Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL PENELITIAN

Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu Dengan Lumpur Aktif Secara


Anaerobik Menggunakan Anaerobic Baffled Reactor

Disusun oleh:
Efraim Ade Novian Ginting 21030113120046
Willbram Agave Hutagalung 21030113140149

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Industri tahu merupakan industri rumah tangga dengan modal kecil dan mempunyai
banyak keuntungan yang besar dan juga industri yang banyak di Indonesia, limbah yang di
hasilkan oleh industri tahu sangat berbahaya apabila tidak ditangani secara serius karena
limbah cair tahu pasti dibuang langsung ke lingkungan dan itu akan besifat negatif bagi
lingkungan yang di cemari oleh limbah cair tahu maka dari itu perlu penanganan yang
serius. Di Indonesia sendiri penanganan limbah cair tahu sangat kurang karena masalah
biaya dan juga pengetahuan cara mengelolah limbah pabrik cair tahu maka dari itu
penelitian kami akan memberikan cara penanganan limbah cair tahu yang mudah dan tidak
terlalu banyak mengeluarkan biaya serta menghasilkan sumber energi yang terbarukan, yaitu
biogas. Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik seperti limbah cair tahu,
kotoran manusia, kotoran hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable
atau setiap limbah organik yang biodegradable dalam kondisi anaerob dapat dimanfaatkan
menjadi energi melalui proses anaerob. Biogas ini merupakan peluang besar untuk
menghasilkan energi alternatif sehingga akan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
Biogas dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan maupun untuk menghasilkan
listrik. Biogas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerob sangat populer digunakan untuk
mengolah limbah biodegradable karena bahan bakar dapat dihasilkan sambil
menghancurkan bakteri patogen dan sekaligus mengurangi volume limbah buangan. Metana
dalam biogas, bila terbakar akan relatif lebih bersih daripada batu bara, dan menghasilkan
energi yang lebih besar dengan emisi karbon dioksida yang lebih sedikit. Pemanfaatan
biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan
gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan
karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh
fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah
jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar fosil. Saat
ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah
cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada
tempat pengolahan limbah
Pemanfaatan limbah cair domestik merupakan salah satu cara untuk memproduksi energi
terbaharukan. Selain menghasilkan biogas, keuntungannya lainnya juga mengolah limbah,
sehingga dapat mengurangi pencemaran air. Limbah cair yang termasuk limbah rumah tangga
pada dasarnya hanya mengandung zat-zat organik yang dengan pengolahan yang sederhana
atau secara biologi dapat menghilangkan polutan yang terdapat di dalamnya. Penguraian
polutan tersebut dilakukan oleh mikroorganisme yang tidak memerlukan oksigen bebas atau
secara anaerob.

1.2 Rumusan Masalah


Masalah yang dihadapi dalam penelitian kali ini adalah bagaimana cara mengolah limbah
cair produksi tahu agar limbah yang dihasilkan tidak lagi mencemari lingkungan dan baku
mutu yang dibuang ke lingkungan sama dengan baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan
Gubernur Jawa Tengah No 72 Tahun 2013.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh puji rahmi pada tahun 2013 yaitu pengolahan
limbah domestik dengan metode anaerobik menggunakan lumpur aktif, salah satunya
bertujuan untuk menguji pengaruh ketinggian lumpur dalam reaktor terhadap penurunan
kadar COD dan juga volume gas yang diketahui , proses ini dipilih karena limbah cair
industri tahu memiliki kadar COD lebih dari 1000 mg/L, mampu menghasilkan penurunan
nilai COD berkisar 70% dan 80%, Jika limbah cair diolah menggunakan metode lain seperti
koagulasi dan flokulasi maka membutuhkan biaya yang cukup mahal serta akan
menghasilkan limbah padat yang tentunya akan menimbulkan masalah baru (Dian Risdianto,
2007).
Oleh karena itu pada penelitian kali ini pengolahan limbah cair industri tahu akan
memanfaatkan lumpur aktif yang diolah secara anaerobik dan diharapkan mampu
menurunkan kadar COD dalam limbah.

1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh waktu tinggal terhadap penurunan COD dari limbah yang
telah divariasikan konsentrasinya.
2. Mengetahui pengaruh waktu tinggal terhadap efisiensi penyisihan COD limbah
yang telah divariasikan kosnsentrasinya.
3. Mengetahui pengaruh variasi tinggi lumpur terhadap penurunan COD awal 10.000
mg/L selama waktu tinggal hidrolik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Bahan Baku Tahu

a. Kacang Kedelai
Kacang kedelai berperan besar dalam pembuatan tahu, Kedelai dianggap sebagai
protein lengkap karena adanya jumlah asam amino esensial.
b. Bahan-Bahan Lainnya.
Air juga sebagai bahan pembuatan tahu yang berperan besar sebagai
pencucian,perendaman dan juga sebagai perebusan

II.2 Proses pembuatan tahu


1. Kedelai yang telah dipilih dibersihkan dan disortasi. Pembersihan dilakukan
dengan ditampi atau menggunakan alat pembersih.
2. Perendaman dalam air bersih agar kedelai dapat mengembang dan cukup lunak
untuk digiling. Lama perendaman berkisar 4 - 10 jam.
3. Pencucian dengan air bersih. Jumlah air yang digunakan tergantung pada
besarnya atau jumlah kedelai yang digunakan.
4. Penggilingan kedelai menjadi bubur kedelai dengan mesin giling. Untuk
memperlancar penggilingan perlu ditambahkan air dengan jumlah yang sebanding
dengan jumlah kedelai.
5. Pemasakan kedelai dilakukan di atas tungku dan dididihkan selama 5 menit.
Selama pemasakan ini dijaga agar tidak berbuih, dengan cara menambahkan air
dan diaduk.
6. Penyaringan bubur kedelai dilakukan dengan kain penyaring. Ampas yang
diperoleh diperas dan dibilas dengan air hangat. Jumlah ampas basah kurang lebih
70% sampai 90% dari bobot kering kedelai.
7. Setelah itu dilakukan penggumpalan dengan menggunakan air asam, pada suhu
500C, kemudian didiamkan sampai terbentuk gumpalan besar. Selanjutnya air di
atas endapan dibuang dan sebagian digunakan untuk proses penggumpalan
kembali.
8. Langkah terakhir adalah pengepresan dan pencetakan yang dilapisi dengan kain
penyaring sampai padat. Setelah air tinggal sedikit, maka cetakan dibuka dan
diangin-anginkan.

(Sulsel.litbang.pertanian.go.id)
II.3 Jenis-Jenis Limbah
Limbah merupakan buangan dalam bentuk zat cair, padat, maupun gas yang
mengandung bahan berbahaya, beracun, dapat mencemari atau merusak lingkungan, dan
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk
hidup lainnya (Dyah Chandra, 2012). Hampir semua kegiatan industrial menghasilkan
limbah.

Pengelompokan limbah berdasarkan wujudnya dapat dibagi menjadi tiga diantaranya


yaitu: limbah cair, limbah padat, limbah gas.

1. Limbah cair
Limbah cair lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas
domestik yang berupa cairan (Paula Pola dkk., 2012). Limbah cair dapat berupa air beserta
bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah
cair dapat diklasifikasikan dalam empat kelompok diantaranya yaitu:
 Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari
perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran, contohnya
yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air tinja.
 Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri.
Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air dari industri
pengolahan makanan, sisa cucian daging, buah, atau sayur.
 Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari
berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan
ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat merembes ke
dalam saluran pembuangan melalui pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan
luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka atau yang terhubung
kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin ruangan
(AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan.
 Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas
permukaan tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan membawa
partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga dapat disebut limbah cair.

(PH Doraja dkk., 2012).


Limbah cair yang tidak ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan dampak
yang besar bagi pencemaran lingkungan serta dapat menjadi sumber penyakit bagi
masyarakat. Bagi industri-industri besar, seperti industri pulp dan kertas, teknologi
pengolahan limbah cair yang dihasilkannya mungkin sudah memadai, namun tidak demikian
bagi industri kecil atau sedang. Selain itu, limbah cair domestik biasanya tidak terlalu
diperhatikan namun apabila dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menjadi
masalah bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, limbah air deterjen sisa
cucian apabila dibiarkan dalam jangka panjang akan menjadi sumber pencemaran lingkungan
dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Mengingat penting dan besarnya dampak
yang ditimbulkan oleh limbah cair bagi lingkungan, sehingga penting bagi sektor industri
maupun domestik untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.

(Akpor dan Muchie,2011)

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun
harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat. Teknologi pengolahan
yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.
Pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pengolahan secara biologi,
pengolahan secara fisika, dan pengolahan secara kimia (Metcalf dan Eddy, 2004).

2. Limbah padat

Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik yang
berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik, serbuk besi,
serbuk kayu, kain, dll. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok sebagai
berikut:

 Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa
bahan-bahan organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme.
Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa dapur, sampah sayuran, kulit buah-buahan.
 Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat
anorganik atau organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga
sulit membusuk. Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca, logam.
 Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil pembakaran.
Sampah ini mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah membusuk.
 Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa bangkai
binatang, seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati.
 Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang berisi
berbagai sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan plastik.
 Sampah industri (industrial waste), yaitu semua limbah padat yang bersal
daribuangan industri. Komposisi sampah ini tergantung dari jenis industrinya.

Penanganan limbah padat bisa dibedakan dari kegunaan atau fungsi limbah padat itu
sendiri. Limbah padat ada yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan lagi serta mempunyai
nilai ekonomis seperti plastik, tekstil, potongan logam, namun ada juga yang tidak bisa
dimanfaatkan lagi. Limbah padat yang tidak dapat dimanfaatkan lagi biasanya dibuang,
dibakar, atau ditimbun begitu saja. Beberapa industri tertentu limbah padat yang dihasilkan
terkadang menimbulkan masalah baru yang berhubungan dengan tempat atau areal luas yang
dibutuhkan untuk menampung limbah tersebut.

(Sukarna Sidik, 2008)

3. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Secara alami
udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dll. Penambahan gas ke
udara yang melampaui kandungan udara alami akan menurunkan kualitas udara. Limbah gas
yang dihasilkan berlebihan dapat mencemari udara serta dapat mengganggu kesehatan
masyarakat. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu partikel
dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan mata telanjang
seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran berbentuk gas hanya
dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun akibat langsung.

(Didin Suwardin dkk., 2007).


Tabel 2.1 Beberapa macam limbah gas yang umum ada di udara

No. Jenis Keterangan


1. Karbon monoksida (CO) Gas tidak berwarna, tidak berbau
2. Karbon dioksida (CO2) Gas tidak berwarna, tidak berbau
3. Nitrogen oksida (NOx) Gas berwarna dan berbau
4. Sulfur oksida (SOx) Gas tidak berwarna dan berbau tajam
5. Asam klorida (HCl) Berupa uap
6. Amonia (NH3) Gas tidak berwarna, berbau
7. Metan (CH4) Gas berbau
8. Hidrogen fluorida (HF) Gas tidak berwarna
9. Nitrogen sulfida (NS) Gas berbau
10. Klorin (Cl2) Gas berbau
Sumber : Saiful Anam, 2011

Contoh limbah gas yang mencemari lingkungan yaitu limbah gas yang dihasilkan
pabrik karet remah khususnya bau (malodor) telah menimbulkan keresahan dan resistensi
dari masyarakat sekitarnya, hal ini disebabkan komponen senyawa dalam bahan olah
karet remah mengandung : R-CO-NH-R, R-NH2-COOH dan R-NH2-SH-R. Komponen
tersebut selama penyimpanan akan mengalami proses penguraian menjadi senyawa
berbau, antara lain : amonia, asam-asam organik, dan senyawa sulfida (Didin Suwardin
dkk., 2007).

II.4 Limbah Saus Tomat

Limbah adalah buangan dari kegiatan manusia, makhluk hidup lainnya dan
proses – proses alam yang belum dapat dimanfaatkan karena pengolahannya tidak
ekonomis. Jika karena perkembangan teknologi nantinya buangan tersebut dapat
dimanfaatkan, maka buangan tersebut tidak dapat lagi disebut limbah.
Air dikatakan tercemar jika adanya penambahan makhluk hidup, energi atau
komponen lainnya baik sengaja maupun tidak, kedalam air baik oleh manusia
ataupun proses alam yang menyebabakan kualitas air turun sampai tingkat yang
menyebabkan air tidak sesuai dengan peruntukannya.
Limbah cair Tahu adalah air buangan yang berasal dari sisa proses produksi
industri Tahu. Limbah cair Tahu biasanya mengandung padatan berupa sisa kulit dari
kacang kedelai.

II.4 Karakteristik Limbah Cair Saus tomat


Karakteristik Air Limbah industri Tahu:

Tabel 2.1 Karakteristik Limbah Cair Tahu


Parameter Konsentrasi rata-rata (mg/L)
pH 5–9
Alkalinity 860
COD 8640
BOD 6.586
TSS 2350

VSS 150
Total Kjeldahl nitrogen (TKN) 151.4
STKN 297.5
Total phosphorus 2.0232
Asiditas Total 1270
Zat Organik 9.449
Nitrat 25.355
Nitrit 0.0313
(Puteri Myrasandri, dkk 2004)
Tabel 1 Kandungan Limbah Padat Tahu

Komponen %

protein 8.66

lemak 3,79

air 51,63

abu 1,21
(Dinas
PeternakanProvinsi Jawa Timur, 2011)
Tabel 2 Kandungan Limbah Tahu

(Sumber : Lazosd & Kalathenos, 1988)

Secara umum sifat air limbah cair Tahu terbagi atas tiga karakteristik, yaitu :
1. Karakter fisik
a . Padatan(Solid)
Padatan terdiri dari bahan padat organik maupun anorganik yang dapat
larut, mengendap atau tersuspensi. Bahan ini pada akhirnya akan mengendap di
dasar air sehingga menimbulkan pendangkalan pada dasar badan air penerima
(Sugiharto, 1987).
b.Bau (odor)
Bau timbul karena adanya kegiatan mikroorganisme yang menguraikan
zat-zat organik yang menghasilkan gas-gas tertentu juga karena adanya reaksi
kimia yang menimbulkan gas. Standar bau dinyatakan dalam bilangan ambang
bau (Threshold Odor Number) yang menunjukkan pengenceran maksimum dari
contoh air (limbah) hingga dihasilkan campuran yang tidak berbau lagi
(Sugiharto, 1987).
c.Warna (color)
Warna dibedakan menjadi true color dan apparent color. Warna yang bisa
diukur adalah true color, yaitu warna yang disebabkan oleh buangan terlarut pada
air limbah tersebut. Sedangkan apparent color disebabkan oleh warna-warna
bahan yang terlarut maupun yang tersuspensi. Secara kualitatif, keadaan limbah
dapat ditandai warna-warnanya. Air buangan yang baru dibuang biasanya
berwarna keabu-abuan. Jika senyawa organik yang ada mulai pecah oleh
aktivitas bakteri dan adanya oksigen terlarut direduksi menjadi nol, maka warna
biasanya berubah menjadi semakin gelap. Standar warna sebagai perbandingan
untuk contoh air adalah standar Pt-Co, dan satuan warna yang digunakan adalah
satuan Hazen. Untuk air minum warnanya tidak boleh lebih dari 50 satuan
Hazen (Sugiharto, 1987).
d.Temperatur
Temperatur air limbah mempengaruhi badan penerima jika terdapat
temperatur yang cukup besar. Hal ini akan mempengaruhi kecepatan reaksi serta
tata kehidupan dalam air. Perubahan suhu memperlihatkan aktivitas kimiawi dan
biologi (Sugiharto, 1987).
e.Kekeruhan (turbidity)
Kekeruhan menunjukkan sifat optis air yang akan membatasi
pencahayaan kedalam air. Kekeruhan terjadi karena adanya zat-zat koloid yang
melayang dan zat-zat yang terurai menjadi ukuran yang lebih (tersuspensi) oleh
binatang , zat-zat organik, jasad renik, lumpur, tanah, tanah, dan benda-benda
lain yang melayang (Sugiharto,1987)

II.6 Karakteristik Limbah Cair


Air limbah sesuai dengan asalnya mempunyai komposisi yang sangat bervariasi pada
setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar zat-zat yang terdapat di dalam air
limbah secara detail (kandungan dan sifatnya) , mempunyai sifat yang dibedakan menjadi
tiga bagian besar antara lain sifat fisik, kimia, dan biologi.

1. Sifat fisik
Sifat atau karakteristik air limbah secara umum adalah :
a. Padatan (solid) yang terkandung
Padatan dalam air limbah terdiri dari padatan tersuspensi dan senyawa yang larut
dalam air, padatan tersuspensi didapatkan dari hasil penyaringan yang dikeringkan
dan ditimbang beratnya, ketika padatan dinyalakan maka padatan yang mudah
menguap (volatil) akan terbakar dan padatan yang mudah terbakar ini biasanya
merupakan bahan organik (Rein Munter,2000).
b. Warna
Secara kualitatif, warna dapat digunakan untuk menilai secara umum bagaimana
kondisi air limbah. Air limbah yang baru dibuang biasanya berwarna abu-abu, jika
air limbah berwana abu-abu gelap atau hitam maka senyawa organik yang ada
mulai pecah oleh aktivitas bakteri dan adanya oksigen terlarut direduksi menjadi
nol (Rein Munter, 2000).
c. Bau (Odour)
Penentuan bau menjadi sangat penting bagi air limbah, karena adanya bau yang
dihasilkan oleh air limbah menyebabkan masyarakat lebih peduli terhadap
pengolahan yang tepat untuk air limbah, bau timbul karena adanya kegiatan
mikroorganisme yang menguraikan zat-zat organik yang menghasilkan gas-gas
tertentu juga karena adanya reaksi kimia yang menimbulkan gas, bau diukur
dengan pengenceran air limbah secara berturut-turut menggunakan air yang bebas
dari bau hingga menghasilkan campuran cairan yang tidak bau lagi (Rein Munter,
2000).
d. Temperatur
Air limbah pada umumnya mempunyai temperatur yang lebih tinggi dari sumber
air pada umumnya, pengukuran suhu menjadi sangat penting karena akan
mempengaruhi kecepatan reaksi, proses pengolahannya, serta tata kehidupan
dalam air (Rein Munter, 2000).
2. Kandungan Biologi
Pada air limbah karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol timbulnya
penyakit yang dikarenakan organisme patogen. Karakteristik biologi tersebut seperti bakteri
dan mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan stabilisasi senyawa
organik (Rein Munter, 2000).
3. Sifat Kimia
Sifat kimia disebabkan oleh adanya zat-zat organik di dalam limbah cair. Zat-zat
organik tersebut dapat menghasilkan oksigen di dalam limbah serta akan menimbulkan rasa
dan bau yang tdiak sedap. Bahan kimia yang penting yang ada di dalam limbah cair pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kandungan organik
Pada umumnya berisikan kombinasi dari karbon, hydrogen, dan oksigen dan
elemen lain seperti belerang, fosfat, dan besi. Pada umumnya bahan organik
dalam limbah berisikan 40-60% protein, 25-50% karbohidrat, dan lainnya
berupa lemak atau minyak (Silvana Safitri, 2009). Unutk menentukan
kandungan organik dlaam limbah cair umumnya dipakai parameter BOD dan
COD.
1. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan untuk menguraikan
bahan organik oleh bakteri aerobik melalui proses biologis serta
dekomposisi aerobik. Pemeriksaan BOD dilakukan untuk menentukan
beban pencemaran akibat buangan dan untuk merancang sistem
pengolahan biologis bagi air yang tercemar. Prinsip pemeriksaan BOD
berdasarkan atas reaksi oksidasi zat organik dengan oksigen dalam air, dan
proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri. Sebagai hasil dari
oksidasi akan terbentuk karbon dioksida, air, dan amoniak. Dengan
demikian zat organik yang ada di dalam air diukur berdasarkan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oksigen untuk mengoksidasi zat organik.
Semakin banyak zat organik yang diuraikan maka semakin banyak
pula pemakaian oksigen didalam air, akibatnya akan menuju keadaan yang
anaerobik kemudian akan menyebabkan bau kurang sedap karena
timbulnya gas-gas. Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban
pencemaran akibat limbah cair dan juga diperlukan untuk mendesain
sistem untuk pengolahan limbah cair.
(Silvana Safitri, 2009)
2. COD (Chemical Oxygen Demand)
COD merupakan analysis terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi zat-zat organik yang ada di dalam limbah cair dengan
menggunakan pengoksidasi KcrO sebagai sumber oksigen. Angka COD
yang didapatkan merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat organik,
dimana secara alami dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologi yang
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
(Silvana Safitri, 2009)
b. Kandungan anorganik
1. DO (Dissolve Oxygen)
DO merupakan oksigen yang terlarut yang ada di dalam air, berasal dari
udara dan hasil proses fotosintesis tumbuhan air. Apabila sungai menjadi
tempat pembuangan limbah yang mengandung bahan organik maka
sebagian besar oksigen terlarut digunakan bakteri aerob untuk
mengoksidasi karbon dan nitrogen dalam bahan organik menjadi
karbondioksida dan air. Sehingga kadar oksigen terlarut akan berkurang
dengan cepat.
(Silvana Safitri, 2009)
2. pH
Konsetrasi ion hidrogen (pH) merupakan parameter penting untuk kualitas
air dan kualitas air limbah. Baku mutu pH yang ditetapkan yaitu 6-9.
Apabila pH terlalu rendah maka akan mengakibatkan penurunan oksigen
terlarut dan penurunan konsumsi oksigen.
(Silvana Safitri, 2009)
3. NH3 (Ammonia)
Ammonia merupakan senyawa alkali berupa gas tidak berwarna dan dapat
larut dalam air. Pada kadar di bawah 1 ppm dapat dideteksi dengan adanya
bau menyengat. Kadar NH3 yang tinggi di dalam air selalu menunjukan
adanya pencemaran.
(Silvana Safitri, 2009)

II.7 Pengolahan Air Limbah


Pengolahan merupakan proses menghilangkan racun atau substansi berbahaya yang
bisa menghentikan siklus biologis dan reaksi kimia. Pada umumnya bahan pencemar yang
menjadi perhatian utama adalah bahan-bahan organik yang larut dan tidak larut, berbentuk
senyawa nitrogen, fosfor, dan materi inert lainnya yang tidak larut.
Berdasarkan proses yang berlangsung, pengolahan air limbah dapat dibagai menjadi
tiga macam, yaitu pengolahan secara kimia, fisika, dan biologi.
1. Pengolahan air limbah secara fisika
Merupakan proses pengolahan limbah tanpa adanya reaksi kimia atau biologi.
Setiap tahap dari proses fisika melibatkan tahapan pemisahan materi tersuspensi
dari fase fluidanya.
2. Pengolahan air limbah kimia
Merupakan proses pengolahan limbah yang memanfaatkan reaksi-reaksi kimia
untuk mentransformasikan limbah berbahaya menjadi tidak berbahaya. Berbagai
bentuk pengolahan misalnya : netralisasi, koagulasi-flokulasi, oksidasi dan
reduksi, penukaran ion, khlorinasi.
3. Pengolahan air limbah biologi
Merupakan proses pengolahan limbah dengan memanfaatkan aktivitas
mikroorganisme, terutama bakteri untuk mendegradasi polutan-polutan yang
terdapat dalam air limbah.
(Metcalf dan Eddy, 1991)
II.8 Pengolahan Secara Biologis
Merupakan metode pengolahan yang menggunakan aktivitas biologi dalam
penyisihan bahan-bahan pencemar, pengolahan air buangan secara biologi didasarkan pada
penggunaan substansi-substansi pencemar air sebagai nutrien oleh campuran populasi
mikroorganisme, mekanisme ini berlangsung secara alamiah dalam air yang sehat, seperti
danau dan sungai sebagai proses purifikasi (Dyah Chandra, 2012).
Tujuan dari pengolahan air buangan secara biologi adalah untuk menstabilisasi materi
organik terlarut serta mengkoagulasi dan menyisihkan padatan koloid (Metcalf dan Eddy,
1991). Kehadiran mikroorganisme sangat mutlak dalam pengolahan biologi dan
memanfaatkan kemampuan mikroorganisme utnuk mengubah bahan koloid dan materi
organik karbon terlarut menjadi berbagai jenis gas maupun sel-sel baru.
Pengolahan limbah secara biologi dapat diklasifikasikan menajdi tiga berdasarkan
pendekatan lingkungan prosesnya :
1. Proses aerob
Merupakan proses yang terjadi di dalam lingkungan yang mengandung oksigen
terlarut dalam jumlah yang cukup, sehingga oksigen bukan menjadi faktor pembatas
pertumbuhan dan oksigen berfungsi mutlak sebagai terminal akseptor elektron.
2. Proses Anaerob
Merupakan proses yang terjadi di dalam lingkungan yang tidak mengandung oksigen,
sehingga merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan mikroorganisme.
3. Proses Anoksik
Merupakan proses yang memakai senyawa inorganik teroksidasi sebagai akseptor
elektron Sebagai contoh oksidasi ammonia dan nitrit menjadi nitrat terjadi pada
kondisi anoksik dilakukan oleh bakteri nitrifikasi.
II.9 Pengolahan Limbah Cair secara Anaerobic
Beberapa limbah industri dengan kadar COD dan BOD tinggi lebih efektif diolah
menggunakan proses anaerob. Pengolahan limbah anaerob adalah sebuah metode biological
untuk menguraikan bahan organik atau anorganik tanpa kehadiran oksigen. Produk akhir dari
degradasi anaerob adalah gas dengan komposisi paling banyak yaitu gas metana (CH4) dan
karbondioksida (CO2), serta sebagian kecil gas sulfide (H2S) dan hydrogen (H2). Proses yang
terlibat adalah fermentasi asam dan fermentasi metana.
Dalam proses anaerob ini penguraian bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme
yang dibagi ke dalam dua kelompok yaitu kelompok mikroorganisme yang menghidrolisa
dan memfermentasi komponen organik kompleks menjadi komponen organik sederhana
seperti asam asetat dan asam propinoat, kelompok bakteri ini terdiri dari bakteri anaerob dan
fakultatif yang disebut pembentuk asam. Kelompok mikroorganisme yang kedua yaitu
mikroorganisme yang mengubah asam organik yang dibentuk oleh mikroorganisme satu
menjadi gas methane dan CO2, bakteri ini disebut bakteri methane. Beberapa kelompok
bakteri anaerob dan fakultatif yang lain memanfaatkan macam-macam ion anorganik yang
ada di dalam lumpur seperti mereduksi ion sulfat (SO42-) menjadi ion sulfit (S2-) dan
mereduksi nitrat (NO3-) menjadi nitrogen (N2). Sistem pengolahan limbah secara anaerob
dijaga kestabilannya agar proses berjalan secara effisien dengan cara mempertahankan
keseimbangan antara bakteri pembentuk asam dan methane. Reaktor harus bebas dari oksigen
dan logam berat lainnya, serta pH lingkungan harus dijaga agar berada pada rentang 6,6-7,6.
Selain lebih efektif untuk mengolah limbah dengan kadar BOD dan COD yang lebih tinggi,
pengolahan limbah cair secara anaerob juga mempunyai kelebihan lainnya seperti
menghasilkan biogas, tidak membutuhkan energi untuk oksidasi, membutuhkan area lebih
kecil, dan menghasilkan lumpur yang relatif sedikit.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses anaerobik antara lain :
1. Temperatur
Gas dapat dihasilkan jika suhu antara 4-60°C dan suhu dijaga konstan. Bakteri akan
menghasilkan enzim yang lebih banyak pada temperatur optimum. Semakin tinggi
temperatur maka reaksi juga akan semakin cepat tetapi bakteri akan semakin
berkurang.
2. pH (keasaman)
Bakteri penghasil metana sangat sensitif terhadap perubahan pH. Rentang pH
optimum untuk jenis bakteri penghasil metana antara 6,6-7,6. Bakteri yang tidak
menghasilkan metana tidak begitu sensitif terhadap pH dan dapat bekerja dengan
rentang pH antara 5-8,5. Karena proses anaerobik terdiri dari dua tahap yaitu
pembentukan asam dan pembentukan metana maka pengaruh pH awal sangat penting.
Tahap pembentukan asam akan menimbulkan penurunan pH awal, jika penurunannya
cukup besar maka akan menghambat aktivitas mikroorganisme panghasil metana.
3. Konsentrasi subtrat
Sel mikroorganisme mengandung carbon, nitrogen, posfor, dan sulfur dengan
perbandingan 100:1:1:1. Untuk pertumbuhan mikroorganisme, unsur-unsur di atas
harus ada pada sumber makanannya (substrat), konsentrasi substrat dapat
mempengaruhi kinerja mikroorganisme. Kondisi yang optimum dicapai jika jumlah
mikroorganisme sebanding dengan konsentrasi substrat. Kandungan air dalam
substrat dan homogenitas sistem juga mempengaruhi kinerja mikroorganisme, karena
kandungan air yang tingi akan mempermudah proses penguraian sedangkan
homogenitas membuat kontak antar mikroorganisme dengan substrat menjadi lebih
intim.
4. Zat beracun
Zat organik maupun anorganik, baik yang terlarut maupun tersuspensi dapat menjadi
penghambat bagi pertumbuhan mikroorganisme jika terdapat pada konsentrasi tinggi.
Beberapa senyawa organik terlarut dan senyawa anorganik yang dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme :
Tabel 2.2 Senyawa organik terlarut yang dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme
Senya Senyawa Konsentrasi
Formaldehid 50-200
Chloroform 0,5
Ethyl Benzene 200-1000
Ethylene 5
Kerosene 200
Deterjen 1% dari berta kering

Tabel 2.3 Senyawa anorganik yang dapat menghambat pertumbuhan


mikroorganisme
Senyawa Konsentrasi
Na+ 3500-5500
K+ 2500-4500
Ca2+ 2500-4500
Mg2+ 1000-1500
NH+ 1500-3000
S2- 200
Cu 50-70
Cr (IV) 3 (larut)
Cr (III) 180-240
Ni 2 (larut)

(B. Mrowiec dkk., 2007)

Menurut Toerien et al., 1997, proses biokimia anaerobik dibagi menjadi empat fase
yang terdiri dari hidrolisa, asidogenesa, asetogenesa, dan metanogenesa.

1. Hidrolisa
Merupakan tahap pemutusan rantai atau pemecahan molekul bahan organik
kompleks yang panjang menjadi lebih pendek sehingga terbentuk bahan organik
yang lebih sederhana. Bahan organik sebagai sumber nutrien diserap dari substrat
atau dalam hal ini adalah limbah cair. Pemutusan rantai bertujuan untuk
mempermudah penyerapan atau pencernaan bahan organik oleh bakteri dalam
metabolismenya.
2. Asidogenesa
Pada tahap ini terjadi penguraian lebih lanjut dari materi organik hasil proses
hidrolisa menjadi senyawa-senyawa alkohol dan asam-asam volatil seperti
metanol, etanol, asam butirat, formiat, dan lain-lain. Proses ini dilakukan oleh
bakteri pembentuk asam yang bersifat fakultatif. Asam-asam yang terbentuk akan
menurunkan pH sehingga diperlukan kontrol pH agar tidak menghambat
pertumbuhan bakteri pembentukan metana yang membutuhkan pH optimal 6,5-8.

3. Asetogenesa
Asam-asam volatil, alkohol, dan sebagian materi-materi organik hasil proses
hidrolisa diubah menajdi asam asetat, asam formiat, H2, dan CO2. Tahapan ini
penting untuk menghindari akumulasi asam lemak volatil yang menghambat
terjadinya hambatan metanogenesa. Bila gas H2 tidak terbentuk maka fase
nonmetanogen menghasilkan sedikit penurunan COD karena tidak semua elektron
yang lepas dalam oksidasi senyawa organik diterima akseptor organik dalam
media.
4. Metanogenesa
Merupakan tahap terakhir proses anaerob dimana terbentuk metana (CH4) dan
CO2 sebagai produk akhir. Bakteri yang bekerja pada tahap ini adalah bakteri
pembentuk metan yang hanya dapat menggunakan substrat yang terbatas seperti
CO2, H2, asam asetat, asam format, metanol.

II.10 Kelebihan dan Kelemahan Proses Pengolahan secara Anaerob


Kelebihan proses pengolahan secara anaerob antara lain :
1. Mampu mengolah limbah dengan beban organik yang tinggi, karena proses tidak
dibatasi oleh kemampuan transfer oksigen pada tingkat konsumsi oksigen yang
tinggi.
2. Lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan secara anaerob hanya 20% jika
dibandingkan dengan pengolahan secara aerob.
3. Lumpur mempunyai karakteristik yang baik sehingga memiliki nilai fungsional.
4. Kebutuhan akan nutrien sedikit yang berdampak pada kebutuhan nitrogen dan
fosfor berkurang.
5. Tidak diperlukan aerasi sehingga biaya dan energi yang diperlukan untuk aerasi
dapat dihindari.
6. Terbentuknya produk akhir yang berguna yaitu metana, terdapat juga gas
hidrogen, hidrogen sulfida, uap air, amonia, dan gas lain dalam jumlah yang relatif
kecil.
7. Tidak sensitif terhadap senyawa beracun.

Kelemahan proses pengolahan secara anaerobik antara lain :


1. Diperlukan waktu lama untuk memulai proses ini.
2. Temperatur cukup tinggi dibutuhkan untuk mempertahankan aktivitas mikroba.
3. Stabilisasi organik tidak selesai pada waktu pengolahan yang ekonomis.

Agar proses pengolahan secara anaerobik lebih efisien maka ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan antara lain :
1. Tersedia cukup nutrien
2. Hindari adanya udara atau oksigen yang berlebih dalam reaktor
3. Hindari adanya zat toksik atau zat-zat lain yang bersifat sebagai inhibitor
4. Kondisi pH berkisar 6,8-7,2
5. Adanya alkalinitas yang cukup
6. Temperatur sekitar 30-38°C
7. Kandungan asam-asam volatil dalam reaktor tidak boleh terlalu tinggi

II.11 Lumpur Aktif (Activated Sludge)

Sistem lumpur aktif adalah sistem yang paling banyak dilakukan. Di dalam limbah
yang menangandung bahan organik terdapat zat-zat yang merupakan makanan dan
kebutuhan-kebutuhan lain bagi mikroorganisme yang akan digunakan dalam proses lumpur
aktif. Proses lumpur aktif adalah adalah salah satu proses pengolahan air limbah secara
biologi, yang pada prinsipnya memanfaatkan mikroorganisme yang mampu memecah bahan
organik dalam limbah cair dan proses lumpur aktif merupakan proses dimana limbah cair dan
lumpur aktif dicampur dalam satu reaktor. Salah satu parameter yang sering digunakan dalam
pengolahan limbah cair sistem lumpur aktif adalah Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS)
yang merupakan jumlah dari bahan organik dan mineral berupa padatan terlarut termasuk
organisme di dalamnya.

Komponen biologis lumpur aktif terdiri dari berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, fungi, dan protozoa. Proses pengolahan limbah secara biologi adalah cara yang
memanfaatkan mikroorganisme untuk menguraikan dan menghilangkan material yang
terkandung di dalam air limbah serta menjadikan material yang terurai tadi menjadi tempat
berkembang biakan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan limbah cair dengan lumpur aktif :

1. Oksigen
Oksigen dibutuhkan ketika proses pengolahannya secara aerob tetapi untuk proses
anaerob keberadaan oksigen tidak diperbolehkan.
2. Nutrisi
Sumber nutrisi antara lain :
a. Mikro nutrien
Sumber mikronutrien yang penting antara lain adalah Zn, Mn, Mo, Se, Co, Cu,
dan Ni. Penggunaan mikro nutrien adalah 1-100µg/L karena jika terlalu banyak
justru merupakan racun bagi mikroorganisme.

b. Makro nutrien
Sumber makro nutrien yang sering ditambahkan antara lain N, S, P, K, Mg, Ca,
Fe, Na, Cl. Unsur nitrogen dan phospor yang digunakan biasanya diperoleh dari
urea dan TSP
3. pH
Derajat keasaman dan kebasaan akan mempengaruhi aktivitas enzim yang terdapat
dalam bakteri. pH optimum untuk pertumbuhan bakteri yaitu 6,7-7,5.
4. Temperatur
Pengaruh temperatur untuk pertumbuhan mikroorganisme adalah proses kerja enzim
yang berperan dalam sintesis bahan-bahan organik terlarut dalam limbah cair.
Temperatur optimal dalam proses lumpur aktif adalah 32-36°C.
Mikroorganisme dalam lumpur aktif :
1. Bakteri
Jenis umum bakteri yang sering ditemukan dalam lumpur aktif antara lain Zoogle,
Flavobacterium, Comomonas, Bacillius, Alkaligenes, Brevibacterium, Pseudomonas,
Corynebacterium dan Acenetobactes.
2. Fungi
Yang umum ditemukan seperti Geotrichum, Penicilium, Alternaria, Clados Porium,
Chepalos Porium.
3. Protozoa
4. Rotifera
Paling sering ditemukan adalah jenis Lecane Monogononta dan Bdelloidea.

( B. Ahansazan dkk., 2014)

II.12 Anaerobic Baffled Reactor (ABR)


Anaerobic Baffled Reactor merupakan salah satu reaktor modifikasi septic tank
dengan penambahan sekat-sekat, secara umum penambahan sekat akan meningkatkan
efisiensi pengolahan karena dapat memperpanjang waktu kontak antara limbah dengan
bakteri. Tekhnologi ini telah digunakan dan dikembangkan untuk mengolah limbah cair
dengan kategori kadar COD sedang sampai kuat.

Gambar 2.1 Anaerobic Baffled Reactor dengan 5 sekat

Aliran limbah cair diarahkan menuju ke bagian bawah sekat oleh susunan sekat yang
tergantung maupun tegak dan juga tekanan influen sehingga air limbah dapat mengalir dari
inlet menuju outlet. Akibat karakteristik aliran dalam reaktor ABR dan gas yang dihasilkan
dari tiap tiap kompartemen tersebut, mikroorganisme di dalam reaktor akan naik secara
perlahan dan kemudian membentuk lapisan lumpur yang melayang tetapi bergerak secara
horizontal turun ke bagian bawah reaktor dengan laju yang relatif lambat sehingga
meningkatkan waktu tinggal sel.

II.13 Prinsip Kerja ABR


ABR atau bioreaktor berjalan secara kontinu dimana suplai medium pertumbuhan
masuk secara kontinu dan produk yang keluar juga kontinu. Laju alir cairan masuk sama
dengan laju alir cairan keluar, konsekuensinya ABR mempunyai volume yang konstan.
Proses yang terjadi di ruang pertama ABR adalah proses pengendapan dan pada ruang-ruang
berikutnya terjadi proses penguraian akibat kontak antara air limbah dengan mikroorganisme.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian ABR adalah distribusi aliran masuk
secara merata dan juga kontak antara subtrat yang baru masuk dan yang telah ada di dalam
reaktor. Setiap reaktor mulai beroperasi, kondisi operasi dijaga agar selalu konstan. Start-up
ABR lebih baik dengan konsentrasi mikroorganisme yang tinggi untuk menghasilkan sludge
blanket dan pencampuran gas yang baik. ABR juga beroperasi dalam beberapa kombinasi
prinsip anaerobik yang terdiri dari tiga langkah dasar yaitu hidrolisis, asidogenesis, dan
metanogenesis.
Kemampuan yang paling signifikan dari sebuah reaktor ABR adalah kemampuannya
untuk memisahkan antara proses asidogenesis dan metanogenesis secara longitudinal di
bagian bawah reaktor sehingga memungkinkan tersedianya kondisi pertumbuhan yang sesuai
untuk masing-masing kelompok mikroorganisme yang berbeda.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Limbah Tahu

Analisa awal Analisa TSS


kadar COD

Penyiapan
lumpur aktif

Limbah Saus tomat Lumpur Aktif

Fermentasi
Anaerob

Didiamkan
sampai waktu
yang ditentukan

Analisa kadar
COD

Gambar 3.1 Blok Diagram Pengolahan Limbah Cair secara Anaerob


Keterangan :

1. Bahan baku limbah Tahu mula-mula diencerkan sesuai dengan variasi


konsentrasi variabel , kemudian di analisis kadar COD dan analisis kadar Total
Suspended Solid(TSS).
2. Setelah analisis awal kadar COD dan TSS, lumpur aktif disiapkan kemudian
dimasukkan dalam bak fermentor.
3. Bak fermentor kemudian ditutup rapat, sehingga tidak ada oksigen yang masuk
Kedalam bak fermentor.
4. Limbah Tahu kemudian dipompa ke dalam bak fermentor sesuai laju alir
yang digunakan.
6. Setelah difermentasi sesuai waktu tinggalnya, maka akan dilakukan analisis
terhadap kadar COD.
Analisia COD awal :
Ambil limbah yang sudah diolah sebanyak 1 mL, diencerkan menjadi 10 mL
kemudian dimasukan dalam Erlenmeyer. Tambahkan 5 mL H2SO4 4N ke dalam
erlenmeyer dan larutan KMnO4 hasil standarisasi (b ml) dipanaskan sampai
mendidih selama 10 menit. Tambahkan 10 ml H2C2O4 0,01N dan pertahankan

suhu 70-80oC. Titrasi dengan KMnO4 standar sampai tercapai TAT (a ml).
7. Data hasil analisis kemudian diolah sesuai dengan tujuan penelitian.
Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental dengan tahapan penelitian
sebagai berikut:
Tahap 1 : Penyiapan lumpur aktif
Tahap 2 : Analisa awal limbah
Tahap 3 : Proses fermentasi
Tahap 4 : Analisa hasil
3.1.1 Persiapan Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair Tahu yang didapatkan dari pabrik
tahu yang ada di Semarang.

3.1.2 Penetapan Variabel

1) Variabel Tetap
Tekanan : 1 atmosfer
Volum bak : 60 L
Jenis metode : Anaerob
Bahan pengurai limbah : Lumpur aktif
Suhu : 300C (suhu ruangan)
pH lumpur aktif : 7 - 7,5
Waktu tinggal : 2-3 hari
Laju alir limbah (Q) : 20 L/hari

2) Variabel Berubah
Tinggi lumpur : 55%V, 45%V, dan 35%V
Konsentrasi limbah awal (C): 5.000 mg/L 10.000 mg/L 15.000 mg/L dan
20.000 mg/L

3.1.3 Rancangan Percobaan

Tabel 3.1 Rancangan Run Percobaan Menggunakan Lumpur Aktif


Tabel 3.1
Hari Konsentrasi Sekat Tinggi COD TSS
ke awal limbah ke Lumpur(cm)
1 5000 mg/L 0 40 cm
1(pagi)
2 5000 mg/L 1(sore) 40 cm
2(sore)
1(pagi)
2(pagi)
3(pagi)
3 5000 mg/L 40 cm
1(sore)
2(sore)
3(sore)
1
4 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
5 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
6 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
7 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
8 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
9 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
10 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
11 5000 mg/L 2 40 cm
3
1
12 5000 mg/L 2 40 cm
3

3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan


3.2.1 Bahan
1. Air limbah Tahu
Air limbah Tahu diperoleh dari pabrik tahu yang ada di Semarang. Air limbah tersebut
berwarna putih keruh.
2. Lumpur aktif
Lumpur aktif dibuat sendiri dengan proses seeding lumpur aktif selama kurang lebih
2 minggu. Lumpur aktif diberi nutrient, yaitu penambahan Ca dengan konsentrasi 40
mg/L setiap harinya.

3.2.2 Alat
Alat utama :

Gambar 1 Rangkaian Alat Penelitian

Alat tambahan lain yang digunakan antara lain : pompa,thermometer, indikator pH, pipet
tetes, buret, statif, klem, labu takar, erlenmeyer, pengaduk, beaker glass, dan gelas ukur.

3.3 Prosedur Penelitian


1. Persiapan bahan
a. Penyiapan lumpur aktif
Lumpur aktif dibuat sendiri dengan proses seeding lumpur aktif selama
kurang lebih 2 minggu. Lumpur aktif diberi nutrient, yaitu penambahan
Ca dengan konsentrasi 40 mg/L setiap harinya.
b. Analisa awal kadar COD.
2. Persiapan alat
Alat yang harus dipersiapkan adalah bak anaerob, klep pengaman,
selang, pompa dan valve untuk mengambil sampel. Setelah alat-alat telah
siap, lumpur aktif dimasukkan ke dalam bak fermentor. Lalu limbah saus
lokal dipompa dan diatur laju alirnya, kemudian didiamkan sampai waktu
yang ditentukan.
3. Proses fermentasi anaerob
Bahan baku yang sudah di saring kemudian dikondisikan agar berada
pada pH 7 (netral).Selanjutnya dimasukkan kedalam reaktor pada suhu
lingkungan . Tutup semua saluran yang ada. Diusahakan jangan
sampai ada lubang/saluran yang terbuka.Setelah itu dilakukan fermentasi
dalam reaktor dengan waktu tertentu.Setelah proses fermentasi pada
reaktor sesuai dengan waktu yang diinginkan kemudian hasil proses
dianalisis sesuai dengan parameter yang diinginkan COD.

4. Analisa akhir kadar COD.


Kebutuhan Oksogen Kimiawi (COD) (APHA, 2005)

Metoda : - Refluk
- Titrimetri
Cara Uji
a. Prinsip
Zat organik dioksidasikan dengan larutan K2Cr2O7 dalam suasana asam
(reaksi 1). Kelebihan K2Cr2O7 dititrasi kembali dengan garam ferro
ammonium sulfat (reaksi 2) dengan menggunakan indikator ferroin reaksinya
adalah sebagai berikut :
(1). CnHaOb + CrO7= ---> nCO2 + a + 8c H2O + 2c Cr+3 2

dimana :
2n a b
C = ------- + ------ - -----
3 b 3

(2). 3Fe++ + Cr2O7= + 14H+ ---> 2Fe+3 + 7H2O

Pengambilan dan Pengawetan Contoh


Penetapan COD harus segera terutama untuk contoh yang tidak stabil. Apabila
contoh mengandung lumpur sebelum pemipetan harus dikocok dan diaduk
terlebih dahulu sampai merata, penangguhan pemerikasaan dapat dilakukan
dengan pengawetan H2SO4 sampai pH (0,8 mL H2SO4/l contoh). Untuk COD
tinggi yang melebihi 200 mg/L sebaiknya dilakukan pengenceran terlebih
dahulu.

Peralatan
Alat refluks.
Terdiri dari bejana erlenmeyer 500 atau 250 mL dan kondensor liebig 300 mm
dengan sistem gram gelas Joint Hot Plate. Dengan daya pemanas 1,4 Watt/cm2
atau ekivalent untuk dapat mendidihkan air dalam refluks.

Pereaksi
- Standard kalium dikromat 0,250 N
Larutkan 12,259 g K2Cr2O7 (kualitas p.a dan telah dipanaskan 1030 C selama
2 jam) dalam 1000 mL air suling.
- Asam sulfat
H2SO4 yang telah ditambahkan 22 g Ag2SO4 per 4 kg asam (botol 9 lb).
Pelarutan garam di dalam asam tersebut memerlukan waktu 1 - 2 hari.
- Titrasi standard Ferro ammonium sulfat 0,1 N
Larutkan 39 g Fe(NH4)2(SO4).6H2O di dalam air suling tambahkan 20 mL
H2SO4 pekat, dinginkan dan encerkan menjadi 1 liter. Larutan ini
distandarisasi setiap hari dengan standar K2Cr2O7.

Standarisasi :
Encerkan 10 mL standard K2Cr2O7 dalam air suling menjadi 100 mL.
Tambahkan 30 mL H2SO4 dan dinginkan, titrasi dengan ferro ammonium
sulfat dengan menggunakan indikator ferroin 2 - 3 tetes (0,1 - 0,15 mL).

mL K2Cr2O7 x 0,25
Normalisasi = -----------------------------
mL Fe (NH4)2(SO4)2

- Indikator Ferroin
Larutkan 1,485 g 1,10 fenanthroline monohidrat, bersama dengan 695 mg
FeSO4.7H2O di dalam air suling dan encerkan sampai 100 mL. Larutan
indikator harus dibuat segar.
- Merkuri sulfat, HgSO4 kristal
- Asam sulfamat, diperlukan apabila gangguan nitrat dihilangkan.

Cara Kerja
COD lebih dari 50 mg/L.
 Contoh air 50 mL atau contoh yang telah diencerkan menjadi 50 mL,
tuangkan ke dalam bejana refluks kapasitas 500 mL. Tambahkan 1 g HgSO4,
batu didih dan 5 mL reagen H2SO4 yang dituangkan dengan hati-hati dan
diaduk untuk melarutkan HgSO4 yang selama mencampur bejana didinginkan
untuk mencegah penguapan, tambahkan dan campurkan 25 mL 0,25 N
K2Cr2O7. Hubungkan kondensor dengan air pendingin. Tambahkan sisa
H2SO4 sebanyak 70 mL melalui kondensor dan campurkan dengan
menggoyang-goyang bejana refluks selama 2 jam.
 Dinginkan dan bilas kondensor dengan air suling.
 Encerkan campuran tersebut kira-kira 2 kali dengan air suling, dan
dinginkan sampai temperatur ruangan.
 Kelebihan dikromat dititrasi dengan larutan standard ferro ammonium
dengan indikator ferroin sebanyak 2 - 3 tetes ( 0,10 - 0,15 mL), sampai terjadi
perubahan warna pertama dari biru hijau menjadi coklat merah.
Perhitungan
mg/L COD = ( a - b ) c x 8000/mL sampel
a : volume ferro ammonium sulfat yang dibutuhkan untuk titrasi blanko
b : volume ferro ammonium sulfat yang dibutuhkan untuk titrasi sampel
c : normalitas Ammonium ferro sulfat yang digunakan

3.4 Respon yang Diambil


Kadar COD pada bak penampung setiap hari selama waktu tinggal 2-3 hari.

3.5 Teknik Pengumpulan dan Analisis Data


1 Metode Pengumpulan Data
Parameter yang dianalisis adalah COD.
2 Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam peneltian ini adalah analisis deskriptif,
yaitu analisis yang memberikan kecendrungan suatu hasil penelitian yang
menunjukkan gejala atau fenomena. Dimana analisis ini meliputi kadar COD.

Anda mungkin juga menyukai