Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM
SGOT, SGPT
dan
Alkaline Phosphatase

NAMA : DEA FATIKA NURHAYATI

NIM : 1193081

KELAS : C-13

PRODI DIII ANALIS KESEHATAN

STIKES NASIONAL SURAKARTA


Korektor 1 Korektor 2
PEMERIKSAAN
ASAT (GOT) Aspartate Aminotransferase FS (IFCC mod.)
Metode: UV Optimal menurut IFCC
(Internasional Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine)
[modifikasi]

Probandus
Nama : Ny. Astika Rachmatul A
Umur : 23 thn
Jenis Kelamin : Perempuan

1. Tujuan : Untuk mengetahui kadar SGOT seseorang yang di periksa dalam U/L

2. Reaksi : L-aspartate + 2-Oxoglutarate ASAT


L-Glutamate + Oxalacetate
Oksaloasetat + NADH + H+ MDH
+ L-Malate + NAD+

3. Alat dan bahan : *Kuvet * Tissue


* Micropipet 500 µl dan 100 µl * Fotometer CLIMA MC-15
* Yellow tip * Reagen ASAT/AST
*Blue tip * Serum
*Aquadest * stopwatch

4. Cara kerja : 1) Persiapan fotometer


Panjang gelombang : 340 nm, Hg 334 nm, Hg 365 nm
Diameter kuvet : 1 cm
Suhu : 37ᵒC
Pengukuran : Terhadap Udara

2) Persiapan Reagen
Reagen dapat langsung digunakan. Untuk pengukuran sampel secara manual,
campurkan 4 bagian R1 + 1 bagian R2
(mis. 20 mL R1 + 5 mL R2) = mono-reagen

3) Pengukuran dengan Bi-reagen


Sampel atau kalibrator 100 µl
Reagen 1 1000 µl
Campurkan, inkubasi 5 menit, lalu tambahkan :
Reagen 2 250 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan
nyalakan stopwatch. Baca kembali absorbansinya
setelah 1, 2, dan 3 menit.

4) Pengukuran dengan Monoreagen


Sampel atau kalibrator 100 µl
Monoreagen 1000 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan
nyalakan stopwatch. Baca kembali absorbansinya
setelah 1, 2, dan 3 menit.

 PERHITUNGAN

Gangguan
Metabolisme
1) Dengan Faktor
Dari pembacaan absorbansi dapat dihitung DA /menit dan dikalikan
dengan faktor yang sesuai dari tabel di bawah ini:
∆A/menit x faktor = aktivitas ASAT (U/L)
Pengukuran Pengukuran
Substrat Sampel
340 nm 2143 1745

334 nm 2184 1780

365 nm 3971 3235


2) Dengan Kalibrator
ASAT (U/L) = ∆A/menit Sampel x Kons. Kalibrator (U/L)
∆A/menit Kalibrator
3) Faktor Konversi
ASAT (U/L) x 0,0167 = ASAT (μkat/L)

5. Harga Normal : Dewasa :


Wanita < 31 U/L atau < 0,52 μkat/L
Pria < 35 U/L atau < 0,58 μkat/L

6. Hasil : 32 U/L

7. Kesimpulan : Kadar SGOT dalam sampel Probandus yang diperiksa lebih dari normal 32 U/L

8. Pembahasan

 Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) merupakan salah satu enzim yang dijumpai dalam
otot jantung dan hati. Enzim ini ditemukan dalam konsentrasi sedang pada otot rangka, ginjal dan
pankreas. Saat terjadi cedera terutama pada sel-sel hati dan otot jantung, enzim ini akan dilepaskan ke
dalam darah. Fungsi utama enzim ini sebagai biomarker/penanda adanya gangguan pada hati dan jantung

 Pemeriksaan kadar SGOT (Serum Glutamic Oxal-acetat Transminase) dan SGPT (Serum Glutamic
Pyruvic Transminase) merupakan parameter untuk mendeteksi penyakit hati. Peningkatan kadar SGOT
dan SGPT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intraseluler kedalam darah yang disebabkan
nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan akut, atau dengan kata lain kadar SGOT dan SGPT akan
meningkat dalam darah ketika terjadi kerusakan pada sel hati

 Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamic Piruvate Transaminase (SGPT)
merupakan enzim yang terlibat dalam metabolisme hati, karena hati adalah terlibat dalam jenis aktifitas
fisik dibandingkan dengan kegiatan lain. Sehingga kemungkinan kerusakan membran sel hati pada
aktivitas aerobik jangka panjang jauh lebih tinggi (Mougios, 2009 ; Nazarali, et al, 2015).

 Peningkatan SGOT dan SGPT mengindikasikan adanya kerusakan sel-sel hepar dibandingkan dengan
enzim hepar lainnya, karena kedua enzim ini meningkat terlebih dahulu dan meningkat drastis bila
dibandingkan dengan enzim-enzim lain ketika kerusakan sel-sel hepar (Calbreath, 1982 ; Fajariyah, et al,
2010). SGOT secara alami di berbagai jaringan termasuk hati, jantung, otot, ginjal dan otak. Enzim ini
dalam waktu kerusakan masing-masing jaringan ini masuk ke dalam darah. Meskipun SGPT secara alami
ditemukan dalam hati, namun kerusakan sel hati enzim ini memasuki dalam darah(Ghorbani P & Gaeni
A.A, 2013).

Gangguan
Metabolisme
 Peningkatan kadar SGOT biasa ditemukan dalam keadaan :
1) cedera hepatoselular
2) penyakit hati kronik
3) infarkmiokard
4) hepatitis virus
5) obar atau toksin yang menginduksi nekrosis hepar
6) syok

 Hati sendiri merupakan organ penting untuk metabolisme dan detoksifikasi. Hati mengandung sejumlah
besar asam lemak takjenuh ganda, yang rentan terhadap kerusakan oleh radikal bebas. Di mana SGPT dan
SGOT adalah pembuat status fungsional hati karena mereka menunjukkan kerusakan parenkim hati.
Golongan transaminase ini secara normal dapat ditemukan pada serum dalam kosentrasi yang rendah
yaitu kurang dari 30-40U/L.
Dengan adanya peranan yang cukup penting dari jenis enzim ini utamanya dalam organ hepar, maka
kemudian digunakan dalam pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kelainan fungsi hati. Jika
terjadip eningkatan Serum Glutamic OksaloaseticTransaminase (SGOT) dalam darah, maka dapatdiduga
bahwa telah terjadi kelainan pada hati.
Serum transaminase dalam hal ini SGOT(AST) dan SGPT (ALT), walaupun bukan satu-satunya
petanda fungsi hati,namun keberadaannya seringkali digunakan sebagai screening enzyme, merupakan
parameter dasar untuk suatu diagnosis dan follow up terhadap gangguan fungsi hati.
Glutamat Oksaloasetat Transaminase (GOT) merupakan enzim yang banyak ditemukan pada organ
hepar terutama pada sitosol. Glutamat Oksaloasetat Transaminase diperlukan oleh tubuh untuk
mengurangi kelebihan ammonia.
SGOT yang sekarang lebih dikena dengan Aspartat Transaminase(AST) merupakan enzim yang
banyak terdapat dalam organ hati. Karena itu peningkatan kadar enzimini pada serum dapat dijadikan
indikasi terjadainya kerusakan jaringan yang akut.
kenaikan SGOT bisa bermakna kelainan non hepatik atau kelainan hati yang didominasi kerusakan
mitokondria. Hal ini terjadi karena SGOT berada dalam sitosol dan mitokondria. Ketika terjadi kerusakan
pada hati, maka sel-sel hepatositnya akan lebih permeabel sehingga enzim SGOT bocor kedalam
pembuluh darah sehingga menyebabkan kadarnya meningkat pada serum. Nilai normal SGOT pada
perempuan adalah kurang dari 31U/L dan pada laki-laki kurang dari 35 U/L.
Selain di hati, SGOT terdapat juga dijantung, otot rangka, otak dan ginjal. Peningkatan kedua enzim
selular ini terjadi :
1. akibat pelepasan ke dalam serum ketikajaringan mengalami kerusakan.
2. Pada kerusakanhati yang disebabkan oleh keracunan atau infeksi ( kenaikan aktivitas SGOT dan
SGPTdapat mencapai 20-100x harga batas normaltertinggi. Umumnya pada kerusakan hati yang
menonjol ialah kenaikan aktivitas SGPT)
3. kerusakan pada struktur dan fungsi membran sel hati (Apabila kerusakan yang timbul oleh
radang hati hanya kecil, kadar SGPT lebih dini dan lebih cepat meningkat dari kadar SGOT)

 Peningkatan kadar SGOT merupakan respon terhadap mitochondrial injury yang berhubungan dengan
infeksi hepatitis C dan progresivitas fibrosis hepar

DAFTAR PUSTAKA
Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik, Ed.9. Dian Rakyat, Jakarta 2008. Hal. 7-10
Ghorbani P., and Gaeini A.A. (2013). The Effect of One Bout High IntensityInterval Training On Liver
Enzymes Level in Elite Soccer Players. GlobalJournal of Science, Engineering and Techonology (5).
University ofTehran, Tehran. Iran.
KeeJL.PedomanPemeriksaanLaboratorium & Diagnostik. Edisi 6.Jakarta: EGC; 2007. p. 15-6
Mougios, V. (2009) Exercise Biochemistry. Translated by: Nader Rahnema, RezaNouri, Hadi Rouhani,
Saeede Shadmehri, Neda Aghaee, Yaser Saberi.Tehran, Samt Publishing. [Farsi].
Nazarali P., Nafiseh G., and Hanachi P. (2015). A Comparison Of The Effect Of TwoTypes Of Exercise
(Exhaustive Endurance, High Intensity Exercise) On TheSGOT, SGPT In Active Girls. International
Gangguan
Metabolisme
Journal Of Current Life Sciences Vol5 (2). Faculty of Physical education and Sport Sciences, Alzahra
University,Tehran. Iran
Sadikin M. Biokimia enzim. Jakarta:Penerbit Widya Medika; 2002
Syarif, Jurnal. 2013. Penuntun KimiaKlinik II. UIT. Makassar

PEMERIKSAAN
ALAT (GPT) Alanine aminotransferase
FS (IFCC mod.)
Metode: UV Optimal menurut IFCC Gangguan
(Internasional Federation of Clinical Chemistry and Laboratory Medicine) Metabolisme
[modifikasi]
Korektor 1 Korektor 2

Probandus
Nama : Ny. Astika Rachmatul A
Umur : 23 thn
Jenis Kelamin : Perempuan

1. Tujuan : Untuk mengetahui kadar SGPT seseorang yang di periksa dalam U/L

2. Reaksi : L-alanine + 2-oxoglutarate ALAT L-glutamate + pyruvate


Pyruvate + NADH + H + LDH D-lactate + NAD+
detergent

3. Alat dan bahan : *Kuvet * Tissue


* Micropipet 500 µl dan 100 µl * Fotometer CLIMA MC-15
* Yellow tip * Reagen ALAT/ALT
*Blue tip * Serum
*Aquadest * stopwatch

4. Cara kerja : 1) Persiapan fotometer


Panjang gelombang : 340 nm, Hg 334 nm, Hg 365 nm
Diameter kuvet : 1 cm
Suhu : 37ᵒC
Pengukuran : Terhadap Udara

2) Persiapan Reagen
Reagen siap untuk digunakan. Untuk pengukuran sampel, campurkan 4 bagian
R1+ 1 bagian R2 (mis. 20 mL R1 + 5 mL R2) = mono-reagen

3) Pengukuran dengan Bi-reagen


Sampel atau kalibrator 100 µl
Reagen 1 1000 µl
Campurkan, inkubasi 5 menit, lalu tambahkan :
Reagen 2 250 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan
nyalakan stopwatch. Baca kembali absorbansinya
setelah 1, 2, dan 3 menit.

4) Pengukuran dengan Monoreagen


Sampel atau kalibrator 100 µl
Monoreagen 1000 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan
nyalakan stopwatch. Baca kembali absorbansinya
setelah 1, 2, dan 3 menit.

 PERHITUNGAN

1) Dengan Faktor
Dari pembacaan absorbansi dapat dihitung DA /menit dan dikalikan
Gangguan
Metabolisme
dengan faktor yang sesuai dari tabel di bawah ini:
∆A/menit x faktor = aktivitas ASAT (U/L)
Pengukuran Pengukuran
Substrat Sampel
340 nm 2143 1745

334 nm 2184 1780

365 nm 3971 3235


2) Dengan Kalibrator
ASAT (U/L) = ∆A/menit Sampel x Kons. Kalibrator (U/L)
∆A/menit Kalibrator
3) Faktor Konversi
ASAT (U/L) x 0,0167 = ASAT (μkat/L)

5. Harga Normal : Dewasa :


Wanita < 31 U/L atau < 0,52 μkat/L
Pria < 41 U/L atau < 0,68 μkat/L

6. Hasil : 41 U/L

7. Kesimpulan : Kadar SGPT dalam sampel Probandus yang diperiksa lebih dari normal

41 U/L
8. Pembahasan
 Enzim yang paling sering berkaitan dengan kerusakan hati adalah aminotransferase yang mengkatalisis
pemindahan revensibel satu gugus amino antara sebuah asam amino dan asam alfa-keto, yang berfungsi
dalam pembentukan asam-asam amino yang dibutuhkan untuk menyusun protein di hati. Salah satunya
adalah alanine aminotransferase  (ALT) yang memindahkan satu gugus amino antara alanin dan asam alfa-
keto glutamate (Sacher RA, 2004)

 SGPT digunakan untuk membedakan antara penyebab karena kerusakan hati dan ikterik hemolitik. Kadar
SGOT serum pada ikterik yang berasal dari hati hasilnya lebih tinggi dari 300unit, sedangkan yang bukan
berasal dari hati hasilnya <300 unit. Kadar SGPT serum biasanya meningkat sebelum tampak ikterik (Kee,
2007).

 Kadar SGPT meningkat ditemukan dalam keadaan :


1) kasus nekrosis hati
2) hepatitis akut
3) nekrosis miokardium
4) fatty liver
5) hepatitis virus
6) medication induced hepatitis
7) hepatits autoimun
8) penyakit hepar alkoholik

 Kenaikan kadar enzim SGPT dalam serumdapat disebabkan oleh sel – sel yang banyak mengandung enzim
transaminase mengalami nekrosis atau hancur, sehingga enzim – enzim tersebut masuk dalam peredaran
darah akibatnya terjadi peningkatan kadar ALT. Pada kerusakan hati yang disebabkan oleh keracunan atau
infeksi, kenaikan SGOT dan SGPT dapat mencapai 20-100x nilai batas normal tertinggi. Umumnya pada
kerusakan hatiyang menonjol ialah kenaikan SGPT (Sadikin 2002)
Gangguan
Metabolisme
 Menurut (Sacher, 2004), kondisi yang dapat meningkatkan SGPT dibedakanmenjadi tiga yaitu :
1) Peningkatan SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral akut, nekrosis hati(toksisitas obat atau kimia)
2) Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear, hepatitis kronisaktif, sumbatan empedu ekstra
hepatik, sindrom Reye dan infarkmiokard (SGOT>SGPT)
3) Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati, sirosisLaennec dan sirosis biliaris

 Enzim aminotransferase yang paling sering dihubungkan dengan kerusakan sel hati adalah alanin
aminotransferase (ALT) yang juga disebut serum glutamat piruvat transaminase (SGPT). Hati adalah satu -
satunya sel dengan konsentrasi SGPT yang tinggi, sedangkan ginjal, otot jantung, dan otot rangka
mengandung kadar SGPT sedang. SGPT dalam jumlah yang lebih sedikit ditemukan di pankreas, paru,
limpa, dan eritrosit. Dengan demikian, SGPT memiliki spesifitas yang relatif tinggi untuk kerusakan hati
(Ronald, 2004)

 Peningkatan kadar enzim SGOT/SGPT 5-15 kali dari nilai normal yang terjadi pada pasien dapat disebabkan
oleh beberapa kondisi yang terkait dengan cedera hepatoselular.Peningkatan enzim ini berhubungan dengan
kerusakan integritas sel hepatoseluler melalui nekroinflamasi persisten. Hepatitis C Virus (HCV)adalah virus
RNA yang tidak berintegrasi di dalam genom manusia, karena tidak adanya enzim reverse transcriptase

 Apabila terjadi kerusakan sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstrasel dan ke dalam aliran darah.
Pengukuran konsentrasi enzim didalam darah dengan uji SGPT dapat memberikan informasi penting
mengenai tingkat gangguan fungsi hati. Aktivitas SGPT di dalam hati dapat di deteksi meskipun dalam
jumlah sangat kecil (Utami,2009)

 Hemolisis merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kadar SGPT, karena hemolisis adalah
pecahnya membran eritrosit,sehingga hemoglobin bebas ke dalam medium sekelilingnya (plasma). Menurut
Riswanto(2010), kerusakan membran sel eritrosit dapat disebabkan oleh antara lain mengeluarkan darah dari
spuit tanpa melepas jarum terlebih dahulu. Hal tersebut dapat didukung oleh penambahan larutan hipotonis,
hipertonis kedalam darah, penurunan tekanan keras pada permukaan membran eritrosit, zat/unsur kimia
tertentu, pemanasan dan pendinginan, rapuh karena ketuaan dalam sirkulasi darah. Apabila sel eritrosit pecah
maka akan menyebabkan isi sel keluar, misalnya: enzim, elektrolit dan hemoglobin sehingga tampak merah
muda sampai merah pada serum, Anonim a (2008)

 Pada hemolisis terjadi pemecahan membran eritrosit, sehingga dalam proses tersebut dapat mengeluarkan
enzim SGPT yang dalam keadaan normal terdapat dalam eritrosit dan setelah eritrosit mengalami lisis enzim
SGPT keluar ke cairan ekstraseluler,sehingga dalam tes laboratorium menunjukkan peningkatan kadar SGPT
yang dapat juga mengakibatkan hasil test yang tidak akurat

 Menurut Le Fever (1997) dan Ekawati(2009), SGPT merupakan enzim yang utama banyak ditemukan pada
sel hati serta efektif dalam mendiagnosis destruksi hepatoseluler. Enzim ini dapat dijumpai dalam jumlah
kecil pada darah, otot jantung, ginjal dan otot rangka. Ketika sel hati rusak, enzim ini merembes ke dalam
aliran darah sehingga menyebabkan kadar SGPT meningkat. Peningkatan kadar enzim dalam darah
merupakan akibat adanya kerusakan sel yang mengandung enzim atau adanya perubahan permeabilitas
membran sel, sehingga makromolekul– makromolekul dapatmenembus dan terlepas ke dalam cairan
ekstrasel (Widman, 1989).

DAFTAR PUSTAKA
Guyton AC, Hall. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-9. Jakarta: EGC;2007
Joyce, L.F.K. 2009. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik. Edisi 6. EGC. Jakarta.
Price SA, Wilson LM. Patofisiologikonsep klinis proses-proses penyakit.Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006
Rosida, A. 2016. Pemeriksaan laboratorium pada penyakit hati’, Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, pp. 17–25. https://media.neliti.com/media/publications/59846-ID-pemeriksaanlaboratorium-
Gangguan
Metabolisme
penyakit-hati.pdf. diakses tanggal 2 Desember 2018.
Sulaiman HA, Akbar HN, Lesmana LA, NoerHMS, editor. Buku ajar ilmu penyakit hati.Edisi ke-1
(Revisi). Jakarta: Jayabadi; 2009.

PEMERIKSAAN
Alkaline Phosphatase FS (IFCC mod.)
Metode: Tes fotometri kinetik, mengacu pada Internasional Federation of
Clinical Chemistry and Laboratory Medicine (IFCC).
Gangguan
Metabolisme
Korektor 1 Korektor 2

Probandus
Nama : Ny. Astika Rachmatul A
Umur : 23 thn
Jenis Kelamin : Perempuan

1. Tujuan : Untuk mengetahui kadar Alkaline Phosphatase seseorang yang di periksa dalam
U/L
AP
2. Reaksi : p-Nitrophenylphosphate + H2O Phosphate + p-Nitrophenol

3. Alat dan : *Kuvet * Tissue


bahan
* Micropipet 500 µl dan 100 µl * Fotometer CLIMA MC-15
* Yellow tip * Reagen Alkaline Phosphatase
*Blue tip * Serum
*Aquadest * stopwatch

4. Cara kerja : 1) Persiapan fotometer


Panjang gelombang : Hg 405 nm, (400 - 420 nm)
Diameter kuvet : 1 cm
Suhu : 37ᵒC
Pengukuran : Terhadap Blanko Reagen

2) Persiapan Reagen
Reagen siap untuk digunakan. Untuk pengukuran sampel, campurkan 4 bagian
R1 + 1 bagian R2 (mis. 20 mL R1 + 5 mL R2) = mono-reagen

3) Pengukuran dengan Bi-reagen


Blank Sampel atau Kalibrator
Sampel atau kalibrator - 20 µl
Aquadest 20 µl -
Reagen 1 1000 µl 1000 µl
Campurkan, inkubasi kira-kira 1 menit, lalu tambahkan :
Reagen 2 250 µl 250 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan nyalakan
stopwatch. Baca kembali absorbansinya setelah 1, 2, dan 3 menit.

4) Pengukuran dengan Monoreagen


Blank Sampel atau Kalibrator

Sampel atau kalibrator - 20 µl


Aquadest 20 µl -
Monoreagen 1000 µl 1000 µl
Campurkan, baca absorbansinya setelah 1 menit dan nyalakan
stopwatch. Baca kembali absorbansinya setelah 1, 2, dan 3 menit.

 PERHITUNGAN
Dari pembacaan absorbansi hitung DA/menit dan kalikan dengan faktor yang sesuai
dari tabel di bawah ini :
1) Dengan Faktor : ∆A/menit x faktor = aktivitas AP (U/L)
Faktor pengukuran pada 405 nm : Substrat 3433
Gangguan
Metabolisme
Sampel 2757

2) Dengan Kalibrator
AP (U/L) = ∆A/menit Sampel x Kons. Kalibrator (U/L)
∆A/menit Kalibrator

3) Faktor Konversi
ALP (U/L) x 0,0167 = ALP (μkat/L)

5. Harga Normal Dewasa ( menurut Abicht K et al. Multicenter evaluation of new GGT and ALP reagents
: with new reference standardization and determination of 37°C reference intervals. Clin Chem
Lab Med 2001; 39 (Suppl.): S 346 [abstract].
 Wanita 35 - 104 [U/L] atau 0,58 - 1,74 μkat/L
o  Pria 40 - 129 [U/L] atau 0,67 - 2,15 μkat/L

Dewasa ( menurut Thomas L, Muller M, Schumann G, Weidemann G et al. Consensus of


DGKL and VDGH for interim reference intervals on ezymes in serum. J Lab Med
2005;29:301-308.
 Wanita 35 - 105 [U/L] atau 0,58 - 1,75 μkat/L
 Pria 40 - 130 [U/L] atau 0,67 - 2,17 μkat/L

Menurut (Soldin JS, Brugnara C., Wong CE. In: MJ Hicks, editor. Pediatric reference th
intervals. 6 ed. Washington: AACC Press, 2007. p. 11.)

Wanita Pria Wanita Pria


(U/L) (U/L) ( μkat/L) ( μkat/L)
10 - 12
51 – 332 42 – 362 0,85 - 5,53 0,70 - 6,03
tahun
13 - 15
50 – 162 74 – 390 0,83 - 2,70 1,23 - 6,50
tahun
16 - 18
50 - 162 52 - 171 0,78 - 1,98 0,87 - 2,85
tahun

6. Hasil : 102 U/L

7. Kesimpulan : Kadar SGPT dalam sampel Probandus yang diperiksa dalam batas normal 102 U/L

8. Pembahasan :
 Alkaline Phosphatase (AP), suatu enzim hidrolitik yang bekerja optimal pada pH basa, terutama berasal
dari tulang dan hati, tetapi juga dari jaringan lain seperti ginjal, plasenta, testis, timus, paru-paru dan tumor.
Peningkatan fisiologis terjadi selama pertumbuhan tulang pada masa kanak-kanak dan kehamilan,
sementara peningkatan patologis sebagian besar terkait dengan hepatobiliari dan penyakit tulang. Pada
penyakit hepatobiliari, peningkatan AP menunjukkan adanya obstruksi saluran empedu seperti kolestasis
yang disebabkan oleh batu empedu, tumor atau peradangan. Kadar yang tinggi juga diamati pada infeksi
virus hepatitis. Pada penyakit tulang, AP yang tinggi berasal dari peningkatan kegiatan osteoblastik
sebagaimana pada penyakit Paget, osteomalasia (Rakitis), metastasis tulang dan hiperparatiroidisme

 ALP merupakan enzim yang digunakan untuk menilai kelainan hepatoseluler dan hepatobilier. Enzim ini
Gangguan
Metabolisme
terdapat di tulang, hati, dan plasenta. ALP di sel hati terdapat di sinusoid dan membran saluran empedu,
selain itu ALP banyak dijumpai pada aktivitas osteoblast. Rosida(2016) menyatakan nilai normal lebih
tinggi pada anak - anak, wanita hamil dan pada cidera tulang Peningkatannilai ALP yang tinggi dapat
menunjukkan bahwa saluran empedu terhambat.
Peningkatan kadar 1x dari nilai normal bisa disebabkan oleh hepatobillier dan tulang. Peningkatan
kadar 4x dari nilai normal mengarah pada kelainan hepatobilier Peningkatan kadar 3x dapat dijumpai pada
penyakit hati (hepatitis dan sirosis). Peningkatan kadar hingga 10x dapat dijumpai pada obstruksi saluran
empedu.Selain itu Bishop et al (2010) menyatakan kenaikan nilai ALP yang tidak normal dapat
menunjukkan adanya penyakit hati atau tulang.

 Peningkatan ALP tulang dalam serum terjadi sebagai bagian dari respon pertumbuhan osteoblastik.Anak
yang tulangnya sedang tumbuh memiliki kadarALP tulang yang tinggi. Demikian juga orang dewasa yang
sedang mengalami penyembuhan patah tulang(Program et al., 2017)

 Alkaline phosphatase (ALP) merupakan enzim yang banyak ditemukan di hepar (isoenzim ALP-1) dan
tulang (isoenzim ALP-2), serta sedikit diproduksi oleh sel-sel pada saluran pencernaan, plasenta, dan
ginjal. ALP sering digunakan untuk mendeteksi penyakit yangberhubungan dengan organ-organ tersebut.
Kadar ALP dalam darah sangat bervariasi tergantung dari jenis kelamin, usia, kehamilan, morfometrik
tubuh, serta obat-obatan.

 Peningkatan kadar ALP dapat terjadi antara lain karena :


1. Obat-obatan seperti glukokortikoid dan antikonvulsan.
2. Pengaruh usia
Kadar ALP tertinggi terdapat pada bayi yang barulahir, pada usia 10-11 tahun untuk anak
perempuan dan 13-14tahun untuk anak laki-laki.
3. Penyaki-penyakit seperti gangguan hepatobilier,hyperadrenocorticism, dan peningkatan aktivitas
osteoblas

 Alkali fosfatase merupakan metaloenzim yang mengandung Zn sebagai bagianintegral molekul, serta
memerlukan Co2+, Mg2+atau Mn2+sebagai aktivatornya (Sadikin,2002). Alkali fosfatase ditemukan sebagian
besar di hati, tepatnya di dalam mikrovili dari kanalikuli empedu dan pada permukaan sinusoidal dari
hepatosit (Thapa, 2007). Alkalifosfatase disekresi melalui saluran empedu serta kadarnya meningkat dalam
darah, apabila terjadi sumbatan saluran empedu, penyakit tulang dan hati (Kosasih, 2008 ; Price, 2005)

 Pemeriksaan alkali fosfatase dapat menggunakan spesimen berupa serum dan plasma heparin. Pemeriksaan
alkali fosfatase sering menggunakan spesimen serum, karena dapat mempertahankan kadar enzim alkali
fosfatase tetap stabil (WHO, 2002)

 Pemeriksaan alkalifosfatase tidak diperkenankan menggunakan antikoagulan plasma sitrat, plasma oksalat
maupun plasma EDTA, karena dapat mempengaruhi reaksi dengan mengikat kofaktor Zn dan
menyebabkan inaktivasi enzim yang ireversibel, sehingga aktivitas enzim alkali fosfatase tidak dapat
diukur. Plasma heparin merupakan satu-satunya antikoagulan yang dapat digunakan tanpa mempengaruhi
reaksi, sehingga aktivitas enzim alkali fosfatase tetap terukur(Thapa 2007 ; William, 2014)

 Pemeriksaan alkali fosfatase sering menggunakan spesimen serum, namun plasma heparin memiliki waktu
penyediaan TAT (turn around time) lebih cepat dibandingkan serum, karena plasma tidak memerlukan
proses clotting (penggumpalan) dulu sebelum sentri-fugasi(Gaw, 2011)

DAFTAR PUSTAKA
Gaw, A., et al. 2011. Biologi Klinis: Teks Bergambar. Jakarta: EGC.
Price, S.A. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta: EGC.
Gangguan
Metabolisme
Rosida, A. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati. Jurnal Berkala Kedokteran. 12. 1. pp.123-131.
Thapa, B.R. & Anuj Walia. 2007. Liver Function Test and Their Interpretation. IndianJournal of
Pediatrics.  74.pp.663-671.
WHO. 2002. Use of Anticoagulants in Diagnostic Laboratory Investigations. Geneva: World Health
Organization.
William, D.L & Vincent Marks. 2014. Scientific Foundation of Biochemistry in Clinical
Practice. Butterworth-Heinemann Publishing

Gangguan
Metabolisme

Anda mungkin juga menyukai