Anda di halaman 1dari 16

Review Journal

Screening and greenness profiling of oxidative-coupling and electrophilic


aromatic substitution reactions for determination of three phenolic drugs

(Mata Kuliah Mekanisme Reaksi Kimia Organik)

Oleh

Nisa Adilla (2308203010001)

Wina Aprillia (2308203010006)

Program Studi Magister Kimia

Universitas Syiah Kuala

Banda Aceh 2023


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan dan
rahmat-Nya sehigga penulis mampu menyelesaikan tugas review jurnal pada mata kuliah
Mekanisme Reaksi Kimia Organik dengan baik dan tepat waktu. Adapun judul jurnal
internasional yang direview adalah “Screening And Greenness Profiling Of Oxidative-
Coupling And Electrophilic Aromatic Substitution Reactions For Determination Of Three
Phenolic Drugs”.

Tugas review jurnal ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
memenuhi aspek penilaian pada mata kuliah Mekanisme Reaksi Kimia Organik di Program
Studi Magister Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Syiah
Kuala. Penyelesaian tugas ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih disampaikan kepada:

1. Bapak Muhammad Bahi, Ph.D. selaku dosen pengampu pada mata kuliah
Mekanisme Reaksi Kimia Organik.

2. Kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam pengerjaan tugas ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tidaklah sempurna, baik dari
segi penyusunan, bahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang sifatnya membangun. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan
yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca.

Banda Aceh, September 2023

Penulis
RINGKASAN JURNAL

1.1 Identitas Jurnal

Jurnal yang direview pada makalah ini merupakan sebuah jurnal internasional
Microchemical Journal. Jurnal ini ditulis oleh oleh Mohammed Idaan Hassan Al Majidi,
Rania El-Shaheny, Yasser El- Shabrawy dan Mahmoud El-Maghrabey. Jurnal yang berjudul
“Screening And Greenness Profiling Of Oxidative-Coupling And Electrophilic Aromatic
Substitution Reactions For Determination Of Three Phenolic Drugs”.

1.2. Pendahuluan

Substitusi adalah suatu rekasi penggantian yang disebabkan oleh masuknya spesi
elektrofil atau spesi yang kekurangan electron bersifat positif. Oleh karena yang akan masuk
ini bersifat kekurangan elektron maka dengan sendirinya akan menyerang molekul atau ion
yang kerapatan elektronnya tinggi. Molekul dengan kerapatan elektron yang tinggi ini adalah
molekul aromatis. Substitusi elektrofilik pada senyawa aromatis adalah masuknya elektrofil
ke aromatis menggantikan atom H dari senyawa aromatis. Sehingga reaksi ini merupakan
suatu reaksi yang karakteristik untuk senyawa aromatis dan disebut dengan reaksi subtitusi
elektrofilik pada senyawa aromatis., dimana atom hidrogen digantikan oleh elektrofil.

Benzena mempunyai enam electron π terdelokalisasi pada enam orbital р yang saling
sambung di atas dan di bawah cincin benzena. Menjadikannya elektron π lebih tinggi
kerapatan elektronnya, menjadikannya mudah tersubstitusi oleh elektrofil. Oleh karena
benzena mempunyai enam elektron π menurut teori Huckel menjadikannya lebih stabil.
Reaksi akan berlanjut sebagai berikut:

Benzena tidak mengalami reaksi adisi seperti hidrokarbon tak jenuh lainnya, karena
reaksi adisi akan menghasilkan produk bukan aromatis. Substitusi dari satu atom hidrogen
akan tetap mepertahankan cincin aromatisnya. Ada lima contoh utama substitusi elektrofilik
pada aromatik.

Salbutamol sulfat dan Terbutaline sulfate merupakan golongan agonis β2 adrenergik


bekerja sebagai bronkodilator paling efektif sebagai pilihan pertama penanganan serangan
asma (Sukandar, et.al, 2009). Obat tersebut juga digunakan untuk penyakit paru obstruktif
kronik. Obat ini memiliki efek tokolitik, sehingga digunakan untuk pencegahan persalinan
prematur. Berikut struktur salbutamol Sulfat dan Terbutaline Sulfat:

Salbutamol Sulfat Telbutaline Sulfat

Thymol yang secara kimia dikenal sebagai 2-isopropil-5-metil fenol adalah fenol
monoterpen kristal tidak berwarna. Ini adalah salah satu unsur makanan terpenting dalam
spesies thyme. Selama berabad-abad, telah digunakan dalam pengobatan tradisional dan telah
terbukti memiliki berbagai sifat farmakologi termasuk antioksidan, pembasmi radikal bebas,
antiinflamasi, analgesik, antispasmodik, antibakteri, antijamur, antiseptik, dan aktivitas
antitumor. Berikut struktur Thymol:

Spektrofotometri masih merupakan teknik yang banyak digunakan dalam analisis


farmasi karena kemampuan analisisnya yang cepat, akurat dan mudah serta throughput yang
tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini memanfaatkan sifat fenolik dari ketiga obat
tersebut untuk mengembangkan metode spektrofotometri yang sederhana, ekonomis, sensitif,
dan akurat untuk penentuannya dalam obat-obatan yang berbeda melalui dua metode. Metode
I, yaitu penggandengan oksidatif. Metode ini dilakukan untuk penentuan Salbutamol Sulfat
dan Terbutiline Sulfat melalui reaksi oksidasi P-fenilendiamin (PPD) menjadi P-
benzoquinone diimine diikuti oleh penggandengan dengan obat fenolik yang ada sebagai
anion fenoksida dalam media basa. Produk yang dihasilkan adalah pewarna indoanilin
dengan warna yang khas.
Metode II, yaitu reaksi substitusi elektrofilik aromatik melalui reaksi substitusi aromatik
elektrofilik THY dengan natrium nitroprusida dan hidroksilamina hidroklorida dalam media
basa membentuk anion 2-isopropil-4-nitroso-5-metil fenolat dengan dimerisasi natrium
nitroprusida secara bersamaan memberikan karakteristik produk berwarna hijau.

1.3. Metode
1) Alat dan Bahan
a. Alat
Pengukuran spektrofotometri dilakukan menggunakan spektrofotometer sinar ganda
Shimadzu UV-210A (Kyoto, Jepang) dengan kuvet kuarsa berukuran 1 cm. Pemanasan
dicapai dengan menggunakan penangas air yang dikontrol secara termostatis dari Grant
Instruments (Cambridge), dan pengukuran pH dilakukan menggunakan pH-meter Philips PW
9420 (India).
b. Bahan
Timol, natrium dihidrogen fosfat (NaH2PO4), natrium hidroksida (NaOH), natrium
karbonat anhidrat, etanol, Hidroksilamina hidroklorida, P-phenylenediamine (PPD), potasium
hexacyanoferrate (K3Fe(CN)6), asam klorida (HCl, 35%), dan natrium metaperiodat (NaIO 4),
natrium nitroprusside. Serbuk murni TBT dan SLB berasal dari Sediaan farmasi, yaitu
Butadin tablet (2 mg SLB/ tablet), produk SDI, injeksi Salbutamol (0,5 mg SLB/mL), larutan
respirator Ventoline (100 mg SLB/ 20 mL), tablet samabutaline (5 mg TBT/tablet), (2.5 mg
TBT/tablet), Mentoral obat kumur (THY 0,063% b/v), dan obat kumur Lastarime (THY
0,06% b/v). PPD (4 × 10-3M) dibuat dalam etanol absolut sementara NaIO 4 (1 × 10-2M),
hidroksilamina hidroklorida (4 ×10-2M), K3Fe(CN)6 (1×10-3M), dan larutan natrium
nitroprusida (0,1 M) dibuat dalam air suling. Larutan natrium nitroprusside dilindungi dari
cahaya untuk menjaga stabilitasnya setidaknya selama 1 bulan. Buffer fosfat 0,1 M (pH 12,0)
dan buffer karbonat 0,05 M (pH 9,0 dan 9,5) disiapkan. Pembuatan larutan standar individu
SLB dan TBT (100,0 μg/mL) dilakukan dengan menggunakan air suling sebagai pelarut,
sedangkan larutan standar THY (100,0 μg/mL) dibuat dengan melarutkan 0,01 g dalam 5 mL
etanol kemudian diencerkan hingga 100 mL dengan air suling.

2) Prosedur Untuk Merencanakan Grafik Kalibrasi


a. Metode IA dan IB
Peningkatan volume SLB dan TBT diukur dan ditambahkan ke dua kelompok labu
ukur 25 mL untuk mendapatkan konsentrasi akhir masing-masing 0,8–40,0 dan 0,6–40,0
μg/mL. 3,0 mL larutan PPD (4 × 10 -3 M) ditambahkan ke semua labu diikuti dengan 3,0 mL
buffer karbonat (pH 9,0 untuk SLB dan pH 9,5 untuk TBT). 2,5 mL NaIO 4 ditambahkan ke
dalam campuran reaksi dalam kasus SLB dan 2,5 mL (K3Fe(CN)6) ditambahkan dalam kasus
TBT. Reaksi dibiarkan berlangsung pada suhu kamar masing-masing selama 50 dan 30 menit
untuk SLB dan TBT. Volume akhir dibuat dengan air suling, dicampur dengan baik, dan
serapannya diukur terhadap reagen kosong pada 552 dan 400 nm untuk SLB dan TBT,
masing-masing. Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot absorbansi terhadap konsentrasi
obat akhir (μg/mL) dan persamaan regresi diturunkan.
b. Metode II
Peningkatan volume THY diukur dan ditambahkan ke serangkaian labu takar 25 mL
untuk mencakup kisaran konsentrasi akhir 0,1–14,0 μg/mL. 0,5 mL natrium nitroprusside
(0,1 M) dan 0,5 mL hidroksilamina hidroklorida (4 × 10-2 M) ditambahkan diikuti dengan 3,0
mL buffer fosfat (pH 12,0). Setelah waktu reaksi 15 menit pada suhu kamar, larutan dibuat
hingga volume akhir dengan air suling dan diaduk rata. Absorbansi diukur pada 700 nm
terhadap reagen kosong. Grafik kalibrasi diperoleh dengan memplot absorbansi terhadap
konsentrasi obat akhir (μg/mL) dan persamaan regresi diturunkan.

3) Tata Cara Pembuatan Sediaan Farmasi


a. Untuk ampul: isi 20 ampul ditampung dalam gelas kimia dan dipindahkan ke
dalam labu ukur 100 mL dan volumenya diisi dengan air suling untuk
menyiapkan larutan SLB 100 μg/mL.
b. Untuk larutan respirator: diambil 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu takar
100 mL dan ditepatkan hingga volume akhir dengan aquades hingga diperoleh
larutan SLB 250 μg/mL. Larutan 100 μg/mL dibuat dengan pengenceran yang
tepat dari larutan ini dengan air suling.
c. Sedangkan untuk obat kumur; 20 mL dipindahkan ke labu takar 50 mL dan
diencerkan hingga volume akhir dengan air suling. Larutan ini diencerkan
dengan air suling untuk menyiapkan 100 μg/mL larutan THY.
d. Mengenai tablet; berat 20 tablet (Tablet Butadin atau Ataline) atau 10 tablet
(Tablet Samabutaline) ditentukan, diikuti dengan triturasi halus dan
pencampuran, kemudian jumlah yang setara dengan 25 mg obat yang
disebutkan ditimbang dan dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL. Air
ditambahkan hingga volumenya menjadi 250 mL kemudian dilakukan filtrasi
hingga diperoleh larutan SLB dan TBT 100 μg/mL. Volume yang sesuai dari
larutan ini diukur dengan cara yang akurat dan prosedur grafik kalibrasi
diterapkan untuk menentukan konsentrasi bahan aktif dalam setiap sediaan
farmasi dengan menggunakan metode yang sesuai.

4) Prosedur Metode Variasi Kontinu Ayub


Volume larutan PPD dan SLB berbeda (dengan konsentrasi molar yang sama, yaitu
1,73 × 10-4M) dicampur bersama sehingga menghasilkan rasio molar yang berbeda dari (0:1)
hingga (1:0) PPD:SLB, dengan tetap menjaga jumlah mol total tidak berubah. Dengan cara
yang sama, percobaan yang sama dilakukan dengan menggunakan volume larutan PPD dan
TBT berbeda yang memiliki konsentrasi molar yang sama (1,0 × 10 -3 M). Buffer dan zat
pengoksidasi ditambahkan dan serapan diukur setelah waktu pendiaman optimum. Grafik
serapan versus fraksi SLB (Metode IA) atau fraksi TBT (Metode IB) diplot. Fraksi volume
dimana serapan tertinggi dicapai ditentukan untuk kedua metode.

5) Tata Cara Metode Rasio Mol


Peningkatan volume PPD (1,73×10-4M) ditambahkan ke volume konstan SLB (1,73×10-4
M). Selain itu, percobaan diulangi dengan menggunakan peningkatan volume PPD (1,0×10 -3
M) dan volume TBT yang konstan (1,0×10 -3M). Buffer dan zat pengoksidasi ditambahkan
dan absorbansi diukur setelah waktu pendiaman yang tepat (seperti yang dijelaskan untuk
pembuatan kurva kalibrasi). Grafik serapan versus rasio mol PPD/SLB atau PPD/TBT diplot.
Bagian linier diekstrapolasi dan titik potongnya ke stoikiometri reaksi.
1.4. Hasil dan Pembahasan
A. Metode I
a) Optimisasi kondisi reaksi
Penggabungan oksidatif SLB dan TBT dengan PPD menghasilkan pembentukan
pewarna indoanilin berwarna dengan serapan maksimum pada panjang gelombang 552 dan
400 nm, masing-masing (Gambar 1).

Gambar 1

Reaksi ini sederhana, sensitif, dan menggunakan reagen ekonomis. Oleh karena itu,
penentuan kuantitatif SLB dan TBT berhasil dilakukan dengan pengembangan dan validasi
metode spektrofotometri berdasarkan reaksi ini. Pertama-tama, pemilihan agen pengoksidasi
yang paling efisien dipertimbangkan dengan mencoba berbagai agen pengoksidasi seperti
yang ditunjukkan dalam (Gambar 2A). Untuk SLB, oksidan terbaik adalah NaIO4 sementara
K3Fe(CN)6 adalah yang paling optimal dalam kasus TBT. Dasar pemilihan semacam itu
adalah untuk mendapatkan serapan tertinggi dan pergeseran bathokromik yang terbesar.
Sebagai konsekuensinya, pengaruh volume agen pengoksidasi terhadap jalannya reaksi dan
serapan produk reaksi diteliti. Seperti yang dapat dilihat dari (Gambar 2B) 2,5 mL NaIO4 (1
× 10-2 M) dan 2,5 mL K3Fe(CN)6 (1 × 10-3 M) adalah yang paling optimal untuk nilai serapan
tertinggi pada Metode IA dan Metode IB.
Gambar 2A Gambar 2B

Buffer karbonat dengan nilai pH yang berbeda diselidiki untuk menguji dampak pH
pada reaksi tersebut. Serapan tertinggi diperoleh menggunakan buffer karbonat dengan pH
9.0 dan 9.5 untuk SLB dan TBT, secara berturut-turut. Hasil ini sesuai dengan literatur yang
mendokumentasikan bahwa pH terbaik untuk pembentukan kuantitatif pewarna indoanilin
adalah sekitar pH < pKa-1. Karena pKa kebanyakan senyawa fenolik berkisar antara 10.0
hingga 11.0, reaksi ini diketahui berlangsung pada rentang pH 9.0–10.0 sesuai dengan
struktur fenol. Dikarenakan nilai pKa yang diberikan pada bagian fenolik dari SLB dan TBT
adalah 10.3 dan 11.0, nilai pH yang dipilih untuk reaksi optimum ini adalah masuk akal dan
rasional.
Pengaruh volume PPD juga dioptimalkan dengan penambahan berbagai jumlah
larutan 4×10-3 M. Untuk SLB dan TBT, 3.0 mL ditemukan sebagai yang paling optimal untuk
serapan tertinggi dan ketahanan (Gambar 2C).

Gambar 2C

Selain itu, urutan penambahan reaktan juga diselidiki. Seperti yang terlihat dari hasil
yang ditampilkan dalam Tabel 1, urutan penambahan (obat+PPD+buffer+agen pengoksidasi)
menghasilkan serapan tertinggi untuk kedua obat tersebut. Hasil dari penelitian ini sejalan
dengan hasil dari Corbett yang mengkonfirmasi bahwa oksidan sebaiknya menjadi reagen
terakhir yang ditambahkan untuk mendapatkan serapan tertinggi.

Selain itu, pengaruh pemanasan terhadap perkembangan reaksi dan stabilitas produk
diperiksa pada rentang pengaturan suhu mulai dari suhu ruangan hingga 60 °C dan rentang
waktu hingga 120 menit. Melakukan reaksi pada suhu ruangan selama 50 dan 30 menit
merupakan yang paling ideal untuk Metode IA dan Metode IB. Sementara pemanasan
memiliki pengaruh negatif yang ringan pada serapan produk reaksi. Penghematan energi
melalui pelaksanaan reaksi pada suhu ruangan menambah keuntungan ekstra pada metode
yang dikembangkan dengan mengurangi biaya dan mencegah bahaya pekerjaan. Produk
reaksi menunjukkan stabilitas tinggi pada suhu ruangan setidaknya selama 2 jam (Gambar
2D). Oleh karena itu, reaksi kopling oksidatif SLB dan TBT dilakukan dengan mengadopsi
kondisi eksperimental yang optimal yang menawarkan sensitivitas yang sangat baik.

Gambar 2D
b) Stoikiometri dan mekanisme reaksi ini.
Metode Job untuk variasi kontinu dan metode perbandingan mol dilakukan untuk
menentukan stoikiometri reaksi antara SLB atau TBT dengan PPD. Hasil dari studi-studi ini
ditampilkan dalam Gambar 3. Dalam Metode IA, baik metode Job maupun metode
perbandingan mol menunjukkan reaktivitas 1:1 antara SLB dengan PPD. Pada plot Job
(Gambar 3a), serapan tertinggi tercapai pada fraksi volume 0.5:1 (SLB:SLB + PPD) dan
metode perbandingan mol (Gambar 3b) menunjukkan perbandingan mol 1:1 (PPD:SLB). Hal
ini mengkonfirmasi bahwa satu molekul SLB bereaksi dengan satu molekul PPD.

Gambar 3a dan gambar 3b

Hasil ini masuk akal berdasarkan keberadaan satu situs yang tersedia untuk reaksi
kopling pada posisi o terhadap gugus –OH (Gambar 4a). Di sisi lain, plot Job untuk Metode
IB (Gambar 3c) menunjukkan serapan tertinggi pada perbandingan fraksi volume 0.34:1
(TBT:TBT + PPD), sementara metode perbandingan mol (Gambar 3d) menunjukkan
perbandingan mol 2:1 (PPD:TBT). Hasil ini mengindikasikan bahwa satu molekul TBT
bereaksi dengan dua molekul PPD. Hal ini dapat dijelaskan oleh adanya tiga situs yang
tersedia untuk kopling dalam struktur TBT (Gambar 4a).

Gambar 3c dan gambar 3d

Mekanisme reaksi ini disimpulkan sebagaimana yang diilustrasikan dalam (Gambar


4). Dalam medium alkalin, PPD dioksidasi menghasilkan p-benzoquinone diimina yang
bereaksi melalui kopling dengan SLB dan TBT yang ada sebagai anion fenoksida dalam
kondisi alkalin. Seperti yang dijelaskan sebelumnya, terdapat satu situs kosong untuk kopling
dalam kasus SLB (posisi o). Di sisi lain, tiga situs bebas untuk kopling dalam kasus TBT, dua
diaktivasi karena berada dalam posisi p terhadap satu gugus –OH dan posisi o terhadap yang
lain, dan yang ketiga diaktivasi karena berada dalam posisi o terhadap kedua gugus –OH.
Dengan analogi terhadap resorsinol, yang memiliki bagian m-benzenediol seperti TBT, reaksi
terjadi dengan kopling dua molekul PPD yang teroksidasi dengan satu molekul TBT pada dua
posisi p bebas seperti yang diilustrasikan dalam (Gambar 4a). Produknya adalah pewarna
indoanilin dengan warna ungu khas dan kuning kehijauan, untuk pewarna yang berasal dari
SLB dan TBT, secara berturut-turut. Perbedaan warna (λmax) dari pewarna yang dihasilkan
disebabkan oleh variasi derajat konjugasi dalam kedua pewarna tersebut. Konjugasi yang
lebih luas pada pewarna yang berasal dari SLB lebih besar daripada pada pewarna yang
berasal dari TBT (Gambar 4a), sehingga yang pertama muncul berwarna ungu (λmax 552
nm) dan yang kedua muncul berwarna kuning kehijauan (λmax 400 nm).

Gambar 4a

Stabilitas konstan (Kst) dari pewarna indoanilina yang terbentuk dihitung. Dalam kasus
SLB, Kst = 2,16 × 106 L·mol−1 sedangkan Kst = 3,86 × 1010 L2 ·mol−2 dalam kasus TBT.
Nilai-nilai ini mengkonfirmasi stabilitas tinggi dari pewarna indoanilina yang terbentuk.
Selain itu, absorbansi molar (ε) untuk produk reaksi SLB dan TBT adalah 2,34 × 104 dan
3,31 × 104 L·mol−1·cm−1 dan sensitivitas Sandell mereka adalah 0,0247 dan 0,0166
μg/cm2, masing-masing. Hasil ini mengindikasikan sensitivitas tinggi dari metode yang
dikembangkan. Perbandingan kinerja metode yang dikembangkan dan metode
spektrofotometri yang dilaporkan untuk dua obat yang disebutkan, SLB dan TBT, disertakan
dalam (Tabel 2) dengan penekanan utama pada metode-metode yang mengadopsi prinsip
serupa dengan studi ini. Metode IA ditemukan 3–97 kali lebih sensitif untuk penentuan SLB
dibandingkan dengan metode spektrofotometri yang dilaporkan. Sementara itu, Metode IB
menunjukkan sensitivitas dan/atau absorbansi molar yang lebih baik atau sebanding dengan
literatur yang dilaporkan untuk penentuan TBT.

B. Metode II
a) Optimisasi kondisi reaksi.
Reaksi yang disarankan oleh Kang dan rekan-rekannya untuk penentuan fenol telah
diadopsi dalam Metode II untuk penentuan THY dengan memanfaatkan sifat fenoliknya.
THY bereaksi dengan sodium nitroprusside dan hidroksilamina hidroklorida dalam medium
alkali menghasilkan produk berwarna hijau dengan serapan maksimum pada 700 nm
(Gambar 1C).

Gambar 1c

Berbagai faktor disesuaikan untuk mencapai kondisi yang paling menguntungkan


untuk reaksi tersebut. Pemilihan pH buffer fosfat dioptimalkan dan pH 12.0 adalah yang
optimum sesuai dengan penelitian sebelumnya tentang fenol. Volume sodium nitroprusside
(0,1 M) diteliti menggunakan 0,1–4,0 mL, dan ditemukan bahwa 0,5 mL sudah mencukupi
untuk serapan tertinggi. Demikian pula, volume hidroksilamina hidroklorida (0,04 M)
diselidiki menggunakan 0,1–3,0 mL dan eksperimen menunjukkan bahwa 0,5 mL adalah
volume optimum. Selanjutnya, berbagai volume buffer fosfat (pH 12.0) dicoba dan
ditemukan bahwa 3,0 mL adalah volume optimum. Selain itu, urutan penambahan reaktan
juga diteliti, dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa penggunaan urutan penambahan
berikut (THY+sodium nitroprusside+hidroksilamina hidroklorida+ buffer) memberikan
serapan tertinggi dan sensitivitas terbaik (Tabel 1). Hasil ini sejalan dengan literatur
sebelumnya.
Terakhir, pengaruh suhu dan waktu dipelajari secara bersamaan (Gambar 2E).
Ditemukan bahwa suhu ruangan adalah yang optimum untuk jalannya reaksi dan stabilitas
maksimum produk reaksi. Waktu 15 menit sudah cukup untuk hasil reaksi maksimum dan
nilai serapan tertinggi dengan stabilitas produk yang tinggi (lebih dari 3 jam), sedangkan
pemanasan menyebabkan penurunan serapan produk reaksi yang ringan, yang mungkin
disebabkan oleh dekomposisi produk reaksi pada suhu tinggi. Oleh karena itu, melakukan
reaksi pada suhu ruangan adalah pilihan terbaik yang juga mengurangi biaya dan risiko
terkait pekerjaan. Setelah penelitian ini, reaksi dilakukan dengan mengadopsi kondisi
eksperimental yang telah dioptimalkan untuk mencapai respons analitik terbaik dalam
penentuan kuantitatif THY.

Gambar 2E
b) Mekanisme reaksi

THY ada sebagai anion fenoksida dalam medium alkali reaksi. Muatan negatif pada
oksigen dengan kuat mendorong elektron, menyebabkan aktivasi cincin benzena menjadi
donor elektron yang kuat. Dengan demikian, cincin benzena dengan mudah diserang oleh
nitroso (+NO) sebagai elektrofil. Reaksi substitusi aromatik elektrofilik berlangsung lebih
disukai pada posisi p karena ada lebih sedikit hambatan pada posisi ini dibandingkan dengan
posisi o. Produk berwarna hijau telah terbentuk.
Diidentifikasi sebagai Na10[Fe2(CN)10]. Spektrum Mössbauer dari produk ini
mengungkapkan posisi nuklir ferro pusat sehingga struktur nuklirnya diakui oleh Kang et al.,
seperti yang diilustrasikan dalam (Gambar 4b). Absorptivitas molar dan sensitivitas Sandell
dari produk berwarna tersebut dihitung dan ditemukan sebesar 2,78 × 104 L·mol−1·cm−1
dan 0,0054 μg/cm2, yang jelas menunjukkan sensitivitas tinggi dari metode yang
dikembangkan. Perbandingan kinerja metode yang dikembangkan dan literatur
spektrofotometri yang dilaporkan untuk THY (Tabel 2) mengungkapkan sensitivitas tinggi
(LOD=6,0×10−3 μg/ mL) dan pergeseran bathokromik yang lebih besar dibandingkan
dengan metode yang diterbitkan, yang menghilangkan potensi interferensi apa pun, selain
kesederhanaan dan hemat biaya karena menggunakan bahan kimia murah yang tersedia di
semua laboratorium kimia.

Gambar 4b

1.5. KESIMPULAN

1. Metode spektrofotometri yang sederhana, sensitif, nyaman, dan ramah lingkungan


telah dikembangkan dan divalidasi untuk penentuan SLB, TBT, dan THY dalam
keadaan murni dan dalam berbagai formulasi farmasi.
2. Metode-metode ini mengadopsi kopling oksidatif dan reaksi substitusi aromatik
elektrofilik dengan sistem PPD/agen oksidasi dan natrium nitroprusida/hidroksilamin,
masing-masing.
3. Rentang linearitas yang luas dengan sensitivitas yang sangat baik berhasil dicapai
untuk ketiga senyawa tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, syamsul dkk, 2009. “Pengaruh Uranium Terhadap Analisis Thorium


Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis”. Seminar Nasional V Sdm
Teknologi Nuklir . Yogyakarta
Garg, N., Abdel-Aziz, S.M., & Aeron, A., 2016, Microbes in Food and Health, Springer,
Switzerland 42-45

Lai, Y.H., Lim Y.Y., 2011, Evaluation of Antioxcidant Activities of the Methanolic Extract
of Selected Ferns in Malaysia. IPCBEE 20.

Allinger, N.L., M.P. Cava, D.C. De Jongh, C.R. Johnson, N.A. Lebel, dan C.L. Stevens.
(1986). Organic Chemistry. New York: Worth Publisher Inc.

Clayden, J., N. Greeves, dan S. Warren. (2012). Organic Chemistry. Edisi kedua. Oxford:
Oxford University Press.

Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden. (1982). Kimia Organik Jilid 2, terj. A.H Pudjaatmaka.
Jakarta: Erlangga.

Solomons, T.W.G. (1990). Fundamentals of Organic Chemistry. Edisi ketiga. New York: John
Wiley & Sons.

Anda mungkin juga menyukai