Anda di halaman 1dari 6

ISBN No.

978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

PRODUKSI KITOSAN DARI BAHAN BAKU CANGKANG UDANG


MENGGUNAKAN METODE KIMIA DAN ENZIMATIS DENGAN
ENZIM KITIN DEASETILASE

Winda Rahmawati1*, Dian Herasari1, dan Husniati2


Jurusan Kimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung1
Baristand Industri Bandar Lampung2
*E-mail: ewindathestorm@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan kitosan dari cangkang udang yang selama ini
hanya menjadi limbah yang belum dimanfaatkan secara sempurna. Kitosan dihasilkan melalui
metode kimia dan enzimatis dengan enzim kitin deasetilase. Karakterisasi kitosan meliputi
pengukuran dengan Fourir Trasform Infra Red (FTIR), derajat deasetilasi, kadar air, kadar
abu, dan kadar nitrogen. Dari data penelitian menunjukkan bahwa kitosan yang di hasilkan
dari metode kimia memiliki derajat deasetilasi sebesar 71%, kadar air 7,39%, dan kadar abu
2,10%. Berdasarkan pengamatan spektrofotometer IR menunjukkan adanya kitosan hasil
deasetilasi sebagian yang terdeteksi pada daerah serapan amina primer dengan bilangan
gelombang 1645,77 cm-1, dan setelah penambahan enzim CDA menghasilkan kitosan yang
terdeteksi pada serapan 1636,50 cm-1.

Kata Kunci: derajat deasetilasi, kitosan, kitin deasetilase.

enzimatik digunakan enzim spesifik (misal:


1. PENDAHULUAN enzim kitin deasetilase ). Dalam sebuah
Indonesia merupakan negara maritim yang penelitian pendahuluan dilakukan isolasi
kaya akan potensi perikanan seperti udang. enzim kitin deasetilase dari mikroba
Pemanfaatan udang untuk keperluan Aspergillus Aculeatus. Enzim ini bekerja
konsumsi menghasil-kan limbah dalam spesifik memotong gugus asetil dari kitin
jumlah besar yang belum dimanfaatkan menjadi kitosan, melalui pemutusan ikatan
secara komersial. N-asetamido pada kitin dan merubahnya
menjadi kitosan (Kafetzopoulos et al.,
Sekitar 35% dari cangkang kering udang 1993).
mengandung kitin. Dari kitin udang dapat
dihasilkan sekitar 80% kitosan (No dan Berdasarkan uraian diatas, maka dalam
Meyer, 1997). Kitin adalah salah satu penelitian ini akan dilakukan pembuatan
polisakarida yang melimpah di bumi selain kitin dengan metode kimia yang meliputi
selulosa dan pati, kitin merupakan polimer tahap deproteinasi, demineralisasi dan
dari N-asetilglukosamin yang terikat melalui deasetilasi kitin untuk menghasilkan
ikatan β-(1,4) (Tsigos dan Bouriotis, 1995). kitosan. Sedangkan deasetilasi secara
Turunan kitin yang memiliki tingkat N- enzimatis menggunakan enzim kitin
terasetilasi lebih rendah disebut kitosan. deasetilase, proses deasetilasi enzimatis
Kitosan yang disebut juga dengan β-1,4-2- bersifat selektif dan tidak merusak struktur
amino-2-dioksi-D-glukosa diperoleh dari rantai kitosan, sehingga menghasilkan
kitin melalui proses deasetilasi kitosan dengan karakteristik yang lebih
menggunakan basa kuat berkonsentrasi seragam (Tokoyasu et al., 1997) Kitosan
tinggi (No and Meyer, 1997). Kitosan tidak yang diperoleh kemudian dikarakterisasi
larut dalam air dan H2SO4, sedikit larut menggunakan Fourier Transform Infrared
dalam HCl, dan HNO3. Kitosan juga mudah (FTIR) untuk menganalisis gugus
mengalami degradasi dan bersifat fungsinya.
polielektrolit (Hirano, 1986). Deasetilasi kitin
menjadi kitosan dapat dilakukan dengan
dua metode, yaitu metode kimia dan
enzimatis. Metode kimia lebih mudah dan
cepat. Sedangkan pada metode

535
ISBN No. 978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

2. METODE PENELITIAN 2.2.3 Demineralisasi


2.1 Bahan dan Alat Kitin hasil deproteinasi dimasukkan dalam
bejana tahan asam dan basa yang
Bahan-bahan yang digunakan adalah dilengkapi dengan pengaduk, termometer,
cangkang udang dari PT. Indokom dan diletakkan dalam penangas air.
Samudra Persada, kitin komersial dari PT. Kemudian sampel ditambahkan HCl 2M
Biotech Sukofindo, crude enzim kitin dengan perbandingan 1:7 (b/v) selama
deasetilase dari penelitian pendahuluan
mengenai (Isolasi Enzim Kitin Deasetilase 120 menit pada suhu 25-30 0C. Setelah
Dari Isolat Tanah Humus Aspergillus itu, dilakukan penyaringan sehingga
Aculeatus Dan Identifikasi Enzim Tersebut diperoleh filtrat dan endapan. Endapan
yang diperoleh dicuci dengan
Dalam Produksi Kitosan, Husniati., dkk),
menggunakan akuades sampai pH netral,
asam klorida pekat (HCl), natrium
dan endapan dikeringkan dalam oven
hidroksida (NaOH), asam asetat
(CH3COOH), indikator universal, akuades, dengan suhu 60 0C selama 24 jam,
sehingga diperoleh kitin berwarna kuning
Alat-alat yang digunakan adalah alat kemerahan.
gelas, orbital shaker (Memmert), hot plate
dan magnetic stirrer (Fisher Scientific), pH 2.2.4 Deasetilasi Kitin
meter (HACH), mikropipet (BIOHTIP Oyj), Kemudian kitin dimasukkan dalam larutan
incubator (Memmert), laminar air flow NaOH 20 %, lalu dipanaskan pada suhu
(ESCO), tabung sentrifuga (eppendorf), 90-100 0C sambil diaduk konstan selama
autoclave (Sturdy), oven (Memmert), 60 menit. Setelah itu didinginkan selama
kertas saring, statif, penangas air (Stuart 3 jam pada suhu ruang dan dilakukan
Scientific), batang pengaduk, pipet ukur, penyaringan untuk memisahkan padatan
pipet volum, tanur, corong, , desikator, dan cairannya. Padatannya dicuci dengan
bola hisap, neraca analitik, penangas akuades sampai pH netral. Selanjutnya
minyak, cawan pengabuan, padatan dikeringkan dalam oven dengan
spektrofotometer fourier transform
suhu 60 0C selama 24 jam. Hasil yang
inframerah (FTIR) merk varian 2000
diperoleh disebut kitosan. Kitosan yang
Scimitar Series , dan spektrofotometetr
diperoleh di ukur menggunakan
fourier transform inframerah Shimadzu
spektrofotometer IR.
FTIR -8010PC).
2.3 Pembuatan Kitosan Dengan
2.2 Prosedur Penelitian
Metode Enzimatis
2.2.1 Pembuatan Kitosan Dengan 2.3.1 Deasetilasi Kimia sebagian
Metode Kimia
Sebanyak 20 gram tepung kitin komersial
Proses pembuatan kitosan terdiri atas tiga direndam dalam larutan NaOH 60%
tahap yaitu deproteinasi merupakan tahap selama 24 jam, kemudian dipanaskan
pemisahan protein, demineralisasi yaitu
pada suhu 60 0C selama 2 jam.
tahap pemisahan mineral. Dan deasetilasi
Kemudian kitin yang diperoleh dicuci
kitin untuk memperoleh kitosan.
dengan akuades hingga pH netral, dan
dikeringkan dalam oven dengan suhu 60
2.2.2 Deproteinasi
0C selama 24 jam.
Sebanyak 40 gram cangkang udang
ditempatkan dalam bejana tahan asam
2.3.2 Deasetilasi Enzimatis
basa yang dilengkapi dengan pengaduk,
penangas air dan termometer. Kemudian Kitosan hasil deasetilasi kimia sebagian
ditambahkan NaOH 3 M sebanyak 400 ml dilarutkan dalam asam asetat 0,1 M.
dengan perbandingan 1:10 (b/v) dan Kemudian dicampurkan enzim CDA
dipanas-kan selama 60 menit pada suhu sebanyak100 μL dalam 10 ml larutan
o
90 C sambil di aduk konstan.. Endapan kitosan 1% kemudian di inkubasi pada suhu
yang diperoleh dicuci dengan 55 0C selama 24 jam.
menggunakan akuades sampai pH netral.
Endapan dikeringkan dalam oven dengan 2.4 Karakterisasi Kitosan
suhu 60 0C selama 24 jam. Kitin kasar 2.4.1 Pengukuran Spektroskopi IR
yang diperoleh berwarna kuning
Kitosan yang diperoleh dibaca dengan
kemerahan.
spektrofotometer IR. Kitosan dibuat pelet

536
ISBN No. 978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

dengan KBr, kemudian dilakukan yang terkait derajat deasetilasi dapat dihitung
scanning pada daerah frekuensi antara dengan cara : N-deasetilasi = 1- (A1655/A3450 x
1/1,33) x 100% (Bastaman, 1989, dalam Haryanto,
4000 cm-1 sampai dengan 400 cm-1. 1955).
Spektrum hasil pengukuran yang
diperoleh dibandingkan dengan spektrum
kitosan standar. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.4.2 Kadar Air (AOAC 1999) 3.1 Pembuatan Kitin


Dilakukan penimbangan terhadap cawan Penelitian utama dilakukan untuk
yang hendak dipakai, kemudian mengekstraksi kitin dari cangkang udang
dimasukkan sampel cangkang udang melalui proses deproteinasi menggunakan
sebanyak 1 gram. Sampel lalu NaOH dengan pemanasan tinggi.
dimasukkan dalam oven pada suhu Deproteinasi bertujuan untuk memutuskan
ikatan antara protein dan kitin, dengan cara
1050C selama 3 jam sampai diperoleh menambahkan NaOH. Selama
berat yang tetap, didinginkan dalam perendaman, protein terekstrak dalam
desikator lalu ditimbang. Kadar air bentuk Na-asam lemak ( Na-proteinat)
dihitung dengan persamaan sebagai akibat reaksi saponifikasi antara lemak
berikut: yang terkandung dalam cangkang udang
dengan larutan NaOH panas, dimana ion
Perhitungan :
Kadar Air = b- a x 100% Na+ akan mengikat ujung rantai protein
b yang bermuatan negatif dan mengendap
a = berat sampel sesudah dikeringkan (Suhartono,2000). Deproteinasi dalam
b = berat awal sampel penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan NaOH 3 M dalam waktu 60
2.4.2 Kadar Abu (AOAC 1999) menit dan suhu ± 900C.
Krus porselin untuk pengabuan
Setelah dilakukan tahap deproteinasi,
ditimbang, lalu dibakar dalam tanur pada
endapan yang diperoleh dicuci dengan
suhu 6000C selama 3 jam, didinginkan akuades sampai pH netral, sebagai
dalam desikator lalu ditimbang. indikator digunakan pH universal.
Dimasukkan sampel cangkang udang Pencucian ini dimaksudkan untuk
sebanyak 1 gram, lalu dibakar dalam mencegah terjadinya degradasi produk
tanur selama 6 jam pada suhu 6000C selama proses pengeringan.
sampai diperoleh abu berwarna putih.
Pada tahap demineralisasi, senyawa
Perhitungan: kalsium akan bereaksi dengan asam klorida
Kadar abu = berat abu(g) x 100% yang larut dalam air (Bastaman, 1989)
berat sampel (g) Protein, lemak, fosfor, magnesium, dan besi
turut terbuang dalam proses ini. Dalam
penelitian ini, demineralisasi dilakukan
pada temperatur 25-300C dengan larutan
2.4.3 Derajat Deasetilasi asam klorida 2 M dengan perbandingan
Derajat deasetilasi ditentukan dari (1:7).
spektrum serapan spektrofotometer IR
dengan metode garis dasar. Puncak Kitosan dihasilkan melalui tahap
tertinggi dicatat dan diukur dari garis deasetilasi. Deasetilasi bertujuan untuk
dasar yang dipilih. Nilai absorbansi memutuskan gugus asetil (−COCH3) yang
dihitung dengan rumus : terdapat pada kitin. Pada penelitian ini,
deasetilasi kitin dilakukan dengan
A = log P0/P merendam kitin selama 60 menit pada
Keterangan; suhu 900C menggunakan larutan NaOH
P0= % transmitansi pada garis dasar P=% 20%. Menurut Muzzarelli (1986) kitin
transmitansi pada puncak minimum mempunyai struktur kristalin yang panjang
Perbandingan antara absorbansi pada Ѵ= 1655 cm- dengan ikatan kuat antara atom nitrogen
1 (serapan pita amina) dengan absorbansi Ѵ= 3450
dan gugus karboksil. Oleh karena itu pada
cm-1 (serapan pita hidroksi) dihitung untuk N- proses deasetilasi digunakan larutan NaOH
deasetilasi kitin yang sempurna (100%) diperoleh
A1655= 1,33. Penggunaan nilai absorbansi puncak
dengan konsentrasi tinggi (40-60%) untuk

537
ISBN No. 978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

mendapatkan kitosan dari kitin. dalam bentuk tepung direndam dalam


NaOH 60% selama 24 jam, kemudian di
Berdasarkan hal di atas, deasetilasi kitin panaskan pada suhu 600C selama 2 jam.
menggunakan metode kimia dengan Penepungan dilakukan agar proses
perlakuan suhu 90-100 0C selama 60 deasetilasi dapat berlangsung lebih cepat
menit diperoleh derajat deasetilasi dan sempurna, karena semakin luasnya
sebesar 71%. permukaan yang dapat diakses oleh
larutan alkali (No dan Meyers, 1997).
3.2 Penafsiran Spektrum IR kitosan Hasil pengukuran derajat deasetilasi
Gambar 1 menunjukkan hasil identifikasi kitosan kimiawi dengan spektrofotometer
IR disajikan pada gambar 2.
kitosan menggunakan metode kimia
murni dengan pengukuran
spektrofotometer FTIR Varian 2000. Hasil
identifikasi gugus fungsi terlihat adanya
serapan pada bilangan gelombang 3452,
49 cm-1 yang merupakan serapan dari
gugus -OH. Gugus –OH digunakan
sebagai standar internal dalam kitosan
(Mario et., al 2008) sedangkan serapan
khas kitosan terlihat pada bilangan
gelombang 1666, 50 cm-1 yang
merupakan geseran tekuk N-H yang
menunjukkan keberadaan amina primer
Gambar 2. Spektra IR kitosan hasil deasetilasi kimia
(NH2). Berikut adalah spektrum IR dari sebagian hasil pengukuran
kitosan menggunakan metode kimia spektrofotometer FTIR (-8010PC)

murni.
Derajat deasetilasi awal yang rendah
menunjukkan banyaknya jumlah residu
asetil yang belum terpotong. Lebih
banyak residu asetil menunjukkan lebih
banyak substrat yang tersedia untuk
reaksi enzim. Sesuai dengan kinetika
enzim, semakin banyak substrat yang
tersedia, laju reaksi akan semakin cepat
dan akan menurun jika jumlah substrat
berkurang (Suhartono 1989).

Kitin hasil deasetilasi sebagian dilarutkan


dalam asam asetat 0,1 M. Kemudian
dicampurkan enzim CDA (Kitin
Deasetilase) 100 μL dalam 10 ml larutan
kitosan 1% lalu di inkubasi pada suhu 55
Gambar 1. Spektra FTIR kitosan hasil deasetilasi 0C selama 24 jam. Hasil pengukuran
metode kimia hasil pengukuran FTIR
Varian 2000
derajat deasetilasi kitosan enzimatis
dengan spektrofotometer IR disajikan
3.3 Deasetilasi Enzimatis pada Gambar 3.
Proses deasetilasi enzimatis dapat
meningkatkan derajat deasetilasi 5-30%,
tergantung pada derajat deasetilasi awal.
Semakin tinggi derajat deasetilasi awal,
semakin kecil peningkatan derajat
deasetilasi yang terjadi. Sebelumnya kitin

538
ISBN No. 978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat


disimpulkan bahwa karakteristik kitosan
yang meliputi kadar air, kadar abu, dan
derajat deasetilasi masing-masing adalah
7,39%, 2,10%, dan derajat deasetilasi
kimia murni sebesar 71%. Berdasarkan
pengamatan spektrofotometer IR
menunjukkan adanya kitosan hasil
deasetilasi sebagian yang terdeteksi pada
daerah serapan amina primer dengan
Gambar 3. Spektra IR kitosan hasil deasetilasi bilangan gelombang 1645,77 cm -1, dan
enzimatis hasil pengukuran
spektrofotometer FTIR (-8010PC)
setelah penambahan enzim CDA
menghasilkan kitosan yang terdeteksi
3.4 Kadar Air pada daerah serapan 1636,50 cm -1.
Berdasarkan hasil penelitian telah
diketahui bahwa kadar air kitosan sebesar
7,59%. Hal ini menunjukkan bahwa UCAPAN TERIMA KASIH
kitosan yang dihasilkan memenuhi
standar mutu kadar abu yang ditetapkan Penulis mengucapkan terima kasih atas
Spesifikasi Kitosan Niaga (Anonim, 1987) dukungan dana penelitian dari Program
yakni sebesar < 10%. Kadar air tidak Kegiatan Insentif PKPP 2011 Kementrian
dipengaruhi oleh konsentrasi NaOH serta Riset dan Teknologi melalui penelitian
suhu deasetilasi yang digunakan. Hal ini pembuatan kitosan dan nano partikel
disebabkan kadar air yang terkandung kitosan dengan tripoli fosfat dari limbah
pada kitosan dipengaruhi oleh proses cangkang udang (crustaceae) dan
pengeringan, lama pengeringan yang aplikasinya sebagai bahan
dilakukan, jumlah kitosan yang memperpanjang shelf-life produk buah
dikeringkan dan luas permukaan tempat segar dan buah kaleng dengan No.
kitosan dikeringkan (Saleh et al., 1994). Kontrak 12/SPK/RISTEK/BPKIMI/03/2011
tanggal 3 Maret 2011.
3.5 Kadar Abu
Hal ini menunjukkan bahwa kadar abu PUSTAKA
kitosan belum memenuhi standar yang
ditetapkan Spesifikasi Kitosan Niaga Angka, S.L. dan M.T. Suhartono, 2000.
(Anonim, 1987) yakni < 2%. sebagian Pemanfaatan Limbah Hasil Laut.
besar cangkang udang mengandung IPB.Bogor
mineral kalsium karbonat dan kalsium AOAC. 1999. Official Methods of Analysis
fosfat. Penghilangan mineral dipengaruhi of AOAC International. 5th Revision.
oleh proses pengadukan selama Volume 2. Cunnif P(Editor). Maryland :
demineralisasi, sehingga panas yang AOAC International.
dihasilkan menjadi homogen. Proses Bastaman S. 1989. Studies On Degradation
pengadukan yang konstan akan and Extraction of Chitin and Chitosan
menyebabkan panas merata sehingga From Prawn Shells. Belfast: The
pelarut asam klorida (HCl) dapat mengikat Departement Of Mechanical
mineral secara sempurna. Jika Manufacturing , Aeronautical and
pengadukan yang dilakukan tidak konstan Chemical Engineering. The Queen's
maka panas yang dihasilkan tidak merata, University
sehingga reaksi pengikatan mineral oleh
pelarut juga akan tidam sempurna (Hartati Hartati FK, Susanto.T, Rakhmadiono S, Adi
FK et al., 2002). Selain itu proses Loekito S. 2002. Faktor-faktor yang
pencucian yang baik hingga diperoleh pH berpengaruh terhadap tahap
netral juga berpengaruh terhadap kadar deproteinasi Menggunakan Enzim
abu. Mineral yang terlepas dari sampel Protease dalam Pembuatan Kitin dan
akan berikatan dengan pelarut dapat Kitosan dari cangkang Rajungan
terbuang dan larut bersama air (Angka (Portunus Pelagius). Jurnal Biosain. Vol
dan Suhartono, 2000). 2:1
Hirano, S. 1986. Chitin and Chitosan.

539
ISBN No. 978-602-98559-1-3 Prosiding SNSMAIP III-2012

Ulmann’s Encyclopedia of Saleh MR, Abdillah, Suerman E, Basmal J,


Industrial Chemistry. Republicka Indriati N.1994. Pengaruh Suhu, waktu
of Germany. 5th . ed. A 6: 231 – dan konsentrasi pelarut pada Ekstraksi
232. Kitosan dari Limbah Pengolahan Udang
Beku Terhadap Beberapa Parameter
Kafetzhopoulos D, Martinou A, Bouriotis V.
Mutu Kitosan. Jurnal Pasca Panen
1993. Bioconversion of chitin to
Perikanan 81:30-43
chitosan: purification and
characterization of chitin deacetylase Tsigos I, Bouriotis V. 1995. Purification and
from Mucor Rouxii. Proc Natl Acad Scii Characterization of Chitin Deacetylase
USA 90:2564-2568. from Colletotrichum Lindemuthianum.
The Journal Of Biological Chemistry
Mario, F. D., P. Rapan’a, U. Tomati, E.
270: 26286-26291.
Galli.2008. Chitin and Chitosan from
Basidomycetes. Intern. Journal of Tsigos, I., A. Martinou, Kafetzopoulos and
Biological Macromolecules, 4:8-12 V. Bouriotis. 2000. Chitin
Muzzarelly.1986. Studies on The Suitable of deacetylases: New versatile tools in
Chitinocistic Microorganism for Shrimp biotechnology. TIBTECH Rev, 18: 305-
Waste Fermentation. Dissertation. 312.
University of Washington. New York. Tokuyasu K, Ono H, Kameyama MO,
No, H.K., S.P. Meyers, K.S. Lee, 1989. Hayashi K, Moil Y. 1997. Deacetylation
Isolation abd Characterization of chitin of Chitin Oligosaccharides of dp 2-4 by
frow Crawfish Shell Waste, J. Agri. Food Chitin Deascetylase from Colletotrichum
Chem., 37:575-579 Lindemuthianum. Carbohydrate
Research 303:353-358.

540

Anda mungkin juga menyukai