Disusun oleh:
Efraim Ade Novian Ginting 21030113120046
Willbram Agave Hutagalung 21030113140149
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Industri tahu merupakan industri rumah tangga dengan modal kecil dan mempunyai
banyak keuntungan yang besar dan juga industri yang banyak di Indonesia, limbah yang di
hasilkan oleh industri tahu sangat berbahaya apabila tidak ditangani secara serius karena
limbah cair tahu pasti dibuang langsung ke lingkungan dan itu akan besifat negatif bagi
lingkungan yang di cemari oleh limbah cair tahu maka dari itu perlu penanganan yang
serius. Di Indonesia sendiri penanganan limbah cair tahu sangat kurang karena masalah
biaya dan juga pengetahuan cara mengelolah limbah pabrik cair tahu maka dari itu
penelitian kami akan memberikan cara penanganan limbah cair tahu yang mudah dan tidak
terlalu banyak mengeluarkan biaya serta menghasilkan sumber energi yang terbarukan, yaitu
biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti limbah cair tahu,
kotoran manusia, kotoran hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable
atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerob dapat dimanfaatkan
menjadi energi melalui proses anaerob. Biogas ini merupakan peluang besar untuk
menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan
listrik. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerob sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana
dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan
energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan
biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan
gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan
karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh
fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah
jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat
ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah
cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada
tempat pengolahan limbah
Pemanfaatan limbah cair domestik merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi
terbaharukan. Selain menghasilkan biogas, keuntungannya lainnya juga mengolah limbah,
sehingga dapat mengurangi pencemaran air. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga
pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana
atau secara biologi dapat menghilangkan polutan yang terdapat di dalamnya. Penguraian
polutan tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen bebas atau
secara anaerob.
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh waktu tinggal terhadap penurunan COD dari limbah yang
telah divariasikan konsentrasinya.
2. Mengetahui pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan COD limbah
yang telah divariasikan kosnsentrasinya.
3. Mengetahui pengaruh variasi tinggi lumpur terhadap penurunan COD awal 10.000
mg/L selama waktu tinggal hidrolik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bahan Baku Tahu
a. Kacang Kedelai
Kacang kedelai berperan besar dalam pembuatan tahu, Kedelai dianggap sebagai
protein lengkap karena adanya jumlah asam amino esensial.
b. Bahan-Bahan Lainnya.
Air juga sebagai bahan pembuatan tahu yang berperan besar sebagai
pencucian,perendaman dan juga sebagai perebusan
(Sulsel.litbang.pertanian.go.id)
II.3 Jenis-Jenis Limbah
Limbah merupakan buangan dalam bentuk zat cair, padat, maupun gas yang
mengandung bahan berbahaya, beracun, dapat mencemari atau merusak lingkungan, dan
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya (Dyah Chandra, 2012). Hampir semua kegiatan industrial menghasilkan
limbah.
1. Limbah cair
Limbah cair lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas
domestik yang berupa cairan (Paula Pola dkk., 2012). Limbah cair dapat berupa air beserta
bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah
cair dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok diantaranya yaitu:
Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari
perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran, contohnya
yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air tinja.
Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri.
Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air dari industri
pengolahan makanan, sisa cucian daging, buah, atau sayur.
Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari
berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan
ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat merembes ke
dalam saluran pembuangan melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan
luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung
kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin ruangan
(AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan.
Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas
permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan membawa
partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun
harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Teknologi pengolahan
yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pengolahan secara biologi,
pengolahan secara fisika, dan pengolahan secara kimia (Metcalf dan Eddy, 2004).
2. Limbah padat
Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik yang
berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik, serbuk besi,
serbuk kayu, kain, dll. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok sebagai
berikut:
Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa
bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme.
Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa dapur, sampah sayuran, kulit buah-buahan.
Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat
anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga
sulit membusuk. Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca, logam.
Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil pembakaran.
Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah membusuk.
Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa bangkai
binatang, seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati.
Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang berisi
berbagai sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan plastik.
Sampah industri (industrial waste), yaitu semua limbah padat yang bersal
daribuangan industri. Komposisi sampah ini tergantung dari jenis industrinya.
Penanganan limbah padat bisa dibedakan dari kegunaan atau fungsi limbah padat itu
sendiri. Limbah padat ada yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan lagi serta mempunyai
nilai ekonomis seperti plastik, tekstil, potongan logam, namun ada juga yang tidak bisa
dimanfaatkan lagi. Limbah padat yang tidak dapat dimanfaatkan lagi biasanya dibuang,
dibakar, atau ditimbun begitu saja. Beberapa industri tertentu limbah padat yang dihasilkan
terkadang menimbulkan masalah baru yang berhubungan dengan tempat atau areal luas yang
dibutuhkan untuk menampung limbah tersebut.
3. Limbah gas
Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Secara alami
udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dll. Penambahan gas ke
udara yang melampaui kandungan udara alami akan menurunkan kualitas udara. Limbah gas
yang dihasilkan berlebihan dapat mencemari udara serta dapat mengganggu kesehatan
masyarakat. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel
dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang
seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya
dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung.
Contoh limbah gas yang mencemari lingkungan yaitu limbah gas yang dihasilkan
pabrik karet remah khususnya bau (malodor) telah menimbulkan keresahan dan resistensi
dari masyarakat sekitarnya, hal ini disebabkan komponen senyawa dalam bahan olah
karet remah mengandung : R-CO-NH-R, R-NH2-COOH dan R-NH2-SH-R. Komponen
tersebut selama penyimpanan akan mengalami proses penguraian menjadi senyawa
berbau, antara lain : amonia, asam-asam organik, dan senyawa sulfida (Didin Suwardin
dkk., 2007).
Limbah adalah buangan dari kegiatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
proses – proses alam yang belum dapat dimanfaatkan karena pengolahannya tidak
ekonomis. Jika karena perkembangan teknologi nantinya buangan tersebut dapat
dimanfaatkan, maka buangan tersebut tidak dapat lagi disebut limbah.
Air dikatakan tercemar jika adanya penambahan makhluk hidup, energi atau
komponen lainnya baik sengaja maupun tidak, kedalam air baik oleh manusia
ataupun proses alam yang menyebabakan kualitas air turun sampai tingkat yang
menyebabkan air tidak sesuai dengan peruntukannya.
Limbah cair Tahu adalah air buangan yang berasal dari sisa proses produksi
industri Tahu. Limbah cair Tahu biasanya mengandung padatan berupa sisa kulit dari
kacang kedelai.
VSS 150
Total Kjeldahl nitrogen (TKN) 151.4
STKN 297.5
Total phosphorus 2.0232
Asiditas Total 1270
Zat Organik 9.449
Nitrat 25.355
Nitrit 0.0313
(Puteri Myrasandri, dkk 2004)
Tabel 1 Kandungan Limbah Padat Tahu
Komponen %
protein 8.66
lemak 3,79
air 51,63
abu 1,21
(Dinas
PeternakanProvinsi Jawa Timur, 2011)
Tabel 2 Kandungan Limbah Tahu
Secara umum sifat air limbah cair Tahu terbagi atas tiga karakteristik, yaitu :
1. Karakter fisik
a . Padatan(Solid)
Padatan terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang dapat
larut, mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan mengendap di
dasar air sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air penerima
(Sugiharto, 1987).
b.Bau (odor)
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan
zat-zat organik yang menghasilkan gas-gas tertentu juga karena adanya reaksi
kimia yang menimbulkan gas. Standar bau dinyatakan dalam bilangan ambang
bau (Threshold Odor Number) yang menunjukkan pengenceran maksimum dari
contoh air (limbah) hingga dihasilkan campuran yang tidak berbau lagi
(Sugiharto, 1987).
c.Warna (color)
Warna dibedakan menjadi true color dan apparent color. Warna yang bisa
diukur adalah true color, yaitu warna yang disebabkan oleh buangan terlarut pada
air limbah tersebut. Sedangkan apparent color disebabkan oleh warna-warna
bahan yang terlarut maupun yang tersuspensi. Secara kualitatif, keadaan limbah
dapat ditandai warna-warnanya. Air buangan yang baru dibuang biasanya
berwarna keabu-abuan. Jika senyawa organik yang ada mulai pecah oleh
aktivitas bakteri dan adanya oksigen terlarut direduksi menjadi nol, maka warna
biasanya berubah menjadi semakin gelap. Standar warna sebagai perbandingan
untuk contoh air adalah standar Pt-Co, dan satuan warna yang digunakan adalah
satuan Hazen. Untuk air minum warnanya tidak boleh lebih dari 50 satuan
Hazen (Sugiharto, 1987).
d.Temperatur
Temperatur air limbah mempengaruhi badan penerima jika terdapat
temperatur yang cukup besar. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan reaksi serta
tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologi (Sugiharto, 1987).
e.Kekeruhan (turbidity)
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi
pencahayaan kedalam air. Kekeruhan terjadi karena adanya zat-zat koloid yang
melayang dan zat-zat yang terurai menjadi ukuran yang lebih (tersuspensi) oleh
binatang , zat-zat organik, jasad renik, lumpur, tanah, tanah, dan benda-benda
lain yang melayang (Sugiharto,1987)
1. Sifat fisik
Sifat atau karakteristik air limbah secara umum adalah :
a. Padatan (solid) yang terkandung
Padatan dalam air limbah terdiri dari padatan tersuspensi dan senyawa yang larut
dalam air, padatan tersuspensi didapatkan dari hasil penyaringan yang dikeringkan
dan ditimbang beratnya, ketika padatan dinyalakan maka padatan yang mudah
menguap (volatil) akan terbakar dan padatan yang mudah terbakar ini biasanya
merupakan bahan organik (Rein Munter,2000).
b. Warna
Secara kualitatif, warna dapat digunakan untuk menilai secara umum bagaimana
kondisi air limbah. Air limbah yang baru dibuang biasanya berwarna abu-abu, jika
air limbah berwana abu-abu gelap atau hitam maka senyawa organik yang ada
mulai pecah oleh aktivitas bakteri dan adanya oksigen terlarut direduksi menjadi
nol (Rein Munter, 2000).
c. Bau (Odour)
Penentuan bau menjadi sangat penting bagi air limbah, karena adanya bau yang
dihasilkan oleh air limbah menyebabkan masyarakat lebih peduli terhadap
pengolahan yang tepat untuk air limbah, bau timbul karena adanya kegiatan
mikroorganisme yang menguraikan zat-zat organik yang menghasilkan gas-gas
tertentu juga karena adanya reaksi kimia yang menimbulkan gas, bau diukur
dengan pengenceran air limbah secara berturut-turut menggunakan air yang bebas
dari bau hingga menghasilkan campuran cairan yang tidak bau lagi (Rein Munter,
2000).
d. Temperatur
Air limbah pada umumnya mempunyai temperatur yang lebih tinggi dari sumber
air pada umumnya, pengukuran suhu menjadi sangat penting karena akan
mempengaruhi kecepatan reaksi, proses pengolahannya, serta tata kehidupan
dalam air (Rein Munter, 2000).
2. Kandungan Biologi
Pada air limbah karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol timbulnya
penyakit yang dikarenakan organisme patogen. Karakteristik biologi tersebut seperti bakteri
dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan stabilisasi senyawa
organik (Rein Munter, 2000).
3. Sifat Kimia
Sifat kimia disebabkan oleh adanya zat-zat organik di dalam limbah cair. Zat-zat
organik tersebut dapat menghasilkan oksigen di dalam limbah serta akan menimbulkan rasa
dan bau yang tdiak sedap. Bahan kimia yang penting yang ada di dalam limbah cair pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kandungan organik
Pada umumnya berisikan kombinasi dari karbon, hydrogen, dan oksigen dan
elemen lain seperti belerang, fosfat, dan besi. Pada umumnya bahan organik
dalam limbah berisikan 40-60% protein, 25-50% karbohidrat, dan lainnya
berupa lemak atau minyak (Silvana Safitri, 2009). Unutk menentukan
kandungan organik dlaam limbah cair umumnya dipakai parameter BOD dan
COD.
1. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan
bahan organik oleh bakteri aerobik melalui proses biologis serta
dekomposisi aerobik. Pemeriksaan BOD dilakukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat buangan dan untuk merancang sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar. Prinsip pemeriksaan BOD
berdasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen dalam air, dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri. Sebagai hasil dari
oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air, dan amoniak. Dengan
demikian zat organik yang ada di dalam air diukur berdasarkan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oksigen untuk mengoksidasi zat organik.
Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka semakin banyak
pula pemakaian oksigen didalam air, akibatnya akan menuju keadaan yang
anaerobik kemudian akan menyebabkan bau kurang sedap karena
timbulnya gas-gas. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat limbah cair dan juga diperlukan untuk mendesain
sistem untuk pengolahan limbah cair.
(Silvana Safitri, 2009)
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan analysis terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada di dalam limbah cair dengan
menggunakan pengoksidasi KcrO sebagai sumber oksigen. Angka COD
yang didapatkan merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik,
dimana secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
(Silvana Safitri, 2009)
b. Kandungan anorganik
1. DO (Dissolve Oxygen)
DO merupakan oksigen yang terlarut yang ada di dalam air, berasal dari
udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Apabila sungai menjadi
tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik maka
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk
mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang
dengan cepat.
(Silvana Safitri, 2009)
2. pH
Konsetrasi ion hidrogen (pH) merupakan parameter penting untuk kualitas
air dan kualitas air limbah. Baku mutu pH yang ditetapkan yaitu 6-9.
Apabila pH terlalu rendah maka akan mengakibatkan penurunan oksigen
terlarut dan penurunan konsumsi oksigen.
(Silvana Safitri, 2009)
3. NH3 (Ammonia)
Ammonia merupakan senyawa alkali berupa gas tidak berwarna dan dapat
larut dalam air. Pada kadar di bawah 1 ppm dapat dideteksi dengan adanya
bau menyengat. Kadar NH3 yang tinggi di dalam air selalu menunjukan
adanya pencemaran.
(Silvana Safitri, 2009)
Menurut Toerien et al., 1997, proses biokimia anaerobik dibagi menjadi empat fase
yang terdiri dari hidrolisa, asidogenesa, asetogenesa, dan metanogenesa.
1. Hidrolisa
Merupakan tahap pemutusan rantai atau pemecahan molekul bahan organik
kompleks yang panjang menjadi lebih pendek sehingga terbentuk bahan organik
yang lebih sederhana. Bahan organik sebagai sumber nutrien diserap dari substrat
atau dalam hal ini adalah limbah cair. Pemutusan rantai bertujuan untuk
mempermudah penyerapan atau pencernaan bahan organik oleh bakteri dalam
metabolismenya.
2. Asidogenesa
Pada tahap ini terjadi penguraian lebih lanjut dari materi organik hasil proses
hidrolisa menjadi senyawa-senyawa alkohol dan asam-asam volatil seperti
metanol, etanol, asam butirat, formiat, dan lain-lain. Proses ini dilakukan oleh
bakteri pembentuk asam yang bersifat fakultatif. Asam-asam yang terbentuk akan
menurunkan pH sehingga diperlukan kontrol pH agar tidak menghambat
pertumbuhan bakteri pembentukan metana yang membutuhkan pH optimal 6,5-8.
3. Asetogenesa
Asam-asam volatil, alkohol, dan sebagian materi-materi organik hasil proses
hidrolisa diubah menajdi asam asetat, asam formiat, H2, dan CO2. Tahapan ini
penting untuk menghindari akumulasi asam lemak volatil yang menghambat
terjadinya hambatan metanogenesa. Bila gas H2 tidak terbentuk maka fase
nonmetanogen menghasilkan sedikit penurunan COD karena tidak semua elektron
yang lepas dalam oksidasi senyawa organik diterima akseptor organik dalam
media.
4. Metanogenesa
Merupakan tahap terakhir proses anaerob dimana terbentuk metana (CH4) dan
CO2 sebagai produk akhir. Bakteri yang bekerja pada tahap ini adalah bakteri
pembentuk metan yang hanya dapat menggunakan substrat yang terbatas seperti
CO2, H2, asam asetat, asam format, metanol.
Agar proses pengolahan secara anaerobik lebih efisien maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
1. Tersedia cukup nutrien
2. Hindari adanya udara atau oksigen yang berlebih dalam reaktor
3. Hindari adanya zat toksik atau zat-zat lain yang bersifat sebagai inhibitor
4. Kondisi pH berkisar 6,8-7,2
5. Adanya alkalinitas yang cukup
6. Temperatur sekitar 30-38°C
7. Kandungan asam-asam volatil dalam reaktor tidak boleh terlalu tinggi
Sistem lumpur aktif adalah sistem yang paling banyak dilakukan. Di dalam limbah
yang menangandung bahan organik terdapat zat-zat yang merupakan makanan dan
kebutuhan-kebutuhan lain bagi mikroorganisme yang akan digunakan dalam proses lumpur
aktif. Proses lumpur aktif adalah adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara
biologi, yang pada prinsipnya memanfaatkan mikroorganisme yang mampu memecah bahan
organik dalam limbah cair dan proses lumpur aktif merupakan proses dimana limbah cair dan
lumpur aktif dicampur dalam satu reaktor. Salah satu parameter yang sering digunakan dalam
pengolahan limbah cair sistem lumpur aktif adalah Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS)
yang merupakan jumlah dari bahan organik dan mineral berupa padatan terlarut termasuk
organisme di dalamnya.
Komponen biologis lumpur aktif terdiri dari berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, fungi, dan protozoa. Proses pengolahan limbah secara biologi adalah cara yang
memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan dan menghilangkan material yang
terkandung di dalam air limbah serta menjadikan material yang terurai tadi menjadi tempat
berkembang biakan.
1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan ketika proses pengolahannya secara aerob tetapi untuk proses
anaerob keberadaan oksigen tidak diperbolehkan.
2. Nutrisi
Sumber nutrisi antara lain :
a. Mikro nutrien
Sumber mikronutrien yang penting antara lain adalah Zn, Mn, Mo, Se, Co, Cu,
dan Ni. Penggunaan mikro nutrien adalah 1-100µg/L karena jika terlalu banyak
justru merupakan racun bagi mikroorganisme.
b. Makro nutrien
Sumber makro nutrien yang sering ditambahkan antara lain N, S, P, K, Mg, Ca,
Fe, Na, Cl. Unsur nitrogen dan phospor yang digunakan biasanya diperoleh dari
urea dan TSP
3. pH
Derajat keasaman dan kebasaan akan mempengaruhi aktivitas enzim yang terdapat
dalam bakteri. pH optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu 6,7-7,5.
4. Temperatur
Pengaruh temperatur untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah proses kerja enzim
yang berperan dalam sintesis bahan-bahan organik terlarut dalam limbah cair.
Temperatur optimal dalam proses lumpur aktif adalah 32-36°C.
Mikroorganisme dalam lumpur aktif :
1. Bakteri
Jenis umum bakteri yang sering ditemukan dalam lumpur aktif antara lain Zoogle,
Flavobacterium, Comomonas, Bacillius, Alkaligenes, Brevibacterium, Pseudomonas,
Corynebacterium dan Acenetobactes.
2. Fungi
Yang umum ditemukan seperti Geotrichum, Penicilium, Alternaria, Clados Porium,
Chepalos Porium.
3. Protozoa
4. Rotifera
Paling sering ditemukan adalah jenis Lecane Monogononta dan Bdelloidea.
Aliran limbah cair diarahkan menuju ke bagian bawah sekat oleh susunan sekat yang
tergantung maupun tegak dan juga tekanan influen sehingga air limbah dapat mengalir dari
inlet menuju outlet. Akibat karakteristik aliran dalam reaktor ABR dan gas yang dihasilkan
dari tiap tiap kompartemen tersebut, mikroorganisme di dalam reaktor akan naik secara
perlahan dan kemudian membentuk lapisan lumpur yang melayang tetapi bergerak secara
horizontal turun ke bagian bawah reaktor dengan laju yang relatif lambat sehingga
meningkatkan waktu tinggal sel.
METODE PENELITIAN
Limbah Tahu
Penyiapan
lumpur aktif
Fermentasi
Anaerob
Didiamkan
sampai waktu
yang ditentukan
Analisa kadar
COD
suhu 70-80oC. Titrasi dengan KMnO4 standar sampai tercapai TAT (a ml).
7. Data hasil analisis kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan penelitian
sebagai berikut:
Tahap 1 : Penyiapan lumpur aktif
Tahap 2 : Analisa awal limbah
Tahap 3 : Proses fermentasi
Tahap 4 : Analisa hasil
3.1.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair Tahu yang didapatkan dari pabrik
tahu yang ada di Semarang.
1) Variabel Tetap
Tekanan : 1 atmosfer
Volum bak : 60 L
Jenis metode : Anaerob
Bahan pengurai limbah : Lumpur aktif
Suhu : 300C (suhu ruangan)
pH lumpur aktif : 7 - 7,5
Waktu tinggal : 2-3 hari
Laju alir limbah (Q) : 20 L/hari
2) Variabel Berubah
Tinggi lumpur : 55%V, 45%V, dan 35%V
Konsentrasi limbah awal (C): 5.000 mg/L 10.000 mg/L 15.000 mg/L dan
20.000 mg/L
3.2.2 Alat
Alat utama :
Alat tambahan lain yang digunakan antara lain : pompa,thermometer, indikator pH, pipet
tetes, buret, statif, klem, labu takar, erlenmeyer, pengaduk, beaker glass, dan gelas ukur.
Metoda : - Refluk
- Titrimetri
Cara Uji
a. Prinsip
Zat organik dioksidasikan dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam
(reaksi 1). Kelebihan K2Cr2O7 dititrasi kembali dengan garam ferro
ammonium sulfat (reaksi 2) dengan menggunakan indikator ferroin reaksinya
adalah sebagai berikut :
(1). CnHaOb + CrO7= ---> nCO2 + a + 8c H2O + 2c Cr+3 2
dimana :
2n a b
C = ------- + ------ - -----
3 b 3
Peralatan
Alat refluks.
Terdiri dari bejana erlenmeyer 500 atau 250 mL dan kondensor liebig 300 mm
dengan sistem gram gelas Joint Hot Plate. Dengan daya pemanas 1,4 Watt/cm2
atau ekivalent untuk dapat mendidihkan air dalam refluks.
Pereaksi
- Standard kalium dikromat 0,250 N
Larutkan 12,259 g K2Cr2O7 (kualitas p.a dan telah dipanaskan 1030 C selama
2 jam) dalam 1000 mL air suling.
- Asam sulfat
H2SO4 yang telah ditambahkan 22 g Ag2SO4 per 4 kg asam (botol 9 lb).
Pelarutan garam di dalam asam tersebut memerlukan waktu 1 - 2 hari.
- Titrasi standard Ferro ammonium sulfat 0,1 N
Larutkan 39 g Fe(NH4)2(SO4).6H2O di dalam air suling tambahkan 20 mL
H2SO4 pekat, dinginkan dan encerkan menjadi 1 liter. Larutan ini
distandarisasi setiap hari dengan standar K2Cr2O7.
Standarisasi :
Encerkan 10 mL standard K2Cr2O7 dalam air suling menjadi 100 mL.
Tambahkan 30 mL H2SO4 dan dinginkan, titrasi dengan ferro ammonium
sulfat dengan menggunakan indikator ferroin 2 - 3 tetes (0,1 - 0,15 mL).
mL K2Cr2O7 x 0,25
Normalisasi = -----------------------------
mL Fe (NH4)2(SO4)2
- Indikator Ferroin
Larutkan 1,485 g 1,10 fenanthroline monohidrat, bersama dengan 695 mg
FeSO4.7H2O di dalam air suling dan encerkan sampai 100 mL. Larutan
indikator harus dibuat segar.
- Merkuri sulfat, HgSO4 kristal
- Asam sulfamat, diperlukan apabila gangguan nitrat dihilangkan.
Cara Kerja
COD lebih dari 50 mg/L.
Contoh air 50 mL atau contoh yang telah diencerkan menjadi 50 mL,
tuangkan ke dalam bejana refluks kapasitas 500 mL. Tambahkan 1 g HgSO4,
batu didih dan 5 mL reagen H2SO4 yang dituangkan dengan hati-hati dan
diaduk untuk melarutkan HgSO4 yang selama mencampur bejana didinginkan
untuk mencegah penguapan, tambahkan dan campurkan 25 mL 0,25 N
K2Cr2O7. Hubungkan kondensor dengan air pendingin. Tambahkan sisa
H2SO4 sebanyak 70 mL melalui kondensor dan campurkan dengan
menggoyang-goyang bejana refluks selama 2 jam.
Dinginkan dan bilas kondensor dengan air suling.
Encerkan campuran tersebut kira-kira 2 kali dengan air suling, dan
dinginkan sampai temperatur ruangan.
Kelebihan dikromat dititrasi dengan larutan standard ferro ammonium
dengan indikator ferroin sebanyak 2 - 3 tetes ( 0,10 - 0,15 mL), sampai terjadi
perubahan warna pertama dari biru hijau menjadi coklat merah.
Perhitungan
mg/L COD = ( a - b ) c x 8000/mL sampel
a : volume ferro ammonium sulfat yang dibutuhkan untuk titrasi blanko
b : volume ferro ammonium sulfat yang dibutuhkan untuk titrasi sampel
c : normalitas Ammonium ferro sulfat yang digunakan