1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui kadar air dalam suatu
bahan pangan dan menentukan kadar abu dalam sampel.
II METODOLOGI
Cawan porselen dibakar di atas segita porselen dengan bunsen pada api kecil
sampai tidak berasap lagi (menjadi arang)
Dimasukkan ke dalam Tanur dan dipanaskan pada suhu 550OC selama 2 jam (atau
sampai diperoleh abu)
Didingikan ke dalam desikator selama 10 menit lalu ditimbang.
III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.2 Pembahasan
3.2.1 Analisis kadar air
Pada tanggal 11 Maret 2015, dilakukan praktikum Kimia Analitik mengenai
Analisis kadar air. Metode yang digunakan adalah metode pengeringan oven
udara. Penentuan kadar air dengan metode oven dilakukan dengan cara
mengeluarkan air dari bahan dengan bantuan udara panas. Pada metode ini, air
dikeluarkan dari bahan pada tekanan udara 760 mmHg sehingga air menguap pada
suhu 100OC (titik didih air). Penentuan kadar air dalam bahan didasarkan atas
berat yang hilang (gravimetri). Prosedur analisis kadar air dengan metode oven
pada praktikum ini mengacu pada metode resmi internasional, yaitu AOAC 1984
(Association of Official Agricultural Chemists).
Sampel yang digunakan oleh kelompok 3 adalah sawi putih. Berdasarkan hasil
pengamatan, kadar air untuk sampel sawi putih adalah 93,293% (kadar air basis
basah). Data analisis yang diperoleh menunjukkan tingkat accuracy yang tinggi
karena sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa kadar air sawi putih, yaitu
95% (sumber: www.litbang.pertanian.go.id). Ketidaksesuaian hasil yang
diperoleh disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu ukuran partikel sampel, posisi
sampel dalam oven, senyawa hidarat dalam bahan , dan jenis air dalam bahan.
Sampel yang berukuran lebih besar akan menyebabkan air lebih sulit
diuapkan. Pada saat dikeringkan, sampel akan mengalami pemekatan pada
permukaannya dan mengakibatkan terjadinya pengerasan (case hardening)
sehingga akan menghambat pengeluaran air dari dalam sampel. Oleh karena itu,
sampel terlebih dahulu dikecilkan ukurannya untuk membuka pori-pori pada
permukaan sampel sehingga air lebih mudah untuk dikeluarkan.
Sampel yang posisinya lebih dekat dengan sumber udara panas akan lebih
cepat menerima panas dibandingkan dengan sampel yang lebih jauh dari sumber
panas. Hal ini tentu akan mempengaruhi jumlah air yang teruapkan pada sampel.
Adanya senyawa hidrat akan menyulitkan penguapan air dalam bahan.
Senyawa hidrat memiliki kemampuan untuk berikatan dengan air (bersifat
higroskopis). Hal ini akan menyebabkan air menjadi lebih sulit untuk dikeluarkan
dari sampel (Nuri et al 2011). Hal ini terutama terjadi pada bahan pangan yang
bersifat higroskopis seperti buah dan sayur yang berkadar gula tinggi.
Jenis air dalam bahan pangan terdiri dari 2 jenis, yaitu air bebas dan air terikat.
Air bebas adalah molekul air yang secara fisik terikat dalam matriks bahan
pangan. Air bebas memiliki sifat mudah menguap apabila dikeringkan. Air terikat
adalah molekul air yang terikat secara kimia pada molekul-molekul pangan lain,
misalnya grup hidroksil dari polisakarida, grup karbonil dan amino dari protein
dan sisi polar lain yang dapat memegang air dengan ikatan hidrogen.
Pembentukan hidrat antara air dengan molekul lainnya menyebabkan air berubah
sifatnya, yaitu tidak dapat membeku dan sulit hilang selama proses pengeringan
(Feri 2010). Oleh karena itu, perbandingan jumlah air bebas dan air terikat dalam
sampel akan mempengaruhi jumlah air yang dapat diuapkan yang dihitung
sebagai kadar air sampel.
IV KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum, dapat disimpulkan bahwa kadar air pada sawi
putih dengan metode oven, yaitu 93,293 % (basis basah). Kadar abu pada sawi
putih dengan metode pengabuan kering, yaitu 32,282 % (total abu). Nilai kadar air
yang diperoleh lebih kecil jika dibandingkan dengan standar sedangkan nilai
kadar abu yang diperoleh lebih besar jika dibandingkan dengan standar.
DAFTAR PUSTAKA