Anda di halaman 1dari 84

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Industri tahu yang semakin tahun semakin meningkat seiring dengan
pertumbuhan penduduk di Indonesia membuat banyaknya pabrik tahu yang
dengan mudah dapat ditemui disetiap daerah. Jumlah industri tahu terhitung
mencapai angka 15.000 industri. Banyaknya jumlah industri tahu meningkatkan
permintaan kedelai lebih dari 90 persen yang digunakan sebagai bahan pangan
olahan. Data yang diperoleh dari Kementrian Pertanian (2017), mengatakan
bahwa Indonesia merupakan negara yang mengkonsumsi tahu terbesar di dunia,
konsumsi tahu di Indonesia mencapai 7,3 kg/kapita pada tahun 2016 dan di
perkirakan akan terus meningkat hingga 8,03 kg/kapita pada tahun 2019.
Menurut Pohan (2008), proses produksi tahu menghasilkan dua jenis limbah
yaitu limbah padat dan cair. Dua jenis limbah tersebut yang memiliki potensi
besar membuat lingkungan menjadi tercemar yaitu limbah cair tahu. Limbah cair
tahu cenderung dibuang langsung ke badan air tanpa adanya pengolahan.
Limbah padat tidak terlalu berpotensi mencemari lingkungan karena
dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Menurut Kaswinarni (2007), senyawa
organik yang dimiliki limbah cair tahu cukup tinggi akan mencemari lingkungan
serta membahayakan kesehatan manusia jika dibuang ke sungai tanpa adanya
proses pengolahan limbah. Limbah cair tahu mengandung zat-zat karbohidrat,
protein, lemak serta unsur hara yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Ferrum (Fe). Limbah cair tahu berasal dari
proses perendaman, pencucian kedelai, pencucian peralatan dan proses
produksi tahu, penyaringan serta pengepresan atau pencetakan tahu. Limbah
cair tahu menghasilkan cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu atau air
dadih (whey).
Industri tahu di Indonesia didominasi oleh industri kecil yang jarang memilki
instalasi pengolahan limbah karena mempertimbangkan biaya yang besar untuk
membangun instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Penanganan
limbah cair tahu yang belum maksimal dan sering dibuang begitu saja
mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Kandungan
limbah cair tahu yang langsung dibuang ke badan air dapat menyebabkan
penyakit dan bau busuk. Kandungan protein dan asam amino yang cukup tinggi
terdapat pada limbah cair tahu dapat dimanfaatkan menjadi produk olahan
pangan yaitu nata atau nata de soya.

1
Menurut Haryaningsih (2017), nata de soya adalah nata yang terbuat dari
limbah cair tahu, berbentuk seperti agar dan berwarna putih. Biomassa yang ada
pada nata sebagian besar teridiri dari selulosa. Selulosa yang terbentuk berupa
benang-benang yang bersamaan dengan polisakarida berlendir membentuk
suatu jalinan yang menebal menjadi lapisan nata. Selulosa yang terbentuk dari
limbah cair tahu disebut selulosa mikrobial. Menurut Chawla et all (2009),
selulosa mikrobial adalah suatu polisakarida yang diproduksi oleh berbagai
spesies bakteri, seperti dari Acetobacter, Agrobacterium, Aerobacter,
Achromobacter, Azotobacter, Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella. Kelebihan
selulosa mikrobial yaitu memiliki kemurnian yang lebih tinggi dan tingkat
polimerisasi dan indeks kristalinitas yang lebih tinggi serta memiliki kekuatan dan
daya tahan air yang sangat peka dibandingkan dengan selulosa tanaman.
Kelebihan selulosa mikrobial berpotensi menjadi bahan baku yang sangat cocok
untuk memproduksi speaker akustik dengan kualitas tinggi, kertas berkualitas
tinggi, dan makanan penutup. Menurut Hardiyanti (2010), produktivitas selulosa
mikrobial lebih tinggi dibandingkan produktivitas selulosa kayu. Terbukti dari laju
pemanenan selulosa mikrobial yang hanya membutuhkan 5 – 7 hari
dibandingkan selulosa kayu yang membutuhkan waktu panen sekitar 4 – 6
tahun. Pemanfaatan selulosa mikrobial merupakan salah satu alternatif untuk
mengatasi kelemahan dalam penggunaan selulosa kayu untuk produksi kertas
(Hardiyanti, 2010). Harapannya dapat diperoleh kertas dengan mutu yang sama
dan produktivitas yang lebih baik serta ramah terhadap lingkungan. Potensi yang
menjanjikan dari pemanfaatan limbah cair tahu menjadi latar belakang dalam
penelitian ini untuk dijadikan bahan baku pembuatan kertas.
Proses pembuatan kertas dari selulosa mikrobial menggunakan penambahan
bahan aditif. Bahan aditif berfungsi untuk bahan pengisi (filler), bahan penguat
(strength additives), bahan pendarihan (sizing agent), pewarna, bahan penolong
proses (processing aids), pencerah (optical brightener) (Hardiyanti, 2010).
Bahan aditif yang digunakan pada penelitian ini adalah tapioka dan kaolin.
Pemilihan tapioka memiliki tujuan utama untuk meningkatkan ketahanan fisik
kertas. Menurut Hardiyanti (2010), tapioka digunakan untuk memperbaiki ikatan
antar serat sehingga dapat meningkatkan ketahanan tarik kertas dan
kemampuan cetak. Bahan aditif lainnya adalah kaolin, penambahan kaolin
bertujuan untuk meningkatkan opasitas cetak karena kaolin menambah luas
pantul cahaya meningkatkan derajat putih serta memperbaiki kehalusan kertas.

2
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh bahan aditif tapioka dan kaolin terhadap kertas
berbahan baku nata de soya?
2. Bagaimana perbedaan antara kertas berbahan baku nata de soya yang
ditambah bahan aditif dengan yang tidak ditambah bahan aditif ?

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh bahan aditif tapioka dan kaolin terhadap kertas
berbahan baku nata de soya
2. Mengetahui perbedaan antara kertas berbahan baku nata de soya yang
ditambah bahan aditif dengan yang tidak ditambah bahan aditif

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi peneliti : Sebagai sarana melatih diri peneliti untuk melakukan
eksperimen dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama kuliah.
2. Bagi Akademis : Sebagai referensi dan inovasi baru untuk akademisi
yang ingin mempelajari bidang pemanfaatan limbah cair tahu menjadi
kertas dan sebagai informasi bahan penelitian selanjutnya.
3. Bagi Masyarakat : Sebagai solusi dan informasi bagi masyarakat
mengenai pemanfaatan limbah cair tahu menjadi kertas yang memiliki
nilai ekonomis dan membantu mengurangi limbah pada pabrik tahu.

1.5 Batasan Masalah


Batasan masalah dari tugas akhir ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini tidak membahas tentang fermentasi dalam proses
pembuatan nata de soya dan tidak membahas segi ekonomi produksi
nata de soya serta besar biaya yang dibutuhkan
2. Penelitian ini tidak membahas bagaimana proses terbentuknya selulosa
mikrobial
3. Penelitian ini difokuskan pada penambahan bahan aditif tapioka dan
kaolin untuk sifat fisik kertas
4. Penelitian ini dilakukan terbatas pada skala laboraturium

3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Limbah Cair Tahu
Limbah cair tahu berasal dari proses perendaman, pencucian kedelai,
pencucian peralatan dan proses produksi tahu, penyaringan serta pengepresan
atau pencetakan tahu. Limbah cair tahu biasanya menghasilkan cairan kental
yang terpisah dari gumpalan tahu atau air dadih (whey). Air limbah tahu memiliki
kadar protein yang tinggi dan dapat terurai secara cepat. Instalasi pengolahan
limbah cair tahu masih jarang ditemui dan pada umumnya limbah cair tahu
dibuang langsung tanpa ada pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan
bau busuk serta mencemari lingkungan (Kaswinarni, 2007)
Limbah cair tahu memiliki kandungan bahan-bahan organik yang tinggi,
rendahnya kandungan oksigen terlarut, bau busuk, dan pH yang rendah, yang
dapat menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan
dapat terjadi pada air, udara maupun tanah, dan dapat mengakibatkan berbagai
masalah terhadap sanitasi dan kesehatan masyarakat. Limbah cair tahu yang
dibuang langsung ke badan air terhadap sungai dapat mengakibatkan masalah
kesehatan dan mengakibatkan perubahan pada tatanan ekosistem perairan dan
mengakibatkan matinya organisme aquatik (Azhari, 2015)
Pencemaran lingkungan terjadi salah satunya akibat dari pembuangan limbah
secara langsung ke sungai melalui saluran-saluran. Pencemaran lingkungan
yang timbul menyebabkan gangguan serius yang biasanya berada diperairan
sekitar industri tahu. Limbah cair tahu memiliki karakteristik yang berbeda- beda
tergantung prosesnya. Nilai cemar air buangan pada proses pencucian dan
perendaman tidak begitu tinggi sehingga masih aman jika dibuang ke perairan.
Nilai cemar air buangan pada proses pemasakan memiliki nilai cemar yang
cukup tinggi sehingga harus dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum
dibuang ke perairan (Kaswinarni, 2007).
Kehidupan biotik menjadi terganggu karena adanya pencemaran bahan organik
limbah industri tahu. Kandungan bahan organik yang meningkat mengakibatkan
kualitas air perairan turun. Konsentrasi beban organik terlalu tinggi akan
menjadikan kondisi anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa
amonia, karbondioksida, asam asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-
senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian besar hewan air, dan akan
menimbulkan gangguan terhadap keindahan (gangguan estetika) yang berupa
rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau. Limbah cair yang dihasilkan

4
mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan mengalami perubahan
fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan terhadap kesehatan
karena menghasilkan zat beracun yang merugikan baik pada produk tahu sendiri
ataupun tubuh manusia. Air limbah yang dibiarkan akan berubah warnanya
menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk akibat limbah cair tahu
dapat menyebabkan sakit pernapasan. Air limbah yang merembes ke tanah yang
dekat dengan sumur maka sumur tidak dapat dimanfaakan lagi. Sungai yang
sudah tercemari limbah cair tahu dan masih digunakan akan menimbulkan
gangguan kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan
penyakit lainnya, khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi
lingkungan yang tidak baik (Kaswinarni, 2007)

2.2 Nata de soya


Nata merupakan biomassa yang sebagian besar terdiri dari selulosa,
berbentuk seperti agar dan berwarna putih. Nata de soya adalah nata yang
terbuat dari limbah cair tahu, selain nata de soya ada beberapa nata yang
pernah dibuat seperti nata dari air kelapa (nata de coco) dan dari sari buah
nenas (nata de pina). Nata de soya merupakan selulosa yang memiliki
kandungan air sekitar 98 persen dengan ciri - ciri tekstur kenyal, kokoh, putih,
dan transparan dan biasanya rasanya mirip dengan kolang-kaling. Lapisan nata
terjadi akibat adanya selulosa yang terbentuk berupa benang-benang yang
bersama - sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan yang
terus menebal. Nata de soya ini dapat digunakan sebagai sumber makanan yang
rendah kalori biasanya untuk keperluan diet dan mengandung serat yang sangat
dibutuhkan dalam proses fisiologi (Haryaningsih, 2017)
Menurut Novianti (2003), terbentuknya nata diakibatkan sel - sel Acetobacter
xylium menyedot glukosa dari larutan gula dan menggabungkanya dengan asam
lemak, membentuk suatu prekursor pada jaringan sel bersama enzim
mempolimerisasi glukosa menjadi selulosa diluar sel. Proses terbentuknya pelikel
(lapisan tipis nata) mulai dapat dilihat dipermukaan media cair setelah 24 jam
inkubasi, bersamaan dengan terjadinya proses penjernihan cairan dibawahnya.
Jaringan halus yang transparan yang terbentuk dipermukaan membawa
sebagian bakteri yang terperangkap didalamnya. Gas karbon dioksida yang
dihasilkan secara lambat oleh Acetobacter xylinum mungkin menyebabkan
pengapungan nata, sehingga nata didorong kepermukaan. Polisakarida bakteri

5
yang dibentuk oleh enzim – enzim Acetobacter xylinum berasal dari suatu
prekursor yang berkaitan β (1-4) yang tersusun dari komponen gula yaitu
glukosa, manosa, ribose, dan rhamnosa. Prekursor dalam pembentukan selulosa
bakteri Acetobacter xylinum ialah UDPG ( Urasil Difosfo Glukosa). Aktivitas
pembentukan nata hanya terjadi pada kisaran pH antara 3.5 – 7,5. Kualitas nata
terbaik dan terbanyak mencapai pada pH 5,0 dan 5,5 dalam media dan pada
suhu kamar. Pertumbuhan Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh faktor – faktor
antara lain pH, suhu, sumber nitrogen dan sumber karbon. Sumber karbon untuk
pertumbuhan nata dapat dapat digunakan berbagai jenis gula seperti glukosa,
sukrosa, fruktosa, ataupun maltose dan untuk mengatur pH pada nata digunakan
asam asetat glasial. Ammonium sulfat berperan sebagai nutrisi untuk bakteri.
Wadah fermentasi nata lebih baik digunakan wadah yang berbentuk segi empat
dan luas permukaan yang relatif besar yang untuk mendapatkan hasil nata yang
efesien dan efektif serta mempertinggi rendemen lebih baik. Pertukaran oksigen
dapat berlangsung dengan baik ketika wadah fermentasi berbentuk segi empat
dan luas permukaan yang besar. Menurut Rizal (2013), untuk menghasilkan
massa nata yang kokoh, tebal, kenyal, putih, dan tembus pandang perlu
diperhatikan suhu inkubasi (fermentasi), komposisi dan pH atau keasaman
medium, selain itu penggunaan biang (starter) juga penting.
Menurut Putri (2017), nata yang dihasilkan dari limbah cair tahu (nata de
soya) pada umumnya memiliki tekstur yang padat dan berserat serta tebal.
Ketebalan dari nata de soya ini terjadi karena adanya pemberian konsentrasi
starter Acetobacter xylinum 100 mL sehingga menghasilkan ketebalan nata de
soya yang cukup tinggi. Semakin tebal nata de soya yang dihasilkan
menyebabkan selulosa yang terbentuk juga semakin tinggi. Selulosa yang
terbentuk pada nata disebabkan adanya aktivitas bakteri Acetobacter xylinum.
Nata de soya tergolong produk pangan yang bergizi tinggi terutama pada
kandungan karbohidrat, protein dan serat kasarnya. Data tersebut membuktikan
bahwa Acetobacter xylinum mampu mengubah limbah cair tahu yang tidak
bernilai menjadi suatu produk pangan yang bernilai gizi tinggi. Nata de soya lebih
cenderung berwarna putih kekuningan karena pada dasarnya warna limbah cair
tahu sebelum diolah berwarna putih kekuningan. Aroma dan bau yang dihasilkan
dari nata de soya adalah aroma dan bau yang khas dari limbah cair tahu dan
aroma kedelai. Nata de soya memiliki rasa seperti nata pada umumnya yaitu
hambar atau tidak berasa sebelum direbus dengan gula.

6
Menurut Khairul (2010), nata yang dihasilkan dari limbah cair tahu memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi. Kandungan protein yang dimiliki nata de
soya mulai dari 21.3 gram sampai 26.8 gram. Data ini membuktikan limbah cair
tahu memiliki peluang memiliki untuk diolah menjadi produk baru yang banyak
memiliki kandungan protein cukup, bermanfaat, baik bagi produsen tahu maupun
masyarakat sekitar pabrik tahu serta lingkungan. Pemanfaatan limbah cair tahu
selama ini kurang optimal karena dianggap sebagai produk sampingan yang
tidak bermanfaat atau tidak bernilai ekonomi, sehingga sering dibuang percuma
ke lingkungan dan akhirnya menimbulkan permasalahan baru bagi lingkungan.
Peran pemerintah dan para peneliti sangat dibutuhkan untuk memberdayakan
sumberdaya melimpah tersebut, salah satunya cara yang dapat dilakukan adalah
dengan memanfaatkan limbah cair tahu menjadi produk yang memenuhi
kebutuhan masyarakat sehari - hari. Starter bakteri Acetobacter xylinum
merupakan bakteri yang menghasilkan serat-serat selulosa yang sangat halus.
Serat – serat selulosa akan membentuk suatu jaringan pada lapisan permukaan
antara udara dan cairan yang disebut pelikel atau lapisan nata. Pelikel memiliki
ketebalan kira-kira 10 mm bergantung pada masa pertumbuhan mikroba atau
starter bakteri yang digunakan. Pelikel-pelikel terdiri atas pita-pita yang
mengandung kristalin yang tinggi.
Menurut Azhari (2015), jumlah starter bakteri yang diberikan akan
berpengaruh terhadap berat nata de soya yang dihasilkan dalam penelitian.
Jumlah starter bakteri yang diberikan pada masing-masing perlakuan harus
sebanding dengan jumlah ketersediaan nutrisi pada media tersebut, jika tidak
seimbang akan mengganggu proses pembentukan selulosa serta terjadi proses
makan memakan antara sesama bakteri (kanibal). Faktor lain yang
mempengaruhi hasil yang diperoleh mengenai berat nata de soya adalah adanya
gas-gas yang terperangkap pada saat proses fermentasi, seperti H2S dan CH4,
kondisi ini akan mengganggu produksi optimal nata de soya oleh starter bakteri
Acetobacter xylinum. Tidak homogenan media juga menjadi faktor yang
mempengaruhi hasil pada nata sehingga nutrisi yang ada pada masing-masing
media berbeda-beda.
2.3 Kertas
Menurut ITPC (2015), kertas adalah barang yang berwujud lembaran -
lembaran tipis yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp
yang telah mengalami pengerjaan pengeringan, dengan penambahan beberapa

7
bahan tambahan yang saling menempel dan saling menjalin, serat yang
digunakan biasanya berupa serat alam yang mengandung selulosa dan
hemiselulosa. Kertas dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup yang sangat
beragam. Kertas dikenal sebagai media utama untuk menulis, mencetak serta
melukis dan banyak kegunaan lain yang dapat dilakukan dengan kertas misalnya
kertas pembersih (tissue) yang digunakan untuk hidangan, kebersihan ataupun
toilet. Kertas dibedakan menjadi dua golongan, yaitu kertas budaya dan kertas
industri. Jenis kertas budaya adalah kertas-kertas cetak dan kertas tulis,
diantaranya adalah kertas kitab, buku, koran dan kertas amplop. Jenis kertas
industri adalah kertas kantong kertas minyak, pembungkus buah-buahan, kertas
bangunan, kertas isolasi elektris, karton dan pembungkus sayur-sayuran.

2.4 Selulosa dan Selulosa Mikrobial


Menurut Bahri (2015), selulosa (C6H10 O5)n merupakan polimer berantai
panjang polisakarida karbohidrat, dari beta-glukosa. Selulosa adalah senyawa
organik penyusun utama dinding sel dari tumbuhan. Sifat dari selulosa yaitu
berbentuk senyawa berserat, mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut
dalam air dan pelarut organik. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), selulosa
dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu:
1. Selulosa α (Alpha Cellulose) adalah selulosa berantai panjang, tidak larut
dalam larutan NaOH 17,5 persen atau larutan basa kuat dengan DP (derajat
polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai penduga atau
penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa β (Betha Cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5 persen atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90, dan
dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa µ (Gamma cellulose) adalah selulosa berantai pendek, larut dalam
larutan NaOH 17,5 persen atau basa kuat dengan DP kurang dari pada 15.
Menurut Hardiyanti (2010), selulosa mikrobial mempunyai karakteristik yang
unik dan relatif lebih unggul dari selulosa kayu terutama tingkat kemurniaannya.
Pada selulosa tanaman seperti kayu, selulosa yang dihasilkan masih berikatan
kuat dengan senyawa lignin dan hemiselulosa. Persentase kandungan
selulosa, lignin dan hemiselulosa adalah 42, 16, dan 25 persen dari kayu lunak
atau kayu daun lebar. Selulosa terdiri dari selulosa α dan selulosa β. Selulosa
kayu dan selulosa mikrobial terdiri dari kedua selulosa tersebut, hanya memiliki

8
perbedaan komposisi. Selulosa kayu memiliki kandungan selulosa α lebih tinggi
yaitu sekitar 70 persen dan sisanya 30 persen adalah selulosa β. Selulosa
bakteri memiliki kandungan selulosa β lebih besar yaitu sebanyak 60 persen.
Denstitas selulosa α lebih besar dari densitas selulosa β, maka densitas
selulosa mikrobial lebih kecil dibandingkan dengan selulosa kayu. Selulosa
kayu terdapat lamela atau ultrastruktur sel serat sedangkan selulosa mikrobial
memiliki ultrafine sel serat penyebab dari perbedaan ukuran serat. Ukuran serat
selulosa mikrobial lebih kecil 1/10 sampai 1/1000 dari ukuran serat selulosa.
Perbedaan lainnya adalah derajat polimerisasi. Derajat polimerisasi selulosa
kayu lebih konstan sedangkan derajat polimerasi selulosa mikrobial akan naik
secara linier tergantung masa pertumbuhan organismenya. Perbedaan juga
terletak pada derajat kristalinitas bahan. Selulosa mikrobial lebih memiliki
derajat kristalinitas yang lebih tinggi dibandingkan selulosa tanaman (kayu).
Formula molekul selulosa mikrobial tidak sama dengan selulosa tumbuhan,
terdapat perbedaan pada ciri fisik dan kimianya. Selulosa mikrobial lebih baik
dari pada selulosa tanaman, selulosa mikrobiali memiliki kemurnian yang lebih
tinggi dan menunjukkan tingkat polimerisasi dan indeks kristalinitas yang lebih
tinggi dan memiliki kekuatan dan daya tahan air yang sangat peka
dibandingkan dengan selulosa tanaman, sehingga dapat menjadi bahan baku
yang sangat cocok untuk memproduksi speaker akustik dengan kualitas tinggi,
kertas berkualitas tinggi, dan makanan penutup. Selulosa mikrobial adalah
suatu polisakarida yang diproduksi oleh berbagai spesies bakteri, seperti dari
Acetobacter, Agrobacterium, Aerobacter, Achromobacter, Azotobacter,
Rhizobium, Sarcina, dan Salmonella. Produksi selulosa dari Accobacter
xylinum pertama kali dilaporkan pada tahun 1886 oleh A.J.Brown yang
mengamati bahwa sel-sel Acetobacter menghasilkan selulosa dari oksigen dan
glukosa. Proses terbentuknya selulosa mikrobial yaitu bakteri pertama kali
mengeluarkan zat berlendir homogen secara struktural setelah beberapa saat,
serat selulosa terbentuk. Bakteri Acetobacter xylinum menghasilkan dua bentuk
selulosa yaitu selulosa I, polimer seperti pita, dan selulosa II, termodinamik
lebih polimer dengan amorf yang stabil. Selulosa mikrobial dapat digunakan
sebagai makanan diet dan dapat menghasilkan bahan-bahan baru untuk
diafragma speaker kinerja tinggi, pembalut medis dan kulit buatan (Chawla et
all, 2009)

9
Menurut Hardiyanti (2010), bakteri Acetobacter xylinum dapat mengubah 19
persen gula menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk merupakan benang –
benang yang bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu
lapisan tebal atau pelikel. Enzim yang berperan pada biosintesis selulosa oleh
bakteri adalah cellulose synthase yang terdapat dalam membran sel bakteri
polisakarida bakteri yang dibentuk oleh enzim – enzim bakteri Acetobacter
xylinum. Sintesis selulosa dari glukosa dalam suspensi bakteri yang
berkembang biak merupakan pengaruh dari fungsi oksigen. Produksi selulosa
tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh nitrogen. Kecepatan produksi selulosa
dapat disebabkan karena konsentrasi sel pada pertumbuhan kultur dalam zona
permukaan yang diaerasi. Gas CO2 dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan
kultur ditandai dengan munculnya gas CO2 yang mengangkat jaringan ke
permukaan.

2.5 Bahan Aditif Pembuatan Kertas


Menurut Nurlaily (2015), pembuatan kertas menggunakan bahan aditif untuk
memperbaiki sifat tertentu pada kertas seperti ketahanan terhadap cairan,
opasitas, warna, kepadatan dan kekuatan. Tapioka adalah salah satu contoh
bahan aditif yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan kertas. Perekat kertas
terbuat dari polimer, baik alami maupun sintetis. Selain tapioka, bahan aditif lain
yaitu kaolin dan alum. Bahan aditif kaolin berfungsi untuk meningkatkan opasitas
cetak, meningkatkan derajat putih dan memperbaiki sifat cetak. Alum berfungsi
untuk membuat bahan aditif berikatan secara efektif dengan serat.
Menurut Hardiyanti (2010), sifat kertas dapat diperbaiki dengan melakukan
penambahan bahan aditif. Bahan aditif berfungsi sebagai bahan pengisi (filler),
bahan penguat (strength additives), sizing agent, pewarna, bahan penolong
proses (processing aids), pencerah (optical brightener), dan sebagainya. Bahan
aditif diklasifikasikan menjadi bahan aditif pemberi efek kualitas kertas dan bahan
aditif pembantu proses. Efek kualitas kertas dipengaruhi oleh penambahan
bahan aditifnya.
2.5.1 Tapioka
Menurut Rahman (2007), tepung tapioka merupakan salah satu produk hasil
olahan singkong yang banyak digunakan sebagai bahan baku utama maupun
bahan penolong dalam beberapa produk baik di rumah tangga maupun industri.
Pengunaan tapioka dalam industri pangan misalnya pada produk kacang salut.

10
Perbedaan mutu produk industri pangan yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh
sifat atau karakteristik tepung tapioka yang digunakan. Tepung tapioka
merupakan pati yang diekstrak dari singkong. Tanaman singkong harus
dipertimbangkan usia atau kematangannya sebelum diekstrak menjadi pati. Usia
optimum yang telah ditemukan dari hasil percobaan terhadap salah satu varietas
singkong yang berasal dari jawa yaitu San Pedro Preto adalah sekitar 18 - 20
bulan. Ketika umbi singkong dibiarkan di tanah, jumlah pati akan meningkat
sampai pada titik tertentu, lalu umbi akan mejadi keras dan menyerupai kayu,
sehingga umbi akan sulit untuk ditangani ataupun diolah.
Menurut Hardiyanti (2010), proses pembuatan kertas yang menambahkan
bahan aditif tapioka dapat berfungsi sebagai sizer. Tapioka ditambahkan
sebelum pembentukan lembaran kertas. Tujuan utama dalam penggunaan
tapioka adalah untuk meningkatkan ketahanan fisik kertas. Tapioka digunakan
untuk memperbaiki ikatan antar serat sehingga dapat meningkatkan ketahanan
tarik kertas, kemampuan cetak tetapi tidak meningkatkan ketahanan kertas dari
air. Kerugian yang ditimbulkan dengan pemakaian tapioka adalah menurunnya
opasitas cetak karena tapioka mengisi rongga-rongga antar serat sehingga
mengurangi luas pantul cahaya, menurunkan derajat putih kertas karena tapioka
yang tergelatinisasi lebih bersifat transparan, dan kertas cenderung diserang
oleh bakteri pengurai. Pemakaian tapioka dalam pembuatan kertas berkisar
antara 1,0-5,0 persen dari berat pulp kering, tergantung pada jenis dan
persentase bahan penolong lainnya yang diberikan serta jenis pulp dan kertas
yang dihasilkan.
2.5.2 Kaolin
Menurut Siregar (2017), kaolin merupakan masa batuan yang tersusun dari
mineral lempung dengan kandungan besi yang rendah dan berwarna putih atau
agak keputihan, kaolin mempunyai komposisi hidrous aluminium silikat
(2H2OAl2O32Si2O2) dengan disertai beberapa material penyerta. Cadangan kaolin
di Indonesia sebesar 57.510.000 ton. Kaolin mempunyai mutu yang cukup baik
sebagai bahan keramik dan juga untuk bahan pengisi. Kaolin yang menjadi
peran untuk penambahan bahan pengisi bertujuan untuk meningkatkan sifat fisik,
memperbaiki karakteristik pengolahan tertentu dan menurunkan biaya produksi
produk.
Menurut Hardiyanti (2010), penambahan kaolin pada kertas bertujuan untuk
meningkatkan opasitas cetak dikarenakan kaolin menambah luas pantul cahaya

11
meningkatkan derajat putih serta memperbaiki kehalusan kertas. Penambahan
kaolin pada kertas yang berasal dari serat yang kasar sangat baik untuk
memperbaiki sifat cetak karena molekul-molekul kaolin mengisi ruang antar
serat. Adapun kerugian dari penambahan kaolin akan menurunkan kekuatan
kertas karena kaolin dapat menurunkan ikatan antar serat.
2.6 Sifat Fisik Kertas
Menurut Nasution (2009), kertas adalah bahan yang tipis dan rata yang
dihasilkan dari penggilingan serat yang berasal dari pulp, serat yang digunakan
adalah serat alami yang berasal dari tumbuh – tumbuhan, setelah melalui proses
semua macam serat ataupun lebih (paper mixture) dari sumber-sumber serat
yang berbeda. Sumber serat juga didapat dari mencampur kertas bekas dengan
kertas bekas lainnya, ataupun mecampur kertas bekas dengan serat yang baru
(virgin fibre). Adapun untuk mengetahui sifat – sifat fisik kertas, antara lain
dengan melakukan pengujian :
1. Gramatur adalah massa lembaran kertas dalam gram dibagi dengan satuan
luasnya (g/m2)
2. Kekuatan tarik kertas adalah daya tahan lembaran kertas terhadap gaya
tarik yang bekerja pada ujung kertas (kgf/m2)
3. Kecerahan dan warna adalah perbandingan intensitas cahaya biru pada
panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan kertas
dengan intensitas cahaya sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan
magnesium oksida pada kondisi standar (sudut 450 dan sudut pantul 00)
2.6.1 Kekuatan Tarik
Menurut Siagan (2004), kekuatan tarik adalah gaya tarik atau gaya tahan
lembaran pulp/kertas terhadap gaya tarik yang bekerja pada kedua ujungnya
yang dinyatakan dalam kilogram gaya atau kiloNewton per meter. Indeks tarik
adalah ketahanan tarik lembaran pulp/kertas dibagi gramatur, dinyatakan dalam
Nm/g.
Menurut Nurminah (2002), perbedaan kekuatan tarik pada kertas disebabkan
karena adanya perbedaan panjang serat yang menyusun kertas. Kekuatan tarik
pada kertas sebanding dengan kuadrat akar rata-rata perbandingan panjang
serat dan berat. Perbedaan kekuatan tarik pada kertas dapat disebabkan karena
pengaruh perbedaan metoda pembuatan kertas. Proses produksi kertas
menggunakan mesin, serat-serat atau fiber akan mengikuti arah mesin atau
sering disebut juga MD (machine direction). Nilai kekuatan tarik untuk machine

12
direction berbeda dengan TD/CD (transverse direction/cross machine direction)
atau yang melintang arah mesin. Nilai kekuatan tarik pada machine direction
lebih tinggi dibandingkan dengan kekuatan tarik pada cross machine direction.
Perbedaan tersebut dikarenakan machine direction serat-serat atau fiber
tersusun secara teratur dan terkumpul dalam satu arah tarikan sehingga
kekuatan yang dibutuhkan untuk memutuskan kertas tersebut lebih besar. Cross
machine direction serat-serat fiber melintang terhadap arah tarikan, sehingga
kekuatan antar serat menjadi tidak terlalu kuat ketika ditarik. Peningkatan kadar
air dalam kertas akan meningkatkan ketahanan tarik sampai pada titik
keseimbangan kelembaban kertas. Sifat dan kekuatan kertas dipengaruhi oleh
beberapa faktor, salah satu faktor yang paling penting adalah penambahan
bahan pengisi dan sizing dalam pembentukan lembaran kertas. Perbedaan
kekuatan kertas yang disebabkan karena perbedaan keseragaman susunan
kertas. Kadar air kertas mempengaruhi perpanjangan putus kertas. Kertas yang
memiliki keseimbangan kelembaban udara relatif kurang dari 30 persen maka
kertas akan rapuh dan kekuatan tarik akan menurun dibandingkan pada
kelembaban relatif 30 sampai 50 persen dan bila kadar air meningkat di atas
keseimbangan 50 persen kelembaban relatif maka akan menyebabkan
penurunan ikatan dan kekuatan tarik kertas.
2.6.2 Gramatur
Menurut Nurlaily (2015), Gramatur adalah nilai yang menunjukkan bobot
kertas per satuan luas kertas (g/m2). Pengambilan contoh dan penimbangan
dilakukan pada kondisi standar. Penimbangan gramatur menggunakan neraca
analitik, setelah ditimbang nilai gramatur dihitung dengan persamaan (1) sebagai
berikut :

Bobot contoh ( g ) 10.000 cm 2


Gramatur (g/m 2 ) = x ................................
100 cm 2 1 m2
..... (1)

Salah satu yang mempengaruhi sifat fisik pada kertas adalah gramatur.
Terutama sifat fisik kuat tarik dan sobek. Kertas yang memiliki sisi yang tebal
akan menghasilkan gramatur yang lebih tinggi, bagian dari sisi yang tipis akan
menghasilkan gramatur yang lebih rendah.
2.6.3 Kecerahan

13
Menurut Diem (2013), kecerahan adalah perbandingan intensitas cahaya biru
pada panjang gelombang 457 nm yang dipantulkan oleh permukaan kertas
dengan intensitas cahaya sejenis yang dipantulkan oleh permukaan lapisan
magnesium oksida pada kondisi standar (sudut 450 dan sudut pantul 00). Bila
kertas semakin putih maka tingkat kecerahannya semakin tinggi karena
intensitas cahaya yang dipantulkan oleh warna putih lebih tinggi dibandingkan
warna lain

14
2.7 Penelitian Terdahulu
Hardiyanti (2010), melakukan penelitian dengan judul “ Kajian Penggunaan
Selulosa Mikrobial sebagai Bahan Baku Pembuatan Kertas” tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui pengaruh penambahan bahan aditif pada kekuatan fisik kertas
selulosa mikrobial yang dihasilkan dan mengetahui besarnya peranan selulosa
mikrobial dalam mensubtitusi selulosa kayu sebagai bahan baku pembuatan
kertas dengan melakukan analisis konversi biomassa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan bahan aditif memilki pengaruh yang berbeda
nyata terhadap gramatur dan indeks tarik kertas, tetapi tidak menghasilkan
perbedaan yang nyata pada indeks sobek dan daya serap air kertas. Perlakuan
yang menghasilkan gramatur paling baik adalah pada perlakuan tapioka 2,5
persen dan kaolin 5 persen. Nilai indeks tarik yang paling baik dihasilkan dari
perlakuan tapioka 2,5 persen dan kaolin 5 persen. Bahan aditif yang
berpengaruh dalam memperbaiki kualitas kertas (kekuatan fisiki) adalah tapioka
2,5 persen dan bahan adiitif kaolin 5 persen memperbaiki penampakan kertas.

2.8 Hipotesa
Diduga semakin banyak bahan aditif yang ditambahkan dapat menaikkan sifat
ketahanan tarik dan gramatur kertas seni, dan memperbaiki penampakan kertas.
Kedua diduga bahwa kertas yang tidak diberi bahan aditif akan menjadi kertas
yang kurang baik.

15
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Teknik Sumberdaya Alam dan


Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang
sebagai lokasi pembuatan kertas, lokasi berada di 7057’10.5” Lintang Selatan
dan 112036’55.2” Lintang Timur, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Oktober 2019. Pengambilan sampel dilakukan di
Industri tahu rumahan, Jalan Gn Jati No. 20, Pandan Selatan, Pandan landung,
Kec. Wagir, Malang, Jawa Timur, Lokasi berada di 7098’37’’ Lintang Selatan dan
112059’29’’ Barat Timur dapat dilihat pada Gambar 3.2

Sumber : Google Earth Pro


Gambar 3.1 Laboraturium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan

Sumber : Google Earth Pro


Gambar 3.2 Industri Tahu, Wagir, Malang

16
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Alat Penelitian
No. Alat Fungsi
1 Gelas Beaker Wadah limbah cair tahu
2 Kompor Bahan bakar untuk memanaskan
larutan
3 Panci Merebus limbah cair tahu
4 Pengaduk Menghomogenkan larutan
5 Stopwatch Mengukur waktu
6 Loyang Mencetak nata de soya
7 Timbangan Mengukur berat bahan
8 Gelas ukur Mengukur volume air
9 Blender Memecahkan atau menghaluskan
nata de soya
10 Screen T61 20 x 30 Mencetak kertas
cm
11 Midangan screen Mencetak kertas
12 Kain batis 20 x 20 cm Menyaring limbah tahu
13 Pisau Memotong nata de soya
14 Rakel ukuran 10 cm Mengepres bubur nata
15 Kaca 15 x 22 cm Sebagai wadah untuk pengeringan
kertas
16 Koran Menutup loyang
17 Jerigen Wadah limbah cair

17
3.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.2
Tabel 3.2 Bahan Penelitian
No. Bahan Fungsi
1 Limbah cair tahu Bahan baku kertas
2 Gula pasir Sumber nutrisi bakteri
3 Amonium Sulfat Sumber nutrisi bakteri
((NH4)2SO4)
4 Tapioka Rose brand Bahan aditif
5 Kaolin clay Bahan aditif
6 Acetobacter xylinum Bakteri fermentasi
7 Aquades Bahan pemutih nata de soya

3.3 Metode Penelitian


Metode penelitian ini disusun dengan menggunakan metode eksperimental
laboratorik yaitu percobaan dalam skala laboraturium yang dilakukan dengan tiga
kali ulangan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan tiga kali ulangan dan 9 perlakuan sehingga ada 27
kombinasi. Keterangannya yaitu A = Tapioka, A0 = 0 persen, A1 = 2,5 persen,
A2 = 5 persen dan B = Kaolin, B0 = 0 persen , B1 = 2,5 persen, B2 = 5 persen. N
= Nata de soya 25 gram. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap
dikarenakan percobaan yang digunakan homogen atau dianggap tidak ada faktor
lain yang mempengaruhi respon dari luar faktor yang diteliti. Rancangan
percobaan dapat dilihat pada Tabel 3.3

Tabel 3.3 Rancangan Percobaan Penelitian


Ulangan
1 2 3
Perlakuan B0 B1 B2 B0 B1 B2 B0 B1 B2
A0 A0B0 A0B1 A0B2 A0B0 A0B1 A0B2 A0B0 A0B1 A0B2

A1 A1B0 A1B1 A1B2 A1B0 A1B1 A1B2 A1B0 A1B1 A1B2

A2 A2B0 A2B1 A2B2 A2B0 A2B1 A2B2 A2B0 A2B1 A2B2

Keterangan :
A0B0 = Tapioka 0 persen + Kaolin 0 persen + Nata de soya 25gram
A0B1 = Tapioka 0 persen + Kaolin 2,5 persen + Nata de soya 25gram

18
A0B2 = Tapioka 0 persen + Kaolin 5 persen + Nata de soya 25gram
A1B0 = Tapioka 2,5 persen + Kaolin 0 persen + Nata de soya 25gram
A1B1 = Tapioka 2,5 persen + Kaolin 2,5 persen + Nata de soya 25gram
A1B2 = Tapioka 2,5 persen + Kaolin 5 persen+ Nata de soya 25gram
A2B0 = Tapioka 5 persen + Kaolin 0 persen+ Nata de soya 25gram
A2B1 = Tapioka 5 persen + Kaolin 2,5 persen+ Nata de soya 25gram
A2B2 = Tapioka 5 persen + Kaolin 5 persen+ Nata de soya 25gram

3.4 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian ini meliputi beberapa tahap yaitu pengambilan limbah
cair, pembuatan nata de soya, pembuatan kertas, pengujian sampel, analisis
data.
3.4.1 Pengambilan Air Limbah
Limbah cair yang digunakan merupakan limbah cair tahu di Industri tahu
rumahan, Jalan Gn Jati No. 20, Pandan Selatan, Pandan landung, Kec. Wagir,
Malang, Jawa Timur, Lokasi berada di 7098’37’’ Lintang Selatan dan 112059’29’’
Lintang Timur. Limbah cair diambil dari bak penampung air limbah,
menggunakan jerigen. Kemudian sampel dibawa ke laboratorium untuk dijadikan
nata de soya.
3.4.2 Pembuatan Nata de soya
Adapun tahap pembuatan Nata de soya adalah :
1. Persiapan media
Limbah cair tahu sebanyak satu liter disaring dengan kain saring batis ukuran
20 x 20 cm dan dibersihkan dari kotoran. Kemudian ditempatkan pada sebuah
panci dan diberikan bahan tambahan untuk memenuhi nutrisi yang dibutuhkan
oleh bakteri seperti gula sebanyak 25 gram, 2 gram amonium sulfat, dan 15 - 16
mL asam asetat. Setelah itu dilakukan pengadukan
2. Rebusan
Limbah tahu yang sudah disaring dan ditambahkan bahan - bahan kemudian
direbus hingga mendidih selama 10 menit dengan suhu ± 100oC.
3. Pendinginan
Panci diangkat dari kompor, lalu masukan limbah tahu yang sudah direbus ke
wadah segi empat yang steril, setelah itu lakukan pendinginan sampai medium
bersuhu ±25oC.

19
4. Inokulasi
Tahap inokulasi dilakukan dengan teknik aseptis yaitu dengan
menambahkan Acetobacter xylinum sebanyak 100 mL pada medium dan
langsung dilakukan penutupan wadah dengan menggunakan kertas koran
steril dan diikat karet gelang, lalu disimpan pada suhu ruang ± 20 - 25 oC.
Diagram alir pembuatan nata de soya dapat dilihat pada Gambar 3.3

Mulai

Penyaringan dengan kain


Limbah Cair Tahu
saring batis ukuran 20 x 20
cm

Penambahan nutrisi ( gula


Rebus hingga mendidih
25 gram, asam asetat 15
selama 10 menit dengan ± mL, amonium sulfat 2
100oC. gram)

Penuangan limbah cair


Pendinginan selama 60 tahu kewadah steril dan
menit dengan suhu ± 25oC ditutup dengan koran steril

Penambahan starter
Inokulasi Acetobacter xylinum
sebanyak 100 mL

Inkubasi (7-14 hari) dengan


suhu ruang ± 20- 25oC

Nata De Soya

Selesai

Gambar 3.3 Diagram Alir Pembuatan Nata de Soya

20
3.4.3 Pembuatan Kertas
Adapun tahap pembuatan kertas dari nata de soya adalah sebagai berikut:
1. Persiapan media
Nata de soya dibersihkan atau dilakukan pencucian menggunakan air
2. Rebusan
Nata de soya yang sudah dilakukan pencucian selanjutnya dipotong kecil-
kecil kemudian direbus dengan aquades hingga jernih dan berwarna putih
3. Pembuatan Pulp
Tahap pembuatan pulp ini dilakukan dengan cara memblender sampai halus
nata, setelah itu nata yang sudah halus diperas dengan menggunakan kain
saring batis hingga tidak ada air lagi, lalu ditambahkan bahan aditif berupa
tapioka dan kaolin sesuai perlakuan yang dilarutkan dengan aquades 100 mL
4. Pencetakan
Pulp yang sudah terbentuk selanjutnya dicetak menggunakan cetakan
screen T61 ukuran 20 x 30 cm, mindangan screen dan kaca dengan bantuan
rakel untuk merapikan serat
5. Pengeringan
Dilakukan pengeringan untuk mengeringkan kertas sehingga menjadi sebuah
lembaran kertas yang berbahan baku limbah cair tahu yang diolah menjadi nata
de soya. Pengeringan dilakukan dengan cara menggunakan oven yang bersuhu
400C selama 24 jam setelah itu dikeluarkan dan dijemur dibawah sinar matahari.
Diagram alir proses pembuatan kertas dapat dilihat pada Gambar 3.4 dan
Dokumentasi Pembuatan Kertas dapat dilihat pada Lampiran 14.

21
Mulai

Dicuci dengan air


hingga bersih
Nata de soya  
 
Direbus dengan
aquades 100 mL
hingga berwarna
Rebusan putih selama 10
menit sebanyak 4
kali

Blender nata hingga


Pembuatan Pulp
hancur dan peras
dengan kain batis
lalu tambahkan
bahan aditif

Pencetakan Kertas Cetak dengan


Screen T61 20 x
30cm, midangan
screen dan kaca

Dikeringkan dengan
Pengeringan oven 400C selama
24 jam dan sinar
matahari hingga
kering
 

Kertas

Selesai

Gambar 3.4 Diagram Alir Pembuatan Kertas

22
3.4.4 Pengujian Sampel
Kertas yang diberikan perlakuan penambahan bahan aditif tapioka dan kaolin
akan diuji di laboraturium. Parameter yang diuji meliputi kekuatan tarik kertas,
gramatur, kecerahan. Sampel diambil pada masing - masing perlakuan, untuk
kekuatan tarik kertas, gramatur, dan kecerahan diuji dengan alat penguji.
Pengujian kuat tarik menggunakan alat Brazilian Test, pengujian gramatur
menggunakan timbangan analitik dan pengujian kecerahan menggunakan
Calorimeter. Sampel diuji di laboraturium Daya dan Mesin Keteknikan Pertanian,
laboraturium Teknik Sumber Daya Alam dan Lingkungan, dan laboraturium
Agrokimia Teknik Industri Pertanian. Prosedur dan hasil pengujian dapat dilihat
pada Lampiran 12, Lampiran 16 dan Lampiran 17.
3.4.5 Analisa Data
Analisa data dilakukan setelah diketahui nilai masing – masing dari pengujian
laboraturium dari kertas dan pengolahan data dengan rancangan percobaan.
Analisa data dilakukan untuk mengetahui seberapa baik penambahan bahan
aditif pada kertas. Berdasarkan pengolahan data dapat dilakukan menggunakan
metode rancangan percobaan. Data yang didapatkan dari hasil uji laboratorium
diolah menggunakan aplikasi Statistical Package for the Social Sciences (SPPS)
16.0 jika hasilnya berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey
dengan tarif 5 %. Uji perbandingan berganda Tukey atau BNJ (Beda Nyata Jujur)
digunakan untuk mencari nilai pembanding dalam menentukan nilai tengah
seluruh rata – rata perlakuan setelah uji (ANOVA). Data yang muncul setelah uji
lanjut Tukey atau BNJ (Beda Nyata Jujur) berupa rata – rata perlakuan atau
kelompok dengan notasi huruf.

3.5 Rancangan Percobaan


Metode penelitian digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor yang diteliti yaitu
penambahan bahan aditif tapioka dan kaolin. Dilakukan pengujian sampel
sebanyak 27 sampel kertas meliputi kekuatan tarik, gramatur dan kecerahan.

23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gramatur Kertas


Gramatur merupakan perbandingan berat kertas (gram) dengan luasan kertas
(m2). Pengujian gramatur menghasilkan rata – rata gramatur kertas antara 76,11
g/m2 hingga 163,05 g/m2. Rata – rata gramatur kertas yang terbuat dari nata de
soya dengan penambahan bahan aditif tapioka dan kaolin dapat dilihat pada
Lampiran 1. Lampiran menunjukan rata – rata gramatur yang paling tinggi
adalah perlakuan A2B2 yang mana perlakuan ini adalah penambahan bahan
aditif tapioka 5 persen dan kaolin 5 persen, sedangkan gramatur yang paling
rendah adalah perlakuan A0B0 yang tidak ditambahkan bahan aditif apapun
yaitu murni nata de soya dengan pencampuran aquades 100mL. Data yang
didapatkan dari hasil pengujian gramatur kemudian diolah dengan aplikasi
Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) 16.0 untuk mengetahui
hubungan penambahan bahan aditif terhadap gramatur kertas. Tahap signifikasi
yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 0,05. Perlakuan dikatakan
berbeda nyata apabila memiliki nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 dan tidak
berbeda nyata apabila memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,05. Perhitungan SPSS
uji gramatur dapat dilihat pada Lampiran 3. Uji lanjutan perlu dilakukan terhadap
variabel independen yang memiliki perbedaan nyata terhadap variabel
dependennya karena memiliki nilai signifikasi < 0,05. Pengaruh interaksi antar
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Gramatur Kertas
Perlakuan Rata - rata Gramatur Notasi
(g/m2)
A0B0 76,106 *) a
A0B1 84,406 ab
A0B2 87,020 ab
A1B0 109,95 bc
A1B1 114,71 bc
A1B2 122,45 c
A2B0 124,54 c
A2B1 125,88 c
A2B2 163,05 d
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : BNJ = 32,381797
*) Bilangan rata – rata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (α = 0,05)

Tabel 4.1 berupaya mencari atau menguji kelompok mana yang berbeda atau
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya. Tabel ini

24
menunjukan bahwa pada perlakuan A0B0 yang memiliki rerata gramatur 76,106
dengan notasi a berbeda nyata terhadap perlakuan A0B1, A0B2, dengan notasi
ab, dan untuk perlakuan lainnya menunjukkan bahwa berbeda nyata signifikan
dengan notasi bc, c, dan d. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa adanya
penambahan aditif dapat meningkatkan dan memperkuat ikatan antar serat pada
suspensi, sehingga kemungkinan loss serat terbuang bersama air semakin kecil.
Hasil analisis ini juga menunjukan bahwa penambahan aditif atau bahan perekat
juga akan menambah berat kertas serta gramaturnya. Bahan aditif atau perekat
mempunyai massa jenis apabila digunakan sebagai bahan pengisi. Menurut
Febrina, et al., (2017), menyatakan bahwa gramatur pada sampel kertas tidak
hanya dipengaruhi dari massa bahan baku yaitu serat melainkan keberadaan
perekat juga sangat mempengaruhi. Grafik gramatur kertas pada berbagai
konsentrasi bahan aditif dan 25 gram nata de soya dapat dilihat pada Gambar
4.1. Hasil analisis ragam dapat dilihat pada Lampiran 3.
180.00
163.05
160.00
140.00
Gramatur (g/m2)

125.88 122.54 124.45


120.00 109.95 114.71
100.00 87.02 84.41
80.00 76.11
Rerata
60.00
40.00
20.00
0.00
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2

Perlakuan

Gambar 4.1 Grafik Gramatur Kertas dengan konsentrasi aditif 0 %, 2,5 %, 5%

Gambar 4.1 Grafik ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan kedua


bahan aditif tapioka 5 persen dan kaolin 5 persen menyebabkan kenaikan nilai
gramatur kertas, dibandingkan dengan penambahan salah satu jenis bahan aditif
dan tanpa bahan aditif. Semakin tinggi konsentrasi bahan aditifnya semakin
tinggi pula nilai gramaturnya. Peningkataan dan penurunan nilai gramatur
dipengaruhi oleh proporsi bahan baku dan konsentrasi bahan aditif yang
digunakan, serta proses pencetakan antara partikel. Menurut Hardiyanti (2010),
Penyebab dari konsistensi nilai gramatur karena adanya akumulasi kedua bobot

25
bahan tambahan yang meningkatkan berat kertas. Penambahan tapioka
cenderung meningkatkan gramatur kertas karena meningkatkan daya ikatan
antar serat, kaolin juga sebagai bahan anorganik yang berikatan pada
permukaan serat selulosa mikrobial juga menambah berat lembaran kertas yang
terbentuk.

4.2 Kekuatan Tarik Kertas


Kuat tarik merupakan ketahanan terhadap gaya tarikan yang dikenakan

terhadap kertas. Pengujian kuat tarik kertas menghasilkan rata – rata nilai

ketahan tarik yang berkisar 0,159383 hingga 0,357500. Rata – rata nilai kuat
tarik pada kertas dapat dilihat pada Lampiran 1. Lampiran menunjukan rata –
rata nilai kuat tarik yang paling tinggi yaitu pada perlakuan A1B2 yang mana
perlakuan ini adalah penambahan tapioka 2,5 persen dan kaolin 5 persen dan
yang paling rendah adalah A0B1, yang mana perlakuan ini adalah kaolin 2,5
persen tanpa adanya pencampuran tapioka. Data yang didapatkan dari hasil
pengujian kuat tarik diolah dengan aplikasi SPSS 16.0 untuk mengetahui
hubungan penambahan bahan aditif terhadap kuat tarik kertas. Tahap signifikasi
yang digunakan pada penelitian ini yaitu sebesar 0,05. Perlakuan dikatakan
berbeda nyata apabila memiliki nilai signifikasi lebih kecil dari 0,05 dan tidak
berbeda nyata apabila memiliki nilai signifikasi lebih dari 0,05. Perhitungan SPSS
uji gramatur dapat dilihat pada Lampiran 4. Uji lanjutan perlu dilakukan terhadap
variabel independen yang memiliki perbedaan nyata terhadap variabel
dependennya karena memiliki nilai signifikasi < 0,05. Pengaruh interaksi antar
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Kekuatan Tarik Kertas
Perlakuan Rata- rata kuat tarik Notasi
(kgf/m2)
A0B0 0,348800 *) a
A0B1 0,0844 a
A0B2 0,240610 a
A1B0 0,233333 a
A1B1 0,224967 a
A1B2 0,357300 a
A2B0 0,253133 a
A2B1 0,356267 a
A2B2 0,295833 a

26
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : BNJ = 0,2971028
*)Bilangan rata – rata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (α = 0,05)

Tabel 4.2 menunjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap
perlakuan. Perlakuan satu hingga sembilan mendapatkan notasi a. Hasil
signifikasi 0,306 menunjukan bahwa nilai signifikasi lebih besar dari 0,05.

Penambahan bahan aditif dan bahan baku yang digunakan untuk membuat

kertas seharusnya berpengaruh nyata pada kuat tarik kertas tersebut, tetapi
pada penelitian ini tidak ada perbedaan yang nyata terhadap tiap perlakuan.

Menurut Dewi (2015), Penambahan bahan perekat pada produksi kertas

0.4
0.3488 0.3573 0.3563
Kuat Tarik (Kgf.cm-2)

0.35
0.2958
0.3
0.2531
0.25 0.2406 0.2333
0.225
0.2

0.15 Rerata

0.1 0.0844

0.05

0
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2

Perlakuan
bertujuan memperkuat ikatan antar serat, serta mengawetkan kertas sehingga
diperoleh kertas yang berkualitas dengan ketahanan tarik dan ketahanan sobek
yang tinggi. Grafik gramatur kertas pada berbagai konsentrasi bahan aditif dan
25 gram nata de soya dapat dilihat pada Gambar 4.2. Hasil analisis ragam dapat
dilihat pada Lampiran 4.

Gambar 4.2 Grafik Kuat Tarik Kertas dengan konsentrasi aditif 0 %, 2,5 %, 5%

Gambar 4.2 Grafik ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan tapioka 2,5
persen dan kaolin 5 persen menyebabkan kenaikan nilai kuat tarik pada kertas

27
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pengaruh kenaikan dan penurunan kuat
tarik kertas yaitu dari bahan baku kertas tersebut dan bahan aditif yang
ditambahkan. Serat dari selulosa mikrobial yang halus. Menurut Hardiyanti
(2010), kertas yang terbuat dari serat halus memiliki kekuatan tarik yang tinggi.
Serat – serat halus memiliki ikatan antar serat yang lebih tinggi sehingga serat
lebih kompak dan menyebabkan kekuatan tarik kertas tinggi. Selulosa mikrobial
terdiri dari serat – serat halus yang memiliki kristalinitas tinggi dan kekompakan
serat., maka dari itu kuat tarik yang diperoleh relatif tinggi.

4.3 Kecerahan Kertas


Derajat kecerahan kertas menyatakan banyaknya sinar yang dipantulkan
kembali oleh suatu bahan relatif terhadap bahan standart yang dinyatakan dalam
% ISO (Jepri, 2016). Pengujian kecerahan menghasilkan rata -rata nilai
kecerahan kertas berkisar 76,1833 hingga 91,4667. Rata – rata nilai kecerahan
pada kertas dapat dilihat pada Lampiran 1. Lampiran menunjukan rata – rata
kecerahan kertas yang paling tinggi yaitu pada perlakuan A0B2 yang mana
perlakuan ini adalah penambahan aditif kaolin 5 persen tanpa adanya
penambahan tapioka dan yang paling rendah yaitu pada perlakuan A0B0 yang
mana perlakuan ini tidak diberikan bahan aditif apapun. Menurut Hardiyanti
(2010), Penambahan kaolin dimaksudkan untuk meningkatkan opasitas cetak
karena kaolin menambah luas pantul cahaya meningkatkan derajat putih. Data
yang didapatkan dari hasil pengujian kecerahan kertas diolah dengan aplikasi
SPSS 16.0 untuk mengetahui hubungan penambahan bahan aditif terhadap
kecerahan kertas. Tahap signifikasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu
sebesar 0,05. Perlakuan dikatakan berbeda nyata apabila memiliki nilai
signifikasi lebih kecil dari 0,05 dan tidak berbeda nyata apabila memiliki nilai
signifikasi lebih dari 0,05. Perhitungan SPSS uji kecerahan dapat dilihat pada
Lampiran 5. Uji lanjutan perlu dilakukan terhadap variabel independen yang
memiliki perbedaan nyata terhadap variabel dependennya karena memiliki nilai
signifikasi < 0,05. Pengaruh interaksi antar perlakuan dapat dilihat pada Tabel
4.3

Tabel 4.3 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Kecerahan Kertas
Perlakuan Rerata Kecerahan Notasi
A0B0 76,1833 *) A
A0B1 90,5867 C
A0B2 91,4667 C

28
A1B0 82,6800 B
A1B1 88,7867 Bc
A1B2 90,8333 C
A2B0 87,2300 Bc
A2B1 90,3367 C
A2B2 89,9667 C
Sumber : Hasil Perhitungan (2019)
Keterangan : BNJ = 6,4180811
*) Bilangan rata – rata yang didampingi huruf yang sama
menyatakan tidak berbeda nyata (α = 0,05)

Tabel 4.3 berupaya mencari atau menguji kelompok mana yang berbeda
atau tidak memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok lainnya.
Perlakuan A0B0 dengan notasi a memiliki perbedaan nyata signifikan dengan
perlakuan lainnya, perlakuan A1B0 notasi b, dengan perlakuan A1B1, dan A2B0
dengan notasi bc memiliki perbedaan yang nyata dan perlakuan A0B1, A0B2,
A1B2, A2B1, A2B2, dengan notasi c tidak memiliki perbedaan nyata.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa adanya penambahan aditif
mempengaruhi kecerahan pada kertas. Hasil analisis ini juga menunjukan bahwa
penambahan aditif atau bahan perekat juga akan menambah kecerahan kertas,
serta bahan baku pembuatan kertas sendiri mempengaruhi kecerahan kertas
pada penelitian ini menggunakan selulosa mikrobial yang memiliki warna putih
setelah dilakukan penetralan yaitu dengan merebus nata de soya dengan
aquades Menurut Roliadi, et al., (2013), derajat putih lembaran serat meningkat
dengan semakin besarnya porsi campuran pulp selulosa mikrobial dan
sebaliknya. Kondisi ini memperkuat indikasi sebelumnya bahwa pulp selulosa
mikrobial didominir oleh rantai polimer selulosa (>90%) yang secara alami
berwarna putih. Grafik kecerahan kertas pada berbagai konsentrasi bahan aditif
dan 25 gram nata de soya dapat dilihat pada Gambar 4.3. Hasil analisis ragam
dapat dilihat pada Lampiran 5.

100
90.59 91.47 88.79 90.83 87.23 90.34 89.97
90 82.68
80 76.18
Kecerahan (%)

70
60
50
40
Rerata
30
20
10
0
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2
29
Perlakuan
Gambar 4.3 Grafik Kecerahan Kertas dengan Konsentrasi Aditif 0 %, 2,5 %,
5%

Gambar 4.3 Grafik ini menunjukan bahwa kombinasi perlakuan ketiga


dengan komposisi bahan aditif tapioka 0 persen dan kaolin 5 persen
menyebabkan kenaikan nilai kecerahan kertas sebesar 91,47. Grafik dari hasil
pengujian masing – masing perlakuan kecerahan pada penelitian ini memiliki
rentang yang tidak berbeda jauh. Grafik hasil pengujian ini juga menunjukan
bahwa kecerahan kertas yang didapatkan sudah mendekati standart warna putih
pada alat uji. Standart warna putih pada alat kalorimeter adalah 92,24. Perlakuan
yang memiliki nilai paling rendah yaitu pada perlakuan A0B0 yang mana
perlakuan tersebut tidak ditambahkan bahan aditif apapun, oleh sebab itu dapat
diambil kesimpulan bahwa bahan aditif dapat menambah kecerahan warna putih
pada kertas. Menurut Roliadi, et al., (2013), derajat putih juga meningkat akibat
penggunaan bahan aditif. Terdapat dugaan yaitu ada kaitannya dengan adanya
kaolin atau clay ( sebagai pengisi yang bersifat banyak memantulkan cahaya)
dan pati tapioka yang alamiahnya berwarna putih.

4.4 Kualitas Sensori Kertas


4.4.1 Warna
Penilaian panelis terhadap warna dapat dilihat pada Lampiran 2. Kertas yang
terbuat dari selulosa mikrobial yaitu nata de soya menunjukan tingkat kesukaan
yang beragam. Rata - rata skor kesukaan warna terhadap kertas dari panelis
berkisar antara 2,8 sampai 4,13. Rata - rata skor kesukaan panelis menunjukan
bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap kertas memiliki kualitas biasa hingga
suka dari segi warna. Data yang sudah didapatkan dari penilaian panelis diolah
menggunakan aplikasi SPSS 16.0 dengan melakukan uji Friedman dapat dilihat
pada Lampiran 6. Rata - rata urutan rangking penilaian panelis terhadap
kesukaan warna dapat dilihat pada Tabel 4.4

Tabel 4.4 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Penilaian Kesukaan
Warna
Perlakuan Rata- rata Ranking Keterangan
Kesukaan
Warna
A0B0 2,97 8 Tidak suka
A0B1 5,53 4 Sangat suka
A0B2 5,17 5 Sangat suka
A1B0 2,87 9 Tidak suka

30
A1B1 4,53 7 Suka
A1B2 6,53 2 Sangat suka
A2B0 5,67 3 Sangat suka
A2B1 5,14 6 Sangat suka
A2B2 6,60 1 Sangat suka
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : (1=sangat tidak suka) (2=tidak suka) (3=biasa) (4=suka)
(5=sangat suka)

Berdasarkan hasil uji Friedman rata - rata ranking kesukaan warna dari
penilaian panelis yang tertinggi yaitu pada kertas dengan perlakuan A2B2 dan
yang terendah yaitu A1B0. Perlakuan dengan kode A2B2 yaitu perlakuan yang
ditambahkan tapioka sebanyak 5 persen dan kaolin 5 persen, sedangkan
perlakuan dengan kode A1B0 yaitu perlakuan tapioka 5 persen dan kaolin 0
persen. Tabel diatas menunjukan bahwa kelompok kertas yang panelis tidak
suka terhadap warnanya yaitu ada dua karena warna yang dihasilkan dari kertas
tersebut yaitu kecoklatan akibat dari tidak diberi dan sedikit diberi atau
ditambahkan bahan aditif. Beberapa panelis menilai bahwa produk kertas ini
mempunyai nilai yang lebih menarik dari kertas biasa walaupun dengan jenis
warna dari selulosa mikrobial. Kertas yang dihasilkan memiliki warna yang
berbeda – beda pada setiap perlakuannya, kertas dengan pemberian aditif
rendah lebih cederung coklat keputihan, sedangkan kertas dengan pemberian
aditif tinggi lebih cenderung berwarna putih. Selain itu, bukan hanya bahan aditif
saja yang mempengaruhi warna kertas, bahan baku pembuatan kertas sendiri
yaitu nata de soya juga yang sudah dinetralkan sangat mempengaruhi warna
pada kertas. Menurut Syamsu (2012), Selulosa mikrobial yang dihasilkan
memiliki nilai kadar air yang tinggi yaitu 98 %. Pemurnian dan penetralan
selulosa mikrobial dapat menghasilkan lembaran dengan warna yang relatif putih
(tidak membutuhkan proses bleaching).

Hasil uji Friedman terhadap warna pada kertas dapat dilihat pada Lampiran
6. menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig < 0,05. Asymp. Sig yang diperoleh
yaitu 0,000, maka diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima atau
dengan kata lain terdapat perbedaan rata – rata kesukaan warna pada kertas
dari setiap perlakuan. Berdasarkan tabel output test statistic pada Lampiran 6.
Diketahui nilai Chi-Square Hitung sebesar 38,703 dan Chi – Square Tabel adalah
15,507, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima atau
dengan kata lain ada perbedaan rata – rata kesukaan warna pada kertas dari
setiap perlakuan. Beberapa panelis mengatakan bahwa kesukaan warna kertas

31
ini dilihat dari fungsi kertas tersebut akan menjadi apa, panelis juga mengatakan
bahwa kertas yang berwarna putih merupakan kertas yang baik digunakan
sebagai kertas cetak seperti F4 dan sebagainya. Panelis lebih suka warna
kertas yang lebih cerah atau terang. Kertas yang berwarna cerah diakibatkan
oleh penambahan aditif yang diberikan serta proses penjemuran kertas dengan
sinar matahari. Menurut Pertiwi (2019), pengaruh bahan baku dan perekat yaitu
tepung tapioka memiliki warna yang paling menarik. Kondisi itu karena warnanya
lebih cerah dan terang. Perubahan warna juga disebabkan oleh pengaruh waktu
penjemuran yang tidak merata. Penjemuran di pagi, siang, dan sore akan
memiliki suhu pengeringan yang berbeda-beda. Selain itu durasi yang terlalu
lama juga dapat mempengaruhi perubahan warna kertas. Jika terlalu lama waktu
penjemuran, maka warna kertas akan semakin gelap atau pekat. Penjemuran
menggunakan sinar matahari berpengaruh terhadap stabilitas warna.

4.4.2 Tekstur Permukaan


4.4.2.1 Tekstur Depan
Penilaian panelis terhadap terksur permukaan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kertas yang dihasilkan dari bahan baku limbah cair tahu ini memiliki tinggat
kesukaan yang beragam. Rerata skor kesukaan panelis terhadap tekstur
permukan depan pada kertas antara 3,2 sampai 4,3. Kondisi ini menunjukan
bahwa panelis menilai kertas tersebut memiliki kualitas biasa hingga suka dari
segi tekstur permukaan depan kertas. Teksur depan ini memiliki tekstur yang
halus, dan lebih rapi dibanding tekstur belakang, tetapi saat ditulis menggunakan
tinta harus menunggu beberapa detik agar tinta tidak mencair. Data yang sudah
didapatkan dari penilaian panelis diolah menggunakan aplikasi SPSS 16.0
dengan melakukan uji Friedman dapat dilihat pada Lampiran 6. Rata - rata
urutan rangking penilaian panelis terhadap kesukaan permukaan tekstur depan
dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Penilaian Kesukaan
Tekstur Depan
Perlakuan Rata- rata Ranking Keterangan
Kesukaan
Tekstur Depan
A0B0 3,77 8 Biasa
A0B1 4,83 5 Suka
A0B2 3,93 6 Biasa
A1B0 3,73 9 Biasa
A1B1 3.87 7 Biasa
A1B2 6,40 2 Sangat suka
A2B0 6,27 3 Sangat suka

32
A2B1 5,13 4 Sangat suka
A2B2 7,07 1 Sangat suka
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : (1=sangat tidak suka) (2=tidak suka) (3=biasa) (4=suka)
(5=sangat suka)

Berdasarkan hasil uji Friedman rerata ranking kesukaan tekstur depan pada
panelis tertinggi yaitu pada kertas dengan perlakuan A2B2 dan yang terendah
yaitu A1B0. Perlakuan dengan kode A2B2 yaitu perlakuan yang ditambahkan
tapioka sebanyak 5 persen dan kaolin 5 persen, sedangkan perlakuan dengan
kode A1B0 yaitu penambahan tapioka 2,5 persen dan kaolin 0 persen. Tekstur
permukaan depan kertas ini dipengaruhi oleh serat yang dimiliki dari selulosa
mikrobial serta bahan aditif yang mempunyai daya rekat kuat sehingga
menghasilkan tekstur permukaan yang teratur dan padat. Selain serat dan bahan
aditif, cetakan juga mempengaruhi tekstur. Cetakan yang digunakan yaitu screen
T61 dengan ukuran 20 x 30 cm dan sebagai wadah dari bubur kertasnya yaitu
kaca, pada tekstur depan ini bubur kertas yang menempel dikaca tidak langsung
terkena sinar matahari pada pengeringannya, sehingga tekstur depan ini lebih
halus dan mulus karena langsung menempel pada kaca, tetapi kekurangan dari
tekstur depan ini pada saat proses pembukaan kertasnya ada beberapa kertas
yang sangat lengket dengan kaca sehingga harus membutuhkan pisau untuk
membukanya dan dapat merusak kertas jika tidak berhati – hati saat membuka.
Menurut Pratiwi, (2015), Tekstur permukaan sangat dipengaruhi oleh teknik
pencetakan dan ukuran serat. Ukuran serat pendek akan menghasilkan tekstur
yang lebih halus dibandingkan dengan serat yang panjang.
Hasil uji Friedman terhadap tekstur depan pada kertas dapat dilihat pada
Lampiran 9 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig < 0,05. Asymp. Sig yang
diperoleh yaitu 0,000, maka diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima atau dengan kata lain terdapat perbedaan rata – rata kesukaan warna
pada kertas dari setiap perlakuan. Berdasarkan tabel output test statistic pada
Lampiran 9. Diketahui nilai Chi-Square Hitung sebesar 38,307 dan Chi – Square
Tabel adalah 15,507, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima atau dengan kata lain ada perbedaan rata – rata kesukaan tekstur
depan pada kertas dari setiap perlakuan. Pengambilan kesimpulan bahwa
penambahan aditif yang lebih tinggi dapat meningkatkan kualitas tekstur
permukaan pada kertas.
4.4.2.2 Tekstur Belakang

33
Penilaian panelis terhadap terksur permukaan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kertas yang dihasilkan dari bahan baku limbah cair tahu ini memiliki tingkat
kesukaan yang beragam. Rata - rata skor kesukaan panelis terhadap tekstur
permukaan belakang pada kertas antara 3,2 sampai 4,4. Kondisi ini menunjukan
bahwa panelis menilai kertas tersebut memiliki kualitas biasa hingga suka dari
segi tekstur permukaan belakang kertas. Tekstur belakang ini jika dirasakan oleh
tangan memiliki teksur yang kasar dan jika ditulis tinta tidak mudah mencair.
Beberapa panelis mengatakan bahwa kertas yang bertekstur kasar lebih disukai,
selain bagus digunakan untuk menulis dan tinta tidak mudah mencair dikertas.
Data yang sudah didapatkan dari penilaian panelis diolah menggunakan aplikasi
SPSS 16.0 dengan melakukan uji Friedman dapat dilihat pada Lampiran 10.
Rata - rata urutan rangking penilaian panelis terhadap kesukaan permukaan
tekstur depan dapat dilihat pada Tabel 4.6

Tabel 4.6 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Penilaian Kesukaan
Tekstur Belakang
Perlakuan Rata- rata Ranking Keterangan
Kesukaan
Tekstur
Belakang
A0B0 4.47 6 Suka
A0B1 4.60 5 Suka
A0B2 3.43 9 Biasa
A1B0 4.10 7 Suka
A1B1 3.90 8 Biasa
A1B2 6.63 2 Sangat suka
A2B0 5.73 3 Sangat suka
A2B1 4.90 4 Suka
A2B2 7.23 1 Sangat suka
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : (1=sangat tidak suka) (2=tidak suka) (3=biasa) (4=suka)
(5=sangat suka)

Berdasarkan hasil uji Friedman rerata ranking kesukaan tekstur belakang


pada panelis tertinggi yaitu pada kertas dengan perlakuan A2B2 dan yang
terendah yaitu A2B0. Perlakuan dengan kode A2B2 yaitu perlakuan yang
ditambahkan tapioka sebanyak 5 persen dan kaolin 5 persen, sedangkan
perlakuan dengan kode A1B0 yaitu penambahan tapioka 5 persen. Tekstur
permukaan belakang kertas ini dipengaruhi oleh serat yang dimiliki dari selulosa
mikrobial serta bahan aditif yang mempunyai daya rekat kuat sehingga
menghasilkan tekstur permukaan yang teratur dan padat. Selain serat dan bahan
aditif, cetakan juga mempengaruhi tekstur. Cetakan yang digunakan yaitu screen

34
T61 ukuran 20 x 30 cm dan sebagai wadah dari bubur kertasnya yaitu kaca,
pada tekstur belakang ini bubur kertas tidak menempel dikaca dan langsung
terkena sinar matahari pada pengeringannya, sehingga tekstur belakang ini lebih
kasar dan tidak mulus karena tidak ada tutupan pada kaca, sehingga dapat
menyebabkan kontaminan dari banyak kondisi, seperti adanya binatang yang
menempel, adanya tetesan air, dan sebagainya. Menurut Pertiwi (2019), Proses
pembuatan kertas secara manual yaitu menggunakan screen, menghasilkan
kertas yang kurang rata berbeda dengan kertas dipasaran yang memiliki tekstur
rata dibuat dengan metode pengepresan. Waktu penggilingan dan pengeringan
juga mempengaruhi tekstur kertas. Semakin lama waktu yang digunakan saat
penggilingan menyebabkan pulp lebih homogen sehingga tekstur yang nampak
menjadi lebih halus dibandingkan digiling dengan waktu yang sebentar.
Hasil uji Friedman terhadap warna pada kertas dapat dilihat pada Lampiran
10 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig < 0,05. Asymp. Sig yang diperoleh
yaitu 0,000, maka diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima atau
dengan kata lain terdapat perbedaan rata – rata kesukaan tekstur belakang pada
kertas dari setiap perlakuan. Berdasarkan tabel output test statistic pada
Lampiran 10. Diketahui nilai Chi-Square Hitung sebesar 32,897 dan Chi –
Square Tabel adalah 15,507, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak
dan Ha diterima atau dengan kata lain ada perbedaan rata – rata kesukaan
tekstur belakang pada kertas dari setiap perlakuan.
4.4.3 Kenampakan Serat
Penliaian panelis terhadap kenampakan serat dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kertas yang dihasilkan dari bahan baku limbah cair tahu ini memiliki tinggat
kesukaan yang beragam. Rata - rata skor kesukaan panelis terhadap
kenampakan serat pada kertas antara 2,86 sampai 4. Kondisi ini menunjukan
bahwa panelis menilai kertas tersebut memiliki kualitas biasa hingga suka dari
segi kenampakan serat pada kertas. Beberapa panelis mengatakan bahwa
kertas yang memiliki serat yang tampak lebih unik dan bagus jika dijadikan kertas
dibanding kertas yang seratnya tidak tampak. Data yang sudah didapatkan dari
penilaian panelis diolah menggunakan aplikasi SPSS 16.0 dengan melakukan uji
Friedman dapat dilihat pada Lampiran 8. Rata - rata urutan rangking penilaian
panelis terhadap kesukaan kenampakan serat dapat dilihat pada Tabel 4.7

35
Tabel 4.7 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Penilaian Kesukaan
Kenampakan serat

Perlakuan Rata- rata Ranking Keterangan


Kesukaan
Kenampakan
Serat
A0B0 5.17 4 Suka
A0B1 4.47 7 Sangat Suka
A0B2 3.83 8 Biasa
A1B0 4.63 6 Suka
A1B1 3.43 9 Biasa
A1B2 6.20 2 Sangat suka
A2B0 6.23 1 Sangat suka
A2B1 4.93 5 Suka
A2B2 6.10 3 Sangat suka
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : (1=sangat tidak suka) (2=tidak suka) (3=biasa) (4=suka) (5=sangat
suka)
Berdasarkan hasil uji Friedman rata - rata ranking kesukaan kenampakan
serat pada panelis tertinggi yaitu pada kertas dengan perlakuan A2B0 dan yang
terendah yaitu A1B1. Perlakuan dengan kode A2B0 yaitu perlakuan yang
ditambahkan tapioka sebanyak 5 persen, sedangkan perlakuan dengan kode
A1B1 yaitu penambahan tapioka 2,5 persen dan kaolin 2,5 persen. Kenampakan
serta pada kertas dipengaruhi pada saat pernetralan nata de soya, selain itu
juga dipengaruhi oleh proses penghalusan nata de soya. Selulosa mikrobial yang
ketika diblender belum halus sempurna maka akan menghasilkan serat yang
sangat jelas dan tidak beraturan ketika dicetak. Menurut Pratiwi (2015),
Kenampakan serat pada kertas dipengaruhi oleh bahan perebus selulosanya
yang berperan dalam pemisahan dan pemutusan serat. Waktu perebusan juga
berpengaruh terhadap kenampakan serat. Waktu perebusan yang terlalu lama
akan merusak selulosa sehingga serat-serat selulosa menjadi tidak tampak.
Penelitian Pertiwi (2019) mengatakan bahwa apabila bahan pemasak yang
digunakan terlalu banyak akan memutuskan serat - serat pada bahan, sehingga
serat semakin pendek dan menghasilkan kertas yang halus (serat tidak tampak),
tetapi kertas akan mudah rapuh. Perbedaan dari bahan pemasak yang
digunakan sedikit maka kenampakan seratnya terlihat sangat jelas dan
bertekstur kasar.
Hasil uji Friedman terhadap kenampakan serat pada kertas dapat dilihat pada
Lampiran 8 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig < 0,05. Asymp. Sig yang

36
diperoleh yaitu 0,006, maka diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima atau dengan kata lain terdapat perbedaan rata – rata kesukaan warna
pada kertas dari setiap perlakuan. Berdasarkan tabel output test statistic pada
Lampiran 8. Diketahui nilai Chi-Square Hitung sebesar 21,437 dan Chi – Square
Tabel adalah 15,507, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan Ha
diterima atau dengan kata lain ada perbedaan rata – rata kesukaan
kenampakan serat pada kertas dari setiap perlakuan.
4.4.4 Aroma
Penliaian panelis terhadap aroma kertas dapat dilihat pada Lampiran 2.
Kertas yang dihasilkan dari bahan baku limbah cair tahu ini memiliki tingkat
kesukaan yang beragam. Rerata skor kesukaan panelis terhadap aroma pada
kertas antara 2,7 sampai 3,4. Kondisi ini menunjukan bahwa panelis menilai
kertas tersebut memiliki kualitas biasa hingga suka dari segi aroma pada kertas.
Beberapa panelis mengatakan bahwa kertas yang tidak ditambahkan bahan
aditif memiliki aroma yang khas seperti aroma asam tetapi tidak bau. Data yang
sudah didapatkan dari penilaian panelis diolah menggunakan aplikasi SPSS
16.0 dengan melakukan uji Friedman dapat dilihat pada Lampiran 7. Rata - rata
urutan rangking penilaian panelis terhadap kesukaan permukaan tekstur depan
dapat dilihat pada Tabel 4.8

Tabel 4.8 Pengaruh Bahan Aditif Terhadap Rata – Rata Penilaian Kesukaan
Aroma Kertas
Perlakuan Rata- rata Ranking Keterangan
Kesukaan
Warna
A0B0 3.93 9 Biasa
A0B1 4.83 6 Suka
A0B2 4.80 7 Suka
A1B0 5.37 3 Sangat Suka
A1B1 5.33 4 Sangat Suka
A1B2 5.30 5 Sangat suka
A2B0 4.37 8 Suka
A2B1 5.50 2 Sangat Suka
A2B2 5.57 1 Sangat suka
Sumber : Hasil Perhitungan, (2019)
Keterangan : (1=sangat tidak suka) (2=tidak suka) (3=biasa) (4=suka)
(5=sangat suka)

Berdasarkan hasil uji Friedman rerata ranking kesukaan kenampakan serat


pada panelis tertinggi yaitu pada kertas dengan perlakuan A2B2 dan yang
terendah yaitu A0B0. Perlakuan dengan kode A2B2 yaitu perlakuan yang

37
ditambahkan tapioka sebanyak 5 persen dan kaolin 5 persen, sedangkan
perlakuan dengan kode A0B0 yaitu tidak ada penambahan. Aroma kertas
dipengaruhi oleh bahan baku dari kertas tersebut serta pengeringan yang baik.
Beberapa panelis mengatakan bahwa kertas yang tidak diberikan atau sedikit
diberikan bahan aditif memiliki aroma yang cenderung masam,sedangkan yang
penambahan aditifnya lebih tinggi tidak memilki aroma apapun atau netral.
Penilaian panelis bahwa mereka menyukai kertas yang tidak memiliki aroma
yang asam. Aroma pada kertas ini dipengaruhi oleh bahan baku, pemasakan,
bahan aditif dan pengeringan kertas tersebut. Pemasakan atau perebusan nata
de soya yang berulang – ulang dan lebih lama akan menghasilkan kertas yang
tidak cenderung beraroma asam, serta penambahan aditif yang semakin banyak
menghasilkan kertas yang tidak berbau dan proses pengeringan yang langsung
terpapar sinar matahari akan menghasilkan kertas yang memiliki aroma garing
tidak beraroma asam. Menurut Atmaka (2016), Pemberian bahan aditif atau
bahan tambahan akan mempengaruhi aroma dari kertas dan meningkatkan
kesukaan pada panelis ketika kertas tersebut memiliki aroma yang wangi
ataupun tidak berbau.
Hasil uji Friedman terhadap kenampakan serat pada kertas dapat dilihat
pada Lampiran 7 menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig < 0,05. Asymp. Sig
yang diperoleh yaitu 0,165 maka diambil kesimpulan bahwa H0 diterima dan Ha
ditolak atau dengan kata lain tidak terdapat perbedaan rata – rata kesukaan
warna pada kertas dari setiap perlakuan. Berdasarkan tabel output test statistic
pada Lampiran 7. Diketahui nilai Chi-Square Hitung sebesar 11,705 dan Chi –
Square Tabel adalah 15,507, maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 diterima
dan Ha ditolak atau dengan kata lain tidak ada perbedaan rata – rata kesukaan
aroma pada kertas dari setiap perlakuan. Pengambilan kesimpulan bahwa
penambahan aditif yang lebih rendah maupun yang tinggi tidak memberikan
pengaruh dari segi aroma.
4.4.5 Daya Terima Masyarakat
Hasil uji sensori dari 15 panelis yang berasal dari mahasiswa Universitas
Brawijaya yang diambil secara acak, menunjukan tingkat kesukaan yang
bervariasi. Beberapa panelis mengatakan bahwa kesukaan terhadap kertas
dilihat dari selera dan fungsi dari kertas tersebut. Lembar kuisioner penilaian
panelis dapat dilihat pada Lampiran 11. Kertas yang paling disukai yaitu pada
perlakuan dengan kode kertas A2B2, dengan komposisi nata de soya sebanyak

38
25 gram dan penambahan tapioka 5 persen dan kaolin 5 persen. Bagian nilai
terendah yaitu pada perlakuan dengan kode kertas A1B0, dengan komposisi
nata de soya sebanyak 25 gram dan penambahan tapioka 2,5 persen dan kaolin
2,5 persen. Untuk kategori perlakuan lainnya juga masuk dalam rentang biasa
sampai dengan sangat suka. Uji sensori yang dilakukan yaitu warna, tekstur
depan, tekstur belakang, kenampakan serat dan aroma. Warna kertas yang
paling disukai oleh panelis yaitu warna kertas yang putih dan cerah, tekstur
depan yang halus menjadi kesukaan bagi panelis, tekstur belakang yang kasar
juga menjadi kesukaan bagi panelis karena beberapa panelis mengatakan
bahwa tekstur kasar pada kertas lebih mudah untuk ditulis, kenampakan serat
yang terlihat sangat disukai karena beberapa panelis mengatakan bahwa kertas
tersebut cocok menjadi kertas seni dan aroma yang tidak berbau menjadi
kesukaan panelis. Kondisi ini dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan,
konsentrasi bahan aditif, proses pembuatan dan pengeringan.
4.4.6 Jenis dan Rekomendasi Kertas
Panelis mengungkapkan bahwa kertas dari berbagai perlakuan dalam
penelitian ini tidak hanya satu jenis melainkan banyak jenis. Beberapa panelis
merekomendasikan jenis kertas dari berbagai perlakuan. Dokumentasi Uji
sensori dapat dilihat pada Lampiran 15. Jenis kertas yang dimaksud yaitu mulai
dari kertas minyak, kertas tulis hingga kertas seni. Jenis kertas tersebut dapat
dilihat pada Tabel 4.9

Tabel 4.9 Rekomendasi Jenis Kertas


Perlakuan Jenis

A0B0 Kertas Mika, Layangan, Minyak


A0B1 Kertas Buku
A0B2 Kertas kanvas / tulis
A1B0 Paper Bag
A1B1 Kertas Cover / Buffallo
A1B2 Kertas Gambar / Postcard
A2B0 Kertas HVS / Kertas Buku
A2B1 Buffallo
A2B2 Buffallo tekstur
Sumber : Hasil Penilaian Panelis, (2019)
Perbedaan jenis kertas dari berbagai perlakuan diakibatkan oleh banyak
faktor, mulai dari penggunaan bahan baku, proses pemasakan bahan baku,
proses pembuatan kertas, cetakan kertas, serta proses pengeringan dan lama

39
pengeringan dan yang sangat berpengaruh yaitu penambahan bahan aditif pada
kertas tersebut. Kertas dari berbagai perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 13.

4.5 Rendemen Pulp


Selulosa untuk membuat kertas pada penelitian ini merupakan selulosa
yang dihaslkan dari fermentasi limbah cair tahu dengan bantuan dari akitifitas
mikroba Acetobacter xylinum yang disebut selulosa mikrobial. Selulosa mikrobial
memiliki perbedaan karakteristik dengan selulosa kayu yang biasanya digunakan
sebagai bahan utama pembuatan kertas. Selulosa mikrobial tidak bercampur
dengan lignin dan hemiselulosa sehingga tidak membutuhkan proses delignifikasi
yang biasanya digunakan pada pengambilan selulosa kayu. Menurut Kurniaty, et
al., (2017), Delignifikasi merupakan tahap awal yang bertujuan untuk mengurangi
kadar lignin didalam bahan berlignoselulosa. Pada penelitian ini dilakukan proses
pembuatan selulosa mikrobial yang merupakan bahan utama pembuatan kertas.
Selulosa mikrobial yang dihasilkan yaitu berasal dari limbah cair tahu yang
dipanaskan selama 15 menit dengan kondisi mendidih dan ditambahkan gula,
asam asetat, dan ZA, setelah itu dituangkan kewadah dan ditutup dengan koran
dan diamkan sekitar 2 jam, lalu masukkan Acetobacter xylinum sebanyak 100 mL
Media tersebut difermentasi selama 10 hari pada suhu ruang sekitar 25 -27 oC.
Selulosa mikrobial yang dihasilkan memiliki kadar air yang tinggi yaitu 98%
(Hardiyanti, 2010).
Proses pembuatan pulp dengan selulosa mikrobial diawali dengan proses
pemurnian selulosa mikrobial dari biomassa sel mikroba pembentuk selulosa
mikrobial. Tahap ini bertujuan diperolehnya selulosa mikrobial dengan kemurnian
yang tinggi. Pemurnian selulosa ini lebih sederhana dibandingkan dengan
pemurnian selulosa kayu. Pemurnian selulosa mikrobial dilakukan dengan cara
mencuci dan membersihkan selulosa mikrobial dan setelah itu dilakukan
pemasakan selama 15 menit dalam 100 mL aquades pada suhu 60 oC dengan
empat kali pemasakan dan pengantian aquades. Selulosa mikrobial dihasilkan
masih berbentuk lembaran dengan warna yang relatif putih sehingga tidak perlu
dilakukan proses bleaching. Perbedaan dengan pemurnian selulosa kayu yang
harus melalukan proses delignifikasi selulosa kayu berkisar 3-4 jam dengan
jumlah NaOH berdasarkan jumlah presentase lignin yang terkandung dalam
kayu. Menurut Hardiyanti (2010), semakin tinggi presentase lignin akan semakin
tinggi pula konsentrasi NaOH (alkali) yang digunakan. Proses pemurnian

40
selulosa mikrobial ini, akan dilanjutkan dengan proses penghalusan nata dan
penguraian serat dan yang akan menghasilkan pulp selulosa mikrobial dapat
dilihat pada Gambar 4.4
Tahap selanjutnya yaitu tahap penghalusan nata dan penguraian serat,
penghalusan selulosa mikrobial dilakukan dengan alat penghalus yaitu blender
dan proses penguraian serat selulosa mikrobialnya dilakukan dengan cara yang
sederhana yaitu menuangkan nata yang sudah diblender halus diatas kain batis
lalu diperas hingga tidak ada air yang tersisa pada nata. Kondisi ini berbeda
dengan penguraian serat selulosa kayu yang biasanya dilakukan sebanyak dua
tahap (penguraian serat pada niagara beater dan penghalusan serat pada disk
refiner) serta membutuhkan air pencuci yang banyak. Penggunaan air dan lama
pemasakan pada pemurnian selulosa mikrobial lebih sedikit dibandingkan proses
delignifikasi seluosa kayu. Penyebab dari perbedaan ini adalah karakteristik
selulosa kayu yang terikat bersama lignin dan zat pengotor lainnnya sehingga
membutuhkan kondiisi pemasakan dan pencucian berulang yang dapat
menurunkan kandungan lignin pada pulp. Selulosa mikrobial sendiri tidak
mengandung lignin dan zat – zat ekstraktif seperti pada selulosa kayu. Proses
pembuatan pulp selulosa mikrobial sangat sederhana dan ramah lingkungan.

Gambar 4.4 Bubur kertas dan Pulp Selulosa Mikrobial

Penelitian ini menghasilkan rendemen pulp selulosa mikrobial murni sebesar


31,36 – 34,12 % (basis kering perasan serat). Penelitian Hardiayanti (2010),
menggambil kutipan bahwa rendemen yang didapatkan lebih rendah dari
randemen pulp selulosa kayu dengan proses semi kimia yang bekisar 65 %
(basis kering oven serat). Rendahnya rendemen pulp ini dikarenakan selulosa

41
mikrobial yang memiliki serat halus, sehingga banyak serat yang tercuci bersama
air dan lolos dalam saringan. Ukuran serat selulosa mikrobial adalah 1/10 sampai
1/1000 dari ukuran serat selulosa kayu. Semakin banyak serat selulosa yang
digunakan makan semakin besar pula rendemen yang dihasilkan. Sutiya et al.,
(2012), menyatakan bahwa kandungan selulosa dalam serat dapat digunakan
untuk memperkirakan besarnya rendemen yang dihasilkan. Nilai rendemen juga
dipengaruhi oleh bahan baku dan komposisi bahan tersebut. Menurut Hambali
et. al., (2011), bahan yang memiliki lignin yang tinggi cenderung menghasilkan
rendemen yang rendah, sedangkan bahan baku dengan kandungan selulosa
yang tinggi cenderung menghasilkan rendemen yang tinggi.

4.6 Pemilihan Perlakuan Terbaik


Pemilihan perlakuan terbaik antara kombinasi nata de soya dan penambahan
bahan aditif pada penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil
pengujian dari masing – masing perlakuan yang sudah diolah menggunakan
SPSS 16.0 dengan SNI (Standard Nasional Indonesia) kertas cetak A dapat
dilihat pada Tabel 4.10

Tabel 4.10 Pemilihan Perlakuan Terbaik


Parameter Satuan Hasil Perlakuan SNI
kertas
Gramatur g/m2 87,020 A0B2 50 - 100
Kuat tarik Kgf.cm-2 0,2406 A0B2 min 0,0203
Kecerahan % ISO 91,4667 A0B2 min 75
Sumber : Hasil Perhitungan (2019)
*)Hasil perlakuan terbaik dengan SNI

Pemilihan perlakuan terbaik pada kertas dengan bahan baku nata de soya
dan bahan aditif tapioka dan kaolin dilakukan dengan mengolah data
menggunakan aplikasi SPSS 16.0. Nilai ideal untuk tiap parameternya dengan
menetapkan nilai gramatur minimal, ketahanan tarik maksimal dan derajat
kecerahan maksimal. Hasil perlakuan terbaik untuk gramatur ditunjukan pada
perlakuan A0B2 yaitu dengan komposisi 25 gram nata de soya dengan
tambahan bahan aditif tapioka 0 persen dan kaolin 5 persen, yang memiliki nilai
gramatur 87,020 g/m2, kuat tarik 0,2406 kgf.cm-2, dan derajat kecerahan 91,4667.
Gambar kertas perlakuan terbaik dapat dilihat pada Gambar 4.5. Menurut
Hardiyanti (2010), penambahan kaolin pada kertas bertujuan untuk

42
meningkatkan opasitas cetak dikarenakan kaolin menambah luas pantul cahaya
meningkatkan derajat putih serta memperbaiki kehalusan kertas. Penambahan
kaolin pada kertas yang berasal dari serat yang kasar sangat baik untuk
memperbaiki sifat cetak karena molekul-molekul kaolin mengisi ruang antar
serat. Perlakuan dari kertas penelitian ini dikatakan bagus karena telah
memenuhi syarat dari SNI kertas. Hasil rekomendasi dari 15 panelis yaitu bahwa

kertas dengan perlakuan A0B2 dapat dijadikan sebagai kertas tulis atau kertas
kanvas. Perlakuan lainnya sebenarnya sudah memenuhi target kertas SNI akan
tetapi perlakuan yang paling tepat dan mendekati syarat dari nilai SNI yaitu
perlakuan dengan kode A0B2.

Gambar 4.5 Kertas Perlakuan Terbaik

43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini berdasarkan hasil penelitian
bahwa bahan aditif yang digunakan mempengaruhi karekteristik fisik kertas yang
dihasilkan (gramatur, kuat tarik, kecerahan). Perlakuan pada penelitian ini yaitu
perlakuan dengan kode A0B2, nilai masing – masing perlakuan terbaik gramatur
sebesar 87,020 g/m2, kuat tarik sebesar 0,2406 Kgf.cm-2, derajat kecerahan
sebesar 91,4667 % ISO. Kertas yang tidak ditambahkan bahan aditif
menghasilkan produk yang kurang baik dari segi karakteristik fisik dan penilaian
kesukaan panelis

5.2 Saran
Penelitian ini mendapatkan kendala pada saat proses pencetakan kertas,
cetakan kertas yang menggunakan cetakan manual yaitu screen T61 dengan
ukuran 20 x30 cm dan penggunaan alat – alat sederhana menjadi kendala saat
mencetak kertas. Kondisi ini menyebabkan kertas yang dihasilkan ketebalannya
tidak merata dan arah seratnya tidak bisa ditentukan sehingga juga
mempengaruhi sifat fisik kertas, pencetakan yang menggunakan kaca sebagai
wadah pengeringan membentuk dua tekstur yang berbeda yaitu tekstur halus
dan tekstur kasar, tekstur halus yaitu permukaan yang lengket dikaca dan tekstur
kasar yaitu bagian yang langsung terpapar sinar matahari. Kendala ini dapat
diatasi dengan penggunaan mesin cetak kertas agar kertas yang dihasilkan
memiliki gramatur, kecerahan dan kuat tarik, warna, aroma, kenampakan dan
tekstur yang merata. Selain itu, saran yang diberikan untuk penelitian
selanjutnya yaitu melakukan pengujian tambahan yang belum dilakukan pada
penelitian ini seperti parameter ketahanan sobek, opasitas cetak , penetrasi
minyak, kadar air, biodegribilitas dan sebagainya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Atmaka, W., Manuhara, G.J., Destiana, N., Kawiji, K., Khasanah, L.U., Utami, R.
2016. Karakterisasi Pengemasan Kertas Aktif dengan Penambahan
Oleorisin dari Ampas Pengepresan Rimpang Temulawak (Curcuma
Xanthorrhiza Roxb). Jurnal Reaktor, Vol 16, No. 1 : Universitas Sebelas
Maret. Solo
Azhari, M., Sunarto dan Wiryanto. 2015. Pemanfaatan Limbah Cair Tahu
menjadi Nata de soya dengan Menggunakan Air Rebusan Kecambah
Kacang Tanah dan Bakteri Acetobacter Xylinum. Jurnal Ekosains, Vol 7,
No.1 : Surakarta

Bahri, Syamsul. 2015. Pembuatan Serbuk Pulp dari Daun Jagung. Jurnal
Teknologi Kimia Unimal, Vol 4, No.1. Hal 46 - 59 : Aceh

Chawla, P.R., Bajaj, I.B., Survesea, S.A., Singhal, R.S. 2009. Microbial Cellulose
: Fermentative Production and Application. Food Biotechnol Vol 47, No.2 :
India

Dewi, I.A., Wijana, S., Rahma, N.L., Sugiarto, E., Mulyadi, A.F. 2015. Ketahanan
Tarik Kertas Seni dan Serat Pelepah Nipah (Nypa Froticans) (Kajian
Proporsi Bahan Baku dan Perekat). Prosiding Seminar Agroindustri dan
Lokakarya Nasional FKPT- TPI. Universitas Brawijaya. Malang
Diem, D. A. R. 2013. Optical Brightening Agent (OBA) Karakteristik dan
Pemanfaatannya dalam Industri Kertas. Jurnal Teknik Kimia. 2(19): 10-16

Febrina, H.A.A., Yenie, E., Sasmita, A. 2017. Pengaruh Variasi Konsentrasi


Perekat terhadap Massa Bahan Baku pada Dasar Ulang Karton Kemasan
Aseptik. Jurnal Fakultas Teknik Vol,4 No.1 : Universitas Riau. Riau
Hambali, E., Siti M., Armansyah H., Tambunan, Abdul W.P. dan Roy H. 2011.
Teknologi Bioenergi. Penerbit AgroMedia ISBN9790061137,
9789790061132. Jakarta
Hardiyanti, Siti. 2010. Kajian Penggunaan Selulosa Mikrobial sebagai Bahan
Baku Pembuatan Kertas. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Haryaningsih. 2017. Pembuatan Edible Film dari Nata de soya (Ampas Tahu)
Sebagai Bentuk Waste To Product Ukm Tahu. Jurnal Ilmiah Cendikia
Eksakta. ISSN 2528 – 5912 : Semarang

Indonesian Trade Promotion Center (ITPC). 2015. Kertas HS Code 4802.


http://djpen.kemendag.go.id/membership/data/files/1cc5e-kertas-final.pdf.
Diakses pada 23 Agustus 2019 : Mexico City

Jepri, H.C., Hamzah, F., Sulaeman, R. 2016. Mutu Kertas dari Pulp Batang
Kelapa Sawit The Paper Quality of Stem Palm Pulp. Jurnal Faperta UR, Vol
3, No. 2. Universitas Riau. Riau

45
Kaswirnarni, Fibria. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat dan Cair
Industri Tahu. Tesis. Universitas Diponegoro . Semarang
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2017. Buletin Konsumsi Pangan
Semester 1 2017. http://epublikasi.setjen.pertanian.go.id/arsip-buletin/53-
buletin-konsumsi/485-buletin-konsumsi-pangan-semster-1-2017. Diakses
pada 23 Agustus 2019

Khairul, A. 2010. Produksi Nata de Coco. Skripsi. Institut Teknologi Bandung.


Bogor

Kurniaty, I., Habibah, H.I., Yustiana, D., Fajriah, M.I. 2017. Proses Delignifikasi
menggunakan NAOH dan AMONIA (NH3) pada Tempurung Kelapa. Jurnal
integrasi proses, Vol, 6, No. 4 . Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Jakarta
Nasution, Zainal. 2009. Analisa Sifat Fisik Kertas Campuran Daur Ulang dari
Kertas Kraft Bekas Kantong Semen dan Kertas Batang Kelapa SawIt.
Jurnal Riset Teknologi Industri, Vol 3, No.5. Medan

Novianti, Hendrizon. Pembuatan Nata de Soya dari Limbah Cair Pabrik Tahu.
2003. Skripsi .Universitas Sriwijaya. Palembang

Nurlaily, Ahda. 2015. Penggunaan Batang Jagung dan Limbah Nata De Coco
Sebagai Substitusi Serat Kayu Dalam Pembuatan Kertas. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor

Nurminah, Mimi. 2002. Penelitian Sifat Berbagai Bahan Kemasan Plastik dan
Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. Universitas
Sumatera Utara. Medan

Pertiwi, Ardiyana. R. 2019. Kualitas Kertas Seni dari Kombinasi Limbah Ampas
Tebu dan Kulit Singkong dengan Bahan Perekat PVAC dan Tepung Umbi
Singkong. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Pohan, Nurhasmawaty. 2008. Pembuatan Material Selulosa Bakteri dalam
Medium Air Kelapa Melalui Penambahan Sukrosa, Kitosan, dan Gliserol
Menggunakan Acetobacter xylinum. Tesis. Universitas Sumatera Utara.
Medan

Pratiwi, R.C. 2015. Pemanfaatan Limbah Bulu Ayam dan Kulit Jagung sebagai
Bahan Pembuatan Kertas Seni dengan Penambahan NaoH dan Pewarna
Alami. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta
Putri, W.M., Normalasari, B., Sari, D.P., Widyastuti, A.W. 2017. Pemanfaatan
Limbah Cair Tahu sebagai Bahan Baku Pembuatan Nata de soya. Jurnal
Semnas Sains & Entrepreunurship, Vol 4 : Semarang

Rahman, Adie. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka
dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang Pada
Produk Kacang Salut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

46
Rizal, H.M., Pandiangan, D.M., Saleh, A. 2013. Pengaruh Penambahan Gula,
Asam Asetat dan Waktu Fermentasi Terhadap Kualitas Nata De Corn.
Jurnal Teknik Kimia Vol, 19, No.1. Universitas Sriwijaya. Palembang
Roliadi, H., Indrawan, D.A., Tampubolon, R.M. 2013. Pemanfaatan Bahan Serat
Alternatif untuk Pulp dan Kertas. Prosiding Seminar Teknologi Pulp dan
Kertas, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan,
Bogor, hal 107
Siagian, R.M., Lestari, S.B., dan Yoswita. 2004. Sifat Pulp Sulfat Kayu Kurang
Dikenal Asal Jawa Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol, 22, No. 2 :
Indonesia

Siregar, Shinta. 2017. Pengaruh Konsentrasi Kaolin sebagai Bahan Pengisi


Terhadap Vulkanisasi Benang Karet. Jurnal Ilmu Fisika dan Teknologi.
Universitas Muslim Nusantara. Medan

Sutiya, B., Istikowati, W.T., Rahmadi, A., Sunardi. 2012. Kandungan Kimia dan
Sifat Serat Alang – Alang (Imperata cylindrica) sebagai Gambaran Bahan
Baku Pulp dan Kertas. Jurnal Bioscientiae, Vol 9, No. 1. Universitas
Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan
Syamsu, K., Roliadi, H., Chandar, K.P. Hardiyanti, S.S. 2012. Produksi Kertas
Selulosa Mikroba Nata De Coco dan Analisis Biokonversinya. Jurnal
Teknologi Pertanian Vol, 8, No. 2. Universitas Mulawarman.

47
LAMPIRAN 1. Data Uji Gramatur, Kuat Tarik, Kecerahan

  ULANGAN        
Perlakuan I II III Total Rerata
A0B0 79,70 75,37 73,25 228,32 76,11
A0B1 81,66 98,75 80,65 261,06 87,02
A0B2 122,83 111,17 143,63 377,63 125,88
A1B0 99,41 76,57 77,24 253,22 84,41
A1B1 121,99 118,01 127,35 367,35 122,45
A1B2 109,13 119,37 145,13 373,63 124,54
A2B0 108,82 108,81 112,21 329,84 109,95
A2B1 118,05 100,37 125,71 344,13 114,71
A2B2 159,19 158,11 171,86 489,16 163,05
Jumlah 1000,78 966,53 1057,03 3024,34 1008,11

Kuat Tarik
  Ulangan        
Perlakuan I II III Total Rerata
A0B0 0,1750 0,4313 0,4401 1,0464 0,3488
A0B1 0,1594 0,0687 0,0250 0,2531 0,0844
A0B2 0,2281 0,0656 0,4281 0,7218 0,2406
A1B0 0,3906 0,1531 0,1563 0,7000 0,2333
A1B1 0,2093 0,2406 0,2250 0,6749 0,2250
A1B2 0,3375 0,4719 0,2625 1,0719 0,3573
A2B0 0,2000 0,3063 0,2531 0,7594 0,2531
A2B1 0,3063 0,4125 0,3500 1,0688 0,3563
A2B2 0,3000 0,3219 0,2656 0,8875 0,2958
Jumlah 2,3062 2,4719 2,4057 7,1838 2,3946

Kecerahan
  Ulangan        
Perlakuan I II III Total Rerata
A0B0 75,84 78,11 74,60 228,55 76,18
A0B1 89,17 90,96 91,63 271,76 90,59
A0B2 90,44 92,58 91,38 274,40 91,47
A1B0 85,66 78,18 84,20 248,04 82,68
A1B1 85,78 90,45 90,13 266,36 88,79
A1B2 92,24 91,38 88,88 272,50 90,83
A2B0 85,90 87,89 87,90 261,69 87,23
A2B1 90,22 91,31 89,48 271,01 90,34
A2B2 90,91 92,79 86,20 269,90 89,97
Total 786,16 793,65 784,40 2364,21 788,07

48
LAMPIRAN 2. Data Uji Sensori
Tekstur Depan

Panelis Kode                  
  A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2 Total
1 3 3 3 3 3 3 4 4 5 31
2 4 4 3 3 3 4 4 4 4 33
3 2 2 3 3 3 3 5 5 4 30
4 4 4 4 3 3 4 4 4 5 35
5 4 3 3 3 4 4 4 3 5 33
6 3 3 3 3 4 4 4 4 4 32
7 2 2 2 2 2 2 2 2 3 19
8 4 5 5 5 4 5 5 5 5 43
9 3 3 3 3 3 4 3 3 4 29
10 4 5 4 4 1 5 5 5 5 38
11 3 4 4 5 2 5 4 3 5 35
12 3 4 4 2 4 4 4 4 4 33
13 2 5 2 2 3 5 4 4 4 31
14 5 4 5 5 5 5 5 4 5 43
15 4 5 3 4 4 5 5 3 3 36
Jumlah 50 56 51 50 48 62 62 57 65 501
Rerata 3,333333 3,733333 3,4 3,333333 3,2 4,133333 4,133333 3,8 4,333333 33,4

49
LAMPIRAN 2. Data Uji Sensori
Tekstur Belakang
Panelis Kode                  
  A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2 Total
1 3 3 3 4 5 4 3 3 5 33
2 4 4 2 3 2 4 4 4 4 31
3 2 3 3 3 4 5 5 5 4 34
4 3 4 3 3 3 4 4 4 5 33
5 3 3 3 3 2 5 5 3 5 32
6 2 4 4 3 4 3 3 3 4 30
7 4 4 4 4 5 5 4 5 4 39
8 4 4 4 4 3 5 5 4 5 38
9 4 3 3 3 2 4 4 3 4 30
10 4 4 3 3 1 4 4 4 5 32
11 4 4 4 5 4 5 4 4 5 39
12 3 4 3 2 2 3 4 3 4 28
13 3 3 2 3 2 3 3 3 4 26
14 5 3 4 5 5 4 3 4 5 38
15 4 3 3 3 4 5 4 3 3 32
Jumlah 52 53 48 51 48 63 59 55 66 495
Rerata 3,466667 3,533333 3,2 3,4 3,2 4,2 3,933333 3,666667 4,4 33

50
LAMPIRAN 2. Data Uji Sensori
Warna
Panelis Kode                  
  A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2 Total
1 3 5 5 3 3 5 4 4 4 36
2 2 3 3 2 3 4 2 4 4 27
3 2 4 4 3 4 4 2 4 5 32
4 3 3 4 3 3 5 4 4 5 34
5 4 3 4 2 3 5 5 3 4 33
6 3 4 3 3 4 4 4 3 4 32
7 5 3 3 5 5 4 5 5 3 38
8 3 4 4 3 3 4 4 3 4 32
9 3 4 3 3 3 3 3 3 3 28
10 1 4 3 4 4 5 5 4 5 35
11 3 4 4 2 4 4 4 3 4 32
12 2 3 4 2 3 2 2 3 4 25
13 2 4 3 2 3 4 4 4 5 31
14 2 4 4 2 3 5 5 5 4 34
15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36
Jumlah 42 56 55 43 52 62 57 56 62 485
Rerata 2,8 3,733333 3,666667 2,866667 3,466667 4,133333 3,8 3,733333 4,133333 32,33333

51
LAMPIRAN 2. Data Uji Sensori
AROMA
Panelis Kode
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2 Total
1 1 4 3 1 3 4 1 5 5 27
2 4 2 2 4 4 3 2 3 2 26
3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 33
4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
6 3 3 3 3 3 2 2 3 3 25
7 4 3 3 4 4 3 3 3 4 31
8 4 4 4 4 4 4 4 4 5 37
9 2 3 3 3 3 3 3 3 3 26
10 1 3 4 3 2 4 3 3 3 26
11 2 4 4 4 4 4 4 4 4 34
12 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
13 3 3 3 3 3 3 3 3 3 27
14 1 2 3 3 3 4 5 4 2 27
15 4 4 4 4 4 4 4 4 4 36
Jumlah 41 48 48 49 50 51 46 52 51 436
Rerata 2,733333 3,2 3,2 3,266667 3,333333 3,4 3,066667 3,466667 3,4 29,06667

52
LAMPIRAN 2. Data Uji Sensori
Kenampakan Serat
Panelis Kode
A0B0 A0B1 A0B2 A1B0 A1B1 A1B2 A2B0 A2B1 A2B2 Total
1 3 5 5 3 4 5 3 3 3 34
2 4 2 2 2 2 4 4 4 3 27
3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 33
4 3 4 5 4 2 5 5 4 5 37
5 4 2 3 4 3 5 5 3 4 33
6 3 3 4 4 4 3 5 3 3 32
7 4 3 3 4 3 3 3 4 3 30
8 3 4 3 4 3 4 4 4 5 34
9 4 3 3 3 3 3 3 3 3 28
10 4 5 3 4 2 5 5 5 5 38
11 4 5 5 2 2 4 4 3 4 33
12 3 3 2 2 2 3 4 4 4 27
13 2 2 2 3 2 3 3 3 5 25
14 5 3 3 4 4 4 3 3 5 34
15 4 3 2 3 3 5 5 4 4 33
Jumlah 54 51 47 50 43 60 60 53 60 478
Rerata 3,6 3,4 3,133333 3,333333 2,866667 4 4 3,533333 4 31,86667

53
LAMPIRAN 3. Data SPSS Pengaruh Pemberian Bahan Aditif Terhadap
Gramatur Kertas

54
LAMPIRAN 3. Data SPSS Pengaruh Pemberian Bahan aditif Tapioka dan Kaolin
Terhadap Gramatur Kertas

55
LAMPIRAN 4. Data SPSS Pengaruh Penambahan Bahan Aditif Tapioka dan
Kaolin pada Kuat Tarik Kertas

56
57
LAMPIRAN 4. Data SPSS Pengaruh Penambahan Bahan Aditif Tapioka dan
Kaolin pada Kuat Tarik Kertas

58
LAMPIRAN 5. Data SPSS Pengaruh Penambahan Bahan Aditif Tapioka dan
Kaolin pada Kecerahan Kertas

59
LAMPIRAN 5. Data SPSS Pengaruh Penambahan Bahan Aditif Tapioka dan
Kaolin pada Kecerahan Kertas

60
LAMPIRAN 6. Urutan Ranking Kesukaan Panelis pada Warna

61
LAMPIRAN 7. Urutan Ranking Kesukaan Panelis pada Aroma

62
LAMPIRAN 8. Urutan Ranking Kesukaan Panelis pada Kenampakan Serat

63
LAMPIRAN 9. Urutan Ranking Kesukaan Panelis pada Tekstur Depan

64
LAMPIRAN 10. Urutan Ranking Kesukaan Panelis pada Tekstur Belakang

65
LAMPIRAN 11. Lembar Kuisioner Uji Sensori Produk
UJI SENSORI

Nama :

Jurusan :

Tanggal Uji :

TTD :

Bahan Uji : Kertas dari limbah cair tahu

Perlakua Tekstur Tekstur Kenampakan Warna Aroma


n Depan Belakang Serat depan
A0B0
A0B1
A0B2
A1B0
A1B1
A1B2
A2B0

66
A2B1
A2B2

Keterangan :

Skor 1-5, dimana :

1. Sangat tidak suka


2. Tidak suka
3. Biasa
4. Suka
5. Sangat suka

67
LAMPIRAN 11. Lembar Kuisioner Uji Sensori Produk

68
LAMPIRAN 12. Prosedur Analisa Uji Fisik Kertas
1. Gramatur (SNI 14 – 1764 – 1990)
Gramatur adalah massa lembaran kertas atau karton dalam gram dibagi
dengan satuan luasnya dalam meter persegi. Berikut merupakan prosedur
pengujian gramatur
a. Potong sampel dengan ukuran 10 cm x 10 cm
b. Mengukur luas potongan sampel
c. Menimbang massa potongan sampel
d. Mengulangi pengujian sampel sampai beberapa kali

2. Kuat Tarik Kertas (Brazillian Test)


Alat pengukuran kuat tarik terdiri atas 4 bagian utama yaitu celah penjepit
kertas, motor penggerak, bagian penarik kertas, dan pembaca skala.
Langkah – langkah uji kuat tarik kertas adalag sebagai berikut:
a. Alat yang terdiri dari bagian bergerak yang berfungsi sebagai penarik kertas
dan bagian statis disiapkan pada posisi masing – masing lalu motor
penggerak dihidupkan. Bagian penarik dikunci dengan pengait agar tidak
bergerak
b. Kertas yang akan diukur dipotong 8 x 4 cm lalu di rentangkan diantara kedua
celah penjepit di bagian statis dan bagian penarik. Sekrup pada masing –
masing penjepit dirapatkan
c. Penjepit dilepas sehingga bagian penarik mulai bergerak menarik kertas,
skala yang terbaca pada bagian penarik tepat saat kertas terputus akibat
tarikan menunjukkan nilai kuat tarik kertas

3. Kecerahan (Colorimeter)
Penggunaan alat colorimeter untuk mendeskripsikan presepsi suatu
bahan, dan menentukan jumlah suatu senyawa yang dapat memberikan
serapan warna pada panjang gelombang tertentu. Langkah – langkah uji
kecerahan kertas sebagai berikut:
a. Siapkan sampel kertas dengan ukuran min 3 x 3 cm
b. Tekan tombol ON pada alat
c. Letakan kertas diatas bunderan putih pada alat
d. Lakukan pembacaan

69
LAMPIRAN 13. Gambar Produk Kertas

70
LAMPIRAN 13. Gambar Produk Kertas

71
LAMPIRAN 13. Gambar Produk Kertas

72
LAMPIRAN 14 . Dokumentasi Pembuatan Kertas

Lokasi Pengambilan Limbah Cair Tahu Limbah Cair Tahu

Pengambilan Limbah cair tahu Fermentasi limbah cair tahu

Nata de soya Perebusan nata de soya

73
LAMPIRAN 14 . Dokumentasi Pembuatan Kertas

Blender nata de soya Pulp

Penimbangan Pulp Pencetakan Kertas

Pencetakan Kertas Pengeringan Kertas

74
LAMPIRAN 15. Dokumentasi Uji Sensori

75
LAMPIRAN 16. Hasil Pengujian Kuat Tarik

76
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

77
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

78
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

79
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

80
LMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

81
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

82
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

83
LAMPIRAN 17. Hasil Pengujian Kecerahan

84

Anda mungkin juga menyukai