ABSTRAK
Kerupuk basah merupakan makanan yang terbuat dari ikan dan tepung sagu. Daya simpan
makanan tersebut sangat terbatas. Salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan kerupuk
basah yaitu menggunakan edible coating. Bahan edible coating yang digunakan pada
penellitian ini yaitu pati dan kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik pati
dan menjelaskan pengaruh penggunaan edible coating pati-kitosan, kitosan dan pati. Pati
diperoleh dari umbi talas (Colacasia Esculenta (L) Shott) dengan kadar air, kadar abu dan
kadar pati berturut-turut yaitu 13,5648%; 14,0421% dan 88,146%. Pembuatan edible coating
pati-kitosan dan kitosan dilakukan dengan variasi massa kitosan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram dalam
asam asetat 1% dan edible coating pati dengan variasi massa pati 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram.
Variabel pengujian penelitian ini yaitu massa kitosan dan lama waktu penyimpanan. Parameter
analisis yang ditentukan yaitu kadar protein dan uji mikrobiologi. Analisis statistik menunjukan
bahwa variasi massa kitosan dan massa pati tidak berpengaruh nyata terhadap lamanya waktu
penyimpanan. Hasil penelitian menunjukan bahwa edible coating kitosan dengan massa 5 gram
lebih baik dalam mempertahankan kualitas kerupuk basah selama dua hari waktu penyimpanan
daripada edible coating pati-kitosan dan edible coating pati terhadap kerupuk basah.
10
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
rendah dan sifat penghalang terhadap uap desikator, labu kjedhal, dan seperangkat
air juga rendah karena sifat hidrofilik pati. alat destilasi.
Edible coating dapat dicampur dengan Bahan-bahan yang digunakan dalam
bahan lain, salah satunya adalah penelitian ini antara lain umbi talas,
biopolimer. larutanasam asetat (CH3COOH), aquades
Biopolimer bersifat hidrofobik yang (H2O), gliserol, padatan iodin, padatan
berfungsi untuk memperbaiki karakteristik kalium iodida (KI), padatan kitosan
edible dari pati sekaligus memiliki aktivitas komersial, padatan natrium hidroksida
antibakteri adalah kitosan. Penggunaan (NaOH), padatan kalium sulfat (K2SO4),
edible kitosan sebagai antibakteri telah larutan asam sulfat (H2SO4), larutan asam
dilakukan Darmanto et al. (2010) pada klorida (HCl), padatan asam borat (H2BO3),
Staphylococus aureus dengan film dari campuran selenium, indikator pp,larutan
gelatin-kitosan sebagai antibakteri luff-schoorls (asam sitrat (C6H8O7), padatan
menunjukan sifat anti bakteri paling baik natrium karbonat (Na2CO3), padatan
dengan zona hambat sebesar 0,1 cm. Hal tembaga (II) sulfat (CuSO4.5H2O), potato
serupa dilakukan oleh Toynbe at al. (2015) dextrose agar (PDA) dan water pepton.
dalam penelitiannya pengaruh aplikasi
coating kitosan terhadap mutu dan umur Prosedur Kerja
simpan daging giling ikan gabus diperoleh Pembuatan pati talas
nilai TPC mengalami penurunan selama Sebanyak 100 g umbi talas dicuci
penyimpanannya pada edible coating dengan air biasa kemudian ditiriskan. Umbi
kitosan dibandingkan dengan tanpa kitosan. talas dipisahkan dari kulitnya dengan pisau
Pada penelitian ini akan dibuat edible kemudian dipotong berbentuk kubus. Umbi
coating berbahan pati yang berasal dari pati talas tersebut dimasukkan ke dalam
talas, kitosan dan gliserol sebagai blender, ditambahkan air sebanyak 100 mL
plasticizer serta edible coating pati dan lalu dihaluskan. Hasil blender kemudian
edible coating kitosan sebagai pembanding. disaring dengan menggunakan saringan
Adapun pengujian yang dilakukan variasi biasa. Filtrat yang diperoleh didiamkan
massa kitosan pada formulasi edible selama 24 jam hingga terbentuk endapan
coating dan lamanya waktu penyimpanan (pati). Filtratnya dibuang hingga tersisa
untuk kerupuk basah yang sudah dilapisi endapan pati. Endapan pati dicuci dengan
pati-kitosan, kitosan dan pati. Oleh sebab air sambil diaduk, kemudian dibiarkan
itu dilakukan penelitian dengan tujuan selama 1 jam. Selanjutnya air cucian pati
mengetahui karakteristik pati umbi talas dibuang. Proses tersebut diulangi kembali
yang digunakan dan menjelaskan pengaruh dengan menambahkan air pada endapan
penggunaan edible coating berbahan pati pati hingga diperoleh endapan pati yang
talas dan kitosan, kitosan, dan pati terhadap benar-benar bersih berwarna putih dan
kualitas kerupuk basah khas kapuas Hulu tidak ada pengotornya lagi. Hasil endapan
selama penyimpanan berdasarkan pati yang diperoleh kemudian dimasukkan
parameter susut bobot, kadar protein dan uji ke dalam beker gelas untuk dikeringkan
mikrobiologi kerupuk basah.Penelitian ini dengan oven pada temperatur 80 ºC
diharapkan dapat memberikan informasi selama 6 jam. Pati yang telah kering
ilmiah mengenai cara meningkatkan daya ditimbang massanya hingga konstan.
tahan produk pangan dengan pengunaan
edible coating pati talas-kitosan, edible Penentuan kadar air pati talas (SNI, 01-
coating kitosan dan edible coating pati. 2891-1992)
Sebanyak 1 g pati dimasukkan ke dalam
METODOLOGI PENELITIAN krus yang telah diketahui beratnya. Sampel
tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu
Alat dan Bahan
105ºC selama 3 jam. Setelah 3 jam, pati
Alat-alat yang digunakan dalam
dikeluarkan dari dalam oven kemudian
penelitian ini meliputi pisau, baskom,
didinginkan didalam desikator kemudian
talenan, ember, blender, kain saring, oven,
ditimbang. Proses ini diulangi kembali
gelas beker, erlenmeyer, hot plate, pipet
hingga diperoleh berat konstan. Kadar air
volume, batang pengaduk, magnetic stirrer,
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
termometer, neraca analitik, cawan porselin,
11
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
12
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
13
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
angka lempeng total. Sebanyak1 g sampel Indonesia Widowati et al., (1997) kadar air
dihancurkan lalu dilarutkan dengan 9 mL dan kadar abu yang diperbolehkan untuk
larutan pengencer (bufer peptone water). masing-masing parameter yaitu maksimal
Dilakukan pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3. 14% dan 15%. Kadar air dan kadar abu
Masing-masing pengenceran diambil hasil penelitian cukup baik karena masih
sebanyak 1 mL ke dalam cawan petri steril memenuhi standar mutu industri pati
secara duplo. Media PDA yang telah Indonesia.
dicairkan dituangkan ± 15-20 mL Pati umbi talas tersusun atas suatu
dituangkan ke dalam cawan petri yang polisakarida yang terdiri dari amilosa dan
sebelumnya telah ditambahkan dengan 1 amilopektin. Apabila molekul pati dihidrolisis
mL larutan sempel dan digoyangkan hingga maka akan membentuk maltosa, dimana
campuran tersebut merata. Setelah agar satu molekul maltosa dapat membentuk dua
membeku, cawan petri dibalik dan molekul glukosa. Digunakan asam klorida
diinkubasi pada suhu 25oC atau suhu kamar sebagai katalis dalam proses hidrolisis pati
selama 3 hari. Setelah inkubasi, jumlah yang berfungsi untuk hidrolisis polisakarida
koloni yang tumbuh pada cawan dihitung. menjadi monosakarida pada proses
pemanasan. Adapun reaksi hirolisis pati
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan mengunakan asam klorida yaitu
sebagai berikut:
Karakteristik Pati Umbi Talas
Pati yang akan dibuat menjadi edible
Pati (C6H10O5)n H2O, H+ Maltosa (C22H21O11)
coating dihaluskan. Tujuannya untuk H2O, H+
mengecilkan ukuran dari talas dan menurut C6H12O
Pudjiono (1998) hal ini bertujuan untuk
memecah dinding sel umbi talas agar Tahap analisis kimia pati setelah
granula-granula pati dapat terlepas, dihidrolisis dilakukan dengan metode Luff-
sehingga jumlah pati mencapai 70-90 %. Schoorls. Terjadi reaksi reduksi oksidasi
Pati umbi talas dikeringkan kemudian antara sampel dengan larutan Luff-Schroorl.
dihaluskan sehingga menjadi serbuk pati Menurut Fairus et al., (2010) reaksi aldehid
seperti.Penghalusan ini bertujuan dalam suasana basa dapat bereaksi
memperkecil bentuk pati yang masih berupa dengan Cu2+, tetapi dalam suasana asam
gumpalan dan bongkahan serta untuk tidak dapat bereaksi, karena pada saat
menyeragamkan ukuran dari pati. pemanasan poli dan disakarida akan
Rendemen pati yang diperoleh terhadap terhidrolisis sehingga yang bereaksi hanya
umbi talas sebesar 12,206%. glukosa saja. Gula reduksi seperti glukosa,
(dekstrosa), fruktosa, maltosa dan laktosa
Tabel 1. Hasil Karakteristik Pati Umbi Talas akan mereduksi larutan Luff-Schroorl
Hasil menjadi Cu2O. Filtrat yang telah
Standar ditambahkan larutan Luff akan dipanaskan
karakterisasi
Parameter mutu pati kembali pada nyala api tetap hingga
pati umbi
Uji industri mendidih dan larutan menjadi merah bata
talas hasil
Indonesia yang terbentuk karena larutan Luff-Schroorl
penelitian
Kadar air 13,564 14% mereduksi ion cupri Cu2+ menjadi cupri Cu+.
Kadar abu 14,042 15% Tahap selanjutnya didasarkan pada
Kadar pati 88,146 75% titrasi iodimetri, karena menganalisis I2 yang
bebas untuk dijadikan dasar penetapan
Penentuan kadar air dilakukan untuk kadar. Menurut Prayana et al., (2014)
mengetahui seberapa besar air yang apabila terdapat oksidator kuat dalam
terkandung dalam pati umbi talas yang erat larutan yang bersifat netral atau sedikit
hubungannya dengan keawetan bahan asam penambahan ion iodida berlebih akan
akibat mikroorganisme. Begitupula dengan membuat zat oksidator tersebut tereduksi
kadar abu yang dilakukan secara langsung dan membebaskan I2 yang jumlahnya
dengan cara mengabukan bahan pada suhu setara dengan jumlah oksidator. I2 yang
tinggi untuk mengetahui kandungan mineral dibebaskan kemudian dititrasi dengan
yang terdapat dalam pati. Berdasarkan larutan standar Na2S2O3 mengunakan
standar mutu pati menurut standar industri indikator amilum, sehingga membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak dapat larut
14
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
dalam air. Titik akhir tercapai dengan mekanik edible coating dengan membentuk
ditandai perubahan warna larutan dari biru ikatan hidrogen antar rantai menjadi lebih
menjadi putih, yang menunjukan bahwa I2 rapat dan kaku, sehingga ditambahkan
telah habis bereaksi dengan Na2S2O3. gliserol untuk mengurangi kekakuannya.
Reaksi ini disebut titrasi tidak langsung, Menurut Sinaga et al. (2014) plastisizer
karena analit tidak bereaksi langsung berfungsi untuk meningkatkan plastisitas
dengan titran (Na2S2O3). Adapun reaksi dengan meningkatkan jarak antar molekul
yang terjadi sebagai berikut: dari polimer dan menurut Bourtoom (2007)
gliserol memberikan kelarutan yang lebih
C6H12O6 + 2CuO Cu2O (merah bata) + tinggi dibandingkan sorbitol dan merupakan
plastisizer yang efektif karena memiliki
C5H11O5COOH
kemampuan untuk mengurangi interaksi
CuO + 2KI + H2SO4 CuI2 + K2SO4 +H2O hidrogen internal pada ikatan
intermolekular.
2CuI2 CuI2↓ (putih) + I2
I2 + 2Na2S2O3 NaI + Na2S4O6 Kadar protein edible coating pada
kerupuk basah
Penentuan kadar protein pada edible
dalam penelitian ini kadar pati dari umbi
coating kerupuk basah dilakukan untuk
talas adalah 88,146% yang melebihi
mengetahui jumlah nitrogen total protein
standar yang telah ditetapkan.
dalam bahan pangan. Menurut Anang
(2004) metode ini terbagi menjadi tiga tahap
Hasil Pengaplikasian Edible Coating
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Edible coating pada penelitian ini, dibuat
Destruksi merupakan proses pemanasan
dari bahan dasar pati dengan variasi massa
sampel kerupuk basah yang dilapisi dengan
kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat
edible coating dengan asam sulfat pekat
1%. Dilarutkan dengan asam asetat
yang ditambahkan campuran selenium
dikarenakan pelarut asam asetat memiliki
mixture yang berfungsi sebagai katalis.
pka asam lebih tinggi. Pemanasan 70oC
Senyawa carbon dan hidrogen teoksidasi
pada pati berfungsi untuk gelatinisasi atau
menguap dalam bentuk CO2 dan H2O,
pembentukan pasta dan bila suhu terus
begitupula SO2 yang terbentuk sebagai
meningkat, akan terjadi gelatinisasi
hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga
maksimum. Krisna (2011) menyatakan
menguap, sedangkan senyawa nitrogen (N)
amilosa adalah komponen utama yang
akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Adapun
berperan dalam pristiwa gelatinisasi melalui
reaksinya sebagai berikut:
pembentukan ikatan-ikatan hidrogen pada
gugus hidroksil intermolekul antar rantai-
Zat organik + H2SO4 CO2 + H2O +
rantai molekul amilosa, sedangkan
amilopektin adalah sebaliknya karena dapat (NH4)2SO4 + SO2↑
menghalangi terjadinya gelatinisasi akibat
percabangan molekulnya yang dapat Proses selanjutnya yaitu destilasi,
mencegah pengelompokan tersebut. dimana (NH4)2SO4 yang terbentuk dari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan proses destruksi dipecah menjadi amonia
oleh Setiani et al., (2013) interaksi (NH3) dengan penambahan larutan NaOH
pencampuran yang terjadi antara pati 30% dan bila dipanaskan akan menjadi gas
dengan kitosan yaitu secara fisik dengan amonia (NH3) dan air. Amonia (NH3) yang
adanya interaksi hidrogen antar rantai dibebaskan akan ditangkap oleh H3BO3 2%
amilosa, amilopektin dan kitosan. Ikatan pada penampung destilat, yang kemudian
hidrogen terjadi ketika molekul atom O dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N. Titrasi
maupun N yang terdapat pada kitosan dihentikan hingga terbentuk warna merah
berinteraksi dengan atom H dari amilosa muda. Adapun reaksinya sebagai berikut:
dan amilopektin ataupun dari kitosan itu
sendiri, serta dapat pula terbentuk dari NH4OH + panas NH3↑ + H2O
amilosa dengan amilopektin. Berdasarkan 3NH3↑ + H3BO3 (NH4)3BO3
interaksi yang terjadi dapat disimpulkan
bahwa kitosan dapat meningkatkan sifat (NH4)3BO3 + 3HCl 3NH4Cl + H3BO3
15
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
16
Uji mikrobiologi edible coating pada pengenceran terendah dan dihitung sebagai
kerupuk basah angka kapang atau khamir perkiraan.
Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian
yang penting, karena digunakan sebagai menunjukan variasi massa kitosan dalam
indikator keamanan. Pada penelitian ini pembuatan edible coating berpengaruh
dilakukan uji mikrobiologi AKK (Angka terhadap pertumbuhan kapang atau khamir.
Kapang khamir) yang merupakan uji Semakin tinggi massa kitosan pada kerupuk
kuantitatif untuk menentukan kualitas dan basah maka semakin kecil angka kapang
daya tahan edible coating kerupuk basah kamir. Pada edible coating pati-kitosan dan
selama penyimpanannya. edible coating kitosan mempunyai angka
Media yang digunakan pada penelitian kapang khamir yang lebih rendah
ini adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Hal dibandingkan dengan edible coating pati.
ini dikarenakan menurut Murray (1999) PDA Variasi massa kitosan dapat
menyediakan nutrisi untuk menstimulasi menghambat pertumbuhan kapang atau
pertumbuhan konidium pada jamur, yang khamir yang ditandai dengan total angka
berupa dektrosa dan ekstrak kentang yang kapang khamir. Variasi massa kitosan
baik untuk pertumbuhan jamur. Sebelum berpengaruh terhadap angka kapang
melakukan inokulasi pada media, sampel khamir, karena kitosan memiliki sifat
edible coating kerupuk basah dihaluskan hidrofobik dan memiliki muatan positif
terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran gugus asam aminonya. Hasil uji
partikel dari edible coating kerupuk basah mikrobiologi pada edible coating kerupuk
dan membantu proses pelarutan dengan basah dapat dilihat pada Tabel 3.
larutan pengencer (buffer peptone water) Menurut Simpson (1997) kitosan diduga
yang kemudian dihomogenisasikan agar mampu merusak dinding sel jamur (kapang)
sel-sel bakteri atau jamur terbebaskan dari yang umumnya tersusun atas lapisan
sampel edible coating kerupuk basah. peptidoglikan dan lipopolisakarida (lemak
Angka kapang khamir ditentukan dan protein) dan sebagai antibakteri kitosan
berdasarkan PPOM tahun 2006, bila pada memiliki sifat mekanisme penghambat,
seluruh cawan petri tidak ada satupun yang dimana kitosan akan berikatan dengan
menunjukan jumlah antara 40-60 koloni, protein membran sel, yaitu glutamat yang
maka dicatat angka sebenarnya dari merupakan komponen membran sel.
17
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
18
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077
19