04
Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting laut yang banyak terdapat di Perairan
Indonesia yang biasa ditangkap di daerah Gilimanuk (pantai utara Bali), Pengambengan (pantai selatan
Bali), Muncar (pantai selatan Jawa Timur), Pasuruan (pantai utara Jawa Timur), daerah Lampung, daerah
Medan, dan daerah Kalimantan Barat. Tahapan proses pengalengan rajungan biasanya meliputi
penerimaan, sortasi, pengecekan akhir bahan baku, pencampuran, pengisian daging, penimbangan,
penutupan kaleng, pengkodean, pasteurisasi, pendinginan, pengemasan atau pengepakan, penyimpanan
dingin, dan pengangkutan (Moeljanto 1992).
Di perairan Indonesia dijumpai ada 1.400 jenis. Jenis-jenis yang umum dijumpai di perairan Teluk
Jakarta adalah rajungan (P. pelagicus) dan kepiting (Scylla serrata). Daging kepiting dan rajungan
mempunyai nilai gizi tinggi. Kandungan protein rajungan lebih tinggi daripada kepiting. Kandugan
karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, dan vitamin B1. Rata-rata per 100 gram daging kepiting
dan rajungan berturut-turut sebesar 14,1 gram, 210 mg, 1,1 mg, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g (Anonim,
2007). Pengelompokkan daging rajungan berdasarkan mutu :
1. Mutu 1 (daging super/jumbo), yaitu daging badan yang terletak di bagian bawah
(berhubungan dengan kaki renang) berbentuk gumpalan besar berwarna putih.
2. Mutu 2 (daging reguler), yaitu daging badan yang berupa serpihan-serpihan, terletak
disekat-sekat rongga badan berwarna putih.
3. Mutu 3 (daging merah/clawmeat), yaitu daging rajungan yang berada di kaki dan capit,
berwarna putih kemerahan.
Komposisi Kimia Rajungan, Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kandungan
karbohidrat, kalsium, besi, phosphor, vitamin A dan vitamin B dari rata-rata kepiting dan rajungan berturut-
turut adalah 14,1 %, 210 mg/100 g, 1,1 mg/100 g, 200 SI, dan 0,05 mg/100 g.
7. Penimbangan
Penimbangan akhir dilakukan untuk menentukan berat bersih dari produk sebelum
dilakukan penutupan kaleng dan mencegah terjadinya overweight atau underweight pada
produk akhir.
8. Penutupan Kaleng
Kaleng yang telah diisi dengan daging diberi tutup dengan label atau merek sesuai dengan
jenis dagingnya. Mutu dari produk juga sangat ditentukan oleh efisiensi dari mesin seamer
tersebut. Untuk menjaga efisiensi dari mesin, maka setiap 1 jam diambil satu kaleng untuk
dilakukan pengecekan terhadap dimensi kaleng.
9. Pengkodean ( Coding )
Pemberian kode dilakukan pada bagian bawah kaleng dengan menggunakan mesin
coding jet print. Tujuan dari pengkodean adalah untuk mempermudah pelacakan atau
recall produk jika terjadi masalah. Dalam kode tersebut terdapat informasi kode
perusahaan, jenis daging, kode mixing, nomor basket, tanggal produksi ,dan tahun
produksi.
10. Pasteurisasi
Proses pasteurisasi merupakan proses pemasakan daging dalam kaleng pada suhu ±80-
850C selama 155 menit. Sumber panas pasteurisasi berasal dari uap panas yang
dihasilkan oleh boiler dan disalurkan dengan pipa khusus ke bak pasteurisasi.
Selama proses pasteurisasi berlangsung, suhu air dan produk dipantau secara terus
menerus tiap 5 menit dengan menggunakan temperature recorder.
11. Pendinginan
Proses ini dilakukan segera setelah produk diangkat dari bak pasteurisasi. Proses
pendinginan merupakan perlakuan thermal shock pada produk dengan pendinginan pada
suhu 00C selama 2 jam menggunakan air bersih yang ditambahkan es curai.
Pengalengan daging rajungan menggunakan kaleng plat timah. Kelebihan dari tin plate adalah
mengkilap, kuat, tahan karat dan dapat disolder. Fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk
mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih mudah disimpan, diangkut
dan dipasarkan.