Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH DAN SISA HASIL TERNAK

PRAKTIKUM I
PEMBUATAN DEKOMPOSER

OLEH:

NAMA : AMAL ARIANSYAH


NIM : I011 19 1076
KEL / GEL : VII (TUJUH) / IV (EMPAT)
WAKTU : MINGGU, 22 MEI 2022
ASISTEN : WAHYUDDIN

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber

aktivitas manusia maupun alam yang memiliki nilai ekonomi. Limbah mempunyai

konotasi menjijikan, kotor, bau, dan sumber penyakit. Limbah tiap hari dihasilkan

oleh kita. Sehingga manusia tak dapat lari dari limbah. Limbah tidak hanya

dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan skala besar, seperti oleh industri tekstil dan

industri kayu lapis, tetapi juga oleh kegiatan sehari-hari, seperti makan, minum,

dan mencuci.

Dekomposer merupakan bioaktivator perombak bahan organik biologis

yang diracik khusus untuk meningkatkan efisiensi dekomposisi sisa-sisa tanaman,

mengurangi penyebab penyakit, masalah lingkungan pada penumpukan sampah.

Proses dekomposisi dengan adanya penurunan lemak berbeda-beda pada ketiga

dekomposer, di mana dekomposer pertama mengalami proses dekomposisi

dengan volume pernurunan lemak pertama sebesar 0.8 liter. Dekomposer kedua

mengalami penurunan volume lemak pertama sebesar 0.8 liter. Dekomposer

ketiga mengalami penurunan lemak pertama sebesar 0.7 liter.

Mikro organisme lokal (MOL) merupakan pupuk organik yang

mengandalkan organisme lokal. MOL sering juga disebut pupuk organik cair

(POC). MOL dapat menjadi alternatif lain sebagai usaha dalam membebaskan

tanaman dari pengaruh tidak baik yaitu residu kimia yang selama ini digunakan

oleh masyarakat untuk menyuburkan tanaman. Bahan yang sering digunakan

untuk pembuatan pupuk MOL, seperti : limbah hijau, rebung bambu, keong mas,
buah maja, bonggol pisang, sisa sayuran atau limbah pasar, sampah rumah tangga

dan sebagainya. Hal inilah yang melatarbelakangi dilakukannya pratikum

Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil mengenai Pembuatan Dekomposer.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dari dilaksanakannya Praktikum Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil mengenai Pembuatan Dekomposer adalah untuk memanfaatkan limbah

padat sebagai sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai dekomposer alami

dalam pembuatan pupuk kompos.

Kegunaan dari dilaksanakannya Praktikum Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil mengenai Pembuatan Dekomposer adalah agar mahasiswa dapat

mengetahui dan memahami pemanfaatan limbah padat sebagai sumber daya alam

yang dapat dijadikan sebagai dekomposer alami dalam pembuatan pupuk kompos
TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Secara Umum

Limbah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber

aktivitas manusia maupun alam yang memiliki nilai ekonomi. Limbah mempunyai

konotasi menjijikan, kotor, bau, dan sumber penyakit. Limbah tiap hari dihasilkan

oleh kita. Sehingga manusia tak dapat lari dari limbah. Limbah tidak hanya

dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan skala besar, seperti oleh industri tekstil dan

industri kayu lapis, tetapi juga oleh kegiatan sehari-hari, seperti makan, minum,

dan mencuci (Surnarsih, 2018).

Sampah organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan hayati

yang dapat didegradasi oleh mikroba atau bersifat biodegradable. Sampah organik

sendiri dibagi menjadi sampah organik basah dan sampah organk kering. Istilah

sampah organik basah dimaksudkan sampah yang mempunyai kandungan air

yang cukup tinggi contohnya kulit buah dan sisa sayuran. Sedangkan sampah

organik kering adalah sampah yang mempunyai kandungan air rendah contoh

kayu atau ranting dan dedaunan kering. Bahan organik tidak dapat langsung

digunakan atau dimanfaatkan oleh tanaman karena perbandingan C/N dalam

bahan baku tersebut relative tinggi atau tidak sama dengan C/N tanah (Siboro

dkk., 2013).

Karakteristik limbah biasanya dinyatakan dalam BOD dan COD dan

parameter-parameter lain seperti TSS, DO, pH, suhu, dan substansi lain sesuai

sumber limbah. Industri pulp dan kertas menghasilkan limbah cair dengan

kandungan bahan organik yang sangat tinggi sehingga memerlukan pengolahan


sekunder (biologis) untuk mengurangi toksisitasnya sebelum dibuang ke badan air

(Hidayat, 2016).

Limbah Rebung

Rebung bambu merupakan tunas muda yang berasal dari tanaman bambu.

Tunas muda ini biasanya tumbuh di antara batang-batang bambu yang sudah

dewasa dengan warna kulit yang hitam pekat dan memiliki bulu-bulu halus yang

gatal. Rebung bambu dapat dijadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan

larutan mikroorganisme lokal. Larutan MOL mengandung unsur hara mikro dan

makro dan juga mengandung bakteri yang berpotensi sebagai perombak bahan

organik, perangsang tumbuhan dan sebagai agen pengendali hama dan penyakit

tanaman, sehingga larutan MOL dapat digunakan baik sebagai dekomposer,

pupuk hayati dan sebagai pestisida organik terutama sebagai fungisida (Bahri

dkk., 2021).

Limbah rebung bambu dan kulit jengkol merupakan contoh golongan

sampah organik yang dapat mencemari lingkungan sehingga diperlukan usaha

untuk memanfaatkan kembali limbah untuk mengatasi pencemaran limbah. Air

limbah yang diolah biasanya mengandung unsur nitrogen dan fosfor lebih sedikit,

namun jumlah kaliumnya sama, tergantung pada pengolahan limbah cair yang

digunakan. Limbah rebung bambu dan kulit jengkol diduga mengandung unsur

hara yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman (Haloho dkk., 2015).

Rebung atau bambu muda adalah jenis sayuran segar yang populer di Jawa

Tengah karakteristik kadar air >89%, protein 2,3- 3,9%, karbohidrat 4-5%,

mineral 1-1,5%, tetapi rendah lemak < 0,3%. Beberapa zat gizi dan senyawa

bioaktif seperti vitamin, asam amino esensial dan senyawa antioksidan terdapat di
rebung Fermentasi rebung termasuk dalam fermentasi yang bersifat fakultatif

anaerob baik secara homo fermentatif ataupun hetero fermentatif (fermentasi

spontan) atas peran bakteri asam laktat (BAL) (Rohadi dkk., 2021).

Tinjauan Umum Mikroorganisme Lokal

Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) terbuat dari bahan-bahan alami,

sebagai media hidup dan berkembangnya mikroorganisme yang berguna untuk

mempercepat penghancuran bahan organik. MOL dapat juga disebut sebagai

bioaktivator yang terdiri dari kumpulan mikroorganisme lokal dengan

memanfaatkan potensi sumber daya alam setempat. MOL dapat berfungsi sebagai

perombak bahan organik dan sebagai pupuk cair melalui proses fermentasi. Faktor

utama penyebab maraknya penggunaan pupuk kimia yaitu mudah ditemui, cepat

respon dan unsur hara lengkap (Budiyani dkk., 2016).

MOL sebagai cairan yang terbuat dari limbah atau bahan-bahan organik

selain mengandung mikroba juga mengandung sifat-sifat kimia yang

mempengaruhi pertumbuhan mikrobaa tersebut. Sifat-sifat kimia yang

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan mikrobaa antara lain adalah pH. pH

merupakan derajat kemasaman yang menunjukkan banyaknya ion H+ atau OH-

dalam suatu larutan. Derajat kemasaman penting bagi pertumbuhan mikrobaa.

Sebagian besar mikrobaa menyukai pH netral (pH 7) untuk pertumbuhannya. Sifat

kimia lain yang terdapat dalam larutan MOL adalah konduktivitas listrik (EC,

Electrical Conductivity) atau daya hantar listrik, dimana EC ini berhubungan

dengan pengukuran kadar garam dalam larutan hara (Suhastyo dkk., 2013).

Proses fermentasi terjadi karena adanya aktivitas mikroba, khususnya

bakteri dalam merombak bahan-bahan yang terdapat dalam larutan MOL.


Perubahan yang terjadi dalam proses fermentasi meliputi perubahan warna dan

bau. Rata-rata warna larutan MOL sebelum difermentasi yaitu berwarna coklat

dan setelah fermentasi warna larutan MOL berubah menjadi kuning. Bau MOL

sebelum fermentasi berbau pesing, setelah difermentasi berubah menjadi berbau

agak asam. Mikroorganisme memecah senyawa karbohidrat menjadi senyawa

sederhana dalam bentuk air, karbondioksida, alkohol, dan asam organic

(Marsiningsih dkk., 2015).


METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat

Praktikum Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil Ternak mengenai

Pembuatan Dekomposer dilaksanakan pada hari Minggu, 22 Mei 2022 pukul

14.00 WITA sampai selesai di Laboratorium Teknologi Pengolahan Limbah dan

Sisa Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Materi Praktikum

Alat yang digunakan dalam Praktikum Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil

Ternak mengenai Pembuatan Dekomposer yaitu selang aquarium, ember,

pisau/gunting, botol, lem tembak, trashbag, timbangan, botol plastik, saringan,

plaster, gelas ukur.

Bahan yang digunakan dalam Praktikum Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil

Ternak mengenai Pembuatan Dekomposer yaitu rebung 900 gr, molaes 100 gr, air

kelapa 900 ml, dan air cucian beras 900 ml.


Diagram Alir

Mencacah rebung sampai halus sebanyak 900 gr

Memasukkan bahan ke dalam wadah seperti rebung 900 gr, molases


100 gr, air cucian beras 900 ml, dan air kelapa 900 ml

Mencampur rebung, air kelapa dan air beras aduk hingga rata

Tambahkan molases lalu aduk kembali

Memasukkan kedalam trashbag

Memotong botol kecil, melubangi tutup botol dan memasang selang

Menutup trashbag dengan rapat


menggunakan botol

Mengisi air pada botol besar dan menyambung selang

Menyimpan (Fermentasi) selama 7 hari

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dekomposer Rebung


Menyiapkan alat dan bahan, kemudian rebung dicacah hingga hancur.

Setelah itu memasukkan rebung kedalam wadah, lalu mencampurkan rebung, air

kelapa dan air cucian beras didalam wadah kemudian mengaduk hingga rata.

Selanjutnya menambahkan molasses lalu mengaduk kembali. Lalu memasukkan

kedalam trashbag. Lalu mengambil botoh yang telah diisi air. Kemudian menutup

larutan yang telah dibuat ditutup dengan botol plastik yang telah diberi selang,

setelah itu plaster ujung trashbag hingga tidak ada udara yang bias masuk

kedalam trashbag. Lalu larutan didiamkan hingga 7 hari setelah itu menyaring

larutan hingga terpisah dari ampasnya. Kemudian menyimpan ke wadah untuk

pemakaian selanjutnya.

Parameter yang diamati

Warna

Warna kompos merupakan salah satu indikator fisik tingkat kematangan

kompos. Pengamatan pengujian mutu kompos untuk parameter warna dilakukan

secara organoleptik menggunakan panca indera mata dan diujicobakan pada

panelis tidak terlatih. proses pengomposan secara bertahap akan merubah warna

material kompos kearah cokelat kehitaman akibat dari berlangsungnya

transformasi bahan organik dan membentuk zat-zat humus, sebenarnya perubahan

warna kompos tidak hanya disebabkan oleh perubahan yang bersifat sederhana

seperti akibat perbedaan kelambaban material, tetapi juga disebabkan oleh

berubahnya kandungan CO2 atau asamasam organik yang bersifat volatil

(Mustika dkk., 2019).

Coklat           Kehitaman

1 2 3 4 5 6
Keterangan :
1. Coklat 4. Sedikit Kehitaman
2. Coklat Tua 5. Agak Kehitaman
3. Coklat Kehitaman 6. Kehitaman

Bau

Pengamatan bau kompos dilakukan secara organoleptik, berdasarkan

standar SNI kompos yang telah matang memiliki bau seperti tanah. Perubahan bau

pada kompos menandakan telah terjadi proses dekomposisi. Bau yang dihasilkan

semakin lama akan semakin berkurang dan bau busuk pada awal pengomposan

akan digantikan oleh bau tanah yang mengindikasikan kompos telah matang

(Jannah dkk., 2014).

Tidak Berbau Sangat Berbau Fermentasi

1 2 3 4 5 6
Keterangan :
1. Tidak Berbau 4. Sedikit Berbau Fermentasi
2. Sedikit Berbau 5. Berbau Fermentasi
3. Agak Berbau 6. Sangat Berbau Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1. Uji Organoleptik Dekomposer


Dekomposer
Parameter Pengamatan
Sebelum Penyimpanan Setelah Penyimpanan
Warna Coklat Kehitaman Coklat
Bau Tidak Berbau Fermentasi Berbau Fermentasi
Sumber : Data Hasil Praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa Hasil  Ternak,
2022.

Warna

Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil Ternak mengenai Pembuatan Dekomposer dapat dilihat pada Tabel 1.

Warna awal yang diperoleh coklat kehitaman sedangkan warna akhir setelah

penyimpanan 7 hari yaitu coklat.

Warna awal yang diperoleh pada uji organoleptik dekomposer yaitu coklat

kehitaman sedangkan warna akhir setelah penyimpanan 7 hari yaitu coklat.

Perubahan warna yang terjadi disebabkan oleh taraf penambahan molases yang

dimasukkan kedalam bahan. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Dewi dkk

(2020) yang menyatakan bahwa penambahan molases dengan taraf 50%

menyebabkan terjadinya perubahan warna menjadi lebih pekat. Semakin banyak

level molases yang ditambahkan mengakibatkan penyerapan molases yang

semakin banyak dan menyebabkan terjadinya perubahan warna.


Molases merupakan hasil samping dari industri pengolahan gula dengan

bentuk cair. Molases merupakan sumber energi yang esensial dengan kandungan

gula didalamnya, oleh karena itu molasses banyak dimanfaatkan sebagai bahan

tambahan untuk pakan dengan kandungan nutrisi atau zat gizi yang cukup baik.

Kandungan nutrisi molases yaitu kadar air 23%, bahan kering 77%, protein kasar

4,2%, lemak kasar 0,2%, serat kasar 7,7%, Ca 0,84%, P 0,09%, BETN 57,1%, abu

0,2% (Larangahen dkk., 2017).

Bau

Berdasarkan hasil praktikum Teknologi Pengolahan Limbah dan Sisa

Hasil Ternak mengenai Pembuatan Dekomposer dapat dilihat pada Tabel 1. Bau

awal yang diperoleh tidak berbau sedangkan warna akhir setelah penyimpanan 7

hari yaitu berbau fermentasi.

Bau awal yang diperoleh pada uji organoleptik dekomposer yaitu tidak

berbau sedangkan bau akhir setelah penyimpanan 7 hari yaitu berbau fermentasi,

ini dipengaruhi oleh penambahan molases dan lama penyimpanan. Hal ini sesuai

dengan pendapat Rukana dkk (2014) yang menyatakan bahwa Interaksi antara

level molases dan lama fermentasi pada level molases dan lama fermentasi

menghasilkan bau yaitu bau asam wangi, Hal ini diduga telah terjadi proses

fermentasi an aerob yang melibatkan aktifitas Bakteri Asam Laktat (BAL) yang

merombak karbohidrat menjadi asam laktat.

Fermentasi anaerob atau ensilase dapat dipercepat dengan penambahan

karbohidrat terlarut. Molases merupakan bahan aditif yang biasa digunakan dalam

proses ensilase, pemakaiannya sebanyak 3- 5% dari berat bahan yang dibuat.

Bahan lain yang dapat digunakan adalah lumpur kecap.Fermentasi anaerob atau
ensilase adalah proses fermentasi yang dilakukan secara anaerob dengan kondisi

substrat basah. Hal ini cocok dengan limbah padat(Alamsyari dkk., 2019).

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat diketahui warna

awal yang diperoleh pada uji organoleptik yaitu coklat kehitaman sedangkan

warna akhir setelah penyimpanan 7 hari yaitu coklat. Bau awal yang diperoleh

pada uji organoleptik dekomposer yaitu tidak berbau sedangkan bau akhir setelah

penyimpanan 7 hari yaitu berbau fermentasi, berdasarkan hasil pengamatan

setalah fermentasi didapatkan bahwa fermentasi MOL yang dilakukan berhasil.

Saran

Sebaiknya saat pengamatan hasil fermentasi MOL semua praktikan harus

hadir agar dapat mengamati secara langsung hasil fermentasi MOL.


DAFTAR PUSTAKA

Alamsyari, A., M. Mansyur., I. Hernaman., I. Susilawati., N. P. Indriani., R. Z.


Islami., T. Dhalika., 2019. Karakteristik fisik limbah padat pembuatan
tepung aren (Arenga pinnata Merr) hasil fermentasi anaerob dengan
aditif molases, lumpur kecap dan urea. Jurnal Nutrisi Ternak Tropis dan
Ilmu Pakan. 1(1) : 1-5.
Bahri, S., M. M. Munauwar., A. M. Hidayat. 2021. Pengaruh pembelian limbah
cair tahu dan mikroorganisme lokal (MOL) rebung bambu terhadap
produksi kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). Seminar Nasional
Fakultas Pertanian Universitas Samudra. 6(1) : 43-53.
Budiyani, N. K., N. N. Soniari., N. W. S. Sutari. 2016. Analisis kualitas larutan
mikroorganisme lokal (MOL). E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika.
5(1) : 63-72.
Dewi, D. A. P. R., R. I. Pujaningsih., A. Subrata. 2020. Evaluasi fisik
organoleptik multinutrien blok yang dibuat dengan metode panas dengan
penambaha level molases yang berbeda. BAAR. 2(1) : 21-26.
Haloho, R. A., H. Herman., D. I. Roslim. 2015. Aplikasi limbah cair rendaman
rebung bambu dan rendaman kulit jengkol terhadap respon panjang akar
dan volume akar tanaman seledri (Apium graveolens L. var. secalinum).
JOM FMIPA. 2(2) : 1-8.
Hidayat, N. 2016. Bioproses Limbah Cair. Andi Offset : Yogyakarta.

Jannah, W., D. Zul. dan B. L. Fibriarti. 2014. Aplikasi mikroorganisme


lignoselulolitik indigenus asal tanah gambut riau dalam pembuatan
kompos dari limbah tandan kosong kelapa sawit. JOM FMIPA. 1(2):
543-553.

Larangahen, A., B. Bagau., M. R. Imbar., H. Liwe. 2017. Pengaruh penambahan


molases terhadap kualitas fisik dan kimia silase kulit pisang sepatu.
Jurnal Zootek. 37(1) : 156-166.
Marsiningsih, N. W., A. A. N. G. Suwastika., N. W. S. Sutari. 2015. Analisis
kualitas larutan mol (mikroorganisme lokal) berbasis ampas tahu. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 4(3) : 180-190.
Mustika, A. M., P. Suryani. dan T. Aulawi. Analisis mutu kimia dan organoleptik
pupuk organik tandan kosong kelapa sawit dengan dosis EM-4 berbeda.
Jurnal Agroteknologi. 9(2): 13-20.

Rohadi, R., A. N. Cahyanti., D. A. Gunantar. 2021. Pemanfaatan kultur biakan


murni bakteri asam laktat genus (L. Plantarum) pada fermentasi rebung
di sentra pengolahan rebung di Girikusumo Mranggen Demak. 5(2) :
217-221.
Rukana, R., A. E. Harahap., D. Fitra. 2014. Karakteristik silase jerami jagung
(Zea mays) dengan lama fermentasi dan level molases yang berbeda.
Jurnal Peternakan. 11(2) : 61-68.
Siboro, E. S., E. Surya., N. Herlina. 2013. Pembuatan pupuk cair dan biogas dari
campuran limbah sayuran. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(3) : 40-43.
Suhastyo, A. A., I. Anas., D. A. Santosa., Y. Lestari. 2013. Studi mikrobiologi
dan sifat kimia mikroorganisme lokal (MOL) yang digunakan pada
budidaya padi metode SRI (System of Rice Intensification). Sainteks.
10(2) : 29-39.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Pengolahan Kulit

Ket. Menimbang Rebung Ket. Mencampur rebung, air kelapa dan


air cucian beras
Ket. Menyimpan dalam trashbag Ket. Menutup trasbag dengan botol
plastik

Ket. Fermentasi selama 7 hari Ket. Mengamati hasil

Anda mungkin juga menyukai