Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGAMATAN BERAT DAN KETEBALAN PENGEMASAN


EDIBLE COATING KITOSAN DAN AIR PADA FILLET IKAN
PATIN (Pangasius sp.)

Nama Kelompok :

Rio Laksamana Susanto

Sarah Choerunnisa

Siti Habibiyah N

Tiara Shafa Ayu P

POLITEKNIK KELAUTAN DAN PERIKANAN KARAWANG


2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesadaran masyarakat yang semakin tinggi akan pentingnya konsumsi makanan
yang sehat dan aman serta kepedulian terhadap lingkungan, membuka peluang bagi
penerapan teknologi pengawetan pangan, antara lain melalui pengemasan dengan edible
coating/ film. Perbedaan antara edible coating dan edible film adalah coating
diaplikasikan dan dibentuk secara langsung pada permukaan bahan pangan, sementara
film adalah lapisan tipis yang diaplikasikan setelah sebelumnya dicetak dalam bentuk
lembaran (Guilbert et al. 1996).

Salah satu bahan alami yang aman digunakan untuk memperpanjang kesegaran
ikan adalah kitosan. Kitosan merupakan senyawa polimer yang dihasilkan dari ekstraksi
hewan bercangkang keras (krustasea). Pencampuran kitosan ke dalam komposit akan
semakin meningkatkan karakteristiknya selain efisiensi biaya (Sorrentino et al. 2007).
Kitosan memiliki sifat yang mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun,
merupakan kation yang kuat, koagulan yang baik, dan mudah membentuk membran atau
film. Kitosan banyak digunakan sebagai bahan pengental, pengikat, penstabil, pembentuk
kekenyalan, dan pembuatan gel

Kitosan merupakan produk hasil turunan kitin dengan rumus Nasetil-D-


Glukosamin, merupakan polimer kationik yang mempunyai jumlah monomer sekitar
2000-3000 monomer, tidak toksik dan mempunyai berat molekul sekitar 800 kD
(Suptijah, 2006). Sifat yang menonjol dari kitosan adalah kemampuan mengabsorbsi
lemak hingga 4-5 kali beratnya. Kitosan pada umumnya dibuat dari limbah hasil industri
perikanan, seperti udang, kepiting, rajungan, terutama bagian yang tidak dimanfaatkan
seperti bagian kepala, kulit maupun karapas. Kitosan yang dihasilkan selanjutnya
digunakan sebagai bahan dasar sebagai coating (pelapis) pada fillet ikan patin untuk
mengawetkan dan menambah umur simpan ikan segar.

1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh penggunaan edible coating pada fillet ikan patin terhadap perubahan
warna, kekerasan selama penyimpanan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan
Menurut Teguh (2003) seperti dikutip oleh Istiqomah (2012), Kitosan adalah
deasetilasi kitin yang merupakan polimer rantai panjang glukosamin (β-1,4-2 amino-2-
doksida-D-Glukosa) memiliki rumus molekul [C6H11NO4]n dengan bobot molekul 2,5 x
10-5 Dalton. Kitosan berbentuk serpihan putih kekuningan, tidak berbau dan berasa.
Kitosan tidak dapat larut dalam air, larutan basa kuat, asam sulfat, dan pelarut-pelarut
organik seperti alkohol, aseton, dimetilformamida, dan dimetilsulfoksida. Sedikit larut
dalam asam klorida, asam nitrat, asam asetat 1%-2% dan asam format 0,2%-1,0%.
Kitosan diisolasi dari kerangka hewan invertebrata kelompok Antrhopoda sp,
Molusca sp,Coelenterata sp, Annelida sp, Nematoda sp dan beberapa dari kelompok
jamur. Sumber utamanya adalah ialah cangkang Crustasea sp, yaitu udang, lobster,
kepiting, dan hewan bercangkang lainnya, terutama asal hewan laut.
Tabel 2.1 Sumber-sumber kitin dan kitosan (Sembiring, 2011)

Jenis Kadar Kitosan


Jamur 5-20%
Cumi-cumi 3-20%
Laba-laba 38%
Ulat sutra 44%
Kepiting 69%
Udang 70%

Cangkang udang mengandung 20-30% senyawa kitin, 21% protein dan 40-50%
mineral. Oleh karena itu untuk memperoleh kitin dari cangkang udangmelibatkan proses-
proses pemisahan protein (depoiteinasi) dan pemisahan mineral (demineralisasi).
Sedangkan untuk mendapatkan kitosan dilanjutkan dengan proses deasetilasi. Kitosan
banyak digunakan dalam industri kesehatan dan terapan karena kitosan dapat dengan
mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lainnya seperti protein.
2.2 Edible Coating
Edible coating merupakan kategori bahan kemasan yang unik yang berbeda dari
bahan-bahan kemasan konvensional yang dapat dimakan. Coating didefinisikan sebagai
bahan lapisan tipis yang diaplikasikan pada suatu produk makanan (Arief dkk., 2012).
Edible Coating banyak digunakan sebagai pelapis produk daging beku, buah-
buahan, obat-obatan dan produk ikan beku. Menurut Handoko dkk., (2005) dalam Alim
(2016), manfaat dari edible coating yaitu dapat mengoptimalkan kualitas luar produk
yang melindungi produk dari pengaruh mikroorganisme, mencegah adanya air, oksigen
danperpindahan larutan dari makanan yang dapat membuat produk menjadi cepat rusak
dan berjamur.
Edible coating memiliki beberapa cara salah satunya dengan petose pencelupan.
Metode pencelupan (dipping) merupakan metode yang paling banyak digunakan terutama
pada sayuran, buah, daging, dan ikan, dimana produk dicelupkan ke dalam larutan yang
digunakan sebagai bahan coating. Hal ini dikarenakan metode pencelupan (dipping)
mempunyai keuntungan seperti ketebalan materi coating yang lebih besar serta
memudahkan pembuatan dan pengaturan viskositas larutan sedangkan kelemahannya
adalah munculnya deposit kotoran dari larutan (Arief dkk., 2012).
Santoso dkk., (2004) dalam Alim (2016) menyatakan bahwa bahan pangan yang
dikemas menggunakan edible coating memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
a. Edible coating dapat menurunkan Aw permukaan bahan sehingga kerusakan oleh
mikroorganisme dapat dihindari,
b. Edible coating dapat memperbaiki struktur permukaan bahan sehingga
permukaan menjadi mengkilat,
c. Edible coating dapat mengurangi terjadinya dehidrasi sehingga susut bobot
dapat dicegah,
d. Edible coating dapat mengurangi kontak oksigen dengan bahan sehingga oksidasi
dapat dihindari (ketengikan dapat dihambat),
e. Pelapisan edible coating pada produk tidak menyebabkan perubahan pada sifat
asli produk seperti flavor,
f. Edible coating dapat memperbaiki penampilan produk.

Selain hanya untuk melindungi pangan, edible coating juga berfungsi sebagai
antimikroba pada pangan. Bahan yang dapat ditambahkan kedalam bahan edible
coating adalah kitosan. Karena kitosan memiliki polikation bermuatan positif yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri sehinga baik digunakan sebagai pengawet
makanan.
BAB III

METODELOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
 Beaker glass 500 ml
 Labu ukur
 Pipet
 Mikroskop Nikon Optilab
 Mikromere skrup
 Pengaduk kaca
 Bunsen
3.1.2 Bahan
 Filet ikan patin
 Asam laktat 1%
 Kitosan
 Akuades
 Es batu
 Garam
3.2 Prosedur Kerja
1. Pembuatan larutan kitosan 1,5% b/v
a. Encerkan 1% asam laktat dengan 250 ml akuades kedalam labu ukur. Jumlah
asam laktat yang dimasukan sebanyak 2,84 ml
b. Membuat larutan kitosan 1,5% , campurkan asam laktat yang telah
diencerkan sebanyak 5,6 ml kedalam 500 ml akuades menggunakan beaker
glass. Jumlah kitosan yang dimasukan sebanyak 7,5 gram
c. Beaker glass dipanaskan dengan bunsen sampai suhu 45ºC dan diaduk secara
perlahan lalu masukan kitosan kedalam larutan.
d. Aduk larutan tersebut selam 1 jam sampai homogen
2. Edible Coating untuk filet ikan patin
a. Sampel ikan filet pada suhu 0ºC ditimbang (wbefore) dan diukur menggunakan
mikrometer skrup kemudian celupkan kedalam larutan kitosan/ air selama 60
detik pada suhu 5ºC kemudian masukan kembali ke dalam freezer selama 24 jam
b. Kemudian timbang kembali filet ikan patin beku (Wafter) . Pisahkan sampel dengan
larutan air dan kitosan untuk diuji jumlah mikroorganisme pada sampel di
BLUPPB Karawang.
c. Sampel diukur ketebalannya menggunakan mikrometer skrup dan diambil citra
ketebalan edible coatingnya menggunakan mikroskop Nikon Optilab pada
berbagai titik.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Pembuatan Larutan Kitosan


Larutan kitosan 1,5% sebanyak 500 mL, jumlah kitosan yang akan digunakan adalah
sebanyak
1,5 %
g kitosan = x 500 mL=7,5 gram
100 %
dalam labu ukur 500 mL tambahan 11,1 mL 1 % asam laktat kemudian tambahkan dengan
distilasi air aquades. Bahan yang tersedia adalah asam laktat dengan konsentrasi 88% oleh
karena itu harus diencerkan terlebih dahulu untuk mencapai 1 %.
N1 V1 = N2 M2
88 x V1 = 1 x 500
500
V1 = = 5,68 mL
88
4.2 Hasil Perhitungan Berat

Kitosan
Kode Sebelum Sesudah Selisih
5KA1 21,687 22,832 1,145
5KA2 17,575 17,995 0,420
5KA3 25,669 25,790 0,121
Rata-rata 0,562
Tabel.1 Perhitungan berat kitosan

Air
Kode Sebelum Sesudah Selisih
5AA1 31,290 31,330 0,040
5AA2 32,321 32.774 0,432
5AA3 18,489 18,154 0,335
Rata-Rata 0,269
Tabel. 2 Perhitungan berat air

4.3 Hasil Pehitungan Ketebalan

Kitosan
Kode Sebelum Sesudah Selisih
5KA1 15,34 15,60 0,26
5KA2 20,18 22,31 2,13
5KA3 21,20 21,40 0,20
Rata-rata 0,86
Tabel. 3 Perhitungan ketebalan kitosan
Air
Kode Sebelum Sesudah Selisih
5KA1 20,48 20,58 0,10
5KA2 20,16 20,23 0,07
5KA3 24,30 24,38 0,08
Rata-rata 0,083
Tabel. 4 Perhitungan ketebalan air

4.4 Pembahasan Perbandingan Kitosan dan Air


Hasil rata-rata dari percobaan edible coating ini adalah sebagai berikut :

Sampel Berat Ketebalan


Kitosan 0,562 0,86
Air 0,269 0,083
Tabel. 5 Rata-rata hasil praktikum

Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa edible coating dengan menggunakan kitosan lebih
unggul dibandingkan edible coating menggunakan air. Oleh karena itu masa simpan kitosan
lebih lama dibandingan dengan air. Dikarenakan pencegahan mikroorganisme yang masuk lebih
besar menggunakan kitosan dibandingkan dengan air. Praktikum ini termasuk belum maksimal
dikarenakan suhu ruang praktikum yang hangat dan jarak perpindahan yang lumayan jauh yang
mengakibatkan lapisan edible coating ini meleleh, oleh karena itu hasil yang didapatkan belum
maksimal dan signifikan.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya :
1. Edible coating adalah
2. Perbedaan edible coating kitosan dan air
3. Cara kerja praktikum dimulai dari persiapan alat dan bahan, pembuatan larutan dengan
metode pengenceran, pelarutan larutan pada suhu 45oC selama 1 jam, pengukuran berat
dan ketebalan ikan, Chiller pada suhu 5oC selama 1 menit, pendinginan, pengukuran
berat dan ketebalan ikan sesudah diberi lapisan, pengamatan ketebalan dengan
mikroskop, pendinginan.
4. Hasil praktikum ini didapatkan rata-rata berat kitosan yaitu 0,562 gr dan rata-rata berat
air yaitu 0,269 gr. Rata-rata ketebalan kitosan yaitu 0,86 mm, dan rata-rata ketebalan air
yaitu 0,083 mm. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan edible coating menggunakan
kitosan lebih unggul dibandingkan edible coating menggunakan air. Oleh karena itu
masa simpan kitosan akan lebih lama dibandingkan dengan air, karena ketebalan lapisan
kitosan lebih tebal dibandingkan air dan mikroorganisme atau bakteri akan lebih sulit
untuk bisa menembus permukaan daging karena terhalang oleh lapisan kitosan.
5.2 Saran
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam praktikum ini diantaranya :
1. Dalam praktikum analis harus memakai pakaian lab, masker dan sarung tangan, serta
menjaga kebersihan diri dan lingkungan kerja lab.
2. Gunakan alat laboratorium dengan hati-hati dan higenis.
3. Praktikum dilaksanakan dengan cepat dan saniter dikarenakan suhu ruang dan
perpindahan barang yang lumayan jauh. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan hasil
terbaik.
DAFTAR PUSTAKA

Alim, L. B. (2016). APLIKASI EDIBLE COATING DARI PATI TAPIOKA DAN AIR PERASAN JERUK
NIPIS. Yogyakarta: Skirpsi universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Arief, .. P. (2012). Pengaruh Edible Coating dengan Konsentarsi berbeda terhadap Kadar Protein, Daya
Ikat Air, dan Aktivitas Air Bakso Sapi selama Masa Penyimpanan. Animal Agriculrur Journal,
1(2): 100-108.

Istoqomah, N. (2012). PEMBUATAN HIDROGEL KITOSAN-GLUTARALDEHID UNTUK APLIKASI


PENUTUP LUKA SECARA IN VIVO. Surabaya: Skripsi Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai