Anda di halaman 1dari 5

JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No.

2 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) E66

Variasi Komposisi Bahan pada Pembuatan Briket


Cangkang Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) dan
Limbah Biji Kelor (Moringa oleifera)
Wahyu Rizqi Wicaksono dan Sri Nurhatika
Departemen Biologi, Fakultas Ilmu Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
e-mail: nurhatika@yahoo.com

Abstrak—Peningkatan kebutuhan energi yang tidak seimbang memiliki cadangan sebesar 434.000 GW atau setara 255
dengan jumlah sumber energi yang ada, memacu adanya energi juta barrel minyak bumi. Potensi biomassa ini sangat
alternatif dengan nilai yang lebih ekonomis. Salah satu energi besar apabila dijadikan sumber energi alternatif
alternatif adalah briket yang merupakan jenis bahan bakar
khususnya untuk kebutuhan energi rumah tangga yang
yang berasal dari limbah organik sehingga menurunkan biaya
produksi menjadi lebih rendah. Metode penelitian ini diawali jumlahnya semakin sedikit. Sumber utama penghasil
dengan proses pengarangan bahan, kemudian dilakukan biomassa di Indonesia ada berbagai macam, yaitu dari sektor
pembuatan briket dengan variasi komposisi yang telah kehutanan, pertanian dan limbah pemukiman (kota). Limbah
ditentukan. Kemudian briket di analisis meliputi uji kadar air, tersebut dapat diolah menjadi bahan bakar padat yang dapat
kadar abu, kadar zat hilang, fix karbon, uji kalor dan laju digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang yaitu briket
pembakaran . Pada uji kadar air didapat hasil terbaik 0.27%
[9]. Dari tanaman perkebunan, salah satu sumber daya
pada berbandingan 0%:100% (cangkang:biji), pada uji kadar
abu hasil terbaik 1.81% pada berbandingan 0%:100% biomassa yang paling melimpah adalah perkebunan kelapa
(cangkang:biji), pada uji kadar zat hilang didapat hasil terbaik sawit, selain itu terdapat sumber biomassa lain berupa biji
29.81% pada perbandingan 100%:0% (cangkang:biji), pada kelor yang dapat dimanfaatkan sebagai biobriket [10].
uji fix karbon didapat hasil terbaik 40.93% pada berbandingan Cangkang kelapa sawit memiliki kandungan lignoselulosa
0%:100% (cangkang:biji), pada uji kalor didapat hasil terbaik berkadar karbon tinggi dan mempunyai berat jenis yang
5126.1 pada perbandingan 100%:0% (cangkang:biji) dan pada
uji laju pembakaran didapat hasil terbaik 0.097g/s pada
lebih tinggi daripada kayu yang mencapai 1,4 g/ml, sehingga
berbandingan 0%:100% (cangkang:biji). karakteristik ini memungkinkan bahan tersebut lebih baik
untuk dijadikan arang [11]. Nilai energi panas cangkang
Kata Kunci—Biji Kelor, Briket, Cangkang Kelapa Sawit, kelapa sawit lebih tinggi yaitu 5.656 kalori/gr daripada
Energi Alternatif. limbah kelapa sawit pada bagian lain seperti serabut, dan
tandan kosong [12]. Sedangkan biji tanaman kelor
I. PENDAHULUAN mengandung minyak kelor sekitar 30-40% dari berat kering

S UMBER energi saat ini memegang peranan penting


dalam pengembangan ekonomi nasional [1]. Peningkatan
kebutuhan energi di Indonesia dari tahun ke tahun
per biji kelor [13]. Besarnya kandungan tersebut, biji kelor
dapat dimanfaatkan sebagai bahan biodiesel, sedangkan
untuk aplikasi sebagai bahan campuran briket dapat
berdampak pada ketersediaan cadangan energi fosil seperti meningkatkan energi panas dari bahan utama briket [14].
bahan bakar minyak, gas bumi, dan batu bara yang semakin Biomassa merupakan bahan alami yang dapat digunakan
berkurang [2], sehingga sekarang banyak dilakukan sebagai sumber energi terbarukan yang berpotensi
penelitian terkait sumber energi alternatif dalam memenuhi menghasilkan sekitar 25% dari kebutuhan energi global [15].
kebutuhan energi di Indonesia [3]. Salah satu energi Biomassa adalah istilah yang digunakan untuk bahan atau
alternatif yang dikembangkan saat ini adalah briket yang sisa dari makhluk hidup baik dari darat maupun laut [16].
merupakan suatu jenis bahan bakar padat yang berasal dari Biomassa dapat diperoleh dari berbagai macam sumber,
biomassa maupun limbah bahan organik yang dapat anatara lain biomassa pertanian dan biomassa hutan.
menghasilkan kalor sebesar > 4.000 kal/gr, gas metana, Biomassa pertanian merupakan biomassa dari limbah
karbon, uap air sebesar < 7,5 %, dan belerang sebesar < 1 % pertanian seperti batang, daun serta produk sampingan dari
[4]. Sebagai salah satu bentuk bahan bakar baru, briket pertanian yang dapat dijadikan sumber energi. Biomassa
merupakan bahan yang sederhana, baik dalam proses hutan merupakan biomassa yang didapatkan dari hutan
pembuatan ataupun dari segi bahan baku yang digunakan, seperti kayu [17]. Menurut Murtala, 2012 biomassa dapat
sehingga bahan bakar briket memiliki potensi yang cukup diperoleh dari beberapa sumber, yaitu;
besar untuk dikembangkan. Pembuatan briket telah banyak 1) Limbah hewan: potensi biomassa dari limbah hewan
dilakukan dengan menggunakan bahan yang berbasis merupakan limbah yang intensif berupa kotoran hewan.
biomassa, seperti briket biomassa tempurung kelapa, biji 2) Biomassa pertanian: biomassa pertanian yang dapat
jarak, briket serbuk gergajian kayu [5][6][7]. digunakan untuk memproduksi energi merupakan
Biomasa secara umum dikenal sebagai bahan kering residu dari tanaman pertanian (batang, cabang, daun,
material organik berasal dari tanaman atau kotoran hewan jerami, serta limbah dari pemangkasan) dan biomassa
[8]. Data Indonesia Energi Outlook (2002) biomassa dari limbah pengolahan produk pertanian (sisa dari
pembuatan katun, ampas biji zaitun, dll).
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 2 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) E67

3) Biomassa hutan: biomassa hutan yang dapat digunakan Departemen Biologi, Fakultas Ilmu Alam dan Laboratorium
untuk keperluan energi terdiri dari kayu bakar, residu Teknologi Biofuel, Atsiri dan Nabati Departemen D3
hutan serta produk sampingan dari industri kayu. Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
4) Limbah perkotaan: limbah perkotaan umumnya dikenal Surabaya.
sebagai sampah, merupakan kombinasi dari limbah cair
dan padat. Limbah biasanya akan dipisah antara limbah B. Perlakuan Awal (Pretreatment)
yang dapat didegradasi dan limbah yang dapat di daur Bahan yang akan digunakan cangkang kelapa sawit
ulang atau dijadikan energi seperti sayuran atau limbah (Elaeis guineensis) dan ampas biji kelor (Moringa
hijau dan kertas. oleifera).Pada proses ini bahan dibersihkan terlebih dahulu
Biomassa merupakan sumber energi terbarukan yang saat dari bahan pengotor seperti tanah dan kotoran-kotoran yang
ini dapat diterima oleh masyarakat luas. Penggunaan menempel. Selanjutnya bahan dikeringkan untuk
biomassa dari pertanian sebagai sumber energi dapat memudahkan proses pembakaran atau karbonisasi.
berkontribusi untuk memeajukan pembangunan dari sector
energi Karena tidak ada persaingan dengan produksi pangan C. Proses Karbonisasi
dan tidak ada prubahan tata guna lahan yang dibutuhkan Cangkang kelapa sawit yang sudah kering diarangkan
[18]. menggunakan furnace 3500C selama 2 jam. Setelah menjadi
Briket merupakan bahan bakar dalam bentuk padat yang arang, dikeluarkan dari furnace kemudian diletakkan di
dapat dibakar sebagai energi. Briket diproduksi dengan dalam desikator hingga dingin.
memadatkan residu biomassa menjadi balok padat yang D. Penyaringan Bahan
dapat menggantikan bahan bakar fosil, arang dan kayu bakar
Arang yang telah terbentuk pada proses karbonisasi
alami untuk memasak dan proses pemanasan industri baik
selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan mortar dan
secara domestik maupun secara institutional [19]. Briket
diayak sehingga diperoleh serbuk arang dengan ukuran 100
terbuat dari bahan yang murah atau bahkan tanpa biaya,
mesh, kemudian disimpan dalam wadah tertutup.
seperti koran lama atau dari seresah atau sisa pengolahan
tanaman [20]. Briket sendiri memiliki potensi untuk menjadi E. Pembuatan Briket dan Pencampuran Bahan Perekat
sumber energi terbaharukan jika briket diproduksi Arang cangkang kelapa sawit dan ampas biji kelor dibuat
menggunakan biomassa yang dipanen atau residu agrikultur dengan variasi cangkang kelapa sawit terkarbonasi dicampur
yang berkelanjutan [19]. dengan ampas biji kelor yang tidak terkarbonasi, serta
Kualitas briket arang pada umumnya ditentukan sebagai kontrol dibuat dengan variasi cangkang kelapa sawit
berdasarkan sifat fisik dan kimianya antara lain ditentukan dan ampas biji kelor yang terkarbonisasi. Masing-masing
oleh kadar air, kadar abu, kadar zat menguap, kadar karbon perlakuan tersebut dibuat lima konsentrasi yaitu 100:0,
terikat, kerapatan, keteguhan, tekan, dan niali kalor. 75:25, 50:50, 25:75 dan 0:100. Perekat kanji dibuat dengan
Sedangkan standar kualitas secara baku untuk briket arang cara memasak tepung kanji dengan air dengan perbandingan
Indonesia mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 1:10, 1gram tepung kanji dengan 10 liter air hingga
dan juga mengacu pada sifat briket arang buatan Jepang, membentuk gel. Perekat kanji yang telah terbentuk
Inggris, dan Amerika. Baku mutu kualitas briket disajikan selanjutnya dicampur dengan bahan pembuat briket dengan
pada Tabel 1. penambahan perekat sebesar 10% pada tiap perlakuan
Tabel 1. perbandingan bahan briket yang digunakan.
Tabel Standar Briket Pada Negara Jepang, Inggris, Amerika dan
Indonesia F. Pencetakan
Hasil adonan briket diletakkan pada cetakan berbentuk
Sifat Briket Jepang Inggris Amerika SNI
Kadar air (moisture silinder, kemudian dipadatkan dengan menggunakan mesin
6-8 3,6 6,2 8
content) % cetak briket. Briket yang telah dibentuk kemudian
Kadar zat menguap dipadatkan dengan menggunakan alat press. Masing-masing
15-30 16,4 19-28 15
(volatile matter) %
Kadar abu (ash
perlakuan konsentrasi diberi tekanan 25kg/m2. Pembuatan
3-6 5,9 8,3 8 briket dilakukan dengan menggunakan alat pencetak briket
content)%
Kadar karbon terikat yang berdiameter 5 cm.
(fixed carbond 60-80 75,3 60 77
content)% G. Pengeringan
Kerapatan (density)
1,0-1,2 0,46 1 - Briket arang yang dihasilkan kemudian dikeringkan dalam
g/cm3
Keteguhan tekanan oven pada suhu 60°C selama 3x24 jam. Briket yang telah
60-65 12,7 62 -
g/cm2 dikeringkan dikemas dalam kantong plastic dan ditutup rapat
Nilai kalor (caloriffc
value) cal/g
6000-7000 7289 6230 5000 untuk menjaga agar briket tetap dalam keadaan kering [1].
H. Uji Kadar Air
Moisture atau kadar air adalah kandungan air yang
II. METODOLOGI
terdapat pada briket. Kadar air dapat ditentukan dengan cara
A. Lokasi dan Waktu Penelitian menimbang cawan porselin kosong kemudian sampel briket
dimasukkan ke cawan. Sampel dimasukkan ke dalam oven
Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2017
yang telah diatur suhunya sebesar 1050C selama 3 jam.
di Laboratorium Biosains dan Teknologi Tumbuhan,
Cawan dikeluarkan dari oven dan didinginkan dalam
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 2 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) E68

desikator, kemudian ditimbang bobotnya [1]. Berikut adalah dan dicatat kenaikan suhunya. Perhitungan dilakukan dengan
rumus perhitungan kadar air yang terdapat pada briket: rumus:
Nilai Kalor = T2 - T1 - 0,05 x Cv x 0,24

Keterangan: T1= suhu air mula-mula (oC)


T2= suhu setelah pembakaran (oC)
Keterangan: M1= Berat cawan kosong + berat sampel Cv= berat jenis calorimeter = 73529,6
sebelum pemanasan(g) (kJ/kg)
M2= Berat cawan kosong + berat sampel 0,05= kenaikan temperatur kawat penyala
setelah pemanasan (g) 1 Joule= 0,24 kal
I. Penentuan Kadar Abu (ash) M. Laju Pembakaran
Penentuan kadar abu dilakukan dengan cara Pengujian ini dilakukan dengan cara menyalakan briket
mengeringkan cawan porselin, selanjutnya cawan ditimbang dan diukur menggunakan stopwatch hingga beriket padam
bobot kosongnya. Kemudian ke dalam cawan kosong menjadi abu.
tersebut dimasukkan sampel. Cawan yang telah berisi sampel
selanjutnya dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu III. HASIL DAN PEMBAHASAN
950°C selama 4 jam sampai sampel menjadi abu.
A. Limbah Biji Moringa oleifera Sebagai Bahan Bakar
Selanjutnya cawan diangkat dari dalam tanur dan
didinginkan di dalam desikator, lalu ditimbang. Kadar abu Ampas biji Moringa oleifera merupakan limbah organik
dapat dihitung dengan menggunakan rumus: yang memiliki peluang untuk dijadikan sebagai bahan
bakar briket. Limbah biji Moringa oleifera digunakan
sebagai variasi bahan pembuatan briket pada penelitian ini
karena limbah biji Moringa oleifera memiliki sifat difusi
Keterangan: A= Berat abu (g) termal yang baik yang diakibatkan oleh tingginya
B= Berat sampel (g) kandungan selulosa dan lignin yang terdapat di dalam
J. Penentuan Kadar Zat yang Hilang (Volatile Matters) biji [14]. Selain itu, keberadaan biji Moringa oleifera
yang berasal dari limbah pertanian maupun yang berasal
Cara menentukan kadar zat yang hilang dilakukan dengan
dari limbah rumah tangga dan industri yang belum
cara menimbang dengan teliti sebanyak 1 sampel ke dalam
dimanfaatkan secara maksimal. Untuk meningkatkan
cawan kosong tersebut. Cawan selanjutnya ditutup dan
penggunaan limbah biji Moringa oleifera sebagai bahan
dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 950°C selama 7
bakar alternatif maka limbah biji Moringa oleifera dapat
menit. Kadar zat yang hilang dapat dihitung dengan
dibuat menjadi briket. Selain hal tersebut, biji Moringa
menggunakan rumus:
oleifera juga memiliki kadar karbon terikat yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan briket [21]. Karbon
terikat (fixed carbon) yaitu fraksi karbon (C) yang terikat
dalam arang selain fraksi air, zat menguap, dan abu.
Keterangan: W1= Berat sampel awal (g) Keberadaan karbon terikat didalam briket arang dipengaruhi
W2= Berat sampel setelah pemanasan (g) nilai kadar abu dan kadar menguap. Kadar nya akan bernilai
tinggi apabaila kadar abu briket arang tersebut rendah [22].
Pada penelitian ini, didapatkan hasil karbon terikat yang
K. Karbon Tetap (Fixed carbon) dimiliki biji Moringa oleifera yaitu sebesar 40,93%. Karbon
Fixed carbon dihitung dari 100% dikurangi dengan kadar terikat biji Moringa oleifera memiliki nilai terbesar
air (moisture) dikurangi kadar abu, dikurangi volatile matter, dibandingakan dengan karbon terikat pada cangkang kelapa
sawit. Hal ini menunjukkan bahwa limbah biji Moringa
oleifera dapat digunakan sebagai bahan pembuatan briket.

Keterangan: M= moisture (kadar air) B. Pengaruh Kadar Air, Kadar Abu, dan Zat yang Hilang
A= ash (kadar abu) (Volatile Matter) Terhadap Kalor yang Dihasilkan
V= volatile (kadar zat hilang) Kadar air yang diperoleh dari penelitian ini berkisar
antara 0,27-2,19%. Keseluruhan briket yang dihasilkan dari
berbagai perbandingan telah sesuai dengan SNI (SNI 01-
L. Uji Kalor
6235-2000) yaitu maksimal 8%. Kadar air terendah
Nilai kalor dihitung menggunakan alat bomb calorimeter. diperoleh pada perbandingan bahan 0% : 100%
Pengujian kalor dilakukan dengan cara menimbang briket (cangakang:biji) yakni sebesar 0,27 dan tertinggi pada
0,15 gram dan diletakkan dalam cawan, kemudian perbandingan bahan 100% : 0% (cangakang:biji) sebesar
dimasukkan ke dalam tabung dan dimasukkan oksigen
2,19. Kadar air briket dipengaruhi oleh jenis bahan baku,
dengan tekanan 30 bar. Tabung diletakkan dalam
jenis perekat dan metode pengujian yang digunakan [23].
calorimeter, kemudian air pendingin dimasukkan dan kalori
Pada umumnya kadar air yang tinggi akan menurunkan nilai
meter ditutup. Pengaduk air pendingin dihidupkan dan
dicatat temperaturnya, penyalaan dilakukan selama 5 menit kalor dan laju pembakaran karena panas yang diberikan
digunakan terlebih dahulu untuk menguapkan air yang
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 2 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) E69

terdapat di dalam briket. Pada penelitian ini semakin tinggi C. Hubungan Antara laju Pembakaran dan Penambahan
kadar cangkang kelapa sawit maka kadar air yang diperoleh Biji Moringa oleifera Terhadap Kualitas Briket
semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan oleh cangkang Hasil Pengujian laju pembakaran dilakukan untuk
kelapa sawit memiliki kadar air yang lebih besar mengetahui efektifitas dari suatu bahan bakar. Hal ini untuk
dibandingan dengan biji kelor yaitu sebesar 11,82% [24]. mengetahui sejauh mana kelayakan dari bahan bakar yang
Kadar air sangat mempengaruhi nilai kalor yang dihasilkan. diuji sehingga dalam aplikasinya nanti bisa digunakan [27].
Pada penelitian ini kadar air tinggi ditunjukkan pada Hasil pada pengujian ini variasi campuran antara cangkang
perbandingan cangkang dan biji (100% : 0%) hal tersebut kelapa sawit dan biji kelor yang paling tinggi laju
dikarenakan cangkang memiliki kandungan selulosa, pembakarannya yaitu pada perbandingan 100% : 0% sebesar
hemiselulosan, lignin yang lebih besar dibandingan biji 0,142 gr/detik. Sedangkan yang paling rendah terdapat pada
kelor, sehingga meskipun cangkang memiliki kadar air tinggi perbandingan 0% : 100% sebesar 0,097gr/detik, pada
dibandingkan dengan biji kelor hasil kalor yang dihasilkan pebandingan lainnya menunjukkan hasil laju pembakaran
tetap lebih tinggi [24]. tidak berbeda jauh yakni sebesar 0,103 gr/s pada konsentrasi
Nilai kadar abu yang dihasilkan dari penelitian ini yaitu 25% : 75%, 0,121 gr/s pada konsentrasi 50% : 50%, dan
berkisar antara 2,01% – 1,81%. Hasil yang diperoleh sesuai 0,118 gr/s pada konsentrasi 75% : 25%. Faktor yang
dengan SNI yaitu kadar abu briket maksimal 8%. Kadar abu mempengaruhi hal ini dikarenakan konsentrasi antara
terendah diperoleh pada perbandingan cangkang dan biji cangkang kelapa sawit dan biji kelor yang berbeda - beda
kelor yaitu sebesar 1,81% dan kandungan abu tertinggi yang terdapat dalam campuran briket, dimana dalam
diperoleh pada prosentase cangkang dan biji kelor yaitu cangkang memiliki kandungan bahan anorganik maupun
sebesar 2,01%. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk organik yang lebih tinggi dibandingan dengan biji kelor
mengetahui bagian yang tidak terbakar yang sudah tidak yang mempengaruhi laju pembakaran dari briket yang
memiliki unsur karbon lagi setelah briket dibakar. Kadar abu dihasilkan, sehingga penambahan limbah biji kelor tidak
sebanding dengan kandungan bahan anorganik yang terdapat berpengaruh terhadap tingginya laju pembakaran dan
di dalam briket [6]. Kadar abu meningkat dengan cenderung memiliki nilai yang lebih kecil dibandingan
meningkatnya kadar cangkang kelapa. Cangkang memiliki dengan konsentrasi variasi yang lain dengan kandungan
kandungan bahan anorganik silika (SiO2), MgO dan Fe2O3, cangkang kelapa sawit yang lebih besar. Adapun hubungan
AlF3, MgF2 dan Fe lebih tinggi dibandingkan dengan biji antara berbagai konsentrasi cangkang kelapa sawit dan biji
kelor sehingga memiliki kadar abu yang lebih tinggi pula kelor terhadap laju pembakaran briket ditampilkan pada
[24]. Tabel 3.
Kadar zat yang hilang (Volatile matter) adalah zat yang Tabel 3.
dapat menguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa Tabel Hubungan Antara laju Pembakaran dan Penambahan Biji Moringa
oleifera Terhadap Kualitas Briket
yang masih terdapat di dalam briket arang selain air, karbon
terikat dan abu [25]. Kadar zat yang hilang yang diperoleh Cangkang : Biji laju pembakaran g/s

pada penelitian ini berkisar antara 38,85% - 29,81%. Hasil 100% : 0% 0,142
penelitian menunjukkan bahwa kadar zat yang hilang tidak 75% : 25% 0,118
sesuai menurut SNI. Kadar zat yang hilang yang diperoleh
50% : 50% 0,121
pada penelitian ini semakin bertambah seiring dengan
semakin bertambahnya kadar biji kelor. Hal ini disebabkan 25% : 75% 0,103
adanya kandungan zat-zat menguap seperti CO, CO2, H2, 0% : 100% 0,097
CH4 dan H2O yang terdapat pada biji kelor yang digunakan
ikut menguap. Kandungan zat menguap yang tinggi akan
menimbulkan banyak asap pada saat briket dinyalakan. D. Karbon Tetap (Fix Carbon)
Kandungan asap yang tinggi disebabkan oleh adanya reaksi Fix carbon merupakan bagian dari briket selain kadar air,
antara karbon monoksida (CO) dengan turunan alkohol [26] kadar abu dan volatile matter. Fix carbon merupakan salah
satu penentu kualitas briket, semakin tinggi kadar karbon
Tabel 2. tetap menunjukkan semakin baik kualitas briket [28]. Hasil
Tabel Pengaruh Kadar Air, Kadar Abu, dan Zat yang Hilang (Volatile pengujian ini variasi campuran antara cangkang kelapa sawit
Matter) Terhadap Kalor yang Dihasilkan
volatile kalor
dan biji kelor yang paling tinggi karbon tetapnya yaitu pada
Cangkang : Biji kadar air kadar abu perbandingan 75%:25% sebesar 66,15%. sedangkan paling
matter kal/g
100% : 0% 2,19 % 2,01 % 29,81 % 5126,1 rendah pada perbandigan 0%:100% sebesar 59,07%, Kadar
karbon tetap yang diperoleh pada penelitian ini berkisar
75% : 25% 0,96 % 1,83 % 31,06 % 4962,7
antara 66,15% - 59,07%. Kadar karbon tetap yang diperoleh
50% : 50% 0,83 % 1,96 % 34,55 % 4851,4 pada penelitian ini semakin bertambah seiring dengan
25% : 75% 0,97 % 1,88 % 36,9 % 4691,6 semakin bertambahnya kadar cangkang kelapa sawit.
0% : 100% 0,27 % 1,81 % 38,85 % 4568,3
Tabel 4.
SNI Tabel Data karbon tetap (Fix carbon)
8% 8% 15% 5000
Cangkang : Biji fix carbon %

100%:0% 65.99
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 7, No. 2 (2018), 2337-3520 (2301-928X Print) E70

4, pp. 518–525, 2015.


75%:25% 66.15
[10] Y. Sinya, The Asian Biomass Handbook A Guide for Biomass
50%:50% 62.66 Production and Utilization, Japan, The University of Tokyo.
2008.
25%:75% 60.25 [11] Mulia, “Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit dan
Cangkang Kelapa Sawit sebagai Briket Arang,” Universitas
0%:100% 59.07
Sumatera Utara, 2007.
[12] Kamal, “Karakteristik dan Potensi Pemanfaatan Limbah Sawit,”
Institut Teknologi Bandung, 2012.
IV. KESIMPULAN
[13] Ningtyas, “Pembuatan dan Karakterisasi Biodiesel Minyak Biji
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil briket Kelor (Moringa oleifera),” UNESA, 2009.
dengan nilai kalor terbesar dalam perbandingan komposisi [14] D. P. Nasir, S., D. Fatina, “Pemanfaatan Ekstrak Biji Kelor
(Moringa oleifera) untuk Pembuatan Bahan Bakar Nabati,” 29-
cangkang:biji kelapa sawit dengan nilai 100%:0% sebesar 34, 2010.
5126.1 kal/gr, nilai tersebut merupakan nilai yang telah [15] B. A. A. dan G. B. Murtala, Ahmed M, “Biomass Resource as a
memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) yang Source of Sustainable Energy Production in Developing
Countries,” J. Appl. Phytotechnology Enviromental Sanit., vol.
ditetapkan, sebesar 5000 kal/gr. 1, no. 2, pp. 103–112, 2012.
[16] P. Mishra, “Prafull Singh dan Prashant Baredar, Impact of
V. SARAN Moisture Level in Atmosphere on Biomass Gasification : A
Bioenergy for Sustainable Development,” Int. J. Enviromental
Proses pembuatan briket dapat dilakukan dengan variasi Sci., vol. 1, no. 4, pp. 640–644, 2010.
bahan dan perekat yang berbeda konsentrasi. Oleh karena [17] Briens, “Biomass Valorization for Fuel and Chemicals
Production,” Int. J. Chem. React. Enginering, vol. 6, 2008.
itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait pembuatan
[18] O. I. Martin, “Enhacing the Properties of Coal Briquette using
briket dengan kombinasi bahan dan perekat yang berbeda, Spear Grass (Imperata Cylindrica) and Elephant Grass
serta dilakukan uji daya tahan briket serta penerapan pada (Pennisetum Purpureum),” Nnamdi Azikiwe University, 2010.
kompor briket. [19] Ferguson, “Briquette Businesses in Uganda The potential for
briquette enterprises to address the sustainability of the Ugandan
biomass fuel marke,” in GVEP International, 2012.
[20] C. Dahlman, J., & Forst, “Technologies Demonstrated at ECHO:
DAFTAR PUSTAKA Briquette presses for alternative fuel use,” p. 239, 2001.
[1] D. Maryono, “Pembuatan dan Analisis Mutu Briket Arang [21] M. Abdulkarin, SM dan Wyat, “Sensory and Physicocemical
Tempurung Kelapa Ditinjau dari Kadar Kanji,” J. Chem., vol. 14, Qualities of Palm Oil and Sesame Oil Blends during Frying of
pp. 74–83, 2013. Banana Chips,” Universiti Putra Malaysia, 2010.
[2] P. J, “Pembuatan Briket Dari Limbah Sortiran Biji Kakao [22] Hartoyo, “Pembuatan Aranag dan Briket Arang secara dari
(Theobroma cacao),” Universitas Hasanudin, 2012. serbuk gergaji dan limbah industry perkayuan,” 1983.
[3] P. Daud, “Karakteristik Termal Briket Arang Kulit Buah Kakao,” [23] A. Gandhi, “Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat
J. Mek., vol. 2, no. 1, pp. 23–31, 2011. Terhadap Karakteristik Briket Arang Tongkol Jagung,”
[4] Martynis, “Pembuatan Biobriket Dari Limbah Cangkang Universitas Negeri Semarang, 2009.
Kakao,” J. Litbang Ind., vol. 2, no. 2, pp. 35–41, 2012. [24] M. K. Sari, “Potensi Dan Peluang Kelayakan Ekspor: Kelayakan
[5] S. D. dan R. H. Sudradjat R, “Teknik Pembuatan dan Sifat Briket Ekspor Arang Tempurung Kelapa (Coconut shell charcoal) di
Arang dari Tempurung dan Kayu Tanaman Jarak Pagar (Jatropha Kabupaten Banyumas,” Mediagro, pp. 69–82, 2011.
curcas. L),” J Penelit Has. Hutan, vol. 24, pp. 227–240, 2006. [25] E. Budi, “Tinjauan Proses Pembentukan dan Penggunaaan Arang
[6] A. Triono, “Karakteristik briket arang dari campuran serbuk Tempurung Kelapa sebagai Bahan Bakar,” J. Penelit. Sains, vol.
gergajian kayu afrika dan sengon dengan penambahan 14, no. 4, 2011.
tempurung kelapa,” Intitut Pertanian Bogor, 2006. [26] A. Tirono, M. dan Sabit, “Efek Suhu pada Proses Pengarangan
[7] W. DS, “Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan terhadap Nilai Kalor Arang Tempurung Kelapa (Coconut Shell
Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit,” Universitas Charcoal),” UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2011.
Sumatera Utara, 2009. [27] R. Wahyusi, K., Dewati, R., Ragilia, “Briket Arang Kulit Kacang
[8] W. Sunaryo, Wahyu, “Penelitian Nilai Kalor Bahan Bakar Tanah dengan Proses Karbonisasi,” UPN, 2012.
Biomassa pada Limbah kotoran Hewan,” J. Aptek, vol. 6, no. 1, [28] S. Dkk, “Pengaruh Komposisi dan Ukuran Serbuk Briket yang
pp. 87–959, 2014. Terbuat dari Batubara dan Jerami Padi terhadap Karakteristik
[9] Munthe, “Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit dan Limbah Pembakaran,” J. Sainstech Politek. Indonusa Surakarta, vol. 2,
Kelapa Sawit (sludge) Sebagai Bahan Baku Pembuat,” vol. 3, no. no. 2, 2014.

Anda mungkin juga menyukai