PENDAHULUAN
3. Sifat bakteriologi
Sifat bakteriologi air limbah disebabkan oleh adanya kehidupan biologis
atau mikrobiologis di dalamnya. Dalam proses metabolisme, mikroba
menguraikan zat-zat terlarut maupun suspensi yang digunakan untuk
pertumbuhan, pembentukan dinding sel dan sumber tenaga. Pada air limbah,
karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol timbulnya penyakit
yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik biologi tersebut seperti
bakteri dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan
stabilitas senyawa organik (Niswita, 2016).
Karakteristik biologi ini diperlukan untuk mengukur kualitas air terutama
bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan air bersih. Selain itu,
untuk menaksir tingkat kekotoran air limbah sebelum dibuang ke badan air.
Parameter yang seiring digunakan adalah banyaknya kandungan
mikroorganisme yang ada dalam kandungan air limbah. Mikroorganisme
utama yang dijumpai pada pengolahan air buangan adalah :
a. Bakteri dengan berbagai bentuk (batang, bulat, spiral). Bakteri
Escherichia coli merupakan bakteri yang dapat diajdikan sebagai
indikator polusi pada buangan manusia.
b. Jamur merupakan organisme yang mendekomposisikan karbon di biosfer
dan dapat memecah materi organik, dapat hidup dalam pH rendah, suhu
rendah dan juga area rendah.
c. Algae dapat menyebabkan busa dan mengalami perkembangan yang
pesat. Algae menjadi sumber makanan ikan, bakteri yang akibatnya
adalah kondisi anaerobik.
d. Protozoa
e. Virus (Syamsul, 2020)
pH - 6-9
BOD mg/lt 30
TSS mg/lt 30
Amoniak mg/lt 10
3. Menghitung debit air limbah rata-rata Perhitungan debit air limbah rata-rata
dilakukan dengan menjumlah seluruh produksi air limbah selama satu tahun
kemudian membagi debit tersebut dengan jumlah bulan dalam satu tahun.
Perhitungan debit rata-rata menggunakan persamaan 2.2.
Qave =
...........................................................................................(2.2)
∑Q
12
Keterangan:
Qave = Debit limbah rata-rata (m3/bulan)
∑ Q = Jumlah debit dalam 12 bulan (m3/bulan)
Debit yang diperoleh selanjutnya dikonversi baik dalam satuan m3/hari
maupun dalam satuan m3/jam. Cara mengkonversi debit disajikan
persamaan 2.3 dan 2.4
Qave (m3/hari) =
m3
Q( ) .....................................................................(2.3)
bulan
30 hari
Qave (m3/hari) =
3
m
Q( )
hari .....................................................................(2.4)
24 jam
4. Menghitung Debit Petak
Debit peak dihitung dengan mengalikan debit rata-rata dengan factor peak.
Perhitungan debit peak menggunakan persamaan 2.5.
900 Q p
V=
S ...........…………......................................................(2.6)
Keterangan :
V = volume antara level switch-on dan switch-off (m3)
S = waktu siklus, dengan kriteria:
- ≤ 6 kali untuk dry pit motor ( ≤20 kW)
- 4 kali untuk dry pit motor (25-75 kW)
- 2 kali untuk dry pit motor (100-200 kW)
- 10 kali untuk pompa selam
Qp = debit pompa (m3/detik) -> merupakan debit puncak
2. Barscreen
Penyaringan merupakan unit yang penting untuk digunakan pada tahap
awal proses pengolahan lumpur tinja. Unit ini bertujuan untuk menahan
sampah/benda-benda padat besar yang terbawa dalam lumpur tinja agar
tidak mengganggu dan mengurangi beban pada sistem pengolahan
selanjutnya. Sampah/benda padat besar yang biasa ditemukan dalam
lumpur tinja, diantaranya plastik, kain, kayu, dan kerikil. Pada IPLT yang
menangani lumpur tinja dengan kapasitas debit influen relatif kecil, tahap
penyaringan umumnya menggunakan manual bar screen (Direktorat Jenderal
Cipta Karya, 2018).
Manual bar screen juga dapat digunakan pada instalasi pengolahan
dengan debit influen besar, tetapi hanya digunakan sebagai by-pass sebelum
air limbah disaring menggunakan penyaring mekanis. Sampah-sampah yang
tertahan pada bar screen harus sering dibersihkan karena apabila
menumpuk dapat menyumbat dan mengganggu proses penyaringan.
Pembersihan manual bar screen seringkali dilakukan menggunakan sikat
besi dengan gigi-gigi yang disesuaikan dengan jarak antar bar (Direktorat
Jenderal Cipta Karya, 2018).
Tabel 2.3 Kriteria Desain Perencanaan Bar Screen
Parameter Nilai Satuan
Lebar batang 4–8 mm
Tebal batang 25 – 50 mm
Kecepatan aliran 0,3 – 0,6 m/detik
Lebar kisi 4–8 mm
Jarak antar bar 25 – 75 mm
Kemiringan 45 – 60 derajat
Kehilangan tekanan pada bukaan 150 mm
Kehilangan tekanan pada max 800 mm
β (Persegi) 2,42 -
Sumber : Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2018
Rumus Peritungan Desain :
Tahap A: Menghitung dimensi saringan
V
Q=
A ..............…………......................................................(2.7)
24 V
T=
Q …………......................................................(2.8)
Keterangan:
T = waktu tinggal (jam)
V = volume bak (m3)
Q = laju rata-rata harian (m3 per hari)
Q
V 0=
A
…………......................................................(2.9)
Keterangan:
Vo = laju limpahan / beban permukaan (m3/ m2. hari)
Q = aliran rata-rata harian, (m3 per hari)
A = total luas permukaan (m2)
Tabel 2.4 Kriteria Desain Bak Pengendap Awal
Parameter Nilai Satuan
Waktu Tinggal Hidrolik 1,5 – 2,5 jam
Overflow rate
Aliran Rata-rata 32 – 40 m3/m2.hari
Aliran puncak 80 – 120 m3/m2.hari
Parameter Nilai Satuan
Weir Loading 125 – 500 m3/m.hari
Dimensi :
Bentuk Persegi Panjang
Panjang 15 – 90 m
Lebar 3 – 24 m
Kedalaman 3–5 m
Kecepatan pengeruk lumpur 0,6 – 1,2 m/menit
Dimensi :
Bentuk bulat (circular)
Kedalaman 3–5 m
Diameter 3,6 – 60 m
Slope dasar 60 – 160 mm/m
Kecepatan sludge scrapper 0,02 – 0,05 r/menit
Sumber : Metcalf & Eddy, 1979
2. Bak Ekualisasi
Bak ekualisasi berfungsi untuk menyeragamkan debit air limbah
domestik yang berfluktuasi pada kondisi puncak dan minimum.
Pertimbangan menggunakan bak ekualisasi dalam sistem ini ialah untuk
meningkatkan kinerja pengolahan biologi karena akan mengurangi potensi
efek shock loading serta dapat menstabilkan pH. Waktu detensi di bak
ekualisasi maksimum 30 menit untuk mencegah terjadinya pengendapan
dan dekomposisi air limbah domestik (Metcalf & Eddy, 1991). Tinggi muka
air saat kondisi puncak harus berada di bawah aliran masuk agar tidak
terjadi aliran balik. Setelah keluar dari bak ekualisasi ini, debit air limbah
domestik yang berfluktuasi akan menjadi debit rata-rata. Untuk menghitung
volume bak ekualisasi yang diperlukan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
V =T ×Q
………………...................................................(2.10)
Keterangan:
V = volume bak (m3)
T = waktu tinggal (jam)
Q = laju rata-rata harian (m3/jam)
Tabel 2.5 Kriteria Desain Bak Ekualisasi
Parameter Nilai Satuan
Waktu detensi 6 – 10 jam
Parameter Nilai Satuan
Kedalaman air minimum 1,5 – 2 m
Ambang bebas (Freeboard) 1 m
Kemiringan dasar tangki 40 - 100 mm/m diameter
Laju pemompaan udara 0,01 – 0,015 m3/m2-menit
Sumber : Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,
Cetakan pertama, 2018
Dimana:
Li = konsentrasi BOD Influen (mg/L)
Q = debit air limbah domestik (m3/hari)
Va = volume kolam anaerobik (m3)
λV = beban volumetrik BOD (g/m3.hari)
Dimana:
Va = volume kolam anaerobik (m3)
L = panjang kolam pada permukaan air (m)
W = lebar kolam pada permukaan/TWL (m)
s = faktor kemiringan horizontal (contoh: kemiringan 1 dalam s)
D = kedalaman air kolam, belum termasuk free board (m)
2. Lumpur Aktif
Lumpur aktif termasuk pengolahan sekunder yang mengolah air limbah
secara biologis dalam keadaan aerobik (Mines, 2014 dalam Simajuntak,
2020). Pada proses pengolahan ini, air limbah diaerasi sehingga pengadukan
terjadi secara merata bak aerasi (Setiadi & Hartaja, 2016 dalam Simajuntak,
2020). Unit ini tidak menggunakan media penyangga sehingga tidak mudah
terjadi penyumbatan. Dalam proses pengolahannya, unit ini akan
menghasilkan produksi lumpur yang tinggi. Energi yang dibutuhkan pun
tinggi karena diperlukan aerator untuk menyuplai udara. Konstruksi unit
tidak membutuhkan luas lahan yang besar (Rahmawati, Wardhani, &
Apriyanti, 2019 dalam Simajuntak, 2020).
Tabel 2.8 Kriteria Desain Perencanaan Lumpur Aktif Standar
Parameter Desain Nilai
Beban BOD
BOD-MLSS Loading 0,2 – 0,4 kg/hari
BOD-Volume Loading 0,3 – 0,8 kg/m3.hari
Parameter Desain Nilai
MLSS 1500 – 2000 mg/l
Umur Lumpur 2 – 4 hari
Kebutuhan Udara (Qudara/Qair) 3–7
Waktu Aerasi (T) 6 – 8 jam
Rasio Sirkulasi Lumpur (Qlumpur/Qair limbah) 20 – 40%
Efisiensi Pengolahan 85 – 95%
Sumber : Nusa Idaman Said, 2017 dalam Hutagalung, 2018
KRITERIA PERENCANAAN
Beban BOD :
BOD – MLSS Loading = 0,2 – 0,4[kg/kg.hari]
BOD – Volume Loading = 0,3 – 0,8 [kg/m3.hari]
MLSS = 1500 – 2000 mg/l
Sludge Age = hari
Kebutuhan Udara (QUdara/QAir) =3–7
Waktu Aerasi (T) = 6 – 8 jam
Ratio Sirkulasi Lumpur = 20 – 40%
(QLumpur/QAir Limbah)
Efisiensi Pengolahan = 85 – 95%
Keterangan :
Gambar 2.2 Diagram Proses Pengolahan Air dengan Sistem Lumpur Aktif
Standar (Konvensional) dan Kriteria Perencanaan
Q × BOD5 ……….............................................(2.8)
F/M =
MLSS ×V
Keterangan :
Q = Laju alir limbah (m3/hari)
BOD5 = BOD5 (mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (m3)
5) Waktu tinggal hidraulik (Hidraulic retention time = HRT).
Waktu tinggal hidraulik adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh
larutan influen masuk ke dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif;
nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan
Lester, 1988).
HRT = 1/D = V/ Q
…………............................................(2.9)
Keterangan :
V = Volume tangki aerasi (m3)
Q = Laju influen ke dalam tangki aerasi (m3/hari)
D = Laju pengenceran (hari)
6) Umur lumpur (Sludge age)
Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam
sistem. Waktu tinggal sel mikroba dalam tangki aerasi dapat dalam hari
lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan
mikroba. Umur lumpur dihitung dengan rumus sebagai berikut (Hammer,
1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
Umur Lumpuh (hari) =
MLSS ×V ……….......................(2.10)
Keterangan
SS e ×Q e +: SSw +Qw
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).
V = Volume tangki aerasi (l)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
Qe = Laju effluent (m3/hari)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qw = Jumlah lumpur (m3/hari)
3. Biofilter Aerobik
Biofilter aerobik adalah saringan yang memiliki media penyangga
sebagai tempat tumbuhnya mikroorganisme hingga membentuk biofilm
(Filliazati, Apriani, & Zahara, 2011 dalam Simajuntak, 2020). Biofilm
tersebut akan menguraikan bahan organik pada air limbah dengan bantuan
oksigen. Biofilter aerobik memiliki risiko penyumbatan tinggi karena
biofilm yang terbentuk pada permukaan media penyangga mudah untuk
terlepas dan menyumbat saluran (Said, 2005 dalam Simajuntak, 2020).
Dalam proses pengolahannya, unit ini akan menghasilkan produksi lumpur
yang tinggi. Energi yang dibutuhkan pun tinggi karena diperlukan aerator
untuk menyuplai udara. Konstruksi unit membutuhkan luas lahan yang
besar (Nasoetion, S, Saputra, & Ergantara, 2017 dalam Simajuntak, 2020).
Unit ini dapat menyisihkan BOD5 sebesar 75 – 95%, COD 80 – 85%, TSS
50 – 65% (Nasoetion, S, Saputra, & Ergantara, 2017 dalam Simajuntak,
2020).
Tabel 2.9 Kriteria Desain Perencanaan Biofilter Aerobik
Parameter Desain Nilai
Beban BOD (kg BOD/m3) 0,5 – 4
Waktu tinggal (jam) 6–8
Tinggi ruang lumpur (m) 0,5
Tinggi bed media (m) 1,2
Tinggi air diatas bed media (cm) 30
Sumber : Tchobanoglous, 2003 dalam Nasoetion, dkk., 2017
Gambar 2.3 Diagram Proses Pengolahan Air Limbah dengan Sistem RBC
Tabel 2.11 Kriteria Desain Perencanaan RBC
Parameter Nilai Satuan
10 – 15 gr BOD/m2 .hari (domestik)
Beban Organik
10 – 50 gr BOD/m2 .hari (industri)
50 – 100 1/m2/hari (BOD influen = 200 mg/l)
Beban Hidrolis
10 – 20 1/m2/hari (BOD influen = 500-1000 mg/l)
Jarak antara piringan 3–5 Cm
Diameter Piringan 1,5 – 3 m
Waktu Detensi 2-4 Jam
Produk Lumpur 0,4 – 0,5 Kg/Kg BOD removal
Kecepatan Putaran
1-2 Rpm
Cakram
Diameter Cakram 1 – 3,6 m
Kedalaman Bak 40% Dari diameter cakram
Temperatur
15 – 40 °C
Pengoperasian
Sumber: Direktorat Jenderal Cipta Karya (2018)
b. Tentukan luas piringan RBC untuk tahap I dengan sBOD maksimum 12–
15 g sBOD/m2.hari
Beban sBOD(g /hari)
Acakram =
g
sBOD loading rate( .hari) ..……...............(2.10)
m2
c. Tentukan jumlah shaft dengan dengan menggunakan asumsi tipe cakram
A cakram(m2)
Acakram =
m2
luas per shaft ( ) …...………..……...............(2.10)
shaft
diameter cakram ( m) 2
Acakram =ϖ ×( ) ×2
2 ….……...............(2.10)
Volume = Q x td …....…....................................................(2.11)
Keterangan :
dC1V = Akumulasi
Codt = Konsentrasi masuk (mg/L)
Q = Debit (m3/s)
Vrdt = Penurunan karena reaksi/beban removal (mg/L)
C1dt = Konsentrasi keluar (mg/L)
Neraca massa merupakan suatu perhitungan yang tepat dari semua bahan-
bahan yang masuk, kemudian terakumulasi dan keluar pada waktu tertentu.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hukum kekekalan massa yaitu, massa tidak
dapat dihilangkan atau dimusnahkan meskipun terjadi perubahan bentuk atau
keadaan fisik. Neraca massa digunakan untuk mengetahui jumlah bahan dan air
yang digunakan selama proses produksi dan juga limbah yang dihasilkan.
2
v
hf =k ..........................................................................................(2.17)
2g
Keterangan :
Hf = Kehilangan tekanan (m)
C = Koefisien kekasaran pipa
Q = Debit air (m3/detik)
D = Diameter pipa (m)
L = Panjang pipa (m)
K = Koefisien kehilangan tekanan minor
v = Kecepatan aliran (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
4. pH 6-9 -
Sumber : PerMen Lingkungan Hidup RI No. 5, 2014
3.5. Dampak Limbah Industri Tahu
Menurut Herlambang dalam Arsalan (2019), dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran bahan organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap
kehidupan biotik. Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan
bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang
kompleks menjadi molekul organik yang sederhana.Bahan anorganik seperti ion
fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh tumbuhan yang melakukan
fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi, sehingga
apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan segera
diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara.
Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta
kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia,
karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa
tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan
gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman
dan menimbulkan bau.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun
terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau
menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang
merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan,
air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk.
Bau busuk ini mengakibatkan sakit pernapasan. Apabila air limbah ini merembes
ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka air sumur itu tidak dapat
dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari
sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang
berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya, khususnya
yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik
(Reynaldi, 2020).
Adani, J. P., Wardhani, E., & Pharmawati, K. (2018). Identifikasi Pencemaran Logam
Berat Timbal (Pb) dan Seng (Zn) di Air Permukaan dan Sedimen Waduk Saguling
Provinsi Jawa Barat. Jurnal Reka Lingkungan, 6(2).
Arsalan, M. (2019). Studi Pengelolaan Limbah Cair Industri Tahu di Desa Samili
Kecamatan Woha Kabupaten Bima (Tugas Akhir, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Kupang).
Haerun, R., Mallongi, A., & Natsir, M. F. (2018). Efisiensi Pengolahan Limbah Cair
Industri Tahu Menggunakan Biofilter Sistem Upflow dengan Penambahan Efektif
Mikroorganisme 4. Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan, 1(2).
Reynaldi, A. F., Mimin, K., Dindin, W., & Nany, D. (2020). STUDY LITERATUR
EFEKTIVITAS BERBAGAI DOSIS SERBUK BIJI ASAM JAWA (Tamarindus
Indica) TERHADAP PENURUNAN KADAR TOTAL SUSPENDED SOLID (TSS)
LIMBAH CAIR TAHU (Doctoral dissertation, POLITEKNIK KESEHATAN
KEMENKES BANDUNG).
Sayow, F., Polii, B. V. J., Tilaar, W., & Augustine, K. D. (2020). Analisis Kandungan
Limbah Industri Tahu dan Tempe Rahayu di Kelurahan Uner Kecamatan
Kawangkoan Kabupaten Minahasa. AGRI-SOSIOEKONOMI, 16(2), 245-252.
Anaerobic
Bar Screen Baffled Reactor
(ABR)
Bak Ekualisasi
Bak Pengendap
Awal Bak Klorinasi
Biofilter Aerob
Bak Ekualisasi
Bak Pengendap
Bak Netralisasi Akhir
Bak Klorinasi
Bak Pengendap
Awal
Effluent Air
Limbah
Sludge Drying
Bed