Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Energi merupakan kebutuhan dasar manusia yang terus meningkat sejalan
dengan tingkat kehidupannya. Bahan bakar minyak (BBM) memegang posisi
yang sangat dominan dalam pemenuhan kebutuhan energi nasional.
Ketergantungan terhadap bahan bakar fosil masih tinggi, dimana komposisi
bauran energi minyak bumi 41,73%, batubara 30,48%, gas bumi 23,37%, tenaga
air 2,89%, panas bumi 1,37% dan biofuel 0,165% (KESDM, 2017).
Pemanfaatan sumber energi fosil yang berlebihan dapat mengakibatkan
semakin menipisnya ketersediaan sumber energi tersebut. Ketergantungan
Indonesia pada energi fosil membuat produksi minyak bumi menurun drastis.
Keadaan ini didorong oleh peningkatan pertumbuhan sektor industri dan
penduduk. Menipisnya cadangan energi fosil harus segera diimbangi dengan
penyediaan energi alternatif yang dapat diperbaharui, melimpah jumlahnya, dan
murah harganya sehingga terjangkau oleh masyarakat luas (Elfiano dkk, 2014).
Seperti yang diketahui, minyak bumi adalah sumber energi yang tidak dapat
diperbaharui, tetapi dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak menjadi
pilihan utama sehingga dapat mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi
(Ndraha, 2009).
Salah satu solusi yang dapat diterapkan di Indonesia adalah konsep “waste
to energy”, yaitu dengan mengubah limbah menjadi salah satu sumber energi.
Pemerintah memutuskan untuk mengandalkan pada bioenergi guna menargetkan
23% energi baru dan terbarukan pada 2025 bioenergi yang merujuk pada produksi
energi berbasis biomassa (PP No. 79 Tahun 2014 Kebijakan Energi Nasional).
Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (batubara) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu dapat
dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui (renewable
resources), relatif tidak menggandung sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi

1
2

udara, dan mampu meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan
pertanian (Ndraha, 2009).
Dalam Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi
Energi (Energi Hijau) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral dijelaskan
bahwa yang dimaksud energi biomassa meliputi kayu, limbah
pertanian/perkebunan/hutan, dan komponen organik dari industri dan rumah
tangga (KESDM, 2003).
Sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang
perkembangannya demikian pesat dan tersebar di hampir seluruh provinsi di
Indonesia. Riau merupakan salah satu provinsi yang memiliki jumlah perkebunan
sawit terluas di Indonesia, yakni mencapai 2,5 juta Ha yang tersebar pada 12
Kabupaten dengan jumlah produksi pertahun mencapai 8,7 juta ton (Ditjen
Perkebunan, 2017).
Produksi minyak sawit yang tinggi, berbanding lurus dengan produksi
limbahnya. Ada dua macam limbah yang dihasilkan pada produksi minyak sawit
(Crude Palm Oil), yaitu limbah padat dan limbah cair. Diketahui untuk 1 ton buah
sawit mampu menghasilkan limbah berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak
23% atau 230 kg, cangkang sawit sebanyak 6,5% atau 65 kg, serabut mesokarp
(Palm Press Fiber/PPF) 13% atau 130 kg, lumpur sawit (Palm Oil Solid/POS)
4% atau 40 kg serta limbah cair sebanyak 50% (Haryanti dkk, 2014). Lumpur
pabrik sawit adalah salah satu limbah padat dari hasil pengolahan sawit, biasanya
sudah dipisahkan dengan cairannya sehingga merupakan limbah padat.
Briket adalah salah satu cara yang digunakan untuk mengkonversi
biomassa menjadi energi biomassa dengan cara dimampatkan atau dipadatkan
dengan daya tekan tertentu sehingga bentuknya menjadi lebih teratur. Briket
merupakan bahan bakar padat dengan nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan
dalam kehidupan sehari-hari sebagai pengganti batubara dan gas. Secara luas
diharapkan dengan adanya briket dapat mengatasi permasalahan krisis energi.
Biomassa briket adalah sumber energi non konvensional, terbarukan, ramah
lingkungan, dan ekonomis. Proses konversi biomassa menjadi bahan bakar padat
adalah salah satu cara dalam pengurangan polusi (Yusuf dkk, 2014).
3

Biomassa lainnya yaitu cangkang biji karet, merupakan bagian kulit terluar
dari buah karet yang memiliki karakteristik keras yang selama ini hanya dianggap
sampah perkebunan dan kurang dimanfaatkan. Komposisi cangkang biji karet
terdiri dari selulosa 48,64%, lignin 33,54%, pentosa 16,81%, dan kadar abu
1,25%. Cangkang biji karet dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan briket
karena mengandung kadar selulosa yang tinggi dan mempunyai lapisan keras
seperti tempurung kelapa (Selpiana dkk, 2014).
Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Menurut Syahrul (2002), fungsi
utama bahan pemadat (perekat) ini ialah sebagai penguat briket tidak mudah
hancur, tetap utuh pada saat dibakar, dan sebagai penstabil bentuk. Lempung atau
tanah liat umumnya juga digunakan sebagai bahan perekat. Lempung atau tanah
liat mempunyai bersifat plastisitas yang berfungsi sebagai pengikat dalam proses
pembentukan sehingga briket yang dibentuk tidak mengalami keretakan atau
berubah (Sampelawang dan Suluh, 2017).
Dalam penelitian ini, lumpur IPAL pabrik sawit dengan penambahan
cangkang biji karet dijadikan bahan bakar padat melalui proses karbonisasi.
Penambahan cangkang biji karet bertujuan untuk menaikkan nilai kalor dari briket
yang dihasilkan. Lumpur IPAL pabrik sawit sebagai bahan utama dikarenakan
jumlah produksi lumpur yang sangat banyak dan kurang dimanfaatkan, serta
lumpur memiliki kandungan yang dapat digunakan dalam pembuatan briket.
Dalam pembuatan briket lumpur IPAL pabrik sawit dan cangkang biji karet
dengan penambahan perekat tanah liat untuk memperoleh kualitas briket yang
baik dan kuat terhadap tekanan luar (tidak mudah pecah).

1.2 Rumusan Masalah


Fitriany dan Sukandar (2009) melakukan uji pendahuluan pemanfaatan
limbah sludge CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku RDF (Refused Derive
Fuel). Salah satu limbah sludge yang diuji yaitu biosludge. Uji pendahuluan
sampel ini bertujuan untuk mengetahui pada suhu berapa karbonisasi dapat
mencapai nilai kalor yang optimum. Tahap ini dilakukan dengan pengarangan
4

sampel di dalam furnace pada suhu 100ºC selama 60 menit. Setelah 60 menit
sampel dikeluarkan dan kemudian diukur nilai kalor yang terkandung di dalam
sampel setelah mengalami pengarangan tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan
suhu 200ºC, 300ºC, 400ºC dan diatasnya. Jika nilai kalornya menurun maka
penaikan suhu karbonisasi dihentikan. Nilai kalor biosludge semakin meningkat
jika suhu dinaikkan hingga mencapai suhu 300ºC yaitu sebesar 3500,94 cal/gr,
namun pada suhu 400ºC nilai kalor biosludge mengalami penurunan menjadi
2063,95 cal/gr dan pada suhu 500ºC dan 600ºC menurun hingga 0 cal/gr
dikarenakan semakin banyaknya karbon organik yang menguap karena terbakar
pada suhu yang tinggi. Oleh karena itu nilai kalor tertinggi yang akan digunakan
sebagai bahan baku RDF (Refused Derive Fuel).
Asip dkk (2017) melakukan penelitian biobriket dari campuran cangkang
biji karet dan kulit kacang tanah. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan
nilai kalor biobriket dengan cara karbonisasi campuran cangkang biji karet dan
kulit kacang dengan komposisi 4CK:14KK, 9CK:9KK, 14CK:4KK pada
temperatur 350˚C, 400˚C, 450˚C, dan 500˚C selama 1 jam dengan ukuran partikel
bahan baku 60 mesh serta penambahan perekat tapioka 10% dari berat total briket.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa biobriket dengan kualitas terbaik yaitu
dengan nilai kalor 6294,4 cal/gr diperoleh dari campuran bahan baku 14 gr
cangkang biji karet dan 4 gr kulit kacang tanah pada temperatur optimum 500˚C.
Sudiro dan Sigit (2014) melakukan penelitian pengaruh komposisi dan
ukuran serbuk briket yang terbuat dari batubara dan jerami padi. Bahan baku
dikarbonisasi pada suhu 500ºC selama 8 jam kemudian dilakukan pengayakan
dengan ukuran 35 mesh dan 50 mesh. Persentase komposisi batu bara dengan
jermai padi yaitu 100%:0%, 70%:30%, 50%:50%, 30%:70% dan 0%:100%
dengan penambahan perekat kanji 10%, kemudian briket dibentuk dengan tekanan
pengepresan 75 kg/cm2. Hasil penelitian menunjukkan densitas briket pada ukuran
35 mesh sebesar 0,629 g/cm3 dan pada briket ukuran 50 mesh memiliki densitas
sebesar 0,88 g/cm3 dengan komposisi 100% jerami padi.
Thabuot et al (2015) melakukan penelitian pembuatan briket arang dari
serbuk gergaji dan serat buah sawit. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
5

pengaruh tekanan pengepresan terhadap sifat fisis briket dengan variasi tekanan
40, 50, 60, dan 70 kg/cm2 dengan penambahan molase 15%, 20%, 25%, dan 30%
dari berat total briket. Hasil penelitian menunjukkan kerapatan biobriket
meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan pengepresan yang diberikan,
dimana rentang kerapan briket yang didapat yaitu 260-416 kg/cm 2. Kerapatan
biobriket yang optimal didapatkan pada penambahan molase 20% dengan tekanan
pengepresan 70 kg/cm2.
Gebresas et al (2015) melakukan penelitian pembuatan briket arang dari
batang wijen (Sesame Stalk) dengan pemakaian tanah liat/clay sebagai perekat.
Penelitian ini memvariasikan konsentrasi perekat yaitu 15%, 20%, dan 25%. Dari
hidrokarbon analisis yang dilakukan, menunjukkan bahwa peningkatan
konsentrasi perekat dari 15% ke 25% mengakibatkan nilai kalor yang dihasilkan
mengalami penurunan dari 4647 cal/g menjadi 3389 cal/gr dan kadar abu
meningkat dari 25% menjadi 40%. Jadi, konsentrasi terendah yang dimungkinkan
dari perekat tanah liat adalah 15%, kalau di bawah itu dikhawatirkan arang yang
dihasilkan tidak bisa merekat satu sama lain dan akan rapuh. Sebaliknya
konsentrasi tanah liat yang terlalu banyak akan meningkatkan kandungan abu
pada briket.
Dari penelitian-penelitian sebelumnya, belum adanya penelitian tentang
pembuatan briket dengan bahan baku lumpur IPAL pabrik sawit dengan campuran
cangkang biji karet untuk meningkatkan kualitas briket yang dihasilkan.
Penelitian selanjutnya dikembangkan lagi dari segi ukuran partikel dan komposisi
campuran lumpur IPAL pabrik sawit dan cangkang biji karet.
Penambahan cangkang biji karet sebagai variasi komposisi dengan lumpur
IPAL pabrik sawit dimaksudkan sebagai material penambah kalor. Cangkang biji
karet memiliki struktur yang keras dan mengandung kadar selulosa, dapat
dijadikan sebagai bahan baku pembuatan briket. Cangkang biji karet dapat
dimanfaatkan dan berpotensi menambah nilai ekonomis dengan cara diolah
menjadi briket sebagai bahan bakar alternatif (Asip dkk, 2017).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Sudiro dan Sigit (2014), ukuran
partikel sangat mempengaruhi nilai kuat tekan briket karena semakin besar ukuran
6

partikel briket menyebabkan ukuran pori-pori briket semakin besar pula, sehingga
pada proses pengeringan pori-pori yang terisi air akan terisi oleh udara akibat
proses pengeringan tersebut menyebakan berat briket akan semakin ringan dan
rapuh pada saat pengujian kuat tekan.
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini dilakukan variasi
ukuran partikel dan komposisi arang lumpur IPAL pabrik sawit dan cangkang biji
karet. Ukuran partikel bahan yang digunakan -60+80, -80+100, dan -100+120
mesh dengan komposisi arang lumpur IPAL pabrik sawit : cangkang biji karet
yaitu 90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, dan 60%:40%.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini :
1. Menganalisis pengaruh variasi ukuran partikel dan komposisi arang
lumpur IPAL dengan cangkang biji karet terhadap analisa proksimat dan
nilai kalor dari briket yang dihasilkan.
2. Menganalisis pengaruh variasi ukuran partikel dan komposisi arang
lumpur IPAL dengan cangkang biji karet terhadap kuat tekan dari briket
yang dihasilkan.
3. Menganalisis pengaruh signifikan antara ukuran partikel dan komposisi
bahan baku pada nilai kalor dan kuat tekan dengan menggunakan metode
Analysis of Variance (ANOVA) terhadap kualitas briket.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Manfaat untuk ilmu pengetahuan sebagai bahan masukan dalam
melakukan kajian ilmiah tentang pemanfaatan limbah lumpur IPAL pabrik
sawit dan cangkang biji karet untuk mengurangi ketergantungan terhadap
batubara sebagai bahan bakar padat utama industri.
2. Memberikan informasi tentang potensi limbah lumpur IPAL pabrik sawit
dengan penambahan cangkang biji karet sebagai bahan baku pembuatan
briket.
7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Adapun ruang lingkup pada penelitian ini adalah :
Lumpur IPAL pabrik sawit didapatkan dari PT. Perkebunan Nusantara V
(PTPN V) Sei Galuh Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar. Sampel lumpur
yang dimanfaatkan berada pada bak effluent lumpur IPAL pabrik sawit
menggunakan alat sederhana berupa gayung. Sedangkan cangkang biji karet
didapatkan dari perkebunan karet di Sei Galuh Kecamatan Tapung, Kabupaten
Kampar, Riau dan tanah liat diambil di daerah Payakumbuh. Adapun parameter
tetap dalam penelitian ini yaitu suhu karbonisasi lumpur IPAL pabrik sawit dan
cangkang biji karet yaitu 300ºC dan 500ºC selama 1 jam, konsentrasi perekat
tanah liat 15% dari berat total bahan baku yaitu 10 gr, dengan tekanan
pengepresan 75 kg/cm2. Untuk mendapatkan kualitas yang optimal maka
dilakukan variasi ukuran partikel -60+80, -80+100, dan -100+120 mesh dengan
variasi komposisi arang lumpur IPAL pabrik sawit dan cangkang biji karet yaitu
90%:10%, 80%:20%, 70%:30%, dan 60%:40%.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan proposal ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan uraian tentang latar belakang masalah yang mendasari
pentingnya diadakan penelitian, rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, ruang lingkup penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisikan tentang uraian teori pengertian biomassa, limbah lumpur pabrik
sawit, limbah cangkang biji karet, perekat tanah liat, briket, karbonisasi
serta karakteristik briket.
BAB III METODOLOGI
Berisikan mengenai metode yang digunakan penelitian, seperti alat dan
bahan penelitian, variabel penelitian, prosedur penelitian, skema
penelitian.
8

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini berisi uraian hasil dan pembahasan mengenai pengaruh
komposisi bahan baku dan variasi ukuran partikel terhadap kualitas briket
yang dihasilkan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi uraian tentang pernyataan singkat mengenai hasil yang
diperoleh sesuai dengan tujuan penelitian serta saran terkait untuk
penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai