Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PELAJARAN KIMIA

“KIMIA HIJAU( GREEN CHEMISTRY)”

OLEH :
KELOMPOK 1
1. FARIL FAHRUDDIN (9)
2. IMELDA KHUSY RAMADLANIA (10)
3. CINDY ELFFIANA (7)
4. MOHAMMAD ZAFIT FIRANSYAH (20)
5. MELATI INTAN DWI PRATAMA WINARTO (18)
6. NUR MAULIDATUL FITRIYA (28)
7. MUHAMMAD ILLO ARBIANSYAH (24)
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………..ii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG………………………...1
1.2 RUMUAN MASALAH……………………….2
1.3 TUJUAN PENULISAN………………………3

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KIMIA HIJAU…………….2
2.2 KONSEP KIMIA HIJAU………………….2
2.3 MANFAAT KIMIA HIJAU……………….3
2.4 PERMASALAHAN BESAR KIMIA HIJAU
……………………………………………….4
2.5 APLIKASI KIMIA HIJAU………………..5

BAB 3 KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 KESIMPULAN……………………………..
3.2 SARAN………………………………….
3.3 DAFTARPUSTAKA……………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Isu tentang polusi, limbah, pemanasan global sering diberitakan dalam
media masa. Di era modern ini, isu-isu tersebut menjadi isu yang sensitif.
Peningkatan kadar polutan yang relatif besar, membuat pembuat kebijakan, aktivis
lingkungan dan juga masyarakat umum mulai memikirkan masa depan bumi ini.
Hal ini melahirkan istilah ramah lingkungan. Dewasa ini, hampir setiap kegiatan,
baik kegiatan sosial maupun industri, dituntut untuk memenuhi kriteria ramah
lingkungan.

Kimia merupakan salah satu disiplin ilmu yang memegang peranan


penting dalam menentukan keberlanjutan kehidupan manusia di Bumi. Kondisi
pembangunan industri dan kondisi saat ini masih didominasi oleh ketergantungan
pada penggunaan sumber daya alam yang sebagian besar merupakan sumber daya
yang tidak terbaharukan. Pembangunan selanjutnya mengganti sumber daya yang
diambil dari lingkungan dengan limbah yang seringnya tidak ramah lingkungan,
dan akhirnya membahayakan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.

Baru dalam beberapa tahun belakangan ini, Ilmu Kimia dipandang sebagai
salah satu ilmu dasar yang sangat diperlukan untuk mengatasi dan kemudian
menghentikan timbulnya permasalahan lingkungan dalam rangka menunjang
pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan atau pembangunan lestari.

Kesinambungan dalam ilmu dan teknologi dimulai ketika kita mulai


berfikir bagaimana untuk memecahkan masalah atau bagaimana untuk mengaplikasikan ilmu
ke dalam teknologi. Kimia sebagai ilmu dari materi dan transformasinya, berperanan
penting dalam proses ini dan menjembatani ilmu fisika, material dan hayati. Hanya
proses kimia yang telah dicapai melalui optimasi yang hati-hati-maksimum dalam
efisiensi, akan membawa pada produksi dan produk yang berkesinambungan. Ilmuwan dan
teknokrat, yang menemukan, mengembangkan dan mengoptimasi proses tersebut, oleh
karenanya mereka memegang peranan penting. Kepedulian, kreativitas dan pandangan ke
depan mereka dibutuhkan untuk menghasilkan reaksi dan proses kimia dengan efisiensi
maksimum. Term "Kimia Hijau" telah digunakan untuk usaha-usaha
mencapai tujuan ini.

Pertumbuhan industri kimia yang ramah lingkungan semakin dibutuhkan.


Kecenderungan tersebut dikenal dengan istilah green chemistry atau teknologi
berkesinambungan. Green chemistry muncul karena adanya pergeseran paradigma
konsep tradisional tentang efisiensi konsep yang berfokus utama pada hasil reaksi
kimia, yang secara ekonomis bisa mengeliminasi limbah dan menghindari
pemakaian material yang bersifat toksik dan atau berbahaya.
Aktivitas green chemistry diformulasikan sebagai usaha pemakaian bahan
dasar (terutama yang dapat diperbaharui) secara efisien, penghilangan limbah dan
penghindaran pemakaian reagen dan pelarut yang bersifat toksik dan atau
berbahaya dalam industri dan aplikasi produk kimia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Green Chemistry (kimia hijau)?
2. Bagaimana konsep dari kimia hijau serta penerapannya sebagai upaya
menanggulangi permasalahan dimasa mndatang?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan disusunnya makalah ini yaitu untuk menyelesaikan tugas yang
telah diberikan. Selain itu penyusunan ini juga untuk membuka jendela
pengetahuan tentang “green chemistry (kimia hijau)” yang ada saat ini. Harapan
penulis adalah agar makalah ini tidak hanya bermanfaat bagi diri sendiri, akan
tetapi bermanfaat juga bagi meraka yang membutuhkan untuk referensi ataupun
bahan bacaan semata.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Green Chemistry
Green chemistry (kimia hijau) adalah desain produk kimia dan proses yang
mengurangi atau menghilangkan penggunaan atau generasi zat berbahaya. Green
chemistry adalah suatu falsafah atau konsep yang mendorong desain dari sebuah
produk ataupun proses yang mengurangi ataupun mengeliminir penggunaan dan
produksi zat-zat (substansi) toksik dan atau berbahaya. Konsep green chemistry
berkaitan dengan Kimia Organik, Kimia Anorganik, Biokimia, dan Kima Analitik.
Bagaimanapun juga, konsep ini cenderung mengarah ke aplikasi pada sektor
industri. Patut digaris bawahi di sini, bahwa green chemistry berbeda dengan
environmental chemistry (Kimia Lingkungan). Green chemistry lebih berfokus
pada usaha untuk meminimalisir penghasilan zat-zat berbahaya dan
memaksimalkan efisiensi dari penggunaan zat-zat (substansi) kimia. Sedangkan,
environmental chemistry lebih menekankan pada fenomena lingkungan yang telah
tercemar oleh substansi-substansi kimia (Nurma, 2008).
B. Konsep Green Chemistry
a. Lebih mengedepankan usaha mencegah timbulnya limbah dibanding usaha
menangani limbah yang dihasilkan dalam proses produksi.
b. Ekonomi atom.
c. Mengurangi pemakaian bahan kimia barbahaya dan atau toksik.
d. Mendesain produk yang lebih ramah lingkungan.
e. Meningkatkan usaha penggunaan pelarut dan bahan kimia lain yang tidak
berbahaya.
f. Mendesaian pemakaian energi yang efisien.
g. Lebih mengutamakan penggunakan bahan dasar yang dapat diperbaharui.
h. Melakukan proses sintesis yang relatif lebih pendek (menghindari proses
penurunan hasil sintesis).
i. Mengutamakan reaksi katalisis dibandingkan reaksi stoikiometrik.
j. Mendesain produk yang dapat didegradasi (didaur ulang).
k. Melakukan metode analitik pada usaha pencegahan polusi.
l. Minimalisasi potensi kecelakan kerja.
Berdasarkan prinsip tersebut, fokus utama green chemistry yang juga
menjadi fokus utama penelitian dewasa ini adalah:
a. Rute alternatif proses sintesis yang didasarkan pada efisiensi atom, dapat
dicapai dengan pemakaian katalis dan biokatalis, proses sintesis alami
(misalnya fotokimia dan elektrokimia).
b. Kondisi reaksi alternatif yang didasarkan pada pemakaian pelarut yang
mempunyai dampak kecil terhadap lingkungan, menaikkan selektifitas dan
menurunkan jumlah limbah dan emisi yang dihasilkan.
c. Desain, penggunaan dan produksi bahan kimia yang relatif tidak toksik yang
bisa menurunkan potensi kecelakaan.
d. Pemakaian bahan dasar dan reagen yang bisa meninggalkan ketergantungan
pada bahan bakar minyak.
e. Evaluasi bahaya yang ditimbulkan oleh proses kimia, produk kimia dan
reagen serta produk samping.
Green chemistry ditujukan pada dampak produk dan proses industri
terhadap lingkungan. Prinsip utama dalam green chemistry adalah “mencegah
lebih baik daripada mengobati”, sehingga tujuan Green chemistry adalah
mencegah timbulnya polusi daripada menangani limbah yang terjadi.
Definisi alternatif green chemistry yang lebih disukai oleh kalangan idustri
adalah teknologi berkesinambungan (sustainable technologies). Teknologi
berkesinambungan bertujuan untuk mempertemukan kebutuhan masa kini tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya.
Teknologi berkesinambungan merupakan tujuan utama dari konsep green
chemistry.
C. Manfaat Green Chemistry
Alasan utama dan tak bisa dibantah lagi karena hampir semua aspek dalam
kehidupan sehari–hari berkaitan dengan produk kimia. Kedua perkembangan
produk kimia telah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan
bahkan efek-efek lain yang belum diketahui. Salah satu contoh adalah pemakaian
pestisida DDT.
Konsep Green Chemistry dapat dilakukan yaitu mendorong pencegahan terhadap
polusi mulai dari tingkat molekuler melalui desain sintesis dan mendukung lebih
lanjut penemuan proses kimia yang lebih ramah lingkungan
yang tidak hanya dapat mengurangi sisa bahan beracun tapi menghilangkan sama
sekali substansi-substansi yang berpotensi racun dan berbahaya.
Paul Anastas sang “Bapak Green Chemistry” bersama John C.Warner telah
mengembangkan 12 prinsip Green Chemistry yang dapat menterjemahkan teori
menjadi tindakan. 12 prinsip yang dijadikan pedoman untuk kampanye gerakan
Green Chemistry ini adalah :
1. Mencegah terjadinya limbah lebih baik daripada mengolah dan
membersihkannya.
Yaitu bagaiamna kemampuan kimiawan untuk merancang ulang
transformasi kimia untuk meminimalkan produksi limbah berbahaya
merupakan langkah pertama yang penting dalam pencegahan polusi. Dengan
mencegah generasi sampah, kita meminimalkan bahaya yang berhubungan
dengan limbah, transportasi, penyimpanan dan perawatan.
2. Ekonomi atom, metoda sintesis yang efisien
Adalah sebuah konsep perancangan proses kimia yang bisa mengubah
semaksimal mungkin bahan baku menjadi produk target ketimbang
menghasilkan senyawa sampingan (side product). Metode sintetis seharusnya
didesain untuk memaksimalkan penggabungan dari semua bahan yang
digunakan dalam proses menjadi produk akhir. Pemanfaatan atom, efisiensi
atom atau konsep ekonomi dari atom merupakan sarana yang sangat berguna
untuk mempercepat evaluasi jumlah limbah yang dihasilkan pada proses
alternatif. Efisiensi atom dihitung dari massa molekul produk dibagi dengan
jumlah total massa molekul senyawa yang terbentuk pada kondisi reaksi
stoikiometrik yang terlibat. Atom ekonomi bisa didekati dengan perhitungan
sebagai berikut:
% Atom ekonomi = (berat molekul produk target)/(berat molekul semua
bahan baku) x 100%

3. Melakukan sintesis kimia yang tidak berbahaya


Mendesain sintesa untuk digunakan dan menghasilkan zat kimia yang
tidak atau hanya sedikit menjadi racun bagi manusia dan lingkungannya.
Memilih metode yang lebih aman dikimia adalah seperti menggunakan obeng
bukan pisau untuk mengencangkan sekrup. Pisau mungkin mampu
mengencangkan sekrup, tapi itu berbahaya. Contoh dari konsep ini adalah
penggantian reaksi klorinasi dalam pembentukan intermediet 4-
aminodifenilamina pada produksi karet dimana klorin merupakan senyawa yang
beracun, yang diganti dengan rekasi kopling langsung aniline dengan
nitrobenzene yang teraktifkan oleh basa. Hasil dari penggantian tersebut
berupa limbah organic, anorganik, dan air yang masing-masing 70,99, dan
97% lebih kecil.
4. Mendesain senyawa kimia yang tak beracun
Produk kimia harus dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan
fungsisebagaimana yang diinginkan dan memberikan toksisitas seminimal
mungkin. Misalnya biosida ramah lingkungan yang berbasis pada 4,5-dikloro-
2-oktil-4-isotyiazolin-3-on yang dibuat oleh Albright and Wilson Americas
sebagai pengganti biosida konvensional yang sangat beracun pada organism
air dan manusia
5. Pemakaian pelarut dan bahan-bahan yang aman
Pelarut sangat diperlukan dalam sebagian besar reaksi karena pelarut
merupakan media untuk campur, transfer panas, dan kadang mengontrol
reaktifitas pereaksi. Penggunakan pelarut biasanya mengarah ke produksi
limbah. Oleh karena itu penurunan volume pelarut atau bahkan penghapusan
total pelarut akan lebih baik. Dalam kasus di mana pelarut diperlukan,
hendaknya perlu diperhatikan penggunaan pelarut yang cukup aman.
Kebanyakan pelarut bersifat mudah terbakar atau beracun, dan hampir
semuanya merupakan senyawa organic yang mudah menguap sehingga
menyumbang pencemaran udara.
Supercritical Carbon Dioxide adalah karbon dioksida (CO2) yang berada
dalam fase cair (liquid phase),yang berada di atas ataupun pada temperatur dan
tekanan kritis. Yaitu pada temperatur 31,1oC ke atas dan tekanan 73,3 atm. Zat ini
banyak dimanfaatkan sebagai pelarut dalam industri,dikarenakan oleh zat ini
memiliki kandungan racun yang rendah dan
memiliki tidak memiliki dampak lingkungan yang berarti. Selain itu,
rendahnya temperatur dari proses dan stabilitas CO2 memungkinkannya
berfungsi sebagai pelarut layaknya aqua distilata.
6. Mendesain pemakaian energi yang efisien
Kebutuhan energi yang berdampak pada lingkungan dan ekonomi
harus diminimalkan. Jika mungkin, metode sintetis dan pemurnian harus
dirancang untuk suhu dan tekanan ruang, sehingga biaya energi yang berkaitan
dengan suhu dan tekanan ekstrim dapat diminimalkan.
7. Pemakaian bahan baku yang dapat diperbaharui
Minyak bukan merupakan sumber daya terbarukan. 90-95% dari
produk yang kita gunakan (botol plastik, farmasi, cat, non-stick coating, kain,
dll) berasal dari minyak. Bahan baku terbarukan (jagung, kentang, biomassa)
dapat digunakan untuk membuat banyak Produk: bahan bakar (etanol dan bio-
diesel), plastik dan lainnya.
8. Mengurangi senyawa turunan yang tak perlu
Derivatisasi yang tidak perlu (penggunaan kelompok „blocking“,
proteksi/ deproteksi, modifikasi sementara proses fisika / proses kimia) harus
dikurangi atau dihindari jika mungkin, karena langkah-langkah seperti ini
membutuhkan reagen tambahan dan dapat menghasilkan limbah. Transformasi
Sintetik yang lebih selektif akan menghilangkan atau mengurangi kebutuhan
untuk proteksi gugus fungsi. Selain itu, urutan sintetis alternatif dapat
menghilangkan kebutuhan untuk mengubah gugus fungsi dengan ada gugus
fungsi lain yang lebih sensitif.
9. Pemakaian katalis sangat baik secara stoikiometris
Secara stoikiometri katalis dengan selektivitas yang tinggi memang
lebih unggul dalam reaksi. Katalis dapat memainkan beberapa peran dalam
proses transformasi, antara lain dapat meningkatkan selektivitas reaksi,
mengurangi suhu transformasi, meningkatkan tingkat konversi produk dan
mengurangi limbah reagen (karena mereka tidak dikonsumsi selama reaksi).
Dengan mengurangi suhu, kita dapat menghemat energi dan berpotensi
menghindari reaksi samping yang tidak diinginkan.
10. Desain produk yang mudah terdegradasi
Produk kimia seharusnya didesain hingga pada akhir fungsinya nanti
mereka dapat terurai menjadi produk degradasi yang tidak berbahaya ketika
mereka dilepaskan ke lingkungan. Disinilah arti pentingnya sintesis material
sehari-hari yang biodegradable, misalnya biopolimer, plastik ramah
lingkungan dst.
11. Pencegahan polusi lingkungan
Metodologi analitis perlu lebih dikembangkan untuk memungkinkan
real-time proses monitoring dan kontrol sebelum pembentukan zat berbahaya.
Waktu analisis riil untuk ahli kimia adalah proses "memeriksa kemajuan reaksi
kimia seperti yang terjadi. "
12. Pencegahan terhadap kecelakaan
Salah satu cara untuk meminimalkan potensi kecelakaan kimia adalah
memilih pereaksi dan pelarut yang memperkecil potensi ledakan, kebakaran
dan kecelakaan yang tak disengaja. Risiko yang terkait dengan jenis
kecelakaan ini kadang-kadang dapat dikurangi dengan mengubah bentuk
(padat, cair atau gas) atau komposisi dari reagen.

D. Permasalahan Besar Terkait Green Chemistry

Ada beberapa permasalahan yang akan dihadapi dimasa mendatang yaitu


mengenai energi, air, makanan, lingkungan dan penyakit, yang berkaitan erat
dengan kimia dan hanya dapat diselesaikan dengan konsep kimia yang baru, yaitu
kimia hijau.
1. Untuk masalah energi, terbuka lebar peluang baru yang bisa dimainkan oleh kimia
hijau dalam hal konversi dan penyimpanan. Dalam hal konversi energy yang berasal
dari bahan bakar minyak bumi, batu bara, gas, dan biomassa, Kimia hijau dapat
memberikan andil mengenai bagaimana menemukan metode efisien untuk
mendapatkan syngas (CO dan H2) dari gas alam, bagaimana transformasi ramah
lingkungan metana menjadi hidrokarbon yang lebih besar, dan bagaimana
meningkatkan produksi bahan bakar bio dari selulosa dan komponen biomassa
yang lain dengan memanfaatkan enzim
tertentu. Dalam hal konversi energy dari sinar matahari menjadi energy listrik.
Kimia hijau dapat berperan misalnya dalam aspek bagaimana mencari
pengganti teknologi berbasis silicon yang mahal namun efisiennya rendah.
Masalah kekurangan energi di dunia, dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tak
dapat diperbaharui dan berpotensi merusak lingkungan seperti karbondioksida,
menipisnya lapisan ozon, dampak penambangan serta bahan beracun di sekitar
kita. Untuk masalah kekurangan energi ini Green chemistry dapat menjadi
pendorong dalam pembuatan energi alternative seperti photovoltaics, rekayasa
bahan bakar hidrogen, bahan bakar nabati atau biologis dan yang lainnya.
Selain itu gerakan Green Chemistry lain ialah meningkatkan pemakaian katalis
yang tepat dan mampu mengefisienkan pemakaian energi. Sebab jika alur
proses sintesis dapat dipotong otomatis pemakaian energi dapat dihemat.
2. Masalah Perubahan Iklim Global.
Perubahan iklim, kenaikan suhu lautan , kimia stratosfir, dan pemanasan
global adalah bidang kajian yang digarap oleh teknologi green chemistry.
3. Masalah Sumberdaya alam yang kian menipis.
Eksploitasi yang berlebihan atas sumber daya alam tak terbaharui,
menyebabkan ketidakseimbangan pada skala yang memprihatinkan .Oleh
karena itu pemakaian bahan bakar fosil menjadi isu utama dalam kajian Green
Chemistry. Upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui Green Chemistry ialah
sintesis bahan bakar yang dapat diperbaharui secara berkesinambungan baik
dari segi ekonomi dan teknologi seperti: teknologi biomassa, teknologi
nanosains, biosolar, efisiensi karbondioksida, zat chitin dan pengolahan
limbah.
4. Masalah Kekurangan pangan.
Ketika terjadi kelangkaan pangan maka aliran distribusi pun melemah.
Sedangkan metoda pertanian sekarang ini tak mampu lagi mengatasi masalah
pangan di masa mendatang. Untuk itu perlu adanya metoda baru dalam
mengatasi masalah pangan ini dan Green chemistry secara sains dapat
berperan dalam teknologi produksi makanan masa depan dengan cara:
Pertama, mengembangkan sejenis pestisida yang hanya berpengaruh pada
organisme yang menjadi target dan dapat secara mudah terdegradasi menjadi
zat tak berbahaya.
Kedua, mendesain proses daur ulang sisa-sisa produk pertanian untuk dapat
diolah kembali. Ketiga Menbuat sejenis fertilizer (anti pertumbuhan) yang
digunakan dengan takaran sesedikit mungkin dengan tingkat keberhasilan
tinggi.
5. Masalah Alam Lingkungan yang semakin terpolusi.
Penerapan Green Chemistry pada sendi-sendi penelitian dan proses produksi
yang dilakukan secara konsisten dan tepat, dapat mengurangi bahkan
menghilangkan senyawa beracun yang berdampak manusia, biosfir dan
lingkungan sekitar.
E. Aplikasi Green Chemistry

Green Chemistry bukan sekedar konsep!! Cara terbaik memahami Green


Chemistry tentu haruslah dari aplikasinya juga. Hal ini penting guna menepis
anggapan bahwa Green Chemistry cuma Konsep yang bagus . Simak penemuan
dan aplikasi Green Chemistry yang memenangkan penghargaan dari Presidential
Green Chemistry Challenge Awards yang didukung ACS Green Chemistry
Institute.
1. Vitamin C (asam askorbat) untuk proses pembuatan polimer.
Professor Krzysztof Matyjaszewski dari Carnegie Mellon University
telah mengembangkan pelarut yang aman bagi lingkungan. Proses yang
ditelitinya disebut “ Atom Transfer Radical Polymerization (ATRP)”
yang biasa dilakukan untuk proses pembuatan polimer.Menariknya proses
ATRP ini dilakukan dengan Vitamin C (asam askorbat) sebagai pereduksi
(reduction agent).Tentu saja hal ini menghemat pemakaian katalis serta aman
bagi lingkungan.

2. Gula dan minyak sayur sebagai bahan baku cair


Procter and Gamble mengembangkan cat yang yang dapat
diperbaharui. Produsen cat biasanya memakai senyawa alkid sebagai bahan
baku cat karena sifatnya tahan lama, mengkilap dan dapat digunakan untuk
berbagai keperluan misalnya bahan bangunan, industri metal, alat pertanian
dan konstruksi. Namun sayangnya senyawa ini beracun. Oleh karena itu
Procter & Gamble menciptakan formulasi cat berbahan baku minyak Sefose®
menggantikan bahan baku yang berasal dari turunan minyak bumi. Minyak
Sefose® dibuat dari gula dan minyak sayur yang jauh lebih aman bahkan
pemakaiannya hanya separuh dari senyawa alkid.
3. Gula pati dan selulosa sebagai bahan bakar.
Virent Energy Systems, Inc. membuat bahan bakar yang berasal dari
Gula pati dan selulosa, Cadangan minyak bumi yang terus menipis
mendorong perusahaan ini mencari bahan bakar alternatif dari sumber yang
dapat diperbaharui.Dengan bahan dasar air dan katalis khusus gula pati dan
selulosa dapat diubah menjadi bahan bakar alternatif melalui proses yang
hemat energi dan mudah dimodifikasi sesuai kebutuhan. Ini suatu terobosan
yang menarik untuk mengimbangi harga minyak bumi yang tidak stabil.
4. Pemakaian enzim untuk pembuatan bahan dasar kosmetik.
Eastman Chemical dikenal sebagai perusahaan yang membuat
kosmetik dan perlengkapan mandi . Perusahaan seperti ini seringkali memakai
asam kuat dan pelarut yang beracun. Pemakaian bahan–bahan jenis ini
membutuhkan proses yang mahal . untuk mengatasi masalah ini Eastman
Chemical mengembangkan teknologi pembuatan ester yang biasa digunakan
sebagai bahan baku dengan secara enzimatis. Pembuatan ester dengan cara ini
ternyata lebih hemat dan aman karena berbahan baku alami.
5. Kacang kedelai sebagai Bahan Pembuatan Toner printer.
Umumnya toner printer dibuat dari turunan minyak bumi. Sifatnya
yang sulit lepas dari kertas mempersulit proses daur ulang. Perusahaan
Battelle bersama Advanced Image Resources dan badan kedelai Ohio.
Menciptakan toner yang berasal dari kedelai. Toner kedelai ini memiliki
kualitas yang sama dengan toner konvensional selain mudah dihapus dari
kertas dan pembuatannya yang hemat energi. Tentu saja ini berita baik
karena proses daur ulang jadi lebih mudah.
6. Kacang kedelai sebagai bahan baku pembuatan lem perekat.
Lem perekat banyak dipakai di perusahaan kayu dan kertas. Namun
lem perekat yang umum dipakai mengandung formaldehid yang diketahui
cukup berbahaya dan bisa menyebabkan kanker. Professor Kaichang Li dari
Oregon State University bersama perusahaan pengolahan hutan Columbia and
Hercules Inc. Mengembangkan bahan perkat berbahan dasar kacang kedelai
sebagai pengganti 47 juta pon perekat berbahan dasar formaldehid.
7. Green process ala S.C. Johnson & Son, Inc.
Mulai tahun 2005 S.C. Johnson & Son, Inc, membuat sistem yang
mengukur sejauh mana kandungan produk yang mereka buat memiliki
pengaruh pada lingkungan dan kesehatan. Sistem ini dinamakan Greenlist™.
Dengan sistem ini formulasi dari suatu produk lebih mudah di modifikasi,
hasilnya S.C. Johnson & Son berhasil mengurangi 4 juta pon pemakaian
polyvinylidene chloride (PVDC) per tahun.
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Green Chemistry atau kimia hijau yang disebut juga sebagai sustainable
chemistry (kimia yang berkelanjutan) merupakan desain produk dan proses kimia
dengan mengurangi atau menghilangkan penggunaan maupun penghasilan zat
berbahaya baik terhadap manusia maupun lingkungan. Konsep dari kimia hijau
memungkinkan terbentuknya penyelesaian dari berbagai permasalahan yang
belakangan ini disebabkan oleh sebagian besar aktifitas manusia. Aplikasi kimia
hijau dalam teknologi memberikan sejumlah manfaat antara lain, mengurangi
limbah, mengurangi biaya, produk yang lebih aman, dan mengurangi penggunaan
energi dan sumber daya alam.
B. Saran
Konsep kimia hijau dalam upaya pelestarian kehidupun yang sangat
menarik ini diharapkan tidak hanya berhenti dalam tulisan dan hanya dipelajari
dalam bangku perkuliahan saja. Namun dapat menjadi modal dalam hal
pengaplikasian dan penelitian-penelitian baru terkait kimia yang ramah
lingkungan. Selain itu diperlukan pula sosialisasi mengenai kimia hijau kepada
seluruh kalangan masyarakat sesuai dengan tingkat kebutuhannya sehingga akan
lebih mempercepat tercapainya tujuan dari kimia hijau dalam seluruh aspek
kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Aplikasi Green Chemistry yang


memenangkan penghargaan dari presidential Green
Chemistry Challeg Awards.
http://www.epa.gov/greenchemistry/ (diakses tanggal 19
Mei 2013).

Nurma, 2008. Green Chemistry.


http://nurma.staff.fkip.uns.ac.id/green-chemistry/
(diakses tanggal 19 Mei 2013).

Santosa, Sri Juari, 2008, Kimia Hijau sebagai pilar


Utama Pembanunan Lestari.

Anda mungkin juga menyukai