Anda di halaman 1dari 9

LOMBA ESSAY

2nd LENSA (LOMBA ESSAY NASIONAL)


Langkah ZWESTAGS (Zero Waste Tofu Digester) Inovasi Teknologi
Digester dalam Mendukung SDGs

Diusulkan oleh:
Diana Ainur Rosyida (160612613625/2016)
Rosita Dewi Ambarwati (160612613660/2016)
Muhammad Ainurrohman (140612604566/2014)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


MALANG
2016
Langkah ZWESTAGS (Zero Waste Tofu Digester) Inovasi Teknologi Digester
dalam Mendukung SDGs
Diana Ainur Rosyida, Rosita Dewi Ambarwati, Muhammad Ainurrohman
Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas
Negeri Malang
dianaainur97@gmail.com

Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam beberapa tahun terakhir
mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Menurut data BPS (2012) dan ILO
(2012) jumlah UMKM di Indonesia mencapai 55,2 juta unit dimana 60% angkatan
kerja baru diserap oleh UMKM. Salah satu UMKM yang cukup banyak di Indonesia
adalah Pabrik Tahu, hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki pabrik tahu, hal ini
didasarkan karena kebutuhan tahu yang tidak bisa lepas dari kebudayaan masyarakat
Indonesia yang menjadikan tahu sebagai lauk makan utama dan campuran makan
khas daerah seperti tahu sumedang, tahu takwa kediri, dan lain-lain.

Salah satu lokasi pabrik tahu yang cukup besar yaitu Kecamatan Trawas, Kab.
Mojokerto. Dalam wilayah industri tahu ini terdapat 2 desa utama sentra tahu yaitu
Desa Kesiman yang memiliki 4 pabrik tahu dan Desa Ketapan dengan 3 pabrik tahu.
Setiap pabrik diatas mempunyai kapasitas produksi mencapai 1,5 ton yang mampu
menyuplai daerah mojokerto dan sekitarnya. Potensi perkembangan pabrik tahu yang
cukup signifikan ditambah faktor pertambahan penduduk yang juga berdampak pada
kenaikan permintaan tahu juga dipastikan naik di Indonesia. Implikasi terbesar dalam
perkembangan pabrik tahu adalah naiknya permintaan tahu dan berdampak pada
peningkatan intensitas produksi, sehingga kegiatan produksi juga meningkatkan
kapasitas limbah yang dihasilkan. Menurut Achmadi (2014) peningkatan intensitas
produksi akan diikuti pergerakan teknologi, barang, jasa, dan limbah yang menjadi
residu dalam kegiatan produksi, bukan hanya itu dampak perubahan lingkungan
global juga mengakibatkan perubahan iklim.

Proses pembuatan tahu banyak membutuhkan air, mulai dari pencucian,


perendaman dan perebusan kedelai sampai pada tahapan pencetakan atau
pengepresan. Air yang digunakan dalam proses – proses tersebut mengahasilkan
limbah cair yang sangat besar. Limbah cair tahu dapat menyebabkan eutrofikasi,
yakni dapat mengurangi kadar oksigen air di dalam sungai, sehingga dapat
mempengaruhi kehidupan biota air, yang tak jarang berujung pada kematian. Bukan
hanya biota air yang dirugikan dengan pembuangan limbah yang tak terkendali,
manusiapun juga menjadi sasaran dari pencemaran limbah tahu cair ini. Bisa
disebutkan berapa banyak kerugian yang ditimbulkan, dari menimbulkan warna
keruh, bau yang tidak sedap, menurunkan kualitas tanah, serta merusak fisiologi
tumbuhan, selain hal itu, pencemaran air juga menyebabkan beberapa penyakit antara
lain : 1) Tifoid, disebabkan oleh kuman Salmonella thyphosa, 2) Kolera, disebabkan
oleh bakteri Vibrio kolera, 3) Leptospirosis, disebabkan oleh Spirochaeta, 4)
Giardiasis, disebabkan protozoa, 5) Disentri, disebabkan oleh Entamoeba Histolityca
( Mukono, 2000). Kandungan COD dan BOD pada limbah cair tahu sangat rendah
karena hanya mencapai 3,3 dan 2,4.

Padahal limbah cair tahu mengandung zat organik tinggi berupa protein 40 % -
60 % karbohidrat 25 % - 50 % dan lemak sektar 10 % ( Nasrani, 2006). Dan didalam
limbah cair tahu juga terdapat Arkhea Metanogen, yang biasanya hanya terdapat pada
kotoran hewan seperti babi, sapi, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam dan itik yang
dimanfaatkan untuk energi alternatif biogas. Tentu saja limbah cair tahu menjadi hal
yang sangat lengkap untuk diolah menjadi bahan energi alternatif seperti biogas.
Pembentukan gas metana dalam biogas sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain suhu, Ph, total padatan, substrat rasio C/N dan mikroba yang terlibat di
dalamnya. Pelepasan metana hasil digesti anaerobik yang baik untuk pertumbuhan
Arkhea Metanogen dengan kisaran Ph optimum 6,6 – 1,6 ( Thio, 2006 ). Studi Wresta
dan Budhijanto (2012) menyebutkan limbah cair tahu dalam kapasitas yang sama
akan menghasilkan gas methana sebayak 64% dimana limbah kotoran sapi hanya
mengahasilkan 53%.

Dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yang di sahkan oleh PBB tahun
2015 yang lalu terdapat beberapa poin yang perlu disoroti mengenai limbah tahu ini,
antara lain: poin ke-3 “mengurangi secara substansial kematian dan kesakitan akibat
senyawa berbahaya serta kontaminasi dan polusi udara, air, dan tanah.”, Poin ke-6
“meningkatkan kualitas air dengan mengurangi polusi, menghilangkan penumpukan
sampah, dan meminimalisir pembuangan kimia dan materi berbahaya, mengurangi
setengah proporsi air limbah yang tidak dimurnikan serta meningkatkan daur ulang
dan penggunaan kembali yang aman secara global.”, Poin ke-7 “Mendukung dan
memperkuat partisipasi masyarakat lokal dalam perbaikan pengelolaan air dan sanitasi”,
dan Poin Ke-9 “mengembangkan kualitas, infrastruktur yang handal, berkelanjutan
dan tangguh, termasuk daerah dan infrastruktur lintas batas, untuk mendukung
pembangunan ekonomi dan kesejahteraan manusia, dengan fokus pada akses yang
dapat diterima semua orang dan merata untuk semua.”. Untuk itu pengembangan
pabrik tahu yang mengusung zero-waste menjadi alternatif pilihan untuk mencapai
beberapa poin SDGs diatas. Pengembangan zero-waste ini memiliki beberapa target,
yaitu:

a. Meningkatkan efisiensi penggunaan air di seluruh sektor dan memastikan


pengambilan dan suplai air tawar yang berkelanjutan untuk mengatasi
kelangkaan dan secara substansial mengurangi jumlah orang yang mengalami
kelangkaan air
b. Mengimplementasikan pengelolaan sumber daya air terintegrasi di seluruh
tingkatan, termasuk melalui kerja sama transperbatasan, sebagaimana
mestinya
c. Melindungi dan memulihkan ekosistem terkait air, termasuk pegunungan,
hutan, lahan basah, sungai, mata air dan danau

Limbah (Waste) sendiri memiliki arti sebagai sesuatu yang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi, atau sesuatu yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sidirinya (Notoatmodjo, 2011). Dalam pengelolaan limbah sekarang
dikenal Zero Waste atau secara harfiah dapat diartikan sebagai “Nir Limbah”
merupakan konsep lanjutan dari pengelolaan limbah 3R (Reduce, Reuse, Recycle).
Konsep zero waste yaitu seluruh limbah dari proses produksi didaur ulang dan
dimanfaatkan kembali ke dalam siklus produksi (Steflyando, 2014 dan Yuwono,
2013).
Untuk mewujudkan konsep zero-waste dalam pabrik diperlukan alat tambahan
yaitu digester limbah cair tahu. Digester ini dirancang khusus sebagai digester untuk
limbah cair tahu serta pengolahannya sehingga daya kerja dan rancang bangun biaya
menjadi lebih efektif dan efisien. Berikut adalah rancangan desain digester khusus
limbah cair tahu yang diberi nama ZEWTAGS (Zero Waste Tofu Digester).

Rancangan Desain ZEWTAGS


Komponen digester:
1. Solar Cell 10. Pipa penghubung biogas
2. Generator 11. Penampung biogas
3. Kabel 12. Pipa output
4. Pompa udara 13. Kran penutup pipa pengeluaran
5. Pipa penghubung udara
6. PEM (Jembatan garam)
7. Kran penutup pipa penghubung
8. Pipa input limbah
9. Kran penutup pipa pengeluaran
biogas
Digester ini terbuat dari bahan fiber-glass, pemilihan bahan karena dalam percobaan
Mustaqim dkk (2015) harga dari fibre-glass murah dibandingkan digester lain bahan tersebut
juga ringan dan tahan terhadap korosi sehingga cocok untuk digunakan dalam skala pedesaan,
untuk menanggulangi masala kebocoran gas pada sela-sela sambungan maka akan digunakan
pembatas karet selain di lem. Drum fiber-glass terdapat dua dimana satu (warna coklat) akan
diisi oleh limba cair tahu dan satunya (warna biru) akan diisi oleh air. Kedua drum ini akan
dihubungkan oleh Proton Exchange Membran (PEM). PEM digunakan untuk mengalirkan ion
H+ agar bertemu dengan O2 yang berada di drum biru, sehingga gas yang dihasilkan menjadi gas
metana murni (CH4). Solar sel sendiri digunakan sebagai pembuat energi listri dalam
menjalankan pompa udara yang akan menyuplai lebih banyak O2 didalam tabung biru.
Untuk memaksimalkan produksi gas metana yang dihasilkan, maka proses metabolisme
bakteri starter harus dalam kondisi yang ideal. Pada digester konvensional, penggunaan digester
akan membuat limbah yang dihasilkan akan semakin asam, sehingga proses dekomposisi
anaerob pada biodigester tidak mencapai tahapan methanogenic sempurna (Purnomo dkk, 2009).
Dengan adanya PEM di ZEWTAGS keasaman limbah yang terjadi pada digester konvensional
tidak akan terjadi, karena penyebab asam yaitu ion H+ telah dialirkan ke tabung biru untuk agar
bereaksi menjadi O2 menjadi air.
Purnomo dkk (2009) juga mengungkapkan bahwa suhu dalam digester juga akan
mempengaruhi sedikit – banyaknya gas yang akan dihasilkan oleh bakteri anaerob. Bakteri
anaerob akan lebih efektif bekerja dalam suhu 45,2-45,6°C dengan peningkatan produksi
mencapai 24%-169% dari hal ini karena proses biofermentasi yang cepat sehingga perombakan
menjadi lebih cepat dan memudahkan aktifitas bakteri metanogenik. Untuk mensiasati hal
tersebut maka di luar drum coklat akan diberi termokopel yang akan menjaga suhu didalam
ZEWTAGS tetap konstan.
Konsep Zero-Waste
Dengan adanya ZEWTAGS ini limbah cair tahu akan diubah menjadi biogas dengan efisiensi
dan efektifitas produksi yang tinggi. Untuk mengurangi dampak bahaya limbah tahu ke
lingkungan, limbah tahu mempunyai nilai COD 3,378 mg/L akan ditingkatkan nilai COD
menjadi 4,5 - 5 dan limbah tahu yang semula mempunyai Ph asam akan dinetralkan dengan alat
digester ZEWTAGS ini. Sehingga limbah yang dihasilkan akan menjadi aman bila dibuang ke
lingkungan. Selanjutnya biogas yang dihasilkan dapat digunakan dalam proses produksi yang
membutuhkan kalor, seperti perebusan kedelai dan pemasakan tahu. Siklus yang terjadi akan
menyerupai lingkaran dimana tidak ada limbah yang terbuang sia-sia, untuktuk itu konsep zero-
waste telah berhasil digunakan dengan teknologi ZEWTAGS ini. Perkembangan selanjutnya dari
penerapan ZEWTAGS ini adalah efisiensi bahan produksi dan peningkatan hasil produksi tahu,
sehingga pendapatan pengerajin tahu akan meningkat dan kesejahteraan ekonomi dapat dicapai.
DAFTAR PUSTAKA

Mustaqim, Ahmad Farid, Sandra Sugara. 2012. KEMAMPUAN PRODUKSI BIOGAS PADA
DIGESTER BERBAHAN FIBERGLASS BERUKURAN 120 L. (Online) http://e-
journal.upstegal.ac.id/index.php/eng/article/view/94. Diakses tanggal 24 November 2016
Notoatmodjo, Soekidjo. 2011. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta
Steflyando, Reza. 2013. ANALISIS KELAYAKAN USAHA SAPI POTONG DENGAN METODE
ZERO WASTE FARMING DI KECAMATAN PARONGPONG. Jurnal Online Institut
teknologi Nasional. ISSN: 2338-5081. Bandung: ITENAS
Wresta dan Budhijanto. (2012). THE EFFECT OF THE ADDITION OF ACTIVE DIGESTER
EFFLUENT FOR START-UP ACCELERATOR IN ANAEROBIC DIGESTION OF
SOYBEAN CURD INDUSTRY WASTE WATER (BASIC RESEARCH FOR BIOGAS
POWER GENERATION).(Online) www.mevjournal.com. Diakses tanggal 24 November
2016
Yuwono, Arif Sabdo. 2013. IMPLEMENTASI KONSEP “ZERO WASTE PRODUCTION
MANAGEMENT” BIDANG PERTANIAN: PENGOMPOSAN Purnomo dan Mahajoeno.
2010. PRODUKSI BIOGAS DARI LIMBAH MAKANAN MELALUI PENINGKATAN
SUHU BIODIGESTER ANEAROB. Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS
2010. Hal. 137. UNS
Intansari, Katarina K. L. dan Mangkoedihardjo, Sarwoko. UJI REMOVAL BOD DAN COD
LIMBAH CAIR TAHU DENGAN FITOREMIDIASI SISTEM BATCH MENGGUNAKAN
TUMBUHAN COONTAIL (CEROTOPHYLLUM DEMERSUM ). Institut Teknologi
Sepuluh November.
Mukono, H. J., 2000. PRINSIP DASAR KESEHATAN LINGKUNGAN. Surabaya : Airlangga
University Press.
Achmadi, Umar Fahmi. 2014. KESEHATAN MASYARAKAT DAN GLOBALISASI. Jakarta : PT.
Raja Garfindo Persada.
Kemenkes. 2015. KESEHATAN DALAM KERANGKA SUSTAINABLE DEVELOPMENT
GOALS (SDGs). Jakarta. Seketariat Pembangnan Kesehatan Pasca – 2015 Kementerian
Kesehatan RI.

Lampiran. Proto Type Zwestags

Anda mungkin juga menyukai