Anda di halaman 1dari 7

PENGGUNAAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN SEBAGAI

PENGAWET TAHU

Eka Badaruddin
Fakultas Teknik, Universitas Bosowa
email: ekabadruddin96@gmail.com

Abstract
Penelitian tentang pengaruh penambahan kitosan pada tahu putih telah di lakukan dengan
mengekstraksi limbah cangkang kepiting. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh
penambahan kitosan pada tahu putih dengan variasi perendaman terhadap kualitas tahu putih yaitu
daya simpan,tekstur,dan rasa.
Metode yang digunakan pada penelitian ini meliputi tiga tahap proses.Tahap pertama adalah
deproteinasi dengan penambahan larutan NaOH 1N yang bertujuan menghilangkan kandungan
protein pada limbah kulit udang. Tahap kedua adalah demineralisasi dengan penambahan larutan
HCl yang bertujuan untuk menghilangkan kandungan mineral pada kulit udang. Dan tahap ketiga
adalah deasetilasi dengan penmbahan larutan NaOH 80% yang bertujuan menghilangkan gugus
asetil pada kitin. Dalam penentuan struktur kitosan dan kitin dilakukan dengan pengujian
spektrofotometri FTIR.
Hasil penelitian yang di dapatkan menunjukkan kitosan yang dihasilkan berupa serbuk yang
berwarna putih kecoklatan dan tidak berbau, mempunyai kadar air 1,76%, kadar abu 3,38%, kadar
protein 36,2%, derajat deasetilasi 20,64. Bedasarkan uji mikrobiologi tahu dengan perendaman 45
dan 60 menit dapat bertahan 2 hari dengan mempertahankan bau dan tekstur.

Keywords: cangkang kepiting , kitosan, tahu


perairan Indonesia. Rajungan telah lama
1. PENDAHULUAN
diminati oleh masyarakat baik di dalam
Tahu, merupakan salah satu makanan negeri maupun luar negeri. Kementerian
yang digemari oleh hampir semua kalangan
Kelautan dan Perikanan (2011),
masyarakat di Indonesia, selain rasanya
yang enak, harganya pun terjangkau oleh
mencatat nilai ekspor rajungan tahun
berbagai kalangan. Menurut (Rusdi dkk, 2007 menempati urutan ketiga setelah
2011) Seperti kita ketahui, tahu bersifat udang dan tuna yaitu sejumlah 21.510 ton
mudah rusak (busuk). Disimpan pada dengan nilai 170 juta dolar AS.
kondisi biasa (suhu ruang) daya Sedangkan untuk tahun 2011
tahannya rata-rata 1 – 2 hari, kemudian mengalami peningkatan 23.661 ton dan
menjadi asam dan rusak (Winarno, 2004). mencapai nilai 250 juta dolar AS. Tahun
Endah (2009) telah mempelajari uji 2010 data statistik perikanan
toksisitas kitosan untuk mengendalikan menunjukkan produksi rajungan di
rayap (Coptotermes curvignathus Indonesia sekitar 43.002 ton.
Holmgren) di laboraturium Pahlevi Kandungan kitin pada limbah kepiting
(2011) mengaplikasikan kitosan dalam mencapai 50% - 60% sementara limbah
edible coating sebagai antimikroba dan udang menghasilkan 42% - 57%
ekstrak daun jati pada sosis daging sapi sedangkan cumi-cumi dan kerang
untuk menghambat kerusakan masing-masing 40% dan 14% -15%.
mikrobiologis dan oksidatif. (Siregar, 2009) Kitin merupakan polimer
2. TINJAUAN PUSTAKA (1-4)-2-asetamido-2-deoksi-ß-D
Rajungan (Portunus sp) merupakan glukosamin yang dapat dicerna oleh
kepiting laut yang banyak terdapat di manusia. Menurut Cahyaningrum (2001),
kitin berbentuk kristal berwarna putih, pertumbuhan mikroorganisme pembusuk
tidak berasa dan tidak berbau. Kitin tidak yang menyebabkan bahan mempunyai
larut dalam air, asam anorganik encer, daya awet rendah. Pengeringan dapat
alkali encer dan pekat, alkohol dan menaikkan daya awet, tetapi menyebabkan
pelarut organik lainnya yang bersifat bahan berubah sifat dan penggunaannya
polikationik. yaitu tidak dapat digunakan sebagaimana
dalam bentuk segar, tetapi dikonsumsi
Kitosan (2-amino-2-deoksi-D-glukosa) sebagai kripik tahu (Fazani, 2009).
adalah produk yang didapatkan dari Kapang (mould/filamentous fungi)
turunan polisakarida kitin dengan merupakan mikroorganisme anggota
memindahkan sejumlah gugus asetil Kingdom Fungi yang membentuk hifa.
(CH3CO) menjadi molekul yang larut Kapang merupakan jenis jamur
dalam asam, melalui proses deasetilasi multiseluler yang bersifat aktif karena
dengan melepaskan gugus NH (amin) merupakan organisme saprofit dan mampu
dan memberikan sifat kationik pada memecah bahan-bahan organik kompleks
kitosan. Proses utama dalam pembuatan menjadi bahan yang lebih sederhana.
kitosan dimulai dengan deproteinasi yaitu Kapang mempunyai kisaran pH
menghilangkan protein pada kulit udang. pertumbuhan yang luas, yaitu 1.5-11.
Tahap ini dilakukan dengan Kebusukan makanan kaleng yang
menambahkan NaOH pada konsentrasi disebabkan oleh kapang sangat jarang
rendah sehingga terbentuk Na-proteanat terjadi, tetapi mungkin saja terjadi.
yang larut dalam air. Proses selanjutnya Kebanyakan kapang tidak tahan panas
yaitu tahap demineralisaasi, untuk sehingga adanya kapang pada makanan
memurnikan kitin dari mineral-mineral kaleng disebabkan oleh kurangnya
yang terkandung dalam kulit udang. pemanasan (under process) atau karena
Tahap ini dilakukan dengan terjadi kontaminasi setelah proses.
menambahkan HCl encer. Selanjutnya,
kitosan diperoleh melalui proses 3. METODE PENELITIAN
deasetilasi dengan cara memanaskan Alat
dalam natrium hidroksida kuat ( > 40 % ) Corong kaca,Labu takar,Pengaduk kaca,Pipet
pada suhu tinggi 90-120oC. ukur, Karet penghisap,Kertas pH,Gelas
Pada pembuatan tahu Cina, kedelai beker,Oven,Ayakan,Cawanporselin,Termome
direbus terlebih dahulu sebelum ter,Kain saring,Magnetic stirrer
Bahan
direndam dan biasanya mempunyai
Cangkang Kepiting,Aquadest,Larutan NaOH
ukuran lebih besar (Koswara, 1992). 1 N,Larutan HCl 1 N,Larutan asam asetat 1
Tahu dikenal masyarakat sebagai makanan %,Tahu putih
sehari-hari yang umumnya sangat Pelaksanaan Penelitian
digemari serta mempunyai daya cerna Pelaksanaan penelitian di bagi menjadi dua
yang tinggi. Keuntungan lain pada tahap yaitu pembuatan kitosan dari cangkang
pembuatan tahu adalah berkurangnya rajungan dan pengawetan tahu.
senyawa anti tripsin (tripsin inhibitor) Secara garis besar pembuatan kitosan
yang terbuang bersama whey dan rusak meliputi: cangkang rajungan basah → dicuci
selama pemanasan. Di samping itu dandikeringkan → diblender → deproteinasi
adanya proses pemanasan dapat →Secara garis besar pembuatan kitosan
meliputi: cangkang udang basah → dicuci dan
menghilangkan bau langu kedelai
dikeringkan → diblender → deproteinasi
(Koswara, 1992). →terbentuk kitosan
Makanan-makanan yang berkadar air
tinggi umumnya kandungan protein agak
rendah. Selain air, protein juga
merupakan media yang baik untuk
Pembuatan Kitosan perendaman dengan kitosan dan tahu putih
Tahap deproteinasi segar dengan bahan pengawet kalium sorbat.
ditimbang sebanyak 25 gram serbuk cangkang Tahu putih segar dibiarkan dalam udara
kepiting dimasukkan ke dalam gelas beaker terbuka selama beberapa hari. Di samping itu
600 ml dan ditambahkan larutan NaOH 1N juga dilakukan uji organoleptik terhadap
perbandingan 1:4 (gr serbuk/ml NaOH). tahu putih yang digoreng, namun tidak
Campuran dipanaskan pada suhu 650C selama melalui tahap perendaman kitosan terlebih
30 menit sambil diaduk dengan kecepatan dahulu.
pengadukan 750 rpm.Larutan disaring,
endapan dicuci dengan air sampai pH netral. Uji Organoleptik
Endapan dikeringkan dalam oven pada suhu Uji organoleptik yang dilakukan oleh
1000C selama 24 jam. responden meliputi kategori rasa dengan
Tahap demineralisasi mencicipi, bau dengan mencium, dan tekstur
Endapan kering hasil proses deproteinasi dengan meraba dan melihat, selanjutnya
dimasukkan dalam gelas beker 600 ml dan mengisi polling yang telah disediakan.
ditambahkan 100 ml larutan HCl 1 N
kemudian dimasak pada suhu 750C selama 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
30 menit sambil diaduk dengan kecepatan Kitosan diperoleh dari hasil ekstraksi
pengadukan 750 rpm. Larutan disaring, cangkang kepiting setelah proses pengeringan
endapan dicuci dengan air sampai pH netral dari tahap konversi dari kitin menjadi kitosan
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu dengan penambahan HCl Pekat. Ekstraksi
1000C selama 24 jam. Diperolehlah kitin kitosan pada penelitian ini dilakukan dengan 3
dalam keadaan kering. tahap utama yaitu tahap deproteinase, tahap
Tahap Deasetilasi demeneralisasi, tahap deasetilasi.
Kitin yang telah terbentuk pada proses Kadar air dalam produk kitosan adalah
demineralisasi, ditambahkan larutan NaOH 80 sebesar 1,76 %. Jumlah ini telah memenuhi
% dalam volume 100 ml. Dipanaskan dan syarat produk kitosan yang standar kandungan
diaduk pada suhu 1000C selama 60 menit airnya kurang dari 10%. Kadar abu kitosan
dengan kecepatan pengadukan 750 rpm. dari cangkang kepiting memiliki nilai yang
Larutan didinginkan dan disaring, serta dicuci besar yaitu 33,8 %.(Muzzarelli 1985 dan
dengan air sampai pH netral. Kemudian Austin 1988) Hal ini menunjukkan kandungan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C mineral yang banyak. Dengan demikian,
selama 24 jam kitosan yang dihasilkan memiliki tingkat
kemurnian yang rendah. Kadar abu yang besar
Penentuan Derajad Deasetilasi pada kitosan dapat mempengaruhi kelarutan
Derajad deasetilasi kitosan ditentukan dengan kitosan dalam larutan asam asetat. Besarnya
Fourier transform infrared spectroscopy kadar abu yang terkandung memperlihatkan
(FTIR) dengan panjang gelombang 4000 cm-1 proses demineralisasi yang kurang sempurna.
sampai 600 cm-1 Kadar protein dalam produk kitosan adalah
sebesar 36,2 %. Jumlah ini kurang dari 50 %
Proses pengawetan tahu putih (Robert, 1992). Kandungan protein dalam
Kitosan yang sudah jadi dilarutkan dalam kitosan sebesar 36,2 % menunjukkan bahwa
larutan asam asetat 1% dengan komposisi proses deproteinasi berlangsung sempurna.
kitosan 3,5 gram ditambahkan dalam 100 ml Derajat deasetilasi menunjukkan persentasi
larutan asam asetat 1%. Campuran diaduk gugus asetil yang dapat dihilangkan dari kitin
selama 1 jam lalu disaring. Tahu di rendam menjadi kitosan. Penetapan derajat deasetilasi
dengan variant waktu perendaman dengan menggunakan metode base line dari
15,30,45,dan 60 menit masing-masing dalam spectrum FTIR, yaitu hasil perbandingan nilai
larutan yang terpisah. Dilakukan pengamatan absorben antara bilangan ge-1 (serapan
selama 7 hari berturut-turut. bilangan amida)-1 dan 3450 cm (serapan gugus
hidroksil). Derajat deasetilasi pada percobaan
Analisa Pembanding ini adalah 20,64 %. Derajat deasetilasi sebesar
Sebagai pembanding, dilakukan uji 20,64 % menunjukkan bahwa kitosan yang
organoleptik terhadap tahu putih segar tanpa
diperoleh telah memenuhi standard produk Tanpa Kapang 1,0 x 104
yang diijinkan (Jamaludin,1994). Pengawet
Pengujian gugus fungsional kitosan dengan
spektrofotometri inframerah (FTIR). Pada tabel 8 dapat di lihat pertumbuhan
jamur kapang pada tahu yang menggunakan
kitosan dengan beda variabel perendaman
tidak melebihi ambang batas Standar Nasional
Indonesia yaitu 103 Koloni/g. Ini
menunjukkan bahwa kitosan dapat menambah
daya tahan tahu atau menghambat
pertumbuhan jamur sehingga tahu dapat
bertahan lebih lama (lebih awet) jika
dibandingkan dengan tahu tanpa direndam
Grafik 1 Hasil Spektrum IR Kitosan1 dalam larutan kitosan.
(Laboratorium Teknik Kimia PNUP)
Pada Pengujian kedua di lakukan
Dari Spektrum FTIR kitosan terlihat bahwa
pengamatan secara visual dengan mengamati
daerah serapan berbagai macam gugus fungsi.
perubahan dan proses tumbuh nya jamur pada
Pada pita serapan 3446,91 cm-1 menunjukkan
tahu. Pengamatan secara visual di lakukan
intensitas puncak serapan yang sangat kuat dan
selama 5 hari dan di dapat kan hasil sebagai
lebar, hal ini mengindikasikan adanya serapan
berikut :
O-H regangan. Pita serapan 2881,75 cm-1
Tabel 8 Pengamatan Visual Pertumbuhan
menunjukkan serapan C-H regangan. Pita
Jamur2
serapan 1653,06 cm-1 menunjukkan serapan Hari Ke
C=O regangan yang diduga berasal dari gugus Sampel
1 2 3 4 5 6 7
karbonil asam karboksilat yang didukung oleh
Tanpa Pengawet - + + + + + +
pita serapan O-H yang sangat lebar akibat
adanya ikatan hydrogen dengan dimernya. Kalium Sorbat - - + + + + +

Serapan di 1087,89 cm-1 merupakan serapan Kitosan 15 Menit - - + + + + +

C-O-C simetrik (pada ikatan glikosida). Kitosan 30 Menit - + + + + + +


Serbuk kitosan yang diperoleh lalu Kitosan 45 Menit - + + + + + +
digunakan untuk melakukan pengujian
Kitosan 60 Menit - + + + + + +
terbadap kemampuan pengawetan terhadap
tahu. Pengujian ini dilakukan untuk
mengetahui kemampuan kitosan dalam
Pada tabel di 8 dapat dilihat pertumbuhan
pengawetan tahu dan daya tahan terhadap
jamur selama 7 hari pengamatan dengan
pertumbuhan jamur kapang. Kampuan tersebut
parameter yang berbeda. Pada hari pertama
di lihat berdasarkan uji mikrobiologi selama 7
semua sampel tidak menunjukkan adanya
hari dan pengamatan visual yang di lakukan
pertumbuhan jamur dan aroma tahu masih
selama 7 hari.
segar. Pada hari kedua pertumbuhan jamur
mulai terlihat pada beberapa sampel
Tabel 7 Pertumbuhan Jamur Kapang pada
diantaranya tahu tanpa pengawet,kitosan
Tahu1
30,45,60 menit, sedangkan pada sampel
Jenis Paramater Koloni/g
kalium sorbat, kitosan 15 menit tidak
Sample
menunjukkan pertumbuhan jamur. Pada hari
Kitosan Kapang 1,0 x 101 kedua aroma pada tahu tidak terlalu bau dan
15 Menit masih pada dapat tercium aroma tahu
Kitosan Kapang 1,0 x 101 sedangkan tekstur tahu pada perendaman
30 Menit kitosan dan kalium sorbat masih kenyal, hal ini
Kitosan Kapang 1,0 x 101 berdanding terbalik dengan tahu tanpa
45 Menit pengawet mulai terasa lembek. Pada hari
Kitosan Kapang 1,0 x 101 ketiga semua sampel tahu menunjukkan
60 Menit pertumbuhan jamur yang bervariasi seperti
Kalium Kapang 1,0 x 101 tahu kitosan 30,45,60 menit jamur yang
Sorbat tumbuh berubah serabut putih dan bintik
kecoklatan, sedangkan pada tahu tanpa
pengawet terdapat bintik coklat dan
memunculkan aroma yang tidak sedap. Pada
hari keempat sampai hari ke tujuh semua tahu
mulai di tumbuhi bintik coklat dan serabut-
serabut halus di permukaan tahu sehingga
memunculkan aroma yang busuk dan lender
yang teradapat pada permukaan tahu.
Hal ini dikarenakan kitosan dapat berperan
sebagai bahan antimikrobial yaitu bahan yang
dapat mengganggu pertumbuhan dan Grafik 2 Nilai Responden Terhadap
metabolisme mikroba. Menurut Tsai, et al Rasa Tahu2
(2002), aktifitas antimikrobial kitosan akan Dimana pada grafik menunjukkan
meningkat dengan kenaikan derajat kitosan dengan perendaman 15 menit lebih
deasetilasinya. Kitosan lebih efektif melawan banyak di pilih oleh panelis, maka dari itu
bakteri dari pada fungi. Kitosan dengan lama perendaman memiliki pengaruh
derajat deasetilasi tinggi efektif untuk terhadap rasa yang di hasilkan oleh tahu.
melawan bakteri Bacillius cereus, Escherichia
Menurut Frazier dkk. (1978) bau basi
coli, Listeria monocytogenes, Pseudomonas
aeroginosa, Shygella dysenteriae, terutama disebabkan oleh aktivitas
Staphylococcus aureus, Vibrio cholera, dan V. golongan bakteri koliform dan beberapa
parahaemolyticus spesies bakteri yang dapat menyebabkan
Kitosan berpotensi untuk dijadikan bahan pembusukan seperti Clostridium dan
antimikroba, hal ini dikarenakan kitosan Pseudomonas menghasilkan bau busuk.
mengandung enzim lysosim dan gugus Pengaruh larutan asam asetat sebagai
aminopolysacharida yang dapat menghambat pelarut kitosan pada rasa ikan teri juga
pertumbuhan mikroba dan efisiensi daya tidak terdeteksi,karena konsentrasi larutan
hambat kitosan terhadap bakteri tergantung asam asetat yang digunakan 1%. Menurut
dari konsentrasi pelarut kitosan. Kemampuan Liu dkk. (2006) asam asetat memiliki
dalam menekan pertumbuhan bakteri
aktivitas antibakteri. Oleh karena itu,
disebabkan kitosan memiliki polikation
bermuatan positif yang mampu menghambat ketika digunakan sebagai pelarut kitosan
pertumbuhan bakteri dan kapang (Wardaniati, maka peran serta asam asetat tidak dapat
et al,. 2009). diabaikan.
Semakin meningkatnya derajad deasetilasi
menyebabkan semakin banyaknya gugus asetil
yang terlepas atau semakin banyaknya gugus
aktif amida bebas (-NH2) yang terdapat dalam
molekul kitosan yang memberikan efek
antimikrobial karena dapat membentuk
polikation yang memiliki afinitas yang kuat
terhadap sel bakteri (Rabea dkk., 2003).
Uji Organoleptik
Hasil uji organoleptik yang dilakukan
oleh 20 responden meliputi kategori rasa, Grafik 3 Nilai Responden Terhadap
bau, dan tekstur. BauTahu
Dimana pada grafik menunjukkan kitosan
dengan perendaman 15 menit lebih banyak
di pilih oleh panelis, maka dari itu lama
perendaman memiliki pengaruh terhadap
bau yang di hasilkan oleh tahu.
Perlakuan tahu yang di rendam dengan
kitosan mampu memberikan pengaruh
yang baik terhadap mutu bau tahu. Hal ini Saran
sesuai dengan penelitian Suryaningsih 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut
(2011) yang menunjukkan bahwa mengenai pengaruh penambahan pelarut
pelapisan kitosan memberikan pengaruh seperti asam sitrat.
yang lebih efektif dalam meningkatkan 2. Perlu di lakukan pengujian lebih lanjut
mengenai variasi komposisi kitosan
kesukaan panelis terhadap bau tahu. Hal 3. Perlu di lakukan penelitian dengan
ini dikarenakan kitosan sebagai edible perendaman di larutan kitosan secara
coating memiliki kemampuan berkelanjutan.
menghambat keluarnya senyawa volatil
yang menyebabkan timbulnya bau yang 6. REFERENSI
tidak diinginkan pada tahu. Agustina,iken. 2009. Analisis Perbandingan
Efektivitas Bawang Putih Dengan
Formalin Sebagai Pengawet Pada Tahu.
Surakarta.
Bastaman, S. 1989. Studies on Degradation
and Extraction of Chitin and Chitosan
from Prawn Shell. Thesis. The
Departemen of Mechanical,
Manufacturing, Aeronautical and
Chemical Engeneering. The Queens
University.
Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan
Grafik 4 Nilai Responden Terhadap Kedelai. Penerbit Sinar Harapan. Jakarta..
Tekstur Tahu3 Fatimah,Nur Laila. Wulandari, Niken. 201.
Dari hasil uji organoleptik pada tekstur Kitosan dari Kulit Udang Sebagai Bahan
tahu menunjukkan kitosan pada Pengawet Tahu. Universitas Sebelas Maret.
Firmansyah, Wahyu Erwin. 2013. Tugas
perendaman 15 dan 30 lebih di pilih oleh mikrobiologi umum kapang dan khamir.
panelis. Universitas Brawijaya. Malang
Semakin lama penyimpanan yang Harjanti,Ratna S. 2014. Kitosan dari Limbah
dilakukan akan menyebabkan kadar air Udang sebagai Bahan Pengawet Ayam
pada bahan pangan juga semakin Goreng.Yogyakarta
meningkat (Winarno 1997) sehingga Margono, Tri dkk. 1993. Panduan
menyebabkan tekstur bahan pangan Teknologi Pangan. Pusat Informasi
semakin lembek. Tekstur tahu sebelum Wanita Dalam Pembangunan.
dilakukan proses penyimpanan masih http://iptek.net.id. Diakses tanggal 25 juli
dalam keadaan padat dan kenyal jika 2018.
ditekan jari. Seiring dengan lamanya Muzarelli, R.A.A, 1977, Chitin, Pergamon
press Ltd. Oxford, England.
penyimpanan, tekstur tahu semakin Oemarjati, Boen S., Wisnu Wardhana.
menurun, yaitu menjadi semakin lunak dan Taksonomi avertebrata. 1990. Jakarta:
tidak lagi kenyal seperti awal FKUI. h. 112.
penyimpanan. Ogawa,K., Yui, T., Okuyama, K., 2004.Three
D Structures ofChitosan, International
5. KESIMPULAN Journal of Biological Macromolecules,
Kesimpulan Vol. 34, pp.1 – 8
Tahu dengan perendaman kitosan komposisi Puspitasari,A. 2007. Pembuatan dan
3,5 gram selama 15 menit memperlihatkan Pemanfaatan Kitosan Sulfat dari
hasil yang cukup optimal, dengan Cangkang Bekicot sebagai Adsorben Zat
pertumbuhan jamur sebesar 1x101 koloni/g.
Warna Remazol Yellow FG6. Univestias Fahmi, Mahmud F. Albar, dan Muhammad
Sebelas Maret. K. Nafis. “Pemanfaatan Bahan Alami
Robert. G. A.1992. Chitin Chemistry., Untuk Memperpanjang Umur Simpan
Nottingham Politechnic, McMillan, USA. Ikan Kembung (Rastrelliger Neglectus)”.
Suciati, W. 2003. Analisis Nilai Tambah dan Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XIII (2):
Efisiensi Penggunaan Faktor -Faktor 60-69 ISSN: 0853-6384. Program Studi
Produksi pada Agroindustri Tahu Skala Teknologi Hasil Perikanan , Jurusan
Kecil dan Skala Rumah Tangga (Studi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kasus pada Agroindustri Tahu di Desa Ged Kelautan, Universitas Diponegoro . 2011.
og Wetan TurenKabupaten Malang). Suhardi, 1993. Kitin dan Kitosan, Pusat
Skripsi Jurusan Teknologi Industri Antar Universitas Pangan dan Gizi,
,FakultasTeknologi Pertania nUniversitas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Brawijaya, Malang. Siregar, M. 2009. Pengaruh Berat Molekul
Sudarmadji, S.; B. Haryono danSuhardi. Kitosan Nanopartikel untuk Menurunkan
(1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Kadar Logam Besi (Fe) dan Zat Warna
Makanan dan Pertanian Edisi Keempat. pada Limbah Tekstil, Universitas Sumatra
Liberty. Yogyakarta. Utara.
Susanto, Tri W. Agustin, Fronthea
Swastawawi, Titi Surti, Akhmad S.

Anda mungkin juga menyukai