Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

ACARA I
AIR

Disusun oleh :
Annida Rachma Wijaya
H0920010
Kelompok 15

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
ACARA I
AIR

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Analisis Pangan Acara 1 “Air” adalah:
1. Mengetahui prinsip dan prosedur pengujian kadar air dengan metode
thermogravimetri.
2. Mengetahui kadar air produk tepung.
3. Mengetahui standar kadar air produk sampel tepung.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan zat vital yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk
hidup agar keberlangsungan hidupnya terjamin. Dalam bahan pangan, air
menjadi salah satu komponen yang sangat penting. Air dapat menjadi
komponen intraseluler atau ekstraseluler dari bahan nabati maupun hewani.
Sebagai fase terdispersi, air bermanfaat dalam produk emulsi. Sementara dalam
fase pendispersi, air dapat digunakan sebagai pelarut bahan pangan. Air dalam
bahan pangan berpengaruh dalam penentuan tingkat kesegaran, kestabilan,
keawetan, aktivitas enzim, pertumbuhan mikroba, dan lain sebagainya
(Kusnandar, 2019).
Kadar air merupakan persentase kandungan air dalam suatu bahan yang
dapat dinyatakan secara berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis).
Secara teori, kadar air secara berat basah dalam suatu bahan memiliki nilai
tertinggi sebesar 100%, tetapi kadar air secara berat kering dapat melebihi
angka 100% (Istianah et al., 2019). Kadar air dalam bahan pangan dapat
ditentukan melalui metode pengeringan. Kadar air merupakan faktor penting
penentu penampakkan, tekstur, cita rasa, nilai gizi bahan pangan, serta aktivitas
mikroorganisme. Analisis kadar air dapat digunakan untuk mengetahui apakah
suatu bahan sudah memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan
(Kumesan et al., 2017).
Ubi jalar ungu merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tengah
dan ditanam di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Warna ungu pada ubi jalar
ungu disebabkan karena adanya pigmen ungu antosianin yang menyebar dari
bagian kulit hingga daging ubinya. Ubi jalur ungu berpotensi menjadi
komoditas pangan yang bermanfaat karena banyak mengandung senyawa
bioaktif (Santoso dan Estiasih, 2014). Salah satu produk olahan ubi jalar ungu
adalah tepung ubi ungu. Dalam pengolahan menjadi tepung, ubi jalar ungu
melalui proses pengeringan baik menggunakan sinar matahari ataupun dioven
untuk meningkatkan daya simpannya. Tepung ubi ungu yang diolah dengan
pengeringan matahari mengandung 77,89% karbohidrat, 8,99% protein, 0,45%
lemak, 11,17% kadar air, dan 1,49% abu (Rijal et al., 2019).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Botol timbang
b. Cawan porselen
c. Desikator
d. Eksikator
e. Oven
f. Penjepit
2. Bahan
a. Tepung beras
b. Tepung maizena
c. Tepung tapioka
d. Tepung terigu
e. Tepung ubi ungu
3. Cara kerja
Cawan porselen

Pengeringan dalam oven pada suhu 105° dengan tutup


dibuka selama 10 menit

Pendinginan dalam desikator dengan kondisi tertutup

Penimbangan cawan porselen

Penghalusan dan penimbangan 5 gram sampel tepung


Tepung
ubi ungu dalam cawan porselen yang telah diketahui
ubi ungu
beratnya

Pengeringan dalam oven pada suhu 105° dengan tutup


dilepas selama 6 jam

Pendinginan dalam desikator dengan kondisi tertutup


kemudian ditimbang

Pemanasan kembali dalam oven selama 30 menit


dengan tutup dilepas

Pendinginan dalam desikator dengan kondisi tertutup


dan kemudian ditimbang

Pengulangan perlakuan sampei tercapai berat konstan

Perhitungan kadar air pada sampel

Gambar 1.1 Diagram Alir Penentuan Kadar Air pada Sampel


Tepung Ubi Ungu
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Air merupakan senyawa kimia dengan rumus H2O yang berbentuk
cairan bening, tidak memiliki bau, dan tidak memiliki rasa. Titik beku air berada
pada angka 0°C serta tekanan 1 atm, titik didihnya 100°C, dan memiliki
kerapatan 1,0 g/cm3 pada suhu 4°C. Satu molekul air berukurang sangat kecil,
yaitu berkisar 0,3 nm. Air dapat berwujud cairan, gas (uap air), dan padatan.
Sifat polar dalam air menyebabkan adanya ikatan hidrogen antara dua molekul
air dimana atom hidrogen yang positif akan menarik tempat kedudukan oksifen
yang negatif dari molekul air lainnya (Susana, 2003). Air bebas merupakan air
yang tidak terikat dengan komponen lain dalam bahan dan memiliki sifat-sifat
air biasa pada umumnya dengan aw = 1 (Hayati, 2017). Air bebas biasanya
terdapat pada bagian permukaan bahan (Gultom et al., 2019). Sementara air
terikat adalah air yang berikatan erat dengan komponen-komponen lain yang
terkandung dalam bahan pangan dengan aw kurang dari 1 (Hayati, 2017). Pada
proses pengeringan, air bebas akan lebih dahulu diuapkan sebelum air terikat
menguap (Gultom et al., 2019).
Kadar air dapat didefinisikan sebagai pengukuran jumlah keseluruhan
kandungan air dalam bahan pangan yang umumnya dinyatakan sebagai
persentase berat atas berat basah (Zambrano et al., 2019). Dalam penentuan
kadar air dalam bahan pangan, perlu dilakukan pengukuran kadar air sebelum
dan sesudah proses pengeringan. Wet basis (wb) merupakan perbandingan
antara berat air yang terdapat di dalam bahan dengan berat bahan basahnya atau
bahan padat dan kelembabannya. Sedangkan berat kering atau dry basis (db)
merupakan perbandingan antara berat air yang terdapat di dalam bahan dengan
berat bahan keringnya atau hanya bahan padatnya (Gultom et al., 2019). Berat
kering dan berat basah dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑟𝑦 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 𝑥 100%
𝑘
𝑎
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑒𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑖𝑠 = 𝑥 100%
(𝑘 + 𝑎)
Dimana:
a = berat air (gram)
k = berat bahan kering yang tidak mengandung air (g atau kg).
(Hariyadi, 2018).
Kadar air dalam bahan pangan selalu berkaitan dengan kualitas bahan
pangan tersebut. Kadar air dapat digunakan sebagai indeks stabilitas selama
penyimpanan dan penentu kualitas organoleptik. Kadar air sangat berpengaruh
pada kualitas dan umur simpan bahan pangan. Penentuan kadar air suatu bahan
pangan dengan tepat sangat diperlukan agar proses pengolahan, penyimpanan,
dan distribusi memperoleh penanganan yang tepat. Penentuan yang tidak tepat
dapat menyebabkan terjadinya kerusakan, salah satunya akibat mikroba
(Prasetyo et al., 2020).
Perhitungan kadar air menggunakan metode Karl Fischer dan Water
Vapour analysis dapat digunakan untuk mengetahui kadar air beberapa sampel
seperti gula sederhana (misalnya fruktosa), daun teh, dan susu formula bayi
bubuk. Perhitungan kadar air pada gula sederhana berguna untuk menilai sifat
dan asal biologis dari beberapa bahan makanan seperti madu. Sementara untuk
bahan daun teh dan susu formula bayi bubuk, perhitungan kadar air diperlukan
dalam merancang proses pengolahan dan penyimpanan (Rolle et al., 2015).
Penerapan perhitungan kadar air pada industri pangan yang kedua adalah
perhitungan kadar air untuk memperkirakan umur simpan bahan pangan,
contohnya pangan yang mengandung polisakarida. Diperlukan kondisi
penyimpanan yang sesuai dan kadar air yang tepat setelah penanganan pasca
panen agar terhindar dari mikroba yang membutuhkan kelembaban untuk
tumbuh, sehingga bahan pangan memiliki umur simpan yang lebih panjang
(Rezaei dan VanderGheynst, 2010).
Pengeringan adalah suatu proses mengurangi kadar air dari dalam bahan
padat, sehingga terjadi pengurangan kandungan air dari dalam bahan. Bahan
yang dikeringkan dapat berupa serpihan, butiran, kristal, bubuk, ataupun
lembaran (McCabe, 2002). Tujuan pengeringan adalah mengurangi bobot
bahan sehingga dapat memperpanjang masa simpan bahan. Bahan dengan kadar
air yang sedikit karena pengeringan akan mampu disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Selain itu, pengeringan juga bertujuan untuk memudahkan proses
penyimpanan dan pengangkutan dimana bahan kering proses pengangkutannya
akan lebih mudah Prinsip dari proses pengeringan adalah menurunkan kadar air
dari suatu bahan, sehingga memenuhi rencana proses pengolahan atau
penggunaan selanjutnya (Jading, 2021). Mekanismenya, pertama panas
ditransfer dari media pemanas ke bahan, kemudian terjadi penguapan air, uap
air yang terbentuk berpindah melalui struktur bahan ke media sekitarnya. Proses
pengeringan menyangkut fluida dimana air harus ditransfer melalui struktur
bahan selama berlangsungnya proses pengeringan. Pada proses pengeringan
berlangsung, di dalam bahan yang dikeringkan terjadi proses penguapan air dari
bahan ke udara sekitar setiap satuan waktu. Penguapan air ini meliputi beberapa
tahap, yaitu tahap pelepasan ikatan dari air ke bahan, difusi air dan uap air ke
permukaan bahan, perubahan fase menjadi uap air, transfer uap air dari
permukaan bahan ke udara sekitar, dan perpindahan uap air udara
(Ramli et al., 2017).
Macam – macam pengeringan menurut Guine (2018) adalah sebagai
berikut:
1. Pengeringan Matahari
Pada pengeringan matahari, sumber pemanasnya adalah matahari. Karena
itu, pengeringan jenis ini memiliki biaya yang sangat murah. Namun di sisi
lain, metode ini memiliki kekurangan, yaitu bahan yang dikeringkan dapat
terkena kontaminasi (serangga, hewan, dsb) dan juga sangat rentan terhadap
kondisi cuaca. Bahan yang sering dikeringkan menggunakan metode
pengeringan matahari meliputi buah – buahan, sayuran, daging, dan ikan.
2. Pengeringan Konvektif Udara Panas
Pengeringan jenis ini banyak menggunakan udara panas untuk
mengeringkan makanan. Pengeringan dapat dilakukan di atas baki dalam
ruang pengering atau di terowongan yang dilengkapi dengan ban berjalan
yang dialiri udara panas. Dibalik penggunaannya dalam pengawetan
makanan, pengeringan jenis ini dianggap sebagai pengeringan yang
merusak karena terjadi penyusutan, perubahan warna, serta hilangnya
nutrisi pada bahan.
3. Liofilisasi/Pengeringan Beku
Pada liofilisasi atau yang disebut juga sebagai pengeringan beku, pertama –
tama air dibekukan dan kemudian disublimasikan di bawah kondisi tekanan
dan suhu khusus. Liofilisasi merupakan pengeringan yang memakan waktu
cukup lama dan membutuhkan biaya tinggi karena melibatkan pembekuan,
produksi vakum, dan peralatan yang mahal. Pengeringan beku digunakan
untuk industri makanan seperti jamur, bumbu dan rempah, jus buah, daging,
makanan laut, makanan militer, dan lain sebagainya.
4. Pengeringan Inframerah
Pada pengeringan inframerah, makanan padat dikenai sumber pemanasan
inframerah untuk meningkatkan suhu permukaannya. Karena sebagian
besar bahan padat memiliki konduktivitas termal yang rendah, laju konduksi
panas ke dalam bahan sangat lambat.
5. Pengeringan Microwave
Metode ini memberikan tingkat pemanasan yang tinggi dan tidak
menyebabkan perubahan pada permukaan makanan karena tidak terbentuk
kerak. Pengeringan microwave hanya membutuhkan waktu yang singkat,
konsumsi energi yang rendah, dan kualitas produk yang dikeringkan tinggi.
6. Pengeringan Frekuensi Radio
Pada pengeringan frekuensi radio, internal bahan dipanaskan lebih cepat
dibandingkan pada bagian permukaannya, sehingga memungkinkan untuk
mencapai tingkat kelembaban yang sangat rendah, waktu yang lebih
singkat, efisiensi energi yang lebih tinggi, serta kualitas produk yang baik.
7. Pengeringan Osmosis
Pengeringan osmosis didasarkan pada prinsip bahwa ketika bahan direndam
dalam larutan hipertonik, terjadi dorongan dari dalam bahan, sehingga
menghilangkan air akibat tekanan osmosis yang lebih tinggi dari larutan
hipertonik. Pengeringan ini umumnya digunakan untuk menghilangkan air
dari buah-buahan atau sayuran dengan cara direndam dalam larutan gula
atau garam yang memiliki tekanan osmosis yang lebih tinggi dari bahan.
Thermogravimetri merupakan metode pengeringan dengan prinsip
menguapkan air yang terdapat di dalam bahan dengan cara melakukan
pemanasan pada bahan, kemudian ditimbang hingga bobot konstan diperoleh.
Pada thermogravimetri, sampel dalam bentuk bubuk ditimbang dalam botol
timbang yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian sampel dioven selama
3-5 jam dengan suhu 100-105oC. Setelah dioven, botol timbang dan sampel
didinginkan di dalam eksikator, serta ditimbang. Dilakukan pemanasan kembali
di dalam oven selama 1 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang kembali.
Perlakuan oven dan pendinginan ini diulang hingga tercapai bobot konstan
sebesar <0,2 mg secara berturut-turut (Lestari et al., 2014). Kelebihan
pengukuran kadar air dengan menggunakan metode ini adalah proses yang
dilakukan relatif mudah, biaya yang dikeluarkan tidak terlalu banyak, dan tidak
memerlukan bahan kimia dalam prosesnya (Daud et al., 2019).

Tabel 1.1 Hasil Analisis Kadar Air


Kelompok Sampel Berat Berat Berat Berat Kadar
Cawan Sampel Cawan + Sampel Air
(gr) Basah Sampel Kering (%)
(gr) setelah (gr)
dioven
(gr)
15 Tepung ubi ungu 16,0930 5,0006 20,6246 4,5316 9,37%
Sumber: Hasil Pengamatan
Setelah dilakukan perhitungan berat sampel kering dan kadar air
menggunakan metode thermogravimetri berdasarkan berat basah, didapatkan
berat sampel kering dari tepung ubi ungu sebesar 4,5316 dan kadar airnya
9,37%. Pengukuran kadar air tepung ubi ungu yang dilakukan oleh Nuryanti et
al. (2019) adalah sebesar 9,4%. Hasil praktikum kadar air pada tepung ubi ungu
sudah sesuai dengan penelitian lain karena memiliki hasil yang hampir sama,
yaitu 9 koma sekian persen. Standar mutu SNI untuk tepung ubi ungu termasuk
kadar airnya belum ditetapkan. Tetapi, kisaran kadar air tepung ubi ungu di
Indonesia menurut Ambarsari et al. (2009) adalah 6,77-10,99% dengan
rekomendasi maksimal 10% agar mendapatkan tepung ubi ungu dengan mutu
yang baik. Tepung ubi ungu disarankan memiliki kadar air yang rendah karena
rentan terkontaminasi jamur dan mikroba selama proses penyimpanan. Tepung
ubi ungu yang digunakan dalam praktikum sudah sesuai standar karena
memiliki kadar air di bawah 10%, yaitu 9,37%.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum Analisis Pangan Acara 1 “Air” dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Thermogravimetri merupakan metode pengeringan dengan prinsip
menguapkan air yang terdapat di dalam bahan dengan cara melakukan
pemanasan pada bahan, kemudian ditimbang hingga bobot konstan
diperoleh. Pada thermogravimetri, sampel dalam bentuk bubuk ditimbang
dalam botol timbang yang telah diketahui bobot keringnya, kemudian
sampel dioven selama 3-5 jam dengan suhu 100-105oC. Setelah dioven,
botol timbang dan sampel didinginkan di dalam eksikator, serta ditimbang.
Dilakukan pemanasan kembali di dalam oven selama 1 jam, kemudian
didinginkan dan ditimbang kembali. Perlakuan oven dan pendinginan ini
diulang hingga tercapai bobot konstan sebesar <0,2 mg secara berturut-
turut.
2. Kadar air berat basah (wb) tepung ubi ungu adalah 9,37% dan berat
keringnya sebesar 90,62%.
3. Kisaran kadar air tepung ubi ungu di Indonesia adalah sebesar 6,77-10,99%
dengan rekomendasi maksimal 10% untuk mutu yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, I., Sarjana, S., & Choliq, A. (2009). Rekomendasi dalam penetapan
standar mutu tepung ubi jalar. Jurnal standardisi, 11(3), 212-219.
Daud, A., Suriati, S., & Nuzulyanti, N. (2019). Kajian Penerapan Faktor yang
Mempengaruhi Akurasi Penentuan Kadar Air Metode Thermogravimetri.
Lutjanus, 24(2), 11-16.
Guiné, R. (2018). The drying of foods and its effect on the physical-chemical,
sensorial and nutritional properties. International Journal of Food
Engineering, 2(4), 93-100.
Gultom, S. S., Ambarita, H., Gultom, M. S., & Napitupulu, F. H. (2019).
RANCANG BANGUN DAN PENGUJIAN PENGERING BIJI KOPI
TENAGA LISTRIK DENGAN PEMANFAATAN ENERGI SURYA.
DINAMIS, 7(4), 10-10.
Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik
Pengeringan Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Rekayasa Proses, 12(2), 104-113.
Istianah, N., Fitriadinda, H., & Murtini, E. S. (2019). Perancangan Pabrik untuk
Industri Pangan. Malang: Universitas Brawijaya Press.
Jading, A. (2021). Buku Ajar Pengantar Dan Aplikasi Perancangan Pengering Pati
Sagu. Deepublish.
Kumesan, E. C., Pandey, E. V., & Lohoo, H. J. (2017). Analisa total bakteri, kadar
air, dan pH pada rumput laut (Kappaphycus alvarezii) dengan dua metode
pengeringan. Media Teknologi Hasil Perikanan, 5(1), 30-35.
Kusnandar, Feri. (2019). Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta Timur: PT Bumi
Aksara.
Lestari, L. A., Lestari, P. M., & Utami, F. A. (2018). Kandungan zat gizi makanan
khas Yogyakarta. Yogyakarta: Ugm Press.
McCabe, Warren L. 2002. Unit Operation of Chemical Engineering (4th Edition).
Singapura: McGraw Hill International Book Co.
Nuryanti, A. D., Melani, V., Kuswari, M., Ronitawati, P., & Angkasa, D. (2019).
Pemanfaatan Tepung Ubi Ungu dan Tepung Kacang Hijau dalam
Pembuatan Snack Bar Olahraga. J. Chem. Inf. Model, 53, 1689-1699.
PENGARUH KADAR AIR DAN PERSAMAAN MODEL BET UNTUK
PREDIKSI
MASA SIMPAN KAKAO (Theobroma cacao L.)
Prasetyo, T. F., Isdiana, A. F., & Sujadi, H. (2020). Measure Device of Water
Content On Food Materials Based On Internet of Things. IJISTECH
(International Journal of Information System and Technology), 3(2), 234-
245.
Ramli, I. A., & Yanto, S. (2020). Laju pengeringan gabah menggunakan pengering
tipe efek rumah kaca (ERK). Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 3,
158-164.
Rezaei, F., & VanderGheynst, J. S. (2010). Critical moisture content for microbial
growth in dried food‐processing residues. Journal of the Science of Food
and Agriculture, 90(12), 2000-2005.
Rijal, M., Natsir, N. A., & Sere, I. (2019). Analisis Kandungan Zat Gizi pada
Tepung Ubi Ungu. Jurnal Biotek, 7(1):48-57.
Rolle, F., Beltramino, G., Fernicola, V., Sega, M., & Verdoja, A. (2015). Moisture
determination for food quality assessment. In 17th International Congress
of Metrology (p. 15006). EDP Sciences.
Santoso, W. E. A., & Estiasih, T. (2014). Jurnal Review: Kopigmentasi Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea Batatas ver. Ayamurasaki) dengan Kopigmen Na-Kaseinat
dan Protein Whey serta Stabilitasnya terhadap Pemanasan [In Press Oktober
2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), 121-126.
Susana, T. (2003). Air sebagai sumber kehidupan. Oseana, 28(3), 17-25.
Zambrano, M. V., Dutta, B., Mercer, D. G., MacLean, H. L., & Touchie, M. F.
(2019). Assessment of moisture content measurement methods of dried food
products in small-scale operations in developing countries: A review.
Trends in Food Science & Technology, 88, 484-496.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

TEPUNG TERIGU
Berat Sampel Kering
Berat kering = berat cawan & sampel setelah dioven – berat cawan
= 20,5266 - 16,1439
= 4,3827
Kadar Air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (wb) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,0044−4,3827
= 𝑥 100%
5,0044

= 12,22%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (db) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
4,3827
= 𝑥 100%
5,0044

= 87,58%

TEPUNG BERAS
Berat Sampel Kering
Berat kering = berat cawan & sampel setelah dioven – berat cawan
= 22,6688 – 18,2972
= 4,3716
Kadar Air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (wb) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,0017−4,3716
= 𝑥 100%
5,0017

= 12,6%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (db) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
4,3716
= 𝑥 100%
5,0017

= 87,40%
TEPUNG TAPIOKA
Berat Sampel Kering
Berat kering = berat cawan & sampel setelah dioven – berat cawan
= 21,2442 – 16,6478
= 4,5964
Kadar Air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (wb) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,0012−4,5964
= 𝑥 100%
5,0012

= 8,09%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (db) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
4,5964
= 𝑥 100%
5,0012

= 91,90%

TEPUNG MAIZENA
Berat Sampel Kering
Berat kering = berat cawan & sampel setelah dioven – berat cawan
= 21,3574 - 16,8800
= 4,4774
Kadar Air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (wb) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,0004−4,4774
= 𝑥 100%
5,0004

= 10,46%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (db) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
4,4774
= 5,0004 𝑥 100%

= 89,54%
TEPUNG UBI UNGU
Berat Sampel Kering
Berat kering = berat cawan & sampel setelah dioven – berat cawan
= 20,6246 - 16,0930
= 4,5316
Kadar Air
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (wb) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
5,0006−4,5316
= 𝑥 100%
5,0006

= 9,37%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kadar air (db) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ
4,5316
= 𝑥 100%
5,0006

= 90,62%
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 1.2 Desikator

Gambar 1.3 Proses Penimbangan Sampel Tepung Ubi Ungu


Gambar 1.4 Sampel Tepung yang Telah Dioven

Gambar 1.5 Pencatatan Data Hasil Pengeringan Tepung

Anda mungkin juga menyukai