Anda di halaman 1dari 9

Volume 3 Nomor 1, Juli 2022, Hal 46-54

PENGARUH KONSENTRASI GLUKOMANAN SEBAGAI EDIBLE COATING


TERHADAP KADAR AIR DODOL RUMPUT LAUT SELAMA PENYIMPANAN

EFFECT OF GLUCOMANAN CONCENTRATION AS AN EDIBLE COATING ON


MOISTURE CONTENT OF SEAWEED DODOL DURING STORAGE

Rina Heldiyanti1*, Riezka Zuhriatika Rasyda2, Destiana Adinda Putri1

1)
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Bumigora, Nusa Tenggara
Barat, Indonesia
2)
Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri,
Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, Indonesia

*Corresponding author: rina@universitasbumigora.ac.id

ABSTRAK
Glukomanan akan membentuk lapisan tipis mirip gel jika dilarutkan dalam air panas. Sifat
ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai kemasan pangan yang bersifat edible coating. Dodol
rumput laut merupakan pangan semi basah. Penurunan mutu dodol rumput laut dapat
diindikasikan dari penurunan kadar airnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi glukomanan sebagai edible coating terhadap kadar air dodol rumput laut selama
penyimpanan. Penelitian dilakukan secara eksperimental di laboratorium menggunakan
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan konsentrasi glukomanan (M1: 0%, M2: 1%, M3: 1,5%,
M4: 2% dan M5: 2,5%) sebagai faktor tunggal dengan 3 kali ulangan. Data dianalisis
menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) pada taraf nyata 5% sedangkan uji lanjut
menggunakan uji BNJ (Beda Nyata Jujur). Hasil penelitian menunjukkan bahwa glukomanan 2%

46
merupakan konsentrasi terbaik untuk edible coating dodol rumput laut, yaitu dapat mencegah
penurunan kadar air menjadi hanya 10% selama 14 hari penyimpanan.
Kata kunci: edible coating, glukomanan, kadar air, dodol rumput laut

ABSTRACT
Glucomannan will form a thin gel-like layer when dissolved in hot water. This
characteristic has the potential to be developed as food packaging with edible coating
characteristic. Seaweed dodol is an intermediate moisture food. The quality reduction of seaweed
dodol can be indicated by its moisture content reduction. This study aimed to determine the effect
of glucomannan concentration as an edible coating on moisture content of seaweed dodol during
storage. The study was conducted experimentally in the laboratory using a completely
randomized design (CRD) with the concentration of glucomannan (M1: 0%, M2: 1%, M3: 1.5%,
M4: 2% and M5: 2.5%) as a single factor. Data were analyzed using ANOVA (Analysis of
Variance) at 5% significant level, while the follow-up test used HSD (Honestly Significant
Difference) test. The result showed that 2% glucomannan was the best concentration for edible
coating of seaweed dodol, which was able to prevent the reduction of the moisture content to
only 10% for 14 days of storage.
Keywords: edible coating, glucomannan, moisture content, seaweed dodol

PENDAHULUAN
Dodol merupakan makanan tradisional yang umumnya berbahan utama santan kelapa,
tepung ketan, gula pasir, gula merah, dan garam. Diversifikasi pengolahan dodol cukup banyak
dilakukan untuk menghasilkan jenis dan rasa dodol yang bervariasi melalui penambahan atau
substitusi bahan baku seperti halnya dodol rumput laut. Dodol rumput laut disebut juga sebagai
pangan semi basah (intermediate moisture food) dengan karakteristik tekstur yang kenyal dan
rasa manis, umumnya diolah dengan menggunakan bahan dasar berupa rumput laut jenis
Eucheuma cottonii (kering atau setengah jadi) dan bahan tambahan seperti gula, tepung, santan
kelapa, garam, vanili dan lainnya. Penggunaan rumput laut Eucheuma cottonii bertujuan untuk
memperbaiki tekstur, meningkatkan kadar iodium dan serat makanan, sehingga dodol juga dapat
berfungsi sebagai pangan fungsional (Astawan, dkk. 2004).
Pangan semi basah memiliki umur simpan yang relatif singkat karena kadar air yang
dimiliki cukup tinggi. Kadar air ini menyebabkan umur simpan dodol relatif pendek berkisar
antara 4‒5 hari. Dodol rumput laut memiliki batas maksimum kadar air sebesar 20%, sehingga
umur simpannya hanya berkisar antara 2 minggu hingga 1 bulan (Hanifah, 2016). Kadar air
47
merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada pangan semi basah seperti halnya
dodol rumput laut. Kadar air tidak hanya mempengaruhi kenampakan, tekstur, cita rasa, tetapi
juga umur simpan pada bahan pangan tersebut (Sakti, dkk. 2016). Umur simpan dodol rumput
laut dapat ditingkatkan dengan penggunaan kemasan yang tepat. Kemasan yang tepat tidak hanya
dapat memperpanjang umur simpan tetapi juga dapat menjaga cita rasa dodol selama
penyimpanan. Pada umumnya dodol rumput laut dikemas menggunakan kemasan plastik.
Namun seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan bahaya plastik dan
mikroplastik, maka perlu untuk melakukan substitusi kemasan plastik dengan kemasan yang
lebih ramah lingkungan dan aman bagi tubuh. Salah satunya dengan menggunakan edible
coating. Menurut Gennadios, dkk. (1997) edible coating merupakan kemasan primer yaitu
kemasan yang kontak langsung dengan produk, berupa lapisan tipis dan dapat langsung
dikonsumsi. Penggunaan edible coating dapat meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur
simpan karena bertindak sebagai barrier terhadap oksigen dan air, sehingga memperlambat
oksidasi dan menjaga kelembaban. Pengemasan menggunakan edible coating merupakan solusi
untuk mempertahan mutu dodol dan mencegah kerusakan dodol selama penyimpanan.
Berdasarkan Skurtys, dkk. (2010) edible coating dapat diklasifikasikan menjadi 3
kategori menurut sifat komponennya : hydrocolloids (mengandung protein, polisakarida dan
alginat), lemak dan komposit. Menurut Winarti, dkk (2012) materi polimer untuk edible coating
yang paling aman, potensial, dan telah banyak digunakan adalah yang berbasis pati-patian atau
polisakarida. Pati merupakan salah satu jenis polisakarida dari tanaman yang tersedia melimpah
di alam, bersifat mudah terurai (biodegradable), mudah diperoleh dan murah. Edible coating
berbahan dasar polisakarida memiliki banyak keunggulan seperti biodegradable, dapat dimakan,
biocompatible, penampilan yang estetis, dan kemampuannya sebagai penghalang (barrier)
terhadap oksigen dan tekanan fisik selama transportasi dan penyimpanan. Pada buah dan sayur,
edible coating berbahan dasar polisakarida berperan sebagai membran permeabel yang selektif
terhadap pertukaran gas O2 dan CO2, sehingga dapat menurunkan tingkat respirasi dan
memperlambat penurunan mutu. Keuntungan lain coating berbahan dasar polisakarida adalah
memperbaiki flavor, tekstur, dan warna, meningkatkan stabilitas selama penjualan dan
penyimpanan, memperbaiki penampilan, dan mengurangi tingkat kebusukan (Krochta, dkk.
1994).
Salah satu sumber pati yang dapat digunakan sebagai bahan baku edible coating adalah
umbi porang. Porang mengandung glukomanan atau biasanya disebut dengan mannan yang
merupakan polisakarida polimer dari D-mannosa dan D-glukosa. Umbi porang sangat jarang
digunakan untuk konsumsi langsung karena mengandung kristal kalsium oksalat yang
48
menyebabkan rasa gatal, sehingga lebih sering dibuat gaplek atau tepung. Tepung mannan
merupakan tepung yang dibuat dari umbi porang yang mempunyai kandungan glukomannan
lebih tinggi daripada komponen lain yang terdapat dalam tepung tersebut. Glukomanan
mempunyai beberapa sifat yang istimewa, diantaranya adalah dapat membentuk larutan yang
kental dalam air, dapat mengembang dengan daya pengembangan yang besar, dapat membentuk
gel dan dapat membentuk lapisan tipis dengan penambahan gliserin membentuk lapisan yang
kedap air (Koswara, 2013). Sifat ini menjadikan glukomanan dapat dimanfaatkan menjadi
berbagai produk industri, salah satunya adalah sebagai bahan pengemas pangan yang bersifat
edible. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan
glukomanan sebagai bahan baku edible coating terhadap kadar air dodol rumput laut selama dua
minggu penyimpanan.

METODELOGI
Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik, cawan
porselen, penangas air, kain saring, oven, desikator, blender, ayakan 80 mesh dan peralatan gelas
yang umum digunakan di laboratorium. Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah tepung porang, dodol rumput laut, alkohol, larutan CaCl2 2 % dan aquades.

Prosedur Penelitian
Ekstraksi Mannan
Tepung porang dicampur dengan aquades sebanyak 50 ml, lalu dilakukan pemanasan
pada suhu 55ºC selama 1,5 jam, sambil diaduk secara periodik. Bubur tepung umbi porang yang
diperoleh disaring menggunakan kain saring hingga diperoleh ampas dan supernatan (bagian
bening). Supernatan ditampung dalam wadah, sementara itu ampas yang diperoleh diekstrak
kembali dengan cara yang sama hingga diperoleh supernatan. Supernatan yang diperoleh pada
ekstraksi yang kedua (ekstraksi ampas) dicampur dengan supernatan pertama dan diaduk.
Supernatan direndam dalam etanol 95% (25 ml tiap gram tepung porang yang diekstrak) sampai
terbentuk gumpalan yang kemudian disaring. Gumpalan glukomanan tersebut lalu dikeringkan
dengan menggunakan oven pada suhu 60 ºC selama 8 jam hingga diperoleh glukomanan dalam
bentuk kasar. Glukomanan kasar tersebut lalu dihancurkan dengan blender, kemudian diayak
dengan ayakan 80 mesh hingga diperoleh tepung glukomanan halus (Aminah, 1992; Siswanti,
2008).

49
Tahap pembuatan edible coating
Edible coating dibuat dengan cara memasukkan ekstrak mannan kering sebanyak 0%
(kontrol), 1 % (10 g/L), 1,5 % (15 g/L), 2 % (20 g/L), dan 2,5% (25g/L) ke dalam erlenmeyer
berisi aquades, lalu dilarutkan dengan cara dipanaskan menggunakan penangas air pada suhu 80⁰
C selama 5 menit hingga larutan menjadi bening. Setelah itu larutan didiamkan hingga mencapai
suhu 60⁰.

Tahap pelapisan dodol rumput laut


Dodol rumput laut yang baru diproduksi didapatkan dari UD. Merpati, Ampenan,
Mataram. Dodol dicelupkan (dipping) ke dalam edible coating selama 1 menit dan ditiriskan
selama 1 menit. Kemudian dicelupkan ke dalam larutan CaCl2 2% selama 1 menit dan ditiriskan
kembali selama 1 menit. Setelah itu, dodol ditempatkan di dalam kontainer dan disimpan dalam
suhu ruang selama 14 hari.

Uji Kadar air


Pengujian kadar air menggunakan metode gravimetri (Sudarmadji dkk, 1997). Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit pada suhu 100 oC, lalu didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 1 - 2 g sampel ditimbang, dimasukan kedalam cawan porselen
dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110 oC selama 5 jam, kemudian didinginkan dalam
desikator selama 15 menit dan dilakukan penimbangan pertama. Setelah diperoleh hasil
penimbangan pertama, cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali selama 30 menit
setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit. Pengeringan dan penimbangan kembali
dilakukan hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN


Gambar 1 menunjukkan hasil pengukuran rerata kadar air pada dodol rumput laut selama
penyimpanan. Terlihat bahwa kadar air awal dodol rumput laut yang digunakan dalam penelitian
ini mencapai 54%. Jumlah ini melebihi batas kadar air yang ditetapkan dalam SNI 01-2986-1992
untuk produk dodol rumput laut yaitu maksimal 20 %.

50
70%
60%

Rerata Kadar Air %


50%
0%
40%
1%
30%
1,5 %
20% a a a b b a b c d e a b b b b 2%
10%
0% 2,5 %
0 7 14
Lama Penyimpanan (Hari)
*Keterangan: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji BNJ 5%

Gambar 1 Grafik Uji Kadar Air Selama Penyimpanan.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa konsentrasi glukomanan yang digunakan sebagai
edible coating berpengaruh terhadap kadar air dodol rumput laut selama penyimpanan. Hasil uji
lanjut BNJ menunjukkan bahwa pada hari ke 7, semua perlakuan menunujukkan adanya
perbedaan yang nyata terhadap satu sama lain. Semua perlakuan mengalami penurunan kadar air
yang cukup signifikan. Sementara itu pada hari ke 14, perlakuan 1%, 1,5 %, 2% dan 2,5 %
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata satu sama lainnya, namun berbeda nyata dengan
perlakuan 0%. Kadar air pada hari ke 14 cenderung fluktuatif pada semua perlakuan. Perlakuan
0% mengalami penurunan, perlakuan 1% dan 1,5% mengalami peningkatan sedangkan
perlakuan 2% dan 2,5% mengalami penurunan. Perlakuan 1% glukomanan mengalami
penurunan kadar air dari 54% ke 37% dan menjadi 40% di akhir penyimpanan. Perlakuan 1,5%
glukomanan mengalami penurunan dari 53% ke 39% dan menjadi 40% di akhir penyimpanan.
Perlakuan glukomanan 2% mengalami penurunan dari 57% ke 47% dan stabil pada 47% di akhir
penyimpanan, sedangkan perlakuan glukomanan 2,5% mengalami penurunan dari 61% ke 49%
dan menjadi 47% di akhir penyimpanan. Perlakuan 2% glukomanan menunjukkan penurunan
kadar air yang paling kecil (10%) dari perlakuan lainnya dan stabil hingga akhir penyimpanan.
Kadar air dalam dodol mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan. Hal
ini terlihat pada penyimpanan hari ke-7. Kadar air dalam dodol tanpa perlakuan edible coating
mengalami laju penurunan yang sangat tinggi yaitu 25% selama 14 hari penyimpanan, dari
semula 54% ke 30% dan menjadi 29% di akhir penyimpanan. Sementara itu, kadar air dodol
dengan perlakuan glukomanan cenderung mengalami penurunan dengan kisaran yang lebih
rendah yaitu 10-14% dari penyimpanan awal. Dodol yang tidak dilapisi edible coating tidak
mempunyai lapisan penghalang (barrier) yang dapat mencegah penguapan air sehingga kadar
airnya akan terus menurun selama penyimpanan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan edible

51
coating dengan glukomanan mampu menghambat penguapan uap air dari dalam bahan. Sifat
penghambatan ini terkait dengan sifat hidrofilik pada polisakarida (Kester dan Fennema, 1988;
Swenson dkk. 1953).
Kadar air mengalami penurunan pada setiap minggunya akibat adanya tekanan uap air
yang lebih besar dari dalam dodol. Hal ini sesuai dengan pendapat Nollet (1996) yang
menyatakan bahwa penurunan kadar air disebabkan perpindahan uap air antara dodol dengan
lingkungan sekitarnya. Menurut Sudarmadji, (1997) secara alami bahan pangan bersifat
higroskopis, yang berarti dapat menyerap air dari udara lingkungan sekitar dan juga sebaliknya
dapat melepaskan sebagian air yang terkandung dalam produk pangan tersebut, hingga akhirnya
tercapai kadar air kesetimbangan dengan kelembaban relatif udara di sekelilingnya. Hal tersebut
sejalan dengan Nairfana (2013) yang menyatakan bahwa kadar air di dalam bahan yang dilapisi
edible coating lebih tinggi dibandingkan kadar air lingkungan, sehingga terjadi penguapan atau
penurunan kadar air secara perlahan-lahan dari dalam bahan.
Penelitian oleh Triwarsita (2013) pada pengemasan jenang dodol menggunakan edible
coating dengan penambahan gliserol menunjukkan bahwa secara keseluruhan, sampel jenang
dodol yang dikemas dengan edible coating memiliki kandungan air yang lebih tinggi dari sampel
yang tidak dikemas edible. Selama penyimpanan hingga 12 hari semua sampel jenang dodol
mengalami penurunan kadar air. Kadar air terendah sampai hari terakhir penyimpanan adalah
sampel kontrol dengan nilai 22.1255%. Kadar air tertinggi adalah sampel edible coating gliserol
2.0% dengan nilai 25.5434%. Nasyiah, dkk. (2014) menunjukan bahwa dodol rumput laut kontrol
memiliki nilai kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan dodol rumput laut yang
menggunakan edible coating natrium alginat. Tingginya kadar air pada dodol rumput laut dengan
edible coating alginat dikarenakan metode coating yang digunakan ialah dipping (perendaman).
Metode tersebut dapat menyebabkan larutan coating terserap oleh dodol, sehingga menaikan
kadar air bahan.

KESIMPULAN
Kadar air dalam dodol mengalami penurunan seiring dengan lamanya penyimpanan.
Kadar air dodol tanpa perlakuan edible coating mengalami laju penurunan yang sangat tinggi
yaitu sebesar 25% selama 14 hari penyimpanan. Sementara itu, dodol yang dikemas edible
coating dengan perlakuan 2% glukomanan menunjukkan penurunan kadar air yang paling kecil
(10%) dari perlakuan lainnya dan stabil hingga akhir penyimpanan.

52
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, S., 1992. Kajian Pembentukan Gel Glukomanan dari Umbi Porang (Amorphopallus
oncophylus Pr.) Hasil Pengendapan Glukomanan Dengan Menggunakan Alkohol. Dalam
Siswanti, 2008. Karakterisasi Edible Film Komposit dari Glukomanan Umbi Porang
(Amorphopallus muelleri Blume) dan Maizena. [Skripsi]. Solo: Universitas Sebelas
Maret.
Astawan M., Sutrisno K., dan Fanie H. 2004. Pemanfaatan rumput laut (Eucheuma cottonii)
untuk meningkatkan kadar iodium dan serat pangan pada selai dan dodol. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan. 15(1).
Hanifah, R. (2016). Pendugaan umur simpan dodol tomat (Lycopersicum pyriforme)
menggunakan metode accelerated shelflife testing (ASLT) model Arrhenius. [Disertasi].
Bandung: Universitas Pasundan.
Gennadios, A., Hanna, M. A., dan Kurth, L. B. 1997. Application of edible coating on meats,
poultry and seafoods: a review. LWT Food Science and Technology. 30: 337– 350.
Kester, J.J. dan O.R. Fennema. 1988. Edible films and coatings: a review. Food Technol. 42:47–
59.
Koswara, S. 2013. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian: Pengolahan Umbi Porang. SEAFAST
Center. http://seafast.ipb.ac.id/. [Diakses pada 14 April 2022].
Krochta, J.M., E.A. Baldwin, and M.O. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to
Improve Food Quality. Lancaster: Technomic Publishing.
Nairfana, I. 2013. Kajian Efektivitas Karaginan dari Rumput Laut Jenis Euchema Spinosum
Sebagai Edibel Coating Terhadap mutu Dodol Rumput Laut Selama Penyimpanan.
[Skripsi]. Mataram: Universitas Mataram.
Nasyiah, Y.S., Darmanto, Wijayanti, I. 2014. Aplikasi Edible Coating Natrium Alginat Dalam
Menghambat Kemunduran Mutu Dodol Rumput Laut. Jurnal Pengolahan dan
Bioteknologi Hasil Perikanan .Volume 3 (4).
Nollet, L.M.L. 1996. Handbook of Food Analysis Volume 1. Marcel Dekker Inc., New York.
Sakti, H., Lestari, S., & Supriadi, A. (2016). Perubahan mutu ikan gabus (Channa striata) asap
selama penyimpanan. Jurnal Fishtech. 5(1): 11-18.
Skurtys, O., Acevedo C., Pedreschi F., Enrione J., Osorio F., dan Aguilera J. M. 2010. Food
Hydrocolloid Edible Films and Coatings. Departement of Food Science and Technology,
Universidad de Santiago de Chile, Chile.
Sudarmadji, S. 1997. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian Liberty. Yogyakarta.

53
Swenson, H.A., J.C. Miers, T.H. Schultz, dan H.S. Owens. 1953. Pectinate and pectate coatings.
II. Application to nut and fruit products. Food Technol. 7:232–235.
Triwarsita, W.S.A., Atmaka, W., Muhammad, D.R.A. 2013. Pengaruh Penggunaan Edible
Coating Pati Sukun (Artocarpus Altilis) Dengan Variasi Konsentrasi Gliserol Sebagai
Plasticizer Terhadap Kualitas Jenang Dodol Selama Penyimpanan. Jurnal Teknosains
Pangan.
Winarti, C., Miskiyah, dan Widaningrum. 2012. Teknologi produksi dan aplikasi pengemas
edible antimikroba berbasis pati. Jurnal Litbang Pertanian. 31(3).

54

Anda mungkin juga menyukai