Anda di halaman 1dari 5

 Biosintesis Kuinon

Senyawa kuinon dapat dihasilkan dari sintesis melalui reaksi asilasi Friedel-
Crafts dan reaksi Diels-Alder dengan penambahan katalis. Pada reaksi Diels-Alder,
senyawa antrakuinon dihasilkan dari reaksi antara 1,4-naftakuinon dan 1,3-dien yang
diikuti dehidrogenasi. Sintesis senyawa antrakuinon melalui reaksi asilasi Friedel-
Crafts dengan mereaksikan ftalat anhidrida dan benzena tersubtitusi menggunakan
katalis-katalis asam lewis seperti AlCl3, BF3, FeCl3, Sc(OTf)3 dan TiCl4,
(Dhananjeyan et al., 2005; Bensari and Zaveri, 2003). Hossein and Roozbeh, (2008)
mereaksikan ftalat anhidrida dan toluena menggunakan katalis AlCl3/H2SO4
menghasilkan 2-metilantrakuinon. Dhananjeyan et al. (2005) mereaksikan 3-
metilkatekol dan ftalat anhidrida menggunakan katalis AlCl3/NaCl menghasilkan dua
senyawa turunan antrakuinon yaitu 1,2-dihidroksi-3-metilantrakuinon dan 1-metil-
2,3-dihidroksiantrakuinon. Ketika ftalat anhidrida diganti dengan 3-hidroksiftalat
anhidrida menghasilkan dua senyawa turunan antrakuinon yaitu 1,2,8-trihidroksi-3-
metilantrakuinon dan 1-metil-2,3,8-trihidroksiantrakuinon.
Lantriyadi, dkk. (2017) mereaksikan eugenol dan ftalat anhidrida menggunakn katalis
AlCl3/air menghasilkan senyawa yang menghasilkan noda tunggal berwarna kuning
ketika disemprot KOH 10% dan diprediksikan sebagai senyawa turunan antrakuinon.
Hartati (2017) mereaksikan vanilin dan ftalat anhidrida dengan katalis AlCl3/tween
80 dan air menghasilkan senyawa yang diprediksikan sebagai 1-hidroksi-2-metoksi-4-
formilantrakuinon.

Pada salah satu jurnal yang kami baca dimana melakukan biosintesis
menggunakan vanillil alkohol dan ftalat anhidrida melalui reaksi asilasi Friedel-Crafts
dengan katalis BF3. Sintesis senyawa kuinon dilakukan dengan mereaksikan terlebih
dahulu ftalat anhidrida dengan BF3 di dalam labu leher tiga. Campuran direfluks
sambil diaduk secara kontinu menggunakan pengaduk magnet hingga tercampur rata.
Kemudian vanilil alkohol ditambahkan sambil terus diaduk. Refluks dilakukan
dengan temperatur 95˚C selama 4 jam. Jalannya reaksi dipantau menggunakan KLT.
Reaksi sintesis senyawa turunan antrakuinon dan usulan mekanisme reaksi.
Selanjutnya reaksi campuran dihentikan, dan diekstraksi partisi menggunakan pelarut
etil asetat untuk memisahkan produk dari pengotornya. Ekstrak etil asetat kemudian
dipekatkan dengan rotari evaporator untuk menguapkan pelarut etil asetatnya. Massa
ekstrak etil asetat yang diperoleh yaitu 0,1334 gram. Ekstrak etil asetat kemudian
dianalisis menggunakan KLT dan disemprot dengan reagen KOH 10% untuk
memberikan warna spesifik pada senyawa antrakuinon.
Hasil menujukkan produk sintesis dengan warna kuning namun belum murni yang
ditandai dengan adanya noda-noda komponen lain. Setelah disemprot reagen KOH
10% ,noda tersebut berubah warna menjadi jingga keunguan yang diprediksikan
adalah noda senyawa antrakuinon. Menurut Wali, dkk. (2014) senyawa kuinon
biasanya berwarna merah, tetapi ada yang berwarna kuning sampai coklat. Senyawa
kuinon akan menghasilkan warna violet merah dalam pelarut basa. Produk sintesis
dilanjutkan pada tahapan pemurnian dengan metode Kromatografi Kolom Gravitasi
(KKG)

 Manfaat Kuinon

Kuinon alami atau sintetik menunjukkan aktivitas biologis dan farmakologi, dan
beberapa dari mereka menunjukkan aktivitas anti tumor. Hal ini menyebabkan
beberapa klaim di obat herbal untuk obat pencahar (sennosides), antimikroba dan
antiparasit (rhein - dan saprorthoquinone, atovakuon), anti tumor (emodin dan
juglone), penghambatan PGE2 biosintesis (arnebinone dan arnebifuranone) dan anti-
cardiovaskular. Lalu bisa juga untuk mengobati malaria,antioksidan,sebagai
antiinflamasi,anti jamur,anti bakteri,mengatasi nyeri sendi atau artritis,serta dapat
mengobati pengobatan kanker dimana seperti damnacanthal dan alizarin, terbukti
memiliki peran besar sebagai anti kanker. Damnacanthal bekerja mencegah metastasis
(penyebaran sel kanker) dengan mematikan sel yang masuk ke dalam aliran darah.
Sedangkan alizarin bekerja dengan menekan pertumbuhan sel dan memblokade aliran
darah menuju kanker. Kemudian kuinon memiliki manfaat sebagai pewarna .
 Uji klinis

Pada kuinon memiliki uji klinis salah satunya pada penelitian Rijayanti et al,
diketahui ekstrak etanol daun mangga bacang mengandung flavonoid, tanin, fenol,
saponin, alkaloid, steroid dan triterpenoid, kemudian pada 15 penelitian Merza et al,
diketahui ekstrak etanol umbi bawang dayak mengandung alkaloid, flavonoid,
glikosida, saponin, antrakuinon glikosida, tanin, steroid dan triterpenoid. Terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi perbedaan kandungan senyawa metabolit
sekunder pada penelitian terdahulu yang mana telah dijelaskan . Kekuatan kombinasi
infusa larutan uji diduga berhubungan dengan adanya metabolit sekunder yang sama
dari kedua tanaman. Kedua metabolit sekunder tersebut terkandung dalam tanaman
yang berbeda dan memberikan efek antibakteri yang lebih efektif akibat akumulasi
kuantitas senyawa. Adapun senyawa metabolit yang dimiliki oleh kedua jenis
tanaman adalah flavonoid, tanin dan saponin. Ketiga senyawa ini yang telah dideteksi
pada skrining fitokimia kombinasi infusa larutan uji. Akibat jumlah kumulatif
senyawa tersebut dan juga mekanisme kerja yang saling memperkuat akhirnya
menimbulkan efek antibakteri. Selain itu, kekuatan kombinasi infusa tersebut juga
diduga karena adanya efek saling melengkapi dari senyawa metabolit sekunder. Pada
tanaman daun mangga bacang diketahui tidak memiliki senyawa golongan kuinon
namun, pada umbi bawang dayak diketahui memiliki senyawa golongan kuinon.
Senyawa ini pada akhirnya ikut andil dalam efek antibakteri khususnya bersifat
antistafilokokus, sebab senyawa golongan kuinon terdiri dari banyak senyawa lain
seperti naftokuinon, naftalene dan turunannya seperti hongconin, elecanacin,
eleuthoside B, Isoeleutherine, eleutherin, eleutherol, eleutherinoside A.30-33
Naftokuinon adalah senyawa turunan kuinon yang memiliki efek antibakteri. Senyawa
golongan kuinon ini ikut dalam mekanisme antibakteri bersama dengan senyawa
metabolit lain pada kombinasi infusa larutan uji, hal ini yang diduga dapat
menghasilkan zona hambat pada rentang kuat hingga sedang . Senyawa kuinon akan
mengalami satu proses perubahan yaitu reduksi elektron sehingga merubah kuinon
menjadi setengah hidrokuinon (semikuinon) dan menghasilkan radikal bebas seperti
ROS dan gugus 16 hidroksil. Produk radikal bebas ini nantinya akan mengganggu
perkembangan sel bakteri melalui jalur genetik dan protein yang dihasilkan. Gugus
hidroksil dapat berikatan kovalent dengan DNA untuk membentuk aduksi DNA atau
merusak DNA sehingga menyebabkan panghambatan proses mitotik sel mikroba, dan
ROS yang dihasilkan terutama radikal hidroksil akan berikatan secara irreversibel
dengan lipid dan protein dalam sel mikroba.

 Uji Invitro

Pengujian Invitro pada senyawa kuinon dimana kuinon memiliki khasiat sebagai
antioksidan, dilakukan dengan menghitung LC50 yaitu konsentrasi dimana ekstrak uji
dapat menangkap radikal bebas sebanyak 50%. Semakin kecil nilai IC50 suatu
senyawa maka senyawa tersebut semakin efektif menangkal radikal bebas. Menurut
beberapa penelitian [25-27] kekuatan antoksidan dapat dikategorikan sebagai
antioksidan sangat kuat (IC50 < 50 ppm), kuat (IC50 : 50 - 100 ppm), menengah
(IC50 : 100 - 150 ppm), lemah (IC50 : 150 - 200 ppm) dan sangat lemah (IC50 > 200
ppm).

 Uji Invivo

Pada pengujian invivo dilakukan uji toksisitas, dimana dilakukan pengujian BSLT
yang dapat dipercaya untuk menguji aktivitas farmakologis dari bahan-bahan alam.
BSLT adalah untuk menguji bahan-bahan yang toksik yang digunakan sebagai suatu
bioassay yang pertama untuk penelitian bahan alam. Beberapa senyawa bioaktif yang
telah berhasil diisolasi dan aktivitas monitornya dengan BSLT menunjukan adanya
korelasi terhadap suatu uji spesifik antikanker. Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat
toksik berdasarkan LD50 dengan metode BSLT maka tananan tersebut dapat
dikembangkan sebagai anti kanker. Namun,bila tidak bersifat toksik maka tanaman
tersebut dapat diteliti Kembali untuk mengetahui khasiat lainnya dengan
menggunakan hewan coba lain yang lebih besar dari larva Artemia salina seperti
mencit dan tikus secara In Vivo (Carballo, Hernandez, Perez,dan Garcia,2002).
Suatu senyawa dikatakan memiliki potensi toksisitas jika nilai LC 50 kurang dari
1000ppm. LC50 merupakan konsentrasi dimana zat dapat menyebabkan terjadinya
kematian 50% pada hewan coba yakni Artemia salina. Mekanisme kematian larva
udang berhubungan dengan dimungkinkan karena keberadaan metabolit sekunder
golongan alkaloid, terpen, tanin, saponin, antraquinon, glikosida maupun flavonoid
dalam ekstrak-ekstrak daun Kjelbergiodendron celebicus yang bersifat toksik.

Anda mungkin juga menyukai