.
1.8.1.16
head nominal total
head total yang ditimbulkan pada kapasitas nominal dan kecepatan nominal untuk pompa
horisontal rumah terpisah atau pompa turbin poros vertikal.
1.8.1.17
head pelepasan total.
bacaan pengukuran tekanan pada pelepasan pompa, diubah ke meter (ft), dan di mengacu
ke titik duga, ditambah head kecepatan pada titik dari pengukur yang dipasang.
1.8.1.18
head total, pompa horisontal
pengukuran kerja untuk menaikkan setiap kg (lb) cairan, diberikan ke cairan oleh pompa,
dan karena itu terjadi perbedaan besaran antara head pelepasan total dan head hisap total.
Head total, seperti ditentukan pada pengujian bila daya angkat hisap ada, merupakan jumlah
dari head pelepasan total dan daya angkat hisap total.
Apabila head hisap positip ada, head total adalah head pelepasan total dikurangi head hisap
total.

4 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.19
head total, pompa turbin vertikal
jarak dari taraf air pemompaan ke pusat dari pengukur pelepasan ditambah head pelepasan
total.
1.8.1.20
hisapan yang meluap (flooded suction)
kondisi dimana aliran air dari sumber yang terbuka ke atmosfer menuju pompa tanpa
menyebabkan tekanan rata-rata pada flens inlet pompa turun di bawah tekanan atmosfer
pada saat pompa beroperasi 150 persen kapasitas nominal.
1.8.1.21*
instansi berwenang
instansi berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui peralatan, instalasi dan
prosedur.
1.8.1.22
katup pelepasan aliran ( flow unloader valve)
katup yang dirancang untuk melepas kelebihan aliran di bawah kapasitas pompa yang di set
pada tekanan pompa.
1.8.1.23
kopling fleksibel
alat yang digunakan untuk menyambung poros atau komponen pemindah torsi dari suatu
alat penggerak ke pompa, dan yang membolehkan sudut kecil dan ketidak sejajaran
sebagaimana dibatasi oleh pabrik pembuat pompa dan kopling.
1.8.1.24
motor bakar
setiap motor yang media kerjanya terdiri dari hasil pembakaran udara dan bahan bakar yang
dipasok.
Pembakaran biasanya terjadi di dalam silinder yang bekerja, tetapi dapat pula terjadi di
dalam kamar (chamber).
1.8.1.25
motor diesel
motor bakar dimana bahan bakar dinyalakan seluruhnya oleh hasil panas dari kompresi
udara yang dipasok untuk pembakaran. Motor diesel minyak, bekerja dengan
menginjeksikan bahan bakar minyak setelah kompresi praktis lengkap, jenis ini biasanya
digunakan sebagai penggerak pompa kebakaran.
1.8.1.26
motor kedap debu yang dapat terbakar
motor yang tertutup seluruhnya dimana penutupannya dirancang dan dibuat dengan cara
menghalangi masuknya sejumlah debu yang dapat terbakar atau sejumlah yang dapat
merusak kinerja atau nilai dan yang tidak akan menyebabkan busur, percikan, atau panas
selain yang ditentukan atau dilepaskan dari dalam penutup yang dapat menyebabkan
penyalaan dari akumulasi debu di bagian luar, atau debu tertentu yang bertebaran di
atmosfer dalam daerah sekitar penutup.

5 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.27
motor kedap ledakan
motor yang tertutup seluruhnya di mana penutupnya dirancang dan dibuat tahan ledakan
dari gas atau uap tertentu yang dapat timbul di dalamnya dan untuk mencegah nyala dari
gas atau uap tertentu disekeliling motor oleh percikan, semburan atau ledakan dari gas atau
uap tertentu yang timbul di dalam rumah motor.
1.8.1.28
motor kedap tetesan
motor yang terbuka dimana bukaan ventilasinya dibuat sedemikian rupa sehingga mampu
beroperasi tanpa terganggu oleh tetesan cairan atau partikel padat yang turun atau masuk
ke dalam bagian yang tertutup dengan sudut antara 0 sampai 15 derajat ke arah bawah
terhadap vertikal.
1.8.1.29
motor listrik
Motor listrik diklasifikasikan sesuai untuk proteksi mekanik dan metoda pendinginannya.
1.8.1.30
motor terbuka
motor yang mempunyai bukaan ventilasi, memperkenankan jalur udara pendingin luar
meliwati dan mengelilingi kumparan motor.
Apabila diterapkan pada peralatan yang besar tanpa kualifikasi, istilah ini menunjukkan
motor tidak mempunyai hambatan untuk ventilasi selain dari pada yang dibutuhkan oleh
konstruksi mesin.
1.8.1.31
motor tertutup total
motor yang tertutup seluruhnya untuk mencegah pertukaran bebas dari udara antara bagian
dalam dan luar rumah, tetapi tidak cukup menutup untuk diistilahkan kedap udara.
1.8.1.32
motor tertutup total didinginkan dengan fan
motor yang tertutup seluruhnya dipasang untuk pendinginan luar oleh sarana fan atau fan
yang menyatu dengan motor tetapi di luar dari bagian yang tertutup.
1.8.1.33
motor tertutup total tanpa ventilasi
motor yang tertutup seluruhnya, dimana tidak dipasang untuk pendinginan oleh sarana luar
untuk bagian-bagian yang tertutup.
1.8.1.34
motor yang dilindungi kedap tetesan
motor kedap tetesan di mana bukaan ventilasi dilindungi sesuai definisi motor kedap tetesan.
1.8.1.35
pelayanan
konduktor dan peralatan untuk menyalurkan energi dari sistem pasokan listrik ke sistem
pengkabelan dari bangunan yang dilayani.

6 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.36
pelindung motor
motor yang terbuka di mana semua bukaan terhadap logam yang bergerak atau bagian yang
berputar (kecuali permukaan putar yang halus), dibatasi ukurannya oleh bagian struktural
atau oleh tabir, dinding antara, gril, kasa logam, atau sarana lain untuk mencegah
kecelakaan akibat bersinggungan dengan bagian bagian yang berbahaya. Bukaan yang
menyebabkan hubungan langsung ke bagian-bagian yang bergerak atau berputar, harus
tidak dilalui batang silindris berdiameter 19 mm ( inch) atau lebih.
1.8.1.37
peralatan pelayanan
peralatan penting, biasanya terdiri dari pemutus tenaga atau sakelar dan pengaman lebur,
dan perlengkapannya, ditempatkan dekat titik masuk konduktor pemasok ke bangunan,
struktur lain, atau sebaliknya area yang ditegaskan, dan ditujukan untuk membentuk kontrol
utama dan sarana pemutus pasokan.
1.8.1.38
permukaan air pemompaan (pumping water level)
permukaan air terhadap pompa, di mana jumlah air berada pada hisapan pada saat pompa
beroperasi. Pengukuran dibuat sama seperti permukaan air statik.
1.8.1.39
permukaan air statik
permukaan, dengan merujuk ke pompa, terhadap badan air dimana hisapan akan terjadi,
dalam keadaan pompa tidak beroperasi.
Untuk pompa turbin dengan poros vertikal, jarak ke permukaan air di ukur tegak lurus dari
garis pusat horisontal dari tekanan pelepasan atau tee.
1.8.1.40
pompa aditif
pompa yang digunakan untuk menyuntik bahan aditif ke dalam aliran air.
1.8.1.41
Pompa can
pompa jenis turbin poros vertikal dalam suatu can (semacam tangki hisap) pada instalasi
pipa untuk menaikkan tekanan air.
1.8.1.42
pompa hisap ujung ( End suction pump )
pompa hisap tunggal mempunyai nozel hisap pada sisi yang berlawanan dengan rumah
pompa dan mempunyai bidang hisap nozel hisap tegak lurus ke sumbu longitudinal dari
poros.
1.8.1.43
pompa horisontal
pompa yang posisi porosnya horisontal.
1.8.1.44
pompa konsentrat busa
lihat definisi pompa aditif.

7 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.45
pompa langkah positip
karakteristik pompa yang menghasilkan aliran dengan cara menangkap volume tertemtu dari
cairan pada setiap putaran pompa dan mengurangi rongga cairan oleh sarana mekanik
untuk memindahkan cairan yang dipompakan.
1.8.1.46
pompa putaran baling-baling (vane)
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan rotor tunggal dengan baling-baling
yang bergerak dengan putaran pompa untuk menciptakan rongga dan memindahkan cairan.
1.8.1.47
pompa putaran keping (rotary lobe)
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan keping rotor untuk membawa cairan
antara rongga keping dan rumah pompa dari inlet ke outlet.
1.8.1.48
pompa roda gigi
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan roda gigi dan rumahnya untuk
memindahkan cairan.
1.8.1.49
pompa rumah terpisah horizontal (split case)
jenis pompa sentrifugal yang rumahnya terpisah dan sejajar terhadap porosnya.
1.8.1.50
pompa sejalur (in- line)
pompa sentrifugal yang menjalankan unit, ditunjang oleh pompa yang mempunyai flens
hisap dan flens pelepasan kurang lebih sama dengan garis tengahnya.
1.8.1.51
pompa sentrifugal
pompa yang pada prinsipnya tekanannya ditimbulkan oleh gerakan gaya sentrifugal.
1.8.1.52
pompa torak
karakteristik pompa langkah positip yang menggunakan torak dan silinder untuk memindahkan cairan.
1.8.1.53
pompa turbin poros sejalur vertikal
pompa sentrifugal poros vertikal dengan impeller berputar atau impeller dengan pelepasan
dari sumbu elemen pemompaan dan poros.
Elemen pemompaan ditahan oleh sistem konduktor, yang menutup sistem dari poros
vertikal, digunakan untuk memindahkan daya ke impeller, penggerak utama berada di luar
aliran.

8 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.54
sakelar isolasi
sakelar yang ditujukan untuk mengisolasi sirkit listrik dari sumber dayanya. Sakelar ini tidak
memiliki kemampuan memutus dan ditujukan hanya untuk mengoperasikan setelah sirkit di
buka dengan cara lain.
1.8.1.55
sakelar pemindah manual
sakelar yang dioperasikan oleh tenaga manusia langsung untuk memindahkan satu atau
lebih penyambungan konduktor beban dari satu sumber daya ke lainnya.
1.8.1.56
sakelar pemindah otomatik
peralatan yang bergerak otomatik untuk memindahkan satu atau lebih sambungan konduktor
beban, dari satu sumber daya ke sumber daya lainnya.
1.8.1.57
saluran
semua konduktor sirkit antara peralatan yang dilayani atau sumber dari sistem yang terpisah
dengan alat pengaman arus lebih sirkit cabang terakhir.
1.8.1.58
sambungan fleksibel poros
alat yang terdiri dari elemen teleskopik dengan dua sambungan fleksibel.
1.8.1.59
sarana pelepas sambungan
alat pengaman, kelompok alat pengaman, atau sarana lain (contoh : pemutus tenaga pada
alat kontrol pompa kebakaran) dimana konduktor dari suatu sirkit dapat dilepas dari sumber
pasokannya.
1.8.1.60
sebaiknya
menunjukkan rekomendasi atau saran tetapi tidak dipersyaratkan.
1.8.1.61
sirkit cabang
konduktor sirkit antara alat pengaman arus lebih yang terakhir untuk memproteksi sirkit dan
peralatan yang dipakai.
1.8.1.62
standar
dokumen, teks utama yang berisi hanya ketentuan yang mutlak diikuti, menggunakan kata
harus untuk menunjukkan persyaratan dan dimana bentuk umumnya cocok untuk referensi
yang mutlak diikuti oleh standar lain atau kode atau untuk di adopsi ke dalam bentuk
hukum.
Ketentuan yang tidak mutlak diikuti harus diletakkan pada apendiks, catatan kaki, atau
catatan dengan cetak halus dan tidak dipertimbangkan sebagai bagian dari persyaratan
standar.

9 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.8.1.63
sumur basah
ruang tertutup dari kayu, beton atau bata, mempunyai saringan masuk, dijaga terpisah di isi
dengan air dari sumber air permukaan seperti kolam, danau, atau sungai kecil.
1.8.1.64
tarikan ke bawah
perbedaan vertikal antara permukaan air pemompaan dan permukaan air statik.
1.8.1.65
teruji
peralatan, bahan, atau pelayanan termasuk dalam daftar teruji dari organisasi yang disetujui
oleh instansi berwenang dan berurusan dengan evaluasi produk atau pelayanan, yang
melakukan inspeksi berkala dari produk peralatan yang teruji atau bahan atau evaluasi
berkala dari pelayanan, dimana bagian yang teruji dari peralatan, bahan atau pelayanan
memenuhi standar atau telah di uji dan diperoleh hasil sesuai tujuan tertentu.
1.8.1.66
unit pompa kebakaran
unit yang dirakit,
perlengkapannya.
1.8.2

terdiri

dari

pompa

kebakaran,

penggerak,

alat

kontrol,

dan

Definisi tambahan

Definisi tambahan yang dapat digunakan bisa diperoleh pada edisi terakhir dari standarstandar lain yang berlaku.
1.9

Satuan

Satuan metrik dari ukuran dalam standar ini sesuai dengan sistem metrik yang
dimodernisasi, dikenal sebagai unit Sistem Internasional (SI).
Dua satuan (liter dan bar), di luar tetapi dikenal oleh SI, digunakan bersama dalam proteksi
kebakaran internasional.
Satuan ini terdaftar dalam tabel 1.9 dengan faktor konversinya.
Tabel 1.9 : Faktor Konversi Satuan.
Nama Satuan
meter
millimeter
liter
desimeter kubik
meter kubik
paskal
bar
bar

Simbol Satuan
m
mm
L
dm3
m3
Pa
bar
bar

Faktor konversi
1 ft = 0,3048 m
1 in = 25,4 mm
1 gal = 3,785 L
1 gal = 3,785 dm3
1 ft3 = 0,0283 m3
1 psi = 6894,757 Pa
1 psi = 0,0689 bar
1 bar = 105 Pa.

Catatan :
Untuk konversi tambahan dan informasi, lihat ASTM E.380, Standar for Metric Practice.

10 dari 142

SNI 03-6570-2001

1.9.1
Jika nilai ukuran seperti diberikan dalam standar ini diikuti oleh nilai ekuivalen
unit lain, bagian pertama dianggap sebagai persyaratan. Nilai ekuivalen yang diberikan
dipertimbangkan sebagai pendekatan.
1.9.2
Prosedur konversi untuk unit SI telah dikalikan dengan faktor konversi dan
kemudian dibulatkan menghasilkan angka pendekatan yang cukup berarti.

Umum.

2.1

Pasokan air.

2.1.1*

Keandalan.

Kecukupan dan ketergantungan dari sumber air sangat penting dan harus ditentukan
sepenuhnya dengan kelonggaran yang tepat untuk keandalannya di waktu mendatang (lihat
butir A.2.1.1).
2.1.2

Sumber.

Setiap air yang cukup dalam kualitas, kuantitas dan tekanan dapat digunakan untuk
menyediakan pasokan air untuk suatu pompa kebakaran.
Apabila pasokan air dari PDAM tidak cukup kualitas, kuantitas dan tekanannya, sumber air
alternatif perlu disediakan.
Kecukupan pasokan air harus ditentukan dan dikaji spesifikasi dan instalasi dari pompa
kebakarannya.
2.1.3

Permukaan.

Permukaan air minimum dari sumur atau lubang basah harus ditentukan oleh pemompaan
pada tidak kurang 150 persen dari kapasitas nominal pompa kebakaran.
2.1.4

Pasokan Tersimpan.

Pasokan tersimpan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan yang ditempatkan padanya
untuk jangka waktu yang diharapkan dan cara yang handal untuk melengkapi pasokan harus
disediakan.
2.1.5

Head.

Adanya head dari pasokan air harus digambarkan pada dasar dari aliran 150 persen
kapasitas nominal dari pompa kebakaran. Head ini harus ditunjukkan oleh suatu uji aliran.
2.2

Pompa dan Penggeraknya.

2.2.1

Pompa kebakaran harus diuji untuk pelayanan proteksi kebakaran.

2.2.2
Penggerak yang dapat diterima untuk pompa pada suatu instalasi tunggal
adalah motor listrik, motor diesel, turbin uap, atau kombinasinya.
2.2.3
Kecuali instalasi yang dibuat sebelum standar ini, unit pompa penggerak ganda
tidak boleh digunakan.
2.2.4
Tekanan pompa saat katup tertutup ditambah tekanan isap statik maksimum,
yang disetel untuk ketinggian, tidak boleh melebihi nominal dari komponen sistem.

11 dari 142

SNI 03-6570-2001

2.3

Kapasitas Nominal Pompa.

Pompa kebakaran harus mempunyai kapasitas nominal dalam liter per menit (gpm) berikut
dan harus pada tekanan nominal neto 2,7 bar (40 psi) atau lebih (lihat tabel 2.3). Pompa
untuk nominal di atas 18.925 liter per menit (5000 gpm) terutama untuk dikaji tersendiri oleh
instansi berwenang atau laboratorium yang terdaftar.
Tabel 2.3 Kapasitas pompa nominal
gpm
25
50
100
150
200
250
300
400
450
500
750
1.000
1.250
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
2.4

Liter/menit
95
189
379
568
757
946
1.136
1.514
1.703
1.892
2.839
3.785
4.731
5.677
7.570
9.462
11.355
13.247
15.140
17.032
18.925

Plat Nama.

Pompa harus dilengkapi dengan plat nama.


2.5

Alat Pengukur Tekanan.

2.5.1
Alat pengukur tekanan mempunyai penunjuk tidak kurang dari 89 mm (3 inci)
diameternya, harus dihubungkan dekat dengan tuangan pelepasan dengan katup alat
pengukur 6,25 mm ( inci).
Penunjuk harus menunjukkan tekanan sekurang-kurangnya dua kali tekanan kerja pompa,
tetapi tidak kurang dari 13,8 bar (200 psi). Muka dari penunjuk harus terbaca dalam bar, lb
per inci2, atau keduanya dengan graduasi standar pabrik.
2.5.2
Gambungan pengukur tekanan dan vacuum mempunyai penunjuk tidak kurang
dari 89 mm (3 inci) diameternya, harus disambung ke pipa hisap yang dekat dengan
pompa dengan katup alat pengukur 6,25 mm ( inci).
Pengecualian :
Ketentuan ini tidak harus diterapkan untuk pompa jenis turbin poros vertikal yang mengambil hisapan dari sumur
atau sumur basah terbuka.

12 dari 142

SNI 03-6570-2001

Muka dari penunjuk harus terbaca dalam millimeter kolom air raksa (inch kolom air raksa)
atau lb per inci2 (bar) untuk rentang hisapan.
Pengukur harus mempunyai rentang tekanan dua kali tekanan hisap maksimum pompa,
tetapi tidak kurang dari 7 bar ( 100 psi).
2.6

Katup Relief Sirkulasi.

2.6.1
Setiap pompa harus mempunyai katup relief otomatik teruji untuk melayani
pompa kebakaran yang dipasang dan di set di bawah tekanan menutup pada tekanan hisap
minimum yang diharapkan.
Katup harus dipasang pada sisi pelepasan dari pompa sebelum katup searah pelepasan.
Katup ini harus menyediakan aliran air yang cukup untuk mencegah pompa dari panas lebih
apabila beroperasi dengan tanpa pelepasan. Ketentuan harus dibuat untuk pelepasan ke
saluran pembuangan. Katup relief sirkulasi harus tidak dikencangkan dengan kotak
pembungkus atau pinggiran tetesan pengering. Ukuran minimum dari katup relief otomatik
harus 19 mm ( inci) untuk pompa dengan kapasitas nominal tidak lebih dari 9.462
liter/menit (2500 gpm), dan 25,4 mm (1 inch) untuk pompa dengan kapasitas nominal antara
11.355 sampai 18.925 Liter/menit (3.000 sampai 5.000 gpm).
Pengecualian :
Ketentuan ini tidak boleh diterapkan pada pompa yang digerakkan motor dengan pendinginan air yang diambil
dari pelepasan pompa.
2.6.2
Apabila tekanan katup relief telah disalurkan kembali ke hisapan, katup relief
sirkulasi harus disediakan. Ukuran harus sesuai dengan butir 2.6.
2.7

Proteksi Peralatan.

2.7.1*
Pompa kebakaran, penggerak, dan alat kontrolnya, harus diproteksi terhadap
kemungkinan gangguan pelayanan terhadap kerusakan yang disebabkan ledakan,
kebakaran, banjir, gempa bumi, serangga, angin ribut, kekerasan, dan kondisi lain yang
merugikan.
2.7.1.1
Unit pompa pemadam kebakaran di dalam bangunan harus dipisahkan dari
semua daerah bangunan dengan konstruksi yang mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA)
2 jam.
Pengecualian 1 :
Garis besar pompa ditunjukkan pada butir 2.7.1.2.
Pengecualian 2 :
dalam bangunan yang diproteksi sistem springkler otomatik, dipasang sesuai SNI 03-3989-2000, tentang Tata
cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung, persyaratan pemisahan dapat dikurangi sampai konstruksi TKA nya 1 jam.
2.7.1.2
Unit pompa kebakaran yang ditempatkan di luar bangunan dan instalasi pompa
kebakaran dalam bangunan lain yang diproteksi oleh pompa kebakaran harus ditempatkan
minimal 15,3 m (50 ft) dari bangunan yang diproteksi.
Pemasangan di luar bangunan juga harus dipersyaratkan untuk disediakan proteksi terhadap
kemungkinan gangguan sesuai butir 2.7.1.

13 dari 142

SNI 03-6570-2001

2.7.2
Sarana yang sesuai harus disediakan untuk menjaga temperatur ruangan pompa
atau rumah untuk pompa, jika dipersyaratkan di atas 50C (400F).
Pengecualian :
lihat butir 8.6.5 untuk persyaratan temperatur yang lebih tinggi untuk motor bakar.
2.7.3
pompa.

Pencahayaan buatan harus disediakan dalam ruangan pompa atau rumah untuk

2.7.4
Pencahayaan darurat harus disediakan dengan tetap atau pencahayaan jinjing
yang dioperasikan dengan baterai, termasuk lampu senter. Pencahayaan darurat tidak harus
dihubungkan ke motor yang distart dengan baterai.
2.7.5

Ventilasi ruangan pompa atau rumah untuk pompa harus mengikuti ketentuan.

2.7.6*
Lantai harus dibuat landai/miring untuk pengeringan yang cukup menghilangkan
air menjauhi peralatan yang kritis seperti pompa, penggerak, alat kontrol dan sebagainya.
Ruangan pompa atau rumah untuk pompa harus disediakan dengan pengering lantai yang
akan menyalurkan air ke lokasi di luar.
2.7.7
Pagar jaga harus disediakan untuk kopling fleksibel dan sambungan poros
fleksibel guna mencegah bagian berputar dari kecelakaan pada manusia.
2.8

Pipa dan Fiting.

2.8.1*
Pipa baja harus dipakai di atas tanah, kecuali untuk sambungan ke hisapan di
bawah tanah dan pipa pelepasan di bawah tanah.
Apabila terdapat kondisi air yang korosif, pipa hisap baja harus di galvanis atau dicat pada
bagian dalamnya sebelum dipasang dengan bahan cat yang direkomendasikan untuk
pemakaian di bawah permukaan air.
Lapisan bitumen yang tebal tidak boleh digunakan.
2.8.2*
Bagian dari pemipaan baja harus disambung dengan sambungan ulir,
sambungan flens, atau fiting lain yang disetujui.
Pengecualian :
Fiting jenis slip dibolehkan untuk dipakai bila digunakan seperti persyaratan pada butir 2.9.6 dan bila pemipaan
secara mekanik dijamin mencegah kelicinan.
2.8.3
Pemipaan bahan konsentrat atau bahan aditif harus dilayani dengan bahan yang
tidak dapat berkarat.
Pipa galvanis tidak boleh dipakai untuk melayani konsentrat busa.
2.8.4*
Pemotongan dengan busur api atau dengan las di dalam rumah untuk pompa
dibolehkan sebagai sarana modifikasi atau perbaikan pemipaan bila dilakukan sesuai
ketentuan yang berlaku.
2.9

Pipa Hisap dan Fiting.

2.9.1*

Komponen.

Komponen hisap harus terdiri dari semua pipa, katup dan fiting dari flens hisap pompa
sampai sambungan ke pipa utama pelayanan umum atau pipa utama pribadi, tangki
penyimpanan, atau reservoir dan sebagainya, yang menyalurkan air ke pompa.

14 dari 142

SNI 03-6570-2001

Apabila pompa dipasang seri, pipa hisap untuk pompa berikutnya harus mulai pada sisi
sistem dari katup pelepasan dari pompa sebelumnya.
2.9.2

Pemasangan.

Pipa hisap harus dipasang dan diuji sesuai ketentuan yang berlaku.
2.9.3

Ukuran Pipa Hisap.

Ukuran pipa hisap untuk pompa tunggal atau pipa utama hisap untuk pompa jamak (yang
bekerja bersama-sama) seperti itu, dengan semua pompa beroperasi pada 150 persen
kapasitas nominal, tekanan pengukur pada flens hisap pompa harus 0 bar (0 psi) atau lebih
tinggi. Pipa hisap harus ditentukan seperti itu, dengan pompa beroperasi pada 150 persen
kapasitas nominal, kecepatan dalam bagian dari pipa hisap ditempatkan di dalam jarak 10
kali diameter ke arah atas dari flens flens hisap pompa tidak melebihi 4,57 m/detik (15
ft/detik). Ukuran dari bagian pipa hisap yang ditempatkan di dalam jarak 10 kali diameter
aliran ke atas dari flens hisap pompa harus tidak kurang dari yang dispesifikasikan dalam
tabel 2.20.
Pengecualian :
Apabila pasokan air dari tangki hisap dengan dasarnya pada atau diatas ketinggian pompa, pengukur tekanan
pada flens hisap pompa harus dibolehkan turun sampai 0,14 kPa (-3 psi).
2.9.4*

Pompa dengan Bypass.

Apabila pasokan hisap bertekanan cukup untuk disalurkan tanpa pompa, pompa harus
dipasang dengan bypass (lihat gambar A.2.9.4 ). Ukuran bypass harus sedikitnya sebesar
ukuran pipa yang dipersyaratkan untuk pipa pelepasan yang dalam tabel 2.20.
2.9.5*

Katup.

Ulir luar yang teruji dan katup sorong harus dipasang pada pipa hisap. Selain katup sorong
tidak ada yang dipasang pada pipa hisap di dalam jarak 16 m (50 ft) dari flens hisap pompa.
2.9.6*

Instalasi.

2.9.6.1
Pipa hisap harus diletakkan secara hati-hati untuk mencegah kebocoran udara
dan kantong udara, keduanya dapat berpengaruh serius pada beroperasinya pompa (lihat
gambar A.2.9.6).
2.9.6.2

Pipa hisap harus dipasang dibawah garis beku dari rumah kedap beku.

Apabila pada pipa masuk dari aliran sungai, kolam, atau reservoir, perhatian khusus harus
diberikan untuk mencegah pembekuan di bawah tanah atau dalam air.
2.9.6.3
Elbow dan tee dengan bidang garis pusat sejajar terhadap poros pompa jenis
rumah terpisah harus dihindari. (lihat gambar A.2.9.6).
Pengecualian :
Elbow dan tee dengan bidang pusat garis paralel untuk poros pompa jenis rumah terpisah diijinkan apabila jarak
antara flens dari masukan hisap pompa dan elbow dan tee lebih besar dari 10 kali diameter pipa hisap.
2.9.6.4
Apabila pipa hisap dan flens hisap pompa tidak sama ukurannya, maka harus
dihubungkan dengan reduser atau inkreser eksentrik, dipasang seperti untuk mencegah
kantong udara.

15 dari 142

SNI 03-6570-2001

2.9.6.5
Apabila pompa dan pasokan hisapnya pada pondasi terpisah dengan pipa
penyambungan yang kaku, pipa harus dilengkapi dengan pelepas tegangan (lihat gambar
A.3.3.1).
2.9.7

Pompa Jamak.

Apabila pasokan pipa hisap tunggal lebih dari satu pompa, perletakan pipa hisap pada
pompa harus disusun sehingga setiap pompa akan menerima pasokan yang seimbang.
2.9.8*

Saringan Hisap.

Apabila pasokan air diperoleh dari sumber terbuka seperti kolam, sumur basah, saluran dari
bahan yang dapat menyumbat pompa harus dihindari.
Saringan masuk ganda yang mudah dibuka harus disediakan pada pipa masuk hisap.
Dibawah permukaan air minimum saringan ini harus mempunyai luas bersih efektif bukaan
645 mm2 (1 inci2) untuk setiap 3,785 Liter/menit (1 gpm) pada 150 persen kapasitas nominal
pompa.
Saringan harus disusun yang dapat dibersihkan atau diperbaiki tanpa menggangu pipa
hisap. Brass, tembaga, monel, baja tahan karat, atau bahan metal tahan karat lainnya,
saringan kawatnya mempunyai mesh 12,7 mm ( inci) dan ukuran kawat no.10 Brown &
Sharpe harus dilindungi ke rangka metal geser vertikal pada masuk ke intake. Luas
keseluruhan dari saringan khusus ini harus 1,6 kali luas bersih bukaan saringan (lihat
gambar detail pada gambar A.4.2.2.2).
2.9.9*

Alat-Alat dalam Pemipaan Hisap.

Persyaratan untuk alat-alat dalam pemipaan hisap harus sebagai berikut:


a)

Tidak ada alat atau rakitan, termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk, alat pencegah aliran
balik atau rakitan, yang akan menghentikan, menghalangi pada waktu start, atau
menghalangi pelepasan dari pompa kebakaran atau penggerak pompa yang dipasang
dalam pemipaan hisap.
Pengecualian 1 :
Pengecualian seperti ditentukan dalam butir 2.9.5.
Pengecualian 2 :
Katup searah dan alat pencegah aliran balik dan rakitannya harus dibolehkan apabila dipersyaratkan oleh
standar lain atau oleh instansi berwenang.
Pengecualian 3 :
Katup kontrol aliran yang teruji untuk melayani pompa kebakaran dan yang sensitif terhadap tekanan
hisap harus dibolehkan apabila instansi berwenang mempersyaratkan tekanan positip untuk
dipertahankan pada pemipaan hisap.

b)

Alat yang sesuai harus dibolehkan untuk dipasang pada pemipaan pasokan hisap atau
pasokan air tersimpan dan disusun untuk mengaktivasi alarm jika tekanan hisap
pompa atau permukaan air jatuh di bawah minimum yang ditentukan sebelumnya.

2.9.10*

Plat Pusaran (Vortex)

Untuk pompa yang menghisap dari pasokan air tersimpan, plat pusaran (vortex) harus
dipasang pada waktu memasuki pemipaan hisap.

16 dari 142

SNI 03-6570-2001

2.10

Pipa Pelepasan dan Fiting.

2.10.1
Komponen pelepasan harus terdiri dari pipa, katup, dan fiting yang memanjang
dari flens pelepasan pompa sampai sisi sistem dari katup pelepasan.
2.10.2*
Tekanan nominal dari komponen pelepasan harus bertekanan kerja cukup tetapi
tidak kurang dari nominal sistem proteksi kebakaran. Pipa baja dengan flens, sambungan
ulir, atau sambungan alur mekanik, harus digunakan di atas tanah. Semua pipa pelepasan
pompa harus diuji secara hidrostatik sesuai SNI 03-3989-2000, tentang "Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung" , dan ketentuan lain yang berlaku.
2.10.3*
Ukuran pipa pelepasan pompa dan fiting tidak boleh kurang dari yang disebutkan
pada tabel 2.20.
2.10.4*
Katup searah yang teruji atau alat pencegah aliran balik harus dipasang dalam
rakitan pelepasan pompa.
2.10.5
Katup sorong dan katup kupu-kupu dengan penunjuk yang teruji harus dipasang
pada sistem proteksi kebakaran di sisi katup searah pelepasan pompa. Apabila dipasang
seri, katup kupu-kupu tidak boleh dipasang di antara pompa.
2.11*

Supervisi Katup.

Apabila disediakan, katup hisap, katup pelepasan, katup bypass, dan katup isolasi pada alat
pencegah aliran balik atau rakitannya, harus di supervisi terbuka oleh satu dari cara berikut
ini:
a)

Stasiun pusat, daerah pribadi atau pelayanan sinyal stasiun jarak jauh.

b)

Pelayanan sinyal lokal yang menyebabkan suara dari sinyal suara pada titik tetap yang
diperhatikan.

c)

Membuka katup pengunci.

d)

Sekatan dari katup dan catatan inspeksi mingguan yang disetujui apabila katup
ditempatkan di dalam pagar tertutup dibawah kontrol pemilik.

2.12*

Proteksi Pipa Terhadap Kerusakan karena Gerakan.

Suatu jarak bebas tidak kurang dari 25,4 mm (1 inci) harus disediakan disekeliling pipa yang
menembus dinding atau lantai.
2.13

Katup Relief .

2.13.1*
Apabila pompa kebakaran yang dipasang digerakkan dengan motor diesel, dan
mempunyai tekanan nominal neto 121 persen pada waktu menutup ditambah tekanan hisap
statik maksimum, diatur untuk suatu ketinggian, melebihi tekanan untuk komponen sistem
nominalnya, katup relief harus disediakan.
2.13.2
Ukuran katup relief tidak boleh kurang dari yang diberikan pada tabel 2.20. (lihat
juga butir 2.13.7 dan A.2.13.7 untuk kondisi yang diberikan).
2.13.3
Katup relief harus ditempatkan antara pompa dan katup searah pelepasan
pompa dan harus diletakkan yang dapat mudah dibuka untuk perbaikan tanpa mengganggu
pipa.

17 dari 142

SNI 03-6570-2001

2.13.4
Tekanan pada katup relief harus dari jenis pegas terbebani atau jenis diapragma
penunjuk operasi.
2.13.4.1
Katup relief dengan penunjuk tekanan, apabila dipasang pada pompa turbin
poros vertikal, harus disusun untuk mencegah pelepasan air pada tekanan air kurang dari
seting tekanan pelepasan dari katup.
2.13.5*
Katup relief harus melepas ke dalam pipa terbuka atau ke dalam kerucut atau
cerobong yang dipasang ke outlet katup. Pelepasan air dari katup relief harus mudah terlihat
atau mudah di deteksi oleh operator pompa. Cipratan air ke ruangan pompa harus dicegah,
Jika jenis kerucut tertutup digunakan, maka harus dilengkapi dengan sarana untuk
mendeteksi gerakan dari air yang melalui kerucut. Jika katup relief disediakan dengan
sarana untuk mendeteksi gerakan (aliran) air melalui katup, selanjutnya kerucut atau corong
pada outlet tidak dibutuhkan.
2.13.6
Pipa pelepasan katup relief dari kerucut terbuka ukurannya harus tidak kurang
dari yang diberikan pada tabel 2.20. Jika pipa yang dipakai lebih dari satu elbow, ukuran pipa
yang lebih besar harus digunakan.
2.13.7
Apabila katup relief pipanya balik ke sumber pasokan, katup relief dan pemipaan
harus mempunyai kapasitas yang cukup untuk mencegah kelebihan tekanan nominal pada
setiap komponen sistem.
2.13.8*
Apabila pasokan air ke pompa mengambil dari reservoir hisap yang kapasitasnya
terbatas, pipa pembuangan harus dilepaskan ke dalam reservoir pada titik sejauh mungkin
dari hisapan pompa, dimana ini penting untuk mencegah pompa dari bagian udara yang
ditimbulkan oleh pelepasan pipa pembuangan.
2.13.9
Katup penutup tidak boleh dipasang dalam katup relief dari pipa hisap atau pipa
pelepasan.
2.14

Alat Uji Aliran Air.

2.14.1

Umum.

2.14.1.1
Instalasi pompa kebakaran harus disusun untuk memungkinkan pompa diuji
pada kondisi nominal pasokan hisapa pada aliran maksimum yang ada dari pompa
kebakaran.
2.14.1.2* Apabila air yang digunakan atau pelepasan tidak diijinkan selama pengetesan
seperti dispesifikasikan dalam bab 11, outlet harus digunakan untuk menguji pompa dan
pasokan hisap dan menentukan bahwa sistem beroperasi sesuai dengan rancangan. Aliran
harus terus menerus sampai aliran stabil.
2.14.2

Meter.

2.14.2.1* Alat meter atau nozel tetap untuk pengujian pompa harus teruji. Meter harus
mampu menerima aliran air tidak kurang dari 175 persen kapasitas nominal pompa.
2.14.2.2
Semua sistem meter pemipaan, ukurannya harus dispesifikasikan oleh pabrik
pembuat meter tetapi tidak kurang dari ukuran alat meter seperti dalam tabel 2.20.
2.14.2.3. Ukuran meter minimum untuk kapasitas pompa yang diberikan boleh digunakan
bila sistem meter pemipaan tidak lebih dari 30 m (100 ft) panjang ekuivalennya. Apabila
sistem meter melebihi 30 m (100 ft), termasuk panjang pipa lurus ditambah panjang
ekuivalen dari fiting, ketinggian, dan kerugian dari meter, selanjutnya ukuran yang lebih

18 dari 142

SNI 03-6570-2001

besar dari pemipaan harus digunakan untuk meminimalkan kerugian gesekan. Elemen
utama harus sesuai untuk ukuran pipa dan pompa. Bacaan pada instrumen harus
disesuaikan dengan kapasitas nominal pompa (lihat tabel 2.20).
2.14.3

Katup Slang.

2.14.3.1* Katup slang harus teruji. Jumlah dan ukuran katup slang yang dipakai untuk
pengujian pompa harus seperti dispesifikasikan dalam tabel 2.20. Katup slang harus
dipasang pada header katup slang dan pemipaan pasokan harus sesuai dengan tabel 2.20.
2.14.3.2
Katup slang harus mempunyai standar ulir luar NH untuk ukuran katup yang
dispesifikasikan sesuai ketentuan yang berlaku untuk sambungan slang kebakaran.
Pengecualian:
Apabila instansi pemadam kebakaran setempat tidak menggunakan ketentuan yang berlaku, instansi berwenang
harus menunjuk jenis ulir yang digunakan.
2.14.3.3
Apabila header katup slang ditempatkan di luar atau pada suatu jarak dari
pompa dan disana ada bahaya pembekuan, katup sorong kupu-kupu dengan penunjuk dan
katup pengering atau tetesan bola harus ditempatkan dalam saluran pipa ke header katup
slang. Katup harus pada titik dalam saluran terdekat ke pompa (lihat gambar A.3.3.1).
2.14.3.4
Apabila pipa antara header katup slang dan sambungan ke pelepasan pompa
lebih dari 4,5 m (15 ft) panjangnya, ukuran pipa yang lebih besar harus digunakan.
Pengecualian:
Pipa ini dibolehkan untuk ditentukan dengan perhitungan hidraulik didasarkan pada aliran total 150 persen dari
kapasitas nominal pompa. Perhitungan ini harus termasuk kerugian gesekan untuk panjang total pipa ditambah
panjang ekuivalen dari fiting, katup kontrol, dan katup slang, ditambah kerugian ketinggian, dari flens pelepasan
pompa ke outlet katup slang. Instalasi harus dibuktikan dengan uji aliran maksimal air yang ada.
2.15

Ketergantungan Pasokan Daya Listrik.

2.15.1

Pasokan Daya Listrik.

Pertimbangan yang hati-hati harus diberikan dalam setiap kasus untuk ketergantungan
sistem pasokan listrik dan sistem pengkabelan. Pertimbangan harus termasuk kemungkinan
pengaruh dari kebakaran pada saluran transmisi pada bangunan yang dimiliki atau dalam
bangunan yang bersebelahan yang dapat mengancam harta milik.
2.15.2

Pasokan Uap.

Pertimbangan yang hati-hati harus diberikan dalam setiap kasus untuk ketergantungan
pasokan uap dan sistem pasokan uap. Pertimbangan harus termasuk kemungkinan
pengaruh dari kebakaran pada pemipaan transmisi pada bangunan yang dimiliki atau dalam
bangunan yang bersebelahan yang dapat mengancam harta milik.
2.16

Uji Pabrik.

2.16.1
Setiap pompa individu harus diuji di pabrik untuk menyediakan data detail kinerja
dan menunjukkan kesesuaian dengan spesifikasi.
2.16.2
Sebelum dikirim dari pabrik, setiap pompa harus diuji secara hidrostatik oleh
pabrik pembuat untuk jangka waktu tidak kurang dari 5 menit. Tekanan tidak boleh kurang
dari 1 kali tekanan pompa dalam kondisi menutup ditambah tekanan hisap maksimum

19 dari 142

SNI 03-6570-2001

yang diijinkan, tetapi dalam hal ini tidak kurang dari 17 bar (250 psi). Rumah pompa harus
betul-betul rapat pada saat uji tekanan. Selama pengujian, harus tidak ada kebocoran yang
terjadi pada setiap sambungan. Dalam hal pompa jenis turbin vertikal tuangan pelepasan
dan rakitan mangkuk pompa harus diuji.
2.17*

Putaran Poros Pompa.

Putaran poros pompa harus ditentukan dan dikoreksi secara spesifik apabila memesan
pompa kebakaran dan peralatan yang menyangkut putaran.
2.18*

Alarm.

Apabila dipersyaratkan oleh bagian lain dari standar ini, alarm harus memanggil perhatian
untuk kondisi yang tak menentu pada peralatan pompa kebakaran.
2.19*

Pompa yang Mempertahankan Tekanan (Jockey atau tambahan).

2.19.1.
Pompa yang mempertahankan tekanan harus mempunyai kapasitas nominal
tidak kurang dari setiap nominal kebocorannya. Pompa harus mempunyai tekanan
pelepasan yang cukup untuk mempertahankan tekanan sistem proteksi kebakaran yang
diinginkan.

2.19.2

Katup searah harus dipasang pada pipa pelepasan.

2.19.3*
Katup kupu-kupu dan katup sorong dengan penunjuk harus dipasang dalam
kedudukan sedemikian rupa seperti diinginkan untuk tambahan ke pompa, katup searah ,
dan perlengkapan fiting lainnya mudah dibuka untuk diperbaiki (lihat gambar A.2.19.3).
2.19.4*
Apabila pompa yang mempertahankan tekanan jenis sentrifugal tekanan
menutup melebihi tekanan kerja dari peralatan proteksi kebakaran, atau apabila pompa jenis
turbin baling-baling digunakan, ukuran katup relief untuk mencegah tekanan lebih dari
sistem harus dipasang pada pelepasan pompa untuk mencegah kerusakan dari sistem
proteksi kebakaran. Alat pengatur jangka waktu berjalannya pompa jockey tidak boleh
dipasang apabila pompa jockey yang tersedia mempunyai kemampuan melebihi tekanan
kerja dari sistem proteksi kebakaran.
2.19.5
Pompa kebakaran utama atau cadangan tidak boleh dipakai untuk pompa yang
mempertahankan tekanan.
2.19.6
Pipa baja harus digunakan untuk pemipaan hisap dan pelepasan pada pompa
jockey, dimana termasuk paket sistem yang dirakit di pabrik.
2.20

Ringkasan Data Pompa Kebakaran.

Ukuran yang ditunjukkan pada tabel 2.20 harus digunakan.

20 dari 142

SNI 03-6570-2001

Tabel 2.20 : Ringkasan Data Pompa Kebakaran


Kapasitas Isapan1,2 Pelepasan1 Katup
pompa
pelepas
(gpm)
25
50
100
150
200
250
300
400
450
500
750
1.000
1.250
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4,500
5.000

(inci)
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
8
8
8
10
10
12
12
14
16
16

(inci)
1
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
8
8
10
10
12
12
12
14
14

(inci)

1
1
2
2
2
2
3
3
3
4
4
6
6
6
6
8
8
8
8
8

Katup
pelepas
pelepasan

Alat
ukur

(inci)
1
1
2
2
2
2
3
5
5
5
6
8
8
8
10
10
12
12
14
14
14

(inci)
1
2
2
3
3
3
3
4
4
5
5
6
6
8
8
8
8
10
10
10
10

Jumlah
dan ukuran
katup
slang
(inci)
1-1
1-1
1-2
1-2
1-2
1-2
1-2
2-2
2-2
2-2
3-2
4-2
6-2
6-2
6-2
8-2
12-2
12-2
16-2
16-2
20-2

Diameter aktual dari flens pompa diijinkan berbeda dengan diameter pompa.

Penerapan hanya untuk bagian dari pipa isap yang dispesifikasikan pada butir 2.9.3.

2.21

Pasokan
header
untuk
slang
(inci)
1
1
2
2
2
3
3
4
4
4
6
6
8
8
8
10
10
12
12
12
12

Alat Pencegah Aliran Balik dan Katup Searah .

2.21.1
Katup searah dan alat pencegah aliran balik dan rakitannya harus teruji untuk
melayai proteksi kebakaran.
2.21.2
Apabila alat pencegah aliran balik atau rakitannya menyatu dengan katup relief ,
katup relief harus melepas ke saluran pembuangan dengan ukuran yang tepat untuk
mengantisipasi aliran maksimum. Celah udara harus disediakan sesuai rekomendasi pabrik
pembuat. Pelepasan air dari katup relief harus mudah terlihat atau mudah dideteksi. Kinerja
dari persyaratan sebelumnya harus didokumentasikan oleh perhitungan teknik dan
pengujian.
2.21.3
Apabila ditempatkan pada pipa hisap dari pompa, katup searah dan alat
pencegah aliran balik atau rakitannya harus ditempatkan minimum 10 kali diameter pipa dari
flens hisap pompa.
2.21.4
Apabila instansi yang berwenang mempersyaratkan instalasi dari alat pencegah
aliran balik atau rakitannya disambungkan dengan pompa, pertimbangan khusus harus
diberikan untuk kenaikan kerugian tekanan sebagai hasil pemasangan. Di bawah keadaan
ini, kritis untuk menjamin susunan akhir akan menyediakan kinerja efektif pompa dengan

21 dari 142

SNI 03-6570-2001

tekanan isap 0 bar (0 psi ) pada alat ukur pada kapasitas nominal 150 persen. Penentuan
dari kinerja efektif pompa harus didokumentasikan oleh perhitungan teknis dan pengujian.
2.22

Proteksi Terhadap Gempa Bumi.

2.22.1*
Apabila standar lokal mempersyaratkan perancangan seismic, pompa
kebakaran, penggerak, tanki bahan bakar diesel (apabila dipasang), dan alat kontrol pompa
kebakaran harus diletakkan pada pondasi dengan bahan yang mampu menahan gerakan
lateral dari gaya horisontal sama dengan setengah dari berat peralatan.
Pengecualian:
Apabila instansi yang berwenang mempersyaratkan faktor gaya horisontal lain dari 0,5 , SNI 03-3989, tentang
"Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada
bangunan gedung" , harus digunakan.
2.22.2
Pompa dengan titik berat yang tinggi, seperti pada pompa vertikal segaris, harus
dipasang pada dasarnya dan dikaitkan diatas titik berat sesuai dengan persyaratan butir
2.22.1
2.22.3
Apabila sistem pipa tegak juga bagian dari pemipaan pelepas pompa kebakaran,
kopling pipa fleksibel harus dipasang pada dasar dari sistem pipa tegak.
2.23

Uji Serah Terima Unit Pompa di Lokasi.

Penyempurnaan di atas dari seluruh instalsi pompa kebakaran, uji serah terima harus
diadakan sesuai dengan ketentuan standar ini (lihat bab 11).

Pompa Sentrifugal.

3.1

Umum.

3.1.1*

Jenis.

Pompa sentrifugal harus dirancang impellernya menggantung diantara bantalan. Impeller


yang menggantung harus dihubungkan tertutup atau dihubungkan terpisah satu atau dua
tingkat untuk jenis hisapan ujung. { lihat gambar A.3.1.1 (a) dan (b) } atau pompa jenis
segaris { lihat gambar A.3.1.1 (c) dan (d) }. Rancangan impeller antar bantalan harus
disambungkan terpisah untuk pompa satu tingkat atau axial (horisontal) tingkat jamak jenis
rumah terpisah {lihat gambar A.3.1.1.(f) } atau pompa jenis radial (vertikal) rumah terpisah
{gambar A.3.1.1.(g)}.
3.1.2*

Penerapan.

Pompa sentrifugal tidak boleh digunakan apabila daya angkat hisap dipersyaratkan.
3.2*

Kinerja di Pabrik dan di Lokasi.

Pompa harus dilengkapi sedikitnya dengan 150 persen kapasitas nominal pompa pada
sedikitnya 65% dari head nominal total. Head pada waktu menutup tidak boleh melebihi 140
persen dari head nominal untuk setiap pompa (lihat gambar A.3.2).

22 dari 142

SNI 03-6570-2001

3.3

Fiting.

3.3.1*
Bila perlu, fiting berikut untuk pompa harus disediakan oleh pabrik pembuat
pompa atau perwakilan yang ditunjuk (lihat gambar A.3.3.1).
a)

katup release udara otomatik.

b)

katup relief sirkulasi.

c)

alat pengukur tekanan.

3.3.2

Bila perlu, fiting berikut harus disediakan (lihat gambar A.3.3.1) :

a)

reduser esentrik pada inlet hisap.

b)

pipa cabang pembagi katup slang dengan katup slang.

c)

alat pengukur aliran.

d)

katup relief dan kerucut pelepasan.

e)

saringan pipa.

3.3.3

Katup Pelepas Udara Otomatik.

Pompa yang dikontrol otomatik harus dilengkapi dengan katup pelepas udara jenis operasi
mengapung yang teruji, mempunyai diameter pelepasan ke udara minimum 12,7 mm ( inci)
Pengecualian:
Pompa jenis impeller menggantung dipasang dengan pelepasan di tengah bagian atas atau vertikal, untuk
mengalirkan udara secara alami.
3.3.4

Saringan Pipa.

Pompa yang diperlukan bisa dilepas dari penggeraknya untuk membuang karang atau
puing-puing dari impeller pompa, harus mempunyai saringan pipa yang dipasang pada pipa
hisap minimum pada jarak 10 kali diameter pipa dari flens hisap. Saringan pipa harus dari
bahan tuangan atau buatan pabrik dengan penyaring dari bahan tahan korosi yang dapat
dilepas untuk memungkinkan pembersihan dari unsur saringan tanpa melepas penggerak
dari pompa.
Penyaring saringan harus mempunyai luas bebas sedikitnya 4 kali luas sambungan hisap
dan bukaannya harus ditentukan ukurannya untuk menyaring butiran dengan ukuran 7,9 mm
(5/16 inci).
3.4

Pondasi dan Seting.

3.4.1*
Pompa yang dirancang dengan impeller yang menggantung dan impeller yang
menggantung antara bantalan dan penggeraknya harus dipasang pada dasar plat yang
permukaaannya diratakan.
Pengecualian :
Pompa dengan impeller jenis menggantung yang terhubung rapat segaris {lihat gambar A.3.1.1.(c)}, plat dasar
pompa boleh dipasang pada dudukannya.
3.4.2
Plat dasar diletakkan dengan aman pada pondasi padat sedemikian rupa
sehingga kesejajaran (alignment) poros pompa dan poros penggerak dapat terjamin.

23 dari 142

SNI 03-6570-2001

3.4.3*
Pondasi harus cukup memenuhi sebagai penyangga secara permanen dan kaku
dari plat dasar.
3.4.4
Plat dasar, dengan pompa dan penggerak yang dipasang di atasnya, harus di set
permukaannya terhadap pondasi.
3.5

Sambungan ke Penggerak dan Kesejajaran.

3.5.1
Pompa dan penggeraknya pada jenis pompa yang disambungkan terpisah, harus
disambungkan dengan kopling kaku, kopling fleksibel, atau poros penyambung fleksibel.
Semua jenis kopling harus teruji untuk pemakaian ini.
3.5.2
Pompa dan penggeraknya pada jenis pompa yang disambung terpisah,
kesejajarannya (alignment) sesuai spesifikasi dari pabrik pembuat kopling dan pompa, atau
ketentuan lain yang berlaku (lihat butir A.3.5 ).

Pompa Tipe Turbin Poros Tegak

4.1*

Pendahuluan

4.1.1*

Kesesuaian.

Bila sumber pasokan air berada dibawah garis tengah flens pelepasan dan tekanan air
pasok tidak mencukupi untuk dapat mencapai pompa kebakaran, pompa jenis turbin poros
vertikal harus dipergunakan.
4.1.2

Karakteristik.

Pompa harus berkemampuan tidak kurang dari 150% kapasitas nominalnya pada head total
tidak kurang dari 65% dari head nominal totalnya. Head total pada saat katub tertutup tidak
boleh melebihi 140% dari head nominal total pada pompa turbin vertikal (lhat gambar A.3.2).
4.2

Pasokan Air

4.2.1

Sumber

4.2.1.1*
Pasokan air harus cukup, terjamin, dan dapat memenuhi persyaratan dari
instansi yang berwenang.
4.2.1.2*
Sumur yang dapat diterima sebagai pasokan air tergantung pada sifat
kemampuan sumur menghasilkan air dan harus ditunjang oleh karakteristik aquifer yang baik
(lihat butir 1.8 untuk definisinya).
4.2.2

Perendaman Pompa

4.2.2.1*

Instalasi Sumur.

Perendaman mangkok pompa harus dilaksanakan dengan benar agar unit pompa kebakaran
dapat dioperasikan dengan handal. Keterendaman impeler pada tingkat kedua dari dasar
pasangan mangkok pompa harus tidak kurang dari 3 m (10 ft) dibawah permukaan air yang
dipompa pada 150% kapasitas nominalnya (lihat gambar A-4-2.2.1). Keterendaman harus
bertambah dengan 0,3 m (1 ft) untuk setiap kenaikan 305 m (1000 ft) dari permukaan laut.

24 dari 142

SNI 03-6570-2001

4.2.2.2*

Instalasi Bak Hisapan Air.

Guna menjamin rendaman pompa agar dapat menghisap, ketinggian impeler kedua dari
dasar rakitan mangkok pompa harus sedemikian sehingga berada dibawah permukaan air
terendah dari sumber air seperti kolam, danau atau sungai kecil yang memasok bak hisapan
air tersebut. Untuk pompa dengan kapasitas nominal 7570 liter/menit (2000 gpm) atau lebih,
kedalaman yang lebih besar diperlukan untuk mencegah terbentuknya pusaran air dan untuk
menjamin tersedianya head hisap positif neto (NPSH) sebagai pencegah terjadinya kavitasi
berlebihan. Kedalaman yang diperlukan harus dihitung dengan data yang diperoleh dari
pabrik pembuat pompa.
4.2.3

Konstruksi Sumur.

4.2.3.1
Kontraktor pemasok air tanah bertanggung jawab untuk melaksanakan penelitian
yang diperlukan untuk menetapkan keandalan pasokan air, menjamin tersedianya sumur
yang menghasilkan pasokan yang handal, dan melaksanakan semua pekerjaan beserta
pemasangan semua peralatan dengan cara kerja yang baik.
4.2.3.2
Pompa turbin tegak dirancang untuk beroperasi dengan posisi vertikal dimana
semua bagian-bagiannya dipasang dalam kesejajaran yang benar. Oleh karena itu sumur
harus berukuran cukup dan cukup tegak untuk instalasi pompa.
4.2.4

Formasi Yang Tak Terkonsolidasi (Pasir dan Kerikil)

4.2.4.1
Semua selubung (casing) haruslah dari baja dengan diameter sesuai, dan
dipasang pada kedalaman sedemikian sehingga formasinya dapat menjamin dan sebaik
mungkin memenuhi kondisi yang diperlukan. Selubung luar maupun dalam harus
berketebalan dinding minimum 9,5 mm (0,375 inch) (catatan, bila diameter sumur cukup
besar sehingga dapat dilaksanakan demikian). Diameter selubung dalam minimum harus
berdiameter 51 mm ( 2 inch) lebih besar daripada diameter mangkok pompa.
4.2.4.2
Selubung luar harus diperpanjang mendekati bagian puncak dari formasi
penyangga air. Selubung bagian dalam yang berdiameter lebih kecil dan saringan sumur
harus diperpanjang sejauh mungkin sampai formasi lapisan penyangga air yang dapat
dibenarkan dan memenuhi kondisi yang terbaik.
4.2.4.3
Saringan merupakan bagian penting dari konstruksi sumur dan perlu kehatihatian dalam pemilihannya. Saringan setidaknya harus berdiameter sama dengan selubung
dalam dan dengan panjang yang cukup, dengan persentasi luas bukaan yang
memungkinkan kecepatan masuk air tidak melebihi 46 mm/detik (0,15 ft/detik). Saringan
harus terbuat dari bahan tahan korosi dan asam seperti halnya baja tahan karat atau monel.
Monel harus dipergunakan bila diperlukan usaha untuk mengatasi klorida air sumur yang
melebihi 1000 ppm. Saringan harus memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan gayagaya luar yang bekerja setelah dilakukan pemasangan dan meminimalkan kemungkinan
kerusakan selama pemasangan.
4.2.4.4
Dasar dari saringan harus disekat dengan pelat dengan benar dengan bahan
yang sama dengan bahan saringannya. Sisi-sisi dari selubung bagian luar harus diisi dengan
semen murni yang dipasang dengan tekanan dari dasar sampai atas. Semen harus
dibiarkan minimum selama 48 jam sebelum pekerjaan-pekerjaan lain dilanjutkan.
4.2.4.5
Tepat di daerah sekeliling saringan sumur tidak boleh kurang dari 152 mm (6
inch) harus diisi dengan kerikil bulat yang bersih. Kerikil harus berukuran dan berkualitas
sedemikian sehingga membentuk saringan kerikil untuk memastikan penyaringan hingga

25 dari 142

SNI 03-6570-2001

hasilnya bebas pasir dan kecepatan air meninggalkan formasi memasuki sumur cukup
rendah.
4.2.4.6
Sumur untuk pompa kebakaran tidak melebihi dari 1703 liter/menit (450 gpm)
yang dihasilkan pada formasi yang tak terkonsolidasi tanpa diisi lapisan kerikil buatan,
seperti sumur berbentuk pipa (tubular), dapat diijinkan sebagai sumber pasokan air untuk
pompa pemadam kebakaran yang tidak melebihi 1703 liter/menit (450 gpm). Hal ini harus
memenuhi semua persyaratan butir 4.2.3 dan semua butir 4.2.4, kecuali butir 4.2.4.4 dan
4.2.4.5.
4.2.5*

Formasi Terkonsolidasi.

Bila pengeboran menembus formasi tak terkonsolidasi diatas batu karang, permukaan
selubung harus dipasang, didudukkan pada batuan padat dan disemen.
4.2.6

Pembangunan Sumur.

Pembangunan sumur baru dan membersihkannya dari pasir atau partikel batu karang (yang
tidak melebihi 5 ppm) harus menjadi tanggungjawab kontraktor pembangun sumur air tanah.
Pembangunan tersebut harus disertai dengan pengujian pemompaan menggunakan pompa
uji dan tidak boleh menggunakan pompa kebakaran. Kadar kebebasan kandungan pasir
harus ditentukan pada kapasitas pemompaan 150% dari kapasitas nominal pompa
kebakaran yang akan mempergunakan air sumur yang dipersiapkan.
4.2.7*

Pengujian dan Inspeksi Sumur.

Pengujian untuk menentukan kapasitas air sumur harus dilakukan. Alat pengukur air yang
diperkenankan seperti orifis, meter venturi, atau tabung Pitot yang terkalibrasi harus
digunakan. Pengujian harus disaksikan oleh wakil dari pemberi tugas, kontraktor, dan
instansi yang berwenang, seperti yang dipersyaratkan. Pengujian harus berlangsung terus
menerus selama perioda sekurang-kurangnya 8 jam pada 150% kapasitas nominal pompa
kebakaran dengan interval pencatatan setiap 15 menit selama waktu pengujian. Pengujian
harus dievaluasi dengan memperhitungkan pengaruh dari sumur-sumur lain disekitarnya dan
dengan memperhitungkan kemungkinan perubahan akibat perubahan musim pada tabel air
pada lokasi sumur. Data pengujian harus dapat menjelaskan permukaan air statik dan
permukaan air pemompaan pada 100% dan 150% kapasitas nominal pompa kebakaran
berturut-turut dimana sumur dipersiapkan. Semua sumur yang ada (existing) dalam radius
305 m (1000 ft) dari sumur kebakaran harus dimonitor selama perioda pengujian.
4.3

Pompa

4.3.1*

Komponen Kepala Pompa Turbin Tegak.

Kepala pompa harus dari jenis diatas maupun dibawah permukaan tanah. Kepala pompa
harus dirancang dapat menahan penggerak, pompanya sendiri, rakitan kolom dan mangkuk
pompa, gaya aksial maksimum dan lain-lainnya.
4.3.2

Kolom Pompa

4.3.2.1
Kolom pompa harus disusun dalam bagian-bagian dengan panjang per bagian
tidak melebihi 3 m (10 ft), harus minimum memiliki berat seperti ditunjukkan pada tabel
4.3.2.1 dan harus dihubungkan menggunakan sambungan ulir atau flens. Ujung dari tiap
bagian dari pipa yang diulir harus berhadapan muka dan dikencangkan dengan ulir untuk
memungkinkan ujungnya tersambung sedemikian sehingga membentuk kesejajaran yang

26 dari 142

SNI 03-6570-2001

teliti dari kolom pompa. Bidang-bidang muka flens kolom harus paralel dan dibubut
membentuk pasangan pasak dan alur (rabbet) untuk memperoleh pasangan muka flens
yang rapat dengan jajaran yang teliti.
Tabel 4.3.2.1 Berat Pipa Kolom Pompa
Ukuran Nominal
(in) - (mm)
6
150
7
175
8
200
9
225
10
250
12
300
14
350

Diameter Luar
(in) - (mm)
6,625
168,3
7,625
193,7
8,625
219,1
9,625
244,5
10,75
273,0
12,75
323,8
14,00
355,6

Berat per ft
(lb)
18,97
22,26
24,70
28,33
31,20
43,77
53,57

Berat per m
(kg)
28,23
33,126
36,758
42,159
46,413
65,137
81,209

4.3.2.2
Bilamana muka air statik lebih dari 15 m (50 ft) dibawah tanah, pompa
berpelumas minyak harus digunakan (lihat gambar A.4-1.1).
4.3.2.3
Bila pompa dari jenis poros tertutup berpelumas minyak, pipa penutup poros dari
bahan pipa ekstra kuat harus disediakan dalam bagian-bagian yang dapat saling ditukar
dengan panjang maksimum tidak lebih dari 3 m (10 ft). Untuk pompa berpelumas minyak,
sistem pelumas otomatik yang dapat diamati harus disediakan dengan pengikat yang sesuai
dan dipasang ke pipa poros (lihat gambar A.4.1.1).
4.3.2.4
Poros pompa harus ditentukan ukurannya sehingga kecepatan putar kritisnya
berada 25% diatas dan dibawah kecepatan putar operasi pompa. Kecepatan operasionalnya
harus termasuk semua kecepatan dari kondisi katup tertutup total sampai 150% kapasitas
nominal pompa, yang juga bervariasi tergantung kecepatan motor penggerak.
4.3.3

Perakitan Mangkuk

4.3.3.1
Mangkuk pompa harus dari jenis besi tuang butiran rapat, bronse atau bahan lain
yang berdasarkan analisis kimiawi air dan pengalaman di lapangan.
4.3.3.2
Impeler harus dari jenis tertutup (enclosed) dan harus dari bronse atau material
lain yang cocok dengan analisis kimiawi air.
4.3.4

Saringan Hisap

4.3.4.1
Saringan jenis kerucut atau keranjang dari bahan metal tahan korosi, dituang
atau hasil pabrikasi, harus dipasang pada pipa hisap pompa. Saringan hisap harus
mempunyai luas bebas setidaknya empat kali luas sambungan pipa hisap dan bukaannya
harus ditentukan ukurannya untuk menghalangi lewatnya bulatan berdiameter 12,7 mm (
inch) .
4.3.4.2
Untuk pemasangannya pada bak hisapan air, saringan hisap ini harus dipasang
sebagai tambahan persyaratan melengkapi kasa saringan intake (lihat gambar A.4.2.2.2).
4.3.5

Fiting (sambungan - Fittings)

4.3.5.1

Fiting berikut harus dipasang untuk kelengkapan pompa:

a)

Katup pelepas udara otomatis seperti ditentukan butir 4.3.5.2

b)

Detektor permukaan air, seperti ditentukan butir 4.3.5.3

27 dari 142

SNI 03-6570-2001

c)

Pengukur tekanan pelepasan, seperti ditentukan butir 2.5.1

d)

Katup pelepas tekanan dan kerucut pelepasan, bila dipersyaratkan pada butir 2.13.1

e)

Header katup selang dan katup selang, seperti ditentukan dalam butir 2.14.3 atau alat
meter, spesifikasi 2.14.2

4.3.5.2
Suatu katup pelepas udara otomatik yang berukuran pipa 38,1 mm (1 in) atau
lebih besar harus dipasang untuk melepas udara dari kolom dan kepala pipa pelepasan
pada saat pompa distart. Katup ini harus pula dapat memasukkan udara untuk mendisipasi
tekanan vakum pada saat pompa dimatikan. Katup hendaknya ditempatkan pada sisi teratas
dari pipa pelepasan antara pompa kebakaran dengan katup searah pelepas.
4.3.5.3*
Setiap instalasi sumur harus dilengkapi dengan detektor muka air yang sesuai.
Bila detektor pipa udara yang dipakai, maka saluran harus dari bahan brass, copper atau
baja tahan karat seri 300. Pipa udara harus diikat pada kolom pada setiap interval jarak 3 m
(10 ft).
4.4.

Instalasi

4.4.1

Rumah Pompa.

Rumah pompa harus dirancang sedemikian rupa sehingga meminimalkan hambatan untuk
memudahkan pemeliharaan dan pengangkatan bagian-bagian pompa secara vertikal.
Persyaratan butir 2.8 dan 8.3 harus pula berlaku.
4.4.2

Penempatan Diluar (outdoor).

Bila dalam hal khusus instansi berwenang menyatakan pemasangan pompa tidak
memerlukan rumah pompa dan unit dapat dipasang diluar, penggerak pompa harus disekat
atau ditutup dan diproteksi secukupnya terhadap benturan. Sekat atau penutup harus mudah
dilepas dan harus memiliki ventilasi yang cukup.
4.4.3

Pondasi

4.4.3.1
Gambar cetak dimensi dan spesifikasi pondasi yang disahkan harus diperoleh
dari pembuat.
4.4.3.2
Pondasi pompa vertikal harus dibuat cukup kuat untuk memikul semua berat
pompa, penggerak dan berat air yang ada didalamnya. Baut pondasi harus disediakan
sebagai angker yang baik pada pondasinya.
4.4.3.3
Pondasi harus memiliki luas dan kekuatan yang cukup sehingga tekanan pada
permukaan beton tidak melebihi standar rancangannya.
4.4.3.4
Sisi atas pondasi harus dilevel secara hati-hati dan datar sedemikian sehingga
memungkinkan pompa dapat digantung bebas diatas bak hisap untuk pompa sambungan
pendek. Untuk pompa sumur kepala pompa harus diposisikan tegak terhadap sumur,
dimana level tidak diperlukan.
4.4.3.5
Bila pompa dipasang diatas sumuran atau pit, balok baja I diperkenankan untuk
digunakan. Bila dipergunakan roda-gigi siku tegak, penggerak harus dipasang sejajar
terhadap rangka.

28 dari 142

SNI 03-6570-2001

4.5

Penggerak.

4.5.1

Metoda Gerakan

4.5.1.1
Penggerak yang disediakan harus dikonstruksi sedemikian rupa sehingga gaya
dorong total pompa, termasuk berat poros, impeler dan gaya dorongan hidrolik dapat dipikul
oleh bantalan dorong dengan kapasitas yang cukup sehingga mampu beroperasi terus
menerus selama 5 tahun. Penggerak harus dikonstruksikan sedemikian sehingga
pengaturan gaya aksial impeler dapat dibuat memungkinkan pemasangan dan
pengoperasian yang sempurna dari peralatan. Pompa harus digerakkan oleh motor listrik
vertikal poros berlubang atau penggerak rodagigi siku tegak bila digerakkan mesin diesel
atau turbin uap.
Perkecualian:
Mesin diesel dan turbin uap yang dirancang dan teruji untuk instalasi vertikal dengan pompa jenis turbin poros
vertikal diijinkan untuk menggunakan poros pejal dan tidak memerlukan rodagigi siku tegak tetapi memerlukan
nonreverse ratchet.
4.5.1.2

Motor harus dari jenis vertikal poros berlubang dan memenuhi butir 6.5.1.5.

4.5.1.3

Penggerak Rodagigi

4.5.1.3.1 Penggerak rodagigi dan poros penyambung fleksibel harus disetujui oleh pihak
yang berwenang. Ini harus dari jenis poros lubang vertikal, memungkinkan penyejajaran
dengan impeler untuk memberikan pemasangan dan pengoperasian peralatan yang
sempurna. Penggerak rodagigi harus dilengkapi dengan lidah penahan putaran balik.
4.5.1.3.2 Semua penggerak rodagigi harus teruji dan ditentukan nominalnya oleh pabrik
pembuat pada beban yang sama dengan dayakuda maksimum dan gaya dorongan pompa
untuk mana rodagigi yang dimaksudkan akan dipergunakan.
4.5.1.3.3 Penggerak rodagigi berpendingin air harus dilengkapi dengan sarana visual
untuk menentukan apakah sirkulasi pendingin terjadi dengan baik.
4.5.1.3.4 Poros hubung fleksibel harus teruji untuk pelayanan ini. Sudut operasi untuk
poros hubung fleksibel harus tidak melebihi batas yang disyaratkan oleh pabrik pembuat
untuk kecepatan dan dayakuda yang ditransmisikan.
4.5.2

Kontrol.

Alat kontrol untuk motor, mesin diesel atau turbin uap harus memenuhi spesifikasi baik untuk
pengendali penggerak elektrik (bab 7) maupun pengendali penggerak mesin (bab 9).
4.5.3

Penggerak.

Setiap pompa kebakaran jenis turbin poros vertikal harus mempunyai penggerak sendiri
yang terdedikasi untuk itu dan setiap penggerak harus memiliki pengendali sendiri yang
terdedikasi untuk itu.
4.6

Pengoperasian dan Pemeliharaan

4.6.1

Pengoperasian

4.6.1.1*
Sebelum unit dijalankan untuk pertamakali setelah pemasangannya, semua
sambungan listrik di lapangan dan pipa pelepasan dari pompa harus diperiksa. Dengan

29 dari 142

SNI 03-6570-2001

kopling bagian atas penggerak dilepas, poros penggerak harus diluruskan ke kopling atas
untuk penyempurnaan penyejajarannya dan motor harus dioperasikan sebentar untuk
menjamin apakah dapat berputar dengan arah yang tepat. Dengan kopling atas penggerak
terpasang kembali, impeler harus diset untuk kesempurnaan celah (clearance) menurut
instruksi pabrik.
4.6.1.2*
Dengan memperhatikan butir 4.6.1.1, pompa boleh dijalankan. Dalam
pengoperasian ini harus diamati getarannya selama pompa berputar, dengan batasan
getaran yang diijinkan menurut ketentuan yang berlaku. Penggerak harus diamati untuk
pengoperasian yang tepat.
4.6.2

Pemeliharaan

4.6.2.1
Instruksi pabrik pembuat harus diikuti secara seksama untuk perbaikan,
pembongkaran dan perakitannya kembali.
4.6.2.2
Pada saat komponen cadangan atau pengganti dipesan, nomor serie pompa
yang dicetak di plat nama pompa harus disertakan pada surat order supaya dapat menjamin
perolehan komponen yang tepat.
4.6.2.3

Ketinggian ruang dan akses yang cukup untuk membongkar pompa harus dijaga.

Pompa Langkah Positif.

5.1*

Umum

5.1.1

Jenis.

Pompa langkah positif harus seperti yang dijelaskan pada butir 1.8.
5.1.2*

Kesesuaian

5.1.2.1

Tipe pompa langkah positif harus teruji untuk penggunaan yang sesuai.

5.1.2.2*
Keterujiannya harus memberikan kurva karakteristik kinerja untuk model pompa
yang dimaksud.
5.1.3

Penggunaan.

Pompa langkah positif digunakan untuk memompa air, busa (foam), atau aditif. Viskositas
cairan mempengaruhi proses pemilihan pompa.
5.1.4

Sil (seal) Pada Pompa.

Jenis sil yang dapat diterima untuk pompa langkah positif adalah jenis mekanikal atau sil
bibir. Sil jenis paking tidak boleh digunakan.
5.1.5

Material Pompa.

Pemilihan material yang digunakan untuk pompa harus didasarkan pada potensi korosi dari
lingkungan, fluida yang dipergunakan, dan kondisi operasinya (lihat definisi pada butir 1.8
untuk material tahan korosi).
5.2

Pompa Konsentrat Busa dan Aditif

5.2.1

Pompa aditif harus memenuhi persyaratan untuk pompa konsentrat busa.

30 dari 142

SNI 03-6570-2001

5.2.2*
NPSH tersedia harus melebihi persyaratan dari NPSH yang ditentukan oleh
pabrik pompa ditambah dengan 1,52 m (5 ft) tinggi cairan.
5.2.2.1

Bahan seal harus kompatibel dengan bahan busa atau aditif.

5.2.2.2
Pompa konsentrat busa harus mampu berputar media (kering) selama 10 menit
tanpa kerusakan.
5.2.3*
Pompa harus mempunyai laju aliran konsentrat busa untuk memenuhi kebutuhan
laju busa pada kapasitas yang dikehendaki.
5.2.4*
Tekanan pelepasan pompa harus melebihi tekanan air maksimum pada setiap
kondisi operasi di titik injeksi konsentrat busa.
5.3

Pompa Sistem Pengabut Air

5.3.1*
Pompa langkah positif untuk air harus mempunyai kapasitas cukup untuk
memenuhi kebutuhan maksimum sistem untuk pelayanan tertentu.
5.3.2
NPSH tersedia harus melebihi NPSH yang ditentukan oleh pabrik pembuat
pompa ditambah 1,52 m (5 ft) tinggi kolom air. Tekanan inlet pompa tidak boleh melebihi
tekanan masuk maksimum yang disarankan pabrik pembuat pompa.
5.3.3
Bila output pompa mempunyai potensi melebihi kebutuhan aliran sistem, sarana
untuk melepas kelebihan aliran (release valve) seperti katup pembuang beban atau orifis
harus disediakan. Bila pompa dilengkapi dengan katup pembuang beban, katup ini harus
dipandang sebagai tambahan katup pengaman seperti dibahas di butir 5.4.2.
5.4

Fiting

5.4.1

Gabungan pengukur tekanan hisap dan pelepasan harus disediakan.

5.4.2*
Semua pompa harus dilengkapi dengan katup pengaman teruji yang mampu
melepas 100% kapasitas pompa. Katup pelepas tekanan harus diset pada atau dibawah
tekanan nominal terendah dari setiap komponen. Katup pelepasan harus dipasang pada sisi
pelepasan pompa untuk mencegah kerusakan sistem proteksi kebakaran.
5.4.3*
Untuk pompa konsentrat busa, katup pengaman harus disambungkan dengan
pipa balik ke tangki konsentrat. Katup yang dipasang pada sisi pelepas katup pengaman
harus selalu tersupervisi membuka.
5.4.4*
Untuk pompa pengabut air langkah positif, katup pengaman harus melepas ke
saluran buangan atau ke reservoar pemasok air atau ke sisi hisap pompa.
5.4.5*
Pompa harus dilengkapi dengan saringan hisap yang dapat dilepas dan
dibersihkan dipasang sekurang-kurangnya pada jarak 10 kali diameter pipa dari sisi inlet
hisap pompa. Penurunan tekanan akibat saringan harus dihitung cukup untuk memenuhi
NPSH yang ditentukan oleh pabrik pembuat pompa. Luas bukaan bersih saringan harus
sekurangnya empat kali luas area pipa hisap. Ukuran mesh saringan harus memenuhi
rekomendasi pabrik pompa.
5.4.6
Perancangan sistem harus termasuk pencegahan sambungan silang atau
kontaminasi terhadap air bersih.
5.5

Penggerak Pompa

5.5.1*
Penggerak harus ditentukan ukurannya agar mempunyai cukup tenaga untuk
mengoperasikan pompa dan rangkaian penggeraknya pada semua titik kerja.

31 dari 142

SNI 03-6570-2001

5.5.2
Bila antara penggerak dan pompa mempergunakan roda gigi reduksi, sistem
harus teruji untuk keperluan tersebut. Roda gigi reduksi harus memenuhi ketentuan yang
berlaku. Bantalan harus sesuai dengan standar yang berlaku dan dapat bekerja untuk
15.000 jam.
5.6

Alat Kontrol.

Lihat bab 7 dan 9 untuk persyaratan alat kontrol.


5.7

Pondasi dan Seting

5.7.1

Pompa dan penggerak harus dipasang pada plat dasar yang dicor.

5.7.2
Plat dasar harus secara aman dipasang, terkunci, pada pondasi yang kokoh
sedemikian sehingga kesejajaran pompa terhadap penggerak yang tepat dapat dijaga.
Pondasi harus menyediakan penyangga yang kokoh untuk plat dasar.
5.8

Sambungan Penggerak dan Kesejajaran

5.8.1
Pompa dan penggerak harus dihubungkan menggunakan kopling tertutup yang
teruji, kopling fleksibel atau kopling penggerak jenis sabuk roda gigi. Kopling harus dipilih
untuk memastikan bahwa mampu memindahkan daya dari penggerak dan tidak melebihi
daya dan kecepatan maksimum yang direkomendasikan oleh pabrik pembuat.
5.8.2
Pompa dan penggerak harus diperiksa kembali kesejajarannya setelah
penempatan plat dasarnya selesai. Kesejajaran harus memenuhi spesifikasi pembuat
kopling. Sudut operasi kopling fleksibel harus tidak melebihi toleransi yang
direkomendasikan.

Penggerak Listrik Untuk Pompa

6.1

Pendahuluan.

Bab ini mencakup persayaratan-persyaratan kinerja minimum dan persyaratan pengujian


dari sumber dan transmisi daya listrik ke motor penggerak pompa kebakaran. Juga
mencakup persyaratan kinerja minimum dari semua peralatan antara sumber dan pompa,
termasuk motor, kecuali alat kontrol listrik pompa kebakaran, saklar pemindah dan
perlengkapannya (lihat Bab 7). Semua peralatan listrik dan cara pemasangannya harus
memenuhi SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL2000)", dan artikel-artikel lain yang tersedia.
6.2

Sumber Daya.

Daya harus dipasok ke motor listrik pompa kebakaran dari sumber yang terpercaya atau dua
atau lebih sumber yang tak saling bergantung, semua itu harus sesuai dengan butir 6.4.
Pengecualian:
Bilamana motor listrik dipergunakan dan tinggi bangunan diatas kemampuan peralatan dinas pemadam
kebakaran, sumber kedua seperti yang dinyatakan pada butir 6.2.3 harus disediakan.
6.2.1

Pelayanan.

Bilamana daya listrik dipasok oleh suatu pelayanan, harus ditempatkan dan diatur
sedemikian sehingga meminimalkan kemungkinan rusak karena kebakaran dari dalam
bangunan dan menghadap bahaya.

32 dari 142

SNI 03-6570-2001

6.2.2*

Fasilitas Produksi Daya Listrik Setempat.

Bila daya dipasok ke pompa kebakaran semata hanya dari fasilitas produksi daya listrik
setempat (sendiri), fasilitas demikian harus ditempatkan dan diproteksi untuk meminimalkan
kemungkinan rusak akibat kebakaran.
6.2.3*

Sumber Daya Lain.

Untuk penggerak pompa menggunakan motor listrik, dimana daya listrik yang dapat
diandalkan tidak dapat diperoleh dari satu diantara sumber daya pada butir 6.2.1 atau 6.2.2,
satu diantara yang berikut harus disediakan:
a)

Kombinasi yang disetujui dari dua atau lebih sumber daya pada butir 6.2

b)

Satu dari sumber-sumber daya yang disetujui dan generator cadangan setempat (lihat
butir 6.2.4.2)

c)

Kombinasi yang disetujui dari penyalur yang terdiri dari dua atau lebih sumber daya,
tetapi hanya bila diijinkan oleh butir 6.2.4.3

d)

Kombinasi yang disetujui dari satu atau lebih penyalur dalam kombinasi dengan
generator cadangan setempat, tetapi hanya bila diijinkan oleh butir 6.2.4.3

e)

Suatu pompa kebakaran berpenggerak motor diesel redundant yang sesuai dengan
bab 8

f)

Suatu pompa kebakaran berpenggerak turbin uap redundant yang sesuai dengan bab
10

6.2.4

Sumber Daya Jamak Untuk Pompa Kebakaran Yang Digerakan Motor Listrik

6.2.4.1

Susunan Sumber Daya Jamak.

Bila sumber daya listrik jamak tersedia, maka harus disusun sedemikian sehingga api,
kerusakan struktur, atau kecelakaan operasional yang memutus satu sumber tidak akan
menyebabkan putusnya sumber-sumber yang lain.
6.2.4.2

Generator Pada Lapangan.

Bila daya pengganti dipasok oleh generator di lapangan, generator tersebut harus
ditempatkan dan diproteksi sesuai dengan butir 6.2.1 dan butir 6.6.
6.2.4.3

Sumber-sumber Penyalur.

Persyaratan ini harus dilaksanakan pada komplek bangunan jamak seperti di kampus
dengan pompa kebakaran pada satu atau lebih bangunan. Bila sumber seperti butir 6.2.1
dan 6.2.2 tidak ada, maka dengan persetujuan instansi yang berwenang, dua atau lebih
sumber penyalur harus dibolehkan sebagai satu sumber atau sebagai lebih dari satu sumber
daya apabila penyalur seperti ini diturunkan ke atau diambil dari pelayanan utilitas terpisah.
Sambungan, peralatan proteksi aruslebih, dan sarana pemutus untuk penyalur seperti
demikian harus memenuhi persyaratan butir 6.3.2.2.2 dan 6.3.2.2.3.
6.2.4.4

Konduktor Pasok.

Konduktor pasok harus secara langsung menyambungkan sumber daya ke kombinasi antara
alat kontrol pompa kebakaran teruji dan saklar pemindah daya atau ke sarana pemutus dan
alat proteksi aruslebih yang memenuhi persyaratan butir 6.3.2.2.2 dan 6.3.2.2.3.

33 dari 142

SNI 03-6570-2001

6.3

Jaringan Pemasok Daya

6.3.1*

Konduktor Sirkit.

Sirkit penyalur pompa kebakaran dan perlengkapannya harus terdedikasi dan terproteksi
tahan terhadap kemungkinan rusak oleh api, kerusakan struktur atau kecelakaan
operasional.
6.3.2

Susunan Pasokan Daya

6.3.2.1

Sambungan Pasokan Daya.

Pasokan daya ke pompa kebakaran harus tidak terputuskan dari sumber pasokan bila
pembangkit daya terputus.
Perkecualian:
Bila instalasi telah disetujui sesuai dengan butir 6.2.4.3, pemutusan pembangkit daya ke pompa kebakaran dapat
disetujui dalam keadaan dimana secara otomatis ada jaminan tersedianya secara menerus pasokan daya
pengganti.
6.3.2.2

Kelangsungan Daya.

Sirkit yang memasok pompa kebakaran yang digerakkan motor listrik harus disupervisi
terhadap kecerobohan pemutusan sambungan seperti dicakup dalam butir 6.3.2.2.1 atau
6.3.2.2.2 dan 6.3.2.2.3.
6.3.2.2.1* Sambungan Langsung.
Konduktor pasok harus tersambung langsung ke sumber daya baik ke alat kontrol pompa
kebakaran teruji atau ke kombinasi yang teruji alat kontrol pompa kebakaran dan saklar
pemindah daya.
6.3.2.2.2

Sambungan Tersupervisi.

Sarana pemutus tunggal dan alat proteksi aruslebih yang terkait harus dibolehkan dipasang
antara sumber daya yang jauh dan satu dari yang berikut:
a)

Alat kontrol pompa kebakaran teruji

b)

Saklar pemindah daya pompa kebakaran teruji

c)

Kombinasi teruji pengontrol pompa kebakaran dan saklar pemindah daya.

6.3.2.2.3

Sarana Pemutus dan Alat Proteksi Arus Lebih.

Untuk sistem yang dipasang hanya menurut butir 6.2.4.3, penambahan sarana pemutus dan
peralatan proteksi arus lebih yang terkait hanya dibolehkan seperti yang dipersyaratkan
memenuhi ketentuan SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000
(PUIL-2000)". Semua sarana pemutus dan peralatan proteksi arus lebih yang unik untuk
beban pompa kebakaran harus memenuhi semua hal berikut:
a)

Pemilihan Alat Proteksi Arus Lebih.


Alat proteksi aruslebih harus dipilih atau diset untuk mampu melayani jumlah tak
tertentu dari arus rotor terkunci (locked rotor current) dari motor-motor pompa
kebakaran, motor pompa untuk mempertahankan tekanan (jockey pump), dan arus

34 dari 142

SNI 03-6570-2001

beban penuh semua peralatan pendukung pompa kebakaran yang dihubungkan ke


sumber pasokan tersebut.
b)

Sarana Pemutus.
Sarana pemutus haruslah sebagai berikut:

c)

1)

Teridentifikasi cocok untuk digunakan sebagai peralatan servis.

2)

Dapat terkunci pada posisi tertutup (closed position).

3)

Ditempatkan cukup jauh dari bangunan lain, atau sarana pemutus sumber
pompa kebakaran lain yang mana operasi serempak yang tidak hati-hati, tidak
terjadi.

Tanda Putus Arus.


Pemutusan harus secara tetap ditandai dengan: Sarana Pemutus Pompa Kebakaran.
Huruf harus setidaknya 25,4 mm ( 1 inch) tingginya dan harus terlihat tanpa membuka
bukaan pintu atau tutup panel.

d)

Tanda Pengontrol.
Didekat pengontrol pompa harus dipasang label yang menyatakan lapangan alat
pemutus tersebut dan lapangan kunci (bila alat pemutus terkunci).

e)

Supervisi.
Sarana pemutus harus tersupervisi dalam posisi tertutup dengan salah satu dari
metoda berikut:
1)

Stasiun pusat, milik pribadi, atau alat sinyal stasiun jarak jauh.

2)

Pelayanan sinyal setempat yang akan dapat menyebabkan suara dari sinyal
bunyi pada lapangan yang diawasi secara tetap.

3)

Mengunci sarana pemutus dalam posisi tertutup.

4)

Penyekatan sarana pemutus dan inspeksi mingguan tercatat yang disahkan


bilamana sarana pemutus berada dalam pagar tertutup atau dalam bangunan
dibawah pengawasan pemilik.

6.3.2.2.4

Koordinasi Hubung Singkat.

Untuk sistem yang dipasang hanya dibawah ketentuan butir 6.2.4.3 dan bilamana lebih dari
satu sarana pemutus dipasok oleh penyalur tunggal, alat proteksi aruslebih pada setiap
sarana pemutus harus dapat terkoordinasi secara terseleksi dengan sisi pasokan yang mana
saja dari alat proteksi aruslebih.
6.3.2.2.5

Transformator.

Apabila tegangan pasok berbeda dengan sistem tegangan motor pompa kebakaran,
transformator yang memenuhi persyaratan SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" , dan sarana pemutus serta alat proteksi aruslebih yang
memenuhi persyaratan butir 6.3.2.2.2 harus dipasang.
6.4*

Penurunan Tegangan.

Tegangan pada jaringan alat kontrol harus tidak boleh turun lebih daripada 15% dibawah
normal (tegangan nominal pengontrol) pada saat motor distart. Tegangan pada terminal

35 dari 142

SNI 03-6570-2001

motor harus tidak turun lebih dari 5% dibawah tegangan nominal motor jika motor
dioperasikan pada beban 115% dari arus beban penuh nominal dari motor.
Pengecualian:
Pembatasan start ini harus tidak berlaku untuk menstart secara mekanik pada kondisi jalan darurat (lihat butir
7.5.3.2).
6.5

Motor

6.5.1

Umum

6.5.1.1
Semua motor harus memenuhi standar yang berlaku dan harus teruji secara
khusus untuk melayani pompa kebakaran (lihat tabel 6.5.1.1).
6.5.1.1.1* Nilai yang sesuai arus rotor terkunci untuk motor pada tegangan lain harus
dihitung dengan mengalikan nilai yang ditunjukkan oleh rasio 380 V ke tegangan nominal
pada tabel 6.5.1.1.
6.5.1.1.2 Huruf kode motor untuk tegangan lain harus sesuai dengan yang ditunjukkan
untuk 380 V pada tabel 6.5.1.1.
6.5.1.2
Semua motor harus memenuhi standar yang berlaku dan harus ditandai sebagai
memenuhi persyaratan standar yang berlaku.
Pengecualian:
Arus searah, tegangan lebih dari 600 V, daya poros lebih dari 400 KW, fasa tunggal, jenis universal atau motor
rotor kumparan dapat dipergunakan bilamana disetujui.
6.5.1.3

Semua motor harus mampu (sesuai dengan rating) bekerja terus menerus.

6.5.1.4
Transient motor listrik induksi harus terkoordinasi dengan ketentuan butir 7.4.3.3
untuk mencegah gangguan tripping yang mengganggu dari alat proteksi kontrol motor.
6.5.1.5
Motor pompa jenis turbin poros vertikal harus kedap tetesan, jenis induksi belitan
sangkar. Motor harus dilengkapi dengan lidah pencegah putaran balik (ratched).
6.5.2

Batas Arus.

6.5.2.1
Kapasitas motor dalam dayakuda harus sedemikian sehingga arus motor
maksimum pada setiap fasa pada setiap kondisi beban pemompaan dan ketidak
seimbangan tegangan harus tidak melebihi arus beban penuh motor dikalikan dengan faktor
kerja. Faktor kerja maksimum untuk mana motor dipergunakan adalah 1,15. Faktor kerja ini
harus memenuhi standar yang berlaku.

36 dari 142

SNI 03-6570-2001

Tabel 6.5.1.1 Daya kuda dan Arus Rotor Terkunci Motor Memenuhi NEMA Design B Motors.
Daya kuda nominal
5
7
10
15
20
25
30
40
50
60
75
100
125
150
200
250
300
350
400
450
500

Arus Rotor Terkunci


Tiga phasa
460 V
(Amper)
46
64
81
116
145
183
217
290
362
435
543
725
908
1085
1450
1825
2200
2550
2900
3250
3625

Penggolongan Motor
(NEC Rotor Terkunci
menunjukkan Kode Huruf)
F ke dan termasuk
J
H
H
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G
G

Pengecualian :
Motor (terbuka dan kedap tetesan) serbaguna, motor berpendingin kipas tertutup total (TEFC), dan motor tertutup
total tanpa ventilasi harus tidak boleh menggunakan faktor pelayanan lebih dari 1,15.
6.5.2.2
Motor yang digunakan pada ketinggian diatas 1000 m (3.300 ft) harus
dioperasikan atau diturunkan nominalnya sesuai standar yang berlaku.
6.5.3

Penandaan

6.5.3.1

Penandaan terminal motor harus sesuai dengan standar yang berlaku.

6.5.3.2
Diagram penyambungan terminal untuk motor-motor harus disediakan oleh
pabrik pembuat motor.
6.6

Sistem Pembangkit Daya di Lapangan

6.6.1
Bilamana sistem pembangkit di lapangan dipergunakan untuk memasok daya ke
motor pompa kebakaran untuk memenuhi persyaratan butir 6-2.3, sistem harus cukup
kapasitasnya untuk menstart dan menjalankan normal semua motor penggerak pompa
disamping memasok semua beban yang ada secara serentak. Sambungan di muka dari
sarana pemutus pembangkit di lapangan harus tidak dipersyaratkan.

37 dari 142

SNI 03-6570-2001

6.6.2*
Sumber daya ini harus memenuhi butir 6.4 dan harus memenuhi standar yang
berlaku. Kapasitas pasok bahanbakar harus cukup memenuhi kebutuhan 8 jam operasi
pompa kebakaran pada 100% kapasitas nominal sebagai tambahan kebutuhan pasokan
untuk keperluan lain.
6.6.3
Urutan (sequencing) otomatis pompa kebakaran dapat dibolehkan sesuai dengan
butir 7.5.2.4.
6.6.4
Pemindahan daya ke alat kontrol pompa kebakaran antara pasokan normal
dengan salah satu pasokan pengganti harus dilakukan di ruangan pompa.
6.6.5
Bilamana peralatan proteksi dipasang di sirkit sumber daya di lapangan pada
generator, alat ini harus mampu secara serentak mengambil semua beban penuh ruangan
pompa.

Alat Kontrol Penggerak Listrik dan Perlengkapannya

7.1

Umum

7.1.1

Penerapan.

Bab ini mencakup persyaratan minimum kinerja dan pengujian alat kontrol dan saklar
pemindah untuk motor listrik penggerak pompa kebakaran. Peralatan pelengkap, termasuk
peralatan monitor alarm dan sinyal, adalah termasuk bilamana diperlukan untuk menjamin
kinerja minimum peralatan yang dimaksud.
7.1.2

Kinerja dan Pengujian

7.1.2.1
Semua alat kontrol dan saklar pemindah harus secara khusus teruji untuk
pelayanan motor listrik penggerak pompa kebakaran.
7.1.2.2*
Semua alat kontrol dan saklar pemindah harus mampu untuk arus hubung
singkat yang ada pada jalur terminal alat kontrol dan saklar pemindah dan harus ditandai
Cocok untuk digunakan pada sirkit yang mampu memasok tidak lebih dari . Ampere
RMS simetrik pada .. Volts ac. Ruang kosong tersebut harus diisi dengan angka yang
sesuai untuk setiap instalasi.
7.1.2.3
Semua alat kontrol harus dirakit lengkap, dikabeli, dan diuji oleh pabrik pembuat
sebelum dikirim dari pabrik.
7.1.2.4
Semua alat kontrol dan saklar pemindah harus teruji cocok untuk digunakan
sebagai peralatan yang diperlukan bilamana dipergunakan demikian.
7.1.2.5
Semua alat kontrol harus diberi tanda Alat Kontrol Pompa Kebakaran dan diberi
plat nama pabrik pembuat, menunjukkan indikasi dan kapasitas nominal listrik lengkap.
Bilamana pompa jamak melayani daerah yang berbeda atau sebagian dari fasilitas, tanda
yang sesuai harus secara menyolok dipasang di setiap alat kontrol yang menandakan
daerah, zona atau bagian dari sistem yang dilayani oleh pompa atau alat kontrol pompa
tersebut.
7.1.2.6
Adalah tanggung jawab pabrik pembuat pompa atau perwakilan yang ditunjuk
untuk melakukan pelayanan yang diperlukan guna perawatan dan penyesuaian peralatannya
dalam perioda pemasangan, pengujian, dan garansi.

38 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.2

Lapangan

7.2.1*
Alat kontrol harus diletakkan sedekat mungkin dengan motor yang dikontrol dan
harus dalam jangkauan pandangan dari letak motor.
7.2.2
Alat kontrol harus diletakkan atau dilindungi sedemikian sehingga tidak rusak bila
terkena percikan air dari pompa atau sambungan pompa. Bagian-bagian yang membawa
arus harus minimum berjarak 305 mm (12 inch) di atas lantai.
7.2.3
Ruang kerja yang disetujui sekitar alat kontrol harus sesuai dengan SNI 04-02252000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
7.3

Konstruksi

7.3.1

Peralatan.

Semua peralatan harus sesuai dengan lapangan penempatannya, terutama terhadap


kelembaban bila diletakkan di besmen.
7.3.2

Pemasangan.

Semua peralatan harus dipasang dengan cara yang benar pada struktur penumpu tunggal
yang tak dapat terbakar.
7.3.3

Penutup.

7.3.3.1*
Struktur atau panel harus secara aman dipasang sesuai ketentuan yang berlaku.
Bilamana peralatan ditempatkan di luar atau berada pada kondisi lingkungan khusus,
penutup yang bermutu harus dipergunakan.
7.3.3.2
Penutup harus dibumikan sesuai dengan
"Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
7.3.4

SNI

04-0225-2000,

tentang

Sambungan dan Pengkabelan

7.3.4.1
Semua basbar dan sambungan harus mudah dicapai untuk pemeliharaanya
sesudah alat kontrolnya dipasang. Penyambungannya harus disusun sedemikian sehingga
pelepasan konduktor sirkit luar tidak diperlukan.
7.3.4.2
Alat kontrol harus disusun sedemikian sehingga penggunaan instrumen penguji
untuk mengukur semua tegangan dan arus kabel dapat dilakukan tanpa harus melepas
konduktor di dalam alat kontrol. Peralatan penunjuk harus dipasang di sisi luar alat kontrol
untuk membaca arus dan tegangan kabel.
7.3.4.3
Basbar dan semua elemen pengkabelan dari alat kontrol harus dirancang
dengan dasar kerja yang menerus (tak terputus).
7.3.5

Proteksi Sirkit Bantu.

Sirkit yang diperlukan untuk menjaga kesempurnaan beroperasinya alat kontrol harus tidak
menggunakan alat proteksi arus lebih yang dihubungkan padanya.
7.3.6*

Operasi Dari Luar.

Semua saklar manual untuk menyambung atau memutus, menstart atau menghentikan
motor, harus dapat dioperasikan dari luar.

39 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.3.7

Diagram Listrik dan Instruksi.

7.3.7.1
Diagram skematik listrik harus diberikan dan dipasang secara tetap pada sisi
dalam pintu penutup alat kontrol.
7.3.7.2
Semua terminal pengkabelan dilapangan harus ditandai dengan jelas terhadap
diagram penyambungan dilapangan yang melengkapinya.
7.3.7.3*
Instruksi lengkap yang mencakup pengoperasian alat kontrol harus ada dan
secara menyolok dipasang pada alat kontrol.
7.3.8

Penandaan.

Setiap alat kontrol motor dan setiap saklar serta setiap pemutus tenaga harus ditandai
dengan jelas untuk menunjukkan nama dan pembuatnya, nomor identifikasi dan besaran
nominal listrik dalam volt, dayakuda, amper, frekuensi, fasa dan sebagainya yang sesuai.
Penandaan harus dipasang pada tempat yang mudah dilihat sesudah pemasangannya.
7.4

Komponen.

7.4.1*

Penangkal Tegangan Kejut (Voltage Surge Arrester).

Penangkal tegangan kejut yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, harus dipasang
untuk setiap fasa ke pembumian (lihat butir 7.3.2) Penangkal kejut harus mampu meredam
tegangan kejut diatas tegangan jaringan.
Pengecualian No. 1:
Penangkal tegangan kejut ini bukanlah merupakan keharusan untuk alat kontrol dengan tegangan nominal lebih
dari 380 V (lihat butir 7.6).
Pengecualian No. 2:
Penangkal tegangan kejut ini bukanlah merupakan keharusan bila alat kontrol dapat menahan tanpa kerusakan
impuls 10 kV sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
7.4.2

Saklar Isolasi.

7.4.2.1
Saklar isolasi harus berupa saklar sirkit motor yang dapat dioperasikan manual
atau saklar MCCB (moulded case circuit breaker) dengan daya kuda nominal yang sama
atau lebih besar daripada daya kuda motor.
Pengecualian No. 1:*
Saklar MCCB yang mempunyai arus nominal tidak kurang dari 115 persen dari arus nominal motor pada beban
penuh dan yang dapat juga digunakan untuk pemutus arus motor rotor terkunci dapat diijinkan.
Pengecualian No. 2:
Saklar MCCB dapat diijinkan untuk dilengkapi dengan proteksi arus lebih hubung singkat yang memproteksi diri
sendiri, bilamana saklar ini tidak lepas (trip) kecuali pemutus sirkit pada alat kontrol yang sama terlepas (trip).
7.4.2.2

Saklar isolasi harus dapat dioperasikan dari luar.

7.4.2.3*
Amper nominal dari saklar isolasi harus paling sedikit 115 persen dari arus
nominal beban penuh motor.

40 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.4.2.4

Peringatan berikut harus ada pada atau tepat disekitar saklar isolasi:

PERINGATAN.
DILARANG MEMBUKA ATAU MENUTUP SAKLAR INI PADA SAAT PEMUTUS TENAGA
(SARANA PEMUTUS) BERADA PADA POSISI TERTUTUP.
Pengecualian:
Bilamana saklar isolasi dan pemutus tenaga sedemikian disaling kunci (interlocked) dimana saklar isolasi tidak
dapat dibuka dan atau ditutup pada saat pemutus tenaga tertutup, label peringatan dapat diganti dengan label
instruksi yang menunjukkan urutan operasinya. Label ini dapat diijinkan sebagai bagian dari label yang
diperlukan pada butir 7.3.7.3.
7.4.2.5
Gagang pengoperasian saklar isolasi harus dilengkapi dengan gerendel pegas
yang harus dipasang sedemikian sehingga untuk menahan gerendel terlepas supaya saklar
dapat dibuka atau ditutup, diperlukan penggunaan tangan yang lain.
Pengecualian:
Bila saklar isolasi dan pemutus tenaga sedemikian disaling kunci sehingga saklar isolasi tidak dapat dibuka atau
ditutup pada saat pemutus sirkit tertutup, gerendel ini tidak diperlukan.
7.4.3

Pemutus Sirkit

7.4.3.1*
Sirkit cabang motor harus diproteksi menggunakan pemutus tenaga (sarana
pemutus) yang dihubungkan langsung dengan sisi beban saklar isolasi dan harus
mempunyai satu pol untuk setiap konduktor sirkit yang tidak dibumikan.
Pengecualian:
Bila sirkit cabang motor dipindahkan ke sumber alternatif yang dipasok oleh generator setempat dan diproteksi
oleh alat arus lebih pada generator (lihat butir 6.6.5), proteksi arus lebih rotor terkunci pada alat kontrol pompa
kebakaran harus memungkinkan untuk di by-pass pada saat sirkit cabang motor terhubung demikian.
7.4.3.2

Pemutus tenaga harus mempunyai karakteristik mekanikal sebagai berikut:

a)

Harus dapat dioperasikan dari luar (lihat butir 7.3.6)

b)

Harus dapat terlepas (trip) bebas dari handel.

c)

Papan nama dengan tulisan Pemutus tenaga sarana pemutus dalam tinggi huruf
tidak kurang dari 10 mm (3/8 inch) harus ditempatkan pada sisi luar tutup alat kontrol
dekat dengan peralatan untuk mengoperasikan pemutus tenaga.

7.4.3.3*

Pemutus tenaga harus mempunyai karakteristik elektrikal sebagai berikut:

a)

Arus nominal menerus tidak kurang dari 115 persen dari arus nominal beban penuh
motor.

b)

Elemen pengindra arus lebih (overcurrent sensing) dari jenis non termal.

c)

Proteksi arus lebih hubung singkat.

d)*

Arus interupsi nominal yang cukup untuk menyediakan besaran nominal yang cocok
(lihat butir 7.5.3.2) dari alat kontrol.

e)

Kemampuan untuk memungkinkan menjalankan dan menghentikan motor secara


normal maupun darurat tanpa terlepas.

41 dari 142

SNI 03-6570-2001

f)

Seting pelepasan sesaat tidak lebih dari 20 kali arus beban penuh.

Pengecualian: *
Pembatas arus, yang merupakan bagian-bagian integral dari pemutus arus, harus dapat dipergunakan untuk
mendapatkan besaran nominal interupsi yang dibutuhkan, dengan semua persyaratan berikut dipenuhi:
a)

Pemutus tenaga harus menerima pembatas arus dari hanya satu besaran nominal.

b)

Pembatas arus harus dapat menahan tetap 300 persen arus beban penuh motor untuk paling sedikit 30
menit.

c)

Pembatas arus, bilamana dipasang pada pemutus, harus tidak terbuka pada saat arus rotor terkunci.

d)

Suatu set cadangan pembatas arus dengan besaran nominal yang benar harus selalu tersedia pada
lemari atau rak di dalam penutup alat kontrol.

7.4.4

Proteksi Arus Lebih Rotor Terkunci.

Alat protektif arus lebih yang lain yang hanya diperlukan dan diijinkan antara saklar isolasi
dan motor pompa kebakaran harus ditempatkan didalam alat kontrol pompa kebakaran dan
harus mempunyai karakteristik berikut:
a)

b)

Untuk motor sangkar dan motor induksi, alat proteksinya harus sebagai berikut:
1)

Dari jenis time-delay yang mempunyai waktu pelepasan antara 8 detik dan 20
detik pada arus rotor terkunci

2)

Dikalibrasi dan diset pada minimum 300 persen arus beban penuh motor.

Untuk motor arus searah, alat proteksi harus sebagai berikut:


1)

Dari tipe sesaat (instantaneous)

2)

Dikalibrasi dan diset pada minimum 400 persen arus beban penuh motor

c)*

Harus ada sarana yang dapat dilihat atau penandaan yang jelas yang menunjukkan
bahwa seting alat proteksi telah dilakukan dengan tepat.

d)

Harus memungkinkan untuk mereset alat pengoperasian tepat setelah pelepasan,


dengan karakteristik pelepasan sesudah pengesetan tetap tidak berubah.

e)

Pelepasan harus diselesaikan dengan membuka pemutus tenaga, yang harus dari tipe
dapat direset manual dari luar.

Pengecualian:
Bila sirkit cabang motor dipindahkan ke suatu sistem pasokan alternatif oleh generator setempat dan diproteksi
dengan alat arus lebih pada generator (lihat butir 6.6.5), proteksi arus lebih rotor terkunci pada alat kontrol motor
pompa kebakaran harus dimungkinkan untuk di by-pass pada saat sirkit cabang motor dihubungkan demikian.
7.4.5

Kontaktor Motor

7.4.5.1
Kontaktor motor harus mempunyai dayakuda nominal dan harus dari tipe
magnetik dengan kontak pada setiap konduktor yang tak dibumikan (ungrounded).
7.4.5.2
Untuk operasi elektrikal alat kontrol pengurang tegangan (reduced-voltage)
percepatan otomatik berdasar waktu dari motor harus disediakan. Perioda percepatan motor
harus tidak lebih dari 10 detik.
7.4.5.3
Resistor penstart harus dirancang untuk memungkinkan sekali untuk 5 detik
operasi start setiap 80 detik untuk perioda waktu tidak kurang dari 1 jam.

42 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.4.5.4
Reaktor penstart dan autotransformer harus dirancang untuk memungkinkan
sekali untuk 15 detik operasi penstart setiap 240 detik untuk perioda waktu tidak kurang dari
1 jam.
Pengecualian:
Rancangan harus mengikuti persyaratan berlaku.
7.4.5.5
Untuk alat kontrol 400 V atau kurang, koil operasi untuk kontaktor utama harus
dipasok langsung dari tegangan daya utama dan tidak melalui transformator.
7.4.5.6
Sensor tegangan rendah, fasa hilang, frekuensi sensitif atau sensor-sensor
lainnya yang secara otomatik atau manual menghalangi gerakan kontaktor motor tidak boleh
dipasang.
Pengecualian:*
Sensor harus mencegah motor tiga fasa dari penstartan pada kondisi pasok hanya satu fasa. Sensor seperti ini
harus tidak menyebabkan putusnya arus ke motor pada saat motor bekerja pada terjadinya fasa tunggal. Sensor
tersebut harus dimonitor untuk memberikan alarm lokal yang dapat dilihat pada kejadian tidak berfungsinya
sensor.
7.4.6*

Alat Alarm dan Sinyal pada Alat Kontrol

7.4.6.1

Indikator Tampak Yang Menunjukkan Ketersediaan Daya.

Indikator tampak dapat menunjukkan ketersediaan daya pada semua fasa pada jalur
terminal kontaktor motor. Jika indikator tampak berupa lampu pilot, lampu ini harus dapat
dijangkau untuk penggantian.
Pengecualian:
Bila daya dipasok dari sumber daya jamak, pengamatan setiap sumber daya untuk fasa hilang harus
dimungkinkan pada setiap titik hulu elektrikal dari terminal jalur dari kontaktor dengan semua sumber dimonitor.
7.4.6.2

Keterbalikan Fasa.

Keterbalikan fasa sumber daya ke mana terminal jalur kontaktor motor tersambung harus
dapat diamati dari indikator yang tampak.
Pengecualian:
Bila daya dipasok dari sumber daya jamak, pemantauan dari setiap sumber daya fasa terbalik harus
dimungkinkan pada setiap titik hulu listrik jalur terminal dari kontaktor yang disediakan pada semua sumber yang
dimonitor.
7.4.7*

Alat Alarm dan Sinyal Jauh dari Alat Kontrol.

Bila rumah pompa tidak secara tetap dijaga (oleh operator), alarm bunyi atau tampak dari
sumber daya tidak lebih dari 220 V harus dipasang pada titik yang dijaga secara tetap. Alatalat alarm ini harus dapat menunjukkan:
a)

Jalannya Motor atau Pompa.


Alarm harus bekerja bilamana alat kontrol telah dioperasikan pada kondisi motor
sedang berjalan. Sirkit alarm ini harus tersambung pada sumber daya handal yang
terpisah atau dari daya motor pompa, dimana tegangannya tidak terreduksi lebih dari
220 V.

43 dari 142

SNI 03-6570-2001

b)

Fasa Hilang
Kehilangan suatu fasa pada terminal jalur pada kontaktor motor harus dapat diamati.
Semua fasa harus dapat diamati.
Pengecualian:
Bila daya dipasok dari sumber daya jamak, pengamatan dari setiap sumber daya untuk fasa hilang harus
dimungkinkan pada setiap titik hulu listrik dari terminal jalur kontaktor bilamana semua sumber diamati.

c)

Keterbalikan Fasa (lihat butir 7.4.6.2).


Sirkit alarm ini harus dihubungkan pada sumber daya handal yang terpisah atau dari
daya motor pompa, dimana tegangannya tidak terreduksi lebih dari 220 V.

d).

Alat Kontrol Tersambung ke Sumber Pengganti.


Bila dua sumber daya dipasok untuk memenuhi butir 6.2.3, sirkit alarm ini harus
mengindikasikan bahwa sumber pengganti merupakan sumber yang sedang memasok
daya ke alat kontrol. Sirkit alarm ini harus dihubungkan pada sumber daya handal yang
terpisah atau dari daya motor pompa, dimana tegangannya tidak terreduksi lebih dari
220 V.

7.4.8

Kontak Alarm Alat Kontrol untuk Indikasi Jarak Jauh.

Alat kontrol harus dilengkapi dengan kontak (terbuka atau tertutup) untuk mengoperasikan
sirkit untuk kondisi pada butir 7.4.7 a) sampai dengan c) dan bila suatu alat kontrol
dilengkapi dengan saklar pemindah yang sesuai dengan butir 7.8.2.2.d).
7.5

Penstart dan Kontrol

7.5.1*

Otomatik dan Tidak Otomatik

7.5.1.1
Alat kontrol otomatik harus bekerja sendiri untuk menstart, menjalankan, dan
memprotek motor. Alat kontrol otomatik harus bekerja menggunakan saklar tekanan atau
saklar non tekanan. Alat kontrol otomatik harus dapat dioperasikan juga sebagai alat kontrol
tidak otomatik.
7.5.1.2
Alat kontrol tidak otomatik harus diaktifkan menggunakan peralatan mekanikal
pengaktif manual.
7.5.2

Alat kontrol Otomatik.

7.5.2.1*

Alat Kontrol Tekanan Air.

Pada alat kontrol harus disediakan saklar tekanan yang memiliki penyetelan kalibrasi tinggirendah bebas pada sirkit alat kontrol. Harus tidak ada penghambat tekanan atau orifice
penghambat yang dipasang didalam saklar tekanan. Saklar ini harus peka terhadap tekanan
air didalam sistem proteksi kebakaran. Elemen pengindra tekanan dari saklar harus mampu
menahan tekanan kejut sesaat sampai 27,6 bar ( 400 psi) tanpa kehilangan ketelitiannya.
Harus disediakan perlengkapan yang sesuai untuk melepas tekanan ke saklar tekanan untuk
memungkinkan dilakukannya pengujian kerja unit alat kontrol dan unit pemompaan. [lihat
gambar A.7.5.2.1.a) dan b)].
Alat kontrol tekanan air haruslah sebagai berikut:

44 dari 142

SNI 03-6570-2001

a)

Untuk semua instalasi pompa, termasuk pompa-pompa jockey, setiap alat kontrol
harus mempunyai jalur pengindra tekanan individu sendiri.

b)

Penghubung jalur pengindra tekanan untuk setiap pompa, termasuk pompa-pompa


jockey harus dibuat antara katup searah pelepasan dan katup kontrol pelepasan. Jalur
ini harus dari pipa brass, tembaga atau baja tahan karat seri 300 dan fitingnya harus
berukuran nominal 12,7 mm ( inch). Harus ada dua katub searah yang dipasang
pada jalur pengindra tekanan setidaknya terpisah 1,5 m (5 ft) jauhnya satu sama lain
dengan lidah katub yang dibor berdiameter 2,4 mm ( 3/32 inch) untuk peredaman. [lihat
gambar A.7.5.2.1 a) dan b)].
Pengecualian No. 1:
Bila airnya bersih, unions dengan diafragma non korosif yang dibor dengan lubang 2,4 mm (3/32 inch)
dapat dipergunakan menggantikan katup searah.
Pengecualian No. 2:
Pada alat kontrol tak bertekanan, saklar tekanan tidak diperlukan.

c)

Pada jalur pengindra tekanan harus tidak dipasang katub penutup (shut-off valve).

d)

Penggerak saklar tekanan pada seting penyetelan rendah harus mengawali urutan
start pompa (bila pompa belum beroperasi).

e)*

Suatu alat pencatat tekanan yang teruji harus dipasang untuk mengindra dan mencatat
tekanan pada setiap jalur pengindra tekanan alat kontrol pompa kebakaran pada sisi
input ke alat kontrol. Pencatat harus mampu beroperasi setidaknya selama 7 hari
tanpa harus direset atau diputar ulang.

Elemen pengindra tekanan dari pencatat harus mampu menahan tekanan kejut sesaat
sekurang-kurangnya 27,6 bar (400 psi) tanpa harus kehilangan ketelitiannya.
7.5.2.2

Alat Kontrol Saklar Otomatik yang Digerakkan Tanpa Tekanan.

Alat kontrol saklar otomatik pompa kebakaran yang digerakkan tanpa tekanan harus
memulai urutan startnya oleh bukaan otomatik kontak jarak jauh. Saklar tekanan tidak
diperlukan. Pada alat kontrol harus tidak ada sarana yang mampu menghentikan motor
pompa kebakaran kecuali alat kontrol pompa kebakarannya sendiri.
7.5.2.3

Kontrol Elektrik Manual pada Stasiun Jarak Jauh.

Bilamana stasiun kontrol tambahan untuk menyebabkan pengoperasian menerus tidak


otomatik unit pemompaan, bebas dari saklar tekanan, disediakan pada lapangan jauh dari
alat kontrol, stasiun tersebut harus tidak dapat dioperasikan untuk menghentikan kerja
motor.
7.5.2.4

Urutan Start Pompa-pompa.

Alat kontrol untuk setiap unit dari unit pompa jamak harus dilengkapi alat pengurut start
berdasar waktu untuk mencegah terjadinya penstartan dua atau lebih pompa secara
serempak. Setiap pompa memasok tekanan hisap ke pompa lainnya harus diatur untuk start
sebelum pompa yang dipasok distart. Jika persyaratan air meminta lebih dari satu unit
pompa untuk beroperasi, unit harus di start pada selang waktu 5 sampai 10 detik. Kegagalan
dari motor yang memimpin di start harus tidak mencegah unit pompa berikutnya untuk start.

45 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.5.2.5

Sirkit Luar Dihubungkan ke Alat Kontrol.

Sirkit kontrol luar yang menyambung di luar ruangan pompa harus diatur sedemikian
sehingga kerusakkan dari tiap sirkit luar (sirkit terbuka atau sirkit pendek) harus tidak
menghalangi operasi pompa(-pompa) dari semua sarana luar atau dalam. Kerusakan,
pemutusan, hubung pendek kabel, atau kehilangan daya ke sirkit tersebut dapat
menyebabkan berjalannya secara menerus pompa kebakaran, tetapi harus tidak
menghalangi alat(-alat) kontrol untuk menstart pompa(-pompa) kebakaran akibat dari sebabsebab selain dari sirkit luar tersebut. Semua konduktor kontrol dalam ruangan pompa
kebakaran yang tidak toleran terhadap kesalahan seperti disebutkan harus diproteksi
terhadap kerusakan mekanik.
7.5.3

Alat Kontrol Tidak Otomatik.

7.5.3.1

Kontrol Listrik Manual Pada Alat Kontrol.

Pada panel kontrol harus tersedia saklar dioperasikan manual yang disusun sedemikian
sehingga, bila motor distart manual, operasinya tidak dapat dipengaruhi oleh saklar tekanan.
Susunan harus juga sedemikian sehingga unit akan tetap beroperasi sampai dilakukan
pemutusan secara manual.
7.5.3.2*

Kontrol Mekanik Jalan Darurat Pada Alat Kontrol.

Kontrol mekanik jalan darurat harus berisi hal-hal berikut:


a)

Alat kontrol harus dilengkapi dengan handel atau lengan jalan darurat yang
menglaksanakan penutupan secara mekanik mekanisme saklar sirkit motor. Handel
atau lengan harus dapat menjamin operasi jalan menerus tidak otomatik motor(-motor),
bebas dari semua sirkit kontrol elektrik, magnit atau alat-alat sejenis dan bebas
terhadap saklar kontrol berdasar tekanan. Sarana harus dilengkapi dengan gerendel
mekanik atau alat penahan handel atau lengan untuk operasi manual pada posisi
bekerja. Gerendel mekanik harus tidak otomatik, tetapi menurut kehendak operator.

b)

Handel atau lengan harus disusun untuk bergerak hanya pada satu arah dari posisi off
ke posisi final.

c)

Penstart motor harus kembali secara otomatik ke posisi off bilamana operator melepas
handel atau lengan penstart pada setiap posisi kecuali pada posisi jalan penuh.

7.5.4

Cara Menghentikan.

Penutupan harus dilakukan dengan cara sebagai berikut:


a)

Manual.
Pengoperasian tombol tekan yang terletak pada sisi luar penutup alat kontrol, khusus
untuk alat kontrol otomatik, harus mengembalikan alat kontrol ke posisi otomatik
penuh.

b)

Penutupan Otomatik Sesudah Start Otomatik (opsional).


Bila alat kontrol diatur untuk menutup otomatik sesudah sebab-sebab penstartan telah
kembali ke posisi normal, timer perioda waktu operasi yang diset untuk pompa berjalan
paling sedikit 10 menit harus dapat memulai awal operasi.

46 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian:
Penutupan secara otomatik tidak diperbolehkan bila pompa merupakan pompa tunggal yang memasok
sistem sprinkler kebakaran atau pipa tegak (standpipe), atau bilamana instansi yang berwenang
menentukan persyaratan penutupan manual.
7.6

Alat Kontrol Bertegangan Nominal Lebih Dari 380 V.

7.6.1

Peralatan Kontrol.

Alat kontrol bertegangan nominal lebih dari 380 V harus memenuhi persyaratan Bab 7,
kecuali yang ditentukan pada butir 7.6.2 sampai dengan 7.6.8.
7.6.2

Persyaratan untuk Pengujian.

Persyaratan butir 7.3.4.2 harus tidak digunakan. Ameter dapat dipasang pada pada alat
kontrol dengan sarana yang sesuai untuk pembacaan arus tiap fasa. Suatu volmeter,
memperoleh daya dari pemasok yang tidak lebih dari 220 V dari transformator yang
dihubungkan ke pemasok tegangan tinggi, harus juga dipasang dengan sarana pembacaan
tegangan tiap fasa.
7.6.3

Pemutusan Dalam Berbeban.

7.6.3.1
Diperlukan ketentuan untuk mencegah saklar isolasi terbuka dalam keadaan
berbeban.
7.6.3.2
Sarana pemutus untuk memutus beban harus diperbolehkan digunakan sebagai
pengganti saklar isolasi bila nominal alat penutup dan penginterupsi utama sama atau
melebihi persyaratan instalasi.
7.6.4

Lapangan Saklar Tekanan.

Perhatian tertentu harus diambil saat menempatkan saklar tekanan yang ditunjukkan pada
butir 7.5.2.1 untuk mencegah kebocoran air yang dapat menyebabkan terjadinya kontak
dengan komponen bertegangan tinggi.
7.6.5

Sirkit Kontrol Tegangan Rendah.

Sirkit kontrol tegangan rendah harus dipasok dari sumber tegangan tinggi melalui
transformator penurun tegangan yang diproteksi menggunakan sekering tegangan tinggi
pada setiap jalur primer. Pemasok daya harus terputus bila saklar isolasi berada pada posisi
terbuka. Sisi sekunder dari transformer dan sirkit kontrol sebaliknya harus memenuhi butir
7.3.5. Satu jalur sekunder harus dibumikan kecuali bila semua alat kontrol dan perlengkapan
operator cocok untuk digunakan pada tegangan (primer) tinggi.
7.6.6

Alat-alat Alarm dan Sinyal pada Alat Kontrol.

Spesifikasi untuk alat kontrol dengan reting diatas 400V berbeda dengan butir 7.4.6.
Penunjuk mampu nampak harus dipasang untuk menunjukkan bahwa tersedia pasokan.
Pemasok arus untuk penunjuk mampu nampak harus diambil dari sisi sekunder
transformator sirkit kontrol melalui resistor, bila diperlukan, atau dari transformator penurun
tegangan kapasitas kecil, yang dapat menurunkan tegangan sekunder transformator alat
kontrol ke yang diperlukan oleh indikator mampu nampak. Bila indikator mampu nampak
adalah lampu pilot, harus dapat dijangkau untuk penggantiannya.

47 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.6.7

Proteksi Petugas dari Tegangan Tingi.

Persyaratan khusus harus dibuat, termasuk seperti halnya alat saling kunci (interlock)
bilamana diperlukan, untuk memproteksi petugas dari kontak kecelakaan dengan tegangan
tinggi.
7.6.8

Sarana Pemutus.

Alat kontak dalam kombinasi dengan sekering sirkit motor pembatas arus harus
diperbolehkan untuk dipergunakan sebagai ganti pemutus arus (sarana pemutus) yang
dipersyaratkan pada butir 7.4.3.1 bila semua persyaratan berikut dipenuhi.
a)

Sekering sirkit motor pembatas arus harus dipasang pada penutup antara saklar isolasi
dengan kontaktor. Alat tersebut harus memutus arus sirkit pendek yang ada pada
terminal input alat kontrol.

b)

Sekering ini harus mempunyai nominal pemutus yang cukup untuk memenuhi nominal
yang sesuai (lihat butir 7.1.1.2) dari alat kontrol.

c)

Sekering pembatas arus harus berukuran yang mampu menahan 600 persen arus
nominal beban penuh motor untuk paling tidak 100 detik.

d)

Cadangan sekering untuk besaran nominal yang benar harus dijaga siap tersedia
dalam kompartemen atau rak didalam penutup alat kontrol.

7.6.9

Proteksi Arus Lebih Rotor Terkunci.

Jatuhnya alat arus lebih rotor terkunci yang dipersyaratkan pada butir 7.4.4 harus
diperbolehkan dilakukan dengan membuka sirkit koil kontaktor motor untuk menjatuhkan
kontaktor. Sarana harus disediakan untuk mengembalikan alat kontrol ke operasi normal
menggunakan alat reset manual luar.
7.6.10

Kontrol Mekanik Jalan Darurat pada Alat Kontrol.

Alat kontrol harus memenuhi butir 7.5.3.2.a) dan b) kecuali gerendel mekaniknya boleh
otomatik. Bila kontaktor gerendel masuk, proteksi arus lebih rotor terkunci butir 7.4.4 tidak
diperlukan.
7.7*

Alat Kontrol Layanan Terbatas.

Alat kontrol layanan terbatas yang berisi alat kontrol otomatik untuk men-start direct on line
motor belitan sangkar untuk daya 25 kW atau kurang, tegangan 380 V atau kurang,
diperbolehkan untuk dipasang bilamana pemasangan seperti tersebut diijinkan oleh instansi
yang berwenang. Persyaratan pada butir 7.1 sampai 7.5 harus dipergunakan.
Pengecualian No. 1:
Sebagai pengganti butir 7.4.3.3.b) dan 7.4.4, pemenuhan persyaratan proteksi arus lebih rotor terkunci dapat
diijinkan dengan memilih waktu pemutusan magnetik (inverse time) dari pemutus sirkit yang tidak dapat disetel,
yang memiliki besaran nominal standar antara 150 dan 250 persen dari arus beban penuh motor.
Pengecualian No.2:
Setiap alat kontrol harus ditandai dengan Alat Kontrol Layanan Terbatas dan harus menunjukkan nama pabrik
pembuat, penunjuk tujuan, dan besaran nominal listrik lengkap. (Lihat butir 7.4.2.1).

48 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian No. 3:
Alat kontrol harus memiliki besaran nominal arus hubung pendek tidak kurang dari 10.000 A.
Pengecualian No. 4:
Saklar isolasi yang dioperasikan manual sesuai spesifikasi pada butir 7.4.2 tidak diperlukan.
7.8*

Pemindah Daya untuk Pemasok Daya Pengganti.

7.8.1

Umum

7.8.1.1
Bila dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang atau untuk memenuhi
persyaratan butir 7-2.3 dimana suatu alat pemindah daya listrik setempat digunakan untuk
memilih sumber daya, saklar seperti ini harus sesuai dengan ketentuan pada butir 7.8 dan
juga butir 7.1, 7.2 dan 7.4.1.
7.8.1.2
Saklar pemindah manual harus tidak dipergunakan untuk memindah daya antara
pemasok normal dan pemasok pengganti ke alat kontrol pompa.
7.8.1.3
Alat jarak jauh yang dipasang mampu mencegah operasi otomatik saklar
pemindah tidak diperbolehkan.
7.8.2*

Susunan Saklar Pemindah dan Alat Kontrol Pompa

7.8.2.1
Susunan I (Kombinasi Teruji Alat Kontrol Pompa Kebakaran dan Saklar
Pemindah Daya)
7.8.2.1.1 Bila saklar pemindah daya terdiri dari rakitan saklar daya berupa paket, rakitan
seperti ini harus ditempatkan pada kompartemen terlindung dari alat kontrol pompa
kebakaran atau pada penutup terpisah yang terpasang pada alat kontrol dan ditandai Saklar
Pemindah Daya Pompa Kebakaran.
7.8.2.1.2 Suatu saklar isolasi, memenuhi butir 7.4.2, ditempatkan dalam penutup atau
kompartemen saklar pemindah daya harus dipasang di sisi depan terminal input pengganti
saklar pemindah. Persyaratan saklar isolasi adalah sebagai berikut:
a)

Saklar isolasi harus teramati dengan penunjukkan bilamana dalam keadaan terbuka.

b)

Adanya alat pengamat yang mengoperasikan sinyal yang dapat didengar atau dilihat
pada kombinasi alat kontrol pompa kebakaran/saklar pemindah otomatik dan pada titik
yang jauh bila diperlukan.

c)

Saklar isolasi harus sesuai untuk arus sirkit pendek yang ada dari sumber pengganti.

7.8.2.1.3 Bila sumber pengganti disediakan oleh sumber daya umum yang lain (kedua),
saklar pemindah sisi darurat harus dilengkapi dengan saklar isolasi yang memenuhi butir
7.4.2 dan pemutus sirkit yang memenuhi butir 7.4.3 dan 7.4.4.
7.8.2.2
Susunan II (Alat Kontrol Pompa Kebakaran Teruji Individual dan Saklar
Pemindah Daya).
Harus dilengkapi hal-hal berikut:
a)

Saklar pemindah daya alat kontrol pompa kebakaran yang harus memenuhi butir 6.6
dan 7.8 dan suatu alat kontrol pompa.

b)

Saklar isolasi, atau pemutus layanan bilamana diperlukan, di sisi depan terminal input
normal dari saklar pemindah.

49 dari 142

SNI 03-6570-2001

c)

Proteksi arus lebih saklar pemindah harus dipilih atau diset pada kapasitas tak tertentu
arus rotor terkunci dari motor pompa kebakaran bila sumber pengganti dipasok oleh
utilitas kedua.

d)

Saklar isolasi didepan terminal input layanan pengganti dari saklar pemindah yang
memenuhi persyaratan berikut:
1)

Saklar isolasi harus dapat dikunci pada posisi on.

2)

Suatu plakat harus dipasang di bagian luar pada saklar isolasi yang bertuliskan
Saklar Isolasi Pompa Kebakaran. Tinggi huruf harus paling sedikit 25,4 mm (1
inch).

3)

Suatu plakat harus dipasang dekat ke alat kontrol pompa kebakaran yang
menyatakan lapangan saklar tersebut dan lapangan kunci (bila saklar isolasi
dikunci).

4)

Saklar isolasi harus teramati untuk mengindikasikan bila ini tidak tertutup dengan
satu dari cara-cara berikut:

5)

(a).

Layanan sinyal stasiun pusat, proprietary atau stasiun jauh.

(b).

Layanan sinyal lokal yang dapat membunyikan sinyal suara pada titik yang
dijaga secara tetap.

(c).

Penguncian saklar isolasi pada posisi tertutup.

(d).

Penyekatan saklar isolasi dan pengawasan tercatat mingguan yang


disetujui bilamana saklar isolasi berada dalam pagar penutup atau di dalam
bangunan yang dikuasai oleh pemiliknya.

Pengawasan tersebut harus menjalankan sinyal suara dan nampak pada saklar
pemindah dan pada titik jauh bila diperlukan.

7.8.2.3
Tiap pompa kebakaran harus memiliki saklar pemindah terdedikasi bila
diperlukan.
7.8.2.4
Alat kontrol pompa kebakaran dan saklar pemindah (lihat butir 7.8.2.1 dan
7.8.2.2) harus masing-masing memiliki tanda peringatan yang menunjukkan bahwa saklar
isolasi untuk alat kontrol maupun saklar pemindah adalah terbuka sebelum melayani alat
kontrol, saklar pemindah atau motor.
7.8.3

Persyaratan Saklar Pemindah Daya

7.8.3.1
Saklar pemindah daya harus teruji secara khusus untuk melayani pompa
kebakaran.
7.8.3.2
Saklar pemindah daya harus cocok untuk arus sirkit pendek yang ada pada
terminal saklar pemindah normal dan terminal input pengganti.
7.8.3.3
mekanik.

Saklar pemindah daya harus dioperasikan secara elektrik dan ditahan secara

7.8.3.4
Saklar pemindah daya harus mempunyai dayakuda nominal paling tidak sama
dengan dayakuda motor atau, bila dalam besaran amper, harus memiliki amper nominal
tidak kurang dari 115 persen arus beban penuh motor dan juga sesuai untuk mensaklar arus
rotor terkunci motor.

50 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.8.3.5
Sarana saklar pemindah daya untuk operasi manual (tanpa elektrik) harus
disediakan. Sarana manual ini tidak harus dioperasikan dari luar.
7.8.3.6
Saklar pemindah daya harus disediakan dengan alat pengindra tegangan rendah
untuk mengamati semua jalur tidak dibumikan dari sumber daya normal. Bila tegangan pada
suatu fasa pada terminal beban pemutus sirkit pada alat kontrol pompa kebakaran jatuh
dibawah 85 persen tegangan nominal motor, saklar pemindah daya harus secara otomatik
mengawali pemindahan ke sumber pengganti. Bila tegangan pada semua fasa dari sumber
normal telah balik ke batas yang dapat diterima, alat kontrol pompa kebakaran harus dapat
diperbolehkan dipindahkan kembali ke sumber normal. Keterbalikan fasa daya sumber
normal (lihat butir 7.4.6.2) dapat menyebabkan suatu kerusakan daya sumber normal
tersimulasikan akibat pengindraan fasa terbalik.
Pengecualian:
Bila saklar pemindah daya bekerja secara elektrik di hulu dari pemutus sirkit alat kontrol pompa kebakaran,
tegangan dapat diperbolehkan diindra pada input saklar pemindah daya sebagai pengganti pada terminal beban
pemutus tenaga alat kontrol pompa kebakaran.
7.8.3.7
Alat pengindra frekuensi dan tegangan harus disediakan untuk mengamati
sedikitnya satu konduktor tak dibumikan dari sumber daya pengganti. Pemindahan ke
sumber pengganti harus dicegah sampai adanya tegangan dan frekuensi untuk melayani
beban pompa kebakaran.
Pengecualian:
Bila sumber pengganti tersedia dari sumber daya umum lain (kedua), alat pengindra tegangan rendah harus
mengamati semua konduktor yang tidak dibumikan sebagai pengganti alat pengindra frekuensi.
7.8.3.8
Dua indikator yang terlihat dari luar harus disediakan untuk menunjukkan dari
sumber daya mana alat kontrol pompa kebakaran tersambungkan.
7.8.3.9
Harus disediakan sarana untuk menunda pemindahan kembali dari sumber
pengganti ke sumber normal sampai sumber normal stabil kembali. Penundaan waktu ini
harus dapat di bypass secara otomatik bila sumber pengganti gagal.
7.8.3.10
Harus disediakan sarana untuk mencegah arus masuk yang lebih besar daripada
normal pada saat pemindahan motor pompa kebakaran dari satu sumber ke sumber lainnya.
7.8.3.11
Saklar pemindah daya harus tidak memiliki pemroteksi sirkit pendek integral atau
arus lebih.
7.8.3.12

Hal-hal berikut harus disediakan:

a)

Alat untuk menunda start generator pengganti untuk mencegah kegagalan start pada
saat terjadinya penurunan dan pemutusan sementara sumber normal.

b)

Suatu lup sirkit ke generator pengganti dimana salah satu pembukaan atau penutupan
sirkit akan menstart generator pengganti (bila diperintah oleh saklar pemindah daya)
(lihat butir 7.8.3.6).

c)

Sarana untuk mencegah pengiriman sinyal untuk menstart generator pengganti bila
diperintah oleh saklar pengganti daya, bila saklar isolasi pada sisi sumber pengganti
saklar pemindah dalam keadaan terbuka.

7.8.3.13
Saklar penguji sewaktu-waktu, dapat dioperasikan dari luar, yang akan
mensimulasikan kerusakan sumber daya normal, harus disediakan pada panel.

51 dari 142

SNI 03-6570-2001

7.8.3.14
Kontak buka atau tutup pembantu yang dioperasikan secara mekanik oleh
mekanisme saklar pemindah daya pompa kebakaran harus disediakan untuk menunjukkan
indikasi jarak jauh bahwa alat kontrol pompa kebakaran telah dipindahkan ke sumber
pengganti.
7.9

Alat Kontrol Untuk Motor Pompa Konsentrat Busa

7.9.1

Perlengkapan Kontrol.

Alat kontrol untuk motor pompa konsentrat busa harus memenuhi persyaratan butir 7.1
sampai 7.5, atau 7.7 (dan 7.8, bila diminta) kecuali seperti yang ada pada butir 7.9.2 sampai
7.9.5.
7.9.2

Start Otomatik.

Sebagai pengganti saklar tekanan yang diuraikan pada butir 7.5.2.1, penstartan otomatik
harus mampu dilakukan oleh pengaktifan otomatik salah satu kontak jarak jauh buka normal
atau tutup normal.
7.9.3

Metoda Stop.

Pengatur waktu perioda jalan diuraikan pada butir 7.5.4.b), bila diperlukan, harus diset untuk
paling lama 10 menit tetapi tidak kurang dari 1 menit pada alat kontrol yang digunakan untuk
melayani pompa busa. Harus disediakan alat stop manual. Stop otomatik tidak
diperbolehkan.
7.9.4

Pengunci (lockout).

Bila diperlukan, alat kontrol harus memiliki alat khusus pengunci bila digunakan pada
penerapan siap kerja. Bilamana disediakan, penghenti ini harus ditunjukkan oleh penunjuk
yang nampak dan berkemampuan untuk memberi tanda pada lapangan yang jauh.
7.9.5

Penandaan.

Alat kontrol harus ditandai dengan Alat Kontrol Pompa Busa.

Penggerak Motor Diesel.

8.1

Umum.

8.1.1

Seleksi.

Seleksi dari peralatan pompa kebakaran dengan penggerak motor diesel untuk setiap situasi
harus didasarkan pada pertimbangan secara teliti faktor berikut:
a)

Tipe kontrol yang paling andal.

b)

Pasokan bahan bakar.

c)

Instalasi.

d)

Start dan mengoperasikan motor diesel.

8.1.2

Catatan Pengalaman.

Motor diesel telah terbukti merupakan motor bahan bakar yang dapat diandalkan untuk
menggerakkan pompa kebakaran. Motor bahan bakar yang menggunakan percikan nyala

52 dari 142

SNI 03-6570-2001

(busi) tidak diperkenankan untuk digunakan, kecuali untuk instalasi yang telah dibuat
sebelum standar ini disusun.
Pembatasan ini tidak boleh diartikan tidak termasuk turbin gas sebagai penggerak pompa di
masa mendatang.
8.2

Motor.

8.2.1

Teruji.

8.2.1.1

Motor harus diuji untuk melayani pompa kebakaran.

8.2.1.2
Motor harus diuji secara spesifik oleh laboratorium penguji untuk melayani
pompa kebakaran.
8.2.2

Nilai Nominal Motor.

8.2.2.1*
Nilai nominal motor harus berdasarkan kondisi standar Society of Automotive
Engineers (SAE), yaitu pada tekanan 752,1 mm kolom air raksa (29,61 inch Hg) dan
temperatur udara 250C pada ketinggian kurang lebih 91,4 m (300 ft) diatas permukaan laut,
dilakukan lewat pengujian di laboratorium yang diakui.
8.2.2.2
Nilai nominal daya kuda teruji dari motor yang diuji di laboratorium pengujian
dengan kondisi standar SAE, harus dapat diterima.
8.2.2.3
Dalam hal khusus, motor yang berada di luar rentang daya dan tipe motor yang
teruji, harus mempunyai kemampuan daya kuda bila dipakai untuk melayani gerakan pompa
kebakaran, tidak kurang dari 10 persen lebih besar dari daya kuda rem maksimum
dibutuhkan pompa pada setiap kondisi beban pompa. Motor harus memenuhi semua
persyaratan lain dari motor yang teruji.
8.2.2.4*
Pengurangan sebanyak 3 persen dari daya kuda nominal motor pada kondisi
standar SAE harus dibuat untuk motor diesel yang dipasang pada ketinggian 305 m (1.000
ft) di atas 91,4 m (300 ft).
8.2.2.5*
Untuk motor diesel yang berada pada temperatur udara luar di atas 250C, maka
untuk setiap kenaikan 5,60C (100F) menurut koreksi kondisi standar SAE, pengurangan daya
kuda nominalnya sebesar 1 persen harus dibuat.
8.2.2.6
Bila penggerak dengan roda gigi siku tegak lurus (lihat butir 8.2.3.2) digunakan
antara pompa turbin vertikal dan penggeraknya, daya kuda yang diperlukan oleh pompa
harus diperbesar untuk mengatasi kehilangan daya di roda gigi penggerak.
8.2.2.7
Bila telah memenuhi persyaratan sebagaimana tertera pada butir 8.2.2.1. sampai
dengan butir 8.2.2.6, motor setelah dijalankan minimum 4 jam, harus mempunyai daya kuda
nominal sama atau lebih besar dari daya kuda rem yang dibutuhkan untuk menggerakkan
pompa pada kecepatan nominalnya di bawah setiap kondisi beban pompa.
8.2.3

Sambungan Motor ke Pompa.

8.2.3.1

Pompa Poros Horisontal.

Motor harus disambung ke pompa poros horisontal dengan menggunakan kopling fleksibel
atau poros sambungan fleksibel teruji untuk pelayanan ini. Kopling fleksibel harus dipasang
langsung pada roda gigi terbang (flywheel) motor atau pada bagian terpendek dari poros
(lihat butir 3.5).

53 dari 142

SNI 03-6570-2001

8.2.3.2

Pompa Tipe Turbin Poros Vertikal.

Motor harus disambung ke pompa poros vertikal dengan menggunakan penggerak roda gigi
siku tegak lurus dengan poros sambungan fleksibel teruji yang akan mencegah terjadinya
tegangan yang berlebihan pada motor atau roda gigi penggeraknya (lihat butir 4.5).
Pengecualian :
Motor diesel dan turbin uap yang dirancang dan teruji untuk instalasi vertikal dengan pompa tipe turbin poros
vertikal harus diijinkan untuk menggunakan poros padat dan tidak membutuhkan roda gigi penggerak siku tegak
lurus tetapi membutuhkan lidah untuk mencegah putaran balik.
8.2.4

Instrumentasi dan Kontrol.

8.2.4.1

Governor.

Motor harus dilengkapi dengan governor yang mampu mengatur kecepatan motor dalam
rentang 10 persen antara kondisi pompa tak berbeban sampai beban maksimum pompa.
Governor harus dapat diatur di lapangan dan diset serta diamankan untuk mempertahankan
kecepatan nominalnya pada beban maksimum pompa.
8.2.4.2

Alat Pemutus Kecepatan Lebih.

Motor harus dilengkapi dengan alat pemutus kecepatan lebih. Alat ini harus diatur
sedemikian rupa sehingga menghentikan motor pada saat kecepatan mencapai kurang lebih
20% di atas kecepatan nominal motor dan dapat direset secara manual.
Suatu sarana harus didakan untuk menunjukkan adanya sinyal gangguan kecepatan lebih ke
alat kontrol otomatik sehingga alat kontrol tidak dapat direset sebelum alat pemutus
kecepatan lebih direset secara manual ke operasi normal.
8.2.4.3

Tachometer (=Alat Pengukur Kecepatan Putar).

Suatu tachometer harus diadakan untuk menunjukkan putaran motor per menit. Tachometer
ini harus tipe yang lengkap, atau harus dilengkapi dengan suatu meteran jam untuk
mencatat total waktu operasinya motor.
8.2.4.4

Pengukur Tekanan Minyak.

Motor harus dilengkapi dengan suatu pengukur tekanan minyak untuk menunjukkan tekanan
minyak pelumas.
8.2.4.5

Pengukur Temperatur.

Motor harus dilengkapi dengan pengukur temperatur untuk menunjukkan temperatur media
pendingin motor pada setiap saat.
8.2.4.6

Panel Instrumen.

Semua instrumen motor harus diletakkan pada panel yang sesuai dan diamankan terhadap
motor pada kedudukan yang tepat.
8.2.4.7*

Pengkabelan Alat Kontrol Otomatik di Pabrik Motor.

Semua sambungan kabel untuk alat kontrol otomatik harus di tata atau tertutup secara
fleksibel, terpasang pada motor dan disambung dalam suatu kotak penyambung ke motor
dengan terminal yang diberi nomor sesuai dengan nomor terminal alat kontrol.

54 dari 142

SNI 03-6570-2001

8.2.4.8*

Pengkabelan Alat Kontrol Otomatik di Lokasi.

Hubungan internal antara alat kontrol otomatik dan kotak penyambung ke motor harus
dilakukan dengan menggunakan kabel jenis berserabut dan ukurannya ditentukan
berdasarkan beban kerja terus menerus.
8.2.4.9*

Kontaktor Baterai Utama.

Kontaktor baterai utama yang memasok arus listrik motor ke starter harus mampu
dioperasikan secara manual untuk memberikan arus listrik pada motor starter pada saat
terjadinya kegagalan pada sirkit kontrol.
8.2.4.10

Sinyal untuk Motor Sedang Berjalan dan Berhenti.

Motor harus dilengkapi dengan sakelar yang peka terhadap kecepatan untuk memberi sinyal
motor sedang berjalan atau berhenti. Daya untuk sinyal ini harus diperoleh dari suatu
sumber lain, bukan dari generatornya sendiri.
8.2.4.11

Elemen Pengkabelan.

Semua pengkabelan pada motor termasuk sirkit untuk start ukurannya harus ditentukan
berdasarkan beban kerja terus menerus.
Pengecualian :
Kabel untuk baterai harus disediakan sesuai rekomendasi pabrik pembuat motor.
8.2.5

Metoda start.

8.2.5.1

Alat start.

Motor harus dilengkapi dengan alat start yang handal.


8.2.5.2

Start secara Listrik.

Bila start listrik digunakan, alat start listrik harus mengambil arus listrik dari suatu baterai.
8.2.5.2.1

Jumlah dan Kapasitas Baterai.

Baterai lead acid harus disediakan dalam kondisi kosong dimana cairan elektrolitnya
ditempatkan dalam wadah terpisah. Cairan elektrolit harus ditambahkan pada saat motor
akan dijalankan, dan baterai siap digunakan.
Apabila baterai Nikel-Cadmium akan digunakan, harus disediakan sesuai persyaratan pabrik
pembuat.
Pengecualian:
Baterai jenis lain boleh digunakan untuk dipasang sesuai persyaratan pabrik pembuatnya.
8.2.5.2.3

Pengisian Ulang Baterai.

Harus disediakan dua macam sarana pengisian ulang baterai. Satu harus diperoleh dari
generatornya sendiri dan yang satu lagi diperoleh dari suatu alat pengisi yang alat kontrolnya
secara otomatik mendapatkan daya dari sumber arus bolak balik lainnya.

55 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian:
Bila suatu daya arus bolak balik tidak tersedia atau tidak andal, suatu metoda pengisian tambahan selain dari
generatornya sendiri harus disediakan.
8.2.5.2.4

Alat Pengisi Baterai.

Persyaratan untuk alat pengisi baterai adalah sebagai berikut :


a)

Alat pengisi harus secara spesifik teruji untuk melayani pompa kebakaran.

b)

Rectifier harus dari tipe semiconductor.

c)

Alat pengisi untuk suatu baterai lead-acid harus dari tipe yang secara otomatik dapat
mengurangi arus pengisiannya kurang dari 500 mA bila baterai telah mencapai kondisi
terisi penuh.

d)

Alat pengisi baterai pada tegangan nominalnya harus mampu memasok energi pada
baterai yang telah kosong dengan cara yang tidak merusak baterai dan harus dapat
mengembalikan 100 persen kapasitas baterai sebagai cadangan atau amper-jam
nominalnya dalam waktu kurang lebih 24 jam.

e)

Alat pengisi harus memberi tanda pada saat kapasitas atau ampere-jam nominalnya
telah terpenuhi, dan dapat diisi ulang sesuai butir 8.2.5.2.4.d).

f)

Suatu amper-meter dengan tingkat ketelitian 5 persen dari pengisian normal


nominalnya harus disediakan untuk menunjukkan operasi dari alat pengisi.

g)

Alat pengisi harus dirancang sedemikian rupa sehingga tidak merusak atau
memutuskan pengaman lebur selama jangka waktu siklus perputaran motor bila
dioperasikan oleh suatu alat kontrol secara otomatik atau manual.

h)

Alat pengisi harus secara otomatik mengisi pada laju maksimum bila diperlukan oleh
baterai.

i).

Alat pengisi baterai harus di tata untuk menunjukkan rugi-rugi output pada sisi beban
dari alat proteksi arus lebih arus searah bila tidak tersambung ke panel kontrol {lihat
butir 9.4.1.3.f)}.

8.2.5.2.5* Lokasi Baterai.


Baterai harus ditempatkan pada suatu rak di atas lantai, diamankan terhadap pergeseran
dan diletakkan pada lokasi yang bebas dari temperatur tinggi, getaran, kerusakan mekanis
atau terendam air. Baterai ini harus mudah dijangkau untuk pemeliharaan. Kabel baterai
harus ditentukan ukurannya sesuai dengan rekomendasi dari pembuat motor dengan
memperhatikan panjang kabel yang diperlukan untuk lapangan baterai tertentu.
8.2.5.2.6

Lokasi Bagian Penghantar Arus.

Bagian-bagian penghantar arus harus ditempatkan tidak boleh kurang dari 305 mm (12 inci)
dui atas permukaan lantai.
8.2.5.3

Start secara Hidraulik.

8.2.5.3.1 Bila start dengan hidraulik digunakan, akumulator dan perlengkapan lainnya
harus disimpan dalam lemari dan dilindungi sedemikian rupa sehingga bebas dari kerusakan
mekanik. Lemari ini harus diletakkan sedekat mungkin dengan motor untuk mencegah
penurunan tekanan yang terlalu besar antara motor dan lemari.

56 dari 142

SNI 03-6570-2001

Motor diesel yang terpasang harus tanpa alat bantu untuk start, kecuali harus menggunakan
alat pemanas air listrik pada selubung luar (jacket) motor yang dikontrol secara thermostatik.
Diesel yang terpasang harus mampu memikul beban penuh nominalnya dalam waktu 20
detik detik setelah distart dengan udara intake, temperatur udara ruangan dan semua
peralatannya pada 00C (320F).
8.2.5.3.2

Cara start dengan hidraulik, harus memenuhi kondisi sebagai berikut:

a)

alat pemutar poros engkol hidraulik harus sistem yang berdiri sendiri yang dapat
menyediakan gaya untuk memutaran poros engkol yang diperlukan dalam putaran per
menit (rpm) sebagaimana direkomendasikan pabrik pembuat motor.

b)

Sarana yang dioperasikan dengan listrik harus secara otomatik menyediakan dan
mempertahankan tekanan hidraulik yang tersimpan dalam batas tekanan yang telah
lebih dahulu ditentukan.

c)

Sarana otomatik mempertahankan sistem hidraulik dalam batas tekanan yang telah
lebih dahulu ditentukan, harus dipasok dari jalur utama dan jalur darurat bila tersedia.

d)

Sarana harus disediakan untuk mengisi ulang secara manual sistem hidraulik.

e)

Kapasitas dari sistem untuk memutarkan poros engkol secara hidraulik harus
menyediakan tidak kurang dari enam kali siklus pemutaran poros engkol.
Setiap siklus pemutaran poros engkol tiga kali pertama secara otomatik dari sumber
sinyal harus menyediakan sejumlah putaran per menit yang disyaratkan untuk
memungkinkan motor diesel memenuhi persyaratan memikul beban nominal penuh
dalam waktu 20 detik setelah pemutaran engkol diawali dengan udara intake,
temperatur udara ruangan, dan sistem pemutaran poros engkol pada 00C (320F).

f)

Kapasitas dari sistem untuk memutarkan poros engkol secara hidraulik cukup untuk
start tiga kali pada kondisi sebagaimana dijelaskan dalam butir 8.2.5.3.2, harus
tersedia dan diatur sedemikian rupa sehingga operasi dari satu kontrol tunggal oleh
satu orang memungkinkan kapasitas cadangan dapat digunakan.

g)

Semua kontrol harus digerakkan oleh sumber listrik arus searah 12 Volt atau 24 Volt
untuk mengakomodasi pemberhentian motor pada saat tekanan minyak pelumas
rendah, kecepatan lebih, dan tempertatur air pada selubung luar motor tinggi.
Pada saat terjadinya kegagalan semacam ini, sistem untuk memutarkan poros engkol
secara hidraulik harus menyediakan suatu interlock untuk mencegah motor
melakukan pemutaran poros engkol ulang. Interlock ini harus di reset secara manual
untuk kembali dapat distart setelah kegagalan motor diperbaiki.

8.2.5.4

Start dengan Udara.

8.2.5.4.1

Persyaratan yang Telah Ada.

Sebagai tambahan terhadap persyaratan dalam butir 8.1 sampai dengan butir 8.2.4.6,
8.2.5.1, 8.2.6 sampai dengan butir 8.6.2, 8.6.4 dan 8.6.5, peraturan berikut ini juga berlaku.
8.2.5.4.2

Sambungan Alat Kontrol Otomatik di Pabrik Pembuat.

Semua konduktor untuk alat kontrol otomatik harus di tata rapih atau tertutup secara
fleksibel, terpasang pada motor dan disambung dalam suatu kotak penyambung motor ke

57 dari 142

SNI 03-6570-2001

terminal yang diberi nomor sesuai dengan nomor terminal di alat kontrol. Persyaratan ini
harus memastikan siapnya sambungan di lokasi antara kedua pasang terminal.
8.2.5.4.3

Sinyal untuk Motor Sedang Berjalan dan Berhenti.

Motor harus dilengkapi dengan sakelar yang peka terhadap kecepatan untuk memberi sinyal
motor sedang berjalan dan berhenti. Daya dari sinyal ini diperoleh dari suatu sumber lain dari
kompresor motornya sendiri.
8.2.5.4.4* Pasokan Udara untuk Start.
8.2.5.4.4.1 Tabung penyimpan untuk pasokan udara ukurannya harus ditentukan cukup
untuk memutarkan poros engkol secara terus menerus tanpa pengisian ulang selama 180
detik. Harus disediakan terpisah, kompresor udara otomatik atau sarana memperoleh udara
dari beberapa sistem lain, tidak tergantung dari kompresor yang digerakkan oleh motor
pompa kebakaran. Alat pengamat yang cocok harus disediakan untuk menunjukkan kondisi
tekanan udara tinggi dan rendah.
8.2.5.4.4.2 Suatu bypass konduktor dengan katup manual atau sakelar harus dipasang
untuk mengalirkan udara langsung dari tabung penyimpanan udara ke motor starter pada
keadaan terjadinya kegagalan sirkit kontrol.
8.2.6

Pendinginan Motor.

8.2.6.1
Sistem pendinginan motor harus termasuk bagian dari rakitan motor dan harus
merupakan salah satu tipe sirkit tertutup berikut ini :
a)

Tipe alat penukar kalor,


termasuk pompa sirkulasi yang digerakkan oleh motor, alat penukar kalor, dan satu
alat pengatur temperatur air pendingin motor.

b)

Tipe radiator,
termasuk pompa sirkulasi yang digerakkan oleh motor, radiator, alat pengatur
temperatur air pendingin dan fan yang digerakkan oleh motor untuk pendinginan
radiator.

8.2.6.2

Air Pendingin dan Lubang Penutup untuk Pengisian.

Lubang harus disediakan di sirkit untuk pengisian air, memeriksa ketinggian permukaan air
pendingin bila diperlukan dan menambah air pendingin. Air pendingin harus memenuhi
rekomendasi dari pabrik pembuat motor.
8.2.6.3*

Pasokan Air untuk Peralatan Penukar Kalor.

8.2.6.3.1

Pasokan.

Pasokan air pendingin untuk tipe sistem alat penukar kalor harus diambil dari pelepasan
pompa sebelum katup searah pompa.
Pipa kaku berulir harus digunakan untuk sambungan ini. Sambungan pipa pada arah aliran
harus dilengkapi dengan katup penutup manual yang diberi tanda, saringan dari jenis yang
dapat dibersihkan dan disetujui sebagai tambahan yang merupakan bagian dari katup
pengatur tekanan, katup pengatur tekanan, katup otomatik teruji ( dari klas untuk proteksi
kebakaran) dan katup penutup manual kedua yang bertanda. Suatu pengukur tekanan harus
dipasang di sistem pasokan air pendingin setelah katup manual terakhir di sisi motor.

58 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian:
Katup otomatik tidak diperlukan pada pompa turbin poros vertikal atau setiap pompa lainnya bila tidak ada
tekanan pada pelepasan jika pompa tidak bekerja.
8.2.6.3.2

Katup Pengatur Tekanan.

Katup pengatur tekanan harus cukup besar dan dari jenis yang memungkinkan dan dapat
mengatur untuk mengalirkan kurang lebih 120 persen air pendingin yang diperlukan bila
motor beroperasi pada daya kuda rem maksimum dan bila katup pengatur memasok air
dengan tekanan pompa yang memompa 150 persen dari kapasitas nominalnya. Aliran air
pendingin yang diperlukan harus diset berdasarkan air pendingin udara luar maksimum.
8.2.6.3.3

Katup Otomatik.

Katup otomatik harus memungkinkan aliran air pendingin mengalir ke motor bila sedang
berjalan.
8.2.6.4*

Bypass Pasokan Air pada Peralatan Penukar Kalor.

Pipa bypass dengan katup manual, saringan yang dapat dibersihkan, dan suatu katup
pengatur tekanan, harus dipasang disekitar katup sekitar katup penutup manual, saringan,
pengatur tekanan dan katup otomatik.
8.2.6.5

Outlet Air Bekas dari Peralatan Penukar Kalor.

8.2.6.5.1 Outlet harus disediakan untuk saluran air bekas dari peralatan penukar kalor dan
saluran pelepasan harus tidak boleh lebih kecil dari satu ukuran lebih besar saluran inlet.
Saluran outlet harus sependek mungkin, harus menyediakan pelepasan ke dalam kerucut air
bekas terbuka yang dapat dilihat dan harus tidak mempunyai katup di dalamnya.
Pengecualian :
Diperkenankan untuk disalurkan ke reservoir hisap yang dilengkapi dengan pemasangan indikator aliran dan
temperatur yang dapat dilihat.
8.2.6.5.2 Bila pipa outlet air bekas lebih panjang dari 4,8 m (15 ft) dan /atau outlet
pelepasannya lebih tinggi 1,2 m (4 ft) dari peralatan penukar kalor, ukuran pipa harus
dinaikkan sedikitnya satu ukuran.
8.2.6.6

Radiator.

8.2.6.6.1 Panas dari sirkit utama radiator harus dikeluarkan oleh suatu fan yang termasuk
di dalamnya, dan digerakkan oleh motor. Radiator harus dirancang untuk membatasi
temperatur maksimum operasi motor dengan temperatur udara inlet 490C (1200F) pada inlet
alat pembersih udara pembakaran.
Radiator harus termasuk plambing ke motor dan flens pada sisi udara pelepasan untuk
sambungan dakting fleksibel dari sisi pelepasan ke ventilator udara pelepasan.
8.2.6.6.2 Fan harus mendorong udara melalui radiator untuk dikeluarkan dari ruangan
melalui ventilator pelepasan udara. Untuk menjamin aliran udara yang cukup melalui
ruangan dan radiator, paket radiator pendingin harus mampu mengatasi tahanan yang
disebabkan oleh kombinasi pasokan udara dan ventilator pelepasan sebesar 13 mm kolom
air (0,5 inch.w.g). Tahanan bagian luar ini merupakan tambahan pada radiator, pelindung fan
dan gangguan komponen motor lainnya. Fan harus dilindungi untuk ptoteksi orang.

59 dari 142

SNI 03-6570-2001

8.3*

Pompa dan Proteksi Motor.

8.3.1

Pembuangan Air untuk Ruangan pompa.

Lantai atau permukaan disekitar pompa dan motor harus dibuat landai untuk mengalirkan
dengan baik air yang ke luar dari peralatan yang kritis, seperti pompa, motor, alat kontrol,
tangki bahan bakar dan sebagainya.
8.3.2*

Ventilasi.

Ventilasi harus disediakan untuk fungsi berikut ini :


a)

Mengontrol temperatur maksimum sampai 490C (1200F) pada inlet alat pembersih
udara pembakaran dengan motor berjalan pada beban nominal.

b)

Udara pasok untuk pembakaran motor.

c)

Mengeluarkan setiap uap yang berbahaya.

d)

Memasok dan membuang udara sebagaimana diperlukan untuk pendinginan radiator


motor bila diperlukan.

Komponen sistem ventilasi harus dikoordinasikan dengan operasi motor.


8.3.2.1*

Ventilator Pemasok Udara.

Ventilator pemasok udara harus dipertimbangkan termasuk segala sesuatu yang ada di
dalam jalur pasokan udara menuju ruangan. Jalur pasokan udara total ke ruangan pompa
tidak boleh menghambat aliran udara lebih besar dari 5,1 mm kolom air (0,2 inch w.g).
8.3.2.2*

Ventilator Pelepasan Udara.

Ventilator pelepasan udara harus dipertimbangkan termasuk segala sesuatu dalam jalur
pelepasan udara dari ruangan. Ventilator pelepasan udara harus memungkingkan udara
yang cukup untuk ke luar dari ruangan pompa untuk memenuhi butir 8.3.2.
Untuk motor yang didinginkan dengan radiator, pelepasan radiator harus dihubungkan
dengan dakting ke udara luar sebagai suatu cara yang akan mencegah sirkulasi ulang.
Dakting harus dilekatkan pada radiator dengan menggunakan bagian yang fleksibel. Jalur
pelepasan udara untuk motor yang didinginkan dengan radiator, tidak boleh menghambat
aliran udara lebih dari 7,6 mm kolom air (0,3 inch w.g).
Pengecualian :
Dakting sirkulasi ulang yang dapat diterima untuk pengoperasian pada cuaca dingin yang menyediakan
persyaratan yang memenuhi sebagai berikut :
a)

Aliran sirkulasi ulang udara diatur oleh damper yang dikontrol oleh termostatik.

b)

Damper kontrol menutup penuh pada kegagalan moda.

c)

Udara disirkulasai ulang dengan menggunakan dakting untuk mencegah


radiator.

d)

Dakting sirkulasi ulang tidak akan menyebabkan temperatur pada inlet pembersih udara pembakaran naik
di atas 490C (1200F).

60 dari 142

sirkulasi ulang langsung

SNI 03-6570-2001

8.4

Pasokan Bahan Bakar.

8.4.1

Tinjauan Perencanaan.

Sebelum sistem bahan bakar dipasang, perencanaan harus disiapkan dan diajukan kepada
instansi berwenang untuk disetujui tentang kesesuaian sistem untuk kondisi yang ada.
8.4.2

Pelindung.

Suatu pelindung atau pipa proteksi harus disediakan untuk semua jalur pipa bahan bakar
yang terbuka.
8.4.3*

Kapasitas Tangki Bahan Bakar.

Tangki pemasok bahan bakar harus mempunyai kapasitas sedikitnya 5 liter/kW ditambah 5
persen volume untuk ekspansi dan 5 persen volume untuk pengurasan. Kapasitas tangki
yang lebih dapat dipersyaratkan dan harus ditentukan untuk mengatasi kondisi seperti siklus
pengisian ulang dan pemanasan bahan bakar karena sirkulasi ulang, serta harus terutama
untuk kondisi spesifik dalam setiap kasus. Tangki pasokan bahan bakar dan bahan bakar
harus dicadangkan untuk kebutuhan di luar kebutuhan untuk motor diesel pompa kebakaran.
8.4.4

Pompa Jamak.

Jalur pipa bahan bakar harus terpisah dan tangki bahan bakar juga terpisah untuk setiap
motor.
8.4.5*

Lokasi Pasokan Bahan Bakar.

Tangki pasokan bahan bakar diesel harus diletakkan di atas tanah sesuai peraturan
setempat atau peraturan lainnya dan harus sesuai dengan persyaratan dari instansi
berwenang, serta tidak boleh di tanam. Sambungan pasokan bahan bakar motor (pipa hisap)
harus dipasang pada tangki sehingga 5 persen dari isi tangki merupakan sisa isi yang tidak
dapat digunakan oleh motor.
Pasokan bahan bakar harus diletakkan pada sisi tangki dimana pada taraf 5 persen
merupakan volume sisa. Inlet ke jalur pipa pasokan bahan bakar harus dipasang, sehingga
bukaannya tidak lebih rendah dari permukaan pompa pengisi bahan bakar. Batas tekanan
statik dari pompa bahan bakar yang dipasok oleh pembuat motor tidak boleh dilampaui bila
permukaan dari bahan bakar di dalam tangki pada keadaan maksimum. Pipa balik bahan
bakar harus dipasang sesuai rekomendasi pembuat motor. Di daerah di mana temperatur
dapat mencapai titik beku 00C (320F) tangki bahan bakar harus diletakkan di ruangan pompa.
Selainnya pipa untuk dapat melihat setiap tangki penyimpanan harus dilengkapi cara lain
untuk dapat menentukan jumlah bahan bakar di setiap tangki. Setiap tangki harus
mempunyai isi yang memadai, sambungan pipa pembuangan dan sambungan penghawaan.
8.4.6*

Pemipaan Bahan Bakar.

Slang fleksibel yang tahan api, teruji untuk pelayanan ini, harus disediakan dekat motor
untuk sambungan ke sistem pemipaan bahan bakar.
8.4.7*

Jenis Bahan Bakar.

Jenis dan tingkat dari bahan bakar diesel harus sesuai dengan yang ditentukan oleh
pembuat motor. Bahan bakar residu, minyak untuk pemanas tungku dan minyak pelumas
cair tidak boleh digunakan.

61 dari 142

SNI 03-6570-2001

8.4.8

Katup Solenoid Bahan Bakar.

Bilamana suatu katup solenoid listrik digunakan untuk mengatur pasokan bahan bakar
motor, harus mampu juga dioperasikan secara mekanikal manual atau secara manual di
bypass pada saat terjadinya kegagalan sirkit kontrol.
8.5

Saluran Pembuangan (Exhaust) Motor.

8.5.1

Pembuangan Bebas.

Setiap motor pompa harus mempunyai sistem pembuangan bebas.


8.5.2

Lokasi Pelepasan Pembuangan.

Pembuangan dari motor harus disalurkan ke titik yang aman di luar sehingga bebas air. Gas
pembuangan harus tidak dilepaskan di mana dapat mengganggu orang atau
membahayakan bangunan.
8.5.3*

Pemipaan Pembuangan.

Suatu sambungan fleksibel yang tanpa klem atau di las berombak harus dibuat antara outlet
pembuangan motor dan pipa pembuangan. Pada pembuangan tidak boleh lebih kecil dari
outlet pembuangan motor dan harus sependek mungkin. Pipa pembuangan harus dilapisi
dengan isolasi temperatur tinggi atau dengan kata lain dilindungi untuk memproteksi agar
tidak melukai orang.
Pipa pembuangan dan peredam suara bila digunakan harus sesuai dengan tujuan
penggunaannya dan tekanan balik pembuangan tidak boleh melampaui rekomendasi
pembuat motor.
Pada pembuangan harus dipasang dengan jarak bebas paling sedikit 229 mm (9 inch) dari
bahan yang mudah terbakar.
Pengecualian 1:
Pipa pembuangan yang lewat langsung melalui atap yang mudah terbakar harus dilindungi pada titik yang dilalui
oleh selongsong metal berventilasi dan diperpanjang 229 mm (9 inch) di atas dan 229 mm (9 inch) di bawah
konstruksi atap dan tidak kurang dari 152 mm (6 inch) lebih besar dalam diameter terhadap pipa pembuangan.
Pengecualian 2:
Pipa pembuangan yang secara langsung lewat langsung melalui dinding mudah terbakar atau partisi, harus
dilindungi pada tempat yang dilalui dengan salah satu metoda di bawah ini:
a)

Selongsong metal yang berventilasi dan diameternya tidak kurang dari 305 mm (12 inch) lebih besar dari
pipa pembuangan.

b)

Selongsong metal atau keramik dipasang dengan susunan bata atau bahan lain yang disetujui dengan
syarat adanya isolasi tidak kurang dari 203 mm (8 inch) antara selongsong dan bahan konstruksi.

8.5.3.1
Sistem pembuangan harus berhenti di bagian luar bangunan pada titik di mana
gas panas, percikan atau produk hasil pembakaran yang dilepaskan tidak merusak.
8.5.3.2
Pemberhentian sistem pembuangan tidak boleh diarahkan langsung pada bahan
atau konstruksi yang mudah terbakar atau ke dalam atmosfer yang mengandung gas dan
uap yang dapat terbakar atau debu yang mudah terbakar.

62 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian:
Sistem pembuangan yang dilengkapi dengan peralatan penangkap percikan dibolehkan untuk berhenti di lokasi
sebagaimana diuraikan di SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
8.5.4

Manifol Pembuangan.

Manifol pembuangan harus dilengkapi cara untuk menghindari bahaya kepada operator atau
pada bahan mudah terbakar dekat motor.
8.6*

Operasi Sistem Penggerak.

8.6.1

Menjalankan Setiap Minggu.

Motor harus dihidupkan tidak kurang seminggu sekali dan dijalankan tidak kurang 30 menit
untuk mencapai temperatur kerja normal. Motor ini harus jalan dengan tenang pada
kecepatan nominalnya.
8.6.2*

Kinerja Sistem.

Motor harus dipertahankan tetap bersih, kering dan dilumasi dengan baik untuk menjamin
kinerja yang cukup.
8.6.3

Pemeliharaan Baterai.

8.6.3.1
Baterai harus tetap terisi setiap waktu. Baterai harus sering diuji untuk
menentukan kondisi dari sel baterai dan jumlah isi yang ada pada baterai.
8.6.3.2
Hanya air destilasi yang harus digunakan di dalam sel baterai. Platnya harus
selalu terendam setiap waktu.
8.6.3.3
Fasilitas otomatik dari alat pengisi baterai tidak dapat menggantikan pemelihara
an yang tepat dari baterai dan alat pengisinya. Pemeriksaan secara teratur harus dilakukan
untuk kedua-duanya. Pemeriksaan ini akan menentukan apakah alat pengisi bekerja dengan
benar, permukaan air di baterai benar, dan baterai menyimpan isi yang cukup.
8.6.4

Pemeliharaan Pasokan Bahan Bakar.

Tangki penyimpan bahan bakar harus dipertahankan tetap sepenuh mungkin pada setiap
waktu, tetapi tidak kurang dari 50 persen kapasitas tangki. Tangki harus selalu diisi dengan
cara yang dapat memastikan semua air dan bahan asing dapat tersingkir.
8.6.5*

Pemeliharaan Temperatur.

Temperatur ruangan pompa, rumah untuk pompa atau ditempat di mana motor dipasang,
tidak boleh lebih rendah dari minimum yang direkomendasikan oleh pembuat motor. Suatu
alat pemasa air selubung motor (jacket) harus disediakan untuk mempertahankan
temperatur 490C (1200F). Rekomendasi dari pembuat motor untuk pemanas minyak harus
diikuti.
8.6.6

Menghidupkan dan Memberhentikan Secara Darurat.

Urutan untuk operasi darurat secara manual, diatur dengan cara langkah demi langkah,
harus dipasang dekat motor pompa kebakaran. Menjadi kewajiban dari pembuat motor untuk
mencatat setiap instruksi spesifik tentang operasi dari peralatan ini waktu dioperasikan
secara darurat.

63 dari 142

SNI 03-6570-2001

Alat Kontrol Menggerakkan Motor.

9.1

Aplikasi

Bab ini menentukan persyaratan untuk kinerja minimum alat kontrol otomatik dan tidak
otomatik dari motor diesel untuk pompa kebakaran yang digerakkan oleh motor diesel.
Alat perlengkapan seperti monitor alarm dan sarana memberi sinyal, termasuk bila perlu
untuk memastikan kinerja minimum dari alat tersebut diatas.
9.1.1

Umum

9.1.1.1
Semua alat kontrol harus secara spesifik teruji untuk pelayanan pompa
kebakaran yang digerakkan oleh motor diesel.
9.1.1.2
Semua alat kontrol harus lengkap terpasang dengan pengkabelan dan diuji oleh
pabrik pembuat sebelum dikapalkan dari pabrik.
9.1.1.3
Semua alat kontrol harus diberi tanda Alat Kontrol Motor Diesel Pompa
Kebakaran dan harus terlihat dengan jelas nama dari sipembuat, indentifikasi tujuan dan
besaran elektrikal secara lengkap. Bilamana banyak pompa melayani daerah berlainan
atau bagian dari fasilitas yang ditentukan, suatu tanda yang cocok harus dipasang secara
menyolok disetiap alat kontrol menunjukkan daerah, zona atau bagian dari sistem yang
dilayani oleh pompa atau alat kontrol pompa.
9.1.1.4
Adalah tanggung jawab dari pabrik pembuat pompa atau perwakilannya yang
ditunjuk untuk membuat susunan yang diperlukan guna pelayanan alat kontrol. Perwakilan
dari pabrik pembuat bila diperlukan harus melayani dan menyetel peralatan selama
dilakukan pemasangan, pengujian dan dalam masa jaminan.
9.2

Lokasi

9.2.1
Alat kontrol harus diletakkan sedekat mungkin pada motor yang dikontrol dan
harus terlihat dari motor.
9.2.2
Alat kontrol harus diletakkan atau terlindung demikian rupa sehingga tidak dapat
dirusakkan oleh air yang keluar dari pompa atau sambungan pompa. Bagian dari alat kontrol
yang membawa arus harus tidak boleh lebih kurang dari 305 mm (12 inch) diatas permukaan
lantai.
9.2.3
Daerah bebas untuk kerja disekitar alat kontrol harus sesuai SNI 04-0225-2000,
tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
9.3.

Konstruksi

9.3.1*

Peralatan

Semua peralatan harus cocok untuk digunakan dilokasi seperti besemen yang lembab,
dengan syarat tingkat uap airnya sedang. Keandalan operasi tidak terlalu dipengaruhi oleh
kumpulan debu normal.
9.3.2

Pemasangan

Semua peralatan yang tidak dipasang pada motor harus dipasang dengan cara yang cukup
baik pada struktur penumpu tunggal yang tidak dapat terbakar.

64 dari 142

SNI 03-6570-2001

9.3.3

Panel.

9.3.3.1*

Pemasangan

Struktur atau panel harus dipasang dengan aman sesuai ketentuan yang berlaku. Bila
peralatan diletakkan di bagian luar atau berada dilingkungan khusus, panel bermutu yang
cocok harus digunakan.
9.3.3.2

Pembumian.

Panel harus dibumikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


9.3.4

Lemari yang Dapat Dikunci

Semua sakelar yang diperlukan untuk menyimpan alat kontrol dalam posisi otomatik harus
didalam lemari yang dapat dikunci dan memiliki panel kaca yang dapat dipecahkan.
9.3.5

Sambungan dan Pengkabelan

9.3.5.1

Pengkabelan di Lokasi.

Semua pengkabelan antara alat kontrol dan motor diesel harus menggunakan kabel
berserabut dan ukurannya ditentukan cukup membawa arus untuk pengisian atau arus
kontrol sebagaimana ditentukan oleh pabrik pembuat kontrol. Pengkabelan semacam ini
harus dilindungi terhadap kerusakan mekanikal. Spesifikasi dari pabrik pembuat alat kontrol
mengenai jarak dan ukuran kabel harus diikuti.
9.3.5.2

Elemen Pengkabelan

Elemen pengkabelan dan alat kontrol harus dirancang berdasarkan penggunaan secara
terus menerus.
9.3.5.3

Sambungan

Alat kontrol dari motor diesel pompa kebakaran tidak boleh digunakan sebagai kotak
sambungan untuk memasok peralatan lainnya. Konduktor pasokan listrik untuk pompa guna
mempertahankan tekanan (jockey atau make-up) harus tidak disambung ke alat kontrol
motor diesel pompa kebakaran.
9.3.6

Diagram Elektrikal dan Instruksi.

9.3.6.1
Diagram sambungan di lokasi harus disediakan dan di pasang secara tetap pada
bagian dalam dari panel.
9.3.6.2
Terminal sambungan di lokasi harus diberi tanda yang jelas berkaitan dengan
diagram sambungan di lokasi yang disediakan.
9.3.6.3
Untuk sambungan bagian luar motor, terminal sambungan di lokasi harus
dinomori sama antara kontrol dan terminal motor.
9.3.7

Penandaan.

Setiap komponen untuk operasi dari alat kontrol harus ditandai untuk menunjukkan secara
jelas suatu simbol indentifikasi yang tertera pada diagram skematik elektrikal. Tanda harus
diletakkan demikian rupa sehingga tetap terlihat setelah pemasangan.

65 dari 142

SNI 03-6570-2001

9.3.8*

Instruksi

Instruksi yang lengkap meliputi cara mengoperasikan alat kontrol harus disediakan dan
terpasang dengan menyolok pada alat kontrol.
9.4

Komponen

9.4.1

Alarm dan Alat Sinyal pada Alat Kontrol.

9.4.1.1

Semua indikator alarm yang tampak harus dapat dilihat dengan jelas.

9.4.1.2*
Semua indikator yang dapat dilihat harus disediakan untuk menunjukkan bahwa
alat kontrol berada dalam posisi otomatik. Bila indikator yang dapat dilihat ini suatu lampu
pilot, lampu ini harus mudah dijangkau untuk penggantian.
9.4.1.3
Indikator terpisah yang dapat dilihat serta alarm bunyi biasa yang dapat didengar
waktu motor sedang jalan dan dapat dioperasikan pada semua posisi dari sakelar utama
kecuali mematikan harus disediakan yang menunjukkan adanya penyebab gangguan berikut
ini :
a)

Tekanan minyak rendah kritis di sistem pelumasan


Alat kontrol harus menyediakan sarana untuk menguji posisi dari kontak sakelar
tekanan tanpa menyebabkan gangguan alarm.

b)

Temperatur cairan pendingin yang tinggi dari selubung motor.

c)

Kegagalan dari motor untuk distart secara otomatik.

d)

Diberhentikan karena kecepatan lebih.

e)

Kegagalan baterai. Setiap alat kontrol harus dilengkapi dengan indikator yang dapat
dilihat dan terpisah untuk setiap baterai.

f)

Kegagalan alat pengisi baterai


Setiap alat kontrol harus dilengkapi dengan indikator yang dapat dilihat dan terpisah
untuk setiap pengisi baterai yang gagal.
Pengecualian:
Alarm bunyi tidak diperlukan untuk pengisi baterai yang gagal.

g)

Tekanan udara atau hidraulik yang rendah.


Bila udara atau hidraulik disediakan untuk start (lihat butir 8.2.5 dan 8.2.5.4), setiap
tangki tekanan harus disediakan pada alat kontrol indikator yang dapat dilihat dan
terpisah untuk menunjukkan tekanan rendah.

9.4.1.4
Sakelar untuk meredam alarm bunyi tidak diperkenankan, selainnya sakelar
utama alat kontrol untuk alarm sebagaimana dipersyaratkan di butir 9.4.1.3
9.4.2

Alarm dan alat Sinyal Jarak Jauh dari Alat Kontrol.

Bilamana ruangan pompa tidak selalu ditunggui, alarm audibel atau alarm dapat dilihat
mendapat daya dari sumber selain dari baterai untuk start motor dan tidak melampaui 220 V
harus disediakan pada tempat dimana selalau ada penjaganya. Alarm ini harus
menunjukkan hal berikut ini :
a)

Motor sedang jalan (sinyal terpisah).

66 dari 142

SNI 03-6570-2001

b)

Sakelar utama alat kontrol telah diputar dan berada pada posisi tidak jalan atau posisi
manual (sinyal terpisah).

c)

Gangguan pada alat kontrol atau motor (terpisah atau sinyal bersamaan). (lihat butir
9.4.1.3)

9.4.3

Kontak Alat Kontrol Alarm untuk Indikasi Jarak Jauh.

Alat kontrol harus dilengkapi dengan kontak terbuka atau terturtup untuk mengoperasikan
sirkit yang kondisinya dicakup pada butir 9.4.2
9.4.4*

Alat Pencatat Tekanan

Alat pencatat tekanan yang teruji harus dipasang untuk mengindera dan mencatat disetiap
saluran pengindera tekanan alat kontrol pompa kebakaran pada input ke alat kontrol. Alat
pencatat harus dapat beroperasi untuk paling sedikit 7 hari tanpa di reset atau diputar
kembali.
Elemen pengindera tekanan dari alat pencatat harus mampu menerima hentakan tekanan
tinggi sesaat sedikitnya 27,6 bar (400 psi) tanpa kehilangan ketelitiannya.
Alat pencatat tekanan harus digerakkan secara mekanis dengan pegas atau digerakkan
dengan cara elektrikal yang handal. Alat pencatat tekanan tidak harus hanya tergantung
pada daya listrik arus bolak balik sebagai sumber daya utamanya. Pada saat hilangnya daya
listrik arus bolak balik, alat pencatat yang digerakkan oleh listrik harus tetap dapat beroperasi
paling sedikit 24 jam.
Pengecualian:
Pada alat kontrol yang digerakkan tanpa tekanan, alat pencatat tekanan tidak disyaratkan.
9.4.5

Voltmeter

Voltmeter dengan ketelitian 5 persen harus disediakan untuk setiap kumpulan baterai
untuk menunjukkan tegangan selama dilakukan pemutaran poros engkol.
9.5*

Start dan Kontrol

9.5.1

Otomatik dan Tidak Otomatik

9.5.1.1
otomatik.

Alat kontrol otomatik harus dapat juga beroperasi sebagai alat kontrol yang tidak

9.5.1.2

Sumber daya utama alat kontrol bukan daya listrik arus bolak balik.

9.5.2

Operasi Otomatik dari Alat Kontrol

9.5.2.1

Kontrol Tekanan Air

Sirkit kontrol harus disediakan dengan sakelar tekanan yang memiliki pangaturan kaliberasi
tinggi dan rendah yang independen. Tidak boleh digunakan penghambat tekanan atau orifis
pembatas didalam sakelar tekanan. Sakelar ini harus peka terhadap tekanan air di sistem
proteksi kebakaran. Elemen pengindera tekanan dari sakelar harus mampu menerima
hentakan tekanan tinggi sesaat minimum 27,6 bar (400 psi) tanpa kehilangan ketelitiannya.
Harus disediakan alat untuk mengurangi tekanan pada sakelar tekanan guna memungkinkan
pengujian operasi alat kontrol dan unit pemompaan {lihat gambar A.7.5.2.1 (a) dan (b)}.
Pengontrolan tekanan air harus sebagai berikut:

67 dari 142

SNI 03-6570-2001

a)

Untuk semua instalasi pompa, termasuk pompa jockey, setiap alat kontrol harus
memiliki saluran pengindera tekanan tersendiri.

b)

Sambungan saluran pengindera tekanan untuk setiap pompa termasuk pompa jockey,
harus dibuat antara katup searah pelepasan pompa dan katup kontrol pelepasan
pompa. Saluran ini harus dari pipa atau tabung brass, tembaga atau baja tahan karat
serie 300 dan fiting ukuran nominal 12,7 mm ( inch). Dua katup searah harus
dipasang pada saluran pengindera tekanan paling tidak 1,6 m (5 ft) terpisah dengan
lobang 2,4 mm (3/32 inch) dibor di lidah katup (clapper) untuk berfungsi sebagai
damper (lihat gambar A.7.5.2.1 (a) dan (b).
Pengecualian No.1 :
Bila air bersih yang dipergunakan, union dengan diafragma tidak berkarat dibor dengan orifis 2,4 mm
(3/32 inch) dibolehkan untuk digunakan sebagai ganti katup searah.
Pengecualian No.2 :
Dalam alat kontrol yang digerakkan tanpa tekanan, sakelar tekanan tidak diperlukan.

c).

Tidak ada katup penutup di saluran pengindera tekanan.

d).

Gerakkan sakelar tekanan pada seting yang rendah akan mengawali urutan start
pompa, bila pompa belum beroperasi.

9.5.2.2

Kontrol Peralatan Proteksi Kebakaran

Bilamana pompa memasok peralatan kontrol air yang khusus (seperti katup banjir, katup
pipa kering, dan lain-lain) motor harus di start sebelum sakelar tekanan bekerja. Pada
kondisi demikian, alat kontrol harus dilengkapi dengan peralatan untuk start motor pada
pengoperasian peralatan proteksi kebakaran.
9.5.2.3

Kontrol Elektrikal Manual pada Stasiun Jarak Jauh

Stasiun kontrol tambahan yang dapat membuat operasi tidak otomatik, unit pompa bekerja
menerus, tidak tergantung dari sakelar tekanan, harus diperkenankan untuk disediakan pada
lokasi yang berjauhan dari alat kontrol.
9.5.2.4

Urutan Start Pompa

Alat kontrol setiap unit dari unit pompa jamak harus dilengkapi alat untuk mengurut star stop
guna mencegah motor start secara bersamaan. Setiap pompa yang memasok tekanan hisap
pompa yang lain harus diatur untuk start sebelum pompa yang dipasok.
Bila kebutuhan air memerlukan lebih dari satu unit pemompaan beroperasi, unit-unit harus
start pada selang waktu 5 sampai 10 detik. Kegagalan dari motor yang memimpin untuk
start, harus tidak mencegah motor berikutnya untuk start.
9.5.2.5

Sirkit Luar di Sambungkan ke Alat Kontrol

Dengan unit pemompaan beroperasi tunggal atau paralel konduktor kontrol masuk atau ke
luar alat kontrol pompa kebakaran dan diteruskan ke luar ruangan pompa kebakaran harus
diatur sedemikian rupa sehingga mencegah terjadinya kegagalan untuk start akibat suatu
kesalahan. Kerusakan, terputus, hubungan singkat dari kabel atau kehilangan daya pada
sirkit ini dapat menyebabkan pompa kebakaran berjalan secara terus menerus, tetapi tidak
boleh mencegah alat kontrol untuk menstart pompa kebakaran oleh sebab-sebab lain dari

68 dari 142

SNI 03-6570-2001

pada kerusakan sirkit luar ini. Semua konduktor kontrol didalam ruangan pompa yang tidak
di tolerir adanya kesalahan harus dilindungi terhadap kerusakan mekanikal.
9.5.2.6

Pasokan Pompa Tunggal

Mematikan pompa harus dilaksanakan secara manual atau otomatik.


Pengecualian:
Mematikan pompa secara otomatik tidak diperkenankan apabila pompa merupakan satu-satunya sumber air
untuk memasok sprinkler kebakaran atau sistem pipa tegak atau dimana instansi berwenang menentukan cara
mematikan secara manual.
9.5.2.7

Alat Pengatur Waktu untuk Program Mingguan.

Untuk memastikan keandalan operasi motor dan alat kontrolnya, alat kontrol dari peralatan
harus diatur untuk start secara otomatik dan menjalankan motor paling sedikit 30 menit
seminggu sekali. Harus ada sarana didalam alat kontrol untuk dapat secara manual
menghentikan pengujian mingguan bila syarat minimum 30 menit telah terlampaui. Katup
solenoid pembuangan pada saluran kontrol tekanan harus bekerja lebih dulu.
Kinerja alat pengatur waktu program mingguan harus tercatat sebagai indikasi turunnya
tekanan pada alat pencatat tekanan (lihat butir 9.4.4).
Pengecualian :
Pada alat kontrol yang tidak digerakkan oleh tekanan, pengujian mingguan harus diperkenankan di awali dengan
sarana selain dari katup selenoid.
9.5.3

Operasi Tidak Otomatik dari Alat Kontrol

9.5.3.1
Harus ada sakelar yang dioperasikan secara manual pada panel kontrol. Sakelar
ini harus diatur sedemikian rupa sehingga operasi dari motor, bila di start secara manual,
tidak dapat dipengaruhi oleh sakelar tekanan. Alat kontrol ini harus menjaga unit tetap
beroperasi sampai dilakukan penghentian secara manual.
Kegagalan dari salah satu sirkuit otomatik harus tidak mempengaruhi operasi secara
manual.
9.5.3.2

Pengujian Manual

Alat kontrol harus diatur untuk start motor secara manual dengan membuka katup selenoid
pembuangan bila diprakarsai demikian oleh operator.
9.5.4

Susunan Peralatan Start.

Persyaratan untuk susunan peralatan start harus sebagai berikut :


a)

Dua unit baterai, masing-masing memenuhi persyaratan butir 8.2.5.2, harus disediakan
dan disusun sedemikian sehingga start manual dan otomatik dari motor dapat
dilaksanakan dengan salah satu dari unit baterai ini. Arus start harus disediakan oleh
baterai yang pertama dan berikutnya oleh yang satu lagi dengan operasi bergantian
untuk menstart. Pemindahan harus dilakukan secara otomatik, kecuali untuk start
manual.

b)

Pada kejadian motor tidak dapat di start setelah siklus usaha untuk men-start selesai,
alat kontrol harus menghentikan semua pemutaran poros engkol lebih lanjut dan

69 dari 142

SNI 03-6570-2001

mengoperasikan indikator yang dapat dilihat dan alarm bunyi pada alat kontrol. Siklus
usaha untuk start harus ditentukan dan harus terdiri dari enam perioda pemutaran
poros engkol yang lamanya kurang lebih 15 detik per perioda, diselingi 5 perioda
istirahat selama kurang lebih 15 detik per pperioda .
c)

Pada kejadian salah satu dari baterai tidak dapat dioperasikan atau tidak terpasang,
kontrol harus terhubung pada unit baterai yang masih ada.

9.5.5

Metoda untuk Memberhentikan

9.5.5.1

Menghentikan Elektrik secara Manual

Menghentikan secara manual harus dilakukan dengan salah satu cara berikut ini:
a)

mengoperasikan dari sakelar utama didalam alat kontrol.

b)

mengoperasikan tombol stop pada bagian luar dari penutup alat kontrol. Tombol stop
harus menyebabkan motor berhenti melalui sirkit otomatik hanya jika semua penyebab
start telah dikembalikan pada posisi normal. Alat kontrol harus dikembalikan ke posisi
otomatik penuh

9.5.5.2

Menghentikan Otomatik Setelah Start Otomatik

Persyaratan untuk menghentikan otomatik setelah start otomatik harus sebagai berikut:
a)

Bila alat kontrol dipasang untuk menghentikan motor secara otomatik, alat kontrol
harus menghentikan motor hanya bila semua penyebab start telah kembali pada posisi
normal dan 30 menit waktu beroperasi telah dilewati.

b)

Bila alat kecepatan lebih motor beroperasikan, alat kontrol harus melepas daya dari
alat-alat yang menjalankan motor, mencegah putaran poros engkol lebih lanjut,
menyalakan alarm kecepatan lebih dan mengunci hingga di reset secara manual.
Reset dari sirkit kecepatan lebih diperlukan pada motor dan dengan mereset pada
sakelar utama dari alat kontrol ke posisi berhenti.

c)

Motor harus tidak boleh berhenti otomatik pada temperatur air tinggi atau tekanan
minyak rendah, bila terjadi salah satu penyebab start. Bila tidak ada penyebab start
selama pengujian motor, menghentikan motor dibolehkan.

d)

Alat kontrol harus tidak mampu untuk di reset sebelum alat untuk menghentikan
kecepatan lebih dari motor di reset secara manual.

9.5.6

Kontrol Darurat

Sirkit kontrol otomatik, kegagalan sirkit tersebut yang dapat mencegah start dan berjalannya
motor, harus dapat di bypass selama menstart dan menjalankan secara manual.
9.6

Alat Kontrol Menstart Motor Menggunakan Udara

9.6.1

Persyaratan yang Telah Ada

Sebagai tambahan pada persyaratan di butir 9.1 dan 9.1.1.1, 9.1.1.4 sampai dengan 9.3.4,
9.3.8, butir 9.5 sampai dengan 9.5.2.1 (b), 9.5.2.4, 9.5.2.7 dan 9.5.5.2 sampai dengan 9.5.5,
sub bagian berikut ini berlaku.

70 dari 142

SNI 03-6570-2001

9.6.2

Perakitan dan Pengujian

Semua alat kontrol harus dirakit secara lengkap dan diuji oleh pembuat sebelum dikirim dari
pabrik.
9.6.3

Penandaan.

Semua alat kontrol harus diberi tanda Alat Kontrol Motor Diesel Pompa Kebakaran dan
harus terlihat dengan jelas nama dari sipembuat, indentifikasi tujuan dan rating lengkap.
Bilamana pompa jamak yang disediakan melayani daerah yang berlainan atau bagian dari
fasilitas, tanda yang cocok harus dipasang secara menyolok disetiap alat kontrol untuk
menujukkan daerah, zona atau bagian dari sistem yang dilayani oleh pompa atau alat kontrol
pompa.
9.6.4

Sambungan

9.6.4.1

Sambungan di Lokasi.

Semua konduktor dari panel ke motor dan penunjang starter harus mempunyai kapasitas
pengaliran arus yang cukup. Konduktor semacam itu harus dilindungi terhadap kerusakan
mekanikal. Spesifikasi dari pembuat alat kontrol untuk jarak dan ukuran konduktor harus
diikuti.
9.6.4.2

Elemen Konduktor

Elemen konduktor dari alat kontrol harus dirancang untuk dapat dioperasikan ber dasarkan
kerja terus menerus.
9.6.5

Diagram Sirkit dan Instruksi

Diagram sirkuit harus disediakan dan dipasang secara tetap pada bagian dalam dari
penutup, memperlihatkan sirkit yang tepat untuk alat kontrol, termasuk mengindentifikasikan
nomor dari komponen individual. Semua terminal sirkit harus ditandai dengan jelas dan
secara umum dan diberi nomor sesuai dengan diagram sirkit yang tersedia.
Untuk sambungan luar motor, plat sambungan harus dinomori secara umum.
9.6.6

Penandaan.

Setiap komponen dari alat kontrol harus diberi tanda untuk menunjukkan dengan jelas nomor
indentifikasi berdasarkan referensi pada diagram sirkit. Tanda harus diletakkan demikian
rupa sehingga masih tampak dengan jelas setelah pemasangan.
9.6.7

Alat Alarm dan Sinyal pada Alat Kontrol

9.6.7.1
Indikator yang dapat dilihat harus disediakan untuk mengindikasikan bahwa alat
kontrol berada pada posisi otomatik. Indikator tersebut harus mudah terlihat dan dijangkau
untuk penggantian.
9.6.7.2
Indikator terpisah yang dapat dilihat dan alarm bunyi yang umum harus
disediakan untuk menunjukkan adanya gangguan yang disebabkan oleh kondisi berikut ini.
a)

Tekanan minyak rendah kritis di sistem pelumasan. Alat kontrol harus menyediakan
sarana untuk menguji posisi dari kontak sakelar tekanan tanpa menyebabkan alarm
gangguan.

b)

Temperatur cairan pendingin yang tinggi dari selubung motor

71 dari 142

SNI 03-6570-2001

c)

Kegagalan dari motor untuk di start secara otomatis

d)

Diberhentikan karena kecepatan lebih

e)

Tekanan udara rendah. Tabung pasokan udara harus disediakan dengan indikator
terpisah dapat dilihat untuk menunjukkan tekanan udara rendah.

9.6.7.3
Sakelar atau katup untuk meredam alarm bunyi tidak diperkenankan, selain
sakelar atau katup utama untuk alarm pada butir 9.6.7.2.
9.6.7.4
Bilamana alarm bunyi untuk kondisi sebagaimana tercantum didalam butir A.2.18
termasuk alarm motor yang ditentukan didalam butir 9.6.7.2, sakelar atau katup peredam
untuk alarm bunyi pada butir A.2.18 harus disediakan pada alat kontrol. Sirkit harus diatur
sedemikian rupa sehingga alarm bunyi akan diaktipkan bila sakelar atau katup peredam
dalam posisi diam apabila kondisi yang diamati normal.
9.6.8

Alarm untuk Penunjukan Jarak Jauh

Alat kontrol harus dilengkapi untuk mengoperasikan sirkuit penunjukkan jauh dari kondisi
tercakup di butir 9.4.13 dan butir 9.4.2.a) sampai dengan c).
9.6.9*

Alat Pencatat Tekanan

Alat pencatat tekanan yang teruji harus dipasang untuk mengindera dan mencatat tekanan
pada setiap saluran pengindera tekanan alat kontrol pompa kebakaran pada input menuju
alat kontrol. Alat pencatat harus mampu beroperasi untuk paling sedikit 7 jam tanpa di reset
atau diputar kembali. Elemen pengindera tekanan dari alat pencatat harus mampu menerima
hentakan tekanan tinggi sesaat sedikitnya 27,6 bar (400 psi) tanpa kehilangan ketelitiannya.
Alat pencatat tekanan harus digerakkan secara mekanis dengan pegas atau digerakkan
dengan sarana elektrikal yang handal. Alat pencatat tekanan tidak boleh tergantung pada
satu-satunya daya listrik arus bolak balik.
Pada saat terputusnya daya listrik arus bolak balik, alat pencatat yang digerakkan oleh listrik
harus mampu tetap beroperasi paling sedikit 24 jam.
Pengecualian:
Pada alat kontrol yang digerakkan tanpa tekanan, alat pencatat tekanan tidak disyaratkan.
9.6.10

Kontrol Peralatan Proteksi Kebakaran

Bilamana pompa memasok air pada peralatan khusus, (seperti katup banjir, katup pipa
kering) motor harus di start sebelum katup atau sakelar yang digerakkan dengan tekanan
dioperasikan. Pada kondisi demikian alat kontrol harus dilengkapi dengan peralatan untuk
menstart motor pada saat peralatan proteksi kebakaran dioperasikan.
9.6.11

Kontrol Manual pada Stasiun Jarak Jauh

Stasiun kontrol tambahan untuk menyebabkan operasi terus menerus dari unit pemompaan
tidak otomatik, tidak terikat pada katup atau sakelar kontrol yang digerakkan oleh tekanan,
dapat disediakan pada lokasi yang jauh dari alat kontrol. Stasiun demikian tidak dapat
dioperasikan untuk memberhentikan unit kecuali melalui operasi tertentu dari sirkit pengatur
waktu perioda berjalan bilamana alat kontrol diatur untuk berhenti secara otomatik (lihat butir
9.5.4.2).

72 dari 142

SNI 03-6570-2001

9.6.12

Sirkit Luar di Sambung pada Alat Kontrol.

Dengan unit pemompaan yang beroperasi tunggal atau paralel, konduktor kontrol yang
masuk atau ke luar dari alat kontrol pompa kebakaran dan yang diteruskan ke luar ruangan
pompa kebakaran, harus diatur demikian rupa sehingga mencegah terjadinya kegagalan
untuk start yang disebabkan oleh adanya kesalahan. Kerusakan, pemutusan, hubung
singkat dari kabel atau hilangnya daya pada sirkit ini, dapat menyebabkan berjalannya
pompa kebakaran secara terus menerus, tetapi tidak mencegah alat kontrol dari menstart
pompa kebakaran disebabkan karena sebab-sebab lain dari pada sirkit bagian luar ini.
Semua konduktor kontrol didalam ruangan pompa yang tidak ditolerir adanya kesalahan
harus dilindungi terhadap kerusakan mekanikal.
9.6.13

Pasokan Pompa Tunggal.

Untuk sistem sprinkler atau pipa tegak dimana kontrol otomatik unit pemompaan merupakan
pasokan satu-satunya, alat kontrol harus diatur untuk memberhentikan secara manual.
Memberhentikan secara manual harus juga disediakan bilamana disyaratkan oleh instansi
berwenang.
9.6.14

Kontrol Manual pada Alat Kontrol

Katup atau sakelar yang dioperasikan secara manual harus dilengkapi pada panel alat
kontrol. Katup atau sakelar ini harus diatur demikian rupa sehingga operasi dari motor, bila di
start secara manual, tidak dapat dipengaruhi oleh sakelar tekanan. Susunan ini harus juga
menyebabkan unit tetap beroperasi sampai diberhentikan secara manual.
9.6.15

Susunan Peralatan Start

Persyaratan untuk susunan peralatan start harus sebagai berikut :


a)

Tabung pasokan udara, memenuhi persyaratan butir 8.2.5.4.4, harus disediakan dan
diatur demikian rupa sehingga menstart motor secara manual dan otomatik dapat
dilaksanakan.

b)

Pada keadaan dimana motor tidak dapat start setelah siklus (cycle) usaha untuk
menstartnya selesai, alat kontrol harus menghentikan semua pemutaran poros engkol
lebih lanjut dan mengoperasikan alarm bunyi dan tampak. Siklus usaha untuk
menstart harus ditentukan dan terdiri dari satu perioda pemutaran poros engkol selama
kurang lebih 90 detik.

9.6.16

Menghentikan secara Manual

Menghentikan secara manual dapat dilaksanakan dengan salah satu cara berikut ini :
a)

Mengoperasikan katup atau sakelar penutup pada panel alat kontrol.

b)

Mengoperasikan katup atau sakelar penutup pada bagian luar dari penutup alat
kontrol. Katup penutup harus menyebabkan motor berhenti melalui sirkit otomatik
hanya bila sebab-sebab menstart telah dikembalikan pada posisi normal. Aksi ini harus
mengembalikan alat kontrol pada posisi otomatik.

73 dari 142

SNI 03-6570-2001

10

Penggerak Turbin Uap

10.1

Umum

10.1.1

Hal Yang Dapat Diterima

10.1.1.1
Turbin uap dengan daya yang cukup dapat diterima sebagai penggerak utama
untuk menggerakkan pompa kebakaran. Keandalan dari turbin ini harus sudah terbukti di
pekerjaan komersial.
10.1.1.2

Turbin uap ini harus disambung langsung pada pompa kebakaran.

10.1.2

Kapasitas Turbin

10.1.2.1
Untuk tekanan ketel uap tidak melampui 8 bar (120 psi), turbin harus mampu
menggerakkan pompa pada kecepatan nominalnya dan beban pompa maksimum dengan
tekanan pada throttle turbin serendah 5,5 bar (80 psi) apabila melakukan pembuangan
(exhausting) pada tekanan balik atmosfir dengan katup tangan terbuka.
10.1.2.2
Pada tekanan ketel uap melampaui 8 bar (120 psi), dimana uap dipertahankan
terus menerus, tekanan 70 persen dari tekanan yang digunakan ketel uap harus dapat
menggantikan tekanan 5,5 bar (80 psi) yang dipersyaratkan pada butir 10.1.2.1.
10.1.2.3
Pada pemesanan turbin untuk pompa kebakaran yang dipasang tetap, pembeli
harus menentukan besaran dan beban pompa maximum pada kecepatan nominal, tekanan
ketel uap, tekanan uap throttle turbin (bila mungkin) dan uap panas lanjut (superheat)
10.1.3

Konsumsi Uap

Pertimbangan seksama harus dilakukan pada pemilihan turbin yang mempunyai konsumsi
uap total setaraf dengan pasokan uap yang tersedia. Bila turbin bertingkat banyak
digunakan, turbin ini harus dirancang sedemikian rupa sehingga pompa dapat mencapai
kecepatannya tanpa memerlukan waktu pemanasan.
10.2

Turbin

10.2.1

Rumah Turbin dan Bagian Lainnya

10.2.1.1* Rumah turbin


pemipaannya dilepas.

harus

dirancang

sehingga

memungkinkan

bagian

atau

10.2.1.2
Katup pengaman harus disambungkan langsung ke rumah turbin untuk
melepaskan tekanan uap tinggi didalam rumah turbin.
10.2.1.3
Katup penghambat (throttle) utama harus diletakkan pada jalur pipa horisontal
disambungkan langsung pada turbin. Harus ada saluran air pada sisi pasok katup
penghambat. Saluran ini harus disambungkan ke perangkap uap (steam trap) yang cocok
untuk secara otomatik membuang semua kondensat dari jalur pasokan uap ke turbin. Pipa
uap dan kamar pembuangan (exhaust chambers) harus dilengkapi dengan saluran
pembuangan kondensat yang cocok. Apabila turbin ini dikontrol secara otomatik, saluran
pembuangan ini harus dilepas melalui perangkap yang memadai. Sebagai tambahan bila
saluran pembuangan (exhaust) dilepas vertikal, harus ada saluran pembuangan terbuka
pada elbow bagian bawah.
Saluran pembuangan ini tidak boleh dilengkapi dengan katup, tetapi harus dilepas ke lokasi
yang aman.

74 dari 142

SNI 03-6570-2001

10.2.1.4
Kamar nozel, rumah katup governor, pengatur tekanan dan bagian-bagian lain
yang dilewati oleh uap harus dibuat dari bahan metal tahan terhadap temperatur maksimum
terkait.
10.2.1

Governor Kecepatan

10.2.2.1
Turbin uap harus dilengkapi dengan perangkat governor kecepatan untuk dapat
mempertahankan kecepatan nominalnya pada beban pompa maksimum. Governor harus
mampu mempertahankan kecepatan nominal di dalam rentang total kurang lebih 8 persen
dari mulai turbin tak berbeban sampai beban nominal penuh turbin, dengan salah satu
metoda berikut ini:
a)

Dengan tekanan uap normal dan dengan katup tangan tertutup.

b)

Dengan tekanan uap turun sampai 5,5 bar (80 psi) [atau turun sampai 70 persen dari
tekanan penuh apabila kelebihan dari tekanan sebesar 8 bar (120 psi)] dan dengan
katup tangan terbuka.

10.2.2.2
Selagi turbin berjalan pada beban nominal pompa, governor kecepatan harus
mampu melakukan pengaturan untuk kecepatan yang aman kurang lebih 5 persen di atas
dan 5 persen di bawah kecepatan nominal pompa.
10.2.2.3
Harus juga disediakan alat governor darurat yang independen. Governor ini
harus disusun untuk menutup pasokan uap pada kecapatan turbin kurang lebih 20 persen
lebih tinggi dari kecepatan nominal pompa.
10.2.3

Pengukur dan Sambungan Pengukur

10.2.3.1
Pengukur tekanan uap teruji harus disediakan pada sisi masukan dari governor
kecepatan. Pipa 6,4 mm ( inch) untuk sambungan pengukur harus disediakan pada kamar
nozel dari turbin.
10.2.3.2
Pengukur harus menujukkan tekanan tidak kurang dari satu setengah kali
tekanan ketel uap, dan dalam hal ini tidak kurang dari 16 bar (240 psi). Pengukur harus
diberi tanda UAP.
10.2.4

Rotor

Rotor dan turbin harus dari bahan yang cocok. Unit rotor yang dirancang untuk pertama kali
harus tipe yang diuji di bengkel pabrik pembuat pada 40 persen diatas kecepatan nominal.
Semua unit berikutnya dari rancangan yang sama harus diuji pada 25 persen diatas
kecepatan nominal.
10.2.5

Poros

10.2.5.1
Poros dari turbin harus dari baja bermutu tinggi, seperti baja karbon dapur
terbuka atau baja nikkel.
10.2.5.2
Apabila pompa dan turbin dirakit sebagai unit independen, kopling fleksibel harus
disediakan antara kedua unit.
10.2.5.3
Bila rotor menggantung digunakan, poros untuk unit kombinasi harus dibuat
dalam satu bagian dengan hanya dua bantalan.
10.2.5.4
Kecepatan kritis dari poros harus jauh diatas kecepatan tertinggi dari turbin
sehingga turbin yang akan beroperasi pada semua kecepatan sampai 120 persen dari
kecepatan nominalnya tanpa menimbulkan getaran yang mengganggu.

75 dari 142

SNI 03-6570-2001

10.2.6

Bantalan

Turbin yang mempunyai bantalan bentuk selongsong (sleeve) harus mempunyai tipe
bantalan terpisah terdiri atas rumah dan tutup (shell and cap).
Pengecualian:
Turbin yang mempunyai bantalan bola dapat diterima setelah terbukti mempunyai catatan memuaskan
dikalangan komersial. Sarana harus disediakan untuk memberi indikasi tampak dari permukaan minyak.
10.3*

Instalasi

Perincian dari pasokan uap, pembuangan, dan pengisian ketel uap harus direncanakan
secara hati-hati untuk menyediakan operasi yang handal dan effektif dari pompa kebakaran
yang digerakkan oleh turbin uap.

11

Uji Serah Terima, Kinerja dan Pemeliharaan.

11.1

Uji Hidrostatik dan Pembilasan.

11.1.1
Pemipaan hisap dan pelepasan, harus diuji secara hidrostatik pada tekanan tidak
kurang dari 13,8 bar (200 psi) atau pada tekanan melebihi 3,4 bar (50 psi) dari tekanan
maksimum di sistem yang harus dipertahankan, digunakan yang mana yang lebih besar.
Tekanan harus dipertahankan selama 2 jam.
11.1.2
Pemipaan hisap harus dibilas pada laju aliran tidak kurang dari yang tertera di
tabel 11.1.2 (a) dan (b) atau pada kebutuhan nominal yang dihitung secara hidrolik dari
sistem, digunakan yang mana yang lebih besar.
Tabel 11.1.2 (a) Laju Aliran Untuk Pompa Yang Dipasang Tetap.
Ukuran Pipa
mm
100
125
150
200
250
300

Besarnya Aliran
liter/min
2.233
3.482
5.148
8.895
13.891
20.023

Ukuran Pipa
Inch
4
5
6
8
10
12

Besarnya Aliran
Gpm
590
920
1.360
2.350
3.670
5.290

Tabel 11.1.2 (b) Laju Pembilasan Untuk Pemipaan* Hisap


Ukuran Pipa
mm
40
50
80
100
150

Besarnya Aliran
liter/min
385
962
1.540
1.732
1.925

Ukuran Pipa
Inch
1
2
3
4
6

Besarnya Aliran
Gpm
100
250
400
450
500

* untuk pompa langkah positip.


11.1.3
Kontraktor yang memasang harus menyediakan sertifikat pengujian sebelum
menjalankan pompa kebakaran untuk uji serah terima di lokasi.

76 dari 142

SNI 03-6570-2001

11.2

Uji Serah Terima di Lokasi.

Pabrik pembuat pompa, pabrik pembuat motor (bila dipasok), pabrik pembuat alat kontrol,
dan pabrik pembuat sakelar pemindahan (bila dipasok) atau perwakilan yang ditunjuk harus
menghadiri uji serah terima di lokasi (lihat butir 1.6).
11.2.1
Semua pengkabelan listrik untuk pompa kebakaran, termasuk pengkabelan
bagian dalam kontrol (pompa jamak), pasokan daya darurat, dan pompa jockey, harus
dilengkapi dan diperiksa oleh kontraktor listrik sebelum menjalankannya untuk pertama kali
dan uji serah terima .
11.2.2*
Instansi berwenang harus diberitahu tentang waktu dan tempat bila dan dimana
akan diadakan uji serah terima di lokasi.
11.2.3
Salinan kurva karakteristik pengujian pompa yang disahkan pabrik pembuat
pompa harus tersedia untuk dibandingkan dengan hasil uji serah terima di lokasi. Pompa
kebakaran yang terpasang kinerjanya harus sama dengan yang tertera di kurva karakteristik
pengujian yang disahkan pabrik pembuat dalam batasan ketelitian dari peralatan penguji.
11.2.4
Pompa kebakaran harus dapat bekerja pada beban minimum, nominal dan
penuh tanpa pemanasan berlebihan yang mengganggu setiap komponen.
11.2.5
Getaran pada rakitan pompa kebakaran harus tidak terlalu besar untuk menjamin
kerusakan potensial untuk setiap komponen pompa kebakaran.
11.2.6*

Prosedur Uji Serah Terima di Lokasi.

11.2.6.1*

Peralatan Pengujian

Peralatan pengujian harus disediakan untuk menentukan tekanan neto pompa, laju aliran
yang melalui pompa, Volt dan Amper dari motor listrik yang menggerakkan pompa dan
kecepatannya.
11.2.6.2

Pengujian Aliran

11.2.6.2.1* Beban minimum, nominal dan puncak dari pompa kebakaran harus ditentukan
dengan mengontrol kuantitas air yang dilepas melalui alat penguji yang disetujui.
Pengecualian :
Bila pasokan hisap yang tersedia tidak mengijinkan mengalirnya 150 persen dari kapasitas nominal pompa,
pompa kebakaran harus dioperasikan pada pelepasan maksimum yang diperkenankan untuk menentukan
penerimaan- nya. Kapasitas yang dikurangi ini harus tidak merupakan pengujian yang ditolak.
11.2.6.2.2 Aliran pompa untuk pompa langkah positip harus diuji dan ditentukan untuk
memenuhi kriteria kinerja nominal sesuai spesifikasi. Satu titik kinerja disyaratkan untuk
menentukan pompa langkah positip yang dapat diterima.
11.2.6.3*

Prosedur Pengukuran

Kuantitas air yang dilepas dari rakitan pompa kebakaran harus ditentukan dan distabilkan.
Segara setelah itu harus diukur kondisi operasi dari pompa kebakaran dan penggeraknya.
Pompa konsentrat busa harus diperkenankan untuk diuji dengan air, bagaimanapun, laju
aliran air dapat lebih rendah dari laju aliran busa yang diharapkan, hal ini disebabkan karena
adanya perbedaan viskositas.

77 dari 142

SNI 03-6570-2001

11.2.6.3.1 Pengujian aliran pompa untuk pompa langkah positip harus dilaksanakan
menggunakan meter aliran atau plat orifis yang dipasang di belakang lup untuk tanki
konsentrat busa atau di sisi inlet dari pompa air.
Pembacaan meter aliran atau tekanan pelepasan harus dicatat dan harus sesuai data kinerja
aliran dari pabrik pembuat pompa. Bila digunakan plat orifis, ukuran orifis dan tekanan
pelepasan yang berkaitan dipertahankan pada sisi hulu dari pelat orifis harus disediakan
untuk instansi berwenang. Laju aliran harus sesuai spesifikasi saat dioperasikan pada
tekanan sistem yang dirancang. Pengujian harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
11.2.6.3.2 Untuk motor listrik dioperasikan pada tegangan dan frekuensi nominal,
kebutuhan amper harus tidak melampaui produk perkalian dari amper beban panuh nominal
dikalikan dengan faktor pelayanan yang diperkenankan sebagaimana tertera di plat nama.
11.2.6.3.3 Untuk motor listrik dioperasikan pada tegangan yang bervariasi, produk dan
tegangan aktual dan kebutuhan arus harus tidak melampaui produk dari tegangan nominal
dan arus beban penuh nominal dikalikan factor pelayanan yang diperkenankan. Tegangan
pada motor tidak boleh bervariasi lebih dari 5 persen dibawah atau 10 persen diatas
tegangan nominal (plat nama) pada waktu pengujian (lihat butir 6.4).
11.2.6.3.4 Unit yang digerakkan dengan motor harus tidak memperlihatkan tanda adanya
beban lebih atau adanya tegangan (stress). Governor dari unit semacam ini harus di set
pada waktu diuji untuk mengatur dengan baik kecepatan motor pada kecepatan nominal
pompa (lihat 8.2.4.1).
11.2.6.3.5 Turbin uap harus mempertahankan kecepatannya dalam batas sebagaimana
ditentukan di butir 10.2.2.
11.2.6.3.6 Perakitan penggerak roda gigi harus beroperasi tanpa menimbulkan suara,
getaran atau panas berlebihan yang mengganggu.
11.2.6.3.7 Pengujian Start dengan Beban
Unit pompa kebakaran harus di start dan dinaikkan kecepatannya hingga mencapai
kecepatan nominal tanpa interupsi pada kondisi dari pelepasan sama dengan beban puncak.
11.2.6.5*

Pengujian Fasa Terbalik

Untuk motor listrik, pengujian harus dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada kondisi
fasa terbalik di konfigurasi pasokan normal ataupun dari pasokan daya pengganti (dimana
disediakan).
11.2.7

Uji Serah Terima Alat Kontrol.

11.2.7.1* Alat kontrol dari pompa kebakaran harus diuji sesuai dengan prosedur pengujian
yang direkomendasi oleh pabrik pembuat. Minimum, harus tidak kurang dari 6 kali
pengoperasian otomatik dan enam kali pengoperasian manual harus dilakukan selama uji
serah terima.
11.2.7.2
Penggerak pompa kebakaran harus dioperasikan untuk perioda tudak kurang
dari 5 menit pada kecepatan penuh selama setiap pengoperasian seperti dipersyaratkan di
butir 11.2.6.

78 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pengecualian:
Penggerak motor tidak disyaratkan untuk berjalan 5 menit pada beban penuh antara start berturut-turut sampai
waktu start berturut-turut pemutaran poros engkol kumulatip mencapai 45 detik.
11.2.7.3
Urutan operasi otomatik dari alat kontrol harus menstart pompa dengan seluruh
fasilitas yang disediakan. Urutan isi harus termasuk sakelar tekanan atau sinyal start jarak
jauh.
11.2.7.4
Pengujian dari alat kontrol dari penggerak motor harus dibagi antara kedua set
dari baterai.
11.2.7.5
Pemilihan, ukuran dan seting dari semua alat proteksi terhadap arus lebih,
termasuk pemutus tenaga alat kontrol pompa kebakaran, harus ditegaskan sesuai dengan
standar ini.
11.2.7.6
Pompa harus distart sedikitnya sekali menggunakan setiap pelayanan daya dan
dijalankan untuk minimum 5 menit.

PERHATIAN
Operasi darurat secara manual harus dilaksanakan oleh gerakan manual dari gagang
darurat hingga posisi tergrendel betul dengan gerakan secara terus menerus. Gagang ini
harus digrendel selama pengujian dilakukan.
11.2.8

Pasokan Daya Darurat

11.2.8.1
Pada instalasi dengan sumber daya darurat dan sakelar pemindahan otomatik,
hilangnya sumber daya utama harus disimulasikan dan pemindahan harus terjadi pada saat
pompa sedang operasi pada beban puncak. Pemindahan dari sumber normal ke pengganti
dan pemindahan kembali dari sumber pengganti ke normal tidak boleh menyebabkan
membukanya alat proteksi arus lebih di kedua jalur. Paling sedikit setengah dari operasi
manual dan otomatik dari butir 11.2.7.1 harus dilaksanakan dengan pompa kebakaran
disambung pada sumber pengganti.
11.2.8.2
Bila sumber pengganti adalah generator set yang disyaratkan oleh butir 6.2.3,
penerimaan instalasi harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
11.2.9

Governor Darurat

Katup governor darurat untuk uap, harus dioperasikan untuk mendemonstrasikan kinerja
yang memuaskan dari rakitan. Pelepasan dengan tangan dapat diterima.
11.2.10

Kondisi Simulasi

Kondisi alarm lokal dan jarak jauh harus disimulasikan untuk mendemonstrasikan operasi
yang memuaskan.
11.2.11

Lamanya Pengujian

Pompa kebakaran atau pompa konsentrat busa harus dioperasikan tidak kurang dari total
waktu 1 jam setelah semua pengujian sebelumnya dilakukan.
11.3

Buku Petunjuk, Alat Perkakas Khusus, dan Suku Cadang.

11.3.1
Minimum satu set buku petunjuk instruksi untuk semua komponen utama dari
sistem pompa kebakaran harus dipasok oleh pabrik pembuat setiap komponen utama.

79 dari 142

SNI 03-6570-2001

Buku petunjuk harus memuat hal-hal berikut ini:


a)

Penjelasan terperinci operasi dari komponen.

b)

Instruksi untuk pemeliharaan berkala

c)

Instruksi terperinci mengenai perbaikan

d)

Daftar suku cadang dan identifikasi suku cadang

e)

Gambar skematik elektrikal dari alat kontrol, sakelar pemindahan dan panel alarm.

11.3.2
Setiap perkakas khusus dan alat pengujian yang diperlukan untuk pemeliharaan
berkala harus disediakan untuk inspeksi oleh instansi berwenang pada waktu dilakukan uji
serah terima di lokasi.
11.3.3
Harus dipertimbangkan untuk mengadakan persediaan suku cadang penting
yang tidak selalu siap tersedia.
11.4

Pemeriksaan Berkala, Pengujian dan Pemeliharaan

Pompa kebakaran harus diperiksa, diuji dan dipelihara sesuai ketentuan yang berlaku.
11.5

Penggantian Komponen

Bilamana komponen bergerak di pompa kebakaran langkah positip teruji diganti, pengujian
di lokasi harus dilakukan. Bila komponen yang tidak mempengaruhi kinerja diganti, seperti
poros, hanya pengujian fungsional saja yang disyaratkan untuk memastikan pemasangan
dan rakit ulang dilaksanakan dengan baik. Bila komponen yang mempengaruhi kinerja
diganti, seperti rotor, plunger dan sebagainya, pengujian ulang harus dilakukan oleh pabrik
pembuat pompa atau perwakilan yang ditunjuk atau seorang ahli yang ditunjuk oleh instansi
yang terkait. Hasil pengujian ulang lokasi harus sama dengan kinerja pompa asli
sebagaimana tertera di kurva pengujian asli yang dijamin oleh pabrik, bilamana ini tersedia,
dan hasilnya harus didalam batasan ketelitian pengujian di lokasi sebagaimana tertera
dibagian lain pada standar ini.

80 dari 142

SNI 03-6570-2001

Apendiks A
Bahan penjelasan
Apendiks A bukan bagian yang dipersyaratkan dari standar ini, tetapi dimasukkan untuk tujuan informasi saja.
Apendiks berisi bahan penjelasan, nomor butir yang ditunjukkan berhubungan dengan penerapan teks paragrap
yang diberi tanda *.
A.1.1

Untuk informasi selanjutnya, lihat ketentuan lainnya yang terkait.

A.1.4
Karena sifat keunikan dari unit pompa kebakaran, persetujuan sebaiknya
diperoleh sebelum merakit setiap komponen yang spesifik.
A.1.6.1
Suatu unit dimaksudkan sebagai suatu kesatuan yang terdiri dari pompa,
penggerak, alat kontrol, sakelar pemindah, peralatan dan perlengkapannya. Unit berarti
sesuatu yang mampu menanggapi dan mengatasi semua masalah yang berkaitan dengan
instalasi yang tepat, berkesesuaian, kinerja, dan penerimaan peralatan. Unit ini sebaiknya
tidak diartikan harus membeli semua komponen dari pemasok tunggal.
A.1.8.1.9

Disetujui.

BSN bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau memberikan sertifikat pada setiap
instalasi, prosedur, peralatan atau bahan. Dalam menentukan persetujuan instalasi,
prosedur, peralatan atau bahan, instansi berwenang menggunakan dasar standar ini atau
standar lain yang setara bila dalam standar ini tidak tersebut.
A.1.8.1.12 Head.
Unit untuk ukuran head adalah meter (foot). Hubungan antara suatu tekanan yang
dinyatakan dalam bar (lb/inch2) dan suatu tekanan yang dinyatakan dalam meter (foot) head
diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
head dalam meter =

head dalam feet =

tekanan di dalam bar


0,098 x gravitasi spesifik

tekanan dalam psi


0,433 x gravitasi spesifik

Dalam satuan meter-kilogram (foot-pounds) energi per kg (pound) air, semua kuantitas head
mempunyai dimensi meter (feet) air. Semua tekanan yang terbaca dirubah ke dalam meter
(feet) air yang dipompakan. {lihat gambar A.1.8.1.12, bagian (a) dan (b)}.

81 dari 142

SNI 03-6570-2001

(a) : Pompa horisontal hisapan ganda

(b) : Pompa vertikal hisapan ganda


Gambar A.1.8.1.12 : Ketinggian titik duga dari rancangan bermacam-macam pompa yang
dipasang tetap
Catatan :
a).

Untuk semua jenis pompa poros horisontal (pompa bertingkat tunggal hisapan ganda seperti ditunjukkan).
Titik duga sama untuk tingkat jamak, jenis hisap tunggal ujung (end suction) tipe ANSI atau setiap pompa
dengan poros horisontal.

b).

Untuk semua jenis pompa poros vertikal (pompa bertingkat tunggal vertikal hisapan ganda seperti
ditunjukkan). Titik duga sama untuk hisap tunggal ujung (end suction), sejalur (in-line), atau setiap pompa
dengan poros vertikal.

A.1.8.1.15 Head kecepatan (hv ).


Head kecepatan dinyatakan dengan rumus berikut :
hv

v2
2g

dimana :
g=

percepatan gravitasi = 9,78 m/det2 pada permukaan laut di katulistiwa.

v=

kecepatan air di dalam pipa m/detik.

82 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.1.8.1.18 Head total (H), pompa horisontal.


Gambar A.1.8.1.18. Pada gambar tidak menunjukkan bermacam-macam jenis pompa yang
dipakai.

Gambar A.1.8.1.18 : Head total dari semua jenis pompa kebakaran yang dipasang
tetap (tidak termasuk jenis turbin vertikal).
A.1.8.1.19 Head total (H), pompa turbin vertikal.
(lihat gambar A.1.8.1.19.

Gambar A.1.8.1.19 : Tekanan total dari pompa kebakaran jenis turbin vertikal.

83 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.1.8.1.21 Instansi berwenang.


Penyebutan instansi berwenang digunakan pada dokumen dalam pengertian yang luas,
karena kewenangan dari instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula
pertanggung jawabannya.
Bila keamanan publik di utamakan, maka instansi berwenang dapat saja pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dinas kebakaran setempat, atau pihak lainnya yang secara hukum
berwenang.
A.1.8.1.35 Pelayanan.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
A.1.8.1.37 Peralatan pelayanan.
Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL-2000)" .
A.1.8.1.65 Teruji.
Peralatan, bahan, atau pelayanan, termasuk dalam daftar publikasi dari organisasi yang
diakui oleh instansi berwenang dan berkaitan dengan pengkajian produk atau pelayanan,
yang menjaga pemeriksaan periodik dari produksi peralatan terdaftar atau bahan-bahan atau
pengkajian periodik dari pelayanan dan mendapatkan daftar dari peralatan, bahan atau
pelayanan yang diidentifikasikan memenuhi standar atau telah diuji dan diperoleh
kesesuaian untuk tujuan spesifik.
A.2.1.1

Untuk kapasitas pasokan air dan persyaratan tekanan, lihat standar berikut :

a).

SNI 03-1745-2000, tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem pipa
tegak dan slang untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

b).

SNI 03-3989-2000, tentang Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem


springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung.

c).

Ketentuan lain yang berlaku.

A.2.1.2
Apabila pasokan hisap diperoleh dari sistem air yang digunakan di pabrik,
operasi pompa pada 150 persen kapasitas yang diijinkan sebaiknya tidak membahayakan
proses akibat tekanan air yang menjadi rendah.
A.2.1.4
Sumber air yang mengandung garam atau bahan-bahan lain yang merugikan
pada sistem proteksi kebakaran sebaiknya dihindari.
A.2.2.4
Adalah tidak baik merancang pompa kebakaran dan penggeraknya dengan
terlalu berlebihan untuk kemudian menggantungkan pada katup relief tekanan untuk
membuka dan melepas kelebihan tekanan. Katup relief tekanan cara yang tidak dapat
diterima dalam pengurangan tekanan sistem di bawah kondisi operasi normal dan sebaiknya
tidak digunakan demikian.
A.2.3
Pompa yang dipasang tetap untuk proteksi kebakaran sebaiknya dipilih dengan
rentang operasi dari 90 persen sampai 150 persen dari kapasitas nominal. Kinerja pompa
bila dipakai pada kapasitas lebih dari 140 persen dari kapasitas nominalnya dapat
berpengaruh merugikan pada kondisi hisapnya. Pemakaian pompa pada kapasitas kurang
dari 90 persen dari kapasitas nominalnya tidak direkomendasikan.

84 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pemilihan dan pemakaian pompa kebakaran sebaiknya tidak dikacaukan dengan kondisi
beroperasinya pompa. Dengan kondisi hisap yang benar, pompa dapat beroperasi pada
setiap titik pada kurva karakteristiknya dari mulai katup menutup sampai 150 persen
kapasitas nominalnya.
A.2.5.2
Untuk proteksi terhadap kerusakan akibat tekanan lebih, apabila dikehendaki,
proteksi alat pengukur sebaiknya dipasang.
A.2.7
Pertimbangan khusus perlu diberikan pada instalasi pompa kebakaran yang
dipasang di bawah tanah. Pencahayaan, panas, drainase, dan ventilasi adalah beberapa
contoh kebutuhan yang perlu diperhatikan.
Beberapa lokasi atau instalasi mungkin tidak membutuhkan rumah untuk pompa. Apabila
ruangan pompa atau rumah untuk pompa dibutuhkan, sebaiknya ukuran luas dan
penempatannya memungkinkan susunan pemipaan yang sependek mungkin dan benar.
Pemipaan hisap sebaiknya menjadi pertimbangan pertama. Rumah untuk pompa disarankan
merupakan bangunan terpisah dengan konstruksi yang tahan api.
Ruangan pompa satu lantai yang beratap mudah terbakar, terpisah dari bangunan satu
lantai yang berada disebelahnya, dapat disetujui bila ruangan pompa tersebut di springkler.
Apabila bangunan yang terpisah tidak memungkinkan, ruangan pompa sebaiknya
ditempatkan dan dibangun sedemikian rupa sehingga dapat memproteksi unit pompa dan
alat kontrolnya dari kejatuhan lantai atau mesin dan dari kebakaran yang dapat menyulitkan
operator pompa, merusak unit pompa dan alat kontrolnya.
Jalan masuk ke ruangan pompa sebaiknya disediakan dari bagian luar bangunan.
Apabila penggunaan bata atau beton bertulang tidak dimungkinkan, kepingan logam dan
plester direkomendasikan untuk konstruksi ruangan pompa.
Ruangan pompa atau rumah untuk pompa sebaiknya tidak digunakan untuk gudang. Pompa
jenis turbin poros vertikal membutuhkan tutup yang dapat dibuka pada atap rumah untuk
pompa guna memudahkan pompa dilepas untuk pemeriksaan dan perbaikan. Jarak bebas
yang cukup untuk peralatan sebaiknya disediakan sesuai rekomendasi dari gambar pabrik
pembuatnya.
A.2.7.1
Pompa kebakaran yang tidak dioperasikan karena suatu alasan pada setiap
waktu dapat mengakibatkan gangguan pada sistem proteksi kebakaran. Untuk itu sebaiknya
pompa segera diperbaiki untuk digunakan kembali tanpa penundaan.
Hujan dan panas matahari merupakan kondisi yang merugikan untuk peralatan yang tidak
dipasang pada ruangan tertutup seluruhnya.
Dalam kondisi minimum, peralatan yang dipasang di luar sebaiknya dilindungi dengan atap
atau dek.
A.2.7.6
Ruang pompa dan rumah untuk pompa sebaiknya kering dan bebas kondensasi.
Untuk menjadikan lingkungan yang kering, mungkin diperlukan pemanasan.
A.2.8.1
cat.

Bagian luar pipa baja yang dipasang di atas tanah sebaiknya dilindungi dengan

A.2.8.2

Lebih disukan flens di las pada pipa.

A.2.9.1
Bagian luar dari pemipaan hisap dengan bahan baja sebaiknya dilindungi dengan
cat. Pipa besi dan baja yang ditanam sebaiknya dibungkus dan dilapisi atau diproteksi
terhadap korosi sesuai ketentuan yang berlaku.

85 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.2.9.4

Catatan berikut diterapkan untuk gambar A.2.9.4.

a).

Pompa jockey biasanya dipersyaratkan dimana pompa di kontrol otomatik.

b).

Jika fasilitas pengujian disediakan, juga lihat gambar A.2.14.1.2 .a) dan b).

c).

Saluran pengindera tekanan juga perlu dipasang sesuai dengan butir 7.5.2.1 atau
9.5.2.1. Lihat gambar A.7.5.2.1.a) dan b).

Gambar 2.9.4.: Diagram skematik susunan yang diusulkan untuk pompa kebakaran
dengan bypass mengambil isapan dari saluran pipa umum.
A.2.9.5
Apabila pasokan hisap berasal dari saluran pipa umum, katup sorong sebaiknya
ditempatkan sejauh mungkin dari flens hisap pompa. Apabila berasal dari tangki penyimpan
air, katup sorong sebaiknya ditempatkan pada outlet dari tangki. Katup kupu-kupu pada sisi
hisap dari pompa dapat menimbulkan turbulensi yang berpengaruh kurang baik pada kinerja
pompa dan dapat meningkatkan kemungkinan sumbatan pada pipa.

86 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.2.9.6

Lihat gambar A.2.9.6.

Gambar A.2.9.6 : Pemasangan yang benar dan salah dari hisapan pompa.
A.2.9.8
Dalam memilih bahan saringan, sebaiknya mempertimbangkan pencegahan
pengotoran (fouling) dari tumbuhan yang hidup di air. Pembersihan saringan sebaiknya
dilakukan dengan sikat kawat brass atau tembaga.
A.2.9.9
Istilah alat sebagaimana yang dipakai dalam sub bagian ini dimaksudkan
termasuk, tetapi tidak terbatas untuk, alat yang mengindera tekanan hisap dan kemudian
menghalangi atau menghentikan pelepasan pompa kebakaran.
Berhubung kerugian tekanan dan potensi mengganggu aliran ke sistem proteksi kebakaran,
pemakaian alat pencegah aliran balik dihindari pada pemipaan pompa kebakaran.
Apabila dipersyaratkan, penempatan alat seperti itu pada sisi pelepasan pompa adalah
untuk memastikan karakteristik aliran yang dapat diterima pada hisapan pompa.
Lebih efisien apabila kehilangan tekanan terjadi setelah pompa mendorong air, daripada
sebelum pompa mendorongnya.
Apabila alat pencegah aliran balik pada sisi pelepasan pompa dan pompa jockey dipasang,
pelepasan pompa jockey dan jalur penginderaan membutuhkan dipasang sehingga
hubungan silang tidak dihasilkan melalui pompa jockey.
A.2.9.10

Untuk informasi lebih lanjut, lihat ketentuan yang berlaku.

A.2.10.2

Flens dilas pada pipa lebih disukai.

A.2.10.3 Ukuran pipa pelepasan sebaiknya seperti itu, dengan pengoperasian pompa
pada 150 persen dari kapasitas nominalnya, kecepatan pada pipa pelepasan tidak melebihi
6,2 m m/detik ( 20 ft/detik).
A.2.10.4 Pada sistem proteksi kebakaran yang besar, pengalaman menunjukkan kadangkadang pukulan air (water hammer) yang berat disebabkan aliran balik dapat terjadi jika
kontrol otomatik mematikan pompa kebakaran.
Apabila kondisi yang diharapkan dapat menyebabkan pukulan air tidak dikehendaki, katup
searah anti pukulan air teruji sebaiknya dipasang pada jalur pelepasan pompa kebakaran.

87 dari 142

SNI 03-6570-2001

Pompa yang dikontrol otomatik pada bangunan tinggi dapat memberikan kesulitan akibat
pukulan air bila pompa dimatikan.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pada pelepasan,
penambahan alat pencegah aliran balik pada pemipaan bypass perlu untuk mencegah aliran
balik melalui bypass.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pelepasan, sambungan
untuk jalur pengindera dibolehkan dipasang di antara katup searah terakhir dan katup kontrol
terakhir jika sambungan jalur pengindera tekanan dapat dibuat tanpa mengubah katup aliran
balik atau melanggar keterujiannya.
Cara ini kadang-kadang dapat dilakukan dengan menambah sambungan melalui lubang
pengujian pada katup aliran balik.
Dalam situasi ini, katup kontrol pelepasan tidak penting, karena katup kontrol terakhir pada
alat pencegah aliran balik melayani fungsi ini.
Apabila alat pencegah aliran balik sebagai pengganti katup searah pelepasan dan
sambungan jalur pengindera tidak dapat dibuat di dalam alat pencegah aliran balik, jalur
pengindera sebaiknya disambungkan antara alat pencegah aliran balik dan katup kontrol
pelepasan pompa. Dalam situasi ini, alat pencegah aliran balik tidak dapat menggantikan
katup kontrol pelepasan karena jalur pengindera membutuhkan kemampuan adanya
pemisahan.
A.2.11
Katup isolasi dan katup kontrol dipertimbangkan menjadi identik bila dipakai
dalam kaitannya dengan suatu rakitan pencegah aliran balik.
A.2.12
Patahnya pipa yang disebabkan oleh gerakan, dalam beberapa hal, dapat
dicegah dengan meninggikan fleksibilitas pada sebagian besar dari pemipaan. Satu bagian
dari pemipaan sebaiknya tidak dipegang secara kaku dan lainnya bebas untuk bergerak,
tanpa ketentuan untuk melepas tegangan.
Fleksibilitas dapat disediakan dengan pemakaian kopling fleksibel pada titik kritis dan jarak
antara (clearance) yang diperbolehkan pada dinding dan lantai. Pemipaan hisapan dan
pelepasan pompa kebakaran sebaiknya diperlakukan sama seperti pipa tegak springkler
untuk bagian yang mana saja di dalam bangunan (lihat SNI 03-3989, tentang "Tata cara
perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik untuk pencegahan bahaya
kebakaran pada bangunan gedung" ).
Lubang yang melalui dinding tahan api ruangan pompa, sebaiknya dibungkus dengan bahan
mineral wool atau bahan lain yang sesuai, dipegang di tempat oleh cincin pipa pada setiap
sisi dinding. Pipa yang lewat melalui dinding pondasi atau dinding sumur ke dalam tanah
sebaiknya mempunyai jarak antara (clearance) dari dinding ini, tetapi lubang sebaiknya
kedap air. Ruang sekitar pipa yang lewat melalui dinding ruangan pompa atau lantai rumah
untuk pompa dapat diisi dengan asphal.
A.2.13.1 Tekanan yang dipersyaratkan dievaluasi pada 121 persen tekanan nominal
dimana katup dalam posisi tertutup, karena tekanan proporsional dengan kuadrat kecepatan
putar pompa.
Governor motor diesel dipersyaratkan mampu membatasi kecepatan motor maksimum 110
persen, pada kondisi ini pompa menghasilkan tekanan mencapai 121 persen.
Karena hanya waktu dimana katup relief tekanan dipersyaratkan oleh standar untuk
dipasang apabila motor diesel berputar sangat cepat dari pada putaran normalnya, dan

88 dari 142

SNI 03-6570-2001

karena kejadian ini relatif jarang, dibolehkan untuk pelepasan katup relief tekanan dipasang
pada pipa balik ke sisi hisapan pompa.
A.2.13.5 Corong katup relief sebaiknya dipasang ke suatu titik apabila air dapat bebas
dilepaskan, lebih disukai ke luar bangunan. Jika pipa pelepasan katup relief dihubungkan ke
pembuangan di bawah tanah, sebaiknya dilakukan dengan hati-hati sehingga tidak ada
pembuangan uap yang cukup dekat untuk balik masuk melalui corong ke dalam ruangan
pompa.
A.2.13.7 Apabila katup relief melepas balik ke sumber pasokan, kemampuan dan
keterbatasan tekanan balik dari katup yang digunakan sebaiknya dipertimbangkan.
Ada kemungkinan perlu membesarkan ukuran katup relief dan pemipaannya di atas
minimum untuk memperoleh kapasitas pelepasan yang cukup akibat hambatan tekanan
balik.
A.2.13.8 Jika pelepasan masuk reservoir di bawah permukaan air minimum, kemungkinan
tidak akan terjadi masalah dengan udara. Jika masuk dari bagian atas reservoir, masalah
udara dapat dikurangi dengan menurunkan pelepasan ke bawah permukaan air normal.
A.2.14.1.2 Outlet dapat disediakan pada header untuk pengujian standar, hidran halaman,
hidran dinding, atau katup slang pipa tegak.
Berikut catatan untuk gambar A.2.14.1.2.(1) dan (2).
a).

Jarak seperti direkomendasikan pabrik pembuat meter.

b).

Jarak tidak kurang dari 5 kali diameter pipa hisap untuk sambungan atas atau bawah
hisapan. Jarak tidak kurang dari 10 kali diameter pipa hisap untuk sisi penyambungan
(tidak direkomendasikan).

c).

Pelepas udara otomatik jika bentuk pemipaan U terbalik, udara terperangkap.

d).

Sistem proteksi kebakaran sebaiknya outlet yang tersedia untuk menguji pompa
kebakaran dan pemipaan pasokan hisap (lihat A.2.14.3.1).

e).

Susunan meter tertutup hanya akan menguji kinerja pompa neto. Meter ini tidak
menguji kondisi pasokan hisap, katup-katup, pemipaan, dan sebagainya.

f).

Pemipaan balik sebaiknya disusun sehingga tidak ada udara dapat terperangkap yang
dapat terjadi pada ujung ke atas dalam lubang impeller pompa..

g).

Turbulensi dalam masuknya air ke pompa sebaiknya dihindari untuk mengeliminasi


kavitasi yang akan mengurangi pelepasan pompa dan kerusakan impeller pompa.
Untuk alasan ini, penyambungan sisi tidak direkomendasikan.

h).

Memperpanjang sirkulasi ulang dapat menyebabkan kerusakan karena menimbulkan


panas, kecuali sebagian air di buang.

i).

Meter aliran sebaiknya dipasang sesuai instruksi pabrik.

j).

Jalur pipa pengindera tekanan juga dibutuhkan untuk dipasang sesuai butir 7.5.2.1.
{lihat gambar A.7.5.2.1.a) dan b)}.

89 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar 2.14.1.2.(1) : Susunan yang terbaik untuk mengukur aliran air pompa
kebakaran dengan meter untuk pompa banyak dan pasokan air. Air boleh di lepaskan
ke pengering atau ke sumber air pompa kebakaran.

Gambar 2.14.1.2.(2) : Susunan tipikal untuk mengukur aliran air pompa kebakaran
dengan meter. Pelepasan dari meter aliran di sirkulasi balik ke pipa hisap pompa
kebakaran.

90 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.2.14.2.1 Alat meter sebaiknya pelepasannya ke saluran pembuangan.


Pengecualian :
Dalam hal pasokan air dibatasi, pelepasan sebaiknya dikembalikan ke sumber air (contoh : tangki hisap, kolam
kecil, dan lain-lain). Jika pelepasan ini masuk sumber di bawah permukaan air minimum, ini mungkin akan
menimbulkan masalah udara pada hisapan pompa. Jika masuknya di atas bagian atas sumber, masalah udara
dikurangi dengan memperpanjang pelepasan ke bawah permukaan air normal.
A.2.14.3.1 Katup slang sebaiknya dipasang ke suatu header atau manifold dan dihubungkan
oleh pemipaan yang sesuai untuk pemipaan pelepasan pompa. Titik sambungan sebaiknya
antara katup searah pelepasan dan katup sorong pelepasan. Katup slang sebaiknya
dipasang untuk menghindari setiap kemungkinan gangguan air ke penggerak pompa atau
alat kontrolnya, dan sebaiknya di luar ruangan pompa atau rumah untuk pompa. Jika
tersedia fasilitas lain yang cukup untuk pengujian pompa, header katup slang dapat
dihilangkan jika fungsi utamanya untuk melengkapi metoda pengujian pompa dan pasokan
hisap. Apabila header slang juga melayani sebagai ekuivalen hidran halaman, penghilangan
ini sebaiknya tidak mengurangi jumlah katup slang kurang dari dua.
A.2.17
a).

Rotasi poros pompa dapat ditentukan sebagai berikut :

Rotasi pompa.
Pompa dirancang mempunyai rotasi searah jarum jam (CW), atau rotasi yang
berlawanan dengan arah jarum jam (CCW). Motor Diesel umumnya tersedia dan
dipasok dengan rotasi searah dengan jarum jam.

b).

Rotasi poros pompa horisontal.


Rotasi dari pompa horisontal dapat ditentukan oleh berdirinya pada ujung penggerak
dan muka pompa { lihat gambar A.2.17.(b) }. Jika bagian atas poros berputar dari kiri
ke kanan, rotasi adalah arah ke kanan tangan { atau searah jarum jam (CW) } . Jika
bagian atas poros berputar dari kanan ke kiri, rotasi adalah arah ke kiri tangan { atau
berlawanan arah jarum jam (CCW)}.

Gambar A.2.17 (b) : Putaran poros pompa horisontal.

91 dari 142

SNI 03-6570-2001

c).

Rotasi poros pompa vertikal.


Rotasi pompa vertikal dapat ditentukan dengan melihat ke bawah pada bagian atas
dari pompa. { lihat gambar A.2.17.(c) }. Jika titik dari poros langsung berputar
berlawanan dari kiri ke kanan, rotasi adalah arah ke kanan tangan ( atau searah jarum
jam ). Jika titik dari poros langsung berputar berlawanan dari kanan ke kiri, rotasi
adalah arah ke kiri tangan { atau berlawanan arah jarum jam (CCW)}.

Gambar A.2.17.(c) : Putaran poros pompa vertikal.


A.2.18
Dalam tambahan untuk kondisi dimana membutuhkan sinyal alarm untuk alat
kontrol pompa dan motor, kondisi lain untuk alarm seperti itu dapat direkomendasikan,
tergantung pada kondisi setempat. Beberapa kondisi alarm supervisi, sebagai berikut :
a).

Temperatur ruangan pompa rendah.

b).

pelepasan pada katup relief .

c).

Meter aliran tetap bekerja, pompa bypass.

d).

Permukaan air pada pasokan hisap di bawah normal.

e).

Permukaan air pada pasokan hisap mendekati kehabisan air.

f).

Pasokan bahan bakar Diesel di bawah normal.

g).

Tekanan uap di bawah normal.

Penambahan alarm seperti itu dapat disatukan ke dalam alarm kesulitan (trouble alarm) yang
telah tersedia pada alat kontrol, atau dapat juga berdiri sendiri.
A.2.19
Pompa yang mempertahankan tekanan (Jokey atau tambahan) sebaiknya
dipakai apabila dibutuhkan untuk mempertahankan keseragaman atau tekanan tinggi relatif
pada sistem proteksi kebakaran. Pompa jockey sebaiknya ditentukan ukurannya untuk
menambah laju kebocoran yang diijinkan di dalam 10 menit atau 3,8 liter/menit ( 1 gpm),
yang mana lebih besar.

92 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.2.19.3

Lihat gambar A.2.19.3.

Gambar A.2.19.3 : Instalasi pompa jockey dengan pompa kebakaran.


A.2.19.4

Pompa yang mempertahankan tekanan tipe sentrifugal lebih disukai.

Catatan berikut menerapkan pompa yang mempertahankan tekanan tipe sentrifugal :


a).

Pompa jockey biasanya dipersyaratkan bersama dengan pompa yang dikontrol secara
otomatik.

b).

Hisapan pompa jockey datang dari jalur pipa pasok pengisi tangki. Situasi ini akan
mengijinkan tekanan tinggi dipertahankan pada sistem proteksi kebakaran bahkan bila
tangki pasok kosong untuk perbaikan.

c).

Jalur pipa pengindera tekanan juga dibutuhkan dipasang sesuai d butir 7.5.2.1 { lihat
gambar A.7.5.2.1.a) dan b)} .

A.2.22.1 SNI 03-3989, tentang "Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem
springkler otomatik untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung" berisi
petunjuk spesifik untuk perancangan seismic dari sistem proteksi kebakaran. Tabel berlaku
untuk menentukan kekuatan relatif dari bermacam-macam bahan penahan dan pengikatnya.
A.3.1.1

Lihat gambar A.3.1.1.(a) sampai (h).

Gambar A.3.1.1.(a) Impeler menggantungbertingkat tunggal disambung tertutup

93 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.3.1.1.(b) : Impeller menggantung-bertingkat satu disambung terpisahdipasang dengan rangka.

Gambar A.3.1.1.(c) : Impeller menggantung-bertingkat satu disambung tertutup-in line


(menunjukkan seal dan packing).

94 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.3.1.1.(d) : Impeller menggantung-bertingkat satu disambung terpisah-in-linekopling kaku.

Gambar A.3.1.1.(e) : Impeller menggantung-bertinggkat satu disambung terpisah-in


line-kopling fleksibel.

95 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.3.1.1.(f) : Impeller antar bantalan dipasang terpisah-bertinggkat tunggalsplit case axial (horisontal).

Gambar A.3.1.1.(g) : Impeller antar bantalan-dipasang terpisah-bertingkat tunggal-split


case radial(vertikal)

96 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.3.1.1.(h) : Jenis-jenis pompa dipasang tetap.


A.3.1.2
Pompa sentrifugal terutama cocok untuk penguat tekanan dari pasokan umum
atau pribadi atau ke pompa dari tangki penyimpan bila menggunakan head statik positip.
A.3.2
Pompa yang teruji dapat mempunyai bentuk kurva kapasitas-head yang berbeda
untuk nilai nominal yang diberikan. Gambar A.3.2. menunjukkan bentuk kurva ekstrim yang
mungkin. Head pada kondisi menutup akan mempunyai rentang dari minimum 101 persen
sampai maksimum 140 persen dari head nominal. Pada kapasitas nominal 150 persen, head
akan mempunyai nilai rentang dari minimum 65 persen sampai maksimum sedikit di bawah
head nominal. Pabrik pembuat pompa dapat memasok kurva yang diinginkan untuk pompa
yang teruji.

97 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.3.2 : Kurva karakteristik pompa.


A.3.3.1

Lihat gambar A.3.3.1.

Gambar A.3.3.1 : Instalasi pompa kebakaran jenis Horisontal split case dengan
pasokan air dibawah head positip.
A.3.4.1
Kopling fleksibel dipakai untuk mengkompensasi perubahan temperatur dan
membolehkan gerakan ujung dari poros yang disambung tanpa mengganggu satu sama lain.

98 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.3.4.3
Pondasi yang kuat penting dalam mempertahankan kesejajaran. Pondasi lebih
disukai dibuat dari beton yang diperkuat.
A.3.5
Jika pompa dan penggeraknya dikirim dari pabrik dengan kedua mesin dipasang
pada plat dasar bersama-sama, maka kesejajaran (alignment) yang akurat dilakukan
sebelum dikirimkan. Semua plat dasar fleksibel untuk memanjang dan, karena itu, sebaiknya
tidak ditumpuk untuk mempertahankan kesejajaran pabrik.
Kesejajaran ulang penting setelah unit lengkap telah terpasang pada pondasi dan dilakukan
lagi setelah penyemenan dan pada saat pengencangan baut pondasi.
Kesejajaran sebaiknya diperiksa setelah unit disambungkan dengan pipa dan diperiksa
ulang secara periodik.
Untuk fasilitas akurasi kesejajaran di lokasi, pabrik pembuat sering tidak mengencangkan
pompa dan penggeraknya pada plat dasar sebelum pengiriman, atau pengencangan hanya
pada pompanya saja.
Setelah unit pompa dan penggerak dipasang pada pondasi, kopling yang membagi dua
bagian sebaiknya dilepaskan. Kopling sebaiknya tidak disambung kembali sampai operasi
kesejajaran telah dilengkapi.
Tujuan kopling fleksibel adalah mengkompensasi perubahan temperatur dan untuk
membolehkan gerakan pada ujung dari poros tanpa mengganggu sambil memindahkan daya
satu sama lain dari penggerak ke pompa.
Dua bentuk ketidak sejajaran antara poros pompa dan poros penggerak sebagai berikut :
a).

Ketidak sejajaran sudut.


Poros dengan sumbu konsentrik, tetapi tidak paralel.

b).

Ketidak sejajaran paralel.


Poros dengan sumbu axial, tetapi tidak konsentrik.

Muka dari kopling yang membagi dua sebaiknya berjarak antara sesuai rekomendasi pabrik
pembuat dan sebagian cukup jauh sehingga tidak dapat mengenai setiap bagian lainnya jika
rotor penggerak digerakkan lebih keras terhadap pompa. Oleh sebab itu kelonggaran
(allowance) sebaiknya dibuat dengan memakai bantalan dorong. Alat perkakas penting yang
kurang lebih memeriksa kesejajaran dari kopling fleksibel adalah alat pengukur ujung lurus
dan ketajaman atau pengukur feeler.
Pemeriksaan kesejajaran sudut dibuat dengan menyisipkan alat pengukur ketajaman atau
feeler pada empat titik antara muka kopling dan membandingkan jarak antara muka pada
jarak antara empat titik pada interval 900 sekitar kopling { lihat gambar A.3.5.(a) }. Unit akan
berada dalam kesejajaran sudut bila pengukuran menunjukkan bahwa muka kopling
jaraknya sama ke setiap bagian pada semua titik.
Pemeriksaan kesejajaran paralel dibuat dengan menempatkan alat pengukur ujung lurus
(straight edge) menyilang kedua sisi kopling pada bagian atas, bagian bawah, dan kedua
sisi { lihat gambar A.3.5.(b) }.
Unit akan berada dalam kesejajaran paralel bila ujung lurus rata pada sisi kopling untuk
semua posisi. Kelonggaran (allowance) mungkin penting untuk perubahan temperatur dan
untuk kopling yang terbelah dua yang tidak sama diameter luarnya. Kehati-hatian perlu
diambil untuk kelurusan ujung paralel ke sumbu dari poros.

99 dari 142

SNI 03-6570-2001

Ketidak sejajaran sudut dan paralel dikoreksi oleh plat ganjalan (shim) di bawah kaki
penyangga motor. Setelah setiap perubahan, penting untuk memeriksa ulang kesejajaran
kopling yang terbagi dua. Penyetelan dalam satu arah dapat merusak penyetelan yang telah
dibuat dalam arah yang lain.
Sebaiknya jangan menyetel plat ganjalan yang berada di bawah penyangga pompa.
Pengijinan sejumlah ketidak sejajaran akan mengubah tipe pompa, penggerak dan kopling
dari pabrik pembuatnya , model dan ukurannya.
Metoda terbaik untuk meletakkan kopling yang terbagi dua dalam kesejajaran akurat final,
dengan memakai alat indikator dial.

Gambar A.3.5.(a). : Pemeriksaan kesejajaran sudut.

Gambar A.3.5.(b) : Pemeriksaan kesejajaran paralel.

100 dari 142

SNI 03-6570-2001

Apabila kesejajaran telah betul, baut pondasi sebaiknya dikencangkan tetapi jangan terlalu
kencang. Unit selanjutnya dapat di cor ke pondasi.
Plat dasar sebaiknya diisi dengan adukan semen, dan ini diperlukan untuk mengecor
permukaan potongan-potongan, plat ganjalan, atau pasak pada tempatnya.
Baut pondasi sebaiknya dikencangkan penuh setelah adukan mengeras, biasanya kurang
lebih 48 jam setelah pengecoran.
Setelah adukan semen diset dan baut pondasi dikencangkan dengan benar, unit sebaiknya
diperiksa kembali kesejajaran paralel dan sudutnya, dan jika perlu dilakukan pengukuran
untuk koreksi. Setelah pemipaan dari unit telah disambungkan, kesejajaran sebaiknya
diperiksa lagi.
Arah rotasi penggerak sebaiknya diperiksa untuk memastikan sesuai dengan rotasi pompa.
Hubungan arah rotasi pompa ditunjukkan oleh arah panah pada rumah pompa.
Kopling yang terbagi dua selanjutnya dapat disambung kembali. Dengan pemasangan
pompa yang benar, unit kemudian sebaiknya dioperasikan di bawah kondisi operasi normal
sampai temperaturnya stabil.
Kemudian sebaiknya pompa diberhentikan dan selanjutnya diperiksa kembali kesejajaran
dari kopling.
Semua pemeriksaan kesejajaran sebaiknya dilakukan dengan kopling yang terpisah dua
dilepas dan dilakukan lagi setelah disambungkan kembali.
Setelah unit dioperasikan kurang lebih 10 jam atau 3 bulan, kopling yang terpisah dua
sebaiknya dilakukan pemeriksaan akhir ketidak sejajarannya disebabkan oleh tegangan pipa
atau temperatur.
Jika kesejajaran masih baik, pompa dan penggerak sebaiknya dikencangkan pada plat
dasar. Lokasi pengencangan sangat penting dan instruksi pabrik pembuat sebaiknya
diperoleh, khususnya jika unit ditujukan untuk perubahan temperatur.
Unit sebaiknya diperiksa secara periodik kesejajarannya. Jika unit duduk dalam jalurnya
setelah dipasang dengan benar, berikut ini penyebab yang mungkin :
a).

Pengendapan, menua, atau daya elastis pondasi dan tegangan pipa terganggu atau
terjadinya pergeseran mesin.

b).

Keausan bantalan.

c).

Daya elastisitas plat dasar menjadi berkurang akibat panas dari pipa uap yang
berdekatan atau dari turbin uap.

d).

Pergeseran struktur bangunan karena beban variabel atau sebab-sebab lain.

e).

Hal tersebut memerlukan pengaturan ulang kesejajaran dari waktu ke waktu, sampai
unit dan pondasi diperbaharui.

A.4.1
Operasi yang memuaskan pompa tipe turbin vertikal sangat tergantung pada
kecermatan dan kebenar instalasi unit pompa tersebut; oleh karenanya, direkomendasikan
dalam mengerjakan instalasi tersebut berada dibawah pengarahan wakil dari pabrik pembuat
pompa.
A.4.1.1
Pompa tipe turbin poros vertikal khususnya cocok untuk pompa kebakaran
dimana sumber air ada di bawah permukaan tanah dan dimana akan ditemui kesulitan untuk
memasang pompa tipe yang lain di bawah muka air minimum. Pompa tipe ini pada mulanya

101 dari 142

SNI 03-6570-2001

dirancang untuk pompa sumur yang di bor, tetapi dapat dipergunakan pula untuk menaikkan
air dari danau, sungai, rawa terbuka dan sumber di bawah permukaan yang lain. Dua tipe
pompa tipe turbin poros vertikal ini yang banyak digunakan adalah tipe poros tertutup
berpelumas minyak dan poros terbuka berpelumas air (lihat Gambar A-4-1.1).

Gambar 4.1.1 : Ilustrasi poros pompa dengan pelumasan air dan pelumasan minyak
Beberapa instansi kesehatan melarang penggunaan pompa berpelumas minyak; instansi
yang demikian ini harus dimintai pendapatnya bila akan menggunakan rancangan
berpelumas minyak.
A.4.2.1.1 Pasokan dari reservoar atau tangki penyimpan air untuk memasok sumuran
basah lebih disukai. Pasokan dari danau, sungai dan air tanah diijinkan bila dari penelitian
menunjukkan bahwa sumber pasokan ini dapat diharapkan mampu memasok secara cukup
dan dapat diandalkan.

102 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.4.2.1.2 Instansi berwenang dapat meminta analisis kinerja aquafer. Sejarah kandungan
air harus diselidiki secara cermat. Jumlah sumur yang sudah berfungsi di area ini dan
kemungkinan jumlah yang dapat dipergunakan sebaiknya diperhitungkan sehubungan
dengan jumlah total air yang tersedia untuk kebutuhan pemadam kebakaran.
A.4.2.2.1

Lihat Gambar A-4-2.2.1

Catatan : Jarak antara dasar dari saringan dan dasar bak basah sebaiknya setengah dari diameter mangkok
pompa tetapi tidak kurang dari 305 mm (12 inci)
Gambar A.4.2.2.1 : Instalasi pompa tipe turbin poros vertikal dalam sumur
A.4.2.2.2 Kecepatan air pada saluran atau pipa intake sebaiknya tidak melebihi kurang
lebih 0,7 m/detik( 2 ft/detik), dan kecepatan pada sumuran basah sebaiknya tidak melebihi
kurang lebih 0,3 m/detik ( 1 ft/detik). (lihat gambar A-4-2.2.2).
Saluran masuk yang ideal adalah saluran lurus masuk langsung kearah pompa. Belokan dan
hambatan akan merugikan karena dapat menyebabkan arus putar dan cenderung untuk
menimbulkan pusaran dengan inti pusaran yang dalam. Tingkat keberhasilan operasi akan
sangat tergantung pada saluran intake dan ukuran pompa.
The Hydraulic Institute Standards for Centrifugal, Rotary and Reciprocating Pumps, telah
merekomendasikan dimensi bak air untuk aliran 11.355 L/menit (3000 gpm) dan lebih besar.
Perencanaan bak air untuk pompa dengan kapasitas pelepasan kurang dari 11.355 L/menit
(300 gpm) sebaiknya mengikuti prinsip umum yang yang sama seperti ditunjukkan dalam
The Hydraulic Institute Standards for Centrifugal, Rotary and Reciprocating Pumps.

103 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.4.2.2.2 Instalasi pompa tipe turbin poros vertikal dalam bak basah.
A.4.2.5
Bila sumur mengambil pasokan dari formasi terkonsolidasi seperti batuan,
spesifikasi sumur harus ditetapkan menurut instansi berwenang setelah berkonsultasi
dengan konsultan air tanah yang diakui pada daerah tersebut.
A.4.2.7
Sebelum pompa permanen dipesan, air dari sumur sebaiknya dianalisis terhadap
tingkat korosinya, termasuk hal-hal seperti pH, garam-garaman seperti klorida, dan gas
berbahaya seperti karbon dioksida (CO2) atau hidrogen sulfida (H2S). Bila airnya korosif,
pompa harus dirancang dari bahan yang tahan korosi atau dilapis dengan lapisan penahan
khusus sesuai dengan rekomendasi pabrik pembuat.
A.4.3.1

Lihat Gambar A.4.3.1

104 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar 4.3.1 : Susunan pelepasan di bawah tanah


A.4.3.5.3

Pendeteksi muka air menggunakan metoda jalur udara adalah sebagai berikut.

a)

Metoda menentukan muka air menggunakan jalur udara dalam pipa kecil atau tabung
yang diketahui panjangnya, pengukur tekanan atau kedalaman, dan pompa ban
sepeda atau mobil biasa dipasang seperti ditunjukkan pada Gambar A.4.3.5.3. Pipa
jalur udara sebaiknya diketahui panjangnya dan dapat mencapai sisi terendah
permukaan air yang diamati di dalam sumur supaya dapat memastikan pembacaan
pengukuran yang baik, dan sebaiknya dipasang secara tepat. Seperti terlihat pada
Gambar A.4.3.5.3, pengukur tekanan udara dipakai untuk menunjukkan tekanan pada
jalur udara.

b)

Pipa jalur udara diturunkan ke dalam sumur, suatu sambungan T dipasang pada jalur
di atas tanah, dan pengukur tekanan dipasang pada satu sambungan. Sambungan
yang lain dipasang katup ban sepeda (pentiel) biasa, ke mana suatu pompa sepeda
dipasang. Semua sambungan sebaiknya dibuat kedap udara untuk mendapatkan data
yang benar. Pada saat udara dipompakan ke dalam jalur oleh pompa sepeda, tekanan
dari pengukur naik sampai semua air dalam pipa udara keluar. Pada saat kondisi ini

105 dari 142

SNI 03-6570-2001

dicapai, pembacaan di pengukur tekanan akan tetap walaupun pompa terus bekerja.
Tekanan maksimum yang terbaca pada pengukur tekanan adalah sama dengan
tekanan yang diperlukan untuk memompa air keluar dari pipa udara. Panjang kolom air
ini sama dengan panjang pipa air yang terendam.
c)

Pengurangan tekanan dikonversi ke m (ft) ( tekanan bar x 10,3 = meter dan tekanan
psi x 2,31 = ft) dari panjang jalur udara yang diketahui akan memberikan panjang pipa
udara yang terendam.

Gambar A.4.3.5.3 : Menentukan ketinggian permukaan air sesuai metoda saluran udara
Contoh : Perhitungan berikut akan menjelaskan gambar A.4.3.5.3.
Dianggap panjang (L) 15,2 m (50 ft).

106 dari 142

SNI 03-6570-2001

Bacaan pengukur tekanan sebelum pompa kebakaran di start (p1) = 0,68 bar (10 psi).
Kemudian A = 0,68 x 10,3 = 7,0 m ( 10 x 2,31 = 23,1 ft). Karena itu, permukaan air dalam
sumur sebelum pompa di start menjadi B = L A = 15,2 m 7 m = 8,2 m ( B = L A = 50 ft
23,1 ft = 26,9 ft).
Bacaan pengukur tekanan bila memompa (p2) = 0,55 bar (8 psi).
Kemudian C = 0,55 x 10,3 = 5,6 m ( C = 8 x 23,1 = 18,5 ft). Karena itu permukaan air dalam
sumur selama pemompaan menjadi D = L C = 15,2 m 5,6 m = 9,6 m ( D = L C = 50 ft
18,5 ft = 31,5 ft).
Tarikan ke bawah dapat ditentukan oleh salah satu cara sebagai berikut :
a)

D B = 9,6 m 8,2 m = 1,4 m (31,5 ft 26,9 ft = 4,6 ft).

b)

A C = 7,0 m 5,6 m = 1,4 m (23,1 ft 18,5 ft = 4,6 ft).

c)

p1 p2 = 0,68 0,55 = 0,13 bar = 0,13 x 10,3 = 1,4 m (10 8 = 2 psi = 2 x 2,31 = 4,6 ft)

A.4.4
Beberapa cara untuk memasang pompa vertikal dapat diikuti, tergantung pada
lokasi sumur dan fasilitas yang tersedia. Karena bagian terbanyak unit ada di bawah tanah,
kecermatan yang tinggi diperlukan untuk merakit dan memasangnya dan memeriksa
keseluruhan langkah kerja. Metoda sederhana berikut umum dipakai :
a)

Gunakan tripod (tiang kaki tiga) atau derek yang dapat dipindah dan gunakan dua set
klem pemasang di atas sumur terbuka dan rumah untuk pompa. Sesudah derek
berada di tempatnya, kesejajaran terhadap sumur atau sumuran basah sebaiknya
diperiksa secara hati-hati untuk menghindari kesulitan saat menset pompa.

b)

Pasang set klem pada pipa hisap pada mana saringan telah dipasang dan turunkan ke
dalam sumur sampai klem duduk pada blok disamping rumah sumur atau pada fondasi
pompa.

c)

Pasang klem ke rakitan tingkat pompa, pasang tingkat pompa ke pipa hisap, sampai
setiap bagian telah terpasang sesuai dengan instruksi pabrik pembuat pompa.

A.4.6.1.1 Pemasangan impeler harus dilakukan oleh petugas dari pabrik pembuat pompa.
Pemasangan yang tidak sempurna akan menimbulkan kerugian gesek yang berlebihan
akibat gesekan impeler pada penyekat pompa dan menyebabkan naiknya kebutuhan daya.
Bila impeler dipasang terlalu tinggi, akan terjadi pengurangan kapasitas sedangkan
kapasitas penuh adalah vital pada pompa kebakaran. Mur poros teratas harus dikunci atau
dipasak sesudah pemasangan yang sempurna.
A.4.6.1.2 Unit pompa diperiksa di pabrik untuk kehalusan kinerjanya dan sebaiknya dapat
beroperasi dengan memuaskan sesuai tugasnya. Bila ada getaran berlebihan, kondisi
berikut dapat menimbulkan masalah:
a)

Pompa atau poros kolom bengkok.

b)

Impeler tidak terpasang dengan tepat pada mangkok pompa

c)

Pompa tidak tergantung bebas dalam sumur.

d)

Tegangan ditransmisikan ke pemipaan pelepasan.

Temperatur motor yang berlebihan pada umumnya disebabkan baik oleh tegangan rendah
sumber listrik terus-menerus atau oleh pemasangan impeler yang tidak cermat di dalam
mangkok pompa.

107 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.5.1
positif.

Semua persyaratan pada Bab 2 boleh tidak dipergunakan pada pompa langkah

A.5.1.2

Perhatian khusus pada ukuran dan panjang pipa inlet pompa sebaiknya dicatat.

A.5.1.2.2 Kurva karakteristik pompa dan contoh cara pemilihan pompa. Karakteristik kurva
kinerja sebaiknya mengikuti standar yang ada.
Contoh : Seorang perencana, merencanakan sistem proteksi kebakaran busa-air. Telah
ditentukan, setelah penggunaan Faktor keamanan yang tersedia, sistem tersebut
membutuhkan pompa konsentrat busa dengan kemampuan 45 gpm pada tekanan sistem
maksimum 230 psi. Menggunakan kurva kinerja (lihat gambar A.5.1.2.2) untuk model pompa
XYZ-987, pompa ini dipilih untuk digunakan.
Pertama tama, tentukan 230 psi pada sumbu horisontal di label Perbedaan tekanan dan
kemudian tarik garis tegak lurus untuk kurva aliran sampai 45 gpm. Tercatat bahwa pompa
khusus ini menghasilkan 46 gpm pada kecepatan motor standar yang dirancang RPM-2.
Pompa ini sangat baik untuk digunakan.
Selanjutnya tarik ke kurva daya untuk kecepatan yang sama RPM-2 pada 230 psi dan
diperoleh bahwa daya yang dibutuhkan 13,1 HP untuk menggerakkan pompa. Motor listrik
yang akan dipakai untuk penggunaan ini motor dengan 15 HP pada RPM-2 adalah motor
nominal yang tersedia diatas persyaratan minimum ini.

Gambar A.5.1.2.2 : Contoh pemilihan pompa langkah positip


A.5.1.5
Pompa langkah positif sangat tergantung pada toleransi mesin, korosi dapat
mempengaruhi kinerja dan fungsi pompa.

108 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.5.2.2
Laju aliran spesifik harus ditentukan dengan standar yang berlaku. Konsentrasi
perekat dan aditif dapat menyebabkan kerugian gesek pipa yang besar dari tangki pemasok
ke hisapan pompa.
A.5.2.3
Pada umumnya, kapasitas pompa dihitung dengan mengalikan aliran air
maksimum dengan persentasi konsentrasi yang diinginkan. Hasil perkalian ini kemudian
ditambah 10 persen faktor keamanan (untuk kebutuhan yang melebihi) untuk memastikan
kapasitas pompa cukup pada semua kondisi yang ada.
A.5.2.4
Pada umumnya, tekanan pelepasan pompa konsentrat
ditambahkan tekanan 2 bar pada tekanan air maksimum di titik injeksi.

dipersyaratkan

A.5.3.1
Standard ini tidak dimaksudkan untuk melarang penggunaan pompa-pompa
stasioner untuk sistem-sistem kabut air.
A.5.4.2
Pompa langkah positif mampu memberikan tekanan melebihi tekanan pelepasan
rancangan maksimumnya secara cepat bila dioperasikan terhadap sistem pelepasan
tertutup.
Bentuk lain alat proteksi (seperti penghentian otomatik, cakram retak dan lain-lain)
dipertimbangkan sebagai bagian sistem pemompaan dan umumnya di luar lingkup yang
dipasok oleh pabrik pembuat pompa. Komponen ini sebaiknya dirancang aman dan dipasok
oleh perancang dan/atau pengguna. (Lihat Gambar A-5-4.2 untuk usulan skematik
kebutuhan sistem pompa)

Gambar A.5.4.2 : Pemipaan dan fiting tipikal pompa busa


A.5.4.3
Hanya sistem yang mengembalikan aliran ke sumber dan dari jenis external yang
boleh dipergunakan bila saluran keluar (outlet) dari sistem ini dapat ditutup selama lebih dari
beberapa menit. Operasi pompa yang dilengkapi dengan katup relief integral dan jalur outlet
tertutup akan menyebabkan panas lebih dari pompa dan pelepasan busa dari cairan setelah
jalur outlet dibuka kembali.

109 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.5.4.4. Fiting dan pemipaan tipikal pompa sistem pengabut air
A.5.4.4

Tekanan balik pada sisi pelepasan dari katup relief tekanan sebaiknya

dipertimbangkan. (Lihat gambar A.5.4.4 untuk tataletak skematik kebutuhan pompa yang
diusulkan).
A.5.4.5
Ukuran mesh saringan yang direkomendasikan didasarkan pada toleransi pompa
internal. (Lihat gambar A.5.4.5 untuk ukuran mesh standar).

Gambar A.5.4.5 Ukuran mesh standar


A.5.5.1
Pompa langkah positif pada umumnya digerakkan oleh motor listrik, motor bakar
atau motor hidrolik.
A.5.6
Alat kontrol ini dapat dilengkapi sarana pelepas beban atau pelepas tekanan
otomatik pada saat menstart penggerak pompa.
A.6.2.2
Suatu fasilitas penghasil tenaga listrik setempat yang terletak disekitar pompa
kebakaran dapat dipergunakan sebagai fasilitas penyedia daya bila fasilitas ini berada pada
gardu daya yang terpisah atau terpisah dari bangunan utama. Fasilitas tersebut dapat
dipergunakan sebagai satu dari dua sumber penyedia arus. Bilamana dua sumber
digunakan dengan saklar pemindah daya, lihat, lihat SNI 04-0225-2000, tentang
"Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".

110 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.6.2.3

Sumber yang handal memiliki karakteristik berikut:

a)

Jarang mengalami pemutusan daya akibat lingkungan atau kondisi akibat perbuatan
manusia.

b)

Memiliki sambungan pelayanan terpisah atau sambungan ke sisi pasok dari pemutus
layanan.

c)

Konduktor servis dan feeder baik yang tertanam 50 mm (2 inch) dalam beton atau bata
dalam bangunan

Metoda umum menggelar sistem daya dari sumber ke motor diperlihatkan pada Gambar
A.6.2.3. Susunan lainnya juga diperbolehkan. Penentuan kehandalan pelayanan ditentukan
oleh instansi berwenang.

Gambar 6.2.3. Susunan pasokan daya tipikal dari sumber ke motor


A.6.3
Bila resiko yang ada tinggi dan bila pemutusan layanan pompa kebakaran akan
mengganggu proteksi kebakaran secara nyata, setidaknya sebaiknya disediakan dua sirkit
terpisah dari pusat pembangkit tenaga ke ruangan pompa. Sirkit sebaiknya dijalankan
melalui saluran terpisah atau dengan sedemikian sehingga kerusakan lebih dari satu saluran
pada waktu yang bersamaan akan jarang terjadi.

111 dari 142

SNI 03-6570-2001

Sirkit total di bawah tanah dari stasiun pembangkit ke ruangan pompa sangat dianjurkan dan
harus dilaksanakan bila memungkinkan. Bila cara demikian tidak dimungkinkan, sirkit di atas
kepala diijinkan, tetapi bagian dari sirkit yang dekat dengan pembangkit yang dilayani
pemadam kebakaran atau pembangkit yang terbuka seharusnya dilayani dengan perhatian
khusus terhadap kerusakan akibat kebakaran.
Bila ruangan pompa bagian dari, atau dekat dengan, pembangkit yang mana pompa
dirancang untuk memproteksinya, kabel sebaiknya ditanam untuk jarak tertentu dari ruangan
pompa.
A.6.3.1
Dibawah pengaruh kondisi kebakaran, sambungan pelayanan dan pasokan
mudah terpengaruh oleh kerusakan bangunan, misalnya yang runtuh, atau kerusakan
bagian-bagian lain dalam lingkungan yang sama halnya dengan akibat kebakaran. Dibawah
kondisi kebakaran yang disebabkan oleh arus lebih dalam konduktor pelayanan dan feeder,
karakteristik pada butir 6.3.1 meminimumkan kemungkinan penyebaran api.
Cara tipikal untuk menentukan komponen jalur daya dari sumbernya ke motor ditunjukkan
pada gambar A.6.2.3. Konfigurasi lain juga diijinkan.
A.6.3.2.2.1 Bila daya alternatif dari generator setempat, peralatan pelayanan pengganti tidak
perlu diletakkan pada ruangan pompa kebakaran.
Komisi teknik mempertimbangkan bahwa susunan potensial menyediakan daya listrik pompa
kebakaran dari sisi sekunder transformer, di mana fasilitas pasokan lain untuk beban listrik.
Komisi teknik mengakui bahwa kemungkinan untuk memasok daya pompa kebakaran
dimuka beban bangunan lainnya dan untuk memproteksi sirkit daya pompa kebakaran
dengan koordinasi elektrikal yang tepat.
Bagaimanapun, komisi teknik perduli hal tersebut, dimana merespon keadaan darurat,
petugas pemadam kebakaran mungkin mencari pemutus daya listrik untuk fasilitas membuka
pelepas sisi primer transformer, dimana dalam hal ini akan mengisolasi daya ke pompa
kebakaran secara baik. Sebagai tambahan, komisi teknik perduli bahwa koordinasi elektrikal
dirancang dapat berkompromi dengan tambahan beban listrik dari luar untuk memfasilitasi
sistem distribusi daya. Karena itu, jika pelayanan listrik dipasok ke fasilitas tegangan tinggi
dari pada tegangan biasa, komisi teknik berfikir bahwa pemisahan transformator untuk
menyediakan daya ke pompa kebakaran tepat.
A.6.4
Normal, ukuran konduktor didasarkan pada bab yang sesuai dari SNI 04-02252000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)", kecuali ukuran yang
lebih besar dapat dipersyaratkan untuk memenuhi persyaratan NFPA 70, Section 695-8(e)
(NFPA 20, Section 6-4). Ukuran transformer sesuai dengan SNI 04-0225-2000, tentang
"Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)", kecuali ukuran minimum lebih besar
dapat dipersyaratkan untuk memenuhi persyaratan NFPA 70, Section 695-8(e) (NFPA 20,
Section 6-4).
A.6.5.1.1.1 Arus rotor terkunci untuk motor 380 V diperkirakan sama dengan 6 kali arus
beban penuh.
A.6.6.2
Bila generator dimaksudkan juga untuk memasok daya ke beban lain sebagai
tambahan dari satu atau lebih penggerak pompa kebakaran, pemasok bahan bakar harus
mampu memenuhi kebutuhan semua beban yang ada untuk jangka waktu yang diinginkan.
Beban yang tersambung dapat termasuk beban seperti lampu darurat, tanda keluar dan lift.
A.7.1.2.2 Ungkapan yang tepat untuk penggunaan sarana dimana alat kontrol dan sakelar
pemindah prototipenya telah teruji dan telah didemonstrasikan pada pengujian daya tahan

112 dari 142

SNI 03-6570-2001

terhadap hubung singkat dan kapasitas interupsinya dinyatakan dengan besaran arus
hubung singkat dan tegangan listrik yang tersedia pada jalur terminanyal (lihat ANSI/UL 509
Standard for safety industrial control equipment, dan ANSI/UL 1008, standard for safety
automatic transfer switch).
Pengkajian hubung singkat sebaiknya dilakukan untuk menentukan arus hubung singkat
yang ada pada alat kontrol sesuai dengan IEEE 141, Electric power distribution for industrial
plants; IEEE 241, Electric system for commercial buildings; or other acceptable methods.
Setelah alat kontrol dan sakelar pemindah digunakan untuk pengujian kegagalan arus tinggi,
alat ini mungkin tidak cocok untuk digunakan selanjutnya tanpa diperiksa dan diperbaiki
terlebih dahulu (lihat NEMA ICS 2.2), Maintenance of Motor Controllers after a fault
condition).
A.7.2.1
Jika alat kontrol harus ditempatkan di luar ruangan pompa, bukaan kaca
sebaiknya disediakan pada dinding ruangan pompa untuk mengamati motor dan pompa
selama start. Jalur pipa kontrol tekanan sebaiknya diproteksi terhadap kebekuan dan
kecelakaan mekanik.
A.7.3.3.1 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)".
A.7.3.6
Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.3.7.3 Operator pompa sebaiknya memahami instruksi yang disediakan untuk alat
kontrol dan meneliti semua detail rekomendasinya.
A.7.4.1
Operasi dari penangkal kejut (surge arrester) sebaiknya tidak menyebabkan
sakelar isolasi atau pemutus tenaga membuka.
Penangkal pada ANSI/IEEE C62.11, IEEE Standard for metal oxide surge arresters for AC
Power circuits, biasanya Zink Oxide tanpa celah.
A.7.4.2.1

Pengecualian no.1:

Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi
Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.2.3 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.3.1 Untuk informasi lebih lanjut, lihat SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum
Instalasi Listrik 2000 (PUIL-2000)"
A.7.4.3.3 Perhatian sebaiknya diberikan untuk tipe pelayanan pembumian dalam
menentukan interupsi pemutus tenaga nominal yang didasarkan pada tipe pembumian yang
dipakai.
A.7.4.3.3.(4) Interupsi nominal dapat berkurang dari nominal yang sesuai apabila alat-alat
lain di dalam alat kontrol membantu proses interupsi arus.
A.7.4.3.3.(6) Pengecualian :
Alat pembatas arus dari tipe sambungan meleleh, bila digunakan sebagai bagian integral
dari pemutus tenaga, membatasi arus selama hubung singkat di dalam kapasitas interupsi
dari pemutus tenaga.

113 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.7.4.4.c) Direkomendasikan bahwa alat pengaman arus lebih rotor terkunci tidak di reset
lebih dari 2 (dua) kali berturut turut jika trip karena rotor terkunci tanpa pemeriksaan pertama
motor karena panas lebih dan untuk mengurangi atau membatasi penyebab yang mencegah
motor mencapai kecepatannya.
A.7.4.5.6

Pengecualian.

Alarm sebaiknya bergabung dengan alat indikasi tampak lokal dan kontak indikasi jarak jauh.
Alarm dapat bergabung sebagai bagian dari alat indikasi daya yang tersedia dan kehilangan
fasa alarm {lihat butir 7.4.6.1 dan 7.4.7.b)}.
A.7.4.6
Lampu pilot untuk pelayanan alarm dan sinyal sebaiknya beroperasi pada
tegangan listrik lebih rendah dari tegangan listrik nominal agar lampu berumur panjang
pemakaiannya. Bila perlu, resistor yang cocok atau trafo tegangan digunakan untuk
mengurangi tegangan listrik dalam pengoperasian lampu.
A.7.4.7
Apabila kondisi yang luar biasa ada menyebabkan pompa beroperasi tidak
menentu, alarm yang menunjukkan kegagalan operasi direkomendasikan. Agar supaya
supervisi sumber daya tersupervisi pada sirkit alarm, alat kontrol dapat disusun untuk start
pada kegagalan daya sirkit alarm tersupervisi.
A.7.5.1
a)

Definisi berikut diambil dari NFPA 70, National Electric Code.

otomatik.
bergerak sendiri, beroperasi dengan mekaniknya sendiri bila digerakkan oleh
pengaruh tertentu, bukan oleh orang, seperti contoh : perubahan kekuatan arus,
tekanan , temperatur, atau konfigurasi mekanikal.

b)

tidak otomatik.
gerakan yang membutuhkan intervensi untuk kopntrolnya. Seperti diterapkan untuk
alat kontrol otomatik, kontrol tidak otomatik tidak berarti menyatakan secara tidak
langsung sebagai alat kontrol manual, tetapi hanya perlu petugas untuk
mengintervensi.

A.7.5.2.1 Pemasangan jalur pengindera tekanan antara katup searah pelepasan dan katup
kontrol perlu untuk memfasilitasi isolasi dari alat kontrol pompa jockey (dan jalur pengindera)
guna pemeliharaan tanpa mengeluarkannya dari seluruh sistem {lihat gambar A.7.5.2.1(a)
dan (b)}

114 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.7.5.2.1.(a).: Sambungan pemipaan untuk setiap sakelar tekanan otomatik


(untuk pompa kebakaran dan pompa jockey).

Gambar A.7.5.2.1.(b): Sambungan pemipaan untuk saluran pengindera tekanan


A.7.5.2.1.e) Alat pencatat tekanan sebaiknya mampu untuk mencatat tekanan sedikitnya 150
persen dari tekanan pelepasan pompa di bawah kondisi tanpa aliran. Pada bangunan
bertingkat tinggi, sebaiknya mudah dibaca tanpa membuka panel alat kontrol pompa
kebakaran. Persyaratan ini tidak harus diikuti oleh alat pencatat yang terpisah dari setiap alat
kontrol ini. Alat pencatat saluran jamak tunggal dapat melayani pengindera jamak.

115 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.7.5.3.2 Kontrol mekanik untuk menjalankan secara darurat, menyediakan sarana di


bagian luar yang menutup kontaktor motor secara manual, memotong jalur untuk start dan
menjalankan motor pompa kebakaran.
Ini dimaksudkan untuk penggunaan darurat apabila pengoperasian secara normal/magnetic
tidak memungkinkan. Bila digunakan pada rancangan alat kontrol, tegangan listrik pada
waktu start akan turun, batas penurunan tegangan listrik 15 persen pada butir 6.4 tidak
digunakan.
A.7.7
Instansi berwenang dapat mengijinkan penggunaan alat kontrol pelayanan
terbatas untuk situasi khusus dimana penggunaan yang dapat diterima disampaikan pada
pihak berwenang.
A.7.8
Susunan Alat kontrol pompa kebakaran tipikal dan sakelar pemindah seperti
ditunjukkan pada gambar A.7.8. Konfigurasi lain dapat juga diterima.

Gambar A.7.8 : Susunan Alat kontrol pompa kebakaran tipikal dan sakelar pemindah
A.7.8.2
Kompartementalisasi atau pemisahan untuk mencegah penyebaran dari
kegagalan salah satu kompartemen dalam kompartemen yang lain.
A.8.2.2.1 Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat SAE J-1349, Engine Power Test Code
Spark Ignition and Compression Engine.
A.8.2.2.4

Lihat gambar A.8.2.2.4.

116 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.8.2.2.4 : Kurva pengurangan nilai karena ketinggian.


A.8.2.2.5 Kenaikan temperatur kamar pompa sebaiknya dipertimbangkan bila menentukan
temperatur udara luar tertentu (lihat gambar A.8.2.2.5).

Gambar A.8.2.2.5 : Kurva pengurangan nilai temperatur.


A.8.2.4.7 Suatu cara menata pada penutup akan memastikan pengkabelan yang siap di
lokasi antara dua set terminal.

117 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.8.2.4.8 Terminal sebaiknya menggunakan penyambungan jenis sepatu kabel dan


diisolasi. Pada terminal jenis sepatu kabel sebaiknya kabelnya dikupas kurang lebih 1,6 mm
(1/16 inch) memperlihatkan kabel telanjang setelah dimasukkan dalam sepatu kabel untuk
menjamin tidak adanya isolasi yang berada di bawah sepatu kabel. Kabel sebaiknya
disentak untuk memastikan agar terminal cukup kuat.
A.8.2.4.9 Operasi mekanikal secara manual dari kontraktor batere utama akan mem
bypass semua pengkabelan sirkit kontrol di dalam alat kontrol.
A.8.2.5.2.3 Alat pengisi batere tunggal yang secara otomatik berganti-ganti dari satu batere
ke batere lain dapat digunakan pada instalasi dua batere.
A.8.2.5.2.5 Lokasi pada sisi dan sama tinggi dengan motor direkomendasikan untuk
memperpendek panjang kabel dari batere ke starter.
A.8.2.6.3

Lihat gambar A.8.2.6.3.

Gambar A.8.2.6.3 Saluran air pendingin dengan bypass.


A.8.2.6.4 Apabila pasokan air diperkirakan dapat mengandung bahan-bahan asing seperti
potongan kayu, daun-daun, potongan kain dan lain sebagainya, saringan sebagaimana
disyaratkan dalam butir 8.2.6.3, sebaiknya dari tipe saringan rangkap dua.

118 dari 142

SNI 03-6570-2001

Setiap elemen filter (bersih) sebaiknya mempunyai kapasitas penyaringan yang cukup untuk
memungkinkan aliran penuh untuk jangka waktu 3 jam.
Sebagai tambahan, saringan rangkap dua dengan kapasitas yang sama sebaiknya dipasang
juga di jalur bypass (lihat gambar A.8.2.6.3).
A.8.3
Pompa yang digerakkan dengan motor dapat dipasang di dalam rumah untuk
pompa atau di dalam ruangan pompa yang sebaiknya seluruhnya terpisah dari struktur
utama bangunan oleh konstruksi yang tidak mudah terbakar.
A.8.3.2
Untuk mendapatkan ventilasi ruangan yang terbaik, ventilasi untuk pasokan dan
pelepasan udara sebaiknya untuk dipasang di dinding yang berlawanan.
Apabila melakukan perhitungan temperatur maksimum di ruangan pompa, radiasi panas
dari motor, pemipaan pembuangan serta semua sumber lainnya yang menambah panas
sebaiknya dipertimbangkan.
Bila ruangan pompa di ventilasi dengan ventilator yang digerakkan dengan daya listrik,
keandalan dari sumber daya listrik pada waktu terjadi kebakaran sebaiknya untuk
dipertimbangkan. Bila sumber daya listrik tidak dapat diandalkan, perhitungan kenaikan
temperatur sebaiknya berdasarkan asumsi ventilator tidak berfungsi.
Udara yang digunakan motor untuk pembakaran sebaiknya dipertimbangkan sebagai bagian
dari pertukaran udara di dalam ruangan.
Ruangan pompa dengan motor didinginkan oleh alat penukar kalor, membutuhkan khusus
pertukaran udara yang lebih banyak dari konsumsi udara motor yang tersedia.
Untuk mengendalikan naiknya temperatur di ruangan, aliran udara tambahan melalui
ruangan umumnya dibutuhkan { lihat gambar A.8.3.2.(a) }.
Ruangan pompa dengan motor didinginkan radiator mungkin pertukaran udaranya cukup
karena pelepasan dari radiator dan komsumsi motor { lihat gambar A.8.3.2.(b) }.

Gambar A.8.3.2.(a) : Sistem ventilasi tipikal untuk alat penukar kalor pendingin diesel
penggerak pompa.

119 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.8.3.2.(b) : Sistem ventilasi tipikal untuk radiator pendingin diesel penggerak
pompa
A.8.3.2.1 Bila damper yang digerakkan oleh motor digunakan di jalur pasokan udara,
damper ini sebaiknya menggunakan gerakan pegas untuk posisi membuka dan
menggunakan motor untuk menutup. Damper yang dioperasikan oleh diberi sinyal untuk
membuka bila atau sebelum motor mulai memutar poros engkol untuk start.
Batasan hambatan maksimum aliran udara untuk ventilator pasokan udara perlu sesuai
dengan motor yang teruji untuk memastikan aliran udara yang cukup untuk pendinginan dan
pembakaran. Hambatan ini termasuk tipikal seperti burung, damper, dakting, atau apa saja
yang berada di jalur pasokan udara antara ruangan pompa dan di luar.
Damper yang digerakkan dengan motor direkomendasikan untuk motor yang didinginkan
dengan alat penukar kalor untuk meningkatkan sirkulasi konveksi.
Damper yang digerakkan secara gravitasi direkomendasikan untuk digunakan pada motor
yang didinginkan dengan radiator untuk memudahkan koordinasinya dengan aliran udara
dan fan.
A.8.3.2.2 Apabila damper digerakkan dengan motor digunakan di jalur pelepasan udara,
damper ini sebaiknya menggunakan gerakan pegas untuk posisi membuka, dan
menggunakan motor untuk menutup, serta diberi sinyal untuk membuka bila atau sebelum
motor mulai memutar poros engkol untuk start.
Ventilator udara umumnya dapat bekerja melawan angin. Untuk itu, adanya angin sebaiknya
dipertimbangkan bila menentukan lokasi dari ventilator pelepasan udara ( lihat gambar
A.8.3.2.2 untuk rancangan dinding yang menghadap angin yang direkomendasikan).

120 dari 142

SNI 03-6570-2001

Untuk motor yang didinginkan dengan alat penukar kalor, ventilator pelepasan udara dengan
damper yang digerakkan oleh motor dirancang untuk sirkulasi konveksi lebih disukai dari
pada ventilator yang digerakkan oleh listrik.
Susunan ini akan membutuhkan ukuran ventilator yang lebih besar, tetapi tidak tergantung
pada sumber daya yang mungkin tidak tersedia pada waktu pompa beroperasi.
Untuk motor yang didinginkan dengan radiator, direkomendasikan untuk menggunakan
damper yang digerakkan secara gravitasi. Kisi-kisi dan damper yang digerakkan oleh motor
tidak direkomendasikan, karena hambatan pada aliran udara yang ditimbulkannya dan
tekanan udara yang harus dioperasikan untuk melawannya.
Batasan hambatan aliran maksimum untuk ventilator pelepasan udara perlu sesuai dengan
motor yang teruji untuk memastikan aliran udara pendinginan yang cukup.

Gambar A.8.3.2.2. Dinding angin tipikal.


A.8.4.3
Bilamana pengisian ulang bahan bakar dengan cepat diragukan, pasokan
cadangan sebaiknya disediakan dengan fasilitas untuk memindahkan ke tangki utama.
A.8.4.5
Letak tangki penyimpan bahan bakar diesel lebih disukai di dalam ruangan
pompa atau rumah untuk pompa, jika diperkenankan oleh peraturan setempat. Jalur
pengisian dan penghawaan diteruskan sampai ke luar ruangan. Pipa pengisian dapat
digunakan untuk mengukur isi tangki utama (gauging well) dimana dimungkinkan.
A.8.4.6
NFPA 31, Standard for the Installation of Oil burning equipment, dapat digunakan
sebagai pedoman untuk pemipaan bahan bakar. Gambar A.8.4.6 menunjukkan sistem
bahan bakar motor diesel yang disarankan.

121 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.8.4.6 Sistem bahan bakar untuk motor diesel penggerak pompa kebakaran
A.8.4.7
Titik leleh (pour point) dan titik keruh (cloud point) paling tidak 5,60C (100F) di
bawah temperatur bahan bakar yang terendah yang mungkin terjadi (lihat butir 2.7.2 dan
8.4.5).
A.8.5.3
Petunjuk secara konservatif, bila sistem pembuangan panjangnya melebihi 4,5 m
(15 ft), ukuran pipa sebaiknya dibesarkan satu ukuran lebih besar dari ukuran outlet
pembuangan motor untuk setiap penambahan panjang 1,5 m ( 5 ft ).
A.8.6
Motor bakar yang mempunyai bagian-bagian bergerak sesuai rancangan dan
dengan jumlah seperti itu tidak dapat diberikan keandalan pelayanan yang baik kecuali
dilakukan pemeliharaan yang baik. Buku instruksi dari pabrik pembuat mencakup
pemeliharaan dan pengoperasian sebaiknya tersedia, dan operator pompa memahami
isinya. Semua ketentuan-ketentuannya yang terkait sebaiknya diteliti secara detail.
A.8.6.2
Lihat NFPA 25, Standard for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water
Based Fire Protection Systems, untuk pemeliharaan yang benar dari motor, batere, pasokan
bahan bakar, dan kondisi lingkungan.
A.8.6.5
Temperatur motor yang tepat bila motor tidak berjalan dapat dipertahankan
dengan sirkulasi dari air panas melalui selubung (jacket) atau melalui pemanas dari air untuk
motor dengan elemen elektrik yang dicelupkan ke dalam blok motor. Sebagai ketentuan
umum, alat pemanas air dan alat pemanas minyak dibutuhkan untuk motor diesel di bawah
210C ( 700F).

122 dari 142

SNI 03-6570-2001

Manfaat yang bisa diperoleh adalah sebagai berikut :


a)

Start cepat (motor pompa kebakaran dapat memikul beban penuh segera setelah di
start).

b)

Mengurangi keausan motor.

c)

Mengurangi pembuangan pada batere.

d)

Mengurangi pengenceran minyak.

e)

Mengurangi pembentukan karbon, sehingga kemungkinan besar motor dapat di start


setiap saat.

A.9.2.1
Jika alat kontrol harus ditempatkan di luar kamar pompa, bukaan kaca sebaiknya
disediakan pada dinding kamar pompa untuk mengamati motor dan pompa selama start.
Jalur pipa kontrol tekanan sebaiknya diproteksi terhadap kebekuan dan kerusakan mekanik.
A.9.3.1
Dalam daerah yang dipengaruhi oleh kelembaban berlebihan, panas dapat
berguna untuk mengurangi kelembaban.
A.9.3.3.1 Untuk penjelasan lebih lanjut, lihat NEMA 250, Enclosure for electrical
equipment.
A.9.3.8
Operator pompa sebaiknya memahami instruksi yang disediakan untuk alat
kontrol dan mengamati semua detail dari rekomendasinya.
A.9.4.1.2 Direkomendasikan lampu pilot dan pelayanan sinyal menggunakan voltage lebih
rendah dari voltage nominal lampu untuk memastikan lampu berumur panjang. Bila perlu
resistor digunakan untuk mengurangi voltage pada pengoperasian lampu.
A.9.4.2.c) Sinyal gangguan berikut sebaiknya dimonitor dari jarak jauh dari alat kontrol :
a)

Sinyal yang umum dapat digunakan untuk mengindikasi gangguan sebagai berikut :
butir 9.4.1.3.a) sampai e) dan kehilangan output pengisi batere pada sisi beban alat
proteksi arus lebih arus searah (dc).

b)

Jika tidak ada cara lain untuk mengamati kehilangan daya, alat kontrol dapat
dilengkapi dengan sirkit kegagalan daya, yang menunda waktu start motor pada saat
kehilangan output arus dari pengisi batere.

A.9.4.4
Alat pencatat tekanan sebaiknya mampu mencatat tekanan sekurang kurangnya
150 persen dari tekanan pelepasan pompa di bawah kondisi tanpa aliran. Pada bangunan
bertingkat tinggi persyaratan ini dapat lebih dari 27,6 bar ( 400 psi). Persyaratan ini tidak
harus diikuti alat pencatat terpisah untuk setiap alat kontrol yang dapat melayani pengindera
jamak. Alat pencatat tunggal saluran jamak dapat melayani alat pengindera jamak.
A.9.5
a)

Definisi berikut diturunkan dari NFPA 70, National Electric Code :


Otomatik.
bergerak sendiri, beroperasi dengan mekaniknya sendiri bila digerakkan oleh
pengaruh bukan orang, bukan oleh orang, seperti contoh : perubahan kekuatan arus,
tekanan , temperatur, atau konfigurasi mekanikal.

b).

Tidak otomatik.
gerakan tak langsung yang membutuhkan intervensi orang untuk kontrolnya. Seperti
diterapkan pada alat kontrol listrik, kontrol tidak otomatik tidak perlu menyatakan

123 dari 142

SNI 03-6570-2001

secara tak langsung sebagai alat kontrol manual, tetapi hanya memerlukan intervensi
orang.
A.9.5.5.2 Memberhentikan
secara
manual
pompa
kebakaran
lebih
disukai.
Memberhentikan secara otomatik pompa kebakaran dapat terjadi selama kondisi aktual
kebakaran jika sinyal alat kontrol menunjukkan kondisi aliran yang relatif rendah dimana
persyaratan tekanan telah dipenuhi.
A.9.6.9
Alat pencatat tekanan sebaiknya mampu mencatat tekanan sekurang kurangnya
150 persen dari tekanan pelepasan pompa di bawah kondisi tanpa aliran. Pada bangunan
bertingkat tinggi persyaratan ini dapat lebih dari 27,6 bar ( 400 psi). Persyaratan ini tidak
harus diikuti alat pencatat terpisah untuk setiap alat kontrol yang dapat melayani pengindera
jamak. Alat pencatat tunggal saluran jamak dapat melayani alat pengindera jamak.
A.10.1.3 Turbin bertingkat tunggal, keandalan maksimum dan kesederhanaannya
direkomendasikan apabila pasokan uap yang ada memungkinkan.
A.10.2.1.1. Rumah pompa bisa terbuat dari bahan besi tuang.
Beberapa penggunaan dapat mempersyaratkan turbin penggerak pompa untuk start secara
otomatik tetapi tidak mempersyaratkan turbin di kontrol dengan tekanan setelah start.
Dalam hal seperti ini katup reset manual membuka cepat yang memuaskan dipasang pada
bypass dari saluran pasokan uap disekitar katup kontrol manual dapat digunakan.
Apabila persyaratan penggunaan unit pompa untuk otomatik start dan setelah start menerus
untuk beroperasi oleh sarana sinyal tekanan, pemakaian katup kontrol tipe pilot yang
memuaskan direkomendasikan.
Katup ini sebaiknya ditempatkan pada bypass disekitar katup kontrol manual dalam jalur
pasokan uap.
Katup kontrol governor turbin, jika di set pada kira-kira 5 persen di atas kecepatan beban
penuh normal, akan menggerakkan kontrol darurat awal.
Dalam susunan yang ditentukan dalam dua bab terdahulu, katup otomatik sebaiknya
ditempatkan dalam bypass disekitar katup kontrol manual, yang mana dalam keadaan
normal ditahan dalam posisi tertutup. Dalam kejadian kegagalan katup otomatik, katup
manual ini dapat dibuka, membolehkan turbin untuk memungkinkan mencapai kecepatan
dan dikontrol oleh katup kontrol governor turbin. Pemakaian katup pengatur tekanan
gerakan langsung yang beroperasi pada katup kontrol turbin uap tidak direkomendasikan.
A.10.3
Informasi berikut sebaiknya dipertimbangkan bila perencanaan pasokan uap,
pembuangan, dan pasokan ketel uap digunakan untuk turbin uap penggerak pompa
kebakaran :
a)

Pasokan uap untuk pompa kebakaran lebih disukai tidak tergantung jalur dari ketel
uap. Sebaiknya tidak menimbulkan kerusakan pada harta benda pada saat terjadi
kebakaran di mana saja. Jalur uap selain dari ketel uap sebaiknya dikontrol oleh katup
yang ditempatkan dalam ruangan ketel uap. Dalam keadaan darurat, uap dapat cepat
ditutup dari jalur ini, membiarkan seluruh pasokan uap yang ada untuk pompa
kebakaran. Saringan pada aliran ke turbin direkomendasikan untuk dipasang.

b)

Tekanan Katup pengatur uap pada pompa sebaiknya mendekati dengan tekanan uap.
Sebaiknya digunakan katup bulat (globe). Jika katup yang dipakai mempunyai cincin
dengan komposisi yang dapat dilepas, cakram sebaiknya dari bahan bronze dan cincin
dibuat cukup keras dan bahannya ulet, dan berada ditempatnya pada cakram dengan

124 dari 142

SNI 03-6570-2001

memuaskan memenuhi kondisi pelayanan yang berat. Katup sorong tidak disukai
untuk pelayanan ini karena tidak mudah untuk dibuat tahan bocor, seperti katup tipe
bulat. Pemipaan uap sebaiknya disusun dan di lekukkan (trap) dimana pipa dapat
dipertahankan bebas dari uap yang terkondensasi.
c).

Secara umum, katup penurun tekanan sebaiknya tidak ditempatkan pada pipa uap
yang memasok pompa kebakaran. Tidak ada kesulitan merancang turbin modern
dengan uap tekanan tinggi, dan sangat dapat diandalkan.
Katup penurun tekanan dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya hambatan di jalur
uap bila katup ini mulai mengganggu. Pada banyak kasus turbin dapat diproteksi oleh
pemasangan katup pengaman yang dipersyaratkan pada butir 10.2.1.2 dengan ukuran
sehingga tekanan di rumah pompa tidak melebihi 1,7 bar (25 psi). Katup ini sebaiknya
dipasang di luar ruangan pompa, dan jika mungkin pada titik tertentu di mana
pelepasannya dapat terlihat oleh petugas pompa.
Apabila katup penurunan tekanan dipakai, butir-butir berikut sebaiknya dipertimbang
kan secara hati-hati :
1)

2)

Katup penurun tekanan.


(a).

Katup penurun tekanan sebaiknya tidak berisi stuffing box atau torak yang
bekerja di dalam silinder.

(b).

Katup penurun tekanan sebaiknya disediakan dengan bypass yang berisi


katup bulat yang akan membuka pada kondisi darurat. Bypass dan katup
stop sebaiknya berukuran satu pipa lebih kecil dari katup penurun tekanan,
dan sebaiknya diletakkan ditempat yang mudah terjangkau. Bypass
sebaiknya disusun untuk mencegah pengumpulan kondensat di atas katup
penurun tekanan.

(c).

Katup penurun tekanan sebaiknya lebih kecil dari pipa uap yang diper
syaratkan oleh spesifikasi turbin.

Pipa pembuangan.
Pipa pembuangan sebaiknya dibuat lurus langsung ke atmosfer dan sebaiknya
tidak ada katup dari tipe apapun. Sebaiknya tidak dihubungkan dengan
kondenser yang mana saja, alat pemanas, atau sistem lain dari pemipaan
pembuangan.

3)

Pengisian ketel uap darurat.


Metoda yang mudah untuk memastikan pasokan uap untuk unit pompa
kebakaran, dalam keadaan pengisian ketel uap secara biasa gagal, disediakan
sambungan darurat dari pelepasan pompa kebakaran. Sambungan ini sebaiknya
mempunyai katup pengontrol pada pompa kebakaran dan juga jika diinginkan,
tambahan katup diletakkan dalam ruangan ketel uap. Katup searah sebaiknya
juga ditempatkan pada sambungan ini, lebih disukai dalam ruangan ketel uap.
Sambungan darurat mempunyai diameter kira-kira 51 mm ( 2 inch ).

Metoda ini sebaiknya tidak dipakai jika ada bahaya dari kontaminasi pasokan air
minum. Dalam situasi dimana pompa kebakaran membawa air garam atau air payau,
mungkin juga tidak diinginkan sambungan pasokan darurat ketel uap ini. Dalam situasi
seperti ini, usaha sebaiknya dilakukan untuk mengamankan beberapa saluran
pengisian ketel uap sekunder yang selalu tersedia.

125 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.11.2.2 Sebagai tambahan, perwakilan dari kontraktor pemasang dan pemberi tugas
sebaiknya hadir.
A.11.2.6
a).

Pengoperasian pompa kebakaran sebagai berikut :

Motor listrik penggerak pompa.


Untuk menstart motor penggerak pompa, langkah dan urutan berikut sebaiknya
dilakukan :
1)

Lihat, apakah pompa siap terpasang secara lengkap dan rapih.

2).

Tutup sakelar isolasi dan kemudian tutup pemutus tenaga.

3).

Alat kontrol otomatik akan menstart pompa jika kebutuhan sistem tidak terpenuhi
(misalnya tekanan rendah, trip karena tergenang, dan lain-lain).

4)

Untuk pengoperasian secara manual, aktifkan sakelar atau tombol tekan, atau
handel start manual.

Pemutus tenaga-mekanisme trip sebaiknya diset sehingga tidak akan beroperasi jika
arus dalam sirkit terlalu besar.
b)

Uap penggerak pompa.


Turbin uap yang menggerakkan pompa kebakaran sebaiknya selalu tetap hangat untuk
mengijinkan pengoperasian mendadak pada kecepatan nominal penuh. Start otomatik
dari turbin sebaiknya tidak tergantung pada pengoperasian katup manual atau perioda
pengoperasian pada kecepatan rendah. Jika katup pengaman bekerja pada rumah
pompa, uap sebaiknya ditutup, dan pemipaan buang diperiksa, untuk melihat apakah
katup pembuangan tertutup atau ada hambatan pada bagian dari pemipaan.
Turbin uap dilengkapi dengan governor untuk menjaga kecepatan pada titik yang telah
ditentukan sebelumnya, dan beberapa penyetelan tinggi rendahnya kecepatan.
Kecepatan yang diinginkan berada di bawah rentang ini dapat diperoleh dengan
mengatur katup hambatan (throttle) utama.

c)

Motor diesel penggerak pompa.


Untuk menstart motor diesel penggerak pompa, operator sebaiknya memahami
sebelum manangani pengoperasian dari peralatan ini.
Buku instruksi yang dikeluarkan oleh pabrik pembuat motor dan kontrol sebaiknya
dipelajari seluruhnya.
Batere sebaiknya selalu dijaga dalam kondisi baik, untuk memastikan pengoperasian
dengan cepat dan memuaskan dari peralatan ini (yaitu periksa permukaan elektrolit
dan berat jenis, periksa kondisi kabel, korosi dan lain-lain).

d)

Seting pompa kebakaran.


Sistem pompa kebakaran, jika distart dengan penurunan tekanan, sebaiknya disusun
sebagai berikut :
1)

Titik stop pompa jockey sebaiknya sama dengan tekanan tanpa aliran (churn)
pompa ditambah tekanan statik pasok minimum.

2)

Titik start pompa jockey sebaiknya minimal 0,68 bar (10 psi) lebih rendah dari titik
stop pompa jockey.

126 dari 142

SNI 03-6570-2001

3)

Titik start pompa kebakaran sebaiknya 0,34 bar ( 5 psi) lebih rendah dari titik
start pompa jockey. Gunakan 0,68 bar (10 psi) lebih tinggi untuk setiap
penambahan pompa.

4)

Apabila waktu jalan minimum tersedia, pompa akan terus menerus beroperasi
setelah mencapai tekanan ini. Tekanan akhir sebaiknya tidak melebihi tekanan
nominal dari sistem.

5)

Apabila pengoperasian dengan sakelar tekanan diferensial tidak mengijinkan


seting ini, seting sebaiknya mendekati yang diijinkan peralatan. Seting sebaiknya
ditentukan oleh tekanan yang ditunjukkan pada alat pengukur uji.

6)

Contoh :
Pompa 1000 gpm, 100 psi, tekanan pompa tanpa aliran 115 psi. Pasokan hisap
statik minimum dari pasokan air kota (PDAM) = 50 psi, maksimum pasokan
statiknya 60 psi.
Pompa jockey stop = 115 + 50 = 165 psi.
Pompa jockey start = 165 10 = 155 psi.
Pompa kebakaran stop = 115 + 50 = 165 psi.
Pompa kebakaran start = 155 5 = 150 psi.
Maksimum pompa kebakaran tanpa aliran = 115 + 60 = 175 psi.
(untuk unit SI, 1 psi = 0,0689 bar).

7)

Apabila alat pengatur waktu berjalan minimum tersedia, pompa akan terus
menerus beroperasi pada tekanan tanpa aliran (churn) pada seting stop.
Tekanan akhir sebaiknya tidak melebihi tekanan nominal dari komponen sistem.

e).

Alat pencatat otomatik.


Kinerja dari semua pompa kebakaran sebaiknya otomatik ditunjukkan pada alat
pencatat tekanan untuk melengkapi laporan pengoperasian pompa dan membantu
pemeriksaan kerugian karena kebakaran.

A.11.2.6.1 Peralatan uji sebaiknya disediakan oleh instansi berwenang atau kontraktor yang
memasang atau pabrik pembuat pompa, tergantung pada susunan yang berlaku dan dibuat
antara ketiga instansi tersebut di atas.
Peralatan sebaiknya termasuk, tetapi tidak perlu dibatasi, sebagai berikut :
a)

Menggunakan header katup uji.


Saluran slang dengan panjang 15 m (50 ft), diameter 65 mm (2 inci). dan pipa nozel
yang memenuhi ketentuan, dibutuhkan untuk mengalirkan volume air yang
dipersyaratkan.
Pengecualian :
Apabila meter uji disediakan, ini mungkin tidak diperlukan.

b)

Instrumen.
Instrumen uji berikut ini sebaiknya berkualitas tinggi, akurat dan mudah diperbaiki :
1).

Amper/Volt meter.

127 dari 142

SNI 03-6570-2001

c)

2)

Pengukur tekanan uji.

3)

Tachometer.

4)

Tabung pitot dengan pengukur (untuk penggunaan slang dan nozel).

Kalibrasi instrumen.
Semua instrumen uji sebaiknya dikalibrasi dengan fasilitas pengujian dan kalibrasi
yang disetujui yang masa berlakunya 12 bulan sebelum pengujian. Dokumentasi
kalibrasi sebaiknya tersedia untuk pengkajian ulang instansi berwenang. Bagian besar
peralatan uji digunakan untuk uji serah terima dan uji tahunan tidak dikalibrasi.
Peralatan yang demikian itu dapat mempunyai kesalahan baca 15 sampai 30 persen.
Penggunaan peralatan yang tidak dikalibrasi dapat menimbulkan ketidak akuratan hasil
uji yang dilaporkan.

A.11.2.6.2.1 Apabila header katup slang digunakan, sebaiknya header ini ditempatkan jika
jumlah hose terbatas yang digunakan untuk mengamankan air yang dilepaskan.
Apabila meter uji aliran digunakan dalam lup tertutup sesuai instruksi pabrik pembuat,
tambahan outlet seperti hidran, katup slang, dan lain-lain sebaiknya ada untuk menentukan
akurasi dari alat meter.
A.11.2.6.3 Prosedur uji sebagai berikut :
a)

Lakukan pemeriksaan tampak terhadap unit. Jika slang dan nozel digunakan, lihat
bahwa peralatan terpasang dengan aman. Lihat katup slang tertutup. Jika meter uji
digunakan, katup pada sisi pelepasan dari meter sebaiknya tertutup.

b)

Start pompa.

c).

Buka secara parsial satu atau dua slang kebakaran, atau buka sedikit katup pelepasan
meter.

d).

Periksa pengoperasian secara umum dari unit. Amati getaran, kebocoran (minyak atau
air), kebisingan yang tidak lazim, dan pengoperasian umum. Setel rumah paking.

e)

Pelepasan air. Langkah-langkah berikutnya :

f).

1).

Apabila header katup uji digunakan, atur pelepasan dengan sarana katup slang
dan seleksi ujung nozel (nozzel tip). Perlu dicatat bahwa pipa yang bergerak
dapat melepas ujung nozel. Ujung ini mempunyai diameter nozel 29 mm (1-1/8
inch), dan bila ujungnya dilepas, pipa yang bergerak mempunyai diameter nozel
45 mm (1 inci). Katup slang sebaiknya tertutup sebelum melepas atau
memasang ujung (tip) yang berdiameter 29 mm (1-1/8 inci).

2).

Apabila meter uji digunakan, atur katup pelepasan untuk memperoleh bermacam
macam aliran.

3).

Titik uji yang penting adalah 150 persen kapasitas nominal, kapasitas nominal,
dan katup yang tertutup. Titik pertengahan dapat diambil jika diinginkan untuk
membantu mengembangkan kurva kinerja.

Catat data berikut pada setiap titik uji.


1).

Putaran pompa (rpm).

2).

Tekanan hisap.

3).

Tekanan pelepasan.

128 dari 142

SNI 03-6570-2001

g).

4).

Jumlah dan ukuran nozel slang, tekanan pitot untuk setiap nozel, dan L/menit
(gpm). Untuk meter uji, catat Liter/menit (gpm).

5).

Amper.

6).

Volt.

Hitung hasil uji sebagai berikut :


1).

Kecepatan nominal.
Tentukan operasi pompa pada putaran nominal (rpm).

2).

Kapasitas.
Untuk header katup slang, menggunakan tabel aliran api (Fire stream table),
tentukan Liter/menit (gpm) untuk setiap nozel pada setiap bacaan pitot. Untuk
contoh, 1,1 bar ( 16 psi) tekanan pitot dengan 45 mm ( 1 inci) diameter nozel
mnenunjukkan 1380 Liter/menit ( 364 gpm). Tambahkan Liter/menit untuk setiap
saluran slang dalam menentukan volume total.
Untuk meter uji, Liter/menit (gpm) total langsung terbaca.

3)

Head total.
(a).

Tekanan diukur oleh pengukur pelepasan pada flens pelepasan pompa.

(b).

Perbedaan head kecepatan, pelepasan pompa, dan hisapan pompa.

(c).

Koreksi ketinggian pengukur terhadap garis tengah pompa (tambah atau


kurang).

(d).

Tekanan diukur oleh pengukur hisapan pada flens hisap pompa. Nilainya
negatip bila tekanan di bawah nol.

Untuk pompa vertikal, head total adalah jumlah sebagai berikut :

4).

(a).

Tekanan diukur oleh pengukur pelepasan pada flens pelepasan pompa.

(b).

Head kecepatan pada pelepasan.

(c).

Jarak ke permukaan air pasok.

(d).

Koreksi ketinggian pengukur pelepasan ke titik tengah dari pelepasan.

Input elektrikal.
Voltage dan Amper terbaca langsung dari Volt/Amper meter. Pembacaan ini
dibandingkan terhadap amper beban penuh dari plat nama.
Hanya dengan perhitungan umum, tentukan amper maksimum seharusnya yang
diijinkan dengan menggunakan faktor pelayanan.
Dalam hal angka faktor pelayanan 1,15, amper maksimum mendekati 1,15 kali
amper motor, karena perubahan daya dan efisiensi tidak dipertimbangkan.
Jika amper maksimum yang tercatat pada pengujian tidak melebihi angka ini,
motor dan pompa dianggap cukup memuaskan.
Sangat penting untuk mengukur voltage dan amper secara akurat pada setiap
fasa, sebaiknya amper yang tercatat pada pengujian melebihi amper maksimum
yang dihitung. Pengukuran ini penting karena pada pasokan daya rendah dengan
tegangan rendah akan menyebabkan amper yang terbaca menjadi tinggi.

129 dari 142

SNI 03-6570-2001

Kondisi ini dapat dikoreksi hanya dengan meningkatkatkan pasokan daya.


Tidak ada yang dapat dilakukan terhadap motor atau pompa.
5).

Koreksi terhadap kecepatan nominal.


Untuk tujuan menentukan kapasitas, head dan daya, sebaiknya dikoreksi dari
nilai kecepatan uji terhadap kecepatan nominal pompa.
Koreksi dilakukan sebagai berikut :
Kapasitas :

Q2 =

N2
Q1
N1

dimana :
Q1 = kapasitas pada kecepatan uji dalam Liter/menit (gpm).
Q2 = kapasitas nominal, dalam Liter/menit (gpm).
N1 = kecepatan uji, dalam rpm.
N2 = kecepatan nominal, dalam rpm.
Head :
2

N
H 2 = 2 H1
N1
dimana :
H1 = head pada kecepatan uji, dalam m (ft).
H2 = head pada kecepatan nominal, dalam m (ft).
Daya kuda :
3

N
HP2 = 2 HP1
N1
dimana :
HP1 = daya kuda pada kecepatan uji.
HP2 = daya kuda pada kecepatan nominal.
6)

Kesimpulan :
Langkah akhir dalam perhitungan pengujian, umumnya menentukan titik-titik uji.
Kurva head-kapasitas digambar, dan kurva amper, kapasitas ditentukan.
Pengkajian kurva ini akan menunjukkan gambaran kinerja pompa sebagai hasil
uji.

A.11.2.6.5 Uji simulasi dari alat pembalik fasa adalah metoda uji yang dapat diterima.

130 dari 142

SNI 03-6570-2001

A.11.2.7.1 Semua alat kontrol untuk menstart yang dipersyaratkan untuk diuji, dijelaskan
pada butir 11.2.6, 11.2.7, 11.2.8, dan 11.2.10, sebaiknya mengikuti butir-butir ini.

131 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar A.11.2.6.3.(f) Data uji serah terima pompa

132 dari 142

SNI 03-6570-2001

Apendiks B
Kemungkinan penyebab kerusakan pada pompa
Apendiks ini bukan bagian yang dipersyaratkan oleh dokumen standar ini, tetapi termasuk di
dalamnya untuk tujuan informasi semata.
B.1

Penyebab kerusakan pompa.

Apendiks ini berisi sebagian pedoman mengenai lokasi kerusakan pompa dan kemungkinan
penyebabnya. Apendiks ini juga berisi sebagian daftar dan cara perbaikan yang disarankan.
Daftar penyebab ditambahkan disini untuk kerusakan mekanik yang mungkin jelas terlihat
pada waktu pemeriksaan. Dalam hal kerusakan tersebut, disarankan bahwa kerusakan yang
mudah diperiksa sebaiknya yang pertama dibetulkan atau menghapus kemungkinan dari
daftar.
B.1.1

Masuknya udara ke sambungan hisap melalui kebocoran.

Masuknya udara ke dalam jalur hisap melalui kebocoran menyebabkan pompa kehilangan
daya hisapnya atau gagal dalam mempertahankan tekanan pelepasannya.
Buka pipa hisap dan temukan serta perbaiki kebocoran.
B.1.2

Sambungan hisap yang terganggu.

Periksa intake hisapan, saringan, dan pipa hisap serta hilangkan gangguan. Perbaiki atau
lengkapi dengan saringan untuk mencegah terulangnya gangguan ( lihat butir 2.9.8).
B.1.3

Kantong udara dalam pipa hisap.

Kantong udara menyebabkan berkurangnya aliran, dan tekanan ke pipa terganggu. Buka
pipa hisap dan susun ulang untuk membatasi kantong udara.
B.1.4

Sumur rusak atau ketidak sejajaran yang serius.

Konsultasikan pada perusahaan pengeboran yang profesional dan pabrik pembuat pompa
untuk memperoleh saran perbaikan.
B.1.5
Tabung paking terlalu kencang atau paking yang dipasang kurang betul,
keausan, tidak efektif, terlalu kencang, atau tipa yang tidak betul.
Lepaskan baut paking dan bongkar paking yang membagi dua tabung paking, ganti paking.
B.1.6

Kerusakan pada Seal Air.

Longgarkan baut penutup paking dan lepaskan tabung paking yang terbagi dua sepanjang
cincin seal air dan paking. Bersihkan jalur air ke dan dalam cincin seal air. Ganti cincin seal
air, penutup paking, dan paking sesuai instruksi pabrik pembuat.
B.1.7

Kebocoran udara ke dalam pompa melalui tabung paking.

Sama seperti kasus yang mungkin pada butir B.1.6.

133 dari 142

SNI 03-6570-2001

B.1.8

Impeller yang terganggu.

Tidak terlihat pada salah satu instrumen, tetapi tekanan cepat turun bila berusaha untuk
menarik sejumlah besar air.
Untuk pompa rumah terpisah (split case) horisontal, lepaskan rumah pompa bagian atas dan
keluarkan gangguan yang menghalangi impeller. Perbaiki atau lengkapi saringan pada
intake hisap untuk mencegah kejadian berulang kembali.
Untuk pompa tipe turbin poros vertikal, angkat ke luar pipa kolom (lihat gambar A.4.2.2.1 dan
A.4.2.2.2) dan mangkok pompa dari bak basah atau sumur dan bongkar mangkok pompa
untuk melepas gangguan yang menghalangi impeller.
Untuk kopel tertutup, pompa sejalur vertikal, angkat motor pada bagian atasnya, lepaskan
gangguan yang menghalangi impeller.
B.1.9

Kerusakan cincin aus (wearing ring).

Lepaskan rumah bagian atas dan sisipkan pengukur raba (feeler) antara cincin aus dan
cincin aus impeller, jaraknya jika masih baru 0,19 mm (0,0075 inci). Jarak yang lebih dari
0,38 mm (0,015 inci) terlalu besar.
B.1.10

Kerusakan impeller.

Lakukan perbaikan kecil atau kembalikan ke pabrik pembuat untuk penggantian. Jika
kerusakan tidak terlalu serius, pesan impeller yang baru dan gunakan impeller yang rusak
sampai penggantinya tiba.
B.1.11

Impeller dengan diameter yang salah.

Ganti dengan impeller yang benar.


B.1.12

Head neto aktual lebih rendah dari nominalnya.

Periksa diameter impeller dan nomor dan nomor model pompa untuk memastikan kurva
head yang betul telah digunakan.
B.1.13
Gasket rumah pompa yang rusak memungkinkan terjadinya kebocoran di
internal (Pompa bertingkat tunggal dan jamak).
Ganti gasket yang rusak. Periksa gambar dari pabrik pembuat untuk melihat gasket apakah
yang dipersyaratkan.
B.1.14

Pengukur tekanan ada pada bagian atas rumah pompa.

Tempatkan pengukur pada lokasi yang benar.


B.1.15
Penyetelan impeller yang kurang benar (Hanya pada pompa tipe turbin
poros vertikal).
Setel impeller sesuai instruksi dari pabrik pembuatnya.
B.1.16

Impeller yang macet.

Untuk pompa tipe turbin poros vertikal, naikkan dan turunkan impeller dengan menyetel mur
di bagian atas poros. Jika penyetelan ini tidak berhasil, ikuti instruksi pabrik pembuat.
Untuk pompa rumah terpisah (split case) horisontal, lepaskan rumah bagian atas dan
temukan dan hilangkan hambatan.

134 dari 142

SNI 03-6570-2001

B.1.17

Pompa yang membeku.

Lengkapi pemanas dalam ruangan pompa. Bongkar pompa dan lepaskan es bila perlu.
Periksa dengan hati-hati bagian-bagian poros yang rusak.
B.1.18

Poros pompa atau selosong poros tertakik, bengkok, atau aus.

Ganti poros atau selongsong poros.


B.1.19

Pompa tidak mengisap.

Jika pompa dioperasikan tanpa air di dalam rumahnya, keausan cincing kemungkinan
terjadi. Peringatan pertama adalah perubahan suara pada penggerak. Berhentikan pompa.
Untuk pompa turbin jenis poros vertikal, periksa permukaan air untuk menentukan apakah
mangkok pompa cukup terbenam.
B.1.20
Penempatan cincin seal kurang betul dalam tabung penutup paking.
Mencegah air dari ruang masuk ke seal.
Longgarkan baut penutup paking dan lepas tabung penutup paking yang terbagi dua
bersamaan cincin seal air dan paking. Ganti, pasang cincing seal dalam posisi yang benar.
B.1.21
Gesekan bantalan yang berlebihan karena kurang pelumasan, aus, kotor,
berkarat, rusak, atau instalasi yang kurang betul.
Lepaskan bantalan dan bersihkan, lumasi, atau ganti bila perlu.
B.1.22

Elemen rotasi yang terikat (bind) terhadap elemen stasioner.

Periksa jarak antara dan pelumasan serta ganti atau perbaiki bagian yang rusak.
B.1.23

Ketidak sejajaran pompa dan penggeraknya.

Poros berputar tidak lurus karena bantalannya aus atau ketidak sejajaran. Sejajarkan pompa
dan penggeraknya sesuai instruksi pabrik pembuatnya. Ganti bantalan sesuai instruksi
pabrik (lihat butir 3.5).
B.1.24

Pondasi yang tidak kokoh.

Kencangkan baut pondasi atau ganti pondasi jika perlu ( lihat butir 3.4).
B.1.25

Sistem pendinginan mesin terganggu.

Alat penukar kalor atau sistem pendinginan air terlalu kecil. Pendinginan pompa gagal.
Lepaskan thermostat. Buka bypass sekitar katup pengatur dan saringan. Periksa bekerjanya
katup pengatur. Periksa saringan. Bersihkan dan perbaiki bila perlu. Lepaskan bagian dari
sistem pendingin untuk menentukan dan buang kotoran yang mungkin menghalangi. Setel
motor - air pendingin - sabuk pompa sirkulasi untuk mendapatkan kecepatan yang benar
tanpa terhambat. Lumasi bantalan dari pompa ini.
Jika panas lebih masih terjadi pada beban sampai dengan 150 persen dari kapasitas
nominalnya, hubungi pabrik pembuat pompa dan motor sehingga langkah yang perlu dapat
diambil untuk membatasi panas lebih.

135 dari 142

SNI 03-6570-2001

B.1.26

Penggerak yang gagal.

Periksa motor listrik, motor bakar atau turbin uap, sesuai instruksi pabrik pembuat, untuk
menentukan sebab kegagalan start.
B.1.27

Kurang pelumasan.

Jika bagian-bagiannya macet, ganti bagian-bagian yang rusak dan sediakan pelumas yang
benar. Jika tidak, hentikan pompa dan sediakan pelumasan yang benar.
B.1.28

Kecepatan terlalu rendah.

Untuk motor listrik sebagai penggerak, periksa kecepatan nominal motor yang berhubungan
dengan kecepatan nominal pompa, tegangan listriknya apa betul, dan peralatan start
beroperasi dengan benar.
Frekuensi rendah dan tegangan listrik rendah dari pasokan listrik ke motor listrik mencegah
motor berjalan pada kecepatan nominalnya.
Tegangan listrik yang rendah dapat dikarenakan kelebihan beban dan kapasitas saluran
yang tidak cukup atau (apabila menggunakan genset pribadi) tegangan generator rendah.
Tegangan listrik dari generator pribadi dapat dikoreksi dengan merubah medan
pembangkitnya. Apabila tegangan listrik rendah karena sebab lain dari yang tersebut di atas,
mungkin dapat dilakukan dengan mengubah tap pada transformator atau menaikkan
kapasitas salurannya.
Frekuensi rendah biasanya terjadi dengan genset pribadi dan sebaiknya dikoreksi pada
sumbernya. Kecepatan rendah dapat terjadi pada motor jenis sangkar yang sudah tua jika
pengencangan batang tembaganya ke ujung cincin menjadi longgar. Perbaiki sambungan ini
dengan las atau patri.
Untuk turbin uap sebagai penggerak, periksa katup pada pipa pasokan uap apakah terbuka
lebar; tekanan uap dari ketel uap cukup; tekanan uap pada turbin cukup; saringan pada
pasokan uap tidak tersumbat; pipa pasokan uap ukurannya cukup; kondensat dibuang dari
pipa pasokan uap, trap, dan turbin; nozel turbin tidak tersumbat; dan seting kecepatan dan
governor darurat sudah benar.
Untuk motor bakar sebagai penggerak, periksa seting dari kecepatan governor apakah
sudah benar; katup hambatan manual terbuka lebar; tidak ada kerusakan mekanik seperti
kemacetan pada katup, timing kurang tepat; busi kotor; dan lain sebagainya. Selanjutnya
dibutuhkan perawatan dan mekanik yang terlatih.
B.1.29

Putaran dalam arah yang salah.

Kejadian putaran impeller terbalik jarang terjadi tetapi dapat jelas dikenali dengan kurang
efisiennya aliran pompa. Arah yang salah dari putaran dapat ditentukan dengan
membandingkan arah putaran kopling fleksibel dengan arah panah dari rumah pompa.
Dengan motor listrik phasa jamak sebagai penggerak, dua kabel harus dibalik; dengan
penggerak arus searah (dc) sambungan armatur harus dibalik dengan pengaruh pada
penyambungan di lokasi. Apabila dua sumber arus listrik tersedia, arah putaran dihasilkan
oleh setiap sumber sebaiknya diperiksa.

136 dari 142

SNI 03-6570-2001

B.1.30

Kecepatan terlalu tinggi.

Lihat apakah pompa kecepatan nominal dari penggerak sesuai. Ganti motor listrik dengan
satu motor listrik dengan kecepatan nominal yang betul. Set governor dari penggerak
dengan kecepatan variabel pada kecepatan yang benar. Frekuensi pada pusat pembangkit
pribadi dapat menjadi lebih tinggi.
B.1.31

Tegangan listrik nominal motor berbeda dengan tegangan listrik jaringan.

Untuk contoh motor listrik 220 Volt atau 440 Volt pada tegangan listrik jaringan 208 Volt atau
416 Volt. Dapatkan motor dengan tegangan nominal yang betul atau motor dengan ukuran
yang lebih besar (lihat butir 6.4).
B.1.32
Sirkit listrik gagal, sistem bahan bakar terganggu, pipa uap terganggu, atau
batere kosong.
Periksa putusnya pengkabelan dengan membuka sakelar, buka pemutus tenaga, atau
batere mati.
Jika pemutus tenaga pada alat kontrol jatuh tanpa alasan yang jelas, pastikan minyak dalam
pot sesuai dengan spesifikasi pabrik pembuatnya. Pastikan pipa bahan bakar bersih,
saringan bersih, dan katup kontrol terbuka pada sistem bahan bakar untuk motor bakar.
Pastikan semua katup terbuka dan saringan bersih pada pipa uap untuk turbin.
B.2

Peringatan.

Bab 6 dan 7 termasuk persyaratan elektrikal yang mencegah instalasi sarana pemutus
sambungan pada pasokan daya listrik untuk motor listrik menggerakkan pompa kebakaran.
Persyaratan ini dimaksud untuk memastikan tersedianya daya listrik ke pompa kebakaran.
Jika peralatan disambungkan ke sirkit yang dilayani atau dipertahankan, petugas yang tidak
terlindungi terhadap bahaya listrik dan lainnya sebagaimana lazimnya tidak boleh
membongkar listrik karena sangat berbahaya.
Ini perlu untuk keselamatan kerja dan perlindungan keselamatan khusus, serta proteksi
pakaian petugas atau keduanya.
B.3

Pemeliharaan alat kontrol pompa kebakaran setelah kondisi gagal.

B.3.1

Pendahuluan.

Dalam sirkit motor pompa kebakaran yang dipasang dengan benar, terkoordinasi, dan dalam
pelayanan sebelum terjadi kegagalan, jatuhnya pemutus tenaga atau sakelar pemisah
menunjukkan kondisi gagal akibat beroperasi pada beban lebih.
Direkomendasikan prosedur umum berikut diteliti oleh petugas yang porofesional dan
memeriksa serta memperbaiki alat kontrol bersangkutan yang gagal. Prosedur ini tidak
dimaksudkan untuk mencakup elemen lain dari sirkit, seperti pengkabelan dan motor, yang
juga dapat membutuhkan perhatian.
B.3.2

Perhatian.

Semua pemeriksaan dan pengujian dilakukan pada alat kontrol dengan melepaskan dari
terminal jaringan listriknya, dilepas sambungannya, dikunci, dan ditandai, sehingga kontak
tidak dapat dilakukan dengan bagian-bagian yang hidup dan semua prosedur perencanaan
keselamatan dapat dijalankan.

137 dari 142

SNI 03-6570-2001

B.3.2.1

Panel (enclosure).

Apabila kerusakan yang berarti terjadi pada panel, seperti perubahan bentuk, pergeseran
bagian-bagiannya, atau kebakaran terjadi, ganti seluruh alat kontrol.
B.3.2.2

Pemutus tenaga dan sakelar pemisah.

Pemeriksaan panel bagian dalam, pemutus tenaga, sakelar pemisah, untuk melihat sebab
kerusakan yang mungkin terjadi.
Jika sebab kerusakan tidak terlihat, pemutus tenaga dan sakelar pemisah dapat terus
digunakan setelah pintu panel ditutup.
Jika ada indikasi pemutus tenaga membuka karena suatu kegagalan hubung singkat, atau
jika sinyal menunjukkan kemungkinan kerusakan pada panel, pemutus tenaga atau sakelar
pemisah ( contoh : kotoran pada permukaan, perubahan warna pada permukaan, keretakan
pada isolasi, atau tidak berfungsinya handel), ganti komponen-komponennya.
Periksa handel pengoperasian di bagian luar
pemutus tenaga dan sakelar pemisah.

harus mampu membuka dan menutup

Jika handel gagal untuk mengoperasikan alat, ini membutuhkan penyetelan atau
penggantian.
B.3.2.3

Terminal dan konduktor bagian dalam .

Apabila indikasi kerusakan karena busur listrik, panas berlebih, atau keduanya, seperti
perubahan warna dan isolasi yang meleleh, ganti bagian-bagian yang rusak.
B.3.2.4

Kontaktor.

Ganti kontak yang menunjukkan kerusakan karena panas, pergeseran metal, atau kerugian
karena kontak aus. Ganti pegas kontak apabila diperlukan. Jika kerusakan terjadi pada
kontak, seperti menempel pada tempatnya atau terlihat kerusakan pada isolasi, ganti bagianbagian yang rusak atau seluruh kontaktor.
B.3.2.5

Kembali untuk melayani.

Sebelum alat kontrol kembali melayani, periksa kekencangan dari sambungan listrik dan
untuk meniadakan hubung singkat, kegagalan pembumian, dan kebocoran arus.
Tutup dan amankan panel sebelum alat kontrol, pemutus tenaga dan sakelar pemisah diberi
arus. Ikuti prosedur operasional pada alat kontrol untuk diatur pada kondisi siap siaga.

138 dari 142

SNI 03-6570-2001

Gambar B.1 Penyebab yang mungkin kerusakan pompa kebakaran

139 dari 142

SNI 03-6570-2001

Apendiks C
Apendiks C ini bukan bagian yang dipersyaratkan oleh dokumen standar ini, tetapi termasuk di dalamnya untuk
tujuan informasi, dan untuk dipertimbangkan sebagai bagian dari peralatan pemadam kebakaran yang berbasis
air.
C.1.

Pompa sentrifugal bertingkat jamak.

Gambar C.1 : Pompa sentrifugal bertingkat banyak.


C.2.

Unit roda gigi helical-bevel.

Gambar C.2 : Unit roda gigi helical-bevel

140 dari 142

SNI 03-6570-2001

Bibliografi

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

NFPA 13, Standar for the installation of sprinkler systems, 1999 edition.
NFPA 14, Standard for the Installation of Standpipe and Hose Systems, 1996
edition.
NFPA 15, Standard for Water Spray Fixed Systems for Fire Protection, 1996
edition.
NFPA 16,Standard for the Installation of Foam Water Sprinkler and Foam
Water Spray Systems, 1999 edition.
NFPA 24, Standar for the installation of Private Fire Service Mains and Their
Appurtenances, 1995 edition.
NFPA 25, Standar for the Inspection, Testing, and Maintenance of Water
Based Fire Protection Systems, 1998 edition.
NFPA 31, Standard for the Installation of Oil Burning Equipment, 1997
edition.
NFPA 37, Standar for the installation and Use of Stationary Combustion
Engines and Gas Turbine, 1998 edition.
NFPA 51B, Standar for Fire Prevention During Welding, Cutting and Other
Hot Work, 1999 edition.
NFPA 70, National Electrical Code, 1999 edition.
NFPA 110, Standar for Emergency and Standby Power Systems, 1999
edition.
NFPA 1963, Standar for Fire Hose Connections, 1998 edition.
AGMA 390.03, Handbook for Helical and Master Gears, 1995.
ANSI/IEEE C62.1, IEEE Standar for Gapped Silicon Carbide Surge Arrester
for AC Power Circuit, 1989.
ANSI/IEEE C62.11, IEEE Standar for Metal Oxide Surge Arresters for AC
Power Circuits, 1987.
ANSI/IEEE C62.41, Recommended Practice for Surge Voltages in Line
Voltage AC Power Circuits, 1991
ANSI/UL 509, Standard for Safety Industrial Control Equipment, 1989
ANSI/UL 1008, Standard for Safety Automatic Transfer Switches, 1989.
AWWA C104, Cement Mortar Lining for Cast Iron and Ductile Iron Pipe and
Fittings for Water, 1990.
ASTM E.380, Standar for Metric Practice, 1991.
Hydraulic Institute Standars for Centrifugal, Rotary, and Reciprocating
Pumps, 14th edition, 1983.
HI 3.5, Standard for Rotary Pumps for Nomenclature, Design, Application
and Operation, 1994.
HI 3.6, Rotary Pump Test, 1994.
IEEE 141, Electric Power Distribution for Industrial Plants, 1986.
IEEE 241, Electric Systems for Comercial Buildings, 1990.
NEMA ICS 2.2, Maintenance of Motor Controllers After a Fault Condition,
1983
NEMA 250, Enclosures for Electrical Equipment, 1991
NEMA MG-1, Motors and Generators, Parts 2 and 14, 1978.

141 dari 142

SNI 03-6570-2001

29
30
31
32
33

SAE-J-1349, Engine Power Test Code Spark Ignition and Compression


Engine, 1990.
Torishima Guna Indonesia, Torishima Handbook, 1998.
SNI 04-0225-2000, tentang "Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL2000)"
SNI 03-1745-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem Pipa
Tegak dan Slang untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung.
SNI 03-3989-2000, Tata Cara Perencanaan dan Pemasangan Sistem
Springkler Otomatik untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan
Gedung.

142 dari 142

SNI 03-6571-2001

Kembali

Sistem Pengendalian Asap Kebakaran pada Bangunan Gedung.


1.

Ruang Lingkup.

1.1
Standar ini ditujukan untuk keselamatan jiwa dan perlindungan harta benda
terhadap bahaya kebakaran.
1.2
Standar ini digunakan untuk perancangan, instalasi, pengujian, pengoperasian
dan pemeliharaan dari sistem pengolah udara mekanik baru atau perbaikan yang juga
digunakan sebagai sistem pengendalian asap.
Dalam zona yang besar seperti pada atrium dan mal, dibahas pada standar lain.
1.3
Standar ini menetapkan kriteria minimal untuk perancangan sistem pengendalian
asap, sehingga memungkinkan penghuni menyelamatkan diri dengan aman dari dalam
bangunan, atau bila dikehendaki ke dalam daerah aman di dalam bangunan.
1.4.
Tujuan dari standar ini adalah sebagai pedoman dalam menerapkan sistem yang
menggunakan perbedaan tekanan dan aliran udara untuk menyempurnakan satu atau lebih
hal berikut:
a)

Menghalangi asap yang masuk ke dalam sumur tangga, sarana jalan ke luar, daerah
tempat berlindung, saf lif, atau daerah yang serupa.

b)

Menjaga lingkungan yang masih dapat dipertahankan dalam daerah tempat berlindung
dan sarana jalan ke luar selama waktu yang dibutuhkan untuk evakuasi.

c)

Menghalangi perpindahan asap dari zona asap.

d)

Menyediakan kondisi di luar zona kebakaran yang memungkinkan petugas mengambil


tindakan darurat untuk melakukan operasi penyelamatan dan untuk melokalisir dan
mengendalikan kebakaran.

e)

Menambah proteksi jiwa dan untuk mengurangi kerugian harta milik.

2.

Acuan

NFPA 92 A : Recommended practice for Smoke Control System, 2000 edition. National Fire
Protection Association.

Istilah dan Definisi.

Untuk tujuan standar ini, istilah-istilah berikut akan memberikan pengertian pada bab-bab
dalam standar ini.
3.1
asap
zat padat atau cair yang melayang di udara dan gas yang ditimbulkan jika bahan mengalami
pemanasan atau pembakaran, bersama-sama dengan sejumlah udara yang dimasukkan
atau dengan kata lain dicampur ke dalam massanya.

1 dari 57

SNI 03-6571-2001
3.2.
daerah tempat berlindung
daerah pada bangunan yang dipisahkan dari ruang lain oleh penghalang asap kebakaran
dimana lingkungan yang dapat dipertahankan dijaga untuk jangka waktu selama daerah
tersebut masih dibutuhkan untuk dihuni pada saat kebakaran.
3.3*
disetujui
dapat diterima oleh instansi berwenang.
3.4
efek cerobong
aliran udara vertikal di dalam bangunan disebabkan oleh temperatur yang ditimbulkan dari
perbedaan densitas antara bagian dalam bangunan dan bagian luarnya, atau antara dua
ruangan.
3.5*
instansi berwenang
Suatu instansi yang berwenang dan bertanggung jawab untuk menyetujui; peralatan,
instalasi atau prosedur.
3.6
lingkungan yang masih dapat dipertahankan
lingkungan di mana asap dan panas dibatasi atau dengan kata lain dihalangi untuk menjaga
pengaruh terhadap penghuni pada suatu tingkatan yang tidak mengancam jiwa.
3.7
moda pengendalian asap
konfigurasi operasi yang ditentukan terlebih dahulu dari suatu sistem atau alat untuk tujuan
pengendalian asap.
3.8
pedoman
dokumen yang serupa dalam isi dan strukturnya seperti kode atau standar, tetapi isinya
hanya ketentuan yang tidak mengikat, menggunakan kata sebaiknya untuk menunjukkan
rekomendasi dalam bagian dari kalimat.
3.9
pemeriksaan ujung ke ujung
metoda pengujian sendiri yang hasilnya memberikan konfirmasi positip yang diinginkan
(contoh aliran udara atau posisi damper) tercapai, pada saat alat kendali diaktifkan, seperti
selama pengendalian asap, pengujian, atau pengoperasian secara manual. Apabila terjadi
kegagalan atau berhenti, hasil konfirmasi positip menunjukkan normal tidak bekerja.
3.10*
penghalang asap
lapisan yang menerus, vertikal atau horisontal, seperti dinding, lantai, atau rakitan langitlangit yang dirancang dan dipasang untuk menghalangi gerakan asap.

2 dari 57

SNI 03-6571-2001
3.11*
perbedaan tekanan rancangan
perbedaan tekanan yang dirancang antara ruang yang diproteksi dan ruang yang
bersebelahan, diukur pada batas ruang yang diproteksi di bawah kondisi yang di-atur khusus
dengan beroperasinya sistem pengendalian asap.
3.12*
pusat pengendalian asap petugas pemadam kebakaran
sistem yang menyediakan pemantauan grafik dan kemampuan menguasai secara manual
sistem pengendalian asap dan peralatan pada lokasi yang dirancang di dalam bangunan
untuk digunakan oleh instansi pemadam kebakaran.
3.13
sebaiknya
menunjukkan rekomendasi atau yang disarankan tetapi tidak dipersyaratkan.
3.14*
sistem pembuangan asap
sistem mekanik atau gravitasi ditujukan untuk menggerakkan asap dari zona asap ke luar
bangunan, termasuk sistem pembersihan asap, pembilasan dan ven, seperti fungsi fan
pembuangan yang digunakan untuk mengurangi tekanan dalam zona asap.
3.15
sistem pengendalian asap
sistem keteknikan yang menggunakan fan mekanik untuk menghasilkan perbedaan tekanan
di kedua sisi penghalang asap untuk mencegah aliran asap.
3.16
sistem pengendalian asap terzona
sistem pengendalian asap yang termasuk pembuangan asap untuk zona asap dan diberi
tekanan untuk semua zona pengendalian asap yang berdampingan.
3.17
sumur tangga bertekanan
jenis sistem pengendalian asap dimana saf tangga secara mekanik diberi tekanan, yang
berpengaruh terhadap daerah kebakaran, dengan udara luar untuk menjaga asap dari
kontaminasi selama kejadian kebakaran.
3.18
zona asap
zona pengendalian asap di mana kebakaran dilokalisir.
3.19
zona pengendalian asap
ruang dalam bangunan yang ditutup oleh penghalang asap, termasuk bagian atas dan
bawah, yang merupakan bagian dari zona sistem pengendalian asap.

3 dari 57

SNI 03-6571-2001

4.

Informasi umum.

4.1.

Pendahuluan.

Semua kebakaran memproduksi asap yang jika tidak dikendalikan akan menyebar keseluruh
bangunan atau bagian bangunan, yang berpotensi mengancam jiwa serta merusak harta
benda.
Sistem pengendalian asap sebaiknya dirancang untuk menghalangi aliran asap ke dalam
sarana jalan ke luar, jalan terusan ke luar, daerah tempat berlindung, atau daerah lain yang
serupa.
Dengan menyediakan springkler otomatik atau sarana pemadaman kebakaran otomatik lain
yang umum diperlukan untuk mengendalikan asap, dapat membatasi penjalaran dan
besarnya kebakaran secara efektif dan ekonomis.
Sistem lain dapat disediakan untuk hunian khusus atau fasilitas yang sudah ada.
Apabila sistem pengendalian asap tersedia, sebaiknya diaktifkan sedini mungkin pada
keadaan darurat kebakaran untuk membatasi penyebaran gas kebakaran dan untuk
menjaga lingkungan yang masih dapat dipertahankan dan pada daerah yang diproteksi.
Sistem pengendalian asap sebaiknya berfungsi selama jangka waktu evakuasi pada daerah
yang diproteksi oleh sistem. Sistem seperti itu ditujukan untuk mengendalikan perpindahan
asap ke dalam daerah yang diproteksi, yang demikian itu berarti menyediakan daerah
tempat berlindung atau waktu tambahan untuk ke luar gedung, tetapi sebaiknya jangan
mengharapkan daerah seperti itu akan bebas dari asap sepenuhnya.
Sistem pengendalian asap sebaiknya secara teknik dirancang untuk hunian khusus dari
suatu bangunan.
Sebagai tambahan, rancangan sistem pengendalian asap sebaiknya dikoordinasikan dengan
sistem keselamatan jiwa lainnya sehingga saling melengkapi, dan tidak saling meniadakan
satu sama lain.
4.2. Prinsip Pengendalian Asap.
4.2.1.

Prinsip Dasar

4.2.1.1.
Seringkali, aliran asap mengikuti gerakan udara menyeluruh dalam bangunan.
Meskipun suatu kebakaran dimungkinkan dikurung dalam kompartemen tahan api, asap
dapat menyebar ke daerah yang bersebelahan melalui bukaan seperti konstruksi yang retak,
tembusan pipa, ducting, dan pintu yang terbuka.
4.2.1.2.
Faktor prinsip yang menyebabkan asap menyebar ke daerah luar kompartemen
adalah sebagai berikut:
a)

efek cerobong.

b)

efek temperatur kebakaran.

c)

kondisi cuaca, khususnya angin dan temperatur.

d)

sistem pengolahan udara mekanik.

4.2.1.3
Faktor yang tercantum pada butir 4.2.1.2.a) sampai d) menyebabkan perbedaan
tekanan di kedua sisi partisi, dinding dan lantai yang dapat menghasilkan penjalaran api.

4 dari 57

SNI 03-6571-2001
4.2.1.4
Gerakan asap dapat dikendalikan dengan mengubah perbedaan tekanan ini.
Komponen bangunan dan peralatan seperti dinding, lantai, pintu, damper, dan sumur tangga
tahan asap dapat digunakan bersamaan dengan sistem pemanasan, ventilasi dan
pengkondisian udara untuk membantu dalam mengendalikan gerakan asap.
4.2.1.5
Perancangan bangunan menyeluruh yang memenuhi syarat dan konstruksi yang
kedap asap penting untuk pengendalian asap.
4.2.1.6. Pengenceran asap dalam daerah kebakaran dari bangunan yang di
kompartemenisasi bukan sarana pengendalian asap yang tepat. Pengendalian asap tidak
dapat dicapai secara sederhana dengan pemasokan udara ke dan membuang udara dari
kompartemen.
4.2.1.7

Pengendalian asap dapat dibagi dalam dua prinsip sebagai berikut:

a)

Perbedaan tekanan cukup besar yang bekerja di kedua sisi penghalang akan
mengendalikan gerakan asap.

b)

Aliran udaranya sendiri akan mengendalikan gerakan asap jika kecepatan udara ratarata cukup besar.

4.2.2.

Presurisasi.

Sarana utama pengendalian aliran asap adalah dengan menciptakan perbedaan tekanan
udara di kedua sisi partisi, lantai, dan komponen bangunan lain. Konsep dasar dari
presurisasi bangunan adalah menentukan tekanan tertinggi di ruang yang bersebelahan dari
zona asap.
Dengan cara ini, gerakan udara ke dalam zona asap dari daerah yang bersebelahan dan
asap dihalangi dari penyebaran ke seluruh bangunan.
4.2.3*.

Aliran Udara.

Aliran udara yang berkecepatan cukup dapat menghalangi gerakan asap. Prinsip ini
umumnya banyak digunakan untuk mengendalikan gerakan asap melalui bukaan.
Aliran udara melalui bukaan ke dalam zona asap harus berkecepatan cukup untuk
membatasi perpindahan asap dari zona itu seperti pada bukaan.
Pintu dalam bukaan ini tidak terbuka untuk jangka waktu yang lama, sehingga kondisi
sementara yang ditunjukkan ini penting untuk menyediakan jalan ke luar dari, atau masuk
ke, daerah zona.
4.3.

Parameter Rancangan.

4.3.1.

Umum.

Konsultasi teknis dengan instansi berwenang diharapkan dapat menentukan kinerja sistem
dan prosedur uji serah terima pada awal rancangan.
4.3.2.

Luas Kebocoran.

Bukaan kecil pada penghalang asap, seperti konstruksi sambungan, keretakan, celah pada
pintu tertutup, dan jarak celah serupa, sebaiknya dijaga agar perbedaan tekanan di kedua
sisi penghalang asap dengan tekanan luar tetap positip terhadap zona asap. Luas
kebocoran tipikal ditunjukkan pada tabel 7.5.

5 dari 57

SNI 03-6571-2001
Bukaan yang besar pada penghalang asap, seperti pintu dan bukaan lainnya yang
digunakan untuk membuka, sebaiknya ditunjukkan. Bukaan ini sebaiknya dikaji didasarkan
pada daerah geometriknya.
4.3.3*.

Data Cuaca.

Perbedaan temperatur antara bagian luar dan bagian dalam bangunan menyebabkan efek
cerobong dan menentukan arah dan besarnya. Efek temperatur dan kecepatan angin
beragam dengan ketinggian bangunan, konfigurasi, kebocoran, bukaan dinding dan
konstruksi lantai. Perancang sistem memerlukan temperatur rancangan untuk musim panas
dan hujan.
Untuk analisa keseluruhan, data angin juga perlu dipertimbangkan.
4.3.4.

Perbedaan Tekanan.

Perbedaan tekanan maksimum dan minimum yang diijinkan di kedua sisi batas zona
pengendalian asap sebaiknya dipertimbangkan.
Perbedaan tekanan maksimum yang diijinkan sebaiknya tidak menghasilkan gaya membuka
pintu yang melebihi persyaratan pada SNI 03-1746-2000, tentang Tata cara perencanaan
dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap bahaya kebakaran
pada bangunan gedung, atau peraturan setempat lainnya.
Perbedaan tekanan minimum yang diijinkan sebaiknya diambil pada keadaan dimana tidak
ada tanda-tanda kebocoran asap selama evakuasi dalam bangunan. Untuk sistem yang
efektif, tekanan sebaiknya cukup yang tidak mengalahkan gaya angin, efek cerobong, atau
daya apung dari asap panas.
4.3.5.

Aliran Udara.

Aliran udara dapat digunakan untuk membatasi perpindahan asap jika pintu pada
penghalang pengendali asap terbuka.
Kecepatan rancangan melalui pintu terbuka sebaiknya cukup untuk menghalangi asap
mengalir balik selama evakuasi dalam bangunan. Kecepatan rancangan sebaiknya
dipertimbangkan mempunyai variabel seperti digunakan dalam pemilihan perbedaan
tekanan rancangan.
4.3.6.

Jumlah Bukaan Pintu.

Jumlah pintu yang dapat dibuka serempak sebaiknya dipertimbangkan. Jumlahnya


tergantung banyaknya penghuni bangunan dan tipe sistem pengendalian asap. Dalam
beberapa sistem, pintu lebih disukai membuka hanya pada jangka waktu yang pendek dan
kebocoran asap diabaikan.
4.4.

Sistem Supresi Kebakaran.

Springkler otomatik dan sistem supresi kebakaran adalah bagian dari sekian banyak
rancangan sistem proteksi kebakaran. Kehandalan dan efisiensi dari setiap sistem dalam
mengendalikan kebakaran pada bangunan perlu didokumentasikan dengan baik.
Penting sekali untuk mengenali fungsi supresi dan sistem pengendalian asap. Sistem
supresi otomatik dapat memadamkan awal kebakaran pada tahap awal pertumbuhannya
sehingga dapat membatasi timbulnya asap.

6 dari 57

SNI 03-6571-2001
Pada sisi yang lain, sistem pengendalian asap yang dirancang dengan baik dapat menjaga
lingkungan yang masih dapat dipertahankan sepanjang rute jalan ke luar yang kritis pada
saat sistem supresi kebakaran beroperasi atau petugas pemadam kebakaran melakukan
pamadaman kebakaran.
Sebagai tambahan, terhadap kenyataan bahwa supresi kebakaran dan sistem pengendalian
asap menunjukkan fungsi yang berbeda, maka untuk itu penting mempertimbangkan
interaksi antara sistem pengendalian asap dan sistem supresi kebakaran.
Sebagai contoh, bangunan yang sepenuhnya menggunakan springkler, perbedaan tekanan
dan aliran udara yang dibutuhkan untuk pengendalian gerakan asap mungkin lebih kecil
daripada bangunan yang tidak berspringkler, karena besarnya api maksimum akan lebih
kecil daripada bangunan tanpa springkler.
Sistem pengendalian asap dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kinerja
dari zat supresi jenis gas, seperti gas bersih yang didefinisikan pada standar mengenai zat
bersih untuk sistem pemadaman api, apabila pengendalian asap dan sistem supresi
ditempatkan bersamaan dalam suatu ruang.
Pada kejadian dimana kedua sistem diaktifkan bersamaan, sistem pengendalian asap
mungkin akan mencairkan zat gas dalam ruangan. Karena sistem supresi gas yang
digunakan bersama sama menyediakan hanya satu gas, timbul potensi untuk mengobarkan
kembali api.
Sistem pemadaman dengan gas dan sistem pengendalian asap tidak dapat digunakan untuk
fungsi pemadaman serempak apabila keduanya diletakkan di dalam ruangan yang sama.

5.

Sistem Pengendalian Asap dan Penerapannya.

5.1.

Pendahuluan.

5.1.1.

Tujuan.

Bab ini membicarakan bermacam-macam tipe sistem pengendalian asap dan mengkaji ulang
keuntungan dan kerugian dari setiap tipe.
Penentuan sasaran sistem dan kriteria kinerja sebaiknya dibuat terlebih dahulu sebelum
perancangan atau konstruksi.
5.1.2.

Sistem Terdedikasi dan Tidak Terdedikasi.

5.1.2.1.

Sistem Terdedikasi.

a)

Sistem pengendalian asap terdedikasi dipasang dengan tujuan tunggal untuk


menyediakan pengendalian asap. Sistem merupakan sistem terpisah dari penggerakan
udara dan peralatan distribusi yang tidak berfungsi dibawah kondisi pengoperasian
bangunan secara normal. Pada saat diaktifkan, sistem ini beroperasi secara khusus
dalam menjalankan fungsinya sebagai pengendali asap.

b)

Keuntungan sistem terdedikasi, termasuk sebagai berikut:

c)

1)

Modifikasi dari pengendalian sistem setelah pemasangan jarang dilakukan.

2)

Pengoperasian dan pengendalian sistem umumnya sederhana.

3)

Ketergantungan pada atau pengaruh oleh sistem bangunan lain dibatasi.

Kerugian dari sistem terdedikasi, termasuk sebagai berikut:

7 dari 57

SNI 03-6571-2001
1)

Kerusakan sistem mungkin tidak ditemukan pada antara jangka waktu pengujian
atau diantara aktifitas pemeliharaan.

2).

Sistem dapat membutuhkan ruangan yang lebih besar.

5.1.2.2.
a)

b)

5.1.3.

Sistem Tidak Terdedikasi.

Keuntungan dari sistem tidak terdedikasi, termasuk sebagai berikut:


1)

Kerusakan sampai peralatan yang tergabung yang dibutuhkan untuk


pengoperasian bangunan secara normal, sehingga kerusakan dapat diperbaiki
dengan cepat.

2)

Tambahan ruangan yang dibutuhkan terbatas untuk peralatan pengendalian


asap yang penting.

Kerugian dari sistem tidak terdedikasi, termasuk sebagai berikut:


1)

Pengendalian sistem mungkin menjadi rumit.

2)

Modifikasi dari peralatan yang tergabung atau pengendali dapat merusak fungsi
pengendalian asap.
Tipe Sistem Dasar.

Sistem untuk mengendalikan gerakan asap dalam suatu bangunan umumnya dapat dibagi
ke dalam dua tipe yang terpisah, yaitu proteksi saf dan proteksi lantai. Proteksi saf
selanjutnya dapat dibagi menjadi sistem presurisasi sumur tangga dan sistem ruang luncur
lif. Proteksi lantai meliputi variasi beberapa zona pengendalian asap. Penggunaan suatu
sistem khusus atau sistem kombinasi tergantung pada persyaratan bangunan dan
persyaratan hunian khusus serta keselamatan jiwa dari situasi yang dipertimbangkan
5.1.4.

Lingkungan yang Masih Dapat Dipertahankan.

Zona tanpa asap dari sistem pengendalian asap terzona dapat digunakan sebagai daerah
yang diharapkan dapat memproteksi penghuni untuk jangka waktu yang dibutuhkan untuk
evakuasi atau dapat digunakan untuk melengkapi daerah tempat berlindung.
5.1.5.

Integritas Sistem.

Sistem pengendalian asap sebaiknya dirancang, dipasang, dan dipelihara sehingga sistem
akan tetap efektif selama evakuasi dari daerah yang diproteksi.
Pertimbangan lain dapat dicatat bahwa suatu sistem seharusnya tetap efektif untuk jangka
waktu yang panjang. Hal-hal yang seharusnya dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
a)

Kehandalan sumber-sumber daya.

b)

Susunan distribusi daya.

c)

Metoda dan proteksi dari kontrol dan sistem pemantauan.

d)

Bahan peralatan dan konstruksinya.

e)

Penghunian bangunan.

5.2.

Perbedaan Tekanan.

5.2.1*.
Tabel 5.2.1 menunjukkan saran perbedaan tekanan minimum rancangan yang
dikembangkan untuk temperatur gas 9250C (17000 F) yang berdekatan dengan penghalang

8 dari 57

SNI 03-6571-2001
asap. Perbedaan tekanan ini disarankan untuk perancangan yang didasarkan pada
perbedaan tekanan minimum yang dipertahankan antara ruangan khusus.
Tabel 5.2.1: Perbedaan tekanan minimum rancangan yang disarankan di kedua sisi
penghalang asap1
Tipe bangunan 2

Ketinggian langit-langit

Perbedaan tekanan
rancangan 3 (in.w.g)

SO

rendah

0,05

TS

9 ft

0,10

TS

15 ft

0,14

TS

21 ft

0,18

Untuk Unit SI, 1 ft = 0,305 m; 0,1 in.wg = 25 Pa.


1

Untuk tujuan perancangan, sistem pengendalian asap perbedaan tekanan minimumnya lebih disukai
dijaga di bawah kondisi efek cerobong atau angin.

SO springkler otomatik, TS tanpa springkler.

Untuk sistem pengendalian asap yang di zona, perbedaan tekanan diukur antara zona asap dan ruangan
sebelahnya dimana ruangannya dipengaruhi mode pengendalian asap.

Jika diinginkan menghitung perbedaan tekanan untuk temperatur gas yang lain dari 9250C
(17000 F), metoda yang dijelaskan pada butir A.5.2.1 dari apendiks dapat dipakai.
Perbedaan tekanan yang dihasilkan oleh sistem pengendalian asap cenderung berfluktuasi
karena pengaruh angin, pembukaan pintu, penutupan pintu, dan faktor-faktor lain.
Deviasi jangka pendek dari perbedaan tekanan minimum rancangan yang disarankan
mungkin tidak mempunyai pengaruh serius pada proteksi yang disediakan oleh sistem
pengendalian asap. Jadi tidak ada pemotongan nilai yang diijinkan dari deviasi ini.
Ketergantungannya adalah pada kekedapan pintu, kekedapan konstruksi, tingkat racun dari
asap, laju aliran udara dan volume ruangan.
Deviasi yang sebentar-sebentar sampai dengan 50% dari perbedaan tekanan minimum yang
disarankan dapat dipertimbangkan untuk ditolerir dalam banyak kasus.
*

5.2.2 .
Serupa untuk perbedaan tekanan di kedua sisi penghalang asap, perbedaan
tekanan di kedua sisi pintu sebaiknya tidak melebihi nilai yang diberikan pada tabel 5.2.2,
sehingga pintu dapat dioperasikan ketika sistem presurisasi dioperasikan.
Nilai perbedaan tekanan ini didasarkan pada gaya maksimum yang diijinkan sebesar 133 N
(20 lbf ) pada saat mulai membuka pintu seperti ditetapkan pada SNI 03-1746-2000, tentang
Tata cara perencanaan dan pemasangan sarana jalan ke luar untuk penyelamatan terhadap
bahaya kebakaran pada bangunan gedung

9 dari 57

SNI 03-6571-2001

Tabel 5.2.2 : Perbedaan tekanan maksimum di kedua sisi pintu-pintu1, 2, 3, 4


Gaya
menutup
pintu ( lbf )

Lebar pintu (in. w.g ) 6


32

36

40

44

48

0,45

0,40

0,37

0,34

0,31

0,41

0,37

0,34

0,31

0,28

10

0,37

0,34

0,30

0,28

0,26

12

0,34

0,30

0,27

0,25

0,23

14

0,30

0,27

0,24

0,22

0,21

Untuk unit SI, 1 lbf = 4,4 N; 1 in = 25,4 mm; 0,1 in.w.g = 25 Pa.
Catatan:
1 = Gaya membuka pintu total 30 lbf.
2 = Ketinggian pintu 7 ft.
3 = Jarak dari tombol pintu ke sisi tombol dari pintu 3 inci.
4 = Untuk gaya membuka pintu lain, ukuran pintu lain, atau perangkat keras lain daripada tombol untuk
contoh, pernagkat keras tombolmenggunakan prosedur yang disediakan dalam ketentuan teknis lain
yang berlaku .
5 = Banyak penutup pintu mempersyaratkan gayanya kurang dalam bagian awal siklus membuka daripada
persyaratan untuk membawa pintu ke posisi pembukaan penuh.
Kombinasi pukulan dari penutup pintu dan kombinasi tekanan yang diadakan hanya sampai pintu cukup
dibuka untuk mengijinkan udara lewat bebas melalui bukaan. Gaya yang diadakan oleh alat penutup
untuk menutup pintu, sering berbeda dari yang diadakan pada pembukaan.
6 = Penerapan lebar pintu hanya jika pintu mempunyai engsel pada satu ujung; sebaliknya menggunakan
prosedur perhitungan yang disediakan pada ketentuan lain yang berlaku.
5.3.

Sistem Presurisasi Sumur Tangga.

5.3.1.

Umum.

Sasaran kinerja dari presurisasi tangga adalah menyediakan lingkungan yang masih dapat
dipertahankan di dalam sumur tangga pada saat kejadian kebakaran dalam bangunan.
Sasaran kedua adalah untuk menyediakan daerah untuk petugas pemadam kebakaran.
Pada lantai dimana terjadi kebakaran, kebutuhan sumur tangga yang dipresurisasi untuk
menjaga perbedaan tekanan di kedua sisi pintu sumur tangga yang ditutup sehingga infiltrasi
dari asap dibatasi. Sistem presurisasi sumur tangga sebaiknya dirancang untuk memenuhi
atau melebihi perbedaan tekanan minimum rancangan yang diberikan dalam tabel 5.2.1
tetapi sebaiknya tidak melebihi perbedaan tekanan maksimum yang diberikan dalam tabel
5.2.2.

10 dari 57

SNI 03-6571-2001
5.3.2.

Sistem Tanpa Kompensasi dan Dengan Kompensasi.

5.3.2.1
Dalam sistem tanpa kompensasi, udara pasok diinjeksi ke dalam sumur tangga
dengan menggerakkan fan kecepatan tunggal, jadi tersedia satu perbedaan tekanan
dengan semua pintu yang ditutup, perbedaan lain dengan satu pintu yang terbuka, dan
seterusnya.
5.3.2.2
Sistem dengan kompensasi mengatur sampai kombinasi variasi dari pintu-pintu
yang dibuka dan ditutup, dimana perbedaan tekanan dijaga tetap positip di kedua sisi
bukaannya. Sistem berganti sesuai perubahan kondisi baik dengan modulasi pasokan aliran
udara maupun dengan melepas tekanan lebih dari sumur tangga.
Waktu tanggap dari sistem pengenalian sebaiknya dikaji untuk menjamin tekanannya tidak
jatuh di bawah nilai jangka pendek yang diberikan dalam tabel 5.2.1. Lokasi dari inlet
buangan dari sumur tangga relatif terhadap outlet pasokan ke dalam sumur tangga
sebaiknya dibuat sedemikian sehingga sirkit pendek tidak akan terjadi.
5.3.2.2.1. Modulasi Pasokan Aliran Udara.
Dalam sistem modulasi pasokan aliran udara, kapasitas pasokan fan diambil untuk
menyediakan sedikitnya kecepatan udara minimum jika jumlah pintu sesuai yang dirancang
terbuka. Gambar 5.3.2.2.1 menunjukkan sistem ini. Laju aliran udara ke dalam sumur tangga
dapat diubah dengan modulasi bypass damper, yang dikendalikan oleh satu atau lebih
sensor tekanan statik yang mengindera perbedaan tekanan antara sumur tangga dan
bangunan. Apabila semua pintu sumur tangga ditutup, perbedaan tekanan naik dan bypass
damper membuka untuk menaikkan bypass udara dan menurunkan aliran dari pasokan
udara ke sumur tangga. Dalam cara ini, kelebihan perbedaan tekanan antara sumur tangga
dan bangunan dapat dicegah. Pengaruh yang sama dapat dicapai dengan menggunakan
damper pelepas pada ducting suplai jika fan ditempatkan di luar bangunan. Modulasi
pasokan aliran udara dapat juga disempurnakan dengan kecepatan fan yang bervariasi,
vane inlet, sudu fan dengan pitch yang variabel, atau bekerja dengan sejumlah fan. Waktu
tanggap dari pengendalian setiap sistem sebaiknya dipertimbangkan.

Gambar 5.3.2.2.1: Presurisasi sumur tangga dengan bypass sekeliling Fan pasok

11 dari 57

SNI 03-6571-2001
5.3.2.2.2. Pelepas Tekanan Lebih
Beroperasinya sistem kompensasi dapat juga disempurnakan dengan pelepas tekanan lebih.
Dalam contoh ini, tekanan dibangun dalam sumur tangga seperti pintu tertutup langsung
dilepas dari sumur tangga ke luar. Sejumlah udara dilepas bervariasi dengan sejumlah pintu
yang terbuka., jadi mengusahakan untuk mencapai tekanan konstan yang penting pada
sumur tangga.
Pelepas bagian luar membuka dapat mempunyai pengaruh merugikan dari angin; jadi
pematah angin atau pelindung angin di rekomendasikan.
Jika pelepasan tekanan lebih dikeluarkan ke dalam bangunan, berpengaruh pada integritas
sumur tangga dan interaksi dengan sistem HVAC bangunan sebaiknya dikaji lebih dekat.
Sistem menggunakan prinsip ini sebaiknya mempunyai kombinasi damper api/asap pada
tembusan dinding sumur tangga.
Pelepasan tekanan lebih dapat disempurnakan dengan satu dari empat cara sebagai berikut:
a)

Damper barometrik dengan pengaturan bobot imbang dapat digunakan untuk


membolehkan dampar membuka bila tekanan maksimum di bagian dalam tercapai. Ini
merupakan cara yang sederhana melepas tekanan lebih, dimana tidak ada
interkoneksi antara damper dan fan. Lokasi damper sebaiknya dipilih secara hati-hati,
karena damper yang ditempatkan terlalu menutup ke bukaan pasokan dapat
beroperasi terlalu cepat dan bisa tidak memenuhi persyaratan seluruh tekanan sumur
tangga. Damper dapat bergerak-gerak selama beroperasi.

b)

Damper yang dioperasikan dengan motor digerakkan secara pnumatik atau motor
listrik merupakan pilihan lain untuk melepas tekanan lebih. Damper ini dikontrol oleh
kontrol perbedaan tekanan yang ditempatkan dalam sumur tangga. Cara ini
menyediakan kontrol lebih positip terhadap tekanan sumur tangga dibandingkan
damper barometrik. Damper ini membutuhkan kontrol yang komplek dan
membutuhkan biaya dibandingkan damper barometrik.

c)

Cara alternatif ven sumur tangga adalah melalui bukaan otomatik pintu sumur tangga
atau ven ke sisi luar lantai bawah.
Di bawah kondisi normal, pintu ini akan ditutup dan, dalam banyak hal, dikunci untuk
alasan keamanan.
Ketentuan sebaiknya dibuat untuk menjamin bahwa kunci ini tidak konflik dengan
pengoperasian otomatik dari sistem.
Mungkin efek angin yang merugikan juga berhubungan dengan sistem yang
menggunakan bukaan ke bagian luar pada lantai bawah seperti ven. Kadang-kadang
kecepatan angin lokal yang tinggi timbul dekat pintu sumur tangga bagian luar. Angin
lokal seperti itu sukar diperkirakan dalam daerah sekitar bangunan baru tanpa model
yang mahal. Sasaran yang berdekatan dapat bertindak menahan angin atau dapat
bertindak menahan angin atau pelindung terhadap angin.
Sistem peralatan ven untuk sisi luar lantai bawah lebih efektip di bawah kondisi udara
dingin, dengan bantuan efek cerobong, sistem presurisasi tangga untuk sumur tangga
utama di atas tanah.

d)

Fan pembuangan dapat digunakan untuk mencegah tekanan lebih jika semua pintu
sumur tangga ditutup.

12 dari 57

SNI 03-6571-2001
Fan sebaiknya dikontrol oleh sensor perbedaan tekanan sehingga fan tidak akan
beroperasi jika perbedaan tekanan antara sumur tangga dan bangunan jatuh di bawah
taraf yang dispesifikasikan.
Ini akan mencegah fan menarik asap ke dalam sumur tangga jika jumlah pintu yang
membuka mengurangi presurisasi sumur tangga.
Fan pembuangan seperti itu sebaiknya ukurannya dispesifikasikan sehingga sistem
presurisasi akan berada dalam batas perancangan.
Untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dipercaya bahwa kontrol fan pembuangan
sebaiknya jenis modulasi seperti berlawanan untuk jenis ON OFF.
Karena fan pembuangan akan mempunyai pengaruh merugikan oleh angin, pelindung
angin direkomendasikan.

Gambar 5.3.2.2.2 : Presurisasi sumur tangga dengan ven ke luar


5.3.3.

Lokasi Sumber Udara Pasok.

5.3.3.1.
Masukan udara pasok sebaiknya dipisahkan dari : semua buangan bangunan,
keluaran dari saf asap dan asap atap dan ven panas, ven terbuka dari saf lif, dan bukaan
lain dari bangunan yang mungkin mengusir asap dari bangunan yang terbakar.
Pemisahan ini sebaiknya sebesar besarnya dilakukan. Karena naiknya asap panas,
pertimbangan sebaiknya diberikan pada lokasi masukan udara pasok di bawah bukaan yang
kritis. Bagaimanapun, gerakan asap di luar mungkin menghasilkan umpan balik asap,
tergantung pada : lokasi kebakaran, lokasi titik kebocoran asap, kecepatan angin dan
arahnya, dan perbedaan temperatur antara asap dan udara luar.
Saat ini, informasi yang cukup tidak ada mengenai gerakan asap luar untuk menjamin
rekomendasi umum yang mendukung bahwa masukan dari lantai bawah lebih baik dari pada
masukan dari lantai atap.
5.3.3.2.
Dengan sistem presurisasi sumur tangga, maka berpotensi terjadinya umpan
balik asap ke dalam sumur tangga yang dipresurisasikan terhadap masuknya asap ke sumur
tangga melalui masukan fan presurisasi. Karena itu, kemampuan menutup otomatik pada
kejadian umpan balik asap sebaiknya dipertimbangkan.

13 dari 57

SNI 03-6571-2001
5.3.4.

Fan Pemasok Udara.

5.3.4.1.

Fan Propeler.

Keuntungan dan pembatasan penggunaan fan propeler dijelaskan pada butir 5.3.4.1.1
sampai 5.3.4.1.3.
5.3.4.1.1. Sistem injeksi titik tunggal sederhana seperti yang digambarkan pada gambar
5.3.4.1.1 dapat menggunakan fan propeler yang dipasang di atap atau dinding luar untuk
memasok udara ke sumur tangga.
Penggunaan fan propeler tanpa pelindung angin tidak direkomendasikan karena pengaruh
ekstrim angin dapat mempengaruhi kinerja fan.

Gambar 5.3.4.1.1 : Presurisasi sumur tangga oleh fan propeler yang dipasang di atap.
5.3.4.1.2. Satu keuntungan besar menggunkan fan propeler untuk presurisasi sumur
tangga adalah kurva respon tekanan relatif datar terhadap beragam aliran. Karena itu,
seperti pintu dibuka dan ditutup, fan propeler cepat merespon ke perubahan aliran dalam
sumur tangga tanpa fluktuasi besarnya tekanan.
Keuntungan kedua, penggunaan propeler fan dapat mengurangi biaya dari pada fan jenis
lain dan dapat menyediakan pengendalian asap yang cukup dengan biaya pemasangan
yang rendah.
5.3.4.1.3. Kerugian penggunaan fan propeler adalah bahwa sering mempersyaratkan
pelindung angin pada masukan karena fan ini beroperasi pada tekanan rendah dan cepat
terpengaruh oleh tekanan angin pada bangunan.
Ini menjadi kurang kritis pada atap apabila fan sering diproteksi oleh parapet dan apabila
arah angin menyudut terhadap sumbu fan.
Fan propeler yang dipasang pada dinding mudah terpengaruh oleh tekanan angin. Pengaruh
kurang baik maksimum terjadi bila arah angin berlawanan dengan arah aliran udara fan,
menghasilkan tekanan pada masukan rendah dan penurunan efektivitas fan sangat berarti.
Intensitas angin variabel dan arahnya juga dapat mengancam terhadap kemampuan dari
sistem untuk menjaga kontrol di atas tekanan statik pada sumur tangga.

14 dari 57

SNI 03-6571-2001
5.3.4.2.

Jenis Lain dari Fan.

Sistem injeksi tunggal dan sistem injeksi banyak lainnya mungkin mempersyaratkan
penggunaan fan sentrifugal atau fan axial in-line untuk mengatasi kenaikan tahanan untuk
mengalirkan dalam dakting pemasok ke sumur tangga.
5.3.5.

Sistem Injeksi Tunggal dan Jamak.

5.3.5.1.

Sistem Injeksi Tunggal.

5.3.5.1.1. Sistem injeksi tunggal adalah satu dari sistem presurisasi udara yang dipasok ke
sumur tangga pada satu lokasi.
Titik injeksi yang umum berada pada puncak dari sumur tangga, seperti ditunjukkan dalam
gambar 5.3.5.1.1.

Gambar 5.3.5.1.1. : Presurisasi sumur tangga oleh injeksi di atas.


5.3.5.1.2. Sistem injeksi tunggal dapat gagal jika beberapa pintu yang dekat titik injeksi
pasokan udara dibuka. Semua udara presurisasi dapat hilang melalui bukaan pintu ini,
selanjutnya sistem gagal untuk menjaga tekanan positip di kedua sisi pintu yang jauh dari
titik injeksi.
5.3.5.1.3. Karena pintu sumur tangga pada lantai bawah lebih disukai terbuka, sistem
injeksi tunggal bawah, cenderung gagal.
Pertimbangan dari situasi spesifik ini perlu analisa rancangan keseluruhan yang hati-hati
yang dipersyaratkan untuk sistem injeksi tunggal bawah dan untuk semua sistem injeksi
tunggal lain untuk sumur tangga dengan ketinggian lebih dari 30,5 m (100 ft ).
5.3.5.2.

Sistem Injeksi Jamak.

5.3.5.2.1. Sistem injeksi jamak adalah salah satu dimana udara dipasok ke sumur tangga
pada banyak titik. Gambar 5.3.5.2.1.(a) dan 5.3.5.2.1.(b) adalah dua contoh dari beberapa
sistem injeksi banyak yang dapat digunakan untuk mengatasi keterbatasan dari sistem
unjeksi tunggal. Fan presurisasi dapat ditempatkan pada lantai bawah, lantai atap, atau pada
setiap lokasi diantaranya.

15 dari 57

SNI 03-6571-2001

Gambar 5.3.5.2.1(a) : Presurisasi sumur tangga dengan injeksi jamak dengan fan yang
ditempatkan pada lantai bawah.

Gambar 5.3.5.2.1.(b) : Presurisasi sumur tangga dengan injeksi jamak dengan fan
yang dipasang di atap.
5.3.5.2.2. Dalam gambar 5.3.5.2.1.(a) dan 5.3.5.2.1.(b), dakting pasok ditunjukkan dalam
saf terpisah. Bagaimanapun sistem telah dibuat dimana pengeluaran dibatasi oleh saf
dakting yang terpisah dengan menempatkan dakting pasok dalam tangga tertutup. Kehatihatiannya sebaiknya diambil sehingga dakting tidak mengurangi lebar jalan ke luar yang
dipersyaratkan atau menjadi hambatan untuk melakukan evakuasi dari bangunan.
5.3.5.2.3. Beberapa sistem injeksi jamak telah dibuat dengan titik injeksi udara pasok pada
setiap lantai. Sistem ini mencegah kerugian udara presurisasi melalui beberapa pintu yang
terbuka; bagaimanapun, terlalu banyak titik injeksi mungkin tidak penting.
Untuk rancangan sistem dengan titik injeksi lebih dari tiga lantai terpisah, perancang
sebaiknya menggunakan analisa komputer seperti yang diberikan pada ketentuan standar
lain.
Tujuan analisa ini untuk menjamin bahwa kerugian udara presurisasi melalui beberapa pintu
terbuka menunjukkan kerugian yang berarti pada presurisasi sumur tangga.

16 dari 57

SNI 03-6571-2001
5.3.6.

Ruang Antara (Vestibule ).

Sumur tangga yang tidak mempunyai ruang antara dapat di presurisasi cukup dengan sistem
yang telah ada. Beberapa bangunan dikonstruksikan dengan ruang antara karena
persyaratan standar bangunan. Ruang antara ini dapat dipresurisasi atau tidak dipresurisasi.
5.3.6.1.

Ruang Antara Tanpa Dipresurisasi.

Sumur tangga yang mempunyai ruang antara tanpa presurisasi dapat diterapkan pada
bangunan yang sudah ada. Dengan kedua pintu ruang antara terbuka, dua pintu yang
berderet menimbulkan kenaikan tahanan aliran udara dibandingkan pintu tunggal. Kenaikan
tahanan akan mengurangi aliran udara yang menghasilkan suatu tekanan dalam sumur
tangga. Subyek ini didiskusikan pada standar lain.
Dalam bangunan dengan beban hunian rendah, mungkin bahwa satu atau dua buah pintu
ruang antara ditutup, atau sekurang-kurangnya ditutup sebagian, selama jangka waktu
evakuasi. Ini selanjutnya akan mengurangi aliran udara yang dipersyaratkan untuk
menghasilkan suatu tekanan.
5.3.6.2.

Ruang Antara Dipresurisasi

Kedua pintu yang menutup pada ruang antara dapat membatasi masuknya asap ke ruang
antara dan menyediakan lingkungan yang masih dapat dipertahankan sebagai daerah
tempat berlindung. Sumur tangga yang berdekatan secara tidak langsung dipresurisasikan
oleh aliran udara dari ruang antara yang dipresurisasi. Bagaimanapun, presurisasi ini dapat
hilang jika pintu bagian luar terbuka.
Juga, asap dapat mengalir ke dalam sumur tangga melalui setiap kebocoran bukaan dalam
dinding sumur tangga yang berdekatan dengan ruang lantai. Dinsing seperti itu sebaiknya
dikonstruksi dengan kebocoran minimal untuk sumur tangga yang diproteksi oleh sistem
ruang antara yang dipresurisasi.
5.3.6.3.

Ruang Antara Dipresurisasi dan Sumur Tangga.

Untuk meminimalkan sejumlah asap masuk ke dalam ruang antara dan sumur tangga, ruang
antara dan sumur tangga keduanya dapat dipresurisasi. Sistem kombinasi akan menambah
keefektifan dari sistem presurisasi sumur tangga. Juga, ruang antara yang dipresurisasi
dapat menyediakan daerah tempat berlindung sementara.
5.3.6.4.

Dibilas atau Ruang antara di Ven.

Sistem pembilasan atau penghawaan ruang antara berada di luar lingkup standar ini.
Analisis bahaya mungkin dipersyaratkan menggunakan prosedur yang disediakan dalam
standar lain. Analisis keteknikan sebaiknya ditunjukkan untuk menentukan manfaat dari,
presurisasi, pembilasan atau pembuangan dalam ruang antara pada sumur tangga.
5.3.7*.

Jumlah Pintu yang Terbuka.

Untuk sistem presurisasi sumur tangga yang tidak dirancang untuk mengakomodasi bukaan
pintu, presurisasi akan menurun bila setiap pintu membuka, dan asap dapat masuk ke dalam
sumur tangga. Untuk bangunan dengan densitas penghuni yang rendah, bukaan dan
menutup dari beberapa pintu selama evakuasi mempunyai efek kecil pada sistem. Untuk
bangunan dengan densitas penghuni yang tinggi dan evakuasi bangunan total, dapat
dibutuhkan lebih banyak pintu yang dibuka selama waktu evakuasi. Metoda pada standar
lain dapat digunakan untuk merancang sistem untuk mengakomodasi dimana dari beberapa

17 dari 57

SNI 03-6571-2001
pintu sampai hampir semua pintu dapat dibuka. Efek bukaan pintu ke luar biasanya jauh
lebih besar dari pada bukaan pintu di dalam. Jika sistem dirancang untuk pintu membuka
dan evakuasi bangunan total, jumlah pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu sumur
tangga bagian luar.
5.4. Pengendalian Asap di Lif.
5.4.1
Secara historis, ruang luncur lif harus dibuktikan mempunyai jalur yang mudah
dilihat untuk gerakan asap ke luar bangunan. Alasannya adalah pintu lif tidak dipasang
secara rapat dan ruang luncur lif disediakan dengan bukaan di atasnya. Efek cerobong
bangunan mendorong dengan gaya yang mampu menggerakkan asap ke dalam dan ke luar
lepas dari konstruksi ruang luncur lif.
Metoda ini termasuk berikut:
a)

Pembuangan asap dari lantai yang terbakar.

b)

Presurisasi dari lobi lif yang tertutup.

c)

Konstruksi lobi lif yang rapat asap.

d)

Presurisasi ruang luncur lif.

e)*

Menutup pintu lif setelah panggilan otomatik.

5.4.2.
Metoda seperti ditunjukkan pada butir 5.4.1.a) sampai e) telah dibahas baik
secara sendiri-sendiri atau secara gabungan. Bagaimanapun juga penerapannya ke proyek
tertentu, termasuk efek dari ven dalam ruang luncur lif, sebaiknya di evaluasi lebih dulu.
Ven terbuka pada puncak dari ruang luncur lif mungkin mempunyai efek yang tidak
diinginkan pada sistem pengendalian asap lif.
5.4.3*.
Kebakaran telah menunjukkan kecenderungan asap untuk berpindah ke dalam
ruang luncur. Karena itu, penggunaan lif sebagai jalan ke luar penyelamatan bukan menjadi
pilihan. Penelitian menunjukkan bahwa lif selama kebakaran perlu, dan disediakan sistem lif
yang diproteksi terhadap panas, nyala api, asap, kerugian daya listrik, kerugian pendinginan
ruang mesin lif, gangguan air, dan aktivasi tak sengaja dari alat kontrol.
5.5.

Pengendalian Asap Terzona.

5.5.1.

Umum.

5.5.1.1.
Sumur tangga dengan presurisasi seperti didiskusikan dalam butir 5.3 ditujukan
untuk mengendalikan meluasnya asap dengan menghalangi infiltrasi asap ke dalam sumur
tangga, tetapi dalam bangunan dengan sumur tangga yang dipresurisasi seperti sarana
pengendali asap tunggal, asap dapat mengalir melalui retakan di lantai dan partisi dan
melalui saf lain yang mengancam jiwa dan merusak harta milik pada lokasi yang jauh dari
kebakaran. Konsep pengendalian asap terzona didiskusikan dalam bab ini, ditujukan untuk
membatasi jenis ini dari gerakan asap di dalam bangunan.
5.5.1.2.
Pembatasan besarnya ukuran kebakaran ( laju pembakaran massa) menaikkan
kehandalan dan kelangsungan sistem pengendalian asap. Besarnya ukuran kebakaran
dapat dibatasi dengan pengendalian bahan bakar, kompartemenisasi, atau springkler
otomatik. Mungkin penyediaan pengendalian asap dalam bangunan tidak mempunyai
fasilitas pembatasan kebakaran, tetapi dalam contoh ini pertimbangan yang hati-hati harus
dilakukan untuk tekanan kebakaran, temperatur tinggi, laju pembakaran massa, akumulasi

18 dari 57

SNI 03-6571-2001
bahan bakar yang tidak terbakar, dan hasil output lainnya dari kebakaran yang tak
terkendali.
5.5.2.

Zona Pengendalian Asap.

5.5.2.1.
Beberapa bangunan dapat dibagi ke dalam sejumlah zona pengrendalian asap,
setiap zona dipisahkan satu sama lain oleh partisi, oleh lantai, dan oleh pintu yang dapat
ditutup untuk menghalangi gerakan asap. Zona pengendalian asap dapat terdiri dari satu
atau lebih lantai, atau sebuah lantai dapat terdiri dari satu atau lebih zona pengendalian
asap. Susunan dari beberapa zona pengendalian asap ditunjukkan pada gambar 5.5.2.1.
Sistem pengendalian asap terzona sebaiknya dirancang agar perbedaan tekanan antara
zona tanpa asap yang berdekatan dan zona asap memenuhi atau lebih dari perbedaan
tekanan minimum yang diberikan pada tabel 5.2.1, dan pada lokasi dengan pintu, perbedaan
tekanan sebaiknya tidak melebihi nilai yang diberikan pada tabel 5.2.2.

Gambar 5.5.2.1. : Susunan zona pengendalian asap


Dalam gambar 5.5.2.1., zona asap ditunjukkan oleh tanda kurang (-) dan ruangan yang
dipresurisasi ditunjukkan dengan tanda tambah (+). Pada setiap lantai dapat dibuat zona
pengendalian asap seperti ditunjukkan pada (a) dan (b), atau zona asap dapat terdiri lebih
dari lantai seperti ditunjukkan pada (c) dan (d). Semua zona tanpa asap dalam bangunan
dapat dipresurisasi seperti pada (a) dan (c), atau hanya zona tanpa asap yang berdekatan
ke zona asap dapat dipresurisasi seperti pada (b) dan (d).
Zona asap dapat juga dibatasi untuk sebagian lantai seperti pada (e).
5.5.2.2.
Dalam peristiwa kebakaran, perbedaan tekanan dan aliran udara yang dihasilkan
oleh fan mekanis dapat digunakan untuk membatasi penyebaran asap ke zona dimana
dimulainya kebakaran. Konsentrasi asap mungkin membuat zona tidak dapat dipertahankan.

19 dari 57

SNI 03-6571-2001
Pada sistem pengendalian asap terzona, evakuasi penghuni bangunan sebaiknya dilakukan
sesegera mungkin setelah adanya deteksi kebakaran.
5.5.2.3*
Zona asap sebaiknya dijaga sehingga evakuasi dari zona ini dapat mudah terlihat
dan kuantitas udara yang dibutuhkan untuk presurisasi ruangan sekitarnya dapat dijaga
dengan taraf yang terkendali.
Bagaimanapun juga, zona ini sebaiknya cukup besar sehingga panas yang dibangkitkan
oleh kebakaran akan menjadi cukup diencerkan dengan udara disekitarnya untuk mencegah
kegagalan komponen utama dari sistem pengendalian asap.
5.5.2.4.
Apabila kebakaran terjadi, semua zona tanpa asap pada bangunan dapat
dipresurisasi seperti ditunjukkan dalam gambar 5.5.2.1, bagian (a), (c) dan (e). Sistem ini
membutuhkan jumlah yang besar dari udara luar. Lokasi yang berkaitan dengan inlet udara
pasok dari sumur tangga yang dipresurisasi tersebut (lihat butir 5.3.3) juga diterapkan untuk
inlet udara pasok untuk zona tanpa asap.
5.5.2.5.
Pada cuaca dingin, adanya jumlah yang besar dari udara luar dapat
menyebabkan kerusakan yang serius dari sistem bangunan. Bagaimanapun, pertimbangan
yang serius sebaiknya dilakukan untuk menggunaan sistem pra pemanas darurat dalam
memanaskan udara yang datang dan membantu mencegah atau membatasi kerusakan.
Sebagai alternatif, presurisasi hanya pada zona yang berdekatan dengan zona asap akan
dapat membatasi jumlah udara luar yang dibutuhkan, seperti dalam gambar 5.5.2.1, bagian
(b) dan (d).
Karena itu, kerugian dari pembatasan ini adalah aliran asap mungkin akan melalui saf ke
luar zona terpresurisasi dan ke dalam ruangan yang tidak terpresurisasi.
Apabila alternatif ini dipertimbangkan, penelitian yang hati-hati dari asap yang berpotensi
mengalir sebaiknya dilakukan dan ditentukan mana yang dapat diterima.
5.5.2.6.
Sinyal dari sistem alarm kebakaran dapat digunakan untuk mengaktivasi sistem
pengendalian asap terzona yang cocok. Penggunaan sistem alarm kebakaran membutuhkan
penyusunan zona yang tepat dengan zona pengendalian asap, agar aktivasi yang salah dari
sistem pengendalian asap dapat dicegah.
5.5.2.7.
Kecuali ven atau buangan disediakan dalam zona kebakaran, perbedaan
tekanan tidak akan ditimbulkan;
5.6*.

Daerah Tempat Berlindung.

Pengendalian asap untuk daerah tempat berlindung dapat disediakan presurisasi. Untuk
daerah tempat berlindung yang bersebelahan dengan sumur tangga atau lif, ketentuan
sebaiknya dibuat untuk mencegah kerugian tekanan atau tekanan lebih karena interaksi dari
pengendalian asap daerah tempat berlindung dan pengendalian asap saf.
5.7.

Sistem Kombinasi.

5.7.1.

Umum.

Pada beberapa kejadian, lebih dari satu sistem pengendalian asap akan beroperasi secara
serempak. Untuk contoh, sumur tangga yang dipresurisasi dapat menyambung ke luas lantai
yang merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Ruang luncur lif yang
merupakan bagian dari sistem pengendalian asap lif dapat menyambung ke luas lantai yang
merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Sistem pengendalian asap lif

20 dari 57

SNI 03-6571-2001
dapat dihubungkan ke daerah tempat berlindung yang mengarah dan dihubungkan dengan
luas lantai yang merupakan bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Selanjutnya
dapat mempresurisasi sumur tangga yang juga dihubungkan ke daerah tempat berlindung.
Contoh dari satu sistem yang sederhana terdiri dari sumur tangga yang dipresurisasi seperti
sarana pengendalian asap pada bangunan tunggal .
Kejadian selanjutnya, interaksi antara sumur tangga melalui bangunan, khususnya jika pintu
dibuka dan ditutup, harus dipertimbangkan.
Sering sistem ini dirancang tidak bergantung terhadap pengoperasian yang mendapatkan
gaya dinamik (contoh: pengapungan, efek cerobong, angin). Satu rancangan lengkap perlu
untuk mengkaji pengaruh sistem pengendalian asap satu sama lain.
Untuk contoh, zona pembuangan asap dalam hubungannya dengan sistem presurisasi
sumur tangga dapat cenderung untuk meningkatkan kinerja sistem presurisasi tangga.
Pada waktu yang bersamaan, sistem ini dapat menaikkan perbedaan tekanan di kedua sisi
pintu, menyebabkan sulitnya pembukaan pintu ke dalam sumur tangga. Untuk sistem yang
lengkap, direkomendasikan model jaringan komputer seperti yang dibicarakan dalam Bab 7,
digunakan untuk analisis.
5.7.2

Pembuangan pada Lantai yang Terbakar.

Pembuangan pada lantai yang terbakar dapat meningkatkan kinerja dari presurisasi sumur
tangga. Manfaat dari sistem ini adalah mengurangi tekanan pada lantai yang terbakar, jadi
menaikkan perbedaan tekanan di kedua sisi pintu sumur tangga. Sistem ini mungkin atau
mungkin tidak sebagai bagian dari sistem pengendalian asap terzona. Buangan dari lantai
yang terbakar sebaiknya dilepaskan ke luar bangunan dan dapat digunakan daya fan atau
tidak digunakan daya fan, tergantung pada kondisi bangunannya. Perancangan sistem
seperti ini sebaiknya termasuk analisa keteknikan dari cerobong dan pengaruh angin.

Peralatan dan Pengendalian Bangunan.

6.1

Umum.

Dengan beberapa modifikasi, sistem ventilasi dan pengkondisian udara bangunan


konvensional dapat digunakan untuk menyediakan pengendalian asap pada bangunan.
Berbagai jenis peralatan bangunan akan dibicarakan dalam bab ini, namun tidaklah praktis
untuk membicarakan keseluruhannya. Bab ini menyediakan informasi umum mengenai
peralatan dan pengendaliannya, dan menyediakan pedoman yang dapat digunakan untuk
menyesuaikan sebagian besar dari peralatan yang dimaksud.
6.2

Peralatan Ventilasi dan Pengkondisian Udara

6.2.1

Umum.

Peralatan ventilasi dan pengkondisian udara secara normal menyediakan sarana untuk
memasok, menghisap balik dan menghisap buang udara dari suatu ruangan yang
dikondisikan. Peralatan ventilasi dan pengkondisian udara dapat ditempatkan di dalam ruang
yang dikondisikan, dalam ruang bersebelahan atau dalam ruang peralatan mekanikal yang
berjauhan. Pada umumnya sistem ventilasi dan pengkondisian udara dapat disesuaikan dan
digunakan sebagai pengendalian asap terzona.

21 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.2.2

Udara Luar.

Sistem ventilasi dan pengkondisian udara sebaiknya disediakan dengan udara luar yang
cukup untuk memasok sedemikian hingga dapat dicapai perbedaan tekanan yang cukup
untuk mencegah perpindahan asap ke dalam daerah yang tidak mengalami kebakaran/asap.
Pembuangan asap secara mekanis ke udara luar dari zona asap juga sangat penting.
Beberapa sistem ventilasi dan pengkondisian udara mempunyai kemampuan ini tanpa
memerlukan perubahan. Bilamana udara pasok dan udara balik saling berhubungan sebagai
bagian pengoperasian ventilasi dan pengkondisian udara normal, damper asap sebaiknya
disediakan untuk memisahkan pemasokan dan pembuangan selama operasi pengendalian
asap.
6.2.3

Jenis Sistem Pengolah Udara Ventilasi dan Pengkondisian Udara.

Bermacam jenis dan susunan sistem pengolah udara umumnya digunakan pada berbagai
fungsi bangunan. Beberapa jenis dapat dengan mudah disesuaikan untuk penerapan
pengendalian asap daripada yang lain. Contoh jenis sistem pengolah udara diuraikan dalam
butir 6.2.3.1. sampai 6.2.3.8.
6.2.3.1

Sistem Terpisah Tiap Lantai

Penggunaan unit pengolah udara terpisah yang melayani satu lantai atau bagian dari satu
lantai merupakan sesuatu yang biasa dalam pendekatan rancangan. Unit ventilasi dan
pengkondisian udara ini dapat atau dapat tidak mempunyai fan isap balik atau fan isap
buang yang terpisah. Bila fan-fan ini tidak terpisah, sebuah sarana untuk menyediakan
pelepasan tekanan pada lantai kebakaran, bila tidak melalui damper pelepasan pada sistem
dakting atau dengan sarana lain, sebaiknya diteliti. Udara luar dapat dipasok ke masingmasing unit pengolah udara melalui sarana berikut ini:
a)

kisi-kisi dan damper luar

b)

sistem dakting bersama yang digunakan untuk menangani jumlah udara yang
dibutuhkan

c)

sistem dakting bersama dengan kecepatan fan pemasok yang dapat diubah

d)

fan pemasok terpisah dengan kecepatan yang dapat diubah

Unit pengolah udara dapat digunakan untuk pengendalian asap apabila udara luar yang
cukup dan kemampuan pembuangan udara tersedia.
6.2.3.2

Sistem Lantai Jamak Terpusat

Beberapa bangunan menggunakan peralatan ventilasi dan pengkondisian udara terpusat


dalam ruangan mekanikal utama yang melayani lantai jamak dalam bangunan. Sistem
ventilasi dan pengkondisian udara jenis ini memerlukan pemasangan damper pada saf
terhadap api dan asap dalam rangka untuk menyediakan pembuangan dari lantai kebakaran
dan menyediakan presurisasi pada lantai yang bersebelahan dengan menggunakan udara
luar. Karena fan sistem terpusat ini dapat berkapasitas besar, kehati-hatian sebaiknya
diambil dalam merancang sistem, termasuk sarana pencegah tekanan lebih di dalam sistem
dakting, untuk mencegah keretakan, keruntuhan atau kerusakan lainnya. Suatu sarana
sebaiknya disediakan untuk mengendalikan tekanan di dalam eksit dan koridor yang dapat
menghambat buka dan tutup pintu.

22 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.2.3.3

Unit Fan / Koil dan Unit Pompa Panas Sumber Air

Jenis fan/koil dan pompa panas sumber air dari unit pengolah udara seringkali ditempatkan
pada sekitar perimetri lantai bangunan untuk mengkondisikan zona-zona perimetri. Dapat
juga ditempatkan sepanjang daerah keseluruhan lantai untuk memberikan pengkondisian
udara pada seluruh ruangan. Karena unit fan / koil dan pompa panas sumber air ini
mempunyai kemampuan pasokan udara luar yang kecil dan pada umumnya cukup sulit
melakukan konfigurasi ulang untuk tujuan pengendalian asap, jenis ini secara umum tidak
sesuai untuk melakukan fungsi pengendalian asap. Apabila unit ini mempunyai sarana
pemasokan udara luar dalam zona asap, unit seperti ini sebaiknya dimatikan apabila zona
tersebut diberi tekanan negatip.
Unit fan/koil dan pompa panas sumber air biasanya digunakan dalam kombinasi dengan unit
pengolah udara peralatan ventilasi dan pengkondisian udara pusat yang lebih besar atau
bersama dengan unit pengolah udara zona dalam ruangan terpisah. Fungsi pengendalian
asap zona sebaiknya disediakan oleh unit pengolah udara pusat yang lebih besar atau oleh
unit pengolah udara zona dalam ruangan.
6.2.3.4

Sistem Induksi

Unit pengolah udara jenis induksi yang biasanya dipasang disekitar perimetri suatu
bangunan terutama digunakan untuk mengkondisikan zona perimetri dari suatu bangunan
lama bertingkat banyak. Sebuah sistem ventilasi dan pengkondisian udara terpusat
memasok udara bertekanan tinggi yang dipanaskan atau didinginkan ke masing-masing unit
induksi perimetri. Udara dalam ruangan selanjutnya diinduksikan ke dalam unit induksi,
dicampur dengan udara primer dari sistem pengkondisian udara sentral dan melepaskannya
ke dalam ruangan.
Unit induksi dalam zona asap sebaiknya dimatikan atau sebaiknya mempunyai penutupan
udara primer yang diawali dari pengendalian asap dalam zona asap.
6.2.3.5

Sistem Dua Dakting dan Sistem Zona Jamak.

Unit ventilasi dan pengkondisian udara yang digunakan dalam sistem dua dakting dan
sistem zona jamak mempunyai koil pendingin dan pemanas, masing-masing berada pada
kompartemen atau dek yang terpisah.
Sistem dua dakting mempunyai dakting panas dan dakting dingin terpisah yang
menghubungkan dek dengan kotak pencampur yang mencampur udara yang dipasok ke
dalam ruangan yang dilayani. Untuk sistem bertekanan tinggi, kotak pencampur juga
berperan untuk mengurangi tekanan sistem.
Sistem zona jamak mencampur udara dingin dan udara panas pada unit pengolah udara dan
memasokkan campuran ini melalui dakting bertekanan rendah ke masing-masing ruangan.
Pengendalian asap dapat dicapai dengan memasok udara maksimum ke dalam daerahdaerah yang bersebelahan dengan zona asap. Hal ini sebaiknya dilakukan dengan
menggunakan dek yang dingin karena ini biasanya dirancang untuk menangani udara dalam
jumlah besar. Untuk zona asap, fan pasok sebaiknya dimatikan.
6.2.3.6

Sistem Volume Udara Variabel

Sistem volume udara variabel bisa sistem terpisah tiap lantai (lihat butir 6.2.3.1) atau sistem
banyak lantai terpusat (lihat butir 6.2.3.2) yang disediakan dengan alat terminal yang secara
tipikal memasok pendinginan saja. Daerah terpisah yang dilayani oleh sistem pada

23 dari 57

SNI 03-6571-2001
umumnya mempunyai sumber pemanasan lain (misal papan pemanas atau lemari
pemanas).
Sistem volume udara variabel memvariasikan jumlah udara dingin yang dipasok ke ruang
hunian berdasarkan kebutuhan nyata ruangan. Beberapa sistem volume udara variabel
mem-bypass udara pasokan ke sisi masukan udara balik dari fan untuk mengurangi volume
dan tekanan resultan udara pasokan untuk menghindari kerusakan pada fan atau dakting.
Pada moda pengendalian asap, pem-bypass-an seperti ini sebaiknya ditutup. Untuk
pengendalian asap, kecepatan fan pasok sistem volume udara variabel sebaiknya dinaikkan
dan pengendali unit terminal volume udara variabel sebaiknya dikonfigurasikan untuk
membuka terminal dalam non zona asap untuk memasok udara luar dalam jumlah
maksimum untuk memberikan penekanan di dalam ruangan apabila jumlah udara
mencukupi. Damper bypass pada sistem yang menggunakan metode ini sebaiknya tertutup.
Hal ini memungkinkan untuk memperoleh pengendalian asap dengan sistem volume udara
variabel memasok jumlah udara minimal, tetapi kehati-hatian sebaiknya diambil untuk
menjamin adanya tekanan yang cukup di dalam ruangan.
6.2.3.7

Sistem Terminal dengan Fan Penggerak

Unit terminal dengan fan penggerak menerima volume udara berubah dari udara dingin
primer dan udara balik yang dipadukan dalam unit terminal untuk memberikan volume
konstan dari udara pasok dengan temperatur yang berubah pada ruang hunian. Unit terminal
ini terdiri dari sebuah fan volume udara konstan untuk memasok udara yang dipadukan ke
ruang hunian, sambungan udara primer dengan pengendali damper, dan bukaan udara
balik. Unit terminal yang melayani zona perimetri dapat mempunyai koil pemanas untuk
memberikan panas tambahan pada zona perimetri tersebut. Dalam moda pengendalian
asap, fan unit terminal yang diletakkan dalam zona asap ini sebaiknya dimatikan dan damper
udara primer ditutup. Unit terminal yang melayani zona yang bersebelahan dengan zona
asap dapat terus beroperasi.
6.2.3.8

Sistem Gabungan

Kombinasi contoh-contoh yang diuraikan pada butir 6.2.3.1. sampai 6.2.3.7. kadang
dipergunakan, khususnya pada daerah bangunan yang diubah untuk pemakaian yang
berbeda dari tujuan semula. Kehatian-hatian sebaiknya dilakukan dalam penerapan jenis
yang berbeda dari unit terminal volume variabel untuk menentukan pengaruhnya pada
pengendalian asap terzona. Rancangan sebaiknya didasarkan pada kemampuan konfigurasi
sistem untuk menghasilkan tekanan positip atau negatip yang diperlukan bagi pengendalian
asap.
6.2.4

Sistem Ventilasi

Pada keadaan tertentu, sistem-sistem yang dikhususkan tanpa udara luar dipergunakan
untuk pendinginan dan pemanasan utama. Dalam sistem ini termasuk pengkondisi udara
berdiri sendiri, sistem panel radiasi panas, dan unit ruang komputer. Karena sistem ini tidak
menyediakan udara luar, maka tidak sesuai untuk penerapan pengendalian asap.
Karena standar mensyaratkan adanya ventilasi untuk semua lokasi yang dihuni, maka sistem
terpisah untuk menyediakan udara luar diperlukan. Sistem pasokan udara luar dapat
digunakan untuk pengendalian asap meskipun jumlah udara yang disediakan mungkin tidak
mencukupi untuk presurisasi penuh.

24 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.2.5

Sistem Penggunaan Khusus

Laboratorium, fasilitas perawatan binatang, beberapa fasilitas rumah sakit dan jenis
penghunian tak lazim lainnya kadang menggunakan sistem udara luar satu arah untuk
menghindari kontaminasi dan dapat memiliki persyaratan proses penyaringan dan
presurisasi yang khusus. Sistem penggunaan khusus ini dapat disesuaikan untuk penerapan
pengendalian asap. Kehati-hatian sebaiknya dilakukan untuk menghindari kontaminasi pada
ruang bebas kuman, ruang percobaan, ruang proses dan daerah sejenis lainnya.
6.3

Damper asap

Damper asap yang digunakan untuk memproteksi bukaan dalam penghalang asap atau
digunakan sebagai damper terkait dengan keselamatan pada sistem pengendalian asap
keteknikan sebaiknya diklasifikasikan dan dilabel sesuai ketentuan berlaku.
Damper dalam sistem pengendalian asap sebaiknya dievaluasi untuk kemampuannya
beroperasi di bawah kondisi-kondisi yang diantisipasi dari pengoperasian sistem.
6.4

Kontrol.

6.4.1

Koordinasi.

Sistem kontrol sebaiknya mengkoordinasikan dengan sepenuhnya fungsi-fungsi sistem


pengendalian asap di antara sistem alarm kebakaran, sistem springkler, sistem
pengendalian asap untuk petugas pemadam kebakaran, dan sistem-sistem lain terkait
dengan sistem ventilasi dan pengkondisian udara dan peralatan pengendalian asap
bangunan yang lain.
6.4.2

Kontrol Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara.

6.4.2.1
Operasi kontrol sistem ventilasi dan pengkondisian udara sebaiknya dirancang
atau dimodifikasi untuk mengakomodasi moda pengendalian asap, yang mana sebaiknya
mempunyai prioritas lebih tinggi melebihi seluruh moda pengendalian lain.
6.4.2.2*
Beberapa jenis sistem kontrol biasa dipergunakan untuk sistem ventilasi dan
pengkondisian udara. Sistem kontrol ini menggunakan unit kontrol pneumatik, listrik,
elektronik dan unit berbasis logika terprogram. Semua sistem kontrol ini dapat disesuaikan
untuk menyediakan logika dan urutan kerja kontrol guna mengkonfigurasikan sistem ventilasi
dan pengkondisian udara untuk tujuan pengendalian asap. Unit kontrol elektronik berbasis
logika terprogram (misal berbasis mikroprosesor) yang mengontrol dan memantau sistem
ventilasi dan pengkondisian udara seperti halnya fungsi-fungsi kontrol dan pemantauan
bangunan lainnya, tersedia siap digunakan untuk menyediakan logika dan urutan kerja
pengontrolan yang diperlukan bagi moda operasi pengendalian asap dari sistem ventilasi
dan pengkondisian udara.
6.4.3

Aktivasi dan De-aktivasi Sistem Pengendalian Asap.

Aktivasi sistem pengendalian asap adalah mengawali moda operasional sistem


pengendalian asap. De-aktivasi adalah penghentian moda operasional sistem pengendalian
asap. Sistem pengendalian asap secara normal sebaiknya diaktifkan secara otomatik,
namun pada keadaan tertentu, aktivasi manual mungkin lebih tepat. Baik pada aktivasi
otomatik maupun manual, sistem pengendalian asap sebaiknya mampu dioperasikan secara
manual.

25 dari 57

SNI 03-6571-2001
Berdasarkan rancangan dan kinerja yang diharapkan dari sistem pengendalian asap,
pertimbangan sebaiknya diberikan pada posisi (misal membuka atau tertutup) damper asap
pada kehilangan daya dan pada penghentian dari sistem fan yang melayani damper.
6.4.3.1

Aktivasi Otomatik.

Aktivasi (atau deaktivasi) otomatik termasuk semua sarana di mana alat deteksi kebakaran
khusus atau kombinasi alat tersebut menyebabkan aktivasi satu atau lebih sistem
pengendalian asap tanpa gangguan manual. Untuk tujuan aktivasi otomatik, alat deteksi
kebakaran termasuk alat otomatik seperti detektor asap, saklar aliran air, dan detektor
panas.
6.4.3.2*

Aktivasi Manual.

Aktivasi (atau deaktivasi) manual mencakup semua sarana yang di mana petugas
berwenang mengaktifkan satu atau lebih sistem pengendalian asap melalui sarana kontrol
yang tersedia untuk maksud tersebut. Untuk tujuan aktivasi manual, lokasi pengendali dapat
ditempatkan pada alat kontrol, pada panel kontrol lokal, pada pusat kontrol utama bangunan,
atau pada stasiun komando kebakaran. Lokasi-lokasi khusus tersebut sebaiknya sesuai
yang dipersyaratkan oleh instansi yang berwenang. Stasiun alarm kebakaran manual
sebaiknya tidak boleh digunakan untuk mengaktifkan sistem pengendalian asap, yang mana,
untuk beroperasi dengan benar, mensyaratkan informasi lokasi kebakaran, oleh sebab
kemungkinan dari seseorang memberikan sinyal alarm dari suatu stasiun di luar zona asal
kebakaran.
6.4.3.3*

Waktu Tanggap

Aktivasi sistem pengendalian asap sebaiknya diawali segera setelah menerima perintah
aktivasi otomatik atau manual yang benar. Sistem pengendalian asap sebaiknya
mengaktifkan komponen-komponen terpisah (misal damper, fan) dalam urutan yang
diperlukan untuk mencegah kerusakan fisik dari fan, damper, dakting, dan peralatan lain.
Waktu tanggap total yang diperlukan komponen-komponen terpisah untuk mencapai kondisi
atau moda operasional yang diinginkan sebaiknya tidak boleh melebihi jangka waktu berikut:
a).

Pengoperasian fan pada keadaan yang diinginkan: 60 detik

b).

Gerakan damper penuh: 75 detik

6.4.3.4*

Pos Pengendalian Asap untuk Petugas Pemadam Kebakaran (PPAPPK).

6.4.3.4.1 Suatu Pos Pengendalian Asap untuk Petugas Pemadam Kebakaran (PPAPPK)
sebaiknya disediakan untuk semua sistem pengendalian asap. PPAPPK sebaiknya
menyediakan indikasi status dan kontrol manual yang lengkap pada semua peralatan dan
sistem pengendalian asap. Indikator status dan kontrol sebaiknya disusun dan diberi label
secara logis dan jelas untuk menyampaikan tujuan sistem yang diharapkan pada petugas
pemadam kebakaran yang mungkin tidak mengenal sistem. Operator pengendalian
sebaiknya disediakan untuk tiap zona pengendalian asap, tiap sejumlah peralatan yang
mampu mengaktifvasi pengendalian asap, atau kombinasi dari pendekatan ini. Diagram dan
gambaran grafik sistem sebaiknya dipergunakan; namun mungkin tidak memerlukan
persetujuan instansi berwenang.
6.4.3.4.2 Denah, penandaan dan lokasi PPAPPK sebaiknya ditinjau ulang dan disetujui
instansi pemadam kebakaran atau pejabat terkait sebelum pemasangan.

26 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.4.3.4.3 PPAPPK sebaiknya memiliki prioritas pengendalian tertinggi atas semua sistem
dan peralatan pengendalian asap. Bilamana kontrol manual untuk sistem pengendalian asap
juga tersedia di lokasi lain dari bangunan, moda pengendalian asap yang dipilih dari
PPAPPK sebaiknya lebih unggul. Pengendalian dari PPAPPK sebaiknya mampu
mengabaikan atau mem-bypass pengendalian bangunan lainnya seperti saklar ON - OFF
dan saklar start/stop yang terletak pada pengendali motor fan dan detektor asap pada
dakting. Pengendalian dari PPAPPK sebaiknya tidak mendahului berfungsinya peralatan
supresi kebakaran, peralatan listrik, atau alat proteksi lainnya.
Kemampuan pengendalian fan dari PPAPPK tidak perlu mem-bypass saklar ON-OFF atau
saklar start/stop yang diletakkan pada pengendali motor dari fan sistem pengendalian asap
tak terdedikasi, bilamana kondisi yang ada sebagai berikut:
1).

Pengendali motor fan tersebut ditempatkan dalam ruangan peralatan mekanikal atau
ruangan peralatan listrik atau ruangan lain yang hanya dapat dimasuki petugas yang
berwenang

2).

Pemakaian saklar pengendali motor tersebut untuk menjalankan atau mematikan fan
akan menyebabkan penunjukkan off-normal pada pusat pengendali bangunan utama
selama pengkondisian udara normal atau pengoperasian pengendali bangunan dari
fan tak terdedikasi.

6.4.3.4.4 Indikasi status positip (ON dan OFF) sebaiknya disediakan untuk fan sistem
pengendalian asap terdedikasi dan untuk semua fan tak terdedikasi yang mempunyai
kapasitas melebihi 57 m3/menit (2000 ft3/menit) dan dipergunakan untuk pengendalian asap.
Status ON sebaiknya diindera oleh beda tekanan, saklar aliran udara, atau indikasi lainnya
yang menunjukkan aliran adanya udara. Indikasi tidak langsung dari status fan bukanlah
pembuktian positip dari aliran udara. Indikasi tambahan seperti misalnya posisi damper
dapat disediakan apabila diperlukan sesuai dengan kompleksitas dari sistem. Status fan
individu tidak perlu disediakan untuk fan yang operasinya sudah termasuk di dalam indikasi
status dari zona pengendalian asap.
6.4.4

Kontrol untuk Sistem Presurisasi Tangga.

Kriteria untuk aktivasi sistem presurisasi tangga sebaiknya seperti yang direkomendasikan
pada butir 6.4.4.1. dan 6.4.4.2.
6.4.4.1

Aktivasi Otomatik.

Pengoperasian setiap zona sistem alarm kebakaran bangunan sebaiknya menyebabkan


semua fan presurisasi tangga start. Pada keadaan tertentu mungkin diinginkan hanya
sebagian sumur tangga yang dipresurisasi sesuai
dengan konfigurasi dan kondisi
bangunan. Detektor asap sebaiknya dipasang pada pasokan udara yang menuju ke sumur
tangga yang dipresurisasi. Pada saat mendeteksi adanya asap, fan pemasok sebaiknya
dimatikan.
6.4.4.2

Aktivasi Manual.

Saklar override manual sebaiknya dipasang pada PPAPPK untuk menstart kembali fan
presurisasi sumur tangga yang telah dimatikan oleh detektor asap, bilamana bahwa bahaya
yang terjadi karena masuknya asap ke dalam sumur tangga melalui fan lebih kecil daripada
masuknya asap ke dalam sumur tangga dari ruang yang bersebelahan.

27 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.4.5

Kontrol untuk Sistem Pengendalian Asap Terzona

6.4.5.1

Umum.

Kriteria untuk aktivasi sistem pengendalian asap terzona sebaiknya sesuai dengan butir
6.4.5.1. dan 6.4.5.2.
6.4.5.1.1

Aktivasi Otomatik.

Sistem pendeteksian asap otomatik dapat digunakan untuk mengaktifkan secara otomatik
suatu sistem pengendalian asap terzona. Cakupan terbatas dari sistem deteksi asap dapat
mempunyai luasan lebih besar dari 84 m2 (900 ft2) setiap detektor, apabila detektor asap ini
ditempatkan sedemikian rupa sehingga dapat mendeteksi asap sebelum asap tersebut
meninggalkan zona asap. Penempatan detektor asap dan penetapan zona detektor
sebaiknya dianalisis dengan cermat untuk memperoleh sistem pendeteksian asap yang akan
akurat menunjukkan zona asap yang benar.
Aktuasi otomatik sistem pengendalian asap terzona yang dirancang untuk membuang (asap)
dari daerah kebakaran dan memasok udara ke daerah lain, sebaiknya dipertimbangkan
dengan hati-hati sebelum dilakukan oleh karena adanya kemungkinan aktuasi suatu detektor
di luar zona asal kebakaran.
Saklar aliran air atau detektor panas yang melayani zona asap dapat digunakan untuk
mengaktifkan sistem pengendalian asap terzona apabila pemipaan dan pengkabelan dari
peralatan tersebut sesuai ketentuan zona pengendalian asap.
6.4.5.1.2

Aktivasi Manual.

Kontrol dengan aktivasi dan deaktivasi secara manual terhadap sistem presurisasi tangga
sebaiknya disediakan pada PPAPPK serta juga pada pusat pengendalian bangunan.
Sebagai tambahan, PPAPPK sebaiknya mampu mengesampingkan penghentian secara
otomatik fan presurisasi tangga disebabkan pendeteksian asap, sesuai dengan
pertimbangan komandan regu pemadam kebakaran.
Sistem pengendalian asap terzona sebaiknya tidak diaktifkan dari titik panggil manual yang
terhubung ke sistem alarm kebakaran bangunan. Belum pasti bahwa titik panggil manual
berada dalam zona asap. Titik panggil manual tersebut dapat dipakai untuk menutup pintu
yang terdapat pada dinding pemisah asap sebelum aktivasi sistem pengendalian asap.
Saklar manual yang dioperasikan dengan kunci dan ditempatkan didalam zona asap yang
ditandai secara jelas untuk mengidentifikasi fungsinya dapat digunakan untuk mengaktifkan
secara manual sistem pengendalian asap yang dimiliki oleh zona. Apabila suatu PPAPPK
disediakan, sistem pengendalian asap terzona sebaiknya dapat diaktifkan secara manual
dari PPAPPK dengan saklar yang ditandai dengan jelas untuk mengidentifikasi zona dan
fungsi. Sebagai tambahan, apabila bangunan dilengkapi dengan pusat pengendalian utama,
sistem pengendalian asap terzona sebaiknya juga mampu diaktifkan secara manual dari
pusat pengendali utama bangunan.
Diperlukan kehati-hatian ketika memilih suatu aktivasi manual untuk memastikan tersedianya
petugas terlatih selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Apabila hal ini tidak dapat
dipastikan, suatu sistem otomatik dengan cadangan manual sebaiknya digunakan.

28 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.4.5.2*

Urutan Kontrol dan Prioritas.

Aktivasi (atau deaktivasi) otomatik maupun manual dari sistem pengendalian asap terzona
sebaiknya merupakan sasaran dari urutan kontrol dan prioritas sebagaimana diberikan pada
butir 6.4.5.2.1. dan 6.4.5.2.2.
6.4.5.2.1

Aktivasi Otomatik.

Aktivasi otomatik sistem dan peralatan untuk pengendalian asap terzona sebaiknya memiliki
prioritas tertinggi di atas semua sistem pengendalian otomatik dalam bangunan. Apabila
peralatan yang digunakan untuk pengendalian asap juga dipergunakan pada pengoperasian
bangunan secara normal, pengendalian peralatan ini sebaiknya dikembalikan seperti semula
atau dikesampingkan seperti yang dipersyaratkan untuk pengendalian asap. Peralatan ini,
termasuk fan pasok udara/udara balik dan damper, tergantung pada kontrol otomatik sesuai
jadual penghunian bangunan, manajemen energi, atau tujuan lain. Kontrol berikut ini
sebaiknya tidak boleh dikesampingkan secara otomatik:
a)

Batas atas (maksimum) tekanan statis

b)

Detektor asap dakting pada sistem pasokan udara

6.4.5.2.2

Aktivasi dan Deaktivasi Manual.

Aktivasi atau deaktivasi secara manual sistem dan peralatan pengendalian asap terzona
sebaiknya mempunyai prioritas di atas aktivasi otomatik sistem dan peralatan pengendalian
asap, juga di atas semua sistem kontrol otomatik didalam bangunan. Apabila peralatan yang
digunakan untuk pengendalian asap terzona di bawah kendali dari aktivasi otomatik sebagai
tanggapan terhadap alarm dari suatu detektor kebakaran otomatik dari suatu sistem alarm
kebakaran, atau bila peralatan tersebut tergantung pada kontrol otomatik sesuai jadual
penghunian bangunan, strategi manajemen energi, atau tujuan yang bukan darurat lainnya,
sistem pengendali otomatik yang seperti ini sebaiknya dikembalikan seperti semula atau
dikesampingkan melalui aktivasi atau deaktivasi manual dari peralatan pengendalian asap.
Kontrol manual yang khusus disediakan untuk tujuan ini sebaiknya ditandai dengan jelas
untuk menunjukkan zona dan fungsi yang dilayani. Kontrol manual yang secara bersama
digunakan baik untuk pengendalian asap maupun tujuan pengendalian bangunan lainnya,
seperti yang terdapat pada pusat kontrol utama bangunan, sebaiknya mencakup
sepenuhnya fungsi pengendalian asap sebagai mana tercantum dalam dokumentasi
operasional untuk pusat kontrol.
6.4.5.3

Urutan.

Sistem pengendalian asap yang terpisah sebaiknya diaktifkan dalam suatu keseluruhan
urutan tertentu untuk memastikan manfaat yang maksimum dan meminimalkan setiap
kerusakan atau pengaruh yang tidak diinginkan pada dakting atau peralatan.
6.4.5.4*

Jadwal.

Setiap perbedaan konfigurasi sistem pengendalian asap sebaiknya ditentukan sepenuhnya


dalam format jadwal yang termasuk tapi tidak terbatas pada parameter sebagai berikut:
a)

Zona kebakaran yang mengaktivasi secara otomatik sistem pengendalian asap.

b)

Jenis sinyal yang mengaktifkan sistem pengendalian asap, seperti misalnya aliran air
pada springkler, atau detektor asap.

29 dari 57

SNI 03-6571-2001
c)

Zona asap yang menerapkan pembuangan mekanis maksimum ke luar dan tidak
menyediakan udara pasok.

d)

Zona pengendalian asap tekanan positip yang menerapkan pasokan udara maksimum
dan tidak menyediakan pembuangan keluar.

e)

Fan dalam keadaan ON sebagaimana diperlukan untuk mengimplementasikan sistem


pengendalian asap. Fan yang memiliki kecepatan jamak sebaiknya ditandai dengan
tanda FAST atau MAX. VOLUME untuk memastikan konfigurasi kontrol yang
diinginkan.

f)

Fan dalam keadaan OFF seperti yang diperlukan untuk mengimplementasikan sistem
pengendalian asap.

g)

Damper dalam keadaan OPEN, apabila harus dicapai aliran udara maksimum.

h)

Damper dalam keadaan CLOSE, apabila tidak ada aliran udara.

i)

Fungsi tambahan kemungkinan diperlukan untuk mencapai konfigurasi sistem


pengendalian asap atau kemungkinan dikehendaki sebagai tambahan terhadap
pengendalian asap. Perubahan atau pengesampingan titik set pengendalian tekanan
statik operasi normal sebaiknya juga diindikasikan bila diperlukan.

j)

Posisi damper pada kegagalan fan.

6.4.5.5*

Respon Otomatik terhadap Sinyal Jamak

Dalam kejadian sinyal diterima lebih dari satu zona asap, sistem sebaiknya meneruskan
operasi otomatik di bawah moda yang telah ditentukan oleh sinyal yang pertama diterima.
Meskipun demikian sistem yang dirancang untuk beroperasi pada zona jamak yang hanya
menggunakan peralatan pendeteksi yang diaktifkan oleh panas, dapat memperluas strategi
kontrol untuk menampung zona tambahan, sampai dengan batas rancangan sistem
mekanikal.
6.4.6*

Verifikasi Sistem Kontrol.

Setiap sistem pengendalian asap terdedikasi dan elemen pengendalian asap terdedikasi
dalam sistem pengendalian asap tak terdedikasi sebaiknya mempunyai sarana yang
memastikan akan beroperasi bila diaktifkan. Sarana dan frekuensi akan berbeda menurut
kerumitan dan kepentingan sistem.
6.5

Manajemen Energi.

Sistem manajemen energi yang khususnya untuk mengatur siklus fan pasokan, balikan, dan
pembuangan
untuk
penghematan
energi
sebaiknya
dikesampingkan
apabila
pengendaliannya atau pengoperasiannya menimbulkan pertentangan dengan moda
pengendalian asap. Karena moda pengoperasian pengendalian asap adalah sesuatu moda
operasi yang tidak normal tetapi kritis (membahayakan), maka sebaiknya mengambil
prioritas melebihi semua moda pengendalian manajemen energi dan pengendalian bukan
darurat lainnya.
6.6

Bahan

6.6.1
Bahan yang digunakan untuk menyediakan sistem pengendalian asap sebaiknya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

30 dari 57

SNI 03-6571-2001
6.6.2
Bahan dakting sebaiknya terpilih dan dakting sebaiknya dirancang untuk dapat
menyalurkan asap, menahan tekanan tambahan (baik negatip maupun positip) oleh fan
pasok dan fan buang, apabila beroperasi dalam moda pengendalian asap, dan
mempertahankan integritas strukturnya selama jangka waktu dimana sistem sebaiknya
beroperasi.
6.6.3
Peralatan yang termasuk, tetapi tidak terbatas pada fan, dakting, dan damper
balans sebaiknya sesuai dengan tujuan penggunaannya dan kemungkinan temperatur yang
dihadapinya.
6.7

Instalasi Pelayanan Listrik

6.7.1
Semua instalasi elektrikal sebaiknya memenuhi persyaratan SNI 04-0225-2000
tentang Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000).
6.7.2
Daya elektrikal normal yang melayani sistem pengkondisian udara umumnya
cukup handal untuk sistem pengendalian asap terzona tak terdedikasi.
6.7.3
Penentuan kebutuhan daya pengganti sebaiknya mempertimbangkan sistem
pengendalian asap dan sistem kontrolnya.

Analisis Sistem Pengendalian Asap.

7.1

Umum.

Analisis rancangan sistem pengendalian asap dapat dilaksanakan dengan persamaan


rancangan atau program aliran jaringan komputer.
7.2

Persamaan Rancangan.

Persamaan yang dapat digunakan untuk analisis presurisasi sumur tangga


dan
pengendalian asap di lif berdasarkan idealisasi mengenai kesamaan kebocoran dari lantai ke
lantai dan tidak ada kebocoran melalui lantai.
7.3*

Model Jaringan Komputer.

Model jaringan komputer menyediakan cara untuk menghitung aliran udara dan beda
tekanan seluruh bangunan yang menerapkan sistem pengendalian asap. Pada program
jaringan, sebuah bangunan direpresentasikan oleh suatu jaringan ruang dan noda, masingmasing berada pada tekanan dan temperatur tertentu. Udara mengalir melalui jalur
kebocoran dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Jalur kebocoran ini adalah
pintu dan jendela yang dapat di buka dan di tutup. Kebocoran dapat juga terjadi melalui
partisi, lantai dan dinding luar serta atap. Aliran udara melalui jalur kebocoran adalah fungsi
dari beda tekanan di kedua sisi jalur kebocoran.
Pada model jaringan, udara dari luar bangunan dapat dialirkan ke dalam ruang bangunan
melalui sistem presurisasi, dan ruang bangunan dapat dibuang ke luar. Model jaringan
memberikan simulasi pada presurisasi sumur tangga, presurisasi saf lif, pengendalian asap
terzona, dan jenis-jenis lain dari sistem pengendalian asap. Tekanan seluruh bangunan dan
laju aliran mantap yang melalui seluruh jalur aliran diperoleh dengan menyelesaikan jaringan
aliran udara, termasuk tenaga penggerak seperti angin, sistem presurisasi, dan beda
temperatur antara luar dan dalam bangunan. Terdapat banyak model jaringan yang
menggunakan variasi terminologi dan mempunyai sejumlah kelengkapan yang mendukung.

31 dari 57

SNI 03-6571-2001
7.4

Analisis Lanjutan.

Penghitungan rancangan direkomendasikan untuk kondisi berikut:


a)

Rancangan pada keadaan cuaca dingin dengan kebocoran yang rendah pada
bangunan.

b)

Rancangan pada keadaan cuaca panas dengan kebocoran yang rendah pada
bangunan.

c)

Rancangan pada keadaan cuaca dingin dengan kebocoran yang tinggi pada
bangunan.

d)

Rancangan pada keadaan cuaca panas dengan kebocoran yang tinggi pada
bangunan.

7.5*

Luas Kebocoran.

Pada rancangan sistem pengendalian asap, jalur aliran udara sebaiknya diidentifikasi dan di
evaluasi. Beberapa jalur kebocoran adalah nyata, seperti celah disekeliling pintu tertutup,
pintu terbuka, pintu lif, jendela dan kisi-kisi udara. Retakan pada konstruksi di dalam dinding
dan lantai bangunan kurang tampak tetapi tidak kalah penting. Luas aliran dari bukaan besar
pada umumnya dapat dihitung dengan mudah. Luas aliran retakan tergantung pada keahlian
kerja, sebagai contoh, bagaimana sebaiknya pintu dipasang dengan teliti atau bagaimana
sebaiknya tali air dipasang. Luas kebocoran tipikal dari retakan pada konstruksi di dinding
dan lantai dari bangunan komersial terdapat pada daftar dalam Tabel 7.5.
Tabel 7.5. Luas Kebocoran Tipikal untuk Dinding dan Lantai dari
Bangunan Komersial
Kerapatan

Rasio Luas1

Rapat2
Rata-rata2
Longgar2
Sangat Longgar2
Rapat3
Rata-rata3
Longgar3
Rapat3
Rata-rata3
Longgar3
Rapat4
Rata-rata5
Longgar4

0,50 x 10-4
0,17 x 10-3
0,35 x 10-3
0,12 x 10-2
0,14 x 10-4
0,11 x 10-3
0,35 x 10-3
0,18 x 10-3
0,84 x 10-3
0,18 x 10-2
0,66 x 10-5
0,52 x 10-4
0,17 x 10-3

Elemen Konstruksi
Dinding luar bangunan (meliputi
retakan konstruksi dan retakan
sekeliling jendela dan pintu)
Dinding sumur tangga (meliputi
retakan konstruksi, tetapi bukan
retakan disekeliling jendela dan pintu)
Dinding saf lif (meliputi retakan
konstruksi, tetapi bukan retak dan
celah sekeliling pintu)
Lantai (meliputi retakan konstruksi dan
celah sekeliling penetrasi)
1Untuk

dinding, rasio luas adalah luas kebocoran melalui dinding dibagi oleh total luas dinding.
rasio luas adalah luas dari kebocoran melalui lantai dibagi oleh luas total lantai.

Untuk lantai,

Nilai-nilai tersebut berdasarkan pengukuran dari Tamura dan Shaw (1976a), Tamura dan Wilson (1966), dan
Shaw, Reardon, dan Cheung (1993).

3 Nilai-nilai

tersebut berdasarkan pengukuran Tamura dan Wilson (1966) dan Tamura dan Shaw (1976b).

32 dari 57

SNI 03-6571-2001
Nilai yang diekstrapolasi dari rata-rata kerapatan lantai berdasarkan rentang kerapatan dari elemen konstruksi
lain.
4

5 Nilai-nilai

7.6

tersebut berdasarkan pengukuran Tamura dan Shaw (1978).


Rugi Gesekan dalam Saf.

Rugi tekanan yang disebabkan oleh pergesekan aliran udara dalam sumur tangga adalah
serupa dengan aliran udara dalam dakting. Data rugi gesek telah dikembangkan oleh
Tamura dan Shaw (1976b) untuk anak tangga terbuka dan tertutup dengan variasi tingkat
kepadatan penghuni.

Pengujian

8.1

Pendahuluan

8.1.1*
Tidak adanya persetujuan dalam konsensus mengenai prosedur pengujian dan
kriteria serah terima pada masa lalu telah menimbulkan banyak masalah pada saat serah
terima sistem, termasuk keterlambatan dalam memperoleh sertifikat penggunaan gedung.
Direkomendasikan agar pemilik gedung dan perancang gedung mempunyai kesamaan
tujuan dan kriteria rancangan untuk pengendalian asap dengan instansi berwenang pada
tahap perencanaan gedung. Kriteria rancangan sebaiknya memasukkan prosedur untuk
pengujian serah terima.
Dokumen kontrak sebaiknya mencakup prosedur operasional dan pengujian serah terima
sehingga semua pihak - perancang, pelaksana, pemilik dan instansi berwenang, mempunyai
pengertian yang jelas dalam hal tujuan sistem dan prosedur pengujian.
Sistem pengendalian asap yang dibicarakan dalam standar ini dirancang untuk membatasi
perpindahan asap pada batas daerah pengendalian asap dengan menggunakan perbedaan
tekanan. Sistem presurisasi sumur tangga digunakan untuk membatasi pergerakan asap dari
daerah lantai ke dalam sumur tangga dan menyediakan lingkungan yang dapat
dipertahankan selama penyelamatan. Untuk pengendalian asap terzona, perbedaan tekanan
digunakan untuk menahan asap dalam zona asap dan membatasi perpindahan asap dan
gas-gas kebakaran menuju bagian lain dari bangunan. Pengujian yang sesuai dengan
tujuan sistem terdiri dari mengukur perbedaan tekanan antara zona asap dan zona
berdekatan. Prosedur pengujian yang diberikan pada butir 8.3. didasarkan pada pengukuran
perbedaan tekanan dan gaya membuka pintu pada kondisi rancangan yang disetujui pihak
yang berwenang.
8.1.2
Bagian ini memuat rekomendasi untuk pengujian sistem pengendalian asap.
Setiap sistem sebaiknya diuji sesuai terhadap kriteria rancangan spesifik. Prosedur
pengujian yang diuraikan dibagi dalam tiga kategori sebagai berikut:
a)

Pengujian komponen sistem

b)

Pengujian serah terima

c)

Pengujian berkala dan pemeliharaan

8.2

Pengujian Operasional

8.2.1
Maksud dari pengujian operasional adalah menetapkan bahwa instalasi final
memenuhi rancangan spesifik, dapat berfungsi dengan baik, dan siap untuk dilakukan

33 dari 57

SNI 03-6571-2001
pengujian serah terima. Pertanggungjawaban mengenai pengujian sebaiknya ditentukan
dengan jelas sebelum pelaksanaan pengujian operasional.
8.2.2
Sebelum dilakukan pengujian, pihak yang bertanggungjawab mengenai
pengujian tersebut sebaiknya memeriksa kelengkapan konstruksi bangunan, termasuk ciriciri penting arsitektur berikut:
a)

Integritas saf

b)

Penyetop api

c)

Pintu/penutup

d)

Bahan kaca

e)

Partisi dan langit-langit

8.2.3
Pengujian operasional setiap komponen sistem individual sebaiknya dilakukan
selama masa konstruksi. Pengujian operasional ini umumnya dilaksanakan oleh berbagai
keahlian sebelum dilakukan interkoneksi untuk menyatukan seluruh sistem pengendalian
asap. Hal tersebut sebaiknya tersertifikasi dalam bentuk tertulis di mana tiap pemasangan
komponen sistem individu telah lengkap dan komponen berfungsi dengan baik. Pengujian
tiap komponen sebaiknya terdokumentasi secara tersendiri, meliputi unsur kecepatan,
voltase, dan amper.
8.2.4
Karena sistem pengendalian asap biasanya merupakan bagian integral dari
sistem operasi gedung, pengujian sebaiknya meliputi sub-sub sistem berikut untuk
mengetahui sejauh mana pengaruhnya terhadap pengoperasian sistem pengendalian asap:
a)

Sistem alarm kebakaran

b)

Sistem manajemen energi

c)

Sistem manajemen bangunan

d)

Peralatan ventilasi dan pengkondisian udara

e)

Peralatan listrik

f)

Sistem pengendalian temperatur

g)

Pasokan daya

h)

Daya cadangan

i)

Sistem supresi api otomatik

j)

Sistem pengoperasian otomatik pintu dan penutup

k)

Sistem pengendalian asap terdedikasi

l)

Sistem pengendalian asap tak terdedikasi

m)

Pengoperasian lif darurat

8.3

Pengujian Serah Terima

8.3.1

Umum.

Maksud pengujian serah terima adalah untuk memperlihatkan bahwa pemasangan instalasi
sistem yang terintegrasi final telah sesuai dengan rancangan yang khusus serta berfungsi
dengan baik. Satu atau lebih dari pihak berikut sebaiknya hadir pada saat serah terima:

34 dari 57

SNI 03-6571-2001
a)

Instansi berwenang

b)

Pemilik

c)

Perancang

Seluruh dokumentasi dari pengujian operasional sebaiknya disediakan untuk pemeriksaan.


8.3.2

Peralatan Pengujian.

Peralatan untuk pengujian serah terima sebaiknya disediakan sebagai berikut:


a)

Instrumen terkalibrasi untuk membaca perbedaan tekanan perbedaan ukuran tekanan,


manometer air terinklinasi atau manometer elektronik; rentang ketelitian 0 ~ 62,5 Pa (0
~ 0,25 inch. w.g.) dan. 0 ~ 25 Pa (0 ~ 0,50 inch.w.g.) dengan menggunakan panjang
tabung 15,2 m (50 ft)

b)

Timbangan pegas

c)

Anemometer

d)

Sungkup pengukur aliran (pilihan)

e)

Pengganjal pintu

f)

Tanda yang menunjukkan bahwa pengujian sistem pengendalian asap sedang


berlangsung dan pintu tidak boleh dibuka atau ditutup.

g)

Radio panggil untuk membantu koordinasi pengoperasian peralatan dan pencatatan


data.

8.3.3*

Prosedur Pengujian.

Pengujian serah terima sebaiknya mengikuti prosedur sebagaimana dijelaskan pada butir
8.3.3.1. sampai 8.3.3.6.
8.3.3.1
Sebelum dimulainya pelaksanaan pengujian serah terima, semua peralatan
bangunan sebaiknya diletakkan pada moda pengoperasian normal, termasuk peralatan yang
tidak digunakan dalam penerapan pengendalian asap, seperti pembuangan udara di toilet,
ven saf lif, fan ruang mesin lif dan sistem sejenis.
8.3.3.2
Kecepatan angin, arah, dan temperatur udara luar sebaiknya dicatat selama
pengujian berlangsung.
8.3.3.3
Jika tersedia daya listrik cadangan untuk mengoperasikan sistem pengendalian
asap, maka pengujian serah terima sebaiknya dilaksanakan dengan menggunakan kedua
daya listrik yang ada baik daya listrik normal maupun daya listrik cadangan. Pemutusan daya
listrik bangunan normal pada pemutus layanan utama untuk mensimulasi kondisi operasi
yang sebenarnya dalam moda ini.
8.3.3.4
Pengujian serah terima sebaiknya termasuk di dalamnya memperagakan
mengenai dihasilkannya output yang benar untuk input yang diberikan pada tiap urutan
pengendalian yang dispesifikasikan. Urutan pengendalian berikut sebaiknya diberikan
sehingga urutan pengendalian asap yang lengkap dapat diperagakan:
a)

Moda normal

b)

Moda pengendalian asap otomatik untuk alarm pertama

c)

Pengesampingan secara manual dari moda pengendalian asap normal dan otomatik.

35 dari 57

SNI 03-6571-2001
d)

Kembali ke normal

8.3.3.5
Pelaksanaan pengujian serah terima untuk sistem alarm kebakaran bisa di
kaitkan dengan sistem pengendalian asap. Satu atau lebih sirkit alat pada sistem alarm
kebakaran dapat mengawali sinyal input tunggal ke sistem pengendalian asap. Oleh karena
itu, diperlukan pertimbangan untuk memastikan jumlah yang tepat dari alat pengawalan
rangkaian rile yang dioperasikan untuk memperagakan operasi sistem pengendalian asap.
Banyak yang dapat diselesaikan untuk memperagakan operasi sistem
8.3.3.6*
pengendalian asap tanpa harus menggunakan asap atau produk yang mensimulasikan
asap. Bilamana instansi berwenang mensyaratkan peragaan seperti itu, sebaiknya
didasarkan pada tujuan untuk menghambat asap dari perpindahan melintasi batas zona
asap menuju daerah lain. Kriteria pengujian berdasarkan pada kemampuan sistem untuk
menghilangkan asap dari daerah yang tidak sesuai untuk sistem pengendalian asap terzona,
karena sistem ini dirancang untuk menahan dan bukan menghilangkan asap.
8.3.4

Sistem Presurisasi Sumur Tangga.

Bagian ini diterapkan bilamana presurisasi sumur tangga merupakan satu-satunya sistem
pengendalian asap dalam bangunan. Jika presurisasi sumur tangga digunakan dalam
kombinasi dengan pengendalian asap terzona, maka rekomendasi pada butir 8.3.8.
sebaiknya diterapkan.
8.3.4.1
Dengan seluruh sistem ventilasi dan pengkondisian udara bangunan dalam
operasi normal, ukur dan catat perbedaan tekanan di kedua sisi pintu sumur tangga
sementara pintu ditutup. Setelah mencatat perbedaan tekanan di kedua sisi pintu, ukur gaya
yang diperlukan untuk membuka setiap pintu, menggunakan timbangan pegas. Pastikan
suatu prosedur yang konsisten untuk pencatatan data sampai seluruh pengujian, hingga sisi
pintu yang menghadap sumur tangga akan selalu dipertimbangkan sebagai titik referensi [0
Pa (0 inch.w.g.)] dan sisi pintu yang menghadap lantai bangunan akan selalu mempunyai
nilai perbedaan tekanan (positip bila lebih tinggi dari sumur tangga dan negatip bila kurang
daripada sumur tangga). Karena sistem presurisasi sumur tangga diharapkan untuk
menghasilkan tekanan positip di dalam sumur tangga, seluruh nilai tekanan negatip yang
dicatat pada sisi pintu yang menghadap lantai bangunan menunjukkan aliran udara potensial
dari sumur tangga menuju lantai bangunan.
8.3.4.2
Verifikasi aktivasi yang tepat pada sistem presurisasi sumur tangga sebagai
respon terhadap semua cara aktivasi, baik manual maupun otomatik, sebagaimana
ditetapkan dalam dokumen kontrak. Bilamana aktivasi otomatik dipersyaratkan dalam
merespon sistem alarm kebakaran bangunan, maka tiap sinyal alarm yang terpisah
sebaiknya diawali untuk memastikan aktivasi otomatik yang tepat.
8.3.4.3
Dengan sistem presurisasi sumur tangga diaktifkan, ukur dan catat perbedaan
tekanan di kedua sisi pintu sumur tangga dengan semua pintu bagian dalam ditutup. Apabila
pintu bagian luar akan secara normal dibuka selama evakuasi, sebaiknya dibuka pula pada
saat pengujian. Sistem ventilasi dan pengkondisian udara sebaiknya dimatikan kecuali kalau
moda normal membiarkan sistem ventilasi dan pengkondisian udara hidup selama operasi
pengendalian asap. Gunakan prosedur yang sama sebagaimana ditetapkan pada butir
8.3.4.1. untuk mencatat data keseluruhan pengujian.
8.3.4.4
Setelah mencatat perbedaan tekanan yang di kedua sisi pintu tertutup, ukur dan
catat gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu sumur tangga, menggunakan
timbangan pegas. Seluruh pintu sumur tangga lain sebaiknya ditutup dan sistem presurisasi
sumur tangga sebaiknya diaktifkan.

36 dari 57

SNI 03-6571-2001
8.3.4.5*
Bila sistem presurisasi sumur tangga diaktifkan, buka sejumlah pintu yang
digunakan pada rancangan sistem, dan ukur, serta catat beda tekanan yang di kedua sisi
pintu yang masih tertutup. Setelah mencatat perbedaan tekanan yang di kedua sisi pintu
tertutup, ukur gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu dengan menggunakan
timbangan pegas. Gunakan prosedur yang sama sebagaimana ditetapkan dalam butir
8.3.4.1. untuk mencatat data sampai keseluruhan pengujian. Peraturan bangunan setempat
dan dokumen kontrak sebaiknya diikuti dengan mempertimbangkan jumlah dan lokasi
semua pintu yang harus dibuka untuk pengujian ini.
8.3.4.6
Semua perbedaan tekanan dan gaya membuka pintu sebaiknya di
dokumentasikan. Hasil dokumentasi sebaiknya memperlihatkan bahwa sistem berfungsi
dengan baik. Sebaiknya tidak ada beda tekanan kurang dari beda tekanan rancangan
minimum pada tabel 5.2.1. atau tekanan yang ditetapkan dalam dokumen perancangan.
Gaya membuka pintu sebaiknya tidak melebihi dari yang diizinkan oleh peraturan bangunan.
Adanya bagian sistem yang tidak bekerja dengan baik sebaiknya diperbaiki dan diuji
kembali.
8.3.4.7
Penekanan ruang antara sumur tangga sebaiknya diperlakukan sebagai suatu
zona dalam sistem pengendalian asap terzona.
8.3.5

Sistem Pengendalian Asap Terzona

8.3.5.1
Verifikasi lokasi yang tepat dari tiap zona pengendalian asap dan bukaan pintu
dalam perimetri tiap zona. Apabila perencanaan tidak secara khusus mengidentifikasi zona
dan pintu-pintu tersebut, sistem alarm kebakaran dizona itu mungkin harus diaktivasi
sehingga setiap pintu yang secara magnetik dipertahankan terbuka akan tertutup dan
mengidentifikasi batas zona.
8.3.5.2
Ukur dan catat perbedaan tekanan di kedua sisi dari seluruh zona pengendalian
asap yang membagi lantai bangunan. Pengukuran sebaiknya dilakukan saat sistem ventilasi
dan pengkondisian udara yang melayani lantai zona asap beroperasi dalam mode normal
(bukan pengendalian asap) dan saat semua pintu penahan asap yang memisahkan zona
lantai ditutup. Satu pengukuran sebaiknya dibuat di kedua sisi setiap pintu penghalang asap
atau susunan pintu, dan data sebaiknya dengan jelas menunjukkan tekanan tertinggi dan
terendah sisi pintu.
8.3.5.3
Verifikasi aktivasi yang tepat pada tiap sistem pengendalian asap terzona dalam
merespon seluruh cara mengaktivasi, baik otomatik maupun manual, sebagaimana
ditetapkan pada dokumen kontrak. Bilamana aktivasi otomatis dipersyaratkan dalam
merespon penerimaan sinyal alarm dari sistem alarm kebakaran bangunan, tiap sinyal alarm
terpisah sebaiknya mengawali untuk memastikan bahwa aktivasi otomatik yang sesuai pada
sistem pengendalian asap terzona yang tepat terjadi. Verifikasi dan catat operasi yang tepat
pada semua fan, damper dan peralatan terkait sebagaimana digariskan oleh skedul yang
mengacu pada butir 8.4.5.4. untuk setiap sistem pengendalian asap terzona terpisah.
8.3.5.4
Simulasikan
input alarm kebakaran untuk mengaktifkan semua sistem
pengendalian asap terzona yang sesuai untuk tiap zona pengendalian asap terpisah. Ukur
dan catat perbedaan tekanan yang di kedua sisi semua penghalang asap yang memisahkan
zona asap dari zona yang bersebelahan. Pengukuran sebaiknya dibuat saat semua pintu
penghalang asap yang memisahkan zona asap dari zona lain sepenuhnya tertutup. Satu
pengukuran sebaiknya dibuat di kedua sisi tiap penahan asap atau susunan pintu, dan
datanya sebaiknya secara jelas menunjukkan tekanan yang lebih tinggi atau lebih rendah
dari sisi pintu atau penghalang. Pintu-pintu yang mempunyai kecenderungan membuka

37 dari 57

SNI 03-6571-2001
sedikit karena perbedaan tekanan sebaiknya mempunyai satu pengukuran tekanan yang
dibuat saat dipertahankan tertutup dan lainnya dibuat saat tidak dipertahankan tertutup.
8.3.5.5
Lanjutkan untuk mensimulasikan input alarm kebakaran dengan mengaktifkan
sistem pengendalian asap terzona untuk semua zona sesuai ukurannya dan lakukan
pengukuran perbedaan tekanan seperti dijelaskan pada butir 8.3.5.4. Pastikan bahwa
setelah pengujian zona asap dari sistem pengendalian asap, sistem dideaktifasi dengan
baik dan sistem ventilasi dan pengkondisian udara yang terlibat dikembalikan ke moda
operasi normalnya sebelum mengaktifkan sistem pengendalian asap zona lainnya. Juga
pastikan bahwa semua kontrol yang diperlukan untuk mencegah perbedaan tekanan yang
berlebihan berfungsi sedemikian sehingga mencegah kerusakan pada dakting dan
peralatan bangunan yang terkait.
8.3.5.6
Seluruh perbedaan tekanan dan gaya pada waktu membuka pintu sebaiknya di
dokumentasikan. Hasil dokumentasi memperlihatkan bahwa sistem berfungsi baik.
Sebaiknya tidak ada perbedaan tekanan kurang dari perbedaan tekanan rancangan
minimum pada Tabel 5.2.1 atau tekanan yang ditetapkan dalam dokumen perancangan.
Gaya pada waktu membuka pintu sebaiknya tidak melebihi yang diizinkan oleh peraturan
bangunan. Setiap bagian sistem yang tidak bekerja dengan baik sebaiknya diperbaiki dan
diuji ulang.
8.3.6

Sistem Pengendalian Asap di Lif

8.3.6.1

Sistem Presurisasi Ruang Luncur Lif.

Bagian ini berlaku bilamana presurisasi ruang luncur lif merupakan satu-satunya sistem
pengendalian asap pada bangunan. Bilamana presurisasi ruang luncur lif digunakan dalam
kombinasi dengan pengendalian asap terzona, rekomendasi pada butir 8.3.8. sebaiknya
diterapkan.
8.3.6.1.1 Verifikasi aktivasi yang tepat pada sistem presurisasi lif dalam merespon seluruh
cara aktivasi, baik otomatik maupun manual, seperti ditetapkan dalam dokumen kontrak.
Bilamana aktivasi otomatik yang dipersyaratkan dalam merespon sinyal alarm yang diterima
dari sistem alarm kebakaran bangunan, tiap sinyal alarm terpisah sebaiknya mengawali
untuk memastikan bahwa terjadi aktivasi otomatik yang tepat.
8.3.6.1.2 Dengan sistem presurisasi lif diaktifkan, ukur dan catat perbedaan tekanan yang
di kedua sisi setiap pintu lif dengan seluruh pintu lif tertutup. Bila pintu lif pada lantai
panggilan kembali secara normalnya dibuka selama presurisasi sistem, maka pintu lif
tersebut sebaiknya dibuka selama pengujian. Sistem ventilasi dan pengkondisian udara
sebaiknya di matikan kecuali jika moda normal
membiarkan sistem ventilasi dan
pengkondisian udara bekerja selama operasi pengendalian asap.
8.3.6.1.3 Tetapkan suatu prosedur yang konsisten untuk pencatata data sampai pengujian
keseluruhan, supaya sisi pintu yang menghadap saf selalu dipertimbangkan sebagai titik
referensi [0 Pa (0 inch.w.g.)] dan sisi pintu yang menghadap lantai bangunan selalu
mempunyai nilai beda tekanan (positip jika lebih tinggi dari sisi saf dan negatip jika kurang
dari sisi saf).
8.3.6.1.4 Oleh karena sistem presurisasi sumur lif dimaksudkan untuk menghasilkan
tekanan positip dalam ruang luncur lif, semua nilai tekanan negatip yang tercatat pada sisi
pintu yang menghadap lantai bangunan menunjukkan aliran udara potensial dari saf ke lantai
bangunan.

38 dari 57

SNI 03-6571-2001
8.3.6.1.5 Bila sistem presurisasi lif telah dirancang untuk beroperasi selama pergerakan lif,
pengujian sebaiknya diulang pada kondisi seperti ini.
8.3.6.2

Sistem Presurisasi Lobi Lif.

Bagian ini berlaku bilamana persurisasi lobi lif tertutup merupakan satu-satunya sistem
pengendalian asap pada bangunan. Bilamana presurisasi lobi lif digunakan dalam kombinasi
dengan pengendalian asap terzona, rekomendasi pada butir 8.3.8. sebaiknya diterapkan.
8.3.6.2.1 Lobi lif tertutup di presurisasi oleh sistem presurisasi lobi lif, atau bila lobi lif
tertutup menerima presurisasi sekunder dari ruang luncur lif, sebaiknya diperlakukan sebagai
zona dalam sistem pengendalian asap terzona. Secara umum pengujian pada butir 8.3.5.
sebaiknya dijalankan.
8.3.6.2.2 Dengan mengaktifasi sistem presurisasi lobi lif, ukur gaya yang diperlukan untuk
membuka tiap pintu lobi dengan menggunakan timbangan pegas.
8.3.6.3

Hasil Pengujian.

Seluruh perbedaan tekanan dan gaya pada waktu membuka pintu lobi lif sebaiknya
didokumentasikan. Hasil tersebut sebaiknya memperlihatkan bahwa sistem berfungsi
dengan baik. Perbedaan tekanan sebaiknya kurang dari beda tekanan rancangan minimum
pada Tabel 5.2.1 atau tekanan yang ditetapkan pada dokumen rancangan. Gaya membuka
pintu lobi lif sebaiknya tidak melebihi yang diizinkan oleh peraturan bangunan. Apabila ada
bagian sistem tidak bekerja dengan baik sebaiknya diperbaiki dan diuji kembali.
8.3.7

Daerah Tempat Berlindung.

Daerah tempat berlindung sebaiknya diperlakukan sebagai suatu zona pada sistem
pengendalian asap terzona. Pengujian sesuai pada butir 8.3.5. sebaiknya dilaksanakan.
8.3.8

Sistem Pengendalian Asap Kombinasi

8.3.8.1*

Sumur Tangga dan Sistem Pengendalian Asap Terzona.

Sistem presurisasi sumur tangga sebaiknya dipertimbangkan sebagai satu zona pada
sistem pengendalian asap terzona. Pengujian sesuai pada butir 8.3.5. sebaiknya dijalankan.
Sebagai tambahan, pengujian sesuai pada butir 8.3.4.3. sampai butir 8.3.4.5. sebaiknya
dijalankan. Semua pengujian dijalankan dengan kedua sistem beroperasi dalam merespon
input alarm kebakaran yang di simulasikan.
8.3.8.2

Daerah Tempat Berlindung dan Sistem Pengendalian Asap Terzona.

Daerah tempat berlindung sebaiknya diperlakukan sebagai suatu zona terpisahkan dalam
sistem pengendalian asap terzona. Pengujian yang digariskan pada butir 8.3.5. sebaiknya
dilaksanakan.
8.3.8.3

Presurisasi di Lif dan Sistem Pengendalian Asap Terzona.

Sistem presurisasi di lif dipertimbangkan sebagai satu zona dalam sistem pengendalian asap
terzona. Tiap lobi lif pada sistem presurisasi lobi lif tertutup dipertimbangkan sebagai satu
zona dalam sistem pengendalian asap terzona. Pengujian sesuai butir 8.3.5. perlu
dilaksanakan. Sebagai tambahan, pengujian sesuai butir 8.3.6.1., 8.3.6.2., atau keduanya
perlu dilaksanakan.

39 dari 57

SNI 03-6571-2001
8.3.9

Dokumentasi Pengujian.

Pada penyelesaian pengujian serah terima, salinan dari semua dokumentasi pengujian
operasional sebaiknya disediakan untuk pemilik gedung. Dokumen ini tersedia sebagai
acuan untuk pengujian berkala dan pemeliharaan.
8.3.10

Manual untuk Pemilik dan Instruksi.

Informasi sebaiknya tersedia untuk pemilik yang menjelaskan pengoperasian dan


pemeliharaan sistem. Instruksi dasar pengoperasian sebaiknya disediakan untuk perwakilan
pemilik. Oleh karena pemilik dapat mengambil manfaat dari penggunaan sistem
pengendalian asap pada penyelesaian pengujian serah terima, instruksi dasar ini sebaiknya
dilengkapi sebelum pelaksanaan pengujian serah terima.
8.3.11

Penghunian Parsial.

Pengujian serah terima perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk memperoleh sertifikat
penghunian. Namun, apabila bangunan dihuni secara bertahap, beberapa pengujian serah
terima dapat dilaksanakan dalam upaya memperoleh sertifikat penghunian sementara.
8.3.12

Modifikasi.

Seluruh pengujian operasional dan pengujian serah terima perlu dilakukan pada bagianbagian sistem yang dapat dilaksanakan bilamana sistem diubah atau dimodifikasi.
Dokumentasi perlu diperbaharui untuk menggambarkan perubahan atau modifikasi ini.
8.4

Pengujian Berkala.

8.4.1
Selama usia pakai bangunan, pemeliharaan merupakan hal mendasar untuk
menjamin bahwa sistem pengendalian asap akan menunjukkan fungsinya sesuai kondisi
yang diinginkan. Pemeliharaan sistem yang tepat, sebaiknya minimal meliputi pengujian
berkala terhadap semua peralatan termasuk alat untuk mengawali, fan, damper, alat
pengendali, pintu dan jendela. Peralatan tersebut perlu dipelihara sesuai dengan
rekomendasi pabrik pembuatnya.
8.4.2
Bagian ini menguraikan pengujian yang perlu dilakukan secara berkala untuk
menentukan bahwa sistem terpasang menerus beroperasi sesuai dengan rancangan yang
disetujui. Apabila sistem pengendalian asap atau batas zona telah dimodifikasi sejak
pengujian terakhir sebelumnya, pengujian serah terima sebaiknya dilaksanakan pada bagian
yang di modifikasi.
8.4.3
Sistem perlu diuji sesuai dengan skedul berikut oleh seseorang yang benarbenar ahli dalam pengoperasian, pengujian, dan pemeliharaan sistem pengendalian asap.
Hasil pengujian perlu di dokumentasikan dalam buku catatan tentang pengoperasian dan
pemeliharaan disediakan untuk pemeriksaan. Adanya bagian sistem yang tidak berfungsi
sesuai dengan rancangan awal perlu diperbaiki segera dan sistem diuji kembali.
8.4.3.1
Sistem terdedikasi, sekurang-kurangnya setengah tahunan. Operasikan sistem
pengendalian asap untuk tiap urutan pengendalian sesuai kriteria rancangan terbaru dan
amati pengoperasian dengan output yang benar untuk tiap input yang diberikan. Pengujian
juga sebaiknya dilaksanakan dibawah daya listrik cadangan.
8.4.3.2
Sistem tak terdedikasi, sekurang-kurangnya Tahunan. Operasikan sistem
pengendalian asap untuk tiap urutan pengendalian sesuai kriteria rancangan terbaru dan

40 dari 57

SNI 03-6571-2001
amati pengoperasian dengan output yang benar untuk tiap input yang diberikan. Pengujian
juga sebaiknya dilaksanakan dibawah daya listrik cadangan.
8.4.4
Susunan tertentu mungkin perlu dibuat untuk memasukkan/mengalirkan
sejumlah besar udara luar kedalam area hunian atau pusat komputer bila mana kondisi
temperatur luar dan kondisi kelembaban ekstrim. Oleh karena sistem pengendalian asap
mengabaikan kontrol batas seperti, pengujian sebaiknya dilaksanakan saat kondisi udara
luar tidak akan menyebabkan kerusakan pada peralatan dan sistem.

41 dari 57

SNI 03-6571-2001

Apendiks A
Bahan Penjelasan
Apendiks A bukan bagian yang dipersyaratkan dari standar ini, tetapi dimasukkan untuk
tujuan informasi saja. Apendiks berisi bahan penjelasan, nomor butir yang ditunjukkan
berhubungan dengan penerapan teks paragrap.
A.3.3

Disetujui.

Badan Standardisasi Nasional (BSN) bukan instansi yang menyetujui, memeriksa, atau
memberikan sertifikat pada setiap instalasi, prosedur, peralatan atau bahan. Dalam
menentukan persetujuan instalasi, prosedur, peralatan atau bahan, instansi yang berwenang
menggunakan dasar standar ini atau standar lain yang setara bila dalam standar ini tidak
tersebut.
A.3.5

Instansi Berwenang.

Penyebutan instansi yang berwenang digunakan pada dokumen dalam pengertian yang
luas, karena kewenangan dan instansi yang memberi persetujuan beragam, demikian pula
pertanggung jawabannya.
Bila keamanan publik di utamakan, maka instansi berwenang dapat saja pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dinas kebakaran setempat, atau pihak lainnya yang secara hukum
berwenang.
A.3.10

Penghalang Asap.

Penghalang asap mungkin mempunyai atau mungkin juga tidak mempunyai tingkat
ketahanan api. Penghalang seperti ini mungkin mempunyai bukaan yang terproteksi.
A.3.11

Perbedaan Tekanan Rancangan.

Ruangan yang diproteksi termasuk zona tanpa asap dalam sistem pengendalian asap
terzona, sumur tangga dalam sistem sumur tangga yang dipresurisasi, daerah tempat
berlindung, dan saf lif dalam sistem ruang luncur lif.
A.3.12

Pos Pengendalian Asap untuk Petugas Pemadam Kebakaran (PPAPPK)

Sistem lain yang digunakan petugas pemadam kebakaran ( seperti alarm suara, sistem tata
suara, komunikasi dengan instansi pemadam kebakaran, pengendalian dan status lif) tidak
dicakup dalam dokumen ini.
A.3.14

Sistem Pembuangan Asap.

Penjagaan dari lingkungan yang masih dapat dipertahankan dalam zona asap tidak
termasuk kemampuan sistem ini.
A.4.2.3
Aliran udara dapat digunakan untuk membatasi perpindahan asap bila pintu
penghalang asap membuka. Kecepatan rancangan melalui pintu terbuka sebaiknya cukup
untuk membatasi aliran balik asap selama evakuasi bangunan. Aliran udara ini sebaiknya
dipertimbangkan sebagai variabel yang sama seperti yang digunakan untuk pemilihan
perbedaan tekanan rancangan.

42 dari 57

SNI 03-6571-2001
Meskipun aliran udara dapat digunakan untuk menghalangi gerakan asap yang melalui suatu
ruang, laju aliran yang dibutuhkan untuk mencegah aliran balik asap yang demikian
besarnya sehingga ada kekhawatiran tentang jumlah udara untuk pembakaran yang dipasok
ke api.
Apabila aliran udara digunakan untuk mengelola gerakan asap, aliran udara melalui bukaan
ke dalam zona asap harus berkecepatan cukup untuk mencegah asap meninggalkan zona
melalui bukaan seperti ini. Kecepatan udara yang diperlukan untuk menghalangi pergerakan
asap melalui bukaan yang besar menghasilkan sejumlah udara yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan api sampai kurang lebih 10 kali besar pertumbuhan api tanpa
tambahan aliran udara ini.
A.4.3.3
Sumber data ASHRAE Handbook of Fundamentals, Chapter 26, Climatic Design
Information. Sumber ini menganjurkan 99,6% temperatur pemanasan bola kering (DB) dan
0,4% temperatur pendinginan bola kering (DB) dipakai untuk menunjukkan kondisi
rancangan pada cuaca dingin dan panas. Sumber ini juga menganjurkan bahwa 1%
kecepatan angin yang ekstrim digunakan sebagai kondisi rancangan. Bila ada, data lokasi
tertentu lain sebaiknya dikonsultasikan.
A.4.4
Sasaran kinerja dari springkler otomatik yang dipasang sesuai dengan SNI 033989-2000 tentang "Tata cara perencanaan dan pemasangan sistem springkler otomatik
untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan gedung", adalah untuk mengadakan
pengendalian asap, yang dinyatakan sebagai berikut : membatasi ukuran kebakaran dengan
mendistribusikan air sehingga mengurangi laju pelepasan kalor dan pembasahan awal dari
bahan mudah terbakar yang berdekatan, sambil mengendalikan temperatur gas pada langitlangit untuk mencegah kerusakan bangunan. Sejumlah penelitian terbatas telah dilakukan
dengan uji kebakaran berskala penuh yang dilaksanakan di mana sistem springkler yang
diuji mempunyai tingkat kinerja sesuai yang dipersyaratkan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa untuk suatu situasi pengendalian kebakaran laju
pelepasan kalornya terbatas tetapi asap dapat terus dihasilkan. Bagaimanapun juga
temperatur asap berkurang dan perbedaan tekanan tersedia dalam dokumen untuk sistem
pengendalian asap ini pada bangunan yang terspringkler penuh adalah konservatif. Sebagai
tambahan dengan berkurangnya temperatur asap, persyaratan temperatur untuk komponen
pengendalian asap yang berkaitan dengan gas buang dapat dibatasi.
A.5.2.1
Sistem pengendalian asap dirancang untuk mempertahankan perbedaan
tekanan yang kemungkinan besar disebabkan kondisi angin atau efek cerobong asap.
Perbedaan tekanan rancangan minimum pada tabel 5.2.1 untuk ruangan tanpa springkler
tidak akan dapat mengatasi gaya apung dari gas panas.
Metoda yang digunakan untuk memperoleh nilai pada tabel 5.2.1 untuk ruangan tanpa
springkler sebagai berikut :
Perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas dihitung dengan persamaan berikut :

1 1
P = 7,64 - h
T0 TF
dimana :
UP = perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas ( inch.w.g).
T0

= temperatur absolut sekitarnya (0R).

43 dari 57

SNI 03-6571-2001
TF

= temperatur absolut dari gas panas (0R).

= jarak di atas bidang netral (ft).

1 1
P = 3460 - h
T0 TF
dimana :
UP = perbedaan tekanan karena gaya apung dari gas panas (Pa).
T0

= temperatur absolut sekitarnya (K).

TF

= temperatur absolut dari gas panas (K).

= jarak di atas bidang netral (m).

Bidang netral adalah bidang horisontal antara ruang yang terbakar dan ruang sekitarnya
dimana perbedaan tekanan antara ruang yang terbakar dan ruang sekitarnya sama dengan
nol.
Untuk tabel 5.2.1, h dipilih secara konservatif pada 2/3 tinggi lantai ke langit-langit,
temperatur sekitarnya dipilih 200C (700F), temperatur gas panas dipilih 9270C (17000F), dan
faktor keamanan 7,5 Pa (0,03 inci.w.g) digunakan.
Untuk contoh, menghitung perbedaan tekanan rancangan untuk ketinggian langit-langit 12 ft,
sebagai berikut :
T0

= 70 + 460 = 5300R.

TF

= 1700 + 460 = 21600R.

= (12) x (2/3) = 8 ft.

Dari persamaan di atas, UP = 0,087 in.wg.


Penambahan faktor keamanan dan pembulatannya, perbedaan tekanan rancangan
minimum diambil 0,12 in.wg.
A.5.2.2
Gaya pada pintu dalam sistem pengendalian asap ditunjukkan dalam gambar
A.5.2.2. Gaya yang dibutuhkan untuk membuka pintu dalam sistem pengendalian asap
adalah:

F = Fr +

5,2 (W.A) P
2 (W - d)

dimana :
F

= gaya membuka pintu total (lb).

Fr

= gaya untuk mengatasi alat penutup pintu dan gesekan-gesekan lain (lb).

= lebar pintu (ft).

= luas pintu (ft2).

UP = perbedaan tekanan dengan kedua sisi pintu ( in.wg).


d

= jarak dari handel pintu ke sisi handel dari pintu (ft).

44 dari 57

SNI 03-6571-2001

Gambar A.5.2.2 Gaya-gaya pada pintu dalam suatu pengendalian asap.


A.5.3.7
Selama waktu penghuni ke luar dari daerah zona asap, kondisi zona asap masih
dapat dipertahankan. Meskipun bukaan pintu sumur tangga pada lantai yang terbakar
selama waktu ini mungkin melepas asap ke dalam sumur tangga, hal tersebut tidak akan
menciptakan kondisi tak dapat dipertahankan disana.
Suatu kondisi dalam daerah zona asap menjadi tidak dapat dipertahankan, kemungkinan
besar karena pintu ke lantai akan di buka oleh penghuni dari lantai tersebut.
Dengan alasan ini, perancangan untuk pintu sumur tangga terbuka pada lantai yang terbakar
secara normal tidak diperlukan.
Pintu yang ditahan terbuka merupakan pelanggaran standar dan akan dapat melampaui
kemampuan sistem.
Penting pintu sumur tangga bagian luar dijelaskan dengan pertimbangan konservatif massa
dari udara presurisasi .
Datangnya udara dari luar dan pada akhirnya harus mengalir kembali ke luar. Untuk pintu
bagian dalam yang terbuka, sisa bangunan pada lantai itu bertindak sebagai tahanan aliran
untuk pengaliran udara ke luar jalur pintu yang terbuka.
Apabila pintu bagian luar terbuka, maka tahanan aliran lainnya tidak ada, dan aliran dapat
menjadi 10 sampai 30 kali lebih besar dari pada yang melalui pintu bagian dalam terbuka.
A.5.4.1.e) Ketentuan yang berlaku, mempersyaratkan bahwa pintu lif terbuka dan tetap
terbuka setelah lif di panggil ulang. Ini menghasilkan bukaan yang besar ke dalam ruang
luncur lif, dimana dapat lebih menaikkan aliran udara yang dibutuhkan untuk presurisasi.
Ketentuan yang berlaku mengijinkan pintu lif menutup setelah waktunya ditentukan
sebelumnya, bila dipersyaratkan oleh instansi berwenang. Persyaratan setempat pada
pengoperasian pintu lif sebaiknya ditentukan dan dimasukkan ke dalam rancangan sistem.
A.5.4.3
Acuan berikut mendiskusikan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan
lif selama situasi kebakaran: Klote and Braun (1996); Klote (1995); Klote, Levin, and Groner
(1995); Klote, Levin, and Groner (1994); Klote (1993); Klote, Deal, Donoghue, Levin, and
Groner (1992); dan Klote, Alvord, Levin and Groner (1992).
A.5.5.2.3 Pedoman perancangan pada temperatur pengenceran dapat dibaca pada buku
ASHRAE/SFPE, Design of Smoke Management System.
A.5.6
Metoda perancangan untuk daerah tempat berlindung dapat dibaca pada kertas
kerja ASHRAE, Design of Smoke Control System for Area of Refuge (Klote 1993).
A.6.4.2.2 Sistem kontrol sebaiknya dirancang sesederhana mungkin untuk mencapai
fungsi yang dipersyaratkan. Kontrol yang komplek, jika tidak dirancang dan diuji dengan

45 dari 57

SNI 03-6571-2001
benar akan memiliki tingkat kehandalan yang rendah dan akan menyulitkan dalam
pemeliharaan.
A.6.4.3.2

Kontrol untuk Tujuan Pengendalian Bukan Asap.

Kontrol manual yang khusus untuk kegunaan pengendalian bangunan lain, seperti saklar
otomatik yang diletakkan pada termostat, tidak diperhitungkan sebagai kontrol manual dalam
hal pengendalian asap. Aktivasi dan deaktivasi manual untuk maksud pengendalian asap
sebaiknya mengabaikan kontrol manual untuk tujuan-tujuan lain.
Titik Panggil Manual
Pada umumnya, sistem presurisasi sumur tangga dapat diaktifkan dari titik panggil manual,
asalkan memberikan respon umum untuk semua zona. Sistem lain yang merespon secara
identik untuk semua zona alarm dapat juga diaktifkan dari titik panggil manual. Sebuah
sistem presurisasi sumur tangga pelacakan-aktif (active-tracking) yang memberikan
pengendalian berdasarkan pengukuran tekanan pada lantai kebakaran tidak perlu diaktifkan
dari titik panggil manual.
A.6.4.3.3 Aktivasi sistem pengendalian asap sebaiknya terjadi segera setelah menerima
perintah aktivasi. Untuk mencegah kerusakan pada peralatan, mungkin perlu untuk menunda
aktivasi peralatan tertentu hingga peralatan lain telah mencapai pada suatu kondisi yang
telah ditentukan sebelumnya (misal fan dengan start tunda sampai damper terkait terbuka
sebagian atau penuh). Waktu yang diberikan untuk komponen untuk mencapai kondisi yang
diinginkan diukur dari waktu tiap komponen diaktifkan.
A.6.4.3.4 Contoh Pos Pengendalian Asap untuk Petugas Pemadam Kebakaran
(PPAPPK).
Pos pengendalian asap untuk petugas pemadam kebakaran perlu mempertimbangkan halhal sebagai berikut:
a)

Lokasi dan Jalan Masuk.


PPAPPK sebaiknya ditempatkan berdekatan dengan sistem yang digunakan oleh
petugas pemadam kebakaran lainnya yang disediakan di dalam bangunan. Sarana
sebaiknya disediakan untuk memastikan hanya petugas berwenang boleh masuk ke
PPAPPK. Apabila instansi berwenang dapat menerima, maka PPAPPK sebaiknya
berada dalam tempat atau ruangan khusus, dipisahkan dari daerah umum dengan
diberi tanda yang sesuai dan pintu terkunci. Jika PPAPPK diletakkan dalam ruangan
terpisah, penempatan ruangan, ukuran, cara jalan masuk dan pertimbangan
rancangan fisik lain sebaiknya dapat diterima oleh instansi berwenang.

b)

Susunan Fisik.
PPAPPK sebaiknya dirancang untuk bisa menggambarkan secara grafik susunan fisik
bangunan, sistem pengendalian asap dan peralatan, serta daerah bangunan yang
dilayani oleh peralatan. Berikut ini adalah rangkuman indikator status dan kemampuan
pengendalian asap yang dapat diterapkan terhadap grafik pengendalian asap
PPAPPK. Indikator status sebaiknya disediakan untuk semua peralatan pengendalian
asap dengan indikator jenis lampu pilot sebagai berikut:
1)

Fan pengendalian asap dan peralatan pengoperasian kritis lain pada keadaan
pengoperasian: hijau.

2)

Peralatan pengendalian asap dan peralatan kritis lain yang mungkin mempunyai
dua atau lebih pernyataan atau posisi, seperti damper: hijau (misal: buka), kuning

46 dari 57

SNI 03-6571-2001
(misal: tertutup). Posisi dari setiap peralatan perlu diindikasikan dengan lampu
dan rambu yang cocok. Posisi tengah-tengah (misal: damper modulasi yang tidak
terbuka atau tertutup sepenuhnya) dapat ditunjukkan tidak dengan iluminasi pada
lampu pilotnya.
3)

Kegagalan peralatan atau sistem pengendalian asap: amber.


Posisi dari saklar kontrol posisi jamak sebaiknya tidak digunakan untuk
menunjukkan status dari alat yang dikontrol sebagai pengganti indikator status
jenis lampu pilot seperti diuraikan pada butir A.6.4.3.4. b)1) sampai 3).
Ketentuan sebaiknya termasuk untuk pengujian lampu pilot pada panel kontrol
asap PPAPPK dengan menggunakan satu atau lebih UJI LAMPU dengan cara
menekan tombol tekan sesaat atau cara lain yang dapat mengembalikan ke
posisi semula.

c)

Kemampuan Pengendalian Asap.


PPAPPK sebaiknya memiliki kemampuan pengendalian untuk seluruh peralatan atau
zona sistem pengendalian asap dalam bangunan.
Untuk lebih praktisnya, direkomendasikan penyediaan kontrol oleh zona, daripada oleh
peralatan individu. Pendekatan ini akan membantu petugas pemadam kebakaran
dalam memahami dengan mudah pengoperasian sistem dan akan menolong untuk
menghindari masalah yang disebabkan oleh pengaktifan peralatan secara manual
dalam urutan yang salah atau oleh pengabaian kontrol komponen kritis. Kontrol oleh
zona sebaiknya dikerjakan sebagai berikut:
Kontrol PRESSURE-AUTO-EXHAUST terhadap setiap zona yang dapat dikontrol
sebagai bentuk tunggal yang mengandalkan sistem pemrograman pada urutan yang
tepat seluruh peralatan dalam zona yang menghasilkan efek yang diinginkan. Dalam
sistem yang menggunakan dakting pasok atau balik bersama, atau keduanya,
termasuk pada moda ISOLASI adalah diinginkan. Untuk memungkinkan penggunakan
sistem menggelontor asap keluar dari zona setelah api dipadamkan, moda
PEMBILASAN (pasok dan pembuangan yang sama) mungkin juga diinginkan.
Apabila kontrol terhadap masing-masing peralatan individu diperlukan pilihan kontrol
berikut ini perlu disediakan:
1)

Kontrol ON-AUTO-OFF terhadap setiap jenis peralatan pengendalian asap yang


beroperasi bisa dikendalikan dari sumber lain dalam bangunan. Komponen
terkontrol meliputi seluruh fan presurisasi sumur tangga; fan pembuangan asap;
fan pengkondisian udara dan ventilasi udara pasok, balik, dan buangan yang
melebihi 57 m3/menit (2000 ft3 /menit); fan saf lif; fan pasok dan buang untuk
atrium; dan setiap peralatan pengoperasian lain yang digunakan atau ditujukan
untuk pengendalian asap.

2)

Kontrol ON-OFF atau OPEN-CLOSE terhadap seluruh peralatan pengendalian


asap dan peralatan penting lain yang berkaitan dengan darurat kebakaran atau
asap dan yang hanya dikendalikan dari PPAPPK.

3)

Kontrol OPEN-AUTO-CLOSE terhadap seluruh damper individu yang


berhubungan dengan pengendalian asap yang juga dikontrol dari sumber lain
didalam bangunan.

4)

Unit terminal ventilasi dan pengkondisian udara, seperti kotak pencampur VAV
yang semua diletakkan di dalam dan melayani satu zona pengendalian asap

47 dari 57

SNI 03-6571-2001
yang dirancang, yang dapat dikontrol secara kolektif sebagai pengganti secara
individu. Face bypass damper dari unit koil alat ventilasi dan pengkondisian
udara disusun sedemikian rupa sehingga tidak menghalangi aliran udara
keseluruhan di dalam sistem.
Kontrol tambahan mungkin dipersyaratkan oleh instansi berwenang.
d)

Tindakan dan Prioritas Kontrol.


Tindakan kontrol PPAPPK perlu dilakukan berikut:
1)

ON-OFF, OPEN-CLOSE. Tindakan kontrol ini perlu mempunyai prioritas yang


tertinggi dari setiap titik kontrol di dalam bangunan. Sekali sinyal dikeluarkan dari
PPAPPK, sebaiknya tidak ada pengendalian otomatik atau manual dari titik
pengendalian lain yang ada di dalam bangunan berkontradiksi dengan aksi
pengendalian PPAPPK.
Jika sarana otomatik disediakan mengganggu pengoperasian normal peralatan
non darurat atau menghasilkan hasil khusus untuk perlindungan bangunan atau
peralatan (misal: detektor asap dakting, alat pemutus arus temperatur tinggi,
sambungan yang diaktuasi temperatur, dan alat sejenis), sarana-sarana seperti
itu sebaiknya mampu dikesampingkan atau diset ulang ke level yang tidak
melebihi level yang mempengaruhi kegagalan sistem, oleh tindakan kontrol
PPAPPK, dan tindakan kontrol terakhir sebagaimana ditunjukkan oleh tiap posisi
saklar PPAPPK.
Tindakan kontrol dikeluarkan dari PPAPPK sebaiknya tidak mengabaikan atau
mem-bypass alat dan kontrol yang ditujukan untuk melindungi beban lebih listrik,
menyediakan untuk keamanan petugas, dan mencegah kerusakan sebagian
besar sistem. Alat ini termasuk alat proteksi arus lebih dan saklar pemutus listrik,
saklar tekanan statis batas tinggi, dan kombinasi damper api/asap melebihi
penurunan temperatur sesuai dengan klasifikasi standar yang berlaku.

e)

2)

AUTO. Hanya posisi AUTO pada tiap tiga posisi pengendali PPAPPK sebaiknya
memungkinkan tindakan kontrol otomatik atau manual dari titik pengendali lain
dalam bangunan. Posisi AUTO sebaiknya posisi pengendali bangunan normal,
bukan darurat. Apabila kontrol PPAPPK dalam posisi AUTO, status nyata alat
(on, off, open, closed) sebaiknya menerus ditunjukkan oleh indikator status.

3)

Waktu Tanggap PPAPPK. Untuk tujuan pengendalian asap, waktu tanggap


PPAPPK sebaiknya diawali oleh tindakan pengendalian asap manual atau
otomatik dari setiap titik pengendalian bangunan lain. (Lihat butir 3.4.3.3.).
Penunjukan lampu pilot PPAPPK mengenai status sebenarnya, dari setiap
peralatan sebaiknya tidak melebihi 15 detik setelah operasi alat umpanbalik
terkait.

Gambaran Grafik.
Lokasi sistem pengendalian asap dan peralatan dalam bangunan sebaiknya
ditunjukkan dengan simbol dalam
panel grafik PPAPPK keseluruhan. Bila
pengendalian asap terzona digunakan, jumlah yang cukup dari komponen
pengendalian asap untuk menyampaikan pengoperasian yang diharapkan dari sistem
pengendalian asap dan peralatan sebaiknya ditunjukkan. Komponen ini secara normal
meliputi sebagian besar dakting, fan, dan damper yang merupakan bagian dari sistem
pengendalian asap. Apabila kontrol yang disediakan terhadap fan dan damper individu

48 dari 57

SNI 03-6571-2001
yang digunakan untuk pengendalian asap, komponen-komponen ini sebaiknya
ditunjukkan pada panel grafik PPAPPK dan, bila sesuai, sebaiknya menunjukkan
sambungan dakting yang terkait, dengan penunjukkan yang jelas dari arah aliran
udara. Dalam setiap kasus lain, luas bangunan yang dilayani oleh sistem pengendalian
asap sebaiknya ditunjukkan pada panel grafik PPAPPK.
Indikasi status untuk posisi damper sebaiknya ditunjukkan apabila pencantuman akan
membantu dalam pergerakan pengoperasian sistem dan dapat diabaikan bila
pencantumannya akan mengganggu pemahaman sistem, seperti pada panel yang
telah padat gambar. Indikasi posisi damper dapat juga dihilangkan bila tidak ada
pengendalian terpisah terhadap posisi damper yang disediakan.
A.6.4.5.2. Kontrol manual yang khusus digunakan untuk tujuan kontrol bangunan lain,
seperti saklar hand-off auto yang diletakkan pada suatu termostat, tidak diperhitungkan
menjadi kontrol manual dalam kaitan pengendalian asap. Aktivasi dan deaktivasi manual
untuk tujuan pengendalian sebaiknya perlu mengesampingkan kontrol manual untuk tujuan
lainnya.
A.6.4.5.4. Contoh fungsi pelengkap yang berguna tetapi tidak dipersyaratkan adalah
pembukaan dan penutupan kotak terminal pada saat presurisasi atau pembuangan zona
asap. Fungsi ini diperhitungkan sebagai pelengkap apabila status yang diinginkan bisa
dicapai tanpa fungsi ini. Fungsi ini dapat, barangkali, membantu untuk mencapai keadaan
yang diinginkan lebih segera.
A.6.4.5.5. Selama kebakaran, cenderung bahwa asap cukup untuk mengaktivasi detektor
asap mungkin berjalan menuju zona lain dan kemudian menyebabkan input alarm untuk
zona lainnya. Sistem yang teraktivasi oleh detektor asap sebaiknya menerus untuk
beroperasi sesuai input alarm pertama yang diterima, daripada mengalihkan kontrol untuk
menanggapi setiap input alarm berikutnya.
Sistem yang diawali oleh alat yang diaktifkan oleh panas, dan dirancang dengan kapasitas
yang cukup untuk membuang zona jamak, dapat memperluas jumlah zona meliputi zona
asal dan zona tambahan selanjutnya, sampai batas kemampuan mekanis sistem untuk
mempertahankan perbedaan tekanan rancangan. Kelebihan kapasitas rancangan akan
cenderung menghasilkan kegagalan sistem untuk membuang zona kebakaran secara
memadai sedemikian untuk mencapai beda tekanan yang dikehendaki. Jika jumlah zona
yang dapat dibuang sambil tetap masih mempertahankan tekanan rancangan yang tidak
diketahui, jumlah ini sebaiknya dianggap menjadi satu.
A.6.4.6.

Verifikasi alat termasuk sebagai berikut:

a)

Verifikasi ujung ke ujung pada perkabelan, peralatan, dan peralatan dengan cara yang
termasuk ketentuan untuk konfirmasi positip dari aktivasi, pengujian berkala, dan
operasi mengesampingkan secara manual.

b)

Adanya pengoperasian daya arah ke bawah dari seluruh pelepas sirkuit.

c)

Konfirmasi positip pada aktivasi fan dengan cara penekanan dakting udara, aliran
udara, atau sensor ekivalen yang merespon terhadap kehilangan daya pengoperasian,
permasalahan pada sirkuit perkabelan daya atau pengendalian, hambatan aliran
udara, dan kegagalan pada sabuk, kopling saf, atau motor itu sendiri.

d)

Konfirmasi positip pada operasi damper oleh sensor kontak, kedekatan, atau ekivalen
yang merespon pada hilangnya daya pengoperasian atau udara tekanan; masalah-

49 dari 57

SNI 03-6571-2001
masalah pada daya, sirkuit kontrol, atau jalur pneumatik, dan kegagalan pada aktuator
damper, sambungan, atau damper itu sendiri.
e)

Alat atau sarana lain yang sesuai kebutuhan.

Butir (a) hingga (e) menguraikan banyak metoda yang dapat dipergunakan, baik salah
satunya atau kombinasi, untuk memverifikasi bahwa semua bagian kontrol dan peralatan
beroperasi. Sebagai contoh, supervisi konvensional (elektrikal) dapat digunakan untuk
memverifikasi integritas konduktor dari unit kontrol sistem alarm kebakaran sampai kontak
rile dalam 1 m (3 ft) dari input sistem kontrol (lihat SNI 03-3985-2000 tentang Tata Cara
Perencanaan dan Pemasangan Sistem Deteksi Kebakaran Untuk Pencegahan Bahaya
Kebakaran Pada Bangunan Gedung), dan verifikasi ujung ke ujung dapat digunakan pada
verifikasi operasi dari input sistem kontrol ke hasil akhir yang diinginkan. Apabila sistem yang
berbeda digunakan untuk verifikasi bagian yang berbeda pada sirkuit kontrol, peralatan yang
dikontrol, atau keduanya, maka tiap sistem akan menjadi berfungsi mengindikasikan kondisi
off-normal dari tiap segmen yang berkaitan.
Verifikasi ujung ke ujung, sebagaimana ditentukan pada butir 3.9, memantau kedua
komponen baik elektrikal maupun makanikal dari sistem pengendalian asap. Verifikasi ujung
ke ujung menyediakan konfirmasi positip bahwa hasil yang diinginkan telah dicapai selama
waktu alat terkontrol diaktifkan. Maksud verifikasi ujung ke ujung menetapkan melebihi
sekedar menentukan apakah kesalahan sirkuit itu ada tetapi malahan mengetahui apakah
hasil akhir yang diinginkan (misal aliran udara atau posisi damper) dicapai. Verifikasi ujung
ke ujung yang benar, karena itu, memerlukan perbandingan antara operasi yang diinginkan
terhadap hasil akhir yang sebenarnya.
Sebuah sirkuit kontrol yang terbuka, kegagalan pada sabuk fan, pelepasan kopling saf,
rintangan pada penyaring udara, kegagalan pada motor, atau kondisi abnormal lain yang
dapat mencegah operasi yang tepat tidak diharapkan untuk menghasilkan dalam suatu
indikasi off-normal jika alat terkontrol tidak diaktifkan, karena hasil yang diukur pada waktu itu
cocok dengan hasil yang diharapkan. Apabila suatu keadaan yang mencegah operasi yang
baik berlangsung selama percobaan aktivasi peralatan berikut, indikasi off-normal sebaiknya
ditunjukkan.
A.7.3
Lebih dari tiga dekade, beberapa model jaringan komputer telah ditulis untuk
menghitung aliran dan tekanan udara keadaan mantap seluruh bangunan.
Model jaringan komputer sebaiknya digunakan untuk rancangan sistem pengendalian asap
pada bangunan kompleks di mana persamaan aljabar tidak dapat diterapkan atau tidak
praktis untuk digunakan. Ini termasuk analisis sistem presurisasi sumur tangga dengan pintu
terbuka, sistem pengendalian asap kombinasi, dan sistem pengendalian asap pada
bangunan yang tidak simetris.
A.7.5
Luas kebocoran untuk dinding bangunan luar secara tipikal didasarkan pada
hasil pengukuran Tamura dan Shaw (1976) dan Tamura dan Wilson (1966). Baru-baru ini,
beberapa bangunan yang telah digunakan dalam studi sebelumnya diuji kembali setelah
bangunan tersebut diretrofit untuk efisiensi energi [Shaw, Reardon, dan Cheung (1933)].
Nilai-nilai untuk luas kebocoran pada dinding luar didasarkan pada nilai-nilai baru tersebut.
A.8.1.1
Gaya pada waktu membuka pintu termasuk gaya gesek, gaya yang dihasilkan
oleh pintu, dan gaya yang dihasilkan oleh sistem pengendalian asap. Dalam hal dimana
gaya gesek berlebihan, pintu perlu diperbaiki.
A.8.1.2
Walaupun tidak ada bagian prosedur pengujian secara formal, pengujian
bangunan untuk menentukan jumlah kebocoran diantara zona asap dapat dinilai dengan

50 dari 57

SNI 03-6571-2001
mengembangkan sistem awal. Pengujian untuk tujuan ini sering mempergunakan peralatan
pengukur aliran udara yang ada dalam sistem. Bagian ini menjelaskan susunan normal dari
metoda sistem dan pengujian beragam dapat digunakan untuk menentukan kebocoran dari
ruangan tertutup. Kebocoran dalam bangunan berasal dari sumber yang beragam, seperti
berikut:
a)

Konstruksi dinding pelapis dimana jalur kebocoran terbentuk antara permukaan luar
dan papan lantai.

b)

Partisi dinding (drywall) dimana celah pada dinding dibelakang penutup papan hias
tembok dapat membentuk jalur kebocoran.

c)

Saklar listrik dan outlet dalam partisi dinding yang membentuk jalur kebocoran melalui
partisi.

d)

Pemasangan pintu dengan celah di bagian bawah pintu (undercut), mekanisme


memasang gerendel, dan celah-celah lain yang membentuk jalur kebocoran.

e)

Sambungan partisi dinding pada dek metal beralur yang memerlukan sil pada alurnya.

f)

Outlet listrik pada plat lantai dalam ruangan atau di atas ruangan dan menimbulkan
kebocoran ke lantai lain pada bangunan.

g)

Tembusan dakting melalui dinding dimana terdapat kebocoran sekeliling dakting di


belakang siku-siku yang memegang damper api ditempatnya.

h)

Sistem induksi perimetri yang sering memiliki celah disekitar dakting melalui plat lantai
yang tersembunyi di belakang distribusi udara tertutup.

i)

Tembusan pipa, konduit, dan jalur kabel melalui dinding dan lantai yang memerlukan
sil penembusan yang teruji.

Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Bangunan Yang Sesuai untuk Pengujian
Kerapatan Ruang Tertutup.
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara dari beberapa bangunan dapat digunakan untuk
mengukur kebocoran melalui ruang tertutup. Sistem ini secara tipikal berisi fan terpusat yang
dapat menarik sejumlah besar udara luar ke dalam bangunan untuk presurisasi. Oleh karena
seluruh sistem tersebut memiliki bukaan, dakting, dan kadang-kadang fan untuk
mengembalikan udara dari ruang tertutup ke pengolah udara pusat, penting bagi sistem ini
untuk dimatikan selama pengujian. Penggunaan damper asap pada titik dimana damper
meninggalkan ruang tertutup akan memberikan jaminan lebih bahwa kebocoran ruang
melalui sumber ini akan terminimalkan.
a)

Sistem Volume Udara Variabel (VAV = Variable Air Volume) Lantai Tunggal.
Beberapa bangunan perkantoran modern diperlengkapi dengan pengolah udara
terpisah pada setiap lantai bangunan untuk memasok udara yang dikondisikan
kedalam ruang. Sistem ini disusun sebagai sistem volume variabel, dimana termostat
mengubah jumlah udara yang dialirkan ke ruang daripada merubah temperatur dari
udara itu. Susunan ini membutuhkan alat kontrol frekwensi variabel pada fan yang
merespon terhadap tekanan dalam sistem dakting. Dalam hal damper alat kontrol
volume variabel menutup, tekanan meningkat dan kecepatan fan akan turun sesuai
dengan tekanan. Dalam keadaan normal sistem ini memiliki alat pengukur udara dalam
dakting pasok dan balik yang digunakan untuk mensinkronkan operasi fan balik
dengan fan pasok, sehingga jumlah udara luar yang konstan dapat dialirkan kedalam
ruangan untuk mempertahankan kualitas udara dalam ruang. Alat pengukur aliran

51 dari 57

SNI 03-6571-2001
udara ini dapat digunakan untuk mengukur aliran udara yang masuk kedalam ruang
dan kecepatan fan dapat diatur untuk mengontrol tekanan di kedua sisi ruang
penghalang ruang tertutup.
b)

Sistem VAV Fan Terpusat.


Sistem VAV fan terpusat adalah variasi dari sistem VAV lantai tunggal. Fan tunggal
akan memasok 10 lantai atau lebih, dimana setiap lantai mempunyai sejumlah kotak
volume variabel. Seperti pada kasus sistem lantai tunggal, fan merespon sensor
terhadap tekanan dalam dakting. Pusat pengukur aliran pada fan digunakan untuk
melacak fan balik dengan fan pemasok untuk mempertahankan udara luar yang
konstan, sebagaimana dalam kasus sistem VAV lantai tunggal. Umumnya, sistem ini
dilengkapi dengan damper yang dapat ditutup dengan mengoperasikan motor pada
setiap lantai, maka sistem dapat secara ekonomis digunakan untuk memasok hanya
sebagian dari lantai ketika lantai yang lain kosong.
Sistem ini dapat digunakan untuk pengujian ruang dengan memerintahkan seluruh
damper pasok ke lantai bangunan menutup kecuali pada lantai yang sedang diuji.
Dengan cara ini, aliran udara kedalam ruangan lantai tersebut dapat diukur dengan
pengaturan tekanan di kedua sisi penghalang.
Karakteristik kebocoran pada sistem dakting utama sebagaimana juga pada damper
yang ditutup harus diketahui sehingga koreksi kebocoran pada dakting dan damper
dalam sistem pada lantai yang diuji dapat ditentukan lebih cepat. Ini dapat dilakukan
dengan menutup seluruh damper pada sistem, presurisasi sistem dakting dengan
beragam tekanan dengan menggunakan fan pasok, dan mengukur laju aliran pada
stasiun pengukuran aliran dalam dakting pasok.
Satu variasi sistem VAV lantai banyak adalah menempatkan pusat pengukuran udara
pada setiap lantai bangunan. Tujuan pusat ini adalah untuk memverifikasi bahwa
penyewa tertentu tidak membuat begitu banyak beban pada lantai bahwa banyak
aliran udara yang digunakan melebihi yang dirancang untuk sistem. Apabila beban
lebih dijumpai, aliran udara dapat diukur secara langsung pada lantai sehingga
penyesuaian untuk kebocoran dakting utama tidak lagi diperlukan.

c)

Sistem Zona Jamak Volume Konstan.


Sistem zona jamak volume konstan mencampur udara panas dan dingin pada unit
pengolah udara terpusat dan memiliki sistem dakting terpisah yang mendistribusikan
ke berbagai ruangan. Secara tipikal, tidak dilengkapi dengan pusat pengukur udara
yang harus di diperbaiki ke arah dakting yang mengalirkan udara ke ruang. Ruang
tersebut perlu bersesuaian dengan ruang tertutup yang diuji. Secara tipikal, juga tidak
ada sarana untuk mengubah aliran ke setiap ruang. Pengubahan aliran memerlukan
penambahan baik damper manual atau damper yang digerakkan motor dalam sistem
dakting yang diatur untuk mencapai tekanan uji atau tekanan yang dikehendaki.

d)

Sistem Volume Konstan Dengan Terminal Pemanasan Ulang.


Sistem volume konstan dengan terminal ulang merupakan yang paling sulit digunakan
untuk pengujian kerapatan ruang tertutup. Secara tipikal, sistem ini memilik fan
terpusat yang mengalirkan udara ke sistem dakting pada temperatur yang ditentukan.
Sistem dakting didistribusikan ke seluruh bangunan, dan koil pemanasan ulang
ditempatkan pada beberapa lokasi untuk memanaskan udara untuk mempertahankan
kondisi ruang. Secara tipikal tidak ada satupun pusat pengukur atau damper otomatik
dalam sistem. Untuk menggunakan sistem ini bagi pengujian, penting untuk

52 dari 57

SNI 03-6571-2001
memperbaiki (retrofit) dengan pusat pengukur udara dan damper yang disesuaikan
dengan ruang tertutup yang diuji.
Sistem Ventilasi dan Pengkondisian Udara Bangunan yang Tidak Sesuai untuk
Pengujian Kerapatan Ruang Tertutup.
Sejumlah sistem ventilasi dan pengkondisian udara sedikit atau tak berarti dalam pengujian
kerapatan ruang tertutup, karena sistem tersebut mengalirkan sejumlah terbatas aliran udara
kedalam ruang atau disusun sehingga terdapat pintu masuk dakting yang jamak kedalam
ruang. Oleh karena itu, melakukan pengukuran aliran udara dalam sistem seperti ini tidak
praktis. Rangkuman sistem seperti itu adalah sebagai berikut:
a)

Sistem Pompa Kalor Unitari/Unit Fan Koil.


Sistem pompa kalor unitari/unit fan koil muncul dalam banyak konfigurasi. Sistem ini
serupa, dimana ruang dilengkapi dengan sejumlah unit terpisah, masing-masing
dengan kapasitas aliran udara terbatas. Udara luar masuk ke ruang dialirkan dengan
salah satu dari tiga cara berikut:

b)

1)

Unit diletakkan pada perimetri dengan dakting udara luar terpisah untuk setiap
unit. Ini secara tipikal, memiliki tembusan kecil melalui dinding sisi luar bangunan
dengan tidak ada dakting yang terpasang. Jumlah udara luar yang dialirkan
adalah begitu kecil dan kapasitas sistem untuk presurisasi ruang begitu terbatas
sehingga sistem tidak dapat digunakan untuk pengujian integritas ruang. Dalam
hal contoh ini, unit-unit akan mengalami kerugian terhadap operasi banyak
sistem dalam ruang yang dirancang untuk presurisasi kecuali jika setiap dakting
udara luar dipasang dengan damper yang menutup rapat secara otomatik.

2)

Unit diletakkan hanya pada perimetri, dan udara luar dimasukkan melalui sistem
dakting terpisah. Pada contoh ini, unit digunakan bersama-sama dengan sistem
dakting bagian dalam. Dakting udara luar untuk perimetri kapasitasnya terbatas
dan sebaiknya dilengkapi dengan damper yang menutup rapat secara otomatik
untuk mempertahankan integritas ruang tertutup. Pengujian ruang sebaiknya
dilakukan melalui sistem dakting bagian dalam.

3)

Unit didistribusikan keseluruh perimetri maupun bagian dalam bangunan. Pada


contoh ini, udara luar dimasukkan kedalam ruang melalui sistem dakting terpisah
yang mendistribusikan keseluruh ruang. Sistem dakting ini ditentukan ukurannya
untuk menangani jumlah udara luar minimal yang diperlukan dalam ruang dan
mungkin atau tidak mungkin memiliki aliran yang cukup untuk menyediakan
tekanan dalam ruang. Apakah sistem ini dapat dipakai untuk pengujian tekanan
harus diputuskan berdasarkan kasus demi kasus. Adalah menjadi penting untuk
melengkapi sistem dengan pusat pengukur udara dan memungkinkan damper
menutup apabila sistem melayani lantai jamak.

Sistem Induksi Perimetri.


Sistem induksi perimetri secara tipikal disusun untuk menangani hanya perimetri
bangunan. Sistem ini disusun dengan unit terminal sepanjang perimetri dibawah
jendela, dimana setiap unit dilengkapi dengan dakting menuju sistem distribusi udara
terpusat. Ukuran dakting secara tipikal adalah kecil [dibawah 129 cm2 (20 in2)per unit]
dan masing-masing menembus lantai menuju sistem distribusi pada lantai dibawah
atau dihubungkan tegak vertikal yang memanjang ke dinding dan memasok empat
sampai enam unit per lantai. Sistem ini tidak cocok untuk pengujian ruang oleh karena
ada sambungan jamak di setiap lantai. Sambungan dakting sebaiknya dilengkapi

53 dari 57

SNI 03-6571-2001
dengan damper otomatik yang menutup rapat hingga memungkinkan presurisasi ruang
menjadi mungkin dilakukan.
Umumnya tersedia sistem interior, dimana salah satu tipe diuraikan sebelumnya, yang
dapat digunakan untuk pengujian dan presurisasi.
A.8.3.3
Pedoman prosedur uji dapat dijumpai dalam publikasi organisasi seperti
Associated Air Balance Council (AABC); National Environmental Balancing Bureau (NEBB);
the American Society of Heating, Refrigerating and Air Conditioning Engineers (ASHRAE);
dan the Sheet Metal and Air Conditioning Contractors National Association (SMACNA).
A.8.3.3.6 Metoda uji sebagaimana diuraikan dalam bab 8 sebaiknya menyediakan cara
yang memadai untuk mengevaluasi kinerja sistem pengendalian asap. Metoda pengujian
lainnya secara historis telah digunakan dimana instansi berwenang memerlukan pengujian
tambahan. Metoda uji ini mempunyai nilai terbatas dalam mengevaluasi kinerja sistem
tertentu, dan validitasnya sebagai metoda pengujian sistem pengendalian asap masih
dipertanyakan. Contoh metoda uji lainnya yang dipakai adalah sebagai berikut:
1)

Uji asap kimia

2)

Uji gas pelacak

3)

Uji kebakaran sesungguhnya

Uji asap kimia memiliki derajat kepopuleran melebihi proporsi informasi terbatas yang dapat
disediakannya. Sumber asap kimia yang lazim digunakan yang keberadaan secara
komersial disebut lilin asap (kadang-kadang disebut bom asap) dan aparatus pembangkit
asap. Dalam pengujian ini, lilin asap biasanya diletakkan dalam tabung metal dan
dinyalakan. Tujuan dari tabung metal adalah melindungi dari kerusakan panas setelah
penyalaan; hal ini tidak menghalangi pengamatan pergerakan asap kimia. Kehati-hatian
perlu dilakukan selama pengamatan, oleh karena penghisapan asap kimia dapat
menyebabkan mual.
Jenis pengujian ini kurang realistik daripada pengujian kebakaran sesungguhnya oleh
karena asap kimia adalah dingin dan gaya apung asap dari api yang menyala. Gaya apung
semacam itu dapat cukup besar untuk mengatasi sistem pengendalian asap yang tidak
dirancang untuk menahannya. Asap dari kebakaran yang dilindungi springkler mempunyai
daya apung kecil, dan bisa diharapkan bahwa pergerakkan asap seperti itu adalah serupa
dengan pergerakan asap kimia yang tidak dipanasi. Ini yang belum bisa didukung oleh data
pengujian. Pengujian asap kimia dapat menunjukkan jalur kebocoran, dan pengujian seperti
ini adalah sederhana dan tidak mahal untuk dilakukan.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah informasi yang dapat diperoleh dari pengujian asap
kimia dingin. Jika sistem pengendalian asap tidak mencapai level presurisasi yang cukup
tinggi, tekanan oleh panas, panas asap yang mengapung dapat mengatasi sistem tersebut.
Kemampuan pengendalian asap kimia dingin tidak menjamin kemampuan pengendalian
asap panas pada kebakaran yang sebenarnya.
Asap kimia juga digunakan untuk mengevaluasi keefektifan dari sistem yang disebut sistem
pembilasan asap. Meskipun demikian sistem tersebut bukan sistem pengendalian asap,
sistem tersebut terkait erat dan karenanya dijelaskan secara ringkas disini. Sebagai contoh,
tinjau suatu sistem yang memiliki enam kali pertukaran udara per jam ketika dalam moda
pembilasan asap. Beberapa pelaksana pengujian keliru untuk mengartikan udara bertukar
seluruhnya setiap 10 menit dan 10 menit sesudahnya asap lilin keluar, seluruh asap
sebaiknya pergi dari ruangan. Tentu saja, kejadiannya tidak demikian. Dalam sistem

54 dari 57

SNI 03-6571-2001
pembilasan, udara yang memasuki ruangan bercampur dengan udara dan asap dalam
ruangan. Jika sistem pembilasan adalah bagian dari sistem ventilasi dan pengkondisian
udara, telah dirancang untuk tingkat campuran agak lengkap. Jika konsentrasi asap hampir
rata dalam ruangan, maka metoda analisis untuk pembilasan sebagaimana diuraikan dalam
butir 5.3 pada ASHRAE/SFPE, Design of Smoke Management Systems, yang sesuai.
Berdasarkan pencampuran yang sempurna, setelah 10 menit, 37 persen dari asap asal
tertinggal di ruangan.
A.8.3.4.5 Sebagai pengganti petunjuk khusus dalam peraturan lokal atau dokumen
kontrak, pilihlah pintu-pintu untuk dibuka sebagai berikut untuk menghasilkan kondisi yang
paling jelek:
a)

Untuk pengujian beda tekanan, pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu-pintu
dengan beda tekanan terbesar diukur dalam pengujian dengan seluruh pintu tertutup
(lihat butir 8.3.4.3). Bilamana diukur dengan sumur tangga sebagai referensi
sebagaimana diuraikan dalam butir 8.3.4.1, pintu-pintu ini memiliki nilai negatif
terbesar.

b)

Bilamana sistem dirancang untuk pintu sumur tangga terbuka dan evakuasi bangunan
total, jumlah pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu sumur tangga bagian luar.

c)

Oleh karena tekanan dalam sumur tangga harus lebih besar daripada tekanan dalam
daerah yang dihuni, maka tidak diperlukan untuk mengulang uji gaya pada waktu
membuka pintu dengan pintu terbuka. Pembukaan setiap pintu akan mengurangi
tekanan dalam sumur tangga dan oleh karena itu menurunkan gaya pada waktu
membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa.

A.8.3.8.1 Bilamana dilakukan pengujian terhadap kombinasi sistem pengendalian asap


terzona dan sistem presurisasi sumur tangga, pengujian yang dapat diterapkan pada setiap
sistem yang berdiri sendiri sebaiknya dilakukan. Pengujian beda tekanan ditetapkan dalam
butir 8.3.4. maupun 8.3.5. Bilamana dua sistem tersebut digunakan dalam kombinasi, sumur
tangga sebainya diperlakukan sebagai satu zona dalam sistem pengendalian asap terzona.
Tekanan rancangan minimum sebagaimana ditetapkan dalam Tabel 5.2.1. hanya diterapkan
untuk pengujian beda tekanan sebagaimana ditetapkan dalam butir 8.3.5.
Pengujian beda tekanan dilaksanakan sesuai butir 8.3.4.3. digunakan untuk menentukan
pintu yang sebaiknya dibuka selama pengujian yang ditetapkan dalam butir 8.3.4.4. dan
8.3.4.5. Adalah tidak diharapkan bahwa nilai-nilai tersebut akan memenuhi tekanan
rancangan minimum yang ditetapkan dalam Tabel 5.2.1., kecuali pada lantai yang terbakar.
Sebagai pengganti petunjuk khusus dalam peraturan setempat atau dokumen kontrak, pilih
pintu yang dibuka berikut ini untuk menghasilkan kondisi yang paling jelek:
a)

Untuk pengujian beda tekanan, pintu yang terbuka sebaiknya termasuk pintu-pintu
dengan beda tekanan terbesar diukur dalam pengujian dengan seluruh pintu tertutup
(lihat butir 8.3.4.3), tidak termasuk pintu pada lantai yang terbakar (lihat butir A.8.3.7
untuk dasar pemikiran). Bilamana diukur dengan sumur tangga sebagai referensi,
sebagaimana diuraikan dalam butir 8.3.4.1., pintu-pintu ini memiliki nilai negatip
terbesar.

b)

Bilamana sistem dirancang untuk pintu sumur tangga terbuka dan evakuasi bangunan
total, jumlah pintu terbuka perlu memasukkan pintu sumur tangga bagian luar.
Untuk pengujian gaya pada waktu membuka pintu, pintu yang terbuka sebaiknya
menyertakan setiap pintu (sampai jumlah yang ditetapkan) yang ditemukan dalam

55 dari 57

SNI 03-6571-2001
pengujian dengan seluruh pintu tertutup (lihat butir 8.3.4.3) untuk mendapatkan
tekanan dalam daerah yang dihuni lebih besar dari tekanan dalam sumur tangga.
Pembukaan pintu-pintu ini menambah tekanan pada sumur tangga, oleh karenanya
menaikkan gaya pada waktu membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa. Bilamana
diukur dengan sumur tangga sebagai referensi, sebagaimana diuraikan dalam butir
8.3.4.1., pintu-pintu ini memiliki nilai positip terbesar. Jika tidak ada pintu yang
memenuhi kriteria ini, adalah tidak diperlukan untuk mengulang pengujian gaya pada
waktu membuka pintu dengan pintu terbuka, karena pembukaan sejumlah pintu akan
menurunkan tekanan dalam sumur tangga dan dengan demikian menurunkan gaya
pada waktu membuka pintu pada pintu-pintu yang tersisa.

56 dari 57

SNI 03-6571-2001

BIBLIOGRAFI
1

NFPA 13, Standard for the Installation of Sprinkler Systems, 1999 edition.

NFPA 72, National Fire Alarm Code, 1999 edition.

NFPA 80, Standard for Fire Doors and Fire Windows, 1999

ASHRAE/SFPE, Design of Smoke Management Systems, 1992.

ASHRAE, Handbook of Fundamentals, 1997.

ASME/ANSI A.17.1, Safety Code for Elevators and Escalators.

SFPE, Handbook of Fire Protection Engineering, 1995.

UL 555, Standard for Safety Fire Dampers, 1999.

UL 555S, Standard for Safety Leakage Rated Dampers for Use in Smoke
Control Systems, 1999.

57 dari 57

SNI 03-6574-2001

Kembali

Tata Cara Perancangan Pencahayaan Darurat, Tanda arah dan


Sistem Peringatan Bahaya pada Bangunan Gedung.

Ruang Lingkup.

1.1
Standar pencahayaan darurat, tanda arah dan sistem peringatan bahaya pada
bangunan gedung ini dimaksudkan sebagai standar minimal bagi semua pihak yang terlibat
dalam perencanaan, pembangunan dan pemeliharaan gedung.
1.2
Dengan mengikuti standar ini diharapkan diperoleh bangunan gedung yang
memenuhi syarat keamanan sesuai ketentuan yang berlaku untuk bangunan.

2
-

Acuan
NFPA 101, Life Safety Code, 1997 edition, National Fire Protection Association.

Istilah dan Definisi.

3.1
lampu darurat (emergency luminaire).
sebuah lampu yang di rancang untuk digunakan pada sistem pencahayaan darurat.
Catatan :
a).
Sebuah tanda arah Eksit, dapat juga berfungsi sebagai sebuah lampu darurat apabila telah didesain
untuk tujuan itu.
b).
Lampu darurat dapat dikombinasikan dengan lampu pencahayaan normal atau dapat juga sebagai unit
lengkap yang terpisah.
3.2
lux
nilai tingkat pencahayaan dari suatu sumber cahaya terhadap bidang kerja .
3.3
pencahayaan darurat (emergency lighting).
suatu pencahayaan yang mempunyai pasokan daya cadangan.
3.4
perangkat penguat suara.
peralatan komunikasi satu arah yang digunakan petugas kendali keadaan bahaya dalam
upaya mengendalikan evakuasi/penyelamatan penghuni.
3.5
ruang pusat kendali keadaan bahaya.
ruang dimana dipasang perangkat penguat suara (seperti amplifier, zone selector switch,
dan lain-lain), dan sistem komunikasi internal. Biasanya dipilihkan ruang di lantai dasar.

1 dari 22

SNI 03-6574-2001
3.6
sambungan seamese (seamese connection).
sambungan pipa untuk mobil instansi pemadam kebakaran.
3.7
sarana jalan keluar bangunan (means of egress) :
jalan menerus dan jalan yang tidak terhalangi dari suatu titik dalam bangunan atau struktur
menuju jalan umum, terdiri dari tiga bagian :
a)

akses eksit (exit access).


sarana menuju jalan yang aman.

b).

eksit (exit).
sarana jalan keluar yang aman

c).

lepas eksit (exit discharge).


bagian dari sarana menuju jalan keluar ke arah jalan umum

3.8
sistem komunikasi internal.
peralatan komunikasi dua arah yang digunakan oleh penghuni atau petugas untuk
menghubungi Pusat Kendali Keadaan Bahaya.
3.9
sumber daya darurat.
sumber daya cadangan yang disediakan khusus untuk Sistem Peringatan Bahaya. Bisa saja
sumber daya darurat merupakan gabungan untuk keperluan darurat lainnya.
3.10
tanda arah.
tanda yang menunjukkan arah menuju jalan keluar yang aman.

Pencahayaan Darurat.

4.1

Umum.

4.1.1
Pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar (means of egress) harus
disediakan untuk :
a).

setiap bangunan pada :


1).

jalan lintas.

2).

ruangan yang luasnya lebih dari 300 m2.

3).

ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang dari 300 m2 yang
tidak terbuka ;

2 dari 22

SNI 03-6574-2001
4).

ke koridor, atau

5).

ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau

6).

ke jalan raya, atau

7).

ke ruang terbuka.

8).

bangunan kelas 2 atau 3 dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai panjang
lebih dari 6 m dipasang lampu darurat.

9).

bangunan kelas 9a, yaitu pada :


(a).

setiap lorong, koridor, hal atau sejenisnya yang digunakan pasien.

(b).

setiap ruangan dengan luas lantai lebih dari 120 m2 yang digunakan
pasien.

(c).

Selain disebutkan 4.1.1.a) diatas, pencahayaan darurat harus dipasang


pada lokasi :
(1)

kereta lif.

(2)

halaman parkir di besmen.

(3)

ruang generator.

(4)

ruang pompa kebakaran.

(d).

Pada pintu yang dipasang dengan kunci keluar tunda, dan

(e).

Saf tangga dan ruang depan dari selubung tahan asap.

4.1.2
Pencahayaan darurat pada sarana jalan keluar harus terus menerus menyala
selama penghuni membutuhkan sarana jalan keluar. Pencahayaan buatan yang
dioperasikan sebagai pencahayaan darurat dipasang pada tempat-tempat tertentu dan
dalam jangka waktu tertentu sesuai kebutuhan untuk menjaga pencahayaan sampai ke
tingkat minimum yang ditentukan.
Pengecualian :
Sensor gerakan otomatis untuk mengoperasikan lampu dibolehkan dan harus disediakan sakelar pengendali bila
terjadi kegagalan operasi. Timer pencahayaan di set minimum 15 menit lamanya, dan sensor gerakan otomatis
bekerja dengan gerakan penghuni sebelum memasuki daerah yang dilayani oleh unit lampu darurat tersebut.
4.1.3
Lantai dan permukaan untuk berjalan pada tempat yang aman, sarana menuju
tempat yang aman dan sarana menuju jalan umum, tingkat intensitas cahayanya minimal 10
Lux di ukur pada lantai..
Pengecualian :
Pada ruang pertemuan, pencahayaan dari lantai pada sarana menuju tempat aman, minimal 2 Lux selama
jangka waktu tertentu.

3 dari 22

SNI 03-6574-2001
4.1.4
Setiap pencahayaan yang dibutuhkan harus diatur sehingga kegagalan dari
setiap unit pencahayaan tunggal tidak boleh menyebabkan ruangan menjadi gelap.
4.1.5
Peralatan atau unit-unit yang dipasang untuk memenuhi bab 5, dimungkinkan
berfungsi sebagai pencahayaan darurat pada sarana menuju jalan keluar, seperti halnya
pencahayaan darurat pada bab 4 ini.
4.2

Sumber-sumber Pencahayaan.

4.2.1
Pencahayaan pada sarana menuju jalan keluar harus dari sumber daya listrik
yang dijamin kehandalannya.
4.2.2
Lampu yang dioperasikan dengan batere dan lampu jenis lain seperti lampulampu jinjing atau lentera tidak boleh dipakai untuk pencahayaan primair pada sarana
menuju jalan keluar. Lampu yang dioperasikan dengan batere dimungkinkan dipakai sebagai
sumber darurat seperti dijelaskan pada bab 5.
4.3

Lampu Darurat.

4.3.1

Ketentuan Teknis.

a).

Ib)

Setiap lampu darurat harus ;


1).

bekerja secara otomatis.

2).

mempunyai tingkat pencahayaan yang cukup untuk evakuasi yang aman.

3).

jika mempunyai sistem terpusat, catu daya cadangan dan kontrol otomatisnya
harus dilindungi dari kerusakan karena api dengan konstruksi penutup yang
mempunyai Tingkat Ketahanan Api (TKA) tidak kurang dari -/60/60.

4).

Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku .

Identifikasi lampu darurat.


1).

Identifikasi simbol di ilustrasikan seperti gambar 4.3.1.b.

2).

Diameter simbol minimum 10 mm.

3).

Simbol harus diletakkan di tempat yang mudah dilihat.

4).

Simbol tidak boleh diletakkan pada diffuser lampu darurat atau tutup plafon yang
dapat dibuka.

Gambar 4.3.1.b : Identifikasi simbol lampu darurat

4 dari 22

SNI 03-6574-2001
4.3.2
a).

b).

Lokasi Pemasangan.
Lampu darurat dipasang pada :
1).

tangga-tangga.

2).

gang.

3).

koridor.

4).

ram.

5).

lif.

6).

jalan lorong menuju tempat aman, dan

7).

jalur menuju jalan umum.

Sepanjang jalan kearah koridor, lobi dan jalan keluar dengan jarak langsung dari titik
masuk gang, lobi atau jalan keluar melebihi 13 meter (lihat gambar 4.3.2.b ), atau;

Gambar 4.3.2.b : Lokasi pemasangan lampu darurat dalam ruangan.


c).
4.3.3
a).

pada seluruh daerah jika tidak ada jalan yang jelas kearah koridor, lobi dan jalan keluar
(lihat gambar 4.3.2.b).
Lampu Darurat untuk Fasilitas Pemadam Kebakaran.
Panel Isyarat kebakaran, titik panggil manual dan peralatan pemadam kebakaran
harus cukup terang setiap saat sehingga mudah ditemukan.

5 dari 22

SNI 03-6574-2001
b).

Tingkat iluminasi minimum harus sesuai dengan ketentuam yang berlaku. Waktu tunda
antara kegagalan pasokan listrik untuk lampu normal dengan penyalaan lampu darurat
untuk fasilitas pemadam kebakaran tidak boleh melebihi 15 detik.

c).

Lampu darurat harus ditempatkan sedemikian rupa agar dapat memberikan


pencahayaan secara otomatis saat diperlukan pada tempat fasilitas peralatan proteksi
kebakaran seperti : sambungan regu pemadam kebakaran (seamese connection),
panel kebakaran, titik panggil manual, dan sebagainya. Hal ini untuk memudahkan
penghuni dan petugas instansi kebakaran menemukan lokasi peralatan proteksi
kebakaran (lihat gambar 4.3.3.c).

Gambar 4.3.3.c : Lampu darurat untuk fasilitas lokasi proteksi kebakaran


4.3.4

Sistem Pengoperasian.

a).

Generator cadangan yang dipasang untuk mengoperasikan peralatan ventilasi


mekanis yang berselubung kedap asap dimungkinkan dipakai sebagai pasokan tenaga
listrik untuk saf tangga dan ruang depan.

b).

Pencahayaan perlu dijaga tidak boleh mati pada saat pergantian dari satu sumber
energi ke sumber energi lain. Lampu darurat disediakan oleh tenaga penggerak yang
menggerakkan generator listrik dengan waktu tunda yang diijinkan tidak boleh lebih
dari 15 detik.

c).

Pencahayaan darurat harus disediakan untuk jangka waktu 1 jam dalam kejadian
gagalnya pencahayaan normal. Fasilitas lampu darurat harus mampu untuk dapat
menyediakan pencahayaan awal tidak kurang dari rata-rata 10 Lux dan minimum pada
setiap titik 1 Lux diukur sepanjang lintasan jalan keluar dari permukaan lantai.
Intensitas pencahayaan dibolehkan menurun sampai 6 Lux rata-rata dan minimum
pada setiap titik 0,6 Lux pada akhir waktu beroperasinya lampu darurat. Perbandingan
intensitas pencahayaan maksimum dan minimum pada sembarang titik dimana saja
tidak boleh melebihi 40 : 1.

d).

Sistem lampu darurat harus mampu untuk menyediakan pencahayaan darurat secara
otomatis bila pencahayaan normal terganggu, seperti misalnya kegagalan pasokan
daya listrik PLN, terbukanya pemutus tenaga (Circuit breaker) atau putusnya

6 dari 22

SNI 03-6574-2001
pengaman lebur (fuse), atau secara sengaja fasilitas sakelar kontrol lampu normal di
buka (OFF).
e).

Generator darurat beserta instalasi tahan api dan switsing (switching) yang
menyediakan tenaga listrik untuk sistem lampu darurat harus dipasang, di uji dan di
pelihara sesuai ketentuan yang berlaku. Sistem penyimpanan energi listrik bila
dibutuhkan dalam Petunjuk Teknis ini harus dipasang dan di uji sesuai ketentuan yang
berlaku.

f).

Lampu darurat yang dioperasikan dengan battery dipakai hanya dari jenis yang handal
dan dapat di isi ulang (rechargeable), tersedia selalu dalam kondisi terisi. Battery yang
dipakai disetiap lampu atau unit-unit untuk pemakaian lampu darurat harus memenuhi
ketentuan yang berlaku dan disetujui oleh instansi yang berwenang.

g).

Sistem lampu darurat harus siap beroperasi dan mampu otomatis menyala tanpa
bantuan.

4.3.5

Jangka waktu uji peralatan lampu darurat.

a).

Uji fungsi harus dilakukan pada setiap lampu darurat yang menggunakan sistem
tenaga battery pada setiap 30 hari, selama 30 detik.

b).

Uji tahunan harus dilakukan dengan waktu uji selama 1 jam.

c).

Peralatan harus beroperasi penuh selama jangka waktu pengujian.

d).

Laporan tertulis hasil pengujian disiapkan oleh pemilik bangunan untuk selanjutnya di
sampaikan pada instansi yang berwenang.

Tanda Arah EKSIT

5.1

Umum.

5.1.1
Sarana menuju jalan keluar harus diberi tanda arah sesuai dengan ketentuan
pada bab ini, dimana dibutuhkan pada bangunan dengan klasifikasi seperti disebutkan
dalam butir 2.1.1.
5.1.2
Tanda arah tidak dibutuhkan untuk bangunan kelas 2 dimana setiap pintu diberi
label pada sisi yang menuju jalan keluar atau balkon;
a).

dengan kata EKSIT (EXIT) huruf besar, tinggi minimal 25 mm dan warna kontras
serta dengan latar belakang, atau ;

b).

cara lain yang sesuai, dan ;

5.1.3
kelas 4.

pintu masuk pada bagian penjualan dari bangunan kelas 2 atau kelas 3 atau

7 dari 22

SNI 03-6574-2001
5.2

Lokasi Pemasangan.

5.2.1
Arah menuju tempat yang aman harus diberi tanda arah dengan tanda arah yang
disetujui, di lokasi yang mudah dibaca dari segala arah jalan.
5.2.2
Pada setiap pintu menuju tangga yang aman, harus dipasang tanda EKSIT
(EKSIT) diatas gagang pintu setinggi 150 cm dari permukaan lantai terhadap garis tengah
tanda arah tersebut seperti ditunjukkan pada gambar 5.2.2.

Gambar 5.2.2. : Lokasi pemasangan tanda EKSIT (EXIT) pada pintu dan dinding.
5.2.3
Jalan masuk ketempat aman harus diberi tanda arah pada lokasi yang mudah
dibaca dari semua arah, bila jalan menuju tempat tersebut tidak mudah terlihat oleh
penghuninya (lihat gambar 5.2.3).

8 dari 22

SNI 03-6574-2001

Gambar 5.2.3 : Lokasi pemasangan tanda arah EKSIT (EXIT) pada koridor.
5.2.4
Apabila tanda arah menuju jalan keluar dibutuhkan di dekat lantai, tanda arah
jalan keluar harus dipasang dekat dengan permukaan lantai sebagai tambahan tanda arah
pada pintu dan koridor (lihat gambar 5.2.2).
Tanda arah ini :
a).

ukurannya dan pencahayaannya sesuai dengan butir 5.2 dan 5.3.

b).

dasar dari tanda arah ini minimal 15 cm dan tidak lebih dari 20 cm diatas lantai.

9 dari 22

SNI 03-6574-2001
c).

untuk pintu menuju jalan keluar yang aman, tanda arah dipasang pada pintu atau yang
berdekatan ke pintu dengan ujung yang terdekat dari tanda arah ini 10 cm dari rangka
pintu.

5.2.5
Penempatan tanda arah yang dibutuhkan dalam Bagian ini, harus berukuran,
berwarna khusus, dirancang untuk mudah dibaca dan harus kontras terhadap dekorasi,
penyelesaian interior, atau tanda-tanda lain. Tidak ada dekorasi, perabotan, atau peralatan
yang menggangu pandangan tanda arah diijinkan kecuali tanda arah jalan keluar, dan harus
tidak ada tanda arah dengan pencahayaan yang tajam, display, atau obyek didalam atau
berdekatan dengan garis pandang tanda arah jalan keluar yang dibutuhkan yang mempunyai
karakter mengurangi perhatian tanda arah tersebut.
5.2.6
Apabila lantai yang berdekatan dengan lintasan menuju jalan keluar perlu diberi
tanda arah, harus diterangi dari dalam pada jarak 20 cm dari lantai. Sistem yang dibutuhkan
dirancang mudah dilihat sepanjang lintasan jalan menuju tempat aman dan meneerus,
kecuali dipotong oleh jalan pintu, jalan hall, koridor, atau lain-lain yang berkaitan dengan
arsitektur. Sistem dapat beroperasi terus menerus atau bila sistem alarm kebakaran bekerja.
Pengaktifan, lamanya dan kelangsungan operasi dari sistem harus sesuai butir 4.2.
5.2.7
Apabila pihak berwenang mengijinkan, tangga dari lantai atas yang menerus ke
lantai Basemen, tanda arah yang cocok termasuk tanda arah yang bergambar harus
ditempatkan pada lokasi yang strategis di dalam tangga ke arah jalan keluar penghuni dalam
keadaan darurat (lihat gambar 5.2.7.a dan gambar 5.2.7.b).

Gambar 5.2.7. (a).

10 dari 22

SNI 03-6574-2001

Gambar 5.2.7.(b).: Tanda arah EKSIT (EXIT) pada tangga.


5.3

Ukuran Tanda Arah.

5.3.1
Tanda arah yang diterangi dari luar dibutuhkan oleh butir 5.2 dan 5.5.1,
bertuliskan EKSIT atau kata lain yang cocok, dengan huruf yang mudah dilihat, tingginya
minimal 15 cm, tebal huruf minimal 2 cm. Kata EKSIT harus mempunyai lebar huruf
minimal 5 cm kecuali huruf I dan jarak minimum antar huruf minimum 1 cm. Tanda arah
yang lebih besar dibuat dengan lebar, tebal dan jarak huruf yang proportional dengan
tingginya (gambar 5.3.1).

Gambar : 5.3.1.
5.3.2
Tanda arah yang diterangi dari dalam yang dibutuhkan oleh butir 5.2 dan 5.5.1
bertuliskan kata EKSIT atau kata lain yang cocok dengan huruf yang mudah dibaca dari
jarak minimum 30 m dalam kondisi pencahayaan normal (300 Lux) dan darurat (10 Lux).
Tanda arah yang diterangi dari dalam harus memenuhi ketentuan yang berlaku.
5.4
a).

Pencahayaan Tanda Arah.


Setiap tanda arah yang dibutuhkan dalam butir 5.3.1 atau 5.2.4 harus memperoleh
pencahayaan yang sesuai dari sumber cahaya yang handal. Tanda arah yang di
terangi dari luar atau dari dalam harus mudah dibaca pada keadaan lampu normal dan
darurat.

11 dari 22

SNI 03-6574-2001
b).

Tanda arah yang diterangi dari luar tingkat pencahayaannya harus minimal 50 Lux dan
perbandingan kontrasnya minimal 0,5.

c).

Tanda arah yang diterangi dari dalam harus dapat dibaca setara dengan tanda arah
yang diterangi dari luar dan memenuhi butir 5.4.2.

d).

Setiap pencahayaan tanda arah yang dibutuhkan dalam butir 5.4., harus diterangi
secara terus menerus seperti ditentukan pada Bagian 4.

e).

Apabila fasilitas lampu darurat dibutuhkan pada bangunan seperti disebutkan pada
butir 4.1.1 untuk hunian individu, tanda arah keluar harus diterangi oleh fasilitas lampu
darurat. Tingkat pencahayaan tanda arah jalan keluar harus sesuai butir 5.4.2 atau
5.4.3, dan lamanya waktu operasi lampu darurat dijelaskan pada butir 5.3.1. Tingkat
pencahayaannya boleh menurun sampai 60% pada akhir jangka waktu nyalanya
lampu darurat.

5.5

Kebutuhan Khusus.

5.5.1

Tanda Arah.

Tanda arah yang memenuhi butir 5.3 dan terbaca EKSIT atau EXIT atau penunjukan
serupa dengan indikator arah menunjukkan arah jalan harus ditempatkan di setiap lokasi
dimana arah untuk mencapai jalan keluar yang terdekat tidak kelihatan (lihat contoh pada
lampiran).
5.5.2

Indikator Arah.

a).

Indikator arah harus ditempatkan di luar tulisan EKSIT (EXIT) ,

b).

minimal 1 cm dari setiap huruf, dan ;

c).

harus dimungkinkan menyatu atau terpisah dari papan tanda arah.

d).

Indikator arah harus bergambar Chevron seperti ditunjukkan dalam gambar 5.5.2.d,
dan ;

Gambar 5.5.2.d : Chevron


e).

harus terlihat sebagai tanda arah pada jarak minimum 12 m pada tingkat pencahayaan
rata-rata 300 Lux dalam kondisi normal dan 10 Lux dalam kondisi darurat di lantai.

f).

Indikator arah harus ditempatkan pada ujung tanda arah untuk arah yang ditunjukkan
(gambar 5.5.2.f).

12 dari 22

SNI 03-6574-2001

Gambar : 5.5.2.f : Tanda arah dan Eksit


5.5.3

Tanda Arah Khusus.

Setiap pintu, lorong, tangga yang bukan merupakan jalan keluar dan di tempatkan atau
diatur sehingga dapat mengakibatkan kesalahan, harus diberi tanda BUKAN EKSIT. Kata
BUKAN tinggi hurufnya minimal 5 cm, tebal 1 cm, dan kata EKSIT , tinggi hurufnya 2,5 cm
dimana kata EKSIT diletakkan dibawah kata BUKAN.

Gambar : 5.5.3.
5.5.4

Tanda Arah Elevator.

Elevator adalah bagian dari sarana jalan keluar yang mempunyai tanda arah dengan
ketinggian huruf minimal 1,6 cm di setiap lobi elevator;
Tanda arah Elevator dipasang untuk :
a).

tanda arah yang menunjukkan elevator yang dapat dipakai untuk jalan keluar,
termasuk ;

b).

tanda arah yang menunjukkan status beroperasinya elevator.

13 dari 22

SNI 03-6574-2001
5.6

Pengujian dan Pemeliharaan.

a).

Tanda arah jalan keluar harus diperiksa setiap jangka waktu maksimum 30 hari.

b).

Tanda arah jalan keluar yang pencahayaannya diperoleh dari batere sebagaimana
dibutuhkan dalam butir 5.4.5, harus diuji dan dipelihara sesuai butir 5.6.a.

Sistem Peringatan Bahaya.

6.1

Umum.

6.1.1
Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara
(public address) diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai
tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar
penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas, serta diyakinkan
bahwa mereka dalam perlindungan yang handal, sehingga tidak timbul kepanikan diantara
mereka yang bisa mencelakakan.
6.1.2

Sistem peringatan bahaya dimaksud terdiri dari :

a).

Perangkat penguat suara.

b).

Sistem komunikasi internal.

6.2

Lokasi Pemasangan.

6.2.1.
Sistem peringatan bahaya dan sistem komunikasi internal, mengacu pada
ketentuan yang berlaku dan harus dipasang :
a).

Secara umum pada bangunan berketinggian kurang dari 24 meter, kecuali :

b).

bangunan kelas 2 yang mempunyai ketinggian lebih dari dua lapis dan dipergunakan
untuk :
1).

bagian rumah dari sekolahan, atau

2).

akomodasi untuk orang usia lanjut, anak-anak, atau penyandang cacat.

3).

bangunan kelas 2 yang dipergunakan untuk perawatan orang usia lanjut, kecuali
bila :

4).

(a).

sistem alarmnya langsung memberikan peringatan kepada petugas, atau :

(b).

sistem alarmnya telah diatur sedemikian rupa tidak akan menimbulkan


kepanikan dan trauma, sesuai dengan kondisi pasien.

bangunan kelas 9a yang luas lantainya lebih dari 1.000 m2 atau tingginya lebih
dari dua lantai dengan pengaturan sebagai berikut :
(a).

sistemnya dirancang memberikan peringatan langsung kepada petugas.

14 dari 22

SNI 03-6574-2001
(b).

5).

6.2.2
a).

b).

c).

di daerah bangsal perawatan, sistem alarmnya diatur volume dan isi


pesannya agar meminimalkan kepanikan dan trauma, sesuai dengan jenis
dan kondisi pasien.

bangunan kelas 9b :
(a).

untuk sekolah yang ketinggiannya tidak lebih dari tiga lantai.

(b).

untuk gedung pertunjukan, hall umum, atau sejenisnya yang luas lantainya
lebih dari 1.000 m2 atau ketinggiannya lebih dari dua lantai.

Secara spesifik, sistem peringatan bahaya harus dipasang :


pada gedung dengan ketinggian antara 24 meter sampai dengan 60 meter ;
1).

cukup sistem tata suara biasa.

2).

harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran.

3).

harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan
setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.

pada gedung dengan ketinggian lebih dari 60 meter ;


1).

harus ada sistem komunikasi satu arah.

2).

harus tersedia Pusat Pengendali Kebakaran.

3).

harus ada sistem komunikasi dua arah antara Pusat Pengendali Kebakaran dan
daerah sebagai berikut :
(a).

setiap lobi untuk pemadaman kebakaran.

(b).

setiap ruangan yang berisi alat-alat untuk pemadaman kebakaran, seperti


ruang pompa.

(c).

setiap ruangan yang berisi alat-alat untuk pengendalian asap.

(d).

setiap ruang mesin lif.

(e).

ruangan-ruangan lain
Pemadam Kebakaran.

yang

mungkin

dipersyaratkan

oleh

Instansi

Untuk hotel dan rumah sakit dengan ketinggian gedung lebih kecil dari 24 meter, harus
disediakan ;
1).

sistem tata suara biasa.

2).

loud speaker untuk pengumuman di setiap lobi, tangga dan tempat-tempat


strategis lainnya, sedemikian sehingga pengumuman dapat didengar di setiap
bagian dari gedung.

15 dari 22

SNI 03-6574-2001
d).

Gedung yang digunakan untuk hunian campuran (rumah tinggal dan komersial),
persyaratan pada butir 6.2.2.a dan 6.2.2.b berlaku bila ;
1).

hunian komersial berada hanya pada bagian bawah gedung.

2).

jika hunian komersial berada diatas hunian rumah tinggal, maka persyaratan
pada butir 6.2.2.a dan 6.2.2.b hanya berlaku bila diminta oleh Instansi Pemadam
Kebakaran.

6.3

Intensitas Suara.

6.3.1

Suara yang dikirimkan harus cukup kuat menjangkau setiap titik hunian.

6.3.2
Intensitas suara tidak boleh mengagetkan sehingga dapat menimbulkan
kepanikan.
6.3.3
Isi pesan harus bersifat menenangkan penghuni, menuntun dan memberi
petunjuk yang tepat dan jelas, tidak membingungkan.
6.4

Pusat Pengendali Kebakaran.

6.4.1
Satu Pusat Pengendali Kebakaran harus tersedia selain atas permintaan Instansi
Pemadam Kebakaran, jika gedung tersebut mempunyai :
a).

Lif kebakaran.

b).

Sistem komunikasi suara.

c).

Sistem pengendali asap.

6.4.2
Ukuran ruangan untuk Pusat Pengendali Kebakaran harus cukup besar untuk
pemasangan instalasi alat-alat kontrol dan lain-lain, termasuk alat-alat sistem isyarat bahaya
kebakaran (Fire alarm), ditambah ruangan kerja sebesar 6 m2. (lihat gambar 6.4.2).

Gambar 6.4.2 : Ruang Pusat Pengendali Kebakaran dilihat dari atas.

16 dari 22

SNI 03-6574-2001
6.4.3
Lokasi Pusat Pengendali Kebakaran harus terletak dekat lobi lif kebakaran (lihat
gambar 6.4.3).

Gambar 6.4.3: Letak Ruang Pusat Pengendali Kebakaran.


6.4.4
Konstruksi, fasilitas dan pencahayaan ruangan untuk Pusat Pengendali
Kebakaran harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
6.4.5

Pusat Pengendali Kebakaran harus mempunyai :

a).

Sumber daya listrik cadangan untuk menjalankan alat-alat ventilasi mekanis.

b).

Dakting tersendiri (terpisah dari dakting untuk ruangan lain), lihat gambar 6.4.5.

Gambar 6.4.5 : Ventilasi Mekanis pada Ruang Pusat Pengendali Kebakaran

17 dari 22

SNI 03-6574-2001
6.5

Komunikasi Radio.

6.5.1
Jika diminta oleh Instansi Pemadam Kebakaran, maka di besmen harus ada
Fasilitas Komunikasi Radio.
6.5.2
Lokasinya harus berada di daerah yang aman seperti di Pusat Pengendali
Kebakaran.
6.5.3
Rentang frekuensinya : 470 ~ 490 MHz, kecuali ditentukan lain oleh pihak yang
berwenang.

18 dari 22

SNI 03-6574-2001

Apendiks
Klasifikasi bangunan.
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.

A.1.

Kelas 1 : Bangunan Hunian Biasa.

satu atau lebih bangunan yang merupakan :


a).

b).

Klas 1a : Bangunan Hunian Tunggal, berupa :


1).

satu rumah tunggal ; atau

2).

satu atau lebih bangunan hunian gandeng, yang masing-masing bangunannya


dipisahkan dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret, rumah
taman, unit town house, villa, atau

Klas 1b : Rumah Asrama/kost, Rumah Tamu, Hostel,


atau sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih
dari 12 orang secara tetap,
dan tidak terletak di atas atau di bawah bangunan hunian lain atau bangunan klas lain
selain tempat garasi pribadi.

A.2.

Klas 2 : Bangunan Hunian yang terdiri atas 2 atau lebih Unit Hunian,

yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.

A.3.

Klas 3 : Bangunan Hunian di Luar Bangunan klas 1 atau 2,

yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang
yang tidak berhubungan, termasuk :
a).

rumah asrama, rumah tamu, losmen ; atau

b).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau

c).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau

d).

panti untuk orang berumur, cacat, atau anak-anak; atau

e).

bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan perawatan kesehatan yang
menampung karyawan-karyawannya.

19 dari 22

SNI 03-6574-2001

A.4.

Klas 4 : Bangunan Hunian Campuran.

tempat tinggal yang berada di dalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8, atau 9 dan merupakan
tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut.

A.5.

Klas 5 : Bangunan Kantor.

bangunan gedung yang dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan


administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan klas 6, 7, 8 atau 9.

A.6.

Klas 6 : Bangunan Perdagangan.

bangunan toko atau bangunan lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan barangbarang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung kepada masyarakat, termasuk :
a).

ruang makan, kafe, restoran ; atau

b).

ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari suatu hotel atau motel ;
atau

c).

tempat gunting rambut/salon, tempat cuci umum; atau

d).

pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.

A.7.

Klas 7 : Bangunan Penyimpanan/gudang.

bangunan gedung yang dipergunakan penyimpanan, termasuk :


a).

tempat parkir umum; atau

b).

gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk dijual atau cuci gudang.

A.8.

Klas 8 : Bangunan Laboratorium/Industri/Pabrik.

bangunan gedung laboratorium dan bangunan yang dipergunakan untuk tempat pemrosesan
suatu produksi, perakitan, perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.

A.9.

Klas 9 : Bangunan Umum.

bangunan gedung yang dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu :
a).

Klas 9a : bangunan perawatan kesehatan, termasuk bagian-bagian dari bangunan


tersebut yang berupa laboratorium.

b).

Klas 9b : bangunan pertemuan, termasuk bengkel kerja, laboratorium atau sejenisnya


di sekolah dasar atau sekolah lanjutan, hal, bangunan peribadatan, bangunan budaya
atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian dari bangunan yang merupakan klas
lain.

20 dari 22

SNI 03-6574-2001

A.10.

Klas 10 : Bangunan atau Struktur yang Bukan Hunian.

a).

Klas 10a : bangunan bukan hunian yang merupakan garasi pribadi, carport, atau
sejenisnya.

b).

Klas 10b : Struktur yang berupa pagar, tonggak, antena, dinding penyangga atau
dinding yang berdiri bebas, kolam renang, atau sejenisnya.

A.11.

Bangunan-bangunan yang tidak diklasifikasikan khusus.

Bangunan atau bagian dari bangunan yang tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan 1
sampai dengan 10 tersebut, dalam standar ini dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.

A.12.

Bangunan yang penggunaannya insidentil.

Bagian bangunan yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak mengakibatkan


gangguan pada bagian bangunan lainnya, dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan
dengan bangunan utamanya.

A.13.

Klasifikasi Jamak.

Bangunan dengan klasifikasi jamak adalah bila beberapa bagian dari bangunan harus
diklasifikasikan secara terpisah, dan :
a).

bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas lantai
dari suatu tingkat bangunan, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan dengan
klasifikasi utamanya ;

b).

klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a, dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;

c).

Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang ketel uap, atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak.

21 dari 22

SNI 03-6574-2001

Bibliografi
1

NFPA 101, Life Safety Code, 1997 edition, National Fire Protection Association.

Ron Cote, PE : Life Safety Code Handbook, National Fire Protection


Association.

Handbook on Fire Precautions in Buildings, 1997, Fire Safety Bureau,


Singapore Civil Defence Force.

22 dari 22

Anda mungkin juga menyukai