Anda di halaman 1dari 14

JURNAL

IDENTIFIKASI KAPANG YANG DIISOLASI DARI KATSUOBUSHI IKAN


CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SELAMA PROSES FERMENTASI

OLEH
DEBBY THERESIA GULTOM

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019

1
IDENTIFIKASI KAPANG YANG DIISOLASI DARI KATSUOBUSHI IKAN
CAKALANG (Katsuwonus pelamis) SELAMA PROSES FERMENTASI

Oleh:
Debby Theresia Gultom1), Tjiptoleksono2), Sukirno Mus2)
Email: debbytgultom@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis jenis
kapang yang diisolasi dari katsuobushi serta mengetahui karakteristik organoleptik dari
katsuobushi selama proses fermentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode
deskriptif yaitu menjelaskan proses pembuatan katsuobushi, mengisolasi kapang yang tumbuh
pada katsuobushi dan mengidentifikasi jenis kapang secara makroskopis dan mikroskopis.
Parameter yang di ukur dalam penelitian ini adalah uji mikrobiologi (identifikasi kapang secara
makroskopis dan mikroskopis dan TPC), uji organoleptik (kenampakan, bau, rasa, tekstur), uji
proksimat (kadar air, kadar abu, nilai pH dan kadar fenol). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
beberapa jenis kapang yang tumbuh pada katsuobushi selama proses fermentasi adalah
Aspergillus nigger, Aspergillus parasiticus, Aspergillus oryzae, Penicillium sp dan Fusarium sp.
Lama fermentasi 3 minggu menghasilkan nilai organoleptik tertinggi berupa nilai rupa 7,7, nilai
aroma sebesar 7,8 dan nilai rasa sebesar 7,7. Hasil analisis kimia yaitu nilai kadar air pada
katsuobushi yang difermentasi selama tiga minggu, satu minggu sebesar 16,0 %, dua minggu
sebesar 18,6 %, dan tiga minggu sebesar 18,9 % masih memenuhi SNI. Hasil uji total koloni
bakteri pada katsuobushi selama proses fermentasi selama satu minggu berjumlah 4,3 x 103
CFU/g, dua minggu berjumlah 2,3 x 103 CFU/g, tiga minggu berjumlah 2,8 x 103 CFU/g dan
empat minggu berjumlah 4,1 x 103 CFU/g masih memenuhi SNI.

Kata kunci: Cakalang, fermentasi, Isolasi, Kapang, Katsuobushi


1)
Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau
2)
Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau

2
IDENTIFICATION OF ISOLATED FUNGI FROM SKIPJACK (Katsuwonus pelamis)
KATSUOBUSHI DURING FERMENTATION

By:
Debby Theresia Gultom, Tjiptoleksono2), Sukirno Mus2)
Email: debbytgultom@gmail.com

ABSTRACT

The aim of the study was to identify the isolated fungi from skipjack (Katsuwonus pelamis)
katsuobushi during the fermentation process by using macroscopic and microscopic method and
then to evaluate the organoleptic characteristics of katsuobushi produced. The method used was
descriptive which explained the process of making katsuobushi, the description of the isolated
fungi which was grown in katsuobushi and the identification of the fungi macroscopically and
microscopically, and also the proximate composition, including moisture content, ash content,
pH value and total phenol content. The result showed that some species of fungi grown on the
surface of katsuobushi during fermentation are Aspergillus nigger, Aspergillus parasiticus,
Aspergillus oryzae, Penicillium sp and Fusarium sp. The katsuobushi fermentation process for 3
weeks indicated the higest organoleptic values, namely the value of appearance 7.7, odor 7.8,
and taste 7.7. The chemical characteristics showed that the moisture content during the
fermentation process was 16.0 % for a week, 18.6 % for two weeks and 18.9 % for three weeks,
but all were still under the value determined by the Indonesian Nasional Standards. The total
number of microbia during fermentation was 4.3 x 103 CFU/g for a week, 2.3 x 103 CFU/g for
two weeks, 2.8 x 103 CFU/g for three weeks, and 4.1 x 103 CFU/g for four weeks. All were also
still under the value determined by the Indonesian Nasional Standards.

Key words : Fermentation, Fungi, Isolation, Katsoubushi, Skipjack


1
Student of Fisheries and Marine Faculty, the University of Riau
2
Lecturer of Fisheries and Marine Faculty, the University of Riau

3
PENDAHULUAN
Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) mencegah pertumbuhan kapang yang
adalah jenis ikan laut yang biasa dikonsumsi bersifat toksik. Selama proses fermentasi
oleh masyarakat Indonesia dan memiliki arabushi, kapang akan mendegradasi protein
kandungan protein tinggi yang baik untuk menjadi peptida sederhana dan fenol
tubuh manusia. Menurut Intarasirisawat et al menjadi produk turunannya (O-metilasi),
(2011) komposisi daging ikan cakalang gugus karbonil akan bereaksi dengan protein
terdiri dari kadar air 73,03%, kadar protein dan lemak dalam daging ikan sehingga
20,15%, kadar lemak 3,39%, kadar abu mempengaruhi rasa spesifik katsuobushi.
1,94%, dan kadar karbohidrat 2,35%. Katsuobushi yang ditumbuhi kapang
Namun Ikan cakalang juga memiliki pada permukaannya selama proses
kelemahan yaitu mudah mengalami fermentasi merupakan tanda katsuobushi
pembusukan setelah ditangkap. Oleh karena berkualitas baik. Menurut Basmal, et al.,
itu perlu dilakukan alternatif pengolahan (1999) hasil identifikasi jenis-jenis kapang
yang dapat memperpanjang masa simpannya yang tumbuh pada permukaan arabushi
dan mengurangi masalah proses tongkol dan cakalang selama proses
pembusukan dan penurunan mutu ikan segar fermentasi berlangsung ialah Aspergillus
yang sangat cepat terjadi salah satunya flavus, Aspergillus repens dan Penicillium
dengan mengolah ikan cakalang menjadi citrinum. Aspergillus tamarii, Aspergillus
katsuobushi. chevalieri diperoleh melalui isolasi dari
Katsuobushi adalah sejenis ikan fermentasi alami. Sedangkan sebagai kontrol
kayu berbahan baku ikan cakalang yang terhadap cita rasa katsuobushi hasil
terbentuk melalui tahapan proses perebusan, fermentasi terkontrol digunakan starter
pengeringan, pengasapan dan fermentasi kapang. Starter diisolasi dan diidentifikasi,
(Giyatmi, 2000). Katsuobushi diserut sehingga diketahui bahwa starter tersebut
menjadi seperti serutan kayu yang sangat berisi kapang dan Aspergillus oryzae dan
tipis, umumnya digunakan sebagai penyedap Aspergillus tonophilus (Giyatmi, 2000).
masakan tradisional Jepang, dapat Proses fermentasi ditentukan oleh
ditaburkan di atas makanan atau dapat jenis kapang yang digunakan dan lama
dimakan begitu saja sebagai lauk. fermentasi (Sakakibara et al., 1990; Doi et
Katsuobushi memiliki rasa yang unik, aroma al., 1989a; Doi et al., 1989b; Doi et al.,
yang khas dan mengandung unsur umami. 1990; Kunimoto et al., 1996). Lama
Salah satu bentuk penentuan kualitas fermentasi tergantung pada kemampuan
katsuobushi yang dihasilkan ditentukan oleh kapang tumbuh merata dan terjadinya
kemampuan kapang tumbuh menutupi perubahan warna dari putih menjadi hijau
permukaan katsuobushi selama proses keabu'abuan.
fermentasi dan jenis kapang. Kapang dapat Berdasarkan latar belakang diatas
memperbaiki nilai gizi, citarasa dan aroma maka penulis tertarik untuk melakukan
katsuobushi dari hasil penguraian protein penelitian dengan judul “Identifikasi
dan lemak oleh enzim kapang. Kapang yang Diisolasi dari Katsuobushi
Citarasa dari katsuobushi ditentukan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
oleh perubahan senyawa volatil dan non Selama Proses Fermentasi”.
volatil selama proses fermentasi. Fenol dan
karbonil merupakan senyawa yang termasuk
kedalam senyawa volatil yang mempunyai
sifat anti bakteri dan antioksidan dan dapat

1
METODE PENELITIAN kadar air, analisis kadar abu, analisis kadar
Bahan dan Alat fenol dan analisis pH.

Bahan dasar yang akan digunakan Prosedur Penelitian


pada pengolahan katsuobushi adalah ikan Penelitian ini dilakukan sebanyak 2 tahap
cakalang dengan berat rata-rata 2 kg per yaitu: 1) Pembuatan katsuobushi, 2) Isolasi
ekor sebanyak 3 ekor dan asap cair dari hasil dan identifikasi jamur.
pirolisis tempurung kelapa. Bahan untuk
analisis kimia terdiri dari (Na2CO3) Na- Proses pengolahan katsuobushi
Carbonat alkalis 2 %, reagen folin Katsuobushi diolah dengan menggunakan
ciocalteau dan aquades. Bahan untuk metode yang dimodifikasi (Giyatmi, 2000).
analisis mikrobiologi terdiri dari PCA (Plate 1. Penyiangan
Count Agar), NaCl, dan larutan fisiologis Penyiangan dilakukan dengan
0,9% NaCl, PDA (Potato Dextosa Agar). memotong bagian kepala, sirip kemudian
Peralatan yang akan digunakan perut dibelah sampai keanus, selanjutnya isi
untuk pengolahan katsuobushi adalah: perut dibuang dan kemudian dicuci bersih
pisau, kompor, talenan, baskom, timbangan lalu ikan difillet.
(gram), alat pengukus, pinset, thermometer, 2. Pengukusan
oven, toples, penjepit, brush, ketam (alat Pengukusan dilakukan di dalam
pengerut). Alat untuk analisis kimia terdiri dandang dengan suhu 90-95°C selama 1
dari cawan porselen, desikator, tanur, jam. Kemudian ikan dikeluarkan dan
stopwatch, pH meter, blender, dan beaker ditiriskan. Hal ini bertujuan untuk
glass. Alat untuk analisis mikroba terdiri mengurangi kadar lemak dan kadar air
dari erlenmeyer, hot plate, autoclave, tabung dalam tubuh ikan, menonaktifkan enzim
reaksi, plastik, stomacher, dropper, tabung yang akan merubah warna, cita rasa dan
reaksi, incubator. cawan petri dan nilai gizi. Setelah dingin, duri dan tulang-
mikroskop. tulang kecil ikan yang masih menempel
Metode Penelitian pada daging dicabuti. Selanjutnya ikan
Metode yang digunakan dalam dimasukkan kedalam toples untuk direndam
penelitian adalah metode deskriptif yaitu pengasapan cair.
menjelaskan proses pembuatan katsuobushi 3. Pengasapan Cair
melalui tahap perebusan, pengasapan, Pengasapan dilakukan dengan cara
pengeringan dan fermentasi, mengisolasi merendam ikan dalam larutan asap cair
kapang yang tumbuh pada katsuobushi dengan konsentrasi 6% selama 60 menit,
untuk mendapatkan kultur murni dan kemudian ditiriskan lalu disusun dalam rak
mengidentifikasi jenis kapang secara pengeringan.
makroskopis dan mikroskopis. Data yang 4. Pengeringan
diperoleh kemudian dianalisis secara Pengeringan pada tahap ini ikan
deskriptif dan disajikan dalam bentuk dijemur didalam oven, sampai ikan menjadi
gambar koloni kapang. kering dan keras. Waktu yang dibutuhkan
Parameter yang di ukur dalam penelitian untuk mengeringkan yaitu selama 5 hari
ini adalah parameter mikrobiologi yaitu uji dengan suhu 70 . Proses pengeringan yang
identifikasi kapang secara makroskopis dan sempurna sangat berpengaruh pada
mikroskopis dan TPC (Total Plate Count), keawetan ikan sehingga ikan bisa tahan
uji organoleptik yaitu uji mutu terhadap lebih lama.
katsuobushi, parameter kimia berupa analisis

2
5. Fermentasi generatif), bentuk dan ornamentasi tangkai
Proses fermentasi dilakukan untuk spora, dan lainnya.
menumbuhkan jamur pada permukaan ikan
kayu. Ikan kayu ditempatkan didalam HASIL DAN PEMBAHASAN
sebuah kotak dan ditutup rapat dan Identifikasi Beberapa Jenis Kapang Pada
difermentasi dengan waktu fermentasi yang Katsuobushi Ikan Cakalang
berbeda-beda. Setelah terjadi pertumbuhan
jamur selama proses fermentasi, masing- Dibawah ini dijelaskan mengenai ciri
masing katsuobushi disikat permukaannya makroskopis dan mikroskopis koloni kapang
untuk diisolasi jamurnya dan diidentifikasi pada katsuobushi ikan cakalang selama
untuk mengetahui jenis jamur yang tumbuh proses fermentasi.
pada katsuobushi. Koloni pada sampel 2 minggu

Isolasi dan identifikasi jenis kapang

Dilakukan penyikatan kapang yang


tumbuh pada permukaan katsuobushi, lalu
penanaman kapang dengan cara
menyebarkan masing-masing serutan sampel
diatas cawan petri yang telah berisi media A B
potato dextrose agar (PDA) dengan Gambar 1. Kapang Aspergillus niger
penambahan chloramphenicol 0.2% dengan
menggunakan pinset setelah itu inkubasi
pada suhu 27 selama 2 hari. Koloni
kapang yang tumbuh selama proses isolasi,
dimurnikan dengan cara mentransfer secara
aseptik sebagian miselium kapang ke dalam
media kultur agar miring low carbon agar
(LCA). Koloni diinkubasi selama 48-72 jam A B
pada suhu ruang. Isolat kapang yang telah Gambar 2. Kapang Aspergillus niger
murni diidentifikasi secara makroskopis dan ket : (A) makroskopis dan (B)
mikroskopis dibawah mikroskop. mikroskopis
Pengamatan makroskopis dilakukan Berdasarkan pengamatan makroskopik
secara langsung, karakter yang diamati koloni memiliki warna bulu dasar putih atau
meliputi; warna dan permukaan koloni kuning, lapisan konidiospora tebal berwarna
(granular, seperti tepung, menggunung, cokelat gelap sampai hitam, membentuk
licin), tekstur, zonasi, daerah tumbuh, garis- serabut tipis seperti kapas. Pada pengamatan
garis radial dan konsentris (khususnya pada secara mikroskopik spesies Aspergillus
kapang Penicillium), warna balik koloni niger memiliki tangkai-tangkai panjang
(reverse color), dan tetes eksudat (exudate (conidiophores) yang halus dan mendukung
drops). Pengamatan secara mikroskopis kepalanya yang besar (vesicle) berbentuk
dilakukan dengan bantuan mikroskop globusa. konidia berwarna hitam. Di bagian
meliputi; ada tidaknya septa pada hifa, kepala ini terdapat spora yang
pigmentasi hifa, clamp connection, bentuk membangkitkan sel hasil dari rantai panjang
dan ornamentasi spora (vegetatif dan spora.

3
A B A B
Gambar 3. Kapang Aspergillus parasiticus Gambar 5. Kapang Aspergillus oryzae
ket : (A) makroskopis dan (B) mikroskopis

Hasil pengamatan karakteristik


secara makroskopik dan mikroskopis
kapang yang tumbuh pada media PDA yaitu
Aspergillus parasiticus memiliki ciri-ciri
bentuk dan pinggir koloni tidak beraturan, A B
koloni berwarna hijau dan permukaan yang Gambar 6. Kapang Aspergillus oryzae
rata. Secara mikroskopis memiliki hifa ket : (A) makroskopis dan (B) mikroskopis
berseptat, misellium bercabang, batang
tubuh transparan, vesicle agak bulat dan Ciri makroskopis Kapang
konidia bulat dengan warna hijau. (Rusdi, Aspergillus oryzae pada gambar 8 spora
2013). berwarna kuning kecoklatan dengan koloni
berwarna hijau kekuningan dan miselium
Koloni pada sampel 3 minggu berwarna putih seperti gambar 9. Ciri
mikroskopis biseriate, bentuk fisikel sub
globose. Bentuk konidium globose dan
berwarna hitam, memiliki batang tubuh
berwarna merah kecoklatan dan permukaan
halus sampe kasar.

Koloni pada sampel 4 minggu


A B
Gambar 4. Kapang Penicillium sp
Secara makroskopis koloni kapang
Penicillium sp kapang berwarna coklat
kekuningan yang merupakan kumpulan hifa
dan diatasnya terdapat serbuk spora dan tepi
koloni tidak rata. Hasil pengamatan secara A B
mikroskopis kapang memiliki konidiofor Gambar 7. Kapang Aspergillus oryzae
panjang, konidia bulat seperti bulat telur, ket : (A) makroskopis dan (B) mikroskopis
dan tumbuh diatas phialid. Konidia terdiri
atas satu sel dan tumbuh berantai, satu Berdasarkan gambar 10 hasil
konidiofor terdapat 2/3 phialid dan setiap pengamatan karakteristik morfologi secara
phialid terdiri 3-5 konidia. makroskopik dan mikroskopis bahwa
kapang yang tumbuh pada media PDA yaitu
Aspergillus oryzae. Ciri makroskopis
memiliki miselium berwarna putih. Ciri
mikroskopis bentuk konidium globose atau

4
bulat dan berwarna hitam, permukaan halus Nilai Organoleptik
sampe kasar. Menurut suriawiria (1986) Penilaian mutu terhadap katsuobushi
kapang Aspergillus oryzae hidup dengan dilakukan oleh 25 orang panelis agak
massa berbentuk benang atau filame, terlatih. Penilaian ini dilakukan terhadap 4
multiseluler, bercabang-cabang dan tidak sampel katsuobushi ikan cakalang selama
berklorofil. proses fermentasi. Untuk melihat mutu
sensoris katsuobushi ikan cakalang sampel
disajikan dalam bentuk utuh, dan bentuk
serutan. Panelis diminta untuk memberikan
penilaian katsuobushi ikan cakalang selama
proses fermentasi terhadap nilai
A B kenampakan, bau, rasa dan tekstur.
Gambar 8. Kapang Aspergillus niger
pengamatan Aspergillus niger secara Rupa
makroskopik koloni memiliki warna putih Tabel1. Nilai rupa katsuobushi ikan
sampai kuning kemudian berubah warna cakalang selama proses fermentasi
menjadi coklat gelap hingga hitam setelah Lama Ulangan
terbentuk konidiospora (konidia), Rata-rata
fermentasi 1 2 3
membentuk serabut tipis seperti kapas. Pada 1 minggu 7,1 7,0 7,0 7
pengamatan secara mikroskopik spesies
2 minggu 7,1 7,2 7,2 7,2
Aspergillus niger menghasilkan koloni
berwarna hitam. tangkai-tangkai panjang 3 minggu 7,6 7,7 7,9 7,7
(conidiophores) berdinding halus, hialin, 4 minggu 7,4 7,2 7,4 7,3
sampai coklat dan mendukung kepalanya
yang besar (vesicle) yang berbentuk bulat. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata rupa katsuobushi ikan
cakalang selama proses fermentasi, terlihat
nilai tertinggi pada minggu ketiga sebesar
7,7 dengan kriteria warna coklat kemerahan
sesuai warna khas katsuobushi yang telah
diserut dan nilai terendah pada minggu
pertama sebesar 7,0 dengan kriteria warna
A B coklat terlalu gelap dan agak kusam.
Gambar 9. Kapang Fusarium sp Dari data diatas diketahui bahwa
ket : (A) makroskopis dan (B) mikroskopis nilai organoleptik rata-rata rupa serutan
meningkat sampai minggu ketiga fermentasi
Ciri makroskopis Fusarium sp mula-
dan kemudian cenderung menurun pada
mula miselium tidak berwarna, semakin tua
periode fermentasi berikutnya. Lama
warnanya semakin krem atau kecoklatan,
fermentasi tiga minggu merupakan waktu
akhirnya koloni tampak mempunyai benang,
optimum yang diperlukan untuk
membentuk serabut tipis seperti kapas,
mendapatkan serutan dengan penerimaan
pertumbuhan koloni rata. Ciri mikroskopis
rupa tertinggi.
membentuk banyak mikrokonidium bersel
Hal ini dipengaruhi oleh kapang
satu, tidak berwarna, lonjong atau bulat telur
yang tumbuh pada fermentasi minggu ketiga
makrokonidium lebih jarang, dan berbentuk
yaitu Penicillium Sp dan lebih dominan
kumparan.
ditumbuhi oleh kapang Aspergillus oryzae.
Kapang ini akan mengubah protein dan
5
lemak ikan menjadi senyawa turunannya Aroma katsuobushi sangat
dan akan bereaksi dengan fenol dan karbonil dipengaruhi oleh senyawa fenolik dan
yang terkandung dalam asap dan akan kemampuan kapang melakukan degradasi
memberikan warna yang khas pada dan O-metilasi selama proses fermentasi
katsuobushi. Menurut Crus dan Park (1982) (Basmal, J., 2001). Menurut Giyatmi et al.,
Aspergillus oryzae dikenal sebagai jamur (2000) Aroma serutan katsuobushi yang
yang paling banyak menghasilkan enzim. difermentasi dengan Aspergillus oryzae
Jamur ini memiliki kelebihan dibandingkan adalah yang tertinggi dibanding dengan
mikroba lain, antara lain mikroba yang katsuobushi yang difermentasi dengan
dihasilkan telah dimanfaatkan secara luas dengan Aspergillus tamarii dan Aspergillus
pada proses pengolahan pangan dan telah tonophilus.
berstatus GRAS (Generally Recognize as
Safe) dan enzim yang dihasilkan bersifat Rasa
ekstraseluler. Tabel 3. Nilai rasa katsuobushi ikan
cakalang selama proses fermentasi
Aroma Ulangan
Lama
Tabel 2. Nilai aroma katsuobushi ikan Rata-rata
fermentasi 1 2 3
cakalang selama proses fermentasi
1 minggu 7,1 7,2 7,2 7,2
Lama Ulangan 2 minggu 7,4 7,3 7,2
Rata-rata 7, 3
fermentasi 1 2 3 3 minggu 7,7 7,7 7,8 7,7
1 minggu 7 7 7 7 4 minggu 7,6 7,4 7,5 7,5
2 minggu 7,2 7,3 7,2 7,3
3 minggu 7,6 7,9 8,0 7,8 Pada Tabel 3 diketahui bahwa nilai
4 minggu 7,5 7,4 7,3 7,4 rata-rata rasa katsuobushi ikan cakalang
selama proses fermentasi nilai tertinggi
Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui terdapat pada minggu ketiga sebesar 7,7
bahwa nilai rata-rata aroma katsuobushi ikan dengan kriteria rasa ikan asap, gurih khas
cakalang selama proses fermentasi nilai katsuobushi dan terendah pada minggu
tertingi terdapat pada minggu ketiga sebesar pertama sebesar 7,2 dengan kriteria
7,8 dengan kriteria spesifik bau khas katsuobushi sedikit pahit dan kurang gurih.
katsuobushi tanpa bau tambahan sedangkan Selama proses fermentasi terjadi
nilai terendah pada minggu pertama sebesar peningkatan nilai rasa katsuobushi
7,0 dengan kriteria spesifik bau katsuobushi khususnya pada tiga minggu pertama
berkurang. katsuobushi. Pada minggu pertama nilai rasa
Pada lama fermentasi minggu katsuobushi sangat rendah disebabkan tidak
pertama sampai minggu ketiga terjadi adanya kapang pada minggu pertama yang
peningkatan terhadap nilai aroma tumbuh sehingga tidak terjadi fermentasi
katsuobushi khususnya selama tiga minggu oleh kapang yang akan mempengaruhi rasa
fermentasi kemudian cenderung menurun katsuobushi. Nilai rasa katsuobushi
pada periode fermentasi minggu keempat. meningkat secara nyata mulai minggu kedua
Lama fermentasi tiga minggu merupakan fermentasi dan bahkan nilai aroma tersebut
waktu optimum yang diperlukan untuk meningkat sangat nyata pada fermentasi
mendapatkan serutan dengan penerimaan minggu ketiga. Fermentasi minggu ketiga
aroma katsuobushi yang tertinggi. merupakan periode fermentasi yang
menghasilkan produk dengan serutan yang
mempunyai penerimaan rasa tertinggi.
6
Pada minggu keempat nilai rasa pada tekstur katsuobushi. Fermentasi minggu
katsuobushi mengalamai penurunan hal ini pertama merupakan periode fermentasi yang
mungkin disebabkan oleh aktivitas kapang menghasilkan katsuobushi yang mempunyai
yang menurun seiring dengan lamanya penerimaan tekstur tertinggi.
waktu fermentasi. Menurut Suprihatin Tekstur Katsuobushi ikan cakalang
(2010) bahwa produksi enzim dari kapang didukung oleh kadar air pada produk
dipengaruhi oleh beberapa faktor, tersebut, semakin rendah kadar air maka
diantaranya adalah waktu fermentasi atau tekstur akan semakin keras. Menurut
waktu inkubasi. Bila waktunya terlalu lama Meldiyani (2015) suhu yang digunakan
maka akan terjadi pembentukan spora untuk pengeringan pada katsuobushi adalah
kapang yang berlebihan dan ini akan 57ºC sehingga mempermudah keluarnya air
menyebabkan terbentuknya cita rasa yang dalam tubuh ikan, maka tekstur Katsuobushi
tidak diinginkan (Suprihatin, 2010). yang dihasilkan padat, kompak dan kering.
Selain itu asap cair juga bersifat asam yang
Tekstur menyebabkan air keluar dari tubuh ikan.
Tabel 4. Nilai tekstur katsuobushi ikan
cakalang selama proses fermentasi ANALISIS KIMIA
Lama Ulangan Kadar Air
Rata-rata Tabel 5. Kadar air pada katsuobushi ikan
fermentasi 1 2 3
1 minggu 7,9 8,4 8,5 8,2 cakalang selama proses fermentasi
2 minggu 8,2 8,2 8,0 8,1 Lama Ulangan
Rata-rata
3 minggu 8,0 8,5 7,8 8,1 fermentasi 1 2 3
4 minggu 8,1 8,0 7,9 8,0 1 minggu 15,9 15,0 16,9 16,0
2 minggu 17,9 20,1 17,6 18,6
Berdasarkan Tabel 4, dapat diketahui 3 minggu 16 20,74 20,11 18,9
bahwa nilai rata-rata tekstur katsuobushi 4 minggu 21,3 21,6 20,4 21,1
ikan cakalang selama proses fermentasi,
terdapat nilai tertinggi pada minggu pertama
Berdasarkan Tabel 5 diketahui kadar
yaitu 8,2 dengan kriteria keras seperti kayu
air pada katsuobushi ikan cakalang selama
sedangkan nilai terendah pada minggu
proses fermentasi berkisar antara 16,0% -
keempat yaitu 8,0 dengan kriteria netral.
21,1%. Kadar air tertinggi pada minggu
Nilai tekstur katsuobushi ditentukan oleh
keempat sebesar 21,1% sedangkan terendah
tingkat kekerasan produk. Tekstur keras
pada minggu pertama sebesar 16,00%.
adalah salah satu ciri khas dari katsuobushi
Terjadianya peningkatan kadar air selama
dimana tekstur keras tersebut dihasilkan dari
proses fermentasi disebabkan oleh
proses pengeringan yang berlangsung sangat
kecepatan tumbuh kapang selama fermentasi
lama pada temperatur tertentu.
minggu pertama sampai minggu keempat.
Dari data diatas diketahui bahwa
Dari pengamatan bahwa pola pertumbuhan
katsuobushi mengalami penurunan nilai
kapang pada katsuobushi menunjukkan pola
organoleptiknya dari segi tekstur selama
yang tidak sama, yaitu kapang tidak tumbuh
proses fermentasi. Pada fermentasi minggu
pada minggu pertama dan meningkat mulai
pertama nilai penerimaan rata-rata tekstur
minggu kedua sampai minggu keempat. Hal
katsuobushi cenderung menurun sampai
ini menunjukkan bahwa pertumbuhan
minggu keempat fermentasi. Fermentasi
kapang dipengaruhi oleh kadar air
minggu kedua dan ketiga tidak
katsuobushi selama fermentasi.
menyebabkan perubahan nilai penerimaan

7
Tingginya kadar air katsuobushi dari dapat ditentukan jumlahnya dengan cara
hasil fermentasi minggu keempat hal ini menentukan sisa-sisa pembakaran garam
disebabkan oleh kelembaban pada ruang mineral tersebut, yang dikenal dengan
fermentasi. Menurut (Basmal, J., 2001) pengabuan.
terjadinya peningkatan kadar air setiap
minggu mungkin disebabkan sejumlah uap Nilai pH
air yang terserap ke produk selama proses Tabel 7. Nilai pH pada katsuobushi ikan
fermentasi. cakalang selama proses fermentasi

Kadar Abu Lama Ulangan


Tabel 6. kadar abu pada katsuobushi ikan Rata-rata
fermentasi 1 2 3
cakalang selama proses fermentasi 1 minggu 5,9 5,8 5,8 5,8
Lama Ulangan 2 minggu 5,6 6,1 5,8 5,8
Rata-rata
fermentasi 1 2 3 3 minggu 5,5 5,7 5,7 5,6
1 minggu 11,8 10,0 10,4 10,7 4 minggu 6,6 6,6 6,7 6,6
2 minggu 12,8 11,2 14,5 12,9
3 minggu 7,2 5,4 7,1 6, 6 Berdasarkan Tabel 7 diketahui nilai
4 minggu 3,6 4,7 6,3 4,9 pH pada katsuobushi ikan cakalang selama
proses fermentasi berkisar antara 5,6 - 6,6.
Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui Nilai rata-rata pH tertinggi pada minggu
kadar abu pada Katsuobushi ikan cakalang keempat yaitu 6,6 sedangkan terendah pada
selama proses fermentasi berkisar antara minggu ketiga sebesar 5,6. Pada fermentasi
4,9% - 10,7%. Kadar abu tertinggi pada minggu pertama sampai minggu kedua nilai
minggu pertama yaitu 10,7%, sedangkan rata-rata pH tidak mengalami perubahan.
terendah pada minggu keempat sebesar Pada fermentasi minggu ketiga nilai pH
4,9%. katsuobushi cenderung menurun namun
Tinggi rendahnya nilai kadar abu meningkat lagi pada minggu keempat.
diduga pengaruh penanganan yang tidak Penurunan pH disebabkan oleh proses
sempurna sehingga kandungan-kandungan pemanfaatan gula oleh kapang Aspergillus
mineral yang masih ada pada daging ikut niger dan Penicillium sp yang berperan
terbawa selama proses pembuatan dalam proses fermentasi sehingga dihasilkan
katsuobushi. Ditambahkan Winarno (1995) asam-asam organik sebagai metabolit.
bahwa cara penanganan yang kurang Senyawa nitrogen seperti asam-asam amino
sempurna dapat menyebabkan hilang dan peptida yang terbentuk pada fermentasi
bahkan meningkatnya kandungan mineral minggu ketiga menyebabkan terjadinya
(abu) dalam bahan pangan. penurunan pH. Menurut Chamidah (2000)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil menyatakan bahwa nilai pH bahan
pembakaran suatu bahan organik. katsuobushi selama fermentasi dapat
Kandungan abu dan komposisinya berubah karena adanya protein yang terurai
tergantung pada macam bahan dan cara oleh enzim proteolitik. Selanjutnya Sitepu
pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya (2012) menyatakan bahwa rendahnya nilai
dengan mineral suatu bahan. Mineral yang pH disebabkan adanya aktivitas kapang
terdapat dalam suatu bahan dapat yang menghasilkan asam-asam organik
merupakan dua macam garam yaitu garam selama proses fermentasi.
organik dan garam anorganik (Sudarmadji,
1989). Komponen mineral dalam bahan

8
Kadar Fenol ANALISIS MIKROBIOLOGI
Total Koloni Bakteri
Tabel 8. Total kadar fenol (dalam ppm)
katsuobushi ikan cakalang selama Tabel 9. Total koloni bakteri (sCFU/g) pada
proses fermentasi katsuobushi ikan cakalang selama
Lama Ulangan proses fermentasi
Rata-rata
fermentasi 1 2 3 Lama Ulangan Rata-
1 minggu 1,1 1,1 1,1 1,1 fermentasi 1 2 3 rata
3 3
2 minggu 1,9 1,1 1,5 1,5 1 minggu 5,8 x 10 2,4 x 10 4,6 x 103 4,3 x 103
3 minggu 2 2,6 2,6 2,4 2 minggu 1,5 x 103 2,2 x 103 3,1 x 103 2,3 x 103
4 minggu 1,3 1,6 1,5 1,5 3 minggu 2,1 x 103 2,7 x 103 3,5 x 103 2,8 x 103
4 minggu 6,6 x 103 2,0 x 103 3,8 x 103 4,1 x 103
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui
total kadar fenol pada katsuobushi ikan Berdasarkan Tabel 12 dapat
cakalang selama proses fermentasi berkisar diketahui jumlah total koloni bakteri (sel/g)
antara 1,1 ppm – 2,4 ppm. Nilai rata-rata pada katsuobushi ikan cakalang selama
kadar fenol tertinggi pada minggu ketiga proses fermentasi berkisar antara 2,3 x 103
sebesar 2,4 ppm sedangkan terendah pada CFU/g - 4,3 x 103 CFU/g. Nilai jumlah total
minggu pertama sebesar 1,1 ppm. koloni bakteri tertinggi adalah pada
Dari data diatas diketahui bahwa fermentasi minggu pertama yaitu 4,3 x 103
lama fermentasi mempengaruhi nilai rata- CFU/g sedangkan terendah adalah pada
rata kadar fenol katsuobushi ikan cakalang. fermentasi minggu kedua yaitu sebesar 2,3 x
Kadar fenol cenderung meningkat sampai 103 CFU/g.
tiga minggu fermentasi, tetapi penurunan Hasil penelitian rata-rata nilai total
didapat pada fermentasi minggu keempat. bakteri pada katsuobushi selama fermentasi
Fenol yang telah terperangkap ada pada menunjukkan bahwa keseluruhan perlakuan
pengasapan akan didegradasi menjadi masih memenuhi syarat Nasional Indonesia
produk turunannya selama proses fermentasi (SNI 01-2691-2009) dengan angka total
berlangsung. dibawah nilai maksimum CFU/g. Hal
Penurunan kadar fenol diduga ini disebabkan karena kandungan kadar
diakibatkan oleh terjadinya penguapan fenol yang tinggi pada asap cair dapat
senyawa fenol yang mudah menguap dan menghambat pertumbuhan mikroba.
terjadinya oksidasi fenol. Menurut Doi et al Senyawa fenol dalam pengasapan
(1989b) dan Sakakibara et al (1990) juga memberikan pengaruh dalam
penurunan kadar fenol oleh kapang menghambat pertumbuhan koloni bakteri.
menguntungkan sebab akan menimbulkan Hal ini ditegaskan oleh bahwa senyawa
aroma dan rasa spesifik katsuobushi. fenol dapat menghambat pertumbuhan
Menurut Cutting (1965) kadar fenol dapat bakteri dengan memperpanjang fase lage
berkurang karena fenol memiliki sifat dengan cara mengganggu metabolisme
sensitif terhadap cahaya dan oksigen. mikroba dengan menghambat pembentukan
Sedangkan senyawa fenol yang mudah spora dari mikroba tersebut dan
menguap di antaranya adalah guaiacol dan memperpanjang fase lage (Daun,1979).
senyawa homolognya.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan

9
1. Jenis kapang yang tumbuh pada pengaturan suhu dan kelembaban
katsuobushi ikan cakalang selama pada ruang fermentasi selama proses
proses fermentasi, pada minggu fermentasi berlangsung untuk
kedua adalah Aspergillus nigger dan mengoptimalkan pertumbuhan
Aspergillus parasiticus, pada minggu kapang.
ketiga kapang yang tumbuh adalah
Aspergillus oryzae dan Penicillium DAFTAR PUSTAKA
sp yang merupakan kapang yang Basmal, J., N, Indriati., S, Nasran, dan N,
terbaik untuk memfermentasi Hak, 1999. Fermentasi alami ikan
katsuobushi. dan pada minggu kayu (arabushi) cakalang
keempat kapang yang tumbuh adalah (Katsuwonus pelamis) dan tongkol
Aspergillus oryzae, Aspergillus (Auxis thazard) dalam desikator.
nigger dan Fusarium sp. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia
2. Katsuobushi yang difermentasi Vol. V No.2 Tahun 1999
selama tiga minggu menghasilkan ______________. 2001. Pengaruh Inokulasi
nilai mutu organoleptik tertinggi Kapang pada Fermentasi Katsuobushi
berupa nilai rupa sebesar 7,7, nilai Cakalang (Katsuwonus pelamis).
aroma sebesar 7,8, dan nilai rasa Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,
sebesar 7,7. Vol. 7, No. 2, hlm. 60-69.
3. Katsuobushi yang difermentasi [BSN] Badan Standarisasi Nasional.
selama tiga minggu menghasilkan
2009a..Standar mutu ikan kayu. SNI
produk katsuobushi dengan nilai
2691.1-2009. Jakarta.
kimia yaitu kadar air 18,9 %, nilai
Chamidah, A., Tjahyono, A. dan Rosidi, D.
pH 5,6, kadar fenol 2,4 ppm.
2000. Penggunaan metode
4. Hasil uji mikrobiologi yaitu total
koloni bakteri pada katsuobushi pengasapan cair dalam pengembangan
selama proses fermentasi selama satu ikan ikan bandeng asap tradisional.
minggu berjumlah 4,3 x 103 CFU/g, Jurnal ilmu-ilmu teknik. Volume 12.
dua minggu berjumlah 2,3 x 103 No. 1
CFU/g, tiga minggu berjumlah 2,8 x Crus, R. And Park, Y. K. 1982. Production
103 CFU/g dan empat minggu of Fungal α-Galactosidase and its
berjumlah 4,1 x 103 CFU/g masih Application to the hydrolysis Of
memenuhi SNI. Galactoligosacharides in Soy Bean
Milk. J. Food sci. 47: 1973-1975
Saran Cutting, C.L., 1965. Smoking. Didalam G.
Berdasarkan hasil penelitian ini, Borgstrom. Fish as Food. Vol. 111.
untuk mendapatkan mutu Academic Press New York
organoleptik katsuobushi terbaik danLondon.
disarankan untuk melakukan Daun, H., 1979. Interaction of Wood Smoke
fermentasi selama tiga minggu Components and Foods. Food
selanjutnya untuk mendapatkan nilai Technol. 33 (5) 66-71.
kimia (kadar air, pH dan fenol) Doi, M., M. Ninomiya, dan M. Matsui.,
katsuobushi terbaik juga disarankan 1989a. Degradation and o-methylation
untuk melakukan fermentasi selama of phenols among volatile flavor
tiga minggu. Selanjutnya disarankan components of dried bonito
untuk meneliti lebih lanjut tentang

10
(katsuobushi) by Aspergillus species. Sudarmadji, S; B. Haryono dan Suhardi.
Agric. Biol. Chem., 53(4):1051-1055. (1989). Analisa bahan makanan dan
pertanian. Penerbit lyberti.
Doi, M., M. Matsui, Y. Shuto, dan Y. Yogyakarta.
Kinoshita., 1989b. 0-methylation of Suprihatin. 2010. Teknologi Fermentasi.
phenols by Aspergillus repens UNESA University Press: Surabaya
MAO197.Agric. Biol. Chem., Suriawiria, U. 1986. Pengantar untuk
53(11):3031 - 3032. Mengenal dan Menanam Jamur.
Doi, M., M. Matsui, Y. Shuto, dan Y. Bandung. Angkasa
Kinoshita., 1990. Biological Winarno, F.G. 1995. Enzim pangan. Jakarta:
isomerization of cyclohexanols by PT. Gramedia Pustaka Utama. 133 hlm
Aspergillus repens MA0197). Agric.
Biol. Chem., 54(5): 1177- 1181.
Giyatmi., 2000. Pengaruh Jenis Kapang
dan Lama Fermentasi terhadap Mutu
Ikan Kayu (Katsuobushi) Cakalang.
Buletin. Teknologi dan Industri
Pangan, Vol.XI, No.2, Th.2000.
Intarasiriswat C, Benjakul S, dan
Visessanguan W., 2011. Chemical
compositions of the roes from
skipjack, tongol, and bonito. Journal
Food Chemistry 124(11): 1328-1334.
Kunimoto, M., Y. Kaminishi, K. Minami,
dan M.Matano. 1996. Lipase and
phospholipase production by
Aspergillus repens- utilizied in
molding of Katsuobushi processing.
Fisheries Science, 62 (4):594 - 599.
Meldiyani., Sukirno., Leksono, T., 2015.
Implementasi metode pengasapan
yang berbeda pada proses pemnuatan
ikan kayu (katsuobushi) cakalang
(katsuwonusu pelamis).
Rusdi, R., 2013. Jamur Paru Aspergillosis,
(http://rosdianarusdi.blogspot.com/
2013/06/kandungan-buah-buahyang-
terdapat-dalam.html, diakses 18
september 2018).
Sakakibara, H., M. Hosokawa, I. Yajima,
dan K. Hayashi., 1990. Flavor
constituents of dried bonito
(Katsuobushi). Food Reviews
International, 6(4):553-572.

11

Anda mungkin juga menyukai