Anda di halaman 1dari 6

PAPER TEKNOLOGI LIMBAH

12 PRINSIP KIMIA HIJAU

Disusun Oleh:
Ayu Wandira ( 2130802050 )

Dosen Pengampu:
Ade Oktasari, M.Sc

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2024
PENDAHULUAN
Kimia hijau, atau kimia berkelanjutan, adalah cabang ilmu kimia yang fokus pada
perancangan produk dan proses kimia untuk mengurangi atau menghilangkan penggunaan dan
pembentukan senyawa berbahaya. Seiring dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap
dampak lingkungan dari industri kimia, muncullah kebutuhan untuk mengembangkan
pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam produksi dan penggunaan bahan kimia. Kimia
hijau, atau green chemistry, menawarkan solusi inovatif untuk mengatasi permasalahan ini.
Tujuan utama kimia hijau adalah meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan dan
kesehatan manusia.
Pada tahun 1998, Paul Anastas dan John
Warner dari Badan Perlindungan
Lingkungan Amerika Serikat (EPA)
menerbitkan sebuah buku berjudul "Green
Chemistry: Theory and Practice". Buku ini
memperkenalkan 12 prinsip kimia hijau
yang menjadi pedoman utama dalam
pengembangan dan penerapan kimia hijau.
Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk memandu
para ilmuwan dan industri dalam merancang
dan menerapkan proses kimia yang lebih
ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Contoh penerapan kimia hijau:
1. Penggunaan bahan bakar bio: Mengganti bahan bakar fosil dengan bahan bakar yang
terbuat dari bahan baku terbarukan.
2. Penggunaan katalis ramah lingkungan: Mengurangi penggunaan bahan kimia
berbahaya dalam proses kimia.
3. Pengembangan produk yang mudah terurai: Merancang produk yang mudah terurai di
alam.
4. Penggunaan kembali dan daur ulang: Mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan.
ISI
12 Prinsip Kimia Hijau :

1. Pencegahan polusi: Merancang proses kimia untuk menghasilkan produk dengan jumlah
limbah minimal. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Meningkatkan efisiensi atom dalam proses kimia.
• Merancang sintesis kimia yang tidak menghasilkan zat berbahaya.
• Memilih bahan baku yang ramah lingkungan.
• Menerapkan daur ulang dan penggunaan kembali bahan kimia.

2. Ekonomi atom: Meningkatkan efisiensi atom dalam produk dan proses kimia. Hal ini dapat
dilakukan dengan :
• Merancang produk kimia dengan struktur yang lebih sederhana.
• Menggunakan bahan baku yang memiliki atom yang lebih sedikit.
• Meningkatkan efisiensi sintesis kimia.

3. Sintesis kimia minim bahaya: Merancang sintesis kimia yang tidak menghasilkan zat
berbahaya. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Memilih reagen dan pelarut yang tidak berbahaya.
• Menerapkan kondisi reaksi yang lebih ringan.
• Menggunakan katalis untuk meningkatkan efisiensi dan selektivitas reaksi.

4. Peracangan bahan kimia yang lebih aman: Merancang bahan kimia yang memiliki sifat
dan fungsi yang diinginkan, tetapi tidak berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Memilih bahan baku yang tidak berbahaya.
• Merancang struktur bahan kimia yang aman.
• Memprediksi dan menguji sifat toksik bahan kimia.

5. Pelarut dan alat bantu yang lebih aman: Memilih pelarut dan alat bantu yang tidak
berbahaya dan ramah lingkungan. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
• Memilih pelarut yang tidak beracun dan mudah terurai.
• Menggunakan pelarut berbasis air.
• Menerapkan teknik superkritis.

6. Desain untuk efisiensi energi: Merancang proses kimia yang hemat energi. Hal ini dapat
dilakukan dengan:
• Menerapkan proses yang beroperasi pada suhu dan tekanan yang lebih rendah.
• Menggunakan energi terbarukan.
• Meningkatkan efisiensi transfer panas.

7. Penggunaan bahan baku terbarukan: Memilih bahan baku yang berasal dari sumber
terbarukan. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Menggunakan biomassa sebagai bahan baku.
• Menggunakan bahan baku yang berasal dari daur ulang.
• Menerapkan bioteknologi untuk menghasilkan bahan baku.

8. Mengurangi bahan turunan kimia: Menghindari penggunaan bahan turunan kimia yang
tidak perlu. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Merancang sintesis kimia yang lebih efisien.
• Menggunakan bahan baku yang lebih reaktif.
• Menerapkan teknik katalisis.

9. Katalisis: Menerapkan katalisis untuk meningkatkan efisiensi dan selektivitas reaksi kimia.
Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Mengembangkan katalis yang lebih aktif dan selektif.
• Menerapkan teknik katalisis heterogen.
• Menerapkan biokatalisis.

10. Desain untuk degradasi: Merancang produk kimia yang mudah terurai secara alami. Hal
ini dapat dilakukan dengan:
• Merancang produk kimia dengan struktur yang mudah diurai.
• Menggunakan bahan baku yang mudah terurai.
• Menerapkan teknik biodegradasi.
11. Analisis waktu nyata untuk pencegahan polusi: Menerapkan analisis waktu nyata untuk
memantau dan mengendalikan proses kimia dan mencegah
polusi. Hal ini dapat dilakukan dengan:
• Memasang sensor untuk memantau parameter proses.
• Mengembangkan sistem kontrol untuk mengendalikan proses.
• Menerapkan teknik pemodelan untuk memprediksi emisi polusi.

12. Kimia yang aman secara inheren untuk pencegahan kecelakaan: Merancang proses
kimia yang aman dan meminimalkan risiko kecelakaan. Hal
ini dapat dilakukan dengan:
• Memilih reagen dan pelarut yang tidak berbahaya.
• Menerapkan kondisi reaksi yang lebih ringan.
• Merancang sistem yang aman.

PENUTUP
12 Prinsip Kimia Hijau merupakan pedoman untuk merancang dan mempraktikkan kimia
yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Penerapan 12 Prinsip Kimia Hijau dapat
memberikan banyak manfaat, seperti:
➢ Mengurangi pencemaran lingkungan
➢ Meningkatkan efisiensi dan produktivitas
➢ Menghemat biaya
➢ Meningkatkan keselamatan kerja
➢ Meningkatkan daya saing industri
➢ Mewujudkan pembangunan berkelanjutan
Jadi, Penerapan 12 Prinsip Kimia Hijau menjadi semakin penting dalam upaya mengatasi
berbagai permasalahan lingkungan dan mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
REFERENSI
1. Anastas, P. T., & Warner, J. C. (1998). Green chemistry: theory and practice. Oxford
University Press, USA.
2. Clark, J. H., & Macquarrie, D. J. (2006). Handbook of green chemistry and technology.
Blackwell Publishing.
3. Anastas, P. T., & Eghbali, N. (2010). 12 principles of green chemistry. Chem Soc Rev,
39(1), 301-312.

Anda mungkin juga menyukai