Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

ACARA I
AIR

DISUSUN OLEH
ALICIA DYAH PITALOKA
H3117002

KELOMPOK 4

D3 TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
ACARA VI

AIR

A. Tujuan
Tujuan dari Praktikum Acara I “Air” adalah :
1. Mengetahui kandungan air dalam sampel tepung maizena, tepung tapioka
dan tepung terigu dengan menggunakan metode thermogravimetri
2. Mengetahui prinsip pengujian kadar air dengan cara thermogravimetri.
B. Tinjauan Pustaka
a. Tinjauan Bahan
Tepung tapioka dibuat dari hasil penggilingan ubi
kayu yang dibuang ampasnya. Ubi kayu tergolong
polisakarida yang mengandung pati dengan kandungan
amilopektin yang tinggi tetapi lebih rendah daripada ketan
yaitu amilopektin 83% dan amilosa 17%, sedangkan buah-
buahan termasuk polisakarida yang mengandung selulosa
dan pektin. Penambahan tepung tapioka sebagai substitusi
tepung beras ketan sangatlah penting karena sifatnya
sebagai bahan pengikat (binding agent) terhadap bahan-
bahan lain yang dapat menghasilkan tekstur dodol susu
yang plastis, kompak, dan meningkatkan emulsi, sehingga
dapat mengurangi kerapuhan dan harga lebih murah
daripada tepung beras ketan (Lestari, 2008).
Tepung maizena adalah tepung yang berasal dari jagung yang telah
dicuci dengan larutan alkali sehingga hampir seluruhnya terdiri dari zat
pati yang bersifat mengikat air. Oleh karena itu tepung maizena sering
dipakai sebagai bahan pengental. Tepung maizena memiliki karakter dapat
larut dalam air, tetapi kurang mampu menahan air (Suryani, 2006).
Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari biji gandum.
Gandum (Triticum vulgare) merupakan tanaman serealia yang kaya akan
karbohidrat. Biji gandum (kernel) terdiri dari bagian kulit (bran) sekitar
13-17%, bagian endosperma yang dikemas oleh granula pati dalam matrix
protein sekitar 75-80%, dan bagian lembaga (germ) sekitar 2-3%. Setelah
proses penggilingan (milling) dan pengayakan (sieving), biji gandum
terpisahkan menjadi kulit, lembaga, dan tepung yang sebagian besar terdiri
dari bagian endosperma. Tepung dari biji gandum ini biasanya disebut
tepung terigu. Tepung terigu dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan kue, mi, biskuit, roti. Terigu berprotein 12-14% ideal untuk
membuat roti dan mie, terigu berprotein 10-11% ideal untuk membuat
biskuit, pastry, pie dan donat, sedangkan terigu berprotein 8-9% ideal
untuk membuat gorengan, cake, dan wafer (Fenn, 2010).
b. Tinjauan Teori
Metode Termogravimetri dilakukan dengan cara mengeluarkan air
dari bahan dengan bantuan panas. Perubahan berat (karena hilangnya air
dari bahan selama pemanasan) dicatat oleh neraca termal (thermobalance)
secara otomatis sebagai fungsi dari waktu dan suhu. Diperoleh kurva
perubahan berat selama pemanasan untuk suatu program suhu tertentu.
Pencatatan berlangsung sampai bahan mencapai berat konstan/tetap.
Penimbangan dilakukan secara otomatis di dalam alat pengering dan
kesalahan akibat penimbangan sangat kecil. Analisis dilakukan dalam
waktu yang singkat. Jumlah sampel yang digunakan hanya sedikit yaitu
berkisar 1 mg sampai 1 gram. Kurva perubahan berat air selama
pengeringan dapat menunjukkan sifat fisiko kimia tentang gaya yang
mengikat air pada komponen di dalam sampel serta data kinetik dari
proses pengeringan. Prinsip uji kadar air dengan termogravimetri adalah
dengan cara menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan
pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang
berarti semua air dalam bahan sudah diuapkan. Tutup krus dibuka lebih
lebar agar udara bisa masuk dan pemanasan ditingkatkan untuk
mengarangkan kertas itu. Sebelum ditimbang perlu dimasukan eksikator
karena guna mengurangi kadar uap air yang dihasilkan setelah
pengovenan. Sehingga mampu didapat berat kering atau dry basis yang
teraktual saat penimbangan (Suprarpti, 2005).
Air berfungsi sebagai bahan yang dapat mendispersikan senyawa
yang terdapat dalam bahan makanan. Untuk beberapa bahan, air berfungsi
sebagai pelarut. Air dapat melarutkan berbagai bahan seperti garam,
vitamin yang larut air, mineral dan senyawa citarasa. Banyaknya
kandungan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kecepatan dan aktifitas enzim, aktifitas mixroba dan
aktifitas kimiawi, yaitu terjadi ketengikan, reaksi non enzimatis sehingga
menimbulkan sifat-sifat organoleptik, penampakan, tekstur dan cita rasa
gizi yang berubah. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam
jaringan matriks bahan, membran, kapiler, serat dan lain – lain, jika air
ini diuapkan seluruhnya maka kandungan air bahan berkisar antara 12 –
25 % tergantung jenis bahan dan suhu (Amanu, 2014).
Kadar air adalah hilangnya berat ketika bahan yang dikeringkan
sesuai dengan teknik atau metode tertentu. Metode pengukuran kadar air
yang diterapkan dirancang untuk mengurangi oksidasi, dekomposisi atau
hilangnya zat yang mudah menguap bersamaan dengan pengurangan
kelembaban sebanyak mungkin. Dalam penentuan uji kadar air digunakan
2 metode oven, yaitu metode temperatur rendah 103±2°C dan metode
temperatur tinggi yaitu dengan suhu 130-133°C. Kedua metode tersebut
dapat digunakan dalam penentuan kadar air. Metode pengeringan oven
telah mempertimbangkan bahwa hanya air saja yang mampu diuapkan
selama proses pengeringan. Namun, bagaimanapun juga senyawa yang
mudah menguap mungkin ikut menguap yang akan menyebabkan hasil
pengukuran. Pemilihan pada metode pengukuran kadar air yang paling
tepat adalah apabila cara tersebut mampu memberikan nilai kadar air
tertinggi. Metode-metode yang memberikan kadar air tertinggi pada
pengujian beberapa metode tersebut (Sudrajat, 2009).
Kandungan kadar air dalam bahan pangan akan mempengaruhi
daya tahan bahan makanan terhadap berkembangnya mikroba. Jumlah air
bebas dalam bahan makanan dapat digunakan sebagai media pertumbuhan
oleh mikroorganisme. Proses pelarutan NaOH dengan air akan
menyebabkan terlepasnya ion hidroksida (anionnya) dan ion tersebut akan
mengikat air yang ada dalam bahan pangan sehingga kadar air menurun
(Hastuti dkk., 2012).
Pengendalian kadar air adalah hal yang sederhana dalam
pengeringan oven. Ada beberapa pengendalian kadar air dalam bidang
pangan, yaitu seleksi sampel, penimbangan, pengeringan, kalkulasi, dan
variasi lainnya saat pengeringan. Pada seleksi sampel, dibutuhkan sampel
yang representative. Pada saat penimbangan, data hasil penimbangan
dengan penulisan nomer sampel sering kali diperlukan, sehingga dapat
ditulis pada sampel. Saat pengeringan menggunakan metode yang benar,
yaitu metode pengeringan untuk berat yang konstan, yang berarti ketika
berat berubah lebih dari 4 jam periode lebih rendah dari 2 sensitivitas
pada skala. Kalkulasi adalah dimana kembali dan pengecekan nomer
sampel yang error dan memasukkan data (Reeb, 1999)
Kadar air dalam suatu bahan makanan sangat mempengaruhi
kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Apabila kadar air
bahan pangan tersebut tidak memenuhi syarat makabahan pangan tersebut
akan mengalami perubahan fisik dan kimiawi yang ditandai dengan
tumbuhnya mikroorganisme pada makanan sehingga bahan pangan
tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Penentuan kadar air dari suatu
bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan dan
pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Dengan memanaskan
suatu bahan pangan dengan suhu tertentu maka air dalam bahan pangan
tersebut akan menguap dan berat bahan pangan akan konstan.
Berkurangnya berat bahan pangan tersebut berati banyaknya air yang
terkandung dalam bahan pangan tersebut (Saputra, 2015).
Silika gel pada desikator merupakan salah satu bahan penting
dalam kimia. Karakteristik permukaan kimia telah membuat gel silika
sebagai bahan awal untuk produksi beberapa fase stasioner yang berbeda
dalam kimia pemisahan. Silika gel diproduksi oleh polimerisasi
kondensasi asam silikat. Partikel silika gel dilindungi oleh beberapa
lapisan berturut-turut molekul air. Lapisan pertama adalah karena adsorpsi
yang timbul dari bondings hidrogen antara gugus silanol dan molekul air.
Lapisan lain dari molekul air membangun pada lapisan ini pertama
dengan ikatan hidrogen antar molekul (Christy, 2012).
Efek suhu pengeringan oven dan waktu pengeringan secara
keseluruhan-merupakan penentuan kadar air yang diselidiki untuk tingkat
kadar air yang berbeda mulai dari sekitar 9-22% (wb). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode oven sederhana dapat digunakan untuk
pengukuran kelembaban cepat dengan akurasi yang sebanding. Persamaan
dikembangkannya yang berhubungan dengan kadar air, ditentukan dengan
menggunakan waktu pengeringan tertentu dan suhu untuk kadar air. Ada
beberapa prosedur oven praktis yang telah distandarkan untuk
menentukan kadar air. Pengeringan didasarkan pada keseluruhan sampel
dalam oven selama periode waktu yang tetap. Suhu pengeringan dan
waktu, biasanya ditentukan untuk jenis tertentu atas dasar perbandingan
kadar air. Pengeringan menghindari hilangnya kelembaban pada bahan
pangan atau pun bahan lain (Jindal dan Siebenmorgen, 1987).
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada
produk pangan menjadi dasar dalam menentukan titik kritis umur simpan.
Faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan
adalah perubahan kadar air dalam produk. Aktivitas air (aw) berkaitan erat
dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis,
serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Makin tinggi aw
pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh, sementara
jamur tidak menyukai aw yang tinggi (Herawati, 2008).
C. Metodologi
1. Alat
a. Botol timbang
b. Mortar dan alu
c. Neraca analitik
d. Oven
e. Sendok spatula
2. Bahan
a. Tepung maizena
b. Tepung tapioka cakra kembar
c. Tepung terigu
3. Cara kerja

Pengeringan botol timbang pada oven dengan suhu 105˚C


dengan tutup dibuka selama 1 jam

Pendinginan botol timbang pada desikator selama ± 15 menit

Penimbangan berat botol timbang kosong yang telah


dikeringkan

Penghalusan sampel selama 2 gram dan penimbangan di


dalam botol timbang

Pengeringan menggunakan oven botol timbang yang berisi


sampel uji selama ±24 jam pada suhu 105˚C

Pendinginan di dalam desikator selama ±15 menit

Penimbangan botol timbang berisi sampel

Pengeringan kembali botol timbang yang berisi sampel uj


selama 30 menit pada suhu 105˚C

Pendinginan kembali di dalam desikator selama ±15 menit

Penimbangan kembali botol timbang berisi sampel uji


sampai dicapai berat konstan

Penghitungan kadar air


Gambar 1.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Air pada Bahan

D. Hasil dan Pembahasan


Tabel 1.1 Penentuan Kadar Air dengan Cara Thermogravimetri

Berat Berat
Berat
botol botol Berat Berat
botol %
Ulanga timban timban sampe sampe Berat % %
timban Berat
n g+ g+ l l air Air Air
g kerin
Analisa sampel sampel basah kering (gr) (db) (wb)
kosong g
basah kering (gr) (gr)
(gr)
(gr) (gr)
17,159 19,230 18,968 2,070 1,809 0,261 14,4 12,6
A1 87,37
5 0 5 5 0 5 6 3
16,998 19,004 18,755 2,006 1,757 0,249 14,1 12,4
A2 87,58
2 8 5 6 3 3 9 2
17,433 19,442 19,183 2,009 1,749 0,259 14,8 12,9
B1 87,07
7 7 0 0 3 7 5 3
18,450 19,557 19,284 2,086 1,813 0,272 15,0 13,0
B2 86,93
4 6 8 7 9 8 4 7
18,450 20,492 20,243 2,041 1,792 0,248 13,8 12,1
C1 87,81
4 0 1 6 7 9 8 9
18,510 20,547 20,300 2,037 1,790 0,247 13,8 12,1
C2 87,86
1 8 5 7 4 3 1 4
Sumber : Laporan Sementara
Air adalah suatu zat cair yang tidak mempunyai rasa, bau dan warna
dan terdiri dari hidrogen dan oksigen dengan rumus kimia H2O. Air
mempunyai titik beku 0°C pada tekanan 1 atm, titik didih 100°C dan
kerapatan 1,0 g/cm3 pada suhu 4°C . Wujud air dapat berupa cairan, gas (uap
air) dan padatan (es). Karena air mempunyai sifat yang hampir bisa
digunakan untuk apa saja, maka air merupakan zat yang paling penting bagi
semua bentuk kehidupan (tumbuhan, hewan, dan manusia) sampai saat ini
selain matahari yang merupakan sumber energi. Air adalah pelarut yang
sangat baik melarutkan senyawa polar. Senyawa polar tersebut seperti garam
(Nacl), vitamin (B dan C), gula (monosakarida, disakarida, oligosakarida, dan
polisakarida), dan pigmen (klorofil) (Susana, 2003). Air memiliki banyak
fungsi, sebagai pelarut umum, air digunakan oleh organisme untuk
reaksireaksi kimia dalam proses metabolisme serta menjadi media
transportasi nutrisi dan hasil metabolisme. Selain itu air juga memiliki
kegunaan atau fungsi dalam kehidupan manusia, seperti untuk keperluan air
minum, memasak, mandi, mencuci pakaian dan perabot dapur, pengairan
sawah (irigasi), sarana angkutan di sungai, perikanan, pembangkit sumber
tenaga listrik, dan juga lingkungan hidup binatang maupun tumbuhan air
(Yudianto, 2012).
Kadar air merupakan persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat
kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari
100%. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan
pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa
pada bahan pangan. Fungsi kadar air dalam bahan pangan yaitu ikut
menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang
tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk
berkembang biak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan
(Eventi, 2015). Selain itu kadar air berguna untuk mengetahui ketahanan
suatu bahan dalam penyimpanannya dan merupakan cara penanganan yang
baik bagi suatu bahan untuk menghindari pengaruh aktifitas mikroba. Jumlah
kadar air yang rendah membuat bahan akan lebih tahan disimpan dalam
jangka waktu yang relatif lama (Malangngi, 2015). Kadar air dalam suatu
bahan dapat diukur dengan menggunakan metode oven pengeringan yaitu
sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui
beratnya, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 4 jam.
Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kemudian dipanaskan
lagi dalam oven selama 30 menit, didinginkan dalam desikator dan
ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstan. Kemudian
dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus :
Berat Awal−Berat Akhir
Kadar air (%) = ×100 (Setyaji, 2012).
Berat Awal
Dalam analisa kadar air terdapat 2 macam yaitu analisis kadar air
metode langsung dan analisis kadar air metode tidak langsung. Analisis kadar
air metode langsung merupakan analisis yang dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dalam bahan pangan dengan bantuan pengeringan oven,
desikasi, distilasi, ekstraksi, dan teknik fisikokimia lainnya. Jumlah air dapat
diketahui dengan cara penimbangan, pengukuran volume atau cara langsung
lainnya. Metode ini mempunyai ketelitian tinggi, namun memerlukan
pengerjaan relatif lama dan kebanyakan bersifat manual. Sedangkan metode
analisis kadar air metode tidak langsung merupakan metode yang dilakukan
tanpa mengeluarkan air dari bahan dan tidak meusak bahan sehingga
pengukuran tidak bersifat merusak (tidak dekstruktif). Waktu pengukuran
dilakukan dengan cepat dan dimungkinkan untuk menjadikan kontinyu dan
otomatik. Metode ini merupakan penerapan untuk mengontrol proses-proses
di industri (Abdurachman, 2006).
Penentuan kadar air dengan menggunakan metode termogravimetri
(TGA) adalah teknik yang paling umum digunakan untuk analisis kadar air
pada bahan dengan proses pengeringan destilasi. Prinsip dari metode ini
adalah penguapan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan.
Kemudian dilakukan penimbangan terhadap bahan hingga berat konstan yang
mengindikasikan bahwa semua air yang terkandung dalam bahan sudah
teruapkan semua. Dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa analisis
thermogravimetri untuk penguapan air. Suhu yang digunakan pada metode
analisis thermogravimetri adalah sekitar 100-105oC (Cantrell, 2014).
Kelebihan dari metode thermogravimetri adalah lebih murah dan sederhana
dalam pengerjaannya, mudah digunakan dan relatif cepat, peralatannya
sederhana, mencegah oksidasi bahan karena suhu, lebih teliti, tidak
terpengaruh oleh kelembaban lingkungan. Sedangkan kelemahan dari metode
ini adalah bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang
bersama dengan uap air, misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri. Selain
itu bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanskan (Nadia, 2010).
Berdasarkan derajat keterikatan air, air terikat dapat dibedakan
menjadi 4 tipe, yaitu tipe I, tipe II, tipe III, dan tipe IV. Air tipe I (air terikat)
yaitu molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan
hidrogen yang berenergi tinggi. Molekul air membentuk hidrat dengan
molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N, seperti
karbohidrat, protein atau garam. Air tipe ini tidak dapat bertindak sebagai
pelarut, dan tidak membeku pada suhu dibawah 0oC. Air tipe II (air kapiler)
adalah molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air
lain, terdapat dalam mikrokapiler. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan
penghilangan air tipe ini akan mengakibatkan penurunan aktivitas air. Bila
sebagian air tipe II dihilangkan, pertumbuhan mikroba dan reaksi-reaksi
kimia yang merusak bahan makanan seperti browning, hidrolisis atau oksidasi
lemak akan berkurang. Air tipe III ini atau lebih dikenal dengan air bebas
adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti
membran, kapiler, serat dll. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat
dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi
kimiawi. Sedangkan air tipe IV merupakan air yang tidak terikat dalam
jaringan suatu bahan atau air murni, dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan
penuh (Winarno, 2002).
Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan
masa simpan dari makanan, karena akan mempengaruhi sifat-sifat fisik
seperti kekerasan dan kekeringan dan kerenyahan bahan dan sifat-sifat fisika-
kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan
enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah. Selama penyimpanan
akan terjadinya proses penyerapan uap air dari lingkungan yang
menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu menjadi
lembab/tidak renyah. Pertumbuhan mikroba dalam bahan pangan erat
kaitannya dengan jumlah air yang tersedia untuk pertumbuhan mikroba
didalamnya. Jika kandungan kadar air dalam bahan diturunkan atau
dihilangkan, maka pertumbuhan mikroba akan diperlambat. Namun
sabaliknya apabila kadar air pada bahan dinaikkan atau ditambah maka
pertumbuhan mikroba akan dipercepat. Hal ini akan berpengaruh terhadap
daya simpan bahan pangan sehingga menyebabkan daya simpan bahan
pangan menurun akibat rusaknya makanan oleh mikroba (Hasany, 2017).
Pada Tabel 1.1 yaitu hasil pengamatan penentuan kadar air dengan
cara thermogravimetri dengan menggunakan 3 sampel yaitu tepung terigu,
tepung tapioka, dan tepung maizena masing-masing dilakukan dua kali
pengulangan. Pada sampel tepung terigu pengulangan pertama dihasilkan
berat air sebesar 0,2615 gram dengan % air (db) 14,46%, % air (wb) 12,63%
dan berat kering 87,59%. Pada pengulangan kedua dihasilkan berat air
sebesar 0,2499 gram dengan % air (db) 14,19%, % air (wb) 12,42% dan berat
kering 87,58%. Pada Sampel tepung tapioka pada pengulangan pertama
dihasilkan berat air sebesar 0,2597 gram dengan % air (db) 14,85%, % air
(wb) 12,93% dan berat kering 87,07%. Pada pengulangan kedua dihasilkan
berat air sebesar 0,2728 gram dengan % air (db) 15,04%, % air (wb) 13,07%
dan berat kering 86,93%. Pada sampel maizena pengulangan pertama
dihasilkan berat air sebesar 0,2489 gram dengan % air (db) 13,88%, % air
(wb) 12,19% dan berat kering 87,81%. Dan pada pengulangan kedua
dihasilkan berat air sebesar 0,2473 gram dengan % air (db) 13,81%, % air
(wb) 12,14% dan berat kering 87,86%.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2009 menyatakan
bahwa tepung terigu dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang dapat
digunakan sebagai bahan pokok maupun bahan tambahan pangan. BSN
menyatakan bahwa kadar air maksimal pada tepung terigu yaitu sebesar
14,5%. Pada percobaan yang telah dilaksanakan, sampel tepung terigu
memiliki kadar air sebesar 14,46% dan 14,19% pada kondisi dry basis dan
sebesar 12,63% serta 12,42% pada kondisi wet basis. Hal ini menunjukkan
bahwa percobaan yang telah dilakukan sudah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI) mengenai kadar air dalam tepung terigu sebagai bahan
pangan.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 2011 menyatakan
bahwa tepung tapioka merupakan tepung hasil olahan singkong yang dapat
digunakan sebagai pengganti atau substituen tepung terigu. Tapioka juga
dapat digunakan sebagai bahan pokok dalam bahan pangan. Menurut BSN
(2011), kadar air maksimal yang dapat terkandung pada tepung tapioka
adalah sebesar 17% baik metode kering maupun basah. Pada percobaan
dengan sampel tepung tapioka dry basis menunjukkan nilai sebesar 14,85%
dan 15,04% serta pada wet basis memiliki nilai 12,93% dan 13,07%. Dapat
disimpulkan bahwa praktikum yang telah dilaksanakan sudah sesuai dengan
Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk tepung olahan singkong atau tapioka
karena pada percobaan yang telah dilakukan tidak menunjukkan nilai yang
lebih besar dari 17%.
Menurut Badan Standarisasi Nasional (BSN) tahun 1995 menyatakan
bahwa batas maksimal kadar air untuk tepung maizena atau tepung jagung
yaitu sebesar 10% bb. Sedangkan hasil yang telah didapat pada praktikum
yaitu sebesar 13,88% dan 13,81% untuk dry basis 12,19% dan 12,14%. Hal
ini menunjukkan ketidaksesuaian dengan Standar Nasional Indonesia yaitu
sebesar 10%. Hal ini terjadi karena berbagai faktor seperti kualitas tepung
maizena yang sudah berkurang, adanya kontaminan pada saat percobaan, dan
kesalahan praktikan saat melakukan analisis kadar air.
Adanya air bebas pada bahan pangan memunculkan istilah aw
(aktivitas air) yaitu jumlah air bebas yang dapat memfasilitasi pertumbuhan
mikroba dan reaksi-reaksi kimia yang mengakibatkan penurunan mutu bahan
pangan. Kandungan kadar air dalam bahan pangan akan mempengaruhi daya
tahan bahan makanan terhadap berkembangnya mikroba. Jumlah air bebas
dalam bahan makanan dapat digunakan sebagai media pertumbuhan oleh
mikroorganisme. Air bebas terdapat didalam ruang antar sel, intergranular,
pori-pori bahan, atau bahkan pada permukaan bahan. Air bebas sering disebut
juga sebagai aktivitas air karena air bebas mampu membantu aktivitas
pertumbuhan mikroba dan aktivitas reaksi-reaksi kimiawi pada bahan pangan.
Didalam air bebas terlarut beberapa nutrient yang dapat dimanfaatkan oleh
mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Adanya nutrient terlarut tersebut
juga memungkinkan beberapa reaksi kimia dapat berlangsung. Oleh sebab itu,
bahan yang mempunyai kandungan atau nilai Aw tinggi pada umumnya cepat
mengalami kerusakan, baik akibat pertumbuhan mikroba pembusuk maupun
akibat terjadinya reaksi kimia tertentu, seperti oksidasi dan reaksi enzimatik.
(Arizka, 2015).
Metode lain pengujian kadar air antara lain distilasi, desikasi kimia,
dan Karl Fischer. Metode distilasi adalah suatu metode yang digunakan untuk
menetapkan kadar air suatu bahan pangan yang mudah menguap, memiliki
kandungan air tinggi, dan bahan yang mudah teroksidasi. Metode ini
digunakan untuk bahan-bahan yang memiliki ciri-ciri di atas agar
pengeringan yang dilakukan tidak menghilangkan kadar air seluruhnya.
Distilasi dilakukan melalui tiga tahap, yakni evaporasi yaitu memindahkan
pelarut sebagai uap air dari cairan. Pelarut yang biasa digunakan adalah
toluene, xylene, dan campuran pelarut-pelarut ini dengan pelarut lain. Metode
ini sering digunakan pada produk-produk bahan pangan yang mengadung
sedikit air atau mengandung senyawa volatil, diantaranya adalah keju biru,
kopi dan bahan volatil seperti rempah-rempah yang banyak mengandung
minyak volatil (Juniarti, 2011).
Metode desikasi kimia terjadi dengan bantuan bahan kimia yang
mempunyai kemampuan menyerap air tinggi, seperti: fosfor pentaoksida
(P2O5), barium monoksida (BaO), magnesium perklorat (MgCl3), kalsium
klorida anhidrous (CaCl2), dan asam sulfat (H2SO4) pekat. Senyawa P2O5,
BaO, dan MgClO3 merupakan bahan kimia. Contoh yang akan dianalisis
ditempatkan pada cawan kemudian diletakkan dalam desikator. Bahan
pengering ditaburkan atau dituangkan pada alas desikator. Metode ini sangat
sesuai untuk bahan yang mengandung senyawa volatil (mudah menguap)
tinggi, seperti rempah-rempah. Metode Karl Fischer merupakan metode yang
digunakan untuk mengukur kadar air contoh dengan metode volumetri
berdasarkan prinsip titrasi. Titran yang digunakan adalah pereaksi Karl
Fischer (campuran iodin, sulfur dioksida, dan pridin dalam larutan metanol).
Reaksi reduksi iodin akan berlangsung sampai air habis yang ditunjukka
munculnya warna coklat akibat kelebihan iodin. Pereaksi karl fischer sangat
sensitif terhadap air. Sehingga metode ini dapat diaplikasikan untuk analisis
kadar air bahan pangan yang mempunyai kandungan air sangat rendah seperti
minyak/lemak, gula, madu, dan bahan kering (Sudrajat, 2009).

E. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil pada praktikum acara I “Air” adalah
sebagai berikut :
1. Prinsip penentuan kadar air dengan cara pengeringan atau
Thermogravimetri yaitu menguapkan air yang ada dalam bahan dengan
jalan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang
berarti semua air sudah diuapkan.
2. Kadar air (db) yang didapat pada tepung terigu 14,46%; 14,19%, tepung
tapioka 14,85%; 15,04%, dan tepung maizena 13,88%; 13,81%. Hasil
kadar air (wb) yang didapat pada tepung terigu 12,63%; 12,42%, tepung
tapioka 12,93%; 13,07% dan tepung maizena 12,19%; 12,14%.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman.A, Umi Haryati, Ishak Juarsah. 2006. Penetapan Kadar Air Tanah
dengan Metode Gravimetrik. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta
Amanu, Febri Nuron., dan Wahono Hadi Susanto. 2014. Pembuatan Tepung
Mocaf di Madura (Kajian Varietas dan Lokasi Penanaman) Terhadap
Mutu dan Rendemen. Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol 2(3): 161-169.
Arizka, Aninda Ayu., dan Joko Daryatmo. 2015. Perubahan Kelembaban dan
Kadar Air Teh Selama Penyimpanan pada Suhu dan Kemasan yang
Berbeda. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol 4(4): 124-161.
Badan Standardisasi Nasional. 1995. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-01-
3727-1995. Standar Mutu Tepung Jagung. Dewan Standarisasi Indonesia.
Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-
3751-2009. Standar Mutu Tepung Terigu. Dewan Standarisasi Indonesia.
Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI-
3451-2011. Standar Mutu Tepung Tapioka. Dewan Standarisasi Indonesia.
Jakarta.
Cantrell, Keri B., Jerry H Martin., and Kyoung S. 2014. Application of
Thermogravimetric Analysis for the Proximate Analysis of Livestock
Wastes. Journal of ASTM International. Vol 7(3): 5-13.
Christy, Alfred A. 2012. Effect of Heat on the Adsorption Properties of Silica Gel.
Internatioal Journal Engineering and Technology Vol. 4(4): 484-488.
Eventi. 2015. Penelitian Pengukuran Kadar Air Buah. Jurnal Nasional
Cendekiawan. Vol 2(3): 14-27.
Fenn, Dora., Odean M. Lukow., Gavin Humphyers. 2010. Wheat-Legume
Composite Flour Quality. International Journal of Food Properties. Vol
13(2): 381-393.
Hasany, Muhammad Rizqi., Eddy Afrianto., dan Rusky Intan Pratama. 2017.
Pendugaan Umur Simpan Menggunakan Metode Accelerated Shelf Life
Test (ASLT) Model Arrhenius pada Fruit Nori. Jurnal Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Vol 8(1): 48-55
Hastuti, H., Arifin, S., dan Hidayati, D. 2012. Pemanfaatan Limbah Cangkang
Rajungan sebagi Perisa Makanan Alami. Jurnal Agrointek. Vol 6(2): 88-
96.
Herawati, Heny. 2008. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal
Litbang Pertanian. Vol 27(4): 124-130.
Jindal, V. K. dan Siebenmorgen, T. J. 1987. Effects of Oven Drying Temperature
and Drying Time on Rough Rice Moisture Content Determination.
International Journal American Society of Agricultural Engineers Vol
30(4): 1185-1200.
Juniarti., Yuhernita., dan Susi Endrini. 2011. Destilasi Minyak Atsiri Daun Surian
Sebagai Krim Pencegah Gigitan Nyamuk Aedes aegypty L. Jurnal
Makara Sains. Vol 15(1): 38-42
Lestari, Desi Wiji., Aris Sri Widati., dan Eny sri Widyastuti 2008. Pengaruh
Substitusi Tepung Tapioka Terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol
Susu. Jurnal Pangan dan Gizi. Vol 2(1): 3-13
Malangngi, Liberty p., Melske S Sangi., Jessy J.E Paendong. 2015. Penentuan
Kandungan Tanin dan Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji Buah
Alpukat (Persea americana Mill.). Jurnal MIPA UNSRAT. Vol 1(1): 5-10
Nadia, Lula., Nuri Andarwulan Feri Kusnandar. 2010. Buku Kimia dan Analisis
Pangan. Universitas Terbuka. Jakarta.
Reeb, Jim., and Mike Milota. 1999. Moisture Content By The Oven-Dry Method
For Industrial Testing. International Journal of Industrial. Vol 2(3): 66-74.
Saputra, Agung., Ainil Syafitri., W Broto. 2015. Perancangan Simulator
Pengovenan Pakan Ternak Menggunakan Sensor Suhu Dan Kelembaban
Berbasis Microkontroller. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol
2(3): 33-41
Setyaji, Hajar., Viny Suwita., A Rahimsyah. 2012. Sifat Kimia dan Fisika Kerupuk
Opak dengan Penambahan Daging Ikan Gabus (Ophiocephalus striatu.).
Jurnal Penelitian Universitas Jambi Seri Sains. Vol 14(1): 17-22.
Sudrajat, Dede., Nurhasybi. 2009. Pengembangan Standar Pengujian Kadar Air
dan Perkecambahan Benih Beberapa Jenis Tanaman Hutan untuk
Menunjang Program Penanaman Hutan Di Daerah. Jurnal Litbang
Pertanian. Vol 28(2): 13-19.
Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius.
Yogyakarta.
Suryani, Ani., Encep Hidayat., Dida Sadyaningsih., Erliza Hambali. 2006. Bisnis
Kue Kering. Penebar Swadaya. Jakarta.
Susana, Tjutju. 2003. Air Sebagai Sumber Kehidupan. Jurnal Oseana. Vol 28(3):
17-25.
Winarno, F G., D Ferdiaz. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
Yudianto, Suroso Adi. 2012. Air Dalam Kehidupan. Mughni Sejahtera. Bandung.
LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1.2 Penimbangan botol Gambar 1.3 Pengovenan botol


timbang + sampel timbang + sampel

Gambar 1.4 Pengambilan botol Gambar 1.5 Pendinginan botol


timbang + sampel untuk timbang + sampel
dimasukkan dalam desikator dengan desikator
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Anda mungkin juga menyukai