PROPOSAL
OLEH:
DELVIANA TANINGO
NIM. 651415046
1
(2006) menyebutkan bahwa polisakarida yang dapat digunakan dalam pembuatan
edible coating yaitu selulosa, pati, pektin, ekstrak ganggang laut, gum, xanthan,
khitosan dan lain-lain. Menurut Nisperos-Carriedo (1994), pati mempunyai
peranan penting dalam larutan edible coating sebagai pengental dan pengikat
dimana amilosa memberikan sifat keras dan amilopektin menye-babkan sifat
lengket.
Salah satu jenis pati yang dapat dimanfaatkan dalam pembuatan edible
coating yaitu dengan menggunakan pati dari umbi talas karena komponen terbesar
dari karbohidrat talas adalah pati. Umbi talas memiliki kandungan zat gizi yang
cukup tinggi seperti pati (18.02%), gula (1.42%), mineral terutama kalsium
(0.028%), dan fosfor (0.061%) (Muchtadi & Sugiyono, 1992). Selain itu, talas
mengandung 13-29% pati, kelembaban 63-85% dan beberapa residu seperti
riboflavin, vitamin C, abu, dll (Karmakar dkk., 2014). Pati talas sangat potensial
sebagai pati industri. Pati talas mempunyai swelling power dan peak viscosity
yang tinggi (Alam dan Hasnain, 2009), serta dapat membentuk struktur gel yang
halus karena ukuran granul yang kecil (Tattiyakul dkk., 2006).
Pemanfaatan pati umbi talas sebagai edible coating belum dilakukan
pengaplikasian ke sosis berbahan dasar ikan tongkol. Oleh karena itu, upaya
diversifikasi produk olahan ikan tongkol menjadi sosis ikan dengan inovasi
pengemasan edible coating yang biogradabel, diharapkan dapat meningkatkan
nilai ekonomi ikan tersebut serta meningkatkan minat masyarakat untuk
mengkonsumsi produk olahan ikan.
2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui:
1.3.1 Mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi CMC dan gliserol pada
edible coating pati talas terhadap karakteristik fisikokimia sosis ikan
tongkol.
1.3.1 Mengetahui daya terima masyarakat terhadap produk sosis ikan tongkol
yang dihasilkan.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
Filleting merupakan proses memisahkan antara daging dengan
tulangtulangnya serta dilakukan pembuangan kulit.
c) Penggilingan
Penggilingan bertujuan untuk menghaluskan daging sehingga mudah
dicampur dengan bahan-bahan lain untuk membentuk adonan. Penggilingan
daging lumat bertujuan pula untuk memperkecil ukuran, memperoleh daging
giling yang berukuran seragam, mengesktraksi protein larut dalam air dan
larutan garam serta untuk proses emulsifikasi.
d) Pengadonan
Pengadonan merupakan proses pencampuran dari berbagai bahan dasar agar
semua bahan tercampur merata. Suhu sangat berperan dalam menjaga
kestabilan adonan.
e) Pengisian dalam selongsong
Adonan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong/casing, kemudian diikat
menggunakan benang dengan ukuran yang seragam yaitu 10-15 cm.
f) Perebusan
Pemasakan sosis dilakukan dengan cara perebusan pada suhu 60-70 °C selama
15 menit. Perebusan yang dilakukan terlalu lama dapat menyebabkan zat
makanan akan terkestraksi dan akhirnya terbuang saat perebusan. Setelah
perebusan dilakukan pendinginan agar suhu sesuai dengan suhu ruang.
5
bahwa polisakarida yang dapat digunakan dalam pembuatan edible coating yaitu
selulosa, pati, pektin, ekstrak ganggang laut, gum, xanthan, khitosan dan lain-lain.
Edible coating memberikan penahan yang selektif terhadap perpindahan
gas, uap air dan bahan terlarut, mampu menghambat gas CO2 dan O2 serta
perlindungan terhadap kerusakan mekanis sehingga mencegah kontak antara
jenang dodol dengan oksigen yang menyebabkan ketengikan (Maarif, 2011).
Untuk memaksimalkan daya awet suatu produk, edible coating merupakan salah
satu teknik pengawetan produk yang dapat diaplikasikan pada produk yang
berpotensi untuk mencegah hilangnya kelembaban, mengurangi pertukaran air
dan gas, dan memperbaiki tekstur atau penampakan dari produk akhir (Noviani,
2004).
Edible coating menggunakan bahan dasar polisakarida (karagenan) banyak
digunakan terutama pada buah dan sayuran, karena memiliki kemampuan
bertindak sebagai membran permeabel yang selektif terhadap pertukaran gas
karbondioksida dan oksigen (Budiman, 2011). Gliserol merupakan Plasticizer
yang ditambahkan dalam pembuatan edible coating sehingga dapat menghasilkan
edible yang lebih fleksibel dan halus. Menurut hasil penelitian Tamaela dan
Lewerissa (2007) konsentrasi karagenan dan gliserol berpengaruh terhadap
karakteristik edible film. Semakin tinggi konsentrasi karagenan dan gliserol yang
digunakan maka ketebalan edible film yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Edible film terbaik dibuat dengan konsentrasi karagenan 2% dan konsentrasi
gliserol 1%.
6
Komponen terbesar dari karbohidrat talas adalah pati. Pati merupakan
bagian dari karbohidrat. Pati merupakan sumber utama penghasil energi dari
pangan yang dikonsumsi oleh manusia. Sumber-sumber pati berasal dari tanaman
sereal, umbi-umbian serta beberapa dari tanaman palm seperti sagu. Penyusun
utama pati yaitu amilosa dan amilopektin (Hustiany, 2006).
Umbi talas memiliki kandungan zat gizi yang cukup tinggi seperti pati
(18.02%), gula (1.42%), mineral terutama kalsium (0.028%), dan fosfor (0.061%)
(Muchtadi & Sugiyono, 1992). Kandungan zat gizi yang tertinggi dalam talas
adalah pati meskipun bervariasi antar kultivar talas (Hartati & Prana, 2003). Talas
mengandung 13-29% pati, kelembaban 63-85% dan beberapa residu seperti
riboflavin, vitamin C, abu, dll (Karmakar dkk., 2014). Pati talas sangat potensial
sebagai pati industri. Pati talas mempunyai swelling power dan peak viscosity
yang tinggi (Alam dan Hasnain., 2009), serta dapat membentuk struktur gel yang
halus karena ukuran granul yang kecil (Tattiyakul dkk., 2006).
Komposisi zat yang terkandung dalam 100 gram talas, Menurut Rawuh
(2008), dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 1. Komposisi Zat yang Terkandung dalam 100 gr Talas
Talas
Komponen Satuan Talas Kukus Talas Rebus
Mentah
Energi Kal 98 120 -
Protein gr 1,9 1,5 1,17
Lemak gr 0,2 0,3 29,31
Karbohidrat gr 23,7 28,2 0,026
Kalsium mg 28,0 31,0 -
Fospor mg 61,0 63,0 -
Besi mg 1,0 0,7 -
Vit. A RE 3,0 0 -
Vit. C mg 4,0 2,0 -
Vit. B1 mg 0,13 0,05 -
Air ml 73,0 69,2 61,0
Bag.Yg dapat dimakan % 85,0 85,0 -
Sumber : Rawuh, 2008.
7
BAB III
METODE PENELITIAN
8
Tabel 1. Konsentrasi Penambahan Pati Talas
Perlakuan Konsentrasi Penambahan Pati Talas
1
T 1%
T2 2%
T3 3%
9
Umbi Talas
Diiris tipis
Diblender
Endapan
Dikeringkan
Dihaluskan (Blender)
Diayak 80 mesh
Pati Talas
10
sedikit demi sedikit dan diaduk selama ±3 menit. Pati talas (sesuai perlakuan)
ditambahkan sedikit demi sedikit dan diaduk selama ±3 menit. Gliserol
ditambahkan dan diaduk hingga larut ±1 menit. Ditunggu sampai larut dan tidak
ada gumpalan, lalu angkat breaker glass berisi edible coating dari hot plate dan
dibiarkan coating hingga mencapai suhu 27oC ( suhu ruang). Proses pembuatan
edible coating dapat dilihat pada Gambar 2.
Diaduk ±3 menit
Sesuai perlakuan:
1%, 2%, dan 3% Penambahan Pati Talas
Diaduk ±3 menit
Diaduk ±1 menit
Analisis :
Edible Coating - pH
Pati Talas - Viskositas
11
kemudian dilakukan pencampuran dengan bahan-bahan lainnya. Adonan yang
telah homogen dimasukan kedalam plastik selongsong kemudian dikukus. Tahap
pengukusan yang pertama menggunakan suhu 35-450C selama 20 menit kemudian
dilanjutkan dengan suhu 80-900C selama 20 menit. Sosis matang diangkat dan
ditiriskan. Selanjutnya plastik selongsong dilepaskan, lalu sosis dicelupkan
kedalam edible coating selama 10 menit. Pencelupan dilakukan sebanyak 2 kali
agar merata. Setelah itu sosis dikering-anginkan dan siap dilakukan analisis.
Proses pembuatas sosis ikan tongkol dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Suhu 35-45oC
Ikan Tongkol Segar Pengukusan I selama 20 menit
Suhu 80-90oC
Dicuci bersih Pengukusan II selama 20 menit
13
3.5.2 Viskositas (Menggunakan Viskometer) (Jacobs, 1958)
Viskositas diukur dengan menggunakan Viskometer (Brookfield Digital
Viscometer Model DV-E). Sebelum pengukuran dilakukan pemilihan spindle
dengan cara trial and error. Pembacaan skala lebih dari 100 dipilih spindle yang
lebih kecil dan atau kecepatan yang lebih rendah, sedangkan pembacaan dibawah
10 dipilih spindle yang lebih besar dan atau kecepatan yang lebih tinggi. Prosedur
pengukuran adalah sebagai berikut :
1. Ditimbang 300 ml sampel kecap dalam gelas beaker 500 ml
2. Spindle nomor 5 dipasang pada viskometer dan diatur kecepatan 50 rpm
3. Spindle diturunkan hingga terendam dalam sampel kecap sampai pada garis
batas spindle. Kepala spindle harus berada pada posisi tengah dari sampel
kecap.
4. Dibaca viskositas larutan sampel pada alat kemudian dilakukan perhitungan
sesuai faktor konversi. Dilakukan pengulangan sebanyak 2 kali pada setiap
sampel.
Rumus : V= ((S,K) x fk)
Keterangan: V= Viskositas, S= Spindel, K= Kecepatan, fk= faktor konversi.
14
3.5.4 Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (SNI 01-2891-1992)
Sebanyak 2-3 g contoh dimasukkan ke dalam sebuah cawan porselin
yang telah diketahui bobotnya. Untuk sampel bentuk cairan, contoh diuapkan
diatas penangas air sampai kering. Cawan yang berisi sampel selanjutnya
diarangkan diatas nyala pembakar, lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu
maksimum 550oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka
sedikit agar oksigen bisa masuk). Kemudian cawan didinginkan dalam desikator
dan ditimbang. Perhitungan :
w1 − w2
Kadar Abu = 𝑥 100%
w
Keterangan :
w1 : Bobot sampel awal (g)
w2 : Bobot sampel akhir setelah dikeringkan (g)
15
N = normalitas HCL
fk = faktor konversi (6,25)
fp = faktor pengenceran
16
DAFTAR PUSTAKA
Adiaprana, R., Ma’ruf, W. F., dan Anggo, A. D. 2016. Kajian Kualitas Stabilitas
Emulsi Semi Refined Carrageenan (Src) Dan Tepung Konjak Pada Sosis
Ikan Nila (Oreochromis sp.). J. Peng. & Biotek. Hasil Pertanian. Vol. 5 No.
1
Anggarini, D., Hidayat, N., dan Mulyadi, A. F. 2016. Pemanfaatan Pati Ganyong
Sebagai Bahan Baku Edible coating dan Aplikasinya pada Penyimpanan
Buah Apel Anna (Malus sylvestris) (Kajian Konsentrasi Pati Ganyong dan
Gliserol). Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 5(1): 1-8
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 1992. SNI 01–2891–1992 tentang Cara Uji
Makanan dan Minuman. BSN, Jakarta.
Budiman. (2011). Aplikasi Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible coating
untuk Memperpanjang Umur Simpan Pisang Cavendish (Musa
Cavendishii). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor. Bogor.
Cabeza MC et al. 2009. Safety and quality of ready-to-eat dry fermented sausages
subjected to E-beam radiation. Journal of Meat Science. 83(2): 320-327.
Jacobs, M. B. 1958. The Chemistry and Technology of Food and Food Product.
Interscience Publisher, New York.
Karmakar, P,. Das, A., Olam, K, Md. 2014. Comparative phytochemical screenin
and in vitro evaluation of bioloical activities between aquuuueous and
etanolitic extract of Momordica carantia L. Fruit. Bangladesh: british
journall of pharmaceutical research volume 4 number 6
Khomsan, A. 2006. Peranan Pangan dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Grasindo.
Jakarta.
17
Kramlich WE. 1971. Sausage Product. In: Price J.S and B.S. Schweigert (Eds.).
1987. The Science of Meat Product. San Fransisco: Freeman WH and Co.
Nalendrya, I., Ilmi, I. M. B., dan Arini, F. A. 2016. Sosis Ikan Kembung
(Rastrelliger Kanagurta L.) Sebagai Pangan Sumber Omega 3. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan 5 (3)
Raju CV, Shamasunandar BA, Udupa KS. 2003. The use of nisin as a
preservative in fish sausage stored at ambient (28 ± 2°C) and refrigerated
(6 ± 2°C) temperatures. International Journal of Food Science and
Technology. 38(2): 171-185.
Retnaningtyas, D.A., dan Putri, W.D.R. 2014. Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati
Ubi Jalar Oranye Hasil Modifikasi Perlakuan STPP (Lama Perendaman
dan Konsentrasi). Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol. 2 (4)
Towadi, K., Harmain, R. M., dan Dali, F. A. 2013. Pengaruh Lama Pengasapan
Yang Berbeda Terhadap Mutu Organoleptik dan Kadar Air pada Ikan
Tongkol (Euthynnus affinis ) Asap. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Vol. 1 (3).
18