Pada Gambar 2 terlihat bahwa pekerja sedang merakit cincin pada tulangan untuk pondasi
tiang pancang, pekerja-pekerja ini sangat ceroboh dalam bekerja. Pengetahuan pekerja
tentang kesehatan dan keselamatan kerja masih sangat minim sekali. Terlihat bahwa para
pekerja ini tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD) sama sekali. Tidak memakai pakaian
kerja, pelindung kaki, pelindung kepala, dan pelindung tangan pada saat bekerja. Padahal
sisa-sisa plat baja pada saat pelaksanaan penulangan dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja.
Pelaksanaan penulangan jika tidak dilakukan oleh tenaga yang berpengalaman dan ahli
didalam bidangnya maka akan menimbulkan bahaya seperti : tertimpa besi tulangan, terkena
kawat tulangan, jika bekerja pada ketinggian tertentu akan mengakibatkan tertimpa benda
jatuh bekisting/besi tulangan, bahaya akibat pembengkokan tulangan. Pembengkokan
tulangan dengan menggunakan alat pembengkok tulangan harus dilakukan dengan hati-hati,
menggunakan alat yan sesuai dan ada jarak yang cukup antar pekerja. Oleh karena itu pekerja
harus dilengkapi dengan Alat Pelindung Diri (APD) yaitu helm, sarung tangan, sepatu safety
dan pakaian kerja.
Gambar 2. Pekerja yang sedang merangkai tulangan pondasi tiang pancang yang tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di
Palembang , 2016).
Pada Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa pekerja sedang memasang tulangan kedalam
tiang pancang. Para pekerja ini justru tidak memakai alas kaki sama sekali. Hal ini sangat
membahayakan bagi pekerja apabila terdapat benda-benda kecil yang tidak terlihat oleh para
pekerja, dan akan mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja. Adapun ketentuan-ketentuan
dalam pemasangan tulangan yaitu besi tulangan yang meronjok keluar dari lantai harus diberi
pelindung, bila melakukan penyambugan besi tulangan maka ujung yang meronjok keluar
tidak boleh menimbulkan bahaya, besi tulangan tidak boleh disimpan pada perancah atau
papan acuan yang dapat membahayakan kestabilannya.
Gambar 3. Pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur(sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Gambar 4. Pekerja yang tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) ditempat rawan (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Dari keempat Gambar di atas pekerja cenderung untuk berperilaku dengan mengabaikan
keselamatan walaupun itu sangat berguna untuk kepentingannya sendiri. Pekerja seringkali
tidak mengikuti langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam Standard Operating Procedure
(SOP) dan hanya bekerja berdasarkan pengalaman saja. Salah satu metode yang digunakan
untuk mengidentifikasi potensi bahaya adalah dengan menggunakan JSA (Job Safety
Analysis) yang dalam pelaksanaannya lebih ditekankan pada identifikasi bahaya pada setiap
langkah-langkah pekerjaan beserta pengendaliannya. Hasil survey (Anazthasya, 2016)
ternyata belum semua sistem manajemen K3 yang direncanakan oleh perusahaan-perusahaan
kontraktor pemancangan diaplikasikan dengan baik di lapangan. Padahal Perusahaan sudah
menyediakan rambu-rambu K3 untuk meningkatkan kesadaran bagi para pekerjanya untuk
mentaati peraturan-peraturan. Pekerjaan pondasi sendiri sebenarnya membutuhkan perhatian
khusus karena walaupun terlihat mudah tetapi sebenarnya cukup rumit dan rawan terjadi
kecelakaan kerja. Sumber kecelakaan kerja dapat disebabkan oleh dua hal yaitu tindakan
yang tidak aman dan kondisi fisik atau lokasi proyek yang tidak aman. Oleh karena itu
dibutuhkan komitmen dari pimpinan untuk penerapan keselamatan dan kesehatan kerja ini.
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, mutlak harus dilaksanakan untuk
keamanan pekerja di lapangan. Namun pelaksanaan peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja ini, khususnya di pekerjaan pondasi kurang mendapat perhatian dan seringkali
diabaikan oleh para pekerjanya sendiri, sehingga hal ini mengakibatkan banyak terjadi
kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Berdasarkan permasalahan di atas penulis bertujuan
untuk memberikan informasi mengenai K3 dalam proses pemancangan tiang pancang.
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja dalam pekerjaan tiang
pancang.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi dan pengetahuan tentang pentingnya K3 dalam Sektor formal
terutama dalam pekerjaan pemancangan tiang pancang.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat. Hal ini bertujuan untuk menyalurkan beban
pondasi ke tanah keras, untuk menahan beban vertical, lateral, dan beban uplift.
Gambar 5. Mesin pemancang dengan landasan kayu gelondongan (sumber : pembangunan pondasi tiang
pancang jembatan di Palembang , 2016).
2. Untuk mencegah mencegah bahaya mesin pemancang harus diberi tali atau rantai
secukupnya
Gambar 6. Mesin pemancang dengan kerek dan tali (sumber : pembangunan pondasi 1 tiang pancang jembatan
di Palembang , 2016).
1. Mesin pemancang tidak boleh digunakan didekat jaringan listrik yang tidak diamankan
sebelumya. Hal ini dilakukan untuk menghindari dari bahaya robohnya jaringan listrik yang
ada disekitar lokasi pemancangan. Pada gambar 7 mesin pancang sudah memenuhi syarat K3,
akan tetapi pekerjanya yang tidak memenuhi syarat K3. Pekerja ini tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD) yaitu penutup telinga yang berguna untuk melindungi telinga dari
bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin yang memiliki volume suara yang cukup keras dan
bising. Terkadang efeknya bersifat jangka panjang, bila setiap hari mendengar suara bising
tanpa penutup telinga ini. Selain itu pekerja ini tidak menggunakan pakaian kerja, tidak
menggunakan sarung tangan melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam selama
menjalankan kegiatan pemancangan, tidak menggunakan kacamata kerja untuk melidungi
mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi yang beterbangan di tiup angin. Mengingat
partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh
karenanya mata perlu diberikan perlindungan.
Gambar 7. Instalasi alat pemancang yang dekat dengan tiang listrik (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang
pancang jembatan di Palembang , 2016).
1. Bila digunakam dua buah mesin pemancang maka jarak antara mesin-mesin tersebut sekurang
kurangnya sepanjang kakinya yang terpanjang.
2. Untuk mencapai lantai kerja dan roda penggerak pada ujung atas harus berupa tangga yang
memenuhi syarat keselamatan.
3. Tiang –tiang yang dikerek dengan tali harus diangkat sedemikian rupa sehingga tidak berputar-putar
atau mengayun.
Gambar 8. Cara pengangkatan tiang pancang menggunakan kerek dengan tali (sumber : pembangunan
pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
7. Bila tiang sedang dibawa ke posisi pemancangan tidak boleh diarahkan dengan tangan
tetapi harus dengan tali pengarah.
Gambar 9. Pekerja yang menggunakan tali pada saat pemancangan (sumber : pembangunan pondasi tiang
pancang baja jembatan di Palembang , 2016).
8. Lantai kerja dan tempat kerja operator alat pemancang harus terlindung dari cuaca.
Gambar 10. Lokasi kerja yang harus terlindung dari cuaca (sumber : pembangunan pondasi 2 tiang pancang
jembatan di Palembang , 2016).
9. Pada saat tidak digunakan palu mesin pemancang harus terkunci di bagian bawah.
Gambar 11. Palu mesin pemancang yang sudah terkunci saat tidak dioperasikan (sumber :
pembangunan pondasi 2 tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
11. Semua yang terlibat dalam pemancangan harus mengunakan APD yang memenuhi Syarat.
Gambar 13. Pekerja yang menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai dengan prosedur (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang jembatan di Palembang , 2016).
Syarat-syarat khusus mesin pancang di air
1. Bila mesin pancang digunakan di permukaan air maka harus dipatuhi persyaratan-persyaratan
khusus dan disiapkan sebuah motor boat yang dapat digunakan setiap saat dan setiap pekerja
diajarkan mengemudikan.
Gambar 13. Ponton yang digunakan untuk mengangkat mesin pemancang tiang pancang (sumber :
pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
2. Mesin pancang terapung harus dilengkapi sirine, peluit, tuter atau alat signal lainnya.
3. Mesin pancang terapung harus dilengkapi pemadam kebakaran.
4. Berat muatan harus didistribusikan dengan sama rata sehingga deck pelampung selalu
horizontal.
5. Lambung dari mesin pancang harus terbagi-bagi menjadi bagian yang anti bocor.
6. Bagian-bagian antibocor harus diberi semacam bejana yang berhubungan untuk menghisap
keluar air yang masuk.
7. Pintu-pintu lantai deck harus mempunyai penutup.
8. Lubang-lubang pada lantai deck harus diberi pagar atau pengaman.
9. Tangki bahan bakar dibawah deck harus ada lubang angina dan diberi alat pencegah api.
10. Untuk setiap tangki bahan bakar deck harus ada keran penyetop aliran yang dipasang
dibatas deck.
11. Roda pengerak yang cukup harus dipasang pada deck untuk mengarahkan mesin pemancang
dengan aman ke semua jurusan.
Gambar 14.(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
12. Kamar kemudi harus mempunyai pemandangan yang luas dan tidak terhalang benda
1. Pakaian Kerja
Tujuan pemakaian pakaian kerja adalah melindungi badan manusia terhadap pengaruh-
pengaruh yang kurang sehat atau yang bisa melukai badan. Mengingat karakter lokasi proyek
konstruksi yang pada umumnya mencerminkan kondisi yang keras maka selayakya pakaian
kerja yang digunakan juga tidak sama dengan pakaian yang dikenakan oleh karyawan yang
bekerja di kantor. Perusahaan yang mengerti betul masalah ini umumnya menyediakan
sebanyak 3 pasang dalam setiap tahunnya.
Gambar 14. Pakaian kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).
2. Sepatu Kerja
Sepatu kerja (safety shoes) merupakan perlindungan terhadap kaki. Setiap pekerja
konstruksi perlu memakai sepatu dengan sol yang tebal supaya bisa bebas berjalan dimana-
mana tanpa terluka oleh benda-benda tajam atau kemasukan oleh kotoran dari bagian bawah.
Bagian muka sepatu harus cukup keras supaya kaki tidak terluka kalau tertimpa benda dari
atas.
Gambar 15. Sepatu kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).
3. Kacamata Kerja
Kacamata pengaman digunakan untuk melidungi mata dari debu kayu, batu, atau serpih besi
yang beterbangan di tiup angin. Mengingat partikel-partikel debu berukuran sangat kecil yang
terkadang tidak terlihat oleh mata. Oleh karenanya mata perlu diberikan perlindungan.
Gambar 16. Kacamata kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).
4. Sarung Tangan
Sarung tangan sangat diperlukan untuk beberapa jenis pekerjaan. Tujuan utama
penggunaan sarung tangan adalah melindungi tangan dari benda-benda keras dan tajam
selama menjalankan kegiatannya. Salah satu kegiatan yang memerlukan sarung tangan
adalah mengangkat besi tulangan, kayu. Pekerjaan yang sifatnya berulang seperti mendorong
gerobak cor secara terus-menerus dapat mengakibatkan lecet pada tangan
yang bersentuhan dengan besi pada gerobak.
Gambar 17. Sarung tangan kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).
5. Helm
Helm (helmet) sangat penting digunakan sebagai pelindung kepala, dan sudah merupakan
keharusan bagi setiap pekerja konstruksi untuk menggunakannya dengan benar sesuai
peraturan. Helm ini digunakan untuk melindungi kepala dari bahaya yang berasal dari atas,
misalnya saja ada barang, baik peralatan atau material konstruksi yang jatuh dari atas.
Memang, sering kita lihat kedisiplinan para pekerja untuk menggunakannya masih rendah
yang tentunya dapat membahayakan diri sendiri.
Gambar 18. Helm Kerja kerja yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).
6. Sabuk Pengaman
Sudah selayaknya bagi pekerja yang melaksanakan kegiatannya pada ketinggian tertentu
atau pada posisi yang membahayakan wajib mengenakan tali pengaman atausafety
belt. Fungsi utama tali pengaman ini adalah menjaga seorang pekerja dari kecelakaan kerja
pada saat bekerja, misalnya saja kegiatan erection baja pada bangunan tower.
7. Penutup Telinga
Alat ini digunakan untuk melindungi telinga dari bunyi-bunyi yang dikeluarkan oleh mesin
yang memiliki volume suara yang cukup keras dan bising. Terkadang efeknya buat jangka
panjang, bila setiap hari mendengar suara bising tanpa penutup telinga ini.
Gambar 19. Penutup Telinga yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri,
2016).
8. Masker
Pelidung bagi pernapasan sangat diperlukan untuk pekerja konstruksi mengingat kondisi
lokasi proyek itu sediri. Berbagai material konstruksi berukuran besar sampai sangat kecil
yang merupakan sisa dari suatu kegiatan, misalnya serbuk kayu sisa dari kegiatan memotong,
mengamplas, mengerut kayu.
Gambar 20. Masker yang digunakan pekerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik Sipil Polsri, 2016).
9. P3K
Apabila terjadi kecelakaan kerja baik yang bersifat ringan ataupun berat pada pekerja
konstruksi, sudah seharusnya dilakukan pertolongan pertama di proyek. Untuk itu, pelaksana
konstruksi wajib menyediakan obat-obatan yang digunakan untuk pertolongan pertama.
Demikianlah peralatan standar K3 di proyek yang memang harus ada dan disediakan oleh
kontraktor dan harusnya sudah menjadi kewajiban. Tindakan preventif
jauh lebih baik untuk mengurangi resiko kecelakaan.
Gambar 21. P3K yang digunakan pekerja jika terjadi kecelakaan kerja (sumber : Bengkel Terbuka Teknik
Sipil Polsri, 2016).
2.1.3 Contoh Pemancangan Tiang Pancang yang Menggunakan Alat Pelindung Diri
(APD) dan Tidak Menggunakan ALat Pelindung Diri (APD).
Pada Gambar 22 terlihat bahwa para pekerja tetap saja yang memakai Alat Pelindung Diri
(APD) dengan benar, sedangkan pekerja harian tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD)
sama sekali dalam bekerja. Seharusnya pekerja harian itu diberi Alat Pelindung Diri (APD)
juga untuk melindungi dirinya dari bahaya-bahaya pada saat pemancangan tiang pancang.
Gambar 22. Pekerja tetap saja yang memakai APD sedangkan pekerjaan harian tidak memakai APD
Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
Pengecoran
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
Pemasangan Tulangan
(sumber : pembangunan pondasi tiang pancang di dalam air pada jembatan di Palembang , 2016)
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,
sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang
pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Pada dasarnya UU Keselamatan Kerja
yang digunakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, menjamin suatu proses
produksi berjalan teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi berjalan
teratur dan sesuai rencana, dan mengatur agar proses produksi tidak merugikan semua pihak.
Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan perlindungan keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya untuk kesejahteraan dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Dan dari hasil survey penulis (Seria dan Anazthasya, 2016) menunjukkan bahwa perlu
adanya peningkatan pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang mundukung akan pentingnya
pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) pada waktu melakukan pemancangan tiang pancang.
3.2. Saran
Setelah melakukan survey dapat disarankan :
1. Bagi Dinas Kesehatan perlu meningkatkan pemantauan, penyuluhan, dan pembinaan
keselamatan dan kesehatan tenaga pengelas mengenai pentingnya pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD) pada saat pemancangan tiang pancang.
2. Setiap perusahaan diharapkan untuk menerapkan Sistem Manajemen K3 bagi para
pekerjanya dan menyediakan Alat Pelindung Diri (APD) dalam pemancangan tiang pancang.
DAFTAR PUSTAKA
Z. Syaaf Ridwan. 2007. Occupational Health And Safety Behaviour dalam Modul Kuliah.
Departemen K3 FKM Universitas Indonesia. Depok.
Silalahi, Bennet N.B [dan] Silalahi, Rumondang. 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Pustaka Binaman Pressindo.
Leon C. Megginson. 1981. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Bandung. Penerbit Refika
Aditama.