Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SANITASI INDUSTRI DAN PENGOLAHAN LIMBAH

“PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI PANGAN”

Dosen Pengampu: Desy Ambar Sari.,S.TP.,M.Sc

OLEH :

SEPTIA NOVIANA FALENSIA HARIS


NIM. 2020C1A006

UMU KALSUM
NIM. 2020C1A015

ALAN NASRILLAH
NIM. 2020C1A007

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmatnya kepada kita semua. Sehingga kami dapat menyusun Makalah yang
berjudul “PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA INDUSTRI PANGAN” tepat
pada waktunya dan tidak lupa pula kita sanjungkan sholawat serta salam kepada
nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam yang gelap
gulita ke alam yang terang menderang.
Saya menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak,untuk itu dalam kesempatan ini kami mengaturkan rasa
hormat dan terima kasih yang sebesar besarnya kepada semua pihak yang
membantu dalam pembuatan makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para
pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya.
Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya terima kasih yang sebesar besarnya kami sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Mataram, 27 November 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Permasalahan lingkungan terus bertambah akibat perkembangan berbagai
sektor industri. Sehingga tidak plastik ataupun limbah B3 saja, tetapi limbah
industri pangan juga turut menjadi sumber permasalahan.Pada rentang tahun 2000
hingga 2019, rata-rata produksi limbah industri pangan di Indonesia mencapai 23
hingga 48 juta ton/tahun, dimana setara dengan 115 hingga 184 kg/kapita.tahun.
Adapun beberapa fakta lainnya mengenai limbah pangan antara lain, setengah dari
produksi sayuran maupun buah di dunia terbuang secara sia-sia. Menganggap
limbah industri pangan merupakan limbah yang dapat terurai secara alami
menyebabkan hampir seluruh masyarakat di Indonesia bertindak acuh terhadap
pengelolaannya. Tanpa disadari, limbah pangan menyebabkan kerugian ekonomi
hingga Rp 213 Triliun hingga Rp 551 Triliun per tahun disertai dengan dampak-
dampak lainnya. Berdasarkan wujudnya limbah dibagi menjadi 3 jenis, yaitu
limbah padat, limbah gas dan limbah cair.
Limbah cair merupakan cairan yang dihasilkan dari proses produksi.
Limbah cair ini umumnya akan dikumpulkan terlebih dahulu kemudian akan
mengalami proses pengolahan ataupun kadangkala langsung di buang ke perairan
atau lingkungan. Pembuangan limbah cair langsung ke lingkungan akan sangat
membahayakan karena kemungkinan adanya bahan-bahan berbahaya dan beracun
ataupun kandungan limbah yang ada tidak mampu dicerna oleh mikroorganisme
yang ada dilingkungan (Hidayat, 2016).
Limbah cair industri pangan merupakan salah satu sumber pencemaran
lingkungan. Jumlah dan karakteristik air limbah industri bervariasi menurut jenis
industrinya. Sebagai contoh industri tapioka. Limbah cair industri tapioka
tradisional mencapai 14 - 18 m 3 per ton ubi kayu. Dengan teknologi yang lebih
baik jumlah limbah cair dapat direproduksi menjadi 8 M3 /ton ubi kayu
(Winarrio, 1980). Limbah cair industri tapioka mengandung padatan tersuspensi
1.000 - 10.000 mg/L dan bahan organik 1.500 - 5.300 mg/L. Contoh lain adalah
industri tahu dan tempe. Industri tahu dan tempe mengandung banyak bahan
organik dan padatan terlarut. Untuk memproduksi 1 ton tahu atau tempe
dihasilkan limbah sebanyak 3.000 - 5.000 Liter.
Berdasarkan uraian diatas limbah cair membutuhkan pengolahan bila
ternyata mengandung senyawa pencemaran yang berakibat menciptakan
kerusakan terhadap lingkungan atau paling tidak potensial menciptakan
pencemaran. Pengolohan limbah bertujuan untuk mengambil barang-barang
berbahaya di dalamnya dan atau mengurangi/menghilangkan senyawa-senyawa
kimia atau nonkimia yang berbahaya dan beracun. Oleh karena itu, makalah ini
disusun untuk memaparkan bagaimana proses pengolahan limbah cair yang dapat
merusak lingkungan, sehingga kita dapat mengetahui bagaimana seharusnya
menangani limbah tersebut dengan tepat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian industri pangan ?
2. Apa pengertian limbah ?
3. Apa pengertian limbah cair ?
4. Bagaimana karakteristik limbah cair ?
5. Apa dampak limbah cair ?
6. Bagaimana proses pengolahan limbah cair ?
7. Bagaimana teknologi pengolahan limbah cair?
8. Bagaimana cara pengolahan limbah cair pad industri pangan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian industri pangan
2. Untuk mengetahui pengertian limbah
3. Untuk mengetahui pengertian limbah cair
4. Untuk mengetahui karakteristik limbah cair
5. Untuk mengetahui dampak limbah cair
6. Untuk mengetahui proses pengolahan limbah cair
7. Untuk mengetahui teknologi pengolahan limbah cair.
8. Untuk mengetahui cara pengolahan limbah cair pada industri pangan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Industri Pangan


Industri pangan merupakan industri yang hasilnya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dimana dalam setiap setiap proses
kerjanya tidak lepas dari berbagai proses yang menggunakan bahan-bahan
produksi yang dapat menimbulkan limbah. Proses produksi yaitu suatu
perbaikan terus meneruus (continous improvment), yang dimulai dari sederet
siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (Vincent,
2004).
Dalam Sistem pembuangan limbah, pengolahan limbah, pembuangan
limbah, menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan, sanitasi, TPA dan
limbah penetral dalam industri pangan masalah ini memerlukan operasi
intensif dan ekstensif bekerjasama dengan semua pihak menciptakan rantai
nilai di bidang Lingkungan (Karbownik, 2012).
2.2 Pengertian Limbah
Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak akan
digunakan, dapat berbentuk padat, cair, gas, suara dan getaran yang dapat
menimbulkan pencemaran apabila tidak dikelola dengan benar (Winarno,
2005).
Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau yang dibuang dari
hasil aktivitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum
mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai negatif karena
penanganan untuk membuang atau membersihkan membutuhkan biaya yang
cukup besar, disamping itu juga dapat mencemari lingkungan (Mahida, 2002).
2.3 Pengertian Limbah Cair
Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tengah Nomor 10 tahun
2004 tentang baku mutu air limbah, yang dimaksud dengan limbah cair adalah
sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair yang dibuang
ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan.
Limbah cair adalah hasil buangan industri yang berbentuk limbah organik
terlarut, bahan anorganik terlarut, bahan organik tersuspensi dan bahan
anorganik tersuspensi. Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya
banyak menggunakan air pada sistem prosesnya, disamping itu ada pula bahan
baku yang mengandung air harus dibuang. Air terikut dalam proses
pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci
suatu bahan untuk diproses lanjut (Degremont, 1984).
Air Limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang
berwujud cair (Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air).
2.4 Karakteristik Limbah Cair
Karakteristik limbah cair (Siregar, 2005) karakteristik limbah cair ada tiga
yaitu karakteristik fisik, karakteristik kimia dan karakteristik biologi.
a. Karakteristik fisik
Limbah cair menjadi permasalahan utama dalam pengendalian
dampak lingkungan industri karena memberikan dampak yamg paling
luas, disebabkan oleh karakteristik fisik yaitu:
1. Suhu
Suhu air berbeda -beda sesuai dengan iklim dan musim. Suhu air
limbah lebih tinggi apabila dibandingkan dengan suhu air ledeng, ini
dikarenakan adanya kegiatan rumah tangga, fasilitas umum, buangan
industri dan lain-lain yang menumpahkan air limbah panas.
2. Bau
Bau pada air limbah memberikan gambaran yang sah mengenai
keadaan. Bau dapat menunjukkan apakah suatu air limbah masih baru
atau telah membusuk. Bau busuk yang timbul pada air limbah ini
adalah gas hasil pembusukan zat organik oleh bakteri anaerobik. Selain
itu, terdapat mikroorganisme lain yang dapat merubah sulfat menjadi
sulfit dan menghasilkan gas hidrogensulfida.
3. Kekeruhan
Kekeruhan disebabkan adanya zat-zat koloid yang terapung serta
terurai secara halus. Selain itu, kekeruhan juga dapat dapat disebabkan
oleh kehadiran zat organik, jasad renik, lumpur, tanah liat dan zat
koloid yang serupa dengan benda terapung yang tidak mengendap
dengan segera, atau dengan kata lain, kekeruhan adalah ukuran yang
menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air
sungai.
4. Warna
Air limbah yang masih baru biasanya berwarna coklat abu- abu,
sedangkan air limbah yang telah busuk berwarna gelap. Hal ini, sejalan
dengan berlangsungnya suasana anaerobik. Air limbah industri
mempunyai warna yang bermacam-macam, bisa jadi warna air limbah
tersebut terjadi karena adanya reaksi antara sulfida yang dibentuk pada
kondisi anaerobik dengan logam yang ada didalam air.
5. Zat padat terlarut (total solid)
Zat padat terlarut didefinisikan sebagai padatan yang terdapat
dalam filtrat yang lolos saringan dengan ukuran pori 2,0 μm atau lebih
kecil. Saringan yang biasa digunakan untuk mengukur padatan terlarut
dalam air limbah yaitu membran polikarbonat dengan ukuran pori 1,0
μm dan glassfiber dengan ukuran tiap porinya yaitu 1,2 μm.
6. Zat padat tersuspensi
Zat padat tersuspensi adalah semua zat yang tinggal sebagai residu
apabila suhu 103-105° C, zat ini dapat dihilangkan secara sedimentasi.
Zat-zat padat yang bisa mengendap adalah zat padat yang akan
mengendap pada kondisi tanpa bergerak atau diam kurang lebih satu
jam akibat gaya beratnya sendiri.
b. Karakteristik kimia
Parameter-parameter yang termasuk dalam karakteristik kimia dapat
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu :
1. Bahan organik
Air limbah dengan pengotor yang sedang mengandung 75% benda-
benda tercampur dan 40% zat padat yang dapat disaring. Pada
umumnya zat organik berisikan kombinasi dari karbon, hidrogen dan
oksigen bersama-sama dengan nitrogen. Elemen lain seperti belerang,
fosfor dan besi dapat juga dijumpai. Pada umumnya kandungan bahan
organik yang dijumpai dalam air limbah berisikan 40-60% adalah
protein, 25-50% berupa karbohidrat dan 10% lainnya berupa lemak
atau minyak. Bentuk senyawa organik dalam air limbah antara lain
sebagai berikut:
a) Protein
Protein adalah senyawa kombinasi dari macam-macam
asam amino yang dapat dijumpai pada tanaman dan binatang bersel
satu. Protein mempunyai struktur kimia yang sangat kompleks dan
tidak stabil, dapat cepat berubah menjadi bahan lain pada proses
dekomposisi. Protein mengandung sekitar 16% unsur nitrogen,
sehingga bersama dengan urea karena proses pembusukan
dan penguraianya.
b) Karbohidrat
Karbohidrat merupakan gabungan dari polihidroksilated
seperti gula, starches dan selulosa. Karbohidrat berisikan karbon,
hidrogen dan oksigen.
c) Lemak, minyak dan gemuk
Lemak dan minyak merupakan komponen utama bahan
makanan yang juga banyak ditemukan dalam air limbah. Lemak
dan minyak tidak mudah diuraikan oleh mikroba, melainkan
dengan asam mineral sehingga dapat menghasilkan gliserin dan
asam gemuk. Pada keadaan basa seperti sodium hidroksida,
gliserin dapat dibebaskan, sehingga garam basa dari asam gemuk
akan terbentuk. Gliserin pada asam gemuk terbentuk cairan yang
biasa dikenal dengan minyak dan apabila berbentuk padat dan
kental dikenal sebagai lemak. Lemak dan gemuk banyak terdapat
dalam air limbah dari pabrik roti, margarin serta
d) Fenol
Fenol merupakan penyebab timbulnya rasa yang ada di
dalam air minum terutama apabila air tersebut dilakukan clorinasi.
Fenol ini dihasilkan dari industrisi dan apabila konsentrasi
mencapai 500 mg/L masih dapat dioksidasi melalui proses
biologis, tetapi akan sulit penguraiannya apabila telah mencapai
kadar yang telah ditentukan diatas.
e) Deterjen
Deterjen adalah golongan dari molekul organik yang
dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih. Di dalam
air, deterjen menimbulkan buih dan selama proses aerasi buih
tersebut berada di atas permukaan dan bersifat relatif tetap. Bahan
dasar deterjen adalah minyak bumi yang digunakan adalah
senyawa Hidrokarbonparafin dan Olefin.
f) Senyawa organik yang mudah menguap
Salah satu contoh dari senyawa ini adalah vinilechlorida.
Senyawa tersebut perlu diperhatikan keberadaannya karena dapat
mengancam kesehatan umum, dapat membentuk hidrokarbon
reaktif dalam atmosfir yang mengarah pada pembentukan zat
photochemical oxidant (senyawa yang dapat bereaksi kimia oleh
rangsangan cahaya) dan dapat membahayakan kesehatan para
operator Instalasi Pengolahan
g) Biological Oxygen Demand (BOD)
Biochemical oxygen demand adalah jumlah oksigen yang
digunakan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi zat-zat
anorganik pada kondisi standar.
h) Chemical Oxygen Demand (COD)
COD ditentukan dengan mengukur ekuivalen oksigen dan zat-zat
organik dalam sampel dengan oksidator kimia yang kuat. COD
merupakan parameter yang sangat penting, yakni parameter
pengukuran cepat yang digunakan sebagai parameter untuk stream
dan limbah industri serta mengontrol unit pengolahan air limbah.
2. Bahan anorganik
Beberapa komponen anorganik dari air limbah dan air alami adalah
sangat penting untuk peningkatan dan pengawasan kualitas air. Jumlah
kandungan bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh
formasi geologis dari air limbah berasal. Komponen yang termasuk
bahan anorganik air limbah antara lain (Siregar, 2005) :
a) pH
Air limbah dengan konsentrasi air limbah yang tidak netral
akan menyulitkan proses biologis, sehingga mengganggu proses
penjernihan. Derajat keasaman atau pH yang baik bagi air minum
dan air limbah adalah netral. Semakin kecil nilai pH, maka
menyebabkan air tersebut berupa asam.
b) Klorida
Kadar klorida didalam air dihasilkam dari rembesan klorida
yang ada di dalam batuan dan tanah serta dari daerah pantai dan
rembesan air laut.
c) Kebasaan
Kebasaan adalah dari adanya hidroksi karbonat dan
bikarbonat yang bikarbonat yang berupa kalsium, magnesium,
sodium, potasium.
d) Sulfur
Sulfat alami terjadi secara alami pada banyak penyediaan
air dan juga pada air limbah. Belerang dipergunakan pada
pembentukan protein tiruan dan akan dibebaskan pada
pemecahanya.
e) Zat beracun
Oleh karena derajat keracunan inilah, maka zat ini penting
pada pengolahan dan pembuangan air limbah. Tembaga, timbal,
perak, krom, arsen dan boron adalah zat yang sangat beracun
terhadap mikroorganisme.
f) Logam berat
Beberapa jenis logam berat biasanya digunakan untuk
pertumbuhan alga. Akan tetapi, apabila jumlahnya berlebihan akan
mempengaruhi kegunaanya karena timbulnya daya racun yang
dimiliki. Oleh karena itu, keberadaan zat ini perlu diawasi
jumlahnya di dalam air limbah.
g) Metan
Prinsip terjadinya metan adalah akibat penguraian zat
organik yang dalam kondisi hampa udara pada air limbah tersebut.
Adapun sifat penting dari metan adalah tidak berbau, tidak
berwarna dan sangat mudah terbakar.
h) Nitrogen
Nitrogen yang berada dalam air dengan cepat akan berubah
menjadi nitrogen organik atau amoniak nitrogen. Nitrogen organik
diukur dengan metode Kjedal dengan mengikutkan tahap
pencernaan untuk mengubah nitrogen organik menjadi amoniak
dan analisis amoniak melalui titrasi.
i) Fosfor
Fosfor yang ada di dalam air limbah melalui hasil buangan
manusia, air seni dan melalui komponen fosfat dapat dipergunakan
untuk membuat sabun sebagai pembentuk buih.
j) Gas
Banyak gas terdapat di dalam air, oksigen adalah yang
penting, oksigen terlarut selalu diperlukan untuk pernapasan
mikroorganisme aerob dan kehidupan lainnya (Asfihani, 2009).
c. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi ditentukan oleh kandungan organisme di
dalam air seperti bakteri coliform dan organisme mikro lainnya termasuk
ganggang dan jamur.
2.5 Dampak Limbah Cair
Berikut dampak/efek yang ditimbulkan oleh limbah, diaataranya:
a. Dampak terhadap kesehatan
Air limbah sangat berbahaya terhadap kesehatan manusia
mengingat bahwa banyak penyakit yang dapat ditularkan melalui air
limbah. Air limbah ada yang hanya dapat berfungsi sebagai media
pembawa saja seperti penyakit kolera, radang usus, Hepatitis infektionisa,
serta Shistosomiasis dan selain sebagai pembawa penyakit di dalam air
limbah itu sendiri banyak terdapat bakteri pathogen penyebab penyakit.
b. Dampak terhadap Kehidupan Biotik
Semakin banyak zat pencemar yang terdapat di dalam air limbah,
maka akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen yang terlarut di
dalam air limbah. Dengan demikian akan menyebabkan kehidupan di
dalam air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, dalam hal ini akan
mengurangi perkembangannya. Selain matinya ikan dan bakteri-bakteri
yang baik di dalam air, juga dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman
dan tumbuhan air. Akibat matinya bakteri-bakteri, maka proses
penjernihan yang seharusnya bisa terjadi pada air limbah menjadi
terhambat, sehingga air limbah akan sulit untuk diuraikan.
c. Dampak terhadap Keindahan
Semakin banyaknya jumlah produk yang dihasilkan maka akan
semakin banyak pula jumlah limbah yang akan terbuang. Limbah yang
terbuang dari pabrik tersebut perlu dilakukan pengendapan terlebih dahulu
sebelum dibuang ke saluran air limbah. Selama pengendapan yang
membutuhkan waktu yang sangat lama tersebut maka akan terjadi proses
pembusukan, sehingga akan menimbulkan bau, warna air limbah yang
kotor dan memerlukan tempat yang sangat besar dan banyak, dapat
mengganggu keindahan tempat sekitarnya.
d. Dampak terhadap Kerusakan Benda
Apabila air limbah mengandung gas oksida yang agresif, maka
akan mempercepat proses terjadinya karat pada benda yang terbuat dari
besi. Dengan cepat rusaknya benda tersebut maka biaya pemeliharaannya
akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian
material
2.6 Proses Pengolahan Limbah Cair
Proses pengolahan limbah cair yang telah berkembang hingga saat ini
adalah proses pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Dalam
penerapannya masing-masing proses berdiri sendiri atau dengan cara
mengkombinasikannya (Wagini,1996).
a. Proses Fisika
Proses pengolahan secara fisika yaitu pengolahan yang
mengakibatkan perubahan kualitas limbah cair akibat berlangsunganya
proses-proses fisis. Proses ini meliputi : sekrinning, flotasi, filtrasi,
sedimentasi dan absorpsi.
b. Proses Kimia
Proses pengolahan secara kimia, meliputi proses-proses :
koagulasi-flokulasi, yaitu proses pemisahan partikel dengan menambahkan
bahan koagulan yang diabantu dengan proses flokulasi. Proses-proses
lainnnya adalah : proses pertukaran ion dan proses yang mampu
menghilangkan zat terlarut organik.
c. Proses Biologi
Proses pengolahan secara biologi sesungguhnya merupakab proses
oksidasi yang emmanfaatkan aktivitas mikroorganisme. Proses pengolahan
secara biologi berdadarkan ketergantungan prosesnya dengan oksigen,
yaitu prrose aerob dan anaerob.
2.7 Teknologi Pengolahan Limbah Cair/Air Limbah
Pengolahan limbah cair/Air Limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a. Secara Alami
Pengolahan limbah cair/Air limbah secara alamiah dapat dilakukan
dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah
diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air
limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum digunakan
adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air limbah yang
tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturasi (pemusnahan
mikroorganisme patogen). Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini
direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang.
b. Secara Buatan
Pengolahan Limbah Cair/air limbah dengan buantan alat dilakukan
pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan
melalui tiga tahapan, Namun sebelum itu, dilakukan proses Pendahuluan
(PreTreatment) dilaksanakan sebelum proses pengolahan, dengan kegiatan
pembersihan-pembersihan yang bertujuan untuk mempercepat dan
memperlancar kegiatan selanjutnya (Wiharja, 2002). Berikut 3 tahapan
pengolahan limbah cair secara buatan :
1. Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pengolahan primer bertujuan untuk menghilangkan bahan padat
tersuspensi dengan cara pengendapan atau pengapungan. Sedimentasi
merupakan cara pengolahan primer yang banyak digunakan, partikel-
partikel bahan tersuspensi dalam bak ini diberi kesempatan untuk
mengendap ke dasar tangki dalam kondisi tenang, dengan jalan
pengaturan waktu tinggal limbah cair dalam bak pengendapan
(sedimentasi).
2. Pengolahan Tingkat Kedua (Secondary Treatment)
Fase ini merupakan proses biologis yang berfungsi untuk
menghilangkan bahan organik didalam limbah cair melalui oksidasi
biochemis. Metode yang sering digunakan pada fase ini adalah lumpur
aktif (activated sludge).
3. Pengolahan tingkat ketiga (Tertiary Treatment)
Pengolahan tingkat ini biasanya diperlukan untuk menghilangkan
kontaminan tertentu agar limbah cair dapat digunakan kembali.
Limbah cair yang keluar dari pengolahan tahap ketiga (Effluent)
sebelum dibuang ke tanah atau badan air dilakukan pengolahan dengan
chlorin atau ozon untuk menghancurkan mikroorganisme patogen.
Beberapa metode pengolahan tertier adalah :
1) Penghilangan senyawa fosfor dengan koagulasi menggunakan
bahan kimia, seperti tawas.
2) Penghilangan senyawa-senyawa nitrogen menggunakan Amonia
Stripping dengan udara atau Nitrifikasi-denitrifikasi dalam reaktor
Penghilangan sisa bahan organik dan senyawa-senyawa yang
menimbulkan warna menggunakan absorben activated carbon.
3) Menghilangkan bahan padat terlarut menggunakan Membrane
Procces.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Limbah Cair Pada Industri Pangan


Bioremediasi Limbah Cair Industri Tahu Menggunakan Efektif
Mikroorganisme (EM4)
Industri tahu pada umumnya beroperasi dalam bentuk usaha rumah tangga,
dan limbah yang dihasilkannya pada dasarnya tidak dikelola dan dialirkan
lansung ke dalam perairan terdekat. Walau usaha ini dalam bentuk usaha
rumah tangga, namun disebabkan industri ini cukup banyak jumlahnya maka
limbah yang dihasilkan disangsikan berdampak signifikan terhadap
lingkungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air sudah
tersedia dan diantaranya menyatakan bahwa diperlukan upaya pemeliharaan
kualitas air agar tetap dalam kondisi alamiahnya dan pencegahan dan
penanggulangan pencemaran air dan pemeliharaan kualitas air agar
kualitasnya sesuai dengan standar baku mutu air. Mengingat tingginya potensi
pencemaran perairan akibat limbah cair industri pembuatan tahu, maka
diperlukan strategi pengendalian pencemaran perairan tersebut dengan
mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan. Mengingat setiap
limbah seharusnya diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke dalam perairan,
sementara pengolahan limbah sendiri juga membutuhkan biaya cukup besar.
Disamping itu sebagaimana disebutkan di atas bahwa industri seumpama
pembuatan tahu hanya dalam bentuk skala rumah tangga. Untuk mengatasi
limbah yang dihasilkan tetap seharusnya diolah, tentu membutuhkan
pengolahan limbah dengan proses sesederhana mungkin dan juga dengan
biaya serendah mungkin agar tidak begitu mengganggu keberlanjutan industri
tahu masyarakat itu sendiri.
Salah satu metode yang dapat diaplikasikan adalah mengolah limbah cair
dengan memanfaatkan mikroorganisme (bioremediasi). Pengolahan limbah
menggunakan mikroorganisme ini sudah banyak dilakukan, dan proses
pengolahan limbah dengan menggunakan mikroorganisme ini juga termasuk
pengolahan limbah sangat sederhana serta mudah dilakukan. Disamping
peralatan yang dipakai dalam proses pengolahan limbah relatif murah serta
bahan baku mikroorganisme yang digunakan juga mudah diperoleh di tempat-
tempat penjualan yang berhubungan dengan bahan pertanian.
1. Metode Penelitian
a. Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain dirigen 20 liter, bak kaca 20 x 20 x 10
cm, aerator, termometer Fison, buret Duran, statif, gelas ukur Pirex, botol
sampel, pH meter Orion, neraca analitik Mettler AE200, botol Winkler
Duran, Erlenmeyer Pirex dan COD reactor HACH.
b. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan adalah: limbah cair tahu, larutan EM4,
MnSO4, KOH-KI, indikator amilum 5%, Na2S2O3 0,1N, H2SO4 98%,
asam sulfamat, K2Cr2O7 0,25M, HgSO4, Ag2SO4, Fe(NH4)2(SO4)2
0,25M, indikator Ferroin, kertas saring Wathman 42 dan akuades dengan
DHL <2πS.
c. Perlakuan
Perlakuan yang dilakukan terdiri dari dua, yaitu:
1) limbah tahu diberikan EM4 dengan perbandingan 1:20;
2) limbah tahu diberikan EM4 dengan perbandingan 1:10; dan
3) dilengkapi kontrol, dimana limbah tahu tanpa penambahan EM4.
d. Lama Fermentasi
Untuk mengetahui pengaruh penambahan EM4 pada limbah tahu dilakukan
percobaan selama 15 hari
e. Prosedur Kerja
1) Efektif mikroorganisme (EM4) terlebih dahulu diaktifkan sebelum
ditambahkan ke dalam limbah cair tahu yang dijadikan sebagai
treatmen, yaitu mencampurkan EM4 dan air bersih dengan perbandingan
1:20 (treatmen A), dan difermentasi selama 5-7 hari. Waktu dan
perbandingan ini sesuai dengan prosedur penggunaan EM4 untuk
pengolahan limbah organik. Fermentasi tersebut dimaksudkan untuk
memberikan kesempatan kepada EM4 untuk aktif dan berkembang biak
lebih banyak, sehingga mikroorganisme dapat bekerja dengan efisien
dan optimal sebelum dicampurkan kedalam limbah cair tahu.
2) Dua bak kaca ukuran 30 liter di isi dengan air limbah tahu dan EM4 yang
telah difermentasikan. Bak kaca yang pertama di isi dengan 1 L EM4
dicampurkan dengan 20 L limbah cair tahu (A), dan yang kedua diisi
dengan 1 L EM4 dicampurkan dengan 10 L limbah cair tahu (B).
3) Kedua perlakuan A dan B dan C sebagai kontrol diberikan perlakuan
mekanis dengan aerator sederhana yang dilakukan secara terus menerus
selama 15 hari. Fungsi aerator untuk menambah oksigen untuk
mempercepat proses degradasi limbah oleh mikroorganisme.
4) Pengaruh penambahan EM4 terhadap limbah tahu dilihat dari kandungan
Biological Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand
(COD), yang diukur setiap hari selama eksperimen dilakukan (15 hari).
Disamping itu juga diamati nilai pH pada kedua perlakukan A dan B
serta kontrol (C) secara lansung pada setiap hari selama 15 hari
penlitian. Pengukuran pH dilakukan pada secara insitu dengan alat pH
meter dan dilaboratorium setiap hari selama 15 hari. Penentuan
Biological Oxygen Demand (BOD) dilakukan dengan metode
modifikasi azida (APHA-AWWA-WPCF, 1998). Sementara pengukuran
Chemical Oxygen Demand (COD) dilakukan dengan metode titrasi.
2. Hasil dan Pembahasan
a. pH
Derajat keasaman pH air limbah akan sangat menentukan aktivitas
mikroorganisme, pH optimum adalah berkisar antara 6,5-8,3.
Mikroorganisme, tidak tahan terhadap kondisi lingkungan dengan pH > 9,5
dan <4, karena pada pH yang sangat kecil atau sangat besar,
mikroorganisme tidak aktif, atau bahkan akan mati (Jenie dan Rahayu,
2007). Dari hasil analisis perlakuan A dan B (limbah cair tahu ditambahkan
EM4 1:20 dan 1:10), nilai pH yang berkisar antara 7,68 ± 0,07 dan 7,61 ±
0,06. Nilai pH tersebut sudah memenuhi syarat untuk kondisi optimum kerja
efektif mikroorganisme (EM4). Pengukuran nilai pH sampel limbah cair
industri tahu secara insitu adalah 4,6. Kenaikan pH dari 4,6 hingga 7,51
pada hari pertama, diperkirakan disebabkan oleh mikroorganisme yang ada
di dalam EM4 merombak sisa bahan organik dari limbah cair tahu.
b. BOD

Pada Gambar diatas dapat dilihat penurunan konsentrasi BOD


untuk perlakuan A dan B dibandingkan dengan konsentrasi limbah cair
yang tidak ditambahkan dengan EM4 (control). Pada hari pertama terlihat,
bahwa persentase penurunan BOD relatif kecil, akan tetapi seiring dengan
bertambahnya waktu proses bioremediasi (hari) menyebabkan penurunan
konsentrasi BOD semakin meningkat, karena tempat kontak antara
mikroorganisme dan limbah cair tahu tersedia cukup banyak. Dengan
kondisi ini interaksi antara efektif mikroorganisme (EM4) dengan limbah
cair tahu berlangsung dengan baik. Mengingat bakteri yang digunakan
untuk mendegradasi limbah adalah bakteri aerob yang membutuhkan
oksigen bebas, maka dengan menambahkan aerasi secara kontinyu proses
pengolahan limbah menjadi lebih optimal. Oleh karena itu berkembang
biaknya mikroorganisme, penguraian senyawa polutan menjadi lebih
efektif. Dengan demikian mengindikasikan bahwa efektif mikroorganisme
(EM4) diperkirakan lebih aktif mendegradasi kandungan organik limbah
cair tahu. Penurunan konsentrasi BOD untuk perlakuan A dan B (limbah
cair tahu ditambahkan EM4 1:20 dan 1:10) mulai stabil pada hari ke 13
yaitu 139,50 ppm dan 410,10 ppm, seperti terlihat pada gambar 4, proses
bioremediasi hari ke 13 hingga 15 statis dan tidak menunjukkan perubahan
konsentrasi BOD yang berarti. Kemampuan mikroorganisme
mendegradasi limbah berkurang diperkirakan seiring dengan berkurangnya
nutrisi yang berasal dari limbah cair tahu tersebut. Hal ini yang
menyebabkan mikroorganisme tersebut mati sehingga tidak mengalami
penurunan konsentrasi BOD (tetap).
c. COD

Pada gambar diatas dapat dilihat bahwa dari hari pertama hingga
hari ke 13 konsentrasi COD untuk perlakuan A dan B menurun hampir
secara beraturan, sampai 262,50 ppm untuk treatmen A dan sampai
1.944,80 ppm pada treatmen B. Meskipun demikian laju penurunan
konsentrasi COD untuk perlakuan B tidak seperti perlakuan A. Hal ini
diduga disebabkan oleh kemampuan mendapatkan makanan atau
kemampuan metabolisme di lingkungan bervariasi, mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan adaptasi dan mendapatkan makanan dalam
jumlah besar dengan kecepatan yang maksimum akan berkembang biak
dengan cepat dan akan menjadi dominan di lingkungannya. Dengan lebih
besarnya konsentrasi EM4 perlakuan B (1:10) dari pada konsentrasi EM4
perlakuan A(1:20), persaingan antar mikroorganismepun lebih tinggi dan
mengakibatkan sebagian mikroorganisme akan kalah sehingga proses
bioremediasi limbah menjadi tidak maksimal. Mengingat di dalam
pertumbuhan dan perkembang-biakan serta metabolisme mikroorganisme
harus mempunyai sumber energi untuk pertumbuhan sel baru.
Dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa limbah cair yang layak dibuang
ke lingkungan hanya dari perlakuan A (limbah cair tahu ditambahkan EM4 1:20)
pada hari ke 13 dengan konsentrasi COD 262,50 ppm. Pada hari ke 13 nilai COD-
nya menurun menjadi 262,50 ppm dari .ppm pada awal perlakukan. Kelayakan
limbah ini sudah bisa dibuang ke dalam perairan berdasarkan standar baku mutu
untuk COD yaitu, 300 ppm. Sedangkan untuk perlakuan B (limbah cair tahu
ditambahkan EM4 1:10) pada hari ke 13 dengan konsentrasi COD 1.944,80 ppm,
jauh melampaui baku mutu sehingga tidak layak dibuang ke lingkungan, karena
akan mencemari lingkungan disekitarnya.
Secara umum pengolahan aerob dengan bioremediasi menggunakan
mikroorganisme EM4 mampu menurunkan konsentrasi BOD dan COD limbah
cair tahu, dimana persentase penurunan konsentrasi mencapai 93,61-97,87%. Dari
data yang diperoleh konsentrasi penurunan BOD dan COD dengan proses aerob
lebih tinggi dari pada konsentrasi penurunan BOD dan COD dengan proses
anaerob. Proses aerob ini lebih baik dari pada proses anaerob untuk menurunkan
konsentrasi BOD dan COD limbah cair tahu. Sebagai perbandingan hasil
penelitian (Nusa dan Heru, 1999) untuk konsentrasi BOD dan COD limbah cair
tahu yang diolah dengan cara anerob persentase penurunan konsentrasinya
berkisar antara 70-80%, kemudian penelitian yang sama dilakukan oleh (Nuraida,
1985) penurunan konsentrasi BOD dan COD mencapai 70-75%. Dari hasil
penelitian ini menunjukan bahwa cara mengolah limbah tahu secara aerob ini
diperkirakan sangat cocok dengan industri skala kecil, mengingat biaya relatif
lebih terjangkau.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Limbah cair adalah hasil buangan industri yang berbentuk limbah organik
terlarut, bahan anorganik terlarut, bahan organik tersuspensi dan bahan
anorganik tersuspensi.
2. Karakteristik limbah cair ada tiga yaitu karakteristik fisik, karakteristik
kimia dan karakteristik biologi.
3. Limbah cair dapat berdampak kepada kesehatan, kehidupan biotik,
keindahan dan kerusakan bahan
4. Proses pengolahan limbah cair yang telah berkembang hingga saat ini
adalah proses pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi
5. Pengolahan limbah cair/air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu
alami dan buatan.
6. Pada bioremediasi limbah cair industri tahu menggunakan efektif
mikroorganisme (EM4) dapat disimpulkan bahwa pemberian Efektif
mikroorganisme (EM4) pada limbah cair tahu dapat menurunkan
konsentrasi BOD dan COD. Pemberian Efektif mikroorganisme (EM4)
pada limbah cair tahu 1:20, BOD dan COD nya dapat memenuhi standar
baku mutu yang telah ditetapkan bagi kegiatan industri golongan II,
limbah tersebut dibolehkan di buang ke lingkungan. Pemberian Efektif
mikroorganisme (EM4) pada limbah cair tahu 1:10, BOD dan COD nya
tidak memenuhi standar baku mutu yang telah ditetapkan bagi kegiatan
industri golongan II, sehingga limbah tersebut tidak boleh dibuang
langsung ke lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

APHA – AWWA – WPCF. 1998. Standard Methods for the Examination of


Water and Wastewater. 19th edition. American Public Health Assosiation
1015 Fifteenth Street. NW Washington, DC 2005.

Ashifani, 2009. Pengertian Gas Dalam Air . Yogyakatra ; Kanisius

Degromant, 1984. Pengelolaan Lingkungan

Hidayat, Nur. 2016. Biopress Limbah Cair. Yogyakarta : Penerbit ANDI

Jenie, B.S. dan Rahayu, W.P. 2007. Penanganan Limbah Industri Pangan Penerbit
Kanisius, Yogyakarta.

Mahida, 2002. Pengertian Limbah. Jakarta ; Cv. Gunung Agung

Nuraida, 1985, Analisis Kebutuhan Air Pada Industri Pengolahan Tahu dan
Kedelai, Thesis Master, Program Pasca Sarjana USU, Medan.
Peraturan Pemerintah Tahun 2001, Nomor. 82. Tentang Pengelolaan Kualitas
Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

PP Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian


Pencemaran Air

Siregar 2005,. Karakteristik Limbah Cair. Yogyakarta ; Kanisius

Wagini .R. 1996. Teknologi Daur Ulang Limbah Industri Peternakan Sapi Sebagai
Alternatif Diversifikasi Sumber Energi Dan Mengatasi Pencemaran
Lingkungan. RUT V, FMIPA, UGM YOGYAKARTA

Wiharja. 2002. Identifikasi Kualitas Gas So2 Di Daerah Industri Pengecoran


Logam Ceper. Jakarta

Winarno, 2005. Proses Pengolahan Limbah Industri Pusbangtepa/FTDC. IPB,


BOGOR

Winarno. F.G. 1980. Teknologi Dan Pemanfaatan Limbah Pengolahan Gula Tebu.
PUSBANGTEPA/FTDC. IPB, BOGOR

Anda mungkin juga menyukai