Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS PANGAN

ACARA II

Disusun oleh :
Annida Rachma Wijaya
H0920010
Kelompok 15

PROGRAM STUDI ILMU TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2022
ACARA II
ABU

A. TUJUAN
Tujuan dari praktikum Analisis Pangan Acara II “Abu” adalah:
1. Mengetahui prinsip dan prosedur pengujian kadar abu dengan cara kering.
2. Mengetahui kadar abu produk tepung.
3. Mengetahui standar kadar abu produk sampel tepung.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Abu adalah hasil residu anorganik dari pembakaran bahan organik.
Kadar abu ditentukan dari berat yang hilang selama proses oksidasi sampel pada
suhu tinggi melalui penguapan bahan organik. Kadar abu yang diperoleh dari
analisis abu tidak selalu sama dengan yang ada di dalam makanan asli karena
memungkinkan adanya kerugian melalui beberapa interaksa antara konstituen
atau penguapan. Pada pengabuan total, pemanasan dilakukan hingga abu
berubah warna menjadi putih atau abu-abu, kadang-kadang hijau atau
kemerahan, serta bebas dari partikel karbon yang tidak terbakar dan gumpalan
yang menyatu. Pengabuan dapat dilakukan di atas api terbuka, tunggu peredam,
sistem tertutup dengan oksigen, atau melalui pembakaran basah dengan adanya
asam sulfat, asam nitrat, asam perklorat, atau campuran (Park dan Bell 1996).
Prinsip dari penentuan kadar abu dalam sampel adalah melakukan
penimbangan residu mineral hasil dari pembakaran organik suatu sampel pada
suhu sekitar 550°C. Pembakaran ini dilakukan selama 2 hingga 8 jam. Residu
yang tertinggal kemudian ditimbang dan dianggap sebagai abu
(Lestari et al., 2018). Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus berikut:
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑢
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 (%) = 𝑥 100%
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(Sonkamble dan Pandhure, 2015).
Ubi jalar ungu merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tengah
dan ditanam di hampir seluruh wilayah di Indonesia. Warna ungu pada ubi jalar
ungu disebabkan karena adanya pigmen ungu antosianin yang menyebar dari
bagian kulit hingga daging ubinya. Ubi jalur ungu berpotensi menjadi
komoditas pangan yang bermanfaat karena banyak mengandung senyawa
bioaktif (Santoso dan Estiasih, 2014). Salah satu produk olahan ubi jalar ungu
adalah tepung ubi ungu. Dalam pengolahan menjadi tepung, ubi jalar ungu
melalui proses pengeringan baik menggunakan sinar matahari ataupun dioven
untuk meningkatkan daya simpannya. Tepung ubi ungu yang diolah dengan
pengeringan matahari mengandung 77,89% karbohidrat, 8,99% protein, 0,45%
lemak, 11,17% kadar air, dan 1,49% abu (Rijal et al., 2019).

C. METODOLOGI
1. Alat
a. Desikator
b. Kompor listrik
c. Krus
d. Oven
e. Penjepit
f. Tanur
g. Timbangan analitik
2. Bahan
a. Tepung beras
b. Tepung maizena (jagung)
c. Tepung tapioka
d. Tepung terigu
e. Tepung ubi jalar
3. Cara Kerja

Pemanasan krus kosong dalam oven 105°C selama 1


jam

Pendinginan dengan desikator selama 15 menit

Penimbangan krus (kosong) dan pencatatan data

2 gr sampel
tepung ubi Pemasukkan dan penimbangan sampel dalam krus

ungu
Pengarangan dengan kompor listrik hingga tidak
muncul asap

Pemanasan dalam tanur 600°C selama 12 jam

Penovenan dengan suhu 120°C selama 1 jam

Pendinginan dengan desikator

Penimbangan berat krus cawan dan sampel

Pencatatan berat sampel akhir dan perhitungan kadar


abu dry basis

Gambar 2.1 Diagram Alir Penentuan Analisis Kadar Abu


D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Abu dapat didefinisikan sebagai residu anorganik yang dihasilkan oleh
pembakaran atau oksidasi lengkap bahan organik dalam bahan pangan. Residu
anorganik atau abu ini terdiri dari mineral yang ada di dalam bahan pangan.
Penentuan kadar abu banyak digunakan sebagai analisis proksimat untuk
evaluasi gizi dalam bahan pangan (Ismail, 2017). Kadar abu adalah jumlah total
mineral yang ada dalam suatu bahan yang banyak digunakan untuk
mengevaluasi nutrisi atau kandungan dari suatu bahan pangan (Liu, 2019).
Kadar abu didapatkan dari bahan organik yang telah dipanaskan dengan suhu
tinggi di atas 500°C-600°C (Naibaho et al., 2021).
Terdapat 2 metode pengabuan atau penentuan kadar abu dalam bahan
pangan, yaitu pengabuan basah dan pengabuan kering. Pengabuan basah
merupakan metode penentuan kadar abu yang dilakukan dengan cara
mengoksidasi komponen organik dari bahan pangan menggunakan asam kuat
sebagai oksidator alami atau oksidator alami lain yang berupa pelarut organik.
Pengabuan basah banyak digunakan untuk persiapan analisis sampel mikro.
Terdapat dua jenis metode pengabuan basah, yaitu pengabuan basah tunggal
dimana oksidator yang digunakan seperti asam sulfat atau asam nitrat hanya
digunakan salah satu, serta pengabuan basah kombinasi yang menggunakan
lebih dari satu oksidator, misalnya menggunakan asam sulfat dan asam nitrat
sekaligus. Metode pengabuan yang kedua adalah pengabuan kering. Pengabuan
kering dilakukan dengan cara mendestruksikan komponen organik dalam tanur
pada suhu tinggi, yaitu sekitar 300-500°C tanpa adanya nyala api yang
terbentuk. Oksidator yang digunakan pada pengabuan kering adalah oksigen
(Atma, 2018).
Prosedur pengujian kadar abu dengan cara kering menurut Lestari dan
Utami (2014) adalah sebagai berikut:
1. Krus porselen dan tutupnya dipijarkan dalam tungku pengabuan, kemudian
didinginkan dalam oven yang dilanjutkan oleh pendinginan dalam
eksikator. Krus porselen tersebut kemudian ditimbang.
2. Sampel yang telah diketahui bobotnya ditimband dalam krus porselen lalu
dibakar di kompor listrik di dalam lemari asam hingga asap hilang dan
berubah menjadi arang. Sampel dipijarkan dalam tungku pengabuan hingga
abu berubah menjadi warna keputih-putihan.
3. Sampel dimasukkan kembali ke dalam oven 100°C untuk menurunkan suhu
yang dilanjutkan dengan pendinginan dalam eksikator dan penimbangan.
4. Dilakukan pemijaran ulang selama 30 menti dalam oven dengan suhu
100°C, dilanjutkan dengan pendinginan dan penimbangan seperti yang telah
dilakukan sebelumnya hingga bobot konstan diperoleh.
5. Terakhir, dilakukan perhitungan bobo tabu dan penentuan kadar abu dalam
% wet basis dan dry basis.
Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(W1−W2)
Kadar abu = 𝑥 100%
W

Dimana:
W = bobot sampel sebelum diabukan (gram)
W1 = bobot sampel + cawan sesudah diabukan (gram)
W2 = bobot cawan kosong (gram) Lestari dan Utami (2014).
Pada praktikum, prosedur pengabuan kering diawali dengan
memanaskan krus kosong dalam oven 105°C selama 1 jam dan dilanjutkan
dengan pendinginan dalam desikator selama 15 menit. Kemudian, krus kosong
ditimbang dan dicatat beratnya. Sebanyak 2 gram sampel tepung dimasukkan
dan dilakukan penimbangan sampel dalam krus. Selanjutnya, dilakukan
pengarangan menggunakan kompor listrik hingga tidak muncul arang,
dilanjutkan dengan pemanasan dalam tanur bersuhu 600°C selama 12 jam, dan
pengovenan dengan suhu 120°C selama 1 jam. Sampel dan krus kemudian
didinginkan di dalam desikator, ditimbang berat krus cawan dan sampelnya,
serta pencatatan data dan perhitungan kadar abu dry basis.
Kadar abu tepung terigu maksimum berada pada angka 0,7% menurut
SNI 3751-2009 (Hartanto, 2012), tepung beras harus di bawah 1,00% menurut
SNI 3549-2009 (Nuraisyah et al., 2018), tepung tapioka maksimal 0,6%
menurut SNI 01-3451-1994 (Astarini et al., 2014), tepung jagung maksimum
1,5% menurut SNI 01-3727-1995 (Aini et al., 2016). Kadar abu berdasarkan
SNI untuk tepung ubi jalar belum ditentukan, tetapi Ambarsari et al. (2009)
memberikan rekomendasi kadar abu maksimal yang ada pada tepung ubi jalar
adalah maksimal sebesar 3%.

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kadar Abu Sampel Tepung


Kel Sampel Berat Berat Berat Kadar Kadar Kadar
krus sampel krus + abu wb air wb abu db
(gr) (gr) sampel (%) (%) (%)
akhir
(gr)
11 Tepung
17,8860 2,0050 17.8988 0,638% 12,423% 0,729%
terigu
12 Tepung
16,0303 2,0045 16,0402 0,494% 12,598% 0,565%
beras
13 Tepung
17,4509 2,0062 17,4614 0,523% 12,093% 0,595%
tapioka
14 Tepung
17,7364 2,0017 17,7371 0,035% 10,459% 0,039%
maizena
15 Tepung
ubi 14,7736 2,0055 14,8215 2,388% 9,379% 2,636%
ungu
Sumber: Hasil Pengamatan
Berdasarkan pengamatan dan perhitungan kadar abu sampel tepung
yang telah dilakukan, didapatkan kadar abu dry basis pada tepung terigu sebesar
0,729%. Hal ini sesuai dengan teori, dimana kadar abu tepung terigu maksimum
berada pada angka 0,7% menurut SNI 3751-2009 (Hartanto, 2012). Pada
sampel tepung beras, didapatkan kadar abu dry basis sebesar 0,565% yang
sesuai dengan teori dimana tepung tapioka maksimal memiliki 0,6% kadar abu
menurut SNI 01-3451-1994 (Astarini et al., 2014), Kadar abu dry basis pada
sampel tepung tapioka adalah 0,595%. Kadar abu ini sudah sesuai dengan teori
karena tepung tapioka memiliki maksimal 0,6% menurut SNI 01-3451-1994
(Astarini et al., 2014), Sampel tepung maizena juga memiliki kadar air dry basis
yang sudah sesuai dengan teori, yaitu 0,039% dimana tepung jagung atau
tepung maizena maksimum 1,5% menurut SNI 01-3727-1995
(Aini et al., 2016). Sampel terakhir, yaitu tepung ubi jalar ungu memiliki kadar
abu dry basis sebesar 2,636%. Kadar abu ini juga sesuai teori rekomendasi
kadar abu maksimal yang ada pada tepung ubi jalar adalah maksimal sebesar
3% Ambarsari et al., (2009).

E. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari Praktikum Analisis Pangan Acara
II “Abu” adalah sebagai berikut:
1. Prinsip dari penentuan kadar abu metode kering dalam sampel adalah
melakukan penimbangan residu mineral hasil dari pembakaran organik
suatu sampel pada suhu sekitar 550°C. Pembakaran ini dilakukan selama 2
hingga 8 jam. Residu yang tertinggal kemudian ditimbang dan dianggap
sebagai abu (Lestari et al., 2018). Pengabuan kering dilakukan dengan cara
mendestruksikan komponen organik dalam tanur pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 300-500°C tanpa adanya nyala api yang terbentuk.
2. Berdasarkan pengamatan dan perhitungan kadar abu sampel tepung yang
telah dilakukan, didapatkan kadar abu dry basis pada tepung terigu sebesar
0,729%, tepung beras sebesar 0,565%, tepung tapioka 0,595%, tepung
maizena 0,039%, dan tepung ubi jalar ungu sebesar 2,636%.
3. Kadar abu tepung terigu maksimum berada pada angka 0,7% menurut SNI
3751-2009, tepung beras harus di bawah 1,00% menurut SNI 3549-2009,
tepung tapioka maksimal 0,6% menurut SNI 01-3451-1994, tepung jagung
maksimum 1,5% menurut SNI 01-3727-1995 Kadar abu berdasarkan SNI
untuk tepung ubi jalar belum ditentukan, tetapi rekomendasi kadar abu
maksimal yang ada pada tepung ubi jalar adalah maksimal sebesar 3%.
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., Wijonarko, G., & Sustriawan, B. (2016). Sifat fisik, kimia, dan fungsional
tepung jagung yang diproses melalui fermentasi. Agritech, 36(2), 160-169.
Ambarsari, I., Sarjana, S., & Choliq, A. (2009). Rekomendasi dalam penetapan
standar mutu tepung ubi jalar. Jurnal standardisasi, 11(3), 212-219.
Astarini, F., Amanto, B. S., & Praseptiangga, D. (2014). Formulasi Dan Evaluasi
Sifat Sensoris Dan Fisikokimia Flakes Komposit Dari Tepung Tapioka,
Tepung Konjac (Amorphophallus Oncophyllus) Dan Tepung Kacang Hijau
(Phaseolus Radiatus L.). Jurnal Teknosains Pangan, 3(1), 106-114.
Atma, Y. (2018). Prinsip Analisis Komponen Pangan: Makro & Mikro Nutrien.
Yogyakarta: Deepublish.
Hartanto, E. S. (2012). Kajian penerapan SNI produk tepung terigu sebagai bahan
makanan. Jurnal Standardisasi, 14(2), 164-172.
Ismail, B. P. (2017). Ash content determination. In Food analysis laboratory
manual (pp. 117-119). Springer, Cham.
Lestari, A. P., Susanti, S., & Legowo, A. M. (2018). Optimization of coffee-clove-
ginger formulated powder based on antioxidant activity and
physicochemical properties. Journal of Applied Food Technology, 5(1), 10-
14.
Lestari, L. A., Lestari, P. M., & Utami, F. A. (2018). Kandungan zat gizi makanan
khas Yogyakarta. Yogyakarta: Ugm Press.
Liu, K. (2019). Effects of sample size, dry ashing temperature and duration on
determination of ash content in algae and other biomass. Algal Research,
40, 101486.
Naibaho, N. M., Suci R., dan Rudito. (2021). Mengenal Abon dan Teknik
Pengolahannya. Samarinda: Penerbit Tanesa.
Nuraisyah, A., Raharja, S., & Udin, F. (2018). Karakteristik Kimia Roti Tepung
Beras Dengan Tambahan Enzim Transglutaminase. Jurnal Teknologi
Industri Pertanian, 28(3): 318-330.
Park, Y. W., & Bell, L. N. (2004). Determination of moisture and ash contents of
foods. FOOD SCIENCE AND TECHNOLOGY-NEW YORK-MARCEL
DEKKER-, 138(1), 55.
Rijal, M., Natsir, N. A., & Sere, I. (2019). Analisis Kandungan Zat Gizi pada
Tepung Ubi Ungu. Jurnal Biotek, 7(1):48-57.
Santoso, W. E. A., & Estiasih, T. (2014). Jurnal Review: Kopigmentasi Ubi Jalar
Ungu (Ipomoea Batatas ver. Ayamurasaki) dengan Kopigmen Na-Kaseinat
dan Protein Whey serta Stabilitasnya terhadap Pemanasan [In Press Oktober
2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(4), 121-126.
Sonkamble, M., & Pandhure, N. (2017). Effect of drying methods on ash contents
and moisture content of leafy vegetables. International Journal of Science
and Research, 6(8), 936-938.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

TEPUNG TERIGU
Diketahui:
Berat krus dan sampel akhir = 17,8988 gram
Berat krus = 17,8860 gram
Berat sampel = 2,0050 gram
− Berat abu = berat krus dan sampel akhir – berat krus
= 17,8988 - 17,8860
= 0,0128 gram
berat abu
− Kadar abu (wb) = 𝑥 100%
berat sampel
0,0128
= 𝑥 100%
2,0050

= 0,638%
100
− Kadar abu (db) = % 𝑎𝑏𝑢 𝑤𝑏 {100−% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑏}
100
= 0,638% {100−12,423}

= 0,729%

TEPUNG BERAS
Diketahui:
Berat krus dan sampel akhir = 16,0402 gram
Berat krus = 16,0303 gram
Berat sampel = 2,0045 gram
− Berat abu = berat krus dan sampel akhir – berat krus
= 16,0402 - 16,0303
= 0,0099 gram
berat abu
− Kadar abu (wb) = 𝑥 100%
berat sampel
0,0099
= 𝑥 100%
2,0045

= 0,494%
100
− Kadar abu (db) = % 𝑎𝑏𝑢 𝑤𝑏 {100−% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑏}
100
= 0,494% {100−12,598}

= 0,565%

TEPUNG TAPIOKA
Diketahui:
Berat krus dan sampel akhir = 17,4614 gram
Berat krus = 17,4509 gram
Berat sampel = 2,0062 gram
− Berat abu = berat krus dan sampel akhir – berat krus
= 17,4614 - 17,4509
= 0,0105 gram
berat abu
− Kadar abu (wb) = 𝑥 100%
berat sampel
0,0105
= 𝑥 100%
2,0062

= 0,523%
100
− Kadar abu (db) = % 𝑎𝑏𝑢 𝑤𝑏 {100−% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑏}
100
= 0,494% {100−12,093}

= 0,595%

TEPUNG MAIZENA
Diketahui:
Berat krus dan sampel akhir = 17,7371 gram
Berat krus = 17,7364 gram
Berat sampel = 2,0017 gram
− Berat abu = berat krus dan sampel akhir – berat krus
= 17,7371 - 17,7364
= 0,0007 gram
berat abu
− Kadar abu (wb) = 𝑥 100%
berat sampel
0,0007
= 𝑥 100%
2,0017

= 0,035%
100
− Kadar abu (db) = % 𝑎𝑏𝑢 𝑤𝑏 {100−% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑏}
100
= 0,035% {100−10,459}

= 0,039%

TEPUNG UBI JALAR UNGU


Diketahui:
Berat krus dan sampel akhir = 14,8215 gram
Berat krus = 14,7736 gram
Berat sampel = 2,0055 gram
− Berat abu = berat krus dan sampel akhir – berat krus
= 14,8215 - 14,7736
= 0,0479 gram
berat abu
− Kadar abu (wb) = 𝑥 100%
berat sampel
0,0479
= 𝑥 100%
2,0055

= 2,388%
100
− Kadar abu (db) = % 𝑎𝑏𝑢 𝑤𝑏 {100−% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 𝑤𝑏}
100
= 2,388% {100−9,379}

= 2,636%
LAMPIRAN DOKUMENTASI

Gambar 2.2 Sampel Tepung yang Digunakan

Gambar 2.3 Proses Penimbangan Cawan


Gambar 2.4 Proses Penimbangan Sampel Tepung Ubi Ungu

Gambar 2.5 Proses Pemanasan Sampel

Anda mungkin juga menyukai