Anda di halaman 1dari 10

IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e.

ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Synthesis of Chitosan from Crab Shells Using Microwave Heating Method

Sintesis Kitosan dari Cangkang Kepiting Dengan Metode Pemanasan


Microwave

Salmahaminati*
1
Jurusan Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam
Indonesia, Jl. Kaliurang km. 14,5, Yogyakarta 55584, Indonesia

*e-mail: salmahaminati@uii.ac.id

Abstract
Chitosan was synthesized through the reaction of chitin deacetylation with NaOH solution by microwave
irradiation. The microwave has the process of a faster synthesis procedure compared to conventional
methods. Chitosan has been characterized by FTIR (Fourier transform infrared) instrument. The results
showed that the degree of deacetylation obtained was 76.5% after irradiating chitin with 45% NaOH
solution in a microwave for 2 minutes with a power of 900 watts. This method provides fast, clean and easy
processing results.

Keywords: microwave, synthesis, chitosan, crab shell

Abstrak
Kitosan disintesis melalui reaksi deasetilasi kitin dengan larutan NaOH dengan iradiasi gelombang mikro.
Hal tersebut menggambarkan proses sebuah prosedur sintesis cepat dibandingkan untuk metode
konvensional. Kitosan telah dikarakterisasi dengan instrumen FTIR (Fourier transform infrared). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 76,5% tercapai setelah
penyinaran kitin dengan larutan NaOH 45% dalam microwave selama 2 menit dengan daya 900 watt.
Metode ini memberikan hasil proses cepat, bersih dan mudah.

Kata kunci: microwave, sintesis, kitosan, cangkang kepiting

PENDAHULUAN dunia per tahun. (Departemen Kelautan dan


Wilayah perairan Indonesia Perikanan, 2000)
merupakan sumber cangkang hewan Kepiting bakau (Scylla serrata)
invertebrate laut berkulit keras (Crustacea) merupakan salah satu komoditas penting bagi
yang mengandung kitin secara berlimpah. hasil perikanan Indonesia. Pada umumnya,
Kitin yang terkandung dalam Crustacea kepiting bakau dapat diperoleh dalam bentuk
berada dalam kadar yang cukup tinggi daging yang telah dipasteurisasi. Hasil
berkisar 20-60% tergantung spesies. Limbah samping pengolahan daging kepiting berupa
berkitin di Indonesia yang dihasilkan saat ini limbah cangkang (kulit dan kepala). Limbah
sekitar 56.200 ton pertahun. Lebih dari 80.000 ini belum dimanfaatkan secara baik dan
ton kubik kitin diperoleh dari limbah laut efisien bahkan sebagian besar merupakan

27
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

buangan yang juga turut mencemari proses reverse osmosis dalam penjernihan air,
lingkungan. Salah satu alternatif upaya aditif untuk produk agrokimia dan pengawet
pemanfaatan limbah cangkang kepiting agar benih (Muzzarelli dan Peter, 1997). Saat ini
memiliki nilai dan daya guna, limbah kepiting kitosan komersial diproduksi secara
diolah menjadi produk yang bernilai termokimiawi. Cara ini dalam banyak hal
ekonomis tinggi adalah dengan pengolahan tidak menguntungkan diantaranya tidak
kitin menjadi kitosan. ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah
Kitin merupakan polimer berantai lurus dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan
tersusun atas residu N-asetilglukosamina memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi
melalui ikatan ß-(1,4) yang terdapat tidak seragam. Hal ini karena proses
berlimpah di alam setelah selulosa. Secara deasetilasi rantai kitin yang berlangsung
umum kitin banyak terdapat pada secara acak menghasilkan kitosan dengan
eksoskeleton atau kutikula serangga, derajat deasetilasi bervariasi (Tsigos et al,
crustacea, dan jamur. Senyawa kitin biasanya 2000). Derajat deasetilasi minimal 70%
dijumpai sebagai komponen eksoskeleton umumnya dimanfaatkan untuk industri
kelompok Crustaceae, dinding selinsekta, pangan, industri kosmetika dan biomedis
kapang dan kamir (Tsigos et al, 2000). sedikitnya 80 dan 90% (Subianto, 2001).
Kitosan merupakan polimer alam yang Dalam bidang kimia beberapa tahun
keberadaannya sangat melimpah di alam. terakhir microwave telah menerima banyak
Kebanyakan kitosan diisolasi dari rangka luar perhatian karena dapat mempercepat laju
hewan crustaceae seperti udang, kepiting, reaksi daripada pemanas konvensional.
rajungan dan kerang. Kitosan terbentuk Terlepas dari itu, digunakan iradiasi
menjadi polimer yang panjang melalui ikatan gelombang mikro untuk melaksanakan reaksi
β (1,4) dari polisakarida D-glukosiamin yang kimia pada beberapa proses bioteknologi.
telah mengalami deasetilasi dari senyawa Beberapa peneliti sebelumnya telah
kitin (Badawy et al, 2003). Kitosan terdiri dari menggunakan microwave iradiasi untuk
unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin. immobilisasi protein (Nahar dan Bora. 2004).
Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 Microwave iradiasi telah digunakan untuk
dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 modifikasi kitosan (Liu et al, 2004). Peneliti
pada kitosan bermanfaat dalam aplikasinya sebelumnya (Peniston dan Johnson, 1979)
yang luas yaitu sebagai pengawet hasil telah mempatenkan suatu proses untuk
perikanan dan penstabil warna produk memperoleh kitosan dari kitin, yang juga
pangan, sebagai flokulan dan membantu menggunakan gelombang mikro untuk

28
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

pengobatan. Pada penelitian ini, dicoba demineralisasi dilakukan dengan melarutkan


metode sederhana dan cepat untuk-N 100 g cangkang kepting ke dalam larutan HCl
deasetilasi kitin untuk memproduksi kitosan 5%. Larutan tersebut diaduk secara merata
menggunakan iradiasi gelombang mikro dan selama 1 sampai 2 jam pada suhu kamar
selanjutnya dikarakterisasi secara rinci dengan perbandingan berat serbuk kepiting
menggunakan FTIR. (gram) : volume HCl 5% (mL) adalah 1 : 10.
METODE PENELITIAN Setelah itu serbuk kulit kepiting ditiriskan
Alat dan Bahan dengan kertas saring dan dicuci dengan
Alat akuades hingga di dapat pH ± 7, Hasil residu
Alat-alat yang digunakan adalah Alat disaring dan dikeringkan dengan pemanasan
gelas, Penyaring Buchner, Saringan 100 oven pada suhu 80 ˚C. Proses demineralisasi
mesh, Seperangkat alat refluks, Stirer, ini bertujuan untuk menghilangkan mineral-
Indikator pH, Kertas saring, Oven, mineral yang terkandung dalam kulit kepiting,
Microwave, Alat Instrumen fourier transform terutama kalsium.
inframerah Shimadzu FTIR Prestige-21. Langkah berikutnya adalah proses
Bahan deproteinasi. 14 g serbuk cangkang kepiting
Bahan-bahan yang digunakan adalah hasil demineralisasi di refluks dalam larutan
Limbah Cangkang Kepiting bakau yang di NaOH 5% dengan suhu 65 ˚C-80 ˚C sambil
ambil dari restoran Muara Kapuas, diaduk menggunakan magnetic stirrer agar
Yogyakarta, Indonesia, Asam klorida (HCl) merata selama 1,5 jam hingga 2 jam dengan
37%, HCl 5%, Natrium Hidroksida (NaOH) perbandingan berat serbuk kepiting (gram) :
5%, Natrium Hidroksida (NaOH) 45% dan volume NaOH 5% (mL) adalah 1 : 10. Setelah
Akuades. itu serbuk kulit kepiting ditiriskan dengan
Prosedur kerja kertas saring dan dicuci dengan akuades
Isolasi kitin dari cangkang kepiting hingga di dapat pH ± 7, Hasil residu disaring
Cangkang kepiting yang digunakan dan dikeringkan dengan pemanasan oven
diperoleh dari Restoran Muara Kapuas pada suhu 80 ˚C. Dari proses tersebut
Yogyakarta, Indonesia selama 1 minggu. dihasilkan kitin. Setelah berat keringnya
Cangkang kepiting yang didapat kemudian konstan maka sebagian hasil digunakan untuk
diolah dengan proses pencucian dan analisis FTIR.
penjemuran.
Kulit kepiting dihancurkan hingga Sintesis kitosan melalui media Microwave
lembut (berbentuk serbuk). Proses

29
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Pada sintesis kitosan dilakukan proses Hasil perhitungan rendemen serta


deasetilasi dari kitin yang telah dihasilkan pengamatan terhadap tekstur senyawa kitin
sebelumnya. 2 gram serbuk kepiting kitin yang dihasilkan dari kedua sampel adalah:
dilarutkan dalam 25 ml 45% w/v NaOH Sampel :Cangkang Kepiting
ditambahkan dicampur dengan pengocokan. Berat sampel : 100 g
Larutan tersebut kemudian diletakkan dalam Kitin yang diperoleh : 14,43 g
microwave dengan lama sinaran 2 menit. Rendemen kitin : 14,43%
Produk disaring dan dicuci dengan distilasi air Tekstur kitin : Serbuk krem
sampai pH ± 7. Hasil residu setelah disaring Rendemen kitin yang diperoleh dari
dikeringkan dengan pemanasan oven pada cangkang kepiting sebesar 14,43%, hal ini
suhu 100 ˚C. Setelah berat keringnya konstan sedikit berbeda dengan literatur dimana
maka siap digunakan untuk analisis FTIR. cangkang kepiting mengandung kitin sebesar
18,70-32,90% sedangkan kandungan mineral
Karakterisasi kitin dan kitosan
cangkang kepiting diperkirakan 53,70-
Kitin dan kitosan yang diperoleh dari
78,40% (Marganov, 2003). Pada umumnya
cangkang kepiting dikarakterisasi dengan
kandungan kitin dari beberapa spesies
spektrofotometer fourier transform
diantaranya pada kepiting sebesar 60 %,
inframerah (FTIR).
udang 42-57 %, cumi-cumi 40%, dan kerang
14-35%, serta ulat hongkong sebesar 12,8%.
Penentuan derajat deasetilasi
Kulit kepiting yang telah disimpan
Derajat deasetilasi ditentukan untuk
tidak perlu direbus lagi, mengingat proses
mengetahui seberapa besar kitin yang sudah
pemasakan di restoran sudah mencakup
berubah menjadi kitosan. Derajat deasetilasi
proses perebusan. Kulit kepiting tersebut
kitosan ditentukan berdasarkan rumus
kemudian dihancurkan hingga lembut
(Brugnerotto et al):
(berbentuk serbuk). Hal ini bertujuan untuk
DD = 100 – [{(A1655 / A3441,2) x100}/ 1,33]
memudahkan pengolahan pada beberapa
(Baseline a)
langkah selanjutnya. Proses pemisahan
DD = 100 – [(A1655 / A3441,2) x115]
mineral ditunjukkan dengan terbentuknya gas
(Baseline b)
CO2 berupa gelembung udara pada saat
larutan HCl ditambahkan ke dalam sampel
PEMBAHASAN
(Hendry, 2008). Cangkang kepiting
Isolasi kitin dari cangkang kepiting
mengandung lebih banyak mineral,
ditunjukkan dengan terbentuknya gelembung

30
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

udara pada saat penambahan HCl ke dalam sangat berpengaruh terhadap rendemen kitin
sampel, sehingga penambahan HCl dilakukan yang diperoleh serta dipengaruhi faktor
secara bertahap agar sampel tidak meluap. penyaringan karena menggunakan penyaring
Reaksi yang terjadi adalah: Buhcner dengan kertas saring biasa yang
CaCO3(s) + 2HCl(l) CaCl2(aq) + H2O(l) ukuran porinya tertentu, ketika ada serbuk
+ CO2(g) yang ukuran porinya lebih kecil maka akan
Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(l) 3CaCl2(aq) + 2 tidak tersaring dan ikut terbuang hal ini yang
H2PO4-(aq) + H2O(g). menyebabkan rendemennya lebih sedikit.
Tahap demineralisasi bertujuan untuk Faktor lain yang berpengaruh terhadap
menghilangkan mineral anorganik CaCO3 dan jumlah rendemen kitin adalah urutan tahap
Ca3(PO4)2 yang ada pada cangkang kepiting. pembuatan kitin, isolasi kitin dilakukan
Mineral utama pada cangkang kepiting adalah melalui dua tahap, yaitu proses demineralisasi
dalam jumlah minor. Untuk menghilangkan dan deproteinasi. Pada penelitian yang
HCl yang mungkin masih tertinggal dilakukan dilakukan Ernawati (Ernawati, 2008), isolasi
proses pencucian dengan akuades sampai kitin dilakukan melalui tahap deproteinasi
netral. dilanjutkan dengan tahap demineralisasi. Pada
Pada penelitian sebelumnya, Ernawati penelitian ini, tahap demineralisasi dilakukan
memperoleh rendemen kitin hanya sebesar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
9,54% (Ernawati, 2008). Hal ini kemungkinan tahap deproteinasi. Hal tersebut sesuai dengan
disebabkan karena pada proses demineralisasi penelitian Alamsyah yang menyatakan bahwa
menggunakan HCl 1,5 M tidak disertai isolasi kitin melalui tahap demineralisasi-
dengan pemanasan dan proses hanya 1 jam. deproteinasi menghasilkan rendemen yang
Puspawati dan Simpen memperoleh rendemen lebih banyak dibandingkan dengan tahap
kitin yang cukup baik sebesar 20,91% isolasi kitin melalui tahap deproteinasi-
disebabkan pada proses demineralisasi demineralisasi (Alamsyah, 2007). Hal ini
dilakukan dengan menggunakan HCl 1,5 M dikarenakan mineral membentuk shield
selama 4 jam pada suhu 70-80 ˚C (Puspawati (pelindung) yang keras pada cangkang
dan Simpen, 2009). Sementara pada kepiting, pada umumnya mineral lebih keras
penelitian ini, demineralisasi dilakukan dibandingkan protein, sehingga dengan
dengan menggunakan HCl 5% (1,6 M) menghilangkan mineral terlebih dahulu, pada
selama 24 jam pada suhu ± 40 ˚C tahap deproteinasi basa dapat lebih optimal
menggunakan pemanas Hot plate, hal ini menghilangkan protein, karena pelindung
menunjukkan bahwa suhu dan waktu reaksi yang terbuat dari mineral telah hilang.

31
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Deproteinasi bertujuan untuk memutuskan (11 M) melalui microwave dalam waktu


ikatan antara protein dan kitin, dengan cara periode 2 menit.
menambahkan natrium hidroksida. Rendemen Kitin hasil deproteinasi dideasetilasi
setelah deproteinasi sebesar 14,43%. dengan menambahkan NaOH pekat
Rendemen ini merupakan rendemen kitin. konsentrasi 45%. Pada bagian kitin dengan
Protein yang terekstrak dalam bentuk perbandingan 1:12 (w/v) antara kitin dengan
Naproteinat dimana ion Na+ mengikat ujung pelarut. Campuran diaduk dan dipanaskan
rantai protein yang bermuatan negatif pada suhu 100 ˚C selama 2 menit dan daya
sehingga mengendap. 900 watt. Kondisi ini digunakan karena
Sintesis kitosan menggunakan Microwave struktur sel-sel kitin yang tebal dan kuatnya
Iradiasi gelombang mikro beberapa ikatan hidrogen intramolekul antara atom
tahun ini telah menarik perhatian dan menjadi hidrogen pada gugus amin dan atom oksigen
metode semakin populer karena reaksi kimia pada gugus karbonil. Proses deasetilasi dalam
menawarkan metode bersih, murah, dan basa kuat panas menyebabkan hilangnya
nyaman, ramah lingkungan. Pemanasan pada gugus asetil pada kitin melalui pemutusan
microwave menghasilkan rendemen yang ikatan antara karbon pada gugus asetil dengan
lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih nitrogen pada gugus amin. Dalam kondisi
pendek. Hal tersebut merupakan keuntungan basa deasetilasi kitin (-NHCOCH3) menjadi
utama media microwave yaitu dengan waktu kitosan (-NH2) terjadi sebagai ditunjukkan
singkat, pemanasan material yang homogen dalam Gambar 1.
dan selektif dengan cara yang tidak dapat
dicapai oleh pemanasan konvensional. Pada
penelitian ini diperoleh bahwa pemanasan
microwave dapat digunakan untuk
menyiapkan biopolimer seperti kitosan yang
lebih efisien daripada pemanasan
konvensional. Dari percobaan sebelumnya
Sahu dkk mensintesis kitosan melalui media
microwave dengan variasi waktu dan
diperoleh kondisi optimum dengan DD
kitosan 85%, pada waktu 5,5 menit (Sahu et
Gambar 1. Deasetilasi kitin menggunakan
al, 2009). Penelitian ini mensintesis kitosan
microwave
dari kitin yang bereaksi dengan NaOH 45%

32
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Hasil reaksi gugus asetil dihilangkan maka tergolong kitosan pasaran (Tamveer,
melalui pemutusan ikatan antara karbon pada 2002)
gugus asetil dengan nitrogen pada gugus Karakterisasi kitin dan kitosan
amin. Hal ini membuktikan bahwa semakin Kitin yang diperoleh dari hasil isolasi
meningkatnya faktor-faktor tersebut, semakin cangkang kepiting telah dianalisis
banyak zat-zat yang bereaksi, karena semakin menggunakan spektrofotometer FTIR untuk
besar kemungkinan terjadinya tumbukan, mengetahui gugus fungsi utama yang ada
dengan demikian semakin besar pula pada kitin serta membandingkannya dengan
kemungkinan terjadinya reaksi (Is Fatimah, spektra kitin literatur.
2013). Hasil isolasi kitin dari kulit udang dan
Hasil perhitungan rendemen serta cangkang kepiting dikarakterisasi gugus
pengamatan terhadap tekstur senyawa kitin fungsinya dengan FTIR. Spektra FTIR untuk
yang dihasilkan dari kedua sampel adalah: kitin cangkang kepiting memperlihatkan pola
Sampel :kitin serapan yang muncul pada panjang
Berat sampel :2 g gelombang yang sama yaitu 3448,72 cm-1
Kitosan yang diperoleh :0,72 g menunjukkan vibrasi OH yang melebar.
Rendemen kitosan :36% Vibrasi ulur N-H pada 3271,27 cm-1 (tajam).
Tekstur kitosan :Serbuk putih agak Serapan lainnya yaitu pada 2885,51 cm-1
kecoklatan uluran C-H alifatik yang menyatu pada pita
Derajat Deasetilasi :60,7% (Baseline a) uluran OH sama seperti uluran N-H. Vibrasi
76,5% (Baseline b) ulur C=O pada 1658,78 cm-1, sedangkan
Semakin banyak gugus asetil yang dapat untuk vibrasi tekuk N-H muncul pada
dihilangkan maka semakin tinggi nilai derajat bilangan gelombang 1558,48 cm-1, serapan
deasetilasinya. Menurut Tamveer, kitosan CH bengkokan pada 1400 cm-1. Adanya
dengan derajat deasetilasi 70-90% dinamakan serapan pada 1072,42 cm-1 menunjukkan
kitosan pasaran. Menurut (Muzarrelli dan vibrasi C-O-C dalam cincin kitin dan
Peter, 1997), kualitas kitosan ditentukan memunculkan banyak puncak karena
berdasarkan derajat deasetilasinya, sehingga hidroksida dari kitin mengandung ikatan
dapat dibagi menjadi empat kriteria yaitu tunggal C=O. Hasil analisis spektra FTIR
lebih kecil dari 80%, antara 80-85%, antara kitin ditampilkan pada Tabel 1, Gambar 2.
85-90% dan di atas 90% (Ernawati, 2008). Tabel 1. Hasil analisis gugus fungsi kitin
cangkang kepiting hasil isolasi
Kitosan yang dihasilkan penelitian ini
Bilangan gelombang (cm-1)
memiliki nilai derajat deasetilasi ± 70-80%

33
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Gugus Kitin literatur Kitin cangkang Gugus Kitosan Kitosan


Fungsi kepiting
-OH 3200-3600 3448,72 Fungsi literatur cangkang
-NH ulur 3300-3250 3271,27 kepiting
-CH ulur 2850-3000 2885,51 -OH 3200-3600 3425,58
C=O ulur 1670-1820 1658,78
-CH ulur 2850-3000 2877,79
-NH 1600 1558,48
bengkokan -NH 1600 1658,78
-CH 1350-1480 1400 bengkokan
bengkokan
C-O-C 1000-1300 1072,42 -CH 1350-1480 1427,32
bengkokan
C-O-C 1000-1300 1072,42

Spektra FTIR untuk kitin cangkang


kepiting memperlihatkan pola serapan yang
muncul pada panjang gelombang yang sama
yaitu 3425,72 cm-1 menunjukkan vibrasi OH
yang melebar. Serapan lainnya yaitu pada
2877,79 cm-1 uluran C-H alifatik yang
Gambar 2. Spektrum IR dari kitin cangkang
kepiting menyatu pada pita uluran OH sama seperti
uluran N-H. Sedangkan untuk vibrasi tekuk
Kitosan cangkang kepiting hasil proses N-H muncul pada bilangan gelombang
iradiasi dengan microwave melalui reaksi 1658,78 cm-1, serapan CH bengkokan dari
deasetilasi kitin, dianalisis dengan FTIR untuk kitin cangkang kepiting pada 1427,32 cm-1.
mengetahui apakah kitin telah mengalami Adanya serapan pada 1072,42 cm-1
transformasi menjadi kitosan, yaitu dapat menunjukkan vibrasi C-O-C dalam cincin
dilihat dari gugus fungsi utamanya serta kitosan. Perbedaan yang terjadi setelah tahap
membandingkannya dengan spektra kitosan deasetilasi adalah tidak munculnya gugus
dari literatur. Hasil analisis spektra FTIR C=O pada 1680-1660 cm-1 yang menandakan
ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 3. hilang atau telah berkurangnya gugus C=O
Tabel 2. Hasil analisis gugus fungsi kitosan pada kitosan.
cangkang kepiting hasil sintesis
Bilangan gelombang (cm-1)

34
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

http://www.bbia.go.id/ringkasan.pdf.,
15 Desember 2007
E. I., Rabea and M. E, -T, Badawy, (2003),
Biomacromolecules, 4, 1457-1465
Brugnerotto, J., dkk, An infrared
investigation in relation with chitin and
chitosan characterization, (2001),
Polymer, 42, 3569-3580
Departemen Kelautan dan Perikanan,
(2000), Statistik Data Perikanan,
Gambar 3. Spektrum IR dari kitosan Departemen Kelautan dan Perikanan,
Jakarta
KESIMPULAN Ernawati, Pt, (2008), Transformasi Kitin
Sintesis kitosan melalui iradiasi menjadi Khitosan dari Limbah Kulit
Udang dan Cangkang Kepiting serta
gelombang microwave merupakan metode
Aplikasinya sebagai Biomaterial
yang lebih cepat dan mudah, bersih, murah, Antibakteri dan Potensinya sebagai
dan nyaman, serta ramah lingkungan. Antikanker, Skripsi, Universitas
Berdasarkan besar derajat deasetilasinya, Udayana, Jimbaran.

kitosan hasil sintesis pada penelitian ini sudah Fatimah, Is. Kinetika Kimia - Edisi Pertama
– Yogyakarta; Graha Ilmu, (2013) viii
memenuhi standar kitosan industrial yaitu
+ 206, 1 Jil: 26 cm. ISBN: 978-979-
76,5%. 756-919-8
Hendry, Jhon, (2008), Teknik Deproteinasi
UCAPAN TERIMA KASIH Kulit Rajungan (Portunus pelagious)
Penulis menyampaikan ucapan terima secara Enzimatik dengan
menggunakan Bakteri Pseudomonas
kasih kepada semua pihak yang yang telah aeruginosa untuk Pembuatan Polimer
membantu pelaksanaan penelitian ini. Kitin dan Deasetilasinya
khususnya kepada Robby Noor Cahyono, Li, J. F. Revol and R. H. Marchessault,
S.Si, M.Sc, Ph. D dan Dr. Deni Pranowo S.Si, “Effect of Degree of Deacetylation of
α-Chitin on the Properties of Chitin
M.Si, dan teman-teman kelompok penelitian
Crystallites,” Journal of Applied
agik dwika dan silvi tahun 2011. Polymer Science, Vol. 65, No. 2,
(1997), pp. 373-380.
DAFTAR PUSTAKA Liu, Y. Li, Y. Li, Y.E. Fang, Rapid N-
Alamsyah, Rizal, et al., (2007), Pengolahan phthaloylation of chitosan by
Khitosan Larut dalam Air dari Kulit microwave irradiation. Carbohydr.
Udang sebagai Bahan Baku Industri, Polymers 57, 97–100 (2004).

35
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)

Muzzarelli dan M.G. Peter ., (1997), Tsigos, I., M. Aggeliki, K. Dimitri dan B.
“Chitin Handbook.” European Chitin Vasillis, (2000), Chitin Deacetylases :
Society, Italy. New, Versatile Tools In
Biotechnology. Tibtech (18): 305 -
Marganov, (2003), Potensi Limbah Udang
312.
sebagai Penyerap Logam Berat
(Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di
Perairan,
http://rudyct.topcities.com/pps702_71
03 4/marganof.htm., 15 Desember
2007.
P. Nahar, U. Bora, (2004), Microwave-
mediated rapid immobilization of
enzymes onto an activated surface
through covalent bonding. Anal.
Biochem. 328, 81–83.
P. Sahu, U. Bora, (2009). Microwave-
mediated synthesis of chitosan, Mater,
Med, 20, 171–175.
Puspawati, N.M, Simpen, I.N., (2009),
Optimalisasi deasetilasi khitin dari
kulit udang dan cangkang kepiting
limbah restoran SEAFOOD, Journal
ISSN 1907-9850:79.
Q.T. Peniston, E.L. Johnson, Process for
activating chitin by microwave
treatment and improved activated
chitin product. Patent USPTO
4159932, 1979.
Subianto, Y., (2001)., “Isolasi dan
Pemilahan Bakteri Termofilik
Penghasil Enzim Kitinase dan Kitin
Deasetilase Dari Isolat Beberapa
Daerah di Indonesia.” Skripsi.
FATETA, IPB.
Tamveer, A. K., Peh, Kok Khiang., dan
Ching, Hung Seng., (2002), Reporting
Degree of Deacetylation Values of
Chitosan: The Influence of Analytical
Methods, Journal Pharmaceut Sci.,
5(3): 205-212.

36

Anda mungkin juga menyukai