Anda di halaman 1dari 6

PAPER KELOMPOK PRAKTIKUM 

PENETAPAN KADAR ABU 

Oleh : 
RICHIE FIRMAN (2006112380)
FADEL MUHHAMAD (2006112378)
SYAMSU KAMARULLAH (2006111564)
EDELWEISS (2006112376)

Asisten: 
OKRI REVAL
JOBI HAL’AZIM 

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik sisa pembakaran bahan organik (Sudarmadji, 2003).
Makanan yang dimakan dalam kehidupan sehari-hari banyak mengandung
mineral. Ada dua macam mineral yang terkandung dalam bahan, yaitu garam
organik dan garam anorganik. Mineral juga sering dibentuk menjadi senyawa
organik kompleks (Sediaoetomo, 2000).
Sulit untuk menentukan kandungan mineral dalam bentuk aslinya, sehingga
biasanya dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral yang
disebut pengabuan (Sediaoetomo, 2000). Ashing merupakan tahapan utama dalam
proses analisis kadar abu bahan pangan dan produk pertanian. Ada tiga jenis
pengabuan, yaitu pembakaran di kiln, pembakaran dengan api terbuka, dan
pembakaran basah. Dalam analisis abu dan serat, jenis abu dalam kiln sering
digunakan (Khopkar, 2003).
Analisis abu umumnya menggunakan dua metode, yaitu metode pengabuan
kering dan metode pengabuan basah. Prinsip pengabuan tidak langsung adalah
menambahkan reagen kimia tertentu ke bahan sebelum pengabuan. Senyawa yang
biasanya ditambahkan adalah gliserol alkohol atau pasir bebas anorganik,
kemudian dipanaskan pada suhu tinggi. Pemanasan menyebabkan gliserol
menjadi kerak, membuat bahan lebih berpori dan mempercepat oksidasi. Pada saat
yang sama, pemanasan pasir bebas dapat memperlebar permukaan yang
bersentuhan dengan oksigen, meningkatkan porositas, dan mempercepat proses
pengabuan. (Sudamagi, 1996).
Prinsip pengabuan kering (yang paling umum digunakan) adalah
mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, sekitar 500-600ºC, dan
kemudian menimbang zat yang tersisa setelah proses pembakaran (Sudamagi,
1996). Pemilihan metode pengabuan tergantung pada tujuan pengabuan, jenis
mineral yang akan diuji, dan metode penentuan mineral yang digunakan. Terbakar
pada suhu sekitar 550 °C. Kadar abu dapat ditentukan secara langsung dengan
membakar bahan pada suhu tinggi (500-600⁰C) selama beberapa (2-8) jam,
kemudian menimbang sisa pembakaran sebagai abu yang banyak mengandung
mineral, atau sekitar 0 gram agar-agar. , selai, Bahan-bahan seperti sirup dan
buah-buahan kering, atau bahkan lebih (25-5 gram), digunakan untuk bahan-
bahan yang mengandung sedikit mineral. (Legowo dan Nurwantoro, 2004)
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah:
1. Menentukan kadar abu pada suatu bahan pangan.
2. Mengetahui cara untuk menganalisis kadar abu pada bahan pangan dan
hasil pertanian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI


3.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah cawan porselen 30 ml,
pembakar bunsen/hot plate, tanur listrik, eksikator dan tang penjepit.
Bahan yang digunakan dalam percobaann ini adalah Biji kopi.

3.2 Cara Kerja

Biji Kopi

Dikeringkan cawan porselen ke dalam oven selama 1 jam pada


suhu 100°C - 105°C

Didinginkan dalam eksikator selama 15 menit dan timbang,


catat sebagai x gram

Dimasukkan sejumlah sampel kering oven 2-5 gram ke dalam


cawan, catat sebagai y gram
Dipanaskan dengan hot plate atau pembakar bunsen sampai
tidak berasap lagi

Dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan temperatur 600 –


700°C, dibiarkan beberapa lama sampai bahan berubah menjadi
abu putih dengan lama pembakaran sekitar 3-6 jam

Didinginkan dalam eksikator kurang lebih 30 menit dan


timbang dengan teliti, catat sebagai z gram, dihitung kadar
abunya

Hasil

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil
pp

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian adalah dengan
menghilangkan kadar air pada krus yang akan digunakan, kemudian didinginkan
dalam eksikator, ditimbang, sampel bahan dimasukkan, ditimbang lagi, kemudian
dikeringkan di dalam tanur, dieksikator, ditimbang, dan selanjutnya dihitung
kadar abunya.
Metode pengabuan kering dilakukan tanpa menggunakan reagen kimia
tertentu, tetapi dengan menggunakan duhu tinggi yaitu sekitar 600-700oC.Dari
praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar abu
bahan pertama adalah 4,29%, bahan kedua sebesar 4,12% dan bahan ketiga
sebesar 3,38%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan kadar abu suatu bahan
pangan berbeda-beda tergantung dari ukuran bahan, bentuk bahan, mutu bahan
atau suhu udara saat melakukan praktikum. Semakin tinggi suhu udara
pengeringan, semakin besar perbedaan suhu antara media pemanas dan bahan.
demikian pula, semakin tinggi suhu udara pengeringan, semakin rendah kadar air
yang diperoleh, tetapi jika waktunya lebih lama setelah pengeringan, kadar air dari
unsur tersebut tidak serta merta berkurang, karena setiap bahan pangan memiliki
keseimbangan kelembapan relatifnya sendiri, yaitu kelembapan di mana bahan
pangan tidak akan kehilangan air ke atmosfer atau menyerap air pada suhu
tertentu

5.2 Saran
Pada saat melakukan praktikum waktu dan suhu yang digunakan pada alat
pemanas harus konstan karena dapat mempengaruhi sampel yang diuji.Diperlu
dilakukan pula pengkalibrasian alat yang akan digunakan dalam analisa sehingga
mengurangi terjadinya kesalahan. Semoga praktikum selanjutnya dapat dilakukan
dengan baik, sehingga dapat memudahkan dalam memahami dan melakukan
analisa dengan lebih jelas

DAFTAR PUSTAKA
Nurhidayah, et al. 2019. Kandungan Kolagen Sisik Ikan Bandeng Chanos-chanos
dan Sisik Ikan Nila Oreochromis niloticus. Jurnal Biologi Makassar. Vol.
4 (1): 39-47.
Pratiwi, A dan Nuryanti. 2017. Studi Kelayakan Kadar Air, Abu, Protein, dan
Timbal (PB) Pada Sayuran di Pasar Sunter, Jakarta Utara, Sebagai Bahan
Suplemen Makanan. Journal Indonesia Natural Research Pharmaceutical.
Vol. 2 (2): 67-78.
Sudarmadji S, et al. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty.
Sudarmadji, S. , B. Haryono, dan Suhardi. 1989. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Utama. Jakarta.
Winata, et al. 2015. Analisis Korelasi Harga dan Mutu Kimiawi Kerupuk di Pasar
Tradisional Cinde Palembang. Jurnal Teknologi Hasil Perikanan. Vol. 4
(2): 179-183.
Musu, I. dan R. Oktavina. 2015. Pembuatan Bakso Belut dengan Menggunakan
Tepung Tapioka dan Tepung Semi Karagenan. Skripsi. Teknologi Kimia
Industri. Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar.
Gisen, Mikkyu. 2021. Pengaruh Proses Pascapanen dan Penyangraian Terhadap
Karakteristik Fisikokimia dan Organoleptik Kopi Robusta (Coffea
canephora) di Kabupaten Temanggung. Skripsi. Universitas Katolik
Soegijapranata. Semarang.
Palungan, M. B., Rapa, C. I., & Salu, S. 2018. Process of Coffee Processing of
Arabic Powder and Physical Changes Due to Adjustment Temperature.
Prosiding SNTTM XVII, 271-274. Universitas Kristen Indonesia Paulus.
Makassar.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Richie Firman (2006112380)

Lampiran 2. Fadel Muhhamad (2006112378)

Lampiran 3. Syamsu Kamarullah (2006111564)

Lampiran 4. Edelweiss (2006112376)

Anda mungkin juga menyukai