Anda di halaman 1dari 10

Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th.

2014

PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN SEBAGAI EDIBLE COATING DAN


LAMA PENYIMPANAN TERHADAP MUTU BUAH JAMBU BIJI MERAH

(The effect of Concentration of Chitosan As Edible Coating and Storage Time on


The Quality of Guava Fruits)

Randy Fernando Sitorus*1, Terip Karo-Karo1, Zulkifli Lubis1


1) Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian USU
Jl. Prof. Dr. A. Sofyan No. 3 Kampus USU Medan 20155
*) Email : rend2rush@yahoo.com

Diterima 10 Desember 2013/ Disetujui 24 Februari 2014

ABSTRACT
The aim of this research was to find the effect of concentration of chitosan and storage time on the quality of guava fruits.
This research was performed in February-March 2013 at the Laboratory of Food Technology, Faculty of Agriculture,
University of North Sumatera, Medan, using completely randomized design with 2 factors, i.e. : the concentration of
edible coating (K) : (1%, 2%, 3% and 4%) and storage time (S) : (2 days, 4 days, 6 days and 8 days). Parameters
analyzed were weight loss, moisture content, level of vitamine C, total acid, total soluble solid, total microorganism,
hardness, color score, organoleptic values of color, flavor and taste. The results showed that the concentration of
chitosan had highly significant effect on all parameters. Storage time had highly significant effect on all parameters. The
interactions of the two factors had significant effect on weight loss and had highly significant effect on level of vitamine C,
flavor and taste. The chitosan concentration of 3 % with storage time of 8 days could protect the quality of guava and was
more acceptable.

Keywords: chitosan concentration, guava, storage time

PENDAHULUAN terjadi penurunan produksi dari tahun 2009


(220.202 ton) sampai tahun 2012 (208.151 ton).
Jambu biji (Psidium guajava) merupakan Edible coating adalah suatu lapisan tipis
buah klimakterik. Ciri buah klimakterik adalah yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan,
adanya peningkatan respirasi yang tinggi dan dibentuk untuk melapisi makanan (coating) atau
mendadak (respiration burst) yang menyertai diletakkan di antara komponen makanan (film)
atau mendahului pemasakan, melalui yang berfungsi sebagai penghalang terhadap
peningkatan CO2 dan etilen. Jambu biji (Psidium perpindahan massa serta untuk meningkatkan
guajava) yang disimpan di suhu ruang akan penanganan suatu makanan (Harris, 2001).
mengalami proses pematangan (maturation) dan Golongan polisakarida yang banyak digunakan
diikuti dengan proses pembusukan. Masa simpan sebagai bahan pembuatan edible coating adalah
buah klimakterik yang pendek menjadikan pati dan turunannya, selulosa dan turunannya
kerusakan pascapanen yang cepat (Widodo, et (metil selulosa, karboksil metil selulosa, hidroksi
al., 2013). propil metil selulosa), pektin ekstrak ganggang
Latar belakang penelitian ini disebabkan laut (alginat, karagenan, agar), gum arab dan
karena buah jambu biji merah ini sangat mudah kitosan.
terjangkit penyakit, terutama penyakit antraknosa Kitosan adalah polisakarida alami hasil dari
serta mengalami kerusakan dikarenakan proses deasetilasi (penghilangan gugus-COCH3)
tingginya kandungan gizi yang terkandung kitin. Kitin merupakan penyusun utama
didalamnya seperti vitamin C dan kandungan air eksoskeleton dari hewan air golongan crustacea
yang mudah mengalami kerusakan oksidatif dan seperti kepiting dan udang. Kitin tersusun dari
transpirasi. Buah jambu biji juga tidak memiliki unit-unit N-asetil-D-glukosamin (2-acetamido-2-
strukur lapisan kulit luar yang tebal dan kokoh deoxy-D-glucopyranose) yang dihubungkan
untuk melindungi permukaan buah dan daging secara linier melalui ikatan β-(1→ 4). Kitin
buah yang ada didalam. Berdasarkan data Badan berwarna putih, keras, tidak elastis, merupakan
Pusat Statistik (2012) tentang produksi buah- polisakarida yang mengandung banyak nitrogen,
buahan di Indonesia khususnya buah jambu biji, sumber polusi utama di daerah pantai. Kitosan
disusun oleh dua jenis gula amino yaitu

37
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

glukosamin (2-amino-2-deoksi-D-glukosa, 70-80 dengan menggunakan uji LSR (Least Significant


%) dan N-asetilglukosamin (2-asetamino-2- Range).
deoksi-D-glukosa, 20-30%) (Goosen, 1997).
Adapun bahan baku kitosan yang berasal Pembuatan Kitosan dari Serbuk Kulit Udang
dari kulit udang memiliki jumlah produksi yang Kulit udang yang sudah dikeringkan,
melimpah, dikarenakan sektor perikanan dihaluskan dengan blender, kemudian serbuk
Indonesia yang sangat potensial. Dengan kulit udang direndam dalam larutan NaOH 10%
besarnya potensi limbah untuk dimanfaatkan, 1:10 (g serbuk/ml NaOH) selama 12 jam. Setelah
Indonesia sebagai negara penyedia udang 12 jam, endapan disaring menggunakan kain
seharusnya mampu mengolah limbah udang saring, dicuci dengan air mengalir sampai bersih.
yang dihasilkan secara maksimal menjadi Residu sisa penyaringan kemudian direndam
kitosan. dalam larutan HCl 8% 1:10 (g serbuk residu/ml
Sebagai antibakteri, kitosan memiliki sifat HCl) selama 6 jam. Kemudian residu disaring
mekanisme penghambatan, dimana kitosan akan dengan kain saring lalu dicuci dengan air
berikatan dengan protein membran sel, yaitu mengalir sampai bersih. Hasil residu kemudian
glutamat yang merupakan komponen membran dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC
sel. Selain berikatan dengan protein membran, selama 24 jam sehingga dihasilkan kitin kasar
kitosan juga berikatan dengan fosfolipid berwarna putih kemerahan.
membraner, terutama fosfatidil kolin (PC), Kitin kasar yang diperoleh direndam dalam
sehingga meningkatkan permeabilitas inner larutan NaOH 50% 1:10 kemudian dipanaskan
membran (IM). Naiknya permeabilitas IM akan pada suhu 100oC sampai didapat endapan
mempermudah keluarnya cairan sel bakteri yang selama 3-4 jam. Endapan kemudian disaring
nantinya menyebabkan kematian sel (Simpson, menggunakan kain saring lalu dicuci dengan air
1997). mengalir sampai bersih. Residu penyaringan
Adapun penelitian ini bertujuan untuk dikeringkan pada suhu 105oC selama 24 jam
mengetahui pengaruh konsentrasi kitosan dan sehingga diperoleh kitosan kasar berwarna putih.
lama penyimpanan terhadap mutu buah jambu
biji merah. Proses Pelapisan Coating Jambu Biji Merah
dengan Kitosan
Perlakuan dengan pelapisan edible
METODOLOGI kitosan: dilakukan dengan melarutkan kitosan
dalam asam asetat 2% sebanyak 100 ml, lalu
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini ditambahkan akuades sampai didapat 300 ml
adalah buah jambu biji merah segar (matang larutan edible kitosan sebagai pelapis. Buah
fisiologis) yang dibeli dari petani jambu biji merah jambu biji terlebih dahulu disortasi (mutu, ukuran
di Binjai dan kulit udang kering sebagai bahan dan kematangan) lalu dicuci bersih dengan air
baku kitosan. sebanyak 2 kali, kemudian dilakukan pre-cooling
Bahan kimia yang digunakan dalam dengan metode pencelupan dalam air dingin
penelitian ini adalah; NaOH teknis, HCl 8%, bersuhu 5-10oC selama 1 jam. Buah kemudian
akuades, CH3COOH, iodium 0,01 N, indikator ditiriskan dan dikeringkan lalu dilanjutkan ke
phenopthalein, indikator biuret 1%, NaOH 0,1 N, proses pelapisan dengan edible kitosan melalui
pati 1% dan PCA agar. Alat yang digunakan metode pencelupan selama 1 menit, dikeringkan
dalam penelitian ini adalah oven, kain saring, hot dengan kipas angin sampai kering lalu diletakkan
plate, timbangan, cawan aluminium, magnetic dalam wadah sterofoam. Kemudian penyimpanan
stirrer, desikator, kipas angin, autoclave dan dilakukan pada suhu ruang selama 2 hari, 4 hari,
cawan petridish. 6 hari dan 8 hari.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan Variabel mutu yang diamati adalah kadar
Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan air (AOAC, 1984), susut bobot, kadar vitamin C
2 faktor, yaitu konsentrasi edible kitosan sebagai (Sudarmadji, et al., 1989), total asam (Ranganna,
faktor I dengan 4 taraf perlakuan yaitu K1 = 1%, 1978), total soluble solid (AOAC, 1984), total
K2 = 2%, K3 = 3% dan K4 = 4%. Faktor II adalah mikroba (Fardiaz, 1992), kekerasan buah dengan
lama penyimpanan terdiri dari 4 taraf, yaitu S1 = 2 Fruit Hardness Tester (kgf), skor warna dan nilai
hari, S2 = 4 hari, S3 = 6 hari dan S4 = 8 hari. organoleptik terhadap warna, aroma dan rasa
Setiap perlakuan dibuat dalam 2 ulangan. Data dengan skala hedonik (1: tidak suka, 2: agak
dianalisa dengan Analisa Sidik Ragam dan jika suka, 3: suka dan 4: sangat suka) (Soekarto,
terdapat perbedaan hasil yang berbeda nyata 1985).
dan sangat nyata pada perlakuan maka
dilakukan uji lanjut dengan uji beda rataan

38
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

HASIL DAN PEMBAHASAN memberikan pengaruh terhadap mutu buah


jambu biji merah seperti yang dapat dilihat pada
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa Tabel 1 dan Tabel 2.
konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan

Tabel 1. Pengaruh konsentrasi kitosan terhadap mutu buah jambu biji merah
Konsentrasi kitosan
Parameter yang diuji K1 K2 K3 K4
1% 2% 3% 4%
Kadar air (%) 48,52cB 50,94bB 52,94abAB 54,64aA
Susut bobot (%) 16,93aA 16,27bAB 15,57cB 15,15cB
Kadar vitamin C (mg/100g) 205,70cC 233,20bB 257,40aA 248,60aAB
Total asam (%) 0,20aA 0,18bB 0,16cC 0,12dD
Total soluble solid (°Brix) 9,25aA 8,94abAB 8,38bB 8,56bAB
Total mikroba (Log CFU/g) 5,84aA 5,76bAB 5,66cB 5,61cB
Kekerasan (kgf) 1,34cC 1,59bB 1,94aA 1,81aA
Skor warna (numerik) 3,68aA 3,50bA 3,03cB 2,87dB
Nilsi organoleptik
Warna (numerik) 2,73cB 2,93bB 3,17aA 3,23aA
Aroma (numerik) 2,60bB 2,76abAB 2,91aA 2,86aA
Rasa (numerik) 2,70bB 2,91aA 3,03aA 2,94aA
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Tabel 2. Pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu jambu biji merah


Lama Penyimpanan
Parameter yang diuji S1 S2 S3 S4
2 Hari 4 Hari 6 Hari 8 Hari
Kadar air (%) 58,75aA 53,23bB 50,82cB 44,24dC
Susut bobot (%) 8,58dD 15,11cC 19,27bB 20,96aA
Kadar vitamin C (mg/100g) 290,40aA 270,60bB 235,40cC 148,50dD
Total asam (%) 0,19bB 0,21aA 0,15cC 0,12dD
Total soluble solid (°Brix) 7,88cB 8,81bA 9,00abA 9,44aA
Total mikroba (Log CFU/g) 5,44dD 5,60cC 5,84bB 5,99aA
Kekerasan (kgf) 2,25aA 1,88bB 1,40cC 1,17dD
Skor warna (numerik) 2,28dD 3,25cC 3,62bB 3,94aA
Nilai organoleptik
Warna (numerik) 3,27aA 3,35aA 2,99bB 2,45cC
Aroma (numerik) 2,97aA 3,05aA 2,72bB 2,39cC
Rasa (numerik) 2,98abA 3,10aA 2,92bA 2,57cB
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda
nyata pada taraf 5% (huruf kecil) dan berbeda sangat nyata pada taraf 1% (huruf besar)

Kadar Air kitosan pada konsentrasi kitosan lebih rendah.


Tabel 1 memperlihatkan bahwa konsentrasi Menurut Pantastico (1986), tempat transpirasi
edible kitosan memberikan pengaruh sangat utama pada tanaman adalah hidatoda, mulut kulit
nyata (P<0,01) terhadap kadar air. Gambar 1 dan kutikula. Pelapisan dengan edible coating
memperlihatkan bahwa semakin tinggi mampu menghambat laju pengeluaran air karena
konsentrasi edible kitosan maka semakin tinggi tertutupnya hidatoda, mulut kulit dan kutikula.
kadar air buah jambu biji merah yang dapat
dipertahankan. Pada konsentrasi kitosan yang Susut Bobot
tinggi maka kehilangan air akibat transpirasi Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan
dapat dicegah sehingga persentase kadar air bahwa konsentrasi edible kitosan dan lama
lebih tinggi daripada buah yang terlapisi dengan penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata

39
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

(P<0,05) terhadap susut bobot. Gambar 2 sehingga transpirasi buah dapat ditekan selama
memperlihatkan bahwa semakin tinggi penyimpanan. Menurut Pantastico (1986)
konsentrasi edible kitosan maka susut bobot meningkatnya susut bobot sebagian besar
semakin rendah terhadap lama penyimpanan. disebabkan transpirasi yang tinggi dimana
Hal ini karena konsentrasi edible kitosan yang pembukaan dan penutupan kulit menentukan
semakin tinggi menyebabkan pori-pori buah jumlah kehilangan air yang mengakibatkan
terlapisi lebih tertutup dibandingkan dengan peningkatan susut bobot.
konsentrasi edible kitosan yang lebih rendah

Gambar 1. Hubungan konsentrasi kitosan dengan kadar air buah jambu biji merah

Gambar 2. Hubungan interaksi konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan dengan susut bobot buah jambu
biji merah

Kadar Vitamin penyimpanan memberikan pengaruh sangat


Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan nyata (P<0,01) terhadap kadar vitamin C.
bahwa konsentrasi kitosan dan lama Gambar 3 memperlihatkan bahwa semakin

40
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

rendah konsentrasi edible kitosan maka kadar merupakan vitamin larut air. Vitamin ini dapat
vitamin C semakin mengalami penurunan berbentuk sebagai asam L-askorbat dan asam L-
terhadap lama penyimpanan. Hal tersebut terjadi dehidroaskorbat, dimana keduanya mempunyai
karena buah jambu biji merah dengan pelapis keaktifan sebagai vitamin C. Asam L-
yang lebih tipis lebih mudah kehilangan air dehidroaskorbat secara kimia sangat labil dan
(transpirasi) yang juga mengakibatkan penurunan dapat mengalami perubahan lebih lanjut menjadi
kadar vitamin C buah yang mudah larut air. Hal asam L-diketogulonat yang tidak memiliki
ini sesuai dengan pernyataan Winarno (2008) keaktifan vitamin C lagi.
yang menyatakan asam askorbat (vitamin C)

Gambar 3. Hubungan interaksi konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan dengan kadar vitamin C buah
jambu biji merah

Total Asam penurunan gula disebabkan karena sebagian


Tabel 1 memperlihatkan bahwa konsentrasi gula digunakan untuk proses respirasi.
kitosan memberikan pengaruh sangat nyata Tabel 2 memperlihatkan bahwa lama
(P<0,01) terhadap total asam buah jambu biji. penyimpanan buah memberikan pengaruh yang
Gambar 4 memperlihatkan bahwa semakin tinggi sangat nyata (P<0,01) terhadap total soluble
konsentrasi kitosan maka total asam dari buah solid. Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin
jambu biji merah akan mengalami penurunan. lama penyimpanan buah maka total soluble solid
Menurut Wills, et al., (1981) semakin masaknya meningkat pada buah jambu biji merah
buah maka akan terjadi kenaikan asam dalam (klimaterik). Peningkatan kadar gula dalam buah
buah. Keasaman tertitrasi akan meningkat terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat
sampai maksimum dan setelah tercapai puncak khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan
perkembangan akan terjadi sedikit penurunan fruktosa. Menurut Winarno dan
asam. Wirakartakusumah (1981) peningkatan gula
disebabkan karena terjadinya akumulasi gula
Total Soluble Solid sebagai hasil dari degradasi pati, sedangkan
Tabel 2 memperlihatkan bahwa lama penurunan gula disebabkan karena sebagian
penyimpanan buah memberikan pengaruh yang gula digunakan untuk proses respirasi.
sangat nyata (P<0,01) terhadap total soluble
solid. Gambar 5 memperlihatkan bahwa semakin Total Mikroba
lama penyimpanan buah maka total soluble solid Tabel 1 memperlihatkan bahwa konsentrasi
meningkat pada buah jambu biji merah kitosan memberikan pengaruh yang sangat nyata
(klimaterik). Peningkatan kadar gula dalam buah (P<0,01) terhadap total mikroba. Gambar 6
terjadi karena pemecahan polimer karbohidrat memperlihatkan bahwa semakin tinggi
khususnya pati menjadi sukrosa, glukosa dan konsentrasi edible kitosan yang dijadikan
fruktosa. Menurut Winarno dan pelapis/barrier buah jambu biji merah
Wirakartakusumah (1981) peningkatan gula menyebabkan jumlah total mikroba semakin
disebabkan karena terjadinya akumulasi gula menurun. Penghambatan pertumbuhan
sebagai hasil dari degradasi pati, sedangkan cendawan (jamur) terjadi karena kemampuan
kitosan sebagai anti cendawan. Kitosan diduga

41
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

mampu merusak dinding sel jamur yang markomolekul bermuatan negatif pada
umumnya tersusun atas lapisan peptidoglikan permukaan sel cendawan. Hal ini menyebabkan
dan lipopolisakarida (lemak dan protein) apresorium (ujung hifa atau tabung kecambah
(Simpson, 1997). yang membengkak yang berguna untuk
Menurut Restuati (2008), gugus asam menempelkan dan mempenetrasii inang oleh
amino dalam bentuk asetil amino (HCOCH 3) dan jamur) dan pertumbuhan cendawan akan
glukosamin (C6H9NH2) dalam kitosan yang terhambat.
bermuatan positif dapat berikatan dengan bagian

Gambar 4. Hubungan konsentrasi kitosan dengan total asam buah jambu biji merah

Gambar 5. Hubungan lama penyimpanan dengan total soluble solid buah jambu biji merah

Gambar 6. Hubungan konsentrasi kitosan dengan total mikroba buah jambu biji merah

42
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

Kekerasan Buah maka permukaan buah semakin lunak. Hal iini


Tabel 2 memperlihatkan bahwa lama sesuai pernyataan Winarno dan
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat Wirakartakusumah (1981), selama penyimpanan
nyata (P<0,01) terhadap kekerasan buah. terjadi perubahan sebagian protopektin yang
Gambar 7 memperlihatkan bahwa semakin lama tidak larut air menjadi larut air, sehingga
penyimpanan maka kekerasan dari buah jambu menurunkan daya kohesi dinding sel yang
biji merah mengalami penurunan. Secara mengikat sel satu dengan sel lainnya, akibatnya
fisiologis umumnya semakin lama buah disimpan kekerasan buah menurun dan menjadi lunak.

Gambar 7. Hubungan lama penyimpanan dengan kekerasan buah jambu biji merah

Skor Warna (lapisan yang membuat buah lebih


Tabel 2 memperlihatkan bahwa lama mengkilat/cerah) jambu biji merah sehingga
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat kecerahan buah menurun dan warna menjadi
nyata (P<0,01) terhadap skor warna buah jambu cokelat-kehitaman. Cendawan B. theobromae
biji merah. Gambar 8 memperlihatkan bahwa mula-mula menyebabkan terjadinya bercak
semakin lama penyimpanan maka skor warna cokelat yang cepat meluas, kurang berbatas
yang dihasilkan mengalami peningkatan. Hal ini jelas, busuk lunak dan terbentuk lapisan
disebabkan proses pematangan buah menuju cendawan berwarna hitam pada ujung atau
pelayuan hingga berwarna kecokelatan dan pangkal buah. Pembusukan juga mencapai
kerusakan akibat mikroorganisme. Adanya bagian daging buahnya hingga buah busuk dan
mikroba merusak jaringan dan lapisan lignin berair (Martoredjo, 2009).

Gambar 8. Hubungan lama penyimpanan dengan skor warna buah jambu biji merah

43
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

Nilai Organoleptik Warna puncak fase klimaterik menunjukkan peningkatan


Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan yang besar dalam laju produksi karbondioksida
bahwa konsentrasi kitosan dan lama (CO2) dan etilen (C2H4) bersamaan dengan
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat terjadinya pemasakan. Terjadinya penurunan
nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik warna nilai organoleptik warna (kurang disukai) terjadi
buah jambu biji merah. Gambar 9 akibat terjadinya pelayuan selama 8 hari
memperlihatkan bahwa semakin rendah penyimpanan. Pelapisan buah dengan kitosan
konsentrasi kitosan maka organoleptik warna 4% membuat kulit buah menjadi mengkilap dan
mengalami penurunan terhadap lama tidak terkontaminasi mikroba sehingga menjadi
penyimpanan. Warna yang paling disukai oleh lebih menarik. Menurut Kalie (1999), bercak ini
panelis terdapat pada masa simpan 4 hari disebabkan oleh kapang sejenis Colletotrichum.
dengan konsentrasi pelapis edible kitosan paling Gejala awalnya timbul bercak-bercak cokelat
tinggi yaitu 4%. Hal ini dikarenakan pada saat itu kecil pada kulit buah yang telah masak kemudian
terjadi puncak fase klimaterik buah jambu biji membesar, menjadi lunak dan membusuk
merah yang ditandai dengan peningkatan laju berwarna cokelat gelap.
respirasi pada buah jambu biji merah. Pada

Gambar 9. Hubungan interaksi konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan dengan nilai organoleptik warna
buah jambu biji merah.

Nilai Organoleptik Aroma menjadi rendah dan air yang dihasilkan dari
Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan proses transpirasi menjadi sedikit.
bahwa konsentrasi kitosan dan lama
penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat Nilai Organoleptik Rasa
nyata (P<0,01) terhadap nilai organoleptik aroma. Tabel 1 dan Tabel 2 dapat dilihat bahwa
Gambar 10 memperlihatkan bahwa semakin konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan
rendah konsentrasi kitosan maka organoleptik memberikan pengaruh yang sangat nyata
aroma menurun selama penyimpanan. Hal (P<0,01) terhadap nilai organoleptik rasa.
tersebut disebabkan karena pelapisan kitosan Gambar 11 memperlihatkan bahwa semakin
kurang mampu menjaga aroma pada buah, rendah konsentrasi kitosan maka terjadi
sehingga lebih cepat menguap selama proses penurunan nilai organoleptik rasa selama
respirasi. Menurut Ruspita (2007) konsentrasi penyimpanan. Hal ini dikarenakan semakin lama
kitosan yang semakin tinggi (pekat) membuat waktu simpan terjadi penurunan kandungan air
peningkatan O2 untuk proses respirasi menjadi dalam buah jambu biji merah yang juga akan
sedikit terhambat, akibatnya laju respirasi mempengaruhi rasa, karena kandungan air yang
tinggi akan memberikan rasa segar dibanding

44
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

buah dengan kandungan air rendah. Zhang dan respirasi, akibatnya penggunaan substrat seperti
Quantrick (1997) menyatakan bahwa gula lebih rendah dan menyebabkan penggunaan
berkurangnya oksigen yang masuk ke dalam hasil perubahan pati menjadi lebih sedikit.
buah menyebabkan terhambatnya proses

Gambar 10. Hubungan interaksi konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan dengan nilai organoleptik
aroma buah jambu biji merah

Gambar 11. Hubungan interaksi konsentrasi kitosan dan lama penyimpanan dengan nilai organoleptik rasa
buah jambu biji merah

45
Ilmu dan Teknologi Pangan J.Rekayasa Pangan dan Pert., Vol.2 No.1 Th. 2014

KESIMPULAN
Restuati, M. 2008. Perbandingan chitosan kulit
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai udang dan kulit kepiting dalam
berikut: menghambat pertumbuhan kapang
1. Konsentrasi kitosan yang digunakan Aspergillus flavus. Di dalam: Prosiding
sebagai bahan pelapis (edible coating) Seminar Nasional Sains dan Teknologi;
berpengaruh terhadap mutu buah jambu biji 2008 Nov 17; Lampung (ID): Satek. hlm
selama penyimpanan. Peningkatan 582-590.
konsentrasi kitosan hingga 3% dapat
mempertahankan mutu buah jambu biji Ruspita, A. 2007. Pengaruh Pelapisan Khitosan
selama 8 hari penyimpanan. dan Pelilinan terhadap Kualitas dan Daya
2. Pelapisan buah jambu biji dengan kitosan Simpan Buah Nanas (Ananas comosus L
pada konsentrasi 1-2% tidak mampu Merr.) pada Suhu Kamar dan Suhu 15oC.
mempertahankan mutu buah selama 4 hari Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal
penyimpanan, disebabkan ketebalan 56.
lapisan yang terbentuk tidak dapat efektif
untuk menurunkan laju respirasi buah. Simpson, B.K. 1997. Utilization of Chitosan for
3. Pada konsentrasi kitosan 4% lapisan Preservation of Raw Shrimph. Food
kitosan pada buah menjadi lebih tebal yang Biotechnology II. 25-44
menyebabkan terjadinya respirasi anaerob,
sehingga dihasilkan buah dengan aroma Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik. Pusat
dan rasa yang kurang disukai. Pengembangan Teknologi Pangan.
IPB-Press, Bogor.

DAFTAR PUSTAKA Sudarmajdi, S., B. Haryono dan Suhardi. 1989.


Prosedur Analisis Untuk Bahan Makanan
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The dan Pertanian. Liberty,
Association of Analytical Chemist.
Washington D. C. Yogyakarta.
Widodo, S.E., Zulferiyenni dan D.W. Kusuma.
Fardiaz, S., 1992. Mikrobiologi Pangan I. 2013. Pengaruh Penambahan
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Benziladenin Pada Pelapis Kitosan
Terhadap Mutu dan Masa Simpan Buah
Goosen, M.F.A. 1997. Application of Chitin and Jambu Biji “Crystal”. Jurnal Agrotek Tropika
Chitosan. Technomic Pub.Co,.Inc., Vol. 1; No. 55-60
Lancaster.
Wills, R.H.H, T.H. Lee, D. Graham, W.B.
Harris, H. 2001. Kemungkinan Penggunaan McGlason, dan E.G. Hall. 1981. Post
Edible Film dari Pati Tapioka. Jurnal Harvest an Introduction to the Physiology
Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Vol 3, No. 2, and Handling of Fruits and
hlm 99-106. Vegetables. New South Wales University Press.
163 p.
Kalie, B. 1999. Mengatasi Buah Rontok, Busuk
dan Berulat. Penebar Swadaya, Jakarta. Winarno, F. G. dan Wirakartakusumah. 1981.
Fisiologi Lepas Panen. Sastra Hudaya,
Martoredjo, T. 2009. Ilmu Penyakit Pasca Panen. Jakarta.
Edisi ke-1. Jakarta: Bumi Aksara. 209:109-
111 Winarno, F. G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. M-
Brio Press, Bogor.
Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen,
Penanganan dan Pemanfaatan Buah- Zhang, D. dan P.C. Quantrick. 1997. Effect of
buahan dan Sayuran Tropika dan chitosan coating on enzymatic browning
Subtropika. Gadjah Mada University Press, and decay during posharvest storage of
Yogyakarta. litchi (Lichi chinensis) fruit. Postharvest Bio.
Technology. 12 : 195-202
Ranganna, S. 1978. Manual of Analysis for Fruit
and Vegetable Products. Mc. Graw Hill
Publishing Company Limited, New Delhi.

46

Anda mungkin juga menyukai