Anda di halaman 1dari 9

SINTESIS RESIN KITOSAN-HEKSASIANOFERRAT(II) YANG

DIMODIFIKASI DALAM MIKROKAPSUL Ca-ALGINAT SERTA UJI


KARAKTERISASI RETENSINYA TERHADAP ION LOGAM Cu(II)
Rizka Maharana1 dan Aman S. Panggabean1
1

Progam Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,


Universitas Mulawarman
Abstract

This research about synthesis and characterization chitosan-hexacyanoferrat(II) chelating resin has
been done. Chitosan produce by isolating chitin in three stages, deproteination, demineralization
and depigmentation. Synthesis of chitosan-hexacyanoferrat(II) chelating resin can be done by
coupling reaction between ion diazonium from chitosan with ion hexacyanoferrat(II) at 1-3oC for 1
hour with a yield of 17.71%. The chelating resin modified with Ca-alginate microcapsule.
Optimum conditions for modify chitosan-hexacyanoferrat(II) chelating resin in Ca-alginate
microcapsules are in a mixture of 0.1 M CaCl2 and 1% Na-alginate. Microcapsules Ca-alginatechitosan-hexacyanoferrat(II) obtained in conditions before and after interacted with metal ions Cu
(II) were characterized using FTIR. The microcapsule resin exhibited high retention for Cu(II) at
pH 1, the minimum contact time of 30 minutes and the retention capacity of 3.5407 mg Cu (II)/g
resin microcapsules.
Keywords : Chitosan-Hexacyanoferrate(II) resin, diazotation, microcapsule, Ca-Alginate,
Spectroscopy FTIR.
Pendahuluan
Kandungan logam logam berat di dalam air sungai umumnya sangat rendah (dalam orde
g/L) sehingga keberadaan logam-logam tersebut dikenal sebagai logam-logam runut (trace
metals) (1). Secara sepintas, jika dilihat dari jumlahnya, logam-logam runut ini tampaknya tidak
berbahaya, tetapi dengan adanya proses akumulasi pada partikel, sediment dan biota-biota air,
maka logam-logam runut tersebut dapat menyebabkan kontaminasi dan efek keracunan (2). Jika
kadarnya melampaui tingkat tertentu di dalam lingkungan aquatik dapat berubah menjadi logam
toksik dan menyebabkan kontaminasi (3).
Kulit udang mengandung senyawa kimia kitin merupakan limbah yang banyak dijumpai
pada industri pengolahan udang yang selama ini belum termanfaatkan secara optimal, salah
satunya limbah kulit udang yang berasal dari sungai Mahakam di kota Samarinda dan sekitarnya
(4). Limbah kulit udang mengandung konstituen utama yang terdiri dari protein, kalsium karbonat,
kitin, pigmen dan lain-lain. Limbah udang masih merupakan masalah yang perlu dicarikan upaya
pemanfaatannya. Hal ini bukan saja memberikan nilai tambah pada usaha pengolahan udang akan
tetapi juga dapat menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.
Limbah kulit udang dapat dimanfaatkan dan diolah sebagai sumber bahan mentah penghasil
kitin (5). Kitosan merupakan biopolimer yang diturunkan dari kitin. Kitosan diperoleh melalui
pemutusan gugus asetil (CH3-CO) pada kitin, atau disebut proses deasetilasi (6). Proses deasetilasi
menggunakan larutan NaOH pekat bertujuan untuk mengubah gugus asetil dari kitin menjadi
gugus amina pada kitosan. Perubahan ini dapat dideteksi dengan melihat perubahan spektrum IR
kitin dengan hasil deasetilasinya pada panjang gelombang tertentu yang karakteristik (7).
Sintesis resin kitosan-heksasinoferrat(II) dilakukan dengan teknik sintesis diazotasi.
Diazotasi adalah suatu reaksi antara suatu gugus amina primer dengan asam nitrit dingin pada suhu
dingin (8). Kitosan sendiri mampu dan memberikan hasil yang bagus terhadap penyerapan suatu
logam berat. Hal ini dikarenakan terdapatnya suatu pasangan elektron bebas (lone pair) yang
terdapat pada kitosan yang berasal dari gugus OH dan NH2. Untuk menambah kemampuan kitosan
dalam menyerap suatu logam berat dapat dilakukan dengan memodifikasi kitosan dengan
memberikan kitosan tersebut suatu gugus aktif (active side) yang memiliki banyak pasangan
elektron bebas (lone pair) seperti EDTA dan K4FeCN6. Kitosan bertindak sebagai matriks tempat

mengikatnya active side. Dalam penelitian ini digunakan K4FeCN6 sebagai sumber lone pair yang
berasal dari gugus dan kelebihan dari ion heksasianoferrat(II) adalah pereaksi ini bersifat sensitif
dan spesifik terhadap ion logam Cu(II).
Pada penelitian ini telah dilakukan pembuatan kitosan dibuat dengan mengisolasi kitin
dalam tiga tahap yaitu, deproteinasi, demineralisasi dan depigmentasi. Sintesis resin pengkhelat
kitosan-heksasianoferrat(II) dapat dilakukan dengan reaksi kopling antara ion diazonium dari
kitosan dengan ion heksasianoferrat(II) pada suhu 1-3oC atau biasa disebut sintesis diazotasi.
Kemudian resin pengkhelat dimodifikasi dalam mikrokapsul Ca-alginat, agar dapat diaplikasikan
sebagai bahan pengisi kolom untuk tahapan prakonsentrasi ion Cu(II). Dilakukan karakterisasi
terhadap mikrokapsul resin yang terbentuk dengan metode batch agar didapatkan kondisi optimum
dalam penyerapan logam Cu(II). Untuk mendapatkan-nya dilakukan uji variasi pH optimum dan
waktu kontak minimum. Selain itu, ditentukan pula kapasitas retensi dan %recovery. Mikrokapsul
resin ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pengisi kolom dalam metode prakonsentrasi
untuk menanggulangi keterbatasan peralatan instrumen yang digunakan dan dapat mendeteksi
keberadaan ion logam Cu(II) secara spesifik pada tingkatan konsentrasi runut.
Bahan Dan Metode
Bahan dan Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : peralatan gelas, blender, ayakan ukuran
100 mesh, termometer, Hot Plate-Magnetic Stirer, serangkaian alat refluks, labu leher tiga, neraca
analitik, spatula, oven, pipet, bulp, kertas saring, pH universal, botol film, corong pisah, Atomic
Absorption Spectrocopy (Shimadzu AA-6400), Spektrofotometer FT-IR (Fourier Transform
Infra Red) Prestige 21-D.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah kulit udang, NaOH, HCl,
H2SO4, HNO3, kaporit (kalsium hipoklorit), NaNO2, CH3COOH, metanol, aseton, n-heksana,
NH4OH, kalium heksasianoferrat(II), Na-Alginat, CaCl2 dan akuades.
Isolasi Kitin
Tahap Deproteinasi
Sebanyak 100 gram serbuk kulit udang ditambahkan dengan larutan NaOH 3,5% dengan
perbandingan 1:10 (g/mL). Campuran dipanaskan selama 2 jam pada suhu 65 oC sambil diaduk lalu
didinginkan pada suhu kamar dan dicuci dengan akuades hingga pH netral. Campuran disaring
sehingga diperoleh residu lalu dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 0C hingga kering.
Ditimbang residu kering bebas protein.
Tahap Demineralisasi
Produk hasil deproteinasi kemudian ditambahkan HCl 1 N dengan perbandingan 1:10
(g/mL), diaduk selama 3 jam pada suhu kamar. Residu dicuci dengan akuades hingga pH netral
kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60 oC hingga kering. Ditimbang residu kering
bebas protein dan mineral (9).
Tahap Depigmentasi
Produk hasil demineralisasi didepigmentasi dengan kalsium hipoklorit [Ca(OCl) 2] 4%
dengan perbandingan 1:10 (g/mL) selama 1 jam pada suhu kamar, kemudian residu dicuci dengan
akuades sampai pH netral dan dikeringkan dengan oven pada suhu 60 oC. Ditimbang kitin yang
diperoleh (9).
Deasetilasi Kitin Menjadi Kitosan
Kitin dari proses depigmentasi yang telah kering direaksikan dengan larutan NaOH 60%
dengan perbandingan 1:20 (g/mL). Campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120 oC selama 3
jam. Setelah reaksi selesai, campuran didinginkan, disaring, dicuci dengan akuades hingga pH
netral dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC hingga kering. Ditimbang kitosan yang
diperoleh. Produk kitosan yang diperoleh diuji kelarutannya dalam akuades, larutan CH3COOH 1
%, NaOH 1 M, HCl 1 M dan H2SO4 1 M (10).

Sintesis Resin Kitosan-Heksasianoferrat(II)


Sebanyak 2 gram kitosan ditambahkan 100 mL HCl 1 M bergantian dengan penambahan
75 mL NaNO2 1 M hingga resin terazotisasi dengan adanya perubahan warna kertas iod dengan
menjaga suhu antara 1-3oC. Kemudian ditambahkan 100 mL kalium heksasianoferrat(II) 5% tetes
demi tetes dan distirer selama 1 jam. Lalu dibiarkan selama 24 jam di dalam lemari pendingin.
Kemudian larutan disaring dan dibilas menggunakan akuades dingin hingga pH netral dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60oC (11). Produk resin kitosan-heksasianoferrat(II) yang
diperoleh diuji kelarutannya dalam akuades, larutan NH4OH 1 M, n-heksana, metanol, NaOH 1 M,
HCl 1 M dan H2SO4 1 M.
Pembuatan Mikrokapsul Resin Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II)
Kondisi optimum pembuatan mikro kapsul Ca-Alginat didasarkan dari hasil penelitian
sebelumnya (12). Disiapkan 50 mL larutan CaCl2 0,1 M ke dalam beaker glass 100 mL, kemudian
ditambahkan 0,05 gram resin kitosanheksasiano ferrat(II) dan di aduk hingga homogen dengan
magnetik stirrer. Ditambahkan Na-alginat 1% setetes demi setetes dengan buret sambil diaduk
dengan magnetik stirrer hingga terbentuk mikrokapsul Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II),
diatur laju alir pada buret serta kecepatan putar dari magnetik stirrer kemudian butiran - butiran
mikrokapsul Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II) dikeringkan pada suhu ruang selama 24
jam. Selanjutnya mikrokapsul resin yang telah kering dapat ditentukan retensinya terhadap ion
Cu(II).
Analisis Gugus Fungsional Mikrokapsul Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II)
Resin yang telah dimikrokapsul pada kondisi optimum kemudian dikarakterisasi dengan
spektrofotometer FTIR yang meliputi pengambilan spektrum IR dari resin yang telah di
mikrokapsul dan mikrokapsul resin yang telah terjenuhkan dengan logam Cu(II).
Karakterisasi Retensi Mikrokapsul Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II)
Penentuan pH Optimum
Sebanyak 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II) direndam
dalam 10 mL larutan asam dan basa dengan variasi pH 1 - 9 selama 24 jam. Resin kemudian
dikeringanginkan dan direndam dengan 10 mL larutan Cu(II) 2 mg/L selama 24 jam. Nilai
absorbansi Cu(II) diukur menggunakan alat AAS pada = 324,68 nm. Dari hasil pengukuran akan
diperoleh pH yang optimum dari resin Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) dalam menyerap ion
logam Cu(II).
Penentuan Waktu Kontak Minimum
Sebanyak 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II) direndam
dalam 10 mL larutan Cu(II) 2 mg/L pada pH optimum dengan variasi waktu perendaman dari 1; 5;
10; 30; 60 dan 120 (menit). Kemudian campuran tersebut disaring, lalu filtrat yang diperoleh
diukur absorbansi menggunakan alat AAS pada = 324,68 nm. Dari hasil pengukuran diperoleh
waktu kontak minimum mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan- heksasiano ferrat(II) untuk
meretensi ion Cu(II).
Penentuan Kapasitas Retensi
Sebanyak 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II) direndam
dalam 10 mL larutan Cu(II) pada pH optimum dengan variasi konsentrasi 1, 2, 4, 7, 10, 15, 20, 30,
40, 50 dan 70 (ppm) selama 24 jam. Kemudian campuran tersebut disaring, lalu filtrat yang
diperoleh diukur absorbansi menggunakan alat AAS pada = 324,68 nm. Dari hasil pengukuran
didapatkan kapasitas retensi resin terhadap ion Cu(II).
Penentuan % Recovery
Sebanyak 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan- heksasianoferrat(II) direndam
dalam 10 mL larutan Cu(II) 2 mg/L pada pH optimum selama 24 jam, diukur absorbansi Cu(II)
sebelum dan sesudah dimasukkan resin menggunakan alat AAS pada = 324,68 nm. Dari hasil
pengukuran didapatkan kapasitas retensi resin terhadap ion Cu(II). Sisa resin kemudian

dikeringanginkan dan dielusi dengan HCl 1,5 M dan diukur kembali absorbansinya sebagai nilai %
recovery dari ion Cu(II).
Hasil Dan Pembahasan
Isolasi Kitin Kulit Udang dan Sintesis Kitosan
Isolasi kitin dari kulit udang dilakukan dengan menggunakan 3 tahapan, yaitu deproteinasi,
demineralisasi dan deproteinasi. Kitin yang diperoleh kemudian di deasetilasi agar diperoleh
kitosan.
Tabel 1.Tahapan Proses Isolasi Kitin dan Deasetilasi Kitosan
No.
Tahapan
%Rendemen
1.
Tahap Deproteinasi
68,33%
2.
Tahap Demineralisasi
42,57%
3.
Tahap Depigmentasi
94,84%*
4.
Tahap Deasetilasi Kitin
78%**
*Rendemen Kitin yang dihasilkan 27,59% dari berat sampel kulit udang.
**Rendemen Kitosan yang dihasilkan 78% dari berat kitin terpakai.
Produk kitosan yang diperoleh diuji kelarutannya dalam akuades, CH3COOH 1%, NaOH 1
M, HCl 1 M dan H2SO4 1 M. Dari hasil pengujian ini didapatkan bahwa kitosan hanya larut dalam
larutan CH3COOH 1 % dan tidak larut dalam akuades, NaOH 1 M, HCl 1 M dan H2SO4 1 M. Hal
ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa kitosan tidak larut dalam air, asam mineral, alkali
pada pH di atas 6,5 dan pelarut organik, tetapi dapat larut dalam asam organik seperti asam asetat,
format, piruvat, 10% sitrat dan asam laktat (13, 14)
Sintesis Resin Kitosan-Heksasianoferrat(II)
Sintesis resin kitosan-heksasinoferrat(II) dilakukan dengan teknik sintesis diazotasi.
Diazotasi adalah suatu reaksi antara suatu gugus amina primer dengan asam nitrit dingin pada suhu
dingin (8). Kitosan merupakan senyawa yang mengandung gugus amina primer, sehingga kitosan
dapat kita modifikasi dengan cara diazotasi.
Kitosan sendiri mampu dan memberikan hasil yang bagus terhadap penyerapan suatu
logam berat. Hal ini dikarenakan terdapatnya suatu pasangan elektron bebas (lone pair) yang
terdapat pada kitosan yang berasal dari gugus hidroksida dan amina . Untuk menambah
kemampuan kitosan dalam menyerap suatu logam berat dapat dilakukan dengan memodifikasi
kitosan dengan memberikan kitosan tersebut suatu gugus aktif (active side) yang memiliki banyak
pasangan elektron bebas (lone pair) seperti EDTA dan K4FeCN6. Kitosan bertindak sebagai
matriks tempat mengikatnya active side. Dalam penelitian ini digunakan K4FeCN6 sebagai sumber
lone pair yang berasal dari gugus dan kelebihan dari ion heksasianoferrat(II) adalah pereaksi ini
bersifat sensitif dan spesifik terhadap ion logam Cu(II). Senyawa yang dihasilkan pada tahapan ini
merupakan resin pengkhelat berwarna hijau tua dan berbentuk padatan. Diperoleh rendemen
sebesar 17,71% berwarna hijau lumut.
100
%T
90

20

4500
s1k

4000

3500

3000

2500

2000

1750

1500

1250

952.84
1078.21
1028.06

1319.31

1155.36

1658.78
1625.99
1570.06

2922.16
2885.51

3115.04
3446.79

30

3271.27

40

1379.10

1419.61

60

50

530.42
594.08

1257.59
1201.65

70

748.38
702.09
663.51

894.97

80

1000

750

500
1/cm

*kitosan = hitam, kitosan-heksasianoferrat(II) = merah


Gambar 1. Spektrum FTIR Kitosan dan Kitosan- Heksasianoferrat(II)

Spektrum IR pada gambar 1 menunjukkan bahwa ada perbedaan antara kedua spektrum,
yaitu munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1625,99 cm-1 pada spektrum IR
Kitosan-Heksasianoferrat(II) yang merupakan serapan khas sidik jari dari kehadiran gugus azo (N=N-) yaitu antara 1575-1630 cm-1(15). Berkurangnya serapan pada daerah bilangan gelombang
1658,78 cm-1 dan 1570,06 cm-1 pada Spektrum IR Kitosan, yang merupakan serapan dari NH
bending yang berasal dari gugus amina primer pada kitosan dan munculnya serapan pada 2113,98
dan 2058,05 cm-1 pada spektrum IR kitosan-heksasianoferrat(II) yang merupakan serapan khas
gugus CN yang berasal dari ion heksasianoferrat(II). Produk resin kitosan-heksasianoferrat(II)
yang diperoleh diuji kelarutannya dalam akuades, larutan NH4OH 1 M, n-heksana, metanol, NaOH
1 M, HCl 1 M dan H2SO4 1 M. Dari hasil yang didapatkan produk resin ini tidak terlarut di pelarut
akuades, larutan NH4OH 1 M, n-heksana, metanol, NaOH 1 M, HCl 1 M dan H2SO4 1 M. Hal ini
mengindikasikan bahwa hasil sintesis diazotasi yang dilakukan telah memiliki sifat yang berbeda
dari senyawa sebelumnya yaitu kitosan dan kalium heksasianoferrat(II), sehingga dapat dikatakan
bahwa senyawa kitosan-heksasianoferrat telah terbentuk.
Pembuatan Mikrokapsul Ca-Alginat-Kitosan-heksasinoferrat(II)
Pembuatan mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) dilakukan dengan
mereaksikan larutan Na-alginat dengan resin kitosan-heksasinoferrat(II) yang berada didalam
larutan CaCl2. Kondisi optimum pembuatan mikrokapsul Ca-Alginat didasarkan dari hasil
penelitian sebelumnya (12, 16). Dengan menggunakan larutan CaCl2 0,1 M dan larutan Na-Alginat
1%. Terbentuknya mikrokapsul ditandai dengan perubahan bentuk morfologi dari larutan semula
Na-alginat menjadi gel Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) yang berbentuk bulat seperti manikmanik yang kemudian dikeringanginkan agar dapat diperoleh mikrokapsul resin Ca-alginatkitosan-heksasinoferrat(II).
Penentuan Karakterisasi Retensi Mikrokapsul Resin
Analisis Senyawa Mikrokapsul Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II)
Mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) yang telah diperoleh dianalisis
dengan menggunakan spektroskopi FTIR. Spektrum IR dari hasil analisis mikrokapsul Ca-alginatkitosan-heksasianoferrat(II) sebelum diinteraksikan dengan logam Cu(II) dengan spektrum IR dari
Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) sesudah diinteraksikan dengan logam Cu(II) dapat dilihat
pada Gambar 2.
100

1157.29

948.98

594.08

90

1087.85

2924.09

95

1028.06

1406.11
1382.96
1321.24

%T

1654.92
1631.78
1625.99

85

80

75

3450.65
3429.43
3414.00

70

65
4500
s3mi

4000

3500

3000

2500

2000

1750

1500

1250

1000

750

500
1/cm

*Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II) sebelum interaksi logam Cu = Hitam


Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II) sesudah interaksi logam Cu = Biru

Gambar 2. Spektrum FTIR Ca-Alginat-Kitosan-Heksasianoferrat(II) dan Ca-Alginat-KitosanHeksasianoferrat(II) + Ion Logam Cu(II)


Spektrum FTIR mikrokapsul resin sebelum berinteraksi dengan logam Cu(II) pada gambar
2. menunjukkan adanya serapan bilangan gelombang (cm-1): 3414,00 ; 3429,43 dan 3450,65
merupakan serapan khas spektrum OH streching yang berasal dari senyawa alginat dan senyawa
kitosan-heksasianoferrat(II). Serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 merupakan vibrasi
C-H sp3 dari alkana. Serapan pada bilangan gelombang 1625.99 cm-1 merupakan serapan khas
gugus diazo yang terbentuk pada senyawa kitosan-heksasianoferrat(II). Serapan bilangan
gelombang (cm-1): 1028,06; 1087,85 dan 1157,29 merupakan serapan spektrum C-O yang berasal

kitosan-heksasianoferrat(II) dan alginat. Pada serapan bilangan gelombang 1654,92 dan 1631,78
(cm-1) menandakan terdapat gugus C=O strectching yang berasal dari alginat (17).
Sedangkan Hasil dari spektrum FTIR Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) yang telah
dikontakkan dengan logam Cu(II) pada gambar 2. Menunjukkan bahwa sebagian besar bilangan
gelombang mengalami perubahan intensitas serapan dan sedikit bilangan gelombang mengalami
pergeseran bilangan gelombang. Hal ini dapat menandakan bahwa telah terjadi interaksi antara ion
logam Cu(II) dengan mikrokapsul resin. Namun, dapat disimpulkan bahwa hasil analisis FTIR dari
Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) + Cu(II) tidak menunjukkan perbedaan spektrum yang
signifikan dengan spektrum hasil analisis FTIR dari Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II).

% Retensi

Penentuan pH Optimum
Pada penentuan pengaruh resin terhadap pH digunakan metode Batch, dilakukan dengan
merendam masing-masing sebanyak 0,1 gram mikrokapsul resin ke dalam variasi larutan pH 1
sampai dengan pH 9 selama 24 jam, kemudian resin dikeringanginkan dan masing-masing
mikrokapsul resin direndam dengan larutan standar Cu(II) 2 mg/L selama 24 jam. Filtrat diukur
dengan menggunakan AAS sehingga kita dapat melihat pada kondisi pH berapa mikrokapsul resin
dapat menyerap ion logam Cu(II) dengan maksimal. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut :
90
75
60
45
30
15
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Variasi pH
Gambar 3. Penentuan pH Optimum
Berdasarkan gambar 3. di atas menunjukkan bahwa mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosanheksasinoferrat(II) memiliki %penyerapan yang paling baik terhadap ion Cu(II) adalah pada
kondisi pH 1, dimana %penyerapannya berada diatas 80%. Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat
bahwa pada kondisi pH 1 - 4 memberikan hasil yang tidak begitu berbeda, sehingga pada
pengerjaannya pH 1 - 4 dapat dipilih sebagai suasana pengkondisi resin mikrokapsul ini. Pada
kondisi pH 6 9 terjadi penurunan % penyerapan, hal ini disebabkan apabila pada kondisi basa
(pH > 6) maka ion logam Cu(II) akan membentuk dalam bentuk hidroksidanya sehingga alat sudah
tidak dapat mendeteksi keberadaan ion logam Cu(II) dengan baik. Pada pH basa juga memberikan
efek terhadap stabilitas bentuk manik-manik mikrokapsul menjadi fasa cair (kembali larut). Untuk
pekerjaan selanjutnya akan digunakan larutan pH 1 untuk mengkondisikan resin agar dapat
memaksimalkan proses penyerapan logam Cu(II).
Penentuan Waktu Kontak Minimum
Penentuan waktu kontak minimum bertujuan untuk mengetahui waktu yang diperlukan oleh
ion logam Cu(II) untuk dapat teretensi dengan baik dalam resin. Analisis dilakukan dengan metode
batch atau perendaman, yaitu dengan melakukan pengukuran konsentrasi larutan ion logam Cu(II)
dengan perendaman 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) ke dalam
10 mL larutan standar ion logam Cu(II) 2 mg/L, pada kondisi pH optimum 1 dengan
memvariasikan waktu retensi dari 1 menit sampai dengan 120 menit. Kemudian filtrat diukur
dengan menggunakan AAS sehingga dapat ditentukan waktu minimum ion logam Cu(II) teretensi
dengan baik. Gambar 4. menunjukkan kurva antara banyaknya ion Cu(II) yang teretensi terhadap
variasi waktu.

% Retensi

30
20
10
0
0

15 30 45 60 75 90 105 120 135


Variasi Waktu (menit)
Gambar 4. Penentuan waktu kontak minimum terhadap retensi Cu(II).
Dari gambar 4. dapat diketahui bahwa semakin lama waktu kontak yang diberikan
mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) terhadap ion logam Cu(II), maka semakin
besar pula ion logam Cu(II) yang teretensi. Terjadi peningkatan penyerapan yang cukup signifikan
pada waktu kontak 1 menit hingga 30 menit, hal ini dikarenakan pada menit-menit tersebut terjadi
proses serapan ion logam Cu(II) yang cepat ke mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosanheksasinoferrat(II) dan pada waktu kontak 30 menit hingga 120 menit terjadi kesetimbangan
penyerapan, dimana ion logam Cu(II) yang pada menit sebelumnya terjadi proses retensi resin
yang sangat cepat, mulai pelan-pelan berkurang dan mencapai kesetimbangan dikarenakan ion
logam Cu(II) yang teretensi tidak jauh berbeda pada menit 30 sampai 120. Hal ini juga dapat
dikatakan bahwa mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasino ferrat(II) telah terjenuhkan oleh
ion logam Cu(II) yang mengakibatkan mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II)
sudah tidak mampu lagi meretensi ion logam Cu(II) lebih banyak lagi. Oleh karena itu, waktu
kontak minimum yang dapat digunakan untuk mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosanheksasinoferrat(II) dalam meretensi ion logam Cu(II) adalah 30 menit.

Kapasitas Retensi
(mg/g)

Penentuan Kapasitas Retensi


Kapasitas retensi mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) adalah ukuran
kemampuan resin tersebut untuk meretensi ion logam Cu(II). Semakin banyak jumlah ion logam
Cu(II) yang diserap, semakin besar kapasitas retensinya. Analisis dilakukan dengan metode batch
atau perendaman, yaitu dengan melakukan pengukuran konsentrasi larutan ion logam Cu(II)
dengan perendaman 0,1 gram mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasino ferrat(II) ke dalam
10 ml larutan standar Cu(II) pada pH 1 dengan variasi konsentrasi ion logam Cu(II) 1 mg/L
sampai dengan 70 mg/L sehingga dapat ditentukan seberapa besar kemampuan resin mikrokapsul
resin Ca-alginat-kitosan-heksasino ferrat(II) dalam meretensi ion logam Cu(II).
8
6
4
2
0
0

20
40
60
Konsentrasi ion logam Cu(II) (ppm)

80

Gambar 5. Penentuan Kapasitas Retensi


Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kemampuan mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosanheksasino ferrat(II) untuk meretensi ion logam Cu(II) untuk setiap 1 gram mikrokapsul resin Caalginat-kitosan-heksasinoferrat(II) secara optimal yaitu 3,5407 mg Cu(II). Besaran kapasitas
retensi ini cukup baik dan akan sangat menentukan bagaimana teknik prakosentrasi ini harus
dilakukan, jika nantinya resin Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) digunakan sebagai bahan
pengisi material mini kolom pada tahapan prakonsentrasi.
Penentuan % Recovery
Persentase recovery dari mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) pada
absorpsi dan desorpsi ion logam Cu(II) yang diperoleh ditunjukkan pada tabel 2

Tabel 2. Data Penentuan % Recovery


Standar
[Cu]
2
(ppm)

[Cu] yang
terabsorpsi
1,6758
(ppm)

[Cu] yang
terdesorpsi

% Recovery

1,5538 (ppm)

92,7182

Perolehan kembali atau % recovery dilakukan untuk menguji kemampuan dari mikrokapsul
resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) dalam menyerap ion logam Cu(II), baik sebagai filtrat
hasil rendaman maupun ion logam yang terdapat didalam resin. Analisa dilakukan dengan metode
batch atau perendaman, yaitu berdasarkan proses desorpsi ion logam Cu(II) pada resin yang
dinyatakan dalam persen desorpsi. Untuk penentuan % recovery, residu resin setelah proses
adsorpsi ion logam Cu(II), dielusi kembali dengan HCl 1,5 M. Selanjutnya konsentrasi ion logam
Cu(II) hasil pengukuran pada saat desorpsi dibandingkan dengan hasil pengurangan konsentrasi
standar Cu yang digunakan dengan konsentrasi Cu(II) pada proses absorpsi.
Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa hasil % recovery yang didapatkan pada
mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasinoferrat(II) memberikan nilai 92,72%. Hasil ini
menunjukkan bahwa mikrokapsul resin Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) yang dihasilkan
dapat digunakan sebagai resin, dimana salah satu sifat dari resin yaitu dapat digunakan kembali
dalam proses analisis (in use) setelah dielusi oleh asam.
Kesimpulan
Senyawa resin kitosan-heksasianoferrat(II) dapat disintesis dari kitosan dengan kalium
heksasianoferrat(II) melalui reaksi diazotasi, dengan rendemen sebanyak 17,71%. Dimana kitosan
yang dihasilkan melalui reaksi deasetilasi kitin dari limbah kulit udang menghasilkan rendemen
78%.
Senyawa resin kitosanheksasianoferrat(II) dapat dimodifikasi menggunakan Ca-alginat
agar terbentuk mikrokapsul Ca-alginat-kitosan-heksasianoferrat(II) dengan mereaksikan antara
larutan Na-alginat dengan resin kitosan-heksasianoferrat(II) didalam larutan CaCl2. Karakterisasi
retensi mikrokapsul Ca-alginat agar terbentuk mikrokapsul Ca-alginat-kitosan-heksasiano ferrat(II)
terhadap ion logam Cu(II), menunjukkan bahwa ion logam Cu(II) dapat teretensi secara optimum
pada kondisi pH 1 (81,92% retensi), waktu kontak minimum 30 menit dan dengan kapasitas
retensi sebanyak 3,5407 mg logam Cu(II)/gr mikrokapsul resin serta %recovery adalah sebesar
97,72%.
Daftar Pustaka
1. Ruslan. 2008. Penentuan Kapasitas Pengompleks dan Konstanta Stabilitas Kondisional
Logam Berat Tembaga dalam Air Sungai Palu. FMIPA Universitas Hasanudin. Makasar.
2. Pallar, H. 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan Kedua. PT.Rineka
Cipta. Jakarta.
3. Notohadipawiro, T. 2006. Logam Berat Dalam Pertanian. Repro : Ilmu Tanah Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
4. Marganof. 2003. Potensi Limbah Udang Sebagai Penyerap Logam Berat (Timbal, Kadmium
dan Tembaga) di Perairan. Pengantar ke falsafah Sains. Progam Pascasarjana IPB. Bogor.
5. Purwanti, A. Dan Yusuf, M. 2013. Upaya Peningkatan Kelarutan Kitosan Dalam Asam
Asetat Dengan Melakukan Perlakuan Awal Pada Pengolahan Kulit Udang Menjadi Kitosan.
Seminar Nasional Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi : SEMNAS VIII-2013 Hal.198
6. Herliana, P. 2010. Potensi Khitosan Sebagai Anti Bakteri Penyebab Periodontis. FKG UI.
Depok.
7. Komariah dan Astuti,L. 2014. Preparasi dan Karakterisasi Kitin yang Terkandung dalam
Eksoskeleton Kumbang Tanduk Rhinoceros Beetle dan Kutu Beras. Fakultas Kedokteran Gigi
Trisakti. Jakarta Barat.
8. Suirta, I.W. 2010. Sintesis Senyawa orto-Fenilazo-2-Naftol sebagai Indikator Dalam Titrasi.
Jurnal Kimia 4 (1): pp 27-34.
9. Junaidi, A.B., Kartini, I., and Rusdiarso, B. 2009. Chitosan Preparation With Multistage
Deacetylation Of Chitin And Investigation Of Its Physicochemical Properties. Indo.J.Chem
VOL. 9: 369-372.

10. Pasaribu, M.H. 2010. Sintesis dan karakterisasi Resin Pengkhelat KitosanEtilendiamintetrasetat (EDTA) yang diisolasi dari kulit udang Windu (Penaeus Monodon)
sebagai adsorben logam ion Fe(II). Skripsi Sarjana FMIPA UNMUL. Samarinda.
11. Panggabean, A. S., Amran, M. B dan Pasaribu, S. 2009. Sintesis dan Karakterisasi Resin
Pengkelat Polistyrene Divinilbenzene-1-(2-pyridilazo)2-naphtol Serta Penggunannya Dalam
Modul Ion Logam Berat. International Chemistry Seminar Proceeding. Yogyakarta. ISSN No.
1410 8313., pp. 159 162.
12. Triana, Y. 2010. Pembuatan Mikro Kapsul Ca-Alginat sebagai Resin Pengisi Kolom dalam
Tahapan Prakonsentrasi Ion Fe dengan Metode Off-Line. Skripsi. Universitas Mulawarman.
Samarinda.
13. Kaban, J. 2009. Modifikasi Kimia dari Kitosan dan Aplikasi Produk yang Dihasilkan.
Universitas Sumatera Utara. Medan.
14. Champagne, L. M. 2002. The Synthesis of Water Soluble N-Acyl Chitosan Derivatives For
Characterization As Antibacterial Agents. Disertasi. B. S. Xavier University of Lousiana.
Lousiana.
15. Sari, I. Y. L. 2011. Prakonsentrasi Ion Cu(II) Menggunakan Resin Berbasis Mikrokapsul CaAlginat Dengan Metode Kolom. Chem. Prog. Vol. 5 (2). :70-76.
16. Fessenden, R. J dan Fessenden, J. S.1982. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai