Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH

”PELARUT ORGANIK YANG


GREEN CHEMISTRY”

DI SUSUN OLEH:

BELINDA ZEFANYA PANGAILA (20501010)


JURUSAN KIMIA / SEMESTER 4
FAKULTAS MATEMATIKA dan ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MANADO
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Permasalahan lingkungan adalah topik serius untuk ditindaklanjuti karena dampaknya
yang cukup parah menimbulkan berbagai permasalahan lainnya yang mengancam kehidupan
manusia. Salah satu permasalahan yang timbul adalah pencemaran lingkungan oleh limbah
bahan kimia, baik yang berasal dari industri, laboratorium, maupun sektor domestik. Selain
industri, laboratorium kimia yang banyak menggunakan bahan-bahan kimia merupakan salah
satu penghasil limbah bahan kimia terbanyak. Sebagai upaya penyelamatan lingkungan,
berbagai pekerjaan penelitian dan proses industri dewasa ini dikembangkan ke arah kimia
hijau (green chemistry) yang lebih ramah lingkungan, termasuk pada pekerjaan sintesis
senyawa baru.
Lebih dari beberapa waktu lalu para kimiawan organik telah menentukan banyak
struktur senyawa dan menemukan prosedur yang selektif untuk mensintesis molekul-
molekulnya. Sintesis kimia yang kurang ramah lingkungan terfokus pada optimasi hasil, tanpa
memperhatikan akibatnya pada lingkungan dalam jangka waktu lama. Akhir-akhir ini,
perhatian terhadap lingkungan semakin besar sehingga perlu pengembangan metode sintesis
yang lebih ramah lingkungan.
Green Chemistry adalah penerapan prinsip penghilangan dan pengurangan senyawa
berbahaya dalam desain, pembuatan dan aplikasi dari produk kimia. Aspek Green Chemistry
adalah meminimalisasi zat berbahaya, penggunaan katalis reaksi dan proses kimia,
penggunaan reagen yang tidak beracun, penggunaan sumber daya yang dapat diperbaharui,
peningkatan efisiensi atom, penggunaan pelarut yang ramah lingkungan dan dapat didaur
ulang. Green Chemistry bertujuan mengembangkan proses kimia dan produk kimia yang
ramah lingkungan dan sesuai dengan pembangunan berkelanjutan.
Penggunaan pelarut organik kurang ramah lingkungan karena pelarut organik bersifat
toksik dan berbahaya. Alternatif solusi untuk mengganti pelarut organik adalah menggunakan
air atau green pelarut. Dalam sudut pandang ekologi, pelarut yang terbaik adalah tanpa
menggunakan pelarut sama sekali (solvent-free). Reaksi-reaksi yang dilakukan tanpa pelarut
bertujuan untuk meminimalkan limbah dan penggunaan energi, yang merupakan kesatuan
aspek dari prinsip-prinsip green chemistry.
Green Chemistry adalah pemikiran mengenai kimia untuk menyelamatkan
lingkungan dari pencemaran. Green Chemistry bukanlah cabang ilmu kimia baru tetapi cara
pandang atau strategi dalam kaitannya dengan pemanfaatan kimia. Pada tahun-tahun
belakangan ini, Green Chemistry telah diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengajaran,
penelitian dan aktivitas industri. Makalah ini menyajikan satu pemikiran penerapan konsep
Green Chemistry dalam mata kuliah Kimia Pemisahan tentang alternatif pengganti pelarut
organik yang lebih ramah lingkungan. Diharapkan mahasiswa menjadi sadar dan peka
terhadap masalahmasalah lingkungan yang timbul akibat pemrosesan dan produk kimia,
sehingga mahasiswa dapat mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan, melestarikan
lingkungan, serta dapat menciptakan produk atau proses kimia yang ramah lingkungan.

B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apakah alternatif pelarut ramah lingkungan sebagai pengganti pelarut organiK?
b. Bagaimana proses ekstraksi pelarut yang ramah lingkungan tersebut?
c. Apakah keuntungan dari penggunaan pelarut ramah lingkungan?
C. TUJUAN
Dari latar belakang tersebut, rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui alternatif pelarut ramah lingkungan sebagai pengganti pelarut organic.
b. Mengetahui proses ekstraksi pelarut yang ramah lingkungan tersebut.
c. Mengetahui keuntungan dari penggunaan pelarut ramah lingkungan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. GREEN CHEMISTRY
a. Pengertian Green Chemistry
Green Chemistry disebut juga sustainable chemistry, merupakan sebuah filsafat
kimiawi yang mendorong desain produk dan prosesnya untuk mengurangi atau
menghilangkan pemakaian dan generasi dari zat-zat berbahaya. Lingkungan kimiawi
disini melingkupi lingkungan alami dan green chemistry di lingkungan alami berfungsi
untuk mengurangi dan mencegah polusi lansung dari sumbernya. Green Chemistry sangat
efektif karena mengakplikasikn solusi saintifik yang inovatif bagi situasi lingkungan
dunia.
Green chemistry atau “kimia hijau” merupakan bidang kimia yang berfokus pada
pencegahan polusi. Pada awal 1990-an, green chemistry mulai dikenal secara global
setelah Environmental Protection Agency (EPA) mengeluarkan Pollution Prevention Act
yang merupakan kebijakan nasional untuk mencegah atau mengurangi polusi. Green
chemistry merupakan pendekatan untuk mengatasi masalah lingkungan baik itu dari segi
bahan kimia yang dihasilkan, proses ataupun tahapan reaksi yang digunakan. Konsep ini
menegaskan tentang suatu metode yang didasarkan pada pengurangan penggunaan dan
pembuatan bahan kimia berbahaya baik itu dari sisi perancangan maupun proses. Bahaya
bahan kimia yang dimaksudkan dalam konsep green chemistry ini meliputi berbagai
ancaman terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, termasuk toksisitas, bahaya fisik,
perubahan iklim global, dan penipisan sumber daya alam.
b. Prinsip Green Chemistry
a. Mencegah timbulnya limbah dalam proses
Lebih baik mencegah daripada menanggulangi atau membersihkan limbah yang
timbul setelah proses sintesis, karena biaya untuk menanggulangi limbah sangat besar.

b. Mendesain produk bahan kimia yang aman


Pengetahuan mengenai struktur kimia memungkinkan seorang kimiawan untuk
mengkarakterisasi toksisitas dari suatu molekul serta mampu mendesain bahan kimia yang
aman. Target utamanya adalah mencari nilai optimum agar produk bahan kimia memiliki
kemampuan dan fungsi yang baik akan tetapi juga aman (toksisitas rendah). Caranya adalah
dengan mengganti gugus fungsi atau dengan cara menurunkan nilai bioavailability.

c. Metode sintesis yang aman digunakan harus didesain dengan menggunakan dan
menghasilkan bahan kimia yang tidak beracun terhadap manusia dan lingkungan. Hal
tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meminimalkan paparan atau meminimalkan
bahaya terhadap orang yang menggunakan bahan kimia tersebut.

d. Menggunakan bahan baku yang dapat terbarukan


Penggunaan bahan baku yang dapat diperbarui lebih disarankan daripada
menggunakan bahan baku yang tak terbarukan didasarkan pada alasan ekonomi. Bahan baku
terbarukan biasanya berasal dari produk pertanian atau hasil alam, sedangkan bahan baku tak
terbarukan berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batu bara, dan
bahan tambang lainnya.
e. Menggunakan katalis
Penggunaan katalis memberikan selektifitas yang lebih baik, rendemen hasil yang
meningkat, serta mampu mengurangi produk samping.Peran katalis sangat penting karena
diperlukan untuk mengkonversi menjadi produk yang diinginkan. Dari sisi green chemistry
penggunaan katalis berperan pada peningkatan selektifitas, mampu mengurangi penggunaan
reagen, dan mampu meminimalkan penggunaan energi dalam suatu reaksi.

f. Menghindari derivatisasi dan modifikasi sementara dalam reaksi kimia


Derivatisasi yang tidak diperlukan seperti penggunaan gugus pelindung,
proteksi/deproteksi, dan modifikasi sementara pada proses fisika ataupun kimia harus
diminimalkan atau sebisa mungkin dihindari karena pada setiap tahapan derivatisasi
memerlukan tambahan reagen yang nantinya memperbanyak limbah.

g. Memaksimalkan atom ekonomi


Metode sintesis yang digunakan harus didesain untuk meningkatkan proporsi produk
yang diinginkan dibandingkan dengan bahan dasar.Konsep atom ekonomi ini mengevaluasi
sistem terdahulu yang hanya melihat rendemen hasil sebagai parameter untuk menentukan
suatu reaksi efektif dan efisiens tanpa melihat seberapa besar limbah yang dihasilkan dari
reaksi tersebut.Atom ekonomi disini digunakan untuk menilai proporsi produk yang
dihasilkan dibandingkan dengan reaktan yang digunakan.Jika semua reaktan dapat dikonversi
sepenuhnya menjadi produk, dapat dikatakan bahwa reaksi tersebut memiliki nilai atom
ekonomi 100%.
h. Menggunakan pelarut yang aman
Penggunaan bahan kimia seperti pelarut, ekstraktan, atau bahan kimia tambahan yang lain
harus dihindari penggunaannya. Apabila terpaksa harus digunakan, maka harus seminimal
mungkin. Penggunaan pelarut memang sangat penting dalam proses sintesis, misalkan pada
proses reaksi, rekristalisasi, sebagai fasa gerak pada kromatografi, dan lain-lain. Penggunaan
yang berlebih akan mengakibatkan polusi yang akan mencemari lingkungan. Alternatif lain
adalah dengan menggunakan beberapa tipe pelarut yang lebih ramah lingkungan seperti ionic
liquids, flourous phase chemistry, supercritical carbon dioxide, dan“biosolvents”. Selain itu
ada beberapa metode sintesis baru yang lebih aman seperti reaksi tanpa menggunakan pelarut
ataupun reaksi dalam media air.
i. Meningkatkan efisiensi energi dalam reaksi
Energi yang digunakan dalam suatu proses kimia harus mempertimbangkan efek
terhadap lingkungan dan aspek ekonomi. Jika dimungkinkan reaksi kimia dilakukan dalam
suhu ruang dan menggunakan tekanan.Penggunaan energi alternatif dan efisien dalam sintesis
dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode baru diantaranya adalah dengan
menggunakan radiasai gelombang mikro (microwave), ultrasonik dan fotokimia.
j. Mendesain bahan kimia yang mudah terdegradasi
Bahan kimia harus didesain dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, oleh
karena itu suatu bahan kimia harus mudah terdegradasi dan tidak terakumulasi di
lingkungan.Seperti sintesis biodegradable plastik, bioderadable polimer, serta bahan kimia
lainya.
k. Penggunaan metode analisis secara langsung untuk mengurangi polusi
Metode analisis yang dilakukan secara real-time dapat mengurangi pembentukan
produk samping yang tidak diinginkan.Ruang lingkup ini berfokus pada pengembangan
metode dan teknologi analisis yang dapat mengurangi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dalam prosesnya.
l. Meminimalisasi potensi kecelakaan
Bahan kimia yang digunakan dalam reaksi kimia harus dipilih sedemikian rupa
sehingga potensi kecelakaan yang dapat mengakibatkan masuknya bahan kimia ke
lingkungan, ledakan dan api dapat dihindari.
Aplikasi penerapan ke-12 prinsip kimia hijau ini masih belum sepenuhnya dilakukan
para kimiawan khususnya yang bergerak pada bidang sintesis dalam hal desain reaksi dan
metode yang digunakan untuk mencegah seminimal mungkin terjadinya pencemaran
lingkungan. Marilah kita mulai penelitian yang lebih berwawasan lingkungan dengan
mempertimbangkan aspek green chemistry, agar generasi mendatang dapat hidup lebih baik.

A. Pelarut
a. Pengertian Pelarut
Pelarut merupakan cairan yang mampu melarutkan zat lain yang umumnya berbentuk
padatan tanpa mengalami perubahan kimia. Dalam bentuk cairan dan padatan, tiap
molekul saling terikat akibat adanya gaya tarik menarik antar molekul, gaya tarik
menarik tersebut akan mempengaruhi pembentukan larutan. Apabila terdapat zat
terlarut dalam suatu pelarut, maka partikel zat terlarut tersebut akan menyebar ke
seluruh pelarut. Hal ini menyebabkan bentuk zat terlarut menyesuaikan dengan
bentuk pelarutnya.
Pelarut paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah air. Pelarut lain
yang juga umum digunakan adalah bahan kimia organik (mengandung karbon) yang
juga disebut pelarut organik. Pelarut biasanya memiliki titik didih rendah dan lebih
mudah menguap, meninggalkan substansi terlarut yang didapatkan. Untuk
membedakan antara pelarut dengan zat yang dilarutkan, pelarut biasanya terdapat
dalam jumlah yang lebih besar.

b. Pelarut Organik
Pelarut organik merupakan pelarut yang umumnya mengandung atom karbon dalam
molekulnya. Dalam pelarut organik, zat terlarut didasarkan pada kemampuan
koordinasi dan konstanta dielektriknya. Pelarut organik dapat bersifat polar dan non-
polar bergantung pada gugus kepolaran yang dimilikinya. Pada proses kelarutan
dalam pelarut organik, biasanya reaksi yang terjadi berjalan lambat sehingga perlu
energi yang didapat dengan cara pemanasan untuk mengoptimumkan kondisi
kelarutan. Larutan yang dihasilkan bukan merupakan konduktor elektrik. Contoh
pelarut organik adalah alkohol, eter, ester, etil asetat, keton, dan sebagainya.

c. Pelarut Anorganik Pelarut anorganik merupakan pelarut selain air yang tidak
memiliki komponen organik di dalamnya. Dalam pelarut anorganik, zat terlarut
dihubungkan dengan konsep sistem pelarut yang mampu mengautoionisasi pelarut
tersebut. Biasanya pelarut anorganik merupakan pelarut yang bersifat polar sehingga
tidak larut dalam pelarut organik dan non-polar. Larutan yang dihasilkan merupakan
konduktor elektrik yang baik. Contoh dari pelarut anorganik adalah ammonia, asam
sulfat dan sulfuril klorid fluorid.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Alternatif Pelarut Ramah Lingkungan Sebagai Pengganti Pelarut Organik

Penelitian kimia bahan alam tidak terlepas dari penggunaan pelarut organik dalam
kegiatannya. Keragaman senyawa dengan rentang polaritas yang besar yang dikandung suatu bahan
alam memerlukan beberapa jenis pelarut yang berbeda pula untuk mengekstraknya. Untuk
senyawa-senyawa polar, air bisa digunakan sebagai pelarutnya, sementara untuk senyawa-senyawa
non polar dan semi polar, pelarut organik menjadi pilihan. Bagi mereka yang terbiasa bekerja dengan
bahan alam, mungkin sudah kenal baik dengan heksan, kloroform, etil asetat, aseton, ataupun
metanol. Bukan hanya baunya yang menyengat, pelarut organik tersebut sebenarnya berbahaya
bagi kesehatan. Sifatnya yang mudah menguap dan kurang polar akan dengan mudah memasuki
tubuh melalui inhalasi maupun penyerapan kulit. Pelarut-pelarut tersebut dapat mempengaruhi
sistem saraf pusat, sistem sarah perifer, sistem reproduksi, menginduksi kanker, gangguan pada
ginjal dan hati (Baker et al., 1994). Oleh karena itu, untuk mencegah paparannya terhadap tubuh,
bila bekerja dengan pelarut organik disarankan menggunakan sarung tangan dan masker atau
bekerja di dalam lemari asam sehingga uapnya tidak terisap oleh kita. Disamping bahaya bagi
kesehatan, pelarut organik juga tidak ramah lingkungan karena non-biodegradable, sulit untuk di
daur ulang, juga pembuangannya yang mahal.

Penggunaan senyawa-senyawa organik sebagai zat pelarut dalam proses ekstraksi


membahayakan keamanan dan kesehatan lingkungan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya
untuk meminimalkan, mengganti atau bahkan menghilangkan penggunaan pelarut organik yang
mudah menguap (Volatile Organic Carbon, VOC) tersebut. Natural Deep Eutectic Solvent (NADES)
sebagai salah satu kandidat green solvent dipilih sebagai pelarut alternatif dalam ekstraksi senyawa-
senyawa bioaktif. NADES terdiri dari campuran senyawasenyawa metabolit primer seperti gula, gula
alkohol, poli-alkohol, basa organik, asam organik, dan asam amino dalam kombinasi molar ratio
tertentu yang diyakini aman bagi manusia dan lingkungan. Mengingat senyawa-senyawa metabolit
primer merupakan senyawa alami yang ditemukan di semua tanaman, misalnya asam amino,
karbohidrat, lipid, lemak, protein, asam nukleat, asam organik dan basa, tersedia dalam skala besar
dan berbiaya rendah. Sehingga NADES biodegradable, biokompatibel, lebih mudah dan murah dalam
hal pembuangan limbah proses yang dihasilkan.

Anda mungkin juga menyukai