Anda di halaman 1dari 20

DAMPAK PENCEMARAN AIR LAUT AKIBAT SAMPAH PLASTIK

Oleh :

Nama : Ardiansyah Eka Pratama


Nim : 22001021140

FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2022
DAFTAR ISI

BAB I......................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.....................................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................3
1.2 Tujuan....................................................................................................................................4
BAB II.....................................................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................................4
2.1 Analisis..................................................................................................................................4
2.2 Plastik....................................................................................................................................5
2.3 Pencemaran Plastik Dan Dampaknya Pada Kehidupan Di Laut...........................................7
2.4 Analisa Dan Pengurangan Mikroplastik..............................................................................10
2.5 Menurut Perlindungan Hukum...........................................................................................15
BAB III..................................................................................................................................................17
PENUTUP.............................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................................18
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan pesisir dan laut merupakan lingkungan perairan yang mudah terpengaruh dengan
adanya buangan limbah dari darat. Bahan pencemar yang berasal dari berbagai kegiatan industri,
pertanian, rumah tangga di daratan akhirnya menimbulkan dampak negatif bukan saja pada sungai,
tetapi juga pesisir dan lautan. Dampak yang terjadi antara lain kerusakan ekosistem mangrove,
padang lamun, terumbu karang, kehidupan dari jenis-jenis biota laut yang hidup di dalamnya, dan
abrasi (Ramadhan, 2014). Salah satu bahan pencemar yang berdampak negatif pada biota laut
adalah pembuangan sampah plastik. Laut dianggap sebagai tempat pembuangan akhir bagi
kehidupan manusia, namun hal itu diabaikan oleh manusia karena laut memiliki volume air yang
cukup besar dan memiliki kemapuan untuk mengencerkan segala jenis zat yang dirasa tidak akan
menimbulkan dampak sama sekali. Terdapat suatu ekosistem kehidupan di dalam laut yang harus
dilestarikan yang memiliki kemampuan untukmempertahankan suatu keseimbangan dan salah satu
kebutuhan manusia. Kelestarian air laut apabila tercemar oleh zat-zat yang ditimbulkan oleh limbah
manusia secara terus-menerus dengan volume yang besar dalam konsentrasi yang tinggi, maka
dapat menyebabkan rusaknya keseimbangan laut, rusaknya keseimbangan laut dapat berdampak
pada kelestarian alam dan terjadi dampak global untuk selanjutnya.

Pencemaran sampah dalam laut di Indonesia merupkan permasalahan yang dihadapi


Indonesia dan menjadi faktor utama permasalahan pencemaran di laut Indonesia, diman laut
dilindungi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan memecahkan masalah-masalah yang
ada untuk saat ini dan untuk keberlangsungan kehidupan di masa depan. Pencemaran sampah dapat
berasal dari sampah yang dihasilkan oleh manusia yang dibuang ke sungai yang selanjutnya mengalir
akan bermuara ke laut atau aktivitas manusia yang secara langsung membuang sampah ke laut.
Sampah laut merupakan bahan padat peristen yang sengaja atau tidak sengaja dibuang dan
ditinggalkan di lingkungan laut. Pencemaran sampah di laut dapat berasal dari beberapa faktor
sampah, seperti sampah plastik, sampah kayu, sampah logam, sampah dari bahan organik, dan
terdapat banyak sampah lainya yang dapat mencemari laut.
Maka dari itu topik yang akan dibahas pada makalah ini yaitu mengenai dampak dari plastik
itu sendiri terhadap lingkungan laut. Plastik adalah polimer hidrokarbon rantai panjang yang terdiri
atas jutaan monomer yang saling berikatan dan tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme
(Trisunaryanti, 2018). Sampah plastik membutuhkan waktu 200 sampai 1.000 tahun untuk dapat
terurai. Sampah plastik dapat menimbulkan pencemaran terhadap tanah, air tanah, dan makhluk
bawah tanah. Bahkan racun dari partikel plastik yang masuk ke dalam tanah akan membunuh hewan
pengurai di dalam tanah seperti cacing. Tidak hanya itu, PCB (Polychlorinated Biphenyls) yang tidak
dapat terurai meskipun termakan oleh binatang maupun tanaman akan menjadi racun berantai
sesuai urutan rantai makanan, dan masih banyak lagi dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah
plastik (Ningsih, 2018). Sampah plastik yang masuk ke laut dapat terbelah menjadi partikelpartikel
kecil yang disebut mikroplastik dengan ukuran 0,3 – 5 milimeter. Mikroplastik ini sangat mudah
dikonsumsi oleh hewan-hewan laut. Sebelumnya, berdasarkan data The World Bank tahun 2018,
sebanyak 87 kota di pesisir Indonesia memberikan kontribusi sampah ke laut diperkirakan sekitar 1,
27 juta ton. Dengan komposisi sampah plastik mencapai 9 juta ton dan diperkirakan sekitar 3,2 juta
ton adalah sedotan plastic selain itu ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh
dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton di antaranya terbuang dan mencemari laut. Indonesia memiliki
populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik
yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut diduga
mencemari lautan. Maka dari itu Pengendalian pencemaran air laut penting dilakukan karena air laut
merupakan sebagian kebutuhan yang selalu dimanfaatkan manusia dalam berbagai kebutuhan
hidupnya dan faktor utama dalam pembangunan.

1.2 Tujuan

Guna menganalisis dan menyelesaikan masaalah dari dampak yang ditimbulkan oleh
sebaran sampah plastik di ekosistem laut dan perairan sekitar.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Analisis

Sampah di Indonesia merupakan permasalah yang belum terselesaikan sampai saat ini, dan
sulit untuk mengatasinya, sedangkan sampah akan ditimbulakan oleh manusia dalam setiap harinya
dai aktivitas manusia. Hal ini dapat sangat berpengaruh dalam kehidupan dimasa yang akan datang,
karena semakin bertambahnya sampah setiap harinya dengan seiringan semakin banyak jumlah
penduduk indonesia yang tentu saja akan menghasilkan sampah dari aktivitasnya, volume sampah
akan terus bertambah dan akan terus tertimbun apabila tidak ada solusi atau cara untuk
menyelesaikan sampah yang setiap hari akan selalu bertambah. Dengan hal ini Indonesia harus
secara aktif ikut serta dalam kelestarian laut dalam penanganan pengurangan sampah di laut sebagai
salah satu upaya pembangunan berkelanjutan untuk perlindungan laut akan sumber daya laut yang
ada baik dalam konteks nasional maupun global.

Sampah yang dihasilkan dari aktivitas manusia secara langsung maupun tidak langsung akan
mencemari lingkungan. Seperti sampah yang berdada dalam beberapa bagian laut di Indonesia yang
tercemar oleh sampah dengan berbagai macam jenis sampah yang ada, sampah-sampah yang
berada dilaut berasal dari beberapa fator yaitu sampah terbawa oleh aliran sungai yang bermuara ke
laut, sebagian manusia yang tidak memperhatiak tentang kelestarian lingkungan seperti air mereka
membuang sampah mereka kesungai yang akan mengalir sampai bermuara ke laut sehingga sampah
akan terbawa dan akan tercampur di laut yang akan berakibat dengan pencemaran air laut dengan
berbagai macam sampah yang bercampur dengan berbagai kandungan didalamnya bahkan
kandungan berbahaya. Selanjutnya adalah sampah yang dibuang secara langsung oleh manusia
kedalam laut, hal ini merupakan tindakan yang tidak perduli dengan kelestarian lingkungan, dimana
keletarian lingkungan dalam laut yang meliputi ekosistem laut dan biota laut akan tercemar dengan
adanya berbagai macam sampah yang berada di laut.

Untuk memahami nasib dan konsekuensi mikroplastik di lingkungan, kita harus dapat
mengukur berbagai ukuran dan komposisinya. Upaya hingga saat ini untuk memeriksa distribusi dan
kelimpahannya terhambat oleh metode yang tidak memadai. Matriks di mana mikroplastik berada
meliputi air, sedimen, jaringan biologis, tanah, lumpur air limbah, dan udara. Pendekatan
pengambilan sampel, pembersihan, dan deteksi mikroplastik di media ini masih terus berkembang.
Prosedur multilangkah umum dalam kimia lingkungan karena kebutuhan untuk mengekstrak analit
dari matriks massal dan menghilangkan bahan yang mengganggu sebelum deteksi dan kuantisasi
mikroplastik akhir. Idealnya, teknik deteksi memberikan informasi kuantitatif dan kualitatif.
2.2 Plastik

Plastik merupakan jenis makromolekul yang dibentuk dengan proses polimerisasi, yaitu
proses penggabungan beberapa molekul sederhana (monomer), melalui proses kimia menjadi
molekul besar (makromolekul atau polimer). Untuk membuat plastik, salah satu bahan baku yang
sering digunakan adalah naphta, yaitu bahan yang dihasilkan dari penyulingan minyak bumi atau gas
alam (Najmi, 2022). Plastik dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu thermoplastic dan
termosetting. Thermoplastic adalah bahan plastik yang jika dipanaskan sampai suhu tertentu, akan
mencair dan dapat dibentuk kembali menjadi bentuk yang diinginkan. Adapun thermosetting adalah
plastik yang jika telah dibuat dalam bentuk padat, tidak dapat dicairkan kembali dengan cara
dipanaskan. Berdasarkan sifat kedua kelompok plastik di atas, termoplastik termasuk jenis yang
memungkinkan untuk didaur ulang (Surono, 2013). Jenis termoplastik yang dapat didaur ulang diberi
kode berupa nomor untuk memudahkan dalam mengidentifikasi dan penggunaannya.

Tabel 1. Jenis Plastik Dan Kode Kegunaannya

No. Kode Jenis Plastik Penggunaan


1 PETE (polyethylene terephthalate) botol kemasan air mineral, botol minyak goreng, jus, botol
sambal, botol obat, dan botol kosmetik
2. HDPE (High-density Polyethylene) botol obat, botol susu cair, jerigen pelumas, dan botol
kosmetik
3 PVC (Polyvinyl Chloride) pipa selang air, pipa bangunan, mainan, taplak meja plastik,
botol shampo dan botol sambal
4. LDPE (Low-density Polyethylene) kantong kresek, tutup plastik, plastik pembungkus daging
beku, dan berbagai macam plastik tipis lainnya.
5. PP (Polypropylene atau Poly- cup plastik, tutupbotol dari plastik, mainan anak, dan
propene) margarine
6. PS (Polystyrene) kotak CD, sendok dan garpu plastik, gelas plastik atau
tempat makanan dari styrofoam, dan terupat makan plastik
transparan
7. Other (0), jenis plastik lainnya selain botol susu bayi, plastik kemasan, gallon air minum, suku
no 1 - 6 cadang mobil, alat-alat rumah tangga, komputer, alat-alat
elektronik, sikat gigi dan mainan lego
Gambar 1. Nomor Kode Plastik

Dalam UU No. 7 tahun 1996 mengenai Pangan, disebutkan bahwa kemasan pangan adalah
bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus pangan, baik yang bersentuhan
langsung dengan pangan maupun tidak. Kemasan pangan dari plastik telah merupakan bagian
kehidupan sehari-hari manusia. Dalam dua dasarwarsa terakhir, kemasan plastik telah merebut
pangsa pasar kemasan dunia, menggantikan kemasan kaleng dan gelas. Kemasan plastik
mendominasi industri makanan di Indonesia dan kemasan luwes (fleksibel) menempati porsi 80%.
Jumlah plastik yang digunakan untuk mengemas, menyimpan dan membungkus makanan mencapai
53% khusus untuk kemasan luwes, sedangkan kemasan kaku sudah mulai banyak digunakan untuk
minuman.

2.3 Pencemaran Plastik Dan Dampaknya Pada Kehidupan Di Laut

Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia, sehingga kuantitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku
mutu dan/atau fungsinya. Bahan pencemar termasuk partikel kimia, limbah industri, limbah
pertanian dan perumahan, yang masuk ke dalam laut memiliki dampak yang bermacam-macam.
Sampah plastik yang dibuang, terapung dan akan terendap di lautan. Massa plastik di lautan
diperkirakan menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Kondisi ini sangat berpengaruh buruk, dan
sangat sulit terurai oleh bakteri. Sumber sampah plastik di laut juga berasal dari jaring ikan yang
sengaja dibuang atau tertinggal di dasar laut. Menurut (Surono, 2016) sampah laut (marine debris)
ialah benda padat yang kuat dan tahan lama, diproduksi atau diproses oleh manusia, secara
langsung atau tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja, dibuang atau ditinggalkan di dalam
lingkungan laut. Tipe sampah laut di antaranya plastik, kain, busa, styrofoam (gabus), kaca, keramik,
logam, kertas, karet, dan kayu. Sampah plastik merupakan salah satu jenis plastik yang mencemari
laut. Penggunaan plastik dalam berbagai kegiatan manusia menyebabkan produksi plastik semakin
meningkat.
Konsumsi berlebih terhadap plastik, mengakibatkan jumlah sampah plastik yang besar.
Plastik sintesis merupakan 90% dari total produksi dunia (Andrady & Neal, 2009). Polyethylene (PE),
polypropylene (PP), polyvinyl chloride (PVC), polystyrene (PS) dan polyethylene terephthalate (PET)
yang memiliki densitas rendah dan tinggi, merupakan plastik sintetis yang paling banyak digunakan
dan menjadi polutan di lingkungan pesisir dan laut (Andrady, 2011; Engler, 2012). Plastik sintesis
bukan berasal dari senyawa biologis, dan memiliki sifat yang sulit terdegradasi (non biodegradable).
Plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 sampai 500 tahun, hingga dapat terdekomposisi
(terurai) dengan sempurna. Sejak keberadaan mereka di laut dan laut.

Disaat organisme pertama kali terungkap, kekhawatiran global tentang mikroplastik telah
berkembang pesat. Pasifik Utara Laut dan laut marginal yang berdekatan memiliki tingkat yang tinggi
kontaminasi mikroplastik dibandingkan dengan global rata-rata. Edisi khusus tentang mikroplastik ini
diselenggarakan oleh Organisasi Ilmu Kelautan Pasifik Utara untuk berbagi informasi tentang polusi
mikroplastik di Pasifik Utara wilayah. Edisi khusus menyoroti tingkat kontaminasi yang tinggi di
Pasifik Utara baik di garis pantai maupun di permukaan laut. Terutama tingkat kontaminasi yang
tinggi dilaporkan di pantai barat dan selatan Korea. Sumber, termasuk pembuangan limbah,
budidaya, dan galangan kapal, terlibat. Dengan arah dan energi angin permukaan dan arus memiliki
pengaruh penting pada pola distribusi garis pantai. Masalah khusus juga menunjukkan potensi untuk
menelan mikroplastik oleh organisme planktonik kecil di dasar rantai makanan. Berbagai bahan
kimia yang terkait dengan puing-puing plastic dan kekhawatiran diungkapkan tentang potensi ini
bahan kimia untuk ditransfer ke biota setelah tertelan. Sampah plastik dapat memiliki dampak
ekologi dan ekonomi yang luas di perairan tawar dan lingkungan laut. Dampak negatif langsung dari
perkembangan jumlah plastik yang sangat banyak pada organisme laut, seperti terjerat oleh plastik
dan membuat penyumbatan pada saluran pencernaan.

Sampah plastik ukuran besar, megaplastik dan makroplastik, menimbulkan resiko kesehatan
secara langsung bagi hewan air, termasuk ikan, penyu, burung, serta penyu laut, karena salah
konsumsi (Boerger et al., 2010). Konsumsi plastik oleh hewan air dapat menyebabkan pendarahan
internal dan bisul, serta penyumbatan pada saluran pencernaan (Ismanto, 2016). Efek negatif dari
plastik juga dapat memberikan dampak lain seperti terikatnya invertebrata bentik, burung, ikan,
mamalia dan penyu oleh kabel plastik dan jarring. Sampah plastik merupakan sampah tidak dapat
terlepas dari kehidupan manusia setiap harinya. Plastik terbuat dari bahan polimer sintesis yang
dibuat dengan melalui proses polimerisasi yang mempunyai sifat tidak dapat terdegradasi dan tidak
terurai, sehingga sampah plastik tersebut menjadi faktor yang berpengaruh atau bahkan
membahayakan bagi lingkungan. Apabila pembuangan sampah plastik ke laut secara-terus menerus
dan tidak terkendali oleh manusia akan berdampak pada lingkungan yang merugikan dalam air laut
untuk jangka panjang. Secara global, laut Indonesia tercemar oleh sampah, dimana 60%-80% dari
sampah tersebut adalah sampah plastik dari keseluruhan sampah yang berada dilaut, dengan adanya
sebagian sampah plastik dilaut maka dapat merusak ekosistem laut dan rantai makanan atau biota
laut yang dapat dimakan oleh hewan-hewan dilaut. Sampah plastik merupaka sampah yang tidak
dapat terurai secara mudah terlebih didalam air laut, banyak hal yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi pembuangan sampah plastik ke laut, seperti yang dilakukan oleh beberapa pihak
adalah membakar sampah plastik, namun membakar sampah plastik juga menjadi persoalan karena
dengan proses pembakaran maka dapat mengakibatkan pencemaran diudara dengan beberapa
kandungan berbahaya yang ada dalam plastik yang hasil pembakaranya dapat dihirup oleh manusia
dan dapat menyebabkan berbagai penyakit bagi manusia.

Sampah plastik akan berdampak pada lingkungan seperti sampah plastik dapat membunuh
terumbu karang, karena terumbu karang akan tertimbun oleh sampah dan tidak dapat tumbuh serta
berkembang biak dengan baik, atau bahkan dapat mati. Adapun sampah plastik yang menimbun di
dasar laut akan menahan air untuk sulit teresap kedalam tanah dan sirkulasi udara dalam tanah akan
dapat terhambat. Penumpukan sampah didasar laut juga akan berpengaruh terhadap terumbu
karang, terumbu karanang adalah tempat perlindungan bagi hewanhewan laut maupun biota laut
serta dapat berfungsi untuk melindungi pantai dari erosi apabila terdapat gelombang laut tinggi,
apabila terumbu karang tertutupi sampah maka hewan-hewan laut tidak memiliki tempat untuk
perlindungan sehingga akan rentan terhadap kematian yang menyebabkan terjadinya kelestarian
ekosistem dan boiota laut. Hewan-hewan dilaut seperti ikan, penyu, lumba-lumba, dan hewan
lainya, akan ikut tercemar, hal tersebut dapat terjadi karena hewan-hewan laut tersebut dapat
menganggap sampah di laut adalah sebagai makanan yang akan dimakan oleh hewan laut, dimana
terdapat kemungkinan bahwa sampah plastik terbuat dari bahan kimia yang dapat terserap oleh
hewan yang dapat meracuni hewan tersebut dan akan berakibat akan matinya hewan laut tersebut,
ketika hewan mati dilaut maka hewan tersebut akan menjadi bangkai yang didalam tubuh hewan
tersebut terdapat sampah seperti sampah plastik yang tidak dapat terurai maka akan dapat
meracuni hewan-hewan lainya. Sehingga kelestarian hewan-hewan lau akan berkurang dan bahkan
bisa punah, dan berakibat pada hewan-hewan lainya sebagai hewan pengurai maupun hewan-
hewan dalam urutan rantai makanan yang dapat berdampak. Tidak hanya sampah plastik, adapun
samaph logam yang masuk kedalam laut, sampah logam merupakan sampah yang berasal dari
sampah yang memiliki kandungan minyak yang banyak dibuang ke laut melalui daerah aliran sungai,
sampah ini memungkinkan adanya kandungan logam didalamnya dengan konsentrasi rendah
maupun tinggi yang dapat mencemari ekosistem dan biota laut.
Pencemaran air laut tidak hanya berdampak kepada ekosisitem laut dan biota laut, tetapi
manusia juga dapat terkenan dampak pencemaran tersebut, mengingat manusia membutuhkan bagi
kehidupan utnuk mencukupi aktifitas sehari-hari, apabila air laut tercemar maka kebutuhan air yang
digunakan manusia juga dapat ikut tercemar sehingga dapat menyebabkan penyakit bagi manusia
karena air yang tercemar didalamnya pasti akan terdapat bakteri atau kandungan berbahaya bagi
manusia, selain itu apabila ekosisitem laut seperti hewan-hewan tercemar oleh sampah maka hewan
tersebut akan mengandung penyakit karena terinfeksi pencemaran dan apabila manusia
mengkonsumsi ikan tersebut secara tidak langsung pencemaran yang ada didalam ikan akan ikut
termakan oleh tubuh manusia dan tubuh manusia aka ikut menjadi tercemar oleh bakteri ikan yang
tidak sehat, selain itu juga untuk memenuahi kebutuhan sperti makanan manusia, manusia
membutuhkan protein hewani seperti mengkonsumsi ikan, hal itu dapat berdampak apabila
ekosisitem ikan berkurang maka manusia tidak dapat mengkonsumsi ikan, ekosistem ikan berkurang
karena terumbu karang yang menjadi tempat perkembngbiakan ikan mati karena tertimbun
pencemaran sampah serta ikan juga dapat secara langsung tercemar oleh sampah yang berada di air
laut. Kelestarian lingkungan ekosistem laut sangat penting adanya penanganan pencemaran
sampah, kelestarian lingkungan yang baik dan bersih dapat berdampak baik seluruh kehidupan
manusia, seperti pemanfaatan laut apabila laut tehidar dari pencemaran sampah, karena laut dapat
dimanfaatkan sebagai ekowisata bahari, ekowisata bahari adalah kegiatan wisata pesisir dan laut
yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut, sehingga wisatawan tidak hanya dapat
menikmati keindahan atau mengamati laut baik dari terumbu karang atau melihat berbagai macam
hewan laut, tetapi wisatawan diajak atau dapat ikut serta dalam melestarikan ekosistem dilaut.
Pencemaran sampah dilaut dapat kita hindarkan, dimana kita sebagai manusia tentu saja harus
peduli dengan lingkungan, dengan mencoba menggurang penggunaan bahan yang hanya digunakan
sekali dan selanjutnya dibuang dan tidak dapat dimanfaatkan kembali karena membuang sampah ke
tempatnya tidaklah cukup karena akan ada dampak berkelanjutan dimasa yang akan datang,
menggunakan barang-barang yang ramah terhadap lingkungan, dan tetap melestarikan
lingngkungan.
2.4 Analisa Dan Pengurangan Mikroplastik

Masyarakat menjadi semakin bergantung pada plastik sejak produksi komersial dimulai
sekitar tahun 1950. Keserbagunaan, stabilitas, bobot yang ringan, dan biaya produksi yang rendah
telah memicu permintaan global. Sebagian besar plastik pada awalnya digunakan dan dibuang di
darat. Meskipun demikian, jumlah mikroplastik di beberapa kompartemen samudera diperkirakan
akan berlipat ganda pada tahun 2030. Untuk mengatasi masalah global ini, kita harus memahami
komposisi plastik, bentuk fisik, kegunaan, transportasi, dan fragmentasi menjadi mikroplastik (dan
nanoplastik). Sampah plastik/mikroplastik timbul dari pembuangan tanah, pengolahan air limbah,
keausan ban, kerusakan cat, pencucian tekstil, dan kehilangan di laut. Transportasi sungai dan
atmosfer, air badai, dan bencana memfasilitasi pelepasan. Di permukaan air plastik/mikroplastik
cuaca, biofoul, agregat, dan tenggelam, tertelan oleh organisme dan didistribusikan kembali oleh
arus. Sedimen laut kemungkinan merupakan tujuan akhir. Plastik melepaskan aditif, konsentrat
kontaminan lingkungan, dan berfungsi sebagai substrat untuk biofilm, termasuk spesies eksotis dan
patogen. Kelimpahan mikroplastik meningkat ketika ukuran fragmen berkurang, seperti halnya
proporsi organisme yang mampu menelannya. Partikel <20 m dapat menembus membran sel,
memperburuk risiko. Paparan dapat membahayakan makan, proses metabolisme, reproduksi, dan
perilaku. Tetapi penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk menarik kesimpulan yang pasti. Konsumsi
makanan laut dan air yang terkontaminasi oleh manusia menjadi perhatian. Mikroplastik di dalam
ruangan menghadirkan risiko yang belum dicirikan, diperbesar oleh waktu yang kita habiskan di
dalam (>90%) dan banyaknya produk polimer di dalamnya. Tantangan ilmiah termasuk
meningkatkan pendekatan pengambilan sampel dan karakterisasi mikroplastik, memahami perilaku
jangka panjang, bioavailabilitas aditif, dan risiko kesehatan organisme dan ekosistem. Solusinya
termasuk meningkatkan pencegahan polusi berbasis global, mengembangkan polimer dan aditif
yang dapat terdegradasi, dan mengurangi konsumsi/memperluas penggunaan kembali plastik.

Desain plastik menentukan sifat dan kesesuaiannya untuk aplikasi yang diinginkan. Plastik
adalah komposit dari polimer organik rantai panjang. Produk jadi mungkin homogen dalam hal
polimer penyusunnya atau mengandung berbagai jenis campuran atau reaksi silang untuk mencapai
karakteristik yang diinginkan. Rantai polimer diproduksi dengan menggabungkan monomer kimia,
sering kali berasal dari bahan bakar fosil, menjadi untaian unit berulang. Polimer juga terjadi secara
alami dalam molekul seperti asam deoksiribonukleat atau pati yang dapat terurai secara hayati, serta
selulosa dan kitin yang lebih tahan terhadap lingkungan. Mikroorganisme yang mampu
mendegradasi polimer alam ini telah berevolusi dari waktu ke waktu. Sebaliknya, polimer sintetik
baru diproduksi dalam jumlah besar sejak sekitar tahun 1950. Untuk alasan ini dan fitur
komposisinya, sebagian besar polimer sintetik menunjukkan ketahanan yang lebih besar terhadap
biodegradasi.

Studi tentang keberadaan sampah laut di pantai dan sebagai flotsam pada umumnya
menemukan plastik sebagai komponen utama dari campuran sampah (Galgani et al. 2015). Plastik
memiliki kegunaan yang beragam dan semakin populer dalam pembuatan dan pengemasan aplikasi
karena kemudahan pemrosesan, daya tahan, dan biaya yang relatif rendah. Namun, dominasi plastik
dalam sampah ini tidak hasil dari sampah plastik yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan
kertas, kertas karton atau produk kayu yang mencapai lautan, tetapi karena daya tahannya yang luar
biasa atau persistensi plastik di lingkungan. Data sampah plastik di sedimen lebih terbatas (Spengler
dan Costa 2008) tetapi menyarankan bahwa plastik mewakili afraksi yang signifikan dari puing-puing
disekitar perairan (Watters et al. 2010). Penemuan plastik mempercepat operasi era ini. Namun,
karena produksi massal, konsumsi skala besar dan sistem pengelolaan sampah plastik terganggu,
plastik semakin banyak dilepaskan ke lingkungan dan akhirnya masuk ke lautan. Laut plastik dapat
dipecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil untuk membentuk mikroplastik atau bahkan
nanoplastik, dan bahaya polusi plastik laut telah difokuskan secara ilmiah (Shen et al., 2019). Lautan
global adalah yang terbesar wastafel alami untuk CO2, dan memainkan peran penting dalam
mengurangi kenaikan level CO2 atmosfer dan pemanasan global. Begitu kemampuan lautan untuk
Penyerapan CO2 terganggu, pola siklus karbon global akan berubah secara dramatis, sehingga
mengancam kondisi dasar manusia bertahan hidup. Masalah spesifiknya adalah apakah polusi plastik
laut (mikro) akan mengganggu penyerapan karbon lautan.

Dalam beberapa tahun terakhir, para peneliti telah menyelidiki dampak ekologis
mikroplastik. Karena manik-manik mikro dapat menyerap dan mengkonsentrasikan zat hidrofobik
beracun dalam air dan air limbah lokal dan tunduk pada transportasi jarak jauh, mereka dapat
berfungsi sebagai sistem pengiriman polutan yang efisien. Studi terbaru menunjukkan bahwa
microbeads tidak sepenuhnya dihapus dari fase air selama pengolahan air limbah dan karena itu
hadir dalam limbah yang diolah dan di sungai yang terletak di hilir dari pembuangan limbah air
limbah. Penghapusan tidak lengkap telah menyebabkan pelepasan sejumlah besar microbeads serta
mikroplastik lainnya. Mikroplastik menjadi perhatian karena ukurannya yang kecil berada dalam
kisaran mangsa yang optimal bagi banyak hewan dalam makanan laut. Mikroplastik dicerna oleh
filter, suspensi, dan pengumpan detritus yang hidup di kolom air dan sedimen dasar, dan telah
ditemukan di usus invertebrata, ikan, kura-kura dan hewan yang lebih besar lainnya, termasuk
spesies yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia atau mereka yang bermain peran ekologi. Plastik
modern biasanya merupakan campuran polimer yang kompleks dan beresidu.
Dari lima kelas plastik yang umum digunakan (atau termoplastik komoditas), polietilen (PE)
dan polipropilen (PP) serta bentuk diperluas dari polistiren atau busa polistiren (EPS) kurang padat
daripada air laut sementara yang lain seperti karena poli (vinil klorida) (PVC) dan poli(etilena
tereftalat) (PET) memiliki daya apung negatif dan tenggelam ke kolom air tengah atau ke sedimen
(Andrady 2011). Secara signifikan, salah satu plastik terkait alat tangkap utama, nilon atau poliamida
(PA), juga termasuk dalam kategori ini dan karenanya daya apung negatif dari item-item ini
kemungkinan menjelaskan ketidakhadiran virtual mereka dalam survei pasir pantai atau flotfoam,
meskipun volumenya tinggi digunakan di laut. Namun, ada pengecualian untuk hal ini harapan yang
didasarkan pada sifat-sifat resin murni seperti dengan resin atau prils yang biasa ditemukan di puing-
puing sekitar sampel. Beberapa produk plastik diperparah dengan pengisi dan aditif lain yang
mengubah kepadatan perawan material plastik. Aditif ini diperlukan untuk memastikan kemudahan
pemrosesan plastik serta untuk mendapatkan sifat mekanik yang diminta dari produk akhir. Dimana
kepadatan meningkat karena aditif, seperti pengisi, dimasukkan, bahan mungkin tidak mengapung di
air permukaan dan, oleh karena itu, tidak dihitung dalam jarring contoh. Oleh karena itu, plastik
seperti PS, PET dan PVC, yang lebih padat dari air laut, harus hilang dari sampel mengambang juga.
Namun kenyataannya, mereka mungkin dimasukkan dalam sampel flotsam karena produk seperti
botol, tas dan busa yang terbuat dari plastik ini menjebak udara. Ini jelas terjadi pada busa EPS
digunakan dalam pelampung, kotak umpan dan insulasi yang umumnya merupakan lapisan yang
sangat terlihat dan sebagian besar sampah peresisten di lingkungan laut.

Sifat terukur yang berbeda dari plastik dapat diubah sebagai akibat dari: pelapukan.
Beberapa di antaranya adalah properti yang secara langsung relevan dengan kinerja produk umum
yang dibuat darinya. Lainnya adalah perubahan pada tingkat molekuler yang dapat digunakan untuk
mendeteksi tahap awal degradasi. Karakteristik plastik umum yang populer digunakan adalah
sebagai berikut:

(a) Penurunan berat molekul rata-rata plastik. Ini nyaman diukur menggunakan kromatografi
permeasi gel (GPC) dan juga menggunakan viskositas larutan (atau lelehan).

(b) kehilangan sifat mekanik massal dari plastik, seperti sifat tarik, sifat kompresi atau sifat
benturan

(c) Hilangnya sifat permukaan material termasuk perubahan warna, retak mikro atau chalking'
(pelepasan filler putih dari permukaan plastik yang diisi pada pelapukan)
(d) Perubahan karakteristik spektral yang merupakan penanda degradasi oksidatif atau
fotodegradasi. Untuk poliolefin, intensitas relatif dari penyerapan karbonil pita yang
meningkat dalam persen kristalinitas atau tingkat ketidakjenuhan, dapat dipantau.

Strategi untuk mengatasi masalah pencemaran mikroplastik harus fokus pada pengendalian
sumber dan remediasi dan pembersihan sebagai berikut :

1) Mengikuti kebijakan negara asing yaitu menghapus microbeads plastik dari produk
perawatan pribadi. Pada tahun 2015, pemerintah AS memperkenalkan Microbead Free Waters Act
(2015) yang melarang penjualan produk perawatan pribadi yang mengandung microbeads plastik,
efektif pada tahun 2017. Wilayah lain termasuk Kanada, Australia, dan beberapa negara Eropa
mendorong penghentian atau larangan microbeads plastik . Lebih banyak negara kemungkinan akan
mengadopsi larangan serupa sehingga menghilangkan sumber utama mikroplastik.

2) Penggunaan bahan biodegradable.Plastik biodegradable/ biokompatibel seperti


polilaktatida (PLA), polihidroksialkanoat (PHA) dan lainnya tersedia secara komersial dan dapat
menggantikan plastik tradisional untuk banyak aplikasi. Contohnya adalah pembuatan microbeads
yang terbuat dari PHA dan PLA.

3) Peningkatan penggunaan kembali, daur ulang dan pemulihan plastik. Perbaikan


infrastruktur dan pengelolaan limbah padat akan mengurangi sampah plastik yang masuk ke sungai
dan laut dan dengan demikian menurunkan tingkat akumulasi mikroplastik. Berbagai penggunaan
produk plastik juga dapat secara signifikan mengurangi limbah plastik dan mengurangi pembentukan
mikroplastik. Daur ulang plastik bekas merupakan pendekatan yang efektif tetapi daur ulang
styrofoam bekas tetap bermasalah, terutama karena biaya. Penggunaan sampah plastik sebagai
sumber energi dan pemanfaatan kembali sampah plastik sebagai minyak mentah sintetis dan produk
berharga juga akan mengurangi sumber mikroplastik.

4) Peningkatan efisiensi pemisahan pada plastik. Fasilitas pengolahan air limbah yang ada
harus ditingkatkan untuk menghilangkan mikroplastik secara efisien dan untuk mencegah
mikroplastik memasuki air permukaan, seperti sungai dan laut. Modifikasi filter dalam mesin cuci
akan menjadi salah satu cara sederhana dan efektif untuk mencegah serat mikroplastik masuk ke
saluran pembuangan.

5) Kolaborasi internasional diperlukan untuk membersihkan sampah plastik di lautan dan


mengurangi sumber utama mikroplastik laut. Penelitian terbaru menawarkan alasan untuk berharap.
Penelitian di masa depan harus menilai apakah gen mikroba yang terlibat dalam degradasi plastik
sudah mulai menyebar di lingkungan. Penelitian juga diperlukan untuk mengembangkan strategi
biodegradasi mikroplastik in situ dengan penambahan mikroorganisme atau dengan meningkatkan
redaman alami menggunakan mikroflora asli.

Tabel 2. Mikroplastik yang Terkandung

Tabel 3. Siklus Penggunaan Plastik

Gambar 2. Tantangan Yang Dihadapi


Tantangan untuk studi dan pengurangan polusi mikroplastik diilustrasikan di sini. Perhatikan
bahwa mikroplastik dan nanoplastik telah diilustrasikan secara sederhana di sini sebagai partikel
berwarna heksagonal. Pada kenyataannya, ukuran dan bentuknya sangat bervariasi dan termasuk
serat. Tantangan 1-4 berasal dari sifat plastik dan pelapukannya seiring waktu. Tantangan 5-7
melibatkan penentuan distribusi mereka di seluruh hasil lingkungan dan penggambaran efeknya.
Terakhir, Tantangan 8–10 melibatkan mitigasi risiko kesehatan global yang ditimbulkan oleh
mikroplastik. Karena sifat-sifat yang berguna dari plastik dan ketergantungan kita yang semakin
besar pada mereka, kita tidak bisa begitu saja melarang atau menggantinya dengan cepat. Memang,
penggunaan global meningkat, seperti salah urus dan masuknya mereka ke lingkungan alam. Plastik
ini lama kelamaan akan terdegradasi menjadi mikroplastik dan nanoplastik. Saat ini, kami tidak
cukup memahami konsekuensi toksikologi atau ekosistem dari hal ini. Namun, jika dampak serius
belum terjadi, pasti akan muncul seiring dengan meningkatnya tingkat lingkungan. Meneliti "titik
panas" dan spesies yang paling terpapar adalah dua strategi berharga untuk mengevaluasi tingkat
keparahan polusi toksikologi. Ironisnya, manusia yang tinggal di dalam ruangan, bukan organisme
laut, mungkin yang paling terpapar mikroplastik dan aditif terkait.

Secara keseluruhan, bukti ilmiah yang saling berhubungan di atas menunjukkan bahwa
keberadaan mikroplastik sangat berpengaruh terhadap penyerapan karbon laut. Karena produksi
plastik global terus berlanjut meningkat, lautan akan menderita lebih banyak polusi putih sebagai
tempat terbuka yang luas lingkungan. Penelitian tentang dampak mikroplastik laut pada OCS adalah
topik penelitian baru. Banyak kesimpulan yang masih dalam tahap spekulatif, dan tidak ada cukup
data untuk mendukungnya. Akibatnya, karbon laut tenggelam sangat penting untuk iklim global, dan
dampak potensial dari pencemaran mikroplastik pada fitoplankton menyerap CO2 dengan
transportasi melalui zooplankton ke laut dalam seharusnya sangat bagus kekhawatiran. Jelas,
penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami mekanisme dan skala yang mendasarinya serta
cakupan dampak ini. Ketika plastik dicerna oleh hewan, ada kemungkinan bahan kimia yang
terkandung dalam plastik dapat terserap ke dalam tubuh hewan. Hal ini dapat berpotensi
menimbulkan efek racun pada hewan. Ancaman lebih lanjut dari memakan plastik adalah adanya
bahan kimia berbahaya yang menempel pada permukaan sampah plastik. Penelitian telah
menunjukkan bahwa polutan berbahaya seperti DDE dan PCB telah terserap dan terkonsentrasi pada
permukaan sampah plastik.
2.5 Menurut Perlindungan Hukum

Masyarakat modern saat ini dengan berbagai aktivitasnya telah menghasilkan banyak jumlah
material yang berakhir sebagai limbah karena kurangnya infrastruktur pengolahan. Kondisi alam
berubah secara signifikan selama 30 sampai 40 tahun terakhir sejak pengenalan bahan sintetis
seperti plastik. Sampah dan komunitas termasuk plastik sintetis, tak terhindarkan untuk menemukan
jalan ke lautan keliling dunia. Sampah yang ada di laut dan pantai disebut lautan sampah laut atau
sampah. Anehnya, ternyata sampah di lautan adalah salah satunya masalah polusi yang paling luas
mempengaruhi laut. Sifat menolak menjadikan proses degradasi alami plastik sebagai bahan
berbahaya bagi lingkungan. Sampah dikumpulkan untuk membentuk cluster di zona konvergen dari
Samudra Pasifik Utara, terletak gugusan tempat sampah yang berada di luar yurisdiksi negara
membuat masalah perlindungan dan tanggung jawab lingkungan karena efeknya dapat
mengakibatkan lingkungan laut global, lalu Konvensi Hukum Laut 1982 menyatakan bahwa setiap
negara memiliki hak untuk berlayar dibawah benderanya di laut lepas, namun negara tersebut harus
pula melaksanakan secara efektif yurisdiksi dan pengawasan dalam bidang administratif, teknis dan
sosial atas kapal yang mengibarkan benderanya. Lebih umum lagi, setiap negara diwajibkan untuk
melindungi dan melestarikan lingkungan laut dari bahaya pencemaran, namun negara-negara tidak
sepenuhnya bebas menetapkan ketentuan nasionalnya yang berhubungan dengan masalah
perlindungan lingkungan dari ancaman pencemaran.

Dengan tujuan pembentukan UU PPLH di Indonesia dalam peraturan dan ketentuan agar
setiap orang menjaga lingkungan, nyatanya para aparat penegak hukum kita terbukti belum optimal
dalam melakukan pengawasan dan tindakan hukumnya yang tidak berjalan secara terus menerus
dan cenderung bukan menjadi prioritas utama pemerintah, hal ini dibuktikan dalam Peraturan
Presiden RI No. 7 Tahun 2005 tentang permasalahan lingkungan hidup di Indonesia yaitu habitat
ekosistem pesisir dan laut semakin rusak, tingkat pencemaran air yang meningkat, dan pengelolaan
limbah yang tidak diaplikasikan di lapangan. Sangat rendahnya kesadaran masyarakat dan para
pelaku usaha akan pembuangan limbah masih perlu tindakan yang tegas dari pemerintah untuk
mencegah pelanggaran lingkungan ini. Langkah tersebut dinilai efektif menciptakan masyarakat
perduli akan lingkungan karena penegakan hukumnya mengatur secara tegas. Untuk itu, negara
Indonesia perlu ikut mengambil langkah yang baru untuk mendorong masyarakat dan pelaku usaha
dan menindak dengan tegas dalam hal memberlakuan sanksi baik itu pengawasan atau denda
sebagai negara hukum yang mampu menjaga lingkungan negaranya tetap terjaga dan bebas dari
limbah plastic.
Di dalam UU PPLH, tepatnya pada pasal 13, pengendalian pencemaran lingkungan hidup
dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab sesuai dengan
kewenangan, peran, dan tanggung jawabnya masing-masing yang meliputi 3 pengaturan yaitu
dimulai dari pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Namun hal ini tidak ditemui dan masih
banyak apparat yang tidak tegas dalam melakukan pengawasan dalam 3 pengaturan tadi.
Pelestarian dan perlindungan lingkungan merupakan salah satu isu krusial yang akan terus menjadi
perbincangan hangat beberapa kalangan. Yang dibutuhkan dalam perlindungan dan pelestarian
lingkungan hidup tidak hanya dalam jumlah yang besar tetapi secara berkelanjutan atau
berkelanjutan. Hal ini karena lingkungan tidak hanya digunakan sekarang, tetapi akan menjadi
tempat bagi masyarakat luas untuk hidup selamanya. Mengingat pentingnya hal tersebut, maka
peran Pemerintah sangatlah besar. Sebagai pelindung masyarakat, pemerintah harus memiliki
paradigma berpikir yang peduli terhadap lingkungan. Tidak hanya itu, pengaturan yang tepat akan
menyelamatkan hubungan antara manusia dengan lingkungan yang manfaatnya akan kembali
kepada manusia itu sendiri.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% wilayahnya adalah lautan. Krisis ekosistem
laut akibat limbah plastik saat ini sangat krusial dan sedang ramai diperbincangkan. Limbah plastik
berdampak buruk bagi lingkungan karena sifat plastik yang susah diuraikan. Pola aktivitas yang serba
plastik dapat mempercepat proses pengurangan oksigen, meningkatkan pembunuhan biota laut,
dan merusak sistem pencernaan biota laut dan akhirnya kembali pada kerugian diri kita sendiri.
Penggunaan plastik dalam berbagai aktivitas manusia mengarah pada produksi plastik semakin
meningkat. Polusi plastic awalnya hanya terlihat masalah estetika, tetapi penelitian untuk beberapa
dekade terakhir telah menunjukkan bahwa kehidupan laut dapat terpengaruh secara negative
seperti konsumsi yang salah, keterikatan, dan tersangkut/terjerat. Plastik masuk terhadap ekosistem
laut yang mengalami degradasi baik dalam oksidasi termal oleh radiasi ultraviolet, dan degradasi
mekanis sehingga ukurannya akan lebih kecil. Semakin kecil ukuran plastiknya akan meningkatkan
kemungkinan bioavailabilitas plastik dalam organisme laut. Dampak langsung plastik pada kehidupan
laut seperti terjerat dan salah mengkonsumsi menyebabkan penyumbatan pada saluran pencernaan.
Dampak tidak langsung karena Pencemaran plastik dapat berupa pencemar yang menempel pada
plastic dan dikonsumsi oleh biota. Dengan alas an itu, diperlukan penelitian untuk cari tahu seberapa
besar potensinya pencemaran yang disebabkan oleh limbah plastik di kawasan ekosistem laut di
Indonesia, sehingga diperoleh data baik untuk pengelolaan sampah plastik.

Upaya hukum lingkungan di Indonesia yang tidak asertif mempengaruhi Lemahnya


kesadaran masyarakat dan para pelaku industri dalam menjaga lingkungan negara. Sejauh ini belum
ada peraturan terkait dengan denda karena membuang buang sembarangan seperti di tempat
sempit atau di jalan raya. Berbagai peraturan dan upaya pemerintah yang tidak terbukti secara tegas
oleh kenyataan di bidang di mana peraturan hanyalah peringatan belaka yang mengakibatkan lautan
di Indonesia menjadi penuh dengan sampah yang Sebagian besar berasal dari sungai yang mengalir
ke laut. Hal ini tentu berdampak pada aspek kesehatan lingkungan kotor, pencemaran air, dan
dampak kesehatan manusia. Melihat kenyataan Ya, upaya tegas diperlukan dari pemerintah, baik
sanksi administratif, sanksi pidana dan sanksi perdata perlu ditegakkan oleh pemerintah dan
penegak hukum. Upaya tegas dari pemerintah diharapkan berubah stigma Indonesia sebagai negara
merdeka sampah plastik, aturan hukum yang ketat penegakan hukum lingkungan diharapkan
mampu meningkatkan kesadaran publik dan actor upaya dampak sampah plastik terhadap negara
sesuai dengan tujuan dan amanatnya UU PPLH di Indonesia dalam peraturan dan ketentuan untuk
diurus semua orang lingkungan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Azaria, D. P. (2014). Perlindungan lingkungan laut Samudra Pasifik dari gugusan sampah plastik
berdasarkan hukum lingkungan internasional (Doctoral dissertation, Brawijaya University).

Engler, R. E. (2012). The complex interaction between marine debris and toxic chemicals in the
ocean. Environmental science & technology, 46(22), 12302-12315.

Hakim, M. Z. (2019). Pengelolaan dan Pengendalian Sampah Plastik Berwawasan


Lingkungan. Amanna Gappa, 111-121.

Madani, I. K., & Ramansyah, A. (2020). Perancangan Karakter 3d Untuk Game Edukasi Mengenai
Pencemaran Sampah Plastik Di Laut Indonesia. EProceedings of Art & Design, 7(2).
Najmi, N., Rahma, E. A., Suriani, M., Hartati, R., Lubis, F., & Oktavinanda, G. (2022). SOSIALISASI
BAHAYA SAMPAH PLASTIK TERHADAP EKOSISTEM LAUT BAGI REMAJA DESA UJONG PULAU
RAYEUK, ACEH SELATAN. J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat, 2(2), 3855-3862.

Ningsih, R. W. (2018). Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Terhadap Kelestarian Laut Di
Indonesia. Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 0-12.

Ramadhan, W. (2014). Dampak Pencemaran Air Laut Akibat Sampah Plastik di Indonesia.  Eboni
Universitas Hasanudin, 11.

Surono, U. B., & Ismanto, I. (2016). Pengolahan Sampah Plastik Jenis PP, PET dan PE Menjadi Bahan
Bakar Minyak dan Karakteristiknya. Jurnal Mekanika dan Sistem Termal, 1(1), 32-37.
Suryono, D. D. (2019). Sampah plastik di perairan pesisir dan laut: Implikasi kepada ekosistem pesisir
DKI Jakarta. Jurnal Riset Jakarta, 12(1), 17-23.

Wahyudin, G. D., & Afriansyah, A. (2020). Penanggulangan Pencemaran Sampah Plastik Di Laut
Berdasarkan Hukum Internasional. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 8(3), 529-550.

Anda mungkin juga menyukai