Anda di halaman 1dari 27

Pembuatan Briket dari Limbah Kulit Kopi (Coffea Arrabica) dengan

Menggunakan Sagu (Metroxylon sp) Sebagai Bahan Perekat

Abstrak
Limbah kulit kopi termasuk salah satu bagian dari biomassa yang sampai sekarang
masih belum dimanfaatkan dengan optimal sehingga perlu perlakuan yang tepat
agar menjadi lebih bermanfaat salah satunya dapat diolah menjadi energi alternatif
sebagai briket. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
briket limbah kulit kopi dengan perekat sagu. Metode pada penelitian ini
menggunakan metode eksperimen. Parameter karakteristi meliputi kadar abu,
kadar air, nilai kalor, density, laju pembakaran dan kadar zat mudah menguap.
Adapun proses pembuatan briket pada penelitian ini melalui lima tahap yaitu
karbonasi, pembuatan serbuk dan pengayakan, pencampuran arang dan perekat,
pencetakan briket, dan pengeringan briket. Jumlah perekat sagu yang digunakan
untuk semua sampel sama sebesar 30% dengan variasi limbah kulit kopi sebesar
90%, 70%, 50% dan 30%.

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Bahan bakar merupakan kebutuhan energi yang sangat dibutuhkan. Dengan

meningkatnya jumlah penduduk maka berbanding lurus dengan jumlah konsumsi

bahan bakar fosil yang digunakan. Sehingga ketergantungan terhadap bahan

bakar minyak mengantarkan Indonesia pada krisis energi yang cukup serius dan

salah satu cara untuk mengurangi ketergantungan atas energy fosil adalah dengan

cara mengembangkan sumber energy alternative terbarukan.dengan

mengembangkan energy dari limbah perkebunan.

Berdasarkan buku putih Kementrian Riset dan Teknologi RI tahun 2006

dicatat bahwa energi biomassa di Indonesia sebesar 49,81 GW dengan kapasitas

terpasang 0,084 Gw, dari data ini menunjukan bahwa potensi energi biomassa

sangat besar dan belm optimal digunakan sebagai sumber energi alternatif yang

dapat diperbaharui.Salah satu limbah biomassa yang potensial dan jumlah nya

melimpah adalah limbah dari hasil aktivitas perkebunan. Limbah perkebunan

yang dapat dikembangkan adalah kulit kopi.

Kulit kopi merupakan limbah pvertanian yang pemanfaatannya belum

optimal.masyarakat pedesaan umumnya memanfaatkan kulit kopi ini hanya

sebagai pupuk padahal kulit kopi ini sangat baik jika dijadikan sebagai bahan

bakar (arang dari klit kopi).perlu diketahui , dalam 3 ton kopi hanya akan

diperoleh 1 ton biji kopi siap olah, selebihnya adalah limbah kulit kopi yang akan

2
dibuang begitu saja (Djafar, 2008). Dari data Badan Pusat Statistik Nasional

tahun 2007 menunjukan bahwa produksi kopi terus meningkat sejak tahun 2003

sebesar 430.000 ton menjadi 439.000 ton, tahun 2005 dan tahun 2006 sebesar

443.000 ton.diperkirakan pada tahun 2010 akan meningkat sebesar 463.000 ton

dan di tahun 2020 sebasar 514.000 ton. Jika produksi kopi sebesar itu, dapat

diperkirakan potensi kulit kopi yang menjadi limbah 2/3 dari produksi yang

dihasilkan. Dengan kata lain, sampai pada tahun 2020 limbah kulit kopi yang

dapat dimanfaatkan sebesar 342.700 ton.

Untuk memaksimalkan pemanfaatannya sebagai bahan bakar, maka limbah

kulit tersebut diolah menjadi suatu padatan atau biasa disebut “briket”. Briket

yang terbuat dari bahan bakar padat dan campuran biomassa ini, merupakan

bahan bakar padat alternatif atau pengganti minyak tanah yang paling murah dan

dapat dikembangkan secara missal dalam waktu yang relative singkat mengingat

teknologi dan peralatan yang digunakan relative sederhana.

Selain itu sumber energy biomassa mempunyai keuntungan pemanfaatan (syafii,

2003) antara lain:

1. Sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatntya yang

renewable resources.

2. Sumber energi ini relative tidak mengandung unsure sulfur sehingga tidak

enyebabkan [olusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil.

3. Pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan

limbah pertanian.

3
Berdasarkan hal diatas, maka peneliti melakukan penelitian tentang

pengolahan limbah kulit kopi menjadi briket sebagai salah satu bahan bakar

alternatif.

Pembuatan briket membutuhkan perekat. Perekat adalah bahan yang dapat

merekatkan dua buah benda berdasarkan ikatan permukaan.Menurut Brown

(2000) dalam (Maarif, 2004) kekuatan perekat dipengaruhi oleh faktor sifat

perekatnya sendiri dan tingkat penyesuaian antara Janis bahan perkat dengan

bahan yang direkat.Adapun perekat yang digunakan yaitu sagu komponen

terbesar yang terdapat dalam tepung sagu adalah pati yang dimana patih sagu ini

mengandung 28% amilosa dan 72% amilopektin dan sagu juga cukup potensial

untuk digunakan bahan perekat, Sulawesi Tenggara merupakan slah satu daerah

yang memiliki potensi sagu yang cukup luas.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah pada penelitian ini yaitu bahan yang digunakan untuk

pembuatan briket adalah limbah kulit kopi arrabica yang berada dari Kota

Kendari. Perekat yang digunakan adalah sagu dengan perbandingan arang dan

perekat sagu adalah 9:3. Arang yang digunakan adalah hasil pengayakan dengan

menggunakan ayakan 70-80 mesh. Karakteristik briket yang diuji adalah kadar

air, kadar abu, volatile metter, fixed carbon, nilai kalor, waktu dan uji nyala.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat diuraikan rumusan masalah sebagai

berikut :

4
1. Bagaimana kondisi karbonasi kulit kopi yang tepat ?

2. Bagaimana pengaruh komposisi bahan perekat terhadap kualitas briket arang

kulit kopi?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kondisi karbonasi kulit kopi yang tepat.

2. Menentukan pengaruh komposisi bahan perekat terhadap kualitas briket arang

kulit kopi.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah sebagai bahan rujukan untuk pembuatan briket

yang dibuat dari arang limbah kulit kopi dan untuk menambah nilai guna kulit

kopi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kulit Kopi

Buah kopi terdiri dari epikarp yang disebut juga dengan kulit buah,

merupakan bagian terluar dari buah kopi, mesokarp disebut juga dengan

daging kulit merupakan bagian yang beragak manis dan mempunyai

kandungan air yang cukup tinggi, endocarp atau kulit tanduk merupakan kulit

kopi paling keras tersusun oleh selulosa dan hemiselulosa, spermoderm

disebut dengan kulit ari merupakan kulit yang paling tipis dan menempel

pada kulit kopi dan endosperm atau keeping biji, merupakan bagian buah

5
kopi yang diambil dan dimanfaatkan untuk diolah menjadi kopi bubuk

(Bressani dkk, 1972).

Kulit kopi merupakan limbah pertanian yang pemanfaatannya belum

optimal.masyarakat pedesaan umumnya memanfaatkan kulit kopi ini hanya

sebagai pupuk padahal kulit kopi ini sangat baik jika dijadikan sebagai bahan

bakar (arang dari klit kopi).perlu diketahui , dalam 3 ton kopi hanya akan

diperoleh 1 ton biji kopi siap olah, selebihnya adalah limbah kulit kopi yang akan

dibuang begitu saja (Djafar, 2008). Dari data Badan Pusat Statistik Nasional

tahun 2007 menunjukan bahwa produksi kopi terus meningkat sejak tahun 2003

sebesar 430.000 ton menjadi 439.000 ton, tahun 2005 dan tahun 2006 sebesar

443.000 ton.diperkirakan pada tahun 2010 akan meningkat sebesar 463.000 ton

dan di tahun 2020 sebasar 514.000 ton. Jika produksi kopi sebesar itu, dapat

diperkirakan potensi kulit kopi yang menjadi limbah 2/3 dari produksi yang

dihasilkan. Dengan kata lain, sampai pada tahun 2020 limbah kulit kopi yang

dapat dimanfaatkan sebesar 342.700 ton.

B. Biomassa

Biomassa merupakan bahan-bahan organik berumur relatif muda dan

berasal dari tumbuhan, hewan, produk dan limbah industri budidaya (pertanian,

perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan). Unsur utama dari biomassa

adalah bermacam-macam zat kimia (molekul) yang sebagian besar mengandung

atom karbon (C). Biomassa secara garis besar tersusun dari selulosa dan lignin

6
(sering disebut lignin selulosa) (Arni dkk., 2014). Komponen utama tanaman

biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-kira sampai 75%), lignin (sampai

dengan 25%), dimana dalam beberapa tanaman komposisinya berbeda-beda.

Biomassa merupakan produk fotosintesis, dimana sel hijau daun menyerap energi

matahari dan mengkonversi karbon dioksida dengan air menjadi suatu senyawa

karbon, hidrogen, dan oksigen. Senyawa tersebut menyerap energi yang dapat

dikonversi menjadi produk lain. Hasil konversi senyawa tersebut dapat berbentuk

arang atau karbon, alkohol kayu, ter, dan sebagainya (Risna, 2016).

Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan

bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu,

dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat diperbaharui

(renewable resources), relatif tidak mengandung unsur sulfur sehingga tidak

menyebabkan polusi udara dan juga dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan

sumber daya hutan dan pertanian (Pabisa, 2013).

C. Briket Arang

Briket arang adalah arang yang diubah bentuk, ukuran dan kerapatannya

Bahan bakar padat ini merupakan bahan bakar alternatif atau merupakan

pengganti bahan bakar menjadi produk yang lebih praktis dan penggunaannya

sebagai bahan bakar. minyak yang paling murah dan dimungkinkan untuk

dikembangkan dalam waktu yang relatif singkat mengingat teknologi dan

peralatan yang digunakan relatif sederhana (Husada, 2008). Daya tarik pada briket

adalah kualitas briket sebagai bahan bakar yang meliputi sifat fisik dan kimia

7
termasuk nilai kalor yang dihasilkan dapat diatur melalui karakteristik briket

meliputi kepadatan, ukuran briket, kuat mampat, dan kandungan air. Sehingga

briket adalah bahan bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi

alternatif yang mempunyai bentuk tertentu (Arni dkk., 2014).

Badan Standarisasi Nasional (2000) briket bioarang yang memenuhi standar

sebagai bahan bakar, dilihat dari kadar air, kadar volatile matter, kadar abu, nilai

kalor. Kualitas standar briket arang dengan bahan kayu seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2.Standarisasi briket arang (SNI 01 – 6235 - 2000)


No. Standarisasi Nilai
1. Kadar air Maksimal 8%
2. Kadar volatile matter Maksimal 15%
3. Kadar abu Maksimal 8%
4. Nilai kalor Maksimal 5000cal/gr
Sumber: SNI 01-6235-2000

Mujiono (2009) syarat-syarat briket yang baik yaitu

1. Mudah dinyalakan dan tidak mengeluarkan asap.

2. Gas hasil pembakaran tidak mengandung racun yang berlebihan.

3. Secara fisik briket harus kuat dan tidak mudah pecah jika ditransportasikan.

4. Kadar air, tidak berjamur atau tidak mengalami degradasi jika disimpan

dalam waktu yang relatif cukup lama.

5. Memiliki kandungan abu yang rendah.

6. Mempunyai unjuk kerja pembakaran (waktu, laju dan suhu puncak

pembakaran) yang baik dalam tungku pembakaran khusus.

7. Harga briket dapat bersaing dengan bahan bakar lainnya

Sifat fisis dan kimia briket arang Jepang, Amerika, Inggris dan Indonesia

dapat dilihat pada Tabel berikut :

8
Tabel 2.3. Sifat fisis dan kimia briket arang Jepang, Amerika, Inggris dan
Indonesia (Mujiono, 2009).
No. Sifat Jepang Amerika Inggris Indonesia
1. Kadar air (%) 6-8 6,2 3,6 7,57
2. Kadar Abu (%) 3-6 8,3 5,9 5,51
3. Kadar zat menguap(%) 15-30 19-28 16,4 16,14
4. Kadar karbon terikat (%) 60-80 60 75,3 78,35
3
5. Kerapatan (gr/cm ) 1.0-1.2 1 0,48 0,4407
2
6. Keteguhan tekanan (kg/cm ) 60-65 62 12,7 -
7. Nilai kalor (kal/gr 6000-7000 6230 7289 6914,11
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan 1999.

D. Tahap Pembriketan

1. Pengarangan (karbonisasi)

Karbon adalah suatu bahan padat yang berpori dan merupakan hasil

pembakaran tidak sempurna.sebagian besar pori pori masi tertutup oleh

hidrokarbon dan senyawa organic lainnya. Dalam istilah kimia ,karbon adalah

karbon aktif yang mengandung 5-15% abu dan sisanya adalah karbon. Selain

unsure karbon yang tinggi ,karbon juga mengandung unsure unsure lain yang

terikat secara kimia seperti nitrogen, hydrogen, belerang, oksigen, dan abu

mineral organik yang bersal dari bahan mentahnya. Karbon ini berbentuk amorf

dicirikan dengan porositas yang tinggi dan luas permukaan yang spesifik antara

300-2000 m2/g (surya, 1999).

Karbonisasi merupakan suatu proses memanaskan sampah organik pada

suhu-suhu tertentu dengan penyediaan udara secara terbatas. Proses karbonisasi

dilakukan untuk melepaskan beberapa bahan kimia organik dan meninggalkan

suatu sisa yang terdiri atas karbon murni. Pada temperatur 50ºC - 150ºC hanya air

murni yang dilepaskan, pada temperatur 200ºC - 400ºC mulai terjadi proses

9
karbonisasi yaitu dekomposisi atau pembusukan parsihal (Supriyatno dan Merry

Crishna B., 2010).

Meurut Manocha dkk (2003), proses karbonisasi adalah proses perlakuan

panas pada kondisi oksigen yang sangat tidak terbatas terhadap bahan dasar

(bahan organik). Proses pemanasan tersebut menyebabkan terlepasnya komponen

yang mudah menguap dan karbon mulai membentuk struktur pori-pori. Dengan

demikian bahan dasar tersebut telah memiliki luas permukaan tetapi

penyerapannya masih relatif kecil karena masih terdapat residu tar dan senyawa

lain yang menutupi pori-pori. Bahan dasar hasil karbonasi adalah karbon atau

arang. Proses karbonasi dilakukan pada temperatur 400ºC - 500°C sehingga

material yang mudah menguap yang terkandung pada bahan dasar akan hilang.

Proses karbonisasi merupakan proses pembakaran sempurna dari bahan-bahan

organik dengan jumlah oksigen yang sangat terbatas, yang menghasilkan arang

serta menyebabkan penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan

pembentuk uap air, methanol dan hidrokarbon.

2. Pembuatan Serbuk dan pengayakan

Menurut Ndarah (2009), arang yang akan dicetak atau yang dihasilkan dari

proses karbonasi biasanya masih berbentuk bongkahan. Sehingga harus

dihancurkan menggunakan alat tertentu agar ukuran menjadi lebih kecil.

Kemudian arang tersebut diayak untuk mendapatkan ukuran partikel arang yang

seragam. Keseragaman ukuran partikel dimaksudkan untuk mempermudah

pencetakan briket .

10
3. Pencampuran Arang dan Perekat

Pencampuran serbuk arang dan perekat bertujuan memberikan lapisan tipis

dari perekat pada permukaan partikel arang. Selain itu, menjadi susunan partikel

baik, teratur, dan lebih padat sehingga dalam proses pengempaan pada briket akan

semakin baik. Tahap ini merupakan tahap terpenting mutu briket dengan kualitas

baik. Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk

mengikat dua benda melalui ikatan permukaan.

Estela (2002) menggunakan dua cara dalam pembuatan briket yaitu

kompaksi rendah dengan menggunakan bahan pengikat tanah liat, bentonit serta

kanji dan kompaksi tinggi tanpa bahan pengikat.

Sagu (Metroxylon sp) merupakan tanaman yang sangat produktif sebagai

penghasil pati dan energi. Selain untuk bahan makanan, sagu juga digunakan

sebagai perekat. Secara kimia, pati sagu mengandung 28% amilosa dan 72%

amilopektin sehingga dapat digunakan untuk perekat. Menurut Kurniawan dan

Marsono (2008), perekat tanah liat bisa digunakan sebagai perekat karbon dengan

cara tanah liat diayak halus seperti tepung, lalu diberi air sampai lengket. Namun

penampilan briket arang yang menggunakan bahan perekat ini menjadi kurang

menarik dan membutuhkan waktu lama untuk mengeringkannya. Selain itu,

briket menjadi agak sulit menyala ketika dibakar.

4. Pencetakan Briket

11
Pencetakan arang bertujuan untuk memperoleh bentuk yang seragam dan

memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Dengan kata lain,

pencetak briket akan memperbaiki penampilan dan mengangkat nilai jualnya.

Berdasarkan tekanan pencetakan, briket digolongkan menjadi:

1. Briket tekanan tinggi.

2. Briket tekanan medium dengan alat pemanas.

3. Briket tekanan rendah dengan bahan pengikat (binder)

Mekanisme peningkatan pada briket bertekanan rendah mengandalkan sifat

adhesif dari perekat. Selain melakukan mekanisme pengikatan kohesif-adhesif,

perekat juga berperan dalam penggumpalan (agglomeration) dan meningkatkan

kekuatan briket setelah kering.

Keteguhan tekan briket merupakan kemampuan briket untuk memberikan

daya tahan atau kekompakan briket terhadap pecah atau hancurnya briket jika

diberikan beban pada benda tersebut. Semakin tinggi nilai keteguhan tekan briket

arang berarti daya tahan briket terhadap pecah semakin baik (Triono, 2006).

Penelitian tentang gaya yang dikenakan pada proses pressing briket,

menurut mereka kekuatan maksimum yang diberikan selama proses pressing

adalah 50kg/cm². Jika kekuatan pressing lebih dari 150kg/cm², maka terjadi

penurunan kekuatan mekanik dari meterial yang disebabkan karena batas

kemampuan butiran untuk menahan penekanan dimana butiran akan pecah.

Semakin besar beban penekanan akan mengakibatkan kerapaatan (densitas) briket

semakin besar yang memperkuat kekuatan mekanik, tetapi pada kondisi tertentu

12
penambahan penekanan akan merusak struktur bahan dasar yang justru akan

menurunkan kekuatan mekanik dari hasil pencetakan (Poespowati, 2009).

5. Pengeringan Briket

Pengeringan dapat dilakukan dengan berbagai macam alat pengering seperti

klin, oven, atau penjemuran dengan menggunakan sinar matahari. Mengeringkan

briket dengan oven pada suhu 60°C selama 2 x 24 jam. Pengeringan bertujuan

untuk menghilangkan kadar air briket akibat pencampuran dengan bahan perekat

sehingga yang tersisa hanya kandungan air higroskopis bahan penyusunnya

(Wijayanti, 2009).

E. Analisis Kualitas Briket

1. Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu komponen dari bahan bakar padat. Kadar air

bahan bakar padat ialah perbandingan berat air yang terkandung dalam bahan

bakar padat dengan berat kering bahan bakar padat tersebut. Kandungan air dalam

bahan bakar padat terdiri dari air internal/air higroskopis dan air eksternal/air

mekanical Kandungan air akan berpengaruh negatif terhadap nilai kalor dan

karakteristik pembakaran bahan bakar padat (Husada, 2008).

Kadar air dapat berpengaruh pada kualitas briket arang, semakin rendah

kadar air semakin tinggi nilai kalor dan daya pembakarannya. Arang mempunyai

kemamapuan menyerap air yang sangat besar dari udara disekelilingnya.

Kemampuan menyerap air dipengaruhi oleh luas permukaan dan pori-pori arang

13
dan dipengaruhi oleh kadar karbon terikat yang terdapat pada briket

tersebut.Dengan demikian semakin kecil kadar karbon terikat pada briket arang,

kemampuan briket arang menyerap air dari udara sekelilingnya semakin besar.

Hermawan (2007) dalam penelitiannya menemukan bahwa penambahan gel

amilum yang terlalu banyak di dalam briket akan menyebabkan pori terlalu besar.

Besarnya pori pada briket memudahkan air yang terkandung untuk keluar,

sehingga dengan semakin besarnya komposisi gel amilum dalam briket akan

menyebabkan semakin banyak air keluar melalui pori. Namun di sisi lain, jumlah

air tertambahkan yang terikat di dalam struktur briket dipengaruhi pula oleh

besarnya komposisi gel amilum terha dap briket. Semakin banyak komposisi gel

amilum mengakibatkan semakin banyak pula air yang turut terikat di dalam

struktur briket. Kedua hal yang kontradiktif tersebut menyebabkan proses

pengeringan alami berlangsung paling baik pada perbandingan optimum.

2. Kadar Abu

Abu atau disebut dengan bahan mineral yang terkandung dalam bahan bakar

padat yang merupakan bahan yang tidak dapat terbakar setelah proses

pembakaran. Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat (kayu)

dipanaskan hingga berat konstan (Earl, 1997). Kadar abu merupakan bagian yang

tersisa dari hasil pembakaran dalam hal ini sisa pembakaran briket arang. Salah

satu unsur penyusunnya adalah silika. Pengaruhnya kurang baik terhadap nilai

kalor briket arang yang dihasilkan. Kadar abu yang tinggi dapat menurunkan nilai

kalor briket arang sehingga kualitas briket arang tersebut menurun.

14
Semua briket mempunyai kandungan zat anorganik yang dapat ditentukan

jumlahnya sebagai berat yang ditinggal apabila briket yang dibakar secara

sempurna. Zat yang tertinggal disebut abu. Kandungan abu merupakan ukuran

kandungan material dan berbagai material anorganik di dalam benda uji. Menurut

(Husada, 2008), abu adalah bahan yang sisa misalnya pada kayu, apabila kayu

dipanaskan hingga berat konstan. Kadar abu ini sebanding dengan kandungan

bahan anorganik di dalam kayu. Kadar abu setiap arang berbeda-beda tergantung

jenis bahan baku arang. Arang yang baik memiliki kadar abu sekitar 3%.

Senyawa yang terdapat dalam abu meliputi SiO2, Sl2O3, P2O5, Fe2O3 dan lain-lain

(Raharjo 2005).

3. Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan suatu sifat bahan bakar yang menyatakan kandungan

energi pada bahan bakar tersebut. Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas

yang dihasilkan atau ditimbulkan oleh suatu gram bahan bakar tersebut dengan

meningkatkan temperatur 1gr air dari 3,5oC – 4,5oC, dengan satuan kalori.

Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang diperoleh dari

pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Semakin tinggi berat jenis bahan

bakar, maka semakin tinggi nilai kalor yang diperolehnya (Wahyudi, 2006).

4. Karakteristik Nyala Api

Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa

yang memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap).

Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin mudah

biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat. Laju

15
pembakaran dapat diukur dari perubahan berat briket dari sebelum dan sesudah

dibakar dengan lamanya waktu yang dibutuhkan sampai briket menjadi abu. Laju

pembakaran biobriket semakin tinggi dengan semakin tingginya kandungan

senyawa yang mudah menguap (volatile matter). Kecepatan pembakaran

dipengaruhi oleh struktur bahan, kandungan karbon terikat dan tingkat kekerasan

bahan. Secara teoritis jika kandungan senyawa volatilnya tinggi maka briket akan

mudah terbakar dengan kecepatan pembakaran tinggi.

F. Karakteristik Pembakaran Briket

Menurut Sulistyanto A. (2006), dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran briket, antara lain :

1. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang

memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap).

Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin

mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.

2. Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses

pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi

pula pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama.

3. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran

akan semakin lama. Dengan demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang

besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalor lebih tinggi

dibandingkan dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah.

Makin tinggi berat jenis biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang

diperolehnya.

16
Penggunaan biobriket untuk kebutuhan sehari-hari sebaiknya digunakan

biobriket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian suhu maksimal

paling cepat. Dengan kata lain, briket yang baik untuk keperluan rumah tangga

adalah briket yang tingkat polutannya rendah, pencapaian suhu maksimalnya

paling cepat dan mudah terbakar pada saat penyalaannya.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan tahun 2019-2020 bertempat :

1. Laboratorium Fisika Material dan Energi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo Kendari, untuk preparasi sampel

dan pencetakkan.

2. Laboratorium Biologi Forensik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Alam Universitas Halu Oleo Kendari, untuk pengujian nilai kalor briket arang

kulit kopi.

3. Laboratorium Kimia Lanjut Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Halu Oleo Kendari, untuk aktivasi sampel dan

pengujian briket arang kulit kopi

B. Jenis Penelitian

17
Penelitian ini merupakan penelitian dalam bidang Fisika Material dan

Energi yang berjudul “Pembuatan Briket dari Limbah kulit kopi (coffea

Arrabica) dengan Menggunakan Sagu Sebagai Bahan Perekat)” menggunakan

metode eksperimen.

18
C. Alat dan Bahan

1. Alat penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini dapat diperlihatkan dalam tabel berikut :

Tabel 3.1. Alat yang digunakan dalam penelitian


No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan
Untuk memotong dan
1. Parang dan gergaji -
mengergaji kayu penyulut
Untuk menggerus dan
2. Mortar - menghaluskan arang ampas
tebu
Untuk mengayak serbuk
70 mesh dan 80
3. Ayakan arang agar didapatkan ukuran
mesh
butiran yang homogeny
Type ELF 11/14B Untuk proses aktivasi
4. Tanur
Max 1100oC sampel.
Untuk menimbang massa
5. Timbangan digital NST 0,0001 gr
sampel dan massa briket
6. Hot plate 0 − 200°C Untuk memenaskan air
5. Drum - Sebagai tungku karbonisasi
6. Ember kaleng - Sebagai wadah karbonisasi
Sebagai tempat
7. Ember -
penampungan air
8. Pipa besi - Sebagai cerobong asap
Pencetak briket Diameter dalam
9. Berbentuk silinder 0,8cm dan Tinggi Untuk mencetak briket
berongga 8cm

Tekanan 0 – 12 Untuk mengompaksi arang


10. Alat kompaksi briket
Ton briket
MemmertUNB Untuk mengeringkan sampel
11. Oven
100 − 800°C briket

12. Cawan porselen - Sebagai wadah sampel yang

19
No. Nama Alat Spesifikasi Kegunaan
akan dianalisis

Sebagai tempat untuk


13. Desikator - mendinginkan sampel yang
telah dipanaskan
Untuk mengangkat cawan
14. Gegep -
dari dalam tanur
Thermometer Untuk mengukur kenaikan
15. -50oC – 550oC
infrared suhu pada uji nyala briket
Untuk mengukur diameter
16. Jangka Sorong NST :0,01cm
dan tinggi briket
Untuk menguji nyala briket
17. Tungku Briket -
arang ampas tebu
Sebagai wadah pembuatan
18. Gelas aqua -
briket

2. Bahan penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat diperhatikan dalam tabel berikut:

Tabel 3.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian


No Nama bahan Kegunaan
1. Kulit Kopi Bahan dasar penyusun briket
2. Sagu Sebagai bahan perekat pembuatan briket
3. Air Untuk membersihkan/mencuci alat.
4. Minyak tanah Sebagai bahan penyulut
5. Aquades Untuk melarutkan bahan perekat

D. Prosedur Penelitian

Prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Preparasi sampel

20
Bahan yang disiapkan pada penelitian ini yaitu kulit kopi. Langkah-langkah yang

dilakukan proses ini adalah sebagai berikut :

a. Preparasi sampel ampas tebu

1. Ampas tebu diambil di Daerah Kota Kendari

2. Ampas tebu tersebut dipisahkan dari pelepahnya.

b. Preparasi Perekat

1. Bahan perekat sagu dihaluskan.

2. Bahan perekat sagu dijemur dengan cara dikeringkan di bawah sinar matahari untuk

menghilangkan kadar air yang terkandung didalamnya lalu dihaluskan menggunakan

mortal dan diayak.

c. Pengumpulan dan penjemuran bahan pengulut

1. Mengumpulkan ranting kayu dan dedaunan.

2. Menjemur hingga bahan penyulut benar-benar kering untuk menyalakan api pada proses

karbonisasi.

2. Proses karbonisasi

Limbah kulit Kopi yang telah melalui proses preparasi selanjutnya diarangkan

menggunakan drum dengan proses sebagai berikut:

a. Kulit kopi dimasukkan ke dalam drum kecil yang telah dibuat sebelumnya, sehingga

mengisi 75% volume drum besar. Sebelumnya ditimbang terlebih dahulu.

b. Bahan penyulut dimasukkan ke dalam drum kecil dan bahan penyulut tersebut dinyalakan.

Bahan penyulut ditata di dalam drum besar sehingga drum kecil dapat duduk diketinggian 10

cm didalam drum besar, kemudian disulut hingga menyala.

c. Dimasukkan drum kecil ke dalam drum besar.

21
d. Diisi kembali bahan penyulut hingga menyelimuti drum kecil pada ketinggian 10cm di atas

permukaan tutup drum kecil.

e. Dilakukan pengukuran temperatur pada saat drum kecil duduk di dalam drum besar.

f. Di lubang kendali udara pada cerobong, dapat dilihat kulit kopi telah terbakar sempurna atau

belum. Apabila kulit kopi sudah menjadi arang (hitam pekat), berarti pembakaran sempurna.

g. Setelah asap yang keluar dari cerobong tidak lagi pekat, tetapi lebih bening atau jernih, lubang

cerobong asap ditutup, berarti proses karbonasi telah selesai.

h. Arang yang telah jadi dikeluarkan dari dalam drum dan didinginkan.

3. Penggerusan dan Pengayakan

Langka-langka yang dilakukan pada tahap penggerusan dan pengayakan yaitu:

a. Arang kulit kopi yang telah dikeringkan kemudian digerus dengan menggunakan mortar.

b. Arang disimpan di dalam wadah yang kering sebelum mengayaknya.

c. Diayak menggunakan ayakan berukuran 70 mesh, kemudian ambil serbuk yang lolos

d. Setelah itu diayak lagi menggunakan ayakan berukuran 80 mesh, kali ini serbuk yang

diambil adalah yang tertinggal.

e. Serbuk arang yang sudah halus siap diaktivasi.

4. Aktivasi Arang Kulit Kopi

Proses aktivasi arang ampas tebu dapat dilakukan dengan cara :

a. Diambil kulit Kopi yang berukuran 70-80 mesh dan disimpan ke dalam cawan serta

membungkusnya dengan menggunakan aluminium foil.

b. Arang Kulit Kopi diaktivasi dengan cara memanaskan ke dalam tanur dengan suhu 460oC

selama 12 menit (Laugi, 2017).

c. Setelah 12 menit arang didinginkan dengan cara memasukkan ke dalam desikator.

22
d. Mengulangi langkah a-c dengan suhu 500oC (12 menit) dan 540oC (12 menit).

5. Proses pencampuran serbuk arang Kulit Kopi dengan perekat

Bahan yang disiapkan pada tahap ini adalah serbuk arang Kulit Kopi, sagu sebagai perekat

dan aquades. Langkah-langkah yang dilakukan proses ini adalah sebagai berikut :

a. Ditimbang serbuk arang Kulit Kopi sebanyak 4,5gr.

b. Ditimbang perekat sagu sebanyak 0,5gr. Jadi berat total serbuk arang Kulit Kopi dan perekat

sagu adalah 5gr.

c. Dicampur serbuk arang Kulit Kopi dan perekat sagu sampai merata.

d. Ditambahkan air yang telah dipanaskan dengan temperature 100⁰C sebanyak 2ml pada

serbuk arang Kulit Kopi dan perekat sagu sampai merata.

6. Proses pengompaksian briket Kulit Kopi

Alat dan bahan yang disiapkan ialah serbuk arang, cetakan briket dan alat kompaksi.

Langkah-langkah yang dilakukan proses ini adalah sebagai berikut :

a. Dimasukkan serbuk arang dengan massa lebih dari 5gr ke dalam cetakan briket berbentuk

silinder berongga dengan diameter dalam 0,8cm dan tinggi 8cm.

b. Campuran serbuk arang dikompaksi dan tekanan yang digunakan ialah 34,66kg/cm²,

69,32kg/cm² dan 103,98kg/cm².

c. Dikeluarkan briket dari cetakan, maka diperoleh briket serbuk arang Kulit Kopi.

d.

E. Proses analisis briket Kulit Kopi

Untuk Proses Pengujian briket dimana penelitian ini dilakukan dengan beberapa

macam pengujian briket yaitu :

a. Kerapatan

23
Pengujian ini dilakukan dengan mendeterminasi berapa rapat massa briket melalui

perbandingan antara massa briket dengan besarnya dimensi volumetrik briket Kulit Kopi.
𝑚
𝐾𝑒𝑟𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐵𝑟𝑖𝑘𝑒𝑡 (𝜌) = (3.1)
𝑉𝑡𝑜𝑡

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑟𝑖𝑘𝑒𝑡(𝑉𝑡𝑜𝑡) = 𝜋𝑟 2 𝑡 (3.2)

Dimana :

ρ : Kerapatan briket (gr/cm3)

m : Massa briket (gr)

Vtot : Volume total (cm3)

r : Jari-jari (cm)

t : Tinggi briket (cm)

b. Kadar air (ASTM D.3137-11)

Langkah-langkah dalam mengukur kadar air diawali dengan menimbang sampel briket

kulit kopi. Kemudian memasukan briket ampas tebu yang telah ditimbang kedalam cawan yang

telah diketahui massa kosongnya (penentuan massa kosong dilakukan dengan memanaskan

cawan pada suhu 105°C selam beberapa jam, kemudian didinginkan lalu ditimbang. Diulangi

sampai diperoleh massa yang konstan). Memasukan cawan yang telah berisi sampel kedalam

oven. Memanaskan cawan pada suhu 105°C selama 3 jam. Setelah beberapa jam mengangkat

cawan yang berisi briket ampas tebu dan memasukan kedalam desikator untuk proses

pendinginan dan agar terhindar dari kontaminasi suhu luar. Menimbang cawan yang berisi briket

ampas tebu yang telah didinginkan dalam desikator. Menghitung kadar air yang terkandung

dalam sampel :

𝑚2 −𝑚3
M (%) = (
𝑚2 −𝑚1
) × 100% (3.3)

24
Keterangan :

M (%) : Moisture (Kadar air) (%)

m1 : Massa cawan kosong (gram)

m2 : Massa cawan kosong + massa sampel (gram)

m3 : cawan + sampel setelah pemanasan pada

Suhu 105oC (gram) (Ulfi dkk., 2016).

c. Kadar Abu (ASTM D.3174-12)

Langkah-langkah dalam mengukur kadar abu diawali dengan memasukan sampel briket

kulit kopi ke dalam cawan porselin yang telah di hitung berat kosongnya. Memasukan kedalam

tanur sampel yang telah di letakan pada cawan porsellin. Memanaskan pada suhu 700°C sampai

menjadi abu selama 3 jam. Mengangkat dan didinginkan di dalam desikator. Menimbang cawan

beserta sampel yang telah dipanaskan. Menentukan kadar abunya:

𝑚 −𝑚
AC (%) = (𝑚3−𝑚1) × 100% (3.4)
2 1

Keterangan :

AC (%) : Ash content (Kadar abu) (%)

m1: Massa cawan kosong (gram)

m2: Massa cawan kosong + massa sampel (gram)

m3 : Massa cawan + sampel setelah pemanasan pada Suhu 700oC (gram)

(Ulfi dkk., 2016).

d. Volatile matter (ASTM D.3175-10)

Penentuan Volatile Matter adalah dengan beberapa patahan berikut :

25
1. Sampel briket arang yang telah diketahui kadar airnya dimasukkan kedalam cawan porselin,

kemudian ditutup dengan penutup porselin.

2. Dimasukkan sampel ke dalam tanur dengan hati-hati.

3. Dipanaskan sampel pada suhu 750°Cselama 15 menit.

4. Didinginkan sampel di dalam eksikator.

5. Dibuka penutup porselin dan ditimbang cawan yang berisi sampel briket arang.

6. Dihitung kadar volatile matter yang terkandung dalam sampel.

Penentuan kadar volatile matter dengan persamaan :

𝑚 −𝑚
VM (%) = (𝑚2−𝑚3 × 100%) −M (%) (3.5)
2 1

Dengan :

m1 :Massa cawan kosong (gram)

m2 :Massa cawan kosong + massa sampel (gram)

m3 :Massa cawan + sampel setelah pemanasan pada suhu 750oC (gram) (Ulfi dkk.,

2016).

e. Fixed carbon (ASTM D.2172-12)

Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon dalam arang selain fraksi abu, zat mudah

menguap dan air (Earl, 1997 dalam Husada, 2008). Fixed carbon ditentukan dengan persamaan :

𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐶𝑎𝑟𝑏𝑜𝑛 (%) = 100% − ( VM (%) + M (%) + 𝐴𝐶 (%)) (3.6)

f. Uji nyala briket kulit kopi

Langkah-langkah yang dilakukan dalam melakukan pengujian ini yaitu dengan cara

menyiapkan briket yang hendak diuji, kemudian membakar briket tersebut dan menghitung

waktu sulutnya dengan menggunakan stopwach, dimulai pada saat briket dibakar hingga

26
menghasilkan bara, kemudian menghitung lama nyala briket pada saat terbentuk bara hingga

semua briket menjadi abu dan yang terakhir mengukur temperatur maksimum dengan

menggunakan termometer infra- red.

27

Anda mungkin juga menyukai