Anda di halaman 1dari 23

Jumat, 11 Maret 2016

K3 Dalam Pemancangan Tiang Pancang


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan industri yang pesat di Indonesia saat ini, baik di sektor formal maupun
informal, akan menimbulkan lapangan kerja baru dan menyerap tambahan angkatan kerja
baru. Beberapa kota sedang dan besar di Indonesia saat ini sedang giat-giatnya meningkatkan
sarana dan prasarana yang menunjang aktifitas dan fasilitas masyarakat yang semakin
berkembang, tak terkecuali Kota Palembang, yang sekarang sedang menjalankan PROGRAM
PALEMBANG EMAS 2018. Program ini dilaksanakan untuk meningkatkan potensi dan
peluang investasi kota Palembang dibidang sektor industri, sektor pertanian, sektor
perdagangan dan jasa, sektor pariwisata, dan sektor infrastruktur perkotaan. Empat proyek
besar nasional untuk menunjang kemajuan kota akan mulai dikerjakan tahun 2016 antara lain
pembangunan jembatan Musi IV, pembangunan rumah pompa bendung untuk mengatasi
banjir di Kota Palembang, pembangunan jembatan Musi VI, dan pembangunan Light Rail
Transit (LRT). Proyek-proyek di atas tentunya harus menggunakan pondasi yang kuat untuk
mendukung kokohnya konstruksi bangunan.
Semakin besar proyek konstruksi, tentunya akan menimbulkan permasalahan yang
semakin kompleks pula, termasuk di dalamnya permasalahan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3). Pengelolaan proyek yang baik, akan memperhatikan masalah K3 ini, sehingga
akan meminimalisir setiap potensi timbulnya kecelakaan kerja yang melibatkan tenaga kerja.
Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja proyek konstruksi menjadi prioritas yang harus
selalu diperhatikan.
Ancaman bahaya fisik terhadap pekerja tergolong besar dalam setiap proyek konstruksi.
Jenis-jenis bahaya yang terjadi sangat bervariasi sejak dari kebisingan, radiasi, perubahan
temperature secara ekstrim, getaran dan tekanan udara luar (barometric pressure). Pekerjaan
konstruksi seringkali harus berlangsung di udara terbuka dengan angin kencang, hujan
disertai petir atau berkabut di malam hari. Kemajuan mekanisasi macam-macam peralatan
ternyata juga diiringi peningkatan intensitas dan frekuensi kebisingan serta bahaya yang lebih
vital. Semua adalah situasi yang mengancam keamanan dan kenyamanan dalam bekerja bagi
pekerja konstruksi. Diluar itu terdapat peralatan kerja, baik alat kerja tangan atau alat yang
tergolong berat disertai bermacam-macam bahan bangunan yang juga menjadi sumber bagi
ancaman keselamatan dan kesehatan kerja. Itulah sebabnya pekerja konstruksi tergolong
bahaya, sulit, dan kotor, sehingga ada yang menganggap pekerjaann ini sebagai pekerjaan
yang rendah. Selain itu, terjadinya kecelakaan yang menyebabkan pekerja yang juga pencari
nafkah bagi keluarganya menderita cacat sementara atau cacat tetap sehingga tidak mampu
bekerja, mengidap penyakit yang sulit ditemukan dan bahkan meninggal dunia, yang pada
akhirnya juga menyebabkan kerugian finansial yang tidak sedikit. Belum terhitung jika
terjadi kerusakan pada pekerjaan yang sudah ditangani, kerusakan peralatan dan bahan,
keharusan mencari tenaga pengganti yang setaraf, serta jam-jam kerja yang hilang sementara
biaya operasi bagi Kontraktor berjalan terus. Baik yang bisa ditutup oleh Social Security
ataupun asuransi komersil kerugian secara finansial itu akhirnya tidak sedikit jumlahnya.
Pondasi tiang pancang (Pile Foundation) adalah bagian dari struktur yang digunakan
untuk menerima dan menstransfer (menyalurkan) beban dari struktur atas ke tanah penunjang
yang terletak pada kedalaman tertentu. Tiang pancang bentuknya tinggi dan langsing yang
menyalurkan beban ke tanah yang lebih dalam. Pondasi merupakan bagian penting dari
sebuah bangunan. Pondasi yang kuat akan membuat bangunan menjadi lebih kokoh berdiri,
tahan lama dan tahan berbagai masalah. Dari hasil survey (Seria, 2016) pemasangan tiang
pancang baja di Palembang menggunakan metode Hammer Pile karena kondisi tanah yang
memiliki texture yang kasar/kesap. Metode Hammer Pile menghasilkan getaran keras dan
tidak ramah terhadap lingkungan sekitarnya. Pekerjaan pondasi sendiri sebenarnya
membutuhkan perhatian khusus karena walaupun terlihat mudah tetapi sebenarnya cukup
rumit dan rawan terjadi kecelakaan kerja. Sumber kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh
dua hal yaitu tindakan yang tidak aman dan kondisi fisik atau lokasi proyek yang tidak aman.
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja ini. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mutlak harus
dilaksanakan untuk keamanan pekerja di lapangan. Namun pelaksanaan peraturan
keselamatan dan kesehatan kerja ini, khususnya di pekerjaan pondasi kurang mendapat
perhatian dan seringkali diabaikan oleh para pekerjanya sendiri, sehingga hal ini
mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Seperti pada Gambar
1 terlihat bahwa pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan
prosedur. Dua orang pekerja hanya menggunakan sepatu safety dan tidak menggunakan
helm, masker, sarung tangan, serta pakaian kerja untuk melindungi dirinya. Selain itu
operator alat juga tidak menggunakan APD berupa pelindung kepala. Hasil survey (Seria,
2016) ternyata Peraturan tentang K3 yang telah ditetapkan di perusahaan belum tentu
sepenuhnya dipatuhi oleh para pekerjanya. Kepatuhan terhadap K3 juga tergantung dari diri
pekerjanya sendiri. Seorang pekerja yang merasa bahwa dirinya harus selalu aman pada saat
bekerja, maka dia akan mematuhi peraturan tersebut dan demikian pula sebaliknya. Kecuali
jika perusahaan tidak pernah menyediakan rambu-rambu K3 yang menyebabkan kesadaran
yang rendah dari para pekerjanya untuk mentaati peraturan-peraturan pada saat bekerja.
Gambar 1. Pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016)

Pada Gambar 2 terlihat bahwa pekerja sedang merakit cincin pada tulangan untuk pondasi
tiang pancang, pekerja-pekerja ini sangat ceroboh dalam bekerja. Pengetahuan pekerja
tentang kesehatan dan keselamatan kerja masih sangat minim sekali. Terlihat bahwa para
pekerja ini tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) sama sekali. Tidak memakai pakaian
kerja, pelindung kaki, pelindung kepala, dan pelindung tangan pada saat bekerja. Padahal
sisa-sisa plat baja pada saat pelaksanaan penulangan dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja.
Pelaksanaan penulangan jika tidak dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman dan ahli
didalam bidangnya maka akan menimbulkan bahaya seperti : tertimpa besi tulangan, terkena
kawat tulangan, jika bekerja pada ketinggian tertentu akan mengakibatkan tertimpa benda
jatuh bekisting/besi tulangan, bahaya akibat pembengkokan tulangan. Pembengkokan
tulangan dengan menggunakan alat pembengkok tulangan harus dilakukan dengan hati-hati,
menggunakan alat yan sesuai dan ada jarak yang cukup antar pekerja. Oleh karena itu pekerja
harus dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu helm, sarung tangan, sepatu safety
dan pakaian kerja.
Gambar 2. Pekerja yang sedang merangkai tulangan pondasi tiang pancang yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di
Palembang , 2016).

Pada Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa pekerja sedang memasang tulangan kedalam
tiang pancang. Para pekerja ini justru tidak memakai alas kaki sama sekali. Hal ini sangat
membahayakan bagi pekerja apabila terdapat benda-benda kecil yang tidak terlihat oleh para
pekerja, dan akan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja. Adapun ketentuan-ketentuan
dalam pemasangan tulangan yaitu besi tulangan yang meronjok keluar dari lantai harus diberi
pelindung, bila melakukan penyambugan besi tulangan maka ujung yang meronjok keluar
tidak boleh menimbulkan bahaya, besi tulangan tidak boleh disimpan pada perancah atau
papan acuan yang dapat membahayakan kestabilannya.
Gambar 3. Pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Gambar 4. Pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ditempat rawan (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).

Dari keempat Gambar di atas pekerja cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan
keselamatan walaupun itu sangat berguna untuk kepentingannya sendiri. Pekerja seringkali
tidak mengikuti langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam Standard Operating Procedure
(SOP) dan hanya bekerja berdasarkan pengalaman saja. Salah satu metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya adalah dengan menggunakan JSA (Job Safety
Analysis) yang dalam pelaksanaannya lebih ditekankan pada identifikasi bahaya pada setiap
langkah-langkah pekerjaan beserta pengendaliannya. Hasil survey (Anazthasya, 2016)
ternyata belum semua sistem manajemen K3 yang direncanakan oleh perusahaan-perusahaan
kontraktor pemancangan diaplikasikan dengan baik di lapangan. Padahal Perusahaan sudah
menyediakan rambu-rambu K3 untuk meningkatkan kesadaran bagi para pekerjanya untuk
mentaati peraturan-peraturan. Pekerjaan pondasi sendiri sebenarnya membutuhkan perhatian
khusus karena walaupun terlihat mudah tetapi sebenarnya cukup rumit dan rawan terjadi
kecelakaan kerja. Sumber kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan
yang tidak aman dan kondisi fisik atau lokasi proyek yang tidak aman. Oleh karena itu
dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja ini.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mutlak harus dilaksanakan untuk
keamanan pekerja di lapangan. Namun pelaksanaan peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja ini, khususnya di pekerjaan pondasi kurang mendapat perhatian dan seringkali
diabaikan oleh para pekerjanya sendiri, sehingga hal ini mengakibatkan banyak terjadi
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Berdasarkan permasalahan di atas penulis bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai K3 dalam proses pemancangan tiang pancang.

1.2 Perumusan Masalah


Dengan ditulisnya artikel ini akan memperkecil risiko terjadinya kecelakaan dan
meningkatkan Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pekerjaan tiang pancang.

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pekerjaan tiang
pancang.

1.4 Manfaat
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pentingnya K3 dalam Sektor formal
terutama dalam pekerjaan pemancangan tiang pancang.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kesehatan dan Keselamatan Kerja


2.1.1. Pengertian
Keselamatan berasal dari bahasa Inggris yaitu kata ‘safety’ dan biasanya selalu dikaitkan
dengan keadaan terbebasnya seseorang dari peristiwa celaka (accident) atau nyaris celaka
(near-miss). Jadi pada hakekatnya keselamatan sebagai suatu pendekatan keilmuan maupun
sebagai suatu pendekatan praktis mempelajari faktor-faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kecelakaan dan berupaya mengembangkan berbagai cara dan pendekatan untuk
memperkecil resiko terjadinya kecelakaan (Syaaf, 2007).
Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan
keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak
selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan sedangkan kesehatan kerja yaitu terhindarnya
dari penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya.
Sedangkan pendapat Leon C Meggison yang dikutip oleh Prabu Mangkunegara (2000:161)
bahwa istilah keselamatan mencakup kedua istilah yaitu resiko keselamatan dan resiko
kesehatan. Dalam kepegawaian, kedua istilah tersebut dibedakan, yaitu Keselamatan kerja
menunjukan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian
ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah
tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan, dan pendengaran. Semua itu sering dihubungkan
dengan perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas-tugas kerja yang
membutuhkan pemeliharaan dan latihan. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
keselamatan adalah suatu usaha untuk mencegah terjadinya kecelakaan sehingga manusia
dapat merasakan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian
terutama untuk para pekerja konstruksi. Agar kondisi ini tercapai di tempat kerja maka
diperlukan adanya keselamatan kerja. Keselamatan kerja secara filosofi diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil
budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan
penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja (Purnama, 2010).
Menurut Undang- Undang No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang –Undang
No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera
dari badan, jiwa, sosial dan mental yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis. Pada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :
1. Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak
adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh
berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.

 Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.


 Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan
emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
 Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur,
pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang
Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
Dengan perkataanain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah
dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungandengan orang lain atau
kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status
sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti
mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya
sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh
sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni
mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi
siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan
lainnya bagi usia lanjut.

2.1.2. K3 dalam Pekerjaan Pondasi


Setelah tanah bersih dan rata, dilanjutkan kemudian dengan pemancangan tiang pondasi
yang biasa disebut dengan tiang pancang. Sebelum pemancangan ini perlu dilakukan terlebih
dahulu titik-titik pondasi tersebut. Setelah titik-titik pondasi ditentukan, barulah proses
pemancangan dilakukan. Proses pemancangan ini harus sangat diperhatikan, karena saat
proses pemancangan, dapat terjadi berbagai kesalahan. Operator mesin pancang diharapkan
terus mengontrol posisi tiang pancang. Dalamnya pondasi tiang pancang yang tertanam di
dalam tanah tergantung dari jenis dan kondisi tanah tersebut, karena pondasi tiang pancang
harus berdiri di atas tanah yang keras.
Persyaratan umum mesin pancang antara lain :

1. Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat. Hal ini bertujuan untuk menyalurkan beban
pondasi ke tanah keras, untuk menahan beban vertical, lateral, dan beban uplift.
Gambar 5. Mesin pemancang dengan landasan kayu gelondongan (sumber : pembangunan pondasi tiang
pancang jembatan di Palembang , 2016).

2. Untuk mencegah mencegah bahaya mesin pemancang harus diberi tali atau rantai
secukupnya

Gambar 6. Mesin pemancang dengan kerek dan tali (sumber : pembangunan pondasi 1 tiang pancang jembatan
di Palembang , 2016).
1. Mesin pemancang tidak boleh digunakan didekat jaringan listrik yang tidak diamankan
sebelumya. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari bahaya robohnya jaringan listrik yang
ada disekitar lokasi pemancangan. Pada gambar 7 mesin pancang sudah memenuhi syarat K3,
akan tetapi pekerjanya yang tidak memenuhi syarat K3. Pekerja ini tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu penutup telinga yang berguna untuk melindungi telinga dari
bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan
bising. Terkadang efeknya bersifat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising
tanpa penutup telinga ini. Selain itu pekerja ini tidak menggunakan pakaian kerja, tidak
menggunakan sarung tangan melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama
menjalankan kegiatan pemancangan, tidak menggunakan kacamata kerja untuk melidungi
mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh
karenanya mata perlu diberikan perlindungan.

Gambar 7. Instalasi alat pemancang yang dekat dengan tiang listrik (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang
pancang jembatan di Palembang , 2016).

1. Bila digunakam dua buah mesin pemancang maka jarak antara mesin-mesin tersebut sekurang
kurangnya sepanjang kakinya yang terpanjang.
2. Untuk mencapai lantai kerja dan roda penggerak pada ujung atas harus berupa tangga yang
memenuhi syarat keselamatan.
3. Tiang –tiang yang dikerek dengan tali harus diangkat sedemikian rupa sehingga tidak berputar-putar
atau mengayun.
Gambar 8. Cara pengangkatan tiang pancang menggunakan kerek dengan tali (sumber : pembangunan
pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).

7. Bila tiang sedang dibawa ke posisi pemancangan tidak boleh diarahkan dengan tangan
tetapi harus dengan tali pengarah.

Gambar 9. Pekerja yang menggunakan tali pada saat pemancangan (sumber : pembangunan pondasi tiang
pancang baja jembatan di Palembang , 2016).

8. Lantai kerja dan tempat kerja operator alat pemancang harus terlindung dari cuaca.
Gambar 10. Lokasi kerja yang harus terlindung dari cuaca (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang pancang
jembatan di Palembang , 2016).

9. Pada saat tidak digunakan palu mesin pemancang harus terkunci di bagian bawah.
Gambar 11. Palu mesin pemancang yang sudah terkunci saat tidak dioperasikan (sumber :
pembangunan pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).

10. Tiang pancang harus tersusun rapi


Gambar 12. Tiang pancang yang sudah tersusun dengan rapi dilokasi kerja (sumber : pembangunan pondasi 2
tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).

11. Semua yang terlibat dalam pemancangan harus mengunakan APD yang memenuhi Syarat.

Gambar 13. Pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Syarat-syarat khusus mesin pancang di air
1. Bila mesin pancang digunakan di permukaan air maka harus dipatuhi persyaratan-persyaratan
khusus dan disiapkan sebuah motor boat yang dapat digunakan setiap saat dan setiap pekerja
diajarkan mengemudikan.

Gambar 13. Ponton yang digunakan untuk mengangkat mesin pemancang tiang pancang (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)

2. Mesin pancang terapung harus dilengkapi sirine, peluit, tuter atau alat signal lainnya.
3. Mesin pancang terapung harus dilengkapi pemadam kebakaran.
4. Berat muatan harus didistribusikan dengan sama rata sehingga deck pelampung selalu
horizontal.
5. Lambung dari mesin pancang harus terbagi-bagi menjadi bagian yang anti bocor.
6. Bagian-bagian antibocor harus diberi semacam bejana yang berhubungan untuk menghisap
keluar air yang masuk.
7. Pintu-pintu lantai deck harus mempunyai penutup.
8. Lubang-lubang pada lantai deck harus diberi pagar atau pengaman.
9. Tangki bahan bakar dibawah deck harus ada lubang angina dan diberi alat pencegah api.
10. Untuk setiap tangki bahan bakar deck harus ada keran penyetop aliran yang dipasang
dibatas deck.
11. Roda pengerak yang cukup harus dipasang pada deck untuk mengarahkan mesin pemancang
dengan aman ke semua jurusan.
Gambar 14.(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)

12. Kamar kemudi harus mempunyai pemandangan yang luas dan tidak terhalang benda

2.1.2. Alat Pelindung Diri (APD)


Alat Pelindung Diri selanjutnya disebut APD adalah seperangkat alat yang digunakan
oleh tenaga kerja untuk melindungi seluruh dan atau sebagian tubuh dari adanya
kemungkinan potensi bahaya dan kecelakaan kerja (Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia NomorPer.08/MEN/VII/2010).

1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter lokasi proyek
konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya pakaian
kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang
bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan
sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
Gambar 14. Pakaian kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).

2. Sepatu Kerja

Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja
konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-
mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah.
Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari
atas.

Gambar 15. Sepatu kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).

3. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi
yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang
terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan.
Gambar 16. Kacamata kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).

4. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam
selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan
adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti mendorong
gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan
yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.

Gambar 17. Sarung tangan kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).

5. Helm
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan
keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai
peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas,
misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas.
Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih rendah
yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.
Gambar 18. Helm Kerja kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).

6. Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu
atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atausafety
belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja
pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower.

7. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin
yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka
panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini.

Gambar 19. Penutup Telinga yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).

8. Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat kondisi
lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil
yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong,
mengamplas, mengerut kayu.

Gambar 20. Masker yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).

9. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk itu, pelaksana
konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama.
Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang harus ada dan disediakan oleh
kontraktor dan harusnya sudah menjadi kewajiban. Tindakan preventif
jauh lebih baik untuk mengurangi resiko kecelakaan.
Gambar 21. P3K yang digunakan pekerja jika terjadi kecelakaan kerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).

2.1.3 Contoh Pemancangan Tiang Pancang yang Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) dan Tidak Menggunakan ALat Pelindung Diri (APD).
Pada Gambar 22 terlihat bahwa para pekerja tetap saja yang memakai Alat Pelindung Diri
(APD) dengan benar, sedangkan pekerja harian tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD)
sama sekali dalam bekerja. Seharusnya pekerja harian itu diberi Alat Pelindung Diri (APD)
juga untuk melindungi dirinya dari bahaya-bahaya pada saat pemancangan tiang pancang.
Gambar 22. Pekerja tetap saja yang memakai APD sedangkan pekerjaan harian tidak memakai APD

2.1.4 Video Pemancangan Tiang Pancang


Pengelasan Tiang Pancang
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di
Palembang , 2016)

Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)

Pengecoran
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)

Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Pada dasarnya UU Keselamatan Kerja
yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses
produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan
teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak.
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Dan dari hasil survey penulis (Seria dan Anazthasya, 2016) menunjukkan bahwa perlu
adanya peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang mundukung akan pentingnya
pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada waktu melakukan pemancangan tiang pancang.

3.2. Saran
Setelah melakukan survey dapat disarankan :
1. Bagi Dinas Kesehatan perlu meningkatkan pemantauan, penyuluhan, dan pembinaan
keselamatan dan kesehatan tenaga pengelas mengenai pentingnya pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD) pada saat pemancangan tiang pancang.
2. Setiap perusahaan diharapkan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 bagi para
pekerjanya dan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam pemancangan tiang pancang.

DAFTAR PUSTAKA
Z. Syaaf Ridwan. 2007. Occupational Health And Safety Behaviour dalam Modul Kuliah.
Departemen K3 FKM Universitas Indonesia. Depok.

Silalahi, Bennet N.B [dan] Silalahi, Rumondang. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Pustaka Binaman Pressindo.

Leon C. Megginson. 1981. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bandung. Penerbit Refika
Aditama.

Purnama, Hadi. 2010. http://hadipurnama.wordpress.com/2010/01/22/Kesehatan-dan-


Keselamatan-Kerja-Lingkungan-Hidup.

Anda mungkin juga menyukai