Anda di halaman 1dari 6

``BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kadar abu merupakan suatu material yang tertinggal bila suatu sampel
bahan makanan terbakar sempurna di dalam suatu tungku. Selain itu kadar abu
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat
menguap. Abu merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi
komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan
total mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Kadar abu total adalah
bagian dari analisis proksimat yang digunakan untuk mengevaluasi nilai gizi suatu
bahan pangan (Hutomo dkk, 2015).

Seiring dengan peningkatan kesadaran manusia akan pentingnya hidup sehat


maka terjadi pula peningkatan penelitian dan pemasaran produk-produk makanan yang
berpotensi untuk menjaga kesehatan tubuh seperti biskuit. Biskuit merupakan pangan
praktis karena dapat dimakan kapan saja dan dengan pengemasan yang baik, biskuit
memiliki daya simpan yang relatif panjang. Biskuit dapat dipandang sebagai media yang
baik sebagai salah satu jenis pangan yang dapat memenuhi kebutuhan khusus manusia
(Tahar dkk, 2017).

Biskuit merupakan salah satu makanan ringan atau snack yang banyak
dikonsumsi oleh semua kalangan masyarakat. Konsumsi rata-rata biskuit di kota dan
pedesaan di Indonesia sebesar 0,40 kg/kapita/tahun. Biskuit merupakan produk yang
diperoleh dengan memanggang adonan dari tepung terigu dengan penambahan makanan
lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diijinkan. SNI 01-
2973-1992 mempersyaratkan kadar abu biskuit keras maksimum 1,5% dan crackers,
cookies, dan wafer masing-masing maksimum 2% (Normilawati dkk, 2019).

1.2 Tujuan

Mengukur kadar abu wb dan db dari bahan pangan dengan metode kering

1.3 Manfaat

Mahasiswa mampu mengukur kadar abu wb dan db dari bahan pangan dengan metode
kering.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Kadar abu merupakan campuran dari komponen anorganik atau mineral yang
terdapat pada suatu bahan pangan dan merupakan residu organik dari proses pembakaran
atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu produk
menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta
kebersihan suatu produk yang dihasilkan (Kristiandi dkk, 2021)

Mineral yang terkandung pada bahan pangan walaupun berjumlah sedikit tetapi
sangat dibutuhkan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi
komponen anorganiknya tidak, karena itulah di sebut kadar abu. Air yang terkandung
dalam bahan pangan harus memenuhi syarat jika tidak memenuhi persyaratan maka dapat
meningkatkan kadar abu (Fikriyah & Nasution, 2021).

Metode kadar abu yang digunakan adalah pengabuan kering. Prinsip pengabuan
dengan cara kering yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu
sekitar 450°C-600°C dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah
proses pembakaran tersebut (Aprillya dkk, 2020). Kadar abu ini bertujuan untuk
mengetahui baik atau tidaknya pengelolaan, jenis bahan yang digunakan, penentuan
parameter nilai gizi suatu makanan dan memperkirakan kandungan dan keaslian bahan
yang digunakan (Fikriyah & Nasution, 2021).

Kadar abu suatu bahan menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar
menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan,
menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut. Kadar abu
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan penurunan daya tahan adonan terhadap
pengembangan (Pratama dkk, 2014).

2.2 Prinsip

Bahan dipijarkan hingga menjadi abu dan ditimbang hingga berat konstan
BAB III

METODE

3.1 Alat

1. Muffle furnace

2. Oven

3. Kompor listrik

4. Penjepit

5. Desikator

6. Krusibel

7. Timbangan analitik

8. Spatula

3.2 Bahan

Biskuit regal

3.3 Cara Kerja

Memijarkan krusibel dalam muffle furnace. Mendinginkan dalam oven, kemudian


memasukkan ke dalam eksikator sampai dingin. Setelah dingin kemudian menimbangnya
(Bkrus)

Menimbang 3-5 gram sampel dalam krusibel yang telah diketahui beratnya (Bkrus+s),
selanjutnya memanaskan diatas kompor listrik hingga bahan menjadi arang dan tidak
berasap

Memijarkan krusibel dalam muffle furnace sampai sampel menjadi abu berwarna
keputih-putihan. Memasukkan ke dalam oven 100 C untun mendinginkannya. Kemudian
mendinginkan dalam eksikator, lalu menimbangnya (Bkrus+abu)

Memijarkan abu diulangi selama 30 menit sampai diperoleh berat konstan (Bkons)
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Sampel Bkrus Bkons Bobot Bobot Kadar Bobot Kadar Kadar


sampel abu air (% sampel abu (% abu (%
db) bebas wb) db)
air

Biskuit 39,5035 39,5498 3,2651 0,0463 3,73% 3,1433 1,4180 1,4729%


Regal gram gram gram gram gram %

Perhitungan:

 Bobot abu = Bkons – Bkrus = 39,5498 – 39,5035 = 0,0463 gram

 Kadar air (% db) = 3,73%

 Bobot sampel bebas air = Bsampel – (Bsampel x % kadar air) = 3,1433 gram

 Kadar abu (%wb) = 1,4180%

 Kadar abu (%db) = 1,4729%

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini dilakukan analisis kadar abu suatu bahan pangan yaiitu
biskuit “Regal”. Metode yang digunakan pada praktikum ini yaitu metode pengabuan
kering menggunakan muffle furnace. Sampel yang telah ditimbang di panaskan diatas
kompor listrik sampai tidak berasap dan abu berwarna keabu-abuan, kemudian dilakukan
pemijaran dengan muffle furnace selama 2 jam. Sampel kemudian didinginkan di oven
untuk penyesuaian suhu selama 30 menit dengan suhu 100 C. kemudian didinginkan
dalam desikator selama 10 menit dan dilakukan penimbangan.

Berdasarkan tabel hasil kadar abu biskuit “Regal” yang diperoleh pada penentuan
kadar abu berat sampel 3,2651 gram dengan berat krusibel 39,5035 gram dan sesuadah
pengabuan berat sampel beserta krusibel 39,5498 gram. Sehingga diperoleh kadar abu
dry basis sebesar 1,4729% dan kadar abu wet basis sebesar 1,4180%. Menurut SNI 01-
2973-1992 mempersyaratkan kadar abu biskuit keras maksimum 1,5%. Kadar abu yang
diperoleh sudah memenuhi standar yaitu dibwah 1,5%.
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1. Penentuan kadar abu dilakukan dengan metoe pengabuan kering yaitu mengabukan
atau memijarkan dalam muffle furnace dengan suhu 600 C selama 2 jam.

2. Hasil perhitungan kadar abu biskuit regal sudah memenusi SNI yaitu dibawah 1,5%
dengan hasil kadar abu dry basis sebesar 1,4729% dan kadar abu wet basis sebesar
1,4180%.
DAFTAR PUSTAKA

Aprillya, V. M., Artanti, G. P., & Mariani. (2020). Pengaruh Substitusi Pati Ganyong (Canna
Edulis Kerr) Terhadap Mutu Sensoris Tartlet. Jurnal Sains Boga. 3(2). 18-24.

Fikriyah, Y. K., & Nasution, R. S. (2021). ANALISIS KADAR AIR DAN KADAR ABU
PADA TEH HITAM YANG DIJUAL DI PASARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE
GRAVIMETRI. Jurnal Amina. 3(2). 50-54.

Hutomo, H. S., Swastawati, F., & Rianingsih, L. (2015). PENGARUH KONSENTRASI ASAP
CAIR TERHADAP KUALITAS DAN KADAR KOLESTEROL BELUT (Monopterus albus)
ASAP. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan. 4(1). 7–14.

Kristiandi, K., Rozana, R., Junardi, J., & Maryam, A. (2021). Analisis Kadar Air, Abu, Serat dan
Lemak Pada Minuman Sirop Jeruk Siam (Citrus nobilis var. microcarpa). Jurnal Keteknikan
Pertanian Tropis Dan Biosistem. 9(2). 165–171.

Normilawati., Fadlilaturrahmah., Hadi, S., & Normaidah. (2019). Penetapan Kadar Air Dan
Kadar Protein Pada Biskuit Yang Beredar Di Pasar Banjarbaru. CERATA Jurnal Ilmu Farmasi.
10(2). 51-55.

Pratama, R. I., Rostini, I., & Liviawaty, E. (2014). Karakteristik Biskuit dengan Penambahan
Tepung Tulang Ikan Jangilus (Istiophorus Sp.). Jurnal Akuatika Indonesia. 5(1). 30-39.

Tahar, N., Fitrah, M., & David, N. a. M. (2017). PENENTUAN KADAR PROTEIN DAGING
IKAN TERBANG (Hyrundicthys oxycephalus) SEBAGAI SUBSTITUSI TEPUNG DALAM
FORMULASI BISKUIT. Jurnal Farmasi UIN Alauddin Makassar. 5(4). 251–257.

Anda mungkin juga menyukai