Anda di halaman 1dari 46

JURNAL

SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume: 11, Nomor: 1, 2007 ISSN: 1410 – 5152

Daftar Isi

1. Pembuatan Eester 1,9-Nonanil Dilaktat Melalui Reaksi Esterifikasi antara Asam Laktat
dengan 1,9-Nonanadiol
Herlince Sihotang................................................................................................ 1-4

2. Is Transposition Really Random?


Dwi Suryanto..................................................................................................... 5-8

3. Efek Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit terhadap Jamur Ganoderma sp. pada Kayu
Kelapa Sawit
Thamrin ............................................................................................................ 9-14

4. Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk


Menurunkan Kadar Ion Logam Cd dengan Menggunakan Spektrofotometri
Serapan Atom
Harry Agusnar ................................................................................................. 15-20

5. Pengaruh Penggumpal Asam Asetat, Asam Formiat, dan Berat Arang Tempurung
Kelapa terhadap Mutu Karet
Yugia Muis ....................................................................................................... 21-24

6. Uji Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Kayu Tumbuhan Cep-Cepen (Castanopsis


Costata BL) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Assays
Tata Bintara Kelana ........................................................................................ 25-30

7. Pengetsaan SiO2 Bentonit Alam Terpilar sebagai Katalis Gas Hidrogen dari Air
Minto Supeno ................................................................................................... 31-36

8. Pengaruh pH dan Penambahan Asam terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom dengan
Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom
Zul Alfian.......................................................................................................... 37-41

9. Perubahan Kandungan P Tersedia, Rasio C/N Serta Nilai Kapasitas Tukar Kation
pada Pengubahan Kompos Limbah Sawit Menjadi Bokashi Menggunakan EM-4
Tini Sembiring ................................................................................................. 42-44

1
JURNAL
SAINS KIMIA
(JOURNAL OF CHEMICAL SCIENCE)
Volume: 11, Nomor: 1, 2007 ISSN: 1410 – 5152

Ucapan Terima Kasih

Kepada para mitra bestari Jurnal Sains Kimia yang telah mengevaluasi artikel-artikel Jurnal
Sains Kimia Volume 11 Nomor 1 Tahun 2007, kami mengucapkan banyak terima kasih:

1) Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D 1 artikel


(Bidang Kimia Polimer, Universitas Sumatera Utara)
2) Prof. Dr. Harlinah SPW, M.Sc 4 artikel
(Bidang Biokimia, Universitas Sumatera Utara)
3) Prof. Dr. Harlem Marpaung 1 artikel
(Bidang Kimia Sensor, Universitas Sumatera Utara)
4) Dr. Nida Aksara, M.Sc 2 artikel
(Bidang Kimia Organik, Universitas Sumatera Utara)
5) Dr. Hamonangan Nainggolan, M.Sc 1 artikel
(Bidang Kimia Anorganik, Universitas Sumatera Utara)

2
Pembuatan Ester 1,9-Nonanil Dilaktat Melalui Reaksi Esterifikasi antara Asam Laktat dengan 1,9- Nonanadiol
(Herlince Sihotang)

PEMBUATAN ESTER 1,9-NONANIL DILAKTAT MELALUI


REAKSI ESTERIFIKASI ANTARA ASAM LAKTAT
DENGAN 1,9-NONANADIOL

Herlince Sihotang
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Senyawa 1,9-diklorononana dapat diperoleh dari hasil klorinasi 1,9-nonanadiol dengan SOCl2. Selanjutnya hasil
dari klorinasi tersebut diesterifikasi dangan garam natrium laktat menggunakan bantuan katalis perpindahan dua
fasa TEA-HCl diperoleh rendemen sebesar 52%. Hasil reaksi dikonfirmasi dengan analisis spektoskopi FT-IR.

Kata kunci: 1,9-nonanadiol, klorinasi, dan esterifikasi.

PENDAHULUAN dari 1,9-nonanadiol yaitu 1,9-nonanil


dilaktat, senyawa ini mempunyai gugus
Minyak jarak merupakan minyak nabati hidrokarbon yang panjang dan gugus diester
yang mempunyai kandungan asam risinoleat yang bersifat lipofil serta dua buah gugus
yang tinggi. Asam risinoleat tersebut hidroksil yang bersifat hidrofil, sehingga
merupakan sumber dalam pembuatan diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
senyawa asam azelat, asam lemak tak jenuh surfaktan.
ini mempunyai ikatan rangkap pada gugus –
CH=CH2- (CH2) 2-COOH (ikatan rangkap BAHAN DAN METODA
pada atom C9,C10 dapat dioksidasi dengan
menggunakan kalium permanganat dan ozon Penelitian ini bersifat eksperimen
(O3) maupun senyawa peroksida lainnya laboratorium dengan sampel asam laktat
akan menghasilkan asam azelat (asam buatan E Merk serta bahan kimia lain yang
nonanadfioat) (Ikan, 1969). digunakan diperoleh dari retailer bahan kimia
Turunan asam azelat telah banyak di kota Medan, dan umumnya juga buatan E
disintesis seperti amida, alkohol maupun Merk. Seluruh pelarut yang digunakan
ester azelat. Senyawa 1,9-nonanadiol ini sebelumnya didestilasi dan pelarut yang
dapat disintesis dari asam azelat melalui bebas air disimpan dalam tabung suasana gas
reduksi ester dimetil maupun dietil azelat nitrogen diberikan molekuler Shieve 4A o.
menggunakan reduktor logam terlarut. Analisis FT-IR dilakukan di laboratorium
Demikian juga turunan 1,9-nonanadiol telah Kimia Organik FMIPA Universitas Gajah
disintesis menjadi suatu diester, yaitu 1,9- Mada, Yogyakarta. Urutan kerja dalam
diasetil nonana melalui reaksi asetilasi penelitian ini dilakukan sebagai berikut.
dengan asetat anhidrid yang berfungsi
sebagai bahan dasar pembuatan senyawa Pembuatan Natrium Laktat
poliester. Ke dalam labu leher tiga yang telah
Dalam kesempatan ini peneliti tertarik dilengkapi dengan pendingin bola dan tabung
untuk mensintesis suatu senyawa turunan CaCl2, dimasukkan 0,2 mol (18 g) asam

1
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 1-4

laktat dan 0,2 mol (8 g) natrium hidroksida selam 6 jam. Hasil refluks yang diperoleh
yang terlebih dahulu dilarutkan dalam 100 ml disaring dan dirotarievaporasi, kemudian
metanol. Campurkan direfluks selam 1 jam diekstraksi degan diklorometana. Hasil
sambil diaduk. Lalu hasil refluks diuapkan ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan
pelarutnya hingga diperoleh natrium laktat. cara kromatografi kolom. Kemudian
Hasil yang diperoleh diuji titik leburnya. diidentifikasi dengan spektroskop FT-IR.

Pembuatan 1,9-Diklorononana dari 1,9- HASIL DAN PEMBAHASAN


Nonanadiol
Ke dalam labu leher tiga yang Terbentuknya garam laktat diketahui
dilengkapi dengan corong penetes dengan dengan adanya perbedaan TL asam laktat
pendingin bola, dimasukkan 0,1 mol (16 g) 16,8 oC dengan Natrium laktat 186oC.
1,9-nonanadiol. Lalu ditambahkan pelarut Klorinasi 1,9-nonanadiol dengan SOCl2
CHCl3 sebanyak 100 ml. Setelah sampel larut dalam pelarut CHCl3, terjadi reaksi subsitusi
sempurna diteteskan tetes demi tetes 0,2 mol terhadap gugus –OH pada atom C1 dan C9
(23,8) SOCl2 dalam suasana pendinginan yang pada dasarnya adalah alkohol primer
sambil diaduk dengan pengaduk magnet. menghasilkan 1,9-diklorononana di mana
Penetesan dilakukan sampai gas SO2 dan hasil identifikasi FT-IR (Gambar 2) pada
HCl tidak terbentuk lagi. Lalu campuran daerah bilangan gelombang 2931,6 cm-1 dan
tersebut direfluks selama lebih kurang 4 jam. 2856,4 cm–1 menunjukkan adanya uluran CH
Hasil refluks dirotarievaporasi untuk Sp3 dan puncak serapan pada daerah bilangan
memisahkan pelarut CHCl3. Selanjutnya gelombang 725,2 cm-1 menunjukkan adanya
senyawa 1,9 diklorononana yang diperoleh C-Cl, sedangkan serapan pada bilangan
dianalisis dengan spektroskopi FT-IR. gelombang 3265,3 cm-1 yang menunjukkan
adanya gugus –OH dan 1290,3 cm-1
Pembuatan 1,9-Nonanil Dilaktat menunjukkan serapan gugus C-O sretching
Masukkan 2 ml TEA ke dalam labu tidak lagi dijumpai (Gambar 1). Hasil
leher tiga, kemudian sambil didinginkan di esterifikasi garam laktat dengan 1,9-
dalam es, dialiri gas HCl dari pesawat Kipps diklorononana dianalisis dengan spektroskopi
sehingga terbentuk endapan putih dari TEA- dengan FT-IR memberikan serapan pada
HCl. Selanjutnya labu dihubungkan dengan daerah bilangan gelombang 3384,3 cm-1 dan
pendingin bola, corong penetes dan 1070,4 cm-1 menunjukkan gugus –OH dan
pengaduk magnet. Kemudian 0,2 mol (22,4 vibrasi streching C-O dari alkohol. Serapan
g) natrium laktat yang terlebih dahulu 1732,0 cm–1 menunjukkan serapan khas
dilarutkan dalam 75 ml kloroform karbonil (-C=O) pada ester dan diperkuat
dimasukkan ke dalam labu sambil diaduk. dengan munculnya serapan 1170,7 cm–1
Selanjutnya diteteskan 1,9-diklorononana vibrasi stretching C-O-C ester serta 725,2
secara perlahan melalui corong penetes cm–1 adalah karakteristik dari (CH2)n seperti
sambil diaduk selama 2 jam dengan (Gambar 3).
pengaduk magnet, lalu campuran direfluks

2
Pembuatan Ester 1,9-Nonanil Dilaktat Melalui Reaksi Esterifikasi antara Asam Laktat dengan 1,9- Nonanadiol
(Herlince Sihotang)

Gambar 1. Spektrum FT-IR 1,9–Nonanadiol

Gambar 2. Spektrum FT-IR 1,9–Diklorononana

3
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 1-4

Gambar 3. Spektrum FT-IR 1,9–Nonanildilaktat

KESIMPULAN Egan, R.R., Earl, G.M. and Ackerman, J, 1984,


Properties Uses Of Some Unsatureted Fatty
1. Senyawa 1,9-diklorononana dapat Alcohols and Their Derivates, J. Am. Oil. Chem.
Soc, 6.
terbentuk apabila 1,9-nonanadiol Hart, 1990, Kimia Organik, Edisi ke 2, Erlangga,
diklorinasi dengan SOCl2, maka akan Jakarta.
terjadi reaksi subsitusi gugus hidroksil House, H.O, 1972, Modern Synthetic Reaction, 2nd
oleh klor pada posisi C1 dan C9 Ed, W.A.Benjamin Inc, Menlo Park, California.
2. Reaksi esterifikasi antara garam laktat Ikan, R, 1969, Natural Product A. Laboratory Guide,
Academic Press, London.
dan 1,9-Diklorononana dengan bantuan Meffert, A, 1984, Technical Used of Fatty Acid Ester,
katalis perpindahan dua fasa TEA-HCl J. Am. Oil. Chem. Soc, 61, 225.
dalam pelarut kloroform dapat
menghasilkan senyawa 1,9-Nonildilaktat
dengan rendemen 52%.

DAFTAR PUSTAKA

Austin,G.T 1985, Shereve‘s Chemicals Process


Industries, 5th Ed Mc.Graw Hill, New York.
Brahmana, H.R., 1993, Reaksi Esterifikasi
Alkilklorida Dengan Garam Asam Lemak
Berantai Panjang dengan Menggunakan
Tridodekil Amin Klorida Sebagai Katalis
Perpindahan Dua Fasa, Dalam Komunikasi
Penelitian.
Cooper, J.W, 1985, Spectroskopy Techniques For
Organic Chemists, John Willey & Sons, New
York.

4
Is Transposition Really Random?
(Dwi Suryanto)

IS TRANSPOSITION REALLY RANDOM?

Dwi Suryanto
Departemen Biologi FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstract

To characterize bacteria, transposon mutagenesis is still one of the most extensively utilized techniques
available. These elements were believed to insert at random location. In this study, transposition was done by
diparental mating technique to transfer pJFF350 carrying Omegon-Km to a Gram-negative Serratia marcescens
DS-8. The result showed that diparental mating was successfully transfer pJFF350 into DS-8 cells. Interestingly,
Southern hybridization analyses showed that transposon was inserted not randomly, but tended to insert into
limited targets. It also indicated that duplication occurred on the target sequences upon insertion.

Keywords: Omegon-Km, Transposition Mutagenesis, Serratia Marcescens

INTRODUCTION be cloned easily and derived plasmids were


stable (Fellay et al., 1989; Dennis and
Transposition is a recombination process Zylstra, 1998; Civolani et al. 2000; Downing
in which DNA sequences termed et al., 2000).
transposable elements move from an original
site on a DNA molecule to a new site on the MATERIALS AND METHOD
same or on different DNA molecule. In
addition, transposable elements can cause, Strains and Plasmids
and are associated with, other types of Escherichia coli S17-1 was used to
genetic rearrangement such as deletions, promote a transfer of plasmid pJFF350
inversions, and chromosome fusion (Omegon-Km) to DS-8. Bacterial strain and
(Reznikoff, 1993). plasmids are listed below.
To characterize bacteria, transposon Bacterial strains and plasmids used in
mutagenesis is still one of the most this study.
extensively utilized techniques available.
This technique is especially useful for Diparental Mating
bacterial species with poorly described S17-1 (pJFF350) and DS-8 were grown
genetic systems or when existing molecular in LB-kanamycin and LB-ampicillin
techniques are insufficient (Dennis and overnight, respectively. A 1-ml sample of
Zylstra, 1998). These elements have been DS-8 was mixed with a 200-μl sample of
extremely valuable as insertional mutagens S17-1 (pJFF350) and centrifuged for 5000
because they were believed to insert at rpm for 5 minutes. Pellet was washed once
random locations (Scott, 1991). with 1 ml of 0.85% NaCl solution,
In this study, Omegon-Km (pJJF350) resuspended with 40 μl LB broth, and spotted
were used to determine whether it insert into a microtube containing 500 μl LB agar.
randomly or tend to insert into specific After 1-day incubation at 30°C, culture were
sequences. Omegon-Km was designed to resuspended with 400 μl of 0.85% NaCl
carry the artificial interposon Omegon-Km solution and spread on LB-kanamycin and
flanked by two synthetic inverted 28-bp ampicillin agar. After 1-day incubation,
repeats of IS1. The reason using these single transconjugant colonies were isolated
transposons is that inserted fragment could on the same medium.

5
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 5-8

Bacterial strains or plasmid Relevant genotype/phenotype


Strains
E. coli S17-1 recA thi pro hdsR4 (rK- mK+) (RP4-2Tc-Mu-Km-Tn7) Tpr Smr
E. coli DH5α supE44 ΔlacU169 (Φ80 lacZΔM15) hsdR17 recA1 endA1
gyrA96 thi-1 relA1
Serratia marcescens DS-8 wildtype Ampr
Plasmid
pJFF350 Kmr (Omegon-Km)

Transformation of Flanking DNA PrepTM Plasmid Miniprep Kit (Bio-Rad,


Suspected colonies of transposition were Hercules, CA). The preparation was done as
grown in LB kanamycin and ampicillin broth specified by the manufacturer.
overnight in 30°C at 200 rpm. Modified
phenol-chloroform-isoamylalcohol treatment Southern Hybridization
and ethanol precipitation were used to extract Total bacterial DNA was extracted as
the genomic DNA as described previously. previously described (Sambrook et al. 1989).
The DNA were digested with KpnI and After digested with KpnI, DNA was
transformed to DH5α using method as fractionated on 1.5% agarose gel in 1x TAE
described by Sambrook et al. (1989). buffer. The gel was stained with EtBr and
A 1-ml overnight culture of DH5α was photographed under UV illumination. DNA
sub-cultured in LB broth for 3 h. The culture was denatured by soaking the gel into
was harvested by centrifugation at 5000 rpm denaturing solution (1.5 N NaCl and 0.5 N
for 2 minutes at 4oC. The supernatant was NaOH) for 30 minutes at room temperature
discharge. Pellet was resuspended in 200 ml with constant, gentle agitation and then
of ice-cold 50 mM CaCl2 + 50 mM Tris and rinsed briefly in deionized water.
incubated on ice for 20 minutes. The cells Neutralization was done by soaking the gel
were pelleted by centrifugation at 5000 rpm
for 15 minutes 2 times into the neutralization
for 2 minutes at 4oC. The supernatant was
solution pH 7.5 (1 M Tris and 1.5 N NaCl) at
discharged. Pellet was resuspended in 250 ml
room temperature with constant, gentle
of ice-cold 0.1 M CaCl2 and reincubated on
ice for 10 minutes. KpnI-digested DNA was agitation.
put into the microtube and gently mixed by DNA was transferred in 20x SSC to a
swirling. The tube was heated at 42oC for 45- nylon Zeta-Probe (Bio-Rad Laboratories,
60 seconds. The tube was rapidly placed on CA) following NEBlot Phototope Kit
ice to cool for 60 minutes. The cells were protocol (New England Biolabs, Inc. MA).
transferred into 2 ml of SOC broth. The Hybridization of biotynilation labeled probes
culture was incubated for 45-60 minutes at using to the blot was performed as described
37oC to allow the cell to recover. A 50-100 in Phototope Detection Kit protocol. Random
ml of the transformation mix were plated biotynilated octamers were used to prime
onto LB-kanamycin agar and incubated DNA synthesis in vitro from denaturated
overnight. double-stranded template DNA as described
by NEBlot Phototope Probe Labelling
Plasmid Preparation protocol.
In general, DNA plasmid
minipreparation was done with Quantum

6
Is Transposition Really Random?
(Dwi Suryanto)

RESULTS AND DISCUSSION sequence terminations indicated that GC base


pairs occupied the first and ninth positions in
Diparental mating was successfully some target sequence duplication at each of
transfer pJFF350 into S. marcescens DS-8 the five Tn5 insertion hotspots suggested
cells. Mating of S. marcescens DS-8 with E. GC-cutting preference during Tn5
coli (pJFF350) was obtained at a frequency transposition (Berg et al., 1983). The GC-
of 5x10-7 to 2x10-6. Downing et al. (2000) cutting preference was proposed earlier to
and Fellay et al. (1989) reported that the guide IS1 and Tn9 insertion (Galas et al.,
mutations caused by this transposable 1980).
element were random. The data in this study
showed that the artificial interposon DAFTAR PUSTAKA
Omegon-Km has specific site preferences. It
also showed duplication on the target Berg, D.E., M.A. Schmandt, and J.B. Lowe. 1983.
Specificity of Transposon Tn5 Insertion.
sequence upon insertion. Berg et al. (1983), Genetics 105: 813-828.
Scott (1991), and Wall et al. (1996) showed Civolani, C., P. Barghini, A.R. Roncetti, M. Ruzzi,
that many transposons have specific sites of and A. Schiesser. 2000. Bioconversion of
transposition either in Gram-negative or Ferulic Acid Into Vannilic Acid by Means of a
Gram-positive bacteria. Vannilate-Negative Mutant of Pseudomonas
Fluorescens Strain BFB. Appl. Environ.
Microbiol. 66: 2311-2317.
Dennis, J.J. and G.J. Zylstra. 1998. Plasposons:
Modular Self-Cloning Minitransposon
Derivative for Rapid Genetic Analysis of
Gram-Negative Bacterial Genomes. Appl.
Environ. Microbiol. 64: 2710-2715.
Downing, K.J., G. Leslie, and J.A. Thomson. 2000.
Biocontrol of the Sugarcane Borer Elsana
Saccharina by Expression of the Bacillus
Thuringiensis Cryac7 and Serratia Marcescens
Chia Genes in Sugarcane-Associated Bacteria.
Appl. Environ. Microbiol. 66:2804-2810.
Fellay, R., H.M. Krisch, P. Prentki, and J. Fey. 1989.
Omegon-Km: a Transposable Element Designed
for in Vivo Insertional Mutagenesis and
Cloning of Genes in Gram-Negative Bacteria.
Gene 76: 215-226.
Galas, D.J., M.P. Calos, and J.H. Miller. 1980.
Sequence Analysis of Tn9 Insertions in the
Southern-blot analysis of total cellular LacZ Gene. J. Mol. Biol. 144: 19-41.
DNA DS-8 and its Omegon-Km mutants Reinkoff, W.S. 1993. The Tn5 Transposon. Annu.
digested with KpnI. The DNA of lane 1 was Rev. Microbiol. 47: 945-963.
marker, lanes 2-5 were mutants, lane 6 was Sambrook, J., E.F. Fritsch, and T. Maniatis. 1989.
pJFF350 digested with EcoRI, and lane 7 Molecular Cloning. Cold Spring
HarborLaboratory Press. Cold Spring Harbor.
was DS-8. New York.
Site preferences were reported in Tn5 Scott. J.R. 1991. Mechanism of Transposition of
transposition in tet genes of pBR322 (Berg et Conjugative Transposons. In Genetics and
al., 1983), Tn7 in Desulfovibrio Molecular Biology of Streptococci,
desulfuricans (Wall et al., 1996), and in B. Lactococci, and Enterococci. Ed. G.M. Dunny,
P.P. Cleary, and L.L. McKay. ASM. Washington
subtilis (Scott, 1991). Furthermore, the DNA D.C. pp. 28-33.

7
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 5-8

Wall, J.D., T. Murman, J. Argyle, R.S. English, and B.J.


Rapp-Ciles. 1996. Transposon Mutagenesii in
Desulfovibrio Desulfuricans: Development of a
Random Mutagenesis Tool from Tn7. Appl.
Environ. Microbiol. 62: 3762-3767.

8
Efek Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit terhadap Jamur Ganoderma sp. pada Kayu Kelapa Sawit
(Thamrin)

EFEK ASAP CAIR CANGKANG KELAPA SAWIT TERHADAP JAMUR


GANODERMA SP. PADA KAYU KELAPA SAWIT

Thamrin
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak

Telah dilakukan penelitian tentang efek asap cair cangkang kelapa sawit (ACCKS) terhadap jamur Ganoderma
sp. pada kayu kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Polimer dan Mikrobiologi FMIPA USU
Medan. ACCKS merupakan salah satu alternatif bahan pengawet yang dapat digunakan untuk pengawetan kayu
karena mengandung fenol dan asam-asam organik. Efek ACCKS terhadap pertumbuhan jamur dilakukan secara
invitro yaitu dilakukan pada media agar, dan secara in vivo yaitu dilakukan pada media kayu kelapa sawit secara
langsung. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ACCKS mampu menghambat pertumbuhan jamur. Suhu
optimum ACCKS yang paling baik menghambat perkembangan jamur Ganoderma sp. adalah suhu 400°C.

Kata kunci: Asap cair, Cangkang Kelapa Sawit, Ganoderma sp., Pengawet

PENDAHULUAN jangka waktu lima bulan. Sebagai kontrol


diamati KKS tanpa menggunakan ACCKS.
Kayu kelapa sawit (KKS) adalah kayu
dengan kualitas rendah sehingga kayu KKS BAHAN DAN METODA
harus mengalami pengolahan khusus
sebelum digunakan baik untuk bahan Bahan
bangunan maupun kegunaan lainnya. ACCKS, Aquadest, jamur Ganoderma sp.,
Struktur KKS tidak memiliki serat untuk Alkohol/etanol, Helium, Ether.
fungsi mekanis, sehingga sangat rapuh dan
tidak stabil (Tomimura, 1992). Untuk Metoda
menjadi bahan yang potensial, KKS perlu Pengawetan KKS dengan ACCKS melalui
mengalami pengawetan maupun perlakuan Metode Perendaman
kimia untuk meningkatkan kekuatan Pengawetan KKS telah dilakukan
dimensinya (Manabendra Deka, 2000). dengan metode rendaman. Derajat
ACCKS mulai suhu 200°C hingga pengawetan dihitung diantaranya nilai
450°C digunakan sebagai pengawet dari absorbsi dan penetrasi, juga pengawetan
jamur Ganoderma dan Poliporus Alcularius, dilihat dalam ketahanan jamur. Dari
dengan cara perendaman (impregnasi) perhitungan derajat pengawetan berdasarkan
selama 48 jam. Uji perkembangan jamur absorbsi asap cair yang masuk ke dalam
dilakukan dengan menggunakan media agar spesimen KKS bagian pinggir (P) selama 48
pada cawan petridis. Perkembangan jamur jam terlihat pada Gambar 1.
diamati selang waktu satu bulan hingga

9
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 9-14

0.5 0.3 0.5 0.3

0.4 0.4

0.3 0.2 0.3 0.2

0.2 0.2 Absorbansi


Absorbansi
B.J.
B.J.
0.1 0.1 0.1 0.1
1P 3P 5P 7P 9P 1T 3T 5T 7T 9T
Ketinggian KKS Ketinggian KKS

Gambar 1. Nilai Absorbsi dan Berat Jenis (KKS Gambar 2. Nilai Absorbsi dan Berat Jenis (KKS
Kering Angin) Bagian Pinggir Setelah Kering Angin) Bagian Tengah (T) Setelah
Perendaman KKS Selama 48 Jam Perendaman KKS Selama 48 Jam
0.6 0.3

Absorbsi 0.5

Nilai absorbsi yang diperoleh dari hasil


perhitungan (Gambar 1) menunjukkan bahwa 0.4

semakin tinggi spesimen kayu KKS yang 0.2

digunakan, maka nilai absorbsi semakin


0.3

besar. Ini disebabkan bahwa KKS dengan 0.2


Absorbansi
B.J.
ketinggian 9 meter dari permukaan tanah
memiliki nilai absorbsi yang paling tinggi, 0.1 0.1
1I 3I 5I 7I 9I
secara umum semakin tinggi KKS yang Ketinggian KKS

digunakan dalam uji absorsi ini menunjukkan


nilai absorbsi semakin besar. Ini dikarenakan Gambar 3. Nilai Absorbsi dan Berat Jenis (KKS
Kering Angin) Bagian Inti (I) Setelah
semakin tinggi KKS memiliki pori-pori Perendaman KKS Selama 48 Jam
semakin besar dan kandungan serat yang
sedikit, sehingga lebih memudahkan asap Penetrasi
cair untuk berdifusi masuk ke dalam kayu Dari uji penetrasi terlihat pada lampiran
kelapa sawit. Untuk spesimen KKS bagian 15 bahwa semua spesimen KKS yang
pinggir (P), tengah (T) dan, Inti (I) mulai diimpregnasi dengan asap cair CKS selama
Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa 48 jam menghasilkan penetrasi yang
terjadi peningkatan absorbsi, di mana sempurna, dari data semua spesimen
spesimen KKS semakin ke dalam nilai mencapai penetrasi 20 mm. Ini membuktikan
absorbsi asap cair CKS semakin besar. ACCKS dapat dengan mudah berdifusi untuk
Peningkatan nilai absorbsi ini disebabkan masuk ke pori-pori kayu kelapa sawit. Gaya
KKS memiliki kandungan serat semakin adhesi juga memegang peranan penting dari
sedikit pada bagian dalam bila dibandingkan mudahnya asap cair masuk ke dalam KKS.
dengan kandungan serat bagian luar. Robert G. Smidt (1998) dalam disertasinya
mengatakan sudut kontak yang lebih kecil
dari suatu cairan yang dimasukkan ke dalam

10
Efek Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit terhadap Jamur Ganoderma sp. pada Kayu Kelapa Sawit
(Thamrin)

kayu akan memiliki gaya adesi tertentu KKS dengan penambahan sedikit media agar
sehingga memudahkan cairan tersebut untuk untuk mempermudah pertumbuhan jamur,
masuk ke dalam kayu.
Perhitungan berat jenis dari spesimen
KKS diperoleh sangat rendah bila
dibandingkan dengan kayu lain, ini
menunjukkan KKS memiliki kerapatan yang
sangat rendah sehingga tidak memiliki sifat
mekanik yang baik.

Efek ACCKS terhadap Pertumbuhan


Jamur
Uji pengawetan terhadap jamur
Ganoderma sp. (Gambar 4), bahwa Gambar 6. Jamur Ganoderma sp. dengan Asap Cair
200°C
perkembangan jamur Ganoderma sp. dengan
kontrol (tanpa perlakuan asap cair) sangat
jelas terlihat di mana jamur tersebut hampir
rata memenuhi cawan petri.

Gambar 7. Jamur Ganoderma sp. Asap Cair 300°C

Gambar 4. Bakteri Ganoderma sp. dengan Media Agar

Gambar 8. Jamur Ganoderma sp. dengan Asap Cair 400°C

Hal ini disebabkan kedua jamur sangat


Gambar 5. Jamur Ganoderma sp. dengan Media Serbuk cepat berkembang biak dengan menggunakan
KKS media agar tanpa adanya faktor penghambat.
Pada perlakuan asap cair perkembangan
Dari Gambar terlihat jamur Ganoderma jamur Ganoderma sp. dapat dihambat karena
sp. dapat tumbuh dengan baik pada serbuk asap cair mengandung fenol, asam yang
dapat membunuh perkembangan jamur. Efek

11
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 9-14

bakterisida yang utama adalah dari fenol dan tinggi sehingga dapat menghambat
ditinjau dari perubahan suhu asap cair yang pertumbuhan jamur dengan baik. Pszezola
digunakan, efek asap cair sangat efektif pada (1995) menjelaskan bahwa asap cair
semua variasi suhu asap cair yang digunakan. mengandung fenol dan asam-asam organik
yang secara bersama dapat efektif
Uji Efektivitas ACCKS terhadap Pertumbuhan menghambat pertumbuhan mikrobia.
Jamur Secara In Vitro
Pengaruh penambahan ACCKS terhadap Pengukuran Biomasa Jamur
pertumbuhan jamur Ganoderma sp. dapat Ditinjau dari pengukuran biomasa jamur
diuji dengan pengukuran diameter koloni dan Ganoderma sp. diperoleh hasil seperti Tabel
pengukuran biomasa jamur. 2.

Pengukuran Diamter Koloni Jamur Tabel 2. Pengukuran Biomasa Jamur Ganoderma sp.
Dari pengukuran diameter koloni jamur
Suhu Pengulangan
Polyporous alcularius dan Ganoderma sp. Asap Cair Berat I Berat II Berat III (g)
diperoleh hasil seperti Tabel 1. CKS (g) (g)
Kontrol 0,95 0,90 0,94
Tabel 1. Pengukuran Diameter Koloni Jamur 200 0,39 0,42 0,40
Ganoderma sp. 250 0,36 0,37 0,35
300 0,32 0,33 0,32
Suhu Rerata diameter koloni (mm) 350 0,29 0,28 0,30
Asap Cair Hari Hari Hari 400 0,23 0,22 0,24
CKS kedua keempat keenam 450 0,27 0,28 0,26
Kontrol 73 81 92
200 23 26 27
250 21 25 26 Uji efektivitas ACCKS terhadap
300 18 23 23 pertumbuhan jamur Ganoderma sp.
350 16 20 21 berdasarkan pengukuran biomasa jamur.
400 9 10 11 Pada Tabel 2 pengukuran biomasa jamur
450 14 16 16
menunjukkan bahwa pada kontrol (tanpa
penambahan asap cair cangkang kelapa
Dari hasil pengukuran diameter koloni
sawit) mempunyai biomasa jamur yang
pada Tabel 1 diperoleh bahwa efektivitas
paling besar yaitu 0,94 g. Hal ini disebabkan
ACCKS terhadap jamur bervariasi. Pada
jamur Ganoderma sp. untuk suhu ACCKS jamur tumbuh dengan adanya media agar,
200°C pada hari keenam mempunyai jadi tanpa asap cair pertumbuhan jamur tidak
diameter koloni 27 mm, untuk suhu ACCKS ada hambatan sama sekali. Sedangkan pada
250°C adalah 26 mm, suhu 300°C adalah 23 cawan petri yang di dalamnya terdapat agar
mm, suhu 350°C adalah 21 mm, suhu 400°C yang telah ditambahkan asap cair
adalah 11 mm dan untuk suhu 450°C adalah pertumbuhan jamur sangat lama. Pada
16 mm. Dari data ini menunjukkan bahwa penambahan ACCKS suhu 200°C
semakin tinggi suhu ACCKS pertumbuhan mempunyai biomasa jamur sebesar 0,40 g,
jamur semakin berkurang dan paling kecil pada suhu 250°C mempunyai biomasa jamur
pertumbuhan jamur adalah pada suhu sebesar 0,35 g, pada suhu 300°C mempunyai
ACCKS 400°C, ini menggambarkan bahwa biomasa jamur sebesar 0,32 g, pada suhu
pada suhu tersebut asap cair mempunyai 350°C mempunyai biomasa jamur sebesar
efektivitas yang tinggi untuk menghambat 0,30 g, pada suhu 400°C mempunyai
pertumbuhan jamur, dan hal ini disebabkan biomasa jamur sebesar 0,24 g, dan pada suhu
asap cair tersebut memiliki kadar fenol yang 450°C mempunyai biomasa jamur sebesar

12
Efek Asap Cair Cangkang Kelapa Sawit terhadap Jamur Ganoderma sp. pada Kayu Kelapa Sawit
(Thamrin)

0,26 g. Dari data ini menunjukkan ACCKS


yang paling efektif mempunyai biomasa yang
terkecil pada suhu 400°C. Ini disebabkan
kadar fenol pada suhu tersebut sangat tinggi.
Pengujian spesimen KKS terhadap daya
tahan jamur Ganoderma sp. dapat dilihat
berturut-turut pada Gambar 9.

Gambar 11. Jamur Ganoderma sp. Asap Cair 200°C

Gambar 9. Spesimen KKS yang Terimpregnasi Asap


Cair 400 oC

Gambar 12. Jamur Ganoderma sp. tanpa Asap Cair

Asap Cair CKS mampu menghambat


atau membunuh pertumbuhan jamur
pembususk putih (white-rot) seperti
Ganoderma sp. karena asap cair CKS hasil
GC-MS, di samping mengandung fenol juga
Gambar 10. Jamur Ganoderma sp. pada Spesimen mengandung asam propionat dan asam
KKS yang Terimpregnasi Asap Cair asetat. Carlos A. Clousen (1996) mengatakan
400°C dengan menggunakan asam propionat 1%
telah dapat menghambat perkembangan
Spesimen KKS dengan perendaman jamur pembusuk putih pada kayu, keras atau
asap cair 400°C (Gambar 10) merupakan kayu lunak, penelitian ini beliau lakukan
spesimen KKS yang telah terimpregnasi asap dengan cara in vitro menggunakan media
cair lalu diuji pengawetannya dengan jamur agar.
Ganoderma sp. dalam jangka waktu 5 bulan,
dan hasil menunjukkan tidak adanya jamur KESIMPULAN
yang dapat tumbuh, ini menunjukkan bahwa
asap cair dapat menghambat pertumbuhan 1. Daya hambat asap cair terhadap
jamur poliporus Alcularius, karena asap cair pertumbuhan jamur adalah bervariasi.
CKS juga mengandung asam propinat yang Hal ini dapat dilihat dari besarnya
diameter koloni dan uji biomasa jamur
dapat menghambat pertumbuhan jamur.
menunjukkan perbedaan sangat nyata.

13
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 9-14

2. Suhu optimum ACCKS yang sangat baik Rebecca E. Ibach and Roger M. Rowell, (2001).
menghambat pertumbuhan jamur “Wood Preservation Based on In situ
Polymerization of Bioactive Monomers”
Ganoderma sp. adalah pada suhu USDA Forest Service, Forest Products
ACCKS 400°C. Laboratory, Madison, Wisconsin U.S.A.
Holzforschung 55365-372.
DAFTAR PUSTAKA Stephen Mallon, Callum A.S.H., (2002). “Covalent
Bonding of Wood Through Chemical
Bunichiroo Tomitta. Chung Yun Hse. (1998). activation” J. International Journal Adhesion &
“Phenol–Urea–Formaldehyde (PUF) Co- Adhesives 22 465-469.
Condensed Wood Adhesives”. J. International Tommimura, et al., (1992). Chemical Characteristic
Journal Adhesion & Adhesives 18 69-79. of Oil Palm Trunk. Japan Agric.
Carol. A. (1996). “Ibufrofen Inhibits Invitro
Growth of White–Rot Fungi” The
International Research Group on Wood
Preservation,. Forest Products Laboratory,
Madison, WI, USA Prepared for the 30th Annual
Meeting Rosenheim, Germany 6-11 June 1999
IRG Secretariat 100 44 STOCKHOLM.
Darnoko. (2001). “Feasibility Study on Full Scale
Plants For Treatment of Waste Water And
Solid Waste from Palm Oil Mills”, Indonesia-
German Coopration Project Production
Integrated Enviromental Protection, Medan.
Dumanauw, F. J. (1990). “Mengenal Kayu”, Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.
Dwinell. D.L. (6-9 November 2002). “Fumigating
and Heat-Treating in Service Hardwood
Pallets” USDA Forest Service, Southern
Research Station, Athens, GA 30605. Annual
International Research Conference on Methyl
Bromide Alternatives and Emmissions
Reduction, Orlando, FL.
Guanghoo He, Bernad Riedy. (2004). “Curing
Cenetics of Phenol Formaldehyde Resin and
Wood-Resin Interaction in the Presence of
Wood Substrates” J. Wood Sci Techmol 38 69-
81.
Prayitno, T. A. Darnoko. (1994). “Karakteristik
Papan Partikel dari Pohon Kelapa Sawit”,
Barita PPKS.
Prayitno, T.A. (1995). “Bentuk Batang dan Sifat
Fisika Kelapa Sawit”. Laporan Penelitian
Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta.
Rebecca E. Ibach, (1999) “Wood Preservation”
Forest Products Laboratory. Wood handbook-
Wood as an engineering material. Gen. Tech.
Rep. FPL–GTR–113. Madison, WI: U.S.
Department of Agriculture, Forest Service.

14
Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam
(Harry Agusnar)

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI


(LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION
LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN
SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Harry Agusnar
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Penelitin tentang penggunaan kitosan sebagai penyerap logam kadmuim telah dilakukan. Kitosan dibuat melalui
proses demineralisasi dengan larutan HCl 2M, deproteinasi dengan larutan NaOH 2M dan deasetilasi kitin
dengan larutan NaOH 40%. Kitosan yang diperoleh berupa padatan berwarna putih kekuningan, tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam asam asetat 96,78%. Larutan kitosan disediakan dengan variasi waktu kontak.
Sampel dicampur dengan larutan larutan kitosan dan pembentukan flokulan dilakukan dengan metode Jar Tes.
Masing-masing pelakuan diukur secara analisi kuantitatif dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom.
Data yang diperoleh dan dianalisis secara statistik dengan Analisis Variansi (ANAVA). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa dengan waktu kontak 75 menit diperoleh kondisi optimum dengan % penyerapan sebesar
35,74%.

Kata kunci: Kitosan, Logam Kadmium, Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo Pealli), Spektrofotometri Serapan
Atom

PENDAHULUAN senyawa kitin dan kitosan mempunyai sifat


sebagai bahan pengemulsi koagulasi,
Pencemaran lingkungan pada perairan reaktifitas kimia yang tinggi dan
disebabkan oleh adanya logam–logam berat menyebabkan sifat polielektrolit kation
seperti kadmium yang berasal dari limbah sehingga dapat berperan sebagai penukar ion
industri sudah lama diketahui. Untuk (ion exchanger) dan dapat berfungsi sebagai
menghilangkan bahan pencemar perairan absorben terhadap logam berat.
tersebut hinggga kini masih terus Kitin merupakan konstituen organik
dikembangkan. Penggunaan biomaterial yang sangat penting pada hewan golongan
merupakan salah satu teknologi yang dapat orthopoda, annelida, molusca, corlengterfa,
dipertimbangkan, mengingat materialnya dan nematode. Kitin biasanya berkonyugasi
mudah didapat dan membutuhkan biaya yang dengan protein dan tidak hanya terdapat pada
relatif murah sebagai bahan penyerap kulit dan kerangkanya saja, tetapi juga
senyawa beracun. terdapat pada trachea, insang, dinding usus,
Tulang rawan cumi–cumi yang berupa dan pada bagian dalam kulit pada cumi–cumi
bagian dalam kulit dengan mudah didapatkan (Clarkson, 2006).
mengandung senyawa kimia berupa kitin dan Diketahui bahwa cumi-cumi (Loligo
kitosan, senyawa ini dapat diolah dan pealli) merupakan hewan invetebrata yang
dimanfaatkan sebagai bahan penyerap pada bagian tulang rawan cumi-cumi
logam–logam berat yang dihasilkan oleh terkandung kitin yang terikat bersama-sama
limbah industri. Hal ini dimungkinkan karena dengan senyawa anorganik lainnya
(Muzzarelli, R.A.A, 1973).

15
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 15-20

Kadmium dan bentuk garamnya banyak Pembuatan Larutan Induk Cd 1000 ppm
digunakan pada beberapa jenis pabrik untuk 1,7917 gram kristal CdCl2.H2O
proses produksinya, industri pelapisan logam dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur
adalah pabrik yang paling banyak 1000 mL sampai garis tanda, sehingga
menggunakan kadmium murni sebagai diperoleh larutan standar Cd 1000 ppm.
pelapis logam. Kasus toksisitas kadmium
semakin meningkat sejalan dengan Pembuatan Kurva Kalibrasi
perkembangan ilmu kimia. Sampai sekarang ƒ Dari larutan standar Cd 1000 ppm dipipet
diketahui bahwa kadmium merupakan logam sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml, kemudian
berat yang paling banyak menimbulkan
dicukupkan dengan aquadest sampai
toksisitas pada makhluk hidup (Darmono,
garis batas, sehingga diperoleh larutan Cd
2001).
100 ppm.
Sahala Panjaitan, (1997), telah ƒ Kemudian dari larutan standar 100 ppm
melakukan penelitian tentang penyediaan dipipet sebanyak 2, 4, 6, 8 dan 10 ml lalu
tulang rawan cumi-cumi menjadi kitin dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
sedangkan Syafrida Siregar, (2006), tentang dan diencerkan dengan aquadest sampai
penggunaan kitosan dari kulit udang sebagai garis tanda, sehingga diperoleh larutan
penyerap logam berat Cd. Hasil penelitian Cd 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm.
tersebut menunjukkan bahwa kitosan dapat
menyerap logam dengan baik. Pembuatan Larutan Kitosan
Kitin dan kitosan diperoleh berdasarkan 1 gram kitosan tulang rawan cumi-cumi
sumbernya dan karakteristik juga didapati dilarutkan dengan asam asetat 1% dalam
berbeda untuk setiap sumber yang dihasilkan, beaker glass 500 mL, lalu diaduk dengan
seperti derajat deasetilasi, viskositas dan magnetic stirrer di atas motor stirrer.
berat molekul (Muzzarelli, R.A.A, 1977).
Dari uraian di atas penulis tertarik untuk Pembuatan Kitin
membuat kitosan dari tulang rawan cumi- 1. Sampel (tulang rawan cumi-cumi) dicuci
cumi yang digunakan untuk menyerap logam lalu dikeringkan, kemudian direndam
kadmium. dalam HCl 2M selama 24 jam,
didapatkan hasil perendaman dalam HCl.
2. Hasil perendaman dengan HCl dicuci
BAHAN DAN METODA
dengan air mengalir hingga pH air cucian
menjadi netral, lalu direndam dengan NaOH
Alat 2M selama 24 jam, didapatkan hasil
Neraca Analitis, Jar Tes, pH meter, perendaman dalam NaOH.
Spektrofotometer FTIR, Spektrofotometer 3. Hasil perendaman dengan NaOH dicuci
Serapan Atom, Motor Stirer, Botol Akuades dengan air mengalir sehingga diperoleh
dan Alat-alat gelas yang ada di kitin basah.
Laboratorium. 4. Kitin basah yang diperoleh dikeringkan.

Bahan Pembuatan Kitosan


Tulang rawan cumi-cumi (Loligo 1. Kitin kering direndam dengan larutan
pealli), Natrium Hidroksida, Asam Klorida, NaOH 40% selama 6 hari, diaduk setiap
Asam Asetat Glasial, Kristal CdCl2.H2O, dan hari agar perendaman homogen
air suling. kemudian disaring sehingga diperoleh
kitosan basah.

16
Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam
(Harry Agusnar)

2. Kitosan basah dikeringkan sehingga Perendaman dengan larutan NaOH 2M


didapatkan kitosan kering, kemudian bertujuan untuk menghilangkan protein
ditentukan dengan Spektrofotometer FT- setelah perendaman, kitin basah yang
IR dan uji kelarutan. dihasilkan segera dilakukan pencucian
dengan air agar tidak terjadi proses
Karakterisasi Kitosan deasetilasi yang dapat menyebabkan
Analisis Spektrofotometri Infra Merah terjadinya kitan.
Padatan kitosan yang dihasilkan dibuat
film. Kemudian, film kitosan dianalisis gugus Penyediaan Kitosan
fungsinya dengan menggunakan instrumentasi Kitin yang dihasilkan direndam dalam
NaOH 40% selama 6 hari berturut-turut dan
spektrofotometri infra merah.
diaduk tiap harinya sehingga dihasilkan
kitosan basah. Kitosan basah yang dihasilkan
Uji Kelarutan Kitosan segera dilakukan pencucian dengan air agar
ƒ Uji kelarutan kitosan dalam larutan tidak terjadi proses degradasi produk selama
CH2O2 10% (v/v). proses pengeringan.
ƒ Uji kelarutan kitosan dalam air. Kitosan yang diperoleh dari proses
ƒ Uji kelarutan kitosan dengan melarutkan deasetilasi kitin dengan menggunakan larutan
kitosan dalam CH3COOH 1% (v/v). NaOH konsentrasi tinggi, dimana proses
deasetilasi bertujuan untuk memutuskan
Penentuan Waktu Kontak Optimum gugus amido (-NHCO-) menjadi gugus
1. Sebanyak 100 ml larutan Cd dengan amina (-NH2) yang akan menghasilkan
konsentrasi 10 ppm dimasukkan ke dalam kitosan.
tabung Jar Test.
Uji Kelarutan Kitosan
2. Ditambahkan 10 ml larutan kitosan 1%
Dari uji kelarutan kitosan didapati
selanjutnya diaduk dengan pengaduk Jar
bahwa dengan menggunakan larutan asam
Test dengan kecepatan 100 rpm dengan asetat 1% dan asam formiat 10% semua
variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 kitosan melarut dengan sempurna dan
menit. membentuk larutan bening dan kental, hal ini
3. Didiamkan selama 15 menit pada 0 rpm. diduga karena pada kitosan telah
4. Diambil filtrate bagian atas dan diatur pH mengandung gugus amino bebas lebih besar
menjadi pH 3, kemudian diukur dari 60% setelah mengalami proses
absorbansinya dengan spektrofotometer deasetilasi. Hasil uji kelarutan kitosan dapat
serapan atom. dilihat pada Tabel 1.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil Uji Kelarutan Kitosan

No Pelarut Kelarutan
Penyediaan Kitin kitosan
Penyediaan kitin dalam penelitian ini 1. Air Tidak larut
berdasarkan metode Alimuniar. A, dan 2. Asam asetat 1% Larut
3. Asam Formiat 10% Larut
Zainuddin. R. (1992).(19) Penggunaan larutan
HCL 2M adalah untuk menghilangkan
mineral-mineral yaitu menguraikan dan Analisis FT-IR Kitosan
menghilangkan CaCO3 dan Ca3(PO4)2, reaksi Pemeriksaan FT-IR untuk sampel
ini terjadi ditandai dengan adanya kitosan bertujuan untuk mengetahui gugus
gelembung-gelembung gas jika tidak ada lagi asetamida yang telah berubah menjadi gugus
gelembung-gelembung gas pada air cucian amina dan menghitung derajat deasetilasinya.
menunjukkan air cucian menjadi netral.

17
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 15-20

Hasil analisis spektrofotometri infra molekul sehingga pita serapan bergeser ke


merah kitosan diperoleh puncak sebagai angka gelombang yang lebih rendah
berikut: pita serapan (-OH) di daerah 3440.8 (Dachriyanus, 2004).
cm-1, pita serapan (-CH) alifatis di daerah Selain itu, kitosan baku sudah berada
2889.2 cm-1, pita serapan amida (-NH) di dalam bentuk murni dan telah dihilangkan
daerah 1639.4 cm-1, pita serapan metil (-CH3) pengotor-pengotornya, sedangkan kitosan
di daerah 1380.9 cm-1 dan pita serapan hasil penelitian ini kemungkinan masih
metilen (-CH2) di daerah 650-1000 cm-1. mengandung bahan pengotor dan adanya uap
Spektrum kitosan menginformasikan adanya air yang mungkin terserap sehingga
serapan di daerah 3440.8 cm-1 yang mempengaruhi ikatan hidrogen antar molekul
menunjukkan adanya gugus (-OH). Lebarnya yang menyebabkan perbedaan puncak
serapan dan pergeseran bilangan gelombang serapan –OH.
ini disebabkan adanya tumpang tindih Penentuan derajat deasetilasi yang
dengan gugus (-NH) dari amina. Serapan paling berperan adalah pita serapan amida
yang dihasilkan oleh spektrum-spektrum di dan hidroksil. Semakin tinggi kandungan
atas mempunyai nilai yang lebih rendah amina yang terkandung di dalam kitosan,
dibandingkan dengan teori. maka semakin tinggi derajat deasetilasinya
Hasil spektrum IR kitosan tulang rawan (Habibie,S, 1996).
cumi-cumi dapat dilihat pada Gambar 1 Kitosan mengandung gugus amina lebih
berikut: besar dari 60%. Perbedaan kandungan amina
merupakan patokan untuk menentukan
senyawa tersebut dalam bentuk kitosan atau
masih berada dalam bentuk kitin. Analisis
spektrofotometri infra merah diperoleh
derajat deasetilasi sebesar 96,78% sehingga
diduga sampel adalah senyawa kitosan.
Senyawa ini diperoleh dari hasil deasetilasi
kitin. Pada proses deasetilasi terjadi
pemutusan ikatan C-N pada gugus amido
sehingga berubah menjadi gugus amin
primer. Derajat deasetilasi yang dihasilkan
Gambar 1. Spektrum FT-IR Kitosan
kitosan yang menggunakan konsentrasi
Menurut teori, pita serapan untuk gugus larutan NaOH 40% sebesar 96,78% lebih
hidroksil (-OH) dan amin primer (-NH2) besar dari 85,52% yang merupakan derajat
berada di daerah 3000-3750 cm-1, ikatan (- deasetilasi kitosan yang pernah dilakukan
CH) alifatis 2700-3000 cm-1, amida (-NH) menggunakan konsentrasi larutan NaOH
didaerah 1640-1670 cm-1, metal (-CH3) di yang sama (Edmi, Yul, 1999).
daerah 1375-1450 cm-1, dan (-CH) di daerah Besarnya derajat deasetilasi kitosan
650-1000 cm-1. tergantung dari konsentrasi alkali yang
Berdasarkan spektrum kitosan baku digunakan, lamanya waktu perebusan,
terdapat perbedaan pita serapan. Kitosan ukuran partikel kitin dan berat jenis (Sirait,
baku mempunyai serapan (-OH) di daerah I.R,2002)
3425.3 cm-1, serapan (-CH) alifatis di daerah Untuk memperoleh kitin yang 100%
2877,6 cm-1, pita serapan amida (-NH) di dapat terdeasetilasi ternyata cukup sulit.
daerah 1600.8 cm-1, sedangkan pita serapan Namun demikian, penghilangan gugus asetil
metil sama-sama berada 1380.9 cm-1. sebanyak 80% sudah memenuhi pasaran
Perbedaan pita serapan (-OH) pada kitosan kitosan. Kitosan dengan derajat deasetilasi
baku dan kitosan hasil penelitian mungkin minimum sebesar 70% dapat diterima di
disebabkan adanya ikatan hidrogen dalam pasaran (Sawalluddin, 1999).

18
Penggunaan Kitosan dari Tulang Rawan Cumi-Cumi (Loligo pealli) untuk Menurunkan Kadar Ion Logam
(Harry Agusnar)

Data Hasil Pengukuran Kadar Kadmium

Data hasil pengukuran kadar kadmium yang diperoleh dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Kadmium Secara Spektrofotometer Serapan Atom.

No. Kadar (ppm) Absorbansi (A)


1 2,0000 0,2290
2 4,0000 0,3250
3 6,0000 0,4450
4 8,0000 0,5480
5 10,0000 0,6250

Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Kadar Kadmium dalam Sampel dengan Variasi Waktu Kontak Secara
Spektrofotometer Serapan Atom

Berat Kitosan Waktu Ulangan


(gram) Kontak
(menit) Rata-rata Kadar (ppm)
I II III

15 0,5860 0,5880 0,5870 0,5870 9,0039 ± 0,0486


30 0,5645 0,5748 0,5678 0,5690 8,6502 ± 0,0287
1,0 45 0,5350 0,5345 0,5355 0,5350 7,9803 ± 0,0243
60 0,5241 0,5240 0,5239 0,5240 7,7638 ± 0,0048
75 0,4570 0,4550 0,4560 0,4560 6,4252 ± 0,0491

Tabel 4. Rancangan Acak lengkap untuk Kadar Kadmium dengan Variasi Waktu Kontak Secara
Spektrofotometri Serapan atom dalam Sampel

Sumber Keragaman Derajat Jumlah Kuadrat Kuadrat F Hitung F Tabel 5%


Bebas Tengah
Waktu kontak 4 11,8819 2,9705 1291,5217* 3,48
Galat 10 0,0233 0,0023
Total 14 11,9052
Ket: * = nyata

Rancangan Acak Lengkap untuk Hasil Hal ini menunjukkan bahwa waktu kontak
Pengukuran Kadar Kadmium kitosan mempunyai pengaruh nyata terhadap
Dari hasil perhitungan rancangan acak kadar kadmium.
lengkap untuk pengukuran kadar kadmium
diperoleh daftar ANAVA pada Tabel 4 sehingga KESIMPULAN DAN SARAN
dapat dilihat bahwa: untuk taraf faktor waktu Kesimpulan
kontak larutan kitosan terhadap kadar Cd F 1. Kitosan yang diperoleh telah dilakukan
hitung > F0,05. F hitung sebesar 1291,5217 adalah pengujian seperti uji kelarutan di mana
lebih besar dari F0,05 sebesar 3,48 berarti hipotesa kitosan larut di dalam larutan asam asetat
nol (H0) ditolak dan hipotesa alternatif diterima.

19
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 15-20

1% dan asam formiat 10%, serta Syafrida, S. 2006. Studi Perbandingan Penggunaan
penentuan derajat deasetilasi dengan Pelarut Kitosan sebagai Penyerap Logam
Berat Kadmium (Cd2+) dengan
perhitungan melalui spektrum infra Menggunakan Metode Spektrofotometri
merah dan didapati DD sebesar 96,78%. Serapan Atom. Skripsi, Medan: Universitas
2. Kitosan mampu menyerap logam Sumatera Utara.
kadmium secara optimum pada waktu
kontak 75 menit dengan % penyerapan
sebesar 35,75%.

Saran
Untuk peneliti selanjutnya disarankan
dalam penentuan derajat deasetilasi pada
kitosan dengan menggunakan metode yang
lain seperti UV dan TGA, sehingga dapat
dibandingkan hasilnya dengan metode
spektrofotometri infra merah dan dilakukan
penelitian tentang penggunaan kitosan untuk
logam-logam berat lainnya seperti Hg, Bi.

DAFTAR PUSTAKA

Clarkson. (2006). Potensi Limbah Udang Sebagai


Penyerapan Logam Berat (timbal, Kadmium,
dan tembaga) di Perairan http://www.rudyct.
topcities.com/pps702 71034/marganof.htm.
Diakses tanggal 12 Februari 2006.
Dachriyanus. 2004. Analisis Struktur Senyawa
Organik Secara Spektrofotometri Cetakan
pertama. Padang: Universitas Andalas Press.
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan
Pencemaran. Cetakan Pertama. Jakarta: UI-
Press.
Edmi, Yul. 1999. Penentuan Nisbah Kitin dan
Kitan dalam Kitosan dengan Menggunakan
Spektroskopi IR. Skripsi Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Habibie, S. 1996. Penelitian Pembuatan Chitosan di
Indonesia. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Kajian Material. Jakarta.
Muzzarelli, R.A.A. 1973. Natural Chelating
Polimer. Oxfort: Pergamon Press.
Muzzarelli, R.A.A. 1977. Chitin, Oxfort: Pergamon
Press.
Sawalluddin. 1999. Ekstraksi Kitin dan Kitosan
dari Kulit Udang. Skripsi Medan: Universitas
Sumatera Utara.
Sirait, I.R. 2002. Pemanfaatan Kitosan dari Kulit
Udang Dan Cangkang Belangkas untuk
Menurunkan Kadar Ni, Cr Limbah Cair
Industri Pelapisan Logam. Tesis: Universitas
Sumatera Utara.

20
Pengaruh Penggumpal Asam Asetat, Asam Formiat, dan Berat Arang Tempurung Kelapa terhadap Mutu Karet
(Yugia Muis)

PENGARUH PENGGUMPAL ASAM ASETAT, ASAM FORMIAT,


DAN BERAT ARANG TEMPURUNG KELAPA
TERHADAP MUTU KARET

Yugia Muis
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Telah dilakukan penelitian arang sebagai bahan pengisi karet yang digumpalkan dengan asam asetat dan asam
formiat. Sampel karet ditambahkan dengan arang (ukuran partikelnya 80 mesh) sebanyak 36, 38, 40, 42 dan 44
gram. Selanjutnya digumpalkan dengan asam asetat dan asam formiat untuk menggumpal lateks tanpa
penambahan arang. Terhadap karet kering hasil penggumpalan dilakukan pengujian mutu yaitu Plastisitas awal
(Po), Plastisitas Retensi Indeks (PRI), Viskositas Mooney, dan kadar abu karet. Dari hasil penelitian ternyata
diperoleh dengan penambahan arang (ukuran partikel 80 mesh) ke dalam karet yang digumpalkan dengan asam
asetat dan asam formiat memberikan hasil yang lebih baik bila dibandingkan tanpa penambahan arang sehingga
mutu karet yang dihasilkan lebih tinggi.

Kata kunci: Arang, Bahan Pengisi, Karet, Tempurung Kelapa, Penggumpalan

PENDAHULUAN merupakan suatu padatan berpori yang terdiri


dari karbon yang berbentuk amorf.
Lateks adalah partikel karet yang Arang diperoleh dari hasil perubahan
dilapisi oleh protein dan fosfolipida yang bahan–bahan yang mengandung karbon
terdispersi di dalam serum. Protein terdapat dengan udara terbatas pada suhu tinggi.
pada lapisan luar memberi muatan negatif Besarnya kandungan karbon yang terdapat
terhadap partikel karet pada pH netral. Pada dalam arang tergantung pada bahan baku dan
proses pengolahan karet terdapat tahapan cara pembuatannya. Arang yang bermutu
penggumpalan lateks. Penggumpalan lateks baik biasanya mengandung 75% atau lebih
dapat terjadi karena rusaknya kemantapan karbon dengan kandungan hidrokarbon tidak
sistem koloid lateks. lebih dari 28%.
Kerusakan ini dapat terjadi dengan jalan Arang digunakan sebagai bahan pengisi
penetralan muatan protein dengan karet yang aktif yaitu bahan pengisi yang
penambahan asam sehingga muatan negatif fungsinya selain memperbesar volume juga
dan muatan positif seimbang (titik dapat memperbaiki kekerasan karet.
isoelektris). Dengan demikian penambahan arang ke
Bahan kimia yang biasa digunakan dalam lateks yang digumpalkan dengan asam
dalam penggumpalan lateks adalah asam asetat dan asam formiat diharapkan dapat
formiat dan asam asetat. Kedua asam ini memperbesar volume dari karet dan
dapat digunakan untuk menghambat memperbaiki kekerasan karetnya, sehingga
terjadinya reaksi pengerasan pada karet mutu karet lebih baik.
selama penyimpanan. Di lain pihak arang

21
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 21-24

Berdasarkan uraian di atas penulis labmill sebanyak 6 kali. Karet kering


melakukan penelitian dengan memanfaatkan dihasilkan diuji dengan mutu karet sesuai
arang sebagai bahan pengisi karet yang denga SIR. Muk asam asetat sebagai
digumpalkan dengan asam asetat dan asam penggumpal lateks dengan bahan pengisi
formiat. arang dilakukan dengan cara yang sama.

BAHAN DAN METODE Penetapan Plastisitas Awal dan Plastisitas


Retensi Indeks (PRI)
Pembuatan Arang dari Tempurung Kelapa Contoh sekitar 25 g digiling dengan
50 buah tempurung kelapa dibersihkan, gilingan lab sebanyak 3 kali dengan
dijemur di bawah sinar matahari, lalu ketebalan 1,6-1,8 mm. Lembaran karet
dipotong menjadi ukuran kecil. Diovenkan tersebut dilipat dua dan ditekan perlahan-
selama 3 jam pada 1000C – 1050C, lahan dengan telapak tangan hingga
didinginkan dalam desikator. Setelah ketebalan 3,3-3,6 mm. Lembaran tersebut
didinginkan, tempurung kelapa sudah dipotong dengan wallace punch sebanyak 6
dipotong kecil, masukkan dalam cawan buah potongan uji dengan diameter 13 mm.
porselin dan ditutup dengan aluminium foil. Plastisitas awal dan setelah pengusangan
Dimasukkan dalam tanur pada 5000C (4 jam). dilakukan dengan alat plastimeter.
Didinginkan dalam desikator dan dicuci
dengan aquadest. Arang terbentuk diovenkan Penetapan Viskositas Mooney
pada suhu 1000C-1050C dan didinginkan Alat viskosimeter dipanaskan 1 jam.
dalam desikator dan diayak 80 mesh. Masing-masing lembaran contoh karet
diambil 2 potongan uji dengan alat Wallace
Asam Formiat sebagai Penggumpal Lateks punch. Ditusukkan rotor ke contoh karet
dengan Bahan Pengisi Arang pertama yang telah diberi lubang dengan
Lateks sebanayak 12 liter, disaring gunting. Contoh kedua diletakkan tepat di
dengan saringan 40 mesh untuk atas rotor lalu dimasukkan bersama-sama ke
menghilangkan kotoran yang terikut pada rotor bawah. Ditutup stator atas dan setelah
penyadapan. Masing-masing 1 liter lateks tertutup stopwatch dihidupkan. Setelah tepat
dimasukkan dalam 6 mangkuk penggumpal. 1 menit, dijalankan rotor. Nilai viskositas
Untuk mangkuk 1, 1 liter lateks ditambah dibaca dengan alat penunjuk. Angka yang
arang yang ukuran partikel 80 mesh ditunjukkan jarum mikrometer setelah menit
sebanyak 36 g. Ditambah asam formiat keempat adalah nilai viskositas karet.
sampai pH 4,7, dan didapat volume asam
formiat 20 ml. Untuk mangkuk 2-6 dilakukan Penetapan Kadar Abu
hal yang sama dengan mangkuk 1 dengan Lateks yang telah menggumpal
volume asam formiat tetap dan berat arang ditimbang sebanyak 5 g contoh yang telah
bervariasi (38 g, 40 g, 42 g, 44 g). Koagulan diseragamkan, kemudian dipotong-potong
karet yang terbentuk ditambah air dan dimasukkan dalam cawan porselin yang
secukupnya untuk menutupi permukaan terlebih dahulu dikeringkan dan ditimbang.
logam, diamkan selama satu malam. Contoh dipijarkan pada perubahan dalam
Selanjutnya masing-masing koagulan Muffle Furnace (5500C) selama 2 jam sampai
digiling dengan alat creper sebanyak 9 kali tidak berjelaga lagi. Cawan platina
gilingan, diovenkan 1100C (35 jam) sehingga didinginkan dalam desikator sampai suhu
karet kering. Setelah itu digiling dengan alat kamar, kemudian ditimbang.

22
Pengaruh Penggumpal Asam Asetat, Asam Formiat, dan Berat Arang Tempurung Kelapa terhadap Mutu Karet
(Yugia Muis)

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 4. Plastisitas Retensi Indeks dengan


Penggumpal Asam Asetat
Plastisitas Awal Nilai PRI (%)
Penambahan arang ditambahkan ke Perlakuan Jenis SIR
1 2 rata-rata
dalam lateks menghasilkan Po lebih tinggi Kontrol 76 74 75 SIR 5
dibandingkan tanpa penambahan arang. 36 g arang 85 88 86,5 SIR 5
38 g arang 91 88 89,5 SIR 5
Berarti dengan penambahan asam formiat
40 g arang 85 83 84 SIR 5
dan arang menyebabkan logam dan zat 42 g arang 84 82 83 SIR 5
pengotor terdapat dalam lateks berkurang 44 g arang 78 78 78 SIR 5
pada waktu penggumpalan, sehingga nilai
plastisitas awal karet dihasilkan tinggi dan Viskositas Mooney
mutu lebih baik. Penambahan arang ke dalam lateks
dengan penggumpal asam formiat dan asam
Plastisasi Retensi Indeks (Pri) asetat menghasilkan nilai viskositas mooney
Penambahan arang ke dalam lateks yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan
dengan penggumpal asam formiat dan asam kontrol, karena dengan penambahan
asetat menghasilkan nilai plastisasi retensi penggumpal lateks dan arang, maka
indeks yang lebih tinggi bila dibandingkan kandungan senyawa bukan karet yang
dengan kontrol, hal ini berarti dengan berfungsi sebagai katalis membentuk ikatan
silang terlarut dalam fase serum, sehingga
penambahan penggumpal lateks dari arang
karet yang dihasilkan keras.
akan menyebabkan konsentrasi zat-zat aceti
oksidan yang terdapat dalam lateks makin Tabel 5. Viskositas Mooney Karet dengan Penggumpal
kecil karena teradsorpsi ke dalam serum, di Asam Formiat
samping itu juga disebabkan oleh lipid yang
terdapat dalam lateks akan terhidrolisa Nilai PRI (%)
Perlakuan Jenis SIR
1 2 rata-rata
menghasilkan asam lemak bebas atau Kontrol 64 66 65 QV-70
teradsorpsi pada karet mengakibatkan 36 g arang 75 75 75 QV-70
naiknya plastisitas retensi indeks sehingga 38 g arang 75 73 74 QV-70
mutu karet yang dihasilkan lebih baik. 40 g arang 73 70 71,5 QV-70
Nilai Rata-rata PRI tertinggi pada 42 g arang 76 76 76 QV-70
44 g arang 74 72 73 QV-70
penambahan 38 g arang.

Tabel 3. Plastisitas Retensi Indeks Karet dengan Tabel 6. Viskositas Mooney Karet dengan Penggumpal
Penggumpal Asam Formiat Asam Asetat

Nilai PRI (%) Nilai PRI (%)


Perlakuan Jenis SIR Perlakuan Jenis SIR
1 2 rata-rata 1 2 rata-rata
Kontrol 78 76 77 SIR 5 Kontrol 64 66 65 QV-70
36 g arang 84 83 83,5 SIR 5 36 g arang 73 72 72.5 QV-70
38 g arang 88 87 87,5 SIR 5 38 g arang 73 75 74 QV-70
40 g arang 83 80 81,5 SIR 5 40 g arang 75 76 75,5 QV-70
42 g arang 81 80 80,5 SIR 5 42 g arang 78 75 76,5 QV-70
44 g arang 85 83 84 SIR 5 44 g arang 75 75 75 QV-70

23
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 21-24

Kadar Abu DAFTAR PUSTAKA


Penambahan Arang ke dalam lateks
dengan penggumpal aasm formiat dan asam Nelteresia, 1999, Pemamfaatan Limbah Cair Kakao
sebagai Penggumpal Kateks, Skripsi Jurusan
asetat menghasilkan kadar abu yang lebih Kimia, FMIPA USU, Medan
rendah bila dibandingkan dengan kontrol, Ompusunggu, M dan A. Darussamin, 1989.
karena dengan penambahan arang falam ”Pengetahuan Umum Lateks” Balai Penelitian
proses penggumpalan menyebabkan ion Perkebunan Soci.
logam dan anion anorganik lebih mudah Soeksarti dan Imam.S,1975, Peregang pH Terhadap
Lateks Kebun dengan Sifat Karet yang di
keluar dari fase karet dan karet dalam serum Peroleh, Menara perkebunan,Vol 43.
sehingga mutu karet yang dihasilkan lebih De-Boer,1952, Pengetahuan Praktis Tentang Karet,
baik. Penyelidikan Karet Indonesia, Bogor.
Hanum, A, 1973, Viscosity Stabilised Rubber,
Tabel 7. Kadar Abu dengan Penggumpal Asam Asetat Buletin BPPM,Vol.IV,No.1.

Nilai PRI (%)


Perlakuan 1 2 rata-rata Jenis SIR
Kontrol 0,49 0,49 0,49 SIR-5
36 g arang 0,47 0,45 0,46 SIR-5
38 g arang 0,48 0,48 0,48 SIR-5
40 g arang 0,47 0,48 0,475 SIR-5
42 g arang 0,46 0,44 0,45 SIR-5
44 g arang 0,48 0,47 0,475 SIR-5

Tabel 8. Kadar Abu dengan Penggumpal Asam Formiat

Nilai PRI (%)


Perlakuan 1 2 rata-rata Jenis SIR
Kontrol 0,49 0,49 0,49 SIR-5
36 g arang 0,46 0,48 0,47 SIR-5
38 g arang 0,45 0,47 0,46 SIR-5
40 g arang 0,5 0,47 0,485 SIR-5
42 g arang 0,44 0,42 0,43 SIR-5
44 g arang 0,43 0,46 0,445 SIR-5

KESIMPULAN

1. Penambahan arang (ukuran partikel 80


mesh) ke dalam lateks yang digumpalkan
dengan asam asetat dan asan formiat
menghasilkan mutu karet yang lebih baik
dibandingkan dengan kontrol.
2. Asam asetat lebih baik digunakan sebagai
penggumpal lateks bila dibandingkan
dengan asam formiat karena nilai rata-
rata viskositas mooney dan plastisitas
retensi indeks (PRI) karet dengan
penggumpal asam asetat lebih tinggi dari
penggumpal asam formiat.

24
Uji Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Kayu Tumbuhan Cep-Cepen (Castanopsis Costata BL) dengan Metode
(Tata Bintara Kelana)

UJI SITOTOKSIK EKSTRAK METANOL KULIT KAYU


TUMBUHAN CEP-CEPEN (CASTANOPSIS COSTATA BL)
DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY ASSAYS

Tata Bintara Kelana


Fakultas Biologi
Universitas Medan Area
Jl. Kolam No.1 Medan

Abstrak

Telah dilakukan penelitian terhadap ekstrak kulit kayu tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis Costata BL) yang
pemeriksaannya dilaksanakan dengan cara 100 g kulit batang tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis Costata BL)
yang dimaserasi dengan methanol sebanyak 1200 ml dan diulang 5 kali maserasi dengan waktu maserasi 5 hari.
Maserat dipekatkan dengan vacum dan diperoleh berat ekstrak pekat metanol = 5,7 g. Uji pendahuluan fitokimia
memperlihatkan adanya senyawa kelompok flavonoida. Uji toksisitas ekstrak metanol kulit batang tumbuhan
Cep-cepen (Castanopsis Costata BL) dengan metode Brine Shrimp Lethality Assays diperoleh LC50 = 72,36
µg/mL, data dianalisis dengan menggunakan program Finney. Dari hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa
ekstrak metanol kulit batang tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis costata BL) aktif terhadap uji Brine Shrimp
Lethality Assays.

Kata kunci: Brine Shrimp Lethality Assays, Castanopsis costata.BL, LC50, Toksisitas

PENDAHULUAN tradisional sesudah diekstraksi dan telah


dilakukan uji pendahuluan terhadap aktifitas
Hutan tropika kaya akan kelompok antimikroba dan anti jamur (Arbain, 2001).
tumbuhan jenis menjalar, herba, dan terutama Keberadaan senyawa–senyawa kimia
sekali dari jenis berkayu. Menurut perkiraan, yang dijumpai pada tumbuh–tumbuhan
tumbuh–tumbuhan tropika terdapat di daerah merupakan hasil dari proses biosintesis, yang
luas seluas 9 juta km2 atau 7% dari luas dilakukan tumbuh–tumbuhan, dan senyawa
daratan bumi, diantaranya 5 juta km2 berada tersebut banyak yang memiliki khasiat antara
di daerah tropika Amerika, dan masing- lain sebagai pelindung terhadap penyakit atau
masing 2 juta km2 di Asia dan Afrika pemangsa (Achmad, 2001).
(Achmad, 2001). Bervariasinya kandungan senyawa yang
Inventarisasi yang sistematik, survey terdapat pada tumbuhan dapat disebabkan
etnobotani dan fitokimia dari tumbuhan oleh pengaruh perbedaan letak geografis,
Sumatera sudah dimulai dua dekade yang perubahan iklim, perbedaan morfologis, dan
lalu. Hal ini disertai dengan studi kimia berbedanya bagian tumbuhan yang
khususnya mengenai metabolit sekunder digunakan (Collegate and Molyneux, 1993).
antara lain: alkaloid, terpenoid, dan Pada masyarakat yang tinggal di sekitar
flavonoid. Selama 5 tahun terakhir, dari 4534 hutan Tangkahan Taman Nasional Gunung
tumbuhan berbunga yang berbeda yang Leuser, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara
dikoleksi dari hutan Sumatera dan uji yang banyak dihuni oleh suku Karo, telah
metabolit sekunder yang utama, lebih dari mengenal dan sekaligus memanfaatkan
700 tanaman yang dikoleksi, memiliki nilai beberapa jenis tumbuhan yang berpotensi

25
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 25-30

sebagai obat tradisional. Tumbuhan yang reaksi lalu ditambahkan asalm sulfat 2 N (10-
biasa digunakan antara lain dikenal dengan 20 tetes) dan kocok perlahan dengan cara
nama daerah Cep-cepen (Castanopsis Costata membalik tabung reaksi, biarkan sejenak dan
BL) yang dimanfaatkan sebagai obat sakit pipet lapisan asam ke dalam dua tabung
perut bagian dalam atau mag yang mungkin reaksi kecil dan uji dengan pereaksi Mayer,
berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat tidak ada endapan berarti negatif alkaloid.
anti kanker. Penggunaan beberapa jenis (Culvenor and Fitzgerald, 1963).
tumbuhan obat oleh masyarakat di daerah
Tangkahan masih berdasarkan informasi Pemeriksaan Triterpenoid/Steroid
yang turun temurun, dan belum diteliti secara Pemeriksaan triterpenoid/steroid dilakukan
ilmiah (Mumpuni, 2004). dengan pereaksi lieberman Buchard dengan
cara menambahkan anhidrida asetat kurang
BAHAN DAN METODA lebih 3 tetes ke dalam salah satu plat tetes
dan pada lubang yang lain ditambahkan asam
Alat sulfat pekat 2 tetes sebagai pembanding.
Peralatan yang digunakan adalah: alat- Pada bagian yang ditambahkan asam asetat
alat gelas, pipet mikro, alat destilasi, alat anhidrida diaduk perlahan beberapa saat
rotary evaporator, plat kromatografi lapis sampai kering, kemudian ditambahkan asam
tipis, oven, lampu UV, neraca analitik, kertas sulfat dan amati pewarnaan yang timbul.
saring, alat penetas udang, alat aerator, vial, Pewarnaan merah atau merah ungu
lampu pijar, dan desikator. memberikan indikasi positif triterpenoid
sementara warna hijau atau hijau biru
Bahan memberikan indikasi positif steroid
Bahan–bahan yang diperlukan adalah (Harborne, 1987).
kulit kayu tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis
Costata BL), kulit kayu tumbuhan Cep-cepen Pemeriksaan Flavonoid
(Castanopsis Costata BL), metanol teknis, Pemeriksaan flavonoid dilakukan
asam sulfat, asam asetat, air suling, pereaksi dengan memotong–motong kurang lebih 4 g
mayer, asetat anhidrida, asam klorida sampel segar dan dimasukan ke dalam
(Merck), NaOH, logam magnesium, besi (III) tabung reaksi, direndam dengan air dan
klorida, iodium, air laut, DMSO (dimetil dididihkan dengan api langsung. Air rebusan
sulfoksida), kista arthemia salina leach, plat dipindahkan selagi masih panas ke dalam
kromatografi lapis tipis. tabung reaksi lain dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan untuk flavonoid, fenolik dan
Pemeriksaan Alkaloid juga saponin. Pengujian flavonoid dilakukan
Pemeriksaan alkaloid dilakukan pemeriksaan dengan memipet air rebusan ke
terhadap contoh segar kurang lebih 4 g dalam tabung reaksi kecil lalu ditambahkan
dipotong-potong, dan dihaluskan dalam asam klorida kurang lebih 0,5 volume air dan
lumpang bersama sedikit pasir dan kurang beberapa butir serbuk magnesium. Pewarnaan
lebih 10 ml kloroform. Dipindahkan sebagian orange sampai merah memberikan indikasi
ekstrak kloroform ke dalam dua lubang plat positif flavonoid (Harborne, 1987).
tetes untuk uji triterpenoid/ steroid. Ke dalam
sisa ekstrak kloroform tambahkan kloroform Pemeriksaan Fenolik
amoniak 0.05 N (± 5 ml) sambil digerus Pemeriksaan fenolik dilakukan dengan
beberapa saat, ekstrak kloroform amoniak menggunakan besi (III) klorida dimana
disaring dengan kapas ke dalam tabung pewarna biru atau biru ungu memberikan

26
Uji Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Kayu Tumbuhan Cep-Cepen (Castanopsis Costata BL) dengan Metode
(Tata Bintara Kelana)

indikasi positif fenolik dan hasil pengamatan methanol dipekatkan in vacuo, dan
menunjukkan hasil positif adanya senyawa selanjutnya dan ditimbang.
fenolik dan hasil pengujian terhadap sampel
positif fenolik. Pemeriksaan saponin dapat Uji Toksisitas
dilakukan dengan menggunakan air rebusan Uji Toksisitas dilakukan seperti berikut:
dalam tabung reaksi dikocok beberapa saat 1. Persiapan hewan uji, hewan uji yang
dan bila terbentuk busa permanen kurang digunakan adalah larva udang (arthemia
lebih 15 menit tidak hilang dengan salina leach) karena pertumbuhan sel
penambahan satu tetes asam klorida larva udang dianggap sama dengan
menunjukkan uji positif saponin (Harborne, pertumbuhan sel kanker (Collegate and
1987). Molyneux, 1993). Kista arthemia salina
leach ditetaskan di dalam bejana yang
Pemeriksaan Kumarin sudah diisi air laut. Bejana terbagi dua
Pemeriksaan kumarin dilakukan dengan bagian yang saling berhubungan, di mana
melakukan maserasi 5 g sampel dengan ada bagian yang terang dan ada bagian
CH3OH selam 5 hari. Hasil maserasi disaring yang gelap. Bejana dilengkapi dengan
dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, alat aerasi dan kista dimasukkan ke
kemudian tabung reaksi dipanaskan dengan dalam bagian yang gelap dan dibiarkan
pemanas air dan mulut tabung reaksi ditutup menetas, setelah 48 jam hewan uji siap
dengan kertas saring yang dibasahi dengan untuk digunakan
NaOH 10%. Biarkan pemanasan berlangsung 2. Persiapan sampel larutan induk setiap uji
selama 10 menit. Kemudian keringkan dalam dengan melarutkan 20 mg sampel dalam
oven, lihat warna fluoresensi dengan lampu 2 ml metanol. Larutan uji 1000 ppm
UV 365 nm. Adanya kumarin ditandai oleh dibuat dengan memipet larutan induk
warna fluoresensi kuning kehijauan. Cara sebanyak 500 μl, sedangkan larutan uji
lain untuk mengidentifikasi kumarin dengan 100 ppm dan 10 ppm dibuat dengan
memakai plat kromatografi lapis tipis. Noda memipet 50 μl dan 5 μl dari larutan
sampel yang ditotolkan dan dielusi dengan induk, vial larutan uji dimasukkan ke
pelarut organik diamati fluoresensinya di dalam desikator sampai kering.
bawah lampi UV 365 nm, kemudian noda
diolesi larutan NaOH 10% dalam metanol Uji toksisitas dilakukan terhadap ekstrak
dan pengamatan dilakukan kembali dengan metanol kulit kayu Cep-cepen (Castanopsis
UV 365 nm. Adanya kumarin ditandai Costata BL). Konsentrasi larutan uji adalah
fluoresensi biru terang dan hasil pengujian 1000 ppm, 100 ppm dan 10 ppm, masing–
menunjukkan positif kumarin (Feigl, 1960). masing konsentrasi dibuat 3 vial untuk
Maserasi dan ekstraksi dilakukan kontrol, kemudian ke dalam setiap vial
terhadap 100 g sampel kulit kayu tumbuhan ditambahkan dimetilsulfoksida sebanyak 50
Cep-cepen yang telah dikering anginkan μl dan ditambahkan air laut kurang lebih 2
selama beberapa hari dihaluskan, ditimbang, ml. Masukkan 10 ekor anak udang ke dalam
dan dimaserasi dalam 500 ml metanol selama vial dan cukupkan volumenya sampai 5 ml
5 hari, kemudian dilakukan penyaringan, dengan air laut. Kemudian anak udang
filtrat dipisahkan metanol dan ampasnya diamati setelah 24 jam, data yang diperoleh
direndam kembali dengan yang baru. diolah dengan menggunakan program finney
Maserasi dilakukan 6x5 hari. Ekstrak dan LC50 ditentukan.
HASIL DAN PEMBAHASAN

27
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 25-30

flavonoida yang positif, yakni dengan adanya


Hasil pembentukan warna larutan kuning
Kulit batang Cep-cepen (Castanopsis kemerahan yang diamati dengan menggunakan
Costata BL) yang telah kering dihaluskan reagen Mg-HCl, hasil yang diperoleh dari uji
dan ditimbang, maserasi dilakukan dengan fitokimia dapat dilihat pada Tabel 1.
menggunakan methanol teknis yang sudah Dari hasil uji toksisitas ekstrak methanol
didestilasi, 100 g sampel kulit batang Cep- yang diperoleh dengan menggunakan metode
cepen (Castanopsis Costata BL) yang Brine Shrimp Lethality Assay terhadap larva
dimaserasi menghasilkan 5,7 g ekstrak kental udang memperihatkan hasil seperti
methanol. diperlihatkan pada Tabel 2.
Pada pemeriksaan pendahuluan Data yang diperoleh pada Tabel 1. yang
Fitokimia tentang kandungan metabolit merupakan hasil dari uji toksisitas dihitung
sekunder terhadap kulit batang tumbuhan nilai LC.50 dengan menggunakan program
Cep-cepen (Castanopsis Costata BL) Finney dan diperoleh hasil LC.50 = 72,36
memperlihatkan adanya kandungan senyawa ppm.

Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Cep-cepan (Castanopsis Costata BL)

No Golongan Kimia Pereaksi Hasil reaksi


1 Alkaloid Mayer/Dragendorff -
2 Fenolik Besi (III) klorida -
3 Flavonoid Logam Mg – HCl +
4 Steroid Lieberman-Burchard -
5 Saponin Tes busa -
6 Kumarin NaOH 10% -

Tabel 2. Hasil Uji Toksisitas Ekstrak Metanol Kulit Batang Tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis Costata BL)

No. Vial Jumlah larva yang mati tiap konsentrasi (µg/ml)


10 100 1000 kontrol
1 2 7 9 0
2 1 6 8 0
3 2 6 8 0
Jumlah Kematian 6 19 25 0
Jumlah Larva 30 30 30 30
% kematian 20% 63,3% 83% -
Nilai LC50 72,36µg/ml = 72,36ppm

Pembahasan

28
Uji Sitotoksik Ekstrak Metanol Kulit Kayu Tumbuhan Cep-Cepen (Castanopsis Costata BL) dengan Metode
(Tata Bintara Kelana)

Uji bioaktivitas yang merupakan uji 2. Uji toksisitas ekstrak methanol kulit
toksisitas ekstrak methanol kulit batang batang tumbuhan Castanopsis Costata
tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis Costata BL dengan metode Brine Shrimp
BL) terhadap larva udang Artemia salina Lethality Assay dinyatakan aktif dengan
Leach, merupakan cara pengujian nilai LC.50 = 72,36 ppm
bioaktivitas yang sederhana, cepat, tidak
membutuhkan kondisis aseptis dan hasil yang Saran
diperoleh dapat dipertanggungjawabkan, Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan
sehingga hasil yang diperoleh dapat dijadikan dapat dilakukan pengujian aktivitas
acuan untuk melakukan langkah penelitian biologinya terhadap ekstrak hasil fraksinasi
lanjutan. dengan beberapa pelarut berdasarkan
Berdasarkan hasil uji fitokimia terhadap kepolaran pelarut yang berubah sesuai
adanya kandungan metabolit sekunder pada dengan step gradient polarity. Selain itu,
kulit batang tumbuhan Cep-cepen, dapat dilakukan isolasi senyawa murni dari
memperlihatkan adanya kandungan senyawa ekstrak kulit batang tumbuhan Cep-cepen
flavonoida yang dominan, Tetapi kandungan (Castanopsis Costata BL) juga dilakukan uji
senyawa metabolit sekunder yang lainnya aktivitas biologisnya.
bukan berarti tidak ada, karena bila dilakukan
isolasi dan pemurnian terhadap senyawa DAFTAR PUSTAKA
murni bukan tidak mungkin dijumpai
senyawa dari kelompok senyawa lain yang Achmad, S.A. 2001. Prospek Kimia Bahan Alam
tidak tampak pada uji pendahuluan fitokimia. Konservasi Hutan Tropika Indonesia.
Makalah Seminar Nasional VI Kimia Dalam
Hasil uji toksisitas ekstrak methanol Industri dan Lingkungan. Padang.
kulit batang tumbuhan cep-cepen Arbain, D. 2001. Two Decades of Chemical Study
menunjukkan bahwa hasil LC.50 = 72,36 ppm on the Constituents of Some Sumatra Plant.
dan ini memperlihatkan bahwa ekstrak Abstract International Seminar on Tropical
methanol kulit batang tumbuhan cep-cepen Rainforest Plant and the Utilizatin for
Development. Padang.
aktif, karena menurut literature yang ada Collegate, S.M. and R.J. Molyneux. 1993. Bioactive
menyatakan bahwa bila nilai LC 50 hasil uji Natural Product Detection, Isolation and
ekstrak nilainya berada di bawah 1000 ppm, Structural Determination CRC, Boca Raton,
maka ekstrak tersebut dinyatakan aktif dalam Ann Arbor, London. 14-23, 441-455.
menghambat pertumbuhan larva udang Cordell, G.A. 1981 Introduction to Alkaloids. A
Wiley Interscience Publication, John Wiley &
artemia salina leach. Son, New York, Chicester, Brisbane, Toronto.
Cordell, G.A. 1993. The Discovery of Plant
KESIMPULAN DAN SARAN Anticancer Agents, 841-844
Culvenor C.C.J. and J.S. Fitzgerald, 1963. A Field
Kesimpulan Methods for Alkaloids Screening of Plants. J.
Pharm. Sci, 52, 303-304.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Farnsworth, N.R. 1966 Biological and Phytochenical
dengan melakukan uji fitokimia dan uji Screening of Plant. Journal of Pharmaceutical
toksisitas terhadap ekstrak methanol kulit Sciences, 55.
kayu tumbuhan Cep-cepen (Castanopsis Harborne, J.B 1987. Phytochemical Method
Costata BL) dapat disimpulkan bahwa: (Metode Fitokimia), Terjemahan oleh Kosasih
Patmawinata dan Iwang Soediro, Terbitan II,
1. Kandungan senyawa metabolit sekunder ITB, Bandung.
yang ditemukan pada ekstrak methanol Harborne, J.B. 1973. Phytochemistry Methods,
kulit batang tumbuhab Cep-cepen Chapman and Hall, Landon
(Castanopsis Costata BL) adalah Ikan, R. 1969, Nat.Prod. A Laboratory Guide,
kelompok senyawa flavonoida. Academic Press, London, New York, San
Fransisco, 104-144.

29
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 25-30

Ikan R. 1976. Natural Products, a Laboratory


Guide. Academic Press, London, New York.
Jarvie,J.K and Ermayanti. 1996, Tree Genera of
Borneo- Descritions and Illustrations
(http://django.Harvard.edu/users/jjarvie/borneo.h
tm)
Kelana. T.B. 2003. Isolasi, Elusidasi Struktur dan
Uji “Brine Shrimp” Kandungan Kimia
Utama Daun Ficus deltoideus Jack Var
bilobata. Tesis Program Pascasarjana
Universitas Andalas, Padang.
McLaughlin, J.L. 1991. Crown Gall Tumours on
Potato Discs and Brine Shrimp Lethality,
Two Simple Bioassays for Higher Plant
Screenning and Fractionation. Assays for
Bioactive. Method in Plant Bioactive, London.
6:8-9
Miller, L.P. 1973. Phytochemistry of Organic
Chemistry. D. Van Nostran Reinhold. Co. New
York, Cincinati, Toronto, London, Melbourne.
Miller, L.P. 1973, Phytochemistry, Organic
Metabolit, Vol 2, Van Nostrand Reinhold
Company, New York.
Mumpuni. 2004. Inventarisasi Tumbuhan Obat di
Kawasan Hutan Tangkahan Taman Nasional
Gunung Leuser Kabupaten Langkat. Skripsi
Jurusan FMIPA Universitas Sumatera Utara
Medan.

30
Pengetsaan SiO2 Bentonit Alam Terpilar sebagai Katalis Gas Hidrogen dari Air
(Minto Supeno, Seri Bima Sembiring, Basuki W., H.R. Brahmana)

PENGETSAAN SiO2 BENTONIT ALAM TERPILAR SEBAGAI


KATALIS GAS HIDROGEN DARI AIR

Minto Supeno, Seri Bima Sembiring, Basuki W., H.R. Brahmana


Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Berdasarkan analisis, maka bentonit Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat merupakan jenis Na-
Bentonit. Bentonit ini dijenuhi dengan larutan Natrium Klorida NaCl 1 M selama 1(satu) hari, tujuannya
memperkaya Na-Bentonit. Na-Bentonit selanjutnya diaktivasi menggunakan Asam Sulfat (0,5-2) M selama 24
jam lalu dikeringkan. Material ini didiinterkalasi dan dipilarisasi menggunakan larutan Ti 0,82 M dan
dikalsinasi pada suhu 350 oC. Menghasilkan bentonit terpilar TiO2 dan dianalisa menggunakan XRD, FTIR,
Luas Permukaan (BET) dan SEM, dari data-data tersebut maka aktivasi untuk bentonit terpilar yang baik pada
konsentrasi 1,5 M Asam Sulfat.
Pengetsaan bentonit terpilar TiO2 menggunakan larutan (HNO3/HF/CH3COOH/I2). Maksud pengetsaan ini
untuk memperbanyak hole pada jarak antar layer dalam silikat, selanjutnya dipanaskan pada 400-500 oC selama
1 jam. Hasil etsa pada 450oC menghasilkan material luas permukaan terbesar 92,01 m2/g dan volum pori 0,044
cc/g, dan di foto SEM.
Dua bentonit yaitu Bentonit terpilar-TiO2, Bentonit terpilar yang telah dietsa masing-masing 4 gr dimasukkan
dalam wadah berisi air 10 ml dan dihubungkan dengan manometer, lalu disinari dengan ultra violet pada
panjang gelombang 180 nm untuk dilakukan uji terbentuknya gas hidrogen. Berdasarkan penemuan ini bentonit
terpilar yang telah dietsa dapat menghasilkan gas hidrogen dengan total gas 78,5% selama 4 hari penyinaran
UV.

Kata kunci: Bentonit Terpilar, Etching, Katalis

PENDAHULUAN Prinsip mengubah permukaan dan pori-


pori bentonit, adalah dengan melarutkan
Serbuk fotokatalis semikonduktor telah logam-logam yang terdapat pada pori
banyak dipelajari, ditemukan bahwa aktivitas bentonit dengan suatu asam dan karena
dari fotokatalis ini semakin baik dengan logam sudah larut maka pori-pori menjadi
turunnya ukuran partikel yang menyebabkan lebih luas. Metode lain untuk memperluas
kenaikkan luas permukaan. Penurunan pada pori dengan cara pemilaran, dalam hal ini
ukuran partikel di bawah antara 5–10 nm pori-pori bentonit yang mengandung logam
menyebabkan perubahan struktur pita energi Na dan K diinterkalasi dengan kation logam
menjadi semikonduktor yang dikenal sebagai yang diameternya lebih besar sehingga pori
efek samping kwantum. Penelitian lebih tersebut mengembang, selanjutnya dikalsinasi
lanjut telah dilakukan menghasilkan pada suhu (300-500)oC (Bask,1992, Long
fotokimia dari berbagai macam ukuran dan dan Yang, 1999). Logam-logam akan
bentuk, partikel semikonduktor kolokogenide membentuk oksida-oksida yang berikatan
seperti CdS, ZnS, CdSe, GgSe, ZnSe dan dengan antarlapis, menghasilkan bentonit
semikonduktor Oksida dari jenis ZnO, Fe2O3, terpilar (Mihai Palverejen 2002). Melalui
TiO2 telah banyak digunakan untuk teknik ini porositas bentonit akan menjadi
fotokatalis untuk memproduksi hidrogen dari besar, oksida-oksida logam sebagai agen
air (Hirokazu Miyoshi,1989). pemilar dapat digunakan untuk katalis.

31
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 31-36

Pada penelitian ini dilakukan interkalasi 100oC selama 5 jam, setelah kering lempung
pori-pori bentonit menggunakan TiO2 dan bentonit dikeringkan dan digerus sampai
suhu kalsinasi dari 300–500 oC Untuk halus dan diayak menggunakan ayakan 100
menghasilkan bentonit terpilar–TiO2 Bagian mesh.
isolator yaitu oksida-oksidanya dapat dietsa
untuk menghilangkan oksida-oksida dengan Penyediaan Na-Bentonit
menggunakan campuran HF/H2O/NH4F atau Seratus gram lempung bentonit dari
HF/HNO3/H2O atau dapat juga menggunakan (3.3) selanjutnya didispersikan ke dalam 1,5
CF4/H2 yang menghasilkan lapisan silikon L larutan NaCl 1M perendaman dilakukan
yang bebas dari oksida dan silikon ini selama 1 minggu di mana setiap dua hari
selanjutnya dietsa dengan larutan sekali larutan NaCl diganti dengan yang
HF/HNO3/CH3COOH/I2 sehingga silikon baru. Pada setiap penggantian larutan
akan terlarut. Besarnya luas permukaan yang dilakukan pengadukan selama 24 jam dengan
dihasilkan tergantung waktu yang digunakan pemanasan 60-70oC selama 4 jam kemudian
untuk mengetsa. Semakin lama waktu dilakukan pencucian sampai terbebas dari ion
digunakan SiO2 atau Si larut semua, hal klorida, hal ini dilakukan sampai uji negatif
demikian tidak diharapkan sehingga waktu terhadap perak nitrat. Penyaringan dilakukan
yang digunakan untuk mengetsa perlu menggunakan penyaring vakum dan
dikontrol (Wouter I, 1999; SM Sze, 1997). dikeringkan bentonit dalam oven 100oC,
Jika teknik pengetsaan ini tercapai maka setelah kering digerus dan diayak
permukaan dan pori-pori bentonit terpilar menggunakan ayakan 100 mesh.
menjadi lebih besar yang diduga Selanjutnya penjenuhan bentonit
menghasilkan makropori bentonit terpilar. dilakukan menggunakan NaCl 6 M sambil
Pemilaran dengan menggunakan TiO2 dan diaduk selama 24 jam, kemudian disaring
pengetsaan Silikat bentonit ini dapat dengan penyaring vakum dan dicuci dengan
mengubah sifat fisik dan kimia, akuades sampai terbebas dari ion klorida hal
meningkatkan basal spasing (d001), luas ini dibuktikan uji negatif terhadap AgNO3.
permukaan spesifik, volume total, keasaman Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada
permukaan dan menurunkan rerata jejari suhu 100oC. Setelah kering digerus sampai
pori. halus kemudian diayak menggunakan ayakan
Bentonit terpilar TiO2 yang dietsa ini 100 mesh. Hasil penjenuhan lempung
dapat menjadi katalis dalam proses bentonit ini dinamakan Na-Bentonit.
pembentukan gas hidrogen dari air.
Aktivasi Na-Bentonit dengan Asam
METODE PENELITIAN Masing-masing 35 gram bentonit-Na
didispersikan ke dalam 150 ml larutan asam
Lempung bentonit dengan komposisi sulfat 0,5; 1; 1,5; 2,0 M sambil diaduk
SiO2 61,02%; Al2O3 15,21%; Fe2O3 4,89%; dengan penagaduk magnit selama 6 jam.
TiO2 0,62%; CaO 2,08%; MgO 1,94%, K2O Aktivasi asam dilakukan selama 24 jam
0,46%, Na2O 3,45%, hilang pijar 10,31% kemudian disaring dengan penyaring vakum
Berdasarkan komposisi ini maka bentonit dan dicuci dengan akuades panas sampai
Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten terbebas dari ion sulfat, hal ini ditunjukkan
Langkat, jenis Na-Bentonit. Bentonit ini uji negatif terhadap BaCl2. Na-bentonit
diayak hingga lolos ayakan 100 mesh teraktivasi asam kemudian dikeringkan
kemudian dicuci dengan akuades beberapa dalam oven pada suhu 100oC. Setelah kering
kali dan disaring dengan penyaring vakum digerus sampai halus kemudian diayak
dan dikeringkan dalam oven pada temperatur menggunakan ayakan ukuran 100 mesh

32
Pengetsaan SiO2 Bentonit Alam Terpilar sebagai Katalis Gas Hidrogen dari Air
(Minto Supeno, Seri Bima Sembiring, Basuki W., H.R. Brahmana)

Interkalasi dan Pilarisasi Na-Bentonit menggunakan pengaduk plastik selama 10


Ditimbang masing-masing 30 gram menit. Setelah 10 menit, endapan dipisahkan
lempung Na-bentonit lalu didespersikan dari larutannya dengan cara dekantasi
kedalam 1,5 l air bebas ion (Akuabides) dan menggunakan pipet tetes plastik. Endapan
diaduk dengan pengaduk magnit selama 6 yang diperoleh dinetralkan pH-nya dengan
jam. Kemudian ke dalam masing-masing Na- menggunakan aqua bidestilata, kemudian
Bentonit dituangkan sedikit demi sedikit didekantasi menggunakan pipet tetes plastik.
larutan komplek Ti 0,82 M, sambil diaduk Endapan yang diperoleh ditanur pada suhu
dengan pengaduk magnit selama 10 jam. 400, 450, 500 oC selama 1 jam. Kemudian
Hasil interkalasi dipisahkan dengan hasilnya dianalisis dengan foto SEM dan
penyaring vakum kemudian dicuci beberapa Surface Area Analiser.
kali dengan air bebas ion sampai terbebas ion
klorida. Pencucian dihentikan jika filtrat diuji Pengujian Gas Hidrogen
dengan perak nitrat tidak membentuk 4 gr bentonit terpilar TiO2 dan bentonit
endapan putih. Lempung bentonit yang telah terpilar TiO2 yang dietsa masing-masing
diinterkalasi dengan kompleks Ti dimasukkan dalam erlemeyer 25 ml yang
o
dikeringkan dalam oven pada suhu 100 C. telah berisi 10ml air, lalu dihubungkan
Setelah kering digerus sampai halus dan dengan manometer. Erlemeyer disinari
diayak dengan ayakan 100 mesh selanjutnya dengan Ultraviolet dengan panjang
dikalsinasi pada suhu 350oC (Bask, 1992, gelombang 180 nm, penyinaran dilakukan
Long dan Yang, 1999). selama 1 minggu. Gas yang terbentuk
ditandai bergesernya manometer U.
Pengetsaan Bentonit – TiO2
Etching SiO2 dan Si Pada Bentonit HASIL DAN PEMBAHASAN
menggunakan larutan Kimia, 20 g Bentonit
terpilar ini selanjutnya dilarutkan dengan Berdasarkan analisa komposisi bentonit
campuran (28 ml HF + 170 ml H2O + 113 g Kabupatan Langkat, maka bentonit di atas
NH4F) selama 2- 10 menit tujuan untuk termasuk jenis Na-Bentonit atau swelling,
mengetsa silika, selanjutnya dipisahkan dan bentonit ini seterusnya dikeringkan dalam
sedimen dikeringkan 100 0C dalam kondisi oven pada 100oC dalam oven dan digerus dan
N2. 20 g sedimen selanjutnya direndam diayak hingga lolos ayakan 100 mesh.
dalam larutan (1 ml HF + 5 ml HNO3 + 2 ml Bentonit ini lalu direndam dalam NaCl 1M
CH3COOH + 0,3 g I2/250ml H2O) selama 5– selama 1 minggu, supaya terjadi pengkayaan
10 menit yang bertujuan mengikis Silikon. Na-bentonit setelah terbentuk natrium
Selanjutnya dipanaskan 400-500oC. Dengan bentonit maka dimasukan oven 100 oC
teknik demikian akan dihasilkan bentonit sampai kering setelah kering diayak hingga
terpilar makropori lolos ayakan 100 mesh. Tahap terakhir
pengkayaan natrium bentonit dengan
Pengetsaan Bentonit Terpilar-TiO2 yang mendispersikan larutan NaCL 6 M atau NaCl
dikalsinasi pada Suhu 400-500 oC jenuh selama 24 jam, lalu dicuci dan
Bentonit Terpilar-TiO2 yang dikalsinasi dikeringkan 100oC, material ini dinamakan
pada suhu 400oC diambil sebanyak 35 g, Na-Bentonit.
kemudian dimasukkan ke dalam wadah Na-Bentonit selanjutnya didispersikan
plastik. Selanjutnya ditambahkan larutan ke dalam beberapa larutan Asam sulfat 0,5;
pengetsa (campuran antara: 3ml HF(p) + 5ml 1; 1,5; 2 M, diaduk dengan pengaduk magnit,
HNO3 (p) + 3ml CH3COOH (glasial)/0,3 g I2/250 aktivasi dilakukan selama 24 jam, disaring
ml H2O). Kemudian diaduk dengan dengan penyaring vakum lalu dikeringkan

33
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 31-36

dalam oven, tujuan aktivasi ini adalah mengandung kaolinit, kuarsa, dan mika. Hal
meningkatkan jarak antar layer Na-Bentonit ini dapat dilihat dari Tabel 1 di bawah ini:
sehingga menjadi lebih besar.
Setelah jarak antar layer Na-Bentonit Tabel 1. Beberapa Mineral yang Terdapat pada
Analisa Difraksi Sinar-X
membesar baru dilakakukan interkalasi dan
pilarisasi di mana Na-Bentonit teraktivasi Jenis mineral d (A) 2- Theta
didespersikan larutan komplek Ti 0,82 M Na-Bentonit 14,91 5,92
sambil diaduk dengan pengaduk magnit 13,88 6,36
selama 18 jam. Hasil interkalasi ini 4,70 18,84
dipisahkan dengan pompa vakum, tujuan 3,04 29,28
intekalasi untuk memasukan kompleks Ti Kaolinit 8,27 10,68
kedalam jarak antar layer bentonit, 3,57 24,88
2,32 38,68
selanjutnya di kalsinasi 350oC untuk
membentuk pilar oksida yang lebih kokoh. Kuarsa 4,07 21,80
Analisa dilakukan dengan difraksi sinar- 2,51 35,68
X, dengan menggunakan metode bubuk yang
Mika 3,34 3,34
diradiasikan oleh Cu Kα, masing-masing 2
gram bentonit terpilar TiO2 dan lempung
teraktivasi diisikan ke dalam tempat sampel Berdasarkan Tabel 1, maka Na-Bentonit
kemudian dibuat difraktogram dengan ditandai dengan puncak pada 2-theta yaitu:
λ=1,5425 A 5,92; 6,36; 18,84; 29,28 dengan basal
Berdasarkan hasil pengukuran basal spacing d (A): 14,91; 13,88; 4,70; 3,04 dan
spasing (d001) ada peningkatan basal spacing puncak lain merupakan kaolinit, kuarsa, mika
pada bentonit terpilar –TiO2 yang artinya bentonit ini belum diperkaya
menggunakan aktivasi asam 1M, sedangkan sehingga masih ada pengotornya.
yang menggunakan aktivasi lebih besar 1,5
M bentonit terpilar TiO2 mengalami
kerusakan, hal ini dapat dilihat dari data
difraksi sinar X. Peningkatan basal spasing,
akan diikuti peningkatan luas permukaan,
peningkatan porositas dan volum total.

Gambar 1. Hasil Difraktogram untuk Na-Bentonit Gambar 2. Hasil Difraktogram untuk Bentonit
Terpilar–TiO2
Dari hasil difraktogram Gambar 1, dapat
Dari difraktogram ini (Gambar 2) dapat
diperoleh informasi bahwa bentonit ini masih
diberikan informasi mengenai perubahan

34
Pengetsaan SiO2 Bentonit Alam Terpilar sebagai Katalis Gas Hidrogen dari Air
(Minto Supeno, Seri Bima Sembiring, Basuki W., H.R. Brahmana)

pada sudut 5 theta terjadi perubahan jarak n=1


antar lapis dari Na-Bentonit menjadi bentonit λ = 1,54 x 10-10m
terpilar-TiO2 karena pengamatan atau 2 θ= 5,920 θ = 2,960
perubahan bentonit terpilar didaerah sudut d = 16, 9807 A
theta 0–5. Dari Gambar 1 dan Gambar 2 telah
terjadi perubahan puncak intensitas dan Selanjutnya perubahan jarak antar lapis
berubahnya jarak antar lapis d001. (Δd) adalah:
Dari data difraksi sinar–x di atas (Δd) = d(b) - d(a)
(Gambar 1) dan (Gambar 2) dapat ditentukan = 16,980 - 14,916
jarak antar lapis, juga sebagai tanda pengenal = 2,0633 A
dalam mengidentifikasi jenis-jenis mineral
liat, untuk menghitung jarak antar lapis (d) Berdasarkan analisa difraksi sinar x
mineral bentonit dapat digunakan rumus maka dengan interkalasi dan pilarisasi
Bragg: menambah, meningkatkan porositas dengan
nλ = 2 d Sin θ basal spasing = 2,06 A.

d=
2 sin θ Tabel 2. Hasil Perhitungan Basal Spacing (d) dari
Bentonit Terpilar yang Menggunakan
Berbagai Konsentrasi Asam Sulfat
di mana:
d = jarak antara bidang-bidang atom kristal Konsentrasi H2SO4 (M) Basal Spacing d001
λ = panjang gelombang (1 A = 10-10m)
θ = Sudut difraksi Na-Bentonit 14,9167
0,5 M 15,6566
n = order difraksi
1M 13,8857
1,5 M 16,8857
Jarak antar lapis (d) untuk Na-Bentonit 2,0 M 9,0554
n =1
λ = panjang gelombang (1 A = 10-10m) Berdasarkan data Tabel 2, maka
2 θ = 5,920, θ = 2,960 pilarisasi telah berhasil pada konsentrasi 1,5
−10Q
M H2SO4 dengan d = 16,98039 A, berarti
1x1,5410
d= pilarisasi TiO2 telah meningkatkan jarak
2 sin θ antar lapis sebesar d = 2,0633 A. Selanjutnya
d = 14,917 A dilakukan analisa menggunakan data FTIR
(b) Bentonit terpilar TiO2 menggunakan dihasilkan sebagai berikut:
asam sulfat 2,5 M dapat dihitung sebagai
berikut:

Tabel 2. Analisa Gugus dari FTIR

No. Gugus Serapan cm-1


1 SiOH Tidak murni 3898
2 TiOH pada Kisi pinggir 3701
3 Jembatan TiOH pada (110), adsorpsi H2O 3445
4 Terminal TiOH pada (110) 3622
5 Jembatan asam TiOH 3680 dan 3620
6 TiOH pada (100) 3587
7 TiOH pada (110) 3445
8 TiO2 796

35
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 31-36

Berdasarkan pengujian penyinaran Mihai Palverejem, Yu Liu and Thomas Pinnavaia,


ultraviolet pada panjang gelombang 180 nm 2002 “Aluminated of Porous Clay
Hetrostructure (PCH) Assembled from
pada wadah yang berisi bentonit terpilar dan Synthetic Saponite Clay:Porous as
bentonit terpilar yang dietsa dihasilkan gas Supermicroporous to small mesoporous acid
hidrogen dengan total gas 60,4% dan 78,5%. chatalist”, Chem. Mater. 12., 2283-2288.
M. H. Al-Qunaibit., W. K. Mekhemer., 2004, “The
KESIMPULAN DAN SARAN Adsorption of Cu (II) Ion on Bentonite–a
Kinetic Study”, J. Colloid And Interface
Science. P 2 (1-6).
Kesimpulan Proyek Kerja Dinas Pertambangan Daerah Sumatera
Utara, 1999/2000, “Pengukuran Pencadangan
1. Bentonit terpilar TiO2 dibuat dari jenis
Wilayah Pertambangan Bahan Galian
natrium bentonit dapat meningkatkan Golongan C Komoditi Bentonit di Desa Tapus
basal spacing, luas permukaan, volum Kecamatan Saipar Dolok Hole, Kabupaten
pori total. Tapanuli Selatan”, Medan.
2. Bentonit terpilar TiO2 yang dietsa dapat Sukatendel, P dan Supeno, M.,2002. “Studi Bentonit
Terpilar Jenis Wyoming dan Non Wyoming
sebagai katalis. Sumatera Utara”, Laporan Penelitian Medan.

Saran
Perlu diteliti gas hidrogen dari air ini
dapat digunakan sebagai reaksi reduksi D-
glukosa menjadi sorbitol

DAFTAR PUSTAKA

Barrer. R. M., 2002, “Zeolites And Clay Minerals as


Sorbent and Molecular Sieves”, Academic
Press, London.
Cool P., Vansant E.F., 2002, “Pillared Clays:
Preparation, Characterization, and
Application”, Laboratory of Inorganic
Chemistry, Department of Chemistry, University
of Antwerp (UIA), Belgium, pages: 265-286.
http://www.Memsnet.org//mems//beginner/etch. Html,
2004, “Etching Processes”.
http://pearl 1. Lanl.gov/piriodi/elements/14. html,
2004, “Silicon”.
I. Palinko. K Lazar and I Kiricsi, 1999. “Cationic
Mixed Pillared Layer Clay: Infrared and
Massbouer Characteristics of the Pillaring
Agent and Pillared Structures in Fe, Al and
Cr, Al Pillared Bentonite”, J of Molecular
Structure, 410-411.
Jui–Ming Yeh. Shir–Joe Lou. 2002, “Anticorrosively
Enhanced PMMA–Clay Nanocomposite
Material with Quaternary Alkylphosphonium
Salt as an Intercalating Agent”, Chem. Mater.
14, 154-161.
Kharitonova G.V. Shein E.V. Vityazev V.G. Lapekina
C.I. 2004, “Water Vapour Adsorption by Soil
Aggregate Fractions”, Journal of International
Agrophysics, Vol. 19, pages: 47-52, Russia.

36
Pengaruh pH dan Penambahan Asam terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom
(Zul Alfian)

PENGARUH pH DAN PENAMBAHAN ASAM TERHADAP


PENENTUAN KADAR UNSUR KROM DENGAN MENGGUNAKAN
METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Zul Alfian
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan

Abstrak

Penelitian mengenai pengaruh pH dan penambahan asam terhadap kadar unsur Krom telah dilakukan. Dalam
penelitian ini pelarut asam yang digunakan adalah HNO3, HCl, Aqua Regia dengan variasi pH 2.0, 2.5, 3.0, dan
3.5.Kadar Krom diukur dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) setelah penambahan pelarut asam
dan memvariasikan pH larutan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi maksimum dari Krom dengan
menggunakan Aqua Regia dan pH optimum adalah 3. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa pH dan
penambahan asam sangat berpengaruh terhadap pengukuran konsentrasi Krom dengan menggunakan metode
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Kata kunci: pH, Unsur Krom, dan Spektrofotometer Serapan Atom

PENDAHULUAN Dengan Asam Nitrat dan Aqua Regia


serta Asam Sulfat pekat dingin logam
Pada spektrofotometer serapan atom Kromium menjadi pasif (tertutup oleh lapisan
nyala, sampel harus dalam bentuk larutan. oksida yang merintangi). Sedangkan
Sampel dan standar dilarutkan dalam pelarut kromium dapat larut dengan asam klorida
yang sama dan dibuat sesegar mungkin untuk baik encer maupun pekat. (Vogel, 1984)
menghindarkan efek penyimpanan. Bila Penggunaan asam yang terlalu pekat
sampel bukan dalam bentuk larutan maka dapat pula menyebabkan gangguan dalam
sampel harus dilarutkan lebih dahulu. Pelarut analisis dengan SSA. Di mana kepekatan
yang digunakan adalah menggunakan asam. terlalu asam akan menyebabkan nilai
Asam Nitrat dan Asam Klorida merupakan absorbansi menjadi lebih rendah dari pada
pelarut yang sangat baik dan umum yang semestinya dan akan mengakibatkan
digunakan untuk melarutkan unsur logam konsentrasi sampel (bahan) yang dianalisis
yang akan dianalisis dengan metode SSA. akan berkurang nilai serapannya dari nilai
Dengan menggunakan Asam Klorida yang sebenarnya. (Tambunan, 1998)
otoionisasinya sedikit tetapi banyak Di dalam perlakuan awal terhadap
senyawaan organik dan beberapa senyawaan sampel yang akan diperiksa kandungan
anorganik melarut. Sedangkan Asam Nitrat unsur-unsurnya dengan pemakaian asam
bereaksi hampir dengan semua logam kecuali yang berbeda dan zat oksidator sama akan
Au, Pt, Rh, dan Ir serta beberapa logam lain memberikan hasil yang berbeda pula untuk
yang cepat menjadi pasif (tertutup oleh setiap logam. Hal ini diduga akibat pengaruh
lapisan oksida yang merintangi) seperti Al, kemampuan perombakan dari pelarut yang
Fe, dan Cu.(Cotton, 1984) digunakan dan juga ditentukan oleh

37
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 37-41

perbandingan volume pelarut serta bentuk batas, sehingga diperoleh larutan Cr 10


organik logamnya. (Vivianti, 2003) ppm.
Efek kronis dari jenis kromium (trivalen − Selanjutnya dari larutan 10 ppm dipipet
dan hekasavalen) dilaporkan meliputi kulit, masing-masing 2; 4; 8; 10 dan 20 ml lalu
iritasi membran selaput lender dan efek dimasukkan kedalam labu takar 100 ml
sistemik termasuk pada anak-anak, hati, dan diencerkan dengan aquades sampai
kanker paru-paru pada pekerja pada industri garis batas, sehingga diperoleh larutan
pewarna yang menggunakan kromium. standar 0,2000; 0,4000; 0,8000; 1,0000;
(John, D.H, 1969) 2,0000 ppm.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin
melakukan penelitian tentang sejauh mana Pembuatan Sampel Larutan Cr dengan
pengaruh pH dan pelarut asam terhadap Penambahan Pelarut HNO3 (p)
pengukuran konsentrasi dan menentukan pH − Dari larutan standar Cr 1000 ppm dipipet
optimum dan pelarut yang sesuai untuk sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
logam Krom dengan menggunakan SSA. labu takar 1000 ml kemudian ditambah
aqudes sampai garis batas untuk
BAHAN DAN METODA memperoleh larutan Cr 1,00 ppm
− Dari larutan Krom 1,00 ppm diatur pH 2,
Alat 2.5, 3, dan 3,5 dengan pH meter dengan
Neraca Analitis, pH meter, Spektrofotometer penambahan HNO3(p) dan NaOH
Serapan Atom, Botol Akuades, dan alat-alat kemudian diukur nilai absorbansinya
gelas yang ada di Laboratorium Kimia. dengan AAS pada panjang gelombang
357,9 nm.
Bahan
Bahan-bahan yang dipakai dalam Pembuatan Sampel Larutan Cr dengan
penelitian ini adalah HNO3, HCl, Akuaregia, Penambahan Pelarut HCl (p)
K2CrO4, Akuades dan NaOH. − Dari larutan Standar Cr 1000 ppm dipipet
sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
Pembuatan Larutan Standar Cr 1000 ppm labu takar 1000 ml kemudian ditambah
3,7348 g K2CrO4 dimasukkan ke dalam aqudes sampai garis batas untuk
labu takar 1000 ml, kemudian dicukupkan memperoleh larutan Cr 1,00 ppm.
dengan aquades, sehingga diperoleh larutan − Dari larutan Krom 1,00 ppm diatur pH 2,
standar Cr 1000 ppm. 2.5, 3, dan 3,5 dengan pH meter dengan
penambahan HCl(p) dan NaOH
Pembuatan Kurva Kalibrasi kemudian diukur nilai absorbansinya
− Dari larutan standar Cr 1000 ppm dipipet dengan AAS pada panjang gelombang
sebanyak 10 ml lalu dimasukkan ke dalam 357,9 nm.
labu takar 100 ml, kemudian dicukupkan
dengan aquades sampai garis batas, Pembuatan Sampel Larutan Cr dengan
sehingga diperoleh larutan Cr100 ppm. Penambahan Aqua Regia
− Kemudian dari larutan standar 100 ppm − Dari larutan Standar Cr 1000 ppm dipipet
dipipet sebanyak 10 ml lalu dimasukkan sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam
ke dalam labu takar 100 ml, kemudian labu takar 1000 ml kemudian ditambah
dicukupkan dengan aquades sampai garis aqudes sampai garis batas untuk
memperoleh larutan Cr 1,00 ppm.

38
Pengaruh pH dan Penambahan Asam terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom
(Zul Alfian)

− Dari larutan Krom 1,00 ppm diatur pH 2, Tabel 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan
Standar Krom dengan Sepktrofotometer
2.5, 3, dan 3,5 dengan pH meter dengan
Serapan Atom
penambahan Aqua Regia dan NaOH
kemudian diukur nilai absorbansinya No. Kadar (ppm) Absorbansi (A)
dengan AAS pada panjang gelombang 1 0.0000 0.0002
357,9 nm.
2 0.2000 0.0074
3 0.4000 0.0142
HASIL DAN PEMBAHASAN
4 0.8000 0.0279
Data hasil pengukuran kadar Krom 5 1.0000 0.0339
yang diperoleh dapat dilihat seperti pada 6 2.0000 0.0693
tabel sebagai berikut:

Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Kadar Krom dalam Sampel

Perlakuan Ulangan

Kadar(ppm)
Pelarut
pH I II III IV V1 Rata-rata
Asam

2 0.0314 0.0320 0.0310 0.3080 0.0318 0.0314 0.9041±0.0184

2.5 0.0321 0.0325 0.0315 0.0330 0.0328 0.0324 0.9325±0.0058

3 0.0328 0.0326 0.0333 0.0324 0.0338 0.0330 0.9449±0.0069

HNO3 3.5 0.0325 0.0320 0.0318 0.0322 0.0315 0.0320 0.9215±0.0137

2 0.0301 0.0303 0.0296 0.0291 0.0304 0.0299 0.8605±0.0196

2.5 0.0315 0.0315 0.0308 0.0310 0.0313 0.0312 0.8988±0.0120

3 0.0321 0.0323 0.0319 0.0323 0.0324 0.0322 0.9273±0.0072

HCl 3.5 0.0299 0.0294 0.0304 0.0318 0.0311 0.0305 0.8785±0.0344

2 0.0340 0.0330 0.0338 0.0335 0.0333 0.0335 0.9657±0.0144

2.5 0.0335 0.0339 0.0341 0.0332 0.0365 0.0337 0.9698±0.0064

3 0.0345 0.0342 0.0349 0.0402 0.0340 0.0356 1.0250±0.0944

Aqua Regia 3.5 0.0331 0.0328 0.0323 0.0327 0.0330 0.0328 0.9442±0.0072

39
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 37-41

Pembahasan kemampuan Aqua Regia untuk


Dari data pada Tabel 2 dapat dilihat mendekomposisikan logam Krom lebih
bahwa pH optimum untuk logam Krom sempurna, sehingga penentuan kadar abunya
adalah 3, karena pada pH ini nilai absorbansi lebih baik. Sedangkan dengan pelarut HNO3
yang diperoleh lebih besar. Ini menunjukkan dan HCl terlihat nilai absorbansinya lebih
bahwa bahwa pada pH ini (pH=3) kecil. Hal ini disebabkan karena kemampuan
tereksitasinya logam Krom lebih sempurna. perombakan terhadap logam Krom kurang
Pada pH 3 atom- atom Cr dapat tereksitasi sempurna.
oleh energi thermal dari nyala dan menyerap Rancangan Acak Lengkap untuk kadar
sinar dengan panjang gelombang 357,9 nm Cr dapat dilihat pada Tabel 3 dengan variasi
dari lampu katoda (sumber radiasi) dimana pH dan pelarut asam.
intensitas sinar yang diserap oleh atom-atom Untuk taraf faktor pelarut asam terhadap
logam akan sebanding dengan kandungan kadar Cr Fhitung > F0,05 Fhitung sebesar 52,707
logam-logam dalam larutan tersebut. Sedang adalah lebih besar dari nilai F0,05 sebesar
pada pH 2, dan pH 2.5 terlihat nilai 2,21, berarti hipotesa nol (Ho) ditolak dan
absorbansinya lebih rendah dari absorbansi hipotesa alternatif (Ha) diterima. Hal ini
pada pH 3 yang dikarenakan pada pH ini menunjukkan bahwa pelarut asam
terlalu asam(pekat) dimana terlalu asam akan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap
menyebabkan suhu nyala berkurang dari kadar Krom.
semestinya sehingga tidak dapat secara Untuk taraf faktor pH larutan terhadap
optimum mengeksitasikan logam Krom kadar Cr Fhitung > F0,05
tersebut akibatnya bacaan serapan atom Fhitung sebesar 14,763 adalah lebih besar
menjadi lebih rendah dibanding dengan dari F0,05 sebesar 2,82, berarti hipotesa nol
menggunakan larutan pH 3. Pada pH 3.5 nilai (Ho) ditolak dan hipotesa alternatif (Ha)
absorbansi menurun, disebabkan pada batas diterima. Hal ini menunjukkan bahwa pH
pH tersebut telah mulai terbentuk endapan larutan mempunyai pengaruh yang nyata
sehingga pada saat eksitasi terjadi tidak terhadap kadar Krom.
keseluruhan logam Cr tersebut dapat Untuk taraf faktor interaksi terhadap
dieksitasikan, dengan ini akan mengurangi kadar Cr Fhitung < F 0,05, Fhitung sebesar 1,2544
nilai bacaan serapan atomnya. adalah lebih kecil dari F0,05 sebesar 2,31,
Dari data pada Tabel 2 dapat dilihat berarti bahwa hipotesa nol (Ho) diterima dan
bahwa pelarut asam yang sesuai untuk logam hipotesa alternatif ditolak. Hal ini
Krom adalah Aqua Regia, karena dengan menunjukkan bahwa interaksi antara pelarut
penambahan pelarut ini nilai absorbansinya asam dengan pH larutan terhadap kadar
lebih besar. Hal ini disebabkan karena Krom tidak berbeda nyata.

Tabel 3. Rancangan Acak Lengkap untuk Kadar Cr dengan Variasi pH dan Pelarut Asam

Sumber Derajat Bebas Jumlah Kuadrat Tengah Fhitung Ftabel 5%


Keragaman Kuadrat
Pelarut 2 0,0727 0,0364 52,707* 2,21
pH 3 0,0305 0,0102 14,763* 2,82
Interaksi 6 0,0052 8,6667.10-4 1,2544tn 2,31
Galat 44 0,0304 6,9091.10-4
Umum 59
Keterangan: * = nyata
tn = tidak nyata

40
Pengaruh pH dan Penambahan Asam terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom
(Zul Alfian)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan
diketahui bahwa pelarut asam dan pH larutan
sangat berpengaruh terhadap pengukuran
kadar logam Krom dengan menggunakan
Spektrofotometer Serapan Atom. Pelarut
yang sesuai untuk penentuan kadar unsur
Krom adalah Aqua Regia pada pH 3.

Saran
Dalam menganalisa kadar logam Krom
hendaknya dengan menggunakan pelarut
asam Aqua Regia pada pH 3.

DAFTAR PUSTAKA

Cotton, F. A., Wilkinson. G., 1984, “Kimia


Anorganik Dasar”, (terjemahan), Penerbit UI-
Press, Jakarta
John, D. H., 1969, “Practical Statistic For Chemical
Research”, Meuthuen and co. Ltd and Sciences
Paper back, London
Tambunan, Hotmian Dame. B. M., 1998, “Studi
Pengaruh pH Terhadap Penentuan Logam-
Logam Cd, Pb, Cu, Co dan Ni dengan
Menggunakan Metode Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA)”, Skripsi Jurusan Kimia
FMIPA-USU
Vivianti., 2003, “Studi Perbandingan Dekstruksi
Logam Krom Total Menggunakan Metode
Destruksi Basah dan Kering dengan Pelarut
HNO3(p) dan HCl (p) dari Limbah Padat
Industri Pelapisan Logam”, Skripsi Jurusan
Kimia FMIPA USU
Vogel, A. I., 1984, “Buku Teks Analisis Anorganik
Kualitatif Makro dan Semimikro”, Edisi
Kelima, PT. Kalman Media Pustaka, Jakarta
Walsh, A., 1955, “Aplication of Atomic Absorption
Spectra to Chemical Analysis
Spectrochemica”, Acta, Vol.7.

41
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 42-44

PERUBAHAN KANDUNGAN P TERSEDIA, RASIO C/N SERTA NILAI


KAPASITAS TUKAR KATION PADA PENGUBAHAN KOMPOS
LIMBAH SAWIT MENJADI BOKASHI MENGGUNAKAN EM-4

Tini Sembiring
Departemen Kimia FMIPA
Universitas Sumatera Utara
Jl. Bioteknologi No. 1 Kampus USU Medan 20155

Abstrak

Penelitian tentang perubahan kandungan P tersedia, C/N serta nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) pada
pembuatan bokashi dari kompos limbah sawit menggunakan EM-4 telah dilakukan. Prosedur pembuatan
bokashi dilakukan mengacu kepada pembuatan bokashi pada umumnya. Setelah empat hari dilakukan analisis
terhadap kandungan P tersedia, rasio C/N serta nilai KTK. Dibandingkan dengan nilai sebelumnya yaitu
sewaktu masih kompos ternyata diperoleh hasil sebagai berikut: kandungan P tersedia dan nilai KTK
mengalami kenaikan, sedangkan rasio C/N mengalami penurunan.

Kata kunci: Kandungan, Rasio C/N, Kapasitas Tukar Kation, Kompos, Limbah Sawit, Bokashi, EM-4

PENDAHULUAN masih perlu dilakukan pengayakan, sehingga


pembuatan sampai kompos dianggap belum
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dalam efisien.
pengolahan tandan buah segar (TBS) menjadi Pada saat ini sedang giat dikembangkan
minyak kelapa sawit, crude palm oil (CPO) pembuatan bokashi dengan memanfaatkan
menghasilkan hasil samping berupa limbah Efektif Mikroorganisme, EM-4.
cair dan limbah padat. Oleh sebab itu Timbul pemikiran untuk untuk
berbagai teknologi telah dilakukan untuk mengefisienkan pemanfaatan kompos,
penanganan limbah cair dan limbah padat dengan jalan mengubahnya menjadi bokashi
tersebut menggunakan teknologi EM-4.
Sebelum dibuang ke lingkungan limbah Untuk melihat potensinya untuk
cair yang masih memiliki kandungan lemak dimanfaatkan sebagai pupuk, maka dilakukan
serta nilai BOD yang tinggi, harus diolah analisis terhadap kandungan P tersedia, C/N
terlebih dahulu pada Instalasi Pengolahan Air serta nilai KTK.
Limbah (IPAL) sampai memenuhi
persyaratan yang ditetapkan melalui METODE
(Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 51 KEP/MENLH/10/1995). Pembuatan Bokashi
Sedangkan limbah padat yang dominan Prosedur pembuatan bokasi dalakukan
adalah tandan kosong ditebar ke lahan mengacu kepada prosedur pembuatan
sebagai mulsa. Lebih jauh telah dilakukan bokashi pada umumnya. Pembuatan 100 kg
pula teknologi lain yaitu pembuatan kompos bokashi kompos sawit menggunakan pupuk
dengan jalan memfermentasikan rajahan kandang tinja kambing dan EM-4 (BKS EM-
tandan kosong bersama-sama limbah cair 4) sebagai berikut:
BOD 3000. Namun hasil yang diperoleh 1. Siapkan kontainer terbuat dari bahan
belum homogen, dalam arti apabila ingin plastik, dengan kapasitas 100 liter.
diaplikasikan kepada tanaman hortikultura

42
Perubahan Kandungan P Tersedia, Rasio C/N Serta Nilai Kapasitas
(Tini Sembiring)

2. Masukkan ke dalamnya berturut-turut: 70 1 N, lalu dengan perlahan tambahkan 20 ml


kg kompos sawit, 30 kg pupuk kandang asam sulfat pekat. Goyangkan dan dinginkan
(dalam hal ini tinja kambing), 250 g campuran di atas papan asbes selama 30
molase (dalam hal ini gula merah yang menit. Tambahkan lagi berturut-turut 200 ml
terlebih dahulu telah dilarutkan dalam air akuades, 5 ml asam fosfst pekat (85%) dan 1
masak), 100 ml EM-4 ml larutan difenilamin. Blanko dan sampel
3. Tambahkan air secukupnya, sampai dapat masing-masing dititrasi dengan larutan
dilakukan pengadukan secara mudah FeSO4 1 N, sampai warna hijau. Tambahkan
4. Campuran diaduk sampai merata, ditutup lagi 0,5 ml larutan K2Cr2O7 1 N, titrasi
rapat kembali dengan larutan FeSO4 1 N sampai
5. Setelah itu setiap 12 jam dilakukan sekali timbul kembali warna hijau
pengadukan, untuk mengeluarkan gas-gas
yang terbentuk, dan agar suhu adonan Penentuan N
tidak terlalu tinggi. Timbang 0,5 g sampel, kering udara,
masukkan ke dalam sebuah tabung reaksi
Setelah 4 hari, bokashi kompos sawit mikro, siapkan juga untuk blanko. Untuk
telah matang (telah selesai terfermentasi), koreksi berat, tetapkan juga kadar air sampel.
ditandai dengan terbentuknya campuran yang Kepada sampel dan blanko masing-masing
berwarna coklat kehitaman tambahkan berturut-turut: 1 g campuran
selenium, 2,5 ml asam sulfat pekat, panaskan
Penentuan Kandungan P Tersedia, Rasio pada penangas listrik khusus mula-mula pada
C/N serta Nilai KTK suhu rendah, perlahan-lahan suhu dinaikkan
Penentuan P Tersedia hingga terbentuk suspensi putih. Setelah
Timbang 2 g sampel, kering udara, destruksi selesai, tabung diangkat dan
masukkan ke dalam labu erlenmeyer 50 ml, didinginkan. Pindahkan suspensi sampel ke
ditambah 20 ml larutan pengekstrak, kocok dalam labu alat destilasi secara kuantitatif,
selama satu menit dengan alat pengocok
tambahkan 2–3 tetes indikator Fenolfthalein
listrik. Biarkan labu erlenmeyer pada posisi
1%, 5 ml larutan NaOH 50% hingga warna
miring selama satu menit, lalu cairan disaring
suspensi sampel berubah jadi merah. Destilat
dengan kertas saring whatman no.2. Pipet 10
ml filtrat masukkan ke dalam labu ukur 100 ditampung dengan larutan larutan asam
ml. Siapkan sampel, juga sederetan larutan boraks 3% dalam sebuah labu erlenmeyer,
standar dan larutan blanko yang diberi encerkan dengan akuades kira-kira 15 ml
larutan pengekstrak sedemikian sehingga agar ujung pipa gelas tercelup ke dalam
mengandung 0; 2; 4; 8; 16, 32 dan 40 µg/ml. larutan asam boraks. Lakukan destilasi
Ke dalam masing-masing labu ukur tersebut selama 15 menit, destilat dititrasi dengan
tambahkan lagi berturut-turut: 7,5 ml larutan larutan HCl 0,01 N hingga terbentuk larutan
H3BO3 0,8 M; 2 ml larutan (NH4)Mo7O24 berwarna merah jambu.
2,5% dan 0,4 ml larutan SnCl2 2,5%.
Selanjutnya campuran diencerkan sampai Penentuan Nilai KTK
tanda garis dengan akuades, lalu ukur 10 ml Perkolat 9-2 dipipet ke dalam
absorbansnya dengan alat spektofotometer sebuah labu destilasi, ditambah 1 tetes
pada 660 nm. larutan NaOH 50%, satu tetes indikator
fenolftalein. Destilat ditampung dalam 3 ml
Penentuan C larutan H3BO3 3%. Destilasi dilakukan
Timbang 1 g sampel, kering udara, selama 15 menit. Selanjutnya destilat dititrasi
masukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml, dengan larutan HCl 0,01 N. Lakukan
sediakan juga untuk penetapan blanko. penetapan blanko.
Tambahkan padanya 10 ml larutan K2Cr2O7

43
Jurnal Sains Kimia
Vol. 11, No.1, 2007: 42-44

HASIL DAN PEMBAHASAN Buchari, (2001), Kimia Lingkungan, Jakarta,


Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.
Cara Pembuatan Bokashi Dari Sampah Rumah
Dari hasil pengukuran, diperoleh hasil Tangga, 2005, http//dokumen.deptan.go.id/doc/
sebagai berikut: Diskusi.nsf/344525ª5f0de 1 ea 54725667c002
ab8ff/f5d8f.
Hasil Cara Pembuatan 1 Ton Bokashi, 2005, http//www
No Parameter Satuan Kompos Bokashi .songgolangit.20m.com/buatbokashi.htm.
Limbah Limbah Fauzi, Y., (2004), Kelapa Sawit, Budidaya,
Sawit Sawit Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis
1 pH - 7,8 6,6 Usaha Dan Pemasaran, Edisi Revisi Jakarta.
4 C/N - 16,25 10,10
Greenberg, A. E, Trussel, R. R. N, dan Clesser, L. S.
5 P tersedia mg/l 168 185
(1985), Standard Methods for The
6 Nilai KTK me/100 g 28 35
Examination of Water and Wastewater,
Sixteenh Edition, Washington DC. American
Dari hasil di atas dapat dilihat bahwa, Public Health Association.
pengubahan kompos menjadi bokashi dapat Suhaimi, M, Ong, H. K., 2001, Composting Empty
menurunkan rasio C/N, dari 16,25 menjadi Fruit Bunch of Palm Oil, Agricultural Research
and Developent Institute.
10,10, yaitu mendekati nilai rasio C/N tanah,
dan inilah yang sesuai untuk tanaman.
Sedangkan kandungan P tersedia mengalami
kenaikan dari 168 mg/l menjadi 185 mg/l.
Hal ini dapat dijelaskan akibat dari kerja
mikroba yang mengubah senyawa fosfor
menjadi bentuk yang dapat diserap oleh
tanaman. Dari nilai KTK ternyata ada
kenaikan dari 28 menjadi 35. Hal ini sangat
positif untuk pemanfaatannya dalam
menyuburkan tanah.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari


penelitian ini adalah:
1. Kompos limbah sawit dapat dijadikan
bokashi limbah sawit melalui teknologi
EM-4
2. Pengubahan kompos limbah sawit
menjadi bokahi limbah sawit dapat
menaikkan kandungan P tersedia dan
nilai Kapasitas Tukar Kation, serta dapat
menurunkan rasio C/N.

DAFTAR PUSTAKA

Alaerts, G., (1984), Metode Penelitian Air Usaha


Nasional.
Bokashi Compost-Zing Helps Awaroa Lodge win NZ
Tourism Award, 2005, http://www.bokashi.co.nz/
home.htm

44

Anda mungkin juga menyukai