Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ANALISIS K3 DI INDUSTRI KERIPIK TEMPE “DINDA” DI

DAERAH SANAN KOTA MALANG

Oleh : Kelompok 3

Wahyu fajri R (195070209111004)

Ravika Purwanti (195070209111009)

Wardah Agustin Iriani (195070209111013)

Nindy Claudia Abrianti (195070209111019)

Dinda Amalia Okvie P (195070209111022)

Anis Mahruniya (195070209111027)

M. Irbat Malan (19500209111033)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2019

1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah. Penulis
menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam makalah ini,maka
dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis mengharap kritik dan saran
yang membangun sehingga dapat melengkapi kesempurnaan makalah ini.

Banyak pihak yang telah turut memberikan motivasi dan bantuan serta
bimbingan yang penulis terima selama proses penulisan makalah ini..

Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan


segala rahmat dan hidayah-Nya atas segala yang telah kita lakukan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya,amiin.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................. 1
1.2 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.3 Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 3
2.1 Analisis Situasi .................................................................................................. 3
2.2 Analisis Hazard di Tempat Kerja.................................................................... 5
2.3 Resiko Masalah Kesehatan di Tempat Kerja ................................................. 7
2.4 Sistem Manajemen Resiko/Standar Pelayanan K3 di Tempat Kerja .......... 8
BAB III............................................................................................................................... 9
ANALISIS JURNAL INTERVENSI ............................................................................... 9
3.1 Identitas Jurnal ................................................................................................. 9
3.2 Metode Penelitian.............................................................................................. 9
3.3 Hasil.................................................................................................................. 10
BAB IV ............................................................................................................................. 15
PEMBAHASAN .............................................................................................................. 15
4.1 Analisis Hazard ............................................................................................... 15
4.2 Resiko Masalah ............................................................................................... 15
4.3 Sistem Managemen Resiko ............................................................................. 16
BAB V .............................................................................................................................. 17
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 17
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 17
5.2 Saran ................................................................................................................ 17
LAMPIRAN..................................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Keselamatan dan kesehatan kerja dewasa ini merupakan istilah yang


yang sangat populer. Bahkan di dalam dunia industri istilah tersebut lebih
dikenal dengan singkatan K3 yang artinya keselamatan, dan kesehatan
kerja. Menurut Milyandra (2009) Istilah ‘keselamatan dan kesehatan kerja’,
dapat dipandang mempunyai dua sisi pengertian. Pengertian yang pertama
mengandung arti sebagai suatu pendekatan pendekatan ilmiah (scientific
approach) dan disisi lain mempunyai pengertian sebagai suatu terapan atau
suatu program yang mempunyai tujuan tertentu. Karena itu keselamatan dan
kesehatan kerja dapat digolongkan sebagai suatu ilmu terapan (applied
science). Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai suatu program didasari
pendekatan ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya
bahaya (hazard) dan risiko (risk) terjadinya penyakit dan kecelakaan,
maupun kerugian-kerugian lainya yang mungkin terjadi. Jadi dapat
dikatakan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu
pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko
kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi.( Rijanto, 2010 ).

Dengan melaksanakan K3 akan terwujud perlindungan terhadap


tenaga kerja dari risiko kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang
dapat terjadi pada waktu melakukan pekerjaan di tempat kerja. Dengan
dilaksanakannya perlindungan K3, diharapkan akan tercipta tempat kerja
yang aman, nyaman, sehat dan tenaga kerja yang produktif, sehingga akan
meningkatkan produktivitas kerja dan produktivitas perusahaan. Dengan
demikian K3 sangat besar peranannya dalam upaya meningkatkan
produktivitas perusahaan, terutama dapat mencegah korban manusia.

Dengan demikian untuk mewujudkan K3 perlu dilaksanakan dengan


perencanaan dan pertimbangan yang tepat, dan salah satu kunci
keberhasilannya terletak pada peran serta pekerja sendiri baik sebagai

1
subyek maupun obyek perlindungan dimaksud dengan memperhatikan
banyaknya risiko yang diperoleh.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui tentang Hazard, Resiko masalah di home industry, dan
System manejemen resiko di home industry.
1.3 Manfaat
Menambah pengetahuan tentang Hazard, Resiko masalah, dan system
manajemen resiko di home industry. Selain itu juga untuk memenuhi tugas
mata kuliah K3.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Situasi
A. Profil Pabrik
Pabrik yang diteliti yaitu pabrik keripik tempe. Pabrik ini terletak di
Jl. Sanan No.36 Kelurahan Purwantoro, Kecamatan Blimbing, Kota
Malang. Pemilik atas nama Bapak Lukman, didirikan pada bulan maret
tahun 2014 letaknya didekat rumah pemilik. Pada awalnya hanya pemilik
yang bertindak sebagai pekerja. 6 bulan kemudian mulailah ada pekerja
yang direkrut. Luas tempat kerja 10x8 m
B. Tenaga Kerja
Untuk saat ini, jumlah tenaga kerja di ditempat tersebut adalah 7
orang. 1 orang memotong tempe, 2 orang menggoreng keripik, 2 orang
dalam mengolah bumbu keripik tempe dan 2 orang pengemasan keripik
tempe. Berdasarkan hasil wawancara, mereka bekerja selama 3 setengah
tahun yang lalu.
C. Proses Produksi
a. Pemilihan Bahan Baku
Bahan baku merupakan faktor yang menentukkan dalam proses
produksi atau pembuatan bahan makanan. Bahan baku yang digunakan
merupakan bahan baku yang mutunya baik agar produk yang dihasilkan
juga berkualitas. Bahan baku yang dipilih untuk pembuatan keripik
tempe harus benar-benar bersih dalam pembuatan adonan keripik tempe
agar terjamin kualitasnya. Pemilik usaha keripik tempe memperoleh
bahan baku berupa tempe dari pemasok (produsen tempe) yang sudah
menjadi langganannya.
b. Pemotongan tempe/Pengiris Tempe
Proses pemotongan tempe merupakan hal yang sangat penting
dalam mengolah keripik tempe. Tempe akan dipotong/diiris menjadi
sangat tipis agar kualitas dalam keripik tempe menjadi renyah dan gurih.
Pemotongan atau pengirisan tempe yang paling baik adalah ketika tempe
selesai dipotong/diiris segera digoreng. Karena bila tempe setelah diiris

3
dan dibiarkan terlalu lama, maka spora pada tempe akan berkembang
biak lebih cepat sehingga dapat menyebabkan kerenyahan dari keripik
tempe menjadi berkurang (melempem/mengembang) serta beresiko tidak
hygienis.
c. Pembuatan Adonan
Proses selanjutnya adalah pencampuran bahan-bahan seperti
garam, gula, tepung beras, tepung kanji/tepung tapioka serta bumbu
aneka rasa lainnya untuk memodifikasi rasa dari keripik tempe tersebut.
Bumbu tersebut dicampurkan dengan larutan santan kelapa tujuannya
agar adonan tercampur dengan rata. Beberapa bumbu tersebut
mempunyai sifat sebagai antioksidan, sehingga dapat menghambat
perkembangan ransiditas (tengik).
d. Pencelupan Tempe ke Adonan
Sebelum proses pengorengan tempe, tempe harus dicelupkan satu
persatu ke dalam campuran tepung beras, tepung tapioka dan bahan
tambahan lainnya agar adonan tempe dapat mengikat pada tempe,
kemudian tempe digoreng dalam minyak yang sudah dipanaskan di atas
api yang besar sampai matang dan kering.
e. Pengorengan
Pada proses penggorengan keripik tempe terjadi 2x
penggorengan yaitu pertama saat menggoreng dengan bumbu yang sudah
dicampur dengan adonan menjadi setengah masak dan kedua digoreng
dengan tepung agar keripik tempe menjadi renyah dan gurih. Dalam
proses penggorengan ini merupakan hal yang penting karena harus
dengan minyak yang sudah panas agar hasilnya juga bagus.
f. Pengemasan
Dalam proses ini merupakan proses pengemasan dalam keripik
tempe ini untuk memberikan label macam-macam rasa, masa kadaluarsa
dan keterangan yang menjelaskan isi, kegunaan lain-lainnya yang dirasa
perlu disampaikan kepada para konsumen. Dalam pengemasan ini
mempunyai peran penting dalam pengawetan bahan pangan.

4
g. Pengantaran
Proses yang terakhir merupakan proses pengantaran yang
dilakukan oleh pemilik usaha sendiri untuk mengantarkan pesanan
ketempat tujuan. Pengantaran keripik ini sudah dikirim ke berbagai kota
contohnya kota jakarta, bandung dan kalimantan.
2.2 Analisis Hazard di Tempat Kerja
A. Bahaya Fisik Potensial
Lingkungan fisik meliputi keadaan fisik seperti kebisingan, radiasi, getaran,
iklim (cuaca) kerja, tekanan udara, penerangan serta hal-hal yang
berhubungan ditempat kerja. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan
potensial hazard lingkungan fisik dari usaha pembuatan keripik tempe
adalah sebagai berikut:
a) Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara/bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber darialat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapatmenimbulkan gangguan pendengaran
(Kepmennaker, 1999). Sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor
: KEP-51/MEN/1999 adalah 85 dBA untuk waktu pemajanan 8 jam
perhari. Dan untuk kebisingan lebih dari 140 dBa walaupun sesaat
pemajanan tidak diperkenankan. Suara bising yang terdapat dalam
proses pembuatan keripik tempe berasal dari proses pengeringan kripik
tempe yang sudah digoren dan proses pembuatan adonan dengan
menggunakan blender. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan
kepada pekerja menurutnya tidak mengganggu karena telah terbiasa.
Selama bekerja di tempat kerja para pekerja tidak ada kelainan pada alat
pendengarannya.
b) Pencahayaan
Pencahayaan merupakan salah satu faktor untuk mendapatkan keadaan
lingkungan yang aman dan nyaman dan berkaitan erat dengan
produktivitas manusia. Pencahayaan yang baik memungkinkan orang
dapat melihat objek-objek yang dikerjakannya secara jelas dan cepat.
Menurut sumbernya, pencahayaan dapat dibagi menjadi :

5
1) Pencahayaan alami
Pencahayaan alami adalah sumber pencahayaan yang berasal dari
sinar matahari. Dari pencahayaan sinar alami mempunyai banyak
keuntungan, selain untuk menghemat energi listrik juga dapat
membunuh kuman. Untuk mendapatkan pencahayaan yang alami
pada suatu ruangan diperlukan jendela yang besar ataupun dinding
kaca sekurang-kurangnya 1/6 dari luas lantai.
2) Pencahayaan buatan
Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang dihasilkan oleh
sumber cahaya selain cahaya alami. Pencahayaan buatan sangat
diperlukan apabila posisi ruangan tidak mencukupi dalam
pencahayaan. Fungsi pokok dari pencahayaan buataan ini baik yang
diterapkan secara tersendiri maupun yang dikombinasikan dengan
pencahayaan alami sebagai berikut:
 Menciptakan lingkungan yang memungkinkan penghuni melihat
secara detail serta terlaksananya tugas serta kegiatan visual
secara mudah dan tepat.
 Memungkinkan para pekerja berjalan dan bergerak secara
mudah dan aman.
 Tidak menimbukan pertambahan suhu udara yang berlebihan
pada tempat kerja.
 Memberikan pencahayaan dengan intensitas yang tetap
menyebar secara merata, tidak berkedip, tidak menyilaukan,
dan tidak menimbulkan bayang-bayang.
 Meningkatkan lingkungan visual yang nyaman dan
meningkatkan prestasi.
Berdasarkan hasil observasi yang
dilakukan usaha ini menggunakan 2 sumber penerangan yaitu pencahayaan
alami yang digunakan pada pagi-siang hari dan pencahayaan buatan pada
sore hari dengan menggunakan lampu.

6
B. Bahaya Fisik Biologi
Dalam potensial hazard di lingkungan biologis ini merupakan unsur-unsur
kehidupan (biologi) seperti debu organik, jamur, serangga, semut, kutu,
protozoa, bakteri, virus, atau enzim yang dapat menimbulkan reaksi alergi,
luka ataupun penyakit terhadap tubuh manusia
 Bakteri
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti
sel. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen
penyebab infeksi dan penyakit. Bakteri dapat ditemukan di hampir
semua tempat: di tanah, air, udara, dalam simbiosis dengan organisme
lain maupun sebagai agen parasit (patogen), Pada umumnya, bakteri
berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat berdiameter
hingga 700 μm.Bakteri dapat menempel pada proses
memotong/mengiris tempe, pembuatan adonan dan proses pengemasan
keripik tempe.
C. Bahaya Fisik Ergonomis
Potensial hazard lingkungan Ergonomis disebut sebagai human factor yang
berarti menyesuaikan suasana kerja dengan manusianya. Penerapan
ergonomi pada umumnya merupakan aktivitas dalam rancangan
pembangunan (desain) ataupun rancangan ulang (redesain). Sistem kerjanya
seperti penentuan jumlah istirahat, pemilihan jadwal pergantian shift kerja,
rotasi pekerjaan, prosedur kerja dan lain-lain. Dalam kaitannya dengan
pembuatan keripik tempe ergonomic juga mempunyai peranan penting. Ini
dapat dilihat dari kesesuaian tempat bekerja dan alat yang kurang baik.

2.3 Resiko Masalah Kesehatan di Tempat Kerja


A. Faktor Fisik
 Suara bising dapat menyebabkan ketulian
 Pencahayaan yang kurang efektif dapat menyebabkan gangguan pada
penglihatan
 Risiko luka bakar pada saat proses penggorengan keripik tempe
karena tidak menggunakan pelindung diri

7
B. Faktor Biologi
 Dapat menginfeksi pekerja sebagai akibat kecelakaan kecil
dipekerjaan, misalnya karena tergores atau terkena sayatan pisau dan
bakteri dapat masuk ke luka tersebut.
 Penampungan tepung yang belum digunakan menjadi 1 pada ruang
penggorengan yang tidak dibersihkan yang akan dapat menjadi sarang
bakteri
C. Faktor Ergonomi
 Sakit punggung yang disebabkan posisi yang tidak ergonomis pada
pekerja pemotong tempe dan penggoreng keripik

2.4 Sistem Manajemen Resiko/Standar Pelayanan K3 di Tempat Kerja


A. Faktor Fisik
 Pengendalian cahaya di ruang penggorengan/pengirisan tempe,
pembuatan adonan dan penggorengan minyak.
 Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup
memadai
B. Faktor Biologi
 Kebersihan diri dari petugas
 Kebersihan ditempat kerja
 Penggunaan masker,sarung tangan,sepatu dan celemek
C. Faktor Ergonomi
 Terdapat waktu istirahat selama beberapa menit
 Tidak terlalu membungkuk pada saat pemotongan/pengirisan tempe
 Menyesuaikan tinggi meja pemotongan tempe dengan postur tubuh
pekerja

8
BAB III

ANALISIS JURNAL INTERVENSI


3.1 Identitas Jurnal
Judul : Penerapan Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
pada Proses Pembuatan Keripik Tempe
Penulis : Rahmi Yuniarti, Wifqi Azlia, Ratih Ardia Sari
Penerbit : Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 14, No. 1, Juni 2015
Tahun : 2015
ISSN : 1412-6869

3.2 Metode Penelitian


Tahap awal dalam penelitian ini adalah tahap identifikasi, dimana tahap ini
dilakukan dengan melakukan survey pendahuluan untuk mendapatkan gambaran
mengenai kondisi sistem produksi yang akan diteliti dan kondisi awal tata letak
fasilitas. Dari permasalahan yang telah diidentifikasi selanjutnya merumuskan
masalah dan menetapkan tujuan penelitian. Kemudian studi pustaka dilakukan
untuk menunjang penelitian agar penelitian berjalan baik dan benar.
Tahap kedua yang dilakukan yaitu pengumpulan data, yang terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan
pencatatan secara langsung yang berupa data aspek dalam GMP dan Sanitation
Standard Operating Procedure (SSOP), data identifikasi bahaya atau Critical
Control Point (CCP) pada proses produksi, serta kondisi awal tata letak fasilitas
pabrik. Sedang data sekunder yaitu profil perusahaan, proses produksi, dan
deskripsi produk.
Tahap ketiga yaitu pengolahan data dengan melakukan analisis SSOP,
GMP, dan HACCP. Untuk analisis HACCP meliputi deskripsi produk, identifikasi
rencana penggunaan, penyusunan bagan alir, konfirmasi bagan alir di lapangan,
identifikasi bahaya, penentuan CCP, penentuan batas-batas kritis (critical limits)
pada tiap TKK (CCP), dan yang terakhir perancangan tata letak pabrik untuk
rekomendasi perbaikan berdasarkan konsep HACCP (Pramesti, 2013).

9
3.3 Hasil
Penelitian dilakukan di UMKM Ridho Putra, sebagai salah satu UMKM
yang memproduksi keripik tempe di wilayah Kabupaten Malang. Keripik tempe
hasil produksi UMKM Ridho Putra merupakan salah satu kripik tempe yang favorit
bagi warga sekitar Malang, dan juga banyak dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan
yang berkunjung ke kota Malang. Deskripsi produk keripik tempe oleh UMKM
Ridho Putra, seperti ditunjukkan pada tabel 1. Adapun kondisi pada UMKM yang
dinilai berdasarkan Sanitation Standard Operation Procedure (SSOP) ditunjukkan
pada tabel 2.

Tabel 1. Deskripsi produksi kripik tempe


Spesifikasi Keterangan
Nama Produk Keripik Tempe Putra Ridho
Bahan Baku Tempe
Pengolahan Proses penggorengan
Jenis Kemasan Plastik
Karakteristik Produk Fisik : padat dan aroma normal, netto 35gr, 50gr,
100gr
Kimia : -
Biologi : -
Umur Simpan 2 bulan dengan kondisi tertutup
Distribusi Menggunakan mobil bak terbuka
Penggunaan Produk Konsumsi langsung
Konsumen Anak-anak hingga orang tua

10
Tabel 2. Identifikasi kondisi UMKM Ridho Putra terhadap pelaksanaan SSOP
No Aspek SSOP Penyimpangan
1. Keamanan air Perlunya pemilihan alternatif sumber air
yang lain untuk digunakan sebagai
pencampur bumbu
2. Kondisi/kebersihan permukaan Penggunaan kertas koran sebagai pelapis
yang kontak dengan makanan tempat penyimpanan sementara saat
produk keluar dari proses penggorengan
3. Pencegahan kontaminasi Produk berpotensi terjadi kontaminasi
silang dari pekerja, Tata letak ruangan yang
kurang baik, sehingga ruang produksi
berdekatan dengan kamar mandi
4. Kebersihan pekerja Kurangnya fasilitas wastafel di ruang
produksi
5. Pencegahan dan perlindungan Penempatan lokasi dan wadah lampu
dari adulterasi minyak yang kurang baik
6. Pelabelan dan penyimpanan Pelabelan yang digunakan tidak
yang tepat mencatumkan keterangan yang jelas
mengenai tanggal produksi komposisi
bahan dan tanggal kadaluarsa
7. Pengendalian kesehatan Tidak ada pengawasan terhadap
karyawan kesehatan
karyawan
8. Pemberantasan hama Tidak ada penghalang atau pelindung
dalam mencegah serangga masuk ke
dalam ruangan produksi

Setelah itu, pengamatan dilakukan pada pelaksanaan pemenuhan standar


keamanan pangan, dengan Hazard Analysis and Critical Control Process (HACCP).
HACCP dilakukan pada sistem produksi UMKM Putra Ridho, dengan hasil analisis
sebagai berikut:

11
1. Identifikasi rencana penggunaan
Konsumen produk keripik tempe Putra Ridho adalah dari kalangan anak-anak
hingga orang tua. Produk ini tidak cocok untuk bayi. Keripik tempe ini merupakan
jenis produk siap makan atau tanpa ada pengolahan lebih lanjut.

2. Penyusunan bagan alir (flow chart)


Bagan alir yang dibuat berdasarkan pengamatan terhadap proses produksi
keripik tempe dapat dilihat pada peta proses operasi atau Operation Process Chart
(OPC) dari keripik tempe yang disajikan pada gambar 1dan tabel 4 untuk jumlah
operasi kerja pada keripik tempe.

3. Konfirmasi Bagan Alir di Lapangan


Konfirmasi bagan alir merupakan pengecekan ulang antara diagram alir yang
sudah dibuat dengan proses produksi yang terjadi sesungguhnya.

4. Identifikasi Bahaya
Tahap identifikasi bahaya digunakan untuk memberi gambaran mengenai
potensi bahaya yang mungkin dapat terjadi dari keseluruhan sistem produksi.
Identifikasi penentuan titik kendali kritis atau critical control point pada
proses produksi keripik tempe UMKM Putra Ridho dilakukan mulai dari pengirisan
tempe hingga penyimpanan. CCP dapat ditentukan dengan menggunakan pohon
keputusan.
Berdasarkan identifikasi CCP, didapatkan tiga proses yang memiliki CCP
yaitu proses pengirisan tempe, pencelupan tempe ke adonan tepung dan penirisan.
Berikut ini penjelasannya:

a. Proses pengirisan tempe


Proses ini memiliki potensi bahaya yang besar, terutama disebabkan oleh
letaknya yang bersebelahan langsung dengan jalan umum, sehingga menyebabkan
banyak debu dan asap kendaraan bermotor yang berterbangan. Selain itu,
kontaminasi pekerja juga terjadi, karena kurang lengkapnya atribut seragam
produksi. Hal ini memunculkan sejumlah bakteri yang berbahaya. Kemudian alas
yang digunakan untuk mengiris tempe pun juga belum terjamin kebersihannya,
bahkan terkadang sang pemilik sering membersihkan alas tersebut dengan

12
menggunakan sapu ijuk yang sama ia gunakan saat menyapu lantai. Pada proses ini
perlu dilakukan pendisiplinan pekerja, pergantian alat yang tepat (sesuai fungsi
awalnya) dan perancangan ulang tata letak fasilitas, seperti peralihan fungsi ruang.

b. Pencelupan tempe ke adonan tepung


Proses ini terjadi 2 kesalahan yang berawal dari ketidakdisiplinan pekerja.
Pertama, pekerja tidak memakai atribut lengkap yang seharusnya dipakai pada saat
proses produksi suatu makanan seperti masker, penutup kepala dan sarung tangan.
Akibatnya makanan yang dibuat nantinya akan terkontaminasi dengan pekerja.
Kedua, pemilik memutuskan untuk memakai air sumur sebagai air untuk
mencampur adonan. Seharusnya pemilik sudah sadar akan bahaya yang dimiliki
oleh air sumur meskipun air tersebut dimasak terlebih dahulu, bahkan
sesungguhnya air PDAM pun juga tak layak konsumsi. Mungkin dengan alasan
untuk meminimalkan ongkos produksi maka sang pemilik memutuskan untuk
menggunakan air sumur. Pada proses ini perlu dilakukan pendisiplinan pekerja dan
sosialisasi akan bahaya air sumur ataupun hal-hal lain yang bisa membahayakan
suatu makanan apabila dikonsumsi.

c. Penirisan
Proses ini pekerja tidak memakai atribut lengkap yang seharusnya dipakai pada
saat proses produksi makanan. Selain itu terdapat pula potensi bahaya besar yang
mengancam yaitu penggunaan media kertas koran sebagai alas untuk meniriskan
keripik tempe dari minyak. Kertas koran yang digunakan sebagai alas atau bungkus
makanan berpotensi akan menyebarkan timbal yang dikandungnya sehingga
makanan tersebut akan sangat berbahaya bila dikonsumsi. Kedisiplinan pekerja
lagi-lagi adalah hal yang paling harus ditingkatkan di UMKM Putra Ridho ini,
disamping itu kegiatan sosialisasi tentang keamanan dalam industri makanan juga
harus dilakukan.

Proses yang merupakan CCP harus dilakukan dengan benar sesuai SSOP,
agar menghilangkan bahaya yang terjadi. Kelalaian pada saat melakukan beberapa
proses dapat menimbulkan bahaya pada sistem produksi. Proses yang merupakan
CP juga tetap memerlukan kontrol untuk pencegahan potensi bahaya.

13
Produksi keripik tempe masih terdapat beberapa proses pengerjaan yang
dapat menimbulkan terjadinya risiko terhadap olahan pangan. Risiko yang dapat
terjadi antara lain, yaitu tercemarnya olahan pangan dikarenakan karyawan yang
tidak higienis, penggunaan alat yang kurang mendukung, dan tata letak ruang
produksi yang kurang baik.

14
BAB IV

PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan hasil pengamatan dan pembahasan menganai
analis hazard, resiko masalah, dan sistem manajemen resiko untuk mengatasi
masalah yang kami temukan di salah satu pabrik keripik tempe yang berlokasi di
Jalan Sanan no.36 di kabupaten Malang pada tanggal 18 September 2019.

4.1 Analisis Hazard


Dari pengamatan yang dilakukan, didapatkan hasil analisis hazard yang ada
di pabrik tempe. Beberapa diantaranya dalah pekerja tidak menggunakan alat
pelindung diri (APD) lengkap selama bekerja seperti celemek, sarung
tangan,penutup kepala, masker dan kacamata pelindung. sehingga dapat terkena
radiasi panas dari api dan tangan pekerja akan terasa panas. Selain itu pekerja
yang bertugas dalam memotong tempe yang akan digoreng juga beresiko
terkena luka potong karena tidak memakai sarung tangan. Disana, alat
pelindung diri (APD) yang digunakan oleh beberapa pekerja hanya memakai
baju dan celana pendek. Selain tidak menggunakan APD, masalah lain yang
ditemukan adalah masalah kebersihan, baik kebersihan lingkungan pabrik
maupun kebersihan pekerja itu sendiri. Kurangnya fasilitas wastafel di ruang
produksi serta perlunya pemilihan alternative sumber air yang lain yang
digunakan sebagai pencampur bumbu merupakan masalah dalam hal
kebersihan. Selain itu tataletak ruangan produksi yang berdekatan dengan
kamar mandi dan penggunaan kertas Koran sebagai pelapis tempat
penyimpanan sementaara saat produk keluar dari proses penggorengan. Selain
itu, ditemukan penggorengan yang tidak safety dan tidak strategis karena berada
di tempat sempit berukuran 10 x 8 meter yang beresiko mudah terbakar. Dan
untuk penyimpan tempe baik yang belum digoreng maupun yang telah digoreng
disimpan di tempat terbuka seperti sebuah rak yang di pabrik tempe

4.2 Resiko Masalah


Hasil analisis hazard yang ada di pabrik tempe, ditemukan resiko masalah
kesehatan yang dapat terjadi yaitu resiko luka bakar pada pekerja karena uap
panas atau radiasi api tungku pemanas dan resiko tersayat saat memotong .

15
Lalu, kondisi ruangan yang pengap dapat menyebabkan beberapa pekerja
terkena penyakit infeksi saluran nafas atas. Selanjutnya, pada tempat
penggorengan yang tidak terlalu luas yang berdekatan dengan bahan yang
mudah terbakar, seperti ember plastik, penyaring dari anyaman kayu sangat
cepat jika terjadi ledakan atau kebakaran pada pabrik tahu ini. Selain itu,
penglolahan tempe yang tidak higienis dapat beresiko diare pada konsumen
pabrik tempe

4.3 Sistem Managemen Resiko


Di pabrik tempe ini, diketahui tidak ada standar pelayanan K3 dan tampak
pemilik mengabaikan keselamatan kerja pekerjanya karena terlihat beberapa
pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan lengkap sehingga
dalam mengatasi masalah-masalah yang beresiko di pabrik tahu ini memerlukan
kesadaran bagi pemilik dan pekerja pabrik tahu ini bahwa alat pelindung diri
(APD) seperti sarung tangan, celemek, masker, dan kacamata pelindung untuk
semua pekerja sangat diperlukan untuk melindungi diri dari panas uap dan
radiasi api tungku pemanas pati kedelai, dan juga tidak terjadi kejadian tersayat
atau terpotong saat pemotongan tempe. Tata letak pabrik yang perlu ditata ulang
agar lebih efisen dan efektif sehingga ledakan atau kebakaran meminimalkan
tidak terjadi. Industri tempe tersebut. Selain itu perlu adanya juga alat pemadam
api ringan (APAR) untuk mengantisipasi adanya kebakaran, karena sebelumnya
industruitempe tersebut pernah terjadi kebakaran sepuluh tahun yang lalu.
Sebaiknya juga menambah jumlah pekerjanya sehingga tidak hanya satu
pekerja untuk bagian pemotonga, sehingga dapat menghindari kelalaian yang
ditimbulkan oleh pekerja untuk meningkatkan konsentrasi dan kebugaran tubuh
pada pekerja.

16
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil observasi kelompok kami terhadap pembuatan keripik
tempe milik bapak Lukman yang berada di salah satu kawasan industry sanan
dapat diambil kesimpulan bahwa tempat industrinya memiliki kondisi
lingkungan kerja yang memberikan kontribusi terhadap potensial hazard.
Seperti potensial hazard lingkungan (panas), potensial hazard lingkungan
fisiologis (ergonomi), serta potensail hazard lingkungan biologi
(mikroorganisme dan debu. Selain itu pengetahuan tentang Kesehatan dan
Keselamatan Kerja yang dimiliki pemilik dan tenaga kerja masih minim. Hal
terlihat dari pemilik dan pekerja yang mengabaikan APD (alat pelindung diri)
dalam bekerja seperti dalam kegiatan pemotongan, penggorengan
5.2 Saran
Diharapkan kepada pengusaha keripik tempe lebih memperhatikan
keselamatan dan kesehatan pekerja terutama dalam hal APD (alat pelindung
diri), kebersihan, dan penataan tempat bekerja sehingga dapat meminimalkan
resiko yang akan tejadi.

17
LAMPIRAN

18

Anda mungkin juga menyukai