Anda di halaman 1dari 10

JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

PENGARUH PENGGUNAAN EDIBLE COATING BERBAHAN PATI TALAS DAN KITOSAN


TERHADAP KUALITAS KERUPUK BASAH KHAS KAPUAS HULU
SELAMA PENYIMPANAN

Misni1*, Nurlina1, Intan Syahbanu1


1
Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, UniversitasTanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124, Pontianak
*
email: misnisjp29@gmail.com

ABSTRAK
Kerupuk basah merupakan makanan yang terbuat dari ikan dan tepung sagu. Daya simpan
makanan tersebut sangat terbatas. Salah satu cara untuk meningkatkan daya tahan kerupuk
basah yaitu menggunakan edible coating. Bahan edible coating yang digunakan pada
penellitian ini yaitu pati dan kitosan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan karakteristik pati
dan menjelaskan pengaruh penggunaan edible coating pati-kitosan, kitosan dan pati. Pati
diperoleh dari umbi talas (Colacasia Esculenta (L) Shott) dengan kadar air, kadar abu dan
kadar pati berturut-turut yaitu 13,5648%; 14,0421% dan 88,146%. Pembuatan edible coating
pati-kitosan dan kitosan dilakukan dengan variasi massa kitosan 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram dalam
asam asetat 1% dan edible coating pati dengan variasi massa pati 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram.
Variabel pengujian penelitian ini yaitu massa kitosan dan lama waktu penyimpanan. Parameter
analisis yang ditentukan yaitu kadar protein dan uji mikrobiologi. Analisis statistik menunjukan
bahwa variasi massa kitosan dan massa pati tidak berpengaruh nyata terhadap lamanya waktu
penyimpanan. Hasil penelitian menunjukan bahwa edible coating kitosan dengan massa 5 gram
lebih baik dalam mempertahankan kualitas kerupuk basah selama dua hari waktu penyimpanan
daripada edible coating pati-kitosan dan edible coating pati terhadap kerupuk basah.

Kata Kunci : coating, edible, kerupuk basah, kitosan, pati

PENDAHULUAN tengik serta perubahan warna (BPTP, 2009;


Murniyati dan Sunarman, 2000: dalam
Kerupuk basah merupakan makanan
Rustamaji, 2009). Oleh karena itu
khas dari kabupaten Kapuas Hulu,
diperlukan solusi yang dapat diaplikasikan
Kalimantan Barat yang terbuat dari bahan
pada kerupuk basah, sehingga makanan
dasar ikan dan sagu. Makanan ini mirip
khas daerah ini tidak mudah berubah
dengan somay dari Jawa Barat atau empek-
kualitasnya selama penyimpanan.
empek dari Palembang.Ikan yang banyak
Edible coating dapat dilapisi pada
digunakan untuk membuat kerupuk basah
makanan untuk mempertahankan masa
adalah ikan air tawar, misalnya ikan toman
simpan serta sebagai pembawa berbagai
sejenis ikan gabus (Channa micropeltes).
macam zat seperti emulsifier, antimikroba
Masyarakat Kapuas Hulu umumnya
dan antioksidan. Edible coating dibentuk
menggunakan ikan belida (Notopetrus
diatas komponen makanan atau diletakan
chitala) untuk memberikan rasa yang lebih
diantara komponen makanan.
enak dan gurih. Kerupuk basah ikan belida
Bahan yang dapat digunakan sebagai
ini menjadi makanan dan oleh-oleh khas
edible coating adalah pati dan kitosan. Pati
dari Kapuas Hulu.
telah banyak diteliti dan dikembangkan
Kerupuk basah yang berbahan dasar
dalam pembuatan edible coating maupun
ikan ini kaya akan kandungan asam amino.
edible film. Pati dapat dibuat dari talas
Hal ini menyebabkan kerupuk basah rentan
(Colacasia esculenta (L.) Schoot). Talas
pembusukan oleh bakteri. Pembusukan
memiliki kandungan pati yang cukup tinggi
mengakibatkan timbulnya bau dan
yaitu sebesar 80% (Rahmawati, et al.,
perubahan rasa. Selain itu kerupuk basah
2012). Namun edible berbasis pati memiliki
juga mengalami reaksi oksidasi asam lemak
kelemahan yaitu resistensinya terhadap air
yang mengakibatkan rasa pahit dan bau

10
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

rendah dan sifat penghalang terhadap uap desikator, labu kjedhal, dan seperangkat
air juga rendah karena sifat hidrofilik pati. alat destilasi.
Edible coating dapat dicampur dengan Bahan-bahan yang digunakan dalam
bahan lain, salah satunya adalah penelitian ini antara lain umbi talas,
biopolimer. larutanasam asetat (CH3COOH), aquades
Biopolimer bersifat hidrofobik yang (H2O), gliserol, padatan iodin, padatan
berfungsi untuk memperbaiki karakteristik kalium iodida (KI), padatan kitosan
edible dari pati sekaligus memiliki aktivitas komersial, padatan natrium hidroksida
antibakteri adalah kitosan. Penggunaan (NaOH), padatan kalium sulfat (K2SO4),
edible kitosan sebagai antibakteri telah larutan asam sulfat (H2SO4), larutan asam
dilakukan Darmanto et al. (2010) pada klorida (HCl), padatan asam borat (H2BO3),
Staphylococus aureus dengan film dari campuran selenium, indikator pp,larutan
gelatin-kitosan sebagai antibakteri luff-schoorls (asam sitrat (C6H8O7), padatan
menunjukan sifat anti bakteri paling baik natrium karbonat (Na2CO3), padatan
dengan zona hambat sebesar 0,1 cm. Hal tembaga (II) sulfat (CuSO4.5H2O), potato
serupa dilakukan oleh Toynbe at al. (2015) dextrose agar (PDA) dan water pepton.
dalam penelitiannya pengaruh aplikasi
coating kitosan terhadap mutu dan umur Prosedur Kerja
simpan daging giling ikan gabus diperoleh Pembuatan pati talas
nilai TPC mengalami penurunan selama Sebanyak 100 g umbi talas dicuci
penyimpanannya pada edible coating dengan air biasa kemudian ditiriskan. Umbi
kitosan dibandingkan dengan tanpa kitosan. talas dipisahkan dari kulitnya dengan pisau
Pada penelitian ini akan dibuat edible kemudian dipotong berbentuk kubus. Umbi
coating berbahan pati yang berasal dari pati talas tersebut dimasukkan ke dalam
talas, kitosan dan gliserol sebagai blender, ditambahkan air sebanyak 100 mL
plasticizer serta edible coating pati dan lalu dihaluskan. Hasil blender kemudian
edible coating kitosan sebagai pembanding. disaring dengan menggunakan saringan
Adapun pengujian yang dilakukan variasi biasa. Filtrat yang diperoleh didiamkan
massa kitosan pada formulasi edible selama 24 jam hingga terbentuk endapan
coating dan lamanya waktu penyimpanan (pati). Filtratnya dibuang hingga tersisa
untuk kerupuk basah yang sudah dilapisi endapan pati. Endapan pati dicuci dengan
pati-kitosan, kitosan dan pati. Oleh sebab air sambil diaduk, kemudian dibiarkan
itu dilakukan penelitian dengan tujuan selama 1 jam. Selanjutnya air cucian pati
mengetahui karakteristik pati umbi talas dibuang. Proses tersebut diulangi kembali
yang digunakan dan menjelaskan pengaruh dengan menambahkan air pada endapan
penggunaan edible coating berbahan pati pati hingga diperoleh endapan pati yang
talas dan kitosan, kitosan, dan pati terhadap benar-benar bersih berwarna putih dan
kualitas kerupuk basah khas kapuas Hulu tidak ada pengotornya lagi. Hasil endapan
selama penyimpanan berdasarkan pati yang diperoleh kemudian dimasukkan
parameter susut bobot, kadar protein dan uji ke dalam beker gelas untuk dikeringkan
mikrobiologi kerupuk basah.Penelitian ini dengan oven pada temperatur 80 ºC
diharapkan dapat memberikan informasi selama 6 jam. Pati yang telah kering
ilmiah mengenai cara meningkatkan daya ditimbang massanya hingga konstan.
tahan produk pangan dengan pengunaan
edible coating pati talas-kitosan, edible Penentuan kadar air pati talas (SNI, 01-
coating kitosan dan edible coating pati. 2891-1992)
Sebanyak 1 g pati dimasukkan ke dalam
METODOLOGI PENELITIAN krus yang telah diketahui beratnya. Sampel
tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu
Alat dan Bahan
105ºC selama 3 jam. Setelah 3 jam, pati
Alat-alat yang digunakan dalam
dikeluarkan dari dalam oven kemudian
penelitian ini meliputi pisau, baskom,
didinginkan didalam desikator kemudian
talenan, ember, blender, kain saring, oven,
ditimbang. Proses ini diulangi kembali
gelas beker, erlenmeyer, hot plate, pipet
hingga diperoleh berat konstan. Kadar air
volume, batang pengaduk, magnetic stirrer,
dihitung dengan rumus sebagai berikut:
termometer, neraca analitik, cawan porselin,

11
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

Kadar air (1) N = konsentrasi Na2S2O3yang digunakan


untuk titrasi
dimana:
Wo= bobot awal cuplikan (g) Jumlah (mg) gula yang terkandung untuk
W1= bobot awal cuplikan - bobot setelah tiap mL Na2S2O3 yang digunakan ditentukan
dikeringkan (g) melalui tabel Luff Schoorl. Berdasarkan
tabel tersebut dapat diketahui hubungan
Penentuan kadar abu pati talas (SNI, 01- antara volume Na2S2O3 0,1 N yang
2891-1992) digunakan dengan jumlah glukosa yang ada
Pati umbi talas ditimbang 2-3 gram pada sampel yang dititrasi. Selanjutnya
dalam cawan porselen, lalu diabukan dalam kadar glukosa dan kadar pati dihitungan
muffle furnace pada suhu 500oC selama 3-4 dengan rumus berikut:
jam. Abu didinginkan dalam desikator dan
ditentukan beratnya. Kadar abu ditentukan Kadar glukosa (%G) (4)
dengan rumus sebagai berikut:
Kadar pati (%) = %G x 0.90 (5)
Kadar abu (2) dimana:
W = glukosa yang terkandung untuk mL
W1 = bobot sampel dan krus sesudah Na2S2O3 yang digunakan (mg) dari
diabukan (g) tabel
W2 = bobot cawan kosong (g) W1 = bobot sampel
Fp = faktor pengenceran
Penentuan kadar pati (SNI, 01-2891-1992)
Sebanyak 5 g pati dimasukan ke dalam Pembuatan edible coating pati-kitosan
erlenmeyer 500 mL dan ditambahkan 200 Pembuatan edible coating pati-kitosan
mL HCl 3%. Campuran direfluksselama 3. merujuk pada penelitian Setiani et al.
Larutan dinetralkan dengan NaOH 30% dan (2013). Sebanyak 3 gram pati talas
ditambahkan sedikit CH3COOH 3% agar dilarutkan ke dalam 100 mL akuades dalam
suasana larutan menjadi sedikit asam. beaker gelas. Kitosan dilarutkan dalam 100
Larutan dipindahkan dalam labu ukur 500 mL asam asetat 1% dengan pengadukan
mL dan ditepatkan hingga tanda batas selama 60 menit menggunakan stirrer.
dengan akuades kemudian disaring. Kedua larutan tersebut dicampurkan.
Sebanyak 10 mL filtrat diambil, kemudian Campuran kemudian dipanaskan dengan
dimasukan ke dalam erlenmeyer 500 mL menggunakan magnetic stirrer hingga
dan ditambahkan dengan 25 mL larutan mencapai suhu gelatinisasi pati talas 70°C
Luff, batu didih dan 15 mL akuades. setelah 25 menit pemanasan, campuran
campuran dipanaskan hingga mendidih, ditambahkan gliserol sebanyak 5 mL dan
erlenmeyer didinginkan didalam bak berisi diaduk selama 5 menit. Prosedur tersebut
es. Setelah campuran dingin, ditambahkan dilakukan terhadap massa kitosan K1= 0
15 mL KI 20% dan 25 mL H2SO4 25 %. gram, K2= 2 gram, K3= 3 gram, K4= 4 gram
Larutan dititrasi mengunakan larutan dan K5= 5 gram.
Na2S2O3 0,1 N dengan indikator pati 0,5 % Larutan edible dari pati talas dengan
hingga diperoleh titik akhir. Prosedur yang variasi massa kitosan diaplikasikan pada
sama diterapkan terhadap blanko. kerupuk basah dengan cara mencelupkan
Perhitungan kadar pati dilakukan kerupuk basah ke dalam larutan edible pati
berdasarkan kandungan glukosa yang talas-kitosan kemudian dikeringkan.
terukur pada titrasi sampel. Kadar glukosa Pencelupan dilakukan 2 kali agar merata.
dihitungan berdasarkan rumus berikut: Kerupuk basah yang telah dilapisi kemudian
dimasukkan dalam wadah setelah itu
Na2S2O3 = (Vb-Vs) x N Na2S2O3 x 10 (3) dilakukan penyimpanan. Penyimpanan
dimana: kerupuk basah dilakukan selama 4 hari
Vb = volume Na2S2O3 yang digunakan pada pada suhu ruang (25oC). Pada hari ke 1, 2,
titrasi blanko 3 dan 4 dilakukan pengujian terhadap
Vs = volume Na2S2O3 yang digunakan untuk parameter-parameter fisik maupun kimia
titrasi untuk mengetahui kualitas susut bobot, uji
kadar protein dan uji mikrobiologi.

12
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

Pembuatan edible coating kitosan fisik maupun kimia untuk mengetahui


Pembuatan edible coating kitosan kualitas susut bobot, uji kadar protein dan
merujuk pada Setiani et al. (2013) yang uji mikrobiologi.
telah dimodifikasi. Sebanyak 3 gram
dilarutkan ke dalam 100 mL asam asetat Parameter uji edible coating
1% dengan pengadukan selama 60 menit Penentuan kadar protein (SNI, 1992)
menggunakan stirrer. Kemudian
Kadar protein ditentukan dengan
ditambahkan kitosan dengan variasi massa
metode Kjeldahl. Ke dalam labu kjedhal
kitosan K1= 0 gram, K2= 2 gram, K3= 3
dimasukan sebanyak 0,51 g sampel, 2 gram
gram, K4= 4 gram dan K5= 5 gram.
campuran selenium dan 25 mL H2SO4.
Campuran kemudian dipanaskan dengan
Sampel dipanaskan selama 2 jam hingga
menggunakan magnetic stirrer pada suhu
berubah warna menjadi jernih kehijau-
50°C setelah 25 menit pemanasan,
hijauan. Setelah proses ini selesai, labu
campuran ditambahkan gliserol sebanyak 5
kemudian didinginkan dengan cara
mL dan diaduk selama 5 menit. Larutan
menambahkan air secara perlahan-lahan.
edible dari kitosan dengan variasi massa
Larutan yang diperoleh dari proses
kitosan diaplikasikan pada kerupuk basah
desttruksi tersebut dipindahkan ke dalam
dengan cara mencelupkan kerupuk basah
labu ukur 100 mL dan ditepatkan hingga
ke dalam larutan edible kitosan kemudian
tanda batas.
dikeringkan. Pencelupan dilakukan 2 kali
Sebanyak 5 mL larutan tersebut diambil
agar merata. Kerupuk basah yang telah
dengan pipet kemudian dimasukan ke
dilapisi kemudian dimasukkan dalam wadah
dalam alat destilasi lalu ditambahkan 5 mL
setelah itu dilakukan penyimpanan.
NaOH 30% dan beberapa tetes indikator
Penyimpanan kerupuk basah dilakukan
pp. Campuran ini kemudian didestilasi.
selama 4 hari pada suhu ruang (25oC).
Destilat yang diperoleh ditampung dalam
Pada hari ke 1, 2 dan 3 dilakukan pengujian
erlenmeyer yang berisi 10 mL larutan
terhadap parameter-parameter fisik maupun
H3BO3 2% dan 4 tetes indikator (campuran
kimia untuk mengetahui kualitas susut
10 mL bagian bromo kresol green 0,1 %
bobot , uji kadar protein dan uji mikrobiologi.
dalam alkohol dan 2 mL bagianmetil merah
0,1% dalam alkohol) diletakan dalam
Pembuatan edible coating pati
kondensor, dibilas ujung tabung kondensor
Pembuatan edible coating pati merujuk
dengan akuades kemudian dititrasi dengan
pada Setiani et al. (2013) yang telah
HCl 0,01 N sampai terjadi perubahan warna
dimodifikasi. Sebanyak 3 gram pati talas
menjadi merah muda dan dikerjakan
dilarutkan ke dalam 100 mL akuades dalam
penetapan blanko. Kadar protein dalam
beaker gelas, kemudian ditambahkan pati
sampel dihitung dengan rumus:
dengan variasi massa pati K1= 0 gram, K2=
2 gram, K3= 3 gram, K4= 4 gram dan K5= 5
gram. Campuran kemudian dipanaskan (6)
dengan menggunakan magnetic stirrer
sampai mencapai suhu gelatinisasi pati dimana:
talas 70 °C setelah 25 menit pemanasan,
campuran ditambahkan gliserol sebanyak 5 Fk = faktor Konversi (6,25)
mL dan diaduk selama 5 menit. Larutan Fp = faktor Pengenceran
edible dari pati talas dengan variasi massa Vt = volume titrasi (mL)
pati talas diaplikasikan pada kerupuk basah Vb = volume blanko (mL)
dengan cara mencelupkan kerupuk basah N HCl = normalitas HCl
ke dalam larutan edible pati kemudian
dikeringkan. Pencelupan dilakukan 2 kali Uji mikrobiologi
agar merata. Kerupuk basah yang telah Uji mikrobiologi merujuk pada penelitian
dilapisi kemudian dimasukkan dalam wadah Miskiyah et al. (2011). Mutu mikrobiologi
setelah itu dilakukan penyimpanan. edible coating kerupuk basah selama
Penyimpanan kerupuk basah dilakukan penyimpanan dilakukan pada hari
selama 3 hari pada suhu ruang (± 25oC). kerusakannya. Parameter kerusakan yang
Pada hari ke 1, 2 dan 3 dilakukan ditetapkan yaitu, kisut dan adanya kapang.
pengujian terhadap parameter-parameter Pengujian dilakukan mengunakan metode

13
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

angka lempeng total. Sebanyak1 g sampel Indonesia Widowati et al., (1997) kadar air
dihancurkan lalu dilarutkan dengan 9 mL dan kadar abu yang diperbolehkan untuk
larutan pengencer (bufer peptone water). masing-masing parameter yaitu maksimal
Dilakukan pengenceran 10-1, 10-2 dan 10-3. 14% dan 15%. Kadar air dan kadar abu
Masing-masing pengenceran diambil hasil penelitian cukup baik karena masih
sebanyak 1 mL ke dalam cawan petri steril memenuhi standar mutu industri pati
secara duplo. Media PDA yang telah Indonesia.
dicairkan dituangkan ± 15-20 mL Pati umbi talas tersusun atas suatu
dituangkan ke dalam cawan petri yang polisakarida yang terdiri dari amilosa dan
sebelumnya telah ditambahkan dengan 1 amilopektin. Apabila molekul pati dihidrolisis
mL larutan sempel dan digoyangkan hingga maka akan membentuk maltosa, dimana
campuran tersebut merata. Setelah agar satu molekul maltosa dapat membentuk dua
membeku, cawan petri dibalik dan molekul glukosa. Digunakan asam klorida
diinkubasi pada suhu 25oC atau suhu kamar sebagai katalis dalam proses hidrolisis pati
selama 3 hari. Setelah inkubasi, jumlah yang berfungsi untuk hidrolisis polisakarida
koloni yang tumbuh pada cawan dihitung. menjadi monosakarida pada proses
pemanasan. Adapun reaksi hirolisis pati
HASIL DAN PEMBAHASAN dengan mengunakan asam klorida yaitu
sebagai berikut:
Karakteristik Pati Umbi Talas
Pati yang akan dibuat menjadi edible
Pati (C6H10O5)n H2O, H+ Maltosa (C22H21O11)
coating dihaluskan. Tujuannya untuk H2O, H+
mengecilkan ukuran dari talas dan menurut C6H12O
Pudjiono (1998) hal ini bertujuan untuk
memecah dinding sel umbi talas agar Tahap analisis kimia pati setelah
granula-granula pati dapat terlepas, dihidrolisis dilakukan dengan metode Luff-
sehingga jumlah pati mencapai 70-90 %. Schoorls. Terjadi reaksi reduksi oksidasi
Pati umbi talas dikeringkan kemudian antara sampel dengan larutan Luff-Schroorl.
dihaluskan sehingga menjadi serbuk pati Menurut Fairus et al., (2010) reaksi aldehid
seperti.Penghalusan ini bertujuan dalam suasana basa dapat bereaksi
memperkecil bentuk pati yang masih berupa dengan Cu2+, tetapi dalam suasana asam
gumpalan dan bongkahan serta untuk tidak dapat bereaksi, karena pada saat
menyeragamkan ukuran dari pati. pemanasan poli dan disakarida akan
Rendemen pati yang diperoleh terhadap terhidrolisis sehingga yang bereaksi hanya
umbi talas sebesar 12,206%. glukosa saja. Gula reduksi seperti glukosa,
(dekstrosa), fruktosa, maltosa dan laktosa
Tabel 1. Hasil Karakteristik Pati Umbi Talas akan mereduksi larutan Luff-Schroorl
Hasil menjadi Cu2O. Filtrat yang telah
Standar ditambahkan larutan Luff akan dipanaskan
karakterisasi
Parameter mutu pati kembali pada nyala api tetap hingga
pati umbi
Uji industri mendidih dan larutan menjadi merah bata
talas hasil
Indonesia yang terbentuk karena larutan Luff-Schroorl
penelitian
Kadar air 13,564 14% mereduksi ion cupri Cu2+ menjadi cupri Cu+.
Kadar abu 14,042 15% Tahap selanjutnya didasarkan pada
Kadar pati 88,146 75% titrasi iodimetri, karena menganalisis I2 yang
bebas untuk dijadikan dasar penetapan
Penentuan kadar air dilakukan untuk kadar. Menurut Prayana et al., (2014)
mengetahui seberapa besar air yang apabila terdapat oksidator kuat dalam
terkandung dalam pati umbi talas yang erat larutan yang bersifat netral atau sedikit
hubungannya dengan keawetan bahan asam penambahan ion iodida berlebih akan
akibat mikroorganisme. Begitupula dengan membuat zat oksidator tersebut tereduksi
kadar abu yang dilakukan secara langsung dan membebaskan I2 yang jumlahnya
dengan cara mengabukan bahan pada suhu setara dengan jumlah oksidator. I2 yang
tinggi untuk mengetahui kandungan mineral dibebaskan kemudian dititrasi dengan
yang terdapat dalam pati. Berdasarkan larutan standar Na2S2O3 mengunakan
standar mutu pati menurut standar industri indikator amilum, sehingga membentuk
kompleks iod-amilum yang tidak dapat larut

14
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

dalam air. Titik akhir tercapai dengan mekanik edible coating dengan membentuk
ditandai perubahan warna larutan dari biru ikatan hidrogen antar rantai menjadi lebih
menjadi putih, yang menunjukan bahwa I2 rapat dan kaku, sehingga ditambahkan
telah habis bereaksi dengan Na2S2O3. gliserol untuk mengurangi kekakuannya.
Reaksi ini disebut titrasi tidak langsung, Menurut Sinaga et al. (2014) plastisizer
karena analit tidak bereaksi langsung berfungsi untuk meningkatkan plastisitas
dengan titran (Na2S2O3). Adapun reaksi dengan meningkatkan jarak antar molekul
yang terjadi sebagai berikut: dari polimer dan menurut Bourtoom (2007)
gliserol memberikan kelarutan yang lebih
C6H12O6 + 2CuO Cu2O (merah bata) + tinggi dibandingkan sorbitol dan merupakan
plastisizer yang efektif karena memiliki
C5H11O5COOH
kemampuan untuk mengurangi interaksi
CuO + 2KI + H2SO4 CuI2 + K2SO4 +H2O hidrogen internal pada ikatan
intermolekular.
2CuI2 CuI2↓ (putih) + I2
I2 + 2Na2S2O3 NaI + Na2S4O6 Kadar protein edible coating pada
kerupuk basah
Penentuan kadar protein pada edible
dalam penelitian ini kadar pati dari umbi
coating kerupuk basah dilakukan untuk
talas adalah 88,146% yang melebihi
mengetahui jumlah nitrogen total protein
standar yang telah ditetapkan.
dalam bahan pangan. Menurut Anang
(2004) metode ini terbagi menjadi tiga tahap
Hasil Pengaplikasian Edible Coating
yaitu destruksi, destilasi dan titrasi.
Edible coating pada penelitian ini, dibuat
Destruksi merupakan proses pemanasan
dari bahan dasar pati dengan variasi massa
sampel kerupuk basah yang dilapisi dengan
kitosan yang dilarutkan dalam asam asetat
edible coating dengan asam sulfat pekat
1%. Dilarutkan dengan asam asetat
yang ditambahkan campuran selenium
dikarenakan pelarut asam asetat memiliki
mixture yang berfungsi sebagai katalis.
pka asam lebih tinggi. Pemanasan 70oC
Senyawa carbon dan hidrogen teoksidasi
pada pati berfungsi untuk gelatinisasi atau
menguap dalam bentuk CO2 dan H2O,
pembentukan pasta dan bila suhu terus
begitupula SO2 yang terbentuk sebagai
meningkat, akan terjadi gelatinisasi
hasil reduksi dari sebagian asam sulfat juga
maksimum. Krisna (2011) menyatakan
menguap, sedangkan senyawa nitrogen (N)
amilosa adalah komponen utama yang
akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Adapun
berperan dalam pristiwa gelatinisasi melalui
reaksinya sebagai berikut:
pembentukan ikatan-ikatan hidrogen pada
gugus hidroksil intermolekul antar rantai-
Zat organik + H2SO4 CO2 + H2O +
rantai molekul amilosa, sedangkan
amilopektin adalah sebaliknya karena dapat (NH4)2SO4 + SO2↑
menghalangi terjadinya gelatinisasi akibat
percabangan molekulnya yang dapat Proses selanjutnya yaitu destilasi,
mencegah pengelompokan tersebut. dimana (NH4)2SO4 yang terbentuk dari
Berdasarkan penelitian yang dilakukan proses destruksi dipecah menjadi amonia
oleh Setiani et al., (2013) interaksi (NH3) dengan penambahan larutan NaOH
pencampuran yang terjadi antara pati 30% dan bila dipanaskan akan menjadi gas
dengan kitosan yaitu secara fisik dengan amonia (NH3) dan air. Amonia (NH3) yang
adanya interaksi hidrogen antar rantai dibebaskan akan ditangkap oleh H3BO3 2%
amilosa, amilopektin dan kitosan. Ikatan pada penampung destilat, yang kemudian
hidrogen terjadi ketika molekul atom O dititrasi dengan larutan HCl 0,01 N. Titrasi
maupun N yang terdapat pada kitosan dihentikan hingga terbentuk warna merah
berinteraksi dengan atom H dari amilosa muda. Adapun reaksinya sebagai berikut:
dan amilopektin ataupun dari kitosan itu
sendiri, serta dapat pula terbentuk dari NH4OH + panas NH3↑ + H2O
amilosa dengan amilopektin. Berdasarkan 3NH3↑ + H3BO3 (NH4)3BO3
interaksi yang terjadi dapat disimpulkan
bahwa kitosan dapat meningkatkan sifat (NH4)3BO3 + 3HCl 3NH4Cl + H3BO3

15
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat dari Kadar protein mengalami penurunan


hasil uji kadar protein bahwa semakin tinggi seiring dengan lamanya waktu
massa kitosan pada edible coating kerupuk penyimpanan, dikarenakan adanya
basah kadar protein meningkat, namun kerusakan dari bagian dalam kerupuk
terjadi penurunan seiring dengan lama basah akibat degradasi protein oleh
waktu penyimpanan. Kemampuan edible pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme
coating kerupuk basah dalam meningkatkan dan proses autolisis. Menurut Mead (2004)
protein kerupuk basah, menurut Brandanda menyatakan mikroorganisme dalam
et al. (2011) dikarenakan adanya nitrogen pertumbuhannya membutuhkan nutrisi,
pada kitosan sehingga dapat meningkatkan salah satunya yaitu protein yang
kadar N pada kerupuk basah yang terlapisi menyediakan sumber energi untuk
untuk edible coating pati-kitosan dan edible pertumbuhan mikroorganisme.
coating kitosan. Hasil analisis statistik menunjukan
Menurut Tranggono (2002) adanya bahwa variasi massa kitosan pada edible
penambahan kitosan pada edible coating coating pati-kitosan dan edible coating
dapat menghambat perubahan struktur kitosan tidak berpengaruh nyata terhadap
molekul protein yang menyebabkan lamanya waktu penyimpanan berdasarkan
perubahan sifat-sifat fisik, kimiawi dan hasil analisis protein. Namun berpengaruh
biologis. Sehingga perlakuan penambahan nyata terhadap variasi massa pati pada
kitosan pada edible coating pati-kitosan dan edible coating pati. Hasil kadar protein pada
edible coating kitosan memiliki jumlah edible coating kerupuk basah dapat dilihat
protein yang lebih tinggi dibandingkan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat
dengan kontrol dan edible coating pati. disimpulkan bahwa edible coating kitosan
Selain itu menurut Zhou et al. (2006) mampu meningkatkan kadar protein
kitosan diduga dapat berfungsi sebagai kerupuk basah selama penyimpanan lebih
cryoprotectan yang merupakan komponen baik dari pada edible coating pati dan edible
yang digunakan untuk memperlambat coating pati-kitosan.
denaturasi protein.

Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Protein Kerupuk Basah Selama Penyimpanan


Kadar
Pati Kitosan Pati Kitosan protein
(gram) (gram) (gram) (gram) (%)
1 hari 2 hari 3 hari
Kontrol - - - 12,309 9,650 7,321
3 0 - - 11,531 9,845 9,958
3 1 - - 13,693 12,246 11,312
3 2 - - 15,724 14,830 12,312
3 3 - - 16,748 15,506 12,903
3 4 - - 18,340 16,865 14,708
3 5 - - 18,559 19,238 17,427
3 - 0 - 12,906 10,528 7,696
3 - 1 - 11,323 7,585 5,545
3 - 2 - 12,564 10,977 8,827
3 - 3 - 16,858 10,071 7,129
3 - 4 - 13,577 7,128 7,131
3 - 5 - 14,482 8,827 8,375
- 3 - 0 14,151 12,113 9,847
- 3 - 1 15,510 13,132 12,108
- 3 - 2 16,069 16,617 14,488
- 3 - 3 17,318 15,048 13,243
- 3 - 4 17,318 14,724 16,182
- 3 - 5 18,336 18,563 18,555

16
Uji mikrobiologi edible coating pada pengenceran terendah dan dihitung sebagai
kerupuk basah angka kapang atau khamir perkiraan.
Uji mikrobiologi merupakan salah satu uji Berdasarkan Tabel 3, hasil penelitian
yang penting, karena digunakan sebagai menunjukan variasi massa kitosan dalam
indikator keamanan. Pada penelitian ini pembuatan edible coating berpengaruh
dilakukan uji mikrobiologi AKK (Angka terhadap pertumbuhan kapang atau khamir.
Kapang khamir) yang merupakan uji Semakin tinggi massa kitosan pada kerupuk
kuantitatif untuk menentukan kualitas dan basah maka semakin kecil angka kapang
daya tahan edible coating kerupuk basah kamir. Pada edible coating pati-kitosan dan
selama penyimpanannya. edible coating kitosan mempunyai angka
Media yang digunakan pada penelitian kapang khamir yang lebih rendah
ini adalah PDA (Potato Dextrose Agar). Hal dibandingkan dengan edible coating pati.
ini dikarenakan menurut Murray (1999) PDA Variasi massa kitosan dapat
menyediakan nutrisi untuk menstimulasi menghambat pertumbuhan kapang atau
pertumbuhan konidium pada jamur, yang khamir yang ditandai dengan total angka
berupa dektrosa dan ekstrak kentang yang kapang khamir. Variasi massa kitosan
baik untuk pertumbuhan jamur. Sebelum berpengaruh terhadap angka kapang
melakukan inokulasi pada media, sampel khamir, karena kitosan memiliki sifat
edible coating kerupuk basah dihaluskan hidrofobik dan memiliki muatan positif
terlebih dahulu untuk memperkecil ukuran gugus asam aminonya. Hasil uji
partikel dari edible coating kerupuk basah mikrobiologi pada edible coating kerupuk
dan membantu proses pelarutan dengan basah dapat dilihat pada Tabel 3.
larutan pengencer (buffer peptone water) Menurut Simpson (1997) kitosan diduga
yang kemudian dihomogenisasikan agar mampu merusak dinding sel jamur (kapang)
sel-sel bakteri atau jamur terbebaskan dari yang umumnya tersusun atas lapisan
sampel edible coating kerupuk basah. peptidoglikan dan lipopolisakarida (lemak
Angka kapang khamir ditentukan dan protein) dan sebagai antibakteri kitosan
berdasarkan PPOM tahun 2006, bila pada memiliki sifat mekanisme penghambat,
seluruh cawan petri tidak ada satupun yang dimana kitosan akan berikatan dengan
menunjukan jumlah antara 40-60 koloni, protein membran sel, yaitu glutamat yang
maka dicatat angka sebenarnya dari merupakan komponen membran sel.

Tabel 3. Hasil Analisis Mikrobiologi Kerupuk Basah Selama Penyimpanan


Pati Kitosan Pati Kitosan Jumlah Koloni Kapang
(gram) (gram) (gram) (gram) per mL Produk
Kontrol - - - 10
3 0 - - 9
3 1 - - 10
3 2 - - 8
3 3 - - 6
3 4 - - 4
3 5 - - 3
3 - 0 - 17
3 - 1 - 9
3 - 2 - 13
3 - 3 - 8
3 - 4 - 16
3 - 5 - 8
- 3 - 0 11
- 3 - 1 6
- 3 - 2 4
- 3 - 3 2
- 3 - 4 2
- 3 - 5 1

17
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

Selain berikatan dengan protein waktu penyimpanan berdasarkan hasil


membran, kitosan juga berikatan dengan analisis protein dan tidak berpengaruh
fosfolipid membran, terutama fosfatidil kolin nyata pada susut bobot untuk edible
(PC), sehingga meningkatkan permeabilitas coating pati.
inner membran (IM). Naiknya permeabilitas
IM akan mempermudah keluarnya cairan DAFTAR PUSTAKA
sel bakteri yang nantinya menyebabkan
Anang, M. L., dan Nurwanto, 2004, Diktat
kematian sel.
kuliah: Analisis Pangan, Fakultas
Gugus asam amino dalam bentuk asil
Peternakan, universitas Diponegoro.
amino (HCOCH3) dan glukosamin
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(C6H9NH2) dalam kitosan yang bermuatan
(BPTP), 2009, Metodologi
positif dapat berikatan dengan bagian
Perikanan, www. geocities. Com,
makromelekul bermuatan negatif pada
diakses pada tanggal 18 maret
permukaan sel jamur (kapang) yang
2016.
menyebabkan apresorium (ujung hifa atau
Bourtom, 2007, Edible Films and Coating
tabung kecambah yang membengkak
Characteristic and Proforties,
berguna untuk menempelkan dan
J.Prince of Songkla University, 15:
mempenetrasi inang oleh jamur) dan
237-248.
pertumbuhan jamur akan menghambat
Brandanda, H. P., Karo-Karo, T., dan
(Restuati, 2008).
Rusmarilin, H., 2013, Pengaruh
Berdasarkan Tabel 3 dapat disimpulkan
Konsentrasi Larutan kitosan Jeruk
bahwa edible coating kitosan mampu
Nipis dan Lama Penyimpanan
menghambat pertumbuhan bakteri dan
Terhadap Mutu Tahu Segar, J.
jamur pada kerupuk basah selama
Rekayasa Pangan dan Pert., 1 (4).
penyimpanan lebih baik dari pada edible
Darmanto, M., Lukman, A., dan nadjib, M.,
coating pati dan edible coating pati-kitosan.
2010, Studi analisis Anti bakteri dari
Film Gelatin-Kitosan mengunakan
SIMPULAN
Staphylococcus aureus, prosiding
Berdasarkan hasil penelitian yang telah Kimia FMIPA, ITS.
dilakukan dapat disimpulkan bahwa: Fairus, S., Haryono, Miranti, A., dan
1. Pati umbi talas yang digunakan pada Aprianto, A., 2010, Pengaruh
penelitian ini mengandung kadar air Konsentrasi HCl dan Waktu
13,5648%, kadar abu 14,0421% dan Hidrolisis Terhadap Perolehan
kadar pati 88,146% yang telah Glukosa Yang Dihasilkan dari pati
memenuhi standar pati industri Biji Nangka, J. Fakultas. Teknik
Indonesia. Kimia., Bandung.
2. Penggunaan edible coating kitosan lebih Krisna, D. D. A., 2011, Pengaruh
baik dalam mempertahankan kualitas Regelatinisasi dan Modifikasi
kerupuk basah selama 2 hari waktu Hidrotermal Terhadap Sifat Fisik
penyimpanan karena mampu Pada Pembuatan Edible Film Dari
meningkatkan kadar protein 18,5630% Pati Kacang Merah (Vigna angularis
serta mampu menghambat sp.), Universitas Diponegoro,
pertumbuhan jamur terhadap kerupuk Semarang, (Tesis).
basah dengan nilai AKK 1 koloni/gram Mead, 2004, Shelf-Life and Spoilage Of
daripada penggunaan edible coating Poultry Meat, Cambridbe,Woodhead
pati-kitosan dan edible coating pati Publishing Limited.
terhadap kerupuk basah. Miskiyah, Widaningrim dan Winarti, C.,
3. Hasil analisis statistik menunjukan 2011, Aplikasi Edible Coating
variasi massa kitosan tidak berpengaruh Berbasis Pati Sagu Dengan
nyata pada lamanya waktu Penambahan Vitamin C Pada
penyimpanan berdasarkan hasil analisis Paprika : Preferensi Konsumen dan
susut dan analisis kadar protein pada Mutu Mikrobiologi, J. Hort 21 (1) :
edible coating pati-kitosan dan edible 68-76.
coating kitosan. Namun variasi massa
pati berpengaruh nyata pada lamanya

18
JKK, Tahun 2017, Vol 7(1), halaman 10-19 ISSN 2303-1077

Murniyati AS dan Sunarman, 2000, Simpson, B. K., 1997, Utilization of Chitosan


Pendinginan, Pembekuan, dan for Preservation of Raw Shrimph,
PengawetanIkan, Kanisius , Jakarta. Food Biotecnology 2: (25-44).
Murray, P., R., 1999, Manual of Clinical Sinaga, R. F., Ginting, G. M., Ginting, M. H.,
Microbiology, Edisi 7, American dan Hasibuan, R., 2014, Pengaruh
Society for Microbiology, Penambahan Gliserol Terhadap
Washington DC. Sifat Kekuatan Tarik dan
Prayana, K. A. I., Parwata, I. M. O. A., dan Pemanjangan Saat Putus Bioplastik
Sudarma, N., 2014, Penentuan Dari Pati Umbi Talas, Jurnal Teknik
Kadar Sukrosa Pada Kelapa dan Kimia USU, 3 (2).
Nira Aren Dengan Mengunakan Standar Nasiona Indonesia (SNI), 1992,
Metode Luff-Schoorls, Universitas Cara Uji Makanan dan
Udayana, Bali. Minuman,SNI-01-2891.
Pudjiono, E., 1998, Konsep Pengembangan Toynbe, S. J., Baehaki, C., dan Lestari, S.,
Mesin Untuk Menunjang Pengadaan 2013, Pengaruhaplikasi Kitosan
Pati Garu, Semiloka Agroindustri Sebagai Coating Terhadap Mutu dan
Kerakyatan, IAITP-BPPT, Jakarta. Umur Simpan Daging Giling Ikan
Rahmawati, W., Kusumastuti, Y.A, dan Gabus (Chanaa Striata), J. Hasil
Aryanti, N., 2012, Karakterisasi Pati Pertanian, 4 (1): 67-74.
Talas (Colocasia Esculenta (L) Tranggono, 2002, Kamus Istilah Pangan
Schott) Sebagai Alternatif Sumber dan Nutrisi, Kanisius, Yogyakarta.
Pati Industri Di Indonesia, J. Widowati, S., M.G. Waha dan B.A.S.
Teknologi Kimia dan Industri, 1 (1). Santosa, 1997, Ektaksi dan
Restuati, M., 2008, Perbandingan Kitosan Karakterisasi Sifat Fisikokimia dan
Kulit udang dan Kulit Kepiting Dalam Fungsional Pati Beberapa Varietas
Menghambat Pertumbuhan Kapang Talas (Colocasia Esculenta (L)
Aspergilus Flavus, Seminar Nasional Schott), Seminar Nasional Teknologi
Sains dan Teknologi, Lampung. Pangan, Papti Denpasar, Bali.
Rustamaji, 2009, Aktivitas Enzim Katepsin Winarti, C., Miskiyah, dan Widaningsih,
dan Kolagenase Dari Ikan Bandeng 2011, Teknologi Produksi dan
(Chanos chanos Forskall) Selama Aplikasi Pengemas Edible Anti
Priode Kemunduran Mutu Ikan, Mikroba Berbasis Pati, J. Litbang
Insitut Pertanian Bogor, Bogor. Pert., 13 (3).
Setiani, W., Sudiarti, T., dan Rahmidar, L., Zhou, A., Benjakul, S., Pank, Gong, J., dan
2009, Preparasi dan Karakterisasi Liu, X., 2006, Cryoprotective Effect
Edible Film Dari Poliblen Pati Sukun- of Trehalose and Sodium Lactate on
Kitosan, Fakultas Sains dan Tilapia (Sarotberodon Nilotica)
Teknologi UIN Sunan Gunung Djati Surimi During Frozen Storange,
Bandung, Valensi, 2 (3). Food Chemistery, 96:96-103.

19

Anda mungkin juga menyukai