Anda di halaman 1dari 10

JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al.

Available online: journal.ipb.ac.id/index.php/jphpi

KARAKTERISTIK KITOSAN DARI KULIT UDANG VANAME DENGAN


MENGGUNAKAN SUHU DAN WAKTU YANG BERBEDA DALAM PROSES
DEASETILASI

Beni Setha*, Fitriani Rumata, Bernita br. Silaban


Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Pattimura
Jalan Mr. Chr. Soplanit Kampus Unpatti-Poka, Ambon, Maluku
*Korespodensi: b.setha@fpik.unpatti.ac.id; bsetha42@yahoo.com
Diterima: 3 September 2019/ Disetujui: 18 Desember 2019

Cara sitasi: Setha B, Rumata F, Silaban Bbr. 2019. Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname dengan
menggunakan suhu dan waktu yang berbeda dalam proses deasetilasi. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Indonesia. 22(3): 498-507.

Abstrak
Kitosan merupakan padatan amorf berwarna putih kitin murni, memiliki sifat biologi dan mekanik
yang tinggi. Pengerjaan kitosan terbagi atas dua tahap yaitu isolasi kitin (deproteinasi, demineralisasi dan
depigmentasi), dilanjutkan dengan proses deasetilasi kitin menjadi kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan karakteristik kitosan yang diisolasi dari kulit udang vaname menggunakan suhu dan lama
waktu yang berbeda dalam proses deasetilasi, yaitu pada suhu 100ºC dan 120ºC selama 2 jam dan 3 jam.
Karakteristik yang diamati meliputi derajat deasetilasi, viskositas, bobot molekul, dan kelarutan. Hasil
pengujian FTIR terlihat bahwa telah terjadi pemutusan gugus kitin menjadi kitosan pada setiap perlakuan
walaupun belum sempurna. Kandungan kitosan tertinggi terdapat pada perlakuan suhu 100oC selama 2
jam, sedangkan derajat deasetilasi, viskositas dan berat molekul pada perlakuan suhu 120oC selama 3 jam.
Hasil pengujian kelarutan sampel menandakan bahwa sampel yang dihasilkan merupakan kitosan, karena
tidak dapat larut dalam air, metanol maupun etanol.

Kata kunci: kelarutan, kitin, kitosan, udang vaname, viskositas

Characteristics of Chitosan from White Leg Shrimp Shells Extracted Using Different
Temperature and Time of the Deasetilation Process

Abstract
Chitosan is a white amorphous solid chitin, and of high biological and mechanical characteristics.
Chitosan production is divided into two stages. First is chitin isolation (deproteination, demineralization,
and depigmentation), and second is deacetylation of chitin to chitosan. This research was aimed to determine
the characteristic of chitosan isolated from the shells of the white leg shrimp using different temperature
and time in the deasetilation process. The FTIR test results showed that the chitin group was partially
broken into chitosan in every treatment. The highest content of chitosan was obtained at the temperature
treatment of 100oC for 2 hours, while the highest degree of deacetylation, viscosity, and molecular weight
were observed at the temperature treatment of 120oC for 3 hours. The sample were not soluble in aquades,
methanol, or ethanol indicating the samples were chitosan.

Keywords: chitin, chitosan, solubility, vaname shrimp, viscosity

498 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

PENDAHULUAN deasetilasi kitin menjadi kitosan, sedangkan


Salah satu jenis udang laut yang banyak Mursida et al. (2018) melaporkan bahwa
dibudidayakan di Indonesia, khususnya di NaOH merupakan alkali yang cenderung
Maluku adalah udang vaname (Litopenaeus menghasilkan kitosan dengan derajat
vannamei). Udang vaname banyak deasetilasi lebih tinggi. Mastuti (2005)
dimanfaatkan untuk keperluan ekspor, usaha menyatakan bahwa derajat deasetilasi
lokal (restoran), maupun konsumsi skala menentukan tujuan aplikasi pada kitosan.
rumah tangga. Konsumsi dan produksi udang Kitosan dapat digunakan dalam berbagai
yang tinggi menghasilkan limbah yang banyak kebutuhan, di antaranya sebagai baterai
pula. Limbah inilah yang akan menimbulkan cerdas (Riyanto et al. 2011), antibakteri dalam
dampak terhadap pencemaran lingkungan mouthwash (Ibrahim et al. 2012), pengawet
dan merusak estetika lingkungan jika tidak ikan gabus (Wahyuni at al. 2013), antibakteri
ditangani dengan baik. Limbah udang yang dalam filet patin (Damayanti et al. 2016), daur
terdiri dari kepala, kulit, kaki, dan ekor ulang air dalam produksi bersih (Ratnawulan
berkisar antara 35-50% dari berat tubuhnya et al. 2018), serta antibakteri dalam matriks
(Swastawati et al. 2008). Kurniasih dan Kartika pangan (Lestari et al. 2019).
(2011) melaporkan bahwa kandungan protein Berdasarkan uraian yang dikemukakan di
kulit udang berkisar antara 25-40%, kitin 15- atas, penelitian ini menentukan penggunaan
20% dan kalsium karbonat 45-50%. Salah satu suhu deasetilasi dan waktu deasetilasi
alternatif untuk menangani limbah ini adalah yang dapat menghasilkan kitosan dengan
dengan mengolahnya menjadi kitosan. kakteristik yang lebih baik. Tujuan penelitian
Kitosan mempunyai sifat polielektrolit, ini untuk menentukan karakteristik kitosan
berbentuk padatan amorf dan memiliki warna yang diisolasi dari kulit udang vaname dengan
putih kekuningan. Kitosan pada umumnya menggunakan suhu dan lama waktu yang
larut dalam pelarut asam organik pada kisaran berbeda dalam proses deasetilasi.
pH 4-6,5. Mima et al. (1983) melaporkan
bahwa bobot molekul dan derajat deasetilasi BAHAN DAN METODE
berpengaruh terhadap kelarutan kitosan. Bahan dan Alat
Selain itu, kitosan memiliki ikatan kimia lebih Bahan-bahan yang digunakan dalam
pendek dibandingkan dengan kitin (Rokhati penelitian ini adalah limbah kulit udang
2006, Dompeipen 2017). Proses pengerjaan vaname, NaOH 3,5% p.a (Merck), NaOH 60%
kitosan terbagi atas dua tahap yaitu isolasi p.a (Merck), HCl 15% p.a (Merck), aseton p.a
kitin (deproteinasi, demineralisasi dan (Merck), dan akuades.
depigmentasi) dan dilanjutkan dengan Peralatan yang digunakan dalam
proses deasetilasi kitin menjadi kitosan atau penelitian ini adalah seperangkat alat
penghilangan gugus asetil. gelas (pyrex), blender (National, PT
Proses deasetilasi sangat menentukan 25.221.03.015BF), oven (UN55 Memmert),
persentase kitosan yang terbentuk. Semakin timbangan analitik (Ohaus), hot plate (Labinco
tinggi persentase derajat deasetilasi maka LD-844), kertas lakmus, kertas saring kasar
semakin baik kitosan yang dihasilkan. 1620 mesh, alumunium foil (Indotrading),
Menurut Purnawan (2008) beberapa faktor termometer alkohol, water bath (BTI-57
yang memengaruhi derajat deasetilasi adalah Biotechnic, India), spektrofotometer FTIR
konsentrasi basa kuat yang digunakan, suhu UV-VIS (APEL tipe PD : 3000 UV).
deasetilasi, lama waktu deasetilasi, dan jumlah
pengulangan (redeasetilasi). Penelitian Metode Penelitian
tentang penggunaan suhu dan waktu reaksi Persiapan sampel
pada pembuatan kitosan dari tulang sotong Limbah kulit udang vaname dicuci
(Sepia officinalis) telah dilaporkan oleh dengan air bersih secara berulang-ulang
Siregar et al. (2016). Safitra et al. (2015) untuk menghilangkan kotoran. Kulit udang
melaporkan penelitian penggunaan KOH yang sudah bersih kemudian dijemur
dalam optimasi dan pemodelan matematis dibawah sinar matahari sampai kering

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 499


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al.

± 4 hari dan selanjutnya dihaluskan dengan deasetilasi yang diberikan (dimodifikasi), yaitu
menggunakan blender. suhu 100oC selama dua jam (A­­­1­B­1),­
suhu 100oC
selama tiga jam (A­1­­B2­), suhu 120oCselama dua
Isolasi kitin dari limbah kulit udang jam (A­ ­B­ ), dan suhu 120oC selama tiga jam
2 1­
Isolasi kitin mengacu pada Dwiyitno et al. (A­2­B­2­). Masing-masing perlakuan tersebut dicuci
(2004) meliputi beberapa tahapan yaitu proses dengan air dalam keadaan tersaring sampai pH
deproteinasi (pemisahan protein), demineralisasi netral menggunakan kertas saring kasar ukuran
(pemisahan mineral) dan depigmentasi 1.620 mesh. Proses ini diulang sebanyak tiga kali.
(penghilangan warna). Tahap deproteinasi Residu terakhir yang dihasilkan dikeringkan
mencampurkan 600 g serbuk limbah kulit di dalam oven pada suhu 70oC selama 24 jam
udang dan NaOH 3,5% pada perbandingan kemudian dianalisis.
1:5 (w/v). Sampel dipanaskan dengan hot plate
pada suhu 65oC selama dua jam, didinginkan Analisis Data
± 30 menit, kemudian disaring menggunakan Rendemen
kertas saring kasar ukuran 1.620 mesh. Residu Penentuan rendemen kitosan berdasarkan
yang dihasilkan dicuci menggunakan akuades perbandingan antara berat dari kitosan yang
dalam keadaan tersaring hingga pH netral, dihasilkan dengan berat kulit udang. Rumus
selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada penentuan rendemen sebagai berikut:
suhu 60oCselama empat jam.
Tahap demineralisasi menggunakan berat kitosan yang dihasilkan
%rendemen: x 100%
sampel yang sudah dideproteinasi dan berat kulit udang
dicampur dengan HCl 15% perbandingan
1:5 (w/v), kemudian dibiarkan selama dua
hari pada suhu kamar. Sampel dipanaskan Analisis derajat deasetilasi
dengan hot plate pada suhu 65oC selama Derajat deasetilasi kitosan diukur
dua jam, didinginkan ± 30 menit, kemudian menggunakan Fourir Transfrom Infra Red
disaring menggunakan kertas saring kasar (FTIR) (Suryaningrum et al. 2005). Spektrum
ukuran 1.620 mesh. Residu yang dihasilkan diambil dengan scanning pada daerah bilangan
dicuci menggunakan akuades dalam keadaan gelombang 4000-500 cm-1. Pengukuran derajat
tersaring sampai pH netral, kemudian deasetilasi dengan menggunakan metode base
dikeringkan di dalam oven pada suhu line pada hasil FTIR. Cara perhitungan dalam
60oCselama empat jam. metode ini adalah dengan mengukur puncak
Tahap depigmentasi atau pemisahan tertinggi dan dicatat dari garis yang diperoleh,
warna dilakukan dengan menambahkan dan absorbansi dihitung dengan rumus (1).
aseton pada redidu demineralisasi dengan Penentuan dan perhitungan derajat deasetilasi
perbandingan 1:2 (w/v), kemudian dibiarkan dilakukan pada nilai absorbansi 1655 cm-1 dan
selama dua hari. Sampel disaring menggunakan 3450 cm-1 dengan menggunakan rumus (2).
kertas saring kasar ukuran 1.620 mesh. Residu Po
yang dihasilkan dicuci menggunakan akuades A = Log
P (1)
dalam keadaan tersaring sampai pH netral,
kemudian dikeringkan di dalam oven pada Keterangan:
suhu 600C selama empat jam. Po = Jarak antara garis dasar dan garis singgung
P = Jarak antara garis dasar dengan lembah
Isolasi kitin menjadi kitosan terendah
Me t o d e i s o l a s i k i t i n m e n g i k u t i
Dwiyitno et al. 2004, namun suhu deasetilasi %N-deasetilasi = [100-(
dimodifikasi mengikuti Ramadhan et al. (2010).
Residu yang dihasilkan pada tahap ketiga dalam Keterangan:
isolasi kitin ditambahkan NaOH 60% dengan A1655 : Nilai absorbansi pada 1655 cm-1
perbandingan 1:1, kemudian dipanaskan A3450 : Nilai absorbansi pada 3450 cm-1
di dalam waterbath sesuai perlakuan suhu 1,33 : Rasio A1655 / A3450 pada N - deasetilasi 100%

500 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

Penentuan viskositas dan berat Shon et el. (2011). Kitosan dilarutkan dalam
molekul kitosan (Dirjen POM 1979) metanol, etanol dan air dengan perbandingan
Sampel ditimbang 0,1 g, kemudian 1:10 (b/v) untuk setiap larutan lalu diamati
dilarutkan dalam 100 mL larutan asam asetat kelarutannya. Padatan kitosan sebanyak 0,5 g
2%. Larutan kitosan dipipet sebanyak 5 mL ke dilarutkan ke dalam 50 mL pelarut, divortex
dalam viskometer Ostwald yang kering dan selama 10 detik, kemudian disentrifugasi
bersih dan telah dipasang dalam penangas pada 12.000 rpm selama 15 menit. Endapan
air dengan suhu tetap dijaga 30ºC. Waktu yang diperoleh dioven pada suhu 130oC
alir diukur dan dilakukan dengan tiga kali selama 20 menit, ditimbang sampai diperoleh
pengulangan. berat konstan. Selisih antara ketidakkelarutan
Air dijadikan sebagai pembanding dengan bobot awal adalah kelarutan.
sehingga dilakukan juga pengukuran waktu
alir air. Nilai viskositas dinyatakan dalam bobot akhir
Ketidaklarutan (%) =
satuan centipoise (cP). Viskositas yang diukur bobot awal x100%
dengan viskometer Ostwald dapat dihitung Kelarutan (%) = 100% - ketidaklarutan
dangan menggunakan rumus:
Analisis Data
Data hasil penelitian yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif, kemudian hasilnya
ditampilkan dalam bentuk tabel.
keterangan :
= viskositas air (0,89 cP) HASIL DAN PEMBAHASAN
1
= viskositas larutan kitosan (cP) Rendemen
2
t1 = waktu alir air (menit) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh
t2 = waktu alir larutan kitosan (menit) rendemen kitosan dengan kisaran 5,12-
ρ1 = berat jenis air (1 g/cm3) 5,63% (Table 1). Rendemen kitosan terendah
ρ2 = berat jenis asam asetat (1,05 g/cm3) terdapat pada perlakuan suhu deasetilasi
120oC selama tiga jam (A2B2) yaitu sebesar
Setelah itu berat molekul juga dapat dihitung 5,12%, sedangkan yang tertinggi berada pada
dengan rumus : perlakuan suhu deasetilasi 100oC selama dua
jam (A1B1) yaitu sebesar 5,63%.
(n) = kma Rendemen kitosan yang dihasilkan
A log m = log n - log k mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya suhu dan waktu deasetilasi.
keterangan : No et al. (1989) menyatakan bahwa semakin
n = viskositas (cP) tinggi NaOH yang digunakan akan
k = konstanta (8,9 × 10-4) menghasilkan rendemen kitosan yang rendah.
a = konstanta (0,71) Proses depolimerisasi rantai molekul kitosan
m = berat molekul (g/mol) dapat disebabkan oleh penggunaan NaOH
dengan konsentrasi yang tinggi, sehingga
Kelarutan (Shon et al. 2011) dapat menyebabkan penurunan berat molekul
Analisis kelarutan kitosan mengacu pada kitosan. Kaimudin dan Leounupun (2016)
melaporkan bahwa proses deasetilasi tiga kali,
Table 1 Yield of Chitosan
Treatment Weight of chitosan (g) Weight of sample (g) Yield (%)
A1B1 33.78 600 5.63
A1B2 32.80 600 5.47
A2B1 31.09 600 5.18
A2B2 30.72 600 5.12

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 501


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al.

akan menyebabkan daya larut kitin dalam pada bilangan gelombang 1415,75 cm-1.
natrium hidroksida semakin besar sehingga Serapan pada bilangan gelombang 1666,50
pada saat pencucian terikut dengan air. cm-1 menunjukkan gugus C=O (puncak
Warna yang dihasilkan dari proses amida) yang masih muncul karena kitosan
deasetilasi adalah putih krem. Warna ini yang dihasilkan belum terdeasetilasi secara
disebabkan oleh proses depigmentasi yang keseluruhan. Pita serapan dengan bilangan
belum sempurna. Berdasarkan standar gelombang 1556 cm-1 yang muncul pada
mutu Protan Laboratories Inc. (1987) spektra IR kitosan hasil isolasi menunjukkan
kitosan memiliki warna yang putih. Proses vibrasi bengkokan N-H bending dari NH2. Pita
depigmentasi menggunakan aseton saja tidak serapan bengkokan -CH3 memiliki intensitas
dapat menghasilkan wana yang baik, untuk lemah dan dapat dilihat pada bilangan
itu diperlukan larutan pemutih lainnya seperti gelombang 1377,17 cm-1. Vibrasi rentangan
NaOCl agar dapat menghasilkan warna C-N dengan intensitas lemah teridentifikasi
kitosan yang sesuai. Tetteh (1991) melaporkan pada bilangan gelombang 1315,45 cm-1.
bahwa penggunaan aseton dalam proses Rentangan C-O ikatan teridentifikasi pada
depigmentasi belum dapat menghilangkan bilangan gelombang 1155,36 cm-1 dan 1114,86
keseluruhan pigmen, oleh karena itu perlu cm-1.
ditambahkan agen pemutih seperti natrium Kitosan pada perlakuan suhu deasetilasi
hipoklorit (NaOCl) untuk menghasilkan 100oC selama tiga jam (A1B2) terlihat muncul
warna yang lebih baik. serapan gugus OH stretching pada bilangan
gelombang 3458,37 cm-1 dan gugus hidroksil
Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan (-OH) pada bilangan gelombang 3269,34cm-1.
Hasil pengujian FTIR, terlihat bahwa Gugus N-H stretching muncul pada bilangan
telah terjadi pemutusan gugus kitin menjadi gelombang 3101,54 cm-1. Vibrasi rentangan
kitosan pada setiap perlakuan walaupun C-H pada CH2 alifatik ditunjukkan oleh
belum sempurna. Hasil analisis FTIR kitosan serapan pada bilangan gelombang 2960,73
diperoleh daerah serapan gugus-gugus cm-1 dan 2889,37 cm-1. Hal ini diperkuat
fungsional yang dapat dilihat pada Table 2. dengan munculnya serapan vibrasi bengkokan
Serapan gugus OH stretching pada CH2 pada bilangan gelombang 1415,75 cm-1.
perlakuan suhu deasetilasi 100oC selama dua Serapan pada bilangan gelombang 1666,50
jam (A1B1) terlihat muncul pada bilangan cm-1 menunjukkan gugus C=O (puncak
gelombang 3458,37 cm-1 dan gugus hidroksil amida) yang masih muncul karena kitosan
(-OH) pada bilangan gelombang 3273,20 yang dihasilkan belum terdeasetilasi secara
cm-1. Gugus N-H stretching muncul pada keseluruhan. Pita serapan pada bilangan
bilangan gelombang 3099,61cm-1. Serapan gelombang 1556,55 cm-1 yang muncul pada
yang terjadi pada bilangan gelombang 2889,37 spektra IR kitosan hasil isolasi menunjukkan
cm-1 memperlihatkan vibrasi rentangan C-H vibrasi bengkokan N-H bending dari
pada CH2 alifatik. Hal ini diperkuat dengan NH2. Bilangan gelombang 1377,17 cm-1
munculnya serapan vibrasi bengkokan CH2 menunjukkan pita serapan bengkokan -CH3
Table 2 Chitosan functional group absorption area
Functional Wave number (cm-1)
groups A1B1 A1B2 A2B1 A2B2
OH stretching 3458.37 3458.37 3415.93 3292.49
-OH 3273.20 3269.34 3294.42 3272.20
N-H stretching 3099.61 3101.54 3159.40 3113.11
-CH 2889.37 2960.73 2889.37 2933.73
C=O 1666.50 2889.37 1660.71 2879.72
N-H bending 1556.00 1666.50 1556.55 1658.78

502 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

memiliki intensitas yang lemah. Vibrasi gelombang 1556,55 yang muncul pada spektra
rentangan C-N dengan intensitas lemah IR kitosan hasil isolasi menunjukkan vibrasi
teridentifikasi pada bilangan gelombang bengkokan N-H bending dari NH2. Pita
1311,59 cm-1. Rentangan C-O ikatan serapan bengkokan -CH3 memiliki intensitas
teridentifikasi pada bilangan gelombang lemah dapat dilihat pada bilangan gelombang
1155,36 cm-1 dan 1116,78 cm-1. 1377,17 cm-1. Vibrasi rentangan C-N dengan
Kitosan pada perlakuan suhu deasetilasi intensitas lemah teridentifikasi pada bilangan
120oC selama dua jam (A2B1) terlihat muncul gelombang 1315,45 cm-1. Rentangan C-O
serapan gugus OH stretching pada bilangan ikatan teridentifikasi pada bilangan gelombang
gelombang 3415,93 cm-1 dan gugus hidroksil 1153,43 cm-1 dan 1114,86 cm-1.
(-OH) pada bilangan gelombang 3294,42
cm-1. Gugus N-H stretching muncul pada Derajat Deasetilasi Kitosan
bilangan gelombang 3159,40 cm-1. Vibrasi Derajat deasetilasi merupakan persentase
rentangan C-H pada CH2 alifatik ditunjukkan gugus asetil yang dapat dieliminasi dari
oleh serapan pada bilangan gelombang senyawa kitin sehingga dihasilkan kitosan.
2889,37 cm-1. Hal ini diperkuat dengan Menurut Knoor (1982) derajat deasetilasi
munculnya serapan vibrasi bengkokan CH2 kitosan yang semakin tinggi menyebabkan
pada bilangan gelombang 1415,75 cm-1. gugus asetil kitosan menjadi rendah, sehingga
Serapan pada bilangan gelombang 1660,71 interaksi antara ikatan hidrogen dan ion akan
cm-1 menunjukkan gugus C=O (puncak semakin kuat. Kitosan bermuatan positif
amida) yang masih muncul karena kitosan disebabkan karena pelepasan gugus asetil dari
yang dihasilkan belum terdeasetilasi secara kitosan, sehingga mampu mengikat senyawa
keseluruhan. Pita serapan pada bilangan bermuatan negatif, misalnya protein dan
gelombang 1556,55 cm-1 yang muncul pada anion polisakarida membentuk ion netral.
spektra IR kitosan hasil isolasi menunjukkan Hasil analisis derajat deasetilasi kitosan dapat
vibrasi bengkokan N-H bending dari NH2. dilihat pada Table 3.
Pita serapan bengkokan -CH3 memiliki Berdasarkan hasil perhitungan metode
intensitas lemah dapat dilihat pada bilangan base line, derajat deasetilasi kitosan yang
gelombang 13773,32 cm-1. Vibrasi rentangan dihasilkan berkisar antara 46,63%-50,39%.
C-N dengan intensitas lemah teridentifikasi Derajat deasetilasi kitosan terendah terdapat
pada bilangan gelombang 1315,45 cm-1. pada perlakuan suhu deasetilasi 100oCselama
Rentangan C-O ikatan teridentifikasi pada dua jam (A1B1), yaitu 46,63%, sedangkan
bilangan gelombang 1153,43 cm-1 dan 1112,93 yang tertinggi terdapat pada perlakuan suhu
cm-1. deasetilasi 120oC selama tiga jam (A2B2),
Kitosan pada perlakuan suhu deasetilasi yaitu 50,39%. Derajat deasetilasi meningkat
120oC selama tiga jam (A2B2) terlihat muncul seiring dengan bertambahnya suhu dan waktu
serapan gugus OH stretching pada bilangan deasetilasi. Fadli et al. (2015) menyatakan
gelombang 3292,49 cm-1 dan gugus hidroksil bahwa semakin tinggi suhu pemanasan dan
(-OH) pada bilangan gelombang 3272,20 lama waktu reaksi, maka akan semakin tinggi
cm-1. Gugus N-H stretching muncul pada juga derajat asetilasi. Banyaknya molekul
bilangan gelombang 3113,11 cm-1. Serapan NaOH yang ter-adisi kitin dipengaruhi oleh
pada bilangan gelombang 2933,73 cm-1 dan kenaikan waktu reaksi, sehingga menyebabkan
2879,72 cm-1 menunjukkan vibrasi rentangan makin banyak pula gugus asetil yang terlepas.
C-H pada CH2 alifatik yang diperkuat dengan
Table 3 Degree of deacetylation of chitosan
munculnya serapan vibrasi bengkokan CH2
pada bilangan gelombang 1415,75 cm-1. Treatment Degree of deacetylation (%)
Serapan pada bilangan gelombang 1658,78 A1B1 46.63
cm-1 menunjukkan gugus C=O (puncak A1B2 48.13
amida) yang masih muncul karena kitosan
A2B1 49.63
yang dihasilkan belum terdeasetilasi secara
keseluruhan. Pita serapan pada bilangan A2B2 50.39

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 503


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al.

Pengurangan gugus asetamida menyebabkan derajat deasetilasi tinggi. Sofia et al. (2016)
terjadinya peningkatan derajat deasetilasi menyatakan bahwa derajat deasetilasi
kitosan, sehingga proses hidrolisis meningkat. kitosan sebesar 46,92% dan 59,38% dapat
Meskipun mengalami peningkatan, derajat diaplikasikan sebagai edible film atau bahan
deasetilasi kitosan hasil penelitian ini pengemasan.
belum memenuhi standar mutu komersial
dari Protan Laboratories Inc. (1987), yakni Viskositas dan Berat Molekul
≥70%. Akan tetapi, produk yang dihasilkan Kitosan
dalam penelitian ini dapat dikatakan sebagai Pengukuran viskositas dengan
kitosan karena memiliki derajat deasetilasi viskometer Ostwald dengan menentukan
(DD) berkisar antara 46,63-50,39%. Nilai waktu yang diperlukan oleh sejumlah volume
DD berkisar 40-100% disebut kitosan larutan yang mengalir diantara dua tanda
(Azhar et al. 2010). Derajat deasetilasi kalibrasi, membandingkan waktu alir larutan
yang kecil menandakan bahwa pemutusan dengan waktu alir air, kemudian dilakukan
gugus asetil pada kitin tidak terjadi perhitungan untuk mendapatkan nilai
dengan sempurna. Kitosan dikatakan telah viskositas dan berat molekul. Berat molekul
terdeasetilasi sempurna jika derajat deasetilasi ditentukan dari hasil perhitungan nilai
>90% (Srijanto 2003). viskositas intrinsik, selanjutnya dilakukan
Purnawan (2008) menyatakan bahwa perhitungan dengan persamaan Mark-Khun
efek redeasetilasi atau pengulangan proses Houwing (Wang et al. 2005). Viskositas dan
deasetilasi dapat membantu meningkatkan berat molekul kitosan yang didapat dalam
derajat deasetilasi kitosan. Kaimudin dan penelitian ini terlihat pada Table 4.
Leounupun (2016) melaporkan jenis bahan Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh
baku kitin berpengaruh terhadap karakteristik viskositas kitosan dengan kisaran antara 2,42-
kitosan yang dihasilkan. Struktur kimia dan 2,64 cP sedangkan berat molekul berkisar
fisik dari kitin/kitosan sangat bervariasi, antara 6,76×103-7,70×103 kDa. Viskositas
antara lain bergantung pada derajat deasetilasi, terendah terdapat pada perlakuan suhu
posisi rantai dari N-asetil glukosamin, dan deasetikasi 100oC selama dua jam (A1B1),
ikatan silang komponen struktural dengan yaitu 2,42 cP dan viskositas tertinggi terdapat
komponen lain seperti glukosa dan protein pada perlakuan suhu deasetilasi 120oC selama
(Svitil et al. 1997). Tobing et al. (2011) tiga jam (A2B2), yaitu 2,64 cP. Nilai viskositas
menyatakan bahwa perbedaan derajat dan berat molekul mengalami peningkatan
deasetilasi akhir dipengaruhi oleh kondisi sejalan dengan peningkatan suhu dan waktu
awal kitin, misalnya derajat deasetilasi awal. deasetilasi. Sularsih (2013) menyatakan bahwa
Menurut Emmawati et al. (2007) pencapaian peningkatan viskositas disebabkan karena
derajat deasetilasi di atas 90% hanya pada semakin menurunnya kandungan asetil
sampel yang memiliki derajat deasetilasi awal dalam kitosan sehingga viskositas kitosan
lebih dari 75%. akan meningkat dengan meningkatnya
Kitosan yang memiliki derajat deasetilasi derajat deasetilasi. Berdasarkan persamaan
rendah dapat digunakan tergantung pada Mark-Houwing, berat molekul berbanding
pengaplikasiannya. Bastaman (1989) lurus dengan viskositas intrinsik (Anugraini et
menyatakan bahwa proses pemurnian air al. 2018). Meskipun mengalami peningkatan,
limbah tidak memerlukan kitosan dengan viskositas kitosan yang diperoleh dalam
Tabe 4 Viscosity and molecular weight of Chitosan
Treatment Viscosity (cP) Molecular weight (kDa)
A1B1 2.42 6.76×103
A1B2 2.52 7.22×10³
A2B1 2.55 7.46×10³
A2B2 2.64 7.70×10³

504 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

penelitian ini tergolong rendah. Standar terdapat pada perlakuan suhu deasetilasi 100oC
mutu komersil dari Protan Laboratories Inc. selama dua jam (A2B2) yang ditambahkan air.
(1987), viskositas kitosan >200 cP, dan berat Kelarutan yang dihasilkan dalam penelitian
molekul sebesar 120×103 kDa. Viskositas dan ini tidak dapat mencapai 100%, karena sampel
berat molekul yang rendah diduga disebabkan yang dianalisis merupakan kitosan. Sugita
oleh proses demineralisasi yang lama dan et al. (2009) melaporkan bahwa kitosan
tingginya suhu deasetilasi. Menurut Siregar memiliki sifat tidak larut dalam air maupun
et al. (2016) penurunan viskositas kitosan beberapa pelarut organik, misalnya aseton,
sejalan dengan penambahan waktu proses alkohol, dimetil sulfoksida, dimetil formida,
demineralisasi. Sularsih (2013) menyatakan alkali atau asam-asam mineral pada pH lebih
bahwa tinggi rendahnya viskositas kitosan besar dari 6,5, sedangkan larutan yang baik
juga dipengaruhi pada proses pembuatannya dalam melarutkan kitosan yaitu asam formiat,
baik perlakuan fisik meliputi penggilingan asam sitrat dan asam asetat 2%. Kitosan yang
maupun pemanasan seperti suhu dan dihasilkan pada penelitian ini termasuk dalam
autoklaf. Proses deasetilasi yang mengunakan kelarutan yang agak sukar larut, dapat dilihat
suhu tinggi dapat menyebabkan suatu polimer juga dari residu yang terdapat pada sampel.
mengalami depolimerisasi dan selanjutnya Apabila residu kurang dari 1% tergolong
akan menyebabkan pula terjadinya pemecahan sangat mudah larut, 1-10% tergolong mudah
rantai molekul polimer, sehingga menurunkan larut larut, 10-30% tergolong agak sukar
viskositas dan berat molekul (Bastaman 1989). larut, dan 30-100% tergolong sukar larut 100-
Viskositas dan berat molekul yang tinggi atau 1000%.
rendah dapat digunakan tergantung pada
aplikasinya. Menurut Siregar et al. (2016) KESIMPULAN
kekentalan larutan dipengaruhi oleh viskositas Kandungan kitosan tertinggi sebesar
yang terlalu tinggi. 5,62% terdapat pada proses deasetilasi
menggunakan suhu 100oC selama dua jam.
Kelarutan Proses deasetilasi menggunakan suhu 120oC
Kelarutan kitosan diuji dengan selama tiga jam menghasilkan kitosan dengan
menambahkan air, metanol dan etanol ke derajat deasetilasi sebesar 50,39%, viskositas
dalam sampel yang telah ditimbang, kemudian 2,64 cP dan berat molekul 7,70×103 kDa.
diputar menggunakan batu stire dan dilakukan
pengamatan dengan menghitung rendemen DAFTAR PUSTAKA
yang tersisa. Hasil analisis kelarutan kitosan Anugraini A, Syahbanu I, Melati HA. 2018.
dapat dilihat pada Table 5. Pengaruh waktu sonikasi terhadap
Kelarutan kitosan yang dihasilkan dalam karakteristik selulosa asetat hasil
penelitian ini berkisar antara 0,09%-0,18%. sintesis dari sabut pinang. Jurnal Kimia
Kelarutan kitosan yang terendah (0,09%) Khatulistiwa. 7(3):18-26.
terdapat pada perlakuan suhu deasetilasi 100oC Azhar M, Efendi J, Syofyeni E, Lesi RM, Sri N.
selama dua jam (A1B1) yang ditambahkan 2010. Pengaruh konsentrasi NaOH dan
metanol, sedangkan yang tertinggi (0,18%) KOH terhadap derajat deasetilasi kitin dari
limbah kulit udang. EKSAKTA.1(10):1-8
Table 5 Solubility of chitosan Bastaman S. 1989. Studies on Degradation and
Treatment Solubility (%) Extraction of Chitin and Chitosan from
A1B1+ air 0.18 Prawn Shells. England [UK]: The Queen
University.
A2B2 + air 0.16
Damayanti W, Rochima E, Hasan Z. 2016.
A1B1+ metanol 0.09 Aplikasi kitosan sebagai antibakteri
A2B2 + metanol 0.16 pada filet patin selama penyimpanan
A1B1+ etanol 0.14 suhu rendah. Jurnal Pengolahan Hasil
A2B2 + etanol 0.11 Perikanan Indonesia. 19(3): 321-328.
Dompeipen EJ. 2017. Isolasi dan identifikasi

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 505


JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3 Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al.

kitin dan kitosan dari kulit udang Windu Mursida, Tasir, Sahriawati. 2018. Efektifitas
(Penaeus monodon) dengan spektroskopi larutan alkali pada proses deasetilasi
inframerah. Majalah BIAM. 13(1):31-41. dari berbagai bahan baku kitosan. Jurnal
Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
III. Jakarta (ID): Departemen kesehatan 21(2): 356-366.
RI. No H K, Meyers SP, Lee, KS. 1989. Isolation and
Dwiyitno D, Basmal J, Mulyasari M. 2004. characterization of chitin from crawfish
Pengaruh suhu esterifikasi terhadap shell waste. Journal of Agricultural and
karakteristik karboksimetil kitosan Food Chemistry. 37(3):575-579.
(Cmcts). Jurnal Pascapanen dan Protan Laboratories Inc. 1987. Protan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. Biopolymers. Norway [NO]: Protan
10(3):67-74. Laboratoris, Inc.
Emmawati A, Jenie BSL, Fawzya YN. Purnawan C. 2008. Kitosan dari cangkang
2007. Kombinasi perendaman dalam udang dan aplikasi kitosan sebagai bahan
natrium hidroksida dan aplikasl kitin antibakteri pada kain katun. [Disertasi].
deasetilase terhadap kitin kulit udang Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah
untuk menghasilkan kitosan dengan Mada.
berat molekul rendah. Jurnal Teknologi Ramadhan LOAN, Radiman CL,
Pertanian. 3(1):12-18. Wahyuningrum D, Suendo V, Ahmad
Fadli A, Drastinawati, Alexander O, Huda F. LO, Valiyaveetiil S. 2010. Deasetilasi
2015. Pengaruh rasio massa kitin/NaOH kitin secara bertahap dan pengaruhnya
dan waktu reaksi terhadap karakteristik terhadap derajat deasetilasi serta masa
kitosan yang disintesis dari limbah molekul kitosan. Jurnal Kimia Indonesia.
industri udang kering. Jurnal Sains Materi 5(1):17-21.
Indonesia. 18(2):61-67. Ratnawulan A, Noor E, Suptijah P. 2018.
Kaimudin M, Leounupun MF. 2016. Pemanfaatan kitosan dalam daur ulang
Karakterisasi kitosan dari limbah udang air sebagai aplikasi teknik produksi
dengan proses bleaching dan deasetilasi bersih. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
yang berbeda. Majalah BIAM. 12 (1):1-7. Indonesia. 21(2): 276-286.
Kurniasih M, Kartika D. 2011. Sintesis dan Riyanto B, Maddu A, Dewi RS. 2011. Baterai
karakterisasi fisika-kimia kitosan. Jurnal cerdas dari elektrolit polimer kitosan-
Inovasi. 5 (1):42-48. PVA dengan penambahan amonium
Lestari SD, Baehaki A, Meliza R. 2019. nitrat. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan
Aktivitas antibakteri kompleks kitosan- Indonesia. 16(2):70-77.
monosakarida terhadap patogen dalam Rokhati N. 2006. Pengaruh derajat deasetilasi
surimi ikan gabus sebagai model khitosan dari kulit udang terhadap
matriks pangan. Jurnal Pengolahan Hasil aplikasinya sebagai pengawet makanan.
Perikanan Indonesia. 22(1): 80-88. Reaktor. 10(2):54-58.
Ibrahim B, Suptijah P, Zahid A. 2012. Safitra ER, Budhijanto, Rochmadi. 2016.
Efektivitas kitosan mikrokristalin Optimasi dan pemodelan matematis
sebagai alternatif antibakteri alami dalam deasetilasi kitin menjadi kitosan
mouthwash. Jurnal Pengolahan Hasil menggunakan KOH. Jurnal Rekayasa
Perikanan Indonesia. 15(2): 119-126. Proses. 9 (1):16-21.
Mastuti W. 2005. Pengaruh konsesntrasi Shon J, Eo JH, Hwang SJ, Eun JB. 2011. Effect
NaOH dan suhu pada proses deasetilasi of processing conditions on functional
khitin dari kulit udang. EKUILIBRIUM. properties of collagen powder from skate
4(1): 21- 25. (Raja kenojei) skins. Food Science and
Mima S. Miya M, Iwamoto R, Yoshikawa, S. Biotechnology. 20(1):99-106.
1983. Highly deacetylated chitosan and Siregar EC, Suryati, Hakim L. 2016. Pengaruh
its properties. Journal of Applied Polymer suhu dan waktu reaksi pada pembuatan
Science. 28(6): 1909-1917. kitosan dari tulang sotong (Sepia

506 Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia


Karakteristik kitosan dari kulit udang vaname, Setha et al. JPHPI 2019, Volume 22 Nomor 3

officinalis). Jurnal Teknologi Kimia different forms of chitin. Appl. Environ.


Unimal. 5(2):37-44. Microbiol. 63(2):408-413.
Sofia I, Murdiningsih H, Yanti N. 2016. Swastawati F, Wijayanti I, Susanto E. 2008.
Pembuatan dan kajian sifar-sifat Pemanfaatan limbah kulit udang menjadi
fisikokimia, mekanikal, dan fungsional edible coating untuk mengurangi
edible film dari kitosan udang windu. pencemaran lingkungan. Jurnal Teknologi
Jurnal Bahan Alam Terbarukan. 5(2):54- Lingkungan Universitas Trisakti. 4(4):101-
60. 106.
Srijanto B. 2003. Kajian pengembangan Tetteh AY. 1991. Optimization studies on chitin
teknologi proses produksi kitin dan extraction from crustacean solid waste.
kitosan secara kimiawi. Prosiding Semnas [Thesis]. Canada [CA]: Department of
Teknik Kimia Indonesia. 1:11-15. Food Science and Agricultural Chemistry.
Sugita DP, Sjahriza A, Wukirsari T, Wahyono McGill University. Montreal.
D. 2009. Kitosan sumber biomaterial Tobing MTL, Prasetya NBA, Khabibi. 2011.
masa depan. Bogor (ID): IPB Press. Peningkatan derajat deasetlasi kitosan
Sularsih S. 2013. Pengaruh viskositas kitosan dari cangkang rajungan dengan variasi
gel terhadap penggunaannya di proses konsentrasi NaOH dan lama perendaman.
penyembuhan luka. Jurnal Material Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 14(3):83-
Kedokteran Gigi. 2(1): 60-67. 88.
Suryaningrum TD, Basmal J, Aumeilia Wahyuni S, Khaeruni A, Hartini. 2013. Kitosan
W. 2005. Pengaruh konsentrasi asam cangkang udang windu sebagai pengawet
monokloro asetat dan jenis pelarut fillet ikan gabus (Channa striata). Jurnal
sebagai bahan pengendap terhadap Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia.
produksi karboksimetil kitin. Jurnal 16(3): 233-241.
Penelitian Perikanan Indonesia. 11(4):89- Wang W, Bo S, Li S, Qin W. 1991.
100. Determination of the Mark-Houwink
Svitil AL, Chadhain SMNR, Moore JA, equation for chitosans with different
Kirchman DL. 1997. Chitin degradation degrees of deacetylation. International
proteins produced by the marine Journal of Biological Macromolecules.
bacterium Vibrio harveyi growing on 13(5):281-285.

Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 507

Anda mungkin juga menyukai