ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
Salmahaminati*
1
Jurusan Ilmu Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Islam
Indonesia, Jl. Kaliurang km. 14,5, Yogyakarta 55584, Indonesia
*e-mail: salmahaminati@uii.ac.id
Abstract
Chitosan was synthesized through the reaction of chitin deacetylation with NaOH solution by microwave
irradiation. The microwave has the process of a faster synthesis procedure compared to conventional
methods. Chitosan has been characterized by FTIR (Fourier transform infrared) instrument. The results
showed that the degree of deacetylation obtained was 76.5% after irradiating chitin with 45% NaOH
solution in a microwave for 2 minutes with a power of 900 watts. This method provides fast, clean and easy
processing results.
Abstrak
Kitosan disintesis melalui reaksi deasetilasi kitin dengan larutan NaOH dengan iradiasi gelombang mikro.
Hal tersebut menggambarkan proses sebuah prosedur sintesis cepat dibandingkan untuk metode
konvensional. Kitosan telah dikarakterisasi dengan instrumen FTIR (Fourier transform infrared). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa derajat deasetilasi yang diperoleh adalah 76,5% tercapai setelah
penyinaran kitin dengan larutan NaOH 45% dalam microwave selama 2 menit dengan daya 900 watt.
Metode ini memberikan hasil proses cepat, bersih dan mudah.
27
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
buangan yang juga turut mencemari proses reverse osmosis dalam penjernihan air,
lingkungan. Salah satu alternatif upaya aditif untuk produk agrokimia dan pengawet
pemanfaatan limbah cangkang kepiting agar benih (Muzzarelli dan Peter, 1997). Saat ini
memiliki nilai dan daya guna, limbah kepiting kitosan komersial diproduksi secara
diolah menjadi produk yang bernilai termokimiawi. Cara ini dalam banyak hal
ekonomis tinggi adalah dengan pengolahan tidak menguntungkan diantaranya tidak
kitin menjadi kitosan. ramah lingkungan, prosesnya tidak mudah
Kitin merupakan polimer berantai lurus dikendalikan, dan kitosan yang dihasilkan
tersusun atas residu N-asetilglukosamina memiliki berat molekul dan derajat deasetilasi
melalui ikatan ß-(1,4) yang terdapat tidak seragam. Hal ini karena proses
berlimpah di alam setelah selulosa. Secara deasetilasi rantai kitin yang berlangsung
umum kitin banyak terdapat pada secara acak menghasilkan kitosan dengan
eksoskeleton atau kutikula serangga, derajat deasetilasi bervariasi (Tsigos et al,
crustacea, dan jamur. Senyawa kitin biasanya 2000). Derajat deasetilasi minimal 70%
dijumpai sebagai komponen eksoskeleton umumnya dimanfaatkan untuk industri
kelompok Crustaceae, dinding selinsekta, pangan, industri kosmetika dan biomedis
kapang dan kamir (Tsigos et al, 2000). sedikitnya 80 dan 90% (Subianto, 2001).
Kitosan merupakan polimer alam yang Dalam bidang kimia beberapa tahun
keberadaannya sangat melimpah di alam. terakhir microwave telah menerima banyak
Kebanyakan kitosan diisolasi dari rangka luar perhatian karena dapat mempercepat laju
hewan crustaceae seperti udang, kepiting, reaksi daripada pemanas konvensional.
rajungan dan kerang. Kitosan terbentuk Terlepas dari itu, digunakan iradiasi
menjadi polimer yang panjang melalui ikatan gelombang mikro untuk melaksanakan reaksi
β (1,4) dari polisakarida D-glukosiamin yang kimia pada beberapa proses bioteknologi.
telah mengalami deasetilasi dari senyawa Beberapa peneliti sebelumnya telah
kitin (Badawy et al, 2003). Kitosan terdiri dari menggunakan microwave iradiasi untuk
unit N-asetil glukosamin dan N glukosamin. immobilisasi protein (Nahar dan Bora. 2004).
Adanya gugus reaktif amino pada atom C-2 Microwave iradiasi telah digunakan untuk
dan gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-6 modifikasi kitosan (Liu et al, 2004). Peneliti
pada kitosan bermanfaat dalam aplikasinya sebelumnya (Peniston dan Johnson, 1979)
yang luas yaitu sebagai pengawet hasil telah mempatenkan suatu proses untuk
perikanan dan penstabil warna produk memperoleh kitosan dari kitin, yang juga
pangan, sebagai flokulan dan membantu menggunakan gelombang mikro untuk
28
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
29
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
30
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
udara pada saat penambahan HCl ke dalam sangat berpengaruh terhadap rendemen kitin
sampel, sehingga penambahan HCl dilakukan yang diperoleh serta dipengaruhi faktor
secara bertahap agar sampel tidak meluap. penyaringan karena menggunakan penyaring
Reaksi yang terjadi adalah: Buhcner dengan kertas saring biasa yang
CaCO3(s) + 2HCl(l) CaCl2(aq) + H2O(l) ukuran porinya tertentu, ketika ada serbuk
+ CO2(g) yang ukuran porinya lebih kecil maka akan
Ca3(PO4)2(s) + 6HCl(l) 3CaCl2(aq) + 2 tidak tersaring dan ikut terbuang hal ini yang
H2PO4-(aq) + H2O(g). menyebabkan rendemennya lebih sedikit.
Tahap demineralisasi bertujuan untuk Faktor lain yang berpengaruh terhadap
menghilangkan mineral anorganik CaCO3 dan jumlah rendemen kitin adalah urutan tahap
Ca3(PO4)2 yang ada pada cangkang kepiting. pembuatan kitin, isolasi kitin dilakukan
Mineral utama pada cangkang kepiting adalah melalui dua tahap, yaitu proses demineralisasi
dalam jumlah minor. Untuk menghilangkan dan deproteinasi. Pada penelitian yang
HCl yang mungkin masih tertinggal dilakukan dilakukan Ernawati (Ernawati, 2008), isolasi
proses pencucian dengan akuades sampai kitin dilakukan melalui tahap deproteinasi
netral. dilanjutkan dengan tahap demineralisasi. Pada
Pada penelitian sebelumnya, Ernawati penelitian ini, tahap demineralisasi dilakukan
memperoleh rendemen kitin hanya sebesar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan dengan
9,54% (Ernawati, 2008). Hal ini kemungkinan tahap deproteinasi. Hal tersebut sesuai dengan
disebabkan karena pada proses demineralisasi penelitian Alamsyah yang menyatakan bahwa
menggunakan HCl 1,5 M tidak disertai isolasi kitin melalui tahap demineralisasi-
dengan pemanasan dan proses hanya 1 jam. deproteinasi menghasilkan rendemen yang
Puspawati dan Simpen memperoleh rendemen lebih banyak dibandingkan dengan tahap
kitin yang cukup baik sebesar 20,91% isolasi kitin melalui tahap deproteinasi-
disebabkan pada proses demineralisasi demineralisasi (Alamsyah, 2007). Hal ini
dilakukan dengan menggunakan HCl 1,5 M dikarenakan mineral membentuk shield
selama 4 jam pada suhu 70-80 ˚C (Puspawati (pelindung) yang keras pada cangkang
dan Simpen, 2009). Sementara pada kepiting, pada umumnya mineral lebih keras
penelitian ini, demineralisasi dilakukan dibandingkan protein, sehingga dengan
dengan menggunakan HCl 5% (1,6 M) menghilangkan mineral terlebih dahulu, pada
selama 24 jam pada suhu ± 40 ˚C tahap deproteinasi basa dapat lebih optimal
menggunakan pemanas Hot plate, hal ini menghilangkan protein, karena pelindung
menunjukkan bahwa suhu dan waktu reaksi yang terbuat dari mineral telah hilang.
31
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
32
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
Hasil reaksi gugus asetil dihilangkan maka tergolong kitosan pasaran (Tamveer,
melalui pemutusan ikatan antara karbon pada 2002)
gugus asetil dengan nitrogen pada gugus Karakterisasi kitin dan kitosan
amin. Hal ini membuktikan bahwa semakin Kitin yang diperoleh dari hasil isolasi
meningkatnya faktor-faktor tersebut, semakin cangkang kepiting telah dianalisis
banyak zat-zat yang bereaksi, karena semakin menggunakan spektrofotometer FTIR untuk
besar kemungkinan terjadinya tumbukan, mengetahui gugus fungsi utama yang ada
dengan demikian semakin besar pula pada kitin serta membandingkannya dengan
kemungkinan terjadinya reaksi (Is Fatimah, spektra kitin literatur.
2013). Hasil isolasi kitin dari kulit udang dan
Hasil perhitungan rendemen serta cangkang kepiting dikarakterisasi gugus
pengamatan terhadap tekstur senyawa kitin fungsinya dengan FTIR. Spektra FTIR untuk
yang dihasilkan dari kedua sampel adalah: kitin cangkang kepiting memperlihatkan pola
Sampel :kitin serapan yang muncul pada panjang
Berat sampel :2 g gelombang yang sama yaitu 3448,72 cm-1
Kitosan yang diperoleh :0,72 g menunjukkan vibrasi OH yang melebar.
Rendemen kitosan :36% Vibrasi ulur N-H pada 3271,27 cm-1 (tajam).
Tekstur kitosan :Serbuk putih agak Serapan lainnya yaitu pada 2885,51 cm-1
kecoklatan uluran C-H alifatik yang menyatu pada pita
Derajat Deasetilasi :60,7% (Baseline a) uluran OH sama seperti uluran N-H. Vibrasi
76,5% (Baseline b) ulur C=O pada 1658,78 cm-1, sedangkan
Semakin banyak gugus asetil yang dapat untuk vibrasi tekuk N-H muncul pada
dihilangkan maka semakin tinggi nilai derajat bilangan gelombang 1558,48 cm-1, serapan
deasetilasinya. Menurut Tamveer, kitosan CH bengkokan pada 1400 cm-1. Adanya
dengan derajat deasetilasi 70-90% dinamakan serapan pada 1072,42 cm-1 menunjukkan
kitosan pasaran. Menurut (Muzarrelli dan vibrasi C-O-C dalam cincin kitin dan
Peter, 1997), kualitas kitosan ditentukan memunculkan banyak puncak karena
berdasarkan derajat deasetilasinya, sehingga hidroksida dari kitin mengandung ikatan
dapat dibagi menjadi empat kriteria yaitu tunggal C=O. Hasil analisis spektra FTIR
lebih kecil dari 80%, antara 80-85%, antara kitin ditampilkan pada Tabel 1, Gambar 2.
85-90% dan di atas 90% (Ernawati, 2008). Tabel 1. Hasil analisis gugus fungsi kitin
cangkang kepiting hasil isolasi
Kitosan yang dihasilkan penelitian ini
Bilangan gelombang (cm-1)
memiliki nilai derajat deasetilasi ± 70-80%
33
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
34
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
http://www.bbia.go.id/ringkasan.pdf.,
15 Desember 2007
E. I., Rabea and M. E, -T, Badawy, (2003),
Biomacromolecules, 4, 1457-1465
Brugnerotto, J., dkk, An infrared
investigation in relation with chitin and
chitosan characterization, (2001),
Polymer, 42, 3569-3580
Departemen Kelautan dan Perikanan,
(2000), Statistik Data Perikanan,
Gambar 3. Spektrum IR dari kitosan Departemen Kelautan dan Perikanan,
Jakarta
KESIMPULAN Ernawati, Pt, (2008), Transformasi Kitin
Sintesis kitosan melalui iradiasi menjadi Khitosan dari Limbah Kulit
Udang dan Cangkang Kepiting serta
gelombang microwave merupakan metode
Aplikasinya sebagai Biomaterial
yang lebih cepat dan mudah, bersih, murah, Antibakteri dan Potensinya sebagai
dan nyaman, serta ramah lingkungan. Antikanker, Skripsi, Universitas
Berdasarkan besar derajat deasetilasinya, Udayana, Jimbaran.
kitosan hasil sintesis pada penelitian ini sudah Fatimah, Is. Kinetika Kimia - Edisi Pertama
– Yogyakarta; Graha Ilmu, (2013) viii
memenuhi standar kitosan industrial yaitu
+ 206, 1 Jil: 26 cm. ISBN: 978-979-
76,5%. 756-919-8
Hendry, Jhon, (2008), Teknik Deproteinasi
UCAPAN TERIMA KASIH Kulit Rajungan (Portunus pelagious)
Penulis menyampaikan ucapan terima secara Enzimatik dengan
menggunakan Bakteri Pseudomonas
kasih kepada semua pihak yang yang telah aeruginosa untuk Pembuatan Polimer
membantu pelaksanaan penelitian ini. Kitin dan Deasetilasinya
khususnya kepada Robby Noor Cahyono, Li, J. F. Revol and R. H. Marchessault,
S.Si, M.Sc, Ph. D dan Dr. Deni Pranowo S.Si, “Effect of Degree of Deacetylation of
α-Chitin on the Properties of Chitin
M.Si, dan teman-teman kelompok penelitian
Crystallites,” Journal of Applied
agik dwika dan silvi tahun 2011. Polymer Science, Vol. 65, No. 2,
(1997), pp. 373-380.
DAFTAR PUSTAKA Liu, Y. Li, Y. Li, Y.E. Fang, Rapid N-
Alamsyah, Rizal, et al., (2007), Pengolahan phthaloylation of chitosan by
Khitosan Larut dalam Air dari Kulit microwave irradiation. Carbohydr.
Udang sebagai Bahan Baku Industri, Polymers 57, 97–100 (2004).
35
IJCR (Indonesian Journal of Chemical Research) p. ISSN: 2354-9610, e. ISSN:2614-5081
Vol. 7, No. 1, Hal. 27 - 36 (Juni 2022)
Muzzarelli dan M.G. Peter ., (1997), Tsigos, I., M. Aggeliki, K. Dimitri dan B.
“Chitin Handbook.” European Chitin Vasillis, (2000), Chitin Deacetylases :
Society, Italy. New, Versatile Tools In
Biotechnology. Tibtech (18): 305 -
Marganov, (2003), Potensi Limbah Udang
312.
sebagai Penyerap Logam Berat
(Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di
Perairan,
http://rudyct.topcities.com/pps702_71
03 4/marganof.htm., 15 Desember
2007.
P. Nahar, U. Bora, (2004), Microwave-
mediated rapid immobilization of
enzymes onto an activated surface
through covalent bonding. Anal.
Biochem. 328, 81–83.
P. Sahu, U. Bora, (2009). Microwave-
mediated synthesis of chitosan, Mater,
Med, 20, 171–175.
Puspawati, N.M, Simpen, I.N., (2009),
Optimalisasi deasetilasi khitin dari
kulit udang dan cangkang kepiting
limbah restoran SEAFOOD, Journal
ISSN 1907-9850:79.
Q.T. Peniston, E.L. Johnson, Process for
activating chitin by microwave
treatment and improved activated
chitin product. Patent USPTO
4159932, 1979.
Subianto, Y., (2001)., “Isolasi dan
Pemilahan Bakteri Termofilik
Penghasil Enzim Kitinase dan Kitin
Deasetilase Dari Isolat Beberapa
Daerah di Indonesia.” Skripsi.
FATETA, IPB.
Tamveer, A. K., Peh, Kok Khiang., dan
Ching, Hung Seng., (2002), Reporting
Degree of Deacetylation Values of
Chitosan: The Influence of Analytical
Methods, Journal Pharmaceut Sci.,
5(3): 205-212.
36