Anda di halaman 1dari 29

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Bahan Bakar


Bahan bakar adalah suatu material/bahan apapun yang bisa diubah menjadi
energi. Biasanya bahan bakar mengandung energi panas/kalor yang dapat
dilepaskan dan dimanipulasi. Kebanyakan bahan bakar yang digunakan oleh
manusia melalui proses pembakaran dimana bahan bakar tersebut akan
melepaskan panas setelah direaksikan dengan oksigen. Pembakaran adalah reaksi
kimia antara bahan bakar dan oksigen yang menghasilkan panas dan cahaya.

2.2 Biomassa
Biomassa adalah suatu limbah benda padat yang bisa dimanfaatkan lagi
sebagai sumber bahan bakar. Biomassa meliputi limbah kayu, limbah pertanian,
limbah perkebunan, limbah hutan, komponen organik dari industri dan rumah
tangga. Energi biomassa dapat menjadi sumber energi alternatif pengganti bahan
bakar fosil (minyak bumi) karena beberapa sifatnya yang menguntungkan yaitu
sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara lestari karena sifatnya yang dapat
diperbaharui (renewable resources), sumber energi ini relatif tidak mengandung
unsur sulfur sehingga tidak menyebabkan polusi udara dan juga dapat
meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya hutan dan pertanian. (Samsinar,
saleh, & Rustiah, 2016)
Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan, atau
sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar atau sumber bahan bakar.
Secara umum sumber-sumber biomassa antara lain tongkol jagung, jerami, dan
lain sebagainya; material kayu seperti kayu atau kulit kayu, potongan kayu, dan
lain sebagainya; sampah kota misalkan sampah kertas dan tanaman sumber energi
seperti minyak kedelai, alfalfa, poplars, dan lain sebagainya.
Menurut Borman (1998), dalam Syamsiro dan Saptoadi (2007: B-2)
biomassa adalah salah satu jenis bahan bakar padat selain batubara. Biomassa
diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu biomassa kayu dan biomassa bukan
kayu. Mekanisme pembakaran biomassa terdiri dari tiga tahap yaitu pengeringan

8
9

(drying), devolatilisasi (devolatilization), dan pembakaran arang


(charcombustion).
Sedangkan menurut Silalahi (2000), biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak, protein dan
beberapa mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium dan
besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah karbohidrat (berat kering
kirakira sampai 75%), lignin (sampai dengan 25%) dimana dalam beberapa
tanaman komposisinya bisa berbeda-beda. Keuntungan penggunaan biomassa
untuk surnber bahan bakar adalah keberlanjutannya, diperkirakan 140 juta ton
metrik biomassa digunakan pertahunnya. Keterbatasan dari biomassa adalah
banyaknya kendala dalam penggunaan untuk bahan bakar kendaraan bermobil.
Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun
yang bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi
dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen.
Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat
dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa itu dapat
berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, dan lain sebagainya. Energi yang
disimpan itu dapat dimanfaatkan dengan langsung membakar kayu itu, panas yang
dihasilkan digunakan untuk memasak atau untuk keperluan lainnya.
Di Indonesia masih banyak tumbuhan hijau yang tumbuh dan ini
merupakan sumber daya alam yang dapat digunakan sebagai bahan bakar
alternatif pengganti energi minyak bumi dan batu bara. Karena energi alternatif
didapat dari alam maka energi ini dapat ditemui dengan mudah disekitar kita dan
tentunya dapat diperbaharui. Sumber energi alternatif cukup banyak yang dapat
dikembangkan, baik itü menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi
sederhana. Namun agar energi alternatif dapat dijangkau oleh masyarakat maka
energi alternatif yang ditawarkan kepada masyarakat harus murah, mudah didapat
dan mudah dibuat.
Potensi biomassa di Indonesia cukup tinggi. Dengan hutan tropis
Indonesia yang sangat luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu
sebanyak 25 juta ton yang terbuang dan belum dimanfaatkan. Jumlah energi yang
terkandung dalam kayu itu besar, yaitu 100 milyar kkal setahun. Demikian juga
10

sekam padi, tongkol jagung, dan tempurung kelapa yang merupakan limbah
pertanian dan perkebunan, memiliki potensi yang besar sekali.

2.3 Pengolahan dan pemanfaatan limbah


Limbah pertanian diartikan sebagai bahan yang dibuang di sektor
pertanian seperti jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai, jerami kacang tanah,
kotoran ternak, sabut dan tempurung kelapa, dedak padi, dan yang sejenisnya.
Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan tidak terpakai dan bahan sisa
dari hasil pengolahan (Anonimus, 2008a). Limbah merupakan SDA yang telah
kehilangan fungsinya. Keberadaannya dalam lingkungan dapat mengganggu
keindahan, kenyamanan, dan kesehatan. Akumulasi limbah berpotensi menjadi
polutan penyebab pencemaran. Upaya pengelolaan limbah yang saat ini tengah
digalakan adalah pendaurulangan atau recycling. Dengan daur ulang
dimungkinkan pemanfaatan sampah, misalnya plastik, aluminium, dan kertas
menjadi barang-barang yang bermanfaat.
Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi, baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada saat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena menurunkan kualitas lingkungan. Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa limbah merupakan suatu zat atau
benda yang bersifat mencemari lingkungan. Limbah tidak memiliki nilai
ekonomis karena itu limbah dibuang.
1. Macam-Macam Limbah
Jika ditinjau secara kimiawi, limbah terdiri atas bahan kimia organik dan
bahan kimia anorganik.
a. Limbah Organik
Limbah organik adalah jenis limbah yang berasal dari tumbuhan dan
hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,
perikanan, peternakan, rumah tangga dan industri yang secara alami mudah
terurai oleh aktivitas mikroorganisme. Limbah organik terdiri atas limbah
tumbuhan dan limbah hewan.
1) Limbah tumbuhan, yaitu limbah yang berasal dari tumbuhan. Misalnya,
kulit buah-buahan, batang sayuran, tangkai cabe dan daun-daun kering.
11

2) Limbah hewan, yaitu limbah yang berasal dari hewan. Misalnya, bulu
ayam
dan kotoran hewan.

b. Limbah Anorganik
Limbah anorganik adalah limbah yang berasal dari sumber daya alam yang
tidak terbaharui, seperti mineral dan minyak bumi, atau hasil samping proses
industri. Limbah anorganik tidak mudah hancur. Sebagian zat anorganik tidak
dapat diuraikan oleh mikroorganisme, sedangkan sebagian lainnya hanya dapat
diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Contoh limbah anorganik adalah plastik
dan logam.
Dalam penulisan laporan ini penulis akan membahas limbah yang
dihasilkan dari pertanian ayaitu limbah hasil pertanian padi dan limbah industri
kayu, limbah industri kayu merupakan salah satu indutri yang banyak terdapat di
Indonesia. Dalam menjalankan proses usaha tersebut industri kayu menghasilkan
limbah yang jarang sekali dimanfaatkan oleh mayoritas orang yaitu serbuk
gergaji. Berdasarkan data nasional BPS tahun 2006, produksi serbuk gergaji kayu
di Indonesia sebesar 679.247 m3 dengan densitas 600 kg/m3 maka didapat
407.548,2 Ton. Jika dari kayu yang tersedia tedapat 40% yang menjadi limbah
serbuk gergaji, maka akan didapat potensi pembuatan briket sebesar 163.319,28
Ton/Th. Serbuk gergaji merupakan bahan yang masih mengikat energi yang
melimpah dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan briket arang
(Conivanti, Andrio dan Setiawan, 2012: 1).
Begitupun dengan limbah pertanian dari penanaman padi Limbah
pertanian merupakan produk sampingan yang tidak dapat dilepaskan dari sistem
pertanian. Limbah pertanian yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan
dampak negatif baik pada lahan pertanian itu sendiri maupun berpengaruh
terhadap lingkungan yang lebih luas seperti pemanasan global dan perubahan
iklim. Sebaliknya pemanfaatan limbah pertanian yang optimal dapat memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pendapatan petani dan perbaikan kualitas lahan
pertanian sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan. Limbah pertanian
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik atau kompos yang dapat digunakan
12

untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, serta dapat dipakai untuk
menurunkan serangan beberapa penyakit tanaman. Disamping itu, limbah
pertanian juga dapat digunakan sebagai mulsa. pakan ternak sumber energi (kayu
bakar dan biogas). dan bahan kerajinan.
Limbah serbuk gergaji dan sabut kelapa ini umumnya hanya digunakan
sebagai bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan. Padahal serbuk gergaji kayu dan sekam
padi merupakan biomassa yang belum dimanfaatkan secara optimal dan memiliki
nilai kalor yang relatif besar. Dengan mengubah serbuk gergaji dan sabut kelapa
menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis bahan tersebut, serta
mengurangi pencemaran lingkungan.

2.4. Pohon Pinus


Pinus (Pinus merkusii) dikenal dengan nama lokal dengan tusam,
merupakan jenis yang tumbuh secara alami hidup di Indonesia. Penanaman Pinus
khususnya di Pulau Jawa dimulai pada tahun 70 an dan pada mulanya ditujukan
untuk mereboisasi tanah kosong disamping sebagai persiapan memenuhi pasokan
kebutuhan bahan baku kayu untuk industri kertas. Dalam perkembangannya
kemudian timbul upaya untuk mendapatkan hasil antara yaitu getahnya yang
diolah menjadi gondorukem dan terpenting sebagai bahan baku industri cat,
kimia, kosmetik dll. yang sebagian besar untuk kepentingan ekspor.

Gambar 2.1 Pohon pinus


13

Sumber
Tujuan semula untuk mendapatkan bahan baku untuk kertas menjadi
semakin jauh karena ternyata pada akhirnya pemanfaatan kayu Pinus untuk
perkakas semakin diminati masyarakat terutama untuk pembuatan box, furniture,
korek api, hiasan dinding dan peralatan rumah tangga. Hal ini dimungkinkan
karena ternyata kayu pinus mempunyai penampilan yang menarik. Tekstur dan
Struktur kayu pinus cukup bagus dan sifat fisik kayunya memudahkan pengerjaan
kayu ini.
Di Indonesia pinus ditanam pada daerah pegunungan bawah pada lahan
terdegradasi (Jariyah, 1998). Di Sumatera pinus ditanam sejak tahun 1921 dan di
Jawa sejak tahun 1931 (Alrasjid, et al., 1983 dalam Sallata, 2013). Penanaman
pinus di areal terdegradasi cukup tepat, karena merupakan jenis tumbuhan pionir
(Hidayat dan Hansen, 2001).
Pinus merkusii Jungh et de Vriese merupakan jenis primadona (60%) yang
ditanam dalam Program Penyelamatan Hutan, Tanah dan Air khususnya kegiatan
reboisasi dan penghijauan oleh pemerintah melalui Kementerian Kehutanan yang
telah dilaksanakan sejak era tahun 60-an (PELITA I,1969). Pemilihan jenis pinus
tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: tersedianya benih cukup banyak,
laju pertumbuhannya cepat bahkan dapat menjadi jenis pionir dan dapat tumbuh
pada lahan-lahan yang marginal (Mangundikoro, 1983; Alrasjid et al., 1983).
Penanaman Pinus secara luas tidak menjadi penyesalan karena hasil dari kegiatan
baik reboasasi maupun penghijauan tersebut tergolong sukses membentuk tegakan
pinus yang banyak menambah devisa Negara dan meningkatkan kondisi ekonomi
masyarakat baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa sampai sekarang.
Salah satu hasil rumusan dari Simposium Pengusahaan Hutan Pinus yang
dikemas di dalam SIMPO PINUS’83 yang dilaksanakan 27- 28 Juli 1983 di
Jakarta oleh Pusat Litbang Hasil Hutan kerjasama Perum Perhutani menyatakan
bahwa pemilihan Pinus merkusii sebagai salah satu jenis tanaman industri di
Pulau Jawa dan beberapa daerah tertentu di luar Pulau Jawa dipandang cukup
tepat berdasarkan berbagai pertimbangan baik segi teknis, ekonomis, ekologis
maupun sosial. Dari segi teknik pembibitan, teknik silvikultur, teknik pemungutan
hasil (getah, kayu,biji), teknik pengolahan kayu (kayu pertukangan, bahan
14

bangunan, veneer, pulp), sudah cukup diketahui. Secara ekonomis pengusahaan


hutan Pinus merkusii baik dalam skala mikro maupun skala makro mempunyai
dampak yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara dari aspek sosial
pengusahaan hutan pinus ternyata mampu menyediakan lapangan kerja dan
menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang memadai. Secara ekologis mampu
berfungsi hidrologis dengan baik dan pencegah erosi yang ampuh.
Walaupun dalam beberapa tahun terakhir ini terdapat dampak lingkungan
yang dikeluhkan oleh masyarakat sekitarnya berupa kekurangan sumber air akibat
keberadaan tegakan pinus, namun dari beberapa kajian antara lain oleh Priyono
(2003) dan Sudarsono (2009) diketahui bahwa hal tersebut diakibatkan karena
kurang tepatnya tempat penanaman pinus, sehingga disarankan agar pinus
ditanam pada wilayah yang mempunyai curah hujan > 2000 mm per tahun.
Dalam proses pemanfaatan kayu sebagian besar digergaji terlebih dahulu,
menghasilkan limbah serbuk gergaji, Serbuk gergajian merupakan limbah serbuk
yang dihasilkan dari hasil pengolahan kayu atau industri penggergajian kayu .

Gambar 2.2 Serbuk Gergaji


Sumber: Billah

Serbuk gergaji kayu (Gambar 2.2) sebenarnya memiliki sifat yang sama
dengan kayu, hanya saja wujudnya yang berbeda. Kayu adalah sesuatu bahan
yang diperoleh dari hasil pemotongan pohon – pohon di hutan, yang merupakan
bagian dari pohon tersebut dan dilakukan pemungutan, setelah diperhitungkan
15

bagian – bagian mana yang lebih banyak dapat dimanfaatkan untuk sesuatu tujuan
penggunaan (Billah, 2009).
Serbuk kayu merupakan salah satu limbah industri pengolahan kayu
seperti serbuk gergajian dan sisa kupasan. Indonesia ada tiga macam industri kayu
yang secara dominan mengkonsumsi kayu dalam jumlah relatif besar, yaitu
penggergajian, atau kayu lapis, dan kertas.
Masalah yang ditimbulkan dari industri pengolahan itu adalah limbah
penggergajian yang kenyataannya di lapangan masih ada yang ditumpuk dan
sebagian lagi dibuang kealiran sungai sehingga menimbulkan pencemaran air,
atau dibakar secara langsung sehingga emisi karbon di atmosfir bertambah
(Ndraha, 2009). Pada umumnya, serbuk kayu memiliki nilai kalor antara 4018.25
kal/g hingga 5975.58 kal/g dan memiliki komposisi kimia yang bervariasi,
bergantung pada varietas, jenis dan media tumbuh. Menurut Ndraha (2009),

2.5. Sabut Kelapa

Gambar 2.3 Sabut kelapa


Sumber: Milawarni

Sabut kelapa merupakan hasil samping dari buah kelapa yaitu sekitar 35 %
dari bobot buah kelapa. Milawarni (2013: 206) menyatakan bahwa rata-rata
produksi buah kelapa per tahun adalah sebesar 5,6 juta ton, dengan demikian
terdapat sekitar 1,7 juta ton sabut kelapa yang dihasilkan. Potensi limbah serabut
kelapa yang besar belum dimanfaatkan secara maksimal yang dapat meningkatkan
nilai tambah limbah serabut kelapa.
16

Sabut (serabut kelapa atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan sepet )
merupakan bagian yang cukup besar dari buah kelapa, yaitu 35 % dari berat
keseluruhan buah.Sabut kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan
satu serat dengan serat lainnya. Serat adalah bagian yang berharga dari sabut.
Setiap butir kelapa mengandung serat 525 gram (75 % dari sabut), dan gabus 175
gram (25 % dari sabut).
Meskipun bentuknya sangat tidak indah, dan seperti sampah, benda ini
banyak manfaat. Manfaat dari sepet atau sabut kelapa antara lain sebagai berikut:
1. Serabut kelapa dapat digunakan sebagai media tanam. Serabut kelapa
dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk serta dapat
menetralkan keasaman tanah. Karena sifat tersebut, sehingga sepet dapat
digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan tanaman
hortikultura dan media tanaman rumah kaca.
2. Serabut (sabut) kulit kelapa yang masih muda tidak seistimewa sabut kulit
kelapa tua. Hal tersebut terjadi karena kandungan air dalam sabut masih
banyak dan sabut belum begitu kuat seratnya. Biasanya sabut kelapa muda
dapat dikeringkan dahulu dengan dijemur matahari. Manfaat sabut kelapa
ini digunakan sebagai bagian pembuatan souvenir.
3. Serabut kelapa dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk memasak di
luweng atau tungku (di desa-desa).
4. Serabut kelapa dapat dimanfaatkan untuk membuat tali, keset.
5. Limbah serabut kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku biobriket.

Indonesia sebagai negara kepulauan dan berada di daerah tropis dan


kondisi agroklimat yang mendukung, Indonesia merupakan negara penghasil
kelapa yang utama di dunia. Pada tahun 2000, luas areal tanaman kelapa di
Indonesia mencapai 3,76 juta Ha, dengan total produksi diperkirakan sebanyak 14
milyar butir kelapa, yang sebagian besar (95 persen) merupakan perkebunan
rakyat. Kelapa mempunyai nilai dan peran yang penting baik ditinjau dari aspek
ekonomi maupun sosial budaya.
17

Tabel 2.1 Sifat bahan dasar arang serabut kelapa


Sumber: Milawarni
Sifat Arang Serabut Kelapa
Moisture (%) 1,56
Ash (%) 10,37
Volatile Matter (%) 22,11
Fixed Carbon (%) 67,52
Calor Value (Kal/G) 5267

2.6 Briket
Menurut Saleh (2013: 83), biobriket didefinisikan sebagai bahan bakar
yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang telah
mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu.
Briket merupakan gumpalan-gumpalan arang yang terbuat dari bioarang.
Bioarang merupakan arang yang dibuat dari berbagai macam bahan biomassa,
misalnya kayu, ranting, daun-daunan, rumput jerami, ataupun limbah pertanian
lainnya. Bahan-bahan limbah tersebut dianggap sampah yang tidak berguna
sehingga sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Namun, bahan-bahan tersebut
sebenarnya dapat diolah menjadi arang, yang selanjutnya disebut biorang.
Bioarang ini dapat digunakan sebagai bahan bakar yang tidak kalah dengan bahan
bakar lain. Akan tetapi, untuk memaksimalkan pemanfaatannya, biorang ini masih
harus melalui sedikit proses pengolahan sehingga menjadi biobriket.
Briket dibuat dengan mengompresi arang, biasanya dihasilkan dari serbuk
gergaji dan produk kayu lainnya, dengan pengikat dan aditif kecil lainnya.
Pengikat biasanya pati terbuat dari jagung, gandum atau sumber alam lainnya.
Beberapa briket mungkin juga termasuk batubara coklat mulai dari sub-
bituminous lignit ke antrasit (sumber panas), karbon mineral (sumber panas),
boraks, natrium nitrat (bantuan pengapian), kapur (agen pemutih abu), serbuk
gergaji mentah (bantuan penyalaan) dan aditif lain seperti parafin atau minyak
pelarut untuk membantu dalam penyalan. (Patrick, 2011: 1647-1648)
18

Briket dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan kayu bakar yang


dewasa ini semakin meningkat konsumsinya. Selain itu harga biobriket relative
lebih murahdan terjangkau oleh masyarakat. Syarat biobriket yang baik adalah
biobriket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas hitam di
tangan. Selain itu, sebagai bahan bakar, briket juga harus memenuhi kriteria yaitu
mudah dinyalakan, tidak mengeluarkan asap, emisi gas hasil pembakaran tidak
mengandung racun atau tidak berbahaya, kadar air dan hasil pembakaran tidak
berjamur bila disimpan padawaktu lama, dan menunjukkan laju pembakaran yang
baik.
Briket yang kualitasnya baik adalah yang memiliki kadar karbon tinggi
dan kadar abu rendah, karena dengan kadar karbon tinggi maka energi yang
dihasilkan juga tinggi (Mariyani, 2004: 83). Briket dengan kulitas yang baik
diantaranya memiliki tekstur yang halus, tidak mudah pecah, keras, aman bagi
manusia dan lingkungan dan juga memiliki sifatsifat penyalaan yang baik,
diantaranya adalah mudah menyala, waktu nyala cukup lama, tidak menimbulkan
jelaga, asap sedikit serta cepat hilang dan nilai kalor yang cukup tinggi. Lama
tidaknya menyala akan mempengaruhi kualitas dan efisiensi pembakaran, semakin
lama menyala dengan nyala api konstan maka briket tersebut akan semakin baik
(Jamilatun 2008: 37).
Yudanto (2009) menyatakan bahwa, briket bioarang mempunyai beberapa
kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional), antara lain:
1) Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih baik dibandingkan
dengan kayu biasa dan nilai kalor mencapai 5.000 kalori.
2) Briket biorang bila dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga
bagi masyarakat ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi
perumahan kurang mencukupi, sangat praktik mengunakan briket
bioarang.
3) Setelah bioarang terbakar (menjadi bara) tidak diperlukan dilakukan
pengipasan atau diberi udara.
4) Teknologi pembuatan briket bioarang sederhana tidak memerlukan bahan
kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket sendiri.
19

5) Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat seadanya


sesuai dengan kebutuhan.

Gambar 2.4 Briket Bioarang


Sumber : Yudanto

Menurut Maninder (2012: 12) manfaat dari briket biomasa antara lain:
1) Salah satu metode alternatif untuk menghemat konsumsi dan ketergantungan
pada kayu bakar.
2) Densitas bahan bakar mudah ditangani, diangkut dan disimpan.
3) Ukurannya seragam dan berkualitas.
4) Proses membantu memecahkan masalah pembuangan residu.
5) Prosesnya membantu pengurangan kayu bakar dan penggundulan hutan.
6) Ini memberikan penghasilan tambahan bagi petani dan menciptakan lapangan
kerja.
7) Briket lebih murah dari batu bara, minyak atau lignit yang dulu tidak bisa
diganti.
8) Tidak ada belerang pada briket.
9) Tidak ada abu terbang saat membakar briket.
10) Briket memiliki kualitas yang konsisten, memiliki efisiensi pembakaran yang
tinggi, dan ideal untuk pembakaran sempurna.

Menurut Triono (2006: 12) bahwa briket arang yang baik mempunyai
persyaratan sebagai berikut :
1) Bersih, tidak berdebu dan berbau
2) Mempunyai kekerasan yang merata
20

3) Kadar abu serendah mungkin


4) Nilai kalor sepadan dengan bahan bakar lain
5) Menyala dengan baik memberikan panas secara merata
6) Harganya dapat bersaing dengan bahan bakar lain.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sifat briket bioarang adalah jenis bahan


baku atau jenis serbuk arang, kehalusan serbuk, dan suhu kombinasi. Selain itu,
pencampuran bahan pembuat briket juga mempengaruhi sifat briket. Syarat briket
yang baik adalah briket yang permukaannya halus dan tidak meninggalkan bekas
hitam di tangan. Menurut Supryadi (2011) sebagai bahan bakar, briket bioarang
harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Mudah dinyalakan.
2. Tidak mengeluarkan asap.
3. Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun.
4. Kedap air dan tidak berjamur bila disimpan pada waktu lama.
5. Menunjukkan upaya laju pembakaran (waktu, laju pembakaran, dan suhu
pembakaran) yang baik

Beberapa tipe/bentuk briket yang umum dikenal, antara lain : bantal


(oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder), telur (egg), dan lainlain.
Adapun keuntungan dari bentuk briket adalah sebagai berikut :
1. Ukuran dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
2. Porositas dapat diatur untuk memudahkan pembakaran.
3. Mudah dipakai sebagai bahan bakar.

Gambar 2.5 Tipe-tipe bentuk briket


21

Sumber: Supryadi
Briket dianggap baik bila memenuhi standar yang telah ditetapkan di
Indonesia. Standar mutu briket untuk bahan baku organik selain arang kayu belum
ditetapkan, namun standar yang mengatur kualitas briket saat ini adalah SNI 01-
6235-2000 Briket Arang Kayu yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional
dimana syarat mutu meliputi Kadar air maksimal 8 % ; Kadar Zat Müdah
Menguap maksimal 15 % ; Kadar abu maksimal 8 % ; Kalori (atas dasar berat
kering) minimal 5000 kal/g. (Badan Standarisasi Nasional, 2000).
Standar kualitas secara baku untuk briket arang Indonesia mengacu pada
Standar Nasional Indonesia (SNI) dan juga mengacu pada sifat briket arang
buatan Jepang, Inggris, dan USA seperti pada tabel 2.1.
Tabel 2.2 Sifat briket arang buatan Jepang,Inggris, USA, dan Indonesia
Sumber: Triono, 2006
Sifat Arang Briket Jepang Inggris Amerika SNI
Kadar Air % 6-8 3,6 6,2 8
Kadar Zat Menguap % 15-30 16,4 19-28 15
Kadar Abu % 3-6 5,9 8,3 8
Kadar Karbon terikat % 60-80 75,3 60 77
kaerapatan g/cm3 1,0-1,2 0,46 1 -
Keteguahan Tekanan g/cm3 60-65 12,7 62 -
Nilai Kalor cal/g 6000-7000 7289 6230 5000

Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen


adalah sebagai berikut :
1. Daya tahan briket.
2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya.
3. Bersih (tidak berasap), terutama untuk sektor rumah tangga.
4. Bebas gas-gas berbahaya.
5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudahan dibakar, efisiensi
energi, pembakaran yang stabil).

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan didalam pembuatan briket


antara lain :
1. Bahan baku
22

Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas


tebu, sekam padi, serbuk gergaji, dll. Bahan utama yang harus terdapat didalam
bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin baik
kualitas briket, briket yang mengandung zat terbang yang terlalu tinggi cenderung
mengeluarkan asap dan bau tidak sedap.
2. Bahan perekat
Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses
pembuatan briket maka diperlukan zat perekat sehingga dihasilkan briket yang
kompak.
Pemberian bahan perekat bertujuan untuk menarik air dan membentuk
tekstur yang padat atau menggabungkan dua substrat yang akan direkatkan.
Kekuatan rekat dipengaruhi oleh sifat perekat, alat yang digunakan, serta teknik
perekatan. Pemberian tekanan disamping akan memberikan kekuatan rekat yang
kuat, juga meratakan bahan pada permukaan dan memasukkan perekat tersebut
dalam pori-pori bahan (BPPI, 1996).
Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan,
pencampuran, pencetakan, pengeringan dan pengepakan :
a. Penggerusan adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan
ukuran butir tertentu. Alat yang digunakan adalah crusher atau blender.
b. Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisi
tertentu untuk mendapatkan adonan yang homogen. Alat yang digunakan
adalah mixer, combining blender.
c. Pencetakan adalah mencetak adonan briket untuk mendapatkan bentuk
tertentu sesuaikan yang diinginkan. Alat yang digunakan adalah
Briquetting Machine.[9]

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembakaran Bahan Bakar Padat


Menurut Sulistyanto A. (2006), dari hasil penelitiannya didapatkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi karakteristik pembakaran briket, antara lain:
a. Laju pembakaran biobriket paling cepat adalah pada komposisi biomassa yang
memiliki banyak kandungan volatile matter (zat-zat yang mudah menguap).
23

Semakin banyak kandungan volatile matter suatu biobriket maka semakin


mudah biobriket tersebut terbakar, sehingga laju pembakaran semakin cepat.
b. Kandungan nilai kalor yang tinggi pada suatu biobriket saat terjadinya proses
pembakaran biobriket akan mempengaruhi pencapaian temperatur yang tinggi
pula pada biobriket, namun pencapaian suhu optimumnya cukup lama.
c. Semakin besar berat jenis (bulk density) bahan bakar maka laju pembakaran
akan semakin lama. Dengan demikian biobriket yang memiliki berat jenis yang
besar memiliki laju pembakaran yang lebih lama dan nilai kalor lebih tinggi
dibandingkan dengan biobriket yang memiliki berat jenis yang lebih rendah.
Makin tinggi berat jenis biobriket semakin tinggi pula nilai kalor yang
diperolehnya. Penggunaan biobriket untuk kebutuhan seharihari sebaiknya
digunakan biobriket dengan tingkat polusinya paling rendah dan pencapaian
suhu maksimal paling cepat. Dengan kata lain, briket yang baik untuk
keperluan rumah tangga adalah briket yang tingkat polutannya rendah,
pencapaian suhu maksimalnya paling cepat dan mudah terbakar pada saat
penyalaannya.[10]

2.7 Karakteristik Briket


Bahan bakar padat memiliki spesifikasi dasar antara lain sebagai berikut :
a. Nilai kalor (Heating value/calorific value)
Nilai kalor bahan bakar padat terdiri dari GHV (gross heating value/nilai
kalor atas) dan NHV (net heating value/nilai kalor bawah). Calorific value (nilai
kalori) adalah besarnya kalori atau panas yang dihasilkan oleh setiap satuan massa
atau volume suatu zat melalui reaksi pembakaran. Nilai kalori untuk zat padat atau
Btu kcal
cair umunya dinyatakan dalam satuan /lb atau /kg sedangkan untuk gas
Btu kcal
umumnya dinyatakan dalam satuan /scf atau /scm. Nilai kalor biasanya
tergantung kandungan karbon dan susunan kimia di dalamnya. Adapun alat yang
digunakan untuk mengukur kalor disebutn kalorimeter bom (Bomb Calorimeter).
b. Kadar air (Moisture)
Kandungan air dalam bahan bakar, air yang terkandung dalam kayu
atau produk kayu dinyatakan sebagai kadar air (Haygreen dkk, 1989).
24

c. Kadar Abu (Ash)


Abu atau disebut dengan bahan mineral yang terkandung dalam bahan
bakar padat yang merupakan bahan yang tidak dapat terbakar setelah proses
pembakaran. Abu adalah bahan yang tersisa apabila bahan bakar padat (kayu)
dipanaskan hingga berat konstan (Earl, 1974).
d. Volatile matter (Zat-zat yang mudah menguap)
Volatile matter (zat-zat yang mudah menguap) merupakan salah satu
karakteristik yang terkandung dari suatu biobriket. Semakin banyak
kandungan volatile matter pada biobriket maka semakin mudah biobriket
untuk terbakar dan menyala, sehingga laju pembakaran semakin cepat.
e. Fixed Carbon (FC)
Kandungan fixed carbon, yaitu komponen yang bila terbakar tidak
membentuk gas yaitu KT (karbon tetap) atau disebut FC (fixed carbon), atau
bisa juga disebut kandungan karbon tetap yang terdapat pada bahan bakar
padat yang berupa arang (char).[10]

2.8 Arang
Arang adalah residu hitam berisi karbon tidak murni yang dihasilkan
dengan cara pemanasan/pembakaran tidak sempuma untuk menghilangkan
kandungan air dan komponen volatil dari hewan atau tumbuhan. Arang
merupakan salah satu bahan untuk membuat bahan bakar briket, telah melalui
proses pembakaran tidak sempurna sehingga tidak sampai menjadi abu. Arang
berwarna hitam, ringan, mudah hancur, dan menyerupai batu bara terdiri dari 85%
sampai 98% karbon, sisanya adalah abu dan unsur kimia lainnya. (M. Asroni, L.
Mustiadi, Sumanto, 2018).
Arang aktif diperoleh dari pembakaran tidak sempuma tumbuhan atau
mahluk hidup yang tergolong dalam energi biomassa sehingga dapat diperbaharui
keberadaanya. Energi biomassa dapat dijadikan energi altematif pengganti energi
dari fosil seperti minyak bumi, gas, batubara dan lain sebagainya yang
keberadaannya tidak dapat diperharui dan membutuhkan waktu yang sangat lama
dalam proses pembentukannya. Sehingga energi biomassa dapat dijadikan
25

altematif untuk mengurangi penggunaan energi fosil, dimana biomassa dapat


ditemui disekitar lingkungan hidup manusia.

2.9 Macam Jenis Arang


Tipe arang ada dua yaitu batangan (lump) dan halus atau pecahan. Arang
batangan digunakan untuk bahan baku memasak, keperluan metalurgi dan sebagai
bahan baku untuk pembuatan zat kimia tertentu yang bahan baku utamanya dari
jenis kayu daun lebar misalnya bakau, asam dan kesambi. Arang halus digunakan
untuk pembuatan briket dan arang aktif yang bahan bakunya dari serbuk, kulit dan
serpih kayu dari Sisa penggergajian.
Ada beberapa jenis arang yang ditinjau dari asal bahan baku, diantaranya:
1. Arang limbah rumah tangga
Arang limbah rumah tangga dibuat dari pembakaran tak sempuma atau
pembakaran parsial limbah rumah tangga. Bahan baku arang limbah rumah
tangga didapatkan dengan mudah di tempat-tempat pembuangan sampah
rumah tangga. Arang limbah rumah tangga memiliki banyak kegunaan baik di
dunia pertanian maupun kebutuhan industri. Para petani memanfaatkan arang
Tinja ayam sebagai penggembur tanah, bahan pembuatan kompos, bokashi,
takakura, media tanam dan media persemaian. (M. Asroni, L. Mustiadi,
Sumanto, 2018).
2. Arang limbah pertanian/perkebunan
Arang limbah pertanian/perkebunan dibuat dari pembakaran tak
sempuma limbah pertanian/perkebunan. Bahan baku arang limbah
pertanian/perkebunan didapatkan dari Sisa hasil pertanian/perkebunan seperti
sekam padi, jerami, dll.
3. Arang limbah peternakan
Arang limbah petemakan yang dibuat dari pembakaran tak sempuma
yang bahan baku arang limbah petemakan adalah hasil metabolisme dan Tinja
hewan ternak seperti kambing, ayam, sapi, dll. Para petani memanfaatkan Tinja
kambing sebagai pupuk tanaman.
26

2.10 Proses Karbonisasi


Pengertian karbonisasi adalah istilah untuk konversi dari zat organik
menjadi karbon atau residu yang mengandung karbon melalui pirolisis atau
destilasi destruktif. Dalam proses pembuatan briket, bahan yang akan dijadikan
briket akan melalui proses pengarangan, proses pengarangan ini berfungsi untuk
meningkatkan nilai kalor suatu biomassa. Dalam buku Widarto dan Suryanta,
(1995) bioarang mempunyai nilai bakar yang lebih tinggi dibanding biomassa.
Sebagai gambaran nilai bakar biomassa sebesar 3300 kkal, sedangkan nilai bakar
bioarang sebesar 5000 kka/g. Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa
bioarang mampu meningkatkat efisiensi penggunaan bahan bakar. Bioarang ini
dapat digunakan sebagai bahan bakar setelah dilakukan pencetakan berbentuk
briket bola atau bentuk silinder.
M. Asroni, L. Mustiadi, Sumanto, (2018) Proser pengarangan dapat
digolongkan menjadi 4 metode, yaitu :
1) Metode Konvensional
Pembuatan arang dengan cara timbun merupakan cara tradisional,
banyak dilakukan di pedesaan dan tidak memerlukan biaya produksi tinggi.
Arang yang dihasilkan umumnya hanya digunakan untuk bahan bakar dalam
rumah tangga. Pada metode pembuatan arang dengan kiln baik earth maupun
portabel kiln, kayu langsung berhubungan dengan pemanas atau api dan
tujuan utamanya memproduksi arang kayu. Metode kiln yang sangat
sederhana adalah pembuatan arang dengan timbunan tanah. Prinsip kerjanya
adalah kayu yang membara memberikan panas untuk berlangsungnya proses
pengarangan
2) Metode Drum Klin
Teknologi pembuatan arang dengan kiln drum adalah suatu metode
pembuatan arang yang murah dan sederhana tetapi dapat menghasilkan
rendemen dan kualitas arang yang cukup tinggi. Teknologi ini dapat
diterapkan pada industri rumah tangga di pedesaan karena bahan konstruksi
drum bekas mudah diperoleh dengan harga yang relatif murah. Kiln ini
terbuat dari besi yang terdiri atas dua buah silinder dipasang secara
27

bersambung. Cara kerjanya adalah panas berasal dari bahan baku kayu itu
sendiri yang dibantu oleh udara dari luar yang diatur menurut kapasitas kiln
tersebut. Portabel kiln memerlukan waktu pengarangan ± 4 (empat) hari
untuk kapasitas 9 1— IO m3 kayu dengan hasil arang ± 1800 kg.
3) Metode kiln bata dan beton
Kiln bata merupakan modifikasi dari model Thailand yang dirancang
untuk kemudahan operasi dan kualitas arang yang dihasilkan. Dengan
menggunakan dinding terbuat dari bata yang diplester atau kombinasinya
dengan campuran pasir dan semen, maka kiln dapat dibuat dalam ukuran
besar dan permanen sehingga bahan baku dapat terkontrol sehingga waktu
proses lebih cepat serta menghasilkan arang dalam jumlah lebih banyak,
seragam dan kualitas yang lebih baik. Perkembangan lanjut tipe ini mengarah
pada variasi bentuk dinding, atap, bahan kontruksi, jumlah cerobong asap,
lubang pengapian dan ukuran pintu pemasukan bahan baku.
4) Metode Lubang Dapur Pengarangan.
Lubang dapur pengarangan diisi dengan bahan baku lapisan pertama,
kemudian di bakar. Jika lapisan pertama mulai terbakar, masukkan lagi bahan
baku baru sebanyak lapisan sebelumnya di bagian atas. Lakukan secara
berulang sampai ruangan terisi penuh. Setelah itu, tutup lubang secara rapat.
menggunakan tanah sehingga penutupnya lebih rapat. Letakkan balok kayu
atau bambu berdiameter 15- 20 cm secara tegak lurus pada bagian tengah
lubang, Isi lubang balok sampai penuh. Proses ini berlangsung selama 5-7
hari. Untuk mengeluarkan asap dalam lubang, tutup harus anda buka dua kali
sehari.
5) Pengarangan semi modem
Metode pengarangan semimodem sumber apinya berasal dari plat
yang dipanasi atau batu bara yang dibakar. Akibatnya udara disekeliling baru
ikut menjadi panas dan memuai ke seluruh ruangan pembakaran. Panas yang
timbul dihembuskan oleh blower atau kipas angin bertenaga listrik. (Fitri,
2017)
28

Gambar 2.6 Proses Karbonisasi


Sumber : Fitri

2.10 Komposisi Briket


Dalam pembuatan briket pasti memerlukan beberapa komposisi yang
diperlukan guna untuk mendapatkan hasil briket sesuai yang diharapakan.
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan briket antara lain:
1) Bahan Baku
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahan baku biomassa briket
dapat berasal dari limbah hasil pertanian, limbah industri, dan limbah hasil
pengolahan kayu. Namun faktor yang paling penting dalam menentukan bahan
biomassa adalah bahan baku tersebut memiliki nilai kalor yang tinggi, ukuran
yang sama dan bentuk yang sama. Semakin tinggi nilai kalor suatu bahan,
maka semakin tinggi pula kualitas dari biomassa briket yang dihasilkan.
2) Ukuran Partikel
Ukuran partikel pada pembuatan briket haruslah seragam supaya
mempermudah dalam proses pencetakan. Arang yang sudah jadi terlebih
dahulu dihancurkan atau dihaluskan dan setelah itu diayak dengan ketentuan
ukuran yang diinginkan. Semakin kecil ukuran partikel maka kuat tekan briket
akan semakin besar, namun laju pembakarannya akan semakin lambat karena
rongga/pori briket semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, semakin besar
ukuran partikel maka laju pembakarannya semakin cepat, akan tetapi kuat
tekannya rendah.
29

3) Bahan Perekat
Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik
hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat (tidak mudah
pecah). Perekat adalah suatu zat atau bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda melalui ikatan permukaan. Beberapa istilah lain dari
perekat yang memiliki kekhususan meliputi glue, mucilage, paste.
a) Glue merupakan perekat yang terbuat dari protein hewani, seperti kulit,
kuku, urat, otot, dan tulang yang secara luas digunakan dalam industri
pengerjaan kayu.
b) Mucilage adalah perekat yang dipersiapkan dari getah dan air dan
diperuntukkan terutama untuk perekat kertas.
c) Paste merupakan perekat pati (starch) yang dibuat melalui pemanasan
campuran pati dan air dan dipertahankan berbentuk pasta.
d) Cement adalah istilah yang digunakan untuk perekat yang bahan dasarnya
karet dan mengeras melalui pelepasan pelarut.

Bahan perekat dapat dibedakan atas 3 (tiga) jenis yaitu:


1) Perekat Anorganik
Termasuk dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement
dan sulphite. Kerugian dari penggunaan bahan perekat ini adalah sifatnya
yang banyak meninggalkan abu sekam pada waktu pembakaran.
2) Bahan Perekat Tumbuh-Tumbuhan
Jumlah bahan perekat yang dibutuhkan untuk jenis ini jauh lebih
sedikit bila dibandingkan dengan bahan perekat hydrocarbon. Kerugian yang
dapat ditimbulkan adalah arang cetak yang dihasilkan kurang tahan terhadap
kelembaban.
3) Hydrocarbon Dengan Berat Molekul Besar
Bahan perekat jenis ini sering kali dipergunakan sebagai bahan
perekat untuk pembuatan arang cetak ataupun batubara cetak. Dengan
pemakaian bahan perekat maka tekanan akan jauh lebih kecil bila
dibandingkan dengan briket tanpa memakai bahan perekat. Penggunaan
bahan perekat dimaksudkan untuk menarik air dan membentuk tekstur yang
30

padat atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Dengan adanya bahan
perekat maka susunan partikel akan semakin baik, teratur dan lebih padat
sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan arang briket akan
semakin baik.
Perekat merupakan bahan yang dapat mengikat dua atau lebih
komponen atau partikel. Umumnya, perekat yang digunakan dalam
pembuatan briket adalah tepung pati. Berikut adalah daftar analisa macam-
macam tepung pati:
Tabel 2.3 Daftar analisa bahan perekat tepung pati
(Sumber: Anonimous (1989) dalam Ndraha (2009))
Air Abu Lemak Protein Serat Karbon
No Jenis tepung
(%) (%) (%) (%) Kasar (%) (%)
1 Tepung jagung 10,52 1,27 4,89 8,48 1,04 73,8
2 Tepung beras 7,58 0,68 4,53 9,89 0,82 76,9
3 Tepung terigu 10,7 0,86 2 11,5 0,64 74,2
4 Tepung tapioka 9,84 0,36 1,5 2,21 0,69 85,2
5 Tepung sagu 14,1 0,67 1,03 1,12 0,37 82,7

Keadaan suatu perekat ditentukan oleh metode aplikasinya. Perekat cair


pada umumnya lebih mudah dipergunakan secara mekanis, penyebarannya
pada permukaan benda yang halus dan rata akan tercapai. Salah satu
persyaratan yang perlu diperhatikan dalam memilih extender perekat adalah
bahan harus memiliki daya rekat yang kuat. Bahan yang memiliki daya rekat
yang cukup biasanya yang mengandung protein dan pati khususnya
amylopektin yang cukup tinggi seperti terigu, tapioka, maizena, sagu.
Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur
air dalam jumlah tidak melebihi 70% dari berat campuran serbuk kayu dan
sekam padi dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran
kanji dengan campuran serbuk kayu dan sekam padi diupayakan dengan
merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas
menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer. Perekat ini
dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan
bahan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan
31

tepung kanji sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya
bila dibandingkan dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya.
4) Tekanan pencetakan
Tekanan pencetakan merupakan tekanan yang diberikan saat mencetak.
Variasi tekanan pengepresan berpengaruh terhadap karakteristik thermal briket.
Semakin tinggi tekanan cetak, maka semakin tinggi pula nilai kalornya. Cory
(2001), menyimpulkan bahwa semakin tinggi tekanan cetak maka semakin
tinggi pula nilai kalornya. Selain itu, kadar abu dan kadar air akan menurun
seiring dengan penambahan tekanan pencetakan

Tekanan pengepresan bertujuan mengubah partikel briket yang awalnya


berupa serbuk atau partikel menjadi padatan atau dapat diartikan tekanan
pembriketan bertujuan menaikan nilai densitas menjadi lebih tinggi. Proses
pembriketan menurut Maninder (2012: 13) disebut sebagai densifikasi biomasa,
“Biomass densification represents a set of technologies for the conversion of
biomass residues into a convenient fuel”.
Menurut Maninder (2012: 13), peralatan yang digunakan dalam
pembriketan dikategorikan ke dalam lima jenis yaitu
a. Densifikasi tekanan piston (Piston press densification)
Ada dua tipe piston press yaitu die and punch technology dan hydraulic
press. Piston press densification digunakan untuk pembriketan dengan
tekanan tinggi. Ukuran standar dari briket dengan teknologi ini yaitu
berdiameter 60 mm. Proses penekanan dari arah vertikal kemudian
dilanjutkan dari arah horizontal. Teknologi ini dapat digunakan untuk
menekan bahan baku dengan kadar air sebesar 22%.
b. Densifikasi tekanan screw (Screw press densification)
Rasio pemadatan dari screw press berkisar dari 2,5:1 sampai 6:1 atau
bahkan lebih. Proses penekanan dengan cara biomasa ditekan terus menerus
oleh satu atau lebih screw yang dipanaskan untuk mengurangi gesekan.
Karena penerapan tekanan yang tinggi, terjadi kenaikan suhu dan lignin yang
terdapat pada bimasa bertindak sebagai perekat.
32

c. Densifikasi tekanan roll (Roll press densification)


Pada roll press densification, bahan baku berada pada dua buah roll
yang bergerak berlawanan yang membentuk briket menyerupai bantal.
Pembriketan ini biasanya menggunakan bahan pengikat karena digunakan
untuk pembriketan briket biomasa karbonisasi atau briket arang.
d. Pelet (Pelletizing)
Pelletizing biasanya digunakan untuk memproduksi briket berbentuk
silinder dengan diameter antara 5mm sampai 30mm. pelet memiliki
karakteristik kekuatan mekanik dan pembakaran yang baik.
e. Tekanan rendah atau press manual (Low pressure or manual presses)
Ada berbagai jenis manual presses yang digunakan dalam
pembriketan biomasa. Mereka dirancang khusus untuk tujuan atau diadaptasi
peralatan yang ada untuk tujuan lain. Manual presses baik untuk digunakan
untuk bahan baku biomasa arang. Keuntungan utama dari manual presses
biaya modal yang rendah, biaya operasional yang rendah dan tingkat
ketrampilan yang rendah untuk dapat mengoperasikan teknologi ini.
Teknologi ini menggunakan bahan pengikat untuk untuk membuat briket
menjadi padat.

2.11 Pengujian
1. Nilai Kalor
Kalor adalah suatu energi yang mudah diterima dan mudah sekali
dilepaskan sehingga dapat mengubah temperatur zat tersebut menjadi naik atau
turun. Kalor juga bisa berpindah dari satu zat ke zat yang lain melalui medium
atau perantara. Misalkan, dua buah zat yang memiliki temperatur berbeda
dicampurkan pada sebuah wadah. Maka temperatur kedua benda tersebut akan
menjadi sama.
Asas Black adalah sebuah dalil fisika mengenai kalor yang di kemukakan
oleh ilmuwan Skotlandia. Nama hukum ini diambil dari nama seorang ilmuwan
Inggris sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, yakni Joseph Black. Kalor jenis
adalah sifat zat yang menunjukan banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu zat bermassa 1 kg sebesar 1°C atau 1 K. Kalor merupakan suatu
33

bentuk energi. Ada tiga cara perpindahan kalor, yaitu konduksi, konveksi, dan
radiasi. Satuan dari Kalor Jenis adalah Kal/ gr oC atau dalam Sistem Internasional
ditetapkan dengan Joule / KgoC.
Tabel 2.4 Kalor Berbagai Jenis Zat
(Sumber: Ghandhi, 2010:23)
Kalor (call)
Zat J/Kg
0
Kal/g C K
Air 1,00 4200
Air Laut 0,93 3900
Alkohol 0,55 230
Minyak Tahan 0,52 220
Raksa 0,033 140
Es 0,595 2500
Alumunium 10214 900
Kaca 0,16 670
Besi 0,11 460
Tembaga 0,093 390
Kuningan 0,90 380
Perak 0,056 230
Emas 0,031 130
Timbal 0,031 130

Hal Ini disebabkan oleh perbedaan kalor jenis yang dimiliki suatu benda.
Kalor Jenis Benda adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan
suhu dari 1 kg massa benda tersebut menjadi 1 oCBerdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Gandhi (2010), hasil uji nilai kalor briket arang tongkol jagung
dan bahan perekat, yaitu semakin banyak komposisi perekat, nilai kalornya
semakin rendah. Ini dikarenakan bahan perekat memiliki sifat termoplastik serta
sulit terbakar dan membawa lebih banyak air, sehingga panas yang dihasilkan
terlebih dahulu digunakan menguapkan air dalam briket, walaupun nilai kalor
arang tongkol jagung murni cukup tinggi, yaitu sebesar 5601,55 kalori/gram. Hal
ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa (tanpa tahun) yaitu
penambahan bahan limbah pertanian akan meningkatkan nilai kalor. Semakin
tinggi nilai kalor, semakin baik kualitas briket yang dihasilkan. Semakin besar
nilai kalor maka kecepatan pembakaran semakin lambat (Sulistyanto, 2008).
34

Setiap zat memiliki kuantitas kalor yang berbeda untuk menaikkan


temperatur pada sebuah massa tertentu. Kapasitas kalor C merupakan
perbandingan kalor Q pada sebuah benda untuk perubahan temperaturnya T, yaitu.

ΔQ
C=
ΔT
Selanjutnya, kapasitas kalor persatuan massa suatu benda disebut kalor
jenis c yang merupakan karakteristik suatu bahan. Ketika kalor yang harus
diberikan kepada benda bermassa m, dengan kalor jenis c, maka untuk menaikkan
temperaturnya harus melalui temperature awal T1 menjadi T2 (ΔT ) seperti berikut
diman kalor jenis c merupakan sebuah konstanta (Halliday, 1985).
Dimana Satuan kalor adalah Kalori (Kal) atau Joule (J). Kalori adalah
banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk memanaskan 1 gram air agar suhunya
menjadi 1 derajat Celcius.

1 Kalori = 4,2 Joule dan 1 Joule = 0,24 Kalori


Rumus Kalor : Q = m. c. ΔT
Q = kalor (J)
m = massa benda
c = kalor jenis benda (J/kgok)
ΔT = perubahan suhu benda

2. Kadar Air
Kadar air briket diharapkan serendah mungkin agar nilai kalornya tinggi
dan mudah dinyalakan. Kadar air mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan.
Semakin rendah kadar air semakin tinggi nilai kalor dan daya pembakarannya.
Sebaliknya, kadar air yang tinggi menyebabkan nilai kalor yang dihasilkan akan
menurun, karena energi yang dihasilkan banyak terserap untuk menguapkan air
(Sumangat, 2009: 21).
Kadar air setiap Negara memiliki standar yang berbeda, diantaranya
standar kadar air di Indonesia yaitu 8%, jepang 6-8%, Inggris 3,6 %, dan Amerika
6,2%. Untuk mengetahui kadar air briket maka dilakukan pengujian kadar air
35

briket menggunakan metode SNI 06-3730-1995 dengan persamaan sebagai


berikut:
M 1−M 2
Kadar Air (%) = x 100% ……………………….. (Maryono, 2013)
Bobot Sampel
Keterangan:
M1= Bobot Cawan kosong+bobot sampel sebelum pemanasan (gram)
M2= Bobot Cawan kosong+bobot sampel setelah pemanasan (gram)

3. Shatter Index
Pengujian shatter index adalah pengujian ketahanan briket terhadap
benturan dengan cara briket dijatuhkan dari etinggian 1,8 meter ke bawah menuju
bidang datar. “Place the coal into the box of the shatter test machine, level it, and
then drop it a distance of 6 ft (1.8m) onto the plate” (ASTM D 440-86). Menurut
standar ASTM D 440-86, prosedur pengujian shatter index dilakukan dengan
menimbang briket terlebih dahulu sebelum dijatuhkan, kemudian briket
dijatuhkan dari ketinggian 1,8 meter ke bidang halus dan rata. Setelah dijatuhkan,
briket kembali di timbang untung mengetahui beratnya setelah dijatuhkan.

1,8 Meter

Gambar 2.7 Uji Drop Test (ASTM D 440-86)


Sumber: Sumber : (Satmoko, Saputro, & Budiyono, 2013)

Kemudian dilakukan perhitungan shatter index dengan rumus:


A−B
Shatter index (%) = x 100% .......... (ASTM D 440-86)
A
Keterangan:
A = Berat briket sebelum jatuh (gram)
36

B = Berat briket setelah jatuh (gram)

2.11 Kerangka Pikir Penelitian


Pohon kelapa hampir tersebar di seluruh wilayah Indonesia, karena pohon
kelapa dapat tumbuh di seluruh wilayah Indonesia baik di dataran tinggi maupun
di dataran rendah bahkan di tepian pantai. Data ini menunjukan bahwa hasil dari
pohon kelapa sangat melimpah, menurut data Badan Pusat Statistika (BPS) pada
tahun 2015 jumlah produksi perkebunan rakyat menurut jenis tanaman yaitu
pohon kelapa mencapai 2.924.100 ton. Jika produksi kelapa mencapai nilai
tersebut maka limbah dari kelapa yaitu sabut kelapa juga akan besar jumlahnya.
Pemanfaatan limbah sabut kelapa selama ini hanya dijadikan sapu dan tambang
pintal. Begitupun dengan pohon pinus setelah pengolahan kayu dilakukan banyak
menghasilkan serbuk kayu yang tidak termanfaatkan bahkan hanya dimusnahkan
dengan cara dibakar.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah sabut kelapa dan serbuk kayu
pinus menjadi sumber bahan bakar alternatif maka perlu adanya optimalisai dalam
peningkatan efektifitas dan efisiensi dari sumber bahan bakar alternative tersebut.
Untuk itu melalui penelitian ini akan dilakukan optimalisasi pemanfaatan limbah
sabut kelapa dan serbuk kayu pinus menjadi bahan bakar alternatif yaitu briket
arang.
Sabut kelapa dicampur dengan bahan perekat berupa tepung tapioka.
Kemudian dilakukan pencetakan briket dengan variasi tekanan tertentu yang dapat
meningkatkan kualitas dari briket. Pengujian yang akan dilakukan yaitu untuk
mencari karakteristik ketahanan briket terbaik dari komposisi campura arang
sebuk kayu pinus dan bahan perekat tepung tapioka. Dengan adanya peningkatan
nilai tekanan pengepresan diduga terdapat peningkatan nilai kalor, kadar air, dan
shatter index pada briket yang telah dibuat dan diuji karakteristiknya.

Anda mungkin juga menyukai