ABSTRAK
ABSTRACT
Lindur fruit (Bruguiera gymnorrhiza Lamk.) has opportunities to be explored as an alternative food
because it contains high carbohydrate that can be processed into flour. Lindur fruits contain antinutrient,
namely tannin and hydrogen cyanide (HCN) that of which concentration should be reduced first before
processing to be safe for consumption. This study aims to determine the concentration of rice husk ash and
the right soaking time to decrease the level of tannins and HCN of the lindur fruit flour into safe limits
level for consumption. This research used Randomized Group Design with two factors, namely rice husk
ash concentration (20, 25, 30% w/w) and immersion time (12, 24, 36 hours). Analysis of variance was
used as statistical data analysis of the research. Duncan Multiple Range Test on the level of significancy
1% was used to test the different among treatment. The result shown that soaking lindur fruit at the con-
centration 30% w/w of husk ash solution in 24 hours can be reduced anti-nutrient substance to the safe
limit for consumption, with the remaining tannin levels at 0.206% and 3.435 ppm of HCN. Lindur fruit
drying to be processed into flour used temperature of 70 oC can reduced moisture content of 8.468% in 10
hours and produced the flour which meet the requirements as a brownish color food, 96.271% absorption of
water, yield at 18.940%, 82.092% of carbohydrate, 5.597% of protein, 1.797% of fat, 18.476% of amylose,
8.701% of crude fiber, 1.609% of ash, 0.192% of tannins, and 3.375 ppm of HCN.
187
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
188
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
189
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
Tabel 2. Efek konsentrasi abu sekam dan waktu perendaman terhadap penurunan kadar tanin
dan HCN
Kadar Tanin (%) Kadar HCN (ppm)
Perlakuan
(Basis Kering) (Basis Kering)
A1W1 (abu sekam 20%, waktu 12 jam) 0.601 d 10.097 f
A1W2 (abu sekam 20%, waktu 24 jam) 0.451 c 7.589 d
A1W3 (abu sekam 20%, waktu 36 jam) 0.309 b 4.929 b
A2W1 (abu sekam 25%, waktu 12 jam) 0.547 d 9.297 e
A2W2 (abu sekam 25%, waktu 24 jam) 0.413 c 6.161 c
A2W3 (abu sekam 25%, waktu 36 jam) 0.295 b 4.880 b
A3W1 (abu sekam 30%, waktu 12 jam) 0.452 c 7.609 d
A3W2 (abu sekam 30%, waktu 24 jam) 0.206 a 3.435 a
A3W3 (abu sekam 30%, waktu 36 jam) 0.195 a 3.363 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata pada uji
Duncan 1%
190
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
sekam untuk mengikat tanin sehingga tanin Dari penelitian Nibeyu and Essubalew
dalam buah lindur yang terlarut semakin (2011), diperoleh hasil bahwa perlakuan
meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat perendaman singkong dalam air selama
Suryaningrum, dkk. (2007) bahwa salah 24 jam dapat menurunkan kadar HCN
satu faktor yang mempengaruhi kelarutan hingga 90.10%. Dijelaskan oleh Sitepu
suatu zat adalah waktu perendaman, dimana (2009) bahwa HCN dalam bahan pangan
semakin lama waktu terjadinya kontak dapat dikurangi dengan beberapa cara,
antara bahan dan pelarut (air) maka semakin diantaranya perendaman dalam air karena
banyak senyawa dari dalam bahan yang HCN merupakan senyawa yang mudah
terlarut. larut dalam air.
191
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
Tabel 3. Efek suhu pengeringan terhadap waktu pengeringan dan kadar air konstan
Suhu Pengeringan Waktu Pengeringan (jam) Kadar Air Konstan (%)
T1 (50 C)
o
14 8.480
T2 (60 C)
o
12 8.474
T3 (70 C)
o
10 8.468
Efek Suhu Pengeringan terhadap Kadar tinggi suhu pengeringan yang digunakan
Air Buah Lindur maka semakin cepat pencapaian kadar air
Buah lindur dengan kadar tanin dan konstan pada buah lindur. Pada penggunaan
HCN yang rendah, selanjutnya dikeringkan suhu 70 oC, pengeringan buah lindur hingga
menggunakan suhu yang berbeda (50, 60, diperoleh kadar air konstan memerlukan
dan 70 oC) dengan tujuan untuk menentukan waktu pengeringan paling cepat, yaitu 10
suhu pengeringan yang efektif hingga jam, penggunaan suhu 60 oC memerlukan
diperoleh kadar air buah yang konstan. Efek waktu 12 jam sedangkan penggunaan suhu
suhu pengeringan terhadap waktu yang 50 oC memerlukan waktu paling lambat, yaitu
diperlukan hingga diperoleh kadar air buah 14 jam. Hal ini disebabkan penggunaan suhu
lindur konstan disajikan pada Tabel 3. yang semakin meningkat mengakibatkan
Tabel 3 menunjukkan adanya penu- air terikat atau air bebas dalam bahan lebih
runan waktu pengeringan buah lindur dengan cepat keluar atau menguap.
semakin meningkatnya suhu pe-ngeringan Data ini didukung oleh penelitian Aviara
yang digunakan, waktu yang diperlukan dan Ajibola (2001) bahwa peningkatan suhu
hingga tercapai kadar air konstan berkisar pengeringan akan diikuti dengan penurunan
antara 10-14 jam. Kadar air optimal konstan kadar air pada biji maupun umbi yang
yang dicapai pada masing-masing perlakuan semakin cepat akibat penguapan air dalam
suhu tidak terdapat perbedaan yang bahan yang semakin cepat pula. Ditambahkan
signifikan, pada penggunaan suhu 50, 60, dan oleh Hariyadi (2011), penurunan kadar air dari
70 oC masing-masing adalah 8.480, 8.474, dan bahan berbanding lurus dengan peningkatan
8.468%. Dari data tersebut dapat ditentukan suhu pengeringan karena semakin tinggi
suhu 70 oC merupakan suhu pengeringan suhu yang digunakan akan menyebabkan
paling efisien karena memerlukan waktu perambatan panas pada bahan semakin cepat
paling cepat, yaitu 10 jam. sehingga air dalam bahan cepat menguap.
Pencapaian kadar air konstan Selain itu kecepatan penurunan kadar
akibat penurunan berat bahan sebagai air dan keseragaman tingkat kekeringan juga
efek penggunaan suhu pengeringan yang tergantung pada ukuran bahan, semakin
berbeda disajikan pada Gambar 1. Semakin kecil ukuran bahan maka proses pengeringan
192
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
semakin cepat pula karena luas permukaan dipengaruhi oleh jumlah air serta komponen
bahan semakin besar. Pada penelitian ini lain yang hilang pada proses pengolahan
menggunakan ukuran ketebalan bahan (pengeringan). Penurunan kandungan air
kurang lebih 2-3 mm dengan tujuan untuk pada bahan menyebabkan berat bahan
mempermudah terjadinya dehidrasi untuk juga menurun, semakin banyak kadar air
mencapai kadar air minimal yang konstan. dari dalam bahan yang hilang/menguap
maka rendemen semakin rendah. Selain itu,
Karakteristik Komposisi Kimiawi Tepung tingkat rendemen tepung juga dipengaruhi
Buah Lindur oleh umur panen dan kandungan serat
Tepung buah lindur yang diperoleh kasar dalam bahan baku. Menurut Chayati
sebagai hasil proses pengolahan lebih lanjut dkk (2008), rendemen tepung dipengaruhi
setelah pengeringan buah dikarakterisasi oleh serat yang terkandung dalam bahan.
untuk memperoleh informasi tentang Jika bahan memiliki serat kasar yang
komposisi kimiawi (komponen nutrisi dan tinggi dan sukar dihaluskan maka tidak
antinutrisi) dari tepung tersebut. Hal ini dapat lolos dalam pengayakan, hal ini
dilakukan agar diketahui kelayakan tepung akan mempengaruhi jumlah tepung yang
buah lindur sebagai bahan pangan. Hasil dihasilkan.
karakterisasi komposisi kimiawi dan sifat fisik
tepung buah lindur pada suhu pengeringan Kadar Air
70 oC disajikan pada Tabel 4 dan 5. Kadar air tepung buah lindur yang
Untuk mengetahui kelayakan tepung diperoleh dengan suhu pengeringan 70 oC
buah lindur sebagai bahan pangan, maka yang disajikan pada Tabel 4 adalah 8.468%.
sebagai bahan perbandingan, disajikan Data ini memperlihatkan bahwa kadar
komposisi kimiawi tepung beras, tepung air tepung buah lindur yang dihasilkan
jagung dan tepung singkong berdasarkan sudah memenuhi syarat mutu tepung
standar yang ditetapkan oleh SNI pada karena lebih rendah apabila dibandingkan
Tabel 6. dengan kadar air maksimum pada
tepung beras, jagung dan singkong yang
Rendemen dikeluarkan oleh SNI pada Tabel 6, yaitu
Berdasarkan Tabel 4, diperoleh masing-masing sebesar 13% (SNI 01-3549-
rendemen tepung buah lindur sebesar 2009), 10% (SNI 01-3727-1995), dan 12%
18.940%. Tinggi rendahnya rendemen (SNI 01-2997-1996).
Tabel 4. Hasil karakterisasi komposisi kimiawi tepung buah lindur pada suhu pengeringan 70 oC
Komponen Kadar (Basis Kering)
Rendemen (%) 18.940
Karbohidrat (%) 82.092
Protein (%) 5.597
Lemak (%) 1.797
Amilosa (%) 18.476
Serat Kasar (%) 8.701
Abu (%) 1.609
Tanin (%) 0.192
HCN (ppm) 3.375
Tabel 5. Hasil karakterisasi sifat fisik tepung buah lindur pada suhu pengeringan 70 oC
Komponen Derajat
Tingkat Kecerahan (L*) 54.705
Tingkat Warna Kemerahan (a*) 16.302
Tingkat Warna Kekuningan (b*) 17.553
Daya Absorbsi Air (%) 96.271
193
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
Tabel 6. Komposisi kimiawi tepung beras, jagung, dan singkong berdasarkan SNI
Kadar (Basis Kering)
Komponen Tepung Beras Tepung Jagung Tepung Singkong
SNI 01-3549 2009 SNI 01-3727-1995 SNI 01-2997-1996
Karbohidrat (%) 92.103 84.311 95.682
Protein (%) 6.839 8.733 1.250
Lemak (%) 1.632 5.155 0.568
Amilosa (%) 19.655 18.889 18.523
Abu maksimum (%) 1.149 1.667 1.704
Serat kasar maksimum (%) 3.448 4.444 4.545
HCN maksimum (ppm) 45.454
Kadar air yang diperoleh pada rendah apabila dibandingkan dengan hasil
penelitian ini juga lebih rendah apabila penelitian yang dilakukan di IPB yaitu
dibandingkan dengan penelitian Crissanty sebesar 90.956% (Purnobasuki, 2011). Hal
(2012) yang memperoleh kadar air tepung ini diduga disebabkan beberapa faktor,
lindur sebesar 10.973% maupun penelitian diantaranya tempat tumbuh, umur panen
yang dilakukan oleh IPB bekerja sama maupun proses pengolahan.
dengan Badan Bimas Ketahanan Pangan
Nusa Tenggara Timur , yaitu sebesar 11.632% Protein
(Sadana, 2007). Produk dalam bentuk tepung Berdasarkan Tabel 4, kadar protein
memang dianjurkan agar memiliki tingkat yang terdapat pada tepung buah lindur
kadar air yang rendah karena produk sebesar 5.597%. Hasil ini menunjukkan
ini sangat riskan terhadap pertumbuhan bahwa kadar protein tepung buah lindur
jamur selama proses penyimpanan. Sesuai lebih rendah apabila dibandingkan dengan
dengan pendapat Hariyadi (2011), selain protein tepung beras, yaitu sebesar 6.839%
mempengaruhi terjadinya perubahan kimia, (SNI 01-3549-2009) maupun jagung, yaitu
kandungan air dalam bahan pangan juga sebesar 8.733% (SNI 01-3727-1995) tetapi
ikut menentukan kandungan mikroba pada lebih tinggi daripada protein tepung
produk pangan tersebut. singkong, yaitu sebesar 1.250% (SNI 01-2997-
1996). Menurut Ginting dkk, (2005), kadar
Karbohidrat protein pada tepung selain terigu dikatakan
Karbohidrat terdapat dalam jumlah cukup tinggi apabila memiliki nilai diatas
dominan sebagai penyusun komposisi 2.5% sehingga dengan kandungan protein
nilai gizi tepung buah lindur, pada Tabel sebesar 5.597% tersebut, tepung buah lindur
4 dapat dilihat kadar karbohidrat sebesar layak dimanfaatkan sebagai bahan pangan.
82.092%. Data ini hampir menyamai
kandungan karbohidrat tepung jagung Lemak
yang disajikan pada Tabel 6, yaitu sebesar Sama halnya dengan kadar air, kadar
84.311%. Kadar karbohidrat yang cukup lemak yang terlampau tinggi juga kurang
tinggi ini menandakan bahwa tepung buah menguntungkan dalam proses penyimpanan
lindur mempunyai nilai kalori cukup tinggi tepung karena dapat menyebabkan
sehingga dapat digunakan sebagai bahan ketengikan. Pada Tabel 4 dapat dilihat kadar
pangan alternatif berbasis karbohidrat. lemak tepung buah lindur yang dihasilkan
Menurut Winarno (2004) karbohidrat sangat sebesar 1.797%. Rendahnya kadar lemak
penting untuk memenuhi kecukupan tersebut dapat memperpanjang masa simpan
kalori terbesar selain dari protein dan tepung buah lindur karena menghambat
lemak. Dijelaskan oleh Brisske et al., (2004), terjadinya oksidasi sehingga dapat mencegah
karbohidrat menyumbangkan lebih dari 50% terjadinya ketengikan. Dijelaskan oleh
kalori dengan nilai 4 kkal/g karbohidrat. Ketaren (2008) bahwa kerusakan oksidatif
Namun demikian kadar karbohidrat yang pada bahan makanan yang mengandung
diperoleh dalam penelitian ini masih lebih lemak tinggi merupakan masalah yang
194
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
195
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
sebesar 3.375 ppm. Sebagai zat antinutrisi, asli pada bahan tersebut mula-mula berubah
kederadaan HCN dalam makanan tidak boleh warna menjadi keemasan, kemudian coklat
melebihi batas maksimal yang ditetapkan kemerahan, dan menjadi warna coklat.
oleh FAO, yaitu sebesar 50 ppm sedangkan Dijelaskan oleh Harrison and Dake (2005)
berdasarkan SNI 01-2997-1996 (Syarat bahwa pada reaksi Maillard gugus karbonat
Mutu Tepung Singkong), batas maksimal dari glukosa bereaksi dengan nukleofilik
kandungan HCN, yaitu sebesar 45.454 ppm. gugus amino dari protein yang menghasilkan
Sisa kadar HCN yang diperoleh dalam warna khas (coklat).
penelitian ini menandakan bahwa tepung
buah lindur yang dihasilkan memenuhi Daya Absorbsi Air
persyaratan sebagai bahan pangan karena Pada Tabel 5 dapat dilihat daya
terdapat dalam jumlah yang sangat kecil. absorbsi tepung terhadap air sebesar
96.271%. Granula tepung tidak dapat larut
Warna dalam air dingin tetapi dapat menyerap air
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat dan membengkak. Menurut Richana dan Titi
bahwa warna dari tepung buah lindur (2004), granula tepung dapat menyerap air
mempunyai derajat kecerahan (L*) 54.705; dalam jumlah tertentu yang menyebabkan
derajat warna kemerahan (a*) 16.302 dan tepung menjadi mengembang. Sifat ini sangat
derajat warna kekuningan (b*) 17.553. menentukan sifat adonan yang dihasilkan,
Derajat warna kemerahan dan kekuningan semakin tinggi daya serap terhadap air
yang hampir sama menyebabkan tepung maka adonan semakin lentur. Dijelaskan
buah lindur mempunyai warna kecoklatan oleh Azizah (2007), apabila tepung bereaksi
yang dapat menurunkan derajat kecerahan. dengan air akan mengadakan interaksi
Warna kecoklatan yang terbentuk atau gaya tarik menarik dengan medium
berhubungan dengan reaksi pencoklatan pendispersi sehingga rongga-rongga antar
enzimatis dari senyawa fenolik yang sel akan terisi oleh air yang mengakibatkan
terkandung dalam buah lindur maupun kekakuan sel menurun.
reaksi pencoklatan non enzimatis terutama
reaksi Maillard. Berlangsungnya kedua SIMPULAN
tipe reaksi tersebut sangat dipengaruhi
oleh suhu pengeringan yang digunakan. Perendaman buah lindur dalam
Purnobasuki (2011) melaporkan bahwa larutan abu sekam padi pada konsentrasi
tepung buah lindur mempunyai derajat 30% (b/b) selama 24 jam dapat menurunkan
putih yang rendah tetapi justru dalam kadar tanin dan HCN dalam buah lindur
aplikasi untuk pengolahan pangan tidak sampai batas aman untuk dikonsumsi. Proses
dibutuhkan pewarna makanan. pengolahan tepung pada suhu pengeringan
Reaksi pencoklatan enzimatis terhadap 70 oC selama 10 jam menghasilkan tepung
senyawa fenolik tersebut banyak dikatalisis buah lindur dengan sifat fisik dan kimia
oleh enzim katekol oksigenase (dalam bentuk yang memenuhi persyaratan sebagai bahan
polifenol oksidase) yang keluar apabila pangan.
bahan terluka. Pada tahap awal terjadi reaksi
hidroksilase monofenol menjadi difenol DAFTAR PUSTAKA
selanjutnya oksidasi difenol menjadi kuinon
yang berkontribusi terhadap warna gelap, AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of
kuning, oranye, dan coklat (Harrison and The Association of Official Analytical
Dake, 2005). Selain disebabkan oleh adanya Chemist. Association of Official
reaksi enzimatis, timbulnya warna coklat Analytical Chemist. Washington, D.C.
juga disebabkan oleh reaksi non enzimatis Ambarsari, Indrie, Sarjana, dan Abdul
akibat proses pemanasan. Choliq. 2009. Rekomendasi dalam
Menurut McWilliam (2001), proses Penetapan Standar Mutu Tepung
pemanasan dapat menyebabkan terjadinya Ubi Jalar. Balai Pengkajian Teknologi
reaksi maillard antara gula pereduksi dari pati Pertanian (BPTP). Jawa Tengah.
dan asam amino (gugus amino primer) dari Aviara NA and Ajibola OO. 2001.
protein yang menghasilkan pembentukan Thermodynamics of Moisture Sorption
warna coklat. Perubahan warna yang terjadi in Melon Seed and Cassava. Journal of
selama reaksi maillard terjadi karena warna Food Engineering 55 :107–113.
196
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
Awika JM, Yang LY, Browning JD, and Faraj with Proteins. Journal of Pharmaceutical
A. 2009. Comparative Antioxidant, and Biomedical Analysis. 51: 490-495.
Antipoliferatif and Phase II Enzyme Fortuna J. 2005. Ditemukan Buah Bakau
Inducing Potential of Sorghum Sebagai Makanan Pokok. Dilihat
(Sorghum bicolor) Varieties. LWT - Food 3 Desember 2011. <http://www.
Science and Technology Journal. 42: 1041- tempointeraktif.com.>
1046. Ginting E, Widodo Y, Rahayuningsih SA,
Azizah N. 2007. Evaluasi Sifat Fisiko-Kimia dan Jusuf M. 2005. Karakteristik
dan Sensoris Jenang (Kajian Pengaruh Pati Beberapa Varietas Ubi Jalar.
Jenis dan Proporsi Tepung Ketan - Jurnal Penelitian Tanaman Pangan.
Ubi Jalar (Ipomea batatas L.) Varietas Puslitbangtan. Bogor, 1(24):8-17.
Ayamurasaki dan Klon MSU 163- Hagerman AE. 2002. Tannin Chemistry.
9. Fakultas Teknologi Pertanian, Departement Chemistry and Bio-
Universitas Brawijaya. Malang. chemistry. Miami University. Oxford,
Bayu A. 2009. Hutan Mangrove sebagai Salah USA.
Satu Sumber Produk Alam Laut. Jurnal Hariyadi P. 2011. Pengeringan (Drying)/
Oseana 34 (2) : 15-23. Dehidrasi (Dehydration). Departemen
Baskin SI and Brewer TG. 2006. Cyanide Ilmu dan Teknologi Pangan, Fateta,
Poisoning Chapter Pharmacology Division. IPB. Bogor.
Army Medical Research Institute of Harrison and Dake. 2005. An Expeditions
Chemical Defense, Aberdeen Proving High Yielding Construction of the
Ground, Maryland. USA. Food Aroma Compounds 6-acetyl-
Bengen D. 2002. Sinopsis Ekosistem dan 1,2,3,4-tetradydropyridine and 2-
Sumber Daya Alam Pesisir dan Laut. acetyl-1-pyrraline. Journal Org. Chem.
Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir dan 70(26) : 10872-10874.
Lautan IPB, Bogor. Hartati NS dan Prana TK. 2003. Analisis Kadar
Brisske LK, Lee SY, Klein BP, and Cadwallder Pati dan Serat Kasar Tepung Beberapa
KR. 2004. Development of a Prototype Kultivar Talas (Colocasia esculenta L.
High-Energy, Nutrient-Dense Food Schott). Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI,
Product for Emergency Relief. Univ. of Cibinong. Bogor. Jurnal Natur Indonesia
Illionis Urbana-Champaign. 6(1): 29-33
Brown B. 2006. Cooking with Mangroves. Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna
Yayasan Mangrove by Mangrove pada Habitat Mangrove. Dilihat
Action Project – Indonesia. tanggal 15 Oktober 2011. <http://www.
Chayati I, Handayani THW, Nugraheni M, irwantoshut.com.>
dan Ratnaningsih N. 2008. Teknologi Ketaren. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan
Pengolahan Pati Garut dan Diversifikasi Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.
Produk Olahannya Dalam Rangka Lewless DM and Heymanann. 1998. Sensory
Peningkatan Ketahanan Pangan. Evaluation of Food. Chapman and Hall.
Jurusan Pendidikan Teknik Boga dan New York
Busana. Fakultas Teknik Universitas Lidiasari E, Merynda IS, dan Friska S. 2006.
Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Pengaruh Perbedaan Suhu Pengeringan
Crissanty PA. 2012. Penurunan Kadar Tanin Tepung Tapai Ubi Kayu terhadap Mutu
pada Buah Mangrove Jenis Brugueira Fisik dan Kimia yang dihasilkan. Jurusan
gymnorrhiza, Rhyzophora stylosa dan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Avicennia marina Untuk Diolah Menjadi Universitas Sriwijaya. Jurnal Ilmu-Ilmu
Tepung Mangrove. Jurusan Teknologi Pertanian Indonesia. 8(2): 141-146.
Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, McWilliams M. 2001. Food Experimental Perspec-
Universitas Brawijaya. Malang. tives. Prentise Hall Inc. New Jersey.
Elwood VR. 2006. Activated Carbon Basic. Muchtadi. 1992. Petunjuk Laboratorium
Dilihat 10 Nopember 2011. <http:// Teknologi Pengolahan Pangan Nabati.
www.wqpmag.com>. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Frazier RA, Deaville ER, Green RJ, Stringano Nebiyu A and Getachew E. 2011. Soaking
E, Willoughby I, Plant J, and Mueller- and Drying of Cassava Roots Reduced
Harvey I. 2010. Interaction of Tea Cyanogenic Potential of Three Cassava
Tannins and Condensed Tannins Varieties at Jimma, Southwest Ethiopia.
197
Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 13 No. 3 [Desember 2012] 187-198
Produksi Tepung Buah Lindur [Sulistyawati, dkk]
198